PENENTUAN POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI
SCHLUMBERGER DI CANDI DASA, KARANGASEM, BALI
SKRIPSI
Oleh:
M. TAJUL ARIFIN
115090700111008
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
PENENTUAN POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI
SCHLUMBERGER DI CANDI DASA, KARANGASEM, BALI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
dalam bidang Fisika
Oleh:
M. TAJUL ARIFIN
115090700111008
PROGRAM STUDI : S1 GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
PENENTUAN POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI
SCHLUMBERGER DI CANDI DASA, KARANGASEM, BALI
Oleh:
M. Tajul Arifin
115090700111008
Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji pada
Tanggal…………….. dan dinyatakan memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Fisika
Menyetujui
Pembimbing I
Drs. Adi Susilo, M.Si., Ph.D.
NIP 19631227 199103 1 002
Pembimbing II
Cholisina Anik P., S.Si., M.Sc.
NIP 19880202 201504 2 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Brawijaya
Prof. Dr.rer.nat Muhammad Nurhuda
NIP 19640910 1999002 1 001
ii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M. Tajul Arifin
Nim : 115090700111008
Jurusan : Fisika
Penulis skripsi berjudul:
PENENTUAN POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI
SCHLUMBERGER DI CANDI DASA, KARANGASEM, BALI
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Tugas akhir ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan
bukan hasil plagiat dari karya orang lain. Karya-karya yang
tercantum dalam daftar pustaka Tugas Akhir ini, semata-
mata digunakan sebagai acuan/ referensi.
2. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa isi Tugas Akhir
saya merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia
menanggung akibat dari keadaan tersebut.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 29 April 2019
Yang menyatakan,
M. Tajul Arifin
NIM. 115090700111008
iv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
v
PENENTUAN POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI
SCHLUMBERGER DI CANDI DASA, KARANGASEM, BALI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang penentuan potensi akuifer di
kawasan Candi Dasa, Karangasem, Bali. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui litologi bawah permukaan dan potensi akuifer
pada daerah penelitian. Oleh karena itu dilakukan pendugaan potensi
akuifer dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas
konfigurasi Schlumberger. Metode geolistrik resistivitas
menggunakan parameter tahanan jenis batuan dengan
menginjeksikan arus ke bumi untuk memetakan persebaran batuan di
bawah permukaan. Terdapat dua titik pengukuran yang kemudian
dilakukan pengolahan dengan inversi dan didapatkan hasil berupa
resistivity log. Hasil interpretasi litologi berdasarkan nilai tahan jenis
terdapat lapisan yang terdiri dari tanah, lempung, pasir dan tuff.
Potensi akuifer di kedua titik tersebut berada pada kedalaman mulai
dari 20 meter.
Kata kunci : Geolistrik resistivitas, konfigurasi Schlumberger,
Akuifer, Resistivity log
vi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
vii
DETERMINATION OF THE AQUIFER POTENTIAL USING
GEOELECTRICAL RESISTIVITY METHOD OF
SCHLUMBERGER CONFIGURATION IN DASA TEMPLE,
KARANGASEM, BALI
ABSTRACT
Research for determination of the aquifer potential in Dasa Temple,
karangasem, Bali has been done. The reaserch goal was to
determine subsurface lithology and aquifer potential in the study
area. The estimation of aquifers potential used geoelectrical
resistivity method, schlumberger configuration. Geoelectric
resistivity method uses rock type resistance parameters by injecting
current into the earth for mapping the distribution of rocks below the
surface. There are two measurement points which are then processed
by inversion and the results are shown by Resistivity log. The results
of lithology interpretation based on the type of resistant value there
are layers in the form of soil, clay, sand and tuff. The potential of
aquifers at both points is starting at a depth of 20 meters.
Keyword : Geoelectric resistivity, Schlumberger configuration,
aquifer, Resistivity log
viii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan skripsi ini dengan judul “Penentuan potensi
akuifer menggunakan konfigurasi Shclumberger di Candi Dasa,
Karangasem, Bali”. Laporan tugas akhir ini disusun dan diajukan
untuk memenuhi syarat wajib dalam menyelesaikan program
pendidikan Sarjana pada bidang minat Geofisika Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Penulis menyadari bahwa
penyelesaian penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Allah SWT. atas segala kesempatan, kesehatan, dan rezeki-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.
2. Almarhum bapak dan ibu tercinta yang selalu memberikan
kasih sayang, ilmu, ketulusan, semangat dan do’a tanpa henti
kepada penulis,
3. Bapak Adi Susilo, Ph.D., selaku dosen pembimbing I, yang
telah memberikan kemudahan, petunjuk, bimbingan, dan
masukan bagi penulis,
4. Ibu Cholisina Anik P., S.Si., M.Si., selaku dosen
pembimbing II, yang telah memberikan petunjuk, bimbingan
dan masukan bagi penulis,
5. Bapak Prof. Dr.rer.nat. Muhammad Nurhuda selaku Ketua
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya,
6. Seluruh dosen Jurusan Fisika Fakultas MIPA, yang telah
memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada penulis
selama menimba ilmu di Universitas Brawijaya Malang,
7. Seluruh karyawan, TU, dan laboran Jurusan Fisika Fakultas
MIPA Universitas Brawijaya.
8. Hafidz pramudyo, Akbar putra, Ferdi alfin, Hendy setyawan
yang setiap waktu memberi semangat kepada penulis,
9. Keluarga besar Geofisika Universitas Brawijaya yang telah
banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis,
10. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
x
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan Tugas Akhir ini. Kritik dan saran sangat
diharapkan untuk perbaikan selanjutnya. Terima kasih atas segala
perhatian dari pembaca dan semoga dapat memberikan manfaat.
Malang, 26 April 2019
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .............................................................. 2
1.4 Tujuan .............................................................................. 2
1.5 Manfaat ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 3
2.1 Metode Tahanan Jenis ..................................................... 3
2.2 Sumber Arus Tunggal Bawah Permukaan ...................... 4
2.3 Sumber Arus Tunggal Di permukaan .............................. 5
2.4 Dua Sumber Arus Dipermukaan ..................................... 5
2.5 Konfigurasi Schlumberger .............................................. 6
2.6 Resistivitas Batuan .......................................................... 8
2.7 Air tanah ........................................................................ 12
2.8 Akuifer .......................................................................... 15
BAB III METODOLOGI .............................................................. 19
xii
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................ 19
3.2 Peralatan Penelitian ....................................................... 19
3.3 Pengolahan Data ............................................................ 20
3.4 Interpretasi Data ............................................................ 20
3.5 Diagram Alir .................................................................. 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 23
4.1 Hasil resistivity log ........................................................ 23
4.2 Interpretasi ..................................................................... 27
4.2.1 Peta Geologi Regional ............................................ 27
4.2.2 Resistivity log ......................................................... 28
4.3 Penentuan Potensi Akuifer ............................................ 29
BAB V PENUTUP ........................................................................ 31
5.1 Kesimpulan .................................................................... 31
5.2 Saran .............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 33
LAMPIRAN .................................................................................. 35
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sebuah arus pada kedalaman tertentu di medium
isotropis(Telford, dkk., 1990). .................................. 5
Gambar 2.2 Sebuah Arus dipermukaan (Telford, dkk., 1990). ......... 5
Gambar 2.3 Dua buah sumber arus di permukaan (Telford,
dkk.,1990). ................................................................ 6
Gambar 2.4 Konfigurasi Schlumberger ............................................ 8
Gambar 2.5 Letak air tanah ............................................................. 14
Gambar 2.6 Proses pengisian air tanah ke dalam akuifer ............... 14
Gambar 2.7 Akuifer tidak tertekan ................................................. 16
Gambar 2.8 Akuifer tertekan .......................................................... 16
Gambar 3.1 Lokasi titik pengukuran .............................................. 19
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian................................................ 22
Gambar 4.1 Hasil Curve matching ................................................. 23
Gambar 4.2 Hasil resistivitas sebenarnya pada software ipi2win ... 24
Gambar 4.3 Hasil pengolahan pada Software PROGRESS ............ 26
Gambar 4.4 Peta Geologi regional .................................................. 27
xiv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Variasi nilai resistivitas batuan dan material bumi
(Telford, 1990). .............................................................. 10
Tabel 2.2 Nilai resistivitas batuan (Verhoef, 1994). ........................ 12
Tabel 4. 1 interpretasi lapisan titik C1 ............................................. 28
Tabel 4. 2 interpretasi lapisan titik C2 ............................................. 29
xvi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta geologi lembar Bali ............................................. 35
Lampiran 2 Hasil pengukuran dan perhitungan resistivitas semu
titik C1 ....................................................................... 36
Lampiran 3 Hasil pengukuran dan perhitungan resistivitas semu
titik C2 ....................................................................... 37
Lampiran 4 Hasil pengolahan software PROGRESS titik C1 ........ 38
Lampiran 5 Hasil pengolahan software PROGRESS titik C2 ........ 39
xviii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu elemen utama kehidupan makhluk
hidup. Air terbagi menjadi dua klasifikasi yaitu air tanah permukaan
dan air tanah bawah permukaan. Air tanah permukaan adalah air
yang berada di permukaan bumi berupa sungai, danau dll. Air tanah
bawah permukaan adalah air tanah yang menempati rongga dalam
lapisan batuan atau formasi geologi seperti sungai bawah tanah, air
sumur dll. Air tanah bawah permukaan dapat ditemukan pada lapisan
jenuh air atau akuifer.
Sistem air jenuh adalah air bawah tanah yang terdapat pada
suatu lapisan batuan dan berada pada suatu cekungan air tanah.
Sistem ini dipengaruhi oleh kondisi geologi, hidrogeologi dan gaya
tektonik serta struktur bumi yang membentuk cekungan air tanah
tersebut. Air ini dapat tersimpan dan mengalir pada lapisan batuan
yang dikenal dengan akuifer.
Dalam eksplorasi air tanah-dalam diperlukan suatu peta
geologi dengan ketelitian yang cukup tinggi khusunya jenis litologi,
sehingga perlu ditunjang dengan singkapan batuan yang memadai
terutama jumlah dan mutu singkapan. Seperti pada daerah di sekitar
Candi Dasa Karangasem, Bali yang memerlukan cadangan air untuk
pemukiman warga. Daerah yang mengalami kesulitan air tanah
dikarenakan kurang adanya lapisan batuan yang mampu menyimpan
dan meluluskan air (akuifer), maka perlu dicari sesuatu yang dapat
bertindak sebagai akuifer (air celah), yaitu zona fraktur.
Metode resistivitas merupakan salah satu metode geofisika
yang digunakan untuk mengetahui lapisan akuifer dengan
memanfaatkan sifat kelistrikan batuan. Pentingnya digunakan
metode geolistrik resistivitas karena metode ini merupakan satu –
satunya metode yang efektif mengetahui sifat kekonduktifitasan
suatu lapisan.
2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana keadaan litologi bawah permukaan di Candi
Dasa Karangasem Bali?
2. Bagaimana potensi akuifer air tanah di Candi Dasa
Karangasem Bali?
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini masalah dibatasi dalam cakupan:
1. Metode pengukuran menggunakan konfigurasi
Schlumberger.
2. Data yang diperoleh penulis merupakan data sekunder.
3. Interpretasi data berdasarkan dari pengolahan data dan
korelasi dengan peta geologi.
4. Menggunakan software ip2win/progress.
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui litologi bawah permukaan Candi Dasa
Karangasem Bali.
2. Menentukan potensi akuifer di daerah penelitian.
1.5 Manfaat
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi litologi bawah permukaan yg mana memberikan potensi
sebuah akuifer yang berguna bagi masyarakat sekitar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Tahanan Jenis
Metode tahanan jenis adalah metode geofisika yang
mempelajari sifat kelistrikan batuan, dengan cara melihat resistivity
batuan di bawah permukaan dari arus yang diinjeksikan di
permukaan. Dari hasil data yang terukur akan didapatkan nilai
apparent resisitivity yang untuk melihat nilai resisitivity sebenarnya
pelu dilakukan proses inversi (Paulus, 2012).
Prinsip dasar dari metode resistivity adalah berdasarkan
Hukum Ohm, Hukum Ohm menjelaskan hubungan arus, potensial
dan adanya resistor penghantar. Penghantar antara kedua terminalnya
diperlukan untuk mengeluarkan energi yang tersimpan dalam baterai,
apabila ditambahkan sebuah resistor maka akan terjadi perubahan
potensial pada ujung-ujung hambatan tersebut. Hubungan antar
resistor, arus dan beda potensial dinyatakan dalam persamaan (2.1).
(2.1)
Dimana :
V = Tegangan (Volt)
I = Arus (mA)
R = Hambatan (Ωm)
Dari persamaan diatas dirubah menjadi:
(2.2)
Dari rumus diatas resistivitas berupa R, potensial listrik V,
luas sebuah permukaan A, besarnya arus listrik adalah I, panjang
sebuah benda adalah L, dan nilai resisitivitas adalah ρ. Pada
persamaan pertama nilai R hanya mengindikasikan nilai tahanan
jenis batuan secara keseluruhan bukan karakteristik batuan alami.
Karena itulah persamaan pertama dirubah menjadi persamaan kedua
agar didapatkan karektiristik alami batuan. Nantinya pada
pengukuran lapangan maka konsep tersebut akan dirubah menjadi:
4
(
) (2.3)
Dimana ρapp merupakan apparent resisitivity dan adalah
faktor geometri.Hukum Ohm yang digunakan dijabarkan sebagai
arus DC yang melewati suatu medium homogeny isotropis, maka
arus yang diinjeksikan sebanding dengan densitas arus (J). Dimana
densitas arus ini sebanding dengan konduktivitas ( ) batuan dan
medan listrik (E), seperti persamaan berikut:
(2.4)
(Arbi, 2012).
2.2 Sumber Arus Tunggal Bawah Permukaan
Jika dianggap sebuah sumber arus tunggal diletakkan pada
kedalaman tertentu pada suatu medium homogen isotropis (Gambar
2.1), maka arus yang menyebar dari sumber akan menyerupai sebuah
bola. Berdasarkan persamaan Laplace, sumber arus akan sebanding
dengan:
(2.5)
Bila besar tegangan persatuan jari-jari sama dengan luasan
perjari-jari kuadrat maka persamaan diatas menjadi:
(2.6)
Jika konduktivitas sebanding dengan
, persamaan diatas menjadi:
(2.7)
5
Gambar 2.1 Sebuah arus pada kedalaman tertentu di medium
isotropis(Telford, dkk., 1990).
2.3 Sumber Arus Tunggal Di permukaan
Jika sumber arus tunggal di permukaan (gambar 2.2),
maka hanya membentuk setengah bola, karena arus di udara di
abaikan. Maka rumus resisitivitas menjadi:
(2.8)
Gambar 2.2 Sebuah Arus dipermukaan (Telford, dkk., 1990).
2.4 Dua Sumber Arus Dipermukaan
Jika sumber dua arus berada dipermukaan dengan jarak yang
tidak berjauhan (Gambar 2.3), maka nilai resisitivitas akan
dipengaruhi dua sumber arus tersebut. Sehingga nilai resisitivitasnya
merupakan penjumlahan antara dua arus tersebut, dimana pada C1
dan P2 nilai resisitivitasnya adalah:
6
(2.9)
Sedangkan nilai C2 dan P1 adalah:
(2.10)
Sehingga penjumlahan kedua potensial tersebut menjadi:
(
) (
)
(2.11)
Dimana nilai adalah pengaruh geometri konfigurasi dari yang
berbeda-beda dari metode tahanan jenis sehingga nilai resisitivitas
semu menjadi:
(2.12)
Gambar 2.3 Dua buah sumber arus di permukaan (Telford,
dkk.,1990).
2.5 Konfigurasi Schlumberger
Pada metode tahanan jenis konfigurasi Schlumberger, bumi
diasumsikan sebagai bola padat yang mempunyai sifat homogen
isotropis. Dengan asumsi ini, maka harusnya resistivitas yang terukur
merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak tergantung spasi
elektroda. Namun pada kenyataannya bumi terdiri atas lapisan-
lapisan dengan yang berbeda-beda sehingga potensial yang terukur
merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Maka harga
resistivitas untuk satu lapisan saja, tetapi beberapa lapisan. Hal ini
terutama untuk spasi elektroda yang lebar (Wuyantoro, 2007).
7
Prinsip konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat
sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah
tetapi karena keterbatasan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah
relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak
MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB (Asra, 2012).
Adapun kelemahan dari konfigurasi Schlumberger adalah
pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih kecil terutama ketika
AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang
mempunyai karakteristik high impedance dengan megatur tegangan
minimal 4 digit atau 2 digit dibelakang koma atau dengan cara lain
diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan DC
yang sangat tinggi. Keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah
kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan
batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai
resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2
(Parinata, 2015).
Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa
dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak
elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak
elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan
tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya 1.0
miliVolt. Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah
tercapai perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1:20.
Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1:50 bisa dilakukan bila
mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran
tegangan listrik DC sangat besar, misalnya 1000 Volt atau lebih,
sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih
kecil dari 1.0 miliVolt.
8
Gambar 2.4 Konfigurasi Schlumberger
Besar nilai resistivitas dapat dihitung dari persamaan sebagai
berikut :
(2.13)
Dimana = resistivitas (Ωm)
= faktor geometri
= beda potensial (volt)
= arus listrik (ampere)
Besarnya nilai ditentukan berdasarkan metode konfigurasi yang
dipakai. Metode Schlumberger memiliki nilai sebagai berikut:
[(
) (
) ]
(
) (2.14)
Dengan = resistivitas (Ωm)
= faktor geometri
= Tegangan (mV)
= arus listrik (mA)
AB = Jarak elektroda arus (m)
MN = Jarak elektroda potensial (m)
2.6 Resistivitas Batuan
Resistivitas batuan adalah daya hambat dari batuan terhadap
aliran listrik (kebalikan dari konduktivitas batuan) dengan satuan unit
Ohm-m. Batuan di bumi umumnya mempunyai sifat kelistrikan
9
berupa daya hantar listrik dan konstanta dielektrik. Konstanta
dielektrik merupakan polarisasi material dalam suatu medium listrik.
Konstanta dielektrik menentukan kapasitas induktif efektif dari suatu
material batuan dan merupakan respon static untuk medan listrik AC
maupun DC (Dobrin, 1998).
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang
memiliki resistivitas kurang dari 10-5
Ωm, sedangkan isolator
memiliki resistivitas lebih dari 107 Ωm. Dan di antara keduanya
adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi banyak
elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada
semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator
dicirikan oleh ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak
bebas bergerak (Telford, 1990).
Secara umum batuan dan mineral dapat dikelompokkan
menjadi tiga berdasarkan nilai hambatan jenisnya yaitu:
1. Konduktor baik, yaitu dengan nilai resistivitas antara
< ρ < 1 Ωm.
2. Konduktor pertengahan, yaitu dengan nilai resistivitas
antara 1 < ρ < Ωm.
3. Isolator, yaitu dengan nilai resistivitas antara ρ > Ωm
(Telford, 1990).
Tiap lapisan penyusun batuan merupakan suatu materil
batuan yang mempunyai hambatan jenis yang berbeda. Besar
hambatan jenis batuan ditentukan oleh beberapa syarat antara lain :
1. Kandungan air
Kadungan air yang ada dalam batuan akan menurunkan
nilai resistivitas sehingga nilai daya hantar listrik pada
batuan tersebut akan semakin besar.
2. Porositas batuan
Batuan yang pori-porinya mengandung air mempunyai
hambatan jenis yang lebih rendah dari pada batuan yang
kering
3. Kelarutan garam dalam air dan dalam batuan
10
Kelarutan garam di dalam air dan di dalam batuan akan
mengakibatkan kandungan ion dalam air, sehingga
hambatan jenis batuan menjadi rendah
4. Suhu
Resistivitas suatu batuan berbanding terbalik dengan
suhunya. Apabila suhu naik maka resistivitas akan turun
secara ekponensial. Untuk resistivitas yang mengandung
fluida di dalam batuan (Yatini, 2006).
Nilai resistivitas dari suatu materi atau batuan sangatlah
bervariasi oleh karena itu dibutuhkan sebuah tabel acuan nilai
resistivitas dari masing-masing bahan. Tabel acuan resistivitas akan
memudahkan pengkorelasian data hasil penelitian dengan nilai acuan
yang telah ada, Tabel 2.1 berikut merupakan nilai resistivitas dari
berbagai referensi.
Tabel 2.1 Variasi nilai resistivitas batuan dan material bumi
(Telford, 1990).
No. Batuan Resistivitas (Ωm)
1 Granit 3 x 102 – 10
6
2 Granit porphyry 4.5 x 10
3 (basah) – 1.3 x 10
6
(kering)
3 Feldspar porphyry 4 x 103 (basah)
4 Albit 3x102 (basah) - 3.3 x 10
3 (kering)
5 Syenite 102-10
6
6 Diorite 104-10
5
7 Diorite porphyry 1.9 x 10
3 (basah) – 2.8 x 10
4
(kering)
8 Porphyrite 10 -5 x10
4 (basah) – 3.3 x 10
3
(kering)
9 Carbonatized porphyry 2.5x103 (basah) - 6 x 10
4 (kering)
10 Quartz porphyry 3x102 - 3x10
5
11 Quartz Diorite 2 x 104 - 2x 10
6 (basah) - 1.8x
11
105(kering)
12 Porphyry 60 x 104
13 Dacite 2 x 104 (basah)
14 Andesit 4.5 x 10
4 (basah) – 1.7 x 10
2
(kering)
15 Diabase porphyry 103 (basah) - 1.7x 10
5 (kering)
16 Diabase 20-5 x 107
17 Lava 102 - 5 x 10
4
18 Gabbro 103-10
6
19 Basalt 10 – 1.3 x 107
20 Olivine norite 103-6x10
4 (basah)
21 Peridotite 3x103(basah) - 6.5x10
3(kering)
22 Hornfels 8x 103 (basah) – 6x10
7(kering)
23 Schist 20 – 104
24 Tuff 2 x 103 (basah) - 10
5(kering)
25 Grafit schists 10 – 102
26 Slate 6 x 102 – 4 x10
7
27 Gneiss 6.8 x 104 (basah) - 3 x 10
6 (kering)
28 Marmer 102 - 2.5 x 10
8 (kering)
29 Skarn 2.5 x 10
2 (basah) - 2.5 x 10
8
(kering)
30 Kwarsit 10 – 2 x 108
12
Tabel 2.2 Nilai resistivitas batuan (Verhoef, 1994).
No. Jenis Batuan Resistivitas
(Ohmmeter)
1 Gambut dan lempung 8-50
2 Lempung pasiran dan lapisan
kerikil
40-250
3 Pasir dan kerikil jenuh 40-100
4 Pasir dan kerikil kering 100-3000
5 Batu lempung, napal dan serpih 8-100
6 Batu pasir dan batu kapur 100-4000
2.7 Air tanah
Air tanah adalah air yang berada didalam lapisan tanah atau
di bebatuan yang ada dibawah permukaan tanah. Asal usul air tanah
yaitu dari air hujan yang meresap kedalam tanah dan selanjutnya
terkumpul pada lapisan yang tidak dapat tertembus oleh air. Menurut
Todd (1995), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang
terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke
dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut
akuifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan
permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir dan kerikil,
sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan
impermeable, seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan
impermeable terdiri dari dua jenis yakni lapisan kedap air dan lapisan
kebal air. Lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan (rock)
disebut lapisan kebal air (aquifuge), sedangkan lapisan yang sulit
dilalui air tanah seperti lapisan lempung disebut lapisan kedap air
(aquiclude).
13
Air tanah merupakan aspek yang sangat luas dalam kaitanya
dengan siklus hidrologi. Untuk dapat mengikuti karakteristik air
tanah, distribusi, sifat-sifat fisik dan kimia serta pengaruhnya
terhadap lingkungan dan manusia dipelukan dasar-dasar yang
mendalam tentang sifat-sifat aliran air dalam tanah. Oleh karena itu,
dalam hal ini akan dijelaskan beberapa aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam analisis hidrologi. Beberapa aspek penting yang
perlu diperhatikan antara lain:
1. Pengambilan air tanah untuk kepentingan seperti air
rumah tangga, imdustri dan irigasi yang menyangkut
kualitas dan kuantitas airnya. Pemakaian air tanah
mempunyai beberapa keuntungan seperti jumlah yang
relative besar.
2. Kerusakan yang terjadi akibat penurunan muka air
tanah.
3. Sifat dan perilaku air tanah dalam perancangan pipa
bawah tanah.
4. Pengeringan air tanah dalam galian-galian pelaksanaan
konstruksi tertentu
Air tanah berasal dari berbagai macam sumber. Air tanah
yang berasal dari peresapan air permukaan, air tanah dapat juga
berasal dari air yang terjebak pada waktu pembentukan batuan
sedimen. Air tanah jenis ini disebut air konat (connate water).
Aktivitas magma di dalam bumi dapat membentuk air tanah karena
adanya unsur hidrogen dan oksigen yang menyusun magma. Air
tanah yang berasal dari aktivitas magma ini disebut dengan air
juvenile (juvenile water). Dari ketiga sumber air tanah tersebut air
meteoric merupakan sumber air tanah terbesar (Wuyantoro, 2007).
14
Gambar 2.5 Letak air tanah
Pada Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa air tanah dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: air tanah dangkal dan air tanah
dalam. Air tanah dangkal menjadi air tanah yang terletak di atas
lapisan batuan yang tidak tembus air, dan air tanah dangkal ini sering
disebut air tanah freatis. Sedangkan air tanah dalam adalah air tanah
yang terletak antara dua lapisan batuan yang tidak tembus air, dan
letaknya lebih dalam dibandingkan dengan air tanah dangkal
(Soekamto, 1995).
Gambar 2.6 Proses pengisian air tanah ke dalam akuifer
Pada Gambar 2.6 menunjukkan bahwa lapisan akuifer
cenderung mengikuti topografi. Model air tanah akan dimulai pada
daerah resapan/daerah imbuhan (recharge zone). Daerah ini adalah
15
wilayah dimana air yang berada di permukaaan tanah, baik air hujan
maupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi)
secara gravitasi melalui lubang atau ruang antar butiran tanah/batuan
(pori) atau celah pada tanah/batuan. Imbuhan air tanah adalah proses
masuknya air ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu
garis khayal yang disebut sebagai garis muka air tanah (water table)
dan berasosiasi dengan mengalirnya air dalamkondisi jenuh tersebut
kea rah daerah luahan.
Sumber utama pengimbuhan adalah air hujan, tubuh air
permukaan seperti sungai, danau, rawa dan irigasi. Dari proses ini
diketahui bahwa keterdapatan air tanah sangat berkaitan dengan
komponen-komponen lingkungan lainya dala siklus seperti iklim
(curah hujan, temperatur), vegetasi serta jenis lapisan tanah dan
batuan (Triyoga, 2016).
2.8 Akuifer
Formasi-formasi batuan yang berisi/menyimpan air tanah
disebut sebagai akuifer. Jumlah air tanah yang dapat diperoleh di
setiap tergantung pada sifat-sifat akuifer yang ada di bawahnya.
Berdasarkan litooginya, akuifer dapat dibedakan menjadi 4 macam,
yaitu:
1. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer)
Akuifer ini merupakan air tanah yang tertutup lapisan
impermeable, dan merupakan akuifer yang mempunyai muka air
tanah. Unconfined aquifer adalah akuifer jenih air (saturated).
Lapisan pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada
bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan
atasnya, batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Akuifer
jenuh juga disebut sebagai phriatic aquifer, non ariesan aquifer
atau free aquifer (Gambar 2.7).
16
Gambar 2.7 Akuifer tidak tertekan
2. Akuifer tertekan (confined aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah
terletak di bawah lapisan kedap air (impermeable) dan
mempunyai tekanan lebih besar daripada atsmosfer (Gambar
2.8). Air yang mengalir pada lapisan pembatasnya, karena
confined aquifer merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi
oleh lapisan atas dan bawahnya.
Gambar 2.8 Akuifer tertekan
3. Akuifer bocor (leakage aquifer)
Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana
air terkekang di bawah lapisan yang setetngah kedap air sehingga
akuifer disini terletak antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.
17
4. Akuifer melayang (perched aquifer)
Akuifer disebut akuifer melayang juka di dalam zona
aerosi terbentuk sebuah akuifer di atas lapisan impermeable.
Akuifer melayang ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu usaha
pengembangan air tanah, karena mempunyai variasi permukaan
air dan volumenya yang besar.
18
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
19
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilakukan di Candi Dasa, Karangasem,
Bali. Penulis menggunakan data sekunder dan dilakukan
pengolahan data di Laboratorium Geofisika Universitas
Brawijaya pada bulan April 2019.
Gambar 3.1 Lokasi titik pengukuran
3.2 Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran dengan
menggunakan metode geolistrik resistivitas adalah sebagai
berikut ;
1. Resistivity meter merek OYO McOHM-EL, dengan
spesifikasi sebagai berikut
a. Tegangan keluaran : 400 V
b. Arus keluaran : 2,20,60, 120 mA (arus
tetap)
c. Tegangan pemakaian : 12 V DC
d. Impedansi masukan : 10Ωm
e. Potensial pengukuran : -5 ~ +5 V (single range)
f. Resolusi : 1 µV
g. Perlakuan stack : 1, 4, 16, 64
h. Ukuran : 300 x 270 x 210 mm
i. Berat : 8 kg
20
2. Elektroda arus dan potensial masing-masing 2 unit
3. Kabel arus dan potensial masing-masing 2 unit
4. Aki accu kering 26 ampere/ 12 volt
5. Penjepit buaya sebanyak 4 buah
6. Palu
7. GPS (Global Positioning System)
8. Rollmeter 200m
9. Handy Talkie
10. Alat tulis
11. Papan dada
12. Worksheet data
3.3 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari akusisi ini berupa arus (I) dan
tegangan (V), sedangkan nilai hambatan jenis (ρ) di hitung
secara manual. Pengolahan data ini dilakukan melalui beberapa
tahapan, antara lain menggunakan perangkat lunak seperti Ms.
Excel, Google Earth, ipi2win dan PROGRESS. Hasil dari
pengolahan dengan software ini adalah model resistivity log
dengan nilai resistivitas sebenarnya. Hasil penampang dua
dimensi ini didapat dengan metode inversi, dimana metode
inversi yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau
least square inversion. Kemudian dari resistivity log ini saling
dikorelasikan dengan tabel resistivitas untuk mengetahui jenis
batuan dan juga potensi adanya akuifer. Hasil pengolahan ini
juga dikorelasikan dengan data geologi dan data pendukung
lainnya.
3.4 Interpretasi Data
Proses interpretasi dapat dilakukan setelah proses
pengolahan data hasil akuisisi telah dilakukan, dari hasil
pengolahan data didapatkan berupa resistivity log dan besar nilai
resistivitas sebenarnya pada daerah pengamatan dengan
menggunakan software ipi2win dan PROGRESS.
21
Interpretasi kemudian dapat dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Pada interpetasi kualitatif hasil penampang
dinterpetasikan berdasarkan nilai resistivitas tiap lapisan batuan
yang menunjukan rentang nilai resistivitas. Dari nilai resistivitas
tiap lapisan pada resistivity log, menunjukan variasi jenis
batuan, struktur geologi dan bentukan zona akuifer yang
mungkin terjadi. Selanjutnya interpetasi kuantitatif didasarkan
dengan nilai resistivitas yang kemudian dikorelasikan dengan
nilai yang ada di literatur dan juga didukung dengan data
geologi literatur untuk menentukkan jenis batuan-batuan yang
ada dibawah permukaan.
22
3.5 Diagram Alir
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian
Interpretasi
Forward Modelling
dan Inversi
Data pengukuran
Perhitungan
Resistivitas semu
Curve Matching
Log Resistivity
Tabel resistivitas
dan Peta Geologi
Potensi akuifer
Mulai
Selesai
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil resistivity log
Hasil yang didapatkan oleh pengolahan data menggunakan
software ipi2win dan PROGRESS adalah berupa penampang 1 D,
seperti kita ketahui bahwa metode geolistrik menggunakan
konfigurasi Schlumberger merupakan metode yang kerap
digunakan sebagai metode sounding dan hanya didapatkan data
garis lurus kebawah. Untuk memperoleh resistivitas sebenarnya
maka dalam pengolahan pada software tersebut menggunakan
metode inversi untuk memperoleh error yang kecil. Titik yang
diukur pada penelitian ini hanya berjumlah dua titik dan tidak di
lakukan interpolasi pada kedua titik tersebut dikarenakan jarak
yang terlalu jauh.
Hasil pengolahan dari software ip2win yaitu berupa curva
matching antara resistivitas semu yang diperoleh dari pengukuran
lapangan dengan AB (jarak antar elektroda arus)/2. Curva
matching merupakan pemodelan untuk mendapatkan nilai
resistivitas sebenarnya dan parameter ketebalan tiap lapisan dengan
cara mencocokkan kurva data dengan kurva pendugaan seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.1
(a) Titik C1 (b) Titik C2
Gambar 4.1 Hasil curve matching
Dimana kurva berwarna hitam merupakan data pengukuran
lapangan dan kurva merah merupakan kurva permodelan dengan
24
garis biru sebagai parameter ketebalan dan juga pendugaan
resistivitas sebenarnya menurut perhitungan dari software.
Parameter ketebalan dan resistivitas sebenarnya dihitung satu persatu
dari ujung awal kurva dengan memotong bagian kurva menjadi
beberapa bagian. Umumnya hasil perhitungan secara manual
memberikan hasil yang kurang optimal dan bila dilihat angka
kesalahannya umumnya di atas 10 %, oleh karena itu dilakukan
proses inversi agar didapatkan hasil error yang kecil seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.2
(a) Titik C1 (b) Titik C2
Gambar 4.2 Hasil resistivitas sebenarnya pada software ipi2win
Untuk memudahkan interpretasi, maka hasil resistivitas dari
ipi2win dipindahkan ke PROGRESS dengan menggunakan Forward
modelling. Resistivity log hasil dari pengolahan ini yang nantinya
akan diinterpretasi dikarenakan sudah menggunakan data resistivitas
yang sebenarnya dari ipi2win dan juga melalui proses inversi.
25
(a) Titik C1
(b) Titik C2
26
(c) Resistivity log C1 (d) Resistivity log C2
Gambar 4.3 Hasil pengolahan pada Software PROGRESS
Titik C1 mempunyai elevasi sebesar 65 meter diatas
permukaan laut. Dari hasil pengolahan diatas, titik C1 didapatkan
pemodelan lapisan sebanyak 8 lapisan dan kedalaman mencapai 120
meter. Juga didapatkan nilai resistivitas sebenarnya yang berkisar
antara 9.03 – 211.25 Ωmeter. Kemudian dari kisaran nilai tersebut,
dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu resistivitas rendah,
sedang dan tinggi. Resistivitas rendah mempunyai nilai dibawah 10
Ωmeter, sedangkan resistivitas sedang mempunyai nilai diantara
36.19 – 79.29 Ωmeter dan untuk resistivitas tinggi mempunyai nilai
diatas 178.85 Ωmeter. Setelah dilakukan proses forward modelling
dan inversi, hasil pemodelan mempunyai nilai RMS (Root mean
square)/ eror sebesar 2.4 %.
Sedangkan titik C2 mempunyai elevasi dibawah titik C1
yaitu 32 meter diatas permukaan laut. Dari hasil pengolahan diatas,
titik C2 dapat di modelkan terdapat 9 lapisan dan mencapai
27
kedalaman sampai 150 meter. Titik C2 mempunyai nilai resistivitas
yang berkisar antara 5.4–265.25 Ωmeter. Dari kisaran nilai tersebut
juga dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu resistivitas
rendah, sedang dan tinggi. Resistivitas rendah mempunyai nilai 5.46
27.20 Ωmeter, sedangkan resistivitas sedang mempunyai nilai
antara 50.85 89.11 Ωmeter, dan untuk resistivitas tinggi mempunyai
nilai diatas 189.81 Ωmeter. Titik C2 memiliki eror sebesar 6.4 %.
4.2 Interpretasi
4.2.1 Peta Geologi Regional
Gambar 4.4 Peta Geologi regional
Analisis geologi menjadi salah satu pendukung hasil dari
analisis metode geolistrik resistivitas. Dimana dengan analisis
geologi regional dapat diinterpretasikan jenis batuan lokasi
penelitian. Pada Gambar 4.4 ditunjukkan bahwa titik-ttik
pengambilan data geolistrik resistivitas berada diatas Formasi
Aluvium (Qa) dimana formasi alluvium terbentuk pada zaman
28
kuarter holosen dimana formasi ini terdiri dari kerakal, kerikil, pasir,
lanau dan lempung dimana terbentuk oleh endapan sungai, danau
ataupun pantai. Dibawah formasi alluvium terdapat formasi batuan
gunungapi agung (Qhva) dimana formasi ini terbentuk juga seperti
formasi alluvium yaitu kuarter holosen dimana formasi ini terdiri
dari aglomerat, tuf, lava, lahar dan formasi ini sangat dipengaruhi
oleh aktivitas Gunung Agung. Di sebelah selatan lokasi titik
pengukuran juga terdapat formasi ulakan (tomu), dimana formasi ini
merupakan formasi tertua di Pulau Bali yaitu pada masa miosen awal
dan terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf dan sisipan batuan
sedimen gampingan. Dari analisis di atas batuan yang berpotensi
sebagai akuifer adalah pasir dan kerikil pada formasi alluvium (Qa),
Selain itu alternatif akuifer lainnya adalah timbulnya porositas
sekunder dari batu gampingan dikarenakan adanya pergerakan air
tanah yang menyebabkan aliran sungai bawah tanah.
4.2.2 Resistivity log
Dari hasil resistivitas sebenarnya, dapat kemudian langsung
di korelasikan pada tabel resistivitas yang ada di literatur untuk
kemudian di interpretasi. Hasil interpretasi dapat dilihat pada Tabel
4.1 dan Tabel 4.2
Tabel 4. 1 Interpretasi lapisan titik C1
Resistivitas
(Ωm)
Ketebalan
(m)
Kedalaman
(m) Litologi
66.9 0.89 0-0.89 Tanah lempung
178.9 2.36 0.89-3.25 Tuff
211.25 1.32 3.25-4.57 Tuff
50.89 5.11 4.57-9.68 Pasir dan kerikil
112.23 9.93 9.68-19.61 Tuff
36.19 15.86 19.61-35.47 Pasir dan kerikil
79.29 44.9 35.47-80.37 Pasir dan kerikil
9.03 39.63 80.37-120 Lempung
29
Tabel 4. 2 Interpretasi lapisan titik C2
4.3 Penentuan Potensi Akuifer
Akuifer yang baik akan menempati sedimen yang mempunyai
porositas dan resistivitas yang rendah. Dari data titik C1 didapatkan
8 lapisan. Dari tabel resistivitas, lapisan yang mempunyai potensi
sebagai akuifer yaitu yang mempunyai nilai ρ mulai dari 40-100
Ωmeter yang mana terdapat pada lapisan ke-6 dengan kedalaman
mulai dari 19.61 meter. Lapisan ini dibatasi oleh lapisan diatasnya
yang mempunyai nilai 112.23 Ωmeter yang diindikasikan sebagai
lapisan akuilud. Lapisan akuilud ini merupakan lapisan batuan jenuh
yang dapat menyimpan air namun tidak bias meloloskan air dalam
jumlah yang berarti, dan dapat dilihat pada Tabel 4.1 lapisan tersebut
diduga berupa lempung pasiran.
Pada titik C2 didapatkan 9 lapisan. Dari tabel resistivitas,
lapisan yang mempunyai potensi sebagai akuifer adalah yang
mempunyai nilai ρ mulai dari 40-100 Ωmeter yang mana pada titik
C2 terdapat pada lapisan yang mempunyai kedalaman mulai dari 18
Resistivitas
(Ωm)
Ketebalan
(m)
Kedalaman
(m) Litologi
89.11 7.78 0-7.78 Tanah lempung
78.80 0.14 7.78-7.92 Lempung
pasiran
27.20 4.44 7.92-12.36 Pasir dan kerikil
265.25 3.09 12.36-15.45 Tuff
10.13 4.19 15.45-19.64 Lempung
58.27 7.58 19.64-27.22 Pasir dan kerikil
5.48 5.8 27.22-33.02 Lempung
50.85 69.49 33.02-102.51 Pasir dan kerikil
189.81 47.49 102.51-150 Tuff
30
meter. Lapisan ini diapit oleh dua lapisan impermeabel yaitu pada
bagian atas sebesar 265.25 Ωmeter dan pada bagian bawah sebesar
189.81 Ωmeter.
Dari korelasi dengan tabel resistivitas, dapat juga didukung
dengan kondisi geologi regional dimana lokasi pengukuran terdapat
pada formasi alluvium (Qa), dimana formasi ini juga terdiri dari
batuan-batuan yang berpotensi juga menjadi sebuah akuifer yakni
batuan seperti pasir dan kerikil. Pada interpretasi litologi terdapat
lapisan berupa tuff dikarenakan lokasi pengukuran juga berada pada
formasi batuan gunungapi agung(Qhva) yang mana formasi tersebut
terbentuk karena aktivitas Gunung api Agung.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian diatas dapat diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pada titik C1 didapatkan 8 lapisan dengan kedalaman
maksimal 120 meter. Litologi bawah permukaan titik C1
tersusun oleh tanah lempung, tuff, pasir dan kerikil, tuff,
pasir dan kerikil, lempung. Sedangkan pada titik C2
didapatkan 9 lapisan dengan kedalaman maksimal 150
meter. Litologi bawahh permukaan titik C2 tersusun oleh
tanah lempung, lempung pasiran, pasir dan kerikil, tuff,
lempung, pasir dan kerikil, lempung, pasir dan kerikil, tuff.
2. Potensi akuifer terdapat pada lapisan yang mempunyai nilai
resistivitas rendah yakni mulai dari 40 Ωmeter. Pada titik
pengukuran C1 berada pada kedalaman mulai dari 19 meter
dengan dengan batas lapisan atasnya yang mempunyai nilai
resistivitas yang tinggi. Pada titik C2 akuifer berada diantara
dua lapisan impermeable dengan potensi akuifer berada pada
kedalaman 20-100 meter
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya maka dianjurkan untuk membuat
Line akuisisi yang terdiri dari beberapa titik pengukuran sounding
agar nantinya data bisa di modelkan secara 2D dan juga dapat di
cross section antar lintasan
32
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
33
DAFTAR PUSTAKA
Arbi, Yan Sulistiyo.2012. Pemetaan Sebaran Air Lindi di Daerah
TPA Depok dengan MEnggunakan Metode Resistivity dan
IP.Skripsi tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia
Asra, Arland. 2012. Penentuan Sebaran Akuifer Dengan Metode
Tahanan Jenis di kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten.
Skripsi: Institut Pertanian Bogor.
Dobrin, Milton B. 1998. Introduction to Geophysical Prespecting,
edisi ke-4. Singapore: Mc Graw Hill Book.
Parinata, bangun. 2015. Eksplorasi Airtanah dengan MetodeTahanan
JenisMenggunakan Software IPI2WIN di Desa Nagrak
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi: Institut Pertanian
Bogor.
Paulus. 2012. Pemodelan 3D Cavity Daerah “X” dengan
Menggunakan Metode Resisitivity Konfigurasi Dipole-
Dipole. Skripsi tidak diterbitkan. Depok: Universitas
Indonesia
Soekamto, Hadi. 1995. Geosfer dan Lingkungan Kehidupan.
Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP
Malang.
Telford, W. G. 1990. Applied Geophysics, 2nd Edition. Cambridge:
London, New York, Melbourne: Cambridge University Press.
Tipler, P. A., 2001. Fisika Untuk SAins dan Teknik, Erlangga.
Jakarta.
Todd, David Keith. 1995. Seyhan Ersin. 1990. Dasar-dasar
Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada.
34
Triyoga HS. 2016. Perbandingan Geoscanner dan GeolistrikUntuk
Investigasi Airtanah Menggunakan Metode Tahanan Jenis.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Verhoef. 1994. Geologi untuk sipil. Erlangga. Jakarta
Wuyantoro. 2007. Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk
Menentukan Letak dan Kedalaman Akuifer Air Tanah (Studi
Kasus di DEsa Temperak, Kecamatan Sarang,Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah). Skripsi. Semarang: Universitas
Negri Semarang.
Yatini. 2006.Penerapan Metode Geolistrik Sounding untuk
Mengatasi Persoalan Air Bersih di Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta pasca Gempa Tektonik 27 Mei
2006. Yogyakarta: UPN veteran