PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GUNUNGKIDUL,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab,
telah diserahkan sebagian urusan Pemerintahan di bidang pertambangan bahan galian;
b. bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan bahan
galian dengan tetap mengingat asas pemanfaatan dan pelestarian perlu pengaturan;
c. bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perlu menetapkan Peraturan
Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- daerah Kabupaten
dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 1950 Nomor 44) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan
Mulai Berlakunya Undang-undang Tahun 1950 Nomor 12, 13, 14, dan 15 dari hal
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 1950 Nomor 59);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - pokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2918);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3501);
7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699);
9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3839);
10. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2916);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3174);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang -
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3258);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3445);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1992 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang - undang
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan - ketentuan Pokok Pertambangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3510);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3538);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4139);
18. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 70);
19. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 03 / P / M / Pertamben / 1981 tentang
Pedoman Pemberian Surat Izin Pertambangan Daerah untuk Bahan Galian Yang
Bukan Strategis dan Bukan Vital (Bahan Galian Golongan C);
20. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 458/KPTS/1986 tentang Ketentuan
Pengamanan Sungai dalam hubungannya dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C;
21. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 1256.K/03/M.PE/ 1991 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C
oleh Pelaksana Inspeksi Tambang Daerah (PITDA);
22. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1994 tentang Pedoman Usaha
Pertambangan Bahan Galian Golongan C;
23. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12/MENLH/3/ 1994 tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan jo
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002;
24. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 388.K/008/M.PE/ 1995 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Untuk Kegiatan Pertambangan Bahan Galian Golongan C;
25. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/ 1995 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum;
26. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara
Pemungutan Retribusi Daerah;
27. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara
Pemeriksaan Retribusi Daerah;
28. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1452.K/29/MEM/2000
tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Inventarisasi
Sumberdaya Mineral dan Energi, Penyusunan Peta Geologi, dan Pemetaan Zona
Kerentanan Gerakan Tanah;
29. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K/10/MEM/2000
tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan
Umum;
30. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Nomor 1 Tahun 1987 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II
Gunungkidul (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Tahun 1987
Nomor 3 Seri D);
31. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C (Lembaran Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Tahun 1998 Nomor 5 Seri A);
32. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 21 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2000 Nomor 6 Seri D);
33. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 2 Tahun 2001 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2001-2010 (Lembaran Daerah Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2001 Nomor 29 Seri D);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG USAHA PERTAM-BANGAN BAHAN GALIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Gunungkidul.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
3. Kepala Daerah adalah Bupati Gunungkidul.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah
Kabupaten Gunungkidul.
5. Dinas Perekonomian adalah Dinas Perekonomian Kabupaten Gunungkidul.
6. Bahan Galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-
batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam, yang terdiri dari golongan A (bahan galian strategis),
golongan B (bahan galian vital) dan golongan C (bahan galian yang tidak termasuk golongan A maupun B).
7. Penugasan Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan kepada Instansi Pemerintah.
8. Pertambangan rakyat adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan
dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas.
9. Kuasa Pertambangan adalah wewenang, hak dan kewajiban untuk melakukan kegiatan semua atau sebagian
tahap usaha pertambangan.
10. Penyelidikan Umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan dan dari
udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda
adanya bahan galian pada umumnya.
11. Eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti / seksama
keberadaan dan sifat letakan bahan galian.
12. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan
memanfaatkannya.
13. Pengolahan dan atau Pemurnian adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk
memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu.
14. Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan / pemurnian bahan galian
dari wilayah eksploitasi, atau tempat pengolahan / pemurnian.
15. Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil eksploitasi atau hasil pengolahan/pemurnian
bahan galian.
16. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan bahan galian, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya.
17. Jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pemegang Kuasa Pertambangan sebagai uang jaminan
untuk melakukan reklamasi lahan bekas pertambangan.
18. Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
19. Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin
kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
8
20. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi.
21. Obyek retribusi adalah pelayanan pemberian izin dan Kuasa Pertambangan bahan galian.
22. Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin atau Kuasa pertambangan.
23. Iuran Tetap adalah iuran yang dibayarkan kepada Pemerintah Daerah sebagai imbalan atas kesempatan
melaksanakan Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah pertambangan.
BAB II
USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN
Pasal 2
(1) Usaha pertambangan bahan galian hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan Kuasa Pertambangan.
(2) Kuasa Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk kegiatan usaha pertambangan yang
tidak menggunakan fasilitas penanaman modal asing.
(3) Kegiatan usaha pertambangan yang menggunakan fasilitas penanaman modal asing harus dilakukan dalam
bentuk usaha patungan antara pemodal asing dan Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia.
Pasal 3
(1) Kuasa Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan dalam bentuk :
a. Penugasan Pertambangan;
b. Izin Pertambangan Rakyat;
c. Pemberian Kuasa Pertambangan.
(2) Penugasan Pertambangan diberikan pada Instansi Pemerintah yang mempunyai kualifikasi dalam bidang
pertambangan yang akan dilaksanakan.
(3) Izin Pertambangan Rakyat diberikan pada perorangan / kelompok yang berkewarganegaraan Indonesia dan
bertempat tinggal di daerah, dengan mengutamakan mereka yang bertempat tinggal di tempat terdapatnya
bahan tambang.
(4) Kuasa pertambangan hanya dapat diberikan kepada :
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Koperasi;
d. Swasta Berbadan Hukum yang didirikan sesuai dengan Peraturan Perundang - undangan Republik
Indonesia, berkedudukan di Indonesia, mempunyai pengurus yang berkewarganegaraan Indonesia, serta
bertempat tinggal di Indonesia dan mempunyai lapangan usaha di bidang pertambangan;
e. Perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia, dengan
mengutamakan mereka yang bertempat tinggal di Daerah;
f. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara di satu pihak dengan
Pemerintah Daerah Propinsi/Pemerintah Daerah Kabupaten/Badan Usaha Milik Daerah di pihak lain;
g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah Daerah
Propinsi/Pemerintah Daerah Kabupaten/Badan Usaha Milik Daerah di satu pihak dengan Koperasi, Swasta
Berbadan Hukum atau perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, d, dan e di pihak lain.
Pasal 4
(1) Penugasan Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) meliputi tahap kegiatan penyelidikan
umum dan eksplorasi.
(2) Izin Pertambangan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) meliputi tahap kegiatan eksploitasi,
pengolahan, pemurnian, pengangkutan, dan penjualan.
(3) Kuasa Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) terdiri dari :
a. Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum;
b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi;
c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi;
d. Kuasa Pertambangan Pengolahan/pemurnian;
e. Kuasa Pertambangan Pengangkutan;
f. Kuasa Pertambangan Penjualan.
BAB III
PENUGASAN PERTAMBANGAN
Pasal 5
Penugasan Pertambangan merupakan penugasan kepada suatu Instansi Pemerintah untuk melaksanakan usaha
pertambangan dengan mencantumkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari penugasan tersebut.
Pasal 6
Dalam Penugasan Pertambangan apabila dianggap perlu dapat diberikan keringanan-keringanan terhadap
kewajiban-kewajiban yang ditentukan.
Pasal 7
Dalam Penugasan Pertambangan apabila tidak dicantumkan ketentuan-ketentuan mengenai keringanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, maka ketentuan-ketentuan mengenai Kuasa Pertambangan berlaku
sepenuhnya.
Pasal 8
Penugasan Pertambangan dapat dibatalkan apabila :
a. usaha tersebut dinyatakan telah berubah menjadi suatu Perusahaan Pertambangan dan untuk ini perlu diajukan
permohonan Kuasa Pertambangan;
b. usaha tersebut tidak diteruskan.
BAB IV
IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT DAN KUASA PERTAMBANGAN
Bagian Pertama
Wewenang Kepala Daerah
Pasal 9
(1) Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan
adalah Kepala Daerah.
(2) Dalam setiap pemberian Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan harus mempertimbangkan sifat
dan besarnya endapan serta kemampuan pemohon baik teknis maupun keuangan.
(3) Kepala Daerah menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan pengembalian tanah yang harus dipenuhi
dan ditaati oleh pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan sebelum meninggalkan bekas
wilayah pertambangannya.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah dapat menetapkan :
a. pencadangan bahan galian tertentu untuk kepentingan daerah;
b. wilayah konservasi pada sebagian wilayah daerah;
c. pengutamaan kebutuhan daerah.
Pasal 10
(1) Setiap Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang diberikan hanya berlaku untuk 1 (satu) jenis
bahan galian.
(2) Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan mempunyai wewenang untuk melakukan satu
atau beberapa usaha pertambangan yang ditentukan dalam kuasa Pertambangan yang bersangkutan.
(3) Apabila Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c tidak
sekaligus meliputi Kuasa Pertambangan Pengolahan, Pemurnian, Pengangkutan, dan Penjualan, maka untuk
usaha pertambangan pengolahan, pemurnian, pengangkutan, dan penjualan masing-masing harus dimintakan
suatu Kuasa Pertambangan.
Bagian Kedua
Tata Cara memperoleh Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan
Pasal 11
(1) Permohonan Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan diajukan secara tertulis kepada Kepala
Daerah dengan mengisi formulir yang telah disediakan disertai syarat-syarat yang diperlukan.
(2) Untuk satu wilayah pertambangan diajukan satu permohonan izin.
(3) Lapangan-lapangan yang terpisah tidak dapat diminta sebagai satu wilayah Izin Pertambangan Rakyat atau
Kuasa Pertambangan.
Pasal 12
(1) Syarat-syarat permohonan Izin Pertambangan Rakyat adalah :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
b. peta lokasi pertambangan dengan skala sekecil-kecilnya 1 : 10.000 (satu berbanding sepuluh ribu) bagi
kegiatan eksploitasi;
c. daftar nama anggota kelompok apabila diusahakan secara berkelompok;
d. informasi mengenai lingkungan lokasi pertambangan apabila kegiatannya ekploitasi;
e. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri;
f. bukti surat laik jalan bagi kendaran yang akan digunakan untuk pengangkutan apabila kegiatannya
pengangkutan;
g. fotokopi Izin Gangguan apabila kegiatannya pengolahan, pemurnian atau penjualan;
h. rekomendasi dari Dinas Teknis apabila lokasi pertambangannya di sungai.
(2) Syarat-syarat permohonan Kuasa Pertambangan adalah :
a. Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum :
1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;
4) peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala sekecil-kecilnya 1 : 100.000 (satu berbanding
seratus ribu);
5) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;
6) proposal rencana kegiatan penyelidikan Umum.
b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi :
1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;
4) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli
5) peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala sekecil - kecilnya 1 : 25.000 (satu
berbanding dua puluh lima ribu) dan dilengkapi dengan batas-batas yang jelas;
6) fotokopi bukti kepemilikan tanah;
7) surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik
sendiri;
8) proposal rencana kegiatan eksplorasi.
c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi :
1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;
4) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;
5) peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala sekecil-kecilnya 1 : 10.000 (satu
berbanding sepuluh ribu) dan dilengkapi dengan batas-batas yang jelas;
6) fotokopi bukti kepemilikan tanah;
7) surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik
sendiri;
8) persetujuan pengelolaan lingkungan hidup (AMDAL atau UKL / UPL);
9) studi kelayakan kegiatan eksploitasi.
d. Kuasa Pertambangan Pengolahan/Pemurnian :
1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;
4) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;
5) proposal rencana kegiatan Pengolahan/Pemurnian
6) studi kelayakan kegiatan Pengolahan/Pemurnian;
7) persetujuan pengelolaan lingkungan hidup (AMDAL atau UKL / UPL);
8) fotokopi bukti kepemilikan tanah;
9) surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik
sendiri;
10) fotokopi Izin Gangguan.
e. Kuasa Pertambangan Pengangkutan :
1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ;
3) proposal rencana kegiatan Pengangkutan ;
4) fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang akan digunakan untuk pengangkutan;
5) salinan laik jalan bagi kendaraan yang akan digunakan.
f. Kuasa Pertambangan Penjualan :
1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ;
3) proposal rencana kegiatan Penjualan bahan galian ;
4) salinan Izin Gangguan ;
5) fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
(3) Peta Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus menjelaskan dan
menunjukkan :
a. ukuran arah astronomis dan jarak dari titik ke titik batas wilayah Kuasa Pertambangan yang tidak boleh
melebihi 500 (lima ratus) meter;
b. salah satu titik batas harus dihubungkan dengan salah satu titik triangulasi atau titik induk tetap lainnya
yang tergambar dalam peta dasar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang topografi;
c. tempat terdapatnya bahan galian diukur dari salah satu titik batas wilayah Kuasa Pertambangan;
d. gambar letak wilayah Pertambangan Rakyat apabila di sekitar lokasi calon wilayah Kuasa
Pertambangan tersebut ada Pertambangan Rakyat.
Bagian Ketiga
Masa berlakunya Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan
Pasal 13
(1) Izin Pertambangan Rakyat diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Kepala Daerah sesuai kewenangannya dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun lagi atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pasal 14
(1) Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
1 (satu) tahun lagi atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu
yang telah ditetapkan.
Pasal 15
(1) Kuasa Pertambangan Eksplorasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyak 2 (dua)
kali, setiap kalinya untuk jangka waktu 6 (enam) bulan atas permintaan yang bersangkutan, yang harus
diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
(3) Dalam hal pemegang Kuasa pertambangan Eksplorasi telah menyatakan bahwa usahanya akan dilanjutkan
dengan usaha pertambangan eksploitasi, maka Kepala Daerah dapat memberikan perpanjangan jangka waktu
Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling lama 3 (tiga) tahun lagi untuk pembangunan fasilitas Eksploitasi
pertambangan atas permintaan yang bersangkutan.
Pasal 16
(1) Kuasa Pertambangan Eksploitasi diberikan untuk jangka paling lama 20 (dua puluh) tahun.
(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pasal 17
(1) Kuasa Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pasal 18
(1) Kuasa Pertambangan Pengangkutan diberikan oleh Kepala Daerah untuk jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) tahun.
(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum berakhirnya
jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pasal 19
(1) Kuasa Pertambangan Penjualan diberikan oleh Kepala Daerah untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum berakhirnya
jangka waktu yang telah ditetapkan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Pertambangan Rakyat
atau Kuasa Pertambangan
Pasal 20
(1) Pemegang Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum yang menemukan suatu bahan galian dalam wilayah
Kuasa Pertambangannya, mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksplorasi atas
bahan galian tersebut.
(2) Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi berhak :
a. melakukan segala usaha untuk mendapatkan kepastian tentang adanya jumlah kadar, sifat, dan nilai bahan
galian dengan mempergunakan peralatan teknik pertambangan sebaik-baiknya;
b. memiliki bahan galian yang telah tergali sesuai dengan Kuasa Pertambangan Eksplorasinya, apabila telah
membayar Iuran Tetap dan telah membayar pajak bahan galian;
c. melaksanakan pengangkutan dan penjualan hasil - hasil eksplorasi apabila telah memperoleh Kuasa
Pertambangan Pengangkutan dan Kuasa Pertambangan Penjualan atau izin khusus dari Kepala
Daerah;
d. mendapat hak tunggal untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksploitasi atas bahan galian tersebut
apabila telah membuktikan hasil baik ekplorasinya atas bahan galian yang disebutkan dalam Kuasa
Pertambangannya;
e. mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksplorasi atas bahan galian lain yang
ditemukan dalam wilayah Kuasa pertambangannya;
(3) Pemegang Kuasa Pertambangan Eksploitasi berhak :
a. melakukan segala usaha untuk menghasilkan bahan galian yang disebutkan dalam Kuasa Pertambangan
dalam batas-batas ketentuan usaha pertambangan yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. memiliki bahan galian yang telah ditambangnya sesuai dengan Kuasa Pertambangan Eksploitasinya bila
telah memenuhi ketentuan-ketentuan pembayaran Iuran Tetap dan telah membayar pajak bahan galian;
c. mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksploitasi atas bahan galian lain
yang ditemukan dalam wilayah Kuasa pertambangannya;
d. mendapatkan prioritas untuk memperoleh Kuasa Pertambangan yang meliputi usaha pertambangan
pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan dari bahan galian beserta hasilnya apabila telah
memiliki bahan galian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
(4) Untuk memperoleh Kuasa Pertambangan dengan prioritas pertama atau hak tunggal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) huruf d, e, dan ayat (3) huruf c, maka :
a. pemegang Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum harus sudah mengajukan permohonan Kuasa
Pertambangan Eksplorasi sebelum berakhir jangka waktu Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umumnya;
b. pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi harus sudah mengajukan permintaan Kuasa Pertambangan
Eksploitasi sebelum berakhir jangka waktu Kuasa pertambangan Eksplorasinya;
c. pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan atau Kuasa Pertambangan Eksploitasi harus sudah
mengajukan permintaan Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan atau Eksploitasi atas bahan galian lain
yang ditemukan dalam Kuasa Pertambangannya sebelum berakhir jangka waktu Kuasa Pertambangan
Eksplorasi dan atau Kuasa Pertambangan Eksploitasinya.
Pasal 21
Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan wajib :
a. memberikan batas pada wilayah Kuasa Pertambangannya dengan membuat tanda-tanda batas yang jelas dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sesudah memperoleh Kuasa Pertambangan Ekploitasi;
b. melaporkan lebih dahulu rencana usaha penggalian dan target produksi kepada Kepala Daerah sebelum
memulai kegiatan usahanya bagi Kuasa Pertambangan Eksploitasi;
c. membayar pajak pertambangan bahan galian bagi pemegang Izin Pertambangan Rakyat, pemegang Kuasa
Pertambangan Ekploitasi, dan atau Pengolahan/pemurnian;
d. membayar iuran tetap bagi pemegang Izin Pertambangan Rakyat Eksploitasi, pemegang Kuasa pertambangan
Eksplorasi, dan atau Eksploitasi;
e. menyampaikan laporan secara tertulis setiap 3 (tiga) bulan sekali tentang hasil kegiatannya, termasuk hasil
produksi kepada Kepala Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral;
f. memberikan perlindungan dan memelihara kesehatan dan keselamatan kerja serta pengamanan teknis guna
kepentingan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
g. memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
h. mengembalikan tanah penutup/menimbun kembali tanah yang telah ditambang atau reklamasi bekas tambang
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
i. melakukan penanaman kembali/penghijauan/reboisasi dan revegetasi lahan bekas pertambangan bagi
pemegang Izin Pertambangan Rakyat, pemegang Kuasa Pertambangan Ekplorasi, dan atau Eksploitasi;
j. memberikan laporan kepada Kepala Daerah atas penemuan jenis bahan tambang lain dan atau barang berharga
yang tidak disebutkan dalam Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan;
k. mematuhi semua syarat-syarat yang tercantum dalam Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan;
l. guna kepentingan kelestarian lingkungan, kepada pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan Ekploitasi
wajib menempatkan uang jaminan reklamasi tambang yang besar dan pelaksanaan pencairannya diatur dengan
Keputusan Kepala Daerah;
m. paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Kuasa Pertambangan Eksplorasi berakhir, atau 1
(satu) tahun sejak Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi berakhir, atau 1,5 (satu
setengah) tahun sejak Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan Pengolahan/Pemurnian berakhir,
dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa
Pertambangan yang bersangkutan mengangkat keluar segala sesuatu yang menjadi miliknya yang masih
terdapat dalam bekas wilayah pertambangan, kecuali benda-benda dan bangunan-bangunan yang telah
dipergunakan untuk kepentingan umum sewaktu Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang
bersangkutan masih berlaku, segala sesuatu yang belum diangkat keluar setelah lampaunya jangka waktu
tersebut menjadi milik Pemerintah Daerah.
n. sebelum meninggalkan bekas wilayah pertambangan, baik karena pembatalan maupun karena hal lain,
pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha
pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah sekitarnya yang dapat
membahayakan keamanan umum.
o. mengganti kerugian akibat dari usahanya atas segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas
tanah di dalam lingkungan wilayah penambangan maupun diluarnya dengan tidak memandang apakah
perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, maupun dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu.
Bagian Kelima
Masa Berakhirnya Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan
Pasal 22
(1) Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan berakhir apabila :
a. telah habis masa berlakunya izin;
b. dikembalikan oleh pemegang;
c. dicabut / dibatalkan oleh Kepala Daerah.
(2) Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan dicabut / dibatalkan apabila :
a. pemegang izin atau kuasa pertambangan tidak melaksanakan usahanya dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan setelah izin diterbitkan atau 2 (dua) tahun menghentikan usahanya tanpa memberikan alasan-alasan
secara tertulis yang dapat dipertanggung-jawabkan;
b. pemegang izin atau kuasa pertambangan tidak mematuhi ketentuan dan kewajiban sebagaimana yang
ditetapkan;
c. kegiatan pertambangan yang dilakukannya membahayakan atau dimungkinkan membahayakan masyarakat
atau lingkungan.
Bagian Keenam
Luas Wilayah Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan
Pasal 23
(1) Luas wilayah untuk 1 (satu) Pertambangan Rakyat paling banyak 1.000 M2 (seribu meter persegi).
(2) Kepada kelompok dapat diberikan maksimal 2 (dua) izin.
Pasal 24
Luas wilayah untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum dapat diberikan seluas wilayah Daerah.
Pasal 25
(1) Luas wilayah untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak 25 (dua puluh lima) hektar.
(2) Kepada Badan Hukum dapat diberikan paling banyak 2 (dua) Kuasa Pertambangan.
Pasal 26
(1) Luas wilayah untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak 25 (dua puluh lima) hektar.
(2) Kepada Badan Hukum dan Koperasi dapat diberikan paling banyak 2 (dua) Kuasa Pertambangan.
Pasal 27
Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan dapat mengurangi luas wilayah pertambangannya
dengan mengembalikan sebagian atau bagian-bagian tertentu dari wilayah termaksud dengan persetujuan Kepala
Daerah.
Bagian Ketujuh
Persyaratan Perpanjangan Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan
Pasal 28
(1) Persyaratan Perpanjangan Izin Pertambangan Rakyat :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
b. laporan kegiatan;
c. fotokopi bukti pelunasan pajak;
d. peta kemajuan tambang apabila kegiatannya eksploitasi;
e. salinan Izin Gangguan apabila kegiatannya pengolahan, pemurnian, atau penjualan;
f. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri;
g. rekomendasi dari Dinas Teknis apabila melakukan eksploitasi di sungai.
(2) Persyaratan Perpanjangan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
b. referensi Bank Pemerintah atau Fiskal;
c. laporan kegiatan.
(3) Kuasa Pertambangan Eksplorasi :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
b. referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;
c. surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;
d. peta kemajuan wilayah pertambangan yang dimohon;
e. fotokopi bukti kepemilikan tanah;
f. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri.
(4) Kuasa Pertambangan Eksploitasi :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
b. laporan kegiatan;
c. fotokopi bukti pembayaran pajak;
d. referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;
e. surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;
f. peta kemajuan wilayah pertambangan yang dimohon;
g. fotokopi bukti kepemilikan tanah;
h. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri.
(5) Kuasa Pertambangan Pengolahan / Pemurnian :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
b. laporan kegiatan;
c. fotokopi bukti pelunasan pajak;
d. referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;
e. surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;
f. fotokopi bukti kepemilikan tanah;
g. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri;
h. fotokopi Izin Gangguan.
(6) Kuasa Pertambangan Pengangkutan :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
b. laporan kegiatan;
c. fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang akan digunakan untuk pengangkutan;
d. salinan laik jalan bagi kendaraan yang akan digunakan.
(7) Kuasa Pertambangan Penjualan :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ;
b. laporan kegiatan;
c. fotokopi bukti pelunasan pajak;
d. salinan Izin Gangguan ;
e. fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
BAB V
PEMINDAHAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
DAN KUASA PERTAMBANGAN
Pasal 29
(1) Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan dapat dipindahkan kepada badan/orang lain dengan izin
Kepala Daerah.
(2) Izin Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan jika pihak yang akan
menerima Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila perorangan yang memegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan meninggal dan
para ahli warisnya tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Izin
Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan tersebut dapat dipindahkan kepada badan atau orang lain
yang telah memenuhi persyaratan dengan izin Kepala Daerah.
BAB VI
PENGGUNAAN LAHAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 30
(1) Hak atas Wilayah Usaha Pertambangan tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.
(2) Kegiatan usaha pertambangan tidak boleh dilaksanakan pada :
a. tempat pemakaman umum;
b. tempat yang dianggap suci;
c. bangunan/tempat umum, sarana, dan prasarana umum;
d. tanah milik masyarakat adat;
e. lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah disekitarnya;
f. bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara;
g. bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin dari
instansi Pemerintah, persetujuan masyarakat, dan / atau perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut;
h. tempat-tempat lain yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha menurut peraturan perundag-undangan
yang berlaku.
(3) Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang bermaksud melaksanakan kegiatan
pertambangan dapat memindahkan bangunan/tempat umum, sarana, dan prasarana umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c setelah terlebih dahulu memperoleh izin dari instansi yang berwenang.
Pasal 31
(1) Mereka yang mempunyai hak atas tanah dan atau mereka yang berkepentingan yang akan mendapat kerugian
karena adanya pemberian Kuasa Pertambangan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah
dimana usaha pertambangan itu berada paling lambat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak permohonan
Kuasa Pertambangan tersebut diajukan.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis disertai alasan-alasan dari keberatan
tersebut.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterima oleh Kepala Daerah apabila usaha
pertambangan tersebut nyata-nyata akan merugikan rakyat / penduduk setempat atau kepentingan umum.
(4) Jika dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari Kepala Daerah tidak menerima pernyataan
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dianggap telah menyatakan tidak adanya
keberatan atas permintaan Kuasa Pertambangan.
BAB VII
RETRIBUSI
Bagian Pertama
Nama Retribusi
Pasal 32
Dengan nama Retribusi Izin Usaha Pertambangan bahan galian dipungut retribusi atas pelayanan pemberian izin
usaha pertambangan bahan galian.
Bagian Kedua
Golongan Retribusi
Pasal 33
Retribusi Izin dan Kuasa Pertambangan bahan galian termasuk golongan retribusi perizinan tertentu.
Bagian Ketiga
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 34
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis kegiatan usaha dan luas wilayah pertambangan.
Bagian Keempat
Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 35
(1) Tarif retribusi Izin Pertambangan Rakyat sebesar Rp. 5.000,-/1.000 M2.
(2) Tarif retribusi Kuasa Pertambangan adalah sebagai berikut :
a. Kuasa Pertambangan Eksplorasi sebesar Rp. 50.000,- /Ha;
b. Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebesar Rp. 100.000,-/Ha;
c. Kuasa Pertambangan Pemurnian/Pengolahan sebesar Rp. 300.000,-;
d. Kuasa Pertambangan Pengangkutan sebesar Rp. 200.000,-;
e. Kuasa Penjualan sebesar Rp. 200.000,-.
BAB VIII
IURAN TETAP
Pasal 36
(1) Setiap pemegang Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan Eksplorasi maupun Eksploitasi wajib
membayar iuran tetap.
(2) Besarnya iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Pertambangan Rakyat sebesar Rp. 5.000,-/1.000 M2/tahun;
b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi sebesar Rp. 20.000,- /Ha /tahun;
c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebesar Rp. 40.000,-/Ha /tahun.
(3) Pembayaran iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada awal tiap tahun bersangkutan
atau pada awal masa wajib bayar.
BAB IX
PELAKSANAAN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 37
(1) Sebelum kegiatan usaha pertambangan dimulai, pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa
Pertambangan terlebih dahulu memberitahukan kepada masyarakat setempat dimana pertambangan akan
dilakukan dengan memperlihatkan Surat Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang sah.
(2) Pelaksanaan usaha pertambangan bahan galian harus sudah dimulai paling lambat 6 (enam) bulan sejak Izin
atau Kuasa Pertambangan diterbitkan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dimulai, pemegang
Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa pertambangan harus memberikan laporan secara tertulis kepada Kepala
Daerah dengan disertai alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Apabila alasan-alasan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dipertanggungjawabkan
maka jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali dan setiap
kali perpanjangan 3 (tiga) bulan.
Pasal 38
(1) Apabila dalam pelaksanaan usaha pertambangan diperhitungkan dapat menimbulkan bahaya merusak
lingkungan dan bencana yang mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, pemegang Izin Pertambangan
Rakyat atau Kuasa Pertambangan diwajibkan menghentikan kegiatannya dan mengusahakan penanggulangan
serta melaporkan kepada Kepala Daerah.
(2) Apabila usaha penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat mengatasi, maka Kepala
Daerah dapat mencabut Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan.
Pasal 39
Dalam pelaksanaan usaha pertambangan, pembuangan sisa bahan galian yang tidak terpakai dan limbah lainnya
harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 40
Penggunaan bahan peledak atau bahan-bahan berbahaya lainnya dalam usaha pertambangan bahan galian dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
PEMBINAN DAN PENGAWASAN
Pasal 41
Pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan bahan galian dilaksanakan oleh Dinas Perekonomian.
Pasal 42
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 meliputi :
a. eksplorasi;
b. operasi produksi;
c. pemasaran;
d. keuangan;
e. pengolahan data bahan galian;
f. konservasi bahan galian;
g. keselamatan pertambangan;
h. pengelolaan lingkungan hidup atau reklamasi;
i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
j. pengembangan tenaga kerja Indonesia;
k. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m. pengelolaan bahan galian;
n. penerapan kaidah keteknikan yang baik;
o. jenis dan mutu hasil olahan bahan galian;
p. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan sepanjang menyangkut kepentingan umum.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 10 ayat (3), Pasal 21,
Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1) dan (2), Pasal 36, Pasal 39 dan Pasal 40, diancam pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 44
(1) Selain oleh Pejabat POLRI, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1),
dilakukan oleh Penyidik di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang usaha pertambangan bahan galian.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana
di bidang usaha pertambangan bahan galian agar laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang usaha pertambangan bahan galian;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di
bidang usaha pertambangan bahan galian;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di
bidang usaha pertambangan bahan galian;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pencatatan dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang usaha
pertambangan bahan galian;
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan
sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa;
h. melakukan penyitaan benda atau surat;
i. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang usaha pertambangan bahan galian;
j. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
k. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
l. mengadakan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang usaha
pertambangan bahan galian menurut hukum yang dapat dipertanggung-jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII
PELAKSANAAN
Pasal 45
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Dinas Perekonomian.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang diperoleh berdasarkan peraturan yang ada sebelum
berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur oleh
Kepala Daerah.
Pasal 48
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul.
Ditetapkan di Wonosari
pada tanggal 17 Nopember 2003
BUPATI GUNUNGKIDUL,
ttd.
YOETIKNO
Diundangkan di Wonosari
pada tanggal 1 Desember 2003
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN GUNUNGKIDUL,
ttd.
SUGITO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2003 NOMOR 7 SERI C.
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
NOMOR 11 TAHUN 2003
TENTANG
USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN
I. PENJELASAN UMUM
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) ditetapkan bahwa sumber daya alam dikuasai oleh
Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kekayaan alam yang terkandung didalam
bumi dan air wilayah Indonesia adalah hak bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
Sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV / MPR / 1998
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan.
Disamping itu penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran
serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonomi, maka sesuai ketentuan Pasal 133 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kebijakan
pengelolaan usaha pertambangan umum perlu disesuaikan.
Kewenangan pengelolaan usaha pertambangan Bahan Galian sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh
Daerah sesuai kewenangannya, yang meliputi :
a. pencadangan bahan galian tertentu untuk kepentingan daerah dan wilayah konservasi pada sebagian
Wilayah Hukum Pertambangan Kabupaten Gunungkidul dan pengutamaan kebutuhan daerah;
b. pemberian Kuasa Pertambangan;
c. pemberian perizinan pertambangan rakyat;
d. pengevaluasian dan pelaporan kegiatan;
e. pembinaan dan pengawasan.
Atas dasar pertimbangan- pertimbangan tersebut di atas dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah
Kabupaten Gunungkidul tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 : Cukup jelas.
Pasal 2 : Cukup jelas.
Pasal 3 : Cukup jelas.
Pasal 4 : Cukup jelas.
Pasal 5 : Cukup jelas.
Pasal 6 : Cukup jelas.
Pasal 7 : Cukup jelas.
Pasal 8 : Cukup jelas.
Pasal 9 : Cukup jelas.
Pasal 10 : Cukup jelas.
Pasal 11 : Cukup jelas.
Pasal 12 ayat (1) huruf a : Yang dimaksud KTP pemohon adalah KTP penanggung jawab usaha
pertambangan.
huruf b : Yang dimaksud peta lokasi pertambangan adalah peta yang
menggambarkan luas dan lokasi pertambangan yang dimohon beserta
konturnya.
huruf c : Yang dimaksud daftar nama anggota kelompok adalah daftar nama
anggota kelompok penambang yang melaksanakan kegiatan
penambangan pada lokasi tersebut.
huruf d : Yang dimaksud informasi mengenai lingkungan adalah informasi
yang berkaitan dengan kondisi biotik, abiotik dan budaya baik pada
lokasi maupun sekitar lokasi pertambangan.
huruf e : Yang dimaksud surat pernyataan persetujuan pemilik tanah adalah
surat pernyataan dari pemilik hak atas tanah atau ahli warisnya yang
menyatakan bahwa menyetujui apabila tanahnya dipergunakan untuk
kegiatan pertambangan.
huruf f : Yang dimaksud surat laik jalan adalah surat bukti layak jalan bagi
kendaraan angkutan yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan.
huruf g : Yang dimaksud izin gangguan adalah surat izin gangguan yang
dikeluarkan oleh Dinas Perekonomian Kabupaten Gunungkidul.
huruf h : Yang dimaksud Dinas Teknis adalah Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Gunungkidul.
ayat (2) huruf a angka 1 : Cukup jelas.
angka 2 : Cukup jelas.
angka 3 : Cukup jelas.
angka 4 : Yang dimaksud peta wilayah pertambangan adalah peta yang
menggambarkan luas wilayah pertambangan yang dimohon beserta
konturnya.
angka 5 : Yang dimaksud surat kesanggupan tenaga ahli adalah surat yang
menyatakan kesanggupan menjadi tenaga ahli pertambangan di
perusahaan yang bersangkutan, ditanda tangani oleh tenaga ahli
tersebut dan diketahui oleh Pemimpin Perusahaan.
angka 6 : Cukup jelas.
huruf b angka 1 : Cukup jelas.
angka 2 : Cukup jelas.
angka 3 : Cukup jelas.
angka 4 : Cukup jelas.
angka 5 : Cukup jelas.
angka 6 : Yang dimaksud bukti kepemilikan tanah adalah surat bukti hak atas
tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Gunungkidul.
angka 7 : Cukup jelas.
angka 8 : Cukup jelas.
huruf c angka 1 : Cukup jelas.
angka 2 : Cukup jelas.
angka 3 : Cukup jelas.
angka 4 : Cukup jelas.
angka 5 : Cukup jelas.
angka 6 : Cukup jelas.
angka 7 : Cukup jelas.
angka 8 : Yang dimaksud persetujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah
surat persetujuan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantaun Lingkungan (UPL) atau surat persetujuan
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
angka 9 : Yang dimaksud studi kelayakan adalah tinjauan kelayakan usaha dari
segi ekonomi.
huruf d : Cukup jelas.
huruf e : Cukup jelas.
huruf f : Cukup jelas.
ayat (3) huruf a : Yang dimaksud ukuran arah astronomis adalah posisi koordinat suatu
titik.
huruf b : Cukup jelas.
huruf c : Cukup jelas.
huruf d : Cukup jelas.
Pasal 13 : Cukup jelas.
Pasal 14 : Cukup jelas.
Pasal 15 : Cukup jelas.
Pasal 16 : Cukup jelas.
Pasal 17 : Cukup jelas.
Pasal 18 : Cukup jelas.
Pasal 19 : Cukup jelas.
Pasal 20 ayat (1) : Cukup jelas.
ayat (2) huruf a : Cukup jelas.
huruf b : Cukup jelas.
huruf c : Yang dimaksud Izin Khusus adalah izin yang diberikan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan khusus/tertentu.
huruf d : Cukup jelas.
huruf e : Cukup jelas.
ayat (3) : Cukup jelas.
ayat (4) : Cukup jelas.
Pasal 21 : Cukup jelas.
Pasal 22 ayat (1) huruf a : Cukup jelas.
huruf b : Yang dimaksud dikembalikan oleh pemegang adalah izin
pertambangan rakyat atau kuasa pertambangan yang diserahkan
kembali oleh pemegang izin kepada Kepala Daerah.
huruf c : Pencabutan/pembatalan dilaksanakan setelah diadakan pembinaan
oleh Dinas Perekonomian dan atau telah adanya keputusan Pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
ayat (2) : Cukup jelas.
Pasal 23 : Cukup jelas.
Pasal 24 : Cukup jelas.
Pasal 25 : Cukup jelas.
Pasal 26 : Cukup jelas.
Pasal 27 : Cukup jelas.
Pasal 28 ayat (1) huruf a : Cukup jelas.
huruf b : Yang dimaksud laporan kegiatan adalah laporan pelaksanaan kegiatan
usaha pertambangan bahan galian.
huruf c : Yang dimaksud bukti pelunasan pajak adalah tanda bukti pelunasan
pajak pertambangan atau pajak bahan galian golongan C yang
dikeluarkan oleh Badan Keuangan Daerah Kabupaten Gunungkidul.
huruf d : Yang dimaksud peta kemajuan tambang adalah peta yang
menggambarkan kondisi dan luas wilayah pertambangan beserta
konturnya setelah dilaksanakan kegiatan usaha pertambangan.
huruf e : Cukup jelas.
huruf f : Cukup jelas.
huruf g : Cukup jelas.
ayat (2) : Cukup jelas.
ayat (3) : Cukup jelas.
ayat (4) : Cukup jelas.
ayat (5) : Cukup jelas.
ayat (6) : Cukup jelas.
ayat (7) : Cukup jelas.
Pasal 29 : Cukup jelas.
Pasal 30 ayat (1) : Yang dimaksud hak atas wilayah usaha pertambangan adalah hak
yang dimiliki oleh perseorangan atau badan untuk melaksanakan
kegiatan pertambangan.
ayat (2) : Cukup jelas.
ayat (3) : Yang dimaksud Instansi yang berwenang adalah Instansi yang
memiliki atau bertanggung jawab terhadap sarana maupun prasarana
umum tersebut.
Pasal 31 : Cukup jelas.
Pasal 32 : Cukup jelas.
Pasal 33 : Cukup jelas.
Pasal 34 : Yang dimaksud dengan jenis kegiatan usaha meliputi Penyelidikan
Umum, Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan, Pemurnian,
Pengangkutan dan Penjualan.
Pasal 35 ayat (1) : Untuk luas wilayah kurang dari 1.000 M2 diperlakukan sama dengan
luas 1.000 M2.
ayat (2) huruf a & b : Untuk luas wilayah kurang dari 1 Ha diperlakukan sama dengan luas
1 Ha.
huruf c : Cukup jelas.
huruf d : Cukup jelas.
huruf e : Cukup jelas.
Pasal 36 ayat (1) : Cukup jelas.
ayat (2) huruf a : Untuk luas wilayah kurang dari 1.000 M2 diperlakukan sama dengan
luas 1.000 M2, dan untuk jangka waktu kurang dari 1 tahun
diperlakukan sama dengan 1 tahun.
huruf b & c : Untuk luas wilayah kurang dari 1 Ha diperlakukan sama dengan luas
1 Ha, dan untuk jangka waktu kurang dari 1 tahun diperlakukan sama
dengan 1 tahun.
ayat (3) : Yang dimaksud Instansi yang berwenang adalah Instansi yang
memiliki atau bertanggung jawab terhadap sarana maupun prasarana
umum tersebut.
Pasal 37 ayat (1) : Yang dimaksud masyarakat setempat adalah masyarakat yang
bertempat tinggal atau memiliki tanah di sekitar lokasi penambangan.
ayat (2) : Cukup jelas.
ayat (3) : Cukup jelas.
ayat (4) : Cukup jelas.
Pasal 38 : Cukup jelas.
Pasal 39 : Cukup jelas.
Pasal 40 : Yang dimaksud bahan peledak adalah semua jenis bahan yang
memiliki dan atau bisa menimbulkan daya ledak.
Pasal 41 : Cukup jelas.
Pasal 42 : Cukup jelas.
Pasal 43 : Cukup jelas.
Pasal 44 : Cukup jelas.
Pasal 45 : Cukup jelas.
Pasal 46 : Cukup jelas.
Pasal 47 : Cukup jelas.
Pasal 48 : Cukup jelas.
------------- // ------------