PENGARUH PENGAJARAN REMEDIAL DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PEMBERIAN TUGAS
TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU
KELAS DASAR II SLB B YRTRW SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010
Skripsi
Oleh:
Drajat Aditya R.P
NIM K5106013
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGARUH PENGAJARAN REMEDIAL DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PEMBERIAN TUGAS
TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU
KELAS DASAR II SLB B YRTRW SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh:
Drajat Aditya R.P
NIM K.5106013
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes Drs. Rahmad Djatun, M.Pd
NIP. 19570901 198203 1 002 NIP.19460410 198003 1 001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Sripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari : Jumat
Tanggal : 11 Juni 2010
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda tangan
Ketua : Drs.R. Indianto, M.Pd (…………….)
Sekertaris : Drs.Maryadi, M.Ag (…………..)
Anggota I : Drs.A. Salim Choiri, M.Kes (………….....)
Anggota II : Drs. R. Djatun, M.Pd (…………….)
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 196007271987021001
iv
ABSTRAK Drajat Aditya R.P. NIM : K.5106013. PENGARUH PENGAJARAN REMEDIAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBERIAN TUGAS TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR II SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2010.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas terhadap peningkatan prestasi belajar matematika pada anak tunarungu kelas II di SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode eksperimen. Sampel penelitian disini yaitu seluruh siswa kelas dasar II SD SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 8 orang anak. Jadi penelitian ini merupakan penelitian populasi (studi populasi). Teknik pengumpulan data prestasi belajar matematika anak tunarungu dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk tes obyektif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik non parametrik Sign Rank Test Wilcoxon dikarenakan jumlah subyek penelitian < 30 dengan menggunakan bantuan SPSS.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh nilai dari Z hitung adalah -2.527 dengan probabilitas 0.012 yang memiliki arti Ha diterima pada taraf signifikansi 5% dan Ho ditolak. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh penggunaan pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas terhadap peningkatan prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010” dapat diterima kebenarannya.
v
ABSTRACT
Drajat Aditya R.P NIM: K.5106013. THE EFFECT OF REMEDIAL TEACHING WITH USING TASK GIVING METHOD FOR THE DEAF CHILDREN’S MATHEMATICS LEARNING ACHIEVEMENT IMPROVEMENT IN CLASS II SLB B YRTRW SURAKARTA IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, April 2010.
The objective of research is to find out the effect of remedial teaching with using task giving method for the deaf children’s mathematics learning achievement improvement in class II SLB B YRTRW Surakarta in the school year of 2009/2010.
In line with the objective, the research method employed was experimental method. The sample of research was all II graders of SD SLB B YRTRW Surakarta in the school year of 2009/2010 as many as 8 children. So this research belongs to population study. Technique of collecting data used was mathematics learning achievement of deaf children using written test in the form of objective test. Technique of validating data used was non-parametric statistic analysis Sign Test Wilcoxon because the number of research subject < 30 using SPSS 16 program aid.
Based on the result of research, it can be found that the Z-statistic value is -2.257 with probability of 0,012 meaning that Ha is supported at significance level of 5% and Ho is not supported. So, it can be concluded that the hypothesis “There is a effect of remedial teaching with using task giving method for the deaf children’s mathematics learning achievement improvement in class II SLB B YRTRW Surakarta in the school year of 2009/2010” is be proven.
vi
MOTTO
“Barang siapa bertaqwa kepada Alloh niscaya Dia akan membukakan jalan
keluar dari setiap masalah hidupnya, Dia akan memberikan rezki dari arah
yang tidak disangka-sangka, dan barang siapa bertawakal kepada Alloh,
niscaya Alloh akan mencukupi setiap keperluannya”
(Terjemahan Q.S At-Talaq ayat : 2-3)
”Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(Terjemahan Q.S Al Mujadilah: 11)
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
• Ayah dan Ibu tercinta
terimakasih atas kasih sayang
yang tiada habisnya dan
kepercayaan yang telah kalian
berikan.
• Kakak dan Adikku Diana,Dewi,
dan Adi terima kasih untuk
semua yang telah kalian berikan
untuk ku.
• Keluarga besar Wongsorejo dan
Kastam Hadi terima kasih atas
segala dukungan dan
semangatnya.
• Teman – temanku Pkh terima
kasih untuk persaudaraan kita
yang kelak akan menjadi sebuah
kisah klasik untuk masa depan.
• Teman- teman sohibul masjid
NH ku tercinta terima kasih
untuk kekeluargaan kalian yang
menyenangkan.
• Almamaterku tercinta
viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
dengan semua nikmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Solawat
serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita,nabiullah Muhammad
SAW beserta para sahabat dan keluarga.
Banyak hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi selama penyusunan
skripsi ini, namun atas bantuan berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat penulis
selesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih, kepada :
1. Prof. Dr. M.Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan FKIP UNS Surakarta yang
telah memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi.
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, selaku ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang
telah memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi.
3. Drs. A. Salim Choiri, M.Kes, selaku ketua Program Studi Pendidikan Luar
Biasa yang telah memberikan ijin penulisan skripsi dan sekaligus
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
skripsi.
4. Drs. R. Djatun, M.Pd, Pembimbing II, atas saran dan bimbingan dalam
menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Misdi, S.Pd, Kepala SLB B YRTRW Surakarta yang telah memberikan
ijin penelitian kepada penulis.
6. Lasmi Setyo Rahayu, S.Pd, guru kelas II SLB B YRTRW Surakarta, atas
bantuannya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan
lancar.
7. Ayah dan Ibu tercinta yang tidak pernah lelah memberikan dukungan
moril dan materiil.
8. Kakak serta Adikku Diana,Dewi dan Adi terima kasih untuk semua yang
kalian berikan untuk ku.
9. Teman – teman Kuliah Pkh ku terima kasih untuk persaudaraan kita yang
tidak akan terlupakan.
ix
10. Teman- teman shohibul masjid NH tercinta, terimakasih atas doa, nasehat
dan dukungannya selama ini.
11. Adik- adik tingkatku tercinta teruskan perjuangan PLB, jalan kita masih
panjang kawan.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya, terimakasih. Semoga Allah
memberikan ganti yang lebih baik untuk semua doa dan bantuan kalian
semua.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis
menerima dengan tangan terbuka semua saran dan kritik yang bersifat
membangun. Akhirnya penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Surakarta, Mei 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
HALAMAN PENGAJUAN ………………………………………………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………. iv
HALAMAN ABSTRAK.(1) ………………………………………………. v
HALAMAN ABSTRACT.(2) ....................................................................vi
HALAMAN MOTTO ………………………………………………………. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………. viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………....... 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………... 4
C. Pembatasan Masalah ……………………………………... 5
D. Perumusan Masalah ……………………………………. . 5
E. Tujuan Penelitian ……………………………………... 5
F. Manfaat Penelitian ……………………………………... 6
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………….. 7
A. Tinjauan Pustaka ……………………………………... 7
1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu ……………………... 7
2. Tinjauan Tentang Pengajaran Remedial .............………... 17
3. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ....................... 30
4. Tinjauan Tentang Matematika ……………………... 31
B. Kerangka Berfikir …………………………………….. 33
C. Perumusan Hipotesis …………………………………….. 34
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………... 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………... 35
B. Metodologi Penelitian …………………………………….. 35
C. Populasi, Sampel .…………………….............. 39
D. Variabel Penelitian …………………………………….40
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 40
F. Uji Coba Instrumen Penelitian ……………………………... 44
G. Uji Validitas Instrumen ……………………………………... 45
H. Uji Reliabilitas Instrumen …………………………………... 45
I. Teknik Analisis Data ……………………………………... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………49
A. Diskripsi Data Penelitian …………………………………... 49
B. Pengujian Hipotesis ……………………...……………… 54
C. Pembahasan Hasil Penelitian ……………………………….. 56
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ...................... 58
A. Kesimpulan Penelitian …………………………………….. 58
B. Implikasi Hasil Penelitian …………………………….. 58
C. Saran …………………………………………………….. 59
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 60
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 68
xii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Kisi- kisi Intrumen Penelitian ....……………………………. 43
Tabel 2. Daftar Nilai Prestasi Belajar Matematika
Sebelum Perlakuan (Pre test) …………………………..... 52
Tabel 3 Hasil Analisis Deskriptif Data Prestasi Belajar Matematika
Sebelum Perlakuan (Pre test) ......…………………………..... 52
Tabel 4. Daftar Nilai Prestasi Belajar Matematika
Sesudah Perlakuan (Post test) ……………………………. 53
Tabel 5.Hasil Analisis Deskriptif Data Prestasi Belajar Matematika
Sesudah Perlakuan (Post test) ……………………………. 53
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir …………………………. 34
Gambar 2. Desain Penelitian ………………………… 46
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kisi-kisi Instrument Test Prestasi Belajar Matematika
Materi Penjumlahan dan Pengurangan ……………………… 69
Lampiran 2. Data nama siswa Try out ……………………………… 70
Lampiran 3. Soal Try Out ............................................................................ 71
Lampiran 4. Kunci Jawaban Soal Try Out .................................................. 77
Lampiran 5. Data Hasil Try Out ……………………………………… 78
Lampiran 6. Perhitungan Uji Validitas dan Reliabilitas ……………… 79
Lampiran 7.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………………....82
Lampiran 8.Soal Pre test …………………..…. 99
Lampiran 9.Soal Post Test ……………...……......105
Lampiran 10.Data nama siswa Pre test dan Post test ……………………... 111
Lampiran 11. Hasil Data Pre test ………………………………................ 112
Lampiran 12. Hasil Data Post test ……….………………………………... 113
Lampiran 13. Hasil Analisis Uji Rangking Bertanda Wilcoxon ................. 114
Lampiran 14. Perijinan Skripsi ……………………………………... 115
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi manusia.
Dengan pendengaran, kita dapat mendengar dan mengerti pesan yang
disampaikan oleh pembicara. Disamping itu kita juga dapat menerima berbagai
macam informasi, baik hal – hal yang terjadi disekitar kita maupun kejadian –
kejadian yang jauh dari tempat kita, yang dapat diketahui dari informasi yang
disampaikan melalui radio, televisi dan media elektronik lainnya.
Ketunarunguan mengakibatkan terhambatnya komunikasi serta
perkembangan bicara dan bahasa anak. Anak tunarungu mengalami kesulitan
untuk mengungkapkan pikiran dan keinginannya melalui ucapan atau bicara.
Sehingga anak tunarungu sulit memahami bicara orang lain. Perolehan
perbendaharaan katanya terbatas, dan menghambat dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya. Bahasa merupakan alat untuk berfikir serta merupakan “pintu
gerbang” untuk mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan.
Kehilangan pendengaran adalah ancaman utama, bukan saja terhadap pendengaran, tetapi juga kepada kehidupan pribadi dan sosial.Ketidakmampuan mendengar penuturan bahasa, musik dan bunyi-bunyian alam sekeliling berkaitan dengan masalah, psikologi sosial yang memberi pengaruh terhadap fungsi dan kualitas kehidupan sehari. Lindblade (dalam Jamilah K. A Muhammad, 2008 : 56).”
Jadi Anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar, baik sebagian atau seluruhnya, yang
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya,
sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan
sehari – hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.
Salah satu dampak dalam kehidupan anak tunarungu, yang
dikarenakan ketunarunguannya adalah anak mengalami kesulitan dalam proses
pembelajaran. Inti dari proses pendidikan secara formal adalah mengajar.
Hasibuan dan Moedjino (1993: 3) menyatakan bahwa “Mengajar adalah
1
2
penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar,
sedangkan inti dari proses pengajaran adalah siswa belajar.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa guru memiliki peran yang penting
dalam keberhasilan suatu pembelajaran, pembelajaran tidak hanya dalam
penyampaian materi saja. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan
salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar, sebagai suatu proses yang dinamis
dalam segala fase dan proses perkembangan siswa.
Dalam proses belajar mengajar, guru harus dapat menciptakan suasana
belajar yang efektif dan kondusif. Selain itu, guru harus dapat membimbing,
mengarahkan siswa untuk mengetahui, memahami, dan mampu mengaplikasikan
ilmu dan pengetahuannya dalam kehidupan sehari – hari, serta dapat membantu
dalam pembentukan kepribadian dan intelektualitasnya.
Slameto (1995: 97) berpendapat bahwa guru mempunyai tugas – tugas
antara lain :
1. Mendidik dengan titik berat dengan memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
3. Membantu perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai – nilai dan penyesuaian diri. Demikianlah, dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.
Sesuai pendapat Slameto, penulis berpendapat bahwa, usaha untuk
menciptakan proses belajar yang dapat merangsang siswa untuk belajar secara
aktif dan dinamis, maka diperlukannya metode pembelajaran yang efektif dan
sesuai dengan kemampuan anak.
Ketidaktepatan penggunaan metode pembelajaran juga sering
menimbulkan kejenuhan, kurang dapat dipahami oleh siswa dan terkesan
monoton, yang akhirnya dapat menimbulkan kesulitan anak tunarungu pada
khususnya dalam belajar. Oleh karena itu, untuk menghindarinya guru hendaknya
3
cukup cermat dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran terutama
pada mata pelajaran yang diverbalkan..
Pengetahuan matematika merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak bagi
anak tunarungu dan hal ini akan menimbulkan berbagai kesukaran mereka untuk
memahami pengetahuan tersebut. Abstraksi menurut Skemp(dalam Tombokan
Runtukahu 1996: 64) adalah proses dimana murid (1)menyadari aturan-aturan
matematika dari pengalamannya, (2)mengenal aturan-aturan itu pada kejadian-
kejadian mendatang. Abstraksi berhubungan erat dengan pembentukan kosep.
Pembentukan konsep harus terjadi dalam diri siswa dan guru tidak membentuk
konsep pada siswa. Sedangkan anak tunarungu dikatakan kurang daya
abstraksinya jika dibandingkan dengan anak yang mampu mendengar.
Berdasarkan berbagai penelitian, Myklebust berpendapat bahwa daya abstraksi
yang kurang pada beberapa tugas anak tunarungu hanya akibat dari terbatasnya
kemampuan berbahasa anak, bukan suatu keadaan mental retardation
(keterbelakangan mental) (Depdikbud 1995:13)
Anak tunarungu membutuhkan penanganan yang khusus dalam
pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena hakekatnya matematika
yang abstrak, mereka juga mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Kesulitan
dalam belajar matematika dapat berdampak negatif di sekolah, kesulitan yang
timbul adalah ketidakmampuan siswa mengaplikasikan dalam kehidupan
selanjutnya. Kesulitan dan kekeliruan yang sering dihadapi dalam pembelajaran
matematika menurut Lerner yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1999:
262) adalah ”kesulitan tentang simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan
proses yang keliru, dan tulisan yang tidak terbaca”.
Kenyataan dilapangan pendidikan yang tidak dapat dipungkiri adalah
banyak siswa yang belum menguasai suatu materi matematika yang diajarkan,
guru telah berpindah pada topik atau materi berikutnya. Keadaan seperti ini terus
berlanjut sehingga anak tunarungu yang belum menguasai suatu materi tertinggal
semakin jauh dalam pelajaran matematika, walaupun anak tunarungu dapat naik
kelas. Alasan yang sering dikemukakan dalam hal ini antara lain adalah
kurangnya waktu untuk mengadakan remidi, mengingat target kurikulum
matematika yang harus diajarkan. Guru memandang semua siswa itu mempunyai
4
kemampuan yang sama, sehingga tidak mengindahkan perbedaan individu yang
berakibat anak tidak mampu memahami materi yang diberikan.
Setiap guru menyadari bahwa dalam proses belajar mengajar selalu ada
siswanya yang mengalami kesulitan belajar sehingga siswa tidak mampu
mencapai ketuntasan belajar. Kesadaran tersebut belum sepertinya ditindak lanjuti
oleh guru untuk mengupayakan solusinya. Salah satu bentuk bantuan yang dapat
diberikan oleh guru untuk mencapai ketuntasan belajar yaitu memberikan kegiatan
pembelajaran remedial.
Pengajaran remedial yang akan diberikan pada anak tunarungu berbeda,
hal ini disesuaiakan dengan kemampuan dan kondisi anak yang juga berbeda.
Pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas merupakan
suatu pengajaran yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan bagi anak yang
tidak berhasil dalam proses belajar mengajar dan merupakan salah satu bentuk
upaya penanganan dan palayanan yang harus diberikan kepada anak mengingat
kemampuan anak yang berbeda dari anak kemampuan anak normal sebayanya.
Melihat keadaan dan permasalahan yang dihadapi anak tunarungu dalam
belajar matematika serta untuk mengetahui pengaruh pengajaran remedial
terhadap peningkatan prestasi belajar anak tunarungu, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang ”Pengaruh Pengajaran Remedial Dengan
Menggunakan Metode Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi
Belajar Matematika Anak Tunarungu Kelas Dasar II SLB B YRTRW
Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka berikut ini akan disajikan
tentang aspek-aspek yang terkait dengan masalah yang akan diteliti adalah sebagai
berikut:
1. Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan sebagian atau seluruh
pendengarannya, sehingga mengakibatkan mereka kurang mampu menerima
pelajaran dengan maksimal seperti halnya pada anak normal.
2. Daya ingat dan kemampuan berfikir abstrak anak tunarungu yang rendah
sehingga mempengaruhi prestasi belajar matematika.
5
3. Pelayanan terhadap anak tunarungu saat ini dalam proses belajar mengajar
selalu mengacu pada program pembelajaran yang berdasarkan atas kurikulum
dan target yang harus dicapai, sehingga anak selalu tertinggal dalam setiap
mata pelajaran. Pengajaran remedial merupakan salah satu usaha guna
meningkatkan prestasi belajar anak tunarungu
C. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini penulis batasi sebagai
berikut:
1. Anak tunarungu penulis batasi untuk anak tunarungu kelas dasar II SLB B
YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
2. Prestasi belajar matematika pada anak tunarungu yaitu tingkat keberhasilan
anak tunarungu dalam menguasai program pelajaran matematika yang
dinyatakan dalam bentuk nilai dari hasil suatu tes.
3. Dalam penelitian ini yang dimaksud pengajaran remedial adalah pembelajaran
yang diberikan kepada anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam
pembelajaran yang bersifat penyembuhan dan pembetulan agar anak
tunarungu dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan
kemampuannya. Didalam pengajaran remedial ini peneliti membatasi dengan
menggunakan metode pemberian tugas kepada siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, maka dalam penelitian
ini dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian
tugas berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar matematika pada anak
tunarungu pada kelas dasar II SLB BYRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui pengaruh pengajaran remedial dengan menggunakan
metode pemberian tugas terhadap peningkatan prestasi belajar matematika pada
6
anak tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran
2009/2010.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah
bertambahnya referensi menuju perkembangan kualitas proses belajar
mengajar bagi anak tunarungu agar menjadi lebih baik lagi dengan adanya
penerapan pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian
tugas.
2. Manfaat Praktis :
a. Bagi Guru
1) Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi
guru atau calon guru tentang pengajaran remedial.
2) Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi guru atau calon guru untuk
usaha meningkatkan prestasi belajar anak tunarungu khususnya
didalam mata pelajaran yang diverbalkan.
b. Bagi Siswa
1) Sebagai alternatif metode pengajaran untuk meningkatkan
prestasi belajar anak tunarungu.
2) Mendapatkan pengalaman belajar yang baru.
3) Sebagai salah satu cara untuk membantu siswa dalam
mempelajari mata pelajaran matematika.
c. Bagi peneliti selanjutnya.
1) Sebagai salah satu referensi untuk melakukan kajian-kajian lebih
lanjut mengenai suatu cara pengajaran anak tunarungu yang
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mereka.
2) Menjadi salah satu bahan kajian yang relevan dalam penelitian
lanjutan dengan variabel yang berbeda
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu
a. Pengertian Anak Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai
rangsangan terutama melalui indera pendengarannya. Batasan pengertian anak
tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada
dasarnya mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini dikemukakan
beberapa definisi anak tuna rungu.
Kehilangan pendengaran adalah ancaman utama, bukan saja terhadap pendengaran, tetapi juga kepada kehidupan pribadi dan sosial. Ketidakmampuan mendengar penuturan bahasa, musik, dan bunyi-bunyian alam sekeliling berkaitan dengan masalah, psikologi sosial yang memberi pengaruh terhadap fungsi dan kualitas kehidupan sehari-hari. (Lindblade dan McDonald, 1995, Saunders 1994, Taylor 1993 dalam Jamila K. A Muhammad, 2008 : 56).
Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri 1996:74)
mengemukakan bahwa “Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar
suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu
tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing)”. Tuli adalah mereka yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga
pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka
yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi
untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar
(hearing aids).
Anak tunarungu adalah yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak. Mufti Salim, (dalam Sutjihati Somantri, 1996:74)
8
Dari berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa tunarungu
merupakan suatu keadaan dimana fungsi indera pendengaran mengalami
gangguan, baik dengan taraf kurang mendengar ataupun karena kerusakan indera
pendengaran, sehingga berpengaruh terhadap keterampilan berbahasa serta dalam
menerima berbagai informasi terutama yang mengandalkan auditoris. Informasi
yang ada hanya dapat mengandalkan indera penglihatan dan pengalaman nyata.
a. Faktor Penyebab Tunarungu
Jamila K. A Muhammad (2008 : 57) mengungkapkan beberapa faktor-
faktor penyebab masalah pendengaran ini bersumber dari berbagai faktor,
sebelum lahir, dan setelah lahir, seperti sebagai berikut :
1. Sebelum masa kelahiran
a. Penyakit turunan yang disebabkan oleh gen
b. Bukan penyakit turunan
1) Sakit selama hamil, terutama oleh virus seperti rubela, demam glandular,
dan selesma.
2) Semasa hamil, sang ibu mengidap penyakit yang disebabkan oleh pola
makan, seperti beri-beri dan kencing manis.
3) Selama hamil, sang ibu mengkonsumsi obat ataupun bahan kimia seperti
kuanin dan streptomycin.
4) Sang ibu menderita toksemia pada masa akhir kehamilan.
2. Saat melahirkan
a. Masa melahirkan yang terlalu lama atau bayi sulit keluar yang menyebabkan
terjadinya tekanan yang kuat pada bagian telinga.
b. Kelahiran prematur
c. Cedera pada saat dilahirkan, terutama pada telinga
3. Setelah Kelahiran
a. Anak mengidap penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus, seperti
gondok dan campak.
b. Kecelakaan yang mencederai bagian telinga
c. Pengkonsumsian antibiotik, seperti streptomycin.
d. Menangkap bunyi yang terlalu keras dalam jangka waktu yang lama
9
M. Tholib, 2009 (dalam http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/anak-
tunarungu/) mengemukakan pendapat tentang faktor penyebab tunarungu
sebagai berikut:
1. Penyebab Tunarungu Tipe Konduktif: a. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat
disebabkan antara lain oleh: 1) tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresia meatus
akustikus externus), dan 2) terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa).
b. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut: 1) Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada
telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya. 2) Terjadinya peradangan/infeksi pada telinga tengah (otitis media). 3) Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki
tulang stapes. 4) Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada
gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran. 5) Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak
terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir. 6) Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
2. Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Sensorineural a. Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan), b. Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:
1) Rubena (Campak Jerman) 2) Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak. 3) Meningitis (radang selaput otak )
Brown seperti yang dikutip oleh Heward & Orlansky (dalam Muljono Abdurrahman, 1994: 71 )memberikan contoh penyebab kerusakan pendengaran yaitu:
1) Materna Rubella (campak), pada waktu ibu mengandung muda terkena penyakit campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran anak.
2) Faktor keturunan, yang tampak dari adanya beberapa anggota keluarga yang mengalami kerusakan pendengaran.
3) adanya komplikasi pada saat dalam kandungan dan kelahiran prematur, berat badan kurang, bayi lahir biru, dan sebagainya.
4) Meningitis (radang otak) 5) Kecelakaan / trauma atau penyakit.
Dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa memang
ada banyak faktor yang menyebabkan ketunarunguan, baik ditinjau dari waktu
10
terjadinya kerusakan ataupun tempat kerusakan indera pendengaran. Semua faktor
tersebut saling berkaitan, belum tentu bayi yang dalam masa kehamilan ibu sangat
sehat sampai proses kelahiranpun lancar, tetapi di masa post natal terjadi hal-hal
yang menyebabkan ketunarunguan, sangat mungkin anak tersebut mengalami
ketunarunguan. Tetapi jika ketunarunguan terjadi sejak lahir, sangat kecil
kemungkinan anak tersebut akan normal pada tahap perkembangan selanjutnya.
b. Klasifikasi Anak Tunarungu
Jamila K. A Muhammad (2008: 59) berpendapat bahwa, “Terdapat
berbagai faktor yang berkaitan dengan klasifikasi masalah pendengaran, yaitu tahap
kehilangan pendengaran, usia ketika kehilangan pendengaran dan jenis-jenis masalah
kehilangan pendengaran”.
Puesche et al, seperti dikutip oleh Boothroyd (dalam Muljono
Abdurrahman, 1994: 64 ) mengemukakan bahwa,” Klasifikasi anak tuna rungu
berdasarkan pada (1) tingkat ketunarunguan dan (2) tempat kerusakan dalam telinga”.
1) Tahap Kehilangan Pendengaran
Jamila K. A Muhammad (2008: 59) menjelaskan lebih lanjut tentang klasifikasi berdasarkan tahap kehilangan pendengaran sebagai berikut:
a) Masalah pendengaran (1) Ringan (mild)
(a) Tingkat kehilangan pendengaran antara 27 hingga 40 dB (b) Memahami percakapan (c) Mengalami kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang pelan dan jauh (d) Memerlukan terapi penuturan
(2) Sedang (moderate) (a) Tingkat kehilangan pendengaran antara 41 hingga 70 dB (b) Memahami percakapan (c) Sulit untuk ikut dalam perbincangan dalam kelas (d) memerlukan alat bantu dengar (e) Memerlukan terapi penuturan
(3) Menengah Serius (Moderate-severe) (a) Tahap kehilangan pendengaran antara 56 hingga 70 dB (b) Memerlukan alat bantu dengar dan latihan pendengaran (c) Memerlukan latihan penuturan dan komunikasi (d) Orang yang ingin berbicara dengan mereka harus berbicara dengan
keras
11
b) Tuli 1) Serius (Severe)
(a) Tingkat hilangnya pendengaran antara 71 hingga 90 dB (b) Dapat mendengar bunyi yang keras pada jarak antara nol sampai 30,5
cm darinya (c) Mungkin hanya dapat membedakan sebagian dari bunyi saja. (d) Memiliki masalah dalam penuturan (e) Membutuhkan pendidikan khusus, alat bantu dengar, dan latihan
penuturan dan komunikasi 2) Sangat serius (profound)
a) Tingkat kehilangan pendengaran lebih dari 90dB b) Sulit untuk mendengar bunyi, walaupun keras. c) Memerlukan alat bantu pendengaran dan terapi penuturan d) Usia ketika kehilangan pendengaran. e) Anak-anak yang kehilangan pendengarannya sebelum dapat bertutur
dan berbahasa berada dalam kategori tuli pralingual yang biasanya menyebabkan masalah dalam pembelajar.
Puesche et al, seperti dikutip oleh Boothroyd (dalam Muljono Abdurrahman, 1994: 64) menjelaskan tentang tingkat ketunarunguan sebagai berikut :
a) Kehilangan pendengaran ringan berarti bahwa suara-suara dengan kekuatan sampai dengan 25-40 dB dan diatasnya tidak dapat didengar. Seseorang yang kehilangan pendengaran ringan dapat mendengar dan berpartisipasi dalam percakapan, akan tetapi mempunyai kesulitan dalam mendengar suara-suara dan bunyi-bunyi yang lembut. Namun demikian, biarpun mereka mungkin terlambat dalam perkembangan bahasanya, akan tetapi bicara dan artikulasinya normal.
b) Kehilangan pendengaran sedang berarti bahwa suara-suara dengan kekuatan 45-70 dB tidak dapat didengar. Pada tingkatan ini, percakapan yang normal sukar diikuti dan artikulasinya kurang baik. Perkembangan bahasa anak semacam ini biasanya terbelakang.
c) Kehilangan pendengaran berat berarti tidak dapat mendengar suara-suara sampai kekuatan 70-90 dB. Mereka sama sekali tidak dapat mengikuti percakapan yang normal. Sebagian besar apa yang diucapkan orang tidak didengar. Alat bantu dengar sangat menolong baik bagi anak yang kehilangan pendengaran sedang maupun berat.
d) Bagi orang yang kehilangan pendengaran sangat berat, suara-suara harus mempunyai kekuatan 90 dB atau lebih agar dapat didengar. Tidak mungkin untuk dapat mendengar suara percakapan yang normal dan alat bantu dengar sedikit sekali manfaatnya.
Meninjau dari kedua pendapat tentang tingkat ketunarunguan di atas, penulis
membuat kesimpulan, bahwa katunarunguan memang dapat diklasifikasikan berdasarkan
taraf kehilangan pendengaran. Dasar klasifikasi ini adalah yang paling berguna dalam
pemberian tindak lanjut dalam pemberian layanan maupun pendidikan bagi anak
tunarungu. Dengan mengetahui berapa dB kehilangan pendengaran anak, maka baik
orangtua maupun guru di sekolah dapat menyesuaikan segala bentuk cara berkomunikasi
dengan anak yang lebih efektif.
12
2). Berdasarkan Letak Gangguan Pendengaran
Berdasarkan letak gangguan pendengaran ketunarunguan Somad dan
Didi Tarsidi dalam http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/anak-
tunarungu/ mengemukakan bahwa Tunarungu dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a) Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
b) Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.
c) Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer.
Puesche et al, seperti dikutip oleh Boothroyd (dalam Muljono Abdurrahman, 1994: 69 ) mengemukakan bahwa,” Kerusakan pendengaran dapat disebabkan kelainan-kelainan pada tiga komponen pendengaran, baik satu komponen saja ataupun gabungan di antara ketiganya, yaitu:
a) Kerusakan konduktif Kerusakan pendengaran yang terjadi apabila bagian luar dan bagian tengah telinga tidak meneruskan getaran suara ke bagian dalam telinga. Ini biasa disebut dengan tuli konduktif. Umumnya pada anak-anak disebabkan karena otitis media (infeksi atau peradangan pada telinga bagian tengah). Tuli konduktif kurang sensitif terhadap suara dan biasanya sampai 50-60 dB. Apabila hal ini terjadi pada masa anak sebelum sekolah, dapat berpengaruh pada perkembangan perseptualnya dan dapat berakibatkesukaran belajar pada waktu ia masuk sekolah. Ini dapat disembuhkan melalui pengobatan atau melalui pembedahan.
b) Kerusakan sensori Kerusakan pendengaran yang disebabkan karena kerusakan sensori, biasanya disebut dengan tuli sensoris atau tuli reseptif. Kerusakan sensori ini terjadi karena cochlea ( rumah siput ) tidak cukup mampu menghantarkan informasi mengenai macam-macam suara yang diterima dari bagian tengah telinga. Kemungkinan yang paling kuat sebab kerusakan sensori ini adalah karena kerusakan beberapa atau semua bagian yang halus pada cochlea. Anak yang tuli sensori atau tuli reseptif , akan kehilangan kemampuan dalam membedakan frekuensi suara, juga berkurangnya kemampuan dalam mengidentifikasi frekuensi-frekuensi suara yang sangat kompleks. Dengan demikian informasi yang disampaikan ke otak tidak rinci.
c) Kerusakan saraf Kerusakan saraf ini menyebabkan gangguan dalam memusatkan perhatian, mengingat, mengenal kembali, asosiasi, dan dalam memahami.
13
Ini dapat disebabkan karena kerusakan langsung pada mekanisme saraf atau kerusakan tak langsung sebagai akibat dari kerusakan sensorik. Dari kedua penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
berdasarkan letak gangguan pendengaran, tunarungu dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori yaitu tunarungu konduktif, sensori dan saraf. Masing-
masing jenis menunjukkan letak kerusakan yang mengakibatkan ketunarunguan.
Dengan klasifikasi ini, akan sangat membantu dalam penanganan secara medis
terhadap upaya penyembuhan atau pemaksimalan fungsi organ pendengaran anak.
Sehingga dapat menunjang segala aspek dalam kehidupan anak, baik secara
individu maupun sosial.
3). Berdasarkan Tingkat Keberfungsian Telinga
Somad dan Didi Tarsidi dalam (http://www.slbmuh-
palu.net/index.php?menu=news&id_news=828 mengemukakan klasifikasi
Anak tunarungu berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar
bunyi, ketunarunguan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu:
a) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan
b) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
c) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
d) Ketunarunguan parah (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual.
14
Untuk kepentingan pendidikan Andreas Dwidjosumanto (dalam Sutjihati Somantri 1996 :74) mengemukakan klasifikasi berdasarkan tingkat keberfungsian telinga, sebagai berikut : : 1. Tingkat I :Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB,
penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
2. Tingkat II :Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB. Penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
3. Tingkat III : Kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB 4. Tingkat IV :Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas
Dari beberapa pendapat tentang klasifikasi anak tunarungu di atas, penulis
menyimpulkan bahwa, pada dasarnya anak tunarungu memang luas cakupannya
dan memang harus ditinjau dari berbagai sisi dalam proses klasifikasi. Di atas
telah disebutkan ada 4 aspek yang menjadi dasar klasifikasi, yaitu berdasarkan
tahap kehilangan pendengaran, letak gangguan pendengaran, taraf
ketidakberfungsian telinga, dan berdasarkan kebutuhan pendidikan dan
budaya.
Klasifikasi tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam pemberian
layanan dan pendidikan khusus bagi anak tunarungu, agar dalam kehidupan baik
individu serta sosial dapat berjalan dengan lancar dan meminimalkan bantuan dari
oranglain. Masing-masing dasar klasifikasi tersebut masih dapat diperluas lagi
nantinya, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Karakteristik Anak Tunarungu
1) Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya. Sutjihati Somantri (1996:76)
Mohammad Efendi (2006:75) mengemukakan bahwa, ”Ada dua hal
penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek
15
kebahasaannya. Pertama, konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsangan bunyi yang ada di sekitarnya. Kedua, akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi pada penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya”.
In spite of consistent field research to the contrary there still exists within both the educational community and the general public a perception that traditional literacy, the ability to read and write, may not be an instructional priority for the student with severe speech and physical disabilities. Victoria Zascavage (2009: 131)
Pendapat di atas menjelaskan bahwa, dalam beberapa penelitian tentang
kelompok pendidikan dan persepsi masyarakat awam menunjukkan bahwa
kemampuan membaca dan menulis pada anak tunarungu dalam kategori serius
mungkin kurang diperhatikan.
Andreas Dwidjosumarto (1996: 36) mengemukakan bahwa, “Karena
anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak
akan berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari
ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia
yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
perkembangan bahasa anak tunarungu memang sangat terbatas. Baik itu dari segi
perkembangan membaca, bahasa tulis dan ujaran. Hal ini merupakan dampak dari
kerusakan dan ketidakberfungsian organ pendengaran yang mereka alami. Akibat
dari adanya kerusakan itu akan mengakibatkan gangguan pada fungsi
pendengaran. Anak mengalami kesulitan untuk memperoleh dan mengolah
informasi yang bersifat auditif. Sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam
melakukan aktifitas berbahasa dan komunikasi secara verbal.
2) Perkembangan Emosi Anak Tunarungu
Herth dalam http://biokristi.sabda.org/biografi_helen_keller mengutip
perkataan Hellen Keller, yang buta dan tuli, di dalam otobiografinya menyatakan
bahwa “jika dia diberi kesempatan untuk memilih antara buta dan tuli, dia rela
memilih sebagai orang yang buta. Ini karena orang yang tuli akan merasa
terasing”.
16
Perkembangan sosial dan emosi anak yang memiliki masalah pendengaran sangat dipengaruhi oleh pengalaman mereka, perlakuan yang diterima, dan melalui kemampuan perkembangan mereka sendiri untuk membuat mereka mampu untuk mengungkapkan permasalahan mereka, keinginan, kebutuhan, dan untuk memahami perasaan oranglain. Jamila K. A Muhammad (2008:68)
Dari kedua pendapat di atas, maka penulis berpendapat bahwa masalah
komunikasi memberi implikasi terhadap kemandirian, kemampuan untuk
bermain, dan berbagi dengan rekan sebayanya. Kekurangan akan pemahaman
akan bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu
menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan hal ini sering menyebabkan
tekanan pada emosinya.
Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan
pribadinya, dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif atau
sebaliknya menampakkan kebingungan atau keragu-raguan.
Emosi anak tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena kemiskinan
bahasanya dan di sisi lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak
tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah,
gelisah.
3) Perkembangan Sosial Anak Tunarungu
Jamila K. A Muhammad (2008: 68) berpendapat bahwa,” Perkembangan sosial dan emosi anak yang memiliki masalah pendengaran sangat dipengaruhi oleh pengalaman mereka, perlakuan yang diterima, dan melalui kemampuan perkembangan mereka sendiri untuk membuat mereka mampu untuk mengungkapkan permasalahan mereka, keinginan, kebutuhan, dan untuk memahami perasaan oranglain. Masalah komunikasi memberi implikasi terhadap kemandirian, kemampuan untuk bermain, dan berbagi dengan rekan sebayanya”.
Sutjihati Somantri ( 1996 : 74 ) mengemukakan bahwa “Sudah menjadi
kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi
antara satu orang dengan oranglain”. Namun bagi anak tunarungu tidaklah
demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan
bahasa membuat dia tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya.
Dan sebaliknya orang lain sulit memahami perasaan dan pikirannya.
Kourbetis (dalam Mantis and Kambas, 2010: 15) mengemukakan bahwa, ”Hearing and consequently the acquisition of speech and linguistic abilities are an essential precondition for the further development of
17
individuality. The lack of hearing and ability of speech from a very young age plays a determinative role in school, social and psychological development.”
Kemampuan berbicara dan berbahasa sebagai akibat dari
ketidakmampuan pendengaran adalah persiapan penting untuk perkembangan
lebih jauh individu. Kekurangan dalam pendengaran dan kemampuan berbicara
dari usia yang sangat muda memegang peranan penting dalam kehidupan di
sekolah, masyarakat dan perkembangan psikologis seoarang anak.
Melihat beberapa paparan ahli di atas penulis menyimpulkan bahwa
manusia sebagai makhluk sosial yang selalu memerlukan kebersamaan dengan
oranglain. Demikian pula anak tunarungu tidak terlepas dari kebutuhan tersebut.
Akan tetapi dikarenakan mereka memiliki kelainan dalam segi fisik yang biasanya
akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan.
Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki
kekurangan dan menilainya sebagai seorang yang kurang berkarya
2. Tinjauan Tentang Pengajaran Remedial
a. Pengertian Pengajaran Remedial
Remedial adalah perbaikan untuk mencapai nilai sesuai standar ketuntasan
(http://dikti.or.id/logpuch, 16 Desember 2009). Pengajaran remedial adalah model
pengajaran yang digunakan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar, seperti
yang dikemukakan oleh Sri Hastuti, P.H (1992:1) yaitu “Pengajaran remedial
secara umum dapat diartikan sebagai upaya yang berkaitan dengan perbaikan pada
diri orang-orang atau suatu pemberian kepada anak sekolah yang terutama
ditujukan kepada anak-anak yang mengalami hambatan dalam proses belajar
mengajar”.
Menurut pendapat Larkin dan Ellis (dalam Gunter Faber, 2009: 85)
mengemukakan bahwa, ”Adequate remedial interventions have to teach students
the knowledge of relevant rules in an understandable way, and useful behavioral
18
patterns with regard to the instruction strategy have to be worked out so as to
bring this knowledge to application”
Intervensi pengajaran remedial yang cukup harus diajarkan pada siswa
dengan cara yang mudah dimengerti dan pola perilaku yang berguna dalam hal
instruksinya harus bisa digunakan sehingga ilmu pengetahuan yang diajarkan itu
bisa diterapkan oleh siswa.
Sedangkan menurut Mulyono Abdurrahman (1999:20) menyatakan
bahwa, “Pengajaran remedial bertolak dari konsep belajar tuntas, yang ditandai
oleh sistem pembelajaran dengan unit pelajaran, guru melakukan evaluasi formatif
dan setelah adanya evaluasi itulah anak-anak yang belum menguasai bahan
pelajaran diberikan layanan remedial”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
pengajaran remedial adalah suatu kegiatan yang bersifat perbaikan atau
penyembuhan yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi anak,
khususnya dalam penelitian ini mengenai pengajaran matematika tentang
penjumlahan dan pengurangan, sehingga diharapkan anak menjadi lebih baik dari
yang sebelumnya.
b. Tujuan Pengajaran Remidial Bagi Anak Tunarungu
Tujuan pengajaran remidial tidak jauh berbeda dengan pengajaran secara
umum yaitu untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal yaitu agar siswa yang
mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan
melalui penyembuhan, perbaikan atau pembetulan dalam :
1) Memahami dirinya, khususnya yang menyangkut prestasi dalam
belajarnya yang menyangkut segi kekuatan, kelemahan, jenis dan
sifat kesulitannya.
2) Mengubah dan memperbaiki cara-cara belajar kearah yang lebih
baik sesuai dengan kesulitan yang dihadapi anak.
3) Memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi
kesulitannya.
4) Mengatasi hambatan-hambatan belajar yang menjadi latar belakang
kesulitannya.
19
5) Mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang baru
yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik.
6) Melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan. (Moh. Surya dan
Moh. Amin, 1989: 8)
Sedangkan tujuan pengajaran remedial menurut Mulyati Arifin (1995:
225) adalah sebagai berikut:
1) Agar siswa memahami dirinya, mengenal kelemahannya. Misalnya
seorang siswa mengenal dirinya tidak dapat belajar secara cepat
maka dia akan menyediakan waktu yang lebih banyak secara sadar.
2) Dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baru untuk
mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik.
Berdasarkan pendapat diatas, maka tujuan pengajaran remedial didalam
penelitian ini dapat penulis simpulkan adalah untuk mengadakan perbaikan-
perbaikan dalam proses pembelajaran matematika, khususnya tentang materi
bilangan yang meliputi bilangan dan lambang bilangan, nilai tempat dan
penjumlahan dan pengurangan bilangan untuk peningkatan prestasi belajar
matematika anak tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran
2009/2010.
c. Fungsi Pengajaran Remidial Bagi Anak Tunarungu
Menurut Mulyati Arifin (1995: 225) pengajaran remedial dalam proses
belajar mengajar memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1) Fungsi korektif
Disini fungsi pengajaan remidiasi untuk memperbaiki hasil belajar melalui
koreksi terhadap faktor-faktor yang terlibat dalam proses belajar mengajar.
20
2) Fungsi Terapi
Disamping dapat memperbaiki siswa dalam mata pelajaran tertentu,
pengajaran remidiasi mempunyai fungsi memperbaiki kepribadian siswa
yang diduga ada penyimpangan.
3) Fungsi Pemahaman
Dalam hal ini memungkinkan guru untuk dapat memperoleh pemahaman
yang lebih terhadap siswanya, dan siswanya dapat lebih memahami
dirinya dan segala aspeknya.
4) Fungsi Penyesuaian
Siswa dapat belajar sesuai kemampuannya sehingga peluang untuk
mencapai hasil yang lebih baik.
5) Fungsi Pengayaan
Kegiatan perbaikan dapat memperkaya hasil belajar siswa.
Menurut Ischak (1987: 35) pengajaran remedial mempunyai fungsi yaitu:
1) Fungsi Korektif
Pengajaran remedial mempunyai fungsi korektif, artinya bahwa melalui
pengajaran remedial dapat diadakan pembetulan atau perbaikan terhadap
aspek-aspek yang dipandang belum mencapai harapan semestinya dalam
keseluruhan proses belajar-mengajar. Hal-hal yang diperbaiki melalui
pengajaran remedial, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Perumusan tujuan
b. Penggunaan metode mengajar
c. Cara-cara belajar
d. Alat pengajaran
e. Evaluasi
f. Segi-segi pribadi siswa.
Dengan perbaikan terhadap hal-hal tersebut, diharapkan prestasi belajar
beserta faktor-faktor yang mempengaruhi dapat ditingkatkan.
2) Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman ialah bahwa dengan pengajaran remedial
memungkinkan bagi guru, siswa dan pihak-pihak lainnya dapat
21
memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap pribadi siswa. Siswa
diharapkan dapat lebih memahami terhadap dirinya dengan segala
aspeknya. Demikian pula guru dan pihak-pihak lainnya dapat lebih
memahami keadaan pribadi siswa.
3) Fungsi Penyesuaian
Pengajaran remedial dapat membentuk siswa untuk dapat meyesuaikan
dirinya dengan lingkungannya. Dalam pengajaran remedial terdapat
penyesuaian yang baik antara siswa dengan tuntutan dalam proses
belajarnya. Siswa dapat belajar sesuai dengan keadaan dan kemampuan
pribadinya, sehingga mempunyai peluang yang lebih besar untuk
memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Tuntutan belajar yang
diberikan kepada siswa telah disesuaikan dengan sifat, jenis dan latar
belakang kesulitannya. Sehingga diharapkan siswa lebih giat belajar.
4) Fungsi Pengayaan
Fungsi pengayaan adalah dengan pengajaran remedial dapat memperkaya
proses belajar-mengajar. Materi yang belum disajikan dalam pengajaran
reguler, dapat diperoleh dalam pengajaran remedial. Pengayaan lain dapat
berupa pengayaan dalam segi metode, alat yang digunakan dalam
pengajaran remedial. Dengan demikian, hasil yang diperoleh siswa dapat
lebih banyak, lebih dalam, lebih luas sehingga khasanah pengetahuannya
lebih kaya.
5) Fungsi Akselerasi
Fungsi akselerasi adalah bahwa pengajaran remedial dapat mempercepat
proses belajar baik dalam arti waktu maupun materi siswa yang tergolong
lamban dalam belajar, dapat dibantu dengan pengajaran remedial sehingga
proses belajarnya lebih cepat.
6) Fungsi Terapeutik
Secara langsung atau tidak langsung, pengajaran remedial dapat
memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian siswa yang diperkirakan
menunjukkan adanya penyimpangan.
22
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pengajaran remedial mempunyai berbagai macam fungsi yaitu fungsi korektif,
fungsi pemahaman, fungsi penyesuaian, fungsi pengayaan, fungsi akselerasi dan
fungsi terapeutik Sedangkan didalam penelitian ini pengajaran remedial yang
dilakukan oleh penulis bertujuan untuk melakukan korektif atau perbaikan
terhadap hasil belajar siswa tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta
tahun ajaran 2009/2010.
d. Langkah-langkah Pengajaran Remedial
Pengajaran remidial merupakan salah satu tahap kegiatan yang utama
dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan
rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar.
Hal ini dilakukan agar tidak mengalami kesalahan dalam memberikan pengajaran
remidial. Anak tunarungu dapat dibantu dalam belajarnya sehingga anak dapat
menguasai hambatan-hambatan yang dialami melalui pengajaran remidial.
Sri Hastuti, P.H (1992:11), membagi lagkah-langkah pengajaran remidial
adalah sebagai berikut:
1) Mengadakan Diagnostik
a) Mengetahui letak kesulitan matematika.
b) Mengetahui sebab-sebab kesulitan matematika.
c) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disaat belajar.
d) Apakah siswa dapat mengerjakan soal matematika dengan waktu
yang lama atau tidak.
2) Penelaahan kasus
Penelaahan kasus ini merupakan tahapan yang fundamental dalam kegitan
remidial, karena merupakan pangkal tolak untuk selanjutnya. Sasaran dari
penelaahan khusus ini adalah:
a) Dapat diperolehnya gambaran yang lebih definitif mengenai
karakteristik dan permasalahan kasus.
b) Dapat diperolehnya gambaran yang lebih definitif mengenai
alternatif tindakan remidial yang direkomendasikan.
23
3) Pilihan alternatif tindakan
Pilihan alternatif tindakan ini dilakukan untuk mencari cara atau usaha
yang sebanyak-banyaknya untuk memperkirakan beberapa kemungkinan-
kemungkinan tindakan apa yang dapat dilakukan. Tindakan dilakukan
sesuai dengan masalah yang dihadapi. Tindakan yang diambil adalah
sebagai berikut:
a) Apakah dilakukan pemeriksaan kesehatan.
b) Apakah perlu diberikan tambahan pelajaran yang secara khusus.
c) Apakah perlu diadakan bantuan penyuluhan.
d) Apakah mengubah situasi dalam keluarga.
e) Apakah mengubah metode mengajar.
Menurut Ischak (1987:43) Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam
pengajaran remedial adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Untuk maksud itu dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Menandai siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan baik yang
sifatnya umum ataupun khusus dalam mata pelajaran matematika.
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membandingkan hasil
belajar yang diperoleh siswa dengan rata-rata kelompok atau kelas,
atau dengan membandingkan hasil belajar yang dicapai siswa
dengan tingkat penguasaan minimal yang harus dikuasi siswa
dalam mata pelajaran matematika.
b) Dari hasil yang diperoleh kemudian dianalisa. Dalam hal ini rata-
rata nilai kelas atau kelompok yang dijadikan ukuran pembanding
bagi setiap angka nilai siswa. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan adalah menghitung nilai rata-rata kelas atau kelompok,
kemudian menandai siswa yang memiliki rata-rata angka nilai hasil
belajarnya dibawah rata-rata nilai kelas. Untuk mengadakan
prioritas layanan, dengan membuat peringkat (rangking)
berdasarkan angka yang diperoleh. Dengan cara demikian dapat
dikatakan bahwa siswa-siswa yang nilai rata-ratanya dibawah nilai
rata-rata kelasnya, diperkirakan mengalami kesulitan.
24
2) Lokalisasi letak kesulitan siswa
Setelah ditemukan siswa yang mengalami kesulitan, maka persoalan
selanjutnya adalah pada bagian mana siswa mengalami kesulitan, pada
ruang lingkup bahan yang manakah kesulitan itu terjadi. Untuk
menemukan hal-hal tersebut, menurut Suhito (1986 : 38) Langkah-langkah
yang dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi, cara yang cukup
sederhana dapat dilakukan adalah membandingkan angka prestasi
siswa yang bersangkutan dari semua bidang studi dengan batas
lulus yang telah ditetapkan.
b) Mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan ruang lingkup bahan
yang dipelajari. Untuk keperluan ini, pendekatan yang paling tepat
kita gunakan tes diagnostik. Dengan menganalisa atau melihat
bahan perincian yang telah disiapkan sebelumnya maka kita dapat
segera mengetahui pada kawasan tujuan belajar itu terjadi.
c) Mendeteksi dalam segi-segi proses belajar hasil analisis empiris
terhadap catatan keterlambatan penyesuaian tugas, prosentasi dan
partisipasi kehadiran, kurang penyesuaian sosial akan memberikan
gambaran yang cukup jelas adanya kesulitan dalam segi proses
belajar.
3) Menetapkan kemungkinan cara mengatasi kesulitan siswa. Pada langkah
ini disusun suatu rencana atau beberapa rencana yang dapat dilakukan
untuk membantu mengatasi kesulitan yang dialami siswa. Rencana itu
hendaknya berisi:
a) Bahan-bahan apa yang harus diberikan untuk membantu mengatasi
kesulitan siswa.
b) Strategi dan pendekatan mana yang harus dilakukan untuk
membantu mengatasi kesulitan siswa.
25
4) Tindak lanjut
Kegiatan yang diperkirakan paling tepat untuk kegiatan tindak lanjut
adalah sebagai berikut :
a) Melaksanakan pengajaran remedial. Kegiatan dapat berupa
pengajaran remedial bagi siswa yang mengalami kesulitan.
b) Melaksanakan pengecekkan terhadap kemajuan belajar siswa baik
pemahaman siswa terhadap bantuan yang diberikan ataupun
mengecek keefektifan pemanfaatan pengajaran remedial yang
dilaksanakan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa langkah-
langkah dalam melakukan pengajaran remedial diantaranya adalah dengan
mengadakan diagnostik/identifikasi, penelaahan kasus, pilihan alternatif tindakan
dan tindak lanjut.
e. Metode Pengajaran Remedial
Menurut Mulyati Arifin (1995: 228), ”Keberhasilan pengajaran remedial
dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya adalah metode yang digunakan ”.
Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain:
1. Metode Pemberian Tugas
Siswa yang mengalami miskonsepsi diberi tugas yang sesuai dengan
kesulitannya. Tugas diberikan mulai dari yang mudah, kemudian diberikan
tugas yang sulit. Tugas dapat diberikan secara individual atau kelompok,
apabila diberikan dalam satu kelompok bersifat homogen, artinya anggota
kelompok itu memiliki kesulitan yang sama.
Metode pemberian tugas akan memberikan manfaat yang baik apabila
dalam pembuatan tugas diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Jenis tugas berdasarkan analisis kesulitan siswa.
b) Ditetapkan standar untuk evaluasi.
c) Tugas disertai petunjuk yang jelas.
d) Sebaiknya tugas dibuat dibawah pengawasan.
e) Di buat penilaian secara cermat.
26
Metode pemberian tugas dalam pengajaran remedial memberikan beberapa
keuntungan antara lain:
a) Siswa dapat memahami bahan pengajaran lebih baik.
b) Siswa dapat lebih mengenal dirinya.
Sedangkan kekurangan metode pemberian tugas dalam pengajaran
remedial, antara lain:
a) Terjadinya kecemburuan pada siswa apabila tugas diberikan secara
individual.
b) Guru akan mengalami kesulitan dalam mendeteksi dimana letak
kesulitan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan secara
kelompok.
2. Metode diskusi
Dalam pengajaran remedial, diskusi dapat dilaksanakan sebagai sarana
untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk memecahkan masalah.
Keuntungan dari metode diskusi ini adalah:
a) Bahan pengajaran lebih dipahami.
b) Siswa lebih mengenal dirinya.
c) Hubungan antar individu lebih baik.
d) Lebih menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Sedangkan kekurangan metode diskusi adalah:
a) Kemungkinan seringnya terjadi kesalahpahaman pada siswa dalam
berdiskusi.
b) Hasil diskusi belum tentu benar karena guru tidak terlibat secara
langsung.
Metode diskusi akan memberikan hasil yang baik untuk pengajaran
remedial apabila:
a) Masalah ditetapkan secara jelas.
b) Masalah harus berkaitan dengan kesulitan siswa.
c) Materi diskusi telah ditetapkan ruang lingkupnya.
d) Tujuan dalam diskusi jelas.
e) Membuat format informasi untuk menilai jalannya diskusi.
27
3. Metode tutor sebaya
Tutor sebaya yang dimaksud disini adalah pemberian bantuan belajar yang
dilakukan oleh siswa seangkatan yang ditunjuk oleh guru. Metode tutor
sebaya dilakukan oleh orang atas dasar bahwa ada sekelompok siswa yang
lebih mudah bertanya, lebih terbuka dengan temannya sendiri
dibandingkan dengan gurunya.
Tutor sebaya akan berhasil bila:
a) Bahan pengajaran yang diberikan telah didiskusikan antara tutor
dengan guru.
b) Guru telah mempunyai data tentang kesulitan yang kira-kira dapat
diperbaiki dengan menggunakan teman sebaya sebagai pembantu
menanyai kesulitan.
Keuntungannya:
a) Bantuan dapat lebih intensif karena siswa merasa lebih terbuka.
b) Bagi tutor mempunyai kesempatan untuk pengayaan.
Kekurangannya:
a) Waktu belajar tutor sebaya untuk bahan pengajaran selanjutnya
dapat berkurang.
b) Guru harus selalu memantau perkembangan siswa serta tutor
sebaya.
4. Metode Pengajaran Individual
Dengan pengajaran individual, proses belajar berlangsung secara
individual. Bentuk interaksi pada kemampuan dan kebutuhan siswa yang
bersangkutan. Pengajaran individual pada satu dan yang lain berbeda
karena kesulitan masing-masing individu berbeda. Pengajaran individual
juga dapat berfungsi sebagai terapeutik menyembuhkan cara belajar, cara
bergaul dan beberapa kendala psikologis yang menyebabkan kesulitan
siswa dalam mengikuti pelajaran. Dalam beberapa hal pengajaran
individual akan berengaruh negatif bila menjadi kebiasaan, karena akan
mengurangi dorongan untuk mandiri.
28
Sedangkan menurut Ischak S.W (1987: 45) ”Remedial adalah ”bantuan”
yang diberikan kepada siswa, baik yang berupa perlakuan pengajaran maupun
yang berupa bimbingan”. Metode-metode yang dapat digunakan dalam kegiatan
perbaikan diantaranya adalah:
1. Metode ceramah.
Metode ceramah adalah metode yang berbentuk penjelasan konsep, prinsip
dan fakta yang disampaikan oleh seorang guru.
2. Metode diskusi.
Metode diskusi adalah merupakan metode interaksi antara siswa dengan
siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah,
menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu.
3. Metode pemberian tugas.
Metode pemberian tugas adalah metode yang diberikan guru kepada anak
yang mengalami kesulitan belajar, dengan cara memberikan beberapa soal-
soal dari yang mudah jika siswa sudah bisa kemudian meningkat kesoal
yang lebih sulit dan seterusnya.
4. Metode bermain peran.
Metode bermain peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua
siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi, siswa melakukan peran
masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia perankan.
5. Metode simulasi.
Metode simulasi adalah metode yang menampilkan simbol-simbol atau
peralatan yang menggantikan proses, kejadian atau benda yang
sebenarnya.
Dari berbagai tinjauan tentang metode pengajaran remedial yang
dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa guru harus memiliki metode
yang paling sesuai dengan karakteristik siswa dan metode yang bisa digunakan
guru diantaranya adalah metode pemberian tugas, metode ceramah, metode
diskusi, metode bermain peran, metode simulasi,dan metode pengajaran
individual. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pemberian tugas. Tugas yang diberikan disesuaikan dengan kesulitan siswa, mulai
29
dari pemberian tugas yang mudah kemudian diberikan tugas yang sulit dan
diberikan secara kelompok maupun individual.
f. Waktu Pengajaran Remedial
Adalah kapan dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan pengajaran remedial dengan baik,
Menurut Mulyati Arifin (1995: 82), pengajaran remedial dapat dilakukan:
1) Pada jam pertemuan biasa.
2) Pada jam pertemuan berikutnya.
3) Pada jam pertemuan yang telah ditentukan.
Sedangkan menurut Ischak (1987: 39) Waktu dan cara pelaksanaan
pengajaran remedial dapat dilakukan, pada :
1) Pada jam pelajaran berikutnya, jika sebagian besar siswa mempunyai
kesulitan belajar yang sama
2) Di luar jam pelajaran biasa, misalnya diberi jam pelajaran tambahan pada
hari atau jam tertentu, dan
3) Diadakan kelas remedial, khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan
belajar tertentu, sedangkan siswa yang lain belajar dalam kelas biasa.
Apabila siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut telah mencapai
tingkat penguasaan tertentu, maka dapat belajar bersama-sama lagi dengan
temannya di kelas biasa.
Jadi dari beberapa pendapat ahli diatas tentang waktu pengajaran remedial
yang dapat diberikan kepada anak, maka peneliti menyimpulkan bahwa
pengajaran remedial dapat dilakukan pada saat jam pertemuan biasa, jam
pertemuan berikutnya, jam pertemuan yang telah ditentukan dan diadakan di kelas
remedial. Didalam penelitian ini pengajaran remedial dilakukan pada jam
pertemuan biasa, siswa yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses
kegiatan belajar mengajar disekolah pada jam pertemuan biasa langsung
dibetulkan atau diperbaiki.
30
3. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi
Menurut Zainal Arifin (1990:3) mengemukakan bahwa, ”Prestasi adalah
hasil dari kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan
suatu hal ”. Sedangkan menurut Poerwodarminto (2001: 700) bahwa ”Prestasi
merupakan hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya”.
Sementara itu menurut kamus besar bahasa Indonesia (2003: 895) kata
prestasi mempunyai pengertian, ”Hasil yang dicapai (dilakukan atau dikerjakan
dan sebagainya)”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi
adalah hasil karya yang baik yang dicapai setelah melaksanakan suatu usaha
secara maksimal sesuai batas kemampuan dari usaha tersebut.
b. Pengertian Belajar
Tentang definsi belajar telah banyak diuraikan oleh para ahli di bidangnya
antara lain:
Menurut Mulyono Abdurrahman (1999: 37), ”Belajar itu sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap”.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2003: 17), bahwa ”belajar” yaitu:
1) Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
2) Berlatih.
3) Berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”.
Sedangkan menurut Winkel (dalam H.J. Gino 1999: 6) belajar adalah
suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif
dengan lingkungan , yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan,dan nilai sikap.
31
Dari berbagai definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses dalam memperoleh kemampuan-kemampuan baru yang
berupa kepandaian atau ilmu yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan pola
pikir yang disebabkan oleh pengalaman.
c. Pengertian Pretasi Belajar
Prestasi belajar adalah output dari proses kegiatan belajar. Hasil belajar
dalam bidang pendidikan di sekolah biasanya diwujudkan dalam lambang angka.
Angka yang diperoleh dari kegiatan belajar inilah yang selanjutnya disebut
dengan hasil belajar atau prestasi belajar. Pada anak jenjang sekolah dasar dan
menengah untuk menggambarkan tingkat pencapaian prestasi dalam proses
belajar digunakan penilaian dengan angka.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 895) prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi dalam Anton Sukarno (1997:15)
”prestasi belajar adalah suatu hasil maksimal yang diperoleh dengan usahanya
dalam rangka mengaktualisasikan dan mempotensikan diri lewat belajar”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil dari
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka atau dengan cara membandingkannya dengan norma tertentu dalam sistem
penilaian yang telah disepakati.
4. Tinjauan Tentang Matematika.
a. Pengertian Matematika
Menurut Paling (dalam Mulyono Abdurrahman1999: 252) mengemukakan
bahwa, matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap
masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi,
menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan
pengetahuan tentang berhitung, dan yang paling penting adalah memikirkan
32
dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-
hubungan.
Lerner (dalam Mulyono Abdurrahman 1999: 252) mengemukakan bahwa
”Matematika selain sebagai bahasa bahasa simbolis juga merupakan bahasa
universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”.
Miller, Buter and Lee (dalam Nicki Anzelmo-Skelton, 2006: 1)
”Mathematics is an important curricular area affecting all aspects of an
individual’s life including formal education, leisure activities, employment, and
day to day living”
Matematika adalah materi yang penting yang mempengaruhi semua aspek
dari kehidupan manusia termasuk diantaranya dalam dunia pendidikan formal,
aktivitas diwaktu senggang, pekerjaan dan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Dari beberapa pendapat ahli diatas penulis menyimpulkan bahwa
matematika selain sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang
memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kuantitas. Ruang lingkup matematika meliputi operasi
perhitungan (aritmatika), pengukuran, aljabar bangun ruang dan berfikir secara
kuantitatif. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi antara
bilangan-bilanagn dan prosedur operasional yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah mengenai bilangan.
b. Fungsi Matematika
Fungsi matematika menurut Cockrof dalam Mulyono Abdurrahman (1999:
253) ada enam fungsi yaitu:
1) Matematika selalu digunakan dalam setiap segi kehidupan.
2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.
3) Matematika merupakan sarana komunikasi yang ringkas dan jelas.
4) Matematika dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai
cara.
5) Matematika meningkatkan kemampuan berfikir logis.
33
6) Matematika memberikan kepuasan terhadap usaha pemecahan masalah
yang menantang.
Sedangkan menurut Anton Sukarno (1997: 51) kegunaan matematika
dalam kehidupan masyarakat antara lain:
1) Sebagai masukan instrumental yang bersikap abstrak dalam sistem proses
belajar mengajar.
2) Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
bilangan dan simbol-simbol.
3) Membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan hidup sehari-
hari.
4) Untuk membantu mempelajari mata pelajaran lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu
pengetahuan yang berfungsi sebagai sarana yang sangat penting bagi manusia
didalam menyelesaikan masalah sehari-hari karena matematika dipakai dalam
segala segi kehidupan.
B. Kerangka Berfikir
Akibat dari keadaan anak tunarungu yang mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasa dan komunikasinya, oleh karena itu mereka memiliki
keterbatasan yang sangat kompleks terutama dalam menerima pelajaran yang
diverbalkan, sehingga untuk mengajarkan matematika pada anak tunarungu
memerlukan penanganan yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan daya pikir
yang dimiliki. Dalam proses pembelajaran matematika pada anak tunarungu
diperlukan perbaikan-perbaikan dalam penyampaian pelajaran yang konkret,
mudah dipahami dan diterima anak, menarik perhatian anak, serta dalam situasi
yang menyenangkan dan melibatkan anak dalam interaksi belajar mengajar.
Salah satu cara yang dipandang perlu untuk meningkatkan prestasi belajar
anak tunarungu adalah dengan pengajaran remidial, sebab pengajaran remidial
34
mempunyai kelebihan yaitu dapat lebih menekankan pada permasalahan yang
sebenarnya anak alami sehingga tercapai hasil belajar yang lebih baik.
Dengan diberikan pengajaran remedial untuk meningkatkan prestasi
belajar matematika pada anak tunarungu, maka kerangka berfikir dapat
digambarkan sebagai berikut:
(S (Se T
mak
pem
tuna
Pre Test belum diberireatment)
Gb.1. Kerangka Berfikir
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah
a dirumuskan hipotesis yang akan diuji kebenarannya, yaitu:
”Ada pengaruh pengajaran remedial dengan menggu
berian tugas terhadap peningkatan prestasi belajar matema
rungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 20
Post Test etelah diberiTreatment)
Treatment dengan
Pengajaran Remedial
diuraikan diatas
nakan metode
tika pada anak
09/2010.”
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1.Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah lokasi dimana penelitian dilaksanakan,sehingga
diperoleh sejumlah data yang dibutuhkan dari masalah yang diteliti. Penelitian ini
dilaksanakan di SLB B YRTRW Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian perlu ditetapkan untuk mempermudah dalam
pelaksanaan penelitian.Penelitian ini dilakukan sesuai jadwal yang sudah
ditetapkan yaitu:
a) Memasukkan ijin : Minggu ke I Maret 2010
b) Mengadakan try-out : Minggu ke II Maret 2010
c) Pre-Test : Minggu ke II Maret 2010
d) Memberi Perlakukan : Minggu ke III Maret 2010
e) Post-Test : Minggu ke II April 2010
f) Pengolahan dan analisis data : Minggu ke III April 2010
g) Penulisan naskah : Minggu ke III April 2010
h) Ujian skripsi : Minggu ke I Mei 2010
B.Metode Penelitian.
1. Pengertian Metode
Pemilihan metode dalam penyusunan skripsi atau karya tulis memegang
peranan yang sangat penting, karena akan berpengaruh dalam menentukan
langkah-langkah penelitian untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Pengertian metode menurut Hadari Nawawi (1995: 61) adalah ”Suatu
prosedur atau rangkaian cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan”.
36
Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1994: 131) ”Metode merupakan cara
utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
metode adalah suatu prosedur atau cara-cara untuk mencapai kebenaran ilmiah.
2. Pengertian Penelitian
Menurut Sutrisno Hadi dalam Hadari Nawawi (1995: 24) ”Penelitian
adalah suatu usaha menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu
pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah”.
Menurut Moh. Nasir (2003:13), ”Penelitian adalah suatu penyelidikan
yang terorganisasi”.
Menurut Nana Sudjana (2009: 3),menyatakan ” Penelitian adalah suatu
kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan data
dengan menggunakan metode dan teknik tertentu.”.
Dari beberapa pendapat tersebut,dapat diambil kesimpulan bahwa
penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
dari suatu penyelidikan yang terorganisir dan sistematis.
3. Pengertian Metode Penelitian
Metode penelitian sangat menentukan dalam upaya menghimpun data
yang diperlukan dalam penelitian. Dengan kata lain metode penelitian adalah
suatu tata cara dalam menentukan langkah-langkah penelitian untuk mencapai
suatu tujuan.
Metode penelitian menurut Hadari Nawawi (1995 : 60) adalah ”Ilmu
tentang metode yang dapat dipergunakan dalam melakukan kegiatan penelitian”
Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1994: 219), ”metode penelitian
adalah usaha mempelajari berbagai aspek kehidupan yang diperhitungkan erat
sekali dengan berbagai perumusan kebijaksanaan dan keputusan”.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam usaha
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran terhadap aspek-aspek
37
kehidupan yang berkaitan erat dalam mengambil kebijaksanaan dan pembuatan
keputusan dengan menggunakan metode ilmiah.
4. Macam-macam Metode Penelitian
Hadari Nawawi (1995: 62-68) menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat
empat macam metode penelitian,Metode penelitian itu antara lain:
1. Metode Filosofis
Metode filosofis adalah prosedur pemecahan massalah yang dimiliki secara
rasional melalui renungan atau pemikiran yang mendalam dan mendasar
tentang hakekat sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik dengan
menggunakan pola fikir induktif,maupun deduktif, fenomenologis dan lain-
lain dengan memperhatikan hukum-hukum berfikir (logika).
2. Metode Diskripsi
Metode Diskripsi adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek penelitian
(seseorang,lembaga,masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya.
3. Metode Historis
Metode Historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan
data masa lalunya atau peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau
suatu kejadian yang berlangsung pada masa lalu terlepas dari keadaan
sekarang dalam berhubungan dengan kejadian atau keadaan masa
lalu,selanjutnya kerap kali juga hasilnya dapat digunakan untuk meramalkan
kejadian atau keadaan yang akan datang.
4. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan
hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih dengan mengendalikan
pengaruh yang lain.
Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis ini termasuk penelitian
eksperimen. Dimana penelitian ini berfungsi untuk mengetes, mengecek dan
38
memverifikasi hipotesa tentang ada tidaknya pengaruh pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas terhadap peningkatan prestasi
belajar matematika anak tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta
tahun ajaran 2009/2010.
Adapun model desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”One
Group Pre Test-Post Test Design” (Suharsimi Arikunto,1996:78) dengan bagan
rancangan penelitian sebagai berikut:
Pre test Treatment Post test
T1 T T2
Keterangan:
T1 : tes yang diberikan sebelum diberi perlakuan atau pre test
X : perlakuan yang diberikan oleh peneliti
T2 : tes yang diberikan setelah diberi perlakuan atau post test.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Kenakan T1, yaitu Pre test,untuk mengukur mean prestasi
belajar sebelum subjek diberi perlakuan.
2. Kenakan subjek dengan simbol X.
3. Berikan T2,yaitu Post test,untuk mengukur mean prestasi
belajar setelah subjek dikenakan variabel eksperimental X.
4. Bandingkan T1 dan T2 untuk menentukan seberapa perbedaan
yang timbul jika ada, sebagai akibat dari digunakannya variabel
eksperimental X.
5. Terapkan test statistik yang cocok, dalam hal ini t test untuk
menentukan apakah perbedaan itu signifikan.
Dalam pelaksanaan penelitian ini,peneliti menggunakan prosedur sebagai
berikut:
1. Kenakan T1, yaitu pre test untuk mengukur prestasi belajar
matematika anak tunarungu sebelum diberi ”pengajaran
remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas”.
39
2. Kenakan subjek dengan (X) atau treatmen atau perlakuan
sebagai penerapan ”pengajaran remedial dengan menggunakan
metode pemberian tugas”.
3. Berikan T2, yaitu post test untuk mengukur prestasi belajar
matematika anak tunarungu setelah diberi perlakuan dengan
”pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian
tugas”.
4. Bandingkan antara T1 dengan T2, untuk mengetahui perbedaan
antara sebelum dengan sesudah diberi perlakuan (treatmen)
C. Penetapan Populasi dan Sampel
1. Penetapan Populasi
Menurut Sudjana (2002 : 6)”Populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif
mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap
dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”.Menurut Suharsimi Arikunto
(2006:130) menegaskan bahwa populasi adalah keseluruhan dari subjek
penelitian. Sedangkan menurut Moh. Nasir (2003: 271) populasi adalah
kumpulan individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.
Dari beberapa pendapat diatas,dapat diambil kesimpulan bahwa
populasi adalah semua elemen yang berada dalam wilayah penelitian dan
memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas dasar II SLB B
YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 8 orang siswa.
2. Penetapan Sampel
Menurut Moh. Nasir (2003:271) ”Sebuah sampel adalah bagian dari
populasi”.Sedangkan Suharsimi Arikunto (2006:131) ”sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah
wakil populasi yang diteliti. Suharsimi Arikunto (2006:134), ”Untuk sekedar
ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
40
semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Sampel dalam
penelitian ini tidak digunakan karena penelitian ini termasuk penelitian
populasi yang artinya semua individu didalam populasi yang berjumlah 8
siswa dijadikan subjek penelitian.
D. Variabel Penelitian.
Menurut Moh.Nasir (2003:123) ”variabel adalah konsep yang
mempunyai bermacam-macam nilai. Variabel dapat juga dibagi sebagai
variabel dependen dan variabel independen. Variabel independen adalah
antecedent dan variabel dependen adalah konsekuensi. Variabel yang
tergantung atas variabel lain dinamakan variabel dependen.
Variabel bebas adalah variabel penelitian yang diduga sebagai
penyebab timbulnya variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi,
diamati dan diukur untuk mengetahui pengaruhnya terhadap variabel lain.
Variabel terikat adalah variabel yang timbul sebagai akibat langsung
dari manipulasi dan pengaruh variabel bebas. Ada juga yang mengatakan
bahwa variabel terikat adalah variabel penelitian yang diukur untuk
mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain.
Adapun variabel bebas dari penelitian ini adalah ”Pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas”. Sedangkan variabel
terikatnya adalah ”Prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas dasar II
SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010”.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Tes
a. Pengertian Tes
Tes adalah cara untuk mengetahui hasil dari pelajaran yang diberikan
dalam jangka waktu tertentu. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 150) bahwa
”Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur ketrampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok”. Tes adalah alat atau prosedur yang
dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian (Anas Sudijono, 2005: 67 ).
41
Jadi tes adalah suatu teknik atau cara dalam rangka pengukuran atau
penilaian yang didalamnya terdapat sejumlah pertanyaan/ latihan diberikan
kepada seseorang testee untuk mengetahui atau mengukur keterampilan,
pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau
kelompok dengan cara aturan yang sudah ditentukan. Metode tes digunakan untuk
mengumpulkan data tentang nilai prestasi belajar matematika anak tunarungu.
b. Syarat-syarat Tes Yang Baik
Syarat-syarat tes yang baik menurut Hadari Nawawi (1995: 128)
adalah sebagai berikut :
1) Tes harus valid artinya tes tersebut benar-benar dapat
mengungkapkan aspek yang diselidiki secara tepat.
2) Tes harus reliabel artinya tes tersebut sebagai alat pengukur
mampu memberikan hasil yang relatif tetap apabila dilakukan
secara berulang pada sekelompok individu yang sama.
3) Tes harus obyektif artinya suatu tes dikatakan obyektif apabila
dalam memberikan nilai kuantitatif terhadap jawaban, unsur
subyektivitas penilai tidak ikut mempengaruhinya
4) Tes harus bersifat diagnostik artinya suatu tes dalam penelitian
harus memiliki daya pembeda dalam arti mampu memilah-milah
atau memisah-misahkan individu yang memiliki keadaan tertinggi
sampai dengan terrendah dalam aspek psikologis yang akan
diungkapkan.
5) Tes harus efisien artinya suatu tes yang mudah cara
mengerjakannya dan mudah pula cara menilainya.
Dengan melihat syarat-syarat tes tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa tes yang baik dan standart adalah tes yang dapat
memenuhi fungsinya, bernilai sama serta disesuaikan dengan kemampuan
siswa.
42
c. Jenis-jenis Tes
Menurut Anas Sudijono (2005: 75), penggolongan tes berdasarkan cara
mengajukan dan memberikan jawaban adalah sebagai berikut:
1) Tes tertulis yaitu tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soal dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawaban secara tertulis.
2) Tes lisan yaitu tes dimana tester di dalam mengajukan pertanyan atau soal yang dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawaban secara lisan pula.
3) Tes perbuatan yaitu tes yang digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Hadari Nawawi (1995: 126) menyatakan bahwa ”Tes obyektif terdiri
atas beberapa bentuk”, yaitu:
1) Benar-Salah (true-false items). 2) Pilihan Ganda (multipel choice items). 3) Menjodohkan (matching choice items). 4) Melengkapi (completion items) 5) Jawaban Singkat (short answer items)
Dari penjelasan di atas, maka bentuk tes yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah tes tertulis dengan bentuk tes obyektif. Adapun kelebihan dan
kekurangan tes bentuk obyektif ini menurut Anas Sudijono (2005: 133-135),
adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan tes obyektif
1) Tes obyektif bersifat representatif
2) Memungkinkan testee untuk bersikap lebih obyektif
3) Untuk mengoreksi tes obyektif jauh lebih mudah dari pada tes
uraian
4) Memungkinkan orang lain untuk dapat membantu mengoreksi
hasil tes tersebut.
5) Butir-butir soalnya jauh lebih mudah untuk dianalisis
43
b. Kekurangan tes obyektif
1) Penyusunan butir soal jauh lebih sukar
2) Kurang dapat mengukur/ mengungkap proses berpikir yang tinggi/
mendalam
3) Ada kemungkinan testee berspekulasi
4) Memberi peluang testee untuk melakukan kerja sama.
Dari penjelasan di atas, maka bentuk tes yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah tes tertulis berupa butir tes bentuk obyektif dengan
menggunakan tipe butir pilihan ganda dengan ragam pilihan ganda biasa
berjumlah 40 item.
d. Prosedur Penyusunan Tes Obyektif
Adapun langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam penyusunan tes
adalah sebagai berikut:
1) Meminjam GBPP kepada guru kelas II SLB B YRTRW Surakarta
2) Menyusun kisi-kisi yang didasarkan pada GBPP tersebut
3) Menyusun soal matematika yang berjumlah 40 item. Sebagai acuan
dalam menyusun tes tersebut digunakan buku matematika kelas 2a
Mari berhitung untuk Sekolah Dasar kelas 2 yang diterbitkan oleh
Depdikbud Jakarta dan Lembar Kerja Siswa Tunas kelas 2a.
4) Mengkonsultasikan soal kepada pembimbing I dan pembimbing II.
Sebelum tes tersebut dibuat maka terlebih dahulu penulis menentukan
kisi-kisi dari tes tersebut. Adapun ketentuan kisi-kisi tes tersebut adalah sebagai
berikut:
Kisi-kisi Soal Tes Matematika Kelas II No. Sub-sub pokok
bahasan Indikator No. Item Jumlah
1. Bilangan dan lambang bilangan
a) Mengenal urutan angka 300-500
b) Membaca lambang bilangan 300-500
c) Menulis lambang bilangan 300-500
1,12,15,25 4,5,6,18 11,16
4 4 2
2. Nilai tempat a) Nilai tempat ratusan b) Nilai tempat puluhan
8,22 27,39
2 2
44
c) Nilai tempat satuan 29,35 2 3. Penjumlahan a) Penjumlahan 2 bilangan dua
angka. b) Penjumlahan bilangan tiga
angka dan dua angka. c) Menjumlahkan 2 bilangan
tiga angka. d) Menjumlah 3 bilangan.
2,31 7,36 19,32 26,38
2 2 2 2
4. Pengurangan a) Pengurangan 2 bilangan dua angka.
b) Pengurangan bilangan tiga angka dan dua angka.
c) Pengurangan 2 bilangan tiga angka.
d) Mengurangi 3 bilangan.
9,30 3,13 24,33 21,40
2 2 2 2
5. Penjumlahan dan pengurangan
a) Penjumlahan dan pengurangan.
14,17,23,28 4
6. Soal cerita a) Soal cerita berupa penjumlahan
b) Soal cerita berupa pengurangan
10,20 34,37
2 2
Jumlah 40
Tabel 1. Kisi- kisi intrumen penelitian.
F. Uji Coba Instrumen Penelitian
Instrumen yang telah dibuat sebelum digunakan untuk mencari data
terlebih dahulu dilakukan try out. Try out dilakukan untuk mengetahui apakah
instrument alat ukur yang telah disusun sudah menjadi instrument yang baik. Try
out dilakukan pada metode pokok yaitu tes. Kondisi instrument yang baik dan
buruk akan sangat berpengaruh terhadap data penelitian yang akan diterima oleh
peneliti.
Jumlah butir pertanyaan soal yang diujikan sebanyak 40 butir
pertanyaan, yang kemudian akan diujikan di SLB B YAAT Surakarta kelas II.
Tujuan dari uji coba adalah untuk menentukan item-item yang memenuhi syarat
45
validitas dan reliabilitas tes sehingga item-item tersebut dapat diterima sebagai
alat pengambil data dan dijadikan alat ukur penelitian.
G. Uji Validitas Instrumen
Sebelum instrumen digunakan perlu diuji terlebih dahulu validitasnya.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 168)”Sebuah instrumen dapat dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkapkan data
dari variabel yang diteliti secara tepat”.
Dalam penelitian ini menggunakan dua validitas yaitu validitas isi untuk
mengukur sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan materi yang
akan diukur (Saiffudin Azwar, 2003: 45) yang telah disesuaikan dengan
kurikulum dan validitas eksternal untuk mengetahui kevalidan instrumen yang
digunakan menggunkan teknik korelasi antara item dan total item yang diolah
dengan rumusan Korelasi Product Moment (Suharsimi Arikunto, 2006: 170).
Untuk penelitian ini dalam mencari validitasnya menggunakan korelasi product
moment menggunakan bantuan komputer program SPSS 16. Tes yang digunakan
adalah tes yang sudah terbukti kevalidan dan reliabilitasnya. Karena sebelum tes
ini digunakan untuk mengukur respon yang sebenarnya, tes ini sudah diuji
cobakan di SLB B YAAT Surakarta.
H. Uji Reliabilitas Instrumen
Suatu alat ukur dikatakan reliable apabila alat ukur tersebut dapat
mengukur suatu gejala yang menunjukkan hasil yang sama meskipun dilakukan
dalam waktu yang berbeda.. Suharsimi Arikunto (2006: 178)”Reliabilitas
menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik”.
46
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasati, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.(Suharsimi
Arikunto, 2006: 231).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi sebagai
teknik pelengkap pengumpulan data yaitu untuk mengetahui serta mengumpulkan
data kemampuan yang dimiliki siswa terutama dalam bidang studi matematika
kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
I. Teknik Analisis Data
Sebagai tehnik analisis data hasil penelitian ini menggunakan tehnik
analisis kuantitatif. Penelitian ini menggunakan tehnik non-parametrik yaitu
teknik analisis tes rangking bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test) yang
bersimbol Z. Dimana teknik ini digunakan karena sesuai dengan jenis eksperimen
dan data. Peneliti menggunakan One Group Pretest - Posttest Design, yaitu
sekelompok subyek yang dikenai perlakuan dalam jangka waktu tertentu,
pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan diberikan, dan pengaruh
perlakuan diukur dari perbedaan antara pengukuran awal (T1) dan pengukuran
akhir (T2).Secara bagan sebagai berikut:
Pre test Treatment Post test
T1 T T2
Gb.2. Desain Penelitian
Keterangan:
T1 : tes yang diberikan sebelum diberi perlakuan atau pre test
X : perlakuan yang diberikan oleh peneliti
T2 : tes yang diberikan setelah diberi perlakuan atau post test.
Adapun langkah-langkah analisis Tes Rangking Bertanda Wilcoxon
adalah sebagai berikut:
47
1) Perumusan Hipotesis
Hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
Rumusan hipotesis dua pihak:
a) Ho : Tx = Ty (Tidak ada pengaruh penggunaan pengajaran
remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas
terhadap peningkatan prestasi belajar matemtika anak
tunarungu adalah signifikan)
b) Ha : Tx ≠ Ty (Ada pengaruh penggunaan pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas terhadap
peningkatan prestasi belajar matematika anak tunarungu adalah
tidak signifikan).
2) Pemilihan taraf signifikasi (α )
Taraf signifikasi (α ) adalah 5 %
3) Penentuan statistik uji
Dalam penelitian eksperimen seperti halnya yang terdapat dalam
Suharsimi Arikunto (2002: 274) bahwa untuk menganalisis hasil
eksperimen yang menggunakan one group design pretest dan posttest.
4) Keputusan uji
Keputusan uji dalam penelitian ini adalah:
1) H0 ditolak bila nilai Z yang diperoleh dengan Pvalue > taraf
signifikasi 0,05. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian
ini yang berbunyi : “tidak ada pengaruh pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas terhadap
peningkatan prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas
dasar II di SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran
2009/2010”, tidak dapat diterima kebenarannya.
2) Ha diterima bila nilai Z yang diperoleh dengan Pvalue < taraf
signifikasi 0,05. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian
ini yang berbunyi : “ada pengaruh pengajaran remedial dengan
menggunakan metode pemberian tugas terhadap peningkatan
48
prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas dasar II di
SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”, dapat
diterima kebenarannya.
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab hasil penelitian dan pembahasan ini, secara berturut – turut
dikemukakan mengenai : (a) diskripsi data, yang memuat persiapan, pelaksanaan
dan hasil – hasil penelitian yang disajikan berdasarkan variabel yang diteliti,
(b) pengujian hipotesis dan (c) pembahasan hasil penelitian.
A. Diskripsi Data
1. Persiapan Penelitian
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh penggunaan metode pengajaran remedial terhadap peningkatan
prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas II SD di SLB-B YRTRW
Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
Penelitian ini berlokasi di SLB–B YRTRW Surakarta dengan mengambil
populasi seluruh siswa Sekolah Dasar kelas II di SLB–B YRTRW Surakarta.
Dalam penelitian ini semua populasi dijadikan sampel karena jumlah populasinya
sedikit sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi yang berjumlah 8
siswa tunarungu yaitu 6 laki – laki dan 2 perempuan.
Ada dua kegiatan utama pada tahap persiapan, yaitu : (a) persiapan
administrasi dan (b) persiapan instrumental penelitian.
a. Persiapan Administrasi
Sebelum penelitian lapangan dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan
pengurusan administrasi, terutama perijinan lapangan, pembuatan proposal
penelitian dan konsultasi / perijinan dengan sekolah yang bersangkutan. Kegiatan
ini juga dimanfaatkan untuk sosialisasi rencana penelitian.
50
b. Persiapan Instrumental
Perangkat penelitian dalam bentuk instrument, penyusunannya dilakukan
berdasarkan teori-teori yang telah dikembangkan. Instrumen penelitian berupa tes
yang disusun berdasarkan kisi-kisi yang sebelumnya telah dibuat berdasarkan
standar kurikulum Selanjutnya instrument tes diujicobakan guna mengetahui
validitas dan reliabilitasnya, khususnya instrument pengumpulan data tentang
peningkatan prestasi belajar matematika pada siswa tunarungu kelas II SD SLB B
YRTRW Surakarta menggunakan metode pengajaran remedial. Try out, validitas
dan reliabilitas instrument ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2010.
Hasil pengembangan instrumen ini berupa item – item pertanyaan
sebanyak 40 item. Try out dilaksanakan di SLB-B YAAT. Data hasil uji coba alat
tes setelah dilakukan analisis dengan rumus korelasi product moment
menggunakan komputer program SPSS 16. dinyatakan 32 item valid dan 8 soal
yang tidak valid, yaitu pada nomor 3, 9, 11, 20, 23, 29, 38 dan 39. Soal yang tidak
valid tersebut tidak dipergunakan karena sudah terwakili oleh soal-soal yang lain .
Koefisien reliabilitas diperoleh 0, 987 yang berarti instrument yang dikembangkan
termasuk andal. Dan selanjutnya 32 item soal yang sudah teruji keterandalannya
akan digunakan dalam penelitian yang sesungguhnya.
2. Pelaksanaan Penelitian
Setelah instrument dan persiapan lapangan selesai dilaksanakan,
selanjutnya dilaksanakan kegiatan penelitian lapangan. Adapun jadwal persiapan
sampai dengan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
1) Permohonan izin kepada Kepala Sekolah SLB–B YRTRW Surakarta
sebagai tempat pelaksanaan penelitian. Perrmohonan izin ini dilaksanakan
pada tanggal 2 Maret 2010.
2) Observasi pertama untuk mengetahui jumlah subyek penelitian dan juga
observasi kelas II SD di SLB–B YRTRW Surakarta untuk menyesuaikan
hari dan waktu yang sesuai dengan jadwal mata pelajaran matematika serta
menyesuaikan waktu dengan guru kelas II . Observasi ini dilaksanakan
pada tanggal 4 - 6 Maret 2010.
51
3) Pre test tentang kemampuan matematika sebelum diberikan perlakuan
dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2010.
4) Kegiatan perlakuan/treatment dilaksanakan sebanyak 4 kali, yaitu pada
tanggal 15 sampai 25 Maret 2010 dengan materi “Lambang bilangan dan
nilai tempat, Penjumlahan, Pengurangan, Penjumlahan dan pengurangan,”.
5) Post test tentang penguasaan kemampuan bilangan pada mata pelajaran
matematika yang dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2010.
3. Hasil Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengajaran Remedial Dengan
Menggunakan Metode Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar
Matematika Anak Tunarungu Kelas Dasar II SD SLB-B YRTRW Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010” terdapat dua jenis variabel sebagai berikut:
1. Metode pengajaran Remedial dengan menggunakan metode pemberian
tugas sebagai variable bebas (X)
2. Prestasi Belajar Matematika sebagai variabel terikat (Y)
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen karena penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab-
akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa
kelompok eksperimental. Dalam penelitian ini penulis melakukan treatment
terhadap siswa yang dijadikan responden penelitian. Prosedur yang penulis
lakukan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes awal (pretest) pada
siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan treatment,
baru setelah treatment diberikan, siswa di berikan test kembali untuk mengetahui
hasil dari kemampuan akhir siswa setelah treatment (posttest). Hasil pre test dan
post test inilah yang dijadikan dasar bagi penulis untuk mengetahui prestasi
belajar matematika siswa setelah adanya treatment. Analisis yang digunakan
untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa adalah dengan statistik non
parametrik dengan analisis Uji Ranking Wilcoxon. Sebelum diolah dengan
menggunakan Uji Ranking Wilcoxon, terlebih dahulu penulis menjabarkan data
pre test dan post test.
52
1) Diskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Matematika Sebelum Perlakuan (pre
test). Data nilai kemampuan Matematika siswa tunarungu kelas dasar II
sebelum diberi perlakuan (pre test) diperoleh dari hasil test dalam
pelaksanaan eksperimen. Dari eksperimen tersebut diperoleh data nilai
sebagai berikut.
Tabel 1. Daftar Nilai Prestasi Belajar Matematika Sebelum Perlakuan (Pre test).
No Subyek Prestasi Belajar
Matematika
1 20
2 24
3 15
4 25
5 18
6 12
7 27
8 22
Tabel 2. Hasil Analisis Deskriptif Data Prestasi Belajar Matematika Sebelum
Perlakuan (Pre test).
Nilai Rata-rata Standar
Deviasi Terendah Tertinggi
20,37 5,153 12 27
Dari data diatas diketahui bahwa rata – rata kemampuan matematika
siswa sebesar 20,37,dengan skor tertinggi 27 dan skor terendah 12, sedangkan
simpangan baku / standar deviasi sebesar 5,153.
53
2) Diskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Matematika Setelah Perlakuan (Post
test). Data nilai prestasi belajar Matematika siswa tunarungu kelas dasar II
setelah diberi perlakuan (post test) diperoleh dari hasil tes treatment dalam
pelaksanaan eksperimen. Dari eksperimen tersebut diperoleh data nilai
sebagai berikut :
Tabel 3. Daftar Nilai Prestasi Belajar Matematika Setelah Perlakuan (Post test)
No Subyek Prestasi Belajar
Matematika
1 27
2 28
3 19
4 26
5 20
6 21
7 30
8 29
Tabel 4. Hasil Analisis Deskriptif Data Prestasi Belajar Matematika Setelah
Perlakuan (Post test)
Nilai Rata-rata Standar
Deviasi Terendah Tertinggi
25,00 4,342 19 30
54
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa rata-rata prestasi belajar
matematika siswa setelah diberikan perlakuan sebesar 25,00, dengan skor
tertinggi 30 dan skor terendah 19, sedangkan simpangan baku / standar deviasi
sebesar 4,342. Selisih nilai rata-rata prestasi belajar pre test dengan post test
memperlihatkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar matematika anak tunarungu
kelas II sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Untuk hasil lebih lanjutnya akan
diuji pada analisis data.
B. Pengujian Hipotesis
1. Hasil Analisis Data Kuantitatif
Pengujian hipotesis “Ada pengaruh yang signifikan dalam peningkatan
prestasi belajar matematika Anak Tunarungu di SLB B YRTRW Surakarta tahun
ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan pengajaran remedial dengan
menggunakan metode pemberian tugas, dilakukan dengan menganalisis data yang
telah terkumpul menggunakan statistic non parametrik yaitu Wilcoxon Signed
Ranks Test. Adapun analisisnya adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis
a. Jika P value < taraf signifikansi 5 % maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : “ada pengaruh
peningkatan prestasi belajar matematika Anak Tunarungu kelas dasar II di
SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan
pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat
diterima kebenarannya.
b. Jika P value > taraf signifikansi 5 % maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : “Ada pengaruh
peningkatan prestasi belajar matematika Anak Tunarungu kelas dasar II di
SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan
pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas tidak
dapat diterima kebenarannya.
2. Pemilihan Taraf Signifikansi (α)
Dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikansi (α) 5 %.
3. Perhitungan dengan Wilcoxon Signed Ranks Test.
55
4. Keputusan Uji dan Pembuatan kesimpulan
Hasil uji prestasi belajar teknik analisis non parametrik Wilcoxon Signed
Ranks Test dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil uji prestasi belajar matematika dengan teknik analisis statistik
non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 8b 4.50 36.00
Ties 0c
POSTTEST - PRETEST
Total 8
a. POSTTEST < PRETEST
b. POSTTEST > PRETEST
c. POSTTEST = PRETEST
Test Statisticsb
POSTTEST - PRETEST
Z -2.527a
Asymp. Sig. (2-tailed) .012
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Hasil uji hipotesis diketahui bahwa Z hitung sebesar -2,527 dengan
probabilitas sebesar 0,012 dengan demikian Ho ditolak dengan taraf signifikansi
5% (α = 0,05) dan Ha yang berbunyi “Ada pengaruh pengajaran remedial dengan
menggunakan metode pemberian tugas terhadap peningkatan prestasi belajar
matematika anak tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta Tahun
Ajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : Pengajaran
remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat meningkatkan
56
prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW
Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat meningkatkan prestasi
belajar matematika anak tunarungu kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010.
Berdasarkan dari hasil analisis ada kenaikan perolehan skor nilai dalam
data antara pre test dan post test, berarti hal ini menunjukkan adanya kegiatan
pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas dasar II SLB B
YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Hal ini dibuktikan dengan melihat
hasil rerata prestasi belajar sebelum dan sesudah pembelajaran. Rerata sebelum
pembelajaran diperoleh 20,37 dan sesudah pembelajaran 25,00. Rerata sesudah
pembelajaran lebih besar daripada sebelum pembelajaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian
tugas dapat meningkatkan prestasi belajar matematika anak tunarungu kelas dasar
II SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
Menurut Cece Wijaya (2007: 46) menyatakan bahwa “gerakan
pendidikan dan pengajaran remedial memberi harapan baik terhadap murid-murid
yang mengalami kesulitan belajar. Apabila kesulitan belajar itu tidak ditangani
secara serius, maka kegagalan akan dialami oleh anak untuk selama-lamanya”.
Pendapat tersebut mempertegas dan menjelaskan bahwa tujuan dari penggunaan
pengajaran remedial terhadap anak sangatlah berpengaruh sekali terhadap
permasalahan belajar yang dialami oleh siswa selama ini. Sehingga pendapat
tersebut mendukung akan manfaat dari penelitian ini.
Kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini adalah pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat meningkatkan prestasi
belajar matematika pada anak tunarungu , karena anak tunarungu dapat terbantu
untuk mengingat materi dengan lebih baik dikarenakan anak mendapatkan waktu
57
yang lebih lama untuk mengulangi kembali materi yang telah disampaikan
sebelumnya.. Pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian tugas
akan membantu siswa dalam memahami dirinya, memperbaiki cara-cara belajar
yang salah dan pengajaran remedial dengan menggunakan metode pemberian
tugas dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa yang
bersangkutan.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah guru cenderung merasa khawatir
dan ragu untuk menggunakan pengajaran remedial dengan menggunakan metode
pemberian tugas ini karena mereka khawatir waktu yang dipakai untuk
pelaksanaannya terlalu lama sehingga target kurikulum matematika yang harus
diajarkan tidak dapat tercapai. Untuk mengurangi kelemahan dari metode ini,
maka sebaiknya guru perlu belajar mengelola waktu pembelajaran dengan lebih
seksama dan melatih siswa agar siswa merasa nyaman dan terbiasa dalam
menggunakan metode ini, sehingga siswa akan mendapatkan hasil yang maksimal
dalam belajarnya.
Selain beberapa faktor di atas, masih ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi baik dari dalam maupun luar diri siswa. Disamping itu peran serta
orang tua dan pihak sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar anak tunarungu. Para orang tua hendaknya
ikut serta dalam proses pembelajaran anak tunarungu di rumah, agar dapat
memantau perkembangan anaknya secara langsung. Segala bentuk pengembangan
inovasi dalam pembelajaran matematika sangat diperlukan untuk mengatasi
berbagai permasalahan yang dihadapi anak tunarungu yang berkaitan dengan
prestasi belajar matematika supaya dapat berjalan dengan lebih efektif.
Sehingga penggunaan pengajaran remedial dengan menggunakan
metode pemberian tugas memiliki pengaruh yang cukup baik dalam
meningkatkan prestasi belajar matematika dan dapat membantu mempermudah
anak tunarungu dalam memahami matematika. Karena dengan pengajaran
remedial anak tunarungu akan mempunyai kesempatan untuk mengulang kembali
materi yang sudah pernah diajarkan, sehingga prestasi belajarnyapun akan
meningkat.
58
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil dari pengujian hipotesis data penelitian dapat disimpulkan bahwa
“Ada pengaruh penggunaan pengajaran remedial dengan menggunakan metode
pemberian tugas terhadap peningkatan prestasi belajar matematika anak tunarungu
kelas dasar II SLB B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis bahwa
implikasi penggunaan pengajaran remedial dengan penggunaan metode pemberian
tugas dapat meningkatkan prestasi belajar anak tunarungu kelas dasar II SLB B
YRTRW Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Hal ini dapat dijadikan alternatif
untuk meningkatkan prestasi belajar anak tunarungu.
Setelah menggunakan pengajaran remedial dengan menggunakan
metode pemberian tugas ini proses belajar mengajar diharapkan menjadi sesuatu
yang menyenangkan bagi siswa sehingga mereka lebih bersemangat belajar.
Sekaligus prestasi belajar anak tunarungu dapat ditingkatkan meskipun dengan
keterbatasan yang dimilikinya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam rangka menjadikan kegiatan belajar anak tunarungu menjadi lebih mudah,
menyenangkan dan produktif.
59
C. Saran
Bertolak dari hasil penelitian penulis mengemukakan saran-saran sebagai
berikut :
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat meningkatkan
prestasi belajar matematika anak tunarungu sehingga sekolah bisa
menyarankan pengajar untuk menerapkan pengajaran remedial dengan
penggunaan metode pemberian tugas tersebut sebagai alternatif untuk
mengajar.
2. Bagi siswa hendaknya mengoptimalkan penggunaan pengajaran remedial
dengan menggunakan metode pemberian tugas untuk meningkatkan
prestasi belajar khususnya pada mata pelajaran matematika.
3. Bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lanjutan sehingga
dapat melengkapai kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini
diantaranya dalam modifikasi pengembangan metode dalam pengajaran
remedial lainnya dan waktu yang digunakan dalam penelitian ini serta cara
penyampaian pada proses pembelajaran berlangsung agar mendapat hasil
yang lebih optimal dan diharapkan ada penelitian lanjutan yang membahas
tentang penggunaan pengajaran remedial dengan metode-metode yang
lainnya.
60
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo
Perkasa Anastasia Mantis and Antonis Kambas. 2010. Comparative Study Of Motor
Performance Of Deaf And Hard Of Hearing Students Reaction Time. Internasional Journal Of Special Education Vol 25 No.2. www.internasionaljournalofspecialeducation.com Tanggal download 13 Juni 2010
Andreas Dwidjosumarto. 1996. Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru.
Anton Sukarno. 1997. BPK Statistik I. Surakarta : UNS Press.
------------------. 2000. Pengantar Statistik. Surakarta : UNS Press.
Cece Wijaya. 2007.Pendidikan Remedial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
DepDikBud Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Karakteristik Anak Tunarungu. Jakarta
Ela. 2009. Pengertian Dan Klasifikasi Gangguan Pendengaran . http : //ela4019.blogspot.com/2009/06/pengertian-dan-klasifikasi-gangguan.html. Tanggal download 13 Juni 2010.
Gunter Faber. 2004. The Effects Of Visualizing And Verbalizing Methods In Remedial Spelling Training. Internasional Journal Of Special Education Vol 23. No1. www.internasionaljournalofspecialeducation.com Tanggal download 13 Juni 2010
H.J Gino. 1999. Belajar Dan Pembelajaran I. Surakarta : UNS Perss Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada
Hasibuan dan Moedjino. 1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Herth. 2005. Biografi Hellen Keller (1880-1968)
http://biokristi.sabda.org/biografihelenkeller Tanggal download 23 Februari
2010
Ischak S.W.1987. Pengajaran Remedial.Yogyakarta: Liberty
Jamila K.A Muhammad. 2008. Special Education for Special Children. Jakarta : Hikmah
M. Tholib .2009. Karakteristik Anak Tunarungu. http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/anak-tunarungu/. Tanggal download 23 Februari 2010
61
Mohammad Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Moh Surya dan Moh Amin. 1989. Pengajaran Remedial. Jakarta : Rineka Cipta
Mulyati Arifin.1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia.
Surabaya : Airlangga University Press.
Mulyono Abdurrahman. 1999. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Depdikbud
----------------------------. 1994. Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta : Depdikbud
Nana Sudjana.2009. Penelitian Dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Nicki Anzelmo and Skelton, 2006. Learning Style, Strategy Use, Personalization Of Mathematical Word Problem. Internasional Journal Of Special Education Vol 21 No 1. www.internasionaljournalofspecialeducation.com. Tanggal download 13 Juni 2010
Permanarian Somad dan Tati Hernawati. 1996. Ortopedagogik Anak Tuna Rungu. Bandung : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Poerwodarminto W.J.S. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Rohmadi Mulya. 2007. Remedial Math World. http://dikti.or.id/logpuch Tanggal
download 16 Desember 2009
Saifuddin Azwar. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Somad dan Didi Tarsidi. Klasifikasi Anak Tunarungu. http://slbmuh-palu.net Tanggal download 23 Januari 2010.
Sri Hastuti P.H. 1992. Pengajaran Remedial. Yogyakarta : PT Mitra Gama.
Sudjana.2002. Metode Stastistika. Bandung : Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta : Rineka Cipta.
________________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta : Rineka Cipta.
Suhito. 1986. Evaluasi Pengajaran. Bandung: CV Maulana.
Sutjihati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Dirjen DIKTI
62
Victoria Zascavage. 2009. Definition, Literacy, And The Student With Severe Speech And Physical Disabilities (SSPD). Internasional Journal Of Special Education Vol 24 No 2. www.internasionaljournalofspecialeduation.com Tanggal download 13 Juni 2010
Winarno Surakhmad. 1994. Metode Pengajaran. Jakarta : Depdikbud.
Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Instraksional. Bandung : Remaja Rosdakarya