perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING
SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN
KARANGANYAR
Skripsi
AYU PURNAMA DEWININGRUM I 0308002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING
SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN
KARANGANYAR
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
AYU PURNAMA DEWININGRUM I 0308002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Ayu Purnama Dewiningrum, NIM : I0308002, PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, September 2012.
Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar merupakan sentra produksi biofarmaka terbesar di Jawa Tengah dengan luas area lahan 270 ha dan jumlah produksi mencapai 1.390.700 kg. Permasalahan yang ada di Klaster Biofarmaka yaitu rendahnya harga jual produk olahan temulawak berupa rimpang temulawak, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak yang akan dijual di pasaran bahkan yang akan dijual ke perusahaan jamu. Untuk membantu petani dalam menentukan harga jual yang tepat, dibutuhkan perhitungan harga pokok produksi (HPP) temulawak. Metode yang digunakan adalah metode full costing. Metode full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana.
Perhitungan HPP metode full costing terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama mengidentifikasi komponen biaya produksi produk olahan temulawak. Tahap kedua mengklasifikasikan komponen biaya kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Tahap ketiga mengkalkulasikan ketiga komponen biaya. Tahap yang keempat membagi total biaya produksi dengan produk yang dihasilkan. Selain perhitungan HPP, dilakukan juga perhitungan sensitivitas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perubahan HPP terhadap peningkatan atau penurunan biaya yang dibutuhkan pada penentuan HPP produk olahan temulawak.
HPP yang diperoleh berdasarkan metode full costing untuk produk temulawak basah adalah Rp 2.108/Kg, simplisia temulawak adalah Rp 18.012/Kg, dan untuk serbuk temulawak adalah Rp 40.131/Kg. Komponen biaya yang paling mempengaruhi HPP temulawak pada masing-masing produk olahan yaitu, biaya overhead adalah komponen biaya yang paling mempengaruhi HPP temulawak basah, sedangkan komponen biaya bahan baku merupakan komponen yang paling mempengaruhi HPP produk simplisia dan serbuk temulawak. Kata kunci: biofarmaka, temulawak, HPP, full costing xvi + 83 halaman; 15 gambar; 25 tabel Daftar pustaka : 17 (1994-2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Ayu Purnama Dewiningrum, NIM : I0308002, DETERMINATION COST PRODUCTION OF CURCUMA’S PRODUCTS USING FULL COSTING
METHODS AS THE BASIS FOR DETERMINING THE RIGHT SELLING
PRICE FOR CURCUMA PRODUCTS ON KLASTER BIOFARMAKA
KARANGANYAR. Thesis. Surakarta : Department of Industrial Engineering, Engineering Faculty, Sebelas Maret University, September 2012.
Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar is the largest central production of medicinal plants in Central Java with land area of 270 ha and total production reached 1.390.700 Kg. The problems that exist in the Klaster Biofarmaka is low selling price of refined products such as curcuma rhizome, crude curcuma, and also curcuma powder which will be sold in the market and even in herbal medicine industry. To assist farmers in determining the right price, it takes calculation of cost production of curcuma’s products. The method used in this research is full costing method. Full costing method is more appropriate to use in small and medium industries because these industries are still using the simple process of
recording the production cost.
Calculation of production cost with full costing method consists of several steps. The first step is identifying the components of the production cost of curcuma refined product. The second step is classifying the components into the cost of raw material costs, labor costs, and factory overhead costs. The third step is calculating the cost of the three components. The last is dividing the total of production cost with product produced. In addition to the calculation of HPP, also performed sensitivity calculations to determine how far the effects of production cost change to increase or decrease the costs that involved in the determination of HPP curcuma refined products.
The result of full costing method for curcuma rhizome product is Rp 2.108/Kg, crude curcuma is Rp 18.012/Kg, and for curcuma powder is Rp 40.131/Kg. The most affected components of the production cost of curcuma on each refined products are, the overhead cost component is the most affected the production cost of curcuma rhizome, while the raw material cost component is the most affected the production cost of crude curcuma and curcuma powder. Keyword: biofarmaka, curcuma, production cost, full costing. xvi + 83 pages; 15 pictures; 25 tables References : 17 (1994-2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi :
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING
SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN
KARANGANYAR
Ditulis oleh :
Ayu Purnama Dewiningrum I 0308002
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Fakhrina Fahma, STP, MT Ir. Murman Budijanto, MT, MIDEc NIP. 19741008 200003 2 001 NIP. 19640516 200012 1 001 Pembantu Dekan I Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS Fakultas Teknik UNS Kusno Adi Sambowo, ST, Ph.D Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT NIP. 19691026 199503 1 002 NIP. 19711104 199903 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
laporan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan laporan
skripsi ini yaitu :
1. Mamah, Bapak, dan Agus terima kasih yang tak terhingga atas kasih sayang
yang diberikan, doa yang selalu dipanjatkan serta dukungan baik materiil dan
moriil.
2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UNS.
3. Ibu Fakhrina Fahma, STP, MT pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan nasehat.
4. Bapak Ir. Murman Budijanto, MT, MIDEc selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat.
5. Bapak Yuniaristanto, ST, MT dan Bapak Roni Zakaria, ST, MT selaku
penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap
penelitian ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Teknik Industri UNS, terima kasih telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
7. Pegawai TU-TI yang telah banyak membantu dalam hal birokrasi dan
administrasi.
8. Bapak Parman, selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
9. Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, terima kasih
atas informasi dan data yang telah diberikan.
10. Dhonny Prasetya, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
11. Teman-teman tercinta Yoga, Nandi, Alfan, Raga, Kiki, Cent, Ellen, dan semua
teman di kelas B yang selalu memberikan tawa, semangat, dan dukungan.
12. Teman-teman Gapoktan: Nisa, Pungky, Sony, Nia, Jingga, Rio, dan Caca
terima kasih atas kebersamaan mencari data.
13. Teman-teman TI angkatan 2008 terimakasih atas kebersamaan, persahabatan,
keceriaan, dan kekompakannya. I love you all.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
14. Teman-teman AIESEC Expansion UNS yang telah memberikan dukungan,
hiburan, serta kebersamaan.
15. Teman-teman kos: Tiara, Gege, Diah, Caca, Iik, dan Ophie.
16. Kakak-kakak angkatan 2006, 2007 dan adik-adik angkatan 2009, 2010, 2011.
17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas
doa, dukungan, semangat, serta bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak
memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, masukan dan
saran yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………….
ABSTRACT…………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………
DAFTAR ISI................................................................................................
DAFTAR TABEL........................................................................................
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
v
vi
vii
ix
xii
xiv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……….......................................................
1.2 Perumusan Masalah ............................................................
1.3 Tujuan Penelitan ................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................
1.5 Batasan Masalah .................................................................
1.6 Asusmsi Penelitian...............................................................
1.7 Sistematika Penulisan …………………………………….
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar ………………………………………………
2.1.1 Profil Klaster Biofarmaka
Karanganyar.............................................................
2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan dari Klaster Biofarmaka ….
2.1.3 Kondisi Umum Klaster Biofarmaka ……………...
2.1.4 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
2.1.5 Struktur Organisasi………………………………..
2.2 Landasan Teori …………………………………………
2.2.1 Temulawak……………………………….………...
2.2.2 Konsep dan Pengertian Biaya …….........................
2.2.3 Klasifikasi Biaya ………………………………….
I - 1
I - 3
I - 3
I - 4
I - 4
I - 4
I - 4
II - 1
II - 1
II - 2
II - 2
II - 3
II - 4
II - 6
II - 6
II - 10
II - 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB III
BAB IV
2.2.4 Harga Pokok Produksi dan Manfaat Harga Pokok
Produksi …………………………………………..
2.2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi ……
2.2.6 Tahap-tahap Penentuan Harga Pokok …………….
2.2.7 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi ……….
2.2.8 Depresiasi …………………………………............
2.2.9 Perhitungan Bunga ………………………………..
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahap Awal Penelitian…………………………………..
3.1.1 Studi Lapangan........................................................
3.1.2 Studi Pustaka...........................................................
3.1.3 Identifikasi Masalah................................................
3.1.4 Perumusan Masalah……………………………….
3.1.5 Penetapan Tujuan....................................................
3.2 Pengumpulan Data...............................................................
3.2.1 Identifikasi Proses atau Aktifitas Produksi……….
3.2.2 Identifikasi Aktifitas-akitifitas Produksi yang
Menimbulkan Biaya………………………………
3.2.3 Mengklasifikasikan Komponen Biaya……………
3.2.4 Konfirmasi atau Verifikasi Data Biaya…………...
3.3 Pengolahan Data ………………………………………….
3.3.1 Perhitungan HPP dengan Metode Full Costing……
3.3.2 Perhitungan Sensitivitas…………………………….
3.4 Tahap Akhir Penelitian .......................................................
3.4.1 Analisis …………………………………………..
3.4.2 Kesimpulan dan Saran ...........................................
PENGUMULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data ………………………………………..
4.1.1 Proses Produksi Temulawak Basah …………........
4.1.2 Proses pembuatan Simplisia Temulawak………….
4.1.3 Proses Pembuatan Serbuk Temulawak ...................
II - 11
II - 11
II - 12
II - 14
II - 18
II - 23
III- 2
III- 2
III- 2
III- 2
III- 2
III- 3
III- 3
III- 3
III- 3
III- 4
III- 5
III- 5
III- 5
III- 6
III- 6
III- 6
III- 7
IV- 1
IV- 1
IV- 5
IV- 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB V
BAB 6
4.2 Pengolahan Data…………………………………………..
4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk
Temulawak Basah....................................................
4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk
Simplisia Temulawak...............................................
4.2.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk
Serbuk Temulawak..................................................
4.3 Perhitungan Sensitivitas……………………………………
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Perbandingan HPP Produk Temulawak
berdasarkan Perhitungan Klaster dengan Metode Full
Costing…………………………………………………….
5.2 Analisis PKomponen Biaya Pokok Produksi untuk Produk
OlahanTemulawak………………………………………
5.3 Analisis Sensitivitas………………………………………..
5.4 Analisis Depresiasi………………………………………
5.5 Analisis Biaya Sewa Lahan, Biaya Sewa Gudang, dan
Biaya Bunga Majemuk…………………………………….
5.5.1 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa
Memperhitungkan Biaya Sewa Lahan……………
5.5.2 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa
Memperhitungkan Biaya Sewa Gudang…………..
5.5.3 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Bunga
Majemuk…………………………………………
5.6 Analisis Harga Jual Klaster………………………………...
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan………………………………………………..
6.2 Saran………………………………………………………..
IV- 10
IV- 11
IV- 17
IV- 24
IV- 29
V - 1
V - 2
V - 4
V - 7
V - 8
V - 8
V - 9
V - 10
V - 11
VI- 1
VI- 2
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah yang dipakai serta
sistematika penulisan yang keseluruhannya berusaha dipadukan agar dapat
memberikan gambaran umum mengenai laporan penelitian ini.
1.1 LATAR BELAKANG
Biofarmaka merupakan sediaan dari bahan alam (nabati maupun hewani)
yang mempunyai efek farmakologis, untuk makanan atau minuman, suplemen
makanan, kosmetik, maupun obat. Produk Biofarmaka semakin popular dan luas
digunakan karena menawarkan banyak pilihan dan alternatif yang lebih mudah
terjangkau dibandingkan obat-obat farmasi. Permintaan terhadap produk-produk
biofarmaka di Indonesia memiliki tren peningkatan yang cukup besar, hal ini
dapat ditinjau dari data permintaan produk biofarmaka pada tahun 2009 ke tahun
2010 yang meningkat hingga 6,6% (Direktorat Jendral Pertanian, 2011).
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, maka muncul suatu tren baru yaitu tren
“back to nature” di masyarakat Indonesia.
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki banyak lahan
pertanian yang cocok untuk dijadikan budidaya tanaman biofarmaka. Salah satu
wilayah di Indonesia yang merupakan penghasil biofarmaka terbesar di Indonesia
adalah Jawa Tengah yang telah menyuplai kebutuhan nasional sebesar 50%
(Dinas Pertanian dan Holtikultura Prov. Jawa Tengah, 2011). Kabupaten
Karanganyar merupakan sentra produksi biofarmaka terbesar di Jawa Tengah
dengan luas area lahan 270 hektar dan jumlah produksi mencapai 1.390.700 kg
(Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah, 2010).
Untuk membantu pengembangan biofarmaka pemerintah Kabupaten
Karanganyar membentuk lembaga Klaster Biofarmaka yang beranggotakan 10
kelompok tani. Kelompok Tani berfungsi sebagai sebagai organisasi ekonomi
sekaligus bersifat sosial yang melakukan kegiatan pemasaran juga sekaligus
pembinaan petani dari aspek budidaya, teknologi produksi, penjaminan mutu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
manajemen usaha, pemasaran maupun kewirausahaan. Keberadaan Klaster
Biofarmaka diharapkan dapat meningkatkan daya saing petani biofarmaka.
Saat ini, Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dipercaya menjadi
salah satu pemasok atau supplier produk simplisia temulawak dan kunyit dari PT.
Sido Muncul. Namun, terdapat permasalahan dalam pemasokan simplisia ke PT.
Sido Muncul yaitu pihak Klaster harus menawarkan harga jual yang tepat agar PT.
Sido Muncul bersedia membeli produk yang ditawarkan. Selama ini, penetapan
harga jual produk simplisia temulawak dan kunyit masih ditentukan oleh pihak
Sido Muncul. Selain itu, terdapat permasalahan serupa di Klaster Biofarmaka
yaitu rendahnya harga jual produk olahan temulawak berupa rimpang temulawak,
simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Harga jual rimpang atau temulawak
basah hanya Rp 1.500, harga produk simplisia Rp 14.000 - Rp 15.000, dan harga
serbuk temulawak adalah Rp 40.000.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam Klaster Biofarmaka,
maka dilakukan penelitian yang dilakukan di Klaster Biofarmaka yang terletak di
Desa Jumantono, dan untuk memperoleh kelengkapan data, penelitian juga
dilakukan di Gapoktan Sumber Makmur dan Kelompok Tani Sumber Rejeki yang
merupakan bagian dari Klaster Biofarmaka. Produk yang dihasilkan oleh Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah produk rimpang, produk simplisia,
dan produk serbuk. Ketiga jenis produk tersebut berasal dari beberapa tanaman
obat seperti kunyit, jahe, temulawak, dan lain-lain.
Seiring ketatnya persaingan pasar pada produk biofarmaka, maka pihak
Klaster dituntut untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, dan cermat
dalam menetapkan harga jual produk agar produk yang dihasilkan memiliki daya
tawar. Para petani sebagai pengurus sekaligus anggota dari Klaster Biofarmaka
Kabupaten Karanganyar tidak mengerti dengan benar bagaimana menentukan
harga jual suatu produk. Saat ini perhitungan biaya produksi di Klaster
Biofarmaka tidak menggunakan metode perhitungan harga pokok produksi,
perhitungan yang dilakukan adalah dengan cara menjumlahkan seluruh komponen
biaya yang dikeluarkan tanpa megelompokkan komponen biaya dan tanpa
memperhitungkan biaya-biaya yang seharusnya diperhitungkan, seperti biaya
sewa lahan, tempat penyimpanan hasil produksi, biaya transportasi, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
komponen biaya lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan petani dalam
menetapkan harga jual produk yaitu harga jual produk yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) suatu produk bertujuan
untuk membantu petani dalam menetapkan harga jual suatu produk. Selain itu,
diperolehnya HPP dapat dijadikan suatu pedoman untuk pengurus Klaster dalam
hal kekuatan tawar.
Untuk membantu petani dalam menentukan harga jual yang tepat, maka
dibutuhkan perhitungan harga pokok produksi temulawak dengan menerapkan
suatu metode perhitungan harga pokok produksi (HPP). Terdapat beberapa
metode penetapan harga pokok produksi yaitu metode full costing, variable
costing, dan activity based costing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode full costing. Metode perhitungan full costing digunakan di Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar karena klaster merupakan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih menggunakan proses pencatan biaya
yang sederhana. Menurut Rachmayanti (2011) metode perhitungan full costing
lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini masih
menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana. Full costing
adalah metode penentuan harga pokok produksi dengan memasukkan seluruh
komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok yang meliputi biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya
overhead pabrik tetap (Mirhani, 2001).
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu bagaimana menetapkan harga pokok produksi produk
temulawak yang tepat sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan harga
jual yang menguntungkan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menetapkan harga
pokok produksi produk Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar sebagi acuan dalam mentukan harga penjualan produk Temulawak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penelitian ini dapat
dijadikan sebagai masukan atau gambaran dalam perhitungan harga pokok
produksi yang tepat sehingga Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dapat
menetapkan harga jual produk yang tepat sehingga memiliki kekuatan tawar yang
baik.
1.5 BATASAN MASALAH
Agar sasaran dalam studi lapangan tercapai, maka perlu dilakukan batasan-
batasan sebagai berikut:
1. Perhitungan harga pokok produksi hanya dilakukan pada produk temulawak
basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Pemilihan ketiga produk
tersebut didasarkan pada komoditas utama yang dihasilkan oleh Klaster
Biofarmaka.
2. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari - April 2012.
3. Luas lahan temulawak yang diperhitungkan adalah 1.000 m².
4. Banyaknya produk simplisia temulawak yang diperhitungkan adalah 500 kg.
5. Banyaknya serbuk temulawak yang diperhitungkan adalah 100 kg.
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah harga pasar berupa harga
bahan baku, harga pupuk, harga peralatan produksi, dan harga produk yang
berlaku saat ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada
bulan Februari – April 2012.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan laporan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang mengenai permasalahan yang akan
dibahas, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat yang
ingin dicapai, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan gambaran umum Klaster Biofarmaka dan landasan teori yang
merupakan penjelasan secara terperinci mengenai teori-teori yang
digunakan, sebagai landasan pemecahan masalah, serta memberikan
penjelasan secara garis besar metode yang digunakan dalam penelitian
sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka ini diambil dari
berbagai sumber.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses
pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan
tiap tahapnya diberi penjelasan.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini menguraikan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian
masalah dan cara pengolahan data yang dilakukan untuk mencapai
tujuan penelitian.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil pengolahan data sesuai
permasalahan yang dirumuskan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saran-
saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas gambaran umum perusahaan dan konsep-konsep yang
berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan.
2.1 GAMBARAN UMUM KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR
Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai profil, tujuan, kondisi umum, dan
struktur organisasi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
2.1.1 Profil Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar mempunyai kawasan lindung dan serapan air yang
berfungsi sebagai kawasan perlindungan pelestarian, dan konservasi sumber daya
alam. Selain itu, dengan sumber mata air yang alami, adanya sungai, dan waduk
menjadikan Kabupaten Karanganyar untuk bisa mengembangkan sektor pertanian.
Sebagian besar wilayah di Kabupaten Karanganyar masih didominasi oleh lahan-
lahan pertanian.
Salah satu sektor usaha pertanian yang mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan adalah tanaman obat-obatan (empon-empon). Banyak sekali jenis
tanaman obat yang ada di Kabupaten Karanganyar. Tanaman obat yang ada di
wilayah Kabupaten Karanganyar melputi: jahe, kunyit, kencur, temulawak,
lengkuas, kunyit putih, temu ireng, dan temu kunci.
Luas lahan tanaman obat di wilayah Kabupaten Karanganyar berdasarkan
data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Karanganyar (2009), adalah
270 hektar. Komoditas unggulan dari tanaman obat adalah jahe, kunyit, dan
temulawak yang luas area lahannya mencapai 170 hektar. Ketiga jenis tanaman
obat tersebut merupakan tanaman obat yang sering dibutuhkan oleh perusahaan
jamu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
Hasil pertanian dari petani yang tergabung dalam Klaster Biofarmaka
Kabupaten Karanganyar saat ini belum tergarap dan terorganisasi dengan baik.
Saat ini, petani menjual produk yang dihasilkan ke pasar tradisional, industri
jamu, dan tengkulak yang harganya sangat fluktuatif.
2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan dari Klaster Biofarmaka
Visi dari klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan
Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia.
Misi dari klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budi daya toga, dan kualitas produksi.
2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha
berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat.
Lembaga Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar betujuan untuk:
1. Menghimpun gabungan kelompok tani (Gapoktan) tanaman obat untuk
bersatu menghasilkan produk yang berkualitas sehingga produk yang
dihasilkan memiliki nilai tawar yang tinggi.
2. Memudahkan petani untuk mengakses kondisi pasar, dan pembiayaan maupun
teknologi yang dibutuhkan dalam rangka mengembangkan usaha pertanian.
3. Meningkatkan kemampuan para petani yang tergabung dalam Klaster
Biofarmaka.
2.1.3 Kondisi Umum Klaster Biofarmaka
Kelompok tani yang tergabung dalam Gabungan kelompok tani (Gapoktan)
dan menjadi anggota Klaster Biofarmaka adalah:
1. Kelompok Tani Sumber Rejeki
2. Kelompok Tani Madu Asri
3. Kelompok Tani Kridotani
4. Kelompok Tani Aneka Karya lestari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
5. Kelompok Tani Trisno Asih
6. Kelompom Tani Sedyo Tekad I
7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo
8. Kelompok Tani Tani Waras
9. Kelompok Tani Ngudi Makmur
10. Kelompok Tani Sedyo Tekad II
Jumlah anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah 400 petani
dengan luas area lahan 270 hektar. Komoditas yang dihasilkan oleh Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar tersaji dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komoditas Tanaman Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
No. Jenis Tanaman Luas (Ha) Jumlah Produksi (Kg)
1. Jahe 77,65 544.000
2. Kunyit 94,00 940.000
3. Kencur 6,60 93.000
4. Temulawak 39,25 365.700
5. Lengkuas 31,30 287.000
6. Kunyit Rasa Mangga 5,00 45.000
7. Kunir Putih 3,00 38.000
8. Bengle 5,00 30.000
9. Temu Kunci 5,00 30.000
10. Temu Ireng 3,00 18.000
Sumber: Portfolio Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, 2010
2.14 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar
Tanaman Temulawak merupakan salah satu tanaman yang menjadi
komoditas utama Klaster Biofarmaka Karanganyar. Persebaran tanaman
Temulawak di Klaster Biofarmaka dapat dilihat pada tabel 2.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
Tabel 2.2 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar
Sumber: Portfolio Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, 2010
2.1.5 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Klaster Biofarmaka dapat digambarkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka
Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur
organisasi klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
1. Ketua
a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster.
b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster.
Luas wilayah (km2) Kecamatan Kelompok Tani Luas Area Tanam (Ha) Hasil Panen (Ton)Sumber Rejeki 4.01 37.36Ngudi Makmur 3.90 36.34
65.34 Ngargoyoso Madu Asri II 4.01 37.36Kridotani 3.87 36.06Ngudi Mulyo 3.91 36.43
53.31 Mojogedang Aneka Karya Lestari 4.00 37.27Kismo Mulyo 4.00 37.27Tresno Asih 3.89 36.24Sedyo Tekad 3.82 35.59Tani Waras 3.84 35.78TOTAL 39.25 365.70
40.36 Jatipuro
53.55 Jumantono
46.82 Kerjo
55.67 Jumapolo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi
dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan,
pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang
produktivitas klaster.
2. Wakil Ketua I dan II
Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di
klaster.
3. Sekretaris
Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan
laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan.
4. Wakil Sekretaris
Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang
dilaksanakan di klaster.
5. Bendahara
Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk
permodalan.
6. Produksi Usaha
Menkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan.
7. Pengolahan dan Pemasaran
Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terkait dengan
pemasaran.
8. Usaha
Membantu kelancaran kegiatan setiap unit usaha yang terdapat di klaster.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
2.2 LANDASAN TEORI
Pada subab ini berisi teori-teori pendukung yang berguna untuk menunjang
pengolahan data.
2.2.1 Temulawak
1. Deskripsi Tanaman Temulawak
Varietas temulawak yang ada di Klaster Biofarmaka yang juga akan dipasok
ke PT. Sido Muncul adalah temulawak varietas Cursina. Menurut Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (2011),
temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu.
Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di
Madura disebut sebagai temu labak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat
dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di
Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang,
Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa negara Eropa. Klasifikasi dari tanaman
temulawak yaitu:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
Deskripsi dari tanaman temulawak seperti yang digambarkan pada gambar
2.2 yaitu tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi
kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan
sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai
daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm
dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm.
Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9
– 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi
atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu,
panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan
4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung
yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.
Gambar 2.2 Tanaman Temulawak
2. Budidaya Tanaman Temulawak
Tanaman temulawak dapat ditanam pada tanah ringan yang agak bepasir
sampai tanah berat bertekstur liat. Untuk memperoleh hasil yang baik, perlu
ditanam di tanah yang subur dan baik tata pengairannya. Curah hujan yang
dikehendaki antara 1500-4000 mm per tahun. Temulawak dapat ditanam pada
ketinggian antara 5 -1500 m di atas permukaan laut. Untuk memperbanyak
tanaman digunakan rimpang yang sudah cukup tua dari tanaamn yang sudah
berumur 9 bulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 9 bulan atau lebih. Paenn
dilakukan apabila daun dan bagian tanaman di atas tanah sudah mongering. Cara
panen dilakukan dengan membongkar rimpang dengan menggunakan garpu.
Pembersihan rimpang dilakukan dengan emmbasuh rimpang dengan air.
Setelah itu rimpang dikupas dan kulitnya diiris melintang. Tebal tiap irisan 7-8
mm pada waktu segar. Setelah dijemur atau dikeringkan dalam ruangan
pengering, tebal irisan menjadi 5-6 mm. penjemuran atau pengeringan dilakukan
dengan meletakkan irisan tidak saling bertumpukan. Untuk alas penjemuran
dipakai bamboo, lantai penjemur atau tikar. Pengeringan dengan alat pengering
dilakukan dengan suhu awal 50-55⁰ C agar diperoleh warna yang baik, lama
pengeringan kurang lebih 7 jam.
3. Kandungan Kimia
Komposisi kimia terbesar dari rimpang temulawak adalah protein pati (48%-
54%), minyak atsiri (3%-12%), dan zat warna kuning yang disebut kurkumin.
Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, jumlahnya bervariasi tergantung dari
ketinggian tempat tumbuh. Pati rimpang dapat dikembangkan sebagai sumber
karbohidrat, yang digunakan sebagai bahan makanan. Fraksi kurkumin
mempunyai aroma yang khas, tidak toksik, terdiri dari kurkumin,
demetoksikurkumin, dan bidesmetoksi kurkumin. Minyak atsiri merupakan cairan
warna kuning atau kuning jingga, berbau aromatik tajam (Damayanti, 2008).
4. Produk Olahan yang dihasilkan dari Temulawak
Tanaman temulawak dapat diolah menjadi beberapa variasi produk, yaitu:
a. Temulawak basah atau rimpang merupakan produk yang dihasilkan dari
hasil panen temulawak, seperti yang terlihat pada gambar 2.3.
b. Simplisia temulawak adalah produk yang dihasilkan dari pengirisan rimpang
temulawak yang kemudian dikeringkan, seperti yang terlihat pada gambar
2.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
c. Serbuk temulawak adalah produk yang dihasilkan dari simplisia temulawak
yang dihaluskan menjadi serbuk, seperti yang terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.3 Rimpang Temulawak
Gambar 2.4 Simplisia Temulawak
Gambar 2.5 Serbuk Temulawak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
2.2.2 Konsep dan Pengertian Biaya
Istilah biaya didefiniskan sebagai pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan
untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa (Indrijawati, 2008). Hansen dan
Mowen (2004) mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau dimasa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen
kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan.
Mulyadi (2005) berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber
ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin
akan terjadi untuk tujuan tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi
biaya tersebut, yaitu :
1. Biaya merupakan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu
2.2.3 Klasifikasi Biaya
Menurut Simamora (2000), klasifikasi biaya dalam perusahaan yang
memproduksi suatu produk (pabrikasi) meliputi semua biaya yang berkaitan
dengan proses produksi. Untuk membantu manajemen menganalisis biaya
pabrikasi produksinya, biaya pabrikasi pada umumnya dibagi kedalam tiga
komponen yaitu:
1. Bahan Baku Langsung
Bahan baku langsung (direct material) adalah bahan baku yang menjadi
bagian integral dari produk jadi perusahaan dan dapat ditelusuri dengan
mudah. Bahan baku langsung ini menjadi bagian fisik produk, dan terdapat
hubungan langsung antara masukan bahan baku dan keluaran dalam dalam
bentuk produk akhir/jadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
2. Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost) adalah biaya tenaga kerja
yang dapat ditelusuri secara fisik ke dalam pembuatan produk dan bisa pula
ditelusuri dengan mudah atau tanpa memakan banyak biaya.
3. Biaya Overhead Pabrikasi (manufacturing overhead cost)
Biaya overhead pabrikasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis biaya: bahan
penolong, tenaga kerja tidak langsung, dan pabrikasi lain-lain. Biaya bahan
penolong (indirect material cost) adalah biaya bahan baku yang dibutuhkan
untuk proses produksi namun bukan merupakan bagian integral dari produk
jadi. Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya personalia yang tidak
bekerja secara langsung atas produk namun jasanya diperlukan untuk proses
pabrikasi. Biaya pabrikasi lain-lain (other manufacturing cost) adalah baiya
yang bukan bahan baku amupun tenaga kerja, contohnya: beban penyusutan
(depresiasi), asuransi, pajak, dan lain-lain.
2.2.4 Harga Pokok Produksi dan Manfaat dari Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain
bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi
yang siap jual. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) bermanfaat untuk:
a. Menetapkan harga jual
b. Memantau realisasi biaya produksi
c. Menghitung laba atau rugi perusahaan pada periode tertentu
d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang disajikan dalam neraca
2.2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Menurut Mardiasmo (1994) metode pengumpulan harga pokok dapat
dikelompokkan menjadi dua metode yaitu metode harga pokok pesanan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
metode harga pokok proses. Penerapan metode tersebut pada suatu perusahaan
tergantung pada sifat atau karakteristik pengolahan bahan menjadi produk selesai
yang mempengaruhi metode pengumpulan harga pokok yang digunakan.
1. Metode harga pokok pesanan (job order cost method)
Metode harga pokok pesanan (job order cost method) adalah metode
pengumpulan biaya produksi yang diterapkan pada perusahaan yang
menghasilkan produk atas dasar pesanan. Karakterisitik harga pokok
pesanan adalah:
a. Harga pokok dihitung untuk setiap produk pesanan.
b. Penentuan harga pokok setiap produk pesanan dilakukan setelah produk
tersebut selesai dikerjakan.
c. Harga pokok per unit produk pesanan dihitung dengan cara membagi
harga pokok produksi pesanan dengan jumlah unit pesanan yang
bersangkutan.
2. Metode harga pokok proses
Metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan biaya produksi
yang diterpakan pada perusahan yang menghasilkan produk secara masal.
Karakteristik harga pokok proses adalah sebagai berikut:
a. Harga pokok produk dihitung berdasarkan periode tertentu.
b. Harga pokok produk ditentukan pada akhir periode tertentu.
c. Harga pokok per unit produk dihitung dengan cara membagi harga
pokok produk selesai periode dengan jumlah produk unit selesai dalam
periode bersangkutan.
2.2.6 Tahap-tahap Penentuan Harga Pokok
Menurut Indrijawati (2008), pada dasarnya terdapat 5 tahap perhitungan
harga pokok yaitu:
1. Identifikasi Data Kuantitas Produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
Tahap ini mengusut hasil kegiatan produksi secara fisik dari setiap
departemen dalam jangka waktu tertentu (dari mana produk berasal dan
kemana produk dipindahkan). Ini meliputi:
a. Berapa unit produk yang diproduksi
b. Berapa unit produk yang dihasilkan
2. Perhitungan Output dinyatakan dalam Bentuk Unit Ekuivalen.
Pada tahap ini, hasil kegiatan produksi dinyatakan dalam bentuk
ekuivalensinya dengan produk selesai sesuai dengan kriteria yang berlaku
pada masing-masing departemen. Unit ekuivalen merupakan jumlah input
yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada masing-masing
departemen.
3. Pengumpulan Data Total Biaya Produksi.
Total biaya produksi yang terjadi pada masing-masing departemen pada
dasarnya meliputi seluruh input yang diperlukan dalam proses produksi pada
departemen yang bersangkutan.
4. Perhitungan Harga Pokok per Unit Produk.
Harga pokok perunit produk tidak lain adalah hasil bagi dari total biaya
produksi untuk setiap elemen biaya dengan jumlah output yang dinyatakan
dalam bentuk produksi / unit ekuivalennya.
5. Alokasi Total Biaya Produksi terhadap Produk Selesai dan Produk dalam
Proses Akhir Periode.
Perhitungan harga pokok produksi diakhiri dengan alokasi total biaya
produksi untuk setiap departemen kepada output yang dihasilkan yang
terdiri dari unit-unit produk yang diselesaikan dari proses departemen yang
bersangkutan, dan unit-unit produk dalam proses pada akhir periode.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
2.2.7 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Metode penentuan harga pokok produksi meliputi:
1. Full Costing
Menurut Mirhani (2001), Full costing adalah metode penentuan harga
pokok produk dengan memasukkan seluruh komponen biaya produksi
sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik
tetap. Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat
variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar
tarif yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya
overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap
akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang belum
dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan)
apabila produk selesai tersebut tidak dijual. Metode full costing
memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga
pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses
yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk
tersebut sudah habis dijual (Eprilianta, 2011). Dengan demikian biaya
produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai
berikut:
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik variabel xx
Biaya overhead pabrik tetap xx +
Biaya produksi xx
Kelebihan dari metode full costing menurut Rachmayanti (2011) adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
a. Metode perhitungan full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil
dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan
biaya yang masih relatif sederhana.
b. Pendekatan full costing yang biasa dikenal dengan pendekatan
tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya disajikan
berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan penjualan.
c. Sistematika perhitungan dengan metode full costing disesuaikan dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga pihak UKM akan lebih
mudah dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi.
2. Variable Costing
Variable costing adalah metode penentuan harga pokok yang hanya
memasukkan komponen biaya produksi yang bersifat variabel sebagai unsur
harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik variabel (Mirhani, 2001). Unsur biaya produksi
menurut metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi
berikut ini :
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik variabel xx +
Biaya produksi xx
Berdasarkan tulisan Mirhani (2001) mengenai Variable costing dijelaskan
bahwa terdapat keunggulan dan kelemahan dari metode variable costing.
Keunggulan dari metode variable costing adalah:
a. Digunakan dalam perencaan laba jangka pendek
Informasi biaya yang dihasilkan dapat digunakan untuk kepentingan
perencanaan laba jangka pendek, karena biaya yang terjadi dipisahkan
menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
kegiatan. Perencanaan laba jangka pendek dilakukan pada saat
penyusunan anggaran. Dalam jangka pendek biaya tetap biasanya tidak
berubah sehingga informasi yang dihasilkan tidak memiliki dampak
terhadap hasil penjualan dan biaya variable yang digunakan untuk
menghitung laba.
b. Digunakan dalam pengendalian biaya
Informasi biaya yang dihasilkan metode ini dapat digunakan oleh
manajemen perusahaan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan
biaya atau tidak dari rencana biaya yang telah ditetapkan.
c. Digunakan dalam pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan, metode ini sangat relevan untuk digunakan
karena biaya yang dilaporkan berubah sesuai dengan perubahan volume
kegiatan. Sehingga keputusan yang dihasilkan lebih tepat.
Kelemahan dari metode variable costing adalah:
a. Pemisahan biaya ke dalam biaya variable dan biaya tetap sulit dilakukan
karena jarang ada biaya yang benar-benar tetap atau benar-benar
variable.
b. Metode variable costing lebih cocok digunakan hanya untuk kepentingan
pihak intern perusahaan saja.
c. Kurang cocok digunakan di perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat
musiman, karena akan menyajikan kerugian yang berlebihan pada satu
periode dan laba yang tidak normal pada periode lainnya.
d. Tidak diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan
dan harga pokok persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih
rendah, sehingga akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk
analisis keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
3. Activity Based Costing (ABC)
Activity based costing mengendalikan biaya melalui penyediaan informasi
tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Dasar pemikiran
yang melandasi system informasi biaya ini adalah “biaya ada penyebabnya”
dan penyebab biaya dapat dikelola (Mulyadi dan Setyawan, 2001). Menurut
Nurhayati (2004) activity based costing memiliki keunggulan. Beberapa
keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC) dalam
penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut:
a. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur
teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang
signifikan dari total biaya.
b. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang
modem, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang.
Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua
aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
c. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan
biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang
mengkonsumsi aktivitas.
d. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku
biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi
aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
e. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang
modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost
drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi
(transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
f. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang (long run variable product cost)
yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.
g. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk.
2.2.8 Depresiasi
Depresiasi pada dasarnya adalah penurunan nilai suatu properti atau aset
karena waktu dan pemakaian. Depresiasi pada suatu properti atau aset biasanya
disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut :
1. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari alat atau properti tersebut.
2. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.
3. Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.
4. Properti atau aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan
teknologi.
5. Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik
dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih
memadai.
Besarnya depresiasi tahunan yang dikenakan pada suatu properti akan tergantung
pada beberapa hal yaitu ongkos investasi dari properti tersebut, tanggal pemakaian
awalnya, estimasi masa pakainya, nilai sisa yang ditetapkan, dan metode
depresiasi yang digunakan.
Banyak metode yang bisa dipakai untuk menentukan beban depresiasi
tahunan dari suatu aset. Diantara metode-metode tersebut, yang sering dipakai
adalah :
1. Metode Garis Lurus (Straight Line atau SL)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
Metode garis lurus didasarkan atas asumsi bahwa berkurangnya nilai suatu
aset secara linier (proporsional) terhadap waktu atau umur dari aset tersebut.
Besarnya depresiasi tiap tahun dengan metode SL dihitung berdasarkan : Dt 레 篇能ዀ屁 ……………………………………………………………..2.1
dimana :
Dt = besarnya depresiasi pada tahun ke-t
P = ongkos awal dari aset yang bersangkutan
S = nilai sisa dari aset tersebut
N = masa pakai (umur) dari aset tersebut dinyatakan dalam tahun.
Karena aset didepresiasi dengan jumlah yang sama tiap tahun maka aset
tersebut dikurangi dengan besarnya depresiasi tahunan dikalikan t, atau :
BVt = P – t.Dt
= P - 族篇能ዀ屁 祖t …………………………………………………….2.2
Tingkat depresiasi ( rate of depreciation), d, adalah bagian dari P – S yang
didepresiasi tiap tahun. Untuk metode SL, tingkat depresiasi adalah : 圭레 囊屁 ……………………………………………………………….2.3
2. Metode Jumlah Digit Tahun (SOYD)
Metode jumlah digit tahun (SOYD) adalah salah satu metode yang
dirancang untuk membebankan depresiasi lebih besar pada tahun-tahun awal dan
semakin kecil untuk tahun-tahun berikutnya. Ini berarti metode SOYD
membebankan depresiasi yang lebih cepat dari metode SL.
Cara perhitungan depresiasi dengan metode SOYD dimulai dengan jumlah
digit tahun dari 1 sampai N. Angka yang diperoleh dinamakan jumlah digit tahun
(SOYD). Besarnya depresiasi tiap tahun diperoleh dengan mengalikan ongkos
awal dikurangi nilai sisa (P – S) dari aset tersebut dengan rasio antara jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
tahun sisa umur aset terhadap nilai SOYD. Secara sistematis besarnya depresiasi
tiap tahun dapat ditulis :
Dt 레 P Pl粕屏粕破lP乒kዀ譬瞥d 纵ĖǴƅ诡Ė滚9国9Ȗ石ǴŖȖ9Ŗ滚Ŗ滚9邹 레 屁能k嫩囊ዀ譬瞥d 纵官石管邹,纵棍레 1,2,…… ,棺邹 …………………………………2.4
dimana :
D = beban depresiasi pada tahun ke-t
SOYD = jumlah digit tahun dari 1 sampai N
Besarnya SOYD dari suatu aset yang umurnya N tahun adalah :
SOYD = 1+2+3+……..+(N-1)+N
= 屁纵屁嫩囊邹挠
Tingkat depresiasi akan menurun tiap tahun. Tingkat depresiasi yang terjadi pada
tahun ke-t, dt, dihitung dari rumus :
dt = 屁能k嫩囊ዀ譬瞥d ……………………………………………………………….2.5
dimana nilai ini sebenarnya adalah faktor pengali dari (P-S) untuk mendapatkan
besarnya depresiasi pada suatu saat. Semakin besar t maka dt akan semakin kecil
sehingga beban depresiasi juga semakin menurun dengan bertambahnya umur
saat.
3. Metode keseimbangan menurun (DB)
Metode keseimbangan menurun juga menyusutkan nilai suatu aset lebih
cepat pada tahun-tahun awal dan secara progresif menurun pada tahun-tahun
selanjutnya. Metode ini bisa dipakai bila umur aset lebih dari 3 tahun. Besarnya
depresiasi pada tahun tertentu dihitung dengan mengalikan suatu presentase tetap
dari nilai buku aset tersebut pada akhir tahun sebelumnya.
Dengan demikian maka besarnya beban depresiasi pada tahun ke-t adalah :
Dt = dBVt-1………………………………………………………………...2.6
dimana :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
d = tingkat depresiasi yang ditetapkan
dBVt-1= nilai buku aset pada akhir athun sebelumnya (t-1)
nilai buku pada akhir tahun ke-t akan menjadi :
BVt = BVt-1 - Dt …………………………………………………………..2.7
4. Metode depresiasi sinking fund (SF)
Asumsi dasar yang digunakan pada metode depresiasi sinking fund adalah
bahwa penurunan nilai suatu aset semakin cepat dari suatu saat ke saat berikutnya.
Peningkatan ini diakibatkan karena disertakannya konsep nilai waktu dari uang
sehingga besarnya depresiasi akan meningkat seirama dengan tingkat bunga yang
berlaku. Dengan kata lain, besarnya depresiasi akan lebih kecil pada tahun-tahun
awal depresiasi. Dengan sifat yang demikian maka pemakaian metode depresiasi
sinking fund tidak akan menguntungkan bila ditinjau dari sudut pajak yang harus
ditanggung perusahaan. Alasan inilah yang menyebabkan metode depresiasi ini
jarang dipakai.
Besarnya depresiasi dinyatakan dengan selisih nilai buku pada tahun (t)
dengan nilai buku pada tahun sebelumnya (t-1). Dengan pernyataan lain :
Dt = BVt-1 - BVt ……………………………………………………….2.8
dimana nilai buku pada periode t adalah nilai awal aset tersebut setelah dikurangi
akumulasi nilai patokan depresiasi maupun bunga yang terjadi sampai saat itu.
Atau dapat juga dirumuskan :
BVt = P – (P – S)(A/F, i%, N) (F/A, i%, t)………………………………2.9
5. Metode depresiasi unit produksi
Apabila penyusutan suatu aset lebih ditentukan oleh intensitas
pemakaiannya dibandingkan dengan lamanya alat tersebut dimiliki maka
depresiasinya bisa didasarkan atas unit produksi atau unit output dari aset atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
properti tersebut. Pada prinsipnya, unit produksi bisa dinyatakan dari salah satu
ukuran berikut :
a. Output produksi, misalnya volume atau berat dari material yang dipindahkan
oleh suatu alat pengangkutan material pada tahun tertentu dibandingkan
dengan berat atau volume material yang diperkirakan bisa dipindahkan
selama masa pakai dari alat tersebut.
b. Hari operasi, menunjukkan jumlah hari operasi suatu aset selama tahun
tertentu dibandingkan dengan ekspektasi total hari operasi dari aset tersebut
selama masa pakainya.
c. Proyeksi pendapatan, menunjukkan estimasi pendapatan pada tahun tertentu
dari suatu aset yang disewakan dibandingkan dengan estimasi pendapatan
dari penyewaan alat tersebut selama masa pakainya.
Pada metode depresiasi unit produksi ini, besarnya depresiasi
diperhitungkan sama untuk tiap satuan output produksi dari aset tersebut, tanpa
memperhitungkan berapa lama output tersebut dicapai. Unit output atau unit
produksi ini bisa dinyatakan dengan salah satu dari 3 ukuran yang telah diuraikan.
Misalkan Ut adalah jumlah unit produksi suatu aset selama tahun t dan U adalah
total unit produksi dari aset tersebut selama masa pakainya, maka besarnya
depresiasi pada tahun t adalah jumlah yang boleh didepresiasi (P-S) dikalikan
dengan rasio Ut/U. dengan kata lain :
Dt = 啮琼漂 ……………………………………………………………………2.10
Dengan demikian maka nilai pada akhir tahun ke-t diberikan oleh :
BVt = 官石 鸟能聂漂 纵罐囊十罐挠十罐…十罐k 邹………………………………….2.11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
2.2.9 Perhitungan Bunga
Menurut Pujawan (2003) definisi tingkat bunga adalah rasio dari bunga yang
dibayarkan terhadap induk dalam suatu periode waktu dan biasanya dinyatakan
dalam persentase dari induk. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan : ꉈŖǴƅ诡9棍.Ǵƅ9 레 贫粕U苹lalU苹ꨀ UalklnlU뒈乒破粕U k扑lnk粕 Uꨀ粕n 果100% .....................2.12
Ada 2 jenis bunga yang bisa digunakan untuk melakukan perhitungan nilai
uang dari waktu yaitu bunga sederhana dan bunga majemuk. Kedua jenis bunga
ini akan menghasilkan nilai nominal uang yang berbeda bila perhitungan
dilakukan lebih dari satu peiode. Berikut ini penjelasan tentang bunga sederhana
dan bunga majemuk.
1. Bunga sederhana
Bunga sederhana dihitung dari induk tanpa memperhitungkan bunga yang
telah diakumulasikan pada periode sebelumnya. Secara matematika hal ini bisa
diekspresikan sebagai berikut :
I = P x i x N …………………………………………………………..2.13
dimana:
I = Bunga yang terjadi (rupiah)
P = Induk yang dipinjam atau diinvestasikan
i = tingkat bunga per periode
N = jumlah periode yang dilibatkan
2. Bunga majemuk
Bunga majemuk dihitung berdasarkan besarnya induk ditambah dengan
besarnya bunga yang telah terakumulasi pada periode sebelumnya. Pemajemukan
(Compounding) adalah suatu proses matematis penambahan bunga pada induk
sehingga terjadi penambahan jumlah induk secara nominal pada periode
mendatang. Dengan demikian proses pemajemukan adalah suatu alat untuk
mendapatkan nilai yang ekuivalen pada suatu periode mendatang dari sejumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
uang pada saat ini bila tingkat bunga yang berlaku diketahui. Nilai ekuivalen di
suatu saat mendatang ini disebut dengan istilah Future Worth (FW) dari nilai
sekarang. Nilai sekarang dari suatu jumlah uang periode mendatang dinamakan
Present Worth (PW). Notasi-notasi yang digunakan yaitu :
r = tingkat bunga nominal per periode
i = tingkat bunga efektif per periode
N = jumlah periode per majemukan
P = nilai sekarang (Present Worth) atau nilai ekuivalen dari satu atau lebih
aliran kas pada suatu titik yang didefinisikan sebagai waktu saat ini.
A = aliran khas pada akhir periode yang besarnya sama untuk beberapa
periode yang berurutan
G = suatu aliran kas dimana dari satu periode ke periode berikutnya terjadi
penambahan atau pengurangan kas sejumlah tertentu yang besarnya
sama.
Rumus –rumus bunga majemuk diskret :
a. Penurunan rumus pembayaran tunggal
Jika uang sejumlah P diinvestasikan saat ini (t=0) dengan tingkat bunga
efektif sebesar i% per periode dan dimajemukkan tiap periode maka jumlah uang
tersebut pada waktu akhir periode akan menjadi :
F1 = P + bunga dari P
= P + Pi
= P(1+i)
Pada akhir periode 2 akan menjadi :
F2 = F1 + bunga dari F1
= P(1+i) + P(1+i)
= P(1+i) (1+i)
= P(1+i)2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
Dengan analogi diatas maka pada akhir periode ke N, jumlah uang tersebut akan
menjadi :
F = P(1+i)N ……………………………………………………………2.14
b. Faktor nilai sekarang dari pembayaran tunggal
Dari persamaan 2.14, kita juga bisa menulis persamaan P sebagai berikut:
P =F 囊纵囊嫩纽邹峭 …………………………………………………………….2.15
Faktor yang berada dalam kurung dinamakan faktor nilai sekarang pembayaran
tunggal ( Single Payment Present Worth Factor), atau sering hanya disebut faktor
nilai sekarang. Faktor ini memungkinkan kita menghitung nilai sekarang dari
suatu nilai F dan N periode mendatang bila tingkat bunga yang berlaku adalah i%.
Secara fungsional faktor SPPWF dapat dinyatakan dengan (P/F, i%, N), artinya
kita ingin mendapatkan P dengan mengetahui nilai F, i% dan N. oleh karenanya
persamaan f dapat diekspresikan dalam bentuk fungsional sebagai berikut:
P = F(P/F, i%, N)……………………………………………………2.16
c. Faktor pemajemukan deret seragam
Diagram alir kas yang menunjukkan deret seragam sebesar A selama N
periode dengan bunga i%. deret seragam yang sperti ini sering disebut dengan
annuity. Bila kita meminjam sejumlah yang sama (A) setiap tahun selama N tahun
dengan bunga i% maka besarnya pinjaman pada tahun ke N tersebut adalah :
F = A (F/A, i%, N)………………………………………………2.17
d. Faktor singking fund deret seragam
Faktor ini adalah kebalikan dari faktor pemajemukkan deret seragam, dengan
persamaan ini kita akan bisa mencari A bila nilai F, i dan N diketahui sebagai
berikut :
A = F(A/F, i%, N)…………………………………………………2.18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
e. Faktor nilai sekarang deret seragam
Faktor ini digunakan untuk menghitung nilai ekuivalen pada saat ini bila
aliran kas seragam sebesar A terjadi pada tiap akhir periode selama N periode
dengan tingkat bunga i%. Faktor ini dinamakan nilai sekarang dari deret seragam,
yang mana dapat juga ditulis :
P = A (P/A, i%, N)………………………………………………2.19
f. Faktor pemulihan modal deret seragam
Faktor ini adalah kebalikan dari faktor nilai sekarang deret seragam, yaitu
untuk mengkonversikan suatu nilai sekarang pada nilai seragam pada suatu
periode tertentu (N) bila tingkat bunga diketahui sebesar i%. Faktor ini
dinamakan faktor pemulihan modal deret seragam atau faktor amortisasi dan bisa
juga dinyatakan dengan :
A = P (A/P, i%, N) ……………………………………………….2.20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas langkah–langkah untuk mencari solusi dari
permasalahan yang diangkat mulai dari observasi awal hingga penarikan
kesimpulan. Langkah – langkah tersebut disajikan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Dalam diagram alir diatas dijelaskan langkah-langkah dalam penelitian yang
akan diuraikan dalam sub bab berikut ini.
3.1 TAHAP AWAL PENELITIAN
Pada tahap awal penelitan dilakukan langkah-langkah penelitian, yaitu studi
lapangan, studi pustaka, identifikasi masalah, perumusan masalah, dan penetapan
tujuan.
3.1.1 Studi Lapangan
Observasi dilakukan selama bulan Februari sampai April 2012 di Gabungan
Kelompok Tani Sumber Makmur, Desa Sambirejo. Tahap ini menekankan pada
pengenalan dan pemahaman kondisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM),
yaitu didapat dari observasi langsung dan wawancara yang dilakukan kepada
Ketua Klaster Biofarmaka, Wakil Ketua Klaster Biofarmaka, dan pengurus
Gapoktan Sumber Makmur yang berada di Desa Sambirejo, sehingga dapat
dirumuskan masalah sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
3.1.2 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses penyelesaian penelitian.
Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas. Studi pustaka ini dilakukan dengan mempelajari
beberapa pustaka, yaitu buku, internet, jurnal, dan penelitian yang berkaitan.
3.1.3 Identifikasi Masalah
Tahap identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang
terjadi di perusahaan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi kondisi dan
permasalahan yang ada di lapangan, yaitu tahap penemuan situasi atau kondisi
pada penetapan harga pokok produksi produk temulawak yang belum tepat.
3.1.4 Perumusan Masalah
Pada tahap ini akan ditetapkan permasalahan yang akan dibahas untuk dicari
pemecahan masalahnya. Setelah melakukan penelitian, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut yaitu bagaimana menetapkan harga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
pokok produksi produk temulawak yang tepat sehingga dapat menjadi acuan
dalam menentukan harga jual yang menguntungkan di Gapokatan Sumber
Makmur, Desa Sambirejo.
3.1.5 Penetapan Tujuan
Pada tahap ini ditetapkan tujuan yang ingindicapai dalam penelitian. Tujuan
dibuat berdasarkan pada perumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya, adalah
menetapkan harga pokok produksi produk Temulawak di Gapoktan Sumber
Makmur sebagi acuan dalam mentukan harga penjualan produk Temulawak.
3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA
Data yang diperoleh adalah data historis, yaitu data biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produk olahan temulawak. Metode yang
diterapkan dalam pengumpulan data adalah dengan wawancara langsung kepada
pengurus Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, pengurus Gapoktan
Sumber Makmur, dan pengurus Kelompok Tani Sumber Rejeki. Langkah
pengumpulan data yang dilakukan adalah:
3.2.1 Identifikasi Proses atau Aktifitas Produksi
Data yang dikumpulkan adalah identifikasi proses atau aktifitas produksi
pembuatan produk temulawak yang berupa :
1. Temulawak basah atau rimpang merupakan produk yang dihasilkan dari
hasil panen temulawak.
2. Simplisia temulawak adalah produk yang dihasilkan dari pengirisan
rimpang temulawak yang kemudian dikeringkan.
3. Serbuk temulawak adalah produk yang dihasilkan dari simplisia temulawak
yang dihaluskan menjadi serbuk.
3.2.2 Identifikasi Aktifitas-akitifitas Produksi yang Menimbulkan Biaya
Berdasarkan proses atau aktifitas produksi yang didapatkan kemudian
diidentifikasi aktifitas apa saja yang menimbulkan biaya pada produk temulawak
basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
3.2.3 Mengklasifikasikan Komponen Biaya
Berdasarkan hasil identifikasi biaya yang timbul pada proses produksi,
biaya-biaya yang ditimbulkan dikelompokkan kedalam komponen biaya yang
terdiri dari:
1. Biaya Produksi yang meliputi:
a. Biaya bahan baku langsung yang dibutuhkan untuk proses produksi
produk olahan temulawak adalah:
1) Temulawak basah : benih dan pupuk organik
2) Simplisia temulawak : temulawak basah
3) Serbuk temulawak : simplisia temulawak
b. Biaya tenaga kerja langsung
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proses produksi produk olahan
temulawak merupakan tenaga kerja langsung yang terbagi menjadi:
1) Temulawak basah: tenaga kerja persiapan lahan, tenaga kerja
penanaman temulawak, tenga kerja pemeliharaan, dan tenaga kerja
saat panen tiba.
2) Simplisia temulawak: tenaga kerja pencucian dan pengemasan,
tenaga kerja pengirisan dan penjemuran temulawak, dan tenaga
kerja untuk pengemasan temulawak.
3) Serbuk temulawak: tenaga kerja penggilingan dan tenaga kerja
pengemasan.
c. Biaya overhead pabrik yang dibutuhkan adalah:
1) Temulawak basah: biaya sewa lahan, biaya depresiasi karung
penyimpanan panen.
2) Simplisia temulawak: biaya depresiasi keranjang biaya depresiasi
mesin pompa air, biaya depresiasi alat pengiris, biaya depresiasi
mesin sealer, biaya depresiasi kotak pengering, dan biaya listrik
yang dibutuhkan
3) Serbuk temulawak: biaya depresiasi alat penggiling dan biaya
listrik yang dibutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
2. Perhitungan bunga majemuk diskret
Selain menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead dilakukan juga perhitungan bunga majemuk diskret. Perhitungan
bunga bertujuan untuk menghitung rasio dari bunga yang dibayarkan
terhadap induk dalam suatu periode waktu tertentu (Pujawan, 2003).
3.2.4 Konfirmasi atau Verifikasi Data Biaya
Setelah memperoleh dan mengklasifikasikan data biaya pada proses
produksi temulawak basah (rimpang), simplisia, dan serbuk dilakukan proses
verifikasi data terhadap lembaga terkait. Lembaga terkait yang menaungi
Gapoktan dan kelompok tani di Kabupaten Karanganyar adalah Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA
3.3.1. Perhitungan HPP dengan Metode Full Costing
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah sebagai input untuk
perhitungan harga pokok produksi yang menjadi dasar penentuan harga jual
produk temulawak. Pengolahan data untuk menetapkan harga pokok produksi
dilakukan dengan metode full costing. Metode full costing mempertimbangkan
biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok
produksi berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas
yang sesungguhnya terjadi sehingga meningkatkan akurasi analisis biaya
(Eprilianta, 2011). Tahap yang dilakukan untuk menentukan harga pokok
produksi (HPP) untuk produk temulawak basah, simplisia, dan serbuk yaitu
menghitung total biaya produksi telebih dahulu seperti yang tertulis dalam
persamaan 3.1, kemudian menghitung total HPP dengan menambahkan biaya
produksi dengan biaya komersial dan biaya bunga majemuk diskret seperti yang
ada pada persamaan 3.2.
Biaya Bahan Baku = xx
Biaya Tenaga Kerja Langsung = xx
Biaya Overhead Perusahaan = xx +
Total Biaya Produksi = xx ......................................... (3.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
Untuk menghitung besarnya HPP suatu produk secara menyeluruh maka:
Total Biaya Produksi = xx
Bunga Majemuk Diskret = xx +
Total HPP = xx …………………………. (3.2)
3.3.2 Perhitungan Sensitivitas
Perhitungan sensitivitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh perubahan harga pokok produksi terhadap peningkatan atau penurunan
biaya-biaya yang dibutuhkan pada penentuan harga pokok produksi produk
olahan temulawak. Perubahan harga yang dilakukan yaitu dengan cara
meningkatkan seluruh komponen biaya (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan
BOP) sebesar 50%, 30%, dan 10% serta penurunan harga sebesar 10%, 30% dan
50%.
3.4 TAHAP AKHIR PENELITIAN
Tahap akhir penelitian terdiri dari analisis serta kesimpulan dan saran.
3.4.1 Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diolah. Hasil analisis
kemudian dapat dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Analisis yang
dilakukan adalah:
1. Analisis hasil perhitungan penetapan harga pokok produksi produk
Temulawak dengan menggunakan metode full costing dan kemudian
membandingkan dengan hasil perhitungan yang sudah dilakukan di salah
satu anggota Klaster Biofarmaka yaitu Gapoktan Sumber Makmur sehingga
dapat ditemukan harga pokok produksi produk temulawak yang akurat
supaya hasil perhitungan HPP dapat dijadikan dasar untuk melakukan
perhitungan harga jual yang tepat pada produk temulawak basah, simplisia
temulawak, dan serbuk temulawak.
2. Analisis sensitivitas untuk mengetahui komponen biaya yang paling
mempengaruhi perubahan atau pergerakan biaya produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
3.4.2 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran merupakan tahap terakhir penelitian yang berisi
kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan analisis yang mengacu pada
tujuan awal penelitian yang telah ditetapkan. Selain itu juga diberikan saran
perbaikan bagi perusahaan dan penelitian lebih lanjut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan diuraikain mengenai proses pengumpulan dan pengolahan
data. Setelah data yang diperlukan terkumpul maka dilakukan perhitungan harga
pokok produksi (HPP) yang tepat.
4.1 PENGUMPULAN DATA
Pada sub bab ini disajikan data-data yang dibutuhkan untuk pengolahan data
yang berasal dari studi lapangan di Gapoktan Sumber Makmur. Data yang
diperoleh adalah proses atau kegiatan yang dilakukan oleh petani untuk
menghasilkan produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk
temulawak. Selain itu, dilakukan proses didentifikasi biaya-biaya yang muncul
dalam proses pengolahan produk temulawak. Proses pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara langsung kepada pengurus Kelompok Tani Sumber Rejeki 1,
Ketua Pengurus Gapoktan Sumber Makmur, dan pengurus Klaster Biofarmaka.
4.1.1 Proses Produksi Temulawak Basah
Proses produksi temulawak basah merupakan proses yang melibatkan proses
budidaya hingga proses pasca panen temulawak. Pada Gambar 4.1 akan disajikan
alur proses pengolahan temulawak basah secara runtut. Berdasarkan gambar 4.1
dapat dijelaskan proses produksi temulawak basah dan biaya yang muncul dari
proses produksi temulawak basah yang meliputi:
a. Persiapan lahan
Proses awal yang dilakukan sebelum menanam benih temulawak adalah
persiapan lahan. Persiapan lahan meliputi kegiatan sewa lahan, pembersihan
area lahan dengan cara membersihkan gulma dan ranting-ranting atau sisa
tanaman lain dari area lahan, penggemburan tanah dengan cara mencangkul
tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
Gambar 4.1 Proses Produksi Temulawak Basah
Sumber: wawancara dengan pengurus Gapoktan Sumber Makmur (2012)
Setelah itu, untuk mengeluarkan gas-gas beracun dari dalam tanah dan
mematikan hama dan penyakit, lahan didiamkan selama 1-2 minggu. Biaya
yang muncul pada proses persiapan lahan adalah biaya untuk sewa lahan
seluas 1000 m² dibutuhkan biaya sebesar Rp 1.400.000. Selain itu, untuk
membersihkan lahan dibutuhkan 3 orang tenaga kerja pria dengan waktu
pembersihan lahan selama 2 hari, proses penggemburan lahan dibutuhkan 4
orang tenaga pekerja pria yang mencangkul lahan selama 1 hari. Upah untuk
setiap satu orang pekerja pria adalah Rp 30.000 per hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
b. Penanaman benih
Setelah lahan siap, dilakukan proses penanaman benih temulawak. Benih
temulawak diperoleh dari pembelian di pasar. Untuk lahan seluas 1000 m²
dibutuhkan 100 kilogram benih temulawak. Harga benih temulawak per
kilogram adalah Rp 1.000, jadi untuk membeli benih sebanyak 100 kilogram
adalah Rp 100.000. Jarak tanam temulawak adalah 30 x 70 cm, jumlah lubang
tanam yang ada pada area 100 m² adalah sebanyak 1100 lubang tanam.
Setelah benih selesai ditanam dilakukan pemupukan awal, setiap lubang
tanaman membutuhkan 1 kilogram pupuk organic sehingga jumlah pupuk
organik yang dibutuhkan adalah 1100 kilogram. Harga pupuk organik per
kilogram adalah Rp 500, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk membeli
1100 kilogram pupuk organik adalah Rp 550.000. Pada proses penanaman
benih dibutuhkan 3 orang tenaga kerja pria untuk melakukan penanaman
benih temulawak dalam waktu 1 hari. Upah untuk setiap satu orang pekerja
pria adalah Rp 30.000 per hari.
c. Pemeliharaan
Setelah dilakukan penanaman, maka tumbuhan temulawak akan mulai tumbuh
ke permukaan tanah. Agar tanaman temulawak tumbuh dengan baik, maka
harus dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman meliputi
pembersihan area lahan dari gulma dan hama tanaman serta dilakukan
pemupukan. Proses pemupukan selama masa pemeliharaan dilakukan
sebanyak 2 kali, setiap pemupukan dibutuhkan 0,5 kilogram pupuk pada setiap
lubang tanaman. Jadi, pada proses pemupukan selama masa pemeliharaan
dibutuhkan 1100 kilogram pupuk organik. Harga pupuk organik per kilogram
adalah Rp 500, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk membeli 1100
kilogram pupuk organik adalah Rp 550.000. Pada pemeliharaan lahan
membutuhkan 2 orang tenaga kerja wanita dan 1 orang tenaga kerja pria yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
akan melakukan 2 kali pemeliharaan selama masa pemeliharaan lahan. Upah
untuk setiap satu orang pekerja pria adalah Rp 30.000 per hari, sedangkan
upah untuk setiap satu orang pekerja wanita adalah Rp 25.000 per hari.
d. Panen
Panen pada tanaman temulawak dilakukan setelah tanaman berumur 9 bulan
ditandai dengan daun yang mulai layu dan mengering. Sebelum hasil panen
diambil dilakukan pemotongan daun dan batang tanaman temulawak,
kemudian rimpang temulawak diambil dengan menggunakan cangkul. Hasil
panen temulawak dimasukkan kedalam karung untuk menghindari kerusakan
pada hasil panen. Pada proses ini dibutuhkan 2 orang wanita dengan upah Rp.
25.000,-/hari dan 4 pria dengan upah Rp. 30.000,-/hari.
e. Penyortiran hasil panen
Hasil panen yang sudah diperoleh kemudian dicuci dan dibersihkan.
Penyortiran hasil panen dimaksudkan utnuk memilih manakah tanaman yang
layak untuk dijual, dijadikan bibit, dan dijadikan simplisia. Biaya yang
dikeluarkan pada proses ini adalah biaya pembelian karung untuk menyimpan
hasil sortiran. Setiap karung memiliki kapasitas penyimpanan sebanyak 60 –
65 kilogram, harga setiap karung adalah Rp 1.600 dan dapat digunakan untuk
3 kali panen. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan biaya depresiasi
terhadap karung penyimpanan.
f. Penyimpanan hasil panen
Hasil panen yang sudah disortir disimpan kedalam karung kemudian
dimasukkan kedalam gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan harus
memiliki kondisi yang baik yaitu tidak lembab, sirkulasi udara baik, bersih,
dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
Pada tabel 4.1 akan diuraikan mengenai aktifitas produksi temulawak basah
yang menimbulkan biaya.
Tabel 4.1 Biaya yang Muncul pada Proses Produksi Temulawak Basah
4.1.2 Proses Pembuatan Simplisia Temulawak
Simplisia temulawak merupakan hasil dari rajangan temulawak yang
dikeringkan. Pada gambar 4.2 akan dijelaskan proses pembuatan simplisia
temulawak secara runtut.
Keterangan Data Biaya/Unit Total Biaya1 Persiapan lahan
a. Sewa lahan sewa lahan seluas 1 petak = 1800 m² adalah Rp 2.500.000, sewa lahan untuk 1000 m² adalah 1.400.000
1,400,000Rp 1,400,000Rp
b. Pembersihan lahan membutuhkan 3 pekerja pria selama 2 hari dengan upah kerja Rp 30.000/hari
30,000Rp 180,000Rp
c. Penggemburan tanah membutuhkan 4 orang pekerja pria selama 1 hari
30,000Rp 120,000Rp
2 Penanamana. Benih yang dibutuhkan untuk 1000 m² membutuhkan 100 kg 1,000Rp 100,000Rp b. Biaya tenaga kerja membutuhkan 3 pekerja pria selama 1
hari30,000Rp 90,000Rp
c. Pemupukan awal jarak tanam 30 cm x 70 cm, total tanaman: 1100, pemupukan awal 1 kg/tanaman, pupuk: Rp 500/kg
500Rp 550,000Rp
3 Pemeliharaan lahana. Pemupukan ke-2 pemupukan ke 2 dibutuhkan 0.5
kg/tanaman500Rp 275,000Rp
b. Pemupukan ke-3 pemupukan ke 3 dibutuhkan 0.5 kg/tanaman
500Rp 275,000Rp
c. Biaya tenaga kerja membutuhkan 2 pekerja wanita (upah 25.000) dan 1 pekerja pria untuk 2x pemupukan
160,000Rp
4 Panena. Biaya tenaga kerja membutuhkan 4 pekerja pria dan 2 wanita
selama 1 hari170,000Rp
5 Penyortiran hasil panen setelah panen dilakukan penyortiran hasil panen, alat yang dibutuhkan adalah karung yang bisa memuat 60-65kg/karung
1,490Rp
Produksi lahan 1000 m²KegiatanNo. Biaya yang dibutuhkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
Gambar 4.2 Proses Produksi Simplisia Temulawak
Sumber: wawancara dengan pengurus Gapoktan Sumber Makmur (2012)
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan proses produksi temulawak basah dan
biaya yang muncul dari proses produksi temulawak basah yang meliputi:
a. Persiapan temulawak basah atau rimpang yang dibutuhkan
Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat simplisia adalah temulawak
basah. Untuk membuat 1 kilogram simplisia dibutuhkan 6 kilogram
temulawak basah.
b. Pencucian dan penguapsan kulit rimpang
Untuk mendapatkan hasil simplisia yang baik maka perlu dilakukan pencucian
dan pengupasan kulit rimpang. Untuk mencuci dan mengupas kulit rimpang
temualwak dibutuhkan 2 orang pekerja wanita. upah untuk setiap satu orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
pekerja wanita adalah Rp 25.000 per hari. Selain itu, biaya yang dikeluarkan
pada proses ini adalah perhitungan biaya depresiasi mesin pompa air,
keranjang yang digunakan untuk mencuci, dan menghitung biaya listrik yang
dibutuhkan untuk menghidupkan mesin pompa air.
c. Pengirisan rimpang
Temulawak basah yang telah dicuci dan dikupas kulitnya kemudian dirajang
dengan menggunakan mesin pemotong manual. Pada proses perajangan
manual ini upah tenaga kerja yaitu Rp. 100 per kilogram. Harga alat pemotong
manual adalah Rp 10.000.
d. Penjemuran hasil irisan
Hasil panen yang telah diiris diletakkan di nampan pengeringan. Pengeringan
ini harus diletakkan minimal setengan meter atau 50 cm dari permukaan tanah.
Tujuannya agar rajangan temulawak cepat kering dan terhindar dari debu.
Pada saat pengeringan ini irisan temulawak tidak boleh tertumpuk dengan
irisan lain dan tidak boleh dibalik. Hasil pengeringan irisan temulawak
dinamakan simplisia.
e. Pengemasan
Hasil simplisia kemudian dikemas kedalam plastik kedap udara. Pengemasan
simplisia dilakukan menggunakan mesin sealer. Untuk mengemas simplisia
dibutuhkan 1 orang tenaga kerja wanita, upah yang diberikan adalah Rp
15.000 per hari.
f. Penyimpanan
Gudang penyimpanan simplisia harus memiliki kondisi yang baik yaitu tidak
lembab, sirkulasi udara baik, bersih, dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung.
Pada tabel 4.2 akan diuraikan mengenai aktifitas produksi simplisia
temulawak yang menimbulkan biaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
Tabel 4.2 Biaya yang Muncul pada Proses Produksi Simplisia Temulawak
4.1.3 Proses Pembuatan Serbuk Temulawak
Serbuk temulawak dihasilkan dari penggilingan simplisia temulawak. Pada
gambar 4.3 akan digambarkan proses pembuatan serbuk temulawak yang diawali
dengan banyaknya simplisia yang dibutuhkan sampai dengan penyimpanan serbuk
temulawak.
Keterangan Data Biaya Total Biaya
1 Persiapan bahan bakuTemulawak basah yang dibutuhkan adalah sebanyak 500 kg
1,661Rp 830,373Rp
2 Pencucian dan pengupasan temulawak
a. Biaya tenaga kerjaUntuk mencuci dan mengupas temulawak sebanyak 500 kilo dibutuhkan 2 orang pekerja wanita
25,000Rp 50,000Rp
b. Biaya depresiasi keranjang 114Rp c. Biaya depresiasi mesin pompa air 205Rp d. Biaya listrik yang dibutuhkan 109Rp
3 Pengirisan temulawak
a. Biaya tenaga kerjasetiap menghasilkan 1 kg rajangan diberi Rp 100
100Rp 50,000Rp
b. Biaya depresiasi alat pemotong manual16Rp
4 Penjemuran
a. Kotak pengering
Untuk mengeringkan 500 kg temulawak basah dibutuhkan 125 kotak pengering (tiap kotak mampu menampung 4 kg rajangan)
100Rp 5,479Rp
b. Biaya tenaga kerjatenaga kerja yang dibutuhkan adalah 1 orang pekerja wanita yang bekerja selama 6 hari dengan upah Rp 10.000/hari
10,000Rp 60,000Rp
5 Pengemasan simplisia
a. Plastik pengemasdibutuhkan plastik kedap udara berukuran 1 kg
3,000Rp
b. Biaya depresiasi mesin sealer 110Rp c. Biaya listrik yang dibutuhkan 218Rp
d. Biaya tenaga kerjadibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
15,000Rp
Kegiatan Biaya yang dibutuhkanNo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Gambar 4.3 Proses Produksi Serbuk Temulawak
Sumber: wawancara dengan pengurus Gapoktan Sumber Makmur (2012)
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan proses produksi temulawak basah dan
biaya yang muncul dari proses produksi temulawak basah yang meliputi:
a. Persiapan simplisia temulawak yang dibutuhkan
Untuk membuat serbuk temulawak, dibutuhkan simplisia temulawak. Untuk
menghasilkan 1 kilogram serbuk dibutuhkan 2 kilogram simplisia.
b. Penggilingan simplisia
Simplisia temulawak kemudian digiling atau dihaluskan dengan menggunakan
mesin penggiling. Hasil serbuk yang dihasilkan oleh mesin penggiling adalah
5 kilogram per hari untuk setiap tenaga kerja. Tenaga kerja yang dibutuhkan
pada proses ini adalah tenaga kerja wanita dengan upah Rp 15.000 per hari.
c. Pengemasan
Serbuk yang sudah jadi kemudian dimasukkan pada plastik yang kedap udara.
Tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses pengemasan adalah 1 orang
pekerja wanita dengan upah Rp 15.000,-/hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
d. Penyimpanan
Gudang penyimpanan serbuk harus memiliki kondisi yang baik yaitu tidak
lembab, sirkulasi udara baik, bersih, dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung.
Pada tabel 4.3 akan diuraikan mengenai aktifitas produksi simplisia
temulawak yang menimbulkan biaya.
Tabel 4.3 Biaya yang Muncul pada Proses Produksi Serbuk Temulawak
4.2 PENGOLAHAN DATA
Setelah memperoleh data yang dibutuhkan kemudian dilakukan pengolahan
data dengan mengklasifikasikan komponen biaya-biaya yang muncul kedalam
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik. Setelah dilakukan
klasifikasi biaya kemudian dilakukan perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP)
dengan metode full costing untuk masing-masing produk temulawak yang berupa
temulawak basah, simplisia, dan serbuk.
Keterangan Biaya Total Biaya
1Persiapan simplisia yang dibutuhkan
untuk membuat 1 kg serbuk dibutuhkan 2 kg simplisia 12,224.40Rp 1,222,440.14Rp
2 Penggilingan simplisiaa. Biaya depresiasi alat penggiling 9,863.01Rp
b. Biaya tenaga kerja
dalam 1 hari mesin penggiling dapat menghasilkan 5 kg serbuk untuk setiap pekerja, untuk menghasilkan 50 kg serbuk maka dibutuhkan waktu 10 hari, upah pekerja Rp 15.000/hari
15,000.00Rp 150,000.00Rp
c. Biaya listrik yang dibutuhkan 14,560.00Rp 3 Pengemasan
a. Plastik pengemasdibutuhkan plastik kedap udara berukuran 1 kg
3,000.00Rp
b. Biaya tenaga kerja dibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
15,000.00Rp
c. Biaya depresiasi mesin sealer 109.59Rp d. Biaya listrik yang dibutuhkan 218.40Rp
4 Penyimpanansewa gudang penyimpanan, luas area yang dibutuhkan adalah 1 x 3 m = 3 m² 81,000.00Rp
Simplisia yang digunakan adalah 100 kg
No KegiatanBiaya yang dibutuhkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Temulawak Basah
Untuk memperoleh harga pokok produksi produk temulawak basah maka
diperlukan:
1. Klasifikasi Biaya-biaya yang dibutuhkan pada Proses Produksi Produk
Temulawak Basah
a. Biaya Bahan Baku
Bahan baku yang dibutuhkan pada proses produksi temulawak basah
adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli benih temulawak, untuk lahan
seluas 1.000 m² dibutuhkan 100 kilogram benih, harga untuk benih adalah
Rp 1.000/kilogram. Selain benih, bahan baku lain yang dibutuhkan adalah
pupuk organik. Pupuk organik yang dibutuhkan selama proses produksi
temulawak basah adalah sebanyak 2 kilogram untuk setiap tanaman,
sedangkan pada lahan 1.000 m² terdapat sebanyak 1.100 tanaman
temulawak. Harga pupuk organik adalah Rp 500/kilogram. Perhitungan total
biaya bahan baku yang dibutuhkan akan diuraikan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Biaya Bahan Baku Produk Temulawak Basah
b. Biaya Tenaga Kerja yang dibutuhkan
Biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk
temulawak basah adalah tenaga kerja pada masa tanam dan pemeliharaan
tanaman. Tabel 4.5 akan menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang
dibutuhkan pada proses produksi temulawak basah.
Bahan baku yang dibutuhkanJumlah yang
dibutuhkan (Kg)Harga/Kg Total Biaya
Benih temulawak 100 1,000.00Rp 100,000.00Rp
Pupuk pada pemupukan awal 1100500.00Rp 550,000.00Rp
Pupuk pada pemupukan ke-2 550500.00Rp 275,000.00Rp
Pupuk pada pemupukan ke-3 550500.00Rp 275,000.00Rp
1,200,000.00Rp Total Biaya Bahan Baku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Tabel 4.5 Tenaga Kerja Produk Temulawak Basah
c. Biaya Overhead
Biaya Overhead yang dikeluarkan untuk memproduksi produk
temulawak yaitu biaya sewa lahan, biaya transportasi, biaya depresiasi
karung tempat hasil panen, dan biaya sewa gudang penyimpanan.
1) Perhitungan biaya sewa lahan
Untuk menaman 100 kilogram benih temulawak dibutuhkan lahan
seluas 1.000 m², untuk menyewa lahan dibutuhkan biaya sebesar Rp
1.400.000/tahun.
2) Biaya Transportasi
Untuk membawa benih temulawak dibutuhkan alat transportasi berupa
mobil pick-up. Harga sewa per hari untuk mobil pick-up adalah Rp
150.000 per hari dan biaya bahan bakar adalah Rp 50.000. Jadi, total
biaya transportasi adalah Rp 200.000.
3) Perhitungan biaya depresiasi karung
Karung merupakan wadah yang digunakan untuk menampung hasil
panen. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan nilai depresiasi untuk
karung. Perhitungan untuk mencari nilai depresiasi karung didapat dari
hasil panen tiap tahun sebanyak 2.000 kg, setiap tahun panen
temulawak dibutuhkan karung sebanyak 34 untuk menampung hasil
Pembersihan lahan 3 pekerja pria selama 2 hari Rp 180,000 Penggemburan lahan 4 pekerja pria selama 1 hari Rp 120,000
Penanaman3 pekerja pria selama 1 hari untuk menanam benih dan pemupukan awal
Rp 90,000
Pemupukan pada masa pemeliharaan
2 pekerja wanita dan 1 pekerja pria untuk 2x pemupukan
Rp 160,000
Panen dan penyortiran membutuhkan 4 pekerja pria dan 2 wanita selama 1 hari
Rp 170,000
Rp 720,000
Pekerja pria @ 30.000 per hari, Pekerja pria @ 30.000 per hari,
Total biayaKegiatan Tenaga Kerja yang dibutuhkan Upah tenaga kerja
Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp 25.000
Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp 25.000
Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp 25.000
Total Biaya Tenaga Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
panen karena setiap karung mampu menampung 60 kg temulawak
basah, harga karung perbuah adalah Rp 1.600, maka biaya yang
dibutuhkan untuk membeli karung adalah Rp 54.400. Pembelian
karung yang baru dapat digunakan selama 3 kali panen atau 3 tahun,
artinya karung dapat menampung hasil panen sebanyak 6.000 kg.
Perhitungan manual biaya depresiasi untuk karung penyimpanan
adalah:
Nilai yang akan terdepresiasi
P-S = Rp. 54.400 – 0
= Rp. 54.400
Dengan demikian maka nilai Dt dan BVt selama 3 tahun adalah
sebagai berikut :
D1 = (2000/6000)*( Rp 54.400)= Rp 18.133,-
BV1= Rp 54.400 – Rp 18.133 = Rp 36.267,-
D2 = (2000/6000)*( Rp 54.400)= Rp 18.133,-
BV2= Rp 36.267 - Rp 18.133= Rp 18.133,-
D2 = (2000/6000)*( Rp. 54.400)= Rp. 18.133,-
BV2= Rp 18.133 - Rp 18.133= 0
Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 18.133, sedangkan karung tidak
digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan
depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah:
(1/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian
(1/365 hari) x (Rp 18.133) = Rp 49,68 per hari
Penggunaan karung selama proses penyimpanan panen adalah 30 hari,
jadi nilai depresiasi adalah Rp 49,68 x 30 hari = Rp 1.490,41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
4) Biaya sewa gudang penyimpanan
Terdapat satu biaya yang termasuk biaya overhead dalam proses
produksi namun tidak diperhitungkan oleh Gapoktan Sumber Makmur
yaitu biaya sewa gudang. Gudang penyimpanan bertujuan untuk
menyimpan hasil panen temulawak, simplisia temulawak, dan serbuk
temulawak. Umumnya hasil-hasil produk olahan temulawak disimpan
di rumah petani atau di rumah Gapoktan, sehingga mereka tidak
memperhitungkan berapa besarnya biaya penyimpanan.
Perhitungan untuk biaya sewa gudang didapat dari wawancara
langsung kepada warga setempat mengenai harga sewa tanah dan
bangunan per m². Luas gudang penyimpanan Gapoktan memiliki luas
6 x 4.25 m = 25,5 m² dan biaya sewa yang dibutuhkan adalah Rp
700.000 per tahun, maka diperoleh biaya sewa untuk setiap 1 m² dalam
kurun waktu setahun adalah Rp 27.450. Hasil panen temulawak
merupakan salah satu hasil komoditas terbesar yaitu sebesar 15% dari
total 100% komoditas yang dihasilkan yang disimpan di Gudang
Gapoktan. Oleh karena itu, perhitungan biaya sewa gudang adalah Rp
700.000 x 15% = Rp 107.077.
Jadi, biaya overhead yang dibutuhkan pada proses produksi temulawak
yaitu biaya sewa lahan, biaya depresiasi wadah panen, dan biaya sewa
gudang. Perhitungan total biaya overhead disajikan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Biaya Overhead Produk Temulawak Basah
Biaya Overhead Total BiayaSewa lahan 1,400,000.00Rp Biaya transportasi 200,000.00Rp Depresiasi wadah panen 1,490.41Rp Sewa gudang penyimpanan 107,077.43Rp Total BOP 1,708,567.84Rp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
d. Perhitungan Bunga Majemuk Produk Temulawak Basah
Selain menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead dilakukan juga perhitungan bunga majemuk diskret. Perhitungan
bunga majemuk pada proses produksi produk temulawak basah adalah
dengan cara menambahkan total biaya bahan baku + biaya tenaga kerja +
biaya overhead = Rp 3.628.568. Biaya saat ini (P) sebesar Rp 3.628.568
dengan bunga dari bank BRI sebesar 12% (i) per tahun, maka perhitungan
bunga majemuk adalah:
Rp 3.628.568 x (A/P, 12, 12%)
Rp 3.628.568 x 0,1614 = Rp 585.651
2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Temulawak Basah dengan Metode Full
costing
Perhitungan HPP diperoleh dengan menggunakan metode full costing, yaitu
dengan menghitung: HPPTemulawakbasah � totalbiayaproduksi十bungamajemukjumlahrimpangyangdihasilkan�kg邹
Perhitungan HPP dengan metode full costing tersaji dalam tabel 4.7 dengan
menghasilkan biaya produksi Rp 2.107 per kilogram.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
Tabel 4.7 HPP Produk Temulawak Basah dengan Metode Full Costing
3. Prosentase Kebutuhan Biaya Produksi Produk Temulawak Basah
Berdasarkan tabel 4.7, maka dapat diperoleh data prosentase biaya produksi
pada masing-masing komponen biaya yang dapat dilihat pada tabel 4.8. Pada tabel
4.8 dapat dilihat bahwa komponen biaya yang paling dominan adalah biaya
overhead dengan prosentase sebesar 47%.
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead1 Persiapan lahan
a. Sewa lahan 1,400,000.00Rp b. Pembersihan lahan 180,000.00Rp c. Penggemburan tanah 120,000.00Rp
2 Penanamana. Benih yang dibutuhkan 100,000.00Rp b. Biaya transportasi pembelian benih 200,000.00Rp c. Biaya tenaga kerja 90,000.00Rp d. Pemupukan awal 550,000.00Rp
3 Pemeliharaan lahana. Pemupukan ke-2 275,000.00Rp b. Pemupukan ke-3 275,000.00Rp 160,000.00Rp c. Biaya tenaga kerja
4 Panena. Biaya tenaga kerja 170,000.00Rp
5 Penyortiran hasil panen 1,490.41Rp 6 Penyimpanan hasil panen
a. Sewa gudang 107,077.43Rp 1,200,000.00Rp 720,000.00Rp 1,708,567.84Rp
Metode Full Costing:Biaya Bahan Baku 1,200,000.00Rp Biaya Tenaga Kerja 720,000.00Rp Biaya Overhead 1,708,567.84Rp
Total HPP 3,628,567.84Rp
Bunga Majemuk diskret 585,650.85Rp 1,814.28Rp
Total HPP 4,214,218.68Rp
Hasil panen 2000 kgHPP Temulawak basah/Kg 2,107.11Rp
No. Kegiatan
Klasifikasi Biaya
Total masing-masing komponen biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
Tabel 4.8 Prosentase Biaya Produksi Temulawak Basah
4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Simplisia
Temulawak
Untuk memperoleh harga pokok produksi produk simplisia temulawak maka
diperlukan:
1. Klasifikasi Biaya-biaya yang dibutuhkan pada Proses Produksi Produk
Simplisia Temulawak
a. Biaya Bahan Baku
Bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan simplisia adalah
temulawak basah. Untuk membuat 1 kilogram simplisia dibutuhkan 6
kilogram temulawak basah. Jadi, 500 kilogram temulawak basah dapat
menghasilkan 83 kilogram simplisia. Biaya per kilogram temulawak basah
adalah Rp 2.107, jadi total biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk
membuat simplisia temulawak adalah sebanyak Rp 1.053.554.
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Overhead
1 Persiapan lahana. Sewa lahan 39%b. Pembersihan lahan 4.96%c. Penggemburan tanah 3.31%
2 Penanamana. Benih yang dibutuhkan 2.76%b. Biaya transportasi pembelian benih 6%c. Biaya tenaga kerja 2.48%d. Pemupukan awal 15.16%
3 Pemeliharaan lahana. Pemupukan ke-2 7.58%b. Pemupukan ke-3 7.58%c. Biaya tenaga kerja 4.41%
4 Panena. Biaya tenaga kerja 4.69%
5 Penyortiran hasil panen 0.041%6 Penyimpanan hasil panen
a. Sewa gudang 3%33.07% 19.84% 47.09%
No. Kegiatan
Klasifikasi Biaya
Total prosentase masing-masing komponen biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
b. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan dan total baiya yang harus dikeluarkan
dalam proses produksi produk simplisia akan ditunjukkan oleh tabel 4.9.
Tabel 4.9 Biaya Tenaga Kerja Produk Simplisia Temulawak
c. Biaya Overhead
Pada proses produksi simplisia membutuhkan banyak biaya overhead
yaitu berupa biaya-biaya yang menunjang hasil produksi yaitu biaya
depresiasi alat perajang, biaya depresiasi mesin pompa air, biaya depresiasi
keranjang, besarnya listrik yang dibutuhkan, biaya depresiasi nampan
penjemuran, biaya depresiasi mesin pengemas (sealer), dan biaya sewa
gudang penyimpanan.
1) Perhitungan biaya depresiasi keranjang
Perhitungan untuk mencari nilai depresiasi keranjang didapat dari
bahan baku pembuatan simplisia yang digunakan sebanyak 500
kilogram, setiap kali pencucian temulawak basah dibutuhkan 10
keranjang besar, harga untuk setiap keranjang adalah Rp 12.500, maka
biaya yang dibutuhkan untuk membeli karung adalah Rp 125.000.
Total biaya
Pencucian dan pengupasan temulawak Untuk mencuci dan mengupas temulawak sebanyak 500 kilo dibutuhkan 2 orang pekerja wanita
Rp 50,000.00
Pengirisan temulawak setiap menghasilkan 1 kg rajangan diberi Rp 100
Rp 50,000.00
Pengeringan hasil irisan tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 1 orang pekerja wanita yang bekerja selama 6 hari dengan upah Rp
Rp 60,000.00
Pengemasan simplisia dibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
Rp 15,000.00
Rp 175,000.00 Total biaya
Kegiatan Tenaga Kerja yang dibutuhkan Upah tenaga kerja
Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp 25.000
Rp 100 / Kg
Pekerja wanita @ Rp 25.000 per hari
Rp 10.000/hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Keranjang digunakan selama 3 kali pembuatan simplisia atau 3 tahun,
Perhitungan nilai depresiasi dari karung adalah:
Nilai yang akan terdepresiasi
P-S = Rp 125.000 – 0
= Rp 125.000
Dengan demikian maka nilai Dt dan BVt selama 3 tahun adalah
sebagai berikut :
D1 = (500/1500)*( Rp 125.000) = Rp 41.666.
BV1= Rp 125.000 – Rp 41.666.67 = Rp 83.333.
D2 = (500/1500)*( Rp 125.000) = Rp 41.666.
BV2= Rp 83.333 – Rp 41.666.67 = Rp 41.666.
D3 = (500/1500)*( Rp 125.000) = Rp 41.666.
BV3= Rp 41.666 – Rp 41.666 = 0
Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 41.666, sedangkan keranjang
tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan
perhitungan depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah:
(1/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian
(1/365 hari) x (Rp 41.666) = Rp 114, 16.
2) Perhitungan biaya depresiasi mesin pompa air
Dengan daya 150Watt dan harga beli Rp. 475.000,- dan masa pakai 3
tahun dengan nilai sisa sebesar Rp. 50.000,-. Maka besarnya depresiasi
tiap tahun :
Dt = (P-S)/N
= (Rp 475.000 - 0)/3
= Rp 158.333,33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
Karena biaya depresiasi dibebankan tiap tahun maka biaya depresiasi
pompa air untuk proses pencucian yang hanya digunakan dalam 1 hari,
maka :
Biaya depresiasi pompa air = (1/365) x Rp 158.333,33
= Rp 434
3) Perhitungan biaya depresiasi alat perajang manual
Menggunakan 3 mesin pemotong manual, harga Rp 10.000 untuk
setiap alat. Biaya yang diperlukan untuk membeli alat pemotong
manual adalah Rp 30.000.
Besarnya depresiasi tiap tahun :
Dt = (P-S)/N
= (Rp. 30.000 - Rp. 0)/5 = Rp. 6.000,-
Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 6.000, sedangkan keranjang tidak
digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan
depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah:
(1/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian
(1/365 hari) x (Rp 6.000) = Rp 16,44.
4) Perhitungan biaya depresiasi nampan penjemuran
Untuk menjemur sebanyak 500 kilogram hasil rajangan dibutuhkan
125 nampan penjemuran. Harga untuk setiap nampan adalah Rp 8.000,
maka biaya untuk membeli 125 nampan adalah Rp 1.000.000.
Perhitungan depresiasi nampan penjemuran adalah:
Dt = (P-S)/N
= (Rp 1.000.000 - Rp 0)/3 = Rp 333.333.
Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 333.333, sedangkan keranjang
tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan
perhitungan depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
(6/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian
(6/365 hari) x (Rp 333.333) = Rp 5.479.
5) Perhitungan biaya depresiasi mesin pengemas
Menggunakan sealer dengan daya 300 watt, harga Rp. 250.000, dan
nilai sisa Rp 50.000. Maka biaya depresiasi untuk sealer :
Dt = (P-S)/N
= (Rp. 250.000 – Rp 50.000)/5
= Rp 40.000
Biaya depresiasi ini dibebankan tiap tahun, sedangkan sealer hanya
digunakan dalam 1 hari, maka biaya depresiasi yang dibebankan pada
perhitungan harga pokok yaitu sebesar :
Biaya depresiasi sealer = (1/365) x Rp 40.000.
= Rp 109.
6) Perhitungan biaya listrik yang dibutuhkan
Biaya listrik untuk pompa air dengan daya 150 Watt.
Konsumsi energy � ⷸ4R4�㿸466邹铺㿸4562�4屏邹囊难难难
Pompa air � 囊闹难铺囊囊难难难 = 0,15
Biaya per Kwh Rp 728.
Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 0,15 x Rp 728 = Rp
109,2
Biaya listrik untuk mesin sealer dengan daya 300 Watt.
Konsumsi energy � ⷸ4R4�㿸466邹铺㿸4562�4屏邹囊难难难
Sealer � 脑难难铺囊囊难难难 = 0,3
Biaya per Kwh Rp. 728.
Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 0,3 x Rp 728 = Rp
218,4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
7) Perhitungan biaya sewa gudang penyimpanan
Luas area gudang penyimpanan simplisia adalah 1,5 x 6 m = 9 m²,
harga sewa per m² adalah Rp 27.450. Luas gudang penyimpanan
simplisia adalah 9 m2 x Rp 27.450 = Rp 247.058. Produk simplisia
temulawak memiliki jumlah 20% dari total 100% jumlah produk
simplisia yang ada di gudang Gapoktan. Jadi, biaya sewa gudang
penyimpanan simplisia adalah Rp 247.058 x 20% = Rp 49.411 per
tahun. Lama gudang digunakan untuk menyimpan simplisia adalah 1
tahun.
Tabel 4.10 akan menguraikan secara ringkas biaya-biaya overhead yang
dibutuhkan pada proses pembuatan simplisia temulawak.
Tabel 4.10 Biaya Overhead Produk Simplisia Temulawak
d. Perhitungan Bunga Majemuk Produk Simplisia Temulawak
Perhitungan bunga majemuk diskret pada proses produksi produk
simplisia temulawak adalah dengan cara menambahkan total biaya bahan
baku + biaya tenaga kerja + biaya overhead = Rp 1.287.219. Biaya saat ini
(P) sebesar Rp 1.287.219 dengan bunga dari bank BRI sebesar 12% (i) per
tahun, maka perhitungan bunga majemuk adalah:
Biaya Overhead Total BiayaPencucian dan pengupasan temulawak a. Biaya depresiasi keranjang 114.16Rp b. Biaya depresiasi mesin pompa air 205.48Rp c. Biaya listrik yang dibutuhkan 109.20Rp Pengirisan temulawak a. Biaya depresiasi alat pemotong manual 16.44Rp Penjemurana. Kotak pengering 5,479.45Rp Pengemasan simplisiaa. Plastik pengemas 3,000.00Rp b. Biaya depresiasi mesin sealer 109.59Rp c. Biaya listrik yang dibutuhkan 218.40Rp Sewa penyimpanan 49,411.76Rp TOTAL BOP 58,664.48Rp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
Rp 1.287.219 x (A/P, 12, 12%)
Rp 1.287.219 x 0,1614 = Rp 207.757
2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Simplisia Temulawak dengan Metode
Full costing
HPP produk simplisia didapatkan dengan menggunakan metode full costing,
yaitu dengan perhitungan: HPPSimplisiatemulawak � totalbiayaproduksi十bungamajemukjumlahsimplisiayangdihasilkan�kg邹
Perhitungan HPP dengan metode full costing tersaji dalam tabel 4.11 yang
menunjukkan bahwa HPP produk simplisia per kilogram adalah Rp 18.011.
Tabel 4.11 HPP Produk Simplisia Temulawak dengan Metode Full Costing
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead1 Persiapan bahan baku 1,053,554.67Rp 2 Pencucian dan pengupasan temulawak
a. Biaya tenaga kerja 50,000.00Rp b. Biaya depresiasi keranjang 114.16Rp c. Biaya depresiasi mesin pompa air 205.48Rp d. Biaya listrik yang dibutuhkan 109.20Rp
3 Pengirisan temulawak a. Biaya tenaga kerja 50,000.00Rp b. Biaya depresiasi alat pemotong manual 16.44Rp
4 Penjemurana. Kotak pengering 5,479.45Rp b. Biaya tenaga kerja 60000
5 Pengemasan simplisiaa. Plastik pengemas 3,000.00Rp b. Biaya depresiasi mesin sealer 109.59Rp c. Biaya listrik yang dibutuhkan 218.40Rp d. Biaya tenaga kerja 15,000.00Rp
6 Sewa gudang penyimpanan 49,411.76Rp Total masing-masing komponen biaya 1,053,554.67Rp 175,000.00Rp 58,664.48Rp
Metode Full Costing:Biaya Bahan Baku 1,053,554.67Rp Biaya Tenaga Kerja 175,000.00Rp Biaya Overhead 58,664.48Rp
Total Biaya Produksi 1,287,219.15Rp 15,508.66Rp
Bunga Majemuk diskret 207,757.17Rp
Total HPP 1,494,976.32Rp Hasil simplisia 83 kgHPP Simplisia/Kg 18,011.76Rp
No. Kegiatan Klasifikasi Biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
3. Prosentase Kebutuhan Biaya Produksi Produk SimplisiaTemulawak
Berdasarkan tabel 4.11, maka dapat diperoleh data prosentase biaya
produksi pada masing-masing komponen biaya yang dapat dilihat pada tabel 4.12.
Pada tabel 4.12 dapat dilihat bahwa komponen biaya yang paling dominan adalah
biaya bahan baku dengan prosentase sebesar 82%.
Tabel 4.13 Prosentase Biaya Produksi Simplisia Temulawak
4.2.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Serbuk Temulawak
Untuk memperoleh harga pokok produksi produk serbuk temulawak maka
diperlukan:
1. Klasifikasi Biaya-biaya yang dibutuhkan pada Proses Produksi Produk
Serbuk Temulawak
a. Biaya Bahan Baku
Bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan serbuk adalah simplisia
temulawak. Untuk membuat 1 kilogram serbuk dibutuhkan 2 kilogram
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead1 Persiapan bahan baku 82%2 Pencucian dan pengupasan temulawak
a. Biaya tenaga kerja 4%b. Biaya depresiasi keranjang 0.01%c. Biaya depresiasi mesin pompa air 0.01%d. Biaya listrik yang dibutuhkan 0.01%
3 Pengirisan temulawak a. Biaya tenaga kerja 4%b. Biaya depresiasi alat pemotong manual 0.0011%
4 Penjemurana. Kotak pengering 0.38%b. Biaya tenaga kerja 5%
5 Pengemasan simplisiaa. Plastik pengemas 0.21%b. Biaya depresiasi mesin sealer 0.01%c. Biaya listrik yang dibutuhkan 0.01%d. Biaya tenaga kerja 1%
6 Sewa gudang penyimpanan 3.39%Total prosentase masing-masing komponen biaya 82% 14% 4%
No. Kegiatan Klasifikasi Biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
simplisia. Jadi, 100 kilogram simplisia temulawak dapat menghasilkan 50
kilogram simplisia. Biaya untuk simplisia per kilogram adalah Rp 18.011,
jadi total biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat serbuk
temulawak adalah sebanyak Rp 1.801.100.
b. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat serbuk temulawak tidak
sebanyak pada proses pembuatan produk temulawak basah maupun
simplisia. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada produk serbuk adalah tenaga
kerja untuk menjalankan mesin penggiling simplisia menjadi serbuk dan
tenaga kerja untuk pengemasan. Tabel 4.13 menunjukkan banyaknya biaya
yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja proses produksi serbuk.
Tabel 4.13 Biaya Tenaga Kerja Produk Serbuk Temulawak
c. Biaya Overhead
Penunjang produksi produk serbuk temulawak yang merupakan biaya
overhead adalah biaya depresiasi mesin penggiling, biaya depresiasi mesin
pengemas (sealer), plastik kedap udara, dan biaya listrik yang dibutuhkan.
Oleh karena itu dilakukan perhitungan depresiasi untuk memperoleh biaya
overhead total.
Kegiatan Tenaga Kerja yang dibutuhkan Upah tenaga kerja Total biaya
Penggilingan simplisia
dalam 1 hari mesin penggiling dapat menghasilkan 5 kg serbuk untuk setiap pekerja, untuk menghasilkan 50 kg serbuk maka dibutuhkan waktu 10 hari, upah pekerja Rp 15.000/hari
15,000.00Rp 150,000.00Rp
Pengemasan serbukdibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
15,000.00Rp 15,000.00Rp
165,000.00Rp Total Biaya Tenaga Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
1) Perhitungan biaya depresiasi mesin penggiling
Menggunakan mesin penggiling dengan daya 250 watt, harga Rp
3.000.000 dan nilai sisanya adalah adalah Rp 1.000.000. Besarnya
depresiasi tiap tahun dalam jangka waktu 5 tahun:
Dt = (P-S)/N
= (Rp 3.000.000 – Rp 1.200.000)/5 tahun = Rp 360.000
Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 360.000, sedangkan keranjang
tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan
perhitungan depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah:
(10/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian
(10/365 hari) x (Rp 360.000) = Rp 9.835.
2) Perhitungan biaya depresiasi mesin pengemas (sealer)
Menggunakan sealer dengan daya 300 watt, harga Rp. 250.000. dan
nilai sisa Rp 50.000 Maka biaya depresiasi untuk sealer :
Dt = (P-S)/N
= (Rp 250.000 – Rp 50.000)/5
= Rp 40.000,-
Biaya depresiasi ini dibebankan tiap tahun, sedangkan sealer hanya
digunakan dalam 1 hari, maka biaya depresiasi yang dibebankan pada
perhitungan harga pokok yaitu sebesar :
Biaya depresiasi sealer = (1/365) x Rp 40.000.
= Rp 109.
3) Perhitungan biaya listrik yang dibutuhkan
a) Biaya listrik untuk mesin penggiling dengan daya 250 Watt.
Konsumsi energy � ⷸ4R4�㿸466邹铺㿸4562�4屏邹囊难难难
Konsumsi energi � 挠闹难铺馁囊难难难 = 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
Biaya per Kwh Rp. 728,-
Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 2 x Rp 728 = Rp
1.456. Mesin penggiling digunakan sebanyak 10 kali penggilingan,
jadi biaya listrik yang dibutuhkan adalah Rp 1.456 x 10 = 14.560
b) Biaya listrik untuk mesin sealer dengan daya 300 Watt.
Konsumsi energy � ⷸ4R4�㿸466邹铺㿸4562�4屏邹囊难难难
Sealer � 脑难难铺囊囊难难难 = 0,3
Biaya per Kwh Rp. 728,-
Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 0,3 x Rp 728,- = Rp
218,4
4) Perhitungan sewa gudang penyimpanan serbuk temulawak
Luas area gudang penyimpanan simplisia adalah 1 x 3 m = 3 m², harga
sewa per m² adalah Rp 27.450 per tahun. Jadi, biaya sewa gudang
penyimpanan simplisia adalah Rp 82.350 per tahun. Produk serbuk
temulawak memiliki jumlah 20% dari total 100% jumlah produk
simplisia yang ada di gudang Gapoktan. Jadi, biaya sewa gudang
penyimpanan adalah Rp 82.350 x 20% = Rp 49.411 per tahun.
Tabel 4.14 akan menguraikan secara ringkas biaya-biaya overhead yang
dibutuhkan pada proses pembuatan simplisia temulawak.
Tabel 4.14 Biaya Overhead Produk Serbuk Temulawak
Biaya Overhead Total BiayaPenggilingan simplisiaa. Biaya depresiasi alat penggiling 9,863.01Rp b. Biaya listrik yang dibutuhkan 14,560.00Rp Pengemasana. Plastik pengemas 3,000.00Rp b. Biya depresiasi mesin pengemas 109.59Rp c. Biaya listrik yang dibutuhkan 218.40Rp Sewa gudang penyimpanan 12,597.34Rp Total BOP 40,348.35Rp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Serbuk Temulawak dengan Metode Full
costing
Perhitungan HPP produk serbuk dapat dilakukan dengan menggunakan
metode full costing dengan melakukan perhitungan: HPPSerbuktemulawak � totalbiayaproduksijumlahserbukyangdihasilkan�kg邹 Perhitungan HPP dengan metode full costing tersaji dalam tabel 4.16 yang
menunjukkan bahwa HPP produk serbuk per kilogram adalah Rp 40.130.
Tabel 4.15 HPP Produk Serbuk Temulawak dengan Metode Full Costing
3. Prosentase Kebutuhan Biaya Produksi Produk Serbuk Temulawak
Berdasarkan tabel 4.15, maka dapat diperoleh data prosentase biaya
produksi pada masing-masing komponen biaya yang dapat dilihat pada tabel 4.17.
Pada tabel 4.16 dapat dilihat bahwa komponen biaya yang paling dominan adalah
biaya bahan baku dengan prosentase sebesar 89,77%.
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga KerjaBiaya Overhead1 Persiapan simplisia yang dibutuhkan 1,801,176.29Rp 2 Penggilingan simplisia
a. Biaya depresiasi alat penggiling 9,863.01Rp b. Biaya tenaga kerja 150,000.00Rp c. Biaya listrik yang dibutuhkan 14,560.00Rp
3 Pengemasana. Plastik pengemas 3,000.00Rp b. Biaya tenaga kerja 15,000.00Rp c. Biaya depresiasi mesin sealer 109.59Rp d. Biaya listrik yang dibutuhkan 218.40Rp
4 Sewa gudang penyimpanan 12,597.34Rp Total masing-masing komponen biaya 1,801,176.29Rp 165,000.00Rp 40,348.35Rp
Metode Full Costing:Biaya Bahan Baku 1,801,176.29Rp Biaya Tenaga Kerja 165,000.00Rp Biaya Overhead Tetap 40,348.35Rp
Total Biaya Produksi 2,006,524.64Rp
Total HPP 2,006,524.64Rp
Hasil Serbuk 50 kgHPP serbuk/Kg 40,130.49Rp
No. KegiatanKlasifikasi Biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
Tabel 4.16 Prosentasi Biaya Produksi Serbuk Temulawak
4.3 Perhitungan Sensitivitas
Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing diperoleh
dengan cara menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead
pabrik. Biaya-biaya yang digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi ini
diperoleh dari hasil wawancara dengan pengurus Klaster Biofarmaka dan harga
pasar. Namun harga yang ada di pasar tidak selalu konstan dan selalu ada
kemungkinan perubahan harga. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan
sensitivitas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perubahan harga pokok
produksi terhadap peningkatan atau penurunan biaya-biaya yang dibutuhkan pada
penentuan harga pokok produksi produk olahan temulawak. Perubahan harga
yang dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan seluruh komponen biaya (biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja, dan BOP) sebesar 50%, 30%, dan 10% serta
penurunan harga sebesar 10%, 30% dan 50%. Hasil dari analisis sensitivitas dapat
dilihat pada tabel 4.17, 4.18, dan 4.19.
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead1 Persiapan simplisia yang dibutuhkan 89.77%2 Penggilingan simplisia
a. Biaya depresiasi alat penggiling 0.49%b. Biaya tenaga kerja 7.48%c. Biaya listrik yang dibutuhkan 0.73%
3 Pengemasana. Plastik pengemas 0.15%b. Biaya tenaga kerja 0.75%c. Biaya depresiasi mesin sealer 0.01%d. Biaya listrik yang dibutuhkan 0.01%
4 Sewa gudang penyimpanan 0.63%Total prosentase masing-masing komponen biaya 89.77% 8.22% 2.01%
No. KegiatanKlasifikasi Biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
Tabel 4.17 Perubahan Biaya pada Budidaya Rimpang
Tabel 4.18 Perubahan Biaya pada Proses Produksi Simplisia Kunyit
Tabel 4.19 Perubahan Biaya pada Proses Produksi Serbuk Temulawak
Total Biaya HPP Total Biaya HPP Total Biaya HPP-50% 3,028,567.84Rp 1,758.69Rp 3,268,567.84Rp 1,898.06Rp 2,774,283.92Rp 1,611.03Rp -30% 3,268,567.84Rp 1,898.06Rp 3,412,567.84Rp 1,981.68Rp 3,115,997.49Rp 1,809.46Rp -10% 3,508,567.84Rp 2,037.43Rp 3,556,567.84Rp 2,065.30Rp 3,457,711.05Rp 2,007.89Rp 0% 3,628,567.84Rp 2,107.11Rp 3,628,567.84Rp 2,107.11Rp 3,628,567.84Rp 2,107.11Rp 10% 3,748,567.84Rp 2,176.79Rp 3,700,567.84Rp 2,148.92Rp 3,799,424.62Rp 2,206.33Rp 30% 3,988,567.84Rp 2,316.16Rp 3,844,567.84Rp 2,232.54Rp 4,141,138.19Rp 2,404.76Rp 50% 4,228,567.84Rp 2,455.53Rp 3,988,567.84Rp 2,316.16Rp 4,482,851.75Rp 2,603.19Rp
Perubahan BiayaKriteria Perubahan
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Pabrik
Total Biaya HPP Total Biaya HPP Total Biaya HPP-50% 760,441.81Rp 10,640.69Rp 1,199,719.15Rp 16,787.40Rp 1,257,886.91Rp 17,601.32Rp -30% 971,152.75Rp 13,589.12Rp 1,234,719.15Rp 17,277.14Rp 1,269,619.81Rp 17,765.50Rp -10% 1,181,863.68Rp 16,537.55Rp 1,269,719.15Rp 15,297.82Rp 1,281,352.70Rp 17,929.68Rp 0% 1,287,219.15Rp 18,011.76Rp 1,287,219.15Rp 18,011.76Rp 1,287,219.15Rp 18,011.76Rp 10% 1,392,574.62Rp 19,485.98Rp 1,304,719.15Rp 18,256.64Rp 1,293,085.60Rp 18,093.85Rp 30% 1,603,285.55Rp 22,434.41Rp 1,339,719.15Rp 18,746.38Rp 1,304,818.49Rp 18,258.03Rp 50% 1,813,996.49Rp 25,382.84Rp 1,374,719.15Rp 19,236.13Rp 1,316,551.39Rp 18,422.20Rp
Perubahan Biaya
Kriteria PerubahanBiaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Pabrik
Total Biaya HPP Total Biaya HPP Total Biaya HPP-50% 1,105,936.49Rp 22,118.73Rp 1,924,024.64Rp 38,480.49Rp 1,986,350.46Rp 39,727.01Rp -30% 1,466,171.75Rp 29,323.43Rp 1,957,024.64Rp 39,140.49Rp 1,994,420.13Rp 39,888.40Rp -10% 1,826,407.01Rp 36,528.14Rp 1,990,024.64Rp 39,800.49Rp 2,002,489.80Rp 40,049.80Rp 0% 2,006,524.64Rp 40,130.49Rp 2,006,524.64Rp 40,130.49Rp 2,006,524.64Rp 40,130.49Rp
10% 2,186,642.27Rp 43,732.85Rp 2,023,024.64Rp 40,460.49Rp 2,010,559.47Rp 40,211.19Rp 30% 2,546,877.52Rp 50,937.55Rp 2,056,024.64Rp 41,120.49Rp 2,018,629.14Rp 40,372.58Rp 50% 2,907,112.78Rp 58,142.26Rp 2,089,024.64Rp 41,780.49Rp 2,026,698.81Rp 40,533.98Rp
Perubahan BiayaKriteria Perubahan
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Pabrik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini diuraikan mengenai analisis yang dilakukan berdaarkan
pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan.
5.1 ANALISIS PERBANDINGAN HPP PRODUK TEMULAWAK BERDASARKAN PERHITUNGAN KLASTER DENGAN METODE FULL COSTING
Analisis yang dilakukan adalah membandingkan perhitungan Harga Pokok
Produksi (HPP) produk temulawak berdasarkan hasil perhitungan Klaster dengan
perhitungan HPP berdasarkan metode full costing. Perbandingan HPP Klaster
dengan hasil perhitungan dengan metode full costing dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Perbandingan Perhitungan HPP
No. Jenis Produk HPP
Klaster per
Kg (Rp)
HPP Full
Costing per Kg
(Rp)
Selisih antara HPP
Full Costing dengan
Klaster (Rp)
1. Rimpang
Temulawak
1.266 2.108 842
2. Simplisia
Temulawak
12.500 18.012 5.512
3. Serbuk Temulawak 30.000 40.131 10.131
HPP produk rimpang temulawak yang ditawarkan oleh pihak Klaster
Biofarmaka yang terdapat pada tabel 5.1 adalah Rp 1.266 per kilogram,
sedangkan HPP yang dihasilkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
metode full costing seperti yang terdapat pada tabel adalah Rp 2.108 per kilogram.
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.1 HPP yang diperhitungkan klaster
terletak dibawah HPP, selisih antara harga jual dan HPP yang diperoleh pada tabel
adalah sebesar Rp 842. Hal ini terjadi karena pihak Klaster tidak menghitung
secara cermat komponen biaya yang timbul dari proses produksi temulawak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
basah. Komponen biaya yang tidak dihitung adalah biaya transportasi, biaya sewa
gudang penyimpanan dan perhitungan bunga majemuk.
HPP produk simplisia temulawak yang ditetapkan oleh pihak Klaster
Biofarmaka yang ada pada tabel 5.1 adalah Rp 12.500 per kilogram, sedangkan
HPP yang dihasilkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode full
costing adalah Rp 18.012 per kilogram. Selisih antara HPP yang diperhitungkan
oleh klaster dengan perhitungan HPP yang diperoleh adalah Rp 5.512. Ketidak
tepatan pihak klaster dalam menetapkan harga jual disebabkan oleh pihak Klaster
Biofarmaka tidak menghitung secara cermat komponen biaya yang timbul dari
proses produksi simplisia temulawak. Komponen biaya yang tidak dihitung adalah
biaya sewa gudang penyimpanan dan perhitungan bunga majemuk.
HPP produk serbuk temulawak yang ditetapkan oleh pihak klaster sesuai
dengan tabel 5.1 adalah Rp 30.000 per kilogram, sedangkan HPP yang dihasilkan
berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode full costing adalah Rp
40.131 per kilogram. Selisih antara harga jual dengan HPP yang diperoleh adalah
Rp 10.131. Hal ini terjadi karena pihak Klaster tidak menghitung secara cermat
komponen biaya yang timbul dari proses produksi serbuk temulawak. Komponen
biaya yang tidak dihitung adalah biaya sewa gudang penyimpanan.
5.2 ANALISIS KOMPONEN BIAYA POKOK PRODUKSI UNTUK PRODUK OLAHAN TEMULAWAK
Analisis prosentase biaya pokok produksi dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar prosentase biaya yang dibutuhkan selama proses produksi untuk
menghasilkan produk olahan temulawak dan juga untuk mengetahui komponen
biaya apa yang terbesar hingga yang terkecil. Prosentase biaya pokok produksi
yang dibutuhkan untuk proses produksi produk temulawak terdapat pada gambar
5.1, 5.2, 5.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
Gambar 5.1
Berdasarkan hasil prosentase yang terlihat pada diagram pie gambar 5.1,
dapat dianalisis bahwa komponen biaya yang dominan pada proses budidaya
rimpang temulawak adalah biaya overhead yaitu sebesar 47%, dari 47% total
biaya overhead terdapat satu biaya yang paling dominan yaitu biaya sewa lahan
sebesar 39%.
Gambar 5.2
Gambar 5.2 menunjukkan prosentase komponen biaya produksi simplisia
temulawak, biaya yang paling dominan adalah biaya bahan baku yaitu biaya untuk
pembelian rimpang temulawak yang memiliki prosentase sebesar 82%, dalam
pembuatan simplisia bahan baku merupakan hal yang paling pokok dalam
menghasilkan suatu produk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
Gambar 5.3
Prosentase kebutuhan biaya produksi serbuk temulawak pada gambar 5.3
menunjukkan bahwa komponen biaya bahan baku yaitu simplisia temulawak
memiliki prosentase terbesar yaitu 89,77%. Biaya bahan baku simplisia
temulawak merupakan komponen biaya paling dominan dibandingkan biaya-
biaya yang lain yang prosentasenya hanya 10,23% dari total 100% biaya yang
dibutuhkan.
5.3 ANALISIS SENSITIVITAS
Pada analisis sensitivitas ini, perubahan harga yang dilakukan yaitu dengan
cara meningkatkan seluruh komponen biaya (biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, dan biaya overhead pabrik) sebesar 50%, 30%, dan 10% serta penurunan
harga sebesar 10%, 30% dan 50%. Hasil dari analisis sensitivitas dapat dilihat
pada gambar 5.4, 5.5, dan 5.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
Gambar 5.4 Grafik Perubahan Biaya pada Budidaya Rimpang
Berdasarkan gambar 5.4 yaitu perhitungan sensitivitas perubahan biaya pada
proses budidaya temulawak dapat dilihat bahwa biaya overhead pabrik (BOP)
memiliki peningkatan yang cukup signifikan terhadap perubahan harga
dibandingkan dengan komponen biaya bahan baku (BB) dan biaya tenaga kerja
(BTK). Komponen BOP yang paling mempengaruhi perubahan biaya adalah
biaya sewa lahan. Biaya yang dibutuhkan untuk sewa lahan yaitu Rp 1.400.000,
dan biaya sewa lahan merupakan biaya yang memiliki prosentase paling besar
yaitu sebesar 39%. Jika komponen biaya BOP 10% maka biaya produksi akan
berkurang menjadi Rp 2.037, sedangkan jika diturunkan hingga 50% maka biaya
produksi akan menjadi Rp 1.758. Jika biaya produksi pada produk temulawak
basah berkurang akan menekan biaya produksi untuk produk simplisia
temulawak, karena bahan utama simplisia temulawak adalah temulawak basah.
Jika biaya produksi simplisia temulawak berhasil ditekan maka biaya produksi
serbuk temulawak juga akan bisa ditekan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
Gambar 5.5 Grafik Perubahan Biaya pada Proses Produksi Simplisia Temulawak
Hal berbeda terjadi pada gambar 5.5, komponen biaya bahan baku (BB)
memiliki peningkatan yang sangat signifikan terhadap perubahan biaya proses
produksi simplisia temulawak. Biaya bahan baku merupakan komponen biaya
yang paling mempengaruhi biaya produksi simplisia temulawak. Biaya bahan
baku yang dibutuhkan untuk proses produksi simplisia temulawak adalah Rp
1.053.544, dan biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang paling
dominan dalam proses produksi simplisia temulawak yang memiliki prosentase
sebesar 82%. Berdasarkan gambar 5.2 dapat dianalisis bahwa peningkatan dan
penurunan biaya tenaga kerja (BTK) dan biaya overhead pabrik (BOP)
berpengaruh kecil pada harga pokok produksi.
Gambar 5.6 Grafik Perubahan Biaya pada Proses Produksi Serbuk Temulawak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa biaya bahan baku (BB) merupakan biaya
yang mempengaruhi perubahan harga biaya produksi serbuk temulawak. Biaya
bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi simplisia temulawak adalah
Rp 1.801.176, dan biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang paling
dominan dalam proses produksi serbuk temulawak yang memiliki prosentase
sebesar 89%. Peningkatan dan penurunan biaya tenaga kerja (BTK) dan biaya
overhead pabrik (BOP) berpengaruh kecil terhadap perubahan harga pokok
produksi.
5.4 ANALISIS DEPRESIASI
Berdasarkan hasil dari prosentase komponen biaya produksi yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produk olahan temulawak, maka dapat diketahui
prosentase dari biaya depresiasi pada masing-masing produksi pada produk
temulawak basa, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Biaya depresiasi
yang terjadi pada budidaya temulawak basah adalah biaya depresiasi karung
penyortiran hasil panen yang nilainya adalah Rp 1.490 dan prosentasenya adalah
0,04% dari total 100% biaya produksi, sehingga jika biaya depresiasi dihilangkan
maka HPP yang diperoleh adalah Rp 2.106. HPP awal temulawak basah adalah
Rp 2.108, selisih yang dihasilkan adalah Rp 2.
Biaya depresiasi yang muncul pada proses produksi simplisia temulawak
adalah biaya depresiasi keranjang, pompa air, alat pemotong, kotak pengering,
dan mesin sealer. Prosentase biaya depresiasi pada produksi simplisia temulawak
adalah 0,4% dan jka biaya depresiasi dihilangkan HPP yang diperoleh adalah Rp
17.958, sedangkan HPP awal adalah Rp 18.012, sehingga selisih yang dihasilkan
adalah Rp 54. Biaya depresiasi yang muncul pada proses produksi serbuk
temulawak adalah biaya depresiasi mesin penggiling, dan mesin sealer.
Prosentase biaya depresiasi pada produksi simplisia temulawak adalah 0,5% dan
jka biaya depresiasi dihilangkan HPP yang diperoleh adalah Rp 39.931,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
sedangkan HPP awal adalah Rp 40.131, sehingga selisih yang dihasilkan adalah
Rp 200.
HPP tanpa perhitungan biaya depresiasi tidak mengalami perubahan secara
signifikan. Perhitungan HPP tanpa biaya depresiasi hanya memberikan pengaruh
kecil untuk perubahan HPP produk olahan temulawak
5.5 ANALISIS BIAYA SEWA LAHAN, BIAYA SEWA GUDANG, DAN BIAYA BUNGA MAJEMUK
Perhitungan HPP dengan metode full costing memperhitungkan seluruh
komponen biaya yang muncul pada proses produksi. Namun, biaya sewa lahan,
sewa gudang, dan biaya bunga majemuk bukanlah komponen biaya yang
diperhitungkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dalam
menentukan harga pokok produksi (HPP). Oleh karena itu, analisis ini dilakukan
utnuk mengetahui selisih antara HPP yang diperoleh dengan metode full costing
dengan HPP tanpa memperhitungkan biaya sewa lahan, sewa gudang, dan biaya
bunga majemuk.
5.5.1 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Memperhitungkan Biaya Sewa Lahan
Pada analisis proporsi biaya dan analisis sensitivitas, untuk rimpang kunyit
biaya yang berpengaruh signifikan yaitu biaya overhead lahan dimana biaya sewa
lahan sangat mempengaruhi harga pokok produksi. Untuk produk simplisia
temulawak dan serbuk temulawak biaya yang paling berpengaruh adalah biaya
bahan baku. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa lehan memiliki komponen yang
sangat besar dan mempengaruhi HPP produk temulawak basah, simplisia
temulawak, dan serbuk temulawak. Jika biaya sewa lahan tidak diperhitungkan
pada harga pokok produksi, maka harga pokok produksi akan berubah. Perubahan
harga pokok produksi tanpa perhitungan biaya sewa lahan dapat dilihat pada tabel
5.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-9
Tabel 5.2 Harga Pokok Produksi tanpa Memperhitungkan Biaya Sewa Lahan
No. Produk HPP (Rp)
1. Rimpang Temulawak 1.294
2. Simplisia Temulawak 12.400
3. Serbuk Temulawak 28.800
Selisih HPP awal dengan HPP tanpa memperhitungkan biaya sewa lahan
untuk temulawak basah adalah Rp 814, simplisia temulawak adalah Rp 5.612, dan
untuk serbuk kunyit sebesar Rp 11.331. Jika dilihat dari nilai selisih yang
diperoleh maka dapat diketahui bahwa selisih antara HPP awal dengan HPP tanpa
biaya sewa lahan untuk produk temulawak basah sangat kecil, sedangkan nilai
selisih yang diperoleh untuk produk simplisia dan serbuk temulawak cukup besar.
Untuk saat ini para petani belum memperhitungkan biaya sewa karena para petani
merasa lahan itu milik mereka sendiri dan tidak perlu mengeluarkan biaya. Biaya
sewa lahan merupakan komponen biaya yang harus diperhitungkan pada
penentuan harga pokok produksi, dengan memperhitungkan lahan sebagai biaya
sewa maka petani dapat mengambil keuntungan dari nilai lahan yang digarap
untuk menanam temulawak. Jika klaster tidak memperhitungkan biaya sewa
lahan, yang akan terjadi adalah ketika permintaan temulawak meningkat dan
petani tidak memiliki lahan yang cukup dan harus menyewa lahan, karena
kebiasaan petani yang tidak memperhitungkan biaya sewa lahan maka petani akan
salah dalam menghitung besarnya HPP sehingga menentukan harga jual yang
salah dan menimbulkan kerugian untuk petani.
5.5.2 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Memperhitungkan Biaya Sewa Gudang
Selain biaya sewa lahan, pada biaya overhead terdapat biaya sewa gudang.
Untuk perhitungan harga pokok produksi ini, biaya sewa gudang dihitung
berdasarkan luas tempat yang digunakan oleh produk tersebut dan lama
penggunaan tempat tersebut berdasarkan pada lama maksimal produk itu dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-10
digunakan. Tanpa memperhitungkan biaya sewa pada tiap produk, maka harga
pokok produksi juga akan berubah. Perubahan harga ini dapat dilihat pada tabel
5.3.
Tabel 5.3 Harga Pokok Produksi tanpa Biaya Sewa Gudang
No. Produk HPP (Rp)
1. Rimpang Temulawak 2.045
2. Simplisia Temulawak 16.885
3. Serbuk Temulawak 37.626
Perhitungan biaya sewa gudang penyimpanan didapat dengan mengetahui
prosentase produk olahan temulawak, untuk produk temulawak basah jumlah
produksinya adalah 15% dari total produksi yang dipanen oleh klaster, simplisia
dan serbuk temulawak jumlah produksinya adalah 20% dari total produksi
simplisia dan serbuk yang ada di Klaster Biofarmaka. Selisih yang diperoleh
antara HPP awal dengan HPP tanpa perhitungan biaya sewa gudang untuk
temulawak basah adalah Rp 63, simplisia temulawak adalah Rp 1.127, dan serbuk
temulawak adalah Rp 2.505. Gudang penyimpanan yang ada di Klaster
Biofarmaka merupakan bangunan yang diperoleh dari Menristek, sehingga
gudang tersebut bukan milik perseorangan atau milik kelompok tani. Untuk
memperhitungkan nilai dari biaya gudang penyimpanan maka digunakan
pendekatan opportunity cost, yaitu dengan cara perhitungan sewa gudang
penyimpanan. Biaya sewa gudang penyimpanan harus diperhatikan oleh klaster,
karena jika petani tidak memperoleh gudang yang berasal dari Menristek maka
petani harus menyewa sebuah tempat untuk menyimpan hasil produksi.
5.5.3 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Bunga Majemuk
Perhitungan harga pokok produksi ini diperoleh dari penjumlahan biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Pada perhitungan ini
menggunakan bunga majemuk karena digunakan untuk mendapatkan nilai yang
ekuivalen pada suatu periode mendatang dari sejumlah uang pada saat ini dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-11
tingkat bunga yang telah ditentukan. Perhitungan harga pokok produksi untuk
temulawak basah dan simpilisia temulawak proporsi biaya bunga majemuk
sebesar 12%. Proporsi bunga majemuk ini sangat mempengaruhi besarnya harga
pokok produksi. Pada produk serbuk temulawak tidak dilakukan perhitungan
bunga majemuk karena produk serbuk tidak memerlukan waktu lama dalam
produksinya dan produk serbuk hanya diproduksi jika ada order atau disebut
sebgai produk make to order. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Perbandingan Harga Pokok Produksi terhadap Bunga Majemuk
No. Produk
Perbandingan HPP Selisih HPP
(Rp) Dengan Bunga
Majemuk (Rp)
Tanpa Bunga
Majemuk (Rp)
1. Rimpang
Temulawak
2.108 1.814 294
2. Simplisia
Temulawak
18.012 13.745 4.267
3. Serbuk
Temulawak
40.131 40.131 0
Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa HPP tanpa memperhitungkan bunga
majemuk lebih rendah, selisih HPP yang terjadi pada produk temulawak basah
adalah Rp 294 dan untuk simplisia temulawak adalah Rp 4.267.
5.6 ANALISIS HARGA JUAL KLASTER
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis perubahan biaya tanpa
memperhitungkan biaya sewa lahan, sewa gudang, dan bunga majemuk maka
pihak Klaster Biofarmaka dapat menentukan harga jual yang tepat. Harga jual
yang berlaku saat ini untuk produk temulawak basah adalah Rp 1.500, sedangkan
HPP yang diperoleh dengan meode full costing adalah Rp 2.108, HPP tanpa biaya
sewa lahan adalah Rp 1.294, HPP tanpa sewa gudang adalah Rp 2.045, HPP tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-12
bunga majemuk adalah Rp 1.814. Jika dilihat dari beberapa perhitungan
perubahan HPP yang dilakukan, harga jual yang ditetapkan klaster masih terletak
dibawah HPP. Harga jual yang ditetapkan klaster tepat jika biaya sewa lahan tidak
dihitungkan, namun biaya sewa lahan merupakan komponen biaya terbesar dan
terpenting yang harus diperhitungkan untuk menentukan harga jual.
Harga jual yang diberlakukan klaster untuk produk simplisia temulawak
adalah Rp 14.000, sedangkan HPP yang diperoleh dengan meode full costing
adalah Rp 18.012, HPP tanpa biaya sewa lahan adalah Rp 12.400, HPP tanpa
sewa gudang adalah Rp 16.885, HPP tanpa bunga majemuk adalah Rp 13.745.
Harga jual yang ditetapkan oleh pihak klaster masih terletak dibawah HPP
simplisia temulawak, seperti produk temulawak basah harga jual yang ditetapkan
klaster tepat jika biaya sewa lahan tidak dihitungkan.
Harga jual yang diberlakukan klaster untuk produk serbuk temulawak adalah
Rp 40.000, sedangkan HPP yang diperoleh dengan meode full costing adalah Rp
40.131, HPP tanpa biaya sewa lahan adalah Rp 28.800, HPP tanpa sewa gudang
adalah Rp 37.626. Harga jual yang ditetapkan oleh pihak klaster masih terletak
dibawah HPP simplisia temulawak dengan menggunakan metode full costing,
namun harga jual seruk temulawak sudah sesuai jika dilihat dari sudut pandang
tanpa perhitungan biaya sewa lahan dan biaya sewa gudang.
Setelah melakukan beberapa analisis dengan melakukan perhitungan HPP
terhadap beberapa komponen biaya, maka Klaster Biofarmaka dapat menentukan
strategi yang tepat dalam memperhitungkan HPP untuk menetapkan harga jual
produk. Untuk memperoleh keuntungan yang baik, maka klaster harus
menetapkan harga jual produk diatas HPP, selain itu klaster juga dapat
mengurangi biaya produksi seperti bunga majemuk dengan cara bekerjasama
dengan perusahan jamu untuk memberikan atau meminjamkan modal usaha, biaya
untuk membeli bahan baku dapat ditekan jika pihak klaster bekerjasama dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-13
Balitbang atau Balitro, untuk fasilitas atau mesin-mesin produksi dapat ditekan
dengan cara bekerjasama dengan Menristek. Jika strategi-strategi yang ditawarkan
dapat dijalankan oleh pihak kalster, maka klaster dalam jangka panjang mampu
mengakomodir biaya sewa lahan, merancang gudang penyimpanan yang efisien,
dan pendapatan Klaster Biofarmaka dapat meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian
dan analisis yang mengacu pada tujuan awal.
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Harga pokok produksi (HPP) yang diperoleh berdasarkan metode full costing
untuk produk temulawak basah adalah Rp 2.108 per kilogram, simplisia
temulawak adalah Rp 18.012 per kilogram, dan untuk serbuk temulawak
adalah Rp 40.131 per kilogram.
2. Prosentase biaya yang paling besar atau komponen biaya yang dominan
sehingga paling sensitive atau yang paling mempengaruhi biaya produksi
untuk produk temulawak basah adalah biaya overhead, untuk produk simplisia
temulawak dan untuk produk serbuk temulawak biaya yang paling dominan
adalah biaya bahan baku.
3. Untuk memperoleh keuntungan yang maksimal maka klaster harus
menetapkan harga jual diatas perhitungan HPP yang dilakukan dengan metode
full costing. Untuk mengurangi biaya produksi dalam rangka memaksimalkan
keuntungan, Klaster Biofarmaka dapat melakukan kerjasama dengan beberapa
pihak seperti PT. Sido Muncul dalam pemberian modal usaha, Menristek
untuk memperoleh bantuan mesin dan fasiltas produksi, dan Balitpang atau
Balitro untuk memperoleh bibit dengan harga yang murah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
6.2 SARAN
Saran perbaikan yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai
berikut:
1. Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar sebaiknya mulai menaikkan
harga jual produk olahan temulawak secara bertahap supaya tercapainya
perhitungan harga jual diatas nilai HPP berdasarkan metode full costing.
2. Sebaiknya dilakukan perhitungan elastisitas permintaan untuk mengetahui
besarnya perubahan harga suatu produk terhadap permintaan, atau sebaliknya.
Recommended