Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 1
PENGARUH PENAMBAHAN EM4 DALAM PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
BERBAHAN KOTORAN AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN SELEDRI
Muhammad Irfan Ansari, Jaka Darma Jaya dan Permana Alamsyah
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut
ABSTRAK
Kotoran ayam merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari ayam petelur dan ayam
pedaging yang memiliki potensi besar sebagai bahan baku pupuk organik. Pupuk organik dari
ternak seperti kotoran ayam dapat memberi keuntungan ekonomis yang tinggi. Tugas akhir
ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana cara membuat pupuk organik dari pupuk
kandang, untuk mengetahui formulasi pupuk terbaik dan menerapkan pupuk pada tanaman
seledri. Pembuatan pupuk dari kotoran ayam dilakukan dengan menyiapkan larutan EM-4
terlebih dahulu yaitu larutan fermentasi EM-4 seperti P1 = 20 ml, P2 = 40 ml, P3 = 60 ml dan
P4 = 80 ml, 200 ml larutan gula dan 1 L air untuk 24 jam. Dua kilogram kotoran ayam
dicampur dengan bahan tambahan seperti sekam 2 kg, limbah sayuran 4 kg dan larutan EM-4
fermentasi 1 L. Campuran difermentasi selama 19 hari di karung. Penelitian ini menunjukkan
bahwa P4 cepat terjadi pembusukkan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Semua pupuk
kemudian diaplikasikan ke tanaman seledri dan diamati untuk beberapa parameter tinggi
tanaman, jumlah dan lebar daun dan berat tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan P3 (perlakuan 3) memberikan efek terbaik pada tinggi badan (5,9 cm), jumlah daun
(5 daun) dan lebar (0,96 cm) dan berat tanaman (0,29) setelah pengamatan enam belas hari.
Kata kunci : seledri, kotoran ayam, fermentasi, pupuk organik
PENDAHULUAN
Pada saat ini pandangan
perkembangan pertanian sebagai salah satu
teknologi alternatif untuk menanggulangi
persoalan lingkungan sangat diperlukan.
Persoalan besar yang terjadi disebabkan
karena pencemaran tanah yang
menyebabkan persediaan unsur hara dalam
tanah semakin lama semakin menipis.
Apalagi banyak unsur yang hilang tidak
dikembalikan lagi ke tanah, jika hal ini
berlangsung terus-menerus maka tanah
akan semakin miskin unsur hara. Kondisi
ini dapat diperbaiki dengan penambahan
unsur hara secara tepat, yakni melalui
pemberian pupuk.
Pupuk adalah material yang
ditambahkan pada media tanam atau
tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara
yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik (Melati, 2008).
Salah satu jenis pupuk yang menjadi
alternatif dan mulai popular kembali
setelah cukup lama tidak pernah digunakan
dalam perkembangan pertanian yaitu
pupuk organik. Menurut Parman (2007),
pupuk organik adalah pupuk yang tersusun
dari materi makhluk hidup yang diolah
melalui proses pembusukan (dekomposisi)
oleh bakteri pengurai. Saat ini ada
beberapa jenis pupuk organik sebagai
pupuk alam berdasarkan bahan dasarnya,
yaitu pupuk kandang, kompos, humus,
pupuk hijau, dan pupuk mikroba,
sedangkan ditinjau dari bentuknya ada
pupuk organik cair dan ada pupuk organik
padat. Pupuk organik dapat dibuat dari
limbah, contohnya limbah peternakan
ayam, berupa kotoran dapat dijadikan
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 2
bahan pembuatan pupuk organik. Kotoran
ayam memiliki manfaat seperti
meningkatkan produktifitas tanaman, dapat
memperbaiki sifat kimia biologi tanah
pada lahan pertanian, memberikan
kandungan nutrisi yang banyak,
memudahkan dalam proses pengolahan
lahan dan kotoran ayam mudah untuk
didapatkan dengan harga yang sangat
terjangkau.
Pembuatan pupuk organik pada
biasanya membutuhkan waktu yang lama
dalam fermentasinya, namun seiring
perkembangan zaman pembuatan pupuk
organik sekarang tidak menggunakan
waktu yang terlalu lama lagi, karena sudah
ada nya bantuan aktivator effective
mikroorganisme (EM-4). Aktivator EM-4
merupakan bahan yang mengandung
beberapa mikroorganisme yang sangat
bermanfaat dalam proses fermentasi.
Manfaat EM-4 sendiri dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara untuk tanaman,
dapat menekan aktivitas serangga, serta
dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah (Umniyatie, 2005).
Bertambahnya jumlah penduduk setiap
tahun, menyebabkan kebutuhan akan
sayuran meningkat. Kondisi ini
menciptakan suatu peluang untuk
membudidayakan seledri secara intensif
didataran rendah dengan menggunakan
teknologi yaitu dengan aplikasi pupuk
organik. Tanaman seledri
perkembangannya semakin luas dan
budidaya tanaman seledri menunjukkan
bahwa peluang pasar tanaman seledri
semakin besar di Indonesia. Besarnya
peluang pasar daun seledri membuat
banyak pabrik di Indonesia yang
mengolahnya untuk berbagai keperluan
seperti shampo, jus, sabun, dan lain-lain
(Rukmini, 2011).
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sendok, karung goni,
cangkul, polybeg, botol aqua, penggaris,
gelas beaker, erlemenyer dan neraca
analitik.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kotoran ayam, EM-4,
Sekam, limbah sayuran, gula pasir dan air
sumur.
Prosedur Kerja
Pembuatan Larutan
Pembuatan pupuk dari kotoran
ayam dimulai dengan membuat larutan
EM-4 terlebih dahulu. Larutan EM-4
dibuat dengan menambahkan larutan gula
sebanyak 200 ml terhadap setiap perlakuan
sedangkan kontrol tidak menggunakan
larutan gula dan penambahan larutan EM-
4 di variasikan pada P1= 20 ml, P2= 40
ml, P3= 60 ml, P4= 80 ml, untuk kontol
tidak menggunakan larutan EM-4,
kemudian dimasukkan ke dalam air sumur
1 L dan difermentasikan selama 24 jam.
Pembuatan Pupuk
Pembuatan pupuk dilakukan di
tempat yang tidak terkena sinar matahari
dan terlindung dari hujan, agar tidak
mengganggu ketika proses fermentasi dan
dapat menghasilkan pupuk yang lebih
baik. Cara pembuatan pupuk dari kotoran
ayam dengan mencampur kotoran
ayam sebanyak 2 kg dengan bahan
tambahan seperti sekam 2 kg, limbah
sayuran 4 kg dan 1 L larutan EM-4 yang
telah difermentasikan, bahan yang sudah
tercampur kemudian difermentasikan
selama 19 hari dalam karung dan diamati
perubahan yang terjadi seperti tekstur,
warna dan aroma, setelah 19 hari pupuk
siap digunakan.
Aplikasi Pupuk pada Tanaman Seledri
Tanah yang digunakan dalam
aplikasi lapangan adalah tanah yang telah
digemburkan dan diratakan menggunakan
cangkul sebelum dimasukkan kedalam
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 3
polybag. Selanjutnya tanah dicampur
dengan pupuk dengan perbandingan 1:1.
Terdapat 15 untuk semua jenis perlakuan
pupuk dan 3 polybag tanpa pemberian
pupuk, jadi total yang digunakan adalah 18
polybag.
Pemberian pupuk dilakukan satu
kali saja pada awal pemindahan ke
polybag. Dosis aplikasi yang diberikan
dari 5 perlakuan pupuk yang dihasilkan
adalah 50 gr pada setiap tanaman seledri.
Pengamatan dilakukan selama 15 hari
tehadap tanaman seledri yang sudah di
berikan pupuk. Tanaman seledri terlebih
dahulu dilakukan pembibitan, pembibitan
yang digunakan ialah vegetatif atau dari
anakan dengan mengambil anakan yang
disekitar seledri untuk dipindahkan ke
polybag dan anakan yang diambil berumur
1 bulan. Tujuan pembibitan vegetatif ialah
agar tanaman cepat tumbuh dan dapat
mempercepat pengamatan dilakukan.
Tanaman disiram setiap pagi dan
sore hari. Setiap tanaman diamati
pertumbuhan yang meliputi tinggi tanaman
(cm), jumlah daun (helai), lebar daun (cm),
warna daun dan pada hari ke 15 akan
dipanen kemudian ditimbang beratnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Pupuk Organik
Pembuatan pupuk dari kotoran
ayam ini dilakukan dengan cara
memfermentasi semua bahan Bahan yang
digunakan ialah Kotoran ayam, limbah
sayuran, sekam, air gula dan EM-4 selama
19 hari. Terdapat 5 sampel dalam
pembuatan pupuk dari kotoran ayam
dengan penandaan nomor P1 sampai P4
ditambah 1 kontrol, adapun pengamatan
yang dilakukan selama proses fermentasi
adalah tekstur, warna dan aroma.
Kotoran ayam merupakan salah satu bahan
organik yang berpengaruh terhadap sifat
fisik, kimia dan pertumbuhan tanaman
sehingga cocok sebagai bahan baku
pembuatan pupuk ini, dengan penambahan
sekam, limbah sayuran dan penambahan
larutan EM-4 yang terbuat dari EM-4, air
gula dan air sumur yang telah difermentasi
selama 24 jam.
Penambahan limbah sayuran,
sekam dan EM-4 pada pembuatan pupuk
ini sangat tepat, karena limbah sayur
berpotensi sebagai pengawet maupun
sebagai starter fermentasi karena memiliki
kandungan asam tinggi dan mikrobia yang
menguntungkan. Asam pada limbah sayur
berupa asam laktat sebagai hasil
metabolisme bakteri asam laktat.
Pemanfaatan ekstrak limbah sayur hasil
fermentasi yaitu berupa asam organik,
dapat digunakan sebagai starter untuk
fermentasi pupuk (Siboro, 2013).
Penambahan sekam karena sekam
memiliki kelebihan sebagai media tanam
antara lain bentuknya yang seperti perahu
dan memiliki lambung, sehingga mampu
menahan nutrisi lebih lama, dapat
memperbaiki struktur tanah, meningkatkan
porositas dan sebagai penangkal bekicot
atau binatang lainnya, sedangkan
pemberian EM-4 dapat menekan
Pertumbuhan mikroorganisme patogen
atau yang merugikan tanah dan tanaman
sekaligus menghilangkan bau yang
ditimbulkan dari proses penguraian bahan
organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi
dan senyawa organik pada tanaman,
meningkatkan aktivitas mikroorganisme
yang menguntungkan, misalnya
Mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut
fosfat. Penambahan EM-4 yg bervariasi
dapat memberi pengaruh yang berbeda-
beda pada tanaman, penambahan EM-4
yang banyak akan mempengaruhi waktu
fermentasi pembuatan pupuk. Menurut
Ratna (2013), penggunaan Effective
Microorganism 4 (EM 4) ditujukan untuk
mempercepat pengomposan karena
pengomposan yang terjadi secara alamiah
tanpa penambahan mikroorganisme akan
berlangsung lebih lama jika dibandingkan
dengan pengomposan yang menggunakan
penambahan mikroorganisme.
Pada pengamatan pertama, belum ada
perubahan yang signifikan yang dapat
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 4
ditemukan seperti warna tetap sama
bewarna kuning persis dengan warna
bahan tambahan pembutan pupuk yaitu
sekam. Pengamatan aroma pada hari ke 0
sampai dengan hari ke 3 pada proses
fermentasi belum ada menunjukkan
perubahan, perubahan aroma terjadi pada
hari ke 4, yaitu pada perlakuan 4 pupuk
beraroma sedikit berbau busuk. Hal ini
terjadi akibat kurangnya udara di dalam
karung dan adanya limbah sayuran yang
menjadi bahan tambahan pengolahan
pupuk, sehingga ketika dibuka
mengakibatkan pupuk beraroma busuk.
Bedasarkan hasil fermentasi, tekstur pupuk
pada hari pertama kasar, basah dan lembab
disekitar pupuk sehingga ini awal yang
menyebabkan adanya binatang yaitu ulat.
Perubahan tekstur terjadi pada hari ke 7
yaitu pupuk mulai mengering, perubahan
ini disebabkan karena cuaca yang tidak
menentu. Menurut Nur’aini (2016), ada
banyak faktor yang mempengaruhi bakteri
tumbuh pada fermentasi yaitu substrat,
suhu, pH, oksigen dan mikroba yang
digunakan. Substrat sebagai sumber
karbohidrat merupakan bahan baku
fermentasi yang mengandung nutrisi –
nutrisi yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk tumbuhan.
Pengaruh Pupuk Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Seledri Tinggi
Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman seledri
dilakukan dengan mengukur tinggi
tanaman pada hari 0 setelah pemindahan
pada polybag sampai dengan hari ke 15.
Gambar 1. Pengaruh pupuk terhadap tinggi seledri
Pertumbuhan tinggi tanaman
terjadi sebagai akibat perpanjangan sel-
sel meristem salah satunya ditentukan
oleh tingkat ketersediaan unsur hara,
oleh karena itu adanya tambahan unsur
hara yang lebih tinggi pada media
tanam sehingga mampu mendukung
pertumbuhan tanaman seledri lebih
baik dan hal ini diperlihatkan dengan
pertumbuhan tinggi tanaman,
pertumbuhan tangkai daun yang lebih
baik pula (Fitrah, 2015). Ketersediaan
unsur hara merupakan komponen
penting dalam proses metabolisme
tanaman. Pertumbuhan tanaman sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
fisiologi dan genetik tanaman (Thania,
2011).
Bedasarkan hasil penelitian
yang diperoleh menunjukan bahwa
pemberian berbagai perlakuan pupuk
dari kotoran ayam memberikan
pengaruh terhadap tinggi tanaman
seledri. Hal ini di sebabkan oleh
ketersediaan unsur hara yang cukup
baik untuk menyuplai pertumbuhan
tinggi tanaman. Data menunjukkan
bahwa hasil pengamatan rata – rata
tinggi tanaman seledri paling tinggi
adalah pada perlakuan 3 yaitu 5,9 cm.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 5
Hal tersebut menunjukkan bahwa
unsur jumlah nutrisi yang diberikan
pupuk dengan perlakuan 3 memberikan
pengaruh yang cukup berbeda dengan
perlakuan yang lain.
Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun
tanaman seledri dimulai pada hari ke 0
setelah pemindahan dari polybag
sampai dengan hari ke 15. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung
banyaknya daun per tanaman.
Gambar 2. Pengaruh pupuk terhadap jumlah daun
Jumlah rata – rata daun terbanyak
yaitu 5 helai pada perlakuan 3. Hal ini
diduga jumlah kandungan unsur hara yang
terdapat pada perlakuan 3 sama dengan
jumlah kandungan unsur hara yang
terdapat pada pengamatan tinggi daun,
sehingga jumlah kandungan unsur hara
tersebut dapat berpengaruh pada jumlah
daun, sedangkan pada perlakuan tanpa
pupuk merupakan perlakuan yang tidak
banyak perubahan untuk jumlah daun.
Menurut Rahmanto (2015), daun
merupakan organ yang paling utama
berfungsi dalam fotosintesis, karena pada
daun terdapat pigmen yang berperan dalam
menyerap cahaya matahari, jumlah daun
erat kaitannya dengan tinggi tanaman,
dimana dengan meningkatnya tinggi
tanaman maka jumlah ruas yang terbentuk
lebih tinggi menyebabkan jumlah daun
meningkat karena daun terbentuk pada
ruas – ruas yang ada.
Lebar Daun
Pengamatan lebar daun tanaman seledri
dilakukan dengan mengamati daun
tanaman seledri dari hari ke 0 setelah di
pindahkan ke polybag sampai hari ke 15.
Bedasarkan hasil pengamatan rata - rata
lebar daun tanaman seledri adalah
perlakuan 3 yaitu 0,96 cm sedangkan rata
– rata daun terkecil terdapat pada
perlakuan tidak menggunakan pupuk yaitu
0,63 cm.
Pengamatan dilakukan selama 15
hari dimulai setelah pemindahan tanaman
seledri ke polybag. Bedasarkan
pengamatan yang dilakukan dengan
berbagai perlakuan rata – rata lebar daun
terdapat pada perlakuan 3 yaitu 0,96 cm,
hal ini disebabkan karena tanaman seledri
pada perlakuan ke 3 lebih tinggi
pertumbuhannya dibanding dengan
perlakuan yang lain sehingga keperluan
unsur hara yang di perlukan lebih besar
dan hal ini berpengaruh terhadap
pertumbuhan daun khususnya lebar daun.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 6
Gambar 3. Pengaruh pupuk terhadap lebar daun
Warna Daun
Setelah dilakukan pengamatan
warna daun selama 15 hari pada tanaman
seledri, warna tetap sama seperti warna
awal dipindahkannya tanaman seledri ke
polybag yaitu bewarna hijau. Hal ini
diduga disebabkan karena tanaman seledri
disimpan pada tempat yang terbuka
sehingga tanaman semua perlakuan
terkena sinar matahari dan adanya unsur
kalium. Menurut Nur’aini (2016), kalium
berfungsi untuk memperkuat bagian kayu
tanaman dan meningkatkan kualitas buah.
Kekurangan unsur kalium menyebabkan
daun menguning dan semakin lama
berubah menjadi coklat, jika dibiarkan
daun – daun tersebut akan rontok.
Berat Tanaman
Penimbangan berat tanaman seledri
dilakukan pada hari ke 15, yaitu dengan
menimbang bobot segar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan
pupuk kotoran ayam terhadap berat
tanaman seledri setelah dipanen
menunjukan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang berbeda nyata pada setiap
perlakuan, tetapi perlakuan 3 atau P3
cenderung memberikan hasil yang lebih
baik terhadap berat tanaman seledri
dibandingkan dengan perlakuan yang
lainnya. Hal ini diasumsikan bahwa kadar
K dalam pupuk kotoran ayam dengan
penambahan EM-4 sebanyak 60 ml cukup
untuk menopang pertambahan berat
tanaman seledri.
KESIMPULAN
Pupuk dari kotoran ayam pada
perlakuan 3 yaitu dengan penambahan
larutan EM-4 sebanyak 60 ml mampu
memberikan pengaruh terbaik terhadap
tinggi, lebar daun, jumlah daun dan berat
tanaman seledri, dibandingkan dengan
perlakuan lain dan kontrol tanpa
menggunakan EM-4. Hasil aplikasi
lapangan pupuk pada tanaman seledri
menunjukkan bahwa pupuk memberikan
pengaruh pada tinggi tanaman, jumlah
daun, lebar daun dan berat tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Fitrah A., Amir N. 2015. Pengaruh Jenis
Pupuk Organik Padat Dan Cair
Tehadap Pertumbuhan Dan Produksi
Tanaman Seledri Di Polybag.
Klorofil , Vol. 10 (1) : 43 - 48.
Melati M., Asiah A., Rinawati D. 2008.
Aplikasi pupuk organik dan
residunya untuk produksi kedelai
panen muda. J. Agron Indonesia ,
36:204-213.
Nur'aini, D. 2016. Pengaruh Penambahan
Berbagai Jenis Mikroorganisme
Lokal (MOL) Dalam Pembuatan
Kompos Berbahan Baku Tandan
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 7
Kosong Kelapa Sawit. Tekonologi
Industri Pertanian: Pelaihari.
Parman & Sarjana. 2007. Pengaruh
Pemberian Pupuk Organik Cair
terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kentang (Solanum tuberosum L). J.
Anatomi dan Fisiologi , Vol. 15 (2).
Rahmanto. 2015. Optimasi Pembuatan
Pupuk organik Cair Dari Limbah
Padat pabrik kelapa sawit.
Teknologi Industri Pertanian:
Pelaihari
Ratna, T.A 2013. Pengaruh Penggunaan
Effective Microorganism 4 (EM-4)
Dan Molase Terhadap Kualitas
Kompos Dalam Pengomposan
Sampah Organik RSUD DR. R.
Soetrasno Rembang. Skripsi ,
Fakultas Keolahragaan. Universitas
Negeri Semarang
Rukmini. 2011. Pengaruh Media Tumbuh
dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Perumbuhan dan Hasil Tanaman
Seledri. Skripsi , Fakultas Pertanian.
Universitas Mataram
Siboro,E., Surya,E., dan Herlina,N. (2013).
Pembuatan Pupuk Cair Dan Biogas
Dari Campuran Limbah Sayuran.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2
(3).
Umniyatie, S.,dkk. (2005). Pembuatan
Pupuk Organik Menggunakan
Mikroba Efektif (Effective
Microorganisme 4). Laporan. PPM
UNY: Karya Alternatif Mahasiswa.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 8
ANALISIS PENGABUTAN CAMPURAN BAHAN BAKAR SOLAR – TYRE
PYROLYSIS OIL DENGAN METODE EKSPERIMENTAL PADA NOZZLE
SINGLE HOLE
Raybian Nur
Program Studi D3 Teknik Otomotif, Politeknik Hasnur
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Semakin menipisnya bahan bakar fosil membuat sumber energi terbarukan seperti
biodiesel, bioetanol, biometana, dan biomassa dari limbah atau hidrogen menjadi bahan
bakar alternatif yang banyak dikembangkan saat ini. Salah satunya adalah pemanfaatan
limbah ban bekas yang di jadikan sebagai bahan bakar bakar motor diesel melalui
proses pirolisis, yaitu TPO (Tyre Pyrolysis Oil). Minyak dari karet ban bekas hasil
pirolisis yang diperoleh tidak dapat langsung digunakan karena beberapa faktor
mempengaruhi seperti, nilai kalor, titik nyala, viskositas, dan lain-lain. Sehingga perlu
proses lebih lanjut untuk membuat sifat bahan bakar tersebut sesuai dengan bahan bakar
diesel yaitu melalui proses distilasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengabutan bahan bakar dengan presentase campuran bahan bakar solar – tyre pyrolysis
oil (TPO) yaitu TPO 0, TPO 10, TPO 15, TPO 20, dan TPO 100 Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental (experimental method).
Hasil yang didapatkan yaitu dengan perbedaan persentase campuran bahan bakar solar –
TPO menunjukkan perbedaan sudut penyebaran yang signifikan yaitu selisih sudut rata-
rata 1o dan 6. Semakin besar tekanan yang diberikan pada injektion pump maka waktu
semprotan akan semakin singkat dengan rata-rata selisih waktu ± 0,035 s.
Kata kunci : Tyre pyrolysis oil, pengabutan, nozzle
PENDAHULUAN
Semakin berkembang dan
meningkat pesatnya teknologi pada
zaman sekarang berdampak kepada
kehidupan sehari-hari, dimana setiap
pekerjaan akan dimudahkan atau
diringankan oleh teknologi tersebut,
salah satu contoh dari hal tersebut
adalah di bidang otomotif. Dalam
bidang otomotif tersebut, dapat
dikategorikan seperti: transportasi,
pertambangan, industri, dan lain-lain.
Sehingga dengan berkembang dan
meningkat pesatnya hal tersebut, maka
akan berpengaruh pada ketergantungan
terhadap bahan bakar, dimana bahan
bakar yang sudah kita
ketahui saat ini terutama di negara
indonesia mengalami kesulitan bahan
bakar. Bahan bakar yang dimaksud
adalah bahan bakar fossil atau dengan
kata lain minyak bumi.
Dengan kejadian tersebut, maka
banyak yang telah melakukan penelitian
(eksperimen) berbagai bidang, mulai
dari penerapan penghematan bahan
bakar, mengamati tumbuh-tumbuhan
(nabati) hingga kotoran hewan (hewani)
yang berpotensi sebagai bahan bakar
alternatif pengganti bahan bakar fossil,
seperti salah satu penelitian yang
terlampir di bawah.
Pinto, et.al., 2016. Menguji
penyemprotan bahan bakar biodiesel
pada Nozel mesin diesel dengan sistem
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 9
injeksi langsung. Biodiesel yang diteliti
adalah minyak nyamplung dan
dicampur dengan solar. Pencampuran
atau persentase bahan bakar tersebut
adalah 10 %, 15 %, 20 %, 100 %
biodiesel, dan 100 % solar (minyak
diesel). Karakteristik yang diuji dalam
penelitian ini adalah mengamati panjang
tip penetrasi semprotan (L), sudut
semprotan (θ), kecepatan semprotan
(Uin), dan distribusi ukuran butiran yang
dibentuk pada masing-masing campuran
biodiesel tersebut. Hasil yang
didapatkan diketahui bahwa
peningkatan campuran bahan bakar
biodiesel akan menghasilkan sudut
semprotan (θ) yang lebih besar, tapi
panjang tip penetrasi semprotan (L)
semakin kecil. Begitu juga kecepatan
terbentuknya semprotan cenderung
melambat seiring dengan bertambahnya
persentase biodiesel pada campuran
minyak solar tersebut.
Dari penilitian di atas dijelaskan
bahwa, bahan bakar biodiesel (nabati)
sangat sulit untuk melakukan atomisasi
atau pengabutan yang akan
menyebabkan kurangnya kinerja atau
performance motor diesel. Sehingga,
pada penelitian ini akan dilakukan
pengujian untuk membuktikan pada
minyak yang berbahan dasar berbeda
dan kategori jenis bahan bakar yang
berbeda dengan metode yang sama.
Bahan bakar yang akan diteliti adalah
tyre pyrolysis oil (TPO), yaitu bahan
bakar yang berbahan dasar ban bekas.
Proses pembuatan TPO dilakukan
dengan metode pirolisis. TPO sendiri
memiliki propertis bahan bakar yang
hampir mendekati bahan bakar solar.
Sehingga sangat berpotensi untuk
mengurangi akan ketergantungan
terhadap bahan bakar fossil.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian yang akan
dilakukan kali ini menggunakan metode
eksperimental (experimental method).
Adapun yang akan diteliti yaitu untuk
menguji pengabutan bahan bakar
dengan presentase campuran bahan
bakar solar – tyre pyrolysis oil (TPO)
yaitu TPO 0, TPO 10, TPO 15, TPO 20,
dan TPO 100. variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu jenis nozzle diesel.
Pada penelitian ini variabel
terkontrolnya yaitu: 1) Penggunaan
bahan bakar dengan campuran: TPO 0,
TPO 10, TPO 15, TPO 20, dan TPO
100. 2) Tekanan penetrasi tip pada nosel
untuk pengabutan bahan bakar, dan
variabel terikat yaitu visualisasi
pengabutan bahan bakar.
Gambar 1. Instalasi alat penelitian
Proses pengambilan data
dilakukan dengan cara menginjeksikan
bahan bakar menggunakan alat injection
pump tester dengan variasi tekanan
yaitu 90 bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar,
dan 130 bar dan diulang selama 3 kali
pengambilan data disetiap tekanan
dengan campuran bahan bakar yang
sama. Hasil keluaran atau semprotan
(pengabutan) campuran bahan bakar
direkam menggunkan kamera dengan
resolusi 60 fps untuk mengetahui
kecepatan penyemprotan dan kemudian
akan dikonversikan menjadi part-part
gambar dengan format (.jpg) sebagai
objek yang diamati. Berikut merupakan
pengukuran dan perhitungan hasil
proses pembakaran.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengambilan data dari
penelitian analisis pengabutan
campuran bahan bakar solar – tyre
pyrolysis oil menggunakan metode
eksperimental pada nozzle single hole
dengan persentase campuran solar (90
%) – TPO (10 %), solar (85 %) – TPO
(15 %), dan solar (80%) – TPO (20 %).
Proses pengambilan data dilakukan
dengan cara menginjeksikan bahan
bakar menggunakan alat injection pump
tester dengan variasi tekanan yaitu 90
bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar, dan 130
bar dan diulang selama 3 kali
pengambilan data disetiap tekanan
dengan campuran bahan bakar yang
sama. Pada saat pengambilan gambar
terlihat bahwa semakin besar tekanan
injeksi yang diberikan maka butiran
droplet yang menyebar semakin banyak
begitu pula sebaliknya. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan tekanan
yang lebih besar maka campuran bahan
bakar yang dipaksa keluar melalui
lubang nosel menghasilkan kecepatan
yang tinggi dan pengabutan (butiran-
butiran kecil) yang lebih besar. Dengan
tekanan yang besar menunjukkan sudut
penyemprotan yang berbeda pula.
Berikut pengukuran sudut pengabutan
pada gambar 2 di bawah.
Gambar 2. Pengukuran sudut
penyebaran (pengambutan)
campuran bahan bakar
Sehingga diketahui bahwa untuk sudut
penyebaran (pengabutan) bahan bakar
TPO 0 90 BAR SH adalah sebesar 8o.
Kemudian dengan didaptkannya sudut
penyebaran, selanjutnya menghitung
kecepatan penyemprotan.
Gambar 3. Perhitungan kecepatan
penyemprotan
(pengambutan)
campuran bahan bakar
Diketahui:
Jumlah gambar : (frame ke- 586) –
(frame ke- 589) = 3 gambar
Rumus :
Kecepatan =
Dalam analisis hasil video
pengabutan yang dikonversikan menjadi
gambar ada beberapa hal yang akan
diamati yaitu: panjang semprotan
injektor, sudut penyebaran bahan bakar,
kecepatan penyemprotan, dan tetesan
yang terjadi saat pengabutan. Dalam
perhitungan kecepatan penyemprotan
campuran bahan bakar menggunakan
software free video to JPG converter
untuk mengubah video menjadi gambar
(frame).
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 11
Gambar 4. Analisa kebocoran tetesan
bahan bakar
Dalam proses pembakaran
motor diesel, setelah nozzle
menyemprotkan bahan bakar maka
tidak boleh mengeluarkan tetesan
droplet bahan bakar. Hal tersebut dapat
mempengaruhi terjadinya proses
pembakaran yang terjadi di ruang bakar
yaitu pembakaran menjadi tidak
sempurna berdampak pada menurunnya
performa mesin, proses penyalaan pada
mesin diesel menjadi lebih sulit, dan
asap hasil pembakaran menjadi warna
putih. Dalam penelitian ini terlihat
terjadinya tetesan bahan bakar pada
campuran bahan bakar salah satunya
pada campuran bahan bakar TPO 0 %
90 BAR SH. Untuk mengatasinya yaitu
dengan cara mengganti nozzle baru.
Hubungan Antara Tekanan
Penyemprotan (P) Dengan Sudut
Penetrasi ()
Gambar 5. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) Dengan Sudut
Penetrasi () campuran
bahan bakar TPO 0
Gambar 6. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) Dengan Sudut
Penetrasi () campuran
bahan bakar TPO 10
Gambar 7. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) Dengan Sudut
Penetrasi () campuran
bahan bakar TPO 15
Gambar 8. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) Dengan Sudut
Penetrasi () campuran
bahan bakar TPO 20
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 12
76 6
5 5
0
2
4
6
8
90 100 110 120 130
Su
du
t (o
)
Tekanan (P) BAR
Gambar 9. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) Dengan Sudut
Penetrasi () campuran
bahan bakar TPO 100
Dari grafik hubungan antara
tekanan penyemprotan (P) dengan sudut
penetrasi () campuran bahan bakar
mulai dari tekanan 90 BAR – 130 BAR
menunjukan bahwa semakin besar
momen tekanan injeksi yang diberikan
maka sudut yang dihasilkan semakin
mengerucut atau mengecil. Perbedaan
persentase campuran bahan bakar
menunjukkan perbedaan yang
signifikan yaitu selisih sudut rata-rata
1o. Hal ini dapat dikatakan bahwa saat
perbedaan persentase campuran bahan
bakar saat pengabutan mengalami
perbedaan sudut penyebaran pula.
Hubungan Antara Tekanan
Penyemprotan (P) Dengan Waktu
Semprotan (s)
Gambar 10. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) dengan waktu
semprotan (s) campuran
bahan bakar TPO 0
Gambar 11. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) dengan waktu
semprotan (s) campuran
bahan bakar TPO 10
Gambar 12. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) dengan waktu
semprotan (s) campuran
bahan bakar TPO 15
Gambar 13. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) dengan waktu
semprotan (s) campuran
bahan bakar TPO 20
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 13
Gambar 13. Grafik hubungan antara
tekanan Penyemprotan
(P) dengan waktu
semprotan (s) campuran
bahan bakar TPO 20
Dari grafik hubungan antara
tekanan penyemprotan (P) dengan
waktu semprotan (s) menunjukkan
bahwa semakin besar tekanan yang
diberikan pada injektion pump maka
waktu semprotan akan semakin singkat
dengan rata-rata selisih waktu ± 0,035 s.
dengan perbedaan persentase campuran
bahan bakar juga menyebabkan
terjadinya selisih tersebut. Hal ini
ditandai dengan perbedaan angka
viskositas antara bahan bakar solar dan
TPO dengan selisih viskositas bahan
bakar TPO lebih tinggi dibandingkan
solar.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang
didapatkan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Semakin besar tekanan injeksi yang
diberikan maka butiran droplet
yang menyebar semakin banyak
begitu pula sebaliknya.
2. Semakin besar tekanan yang besar
menunjukkan sudut penyemprotan
yang berbeda pula.
3. Saat setelah selesainya
penyemprotan, maka tidak boleh
adanya tetesan yang keluar. Hal ini
dapat menyebabkan pembakaran
menjadi tidak sempurna berdampak
pada menurunnya performa mesin,
proses penyalaan pada mesin diesel
menjadi lebih sulit, dan asap hasil
pembakaran menjadi warna putih.
4. Semakin besar momen tekanan
injeksi yang diberikan maka sudut
yang dihasilkan semakin
mengerucut atau mengecil.
5. Perbedaan persentase campuran
bahan bakar solar – TPO
menunjukkan perbedaan sudut
penyebaran yang signifikan yaitu
selisih sudut rata-rata 1o.
6. Semakin besar tekanan yang
diberikan pada injektion pump
maka waktu semprotan akan
semakin singkat dengan rata-rata
selisih waktu ± 0,035 s.
DAFTAR PUSTAKA
Frigo Stefano, Seggiani Maurizia,
Puccini Monica, Vitolo Sandra.
2013. Liquid Fuel Production From
Waste Tyre Pyrolysis And Its
Utilisation In A Diesel Engine.
ScienceDirect Journal. 399-408.
Koc Bulent A., Abdullah Mudhafar.
2013. Performance Of A 4-Cylinder
Diesel Engine Running On Tire Oil
– Biodiesel – Diesel Blend.
ScienceDirect Journal. 264-269.
Kuo, Kenneth K. 2005. Principle of
Combustion. (A Wiley-Interscience
Publication, Singapore
Muin A. Syamsir. 1988. Pesawat-
pesawat Konversi Energi I (Ketel
Uap). Edisi Pertama. Penerbit CV.
Rajawali. Jakarta.
Martinez Daniel Juan, Puy Neus,
Murillo Ramon, Garcia Tomas,
Navarro Victoria Maria, Mastral
Maria Ana. 2013. Waste Tyre
Pyrolysis. ScienceDirect Journal.
179-213.
Murugan, S., Ramaswamy, M.C.,
Nagarajan, G. 2008. Performance,
Emission And Combustion Studies
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 14
Of A Di Diesel Engine Using
Distilled Tyre Pyrolysis Oil –
Diesel Blends. ScienceDirect
Journal. 152-159.
Murugan, S., Ramaswamy, M.C.,
Nagarajan, G. 2008. A Comparative
Study On The Performance,
Emission, And Combustion Studies
Of A Di Diesel Engine Using
Distilled Tyre Pyrolysis Oil –
Diesel Blends. ScienceDirect
Journal. 2111-2121.
Murugan, S., Ramaswamy, M.C.,
Nagarajan, G. 2008. The Use Of
Tyre Pyrolysis Oil In Diesel
Engines. ScienceDirect Journal.
2743-2749.
Pinto, A., Kusuma, I.W.S., Adnyana,
I.W.B. 2016. Uji Variasi Tekanan
Nosel Terhadap Karakteristik
Semprotan Bahan Bakar Biodiesel.
Jurnal Logic. Vol. 16. No. 1.
Sudarmanta, B., Sungkono, D. 2005.
Transesterifikasi Crude Palm Oil
dan Uji Karakteristik Semprotan
Menggunakan Injektor Motor
Diesel. Jurnal Teknik Mesin FTI -
ITS. Volume 5 No. 2.
Vihar Rok, Seljak Tine, Opresnik
Rodman Samuel, Katrasnik Tomaz.
2015. Combustion Characteristic
Of Tire Pyrolysis Oil In Turbo
Charged Compression Ignition
Engine. ScienceDirect Journal.
226-235.
Wahyuni, A. 2010. Karakterisasi Mutu
Biodiesel dari Minyak Kelapa
Sawit Berdasarkan Perlakuan
Tingkat Suhu yang Berbeda
menggunakan Reaktor Sirkulasi,
IPB, Bogor
Walter R. Niessen. 2002. Combustion
and Incineration Processes. Marcel
Dekker, Inc. New York
Wibawa, I.W.S., Kusuma, I.G.B.W.,
Budiarsa, I.N. 2015. Uji Variasi
Tekanan Nosel Terhadap
Karakteristik Semprotan Bahan
Bakar Biodiesel. Jurnal METTEK.
Volume 1 No. 2 pp. 35 – 44.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 15
ANALISIS PERBANDINGAN VARIASI MERK OLI PADA
GENSET TIPE GASOLINE
Muhammad Arsad Al Banjari
Program Studi D3 Teknik Otomotif Politeknik Hasnur
Email : [email protected]
ABSTRAK
Generator Set/Genset adalah suatu mesin yang digunakan untuk menghasilkan tenaga
listrik yang cepat, mudah, dan bisa digunakan dimana saja. Kebutuhan listrik yang
meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk menyebabkan suplay tenaga listrik
daerah menjadi terbatas dan pemadaman listrik bergilir tentu saja terjadi apabila pada
saat beban puncak. Penggunaan Genset tentu saja menjadi pilihan yang tepat untuk
keadaan tersebut. Performa Genset yang optimal sangat penting untuk bekerjanya agar
listrik stabil. Selain menggunakan jenis bahan bakar yang baik, oli mesin pun menjadi
salah satu faktor penentu performa mesin. Dengan memilih jenis oli yang tepat, baik
dari kekentalan/viskositas, jenis (mineral, semi sintetik, dan full sintetik), dan merk.
Pada penelitian ini menggunakan 3 merk oli dengan jenis semi sintetik dan diberi nama
Oli A, B, dan C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan jenis Oli C
menghasilkan performa konsumsi bahan bakar paling irit dan putaran mesin terbanyak.
Kata Kunci : Generator Set/Genset
PENDAHULUAN
Penggunaan Generator Set atau
disingkat Genset sekarang sudah sering
kita jumpai di bangunan-bangunan
besar yang membutuhkan supply listrik
yang besar seperti hotel, gedung
perkantoran, mall, supermarket, ruko,
bahkan di rumah-rumah sekarang juga
sudah banyak yang memakai genset, hal
ini dikarenakan cepatnya pertumbuhan
jumlah penduduk yang mengakibatkan
kebutuhan listrik semakin tinggi
sedangkan perkembangan industri
pembangkit listrik di Indonesia sedikit
terlambat sehingga sekarang kebutuhan
listrik semakin meningkat dan
fenomena mati lampu sering terjadi
khususnya di Indonesia. Dalam keadaan
mati lampu inilah sangat dibutuhkan
genset agar bisa terus melakukan
aktivitas yang memerlukan listrik.
Genset adalah salah satu jenis
motor bakar yang menggunakan bahan
bakar sebagai sumber tenaga nya.
Genset
memiliki 2 tipe yaitu dengan
bahan bakar bensin (premium, pertalite,
pertamax) dan untuk motor diesel yaitu
bahan bakar diesel (biosolar, dexlite,
pertamax dex).
Genset memiliki sistem
pelumasan pada mesin, selain berfungsi
sebagai pelumas juga sebagai media
pendingin mesin, biasanya pada genset
kecil yang tidak memiliki radiator.
Zaman sekarang banyak beredar oli
dengan berbagai macam merk dengan
kelebihannya masing - masing. Dari
kenyataan tersebut, penulis ingin
meneliti jenis merk oli apa yang paling
optimal (tenaga dan konsumsi bahan
bakar) yang digunakan pada genset tipe
gasoline
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 16
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian antara lain:
a. Bahan bakar pertalite
b. Oli A, dengan spesifikasi SAE 40,
API Service SE/CC.
c. Oli B, dengan spesifikasi JASO
MA 20W-40.
d. Oli C, dengan spesifikasi SAE
20W-40, API Service SE/CC.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah
generator set, bola lampu dan berbagai
peralatan ukur yang disusun dalam
panel.
1. Generator set yang digunakan
memiliki spesifikasi :
Merek: Shark Gasoline Generator
Set
Type: Singgle Phase Gasoline
Rated Power: 220 v
Rated Frequency: 50 hz
Amperage : 9,1 A
Rated Output: 2,0 kW
Max. Output: 2,2 kW
Power Factor: 1,0
2. Rangkaian bola lampu pada papan
uji yang digunakan sebanyak 5 buah
dengan daya masing-masing 75 W
dan tegangan 220 V.
3. Peralatan yang digunakan : gelas
ukur, selang minyak, stopwatch dan
tachometer.
Parameter-parameter pengujian untuk
genset gasoline menggunakan bahan
bakar pertalite dengan 3 variasi oli yang
berbeda adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi bahan bakar.
2. Uji putaran mesin.
Gambar 1. Genset Gasoline
Gambar 2. Rangkaian Lampu
Gambar 3. Skema Alat Pengujian
Keterangan :
1. Lampu
2. Saklar
3. Amperemeter
4. Voltmeter
5. Handle (saklar pemutus)
6. Gelas ukur
7. Filter bahan bakar
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 17
8. Genset
Gambar 4. Oli Mesin
Prosedur Pengambilan Data
Tahapan prosedur pengambilan data
adalah sebagai berikut :
1. Ganti Oli baru dengan urutan yang
pertama Oli A, Oli B dan yang
terakhir Oli C.
2. Isi gelas ukur dengan bahan bakar,
kemudian pasang selang minyak ke
genset melalui karburator. Pastikan
minyak mengalir dengan baik.
3. Matikan semua saklar lampu beban.
4. Hidupkan generator set.
5. Tunggu beberapa saat (kira-kira 30
menit), agar mesin panas.
6. Hidupkan 5 lampu sekaligus
sebagai beban.
7. Hidupkan stopwatch dan ukur
waktu penurunan 1 strip pada gelas
ukur sebanyak 50 ml atau 50 cc.
8. Catat putaran mesin genset dalam
range waktu turunnya bahan bakar
dalam gelas ukur 1 strip (50 ml).
9. Matikan stopwatch setelah turun 1
strip, catat penunjukan waktu di
stopwatch.
10. Ulangi langkah 1 s/d 9 sebanyak 3
kali dengan oli yang berbeda.
11. Bila telah selesai, matikan mesin
dan kosongkan gelas ukur.
12. Catat data percobaan dengan format
seperti pada lampiran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perhitungan Oli A
Dari penelitian didapat data sebagai
berikut :
Tabel 1. Data Hasil Percobaan
Menggunakan Oli A
Beban
Lampu
Waktu
menghabiskan
50 ml bahan
bakar
Pertalite
Putara
n
(rpm)
Teganga
n (volt)
Menit Detik
5 04.01.
7 241,7
3086,
8
3085,
2
3087,
5
220
Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar pertalite
sebanyak 50 ml dan diberi beban 5
lampu dapat dihitung dengan
menggunakan rumus volume bahan
bakar dibagi waktu sebagai berikut:
Konsumsi BB = =
Dik : Volume 50 ml = 50 cm3 = 50 cc
Waktu 241,7 detik
Konsumsi BB =
cc/s
Rata-Rata Putaran Mesin Putaran mesin yang dihasilkan
dari beban 5 lampu dihitung dengan
menggunakan rumus rata-rata (mean).
Untuk pengujian menggunakan
bahan bakar pertalite sebanyak 50 ml
didapat Rpm rata-rata sebagai berikut:
RPM rata-rata =
Dik : Rpm 1 = 3141,0
Rpm 2 = 3142,5
Rpm 3 = 3147,5
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 18
RPM rata-rata =
= 3086,5
2. Perhitungan Oli B
Tabel 2. Data Hasil Percobaan
Menggunakan Oli B
Beban
Lamp
u
Waktu
menghabiskan
50 ml bahan
bakar Pertalite
Putara
n
(rpm)
Teganga
n (volt)
Menit Deti
k
5 04.03.
5
243,
5
3084,5
3086,3
3091,6
220
Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar pertalite
sebanyak 50 ml dan diberi beban 5
lampu dapat dihitung dengan
menggunakan rumus volume bahan
bakar dibagi waktu sebagai berikut:
Konsumsi BB = =
Dik : Volume 50 ml = 50 cm3 = 50 cc
Waktu 243,5 detik
Konsumsi BB =
cc/s
Rata-rata putaran mesin
Putaran mesin yang dihasilkan
dari beban 5 lampu dihitung dengan
menggunakan rumus rata-rata (mean).
Untuk pengujian menggunakan
bahan bakar pertalite sebanyak 50 ml
didapat Rpm rata-rata sebagai berikut:
RPM rata-rata =
Dik : Rpm 1 = 3084,5
Rpm 2 = 3086,3
Rpm 3 = 3091,6
RPM rata-rata =
= 3087,5
3. Perhitungan Oli C
Tabel 3. Data Hasil Percobaan
Menggunakan Oli C
Beban
Lamp
u
Waktu
menghabiskan
50 ml bahan
bakar Pertalite
Putara
n
(rpm)
Teganga
n (volt)
Menit Deti
k
5 04.16.
0
256,
0
3091,6
3091,1
3096,3
220
Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar pertalite
sebanyak 50 ml dan diberi beban 5
lampu dapat dihitung dengan
menggunakan rumus volume bahan
bakar dibagi waktu sebagai berikut:
Konsumsi BB = =
Dik : Volume 50 ml = 50 cm3 = 50 cc
Waktu 256,0 detik
Konsumsi BB =
cc/s
Rata-rata putaran mesin
Putaran mesin yang dihasilkan
dari beban 5 lampu dihitung dengan
menggunakan rumus rata-rata (mean).
Untuk pengujian menggunakan
bahan bakar pertalite sebanyak 50 ml
didapat Rpm rata-rata sebagai berikut:
RPM rata-rata =
Dik : Rpm 1 = 3096,6
Rpm 2 = 3091,1
Rpm 3 = 3096,3
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 19
RPM rata-rata =
= 3094,7
Tabel 4. Data Hasil Perhitungan Ketiga
Merk Oli
Bahan Konsumsi
Bahan Bakar
(cc/s)
Putaran
Mesin
Oli A 0,207 3086,5
Oli B 0,205 3087,5
Oli C 0,196 3094,7
4. Perbandingan Oli A, Oli B dan Oli
C terhadap konsumsi bahan bakar
Keterangan untuk grafik perbandingan
penggunaan Oli A, Oli B dan Oli C
terhadap konsumsi bahan bakar
pertalite sebagai berikut:
1. Untuk pembebanan 5 lampu yang
menggunakan Oli A diperoleh
konsumsi bahan bakar pertalite
sekitar 0,207 cc/s.
2. Untuk pembebanan 5 lampu yang
menggunakan Oli B diperoleh
konsumsi bahan bakar pertalite
sekitar 0,205 cc/s.
3. Untuk pembebanan 5 lampu yang
menggunakan Oli C diperoleh konsumsi
bahan bakar pertalite sekitar 0,196 cc/s.
Gambar 5. Grafik perbandingan merk
oli terhadap konsumsi
bahan bakar
Dapat disimpulkan bahwa
penggunaan Oli C adalah yang paling
irit konsumsi bahan bakar daripada Oli
A dan Oli B.
5. Perbandingan Oli A, Oli B dan Oli
C terhadap putaran mesin
Keterangan untuk grafik
perbandingan penggunaan Oli A, Oli
B dan Oli C terhadap putaran mesin
sebagai berikut:
1. Untuk pembebanan 5 lampu yang
menggunakan Oli A diperoleh
kecepatan sekitar 3086,5 Rpm.
2. Untuk pembebanan 5 lampu yang
menggunakan Oli B diperoleh
kecepatan sekitar 3087,5 Rpm.
3. Untuk pembebanan 5 lampu yang
menggunakan Oli C diperoleh
kecepatan sekitar 3094,7 Rpm.
Gambar 6. Grafik perbandingan merk
oli terhadap putaran mesin
Dapat disimpulkan bahwa
penggunaan Oli C adalah yang paling
tinggi kecepatan putaran mesin
daripada Oli A dan Oli B.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 20
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang
dilakukan terhadap mesin genset tipe
gasoline dengan variasi merk oli A, B,
dan C. Untuk konsumsi bahan bakar
paling irit dan putaran mesin paling
banyak didapatkan pada Oli tipe C.
performa keseluruhan terbaik untuk
genset shark adalah dengan
menggunakan Oli tipe C.
DAFTAR PUSTAKA
Astu P, Djati N. 2006. Mesin konversi
energi. Surabaya : Andi.
Berenschoot, Arend. 1980. Motor
Bensin. Jakarta.
Cengel, Yunus A. & Michael A. Boles.
2006. Thermodynamics : An
Engineering Approach. New York
: McGraw-Hill
Ganesan. V. Internal Combustion
Engine. Madras : McGraw-Hill,
Inc.
Heywood,John B, 1988. Internal
Combustion Engine Fundamental.
Singapore : McGraw-Hill.
Jama, J. 1982. Motor Bensin. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Pulkrabek, Willard W. Engineering
Fundamentals Of The Internal
Combustion Engine. New Jersey :
Prentice Hall.
Syarief, B. 2017. Panduan praktikum
prestasi mesin program studi
teknik mesin universitas lambung
mangkurat. Banjarbaru : PSTM
Unlam.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 21
PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) VARIETAS
FLORIDA PADA KOMBINASI MEDIA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(TKKS) DAN MEDIA FIBER
Gusti Rokhmaniyati Iskarlia dan Budi
Prodi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur
Email : [email protected]
ABSTRACT
Oyster fungus conducting turns white (Pleurotus ostreatus) constitute one of
agribusiness effort that have sizable business opportunity because in 10 economic point
the last years oyster fungus turn white increasingly by use of timbered powder medias
already be packed deep plastic pokes. At the height oil palm production therefore
appearance one problem as increasing as waste as bunch of oil palm empty (TKKS) and
fiber which is resulted. One of that waste processing strategy gets to be utilized to been
made oyster fungus growing medias turns white.
This research utilize experiment method that is utilized to get data by undertaking one
direct attempt, meanwhile observation method and bibliography method is with
literature way of reading and bearing aught books its with Final Task collation this.
Observation that doing to cover miselium's growth watch until fruit body. In it who will
be utilized as guidance to know miselium's growth until oyster fungus fruit body turns
white.
The results of P1 were found that the growth of mycelium on the 43rd day after
inoculation was not yet developed, whereas in P2 the mycelium growth was uneven on
day 34 after inoculum and in P3 the mycelium growth only spread on day 28 after
inoculation of spreading was not seen again. The gro wth of mycelium from 3
combinations between empty palm oil bunches (TKKS) and fiber media is still not
maximal because there are still many factors that affect the growth of mycelium until
the fruit grows from seed selection, contamination, less effective treatment. , baglog and
composition is still not good.
Keywords : Oil palm waste (TKKS) and fiber, baglog, oyster fungus.
PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu
industri perkebunan yang mengalami
pertumbuhan signifikan, terutama di
wiliyah Kalimantan Selatan. Pada tahun
2013 luas areal perkebunan kelapa sawit
di Kalimantan Selatan mencapai
475.739 Ha kemudian meningkat
menjadi 524.229 Ha pada tahun 2015
atau dengan kata lain pertumbuhan areal
kelapa sawit dalam kurung waktu 2
tahun cukup signifikan. Produksi kelapa
sawit di Kalimantan Selatan, pada tahun
2013 mencapai 1.244.040 ton menjadi
1.391.458 ton pada tahun 2015 dengan
produksi 2 tahun terakhir cukup
meningkat (Direktorat Jenderal
Perkebunan RI, 2014).
Meningkatnya produksi kelapa
sawit maka muncul sebuah permasalah
berupa peningkatan limbah yang
dihasilkan. Salah satu strategi
pengolahan limbah kelapa sawit adalah
melalui pemanfaatan limbah tersebut
sehingga dapat meningkatkan nilai
tambahnya. Berbagai cara telah
dilakukan untuk memanfaatkan limbah
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 22
industri kelapa sawit, diantaranya
pemanfaatan limbah abu tandan kosong
sawit sebagai katalis basa pada
pembuatan biodiesel dari minyak sawit
(Yoeswono, dkk., 2007 dalam Hidayati,
2015), pemanfaatan limbah cair kelapa
sawit sebagai pupuk dan produksi
biogas (Mahajoeno dkk., 2008 dalam
Hidayati, 2015), penggunaan limbah
cangkang untuk dijadikan arang dan
karbon aktif (Kurniati, 2008 dalam
Hidayati, 2015), hingga pemanfaatan
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
sebagai bahan baku pupuk kompos
(Dahyar, 2010 dalam Hidayati, 2015).
Limbah tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) merupakan limbah padat yang
paling banyak dihasilkan oleh industri
kelapa sawit yaitu sekitar 22-23%,
limbah cangkang (shell) sebanyak 6,5%,
wet decanter solid (lumpur sawit) 4%,
serabut (fiber) 13% serta limbah cair
sebanyak 50% dari total tandan buah
segar (TBS) yang diolah (Mandiri 2012
dalam Hidayati, 2015).
Salah satu fenomena yang terjadi di
tempat penumpukan TKKS adalah
banyaknya jamur yang tumbuh pada
limbah tersebut. Jamur yang tumbuh
tersebut umumnya jenis jamur yang
edible atau dapat dimakan (Hidayati,
2015). Studi pemanfaatan TKKS
sebagai media pertumbuhan jamur saat
ini masih terbatas. Padahal budidaya
jamur dengan media TKKS memiliki
beberapa keuntungan diantaranya
TKKS tersedia melimpah, dan beberapa
jenis jamur yang telah diujicobakan
pada media TKKS antara lain jamur
merang Panus sp. (Manuella dan
Gunawan 1997 dalam Hidayati, 2015),
Volvariella volvacea (Siregar, 2010
dalam Hidayati, 2015), Ganoderma
boninense (Sudirman, dkk, 2011 dalam
Hidayati, 2015) dan jamur tiram
Pleurotus sp. (Sudirman dkk, 2011
dalam Hidayati, 2015).
Jamur tiram terdiri atas sekitar
sepuluh jenis, dengan bentuk dan warna
tubuh buah yang berbeda. Jenis-jenis
jamur tiram tersebut beberapa di
antaranyaadalah Pleorotus
citrinopileatus (kuning terang),
Pleorotus euosmus (kecoklatan),
Pleorotus ostreatus (putih), dsb.
Namun, jenis jamur tiram yang paling
sering dibudidayakan adalah jamur
tiram putih dan jamur tiram putih memiliki dua varietas, yaitu varietas
florida dan varietas oystern (Suriawiria,
2006 dalam Rakhmawati, 2012).
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
memiliki kandungan serat yang tinggi
dan kandungan utama TKKS selulosa
54-60%, dan lignin 22-27%. Namun
hingga saat ini, pemanfaatan limbah
TKKS belum dilakukan secara optimal
(Hambali dkk, 2008 dalam Setigama,
2014). Selain limbah TKKS kelapa
sawit juga memiliki limbah fiber yang
merupakan hasil dari daging buah yang
sudah diperas, fiber memiliki
kandungan selulosa 44% dan lignin
23%, kandungan dalam media tanam
jamur tiram sebagian besar terdiri dari
selulosa, lignin. Penggunaan bahan-
bahan tersebut dalam media tanam
jamur tiram diharapkan secara tidak
langsung akan mengalami perubahan
fisik, kimia, dan biologis yang dapat
menigkatkan kualitas serat dari media
tanam tersebut (Suriawiria, 2000 dalam
Hadrawi, 2014). Berdasarkan
persamaan kandungan yang dimiliki
dalam media tanam jamur tiram, TKKS
dan fiber, diharapkan bisa digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan media
tumbuh jamur tiram putih sehingga
dapat diketahui pertumbuhan hasil
jamur tiram putih (Purwanto dan
Sparingga, 2000 dalam Hadrawi, 2014).
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 23
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 6 bulan.
Penelitian ini dilaksanakan di
Showroom Jamur Screen House, Dinas
Pertanian dan Perikanan Kota
Banjarmasin. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif
berdasarkan observasi percobaan.
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini diantaranya sekop kecil
dan besar masing-masing 1 untuk
mengaduk media, pinset untuk menjepit
bibit, lampu spritus untuk inokulasi,
plastik untuk baglog dan cincin untuk
menutup baglog. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
media TKKS, fiber, bekatul, kapur,
bibit jamur tiram putih F2 dan air.
Parameter yang amati dalam
penelitian ini adalah berapa lama
pertumbuhan miselium jamur tiram
putih varietas florida hingga menjadi
tubuh buah pada kombinasi media
tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
dan fiber. Komposisi media TKKS dan
Fiber yang terdiri atas 3 kombinasi yaitu
:
P1 : 75% TKKS + 25% Fiber
P2 : 50% TKKS + 50% Fiber
P3 : 25% TKKS + 75% Fiber
Kombinasi media tersebut,
kemudian ditambahkan masing-masing
1% dedak dan 0.25% dari berat media.
Prosedur kerja dalam pembuatan media
tumbuh jamur tiram putih pada
kombinasi media TKKS dan media
fiber sebagai berikut :
1. Mengumpulkan media TKKS dan
media fiber dari perusahaan PT.
HCT.
2. Pencacahan media TKKS untuk
dijadikan media jamur tiram putih
dan memilih media fiber yang sudah
bersih.
3. Pencampuran media kombinasi
TKKS, fiber, bekatul dan kapur
hingga merata.
4. Menambahkan air secukupnya.
5. Campuran media tersebut ditutup
dengan karung dan dikomposkan
selama 3 hari
6. Pembungkusan atau pembuatan
baglog dengan media yang sudah
mengalami proses pengomposan.
7. Setelah semua bahan media menjadi
baglog kemudian dilakukan
sterilisasi dengan cara dikukus
selama 8 jam.
8. Mendinginkan baglog yang telah
disterilisasi.
9. Melakukan inokulasi bibit jamur ke
dalam baglog.
10. Menginkubasi baglog tersebut
hingga meselium jamur memenuhi
media baglog. Selanjutnya, jika
miselium telah memenuhi media
baglog maka dilakukan pemotongan
cincin penutup sebagai tempat
tumbuhnya badan buah jamur tiram
putih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan P1 (Kombinasi TKKS
75% dan Fiber 25%) Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan dengan media kombinasi
TKKS 75% dan Fiber 25%, diketahui
bahwa miselium jamur tiram putih tidak
dapat tumbuh pada kombinasi media
tersebut (Gambar 1). Selama
pengamatan hingga hari ke 43 setelah
inokulasi belum terlihat ada
pertumbuhan miselium jamur.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 24
Gambar 1. Baglog media P1 pada
hari ke-43 setelah
inokulasi
Perakukan P2 (Kombinasi TKKS
50% dan Fiber 50%)
Hasil pengamatan pada kombinasi
media TKKS 50% dan Fiber 50%,
diketahui bahwa pertumbuhan miselium
dapat tumbuh hingga hari ke-34 setelah
inokulasi. Pertumbuhan miselium
tampak tipis dan tidak merata (Gambar
2). Namun, setelah hari ke-34 tidak
terlihat adanya pertumbuhan miselium
jamur tiram putih.
Gambar 2. Baglog media P2 pada hari
ke-34 setelah inokulasi
Perlakuan P3 ( Kombinasi TKKS
25% dan Fiber 75%) Hasil pengamatan pada kombinasi
media TKKS 25% dan Fiber 75%,
miselium jamur tiram putih tumbuh
hingga hari ke-28 setelah inokulasi.
Pertumbuhan miselium tidak merata dan
sangat tipis. Namun, setelah hari ke-28
tidak terlihat ada pertumbuhan
miselium. Miselium jamur tiram putih
yang tumbuh pada media perlakuan P3
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Baglog media P3 pada hari
ke-28 setelah inokulasi
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa media tanam dengan
menggunakan kombinasi TKKS dan
fiber baik pada perlakuan P1, P2, dan
P3 tidak mendukung penyebaran
miselium yang dapat dilihat pada
gambar 4.2, 4.3 dan 4.4. Hasil tersebut
kemungkinan karena komposisi bahan
media masih belum tepat sehingga
penyeberan miselium tidak bisa merata.
Komposisi media dan pencampuran
bahan dalam pembuatan baglog jamur
tiram putih harus tepat dan merata agar
miselium bisa tumbuh. Komposisi
bahan seperti TKKS, fiber, bekatul dan
kapur harus sesuai dengan kebutuhan
tumbuh jamur tiram putih. Pada
penelitian ini baik perlakukan P1, P2
dan P3 ditambahkan 1% bekatul dan
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 25
0,5% kapur. Komposisi tersebut
kemungkinan kurang sesuai untuk
pertumbuhan miselium yang ditunjukan
dari tidak adanya pertumbuhan
miselium pada perlakuan P1 (Gambar
1), serta pertumbuhan miselium yang
tidak merata dan terhenti pada
perlakuan P2 (Gambar 2) dan perlakuan
P3 (Gambar 3). Penelitian Setiadi dkk
(2015), penambahan dosis bekatul pada
media pertumbuhan jamur tiram putih
berpengaruh sangat nyata terhadap awal
kemunculan miselium dan berat basah
tubuh buah jamur tiram putih dengan
perlakuan terbaik dosis bekatul sebesar
7%. Penelitian Masefa dkk (2016)
menunjukan bahwa dosis kapur
berpengaruh terhadap pertumbuhan
miselium dan berat tubuh buah, dimana
penambahan kapur 1% memberikan
hasil terbaik dengan pertumbuhan
miselium jamur tiram coklat 0,75
cm/hari. Arif dkk (2014) melaporkan
bahwa media TKKS untuk pertumbuhan
jamur tiram putih memiiki kecepatan
pertumbuhan miselium terbaik pada
penambahan kapur sebesar 15 g/baglog
dengan rata-rata pertumbuhan miselium
24 hari. Kapur terdiri dari kalsium
karbonat dengan rumus kimia CaCO3.
Ca yang banyak terdapat pada kapur
berfungsi sebagai aktivator enzim,
sehingga dapat mempercepat
pertumbuhan jamur tiram.
Disamping itu, penggunaaan air
PDAM saat pembuatan baglog pada
penelitian ini juga kemungkinan
berpengaruh terhadap pertumbuhan
miselium jamur tiram putih. Menurut
Mulyanto dan Susilawati (2017),
sumber air yang baik digunakan dalam
budidaya jamur tiram putih adalah
berasal dari air sumur dan tidak
direkomendasikan menggunakan air
PDAM. Hal ini disebabkan air PDAM
mengadung kaporit, yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan miselium
jamur. Selain itu, dalam menggunakan
air jumlahnya juga harus sesuai, tidak
terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Menurut Cahyana et al. (1999),
pemberian air harus sesuai dengan
kebutuhan atau kadar air yang
ditentukan, yaitu mencapai 60-65% dari
seluruh berat bahan yang akan
digunakan untuk membuat baglog.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan hasil
penelitian beserta pemabahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil penelitian P1 menunjukan
bahwa pertumbuhan miselium pada
hari ke-43 setelah inokulasi tidak
terlihat pertumbuhan miselium jamur
tiram putih.
2. Pada perlakuan P2 dan P3 miselium
dapat tumbuh sampai hari ke-34 pada
P2 dan P3 pada hari ke-28 setelah
inokulasi, namun pertumbuhan
miselium semakin menipis dan tidak
merata setelah hari ke-34 pada P2
dan P3 pada hari ke-28 setelah hari
ke-34 dan 28 pertumbuhan miselium
pada jamur tiram tidak terlihat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014.
Statistik Perkebunan Kelapa
Sawit Indonesia, Jakarta.
Hadrawi, J. 2014. Kandungan Lignin,
Selulosa dan Hemiselulosa
Limbah Baglog Jamur Tiram
Putih (Pleurotus ostreatus)
dengan Masa Inkubasi yang
Berbeda Sebagai Bahan Pakan
Ternak. Skripsi : Makassar1
Hidayati, Hidayat M.R., Asmawit.
2015. Pemanfaatan Serat Tandan
Kosong Kelapa Sawit Sebagai
Media Pertumbuhan Jamur Tiram
Putih .Biopropal Industri,Vol. 6,
No.2, Hal.73-80.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 26
Mulyanto, A, I. O. Susilawati. 2017.
Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Budidaya Jamur
Tiram Putih dan Upaya
Perbaikannya di Desa Kaliori
Kecamatan Banyumas
Kabupaten Banyumas Provinisi
Jawa Tengah. Bioscientiae. Vol.
14 No. 1.
Masefa, L., Nurmiati, Periadnadi. 2016.
Pengaruh Kapur dan Domolit
Terhadap Pertumbuhan
Miselium dan Produksi Jamur
Tiram Cokelat (Pleurotus
cystidiosus O.K Miller). Online
Jurnal Of Naturan Sciense. Vol.
5 (1) : 11 - 120
Setiagama, Rosa. 2014. Pertumbuhan
dan Produktivitas Jamur Tiram
Putih (Pleurotus Ostreatus)
Dengan Komposisi Media
Tumbuh Serbuk Gergaji Kayu
Sengon, Tandan Kosong Kelapa
Sawit, Dan Ampas Tahu Yang
Berbeda. Skripsi : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 27
RANCANG BANGUN SIMULASI SAFETY STARTING SYSTEM
PADA MOBIL L300
Muhammad Hafidz Anshori1 dan Misbachudin
1
1)Program Studi D3 Teknik Otomotif Politeknik Hasnur Banjarmasin
ABSTRAK
Tingkat pencurian mobil dapat diminimalisir dengan menggunakan Safety Starting
System lewat lampu kabut pada mobil L300. Dengan cara menggabungkan kabel sistem
starter dengan kabel lampu kabut dan ditambah dengan relay sebagai saklar. Safety
Starting System pada lampu kabut ini pada saat kunci kontak di ON sistem stater tidak
berfungsi karena sistem relay sebagai saklarnya dan saat mengaktifkan harus
mengaktifkan lampu kabut terlebih dahulu. Karena lewat lampu kabut mudah cara
memasang dan jalur kabel hanya digabungkan dengan relay dan kabel kunci kontak.
Tahap analisa yang dilakukan dengan melakukan perakitan 2 tahap sistem: sistem
starter dan sistem pengisian. Starter swith diputar ke posisi ON maka arus mengalir ke
motor starter, kejadian ini akan bergerak berputar dan untuk menghindari kebakaran 3-5
detik selama proses penyetelan. Kunci kontak di putar ke posisi on, arus dari baterai
mengalir ke alternator pada waktu yang sama, arus baterai juga mengalir ke lampu
pengisian dan akibatnya lampu jadi menyala. Dengan adanya bantuan dinamo 1400
Rpm putaran akan lebih cepat sehingga ampere meter akan naik 5-6A dengan cara ini
baterai akan mengisi dengan sendirinya.
Kata Kunci : Kunci Kontak, Tahap Perakitan, Dinamo Starter
PENDAHULUAN
Jumlah penggunaan mobil di
Indonesia semakin meningkat dari tahun
ketahun. Berdasarkan data survei Badan
Statistik Kriminalitas (BSK) pada tahun
2013 terjadi 966 kasus pencurian, naik
38 kasus dari 828 laporan yang diterima
pada tahun 2012. Di wilayah Kepolisian
Resor Metro Jakarta Pusat misalnya,
hingga Oktober 2014 tercatat 592 kasus
pencurian sepeda motor dan mobil. Jika
dirata-ratakan, terjadi minimal dua kali
pencurian dalam sehari di wilayah itu.
Pencuri profesional memang tidak
butuh waktu lama untuk mencuri
kendaraan, mobil khususnya, bahkan
bisa dibilang hanya dalam hitungan
detik. Jadi tidak ada ruginya pemilik
mobil menambah pengaman ekstra
supaya tidak menjadi korban tangan
jahil pencurian.
Tingkat pencurian mobil dapat
diminimalisir dengan menggunakan
Safety Starting System lewat lampu
kabut pada mobil L300. Dengan cara
menggabungkan kabel sistem starter
dengan kabel lampu kabut dan ditambah
dengan relay sebagai saklar. Safety
Starting System pada lampu kabut ini
pada saat kunci kontak di ON sistem
stater tidak berfungsi karena sistem
relay sebagai saklarnya dan saat
mengaktifkan harus mengaktifkan
lampu kabut terlebih dahulu. Karena
lewat lampu kabut mudah cara
memasang dan jalur kabel hanya
digabungkan dengan relay dan kabel
kunci kontak.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 28
Berdasarkan pada uraian diatas
maka penelitian tentang sistem
keamanan mobil maka diajukan judul
“Rancang Bangun Simulasi Safety
Starting System pada mobil L300”.
METODE PENELITIAN
Teori Kelistrikan Mesin
Kelistrikan mesin adalah sistem
kelistrikan otomatisasi dipergunakan
untuk menghasilkan mesin serta
dipertahankan agar tetap hidup. Bagian-
bagiannya terdiri atas baterai yang
mensuplai listrik ke komponen
kelistrikan lainya.
Sistem kelistrikan pada baterai
kendaraan roda 4 dirinci menjadi :
A. Baterai
B. Sistem pengapian
C. Sistem starter
D. Sistem pengisian
Teori Kelistrikan Motor AC/DC
Motor AC
Pengertian Motor AC atau Alternating
Current adalah listrik yang besar dan
arah arusnya selalu berubah-ubah atau
bolak-balik. Motor AC akan
membentuk gelombang yang biasa
dinamakan dengan gelombang
sinusoida. Motor AC memiliki dua buah
bagian utama yaitu “Stator” dan
“Rotor”. Stator merupakan komponen
motor AC statis. Rotor merupakan
komponen motor AC yang berputar.
Motor AC dapat dilengkapi dengan
penggerak frekuensi variabel untuk
mengendalikan kecepatan sekaligus
menurunkan konsumsi dayanya. Ada
beberapa jenis motor AC terbagi
menjadi 2 yaitu :
1. Motor AC Sinkron (Motor Sinkron)
Motor Sinkron adalah motor AC,
bekerja pada kecepatan tetap pada
sistem frekuensi tertentu. Motor AC ini
memerlukan arus searah (DC) untuk
pembangkitan daya dan memiliki torque
awal yang rendah, dan oleh karena itu
motor sinkron cocok untuk penggunaan
awal dengan beban rendah, seperti
kompresor udara, perubahan frekuensi
dan generator motor. Motor sinkron
mampu untuk memperbaiki faktor daya
sistem, sehingga sering digunakan pada
sistem yang menggunakan banyak
listrik.
2. Motor AC Induksi (Motor Induksi)
Motor Induksi merupakan motor yang
paling umum digunakan pada berbagai
peralatan industri. Popularitasnya
karena rancangannya yang sederhana,
murah dan mudah didapat, dan dapat
langsung disambungkan ke sumber daya
AC.
Motor DC
Motor DC atau Direct Current adalah
jenis motor listrik yang bekerja
menggunakan sumber tegangan DC.
Motor DC digunakan pada penggunaan
khusus dimana diperlukan penyalaan
torque yang tinggi atau percepatan yang
tetap untuk kisaran kecepatan yang luas.
Ada beberapa komponen utama motor
DC :
1. Kutub Medan Magnet
Motor DC memiliki kutub medan yang
stasioner dan kumparan motor DC yang
menggerakkan bearing pada ruang
diantara kutub medan. Motor DC
sederhana memiliki dua kutub medan:
kutub utara dan kutub selatan. Garis
magnetik energi membesar melintasi
bukaan diantara kutub-kutub dari utara
ke selatan. Untuk motor yang lebih
besar atau lebih komplek terdapat satu
atau lebih elektromagnet menerima
listrik dari sumber daya dari luar
sebagai penyedia struktur medan.
2. Kumparan Motor DC
Bila arus masuk menuju kumparan
motor DC, maka arus ini akan menjadi
elektromagnet. Kumparan motor DC
yang berbentuk silinder, dihubungkan
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 29
ke as penggerak untuk menggerakkan
beban. Untuk kasus motor DC yang
kecil, kumparan motor DC berputar
dalam medan magnet yang dibentuk
oleh kutub-kutub, sampai kutub utara
dan selatan magnet berganti lokasi. Jika
hal ini terjadi, arusnya berbalik untuk
merubah kutub-kutub utara dan selatan
kumparan motor DC.
3. Commutator Motor DC
Komponen ini terutama ditemukan
dalam motor DC. Kegunaannya adalah
untuk membalikkan arah arus listrik
dalam kumparan motor DC.
Commutator juga membantu dalam
transmisi arus antara kumparan motor
DC dan sumber daya.
Tahap Perancangan Dan Pengujian
Pada proses pembuatan ini ada
beberapa langkah yaitu meliputi 2
sistem diantaranya: sistem starter dan
sistem sistem pengisian.
Sistem Starter
Gambar 1. Sistem Starter
Sumber : Rizky Maulidin (2015)
Sistem Pengisian
Gambar 2. Sistem Pengisian
Sumber : Rizky Maulidin (2015)
Tahap Perakitan Alat
Adapun tahapan perakitan alat
adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan
rancang bangun
2. Melakukan pengukuran dan
Design Stand yang akan
dibangung
3. Melakukan pemotongan
4. Melakukan pengelasan Stand
5. Merapikan hasil lasan
6. Melakukan pewarnaan
terhadap Stand
7. Melakukan pemasangan
rancang bangun Stand Safety
Starting System
8. Pengecekan kembali terhadap
kekuatan las Stand Safety
Starting System
Hasil perakitan :
Gambar 3. Stand Simulasi Safety
Starting System
Sumber: Penulis (2017)
Spesifikasi Stand:
Tinggi = 60 cm
Panjang = 70 cm
Lebar = 60 cm
Lebar Dinamo Starter = 15 cm
Lebar Baterai = 20 cm
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 30
Gambar 4. Hasil Akhir Pembuatan
Stand Simulasi Safety
Starting System
Sumber: Penulis (2017)
Gambar 5. Hasil Rancang Bangun Stand
Safety Starting System
Sumber: Penulis (2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Analisa
Tahap analisa yang dilakukan
dengan melakukan perakitan 2 tahap
sistem: sistem starter dan sistem
pengisian. Starter swith diputar ke
posisi ON maka arus mengalir ke motor
starter, kejadian ini akan bergerak
berputar dan untuk menghindari
kebakaran 3-5 detik selama proses
penyetelan.
Kunci kontak di putar ke posisi
on, arus dari baterai mengalir ke
alternator pada waktu yang sama, arus
baterai juga mengalir ke lampu
pengisian dan akibatnya lampu jadi
menyala. Dengan adanya bantuan
dinamo 1400 Rpm putaran akan lebih
cepat sehingga ampere meter akan naik
5-6A dengan cara ini baterai akan
mengisi dengan sendirinya. (Rizky
Maulidin) 2015 Rancang Bangun
Simulasi Motor Starter Engine Suzuki
Vitara.
Cara Kerja Safety Starting System
Melalui Kunci Kontak dan Lampu
Kabut (Fog Lamp)
Apabila starter switch diputar ke
posisi ON, maka arus baterai mengalir
melalui ke relay dan arus tersebut
berhenti mengalir sementara, pada saat
mengaktifkan lampu kabut (fog lamp)
maka arus dari relay yang ditahan
tersebut bisa mengalir ke kunci kontak
dan mesin bisa hidup. Dibawah ini
adalah skema Safety Starting System
pada mobil L300 :
Gambar 6. Skema rancangan Safety
Starting System pada
mobil L300
Keterangan :
1. Ground 6. Tombol
2. Baterai 7.Lampu
Kabut
3. Kunci Kontak 8. LED
4. Relay
5. Dinamo Starter
Permasalahan pada Komponen-
Komponen
Adapun masalah yang harus
diperhatikan pada komponen-komponen
ini sebagai berikut :
1. Kabel Penghubung
Penggunaan kabel berbeda-beda
ukurannya, tergantung pada berapa
besar arus yang mengalir. Bila arus
yang mengalir besar berarti harus
menggunakan kabel yang besar, tetapi
sebaliknya bila arus yang mengalir
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 31
kecil, cukup menggunakan kabel yang
berdiameter kecil.
2. Relay
Relay berfungsi untuk
mengalirkan arus listrik lebih besar
dengan sistem pengendali ber-arus
kecil. Kebanyakan relay pada mobil
menggunakan relay kaki empat, jenis
relay ini Relay Bosch 12V/30A.
3. Baterai
Sebagai menyimpan energi listrik
yang akan digunakan untuk mensuplai
listrik ke sistem starter, sistem
pengapian, dan komponen-komponen
kelistrikan lainnya. Baterai yang sering
digunakan pada mobil adalah jenis
baterai GS Hybrid 80D26L.
KESIMPULAN
Setelah melakukan pengujian
tugas akhir dengan judul “Simulasi
Safety Starting System Pada Mobil
L300”. Maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dinamo starter tidak dapat bekerja
jika tidak ada sumber tenaga yang
menggerakkannya.
2. Cara memasang Safety Starting
System lebih mudah, tidak banyak
mengeluarkan modal, Safety Starting
System juga tersembunyi dan aman
dari tindak kriminalitas.
3. Sistem ini hanya untuk pada mobil
L300 dan bisa juga dipasang pada
mobil yang tidak mempunyai sistem
keamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Febriyan, K. D. 2015. Identifikasi
Sistem Pengisian pada Mobil
Toyota Kijang Innova 1TR-FE.
Skripsi. Fakultas Teknik Mesin
Universitas Negeri Semarang.
Nalaprana, N. dan A.Sri, 2015, Analisa
Motor AC/DC sebagai Penggerak
Mobil Listrik. Skripsi. Jurusan
Teknik Elektro: Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya.
Nur, Y., F. Anwar dan W. Arif. 2007.
Aplikasi Mikrokontroler sebagai
Kunci Mobil Digital Elektronik.
Skripsi. Program Studi Teknik
Elektronika Politeknik
Balikpapan.
Rizky, M. 2015. Rancang Bangun
Simulasi Motor Starter
EngineSuzuki Vitara. Skripsi.
Program Studi Teknik Otomotif
Politeknik Hasnur Banjarmasin.
Sumarsono, 2012. Sistem Kelistrikan
Engine (Engine Electrical
System) Cet. 1. Bandung: Yrama
Widya.
Urip, S. P3K (Panduan Perbaikan
Mobil dalam Keadaan Darurat).
Cet. 3. Penerbit: Kawan Pustaka,
Depok.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 32
RANCANG BANGUN SIMULASI SECURITY ENGINE
PADA SEPEDA MOTOR
Surya Anton Gunawan
Program Studi D3 Teknik Otomotif Politeknik Hasnur
Email : [email protected]
ABSTRAK
Security Engine adalah suatu pengamanan pada kendaraan baik sepeda motor atau
mobil yang mana digunakan untuk pengamanan ekstra pada kendaraan bermotor.
Kehilangan kendaraan karena pencurian seringkali terjadi pada zaman sekarang, baik
dengan membuka kunci kontak dengan special key sampai menggunakan teknik
penyambung kabel agar mesin dapat hidup tanpa perlu memakai kunci kontak. Dengan
berbagai permasalahan di atas, dibuat lah Security Engine untuk pengaman kendaran
yang hanya diketahui oleh pemiliknya saja. Hasil rancang bangun Security Engine untuk
sepeda motor yaitu tingkat kegagalan sistem sangat minim, dan apabila terjadi
kerusakan maka ada jalur safety untuk melanjutkan agar sepeda motor bisa dihidupkan.
Kata Kunci : Security Engine
PENDAHULUAN
Semakin berkembangnya
zaman, ilmu dibidang otomotif semakin
maju menghasilkan peralatan yang
dapat memudahkan kehidupan manusia
terutama dibidang transportasi. Pada
awalnya ilmu dibidang otomotif hanya
untuk memudahkan didalam
menciptakan alat transportasi tapi dalam
perkembangannya kini sudah banyak
orang yang menjadikannya gaya hidup.
Terlepas dari hal diatas karena
semakin berkembangnya ilmu dibidang
otomotif maka semakin banyak pula
permasalahan yang muncul, untuk
mengatasi permasalahan tersebut
diperlukan sumber daya manusia yang
handal dan terampil serta didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai.
Sistem yang bisa dikembangkan
didunia otomotif pada sepeda motor
yaitu sistem security engine (pengaman
mesin). Security Engine adalah alat
untuk menjaga mesin agar tetap mati
meskipun kunci kontak di ON dan di
starter. Perkembangan security engine
didunia otomotif semakin banyak,
seperti security engine dengan dengan
memakai yang manual (mencabut soket
kunci kontak) sampai dengan memakai
yang teknologi yaitu memakai remote
control. Security Engine ini tidak kalah
dengan security-security lainnya. Dan
semoga alat yang saya buat ini bisa
berkembang dan dipasarkan dibidang
otomotif.
Penelitian ini bertujuan untuk
membuat sebuah sistem keamanan
sepeda motor yang dikontrol melalui
tombol klakson. Sehingga memberikan
rasa aman bagi pengguna kendaraan.
Sistem security engine yang digunakan
ini adalah menggunakan relay sebagai
saklar ON/OFF starter. Hasil dari
rancangan ini adalah menyembunyikan
arus listrik kunci kontak sepeda motor
melalui tombol klakson.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 33
METODE PENELITIAN
Tahap Perancangan Dan Pengujian
Pada proses Perancangan Dan
Pengujian Security Engine ada beberapa
langkah-langkah yang dilakukan, yaitu
sebagai berikut :
Rancangan Skema Security Engine
Berikut alur rangkaian security engine
:
Gambar 1. Skema Security Engine
Keterangan :
1. Baterai 6.
Klakson
2. Kunci Kontak 7. Tombol
3. Relay 1 8. Lampu
4. Dioda 9. Lampu
5. Relay 2
Pengujian
Dari baterai memberi arus ke
kunci kontak dari kunci kontak
memberi arus ke relay 1 setelah itu
relay satu digabungkan ke relay dua.
Cara kerjanya dari relay 1, 87 dan 86
digabung dengan menjadi satu dengan
menggunakan dioda. setelah itu kita
menggunakn relay ke 2 yaitu dari 87 di
gabung ke 87 dan 86. Sedangkann relay
1 pada switch 85 menghantarkan arus ke
ground lampu pertama, lampu kedua
dan tombol klakson dan relay 2 ke 30,
86 digabung dengan relay 1 30 menuju
ke lampu utama 85 dari relay 2 ke
klakson.
Tahap Perakitan Alat
Adapun tahapan perakitan alat
security engine adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan rancang
bangun
2. Melakukan pengukuran dan design
stand yang akan dibangun
3. Melakukan pemotongan
4. Melakukan pengelasan stand
5. Merapikan hasil lasan dengan
menggunakan gerinda tangan
6. Melakukan pewarnaan terhadap
stand
7. Melakukan pemasangan rancang
bangun security engine
8. Pengecekan kembali terhadap
kekuatan las stand security engine
Gambar 2. Rangka Stand Security
Engine
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cara Kerja Sistem Security Engine
Melalui Kunci Kontak dan Klakson
a. Pada saat kunci kontak ON
Dengan memutar kunci kontak
pada posisi start, arus akan mengalir ke
relay dan disaat bersamaan mesin tidak
akan hidup walaupun distarter atau
starter manual tidak akan hidup.
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 34
Gambar 3. Pada Saat Kunci Kontak
“ON”
Gambar 4. Hasil Rancang Bangun
Stand Security Engine
b. Pada Saat Menekan Klakson
Dengan menekan tombol
klakson disaat bersamaan arus listrik
membuka ke relay dan mengirim arus
ke kunci kontak masih dalam keadaan
ON, dan secara bersamaan mesin bisa
hidup.
Gambar 5. Pada Saat Menekan
Tombol Klakson
a. Perawatan
Membersihkan dari kotoran
debu yang menempel agar terlihat
bersih, mengecek kabel, cek baterai, dan
cek relay.
b. Perbaikan
Menyolder kembali disaat ada
kabel yang putus, melakukan
pengecesan baterai disaat baterai mulai
ngedrop, mengganti relay disaat ada
kerusakan pada relay.
c. Konstuksi dan Cara Kerja
Security engine adalah sistem
keamanan mesin untuk menjaga mesin
tetap mati walaupun pada saat kunci
kontak ON. Selain itu model ini mudah
dipasang dan tersembunyi, karena
memakai security engine ini pemilik
sepeda motor merasa aman dan
terhindar dari pencurian sepeda motor.
KESIMPULAN
Setelah melakukan pengujian
tugas akhir dengan judul “Security
Engine”. Maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Lampu indikator tidak akan hidup
meskipun kunci kontak dalam
keadaan ON. Alat ini meliputi
serangkaian komponen satu sama
lain untuk menghidupkan lampu
indikator komponen-komponen
meliputi :
a. Baterai
b. Kunci Kontak
c. Relay
d. Dioda
e. Tombol Klakson
f. Klakson
g. Lampu
h. Kabel Penghubung
2. Baterai memberi arus ke kunci
kontak dari kunci kontak lalu
memberikan arus ke relay 1. Setelah
itu ke relay 2, ke lampu indikator 1
dan lampu indikator 2. Sedangkan
relay 2 memberikan arus ke lampu
Volume 05, Nomor 2, Edisi Oktober 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 35
indikator 2,dan ke tombol klakson
dan klakson.
DAFTAR PUSTAKA
Alexsander. 2005. Simulator Power.
Universitas Gajah Mada:
Yogyakarta.
Indra, M. 2012. Simulator Kunci
Kontak. SMKN 25 Yogyakarta:
Yogyakarta.
Iwan, M. 2001. Simulator Alarm.
SMKN 05 Banjarmasin:
Banjarmasin.
Sutrisno. 2000. Kelistrikan Otomotif.
Universitas Brawijaya: Kediri.
Suparyani. 2013. Kelistrikan Otomotif.
Universitas 11 Maret Surakarta:
Surakarta.
Wibowo, H. 2009. Simulator
AC.SMKN 1 Muara Uya: Muara
Uya.