PEMERIKSAAN BAHAN BAKU ZnO SECARA TITRASI
KOMPLEKSOMETRI
Iflakhatul Ulfa
Email: [email protected]
Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Abstrak
Telah dilakukan percobaan pemeriksaan bahan baku ZnO secara titrasi
kompleksometri. Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Zat
pengompleks yang digunakan pada praktikum ini yaitu EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acetate) dan ion logamnya yaitu Zn2+
dengan menggunakan indikator
indikator eriochrome black T. EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina
polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksilnya. Seng (Zn) merupakan jenis logam yang cukup tahan terhadap
serangan udara dan air pada temperatur ruang, namun pada suhu tinggi logam ini
dapat bereaksi dengan oksigen di udara menghasilkan oksida dalam bentuk ZnO.
Indikator yang digunakan adalah EBT yang bekerja pada pH basa. Hasil
perhitungan kadar ZnO yang didapatkan adalah 91,9 %.
Kata kunci : kompleksometri, ZnO, EDTA, indikator EBT, logam.
RAW MATERIALS FOR EXAMINATION ZnO COMPLECOMETRIC
TITRATION
Iflakhatul Ulfa
Email: [email protected]
Department of Pharmacy, Faculty of Pharmacy, University of Padjadjaran
Abstract
Experiments have been carried out inspection of raw materials ZnO in
complexometric titration. Complexometric titration is a titration based on the
formation of complex compounds (complex ions or salts which are difficult to
ionizing). Complexing agent used in this lab is EDTA (Ethylene diamine tetra
acetate) and the metal ion is Zn 2+ using Eriochrome black T indicator indicator
EDTA, is one kind of amine polycarboxylic acid. EDTA is actually a seksidentat
ligands that can be coordinated with a metal ion via both nitrogen and fourth
carboxyl group. Zinc (Zn) is a type of metal that is quite resistant to attack by air
and water at room temperature, but at high temperatures the metal can react with
oxygen in the air produces oxides in the form of ZnO. The indicator used is the
EBT working on alkaline pH. The calculation result obtained ZnO content is
91.9%.
Keywords: complexometry, ZnO, EDTA, EBT indicator, metal.
Pendahuluan
Praktikum kali ini dilakukan
pemeriksaan bahan baku ZnO secara
titrasi kompleksometri. Tujuan
praktikum ini yaitu untuk
menetapkan kadar sampel secara
kuantitatif menggunakan prinsip
reaksi pembentukan kompleks
(kompleksometri) serta dapat
menghitung kemurnian bahan baku
ZnO dan membandingkan dengan
persyaratan. Adapun prinsip
praktikumnya yaitu Titrasi
kompleksometri, titrasi langsung,
titrasi tidak langsung, indikator EBT,
dan titik akhir titrasi. Prisnsip yang
spesifik dalam praktikum ini yaitu
titrasi kompleksometri.
Zinc Oxide adalah material
yang unik, memperlihatkan unsur-
unsur bahan semikonduktor,
piezoelektrik dan pyroelektrik.
karena itu sekarang popular diteliti
sebagai bahan masa depan untuk
optoelektronik, sensors, tranduser,
biomedicine seperti UV light emitter,
chemical and gas sensor, transparent
electronics, piezo elektrik, surface
acoustic wavedevice, dan terutama
untuk Light emitting diodes (LEDs)
(Nugroho, 2010).
Analisis kualitatif untuk zat-
zat anorganik yang mengandung ion-
ion logam seperti aluminium,
bismuth, kalium, magnesium, dan
zink dengan cara gravimetri
memakan waktu yang lama, karena
prosedurnya meliputi pengendapan,
penyaringan, pencucian, dan
pengeringan atau pemijaran sampai
bobot konstan. Sekarang telah
ditemukan prosedur titrimetri yang
baru untuk penentuan ion-ion logam
ini dengan peraksi etilen diamin tetra
asetat dinatrium yang umumnya
disebut EDTA dengan menggunakan
indikator terhadap ion logam yang
mempunyai sifat seperti halnya
indikator pH pada titrasi asam basa,
dengan dasar pembentukan khelat
yang digolongkan dalam golongan
komplekson (Day & Underwood,
1986).
Menurut Khopkar (2002),
titrasi kompleksometri yaitu titrasi
berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar
mengion).
Titrasi kompleksometri juga
dikenal sebagai reaksi yang meliputi
reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian
adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi kompleks biasa seperti
di atas, dikenal pula kompleksometri
yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra
asetat atau yang lebih dikenal dengan
EDTA, merupakan salah satu jenis
asam amina polikarboksilat. EDTA
sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan
suatu ion logam lewat kedua nitrogen
dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom
koordinasi per molekul,misalnya
asam 1,2-diamino etana tetra asetat
(asam etilena diamina tetra asetat,
EDTA) yang mempunyai dua atom
nitrogen penyumbang dan empat
atomoksigen penyumbang dalam
molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat
membentuk senyawa kompleks yang
mantap dengan sejumlah besar ion
logam sehingga EDTA merupakan
ligan yang tidak selektif. Dalam
larutan yang agak asam, dapat terjadi
protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks
logam, yang menghasilkan spesies
seperti Cu HY (Harjadi, 1993).
Prinsip dan dasar reaksi
penentuan ion-ion logam secara
titrasi kompleksometri umumnya
digunakan komplekson III (EDTA)
sebagai zat pembentuk kompleks
khelat, dimana EDTA bereaksi
dengan ion logam yang polivalen
seperti Al+3
, Bi+3
, Ca+2
, dan Cu+2
membentuk senyawa atau kompleks
khelat yang stabil dan larut dalam
air. Sebagian besar titrasi
kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai
warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator
demikian disebut indikator
metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya adalah Eriochromeblack T
(Khopkar, 2002).
Indikator yang digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah
indikator EBT (Eriochrome Black T)
yang pada umumnya berwarna
merah, saat titrasi harus diatur pada
pH 7 atau lebih sehingga indikator
bebas dalam bentuk HIn2 yang
berwarna biru (krisnadwi, 2014).
Titik akhir titrasi adalah suatu titik
yang menandakan bahwa titrasi
sudah bereaksi dengan indikator
(Levie, 2010).
Metode
Alat-alat yang dibutuhkan dalam
praktikum pemeriksaan bahan baku
ZnO secara titrasi kompleksometri
yaitu Buret, labu volumetri, pipet,
gelas kimia, gelas ukur, neraca
analitik, kertas perkamen,
Bahan Larutan yang dibutuhkan
Komplekson III (NaEDTA),
Indikator Eriochrom Black T,
NH4OH, buffer salmiak, HCl 4 N,
aquades.
Gambar Alat-alat
Buret Gelas kimia
Erlenmeyer Pipet tetes
Gelas ukur Corong
Pipet volume Neraca
analitik
Prosedur
Prosedur pertama yaitu pembuatan
komplekson III atau larutan
NaEDTA 0,05 M 1,5 L yaitu dengan
ditimbang sebanyak 27,93 gram
Na2EDTA kemudian dilarutkan
Na2EDTA dengan aquadest hingga
1,5 L. Selanjutnya pembuatan
larutan baku ZnSO4 0,01 M, yaitu
dengan ditimbang ZnSO4 sebanyak
250 mg kemudian dilarutkan ZnSO4
dengan aquadest dalam labu ukur
100 ml.
Pembakuan larutan Na2EDTA
dengan menggunakan larutan
ZnSO4, yaitu dengan dipipet
sebanyak 10 ml larutan baku ZnSO4
ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5
ml larutan buffer salmiak,
ditambahkan 50 mg indikator EBT
dan aquades 10 ml untuk dibilas,
dititrasi dengan larutan Na2EDTA
sebagai titran, dicatat volume
Na2EDTA yang terpakai, dihitung
konsentrasi larutan Na2EDTA.
Untuk prosedur penetapan kadar
ZnO yaitu pertama ditimbang 500
mg zat dan dilarutkan dalam 10 mL
HCl 4 N. Lalu ditambahkan
aquadest ad 100 mL. Setelah itu
dinetralkan dengan NH4OH dan
ditambahkan 5 mL buffer salmiak
pH 10. Sebelum dititrasi
ditambahkan terlebih dahulu
indikator EBT sesepora lalu dititrasi
dengan komplekson III yang sudah
dibakukan sampai titik akhir (warna
biru muda. Titrasi dilakukan dua
kali. Dihitung kemurnian bahan baku
ZnO, dan dibandingkan dengan
persyaratan apakah memenuhi syarat
atau tidak.
Hasil
Hasil titrasi menunjukan bahwa
kadar ZnO yang didapat sebesar 91,9
%.
Reaksi yang terjadi dalam praktikum
kali ini diantaranya :
1. Reaksi logam berat dan larutan
baku
Mn+
+ H2Y2+
(MY)n+4
+ 2H+
(Gandjar, 2007).
2. Reaksi titrasi tidak langsung
H+ + Hg
2+ kompleks Hg-
B
Kompleks Hg-B >>>
EDTA2- B + Hg-EDTA +
EDTA2-
EDTA2-
+ Zn2+
Zn-
EDTA + 2H+
(Gandjar, 2007).
3. Reaksi Pembentukan
Zn(NH3)++
Zn + NH Zn(NH3)++
(Triwahyuni, dan M. Yasmin,
2008).
No Perlakuan Hasil
1. ZnO ditimbang
sebanyak 250 mg
Bobot ZnO
250 mg
2. ZnO dilarutkan
dengan HCl 4N
sebanyak 5 ml
ZnO larut
dalam HCl
4 N
3. Ditambahkan
aquadest ad 50
ml
Larutan
ZnO
sebanyak
50 ml
warna
bening
(larut)
4. Larutan ZnO
dinetralkan
dengan NH4OH
sampai pH netral
(pH±7)
Larutan
ZnO
berubah
menjadi
berwarna
keruh
5. Larutan ZnO
ditambahkan 2,5
ml buffer salmiak
Larutan
ZnO
berubah
warna
menjadi
bening
6. Larutan ZnO
ditambahkan
indikator EBT
sesepora
Larutan
ZnO
berubah
warna
menjadi
ungu
7. Larutan ZnO
dititrasi dengan
larutan Na-
EDTA yang
sudah dibakukan
secara diplo
Larutan
ZnO
berubah
warna
menjadi
biru muda
8. Volume Na-
EDTA dicatat
dan kadar ZnO
dihitung
Kadar ZnO
diketahui
sebesar
Perhitungan
Massa ZnO I: 0,2507 gr
Massa ZnO II: 0,2510 gr
No
Kadar
ZnO
(%)
Vol.
ZnO
(ml)
N.NaED
TA (M)
Vol.
NaEDT
A (ml)
1. 90,93 50 0,047 60,1
2. 91,85 50 0,047 60
Rata-rata kadar ZnO 91,9%
Pembakuan Na2EDTA oleh
ZnSO4
mmol Na2EDTA = mmol
ZnSO4
Perhitungan kadar ZnO I
Perhitungan kadar ZnO II
Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan
pemeriksaan bahan baku ZnO secara
titrasi kompleksometri. Tujuan
praktikum ini yaitu untuk
menetapkan kadar sampel secara
kuantitatif menggunakan prinsip
reaksi pembentukan kompleks
(kompleksometri) serta dapat
menghitung kemurnian bahan baku
ZnO dan membandingkan dengan
persyaratan. Titrasi kompleksometri
adalah titrasi yang melibatkan reaksi
ion logam dengan zat
pengompleks/zat ligan. Dimana zat
pengompleks yang digunakan pada
praktikum ini yaitu EDTA (Ethylene
Diamine Tetra Acetate) dan ion
logamnya yaitu Zn2+
. Sebelum
dilakukan proses titrasi ini, dilakukan
proses pembakuan larutan EDTA.
Dimana sebelumnya dilakukan
proses pembuatan Larutan EDTA
0,01 M, larutan dapar pH 10 dan
larutan indikator EBT (Eriochrome
Black T) sudah tersedia.
Jenis titrasi yang dilakukan
adalah titrasi langsung, dimana ion
logam yang ada dalam larutan Zinc
Oxide dititrasi langsung dengan
larutan Na2EDTA. Etilendiamin
tetraasetat (EDTA) berperan sebagai
titran yang digunakan. EDTA akan
membentuk kompleks 1:1 yang stabil
dengan semua logam kecuali logam
alkali seperti natrium dan kalium.
Untuk deteksi titik akhir titrasi
digunakan indikator zat warna yang
ditambahkan pada larutan logam
pada saat awal sebelum dilakukan
titrasi dan akan membentuk
kompleks berwarna dengan sejumlah
kecil logam. Pada titik akhir titrasi
(ada sedikit kelebihan EDTA) maka
komples indikator logam akan pecah
dan menghasilkan warna yang
berbeda. Indikator yang digunakan
pada titrasi ini adalah indikator EBT
(Eriochrom Black T), yang akan
menghasilkan perubahan warna dari
ungu menjadi biru.
Larutan EDTA dipilih
sebagai senyawa pembentuk
komplek karena reaksi EDTA
dengan ion logam selalu 1:1 yang
stabil dengan semua logam sehingga
memudahkan dalam perhitungan dan
pelaksanaan. Kestabilan EDTA ini
dikarenakan EDTA merupakan
kelompok senyawa asam
aminopolikarboksilat yang
mengalami disosiasi menjadi ion
bermuatan negatif yang mampu
menjaga muatannya diantara ion
logam bermuatan positif.
EDTA merupakan ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi
dengan ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus
karboksilnya yang mengandung lebih
dari dua atom koordinasi per
molekul. Larutan EDTA yang
digunakan harus distandarisasi
terlebih dahulu karena EDTA
merupakan larutan baku sekunder.
Pembakuan larutan EDTA dilakukan
dengan dengan menggunakan larutan
baku primer ZnSO4. Larutan EDTA
akan membentuk kompleks yang
tidak stabil pada pH rendah, maka
titrasi harus dilakukan pada pH 10.
Untuk menjaga nilai pH agar tetap
basa, maka dibutuhkan larutan bufer.
Larutan bufer yang digunakan adalah
bufer salmiak yang dibuat dari
campuran NH4OH dan NH4Cl.
Penggunaan buffer pada
proses titrasi sebagai penyangga pH
dengan mencegah terjadinya
perubahan pH yang diakibatkan oleh
terbentuknya H+ karena setiap 1 mol
logam bereaksi dg 1 mol EDTA
selalu dilepaskan 2 mol H+ menurut
reaksi:
Zn2+
+ HIn ZnIn + H+
ZnIn + H2Y2-
ZnY2-
+ HIn2-
+ H+
Proton yang dibebaskan pada
reaksi yang terjadi dapat
mempengaruhi pH, dimana jika H+
terlalu tinggi, maka hal tersebut
dapat terdisosiasi sehingga yang
dilepaskan kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat
bergeser ke kiri, karena terganggu
oleh suasana sistem titrasi yang
terlalu asam. pH yang diinginkan
untuk titrasi dapat berlangsung
adalah pada pH 9-10. Rentang pH
tersebut merupakan pH optimum
untuk kerja indicator logam
Eriochrom Black T (EBT)
membentuk kompleks dengan ion
logam.
Pada proses penetapan kadar,
sampel ZnO dilarutkan dengan HCl.
Digunakan HCl sebagai pelarut
karena ZnO tidak larut dalam air,
melainkan larut dalam asam mineral.
Kelarutan ZnO antara lain praktis
tidak larut dalam air dan dalam
etanol 95%, larut dalam asam
mineral encer dan dalam alkali
hidroksida (Depkes RI, 1979).
Pada saat larutan yang sudah
ditambahkan larutan dapar amonia
pH 10 dan kemudian ditambahkan
dengan indikator logam hitam
eriokrom, maka indikator hitam
eriokrom akan terdisosiasi
melepaskan dua atom hidrogennya
dan mengikat ion Zn2+ dalam air
dan segera membentuk kompleks
Zn2+ eriokrom. Kestabilan kompleks
ini cukup tinggi akan tetapi lebih
stabil jika dibandingkan
dengankompleks antara Zn2+ dengan
dinatrium EDTA.
Pada reaksi kompleks
indikator logam beraksi dengan
dinatrium EDTA yang menghasilkan
perubahan warna pada larutan dari
merah menjadi biru, dimana ion Na+
dinatrium EDTA terlepas dan
berikatan dengan O–terbentuk ONa
dan ion Na yang satu juga terlepas
dan berikatan dengan ion SO4
sehingga terbentuk NaSO4, dan Zn
juga berikatan dengan SO4 sehingga
terbentuk ZnSO4.
Setelah didapat larutan
berwarna biru langit, proses titrasi
dihentikan. Saat itulah, mol ZnO
sama dengan mol EDTA, dan hal ini
dinamakan titik akhir titrasi. Dari
proses titrasi tersebut, didapatkan
konsentrasi NaEDTA sebesar 0,047
M. yang selanjutnya angka ini akan
digunakan dalam perhitungan
penetapan kadar ZnO. Diperoleh
hasil rata rata kadar ZnO yang
didapatkan adalah 91,9 %. Kadar
tersebut kurang memenuhi
persyaratan seperti yang dijelaskan di
Farmakope Indonesia edisi IV bahwa
kadar ZnO tidak kurang dari 99%
dan tidak lebih dari 100,5%.
Ketidaksesuaian ini dapat
disebabkan oleh faktor penyimpanan
atau faktor lingkungan yang akan
mengurangi kestabilan ZnO seperti
kandungan air, oksigen dan cahaya
yang dapat mnguraikan serta
mengkosidasi sampel. Selain faktor
penyimpanan faktor lain yang dapat
menyebabkan rendahnya kadar ZnO
adalah faktor zat lainnya seperti
pentiter, indikator, maupun buffer
yang digunakan, kestabilan dan
perubahan konsentrasi dari zat – zat
yang digunakan pada metode analisis
sangat berpengaruh terhadap
perhitungan kadar bahan baku ZnO.
Simpulan
Pada praktikum kali ini dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kemurnian ZnO dapat dicari
menggunakan metode titrasi
kompleksometri dengan
perbandingan 1:1 (mol EDTA
: mol ZnO)
2. Dapat ditetapkan kadar
sampel secara kuantitatif
menggunakan prinsip reaksi
pembentukan kompleks
(kompleksometri) yaitu
sebesar 91,9%. Dimana
kemurnian ini tidak
memenuhi persyaratan sesuai
Farmakope Indonesia IV
yaitu 99%-100,5%.
Daftar Pustaka
Day, R.A, dan Underwood A.L.
1986. Analisis Kimia Kuantitatif.
Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia
Analitik Dasar. Jakarta :
Erlangga.
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar
Kimia Analitik. Jakarta: UI-
Press.
Krisnadwi. 2014. Titrasi
Kompleksometri. Tersedia
online di
http://bisakimia.com/2014/09/02
/titrasi-kompleksometri/ [diakses
19 September 2015].
Levie, R. 2010. Potentiometric
Titration. tersedia online di
http://www.titrations.info/
[diakses 19 September 2015].
Nugroho, Papto. 2010. Massa Depan
Cerah dari ZnO. Tersedia online
di
http://tatok.staff.ugm.ac.id/?p=3
18 (diakses tanggal 23
September 2015)
Rival, H. 1995. Asas Pemeriksaan
Kimia. Jakarta: UI Press.
Lampiran
ZnO ditimbang sebanyak 250 mg
Larutan ZnO ditambahkan indikator
EBT (warna larutan menjadi ungu)
ZnO dilarutkan dengan 5 ml HCl 4N,
50 ml aquades, 70 tetes NH4OH
(warna larutan berubah dari bening
menjadi keruh), ditambah 2,5 ml
buffer salmiak (warna larutan
kembali bening)
larutan ZnO dititrasi dengan
Na2EDTA
Larutan ZnO setelah dititrasi dengan larutan Na2EDTA (warna larutan menjadi
warna biru)