PENGARUH TERAPI HIPERBARIK
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
A. Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena terbakar api secara
langsung juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia.1
B. Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar diklasifikasikan melalui luas, kedalaman, usia pasien, dan
cedera atau penyakit yang menyertai.2
1. Luas1
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh.
Pada orang dewasa, rumus “rule of nine” berguna untuk menentukan luas
luka bakar secara cepat. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena
luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian
tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20
untuk anak.
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-
masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%,
ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15%.
Selain luas luka bakar, prognosis dan penanganan ditentukan oleh
letak daerah yang terkena. Daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit
perawatannya, antara lain karena mudah mengalami kontraktur.
1
Gambar 1. Luasnya luka bakar untuk bayi, anak, dan orang dewasa
2. Kedalaman1,3
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya
pajanan suhu tinggi. Selain api, baju yang ikut terbakar juga memperdalam
luka bakar.
Luka bakar derajat I hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari; misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema
dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.
Luka bakar derajat II atau partial-thickness burns mencapai
kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa.
Elemen epitel tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat
sembuh sendiri dalam 2-3 minggu. Luka bakar derajat II ini ditandai dengan
warna kemerahan disertai pembengkakan dan bula. Permukaannya basah,
berair, serta nyeri hebat.
2
Luka bakar derajat III atau full-thickness burns meliputi seluruh
kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam. Kulit
bisa tampak putih seperti lilin, merah, sampai kehitaman. Tidak ada bula
dan tidak merasa nyeri.
Gambar 2. Derajat luka bakar
3. Usia pasien2
Tiga faktor resiko yang menyebabkan kematian pada luka bakar
adalah usia > 60 tahun, luas luka bakar > 40% luas permukaan tubuh, dan
cedera inhalasi. Rumus yang dapat digunakan untuk memprediksi kematian
adalah Skor Baux (usia + persentasi luka bakar), namun rumus ini sangat
bergantung pada kondisi medis yang ada.
3
4. Cedera atau penyakit yang menyertai2
Cedera yang biasanya menyertai luka bakar adalah cedera inhalasi.
Cedera inhalasi ini dicurigai jika ditemukan bulu hidung hangus, sputum
mengandung arang, atau kadar karboksihemoglobin > 5% pada non-
perokok. Cedera listrik dapat menyebabkan aritmia yang membutuhkan
perhatian segera. Pankreatitis dapat terjadi pada luka bakar yang berat.
Alkohol dapat memperberat luka bakar.
C. Patofisiologi
Luka bakar dapat menyebabkan syok. Syok akibat luka bakar ini merupakan
suatu proses sirkulasi yang kompleks dan disfungsi mikrosirkulasi yang tidak
mudah hilang dengan resusitasi cairan. Trauma jaringan dan syok hipovolemik
merupakan akibat dari pelepasan mediator inflamasi lokal dan sistemik, yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan tekanan hidrostatik
mikrovaskular. Sebagian besar mediator meningkatkan permeabilitas melalui
pergantian keutuhan endotel vena. Fase awal edema, bertahan selama beberapa
menit hingga jam, terdapat mediator berupa histamin, produk aktivasi platelet,
eicosanoid, dan produk proteolitik dari koagulasi, fibrinolitik, dan kaskade kinin.4
Selain kehilangan keutuhan mikrovaskular, luka bakar juga menyebabkan
perubahan pada tingkat selular. Penurunan cardiac output berasal dari syok
selular, syok hipovolemik, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik karena
stimulasi simpatis dari pelepasan berbagai mediator.4
Pada pasien luka bakar juga mengalami hipermetabolisme. Metabolisme
glukosa meningkat pada pasien-pasien dengan luka bakar yang sudah berat.
Glukoneogenesis dan glikogenolisis juga meningkat sebanyak kadar insulin
plasma. Hiperglikemia yang terjadi dapat memperburuk penanganan awal dan
dapat menyebabkan kematian.4
Lipolisis juga mengalami peningkatan akibat adanya gangguan proses
pengolahan substrat. Pada pasien luka bakar, sebagian besar asam lemak yang
dilepaskan tidak mengalami oksidasi, malah dijadikan dalam bentuk trigliserida
sehingga terjadi akumulasi lemak dalam hati. Selain itu, proteolisis juga
4
meningkat pada pasien dengan luka bakar. Katekolamin secara masif meningkat
pada pasien dengan luka bakar dan menjadi mediator endokrin utama dalam
respon hipermetabolik. Luka bakar juga dapat menurunkan fungsi sistem imun
tubuh.4
D. Penanganan Luka Bakar1
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin,
atau melepaskan baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiraminya dengan air mengalir selama ± 15
menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses
ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar.
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi, dan memberi kesempatan
sisa-sisa sel epitel untuk berproliferasi dan menutup permukaan luka. Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.
Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar
ringan, kalau perlu dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan napas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang pipa
endotrakea atau dibuat trakeostomi. Bila ada dugaan keracunan CO, diberikan
oksigen murni.
Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan
membiarkannya terbuka untuk perawatan terbuka atau menutupnya dengan
5
pembalut steril untuk perawatan tertutup. Selanjutnya diberikan pencegahan
tetanus berupa ATS atau TT, dan analgetik jika kesakitan.
1. Resusitasi cairan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan cairan pada pasien luka bakar, yaitu :
a. Cara Evans
Cara Evans adalah sebagai berikut :
- Luas luka dalam persen x BB (kg) menjadi ml NaCl per 24 jam;
- Luas luka dalam persen x BB (kg) menjadi ml plasma per 24 jam.
- Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan
2000 cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua, diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan pada hari kedua.
b. Cara Baxter
Rumus :
% x BB x 4 ml
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama diberikan RL, hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama.
Pasien luka bakar yang luas harus dipantau terus-menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu ± 1
ml/kgBB/jam.
6
2. Obat-obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.
Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas.
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep, atau krim.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kassa (tulle). Antiseptik
yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres
nitras-argenti 0,5% yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam
sulfida atau klorida yang memberi warna hitam. Obat lain yang banyak
dipakai adalah zilversulfadiazin, dalam bentuk krim 1%. Krim ini bersifat
bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua
kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini dapat dibersihkan
dan diganti setiap hari.
3. Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
4. Fisioterapi
Pasien yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi.
5. Tindakan bedah
Eskariotomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal mati. Tanda dini penjepitan
adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-
ujung distal.
7
Debrideman diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan
mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan
penderita menjadi stabil.
E. Proses Penyembuhan Luka1
Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase inflamasi,
fase proliferasi, dan fase penyudahan yang merupakan perupaan kembali
(remodelling) jaringan.
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari
kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan
vasokonstriksi, retraksi, dan reaksi hemostasis. Sementara itu, terjadi reaksi
inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin
yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi,
penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan
udem dan pembengkakan.
Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus
dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis.
Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri
dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri. Fase ini juga
disebut fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan
luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
2. Fase proliferasi
Fase ini disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi
sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblas berasal dari sel mesenkim
8
yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang
akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut.
Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblas, menyebabkan
tarikan pada tepi luka.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblas, dan
kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri
atas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses ini berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah
proses pematangan dalam fase penyudahan.
3. Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi,
dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat
berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda
radang sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang
menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang
diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap
kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada.
Selama proses ini, terbentuk jaringan parut yang pucat, tipis, dan
lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini, perupaan luka
kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal.
Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
9
F. Terapi Hiperbarik Oksigen
Oksigenasi jaringan merupakan bagian penting dalam regulasi
penyembuhan luka yang sangat kompleks. Terapi oksigen hiperbarik (OHB)
merupakan salah satu metode untuk meningkatkan transport oksigen ke jaringan.5
Terapi oksigen hiperbarik pertama kali digunakan oleh Behnke pada tahun
1930 untuk menghilangkan simptom penyakit dekompresi (Caisson’s disease)
setelah menyelam. Oksigen hiperbarik mulai dikenal untuk menunjang
penyembuhan luka pada tahun 1965 pada korban luka akibat ledakan pada
tambang minyak dengan keracunan korban CO.6
Dalam penyembuhan luka, OHB bermanfaat melalui beberapa mekanisme,
yaitu6 :
1. Peningkatan fibroblas dan angiogenesis yang menyebabkan
neovaskularisasi jaringan luka, sintesis dan penyatuan kolagen, dan
peningkatan efek fagositik leukosit.
2. Peningkatan dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler
meningkat sehingga daerah yang mengalami iskemia akan mengalami
reperfusi.
3. Pada bagian luka juga terdapat bagian tubuh yang mengalami edema dan
infeksi. Daerah edema ini mengalami kondisi hipooksigenasi karena
hipoperfusi. Peningkatan fibroblas akan mendorong terjadinya vasodilatasi
pada daerah edema tersebut sehingga menjadi hipervaskular, hiperseluler,
dan hiperoksia.
4. Peningkatan IFN-γ, iNOS, dan VEGF. IFN-γ menyebabkan Th-1 meningkat
yang berpengaruh pada sel β sehingga terjadi peningkatan IgG yang juga
meningkatkan efek fagositosis leukosit.
5. Meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen, kemudian mengoksidasi
protein dan lipid membran bakteri, menghancurkan DNA, dan menghambat
fungsi metabolik bakteri.
Pada luka bakar, OHB merupakan terapi tambahan. Pemberian OHB ini
dapat diberikan pada 6-24 jam pertama untuk mencegah perluasan luka bakar,
10
mengurangi pembengkakan, mengurangi kebutuhan pembedahan, mencegah
kerusakan paru-paru, jangka waktu rawat inap di RS menjadi lebih pendek, dan
lebih menghemat biaya.7,8,9 Terapi dapat dilanjutkan sebanyak 2 sesi dalam sehari
dengan tekanan yang digunakan adalah 2,0 ATA untuk 4-5 hari pertama.8 Derajat
luka bakar yang mendapatkan OHB adalah luka bakar derajat II dan III yang
memiliki luas luka bakar > 20% dari total permukaan tubuh.9
Mekanisme kerja OHB pada luka bakar yaitu merangsang terjadinya
vasokonstriksi prekapiler. Terjadinya vasokonstriksi prekapiler akan menurunkan
jumlah eksudasi plasma sehingga dapat menjaga jaringan sehat dan
memperbanyak oksigenasi jaringan. Penurunan tingkat edema dan kehilangan
cairan ke jaringan akan mengurangi jumlah resusitasi cairan.6
Luka bakar biasanya memiliki bagian tengah yang berkoagulasi dengan
sekelilingnya terdapat zona statis dan hiperemis. Terapi oksigen dapat
menurunkan statis kapiler dan memperkecil zona koagulasi. Keuntungan terapi ini
adalah dapat menghilangkan sumbatan mikrosirkulasi dan mencegah kerusakan
akibat radikal bebas.6
Gambar 3. Zona pada luka bakar
11