1
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
PENGEMBANGAN MAJALAH KIMIA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR
DAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK KELAS X SMA N 1 MLATI
Eko Yuliyanto1, Eli Rohaeti
2
1 Pendidikan Kimia,Universitas Muhammadiyah Semarang
2Pendidika Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta
email: [email protected]; [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah (1) menguji kualitas majalah kimia berdasarkan aspek kelayakan
materi, penyajian, bahasa dan gambar, dan (2) mengetahui perbedaan motivasi dan kreativitas peserta
didik di kelas yang menggunakan majalah kimia (kelas eksperimen) dan di kelas yang tidak
menggunakan majalah kimia (kelas kontrol) selama proses pembelajaran kimia. Penelitian ini
merupakan penelitian pengembangan yang dilakukan melalui tujuh tahap yaitu: penelitian
pendahuluan; perumusan tujuan; perancangan format produk dan pembuatan instrumen penilaian
majalah kimia; penyusunan instrumen variabel (motivasi dan kreaivitas); penyusuanan draft majalah
kimia; validasi oleh teman sejawat, ahli materi, ahli media dan pembelajaran, guru kimia; uji coba
kelompok kecil, dan uji coba lapangan. Tahap uji coba lapangan menggunakan quasi exsperiment
dengan rancangan non-equivalent control group design dan penelitian ini melibatkan kelas kontrol
(n=29) dan kelas eksperimen (n=30) yang dipilih dengan teknik simple cluster random sampling dari
tiga kelas yang ada di SMA N 1 Mlati. Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu instrumen
kualitas majalah kimia, lembar angket motivasi belajar, lembar observasi motivasi, lembar angket
kreativitas peserta didik, dan lembar observasi kreativitas peserta didik, dan lembar respon siswa.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.(1) Hasil penelitian sesuai dengan prosedur penelitian
pengembangan. (2) Majalah kimia untuk aspek materi oleh temen sejawat dan guru kimia dinilai
“sangat baik”, dan oleh ahli materi dan peserta didik dinilai “baik”. (3) Validasi majalah kimia dalam
aspek kelayakan penyajian oleh teman sejawat dinilai “sangat baik”, sedangkan oleh ahli media dan
pembelajaran, guru-guru kimia, serta peserta didik dinilai “baik”. (4) Validasi dalam aspek kelayakan
bahasa dan gambar oleh teman sejawat, ahli media dan pembelajaran, serta peserta didik dinilai
“sangat baik”, sedangkan guru menilai “baik”. Majalah kimia memiliki kelayakan materi, kelayakan
penyajian, dan kelayakan bahasa serta gambar yang baik sehingga majalah kimia layak digunakan
sebagai sumber belajar mandiri oleh peserta didik. Berdasarkan hasil uji lapangan yang dianalisis
menggunakan uji Multivariate Analisis of Variance (MANOVA) disimpulkan bahwa motivasi dan
kreativitas peserta didik secara simultan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda
signifikan (Sig.= 0,058; p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa majalah kimia belum mampu
meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik secara simultan.
Kata Kunci: majalah kimia, sumber belajar mandiri, motivasi, dan kreativitas
DEVELOPING A CHEMISTRY FOR IMPROVING THE LEARNING MOTIVATION AND
CREATIVITY OF YEAR-10 STUDENTS
OF SMA N 1 MLATI
Abstract
The study aims to (1) test the quality of chemistry magazine quality in the aspects of the
material, presentation, language, and images; (2) know the difference in motivation and creativity of
the students in the control class and experimental class. This study was a research and development
conducted in seven steps, i.e preliminary research; determining the purpose of product; designing
format of product and designing assessment of chemical magazine quality; designing instrument of
independent variables (motivation and creativity); validation by peer reviewer, material expert, media
and learning expert; limited try out; and field try out. The field try out used the quasi experiment with
the design of non-equivalent control group design. This research involved the control class (n=29) and
the experimental class (n=30) established using the simple random sampling technique from three
classes in SMA N 1 Mlati. The instruments to collect the data were the magazine‟s validity sheets,
2
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
motivation questionnaire, observation of motivation sheets, creativity questionnaire, observation of
creativity sheets, and students‟ response sheets. The results of the study show the following. (1) The
development of chemistry magazine is conducted in accordance with the procedures of media
development. (2) The magazine‟s validity on the material aspects by peer reviewer and chemistry
teacher is in a very good category, and on material aspect by material expert and students is in a good
category. (3) The magazine‟s validity on aspects of presentation by peer reviewer is in a very good
category, on aspects of presentation by media expert, chemistry teacher, and students is in a good
category. (4) The magazine‟s validity on the picture and language aspects by peer reviewer, media
expert, and students is in a very good category, on the picture and language aspects by chemistry
teachers is in a good category. The magazine‟s overall validity on material, presentation, picture and
language aspect is in a good category. The field testing results analyzed using the Multivariate
Analysis of Variance (MANOVA) concludes that the motivation and creativity of the students in both
the experimental class and the control class do not differ significantly (sig.= 0.058; p> 0.05). This
shows that the chemistry magazine has not been able to improve the motivation and creativity of the
students simultaneously.
Keyword: chemistry magazine, independent learning resources, motivation and creativity
PENDAHULUAN
Ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran di kelas.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari peserta
didik ataupun pendidiknya. Kualitas
pembelajaran di kelas dapat diperoleh dari
respon siswa selama pembelajaran. Berdasarkan
survei di SMA N 1 Mlati diperoleh informasi
85% peserta didik kelas X menyatakan bahwa
guru kimia dalam mengajar tidak menarik.
Beberapa ketidakmenarikan ini berupa
kurangnya pembelajaran dengan praktik,
kurangnya intermeso dengan canda tawa,
penjelasan materi pelajaran terlalu cepat, guru
kurang memahami kondisi siswa, situasi
pembelajaran terlalu tegang, tidak ada selingan
menggunakan game, tidak ada intermeso
berupa cerita, dan media pembelajaran
monoton.
Hal ini mengindikasikan motivasi belajar
peserta didik dalam belajar kimia belum
optimal dan selain itu juga minimnya motivasi
belajar diduga dapat menyebabkan kreativitas
peserta didik rendah. Hal ini akan berpotensi
pada kurang maksimalnya prestasi hasil belajar
kimia peserta didik.
Ada beberapa upaya untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran. Salah satu caranya
melalui pengembangan sumber belajar terutama
buku, baik buku pelajaran, buku bahan ajar, dan
media cetak lainnya.
Adanya faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar peserta didik
menjadikan peserta didik mengalami kesulitan
dalam memahami materi pelajaran. Hal ini akan
menjadikan mereka akan mencari sumber
belajar di luar kelas. Oleh karena itu peserta
didik mencoba belajar mandiri dengan bantuan
sumber belajar yang sesuai dengan keinginan
peserta didik. Hal ini menjadikan pendidik
tanggap dengan kondisi seperti ini, yaitu
dengan cara menyediakan sarana belajar yang
menarik. Berdasarkan hasil survei yang
dilakukan di SMA N 1 Mlati menunjukkkan
bahwa 80% peserta didik kelas X menyukai
majalah sebagai bahan bacaan mereka. Hal ini
adanya potensi pengembagan majalah kimia
sebagai sumber belajar kimia.
Berdasarkan informasi di SMA N 1 Mlati
belum ada perseorangan yang mengembangkan
majalah kimia. Guru-guru kimia SMA N 1
Mlati juga belum pernah menggunakan majalah
kimia dalam proses pembelajaran kimia. Oleh
karena itu perlu adanya usaha pengembangan
majalah kimia sebagai sumber belajar kimia
yang menarik sehingga akan dapat memotivasi
peserta didik belajar kimia dan siswa dapat
menumbuhkembangkan sikap kreatif.
Proses belajar mandiri yang dilakukan
peserta didik harus didukung oleh sumber
belajar yang menarik dan sesuai dengan minat
peserta didik. Sumber belajar ini berupa
majalah yang isi materinya sesuai dengan
Standar Isi, sehingga nantinya dengan adanya
majalah ini dapat membantu peserta didik untuk
belajar secara mandiri dan mendapatkan
kebermaknaan tentang mata pelajaran kimia
yang sedang dipelajari. Selain sumber belajar
dalam proses pembelajaran, penggunaan
pendekatan pembelajaran juga penting, karena
3
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
akan sangat membantu dalam proses transfer
informasi secara efektif dan efesien.
Beberapa pendekatan yang digunakan
dalam pembelajaran kimia yaitu pendekatan
Science, Environment, Technology, and Society
(SETS). Pendekatan SETS digunakan dalam
pengembangan majalah karena memiliki
keunggulan tertentu dalam proses transfer
informasi. Kesan dinamis nantinya akan terlihat
pada setiap desain layout tiap halaman dalam
majalah yang ditata sedemikian rupa agar tidak
monoton dan menimbulkan suasana baru atau
fresh. Selain itu penggunaan kolaborasi
pendekatan SETS, Chemo Entrepreneurship
(CEP), dan penerapan Mind Mapping dalam
penulisan materi pelajaran, diharapkan akan
menciptakan “Joyfull Learning”.
Berdasarkan kajian teori dan kajian
penelitian yang relevan, maka akan dilakukan
penelitian tentang perbedaan motivasi dan
kreativitas peserta didik pada penggunaan
majalah kimia dan buku kimia biasa pada kelas
X di SMA N 1 Mlati. Penelitian ini
diprediksikan bahwa terjadi perbedaan motivasi
dan kreativitas yang signifikan antara peserta
didik yang menggunakan sumber belajar
majalah kimia dan peserta didik yang
menggunakan sumber buku kimia biasa.
Permasalahan yang dikaji dan
diidentifikasi dalam penelitian ini yaitu
pendidik di SMA N 1 Mlati belum pernah
menggunakan majalah dalam proses
pembelajaran kimia, ada kecenderungan
motivasi belajar peserta didik di SMA N 1
Mlati kelas X dalam belajar kimia masih cukup
rendah hal ini karena pembelajarannya belum
menarik, ada kecenderungan kreativitas peserta
didik SMA N 1 kelas X Mlati dalam pelajaran
kimia masih terbatas hal ini dikarenakan proses
pembelajarannya belum menarik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Research and
Development. Model pengembangan yang
digunakan yaitu model Borg and Gall
(1983:772). Model Borg & Gall terdiri dari
sepuluh langkah yang merupakan model
prosedural. Pada penelitian ini hanya dilakukan
hingga langkah ke-7 pada prosedur pada model
Borg and Gall. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif.
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan dari bulan
Desember 2012 hingga Mei 2013. Tempat
penelitian dilakukan di kelas X SMAN 1 Mlati,
Sleman, Yogyakarta.
Subjek Penelitian
Penelitian ini melibatkan kelas kontrol
(n=29) dan kelas eksperimen (n=30) yang
dipilih dengan teknik simple cluster random
sampling dari tiga kelas X yang ada di SMA N
1 Mlati.
Prosedur
Penelitian ini merupakan penelitian
pengembangan yang dilakukan melalui tujuh
tahap yaitu: penelitian pendahuluan; perumusan
tujuan; perancangan format produk dan
pembuatan instrumen penilaian majalah kimia;
penyusunan instrumen variabel (motivasi dan
kreaivitas); penyusuanan draft majalah kimia;
validasi oleh teman sejawat, ahli materi, ahli
media dan pembelajaran, guru kimia; uji coba
kelompok kecil; dan uji coba lapangan. Tahap
uji coba lapangan menggunakan quasi
exsperiment dengan rancangan nonequivalent
control group design
Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh yaitu data kualitas
majalah kimia aspek materi, penyajian dan
bahasa dan gambar oleh peer reviewer, ahli
materi, ahli media dan pembelajaran, reviewer
serta peserta didik; data hasil uji coba berupa
skor motivasi belajar dan kreativitas peserta
didik sebelum dan sesudah pembelajaran; dan
data hasil observasi berupa kemunculan
motivasi belajar dan kreativitas peserta didik
selama proses pembelajaran.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini ada 5 macam yaitu instrumen
kualitas majalah kimia, lembar angket motivasi
belajar, lembar observasi motivasi, lembar
angket kreativitas peserta didik, dan lembar
observasi kreativitas peserta didik.
Teknik Analisis Data
1) Analisis Data untuk Variabel Kualitas
Majalah Kimia:
Penilaian kriteia menjadi diubah
menjadi skor, dengan skala Likert model
skala lima (S.Eko Putro Widoyoko,
2012:106), selanjutnya skor total dan rata-
rata skor total dihitung untuk setiap sub
komponen majalah kimia. Skor total rata-
rata tiap sub komponen dihitung dengan
rumus:
4
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Rumus: X = 𝑋
𝑛
Keterangan :
X = Skor rata-rata tiap sub komponen
𝑋 = Jumlah skor tiap sub komponen
n = Jumlah butir sub komponen
Skor total dan rata-rata skor total dihitung
untuk setiap komponen, selanjutnya skor
akhir rata-rata yang diperoleh dikonversi
menjadi tingkat kualitas produk secara
kualitatif skala 5 dengan pedoman konversi
pengkategorian (Sukardjo, 2008:83) seperti
tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Skala Lima
2) Analisis Perubahan Motivasi Belajar atau
Kreativitas
Mengubah kriteria menjadi skor,
dengan skala Likert model skala lima.
Pemberian skor dibedakan menjadi
pernyataan positif dan pernyataan negativ,
menghitung skor total dan rata-rata skor
total data motivasi dan kreativitas, Skor
akhir rata-rata yang diperoleh dikonversi
menjadi kategori skala 5 dengan pedoman
penilaian seperti terdapat pada Tabel 1.
3) Mentranformasi data motivasi dan
kreativitas dari data ordinal menjadi data
interval
4) Menghitung selisih skor postes dengan
pretes pada variabel motivasi dan
kreativitas
5) Analisis Perbedaan Motivasi dan
Kreativitas
Uji perbedaan peningkatan motivasi
dan kreativitas kelas experimen dan kelas
kontrol menggunakan uji Multivariate
Analisis of Varians (MANOVA). Uji
prasyarat yang harus dipenuhi sebelum
pengujian uji MANOVA adalah uji
normalitas, homogenitas, dan uji korelasi
antar variabel independen.
6) Analisis Hasil Pengukuran Variabel
Motivasi Belajar dan Kreativitas yang
Dilakukan dengan Teknik Observasi.
a. Mengkonversi data dengan skala
binomial (jika variabel muncul = 1, jika
variabel tidak muncul = 0)
b. Menjumlahkan skor semua indikator
yang terdapat pada lembar observasi;
c. Menghitung persentase skor dengan
rumus: Persentase hasil observasi
= 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒 ℎ
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 × 100%
d. Menghitung rata-rata kedua observer,
sehingga diperoleh data rata-rata
persentase kemunculan motivasi dan
sikap kreatif pada peserta didik.
HASIL PENELITIAN Dan PEMBAHASAN
Penelitian pendahuluan
Berdasarkan hasil observasi dan
penggalian informasi dengan menggunakan
angket dari sebanyak 93 peserta didik kelas X
diperoleh data bahwa 83% peserta didik sudah
memiliki buku kimia, 84% peserta didik
menyatakan bahwa buku-buku kimia yang ada
disekolah belum mencukupi peserta didik, 95%
peserta didik menyatakan belum pernah
membaca majalah kimia, 85% peserta didik
menyatakan bahwa pembelajaran kimia di
sekolah belum menarik, 80% peserta didik
menyatakan bahwa suka membaca majalah.
Berdasarkan penelitian pendahuluan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kimia kelas X di SMA N 1 Mlati belum mampu
menarik peserta didik untuk mengikuti
pembelajaran kimia dengan baik, hal ini
berpotensi minimnya motivasi peserta didik
dalam mengikuti pembelajaran kimia.
Pengembangan suatu sumber belajar dirasa
perlu, sehingga dapat menarik peserta didik
untuk belajar kimia.
Perumusan tujuan
Tujuan pada proses pembelajaran ditinjau
dari materi yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Penyusunan materi berdasar
Standar Kompetensi (SK), Kompetensi
Dasar(KD). SK yang digunakan yaitu:
Memahami sifat-sifat senyawa organik atas
dasar gugus fungsi dan senyawa makromolekul,
sedangakan KD yang digunakan yaitu
mendeskripsikan kekhasan atom karbon dalam
Rentang Skor Kategori
4,206 < 𝑥 Sangat Baik
3,402 < 𝑥 ≤ 4,206 Baik
2,598 < 𝑥 ≤ 3,402 Cukup
1,794 < 𝑥 ≤ 2,598 Kurang
𝑥 ≤ 1,794 Sangat Kurang
5
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
membentuk senyawa hidrokarbon,
menggolongkan senyawa hidrokarbon
berdasarkan strukturnya dan hubungannya
dengan sifat senyawa, menjelaskan proses
pembentukan dan teknik pemisahan fraksi-
fraksi minyak bumi serta kegunaannya, dan
menjelaskan kegunaan dan komposisi senyawa
hidrokarbon dalam kehidupan sehari-hari dalam
bidang pangan, sandang, papan, perdagangan,
seni, dan estetika.
Perancangan Format Produk
Format tata letak rubrik mengacu pada
majalah yang beredar di pasaran. Tata letak
yang diacu dari majalah yang ada di pasaran
yaitu cover depan dan cover belakang, redaksi,
daftar isi, jumlah halaman, ukuran kertas, jenis
kertas, ukuran font, dan penyusunan tata letak
rubrik. Majalah ini terdiri dari cover depan,
halaman isi berupa rubrik-rubrik dan cover
belakang, majalah kimia ini terdiri dari 78
lembar halaman.
Pembuatan Instrumen Penilaian Majalah
Kimia
Instrumen penilaian majalah kimia
dikembangkan berdasar pada instrumen
penilaian buku nonteks. Instrumen majalah
kimia terdiri dari tiga komponen yaitu
kelayakan materi, kelayakan penyajian, dan
kelayakan bahasa dan gambar. Instrumen ini
terdiri dari 41 item pernyataan. Instrumen ini
sebelum digunakan untuk menilai majalah
kimia materi hidrokarbon dan minyak bumi
divalidasi oleh Prof. Dr. Sukardjo.
Penyusunan Instrumen Variabel Penelitian
Instrumen motivasi peserta didik berupa
angket dengan skala Likert berupa 30 item
pernyataan. Instrumen ini divalidasi pada isi
atau konten dan validasi konstruk. Validasi isi
dan konstruk pada instrumen motivasi
dilakukan oleh Prof. Dr. Sri Atun selain itu
instrumen ini juga divalidasi secara empiris.
Instrumen kreativitas berupa angket
dengan skala Likert berupa pernyataan
sebanyak 32 item. Instrumen ini dikembangkan
dengan melalui validasi isi atau konten,
konstruk dan validasi empiris. Validasi konten
dan konstruk dilakukan oleh Dr. Insih
Wilujeng. Validasi empiris dilakukan dengan
cara mengujicobakan instrumen kepada peserta
didik kelas X di SMA N Mlati.
Analisis validasi empiris dilakukan
dengan menggunakan SPSS 16.00. Cara
mengetahui kevalidan item tersebut
membandingkan koefisien korelasi Pearson (r)
hasil perhitungan dengan koefisien korelasi
kritis. Berdasarkan Sugiyono (2010:188)
menyatakan bahwa suatu item dikatakan valid
jika nilai r hitung > 0,30 dengan catatan jumlah
sampel berkisar 30 orang. Hasil analisis dari
analisis istrumen motivasi dari 30 item
pernyataan dengan SPSS 16.00, ada 4 item
yang tidak valid yaitu nomor 3, 20, 23, dan 29.
Sedangkan instrumen kreativitas ada 8 item
yang tidak valid yaitu pada nomor 3, 9, 10, 15,
20, 24, 28 dan 29.
Hasil perhitungan reliabilitas angket
motivasi menggunakan SPSS 16.00 dilihat
berdasarkan nilai Cronbach's Alpha sebesar
0,898 sedangkan instrumen kreativitas sebesar
0,921. Berdasarkan Reynolds (2010:108)
menyatakan bahwa reliabilitas suatu tes dapat
diterima dalam berbagai kondisi jika koefisien
reliabilitasnya 0,80 atau lebih. Oleh karena itu
instrumen kreativitas dan motivasi sudah
reliabel.
Penyusuanan Draft Majalah Kimia
Produk majalah kimia dikembangkan
dengan menggunakan bantuan software
Indesign CS 5 dan Corel Draw X3. Majalah
buat dengan ukuran kertas 19,3 cm x 26 cm.
Hasil Validasi Majalah Kimia
Majalah kimia setelah divalidasi
diperoleh skor pada aspek materi, penyajian,
dan bahasa dan gambar. Validasi majalah kimia
dilakukan oleh teman sejawat, ahli materi, ahli
media dan pembelajaran serta guru kimia.
Teman Sejawat
Hasil penilaian majalah kimia dari
aspek kelayakan materi, penyajian dan bahasa
seta gambar tersaji seperti pada Tabel 2.
Ahli Materi
Hasil penilaian majalah kimia dari
aspek kelayakan materi oleh ahli materi secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
6
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Tabel 2. Data Hasil Penilaian Teman Sejawat
Tabel 3. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia
oleh Ahli Materi
Aspek Penilaian Skor Kategori
Mendukung tujuan
Pendidikan 4,33 Sangat Baik
Kesesuaian dengan IPTEK 4,00 Baik
Kesesuaian dengan Penalaran
Peserta didik 3,33 Cukup
Skor total rata-rata 3,88 Baik
Guru Kimia
Hasil penilaian majalah kimia oleh
guru-guru kimia secara lengkap tersaji seperti
pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia
oleh Guru Kimia
Ahli Media dan Pembelajaran
Tahap penilaian majalah kimia oleh ahli media
dan pembelajaran secara lengkap hasilnya
tersaji dalah Tabel 5.
Tabel 5. Data Hasil Penilaian Penilaian
Majalah kimia Oleh Ahli Materi
Uji coba kelompok kecil
Uji coba kelompok kecil dilakukan
pada 8 orang. Uji coba kelompok kecil ini
terdiri dari penilaian kelayakan materi,
kelayakan penyajian, dan kelayakan bahasa dan
gambar. Secara lengkap tersaji pada Tabel 6, 7
dan 8.
Tabel 6. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia
oleh peserta didik aspek materi
Tabel 7. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia
oleh peserta didik aspek penyajian
Aspek
Penilaian Responden Skor
Rata-
rata
Skor
Kategori
Kelayakan
Penyajian
I(atas) 3,941
3,919 Baik
II(atas) 4,059
III(atas) 3,941
IV(menengah) 3,588
V(menengah) 4,000
VI(mengengah) 3,824
VII(bawah) 4,118
VIII(bawah) 3,882
Aspek
Penilaian Responden Skor
Rata-
rata Skor
Kategori
Kelayakan
Materi
I 4,125
4,208 Sangat Baik II 4,125
III 4,375
Kelayakan Penyajian
I 4,176
4,216 Sangat Baik II 4,000
III 4,470
Kelayakan
Bahasa
dan Gambar
I 4,250
4,250 Sangat Baik II 4,125
III 4,750
Skor total rata-rata 4,225
Aspek Penilaian
Responden Skor Rata-rata
Skor Kategori
Kelayakan
Materi
I 5,000
4,225 Sangat
Baik
II 4,125
III 3,500
IV 4,250
V 4,250
Kelayakan
Penyajian
I 4,647
4,094 Baik II 3,941
III 3,529
IV 4,412
V 3,941
Kelayakan
Bahasa
dan Gambar
I 4,625
4,163 Baik II 4,125
III 3,688
IV 4,438
V 3,938
Skor total rata-rata 4,159 Baik
Aspek Penilaian Skor Kategori
Sistematika penyajian 5,00 Sangat Baik
Kemudahan dipahami 4,33 Sangat Baik
Merangsang kreativitas 5,00 Sangat Baik
Menumbuhkan motivasi 4,33 Sangat Baik
Menumbuhkan
ketrampilan berpikir 5,00 Sangat Baik
Mengembangkan
kecakapan akademik 4,33 Sangat Baik
Kesesuaian bahasa dan
gambar 4,50 Sangat Baik
Keterpahaman bahasa 4,66 Sangat Baik
Ketepatan menggunakan
bahasa 4,00 Baik
Ketepatan penggunaan
gambar 5,00 Sangat Baik
Font majalah dan kualitas
fisik 5,00 Sangat Baik
Skor total rata-rata 4,65 Sangat Baik
Aspek
Penilaian Responden Skor
Rata-
rata
Skor
Kategori
Kelayakan
Materi
I(atas) 4,000
4,141 Baik
II(atas) 4,250
III(atas) 4,125
IV(menengah) 3,750
V(menengah) 4,250
VI(mengengah) 4,375
VII(bawah) 4,500
VIII(bawah) 3,875
7
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Tabel 8. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia
oleh peserta didik aspek Bahasa dan
Gambar
Aspek
Penilaian Responden Skor
Rata-
rata
Skor
Kategori
Kelayakan
Bahasa
dan Gambar
I(atas) 4,250
4,250 Sangat
Baik
II(atas) 4,438
III(atas) 4,250
IV(menengah) 4,125
V(menengah) 4,063
VI(mengengah) 4,188
VII(bawah) 4,188
VIII(bawah) 4,500
Uji coba lapangan
Majalah kimia yang telah divalidasi
oleh teman sejawat, ahli materi, ahli media dan
pembelajaran, guru-guru kimia dan
diujicobakan pada skala kecil, selanjutnya
majalah kimia diuji di lapangan. Subyek uji
lapangan adalah peserta didik kelas X SMAN 1
Mlati, Sleman. Data pada uji coba lapangan
yaitu berupa angket kreativitas, angket motivasi
dan hasil observasi motivasi dan observasi
kreativitas peserta didik.
Keterlaksanaan proses pembelajaran
dengan menggunakan majalah kimia dilakukan
oleh pengamat (observer). Pengamat
memberikan tanda ceck list (√) jika descriptor
variabel motivasi dan kreativitas yang diamati
pada peserta didik nampak. Pengamatan
terhadap keterlaksanaan proses pembelajaran
dengan menggunakan majalah kimia dilakuan
sebanyak 5 kali pertemuan. Hasil pengamatan
selama 5 kali pertemuan secara jelas di sajikan
dalam Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Grafik Keterlaksanaan Motivasi
Respon peserta didik selama proses
pembelajaran dengan menggunakan majalah
kimia diperoleh dengan menggunakan angket
yang diberikan pada akhir proses pembelajaran.
Gambar 2. Grafik Keterlaksanaan Kreativitas
Berdasarkan angket yang diberikan kepada
peserta didik setelah proses pembelajaran maka
diperoleh informasi bahwa: Sebanyak 97%
peserta didik menyatakan pembelajaran
berlangsung cukup baik, Sebanyak 80 %
peserta didik membaca majalah kimia cukup
lengkap dan sebanyak 37% peserta didik
menyatakan sangat setuju bahwa majalah kimia
mampu mempermudah dalam belajar kimia.
Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar
3, 4 dan 5.
Gambar 3. Diagram keterlaksanaan
pembelajaran kimia dengan sumber
belajar majalah kimia
Gambar 4. Diagram Frekuensi Peserta Didik
Membaca Majalah Kimia
Tingkat Motivasi Peserta Didik
Data hasil motivasi belajar peserta
didik baik data ordinal dan data interval. Data
motivasi peserta didik dalam bentuk data
ordinal merupakan penjumlahan skor tiap item
dan kemudian dilakukan rata-rata, setelah itu
dikembalikan dalam kategori.
0
50
100
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5
5075
62,5 62,550
Pe
rse
nta
se m
oti
vasi
(%
)
Pertemuan ke-n
0
50
100
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5
5573
59 64 73
Pe
rse
nta
se
kre
ativ
itas
(%
)
Pertemuan ke-n
0%
97%
3%
sangat baik
Cukup baik
Tidak Baik
3%
80%
17% Sangat Lengkap
Cukup Lengkap
Tidak lengkap
8
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Data selengkapnya hasil penelitian pada
variabel motivasi dan kreativitas tersaji pada
Tabel 9, Tabel 10, Table 11, dan Tabel 12.
Gambar 5. Diagram kemampuan majalah kimia
dapat mempermudah dalam
mempelajari kimia dan belajar kimia
lebih menarik
Tabel 9. Distribusi Data ordinal Motivasi
Belajar Peserta Didik
Kriteria
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
% % % %
Sangat
Baik 10 13,33 10,34 -
Baik 50 43,33 58,62 66,60
Cukup 33,33 36,67 27,59 23,33
Kurang 6,67 6,67 3,45 -
Sangat Kurang
- - 6,67
Tabel 10. Distribusi Data Interval Motivasi
Belajar Peserta Didik
Perbedaan Kreativitas dan Motivasi pada
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Data yang akan dianalisis dalam
penelitian ini adalah selisih (gain) kreativitas
dan motivasi belajar peserta didik. Analisis
dilakukan untuk mengetahui perbedaan
kreativitas dan motivasi belajar peserta didik
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji
prasyarat yang harus dipenuhi sebelum uji
mutivariat adalah uji normalitas, uji
homogenitas, dan uji korelasi.
Tingkat Kreativitas Peserta Didik
Tabel 11. Distribusi Data ordinal Kreativitas
Peserta Didik
Tabel 12. Distribusi Data Interval Kreativitas
Peserta Didik
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov atau
Shapiro Wilk, dengan taraf signifikansi 5%.
Kriteria keputusan yang digunakan yaitu terima
H0 jika nilai siginifikansi > 0,05. Hasil uji
normalitas selisih (gain) motivasi dan
kreativitas peserta didik terdapat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Uji Normalitas
Variabel Kelas Sig. Hasil Ket.
Motivasi Belajar
Kontrol 0,067 Sig>α Normal
Eksperimen 0,085 Sig>α Normal
Kreativitas Kontrol 0,200 Sig>α Normal
Eksperimen 0,200 Sig>α Normal
Uji Homogenitas
Field (2009:152) menyatakan bahwa
untuk menguji homogenitas antar kelompok
dapat menggunakan SPSS dengan Levene test.
Uji homogenitas varians dilakukan dengan taraf
signifikansi 5%. Kriteria keputusan yang
digunakan adalah jika nilai siginifikansi > 0,05
maka H0 diterima. Hasil uji homogenitas tersaji
pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Uji Homogenitas Varians
Variabel Kelas Sig. Hasil Ket.
Motivasi Eksperimen
dan kontrol
0,440 Sig>α Homogen
Kreativitas 0,212 Sig>α Homogen
Uji Korelasi
Uji korelasi ini dilakukan dengan uji
Bartlett dan Pearson Product Moment. Uji
Bartlett digunakan untuk mengeathui
37%
63%
0% Sangat Setuju
Cukup Setuju
Tidak Setuju
Deskripsi Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Mean 89,659 92,090 87,586 87,703
Standar
Deviasi
13,727 15,896 12,022 13,523
Varian 188,437 252,689 144,537 182,874
Nilai
minimum
63,028 57,919 57,000 43,990
Nilai
Maksimum
114,679 123,237 111,000 120,660
Kriteria
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
% % % %
Sangat
Baik 16,66 20 3,40 3,40
Baik 56,67 40 31,10 48,30
Cukup 26,67 36,67 58,60 44,90
Kurang 3,33 6,90 3,40
Sangat
Kurang -
Deskripsi Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Mean 93,232 93,556 80,160 82,918
Standar
Deviasi
13,568 13,255 11,128 11,125
Varian 184,099 175,686 123,824 123,755
Nilai
minimum
68,435 69,488 63,149 58,941
Nilai Maksimum
122,650 120,994 101,920 109,870
9
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
ada/tidaknya hubungan antara motivasi dan
kreativitas, dan uji korelasi Pearson Product
Moment digunakan untuk mengetahui derajat
korelasi antara motivasidan kreativitas. Uji
korelasi ini dihitung menggunakan SPSS 16 for
Windows. Kriteria keputusan yang digunakan
adalah jika nilai siginifikansi < 0,05 maka H0
ditolak. Hasil uji korelasi tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Uji Korelasi
Variabel Sig. (r) Hasil Keterangan
Motivasi
Belajar dan
Kreativitas
0,001 0,421 Sig<α Berkorelasi
signifikan
Uji Homogenitas Matriks Varian atau
Kovarian
Uji homogenitas bertujuan untuk
mengetahui apakah data pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai
matriks kovarian variabel dependen yang
homogen atau tidak. Uji homogenitas matriks
varian atau kovarian pada variabel terikat
dilakukan menggunakan SPSS 16 for windows,
hasil uji homogenitas matriks varian atau
kovarian terhadap motivasi dan kreativitas
berupa data Box’s M. Kriteria keputusan yang
digunakan homogenitas matriks varian atau
kovarian adalah jika nilai siginifikansi > 0,05
maka H0 diterima. Hasil uji Homogenitas
kmatriks kovarian variabel dependen tersaji
pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Uji Homogenitas Matriks
Uji Manova
Pengambilan keputusan dan penarikan
kesimpulan terhadap uji hipotesis terhadap
analisis Manova dengan kriteria penerimaan
dan penolakan hipotesis adalah H0. Uji Manova
ini dilakukan pada taraf signifikansi 5%. H0
diterima jika signifikansi > 0,05 atau H0 ditolak
jika signifikansi < 0,05. Berdasarkan analisis uji
Manova diperoleh hasil pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Uji Manova
Effect Value F Df1 Df2 Sig.
Hotelling‟s
Trace
0,10
7
2.988a
2 56 0,058
Berdasarkan hasil uji Manova menunjukkan
bahwa nilai F untuk uji statistik Hotelling’s
Trace menunjukkan signifikansi 0,058 (nilai
sig. > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan motivasi dan
kreativitas peserta didik yang mengikuti
pembelajaran kimia dengan menggunakan
sumber belajar majalah kimia dan peserta didik
yang mengikuti pembelajaran kimia
menggunakan buku kimia biasa.
Kajian Produk Akhir
Kelayakan Materi
Penilaian terhadap majalah kimia dari
aspek kelayakan materi oleh beberpa validator
menunjukkan bahwa kualitas majalah kimia
minimal dikategorikan “baik”. Hasil penilaian
terhadap majalah kimia pada aspek materi oleh
teman sejawat mendapatkan kategori ”sangat
baik”, ahli materi menilai majalah kimia dengan
kategori “baik”, guru-guru kimia menilai
majalah kimia dengan kategori “sangat baik”,
sedangkan kelompok uji coba terbatas menilai
majalah kimia dengan kategori “baik”.
Penilaian majalah kimia dari aspek
materi mencakup daya dukung tujuan
pendidikan, kesesuaian dengan perkembangan
IPTEK, dan kesesuaian dengan penalaran
peserta didik. Skor rata-rata yang diberikan oleh
ahli materi merupakan skor paling rendah
dibanding dengan validator yang lain hal ini
karena berdasarkan penilaian oleh ahli materi
pada aspek materi: kesesuaian majalah kimia
terhadap IPTEK dikategorikan “baik”, dan
kesesuaian bacaan dalam majalah kimia dengan
penalaran peserta didik juga dikategorikan
“cukup” sedangkan untuk daya dukung majalah
kimia terhadap tujuan pendidikan dikategorikan
“sangat baik”.
Suatu sumber belajar dikatakan baik jika materi
yang dimuat sudah sesuai dengan jenjang yang
menjadi objek sasaran pengembangan. Majalah
kimia ini disusun dan diperuntukkan kepada
peserta didik SMA/MA. Materi-materi dalam
majalah kimia disajikan berbeda dengan buku
kimia biasa. Materi dalam majalah kimia
disajikan dalam bentuk rubrik-rubrik materi
yang saling berkaitan satu dengan yang lain,
sedangkan dari sisi kebenaran keilmuan tetap
selaras dengan bidang kimia.
Kelayakan Penyajian
Teman sejawat menilai majalah kimia
dengan kategori “sangat baik”, guru kimia
menilai majalah kimia dengan kategori “baik”,
ahli media dan pembelajaran menilai dengan
kategori “baik” sedangkan kelompok uji
terbatas menilai majalah kimia dengan kategori
“baik”. Aspek penilaian kelayakan penyajian
Box’s M F Df1 Df2 Sig.
4,433 1,421 3 6,083E5 0,234
10
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
pada majalah kimia meliputi: penggunaan
sistematika penyajian, kemudahan dipahami,
menumbuhkan motivasi untuk mengembangkan
lebih jauh, mengembangkan ketrampilan
berpikir, mengembangkan kecakapan
akademik, mengembangkan kreativitas.
Berdasarkan Pusbukkur (2010:1)
kelayakan suatu buku non-teks ada beberapa hal
salah satunya yaitu kelayakan penyajian. Hal ini
menjadi penting bahwa setiap buku non-teks
termasuk ke dalamnya yaitu majalah kimia.
Suatu buku non-teks dikatakan baik jika
kualitas penyajian materi, dikategorikan “baik”.
Hasil pengembangan sumber belajar majalah
kimia berdasar kelayakan penyajian
dikategorikan “baik” oleh karena itu majalah
kimia sudah layak untuk digunakan sebagai
sumber belajar bagi peserta didik di SMA/MA.
Penyajian materi dalam majalah kimia
berbeda dengan buku-buku kimia biasa, salah
satu yang membedakannya adalah rubrik.
Perbedaan majalah kimia dan buku kimia biasa
dapat dilihat pada Tabel 19.
Rubrik adalah suatu tema umum yang
ada dalam majalah dan konten dalam setiap
rubrik berbeda-beda.Setiap rubrik pada
pengembangan majalah kimia ini mempunyai
orientasi tujuan dalam majalah kimia, yaitu
untuk meningkatkan motivasi belajar dan sikap
kreativitas pada peserta didik. Pada majalah ini
disajikan rubrik-rubrik yang berorientasi untuk
meningkatkan motivasi berimbang dan saling
melengkapi dengan rubrik-rubrik yang
diorentasikan untuk meningkatkan kreativitas
seperti yang terdapat dalam Tabel 18.
Kelayakan Bahasa dan Gambar
Teman sejawat menilai majalah kimia
dengan kategori “sangat baik”, guru kimia
menilai majalah kimia dengan kategori “baik”,
ahli media dan pembelajaran menilai dengan
kategori “sangat baik” sedangkan kelompok uji
terbatas menilai majalah kimia dengan kategori
“sangat baik”.
Penilaian majalah kimia meliputi
beberapa aspek yaitu kesesuian gambar dan
bahasa, keterpahaman bahasa atau gambar,
ketepatan penggunaan bahasa, ketepatan
penggunaan gambar, dan penggunaan font
tulisan serta kualitas fisik majalah kimia.
Bahasa dan gambar mempunyai pengaruh
terhadap suatu media atau sumber belajar.
Tabel 18. Orientasi Rubrik dalam Majalah
Tabel 19. Perbandingan Buku Teks
Pembelajaran Kimia biasa dan
Majalah Kimia
Kualitas visual suatu media dapat
ditinjau dari beberapa hal. Smaldino, et.al
(2008:60) menyatakan bahwa elemen dalam
visual desain yaitu arrangement, balance,
color, legibility, appeal sedangakan element
teks meliputi style, size, spacing, color and use
of capital. Menurut Pusbukkur (2010:1)
kelayakan suatu buku non-teks ada beberapa hal
yaitu kelayakan Isi/Materi, kelayakan
penyajian, kelayakan bahasa dan kegrafikaan.
Hal ini menjadi penting bahwa setiap
buku non-teks termasuk ke dalamnya yaitu
majalah kimia. Suatu buku non-teks dikatakan
baik jika kualitas kebahasaannya, materi,
penyajian dan kegrafikan dikategorikan
minimal “baik”. Hasil pengembangan sumber
belajar majalah kimia berdasar kelayakan
bahasa dan gambar dikategorikan “baik” oleh
Nama Rubrik Orientasi dalam Majalah
Motivasi Kreativitas
Topik utama √ √
Eksperimen √ √
Tahu lebih jauh √ √
Amazing! √ -
Profil ilmuwan √ -
Kimiawan berwirausaha √ √
Kimiawan tertawa - √
Apakah aku dan untuk
apa aku?
- √
Info senyawa-senyawa
kimia dan lambang
bahayanya
- √
Mind mapping √ √
Chem-browsing - √
Motivasi √ -
Aspek
Jenis Buku Pendidikan
Buku teks
(Pelajaran Kimia
Biasa)
Buku nonteks
(Majalah Kimia)
Materi Materi atau isi
terkait dengan SK
atau KD dalam Standar Isi
Materi terkait dengan
sebagian/salah satu
SK atau KD dalam Standar Isi
Susuna materi Disusun dalam
unit-unit atau Bab
Disusun dalam bentuk
rubrik-rubrik yang
unik
Kegunaan Materi untuk
mempelajari suatu
subjek pengetahuan dan
ilmu
Materi atau isi cocok
untuk mempelajari
suatu materi dan sebagai bahan
pengayaan atau
rujukan
Tujuan
Penggunaan
Sebagai buku
pegangan pokok
bagi peserta didik
Sebagai buku
tambahan bagi peserta
didik
Instrumen Evaluasi
Ada instrumen evaluasi
Tidak dilengkapi instrumen evaluasi
11
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
karena itu majalah kimia sudah layak untuk
digunakan sebagai sumber belajar bagi peserta
didik di SMA/MA.
Pembahasan Peningkatan Motivasi dan
Kreativitas
Penggunaan majalah kimia pada uji
lapangan memberikan hasil yang belum optimal
pada peningkatan motivasi dan kreativitas
secara simultan. Berdasarkan hasil uji statistik
dengan uji hipotesis menggunakan Manova
menunjukkn bahwa motivasi dan kreativitas
tidak berbeda signifikan antara kelas kontrol
dan kelas eksperimen. Majalah adalah salah
satu media yang disarankan untuk remaja,
karena disukai, sehingga mereka tertarik untuk
membaca, seperti yang diungkapkan oleh Stein
(2011:659) menyatakan bahwa:
“seventeen magazine made its debut in
1944, its was the firts publication to
recognize the potential of the teenage
population, spesifically, teenage girls. The
magazine was the initially created to
provide information to teen readers who, up
to that point had no such written material
produced specifically for them”.
Adanya majalah ini diharapkan dapat
memfasilitasi remaja untuk dapat mempelajari
dan menambah informasi-informasi ke dalam
dunia mereka dengan menarik.
Adanya ketertarikan remaja akan
sumber informasi berupa majalah, maka akan
member peluang kepada pendidik untuk
membantu mereka menerima informasi atau
ilmu pengetahuan. Adanya ketertarikan dalam
diri anak remaja atau peserta didik SMA/MA
maka dapat memperkuat motivasi belajar
mereka untuk mempelajari ilmu kimia melalui
majalah. Adanya peluang ini menjadikan
peneliti mengembangkan majalah kimia sebagai
sumber belajar kimia bagi peserta didik
SMA/MA.
Membangkitkan motivasi peserta didik
bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dilakukan, hal ini disebabkan adanya banyak
faktor yang dapat mempengaruhi motivasi
belajar peserta didik. Motivasi dalam diri
peserta didik juga dipengaruhi oleh beberapa
hal seperti yang diungkapkan oleh Drew
(Lewis, 2004:1).
“factors that can account for poor
motivation include perceived irrelevance of
courses to their everyday lives, unrealistic
perceptions of their learning skills, low self-
confidence, personal problems, time
constraints, and ineffective instructional
strategies”.
Banyaknya faktor yang mempengaruhinya
motivasi peserta didik, menjadikan guru tidak
dapat menjaga motivasi peserta didik konsisten
selalu ada pada diri peserta didik, seperti yang
dinyatakan oleh Lumsden (1997:1-4).
“There are many factors that contribute to
students' interest and level of engagement in
learning, and teachers have little control
over many of those factors” selain itu
Lumsden juga mengungkapkan bahwa
“When students enter school, their level of
interest and desire to engage in learning are
also heavily influenced by teachers,
administrators, the school environment, and
their classmates.
Berdasar pada penelitian Mac Iver and
Reuman 1994 (Brewster & Fager, 2000:3)
mengungkapkan bahwa teman sejawat juga
akan berpengaruh terhadap motivasi belajar
peserta didik, akan tetapi bila tidak dari teman
dapat juga berasal dari guru, orang tua, atau
orang lain.
"Middle school and high school-age
students' level of engagement in school is
also highly influenced by peers. As students
grow older, their motivation to engage in
learning may be influenced by their social
group just as much as, if not more than it is
by teachers, parents, and other adults”
Jordan & Porath (2006:247) juga menyatakan
bahwa motivasi dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu personal dan lingkungan. Faktor personal
meliputi:
“personal needs, identity, self-consept, self-
esteem, gender, self-effiacy, attribution for
succes or failure, self-regulation, theory of
intelegence, and enjoyment of learning
Faktor lingkungan meliputi: “school
environment, classroom environment, degree of
match between learner and environment,
learning goals), teachers’ theories of
intelligence, and rewards”
Motivasi peserta didik dalam belajar
merupakan suatu wujud keinginan, kebutuhan,
hasrat, kewajiban untuk berpartisipasi,
memperoleh kesuksesan dalam proses belajar.
Motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang
timbul dari dalam diri peserta didik,
12
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
ketertarikan ini bukan untuk menghindari
hukuman atau berharap untuk mendapatkan
suatu penghargaan, tetapi murni keinginan
peserta didik belajar dengan baik.
Pada tahun 1997 Dev (Brewster &
Fager, 2000:6) menyatakan bahwa:
“intrinsically motivated students actively
engage themselves in learning out of
curiosity, interest, or enjoyment, or in order
to achieve their own intellectual and
personal goals”
Jadi, peserta didik yang sudah tertarik dan
termotivasi maka peserta didik akan merasa
nyaman, ingin tahu mendalam, dan sangat
tertarik atau bahkan sangat ingin untuk
mewujudkan tujuannya.
Motivasi ekstrinsik merupakan suatu
ketertarikan karena adanya tujuan lain yang
berasar dari luar diri peserta didik, motivasi
ekstrinsik ini berkebalikan dengan motivasi
intrinsik, sumber motivasinya dari luar diri
peserta didik, contohnya peserta didik ingin
mendapatkan hadiah, penghargaan, atau bahkan
pujian dari guru, bukan karena memang dirinya
ingin mendalami mata pelajaran dengan baik.
Motivasi peserta didik adalah hal
penting dalam proses pembelajaran, hal ini
menjadi hal penting yang menjamin kelancaran
dalam proses pembelajaran perserta didik.
Peserta didik jika sudah termotivasi maka akan
mendapatkan hasil belajar yang terbaik,
meskipun banyak hal yang menghalangi proses
belajarnya. Peserta didik yang sudah
termotivasi baik intrinsik dan ditambah lagi
dengan motivasi ekstrinsik akan jauh lebih baik
dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada
tahun 2007 Palmer (Williams and Williams,
2011:2) menyatakan bahwa peserta didik yang
termotivasi yaitu peserta didik yang
memperhatikan, menyegerakan mengerjakan
tugas, bertanya, membantu menjawab
pertanyaan guru, senang dan tertarik.
Ada beberapa komponen sarana untuk
membangkitkan motivasi peserta didik yaitu
peserta didik itu sendiri, pendidik, materi
pelajaran, metode pembelajaran, proses belajar
dan lingkungan belajar. Palmer, Debnath,
D’Souza and Maheshwari (Williams &
Williams, 2011:2) menyatakan bahwa ada
beberapa contoh yang dapat memotivasi peserta
didik secara simultan.
“The student must have access, ability,
interest, and value education. The teacher
must be well trained, must focus and
monitor the educational process, be
dedicated and responsive to his or her
students, and be inspirational. The content
must be accurate, timely, stimulating, and
pertinent to the student’s current and future
needs. The method or process must be
inventive, encouraging, interesting,
beneficial, and provide tools that can be
applied to the student’s real life. The
environment needs to be accessible, safe,
positive, personalized as much as possible,
and empowering.
Motivasi peserta didik dapat dioptimalkan
dengan cara memberikan motivasi secara
berkelanjutan dan bervariasi. Oleh karena itu
pemberian motivasi yang tidak teratur dan tidak
berkelanjutan tidak dapat meningkatkan dan
mempertahankan motivasi dalam diri peserta
didik dalam waktu yang lebih lama.
Majalah kimia adalah suatu media visual
yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi
peserta didik, akan tetapi media ini merupakan
sebagian kecil media untuk meningkatkan
motivasi peserta didik. Smaldino (2008:56)
menyatakan bahwa:
“Visual can increase interest in a lesson.
Interest enhance motivation.Visual can
motivate learners by attracting their
attention, holding their attention, and
generating enggament in learning process”
Hasil dari penerapan majalah kimia dalam
proses pembelajarna kimia di SMA N 1 Mlati
belum mampu meningkatkan motivasi dan
kreativitas peserta didik secara signifikan. Hal
ini karena adanya hubungan saling
mempengaruhi antara motivasi dan sikap
kreativitas peserta didik. Pada dasarnya
kreativitas dapat dipelajari, Wallas menyatakan
dalam bukunya The art of Thought (Utami
Munandar, 2009:39), yang mengatakan bahwa
proses kreatif meliputi empat tahap yaitu: 1)
persiapan, 2) inkubasi, 3) iluminasi, 4)
verifikasi. Tahap persiapan seseorang
mempersiapkan diri untuk memecahkan
masalah dengan belajar berpikir, mencari
jawaban, bertanya kepada orang, mendapat
inspirasi dari buku dan sebagainya. Tahap
inkubasi, kegiatan mencari dan menghimpun
data atau informasi tidak dilanjutkan tahap
selanjutnya akan tetapi “mengeramnya” dalam
alam prasadar. Tahap iluminasi ialah tahap
timbulnya “insght” atau”aha erlebnis”, saat
timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta
proses-proses psikologis yang mengawali dan
13
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan
baru. Tahap verifikasi atau tahap evaluasi ialah
tahap saat ide atau kreasi baru tersebut harus
diuji terhadap realitas. Pada tahap ini
diperlukan pemikiran kritis dan konvergen.
Proses divergen (pemikiran kreatif) harus
diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran
kritis). Oleh karena itu, suatu kreativitas dapat
dipelajari oleh semua orang dengan proses
tersebut.
Majalah kimia ini berperan
memberikan inspirasi-inspirasi melalui topik-
topik atau permasalahan yang berkaitan dengan
materi hidrokarbon dan minyak bumi, sehingga
dapat membantu memunculkan sikap kreatif,
akan tetapi hasilnya belum sesuai harpan
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya dinyatakan bahwa antara motivasi
dan kreativitas memiliki korelasi yang
signifikan, seperti yang diungkapkan oleh de
Jesusa, et. al (2013:1) menyatakan bahwa
motivasi intrinsik berkorelasi positif dan
signifikan terhadap kreativitas. Hal ini
menjadikan adanya saling mempengaruhi
antara motivasi dan sikap kreatif. Nair dan
Alkiyumi (2011:2) menyatakan bahwa motivasi
intrinsik berkorelasi signifikan dengan
kreativitas. Suatu studi yang dilakukan oleh
Sarsani (2008:155-170) menunjukkan bahwa
anak yang memiliki sikap kreatif yang tinggi
memiliki motivasi belajar yang tinggi pula.
Kreativitas dapat dipengaruhi oleh
motivasi intrinsik, sehingga apabila
motivasinya rendah maka kreativitasnya dapat
diperkirakan juga akan rendah. Sheldon‟s
(1995:25-36) menyatakan “found that
participants high on the creative personality
scale and in problem-solving (creativity) had
greater orientation motivation, self-concept,
and autonomy”.
Perbedaan kreativitas dan motivasi
yang tidak signifikan antara kelas kontrol dan
eksperimen hal ini dimungkinkan dipengarui
oleh faktor lain yang mempengaruhi motivasi
intrinsik. Jordan & Porath (2006:247)
menyebutkan bahwa ada beberpa faktor yang
mempengaruhi motivasi peserta didik yaitu:
“personal needs, identity, self-consept, self-
esteem, gender, self-effiacy, attribution for
succes or failure, self-regulation, theory of
intelegence, and enjoyment of learning”
Motivasi intrinsik lebih mendominasi dalam
diri peserta didik dan kreativitaspun juga akan
terpengaruh oleh adanya motivasi instrinsik.
Vansteenkiste, et. al (2006:1) menyatakan
bahwa “that intrinsic goal framing (relative to
extrinsic goal framing and no-goal framing)
produces deeper engagement in learning
activities, better conceptual learning, and
higher persistence at learning activities”oleh
karena itu motivasi intrinsik lebih
mempengaruhi dalam proses belajar, dibanding
motivasi ekstrinsik.
Apabila motivasi intrinsik pada peserta
didik dalam belajar kimia memang sudah
rendah, maka dapat berpotensi menyebabkan
rendahnya kreativitas peserta didik. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti dinyatakan bahwa:
“Internal motivation is an essential
condition of creative acts, as articulated by
authors such as M.Csikszentmihalyi (1990),
T.M. Amabile (1990), H. Gardner (1993), R.
Sternberg and T. Lubart (1995), E. Deci and
R. Ryan (2008), intrinsic motivation is
conducive to creative thinking because it is
related to task satisfaction and enjoyment”
(Nair & Alkiyumi, 2011:2)
Berdasarkan pada Amabile (1986:15)
menyatakan bahwa “he had provided principle
that intrinsic motivation conducive to creativity,
but extrinsic motivation not”. Selain itu pada
tahun 1996 Ford (Liu, et.al, 2012:183)
menjelaskan bahwa “considered motivation,
including expectations and emotion, to be an
important factor influencing the creative
actions of individuals”.
Pada tahun 1996 Amabile (Liu, et.al,
2012:183) juga menyatakan bahwa “stressed
that intrinsic motivation is essential for creative
performance and has the power to propel a
person in the pursuit of unachieved goals
throughout the creative process” hal itu
menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik tidak
terlalu peran dalam meningkatkan sikap kreatif,
dibanding motivasi intrinsik. Adanya dominasi
motivasi intrinsik meyebabkan majalah kimia
tidak optimal dalam meningkatkan motivasi
intrinsik peserta didik dan berimplikasi pada
sikap kreatif peserta didik juga tidak meningkat
secara signifikan.
Revisi
Majalah kimia direview oleh beberapa orang,
berikut ini saran-saran yang diberikan beberapa
oleh validator:
14
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Teman Sejawat
Pada proses review oleh teman sejawat
mereview majalah kimia yang masih berupa
draf awal. Saran yang diberikan oleh teman
sejawat untuk perbaikan majalah kimia yaitu:
penulisan pada tanda baca yang tidak tepat,
warna tulisan pada sampul majalah, kondisi
tulisan dan gambar pada cover majalah,
penggunaan warna pada gambar dan tulisan
pada saat penyusunan draf, Mind Map masih
belum operasional.
Ahli Materi
Berdasarkan beberapa saran yang diberikan
oleh ahli materi ada beberapa hal yang perlu
diperbaiki yaitu: sumber gambar dan rubrik
harus jelas, susunan materi harus terstruktur
dengan baik, adanya pengulangan materi
Ahli Media dan Pembelajarn
Ahli materi menyampaikan perbaikan pada
sifat-sifat alkuna perlu ditambahkan dan
dilengkapi, ada beberapa bahasa yang tidak etis
oleh karena itu perlu diperbaiki, Mind map
supaya tata letaknya diposisikan pada bagian
yang strategis sehingga lebih mudah dibaca
peserta didik.
Guru Kimia
Berdasar pada hasil review dan saran maka ada
beberapa saran yang ditujukan untuk merevisi
majalah kimia yaitu: konsep pada materi
pembuatan labur, ada kosa kata yang tidak baik
dalam rubrik kimiawan tertawa, penambahan
materi senyawa alifatik, siklik dan aromatik,
penggunaan istilah yang familiar dengan
peserta didik seperti: Halogen radikal bebas,
mengevaluasi agen hepatoprotektif,
polimerisasi, plastizer, gas disperse vander
waals, dan lain-lain.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkah hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan yaitu:
1. Kualitas majalah kimia yang dihasilkan
ditinjau dari aspek kelayakan materi,
kelayakan penyajian, kelayakan bahasa
bahasa dan gambar ditinjau beberapa validator
yaitu: (1) majalah kimia aspek materi dinilai
oleh temen sejawat dan guru kimia menilai
“sangat baik”, ahli materi dan peserta didik
menilai “baik”, (2) validasi majalah kimia
aspek kelayakan penyajian, teman sejawat
menilai “sangat baik”, sedangkan oleh ahli
media dan pembelajaran, guru-guru kimia,
serta peserta didik menilai “baik”, (3) validasi
aspek kelayakan bahasa dan gambar oleh
teman sejawat, ahli media dan pembelajaran,
serta peserta didik menilai majalah kimia
“sangat baik”, sedangkan guru menilai
“baik”.
2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara motivasi belajar dan sikap kreatif
peserta didik pada pembelajaran kimia yang
menggunakan majalah kimia dan pada
pembelajaran kimia yang menggunakan buku
pelajaran kimia biasa pada materi senyawa
hidrokarbon, senyawa hidrokarbon dalam
kehidupan sehari-hari, dan minyak bumi.
SARAN
Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian, ada
beberapa hal yang masih belum optimal dalam
pengembangan majalah kimia oleh karena itu
ada beberapa saran yang diberikan oleh peneliti
yaitu:
1. Pencetakan majalah supaya dapat menekan
biaya produksi majalah pada bagian sampul
menggunakan kertas ivory 230 gram dan pada
bagian isi menggunakan kertas HVS 80 gram
(colourful).
2. Majalah kimia sebaiknya dicetak sebanyak
peserta didik di kelas, hal ini memungkinkan
memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk belajar mandiri dengan majalah lebih
intensif.
3. Hasil pengambangan majalah kimia meskipun
belum dapat meningkatkan motivasi dan
kreativitas peserta didik, akan tetapi apabila
majalah dikembangkan lebih lanjut sebaiknya
menjalin kerja sama dengan forum guru
seperti MGMP kimia, sehingga akan
mendapat lebih banyak dan lebih representatif
masukan tentang kebutuhan peserta didik di
kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Amabile, T.M., Hennessey, B. A. & Grossman,
B. S. (1986). Social influences on
creativity: the effects of contracted for
reward. Journal of Personality and
Social Psychology, 50, pp.14-23
Borg, W.R. and Gall, M.D. (1983).
Educational research: an introduction
fourth edition.New York: Logman
15
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Brewster, C. and Fager, J. (2000). Increasing
Student Engagement and Motivation:
From Time-on-Task to Homework
Field, A. (2009). Discovering stastitics using
SPSS third edition. London: Sage
Publication Ltd.
Jordon, E. A. and Porath, M. J. (2006).
Educational psicology a problem-based
aproach. United State of America:
Pearson Educational.In
Jesusa, S.N.de, Rusb, C. L., Lensc, W., and
Imaginário, S. (2013).
Intrinsic motivation and creativity
related to product: a meta-analysis of
the studies published between 1990–
2010. Creativity Research Journal
Volume 25, Issue 1, 2013
Liu, E. Z-F., Lin,C-H., Jian, P-H., and Liou, P-
Y. (2012). The dynamics of motivation
and learning strategy in a creativity-
supporting learning environment in
higher Education. The Turkish Online
Journal of Educational Technology
January, volume 11, Issue 1
Lewis, J. J. (2004). The independent learning
contract system: motivating
students enrolled in college reading
courses. Journal Article Excerpt
Vol.41, 2004
Lumsden, L. (1994). Student motivation to
learn. Eugene OR:ERIC Clearinghouse
on Educational Management.
ED370200
Nair, S. and Alkiyumi, M.T. (2011).
Investigation the relationship between
intrinsic motivation and creative
production on solving real problems.
Journal Sosiohumanika, 4(2) 2011
Pusat Perbukuan Depdiknas. (2010). Pedoman
penilaian buku pengayaan
pengetahuan. Jakarta: Depdiknas
Reynolds, C.R., Livingston, R.B., and Willson,
V. (2010). Measurement and
assessment in education 2nd
Edition.
New Jersy: Pearson Education
International
Sarsani, M.R. (2008). Do high and low creative
children differ in their cognition and
motivation?.Creativity Research
Journal Volume 20, Issue 2, 2008 pages
155-170
Smaldino, S.E., Lowther, D.L., and Russell, J.
D. (2008). Instructional Technology an
Media for Learning 9th
edition. New
Jersy: Pearson Education
Sheldon, K.M. (1995). Creativity and self-
determination in personality. Creativity
Research Journal, 8(1), pp.25-36
S. Eko Putro Widoyoko. (2012). Teknik
penyusunan instrumen penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Stein, A. (2011). Fashioning teenagers: A
Cultural history of seventeen magazine.
Journalism and Mass Communication
Quarterly Autumn 2011; 88, 3;
ProQuest Page. 659
Sugiyono. (2008). Metode penelitian
kuantitatif, kualitatif, dan R & D.
Bandung: Alfabeta
Sukardjo & Lis Permana S. (2008). Penilaian
hasil belajar kimia (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta
Utami Munandar. (2009). Pengembangan
kreativitas anak berbakat. Jakarta:
Pusbukkur dan PT.Rineka Cipta
Vansteenkiste, M., Lens, W., and Deci, E. L.
(2006). Intrinsic versus extrinsic
goalcontentsin self-determination
theory: another look at the quality of
academic motivation. Journal
Educational Psychologist, 41(1), 19-31
Williams, K.C. and Williams, C.C. (2011). Five
key ingredients for improving student
motivation. Research in higher
education Journal
16
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
EVALUASI PEMBELAJARAN GURU IPA SMP DI KOTA SEMARANG
Eny Winaryati1
1Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Muhammadiyah Semarang
email: [email protected]
Abstrak
Kualitas lulusan sangat dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran guru. Kualitas pembelajaran
dapat dievaluasi dari kompetensi pembelajaran guru Kompetemnsi pembelajaran guru meliputi:
ketrampilan instruksional, pengetahuan tentang isi, ketrampilan mengelola kelas, ketrampilan
berkomunikasi, pengetahuan tentang perkembangan siswa, tanggung jawab professional. Tujuan
pemnelitian ini adalah mengevaluasi 6 (enam) kiteria di atas. Hasil rekomendasi dari penelitian ini,
diharapkan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan pembelajaran. Responden penelitian adalah guru
IPA SMP, kepala sekolah dan siswa SMP di kota Semarang. Penelitian ini memberikan beberapa hasil
evaluasi pembelajaran guru IPA, yaitu: 1) Skor penilaian guru terhadap dirinya sendiri (self assesment)
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai dari kepala sekolah (peer assesment). 2) nilai rendah lebih
didominanasi pada kemampuan guru dalam memotivasi, menggali dan meningkatkan potensi siswa. 3)
masih lemahnya guru dalam melakukan penelitian. Saran dari penelitian ini adalah: perlunya bagi
sekolah untuk mengadakan diskusi/workshop tentang psikologi pembelajaran dan penelitian.
(Kata kunci: evaluasi, pembelajaran, guru IPA)
PENDAHULUAN
Pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
terutama peserta didik. Banyak faktor yang
menentukan mutu suatu sekolah, diantaranya
adalah keefektifan guru dalam mengajar.
Guru mempunyai pengaruh yang sangat
dominan terhadap pencapaian belajar siswa.
Hal ini dapat dipahami karena guru merupakan
sumber daya yang aktif, sedang sumber daya
yang lain bersifat pasif. Sebaik-baik
kurikulum, fasilitas, sarana prasarana
pembelajaran, tetapi tingkat kualitas gurunya
rendah, akan sulit mendapatkan hasil
pendidikan yang berkualitas tinggi.
Berdasarkan penelitian Trends in
Mathematics and Science Study (TIMSS)
tahun 2011 diperoleh data bahwa pada siswa
kelas VIII, prestasi sains dan matematika
Indonesia mengalami penurunan. Bidang
matematika, Indonesia berada di urutan ke-38
dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya
dites, atau turun 11 poin dari penilaian tahun
2007. Pada bidang sains, Indonesia berada di
urutan ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara,
skors ini turun 21 dibandingkan 2007,
(http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/0
9005434).
Persoalan diatas menuntut peran guru
sebagai “central” dalam pendidikan,
diharapkan dapat berperan lebih optimal
dalam pembelajaran yang bermutu. Hal ini
dapat tercapai bila guru mempunyai
kompetensi untuk dapat melaksanakan
tugasnya. Guru sekurang-kurangnya memiliki
tiga kompetensi pokok yaitu kemampuan
merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Kesiapan
perencanaan akan mempengaruhi proses
pembelajaran dan hasil pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh proses yang dilaksanakan.
Berkenaan dengan uraian di atas,
maka konten Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sangat berarti. Guru harus
memiliki ketrampilan untuk
mengimplementasikan rencana dalam proses
pembelajaran, secara profesional. Guru
dituntut untuk memiliki kemampuan
menyusun rencana pembelajaran, mengelola
kelas, terampil berkomunikasi, menggunakan
media/sumber belajar, disamping itu juga
penguasaan materi yang diajarkan.
Undang-undang Guru dan Dosen
(UUGD), pasal 1 UU No 14 tahun 2005
disebutkan bahwa Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik. Guru yang professional, akan memiliki
kecakapan, ketrampilan dan kemampuan
untuk mengelola pembelajaran dengan baik.
Keprofesionalan guru akan semakin
meningkat, jika guru selalu melakukan
evaluasi terhadap pembelajarannya.
17
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Seperangkat kriteria untuk evaluasi guru
meliputi: 1) ketrampilan instruksional guru; 2)
pengetahuan tentang isi; 3) ketrampilan
mengelola kelas; 4) keterampilan
berkomunikasi; 5) pengetahuan tentang
perkembangan siswa; 6) tanggung jawab
profesional. Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah mengevaluasi 6 (enam)
kiteria di atas. Hasil rekomendasi dari
penelitian ini, diharapkan sebagai dasar untuk
melakukan perbaikan pembelajaran.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
kuantittaif dalam bidang pendidikan. Tempat
penelitian dilaksanakan di wilayah kota
Semarang. Objek penelitian adalah SMP
Negeri dan Swasta se Kota Semarang. Subyek
penelitiannya adalah: kepala sekolah, guru
IPA dan siswa SMP kelas 1, 2 dan 3.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan
instrumen dalam bentuk nontes, dengan
penilaian skala likert 1-5 (Sangat Tidak
Setuju- Sangat Setuju).
Penelitian ini menitikberatkan evaluai
pembelajaran guru IPA melalui penilaian
terhadap kompetensi sebagai guru di kota
Semarang. Penilaian dilakukan melalui self
(guru IPA menilai pembelajarannya sendiri)
dan peer (dalam hal ini oleh atasannya yaitu
kepala sekolah dan oleh siswa). Jumlah
responden kepala sekolah dan guru masing-
masing adalah 41 orang, berasal dari 41 SMP
dengan rincian 14 SMP Negeri, dan 27 SMP
swasta di kota Semarang. Di kota Semarang
terdapat 8 sub rayon (tingkat
kecamatan/sekitarnya). Objek sekolah diambil
6/5 SMP secara sampling dari tiap-tiap sub
rayon. Responden dari siswa adalah 164 siswa
berasal dari kelas 1, 2 dan 3 baik SMP swasta
dan negeri. Pembahasan penelitian ini terbagi
dalam 2 bagian, yaitu penilaian oleh Kepala
Sekolah dan Guru IPA, dan yang ke-dua
penilaian dari siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Evaluasi Pembelajaran Guru IPA
Evaluasi adalah proses menggambarkan,
memperoleh, dan memberikan informasi
deskriptif dan penilaian tentang nilai dan
kebaikan dari tujuan beberapa objek, desain,
implementasi, dan dampak untuk memandu
pengambilan keputusan, melayani kebutuhan
akuntabilitas, serta mempromosikan
pemahaman tentang fenomena yang terlibat
(Stufflebeam & Shinkfield, 1985:159).
Stufflebeam (1973: 3-5), memandang evaluasi
sebagai suatu proses memberikan informasi
yang berarti dan berguna sebagai alternatif
keputusan, karena tujuan evaluasi adalah
untuk menyajikan opsi bagi pengambil
keputusan.
Evaluasi pembelajaran yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
informasi tentang kemampuan dan
ketrampilan guru dalam pembelajaran yang
dilakukan oleh guru IPA. Informasi ini
digunakan oleh kepala sekolah sebagai
tambahan informasi untuk feedback dalam
kegiatan supervisi akademik bagi guru yang
bersangkutan. Bagi guru, informasi ini
digunakan untuk melakukan perbaikan
pembelajaranya.
2. Hasiol Evaluasi Pembelajaran Guru IPA
Oleh Kepala Sekolah Dan Guru IPA
Peran guru dalam pembelajaran IPA
memegang peran yang sangat strategis. Guru
diharapkan mampu memposisikan dirinya agar
memahami kompetensinya sebagai seorang
guru. Kompetensi (competency) adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
ke-profesionalan (pasal 1, UU No. 14 tahun
2005). Menurut Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional No 045/U/2002,
kompetensi guru diartikan sebagai seperangkat
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
yang dimiliki seorang guru sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat
dalam melaksanakan tugas sebagai seorang
guru.
Evaluasi terhadap pembelajaran guru
dalam penelitian ini lebih menekankan pada
evaluasi terhadap kompetensi guru. Hal ini
dimaksudkan karena indikator-indikator
kompetensi guru, memuat gambaran
pembelajaran guru. Evaluasi dilakukan agar
proses pengambilan kebijakan untuk perbaikan
pembelajaran dapat tepat sasaran. Kompetensi
guru dalam penelitian ini terdiri dari 6
keterampilan pembelajaran, sbb:
18
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Tabel 1. Enam (6) Ketrampilan Pembelajaran
Berkenaan Dengan Kompetensi Guru.
No Variabel Indikator
Jumlah
item
penilaian
1. Ketrampian
instruksional
12
indikator
12 item
2. Pengetahuan
tentang isi
6 indikator 6 item
3. Ketrampilan
mengelola kelas
9 indikator 9 item
4. Keterampilan
berkomunikasi
6 indikator 6 item
5. Pengetahuan
tentang
perkembangan
siswa
5 indikator 5 item
6. Tanggung
jawab
profesional
9 indikator 9 item
a. Ketrampilan Instruksional
Guru harus memiliki seperangkat
kriteria berkenaan dengan keterampilan
Instruksional. Keterampilan instruksional
adalah kategori yang paling spesifik dari
perilaku mengajar. Nilai rata-rata ketrampilan
instruksional dari penelitian ini, tertera pada
gambar 1:
Gambar 1. Grafik Rata-Rata Nilai
Keterampilan Intruksional
Berdasarkan gambar keterampilan
instruksional di atas, rata-rata penilaian guru
terhadap diri sendiri relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan kepala sekolah menilai
guru IPA. Hal ini berarti bahwa menilai diri
sendiri (self asessment) memiliki
kecenderungan nilai lebih tinggi. Realita ini
diperkuat oleh Ozogul, Olina & Sullivan
(2008:181-201), dalam penelitiannya dengan
judul “Teacher, self and peer evaluation of
lesson plans written by preservice teachers”.
Nilai rendah pada item no 6 dan 9.
Item nomer 6 berisi tentang kesesuaian bahan
materi pelajaran, kegiatan, sumber dan tugas
untuk kebutuhan kelompok serta pribadi
siswa. Item nomor 9 berisi pertanyaan tentang
kemampuan guru meringkas pelajaran.
Temuan ini menggambarkan bahwa
pembelajaran IPA di SMP belum sepenuhnya
melakukan pembelajaran yang
mengakomodasi kepentingan siswanya. Guru
akan dapat mengetahui kebutuhan siswanya,
bilamana siswa dilibatkan dalam
pembelajaran. Melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran, menuntut guru agar memiliki
ketrampilan dan kemampuan memotivasi
siswa agar aktif.
Persoalan di atas bila dihubungkan
dengan pembelajaran IPA yang seharusnya
adalah selalu mengkaitkannya dengan
fenomena alam dan realita persoalan yang
dihadapi siswa. Hal ini membutuhkan
penelitian baik di lapangan maupun di
laboratorium. Campbell & Bohn, (2008: 1-
36), menyampaikan bahwasanya pengalaman
di laboratorium, dilaksanakan sebagai usaha
reformasi dalam pendidikan ilmu
pengetahuan. Kegiatan ini lebih menekankan
pelibatan siswa dalam pengalaman belajar,
dengan difasilitasi melalui siswa terlibat dalam
penyelidikan pengalaman. Guru harus
memiliki kemampuan mengkaitkannya dengan
“perilaku belajar siswanya”. Seperti yang
disampaikan Temiz1, Taşar & Tan (2006:
1007-1027), dalam temuan penelitiannya
bahwa pembelajaran akan efektif, bilamana
guru melakukan umpan balik kekurangan dan
kelebihan siswanya.
b. Pengetahuan tentang Isi
Pengetahuan sains meliputi pengetahuan fakta,
pengetahuan konsep, pengetahuan prosedural,
dan pengetahuan kognitif. Adanya
kecenderungan pembelajaran IPA pada masa
kini adalah siswa hanya mempelajari IPA
sebagai produk, menghafal konsep, teori dan
hukum saja. Keadaan ini diperparah oleh
pembelajaran yang berorientasi pada tes atau
ujian. Akibatnya IPA sebagai sikap, proses,
produk, aplikasi dan kratifitas belum tersentuh
secara optimal di dalam pembelajaran. Mc
Cormack & Yager (1989: 42) dan Rezba,
Sparague, Fiel, et al. (1995: 1-5),
4,46 4,39 4,37 4,39 4,44
4,124,24 4,19
4,00
4,464,71 4,634,56
4,41 4,39 4,44 4,46
4,104,29 4,20
4,074,32
4,664,66
3,50
4,00
4,50
5,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ketrampilan Instruksional
Rata-rata Kepala Sekolah
19
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
menyampaikan bahwa pembelajaran sains
dituntut untuk mengadopsi lima domain sains.
Gibson, & Wallace (2006:44)
menyampaikan dalam penlitiannya, perlu
adanya kejelasan pemahaman siswa.
Memberikan penekanan siswa untuk belajar
secara aktif karena siswa butuh untuk belajar.
Sebuah pedoman kerangka kerja penting untuk
pendidikan sains di Amerika Serikat adalah
National Science Education Standard (NSES),
diterbitkan oleh Dewan Riset Nasional
(NRC,1996). NSES mengambil posisi bahwa
jika mengajar harus siap dengan pemahaman,
kebutuhan konten/isi yang kuat dan
pengetahuan yang spesifik tentang konten/isi
paedagogis. Hal ini memberikan gambaran
bahwa seorang guru harus menguasai
konten/isi tentang sains yang dibelajarkan
kepada siswanya. Pengetahuan tentang isi,
dijabarkan dalam 6 indikartor. Hasil dari
penelitian ini tertera dalam gambar 2 sebagai
berikut:
Gambar 2. Grafik Rata-Rata Nilai
Pengetahuan Tentang Isi
Berdasarkan gambar diatas, nilai
terendah yang diberikan oleh kepala sekolah
dan guru adalah pada item nomor 5, tentang
kemampuan guru dalam menolong siswa
menjawab pertanyaan mereka sendiri. Hal ini
memberikan suatu pemahaman bahwa guru
masih belum menguasai persoalan yang
dihadapi oleh siswanya, seberapa jauh
penguasaan siswanya tentang isi pengetahuan
yang diberikannya. Dapat diartikan bahwa
guru masih belum berhasil didalam
menyampaikan pengetahuan kepada siswanya
atau dengan kata lain guru belum memahami
isi pengetahuan sains secara komprehensif.
Tomlinson (2005: 262-269), seorang
ahli terkemuka di bidang ini, mendefinisikan
instruksi, bahwa siswa belajar terbaik ketika
guru mereka mengakomodasi perbedaan
dalam tingkat kesiapan mereka, kepentingan
dan profil belajar mereka. Tidak semua anak
belajar dengan cara yang sama. Subban (2006:
935-947) menyampaikan bahwa kesadaran
gaya belajar yang berbeda adalah alat yang
signifikan untuk memahami perbedaan dan
membantu pengembangan siswa.
c. Ketrampilan Mengelola Kelas
Komponen-komponen keterampilan
pengelolaan kelas ini secara umum ada dua
bagian, yaitu: 1) keterampilan yang
berhubungan dengan penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar; 2) keterampilan
yang berhubungan dengan pengembangan
kondisi belajar. Keterampilan yang pertama
meliputi keterampilan sikap tanggap, membagi
perhatian, pemusatan perhatian kelompok.
Ketrampilan suka tanggap ini dapat dilakukan
dengan cara memandang secara seksama,
gerakan mendekat, memberi pertanyaan, dan
memberi reaksi terhadap gangguan dan
kekacauhan. Termasuk keterampilan memberi
perhatian adalah visual (gambar/tulisan) dan
verbal (kata-kata) (Djamarah, 2006:186).
Keterampilan mengelola kelas
adalah keterampilan dalam menciptakan
dan mempertahankan kondisi kelas agar
terjadi proses belajar mengajar yang
optimal. Tujuan guru menguasai keterampilan
mengelola kelas adalah:1) mendorong siswa
mengembangkan tanggung jawab individu
maupun klasikal dalam berperilaku yang
sesuai dengan tata tertib serta aktivitas yang
sedang berlangsung; 2) menyadari kebutuhan
siswa; 3) memberikan respon yang efektif
terhadap prilaku siswa. Hasil dari penelitian
tentang keterampilan guru dalam mngelola
kelas tertera dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 3. Grafik Rata-Rata Nilai Ketrampilan
Mengelola Kelas
4,24 4,12
4,27 4,22
3,88
4,17
4,32 4,32
4,15
4,29
3,90
4,22
3,60
3,80
4,00
4,20
4,40
1 2 3 4 5 6
Pengetahuan Isi
Rata-rata Kepala Sekolah Rata-rata Guru IPA
4,24
4,564,44 4,44 4,49 4,44
4,634,46
4,63
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterampilan Mengelola Kelas
Rata-rata Kepala Sekolah
20
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Nilai terendah pada item nomor 1,
tentang kemampuan guru agar memiliki
standar yang jelas untuk menilai yang sesuai
dengan perilaku siswa. Temuan ini
mengggambarkan bahwa guru belum memiliki
standar/acuan yang baku yang digunakan
untuk menilai perilaku siswa atau guru belum
sepenuhnya menilai perilaku siswa sesuai
dengan standar yang berlaku. Padahal
pembelajaran IPA dituntut adanya perubahan
perilaku pada diri siswa.
Temuan penelitian ini,
mengisyaratkan bahwa guru belum terampil
mengelola kelas. Menurut Subban (2006: 935-
947), bahwa dalam pembelajaran, guru
diharapkann mampu mendorong agar siswa
dapat berusaha secara mandiri, berjuang
untuk kesadaran yang lebih besar, memiliki
kemampuan ketrampilan dan ide-ide,
mengambil tanggung jawab untuk
kehidupannya. Artinya ada hubungan timbal
balik antara siswa dan guru serta tanggung
jawab untuk mengembangkannya.
d. Ketrampilan Berkomunkasi
Berkomunikasi bagi seorang guru
merupakan keterampilan yang harus dimiliki.
Keterampilan ini menjadi kunci terlebih pada
saat guru menyampaikan materi dalam proses
pembelajaran. Kegiatan komunikasi bukanlah
penyampaian lesan saja; ekspresi, gerakan,
tingkah laku, kasih sayang, sentuhan,
senyuman, kelembutan, juga merupakan
bagian dari komunikasi.
Jaringan komunikasi senantiasa harus
ditingkatkan, baik kepada siswa yang
bersangkutan, lingkungan sekolah, orang tua
dan masyarakat. Guru dituntut untuk terampil
secara memadai dimanapun tempatnya.
Terlebih di era globalisasi komunikasi selain
memberi dampak pisitif sekaligus juga
dampak negatif. Guru harus dapat berperan
secara maksimal di era global ini.
Pembelajaran di era globalisasi, banyak
memberi kemanfaatan bagi guru. Melalui
kemajuan teknologi informasi ini dapat
didayagunakan untuk meningkatkan peran dan
fungsi guru. Berbagai fasilitas kemudahan kita
dapatkan, sehingga akan memperlancar guru
dalam pembelajarannya. Hasil penilaian
terhadap ketrampilan berkomunikasi dirinci
dalam 7 indikator terhadap guru IPA baik
oleh kepala sekolah maupun guru IPA. Data
selengkapnya tertera pada gambar 4 berikut
ini.
Gambar 4. Grafik Rata-Rata Nilai Ketrampilan
Berkomunikasi Guru IPA
Berdasarkan gambar di atas, bahwa
nilai rendah pada item nomor 2 dan 3. Item 2
tentang kemampuan guru memperhatikan
pertumbuhan sosial dan emosional siswa, serta
item 3 tentang kepedulian guru terhadap siswa
dan mendengarkan segala masalah mereka
dengan penuh perhatian dan empati. Temuan
ini memberi gambaran bahwa kepentingan,
dan persoalan siswa belum maksimal
diakomodir oleh guru.
Dorman, Aldridge & Fraser (2006:
906-915), menyampaikan bahwa kualitas
lingkungan kelas di sekolah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap belajar
siswa. Termasuk di dalamnya interaksi guru-
siswa, dan siswa-siswa. Baxter Magolda,
(1992:265) memberikan penegasan dalam
penelitiannya bahwa pembelajaran akan
semakin bermakna bila siswa dilibatkan
dalam pembelajaran atau dengan kata lain
siswa aktif.
Hasil penelitian ini diperkuat linda
Moore, Dettlaff & Dietz (2004: 337),
menyampaikan bahwa pembelajaran tidak
akan terjadi jika ada faktor penghambat
hubungan kepengawasan. Kualitas hubungan
antara instruktur lapangan dan siswa
merupakan faktor utama dalam hal
keberhasilan siswa di lapangan. Hubungan
positif antara instruktur lapangan dan siswa
memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja siswa
daripada kemampuan siswa. Kepuasan
pengalaman lapangan lebih memungkinkan
meningkatkan motivasi, dan keterlibatan
siswa dalam pengalaman lapangan. Hal ini
mengindikasikan bahwa faktor komunikasi
menjadi sangat penting.
4,44
4,12 4,12
4,54
4,394,32 4,31
4,54
4,07
4,10
4,54
4,39 4,34
4,22
3,80
4,00
4,20
4,40
4,60
1 2 3 4 5 6 7
Keterampilan Berkomunikasi
Rata-rata Kepala Sekolah Rata-rata Guru IPA
21
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
4,22 4,21 4,12 4,15
3,77
4,32 4,22
4,024,15 3,83
3,00
4,00
5,00
1 2 3 4 5
Pengetahuan Tentang Perkembangan Siswa
Rata-rata Kepala Sekolah
e. Pengetahuan Tentang Perkembangan
Siswa
Kapasitas guru dalam pembelajaran
adalah harus mampu menstimulus secara aktif,
pembelajaran yang mendorong murid kritis,
dan berpikir kreatif. Guru harus “carefully
planned, continuously examined, and relate
directly to the subject taught.” Kepentingan
siswa diutamakan, karena muara pembelajaran
adalah adanya perubahan pada diri siswa.
Pengetahuan tentang perkembangan siswa,
dirinci dalam lima (5) indikator, seperti tertera
pada gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Grafik Rata-rata nilai Pengetahuan
tentang perkembangan siswa
Berdasarkan gambar 5 di atas bahwa
nilai terendah terletak pada item no 5, tentang
peran guru untuk mengetahui/menyadari
kebutuhan khusus siswa dan berusaha untuk
memenuhinya. Jika persoalan dan kepentingan
siswa tidak diadopsi, dapat berdampak siswa
tidak termotivasi untuk belajar. Siswa
berangkat dengan keberagaman, sehingga
yang terpenting bagaimana agar keberagaman
ini tidak semakin meruncingkan persoalan
yang dihadapi siswa. Bagaimna agar
keberbedaan ini dapat diatasi, sehingga tidak
terjadi ketimpangan dalam pemahaman siswa.
f. Tanggung jawab profesional
Keberadaan profesi guru mengandung
arti recognition, endorsement, acceptance,
trust, dan confidence. Implikasi dari
pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus
memiliki kualitas yang memadai. Kualitas
sebagai pribadi, guru harus memulai
tanggungjawab akan profesinya sebagai
seorang guru, baik di keluarga, masyarakat
dan lingkungan.
Standar NSTA untuk persiapan guru
sains setingkat SLTP (middle level) bertujuan
agar guru mampu: menyiapkan siswa disiplin,
mengerti tanggung jawab, dapat bekerjasam,
memberi pengalaman, kegunaan proses sains
dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Guru diharapkan mampu merencanakan
pengajaran yang didasarkan pada pengetahuan
awal siswa, menggunakan teknik assesmen
yang mampu memberikan outcomes pada
siswa, menerapkan temuan penelitian terbaru
pada pengajaran sains, menggunakan teknik
mengelola kelas untuk membuat lingkungan
kondusif belajar sains, mengidentifikasi,
membuat dan menjaga keamanan dalam
semua bidang terkait dengan pengajaran sains,
menggunakan teknologi pendidikan elektronik
(komputer, video interaktif, teknologi
komunikasi, dan sebagainya), serta
mengintegrasikan sains dengan mata pelajaran
lain untuk (Science Teacher Preparation, 30-
8-2000 : 5). Hasil penelitian terkait dengan
tanggungjawab profesional guru, dirinci dalam
lima (9) indikator, seperti tertera pada gambar
6 berikut ini.
Gambar 6. Grafik Rata-rata nilai Tanggung
jawab profesional
Berdasarkan data pada gambar di atas,
nilai terendah pada item no 7 dan 9. Item
nomer 7 tentang, bahwa guru diharapkan
selalu mengikuti arah dan aktivitas
pembelajarannya dalam wilayah kurikulum.
Item no 9 tentang kapasitas guru dalam
melakukan penelitian pembelajaran masih
rendah.
Guru belum sepenuhnya memahami
arah dan aktifitas yang harus dilakukannya,
sesuai dengan wilyah kurikulum yang sedang
berlangsung. Adanya kecenderungan guru
melakukan pembelajaran mengikuti kebiasaan
yang dilakukannya selama ini. Proses
pembiasaan ini menjadikan guru kurang cepat
4,324,44
4,24 4,39 4,39 4,46
3,91
4,34
3,92
4,374,41
4,37
4,51
4,24
4,44
3,83
4,39
3,83
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tanggung Jawab Profesional
Rata-rata Kepala Sekolah
Rata-rata Guru IPA
22
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
meng- up date perkembangan yang sedang
berjalan.
Keprofesionalitas guru sekarang ini
telah mulai dihargai melalui kesejahteraan
yang dikaitkan dengan kapasistas profesinya.
Peningkatan ini menuntut untuk selalu
meningkatkan kualitas keilmuan, ketrampilan,
dan partisipasinya. Penelitian bagi seorang
guru sangatlah penting. Melalui penelitian
guru dapat melakukan perbaikan terhadap
pembelajarannya. Campbell, & Bohn, (2008:
1-36) menyampaikan bahwa penelitian yang
dilakukan dapat meliputi: 1) penelitian
kognitif , 2) penelitian di laboratorium, dan
3) penelitian proyek-proyek berkenaan dengan
pengalaman di boratorium. Penelitian ini
memfasilitasi guru sains agar berkomitmen
terus meningkatkan pengalaman
laboratorium, juga dapat memberi
kemanfaatan bagi bangsa baik secara langsung
atau tidak langsung, sera menilai dan
memperbaiki dirinya sendiri serta pengalaman
bagi siswa.
3. PENILAIAN SISWA TERHADAP
PEMBELAJARAN GURU IPA
Penilaian siswa terhadap guru IPA
berkenaan dengan pembejaran IPA meliputi
penilaian terhadap: a) keterampilan
instruksional, b) keterampilan mengelola
kelas, dan c) pengetahuan tentang
perkembangan siswa. Responden terdiri dari
164 siswa yang berasal dari kelas 1, 2 dan 3
baik SMP swasta dan negeri di kota Semarang.
Responden berasal dari 41 SMP dengan
rincian 14 SMP Negeri, dan 27 SMP swasta.
a. Ketrampilan Instruksional.
Campbell, & Bohn, (2008: 1-36)
menyampaikan bahwa Ilmu harus
diajarkan dengan baik dan efektif, serta
laboratorium harus merupakan bagian integral
dari ilmu pengetahuan
kurikulum. NSTA menyampaikan bahwa
laboratorium harus sesuai dengan tahapan
perkembangan siswa dari segala usia dan
tingkat kemampuan siswa. Pembelajaran
berbasis laboratorium dilakukan pada setiap
tingkatan.
Pengalaman laboratorium harus
menjadi bagian integral dari pembelajaran
sains. The American Chemical Society ( ACS)
merekomendasikan bahwa sekitar 30% waktu
instruksional harus dikhususkan untuk
pekerjaan laboratorium. Pengalaman
laboratorium yang diintegrasikan dalam
kuliah, diskusi, dan membaca tentang ilmu
pengetahuan, menjadi penting bagi siswa dari
segala usia dan tingkat
kemampuannya (Froschauer, 2007: 2).
Demikian pula McAulay (2002: 1-3)
memberikan tes dengan cara siswa membuat
pertanyaannya sendiri, dengan harapan dapat
memunculkan bahasa lisan dari siswa
dan memotivasi siswa melakukan diskusi
kelompok.
Keterampilan instruksional ini
dijabarkan dalam 5 indikator, meliputi
keterampilan sebelum, saat dan setelah
pembelajaran. Data penilaian keterampilan
instruksional guru oleh siswa dapat dilihat
pada gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Grafik Rata-rata nilai ketrampilan
Instruksional
Berdasarkan gambar di atas diperoleh
temuan bahwa penilaian terendah yang
dilakukan oleh siswa terhadap pembelajaran
guru IPA adalah pada item “guru terlalu cepat
dalam menyampaikan pengajaran”. Padahal
tidak semua siswa memiliki daya tanggkap
yang tidak sama. Kemungkinan yang ke dua
adalah kemampuan siswa untuk menangkap
materi IPA masih lemah/kesulitan. Ada tiga
strategi penyelesaian yang perlu dilakukan
oleh guru: pertama guru melambatkan
penyampaian materi pelajaran IPAnya, yang
kedua perlu diperkuat dengan strategi lain agar
pemahaman siswa meningkat (belajar
kelompok/praktek di laboratorium, perubahan
metode penyampaian, dll). Strategi yang
ketiga perlu adanya tambahan pengayaan agar
ada pemahaman siswa bertambah (misal:
penugasan). Temuan-temuan penilaian ini,
diharapkan dapat dijadikan feedback oleh
guru, untuk melakukan perbaikan
pembelajarannya.
b. Ketrampilan Mengelola Kelas.
Guru yang telah memahami teori,
mempertimbangkan situasi untuk
merencanakan proses pelajaran yang efektif
0,00
2,00
4,00
6,00
1 2 3 4 5
Ketrampilan Instruksional
Rata-rata Kelas 1
Rata-rata Kelas 2
23
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
dengan model pembelajaran tertentu.
Ketajaman dalam memilih metode akan
mengarah pada peningkatan self-efficacy.
Selain itu juga kemampuan untuk mengelola
sumber daya alam yang tersedia di lingkungan
sekolah untuk dijadikan sebagai sumber
pembelajaran (Sibbald, 2009:452-454).
Melalui pembelajaran berpusat pada
siswa, menekankan siswa belajar aktif. Siswa
dituntut untuk ikut terlibat dalam
pembelajaran, memiliki tanggung awab
terhadap proses pembelajaran. Melalui
berbagai strategi pengelolaan kelas secara
maksimal, siswa akan memiliki motivasi,
karena siswa ikut berpartisipasi. Hasil
penilaian terhadap keterampilan mengelola
kelas tertera pada grafik 8 sbb:
Gambar 8. Grafik Rata-Rata Nilai Ketrampilan
Mengelola Kelas
Berdasarkan tabel dan gambar diatas diperoleh
temuan bahwa penilaian terendah yang
dilakukan oleh siswa terhadap pembelajaran
guru IPA adalah pada item no 1 yaitu tentang
kemampuan guru dalam mengelola kelas
menjadi efektif masih rendah. Nilai pada item
ini tidak terlalu rendah, namun guru perlu
untuk meningkatkan. Item pengelolaan kelas
yang efektif, sangat mendukung pemahaman
siswa dalam menerima materi. Suasana kelas
yang menyenangkan, sangat berkontribusi
pada keberhasilan belajar siswa. Karena siswa
akan merasa nyaman, aman dan tenang dalam
menangkap pelajaran.
Siswa diharapkan membangun pemahaman
mereka sendiri dari setiap konten yang
diberikan oleh guru. Penilaian praktek di
ruang kelas berorientasi pada pemahaman
yang harus memberikan informasi
berkelanjutan yang memungkinkan guru untuk
menjadi responsif terhadap kebutuhan
individu.
Memberi pertanyaan sebelum
pembelajaran dimulai untuk merefleksikan
pemahaman dan pengalaman siswa
sebelumnya. Guru memberikan tugas individu,
dalam bentuk kuis, dan refleksi tulisan
mereka. Guru menggunakan informasi yang
dikumpulkan dari berbagai sumber untuk
memberikan kesempatan kepada siswa
menjadi sukses. Pentingnya menggunakan
penilaian berbasis kinerja dalam menentukan
tingkat pemahaman siswa yang dicapai.
Termasuk penilaian presentasi dan proyek-
proyek serta siswa mendemonstrasikan
pemahamannya. Penilaian tertanam dalam
kurikulum setidaknya berisi tiga tujuan:
"untuk menentukan pemahaman dan
kemampuan siswa dan untuk memantau
kemajuan siswa, dan untuk mengumpulkan
informasi prestasi siswa, (Gibson & Wallace,
(2006: 44).
c. Pengetahuan tentang Perkembangan
Siswa.
Setiap siswa memiliki kekuatan yang
berbeda. Tidak ada satupun manusia yang
memeliki kekuatan dan kelebihan pada semua
bidang. Setiap orang memiliki kelebihan, yang
dapat digali dan dikembangkan untuk
dioptimalkan, melalui berbagai strategi. Dalam
suatu pembelajaran, guru memiliki banyak
kesempatan untuk menfasilitasi perkembangan
ini. Mengingat gurulah yang memiliki banyak
waktu untuk bertemu dengan siswa-siswanya.
Berkenaan dengan hasil penilaian
pengetahuan tentang perkembangan siswa ini,
yang dirinci dalam tujuh (7) indikator,
diperoleh data sebagai berikut:
Gambar 9. Grafik Rata-Rata Nilai
Pengetahuan Tentang
Perkembangan Siswa
Pengetahuan tentang perkembangan
siswa tidak terlepas dalam suatu proses agar
guru selalu melakukan pendekatan kepada
siswanya dengan berbagai strategi pendekatan.
Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari
bagaimana guru dapat menggali potensi
0,00
2,00
4,00
6,00
1 2 3 4
Ketrampilan Mengelola KelasRata-rata Kelas 1Rata-rata Kelas 2
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
1 2 3 4 5 6 7
Pengetahuan Tentang Perkembangan Siswa
Rata-rata Kelas 1
Rata-rata Kelas 2
Rata-rata Kelas 3
24
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
siswanya, serta mendukung dan menfasilitasi
untuk mengembangkan dan meningkatkannya.
Lingkungan yang positif dan mendukung
sangat perlu untuk dikembangkan, melalui
berbegai bentuk kegiatan (Campbell, & Bohn,
2008: 1-36).
Bogo, Globemian & Sussman (2004:
13), menyampaikan bahwa melalui proses
kelompok, siswa belajar tentang dinamika dan
kerja kelompok. Interaksi dengan rekan
sebaya, siswa dapat memperoleh keterampilan
baru dan mengembangkan lebih akurat
penilaian-diri tentang kemampuan
mereka. Siswa untuk berbagi pekerjaan satu
sama lain, termasuk mengeksplor kesalahan
mereka. Siswa membutuhkan iklim kelompok
dimana mereka merasa dihormati dan bisa
saling percaya sehingga meminimalkan
terjadinya kerentanan.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan.
a. Penilaian oleh Kepala Sekolah dan
Guru IPA
1) Skor rata-rata dari tiap item,
memberikan nilai dari guru
terhadap dirinya sendiri (self
assesment) lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai dari
kepala sekolah kepada
pembelajaran guru IPA (peer
assesment).
2) Nilai terendah dari penilaian
terhadap pembelajaran guru IPA
diperoleh temuan-temuan bahwa
guru IPA kurang/belum:
a) Menyesuaikan bahan materi
pelajaran, kegiatan, sumber
dan tugas untuk kebutuhan
kelompok dan pribadi siswa.
b) Meringkas pelajaran.
c) Menolong siswa utnuk
menjawab pertanyaan
mereka sendiri.
d) Memiliki standar yang jelas
untuk menilai yang sesuai
dengan perilaku siswa.
e) Memperhatikan
pertumbuhan sosial dan
emosional siswa.
f) Menunjukkan kepedulian
terhadap siswa dan
mendengarkan segala
masalah mereka dengan
penuh perhatian dan empati.
g) Mengetahui/menyadari
kebutuhan khusus siswa dan
berusaha untuk
memenuhinya.
h) Mengikuti arah dan aktivitas
dalam wilayah kurikulum.
i) Melakukan penelitian
pembelajaran.
3) Penilaian dari siswa tentang
pembelajaran guru IPA diperoleh
temuan-temuan bahwa guru IPA:
a) Terlalu cepat dalam
menyampaikan amteri
pembelajaran.
b) Kemampuan guru mengelola
kelas menjadi efektif, masih
kuranag.
c) Guru kurang membantu
siswa dalam pemecahan
masalah yang dihadai siswa
2. Saran
a. Dari beberapa temuan diatas, hal yang
perlu ditingkatkan oleh guru adalah
berkaitan dengan mengelola
potensi/kemampuan siswa yang
beragam. Terkait dengan hal ini maka
perlua adanya kegiatan dalam bentuk
diskusi/workshop untuk membahas
tentang psikologi pembelajaran.
b. Guru masih perlu sering terlibat dalam
penelitian ilmiah, agar meningkat
kemampuan penelitiannya, melalui
berbagai strategi/kegiatan seperti
workshop penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Baxter Magolda, M. B. (1992), Students'
epistemologies and academic
experiences: implications for
pedagogy, Review of Higher
Education 15 (3), 265-87.
Bogo, M., Globemian, J., & Sussman,T.
(2004). Special section: fild eduction
in social work the field instructor as
group power: managing trust and
competition in group supervision.
Journal ofSocial Work Education:
Winter; 40, 1; ProQuest Sociology
pg. 13
Campbell, T., & Bohn, C. (2008). Science
laboratory experiences of high
school students across one state in
25
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
the U.S.: descriptive research from
the classroom. This study examined
the science laboratory experiences of
high school students in Utah.Spring
Vol. 17, N o. 1.pg. 1-36.
Djamarah. ( 2006). Strategi belajar mengajar.
Bandung. Penerbit : PT Remaja Rosda
Karya.
Dorman, J.P., Aldridge, J.M., & Fraser, B.J.
(2006). Using students‟ assessment
of classroom environment to develop
a typology of secondary school
classrooms. International Education
Journal, 7(7), 906-915. ISSN 1443-
1475.
Froschauer, L (2007). Testimony. Diambil
pada tanggal 7 Juli 2011.
http://democrats.science.house.gov/
Media/File/Commdocs/hearings/200
7/research/08mar/froschauer_testimo
ny.Pdf.
Gibson, A., & Wallace, J. (2006). Teaching
and assessing science for
understanding: managing the
accountability dilemma. Science
Educator; Spring 2006; 15, 1;
ProQuest Agriculture Journals.pg.
44.
McCormack, A.J,. & R.E. Yager. (1989).
Assesing teaching/learning in
multiple domains of science and
science education. Science education
73 (1): 44-58.
Moore,L.S., Dettlaff, A.J., & Dietz, T.J.
(2004). Using the myers-briggs type
indicator in field education
supervision. Journal of Social Work
Education: Spring 2004; 40, 2;
ProQuest Sociology. pg. 337.Texas
Christian University.
National Academy of Science. (1996).
Nasional science education standars.
Washington DC: National Academy
Press.
Ozogul, G., Olina, Z., & Sullivan, H. (2008).
Teacher, self and peer evaluation of
lesson plans writtet by preservice
teacher. Education Tech Research
Dev 56: 181-201.
Rezba, R.J., Sparague, C.S., Fiel, R.L., et al.
(1995). Learning and assessing
science process skills. (3rd
ed.) Iowa:
Kendall/Hunt Publishing Company.
Science Teacher Preparation.htm. An NSTA
Position Statement: NSTA Standards
for Science teacher Preparation.
Sibbald, T. (2009). The relationship between
lesson study and self-
efficacy.(Report). Thames Vallery
District School Board. School
Science and Mathematics: Gale
Cengage Learning. Diunduh 10
Oktober 2010.
Stufflebeam, D.L., Shinkfield, A.J. (1984).
Systematic evaluation a self-
instructional guide to theory and
practice. Kluwer-Nijhoff Publishing.
Boston.
Stufflebeam, D.L. (1973). Educational
evaluation: theory and practice.
Evaluation as enlightenment for
decision-making. In B. R. Worthen
& J. R. Sanders (Eds.),
Subban, P. (2006). Differentiated instruction: a
research basis. International
Education Journal, 7(7), 935-947.
ISSN 1443-1475 © 2006 Shannon
Research Press.
Temiz1, B.K., Taşar, M.F & Tan, M. (2006).
Development and validation of a
multiple format test of science
process skills. International
Education Journal, 7(7), 1007-1027.
ISSN 1443-1475.
Tomlinson, C. A. (2005). Grading and
differentiation: Paradox or good
practice? Theory into Practice, 44 (3),
262-269. EBSCO online database
Education Research omplete.
http://search.ebscohost.com/login.aspx
?direct=true&db=ehh&AN=17539455
&site=ehost-live”
26
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
MODUL Q-SETS” SEBAGAI REKAYASA BAHAN AJAR KIMIA YANG BERMUATAN
QUANTUM LEARNING DAN BERVISI SALINGTEMAS
Muhamad Imaduddin1
1Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Muhmmadiyah Semarang
email: [email protected]
Abstrak
Melihat cakupan materi mata pelajaran kimia yang luas tersebut, tentu saja diperlukan waktu
pembelajan kimia yang tidak singkat untuk mencapai ketuntasan belajar. Guru dituntut untuk
memaksimalkan pembelajaran padahal mata pelajaran kimia seharusnya tidak hanya diajarkan secara
teoritis tetapi juga praktis. Untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu tersebut, maka guru harus
dapat menyusun suatu bahan ajar efektif untuk pembelajaran. Modul merupakan salah satu jenis
bahan ajar serta sebagai media pembelajaran cetak. Cara dan gaya belajar merupakan kunci untuk
mengembangkan kinerja seseorang termasuk siswa di sekolah. Quantum learning mencakup aspek-
aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak
mengatur informasi. Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar modul menggunakan pendekatan
quantum learning diharapkan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Terkait dengan quantum
learning adalah perumusan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku). Wujud perumusan tersebut
diwujudkan dalam bentuk visi salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat).
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa masalah antara lain bagaimana menyusun modul
Q-SETS sebagai bahan ajar kimia yang bermuatan quantum learning dan bervisi salingtemas, serta
adakah pengaruh penggunaan modul Q-SETS pada materi pokok reaksi oksidasi dan reduksi terhadap
hasil belajar siswa. Aplikasi quantum learning bervisi salingtemas dalam modul Q-SETS dapat berupa
kegiatan pencarian gaya belajar diri sendiri, peta konsep, penemuan AMBAK melalui analisis SETS,
dan konsep TANDUR. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain modul Q-SETS adalah
modul sebagai bahan ajar siswa harus mampu melayani kebutuhan siswa dengan modalitas visual,
auditorial, maupun kinestetik sehingga informasi dalam modul dapat diserap dengan mudah.
Alternatif desain modul dapat berupa penyajian strategi pembelajaran dalam media cetak modul.
Penyajian strategi pembelajaran yang bermuatan quantum learning dan visi SETS terdiri dari:
pembelajaran pendahuluan, penyampaian materi pembelajaran, memancing penampilan, pemberian
umpan balik dan kegiatan tindak lanjut. Pembelajaran menggunakan modul Q-SETS berpengaruh
terhadap hasil belajar kimia siswa. Besarnya pengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa sesuai
dengan koefisien korelasi sebesar 0,506 dan koefisien determinasi 25,56% dengan kriteria pengaruh
adalah sedang.
Kata kunci: Modul Q-SETS, quantum learning, visi salingtemas.
PENDAHULUAN
Salah satu mata pelajaran yang diperoleh Siswa sekolah menengah sesuai dengan KTSP
adalah kimia. Menurut Depdiknas (2003: 2) ilmu kimia mengkhususkan diri di dalam mempelajari
struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Siswa
mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat
bagi kesejahteraan umat manusia belaka, akan tetapi dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk
memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui hakikat
materi dan perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam
mengajukan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan serta ketelitian bekerja. Mata pelajaran ini
merupakan dasar bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang lain seperti kedokteran, geologi, teknik dan lain-
lain.
Melihat cakupan materi mata pelajaran kimia yang luas tersebut, tentu saja diperlukan waktu
pembelajan kimia yang tidak singkat untuk mencapai ketuntasan belajar. Kenyataannya, waktu
pembelajaran kimia di sekolah masih kurang, terutama untuk kelas X. Guru dituntut untuk
27
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
memaksimalkan pembelajaran padahal mata pelajaran kimia seharusnya tidak hanya diajarkan secara
teoritis tetapi juga praktis.
Untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu tersebut, maka guru harus dapat menyusun
suatu bahan ajar efektif untuk pembelajaran. Guru mempunyai wewenang yang besar dalam
menentukan materi yang akan diajarkan. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menguasai dan
mengembangkan materi bahan ajar yang dibutuhkan oleh Siswa. Berkaitan dengan hal tersebut,
diperlukan pengembangan pembelajaran secara sistematis, terpadu dan terencana melalui bahan ajar
untuk membantu Siswa secara individual dalam menguasai tujuan-tujuan belajarnya secara tuntas.
Modul merupakan salah satu jenis bahan ajar serta sebagai media pembelajaran cetak.
Kendala penggunaan bahan ajar modul adalah sulitnya menarik perhatian Siswa untuk menggunakan
modul dalam belajar. Hal tersebut karena kurang menariknya penampilan, isi, maupun penyampaian
gagasan materi dalam suatu modul. Apalagi jika Siswa belum mengetahui cara dan gaya belajar yang
baik dan sesuai dengan dirinya. Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam buku quantum
learning (2008: 110), cara dan gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja
seseorang termasuk Siswa di sekolah.
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP),
yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi (Bobbi DePorter dan Mike
Hernacki. 2008:14). Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar modul menggunakan pendekatan
quantum learning diharapkan dapat mempengaruhi hasil belajar Siswa.
Selanjutnya, berkaitan dengan perumusan AMBAK (Apa Manfaat Bagiku) dalam quantum
learning, belajar kimia bukan hanya sebatas mempelajari secara teoritis yang bersifat hafalan saja,
tetapi lebih ditekankan pada penerapan-penerapan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, guru dituntut untuk selain memahami materi kimia juga perlu mengetahui keterkaitan
materi tersebut dengan kehidupan sehari-hari, berupa penerapan dalam bidang teknologi dan juga
dampak bagi lingkungan maupun sosial masyarakat.
Kemajuan teknologi sering tidak diimbangi dengan kepedulian terhadap lingkungan sehingga
kita sering pula menjumpai kerusakan lingkungan akibat pengembangan teknologi. Peran guru untuk
menghasilkan para ilmuwan-ilmuwan yang dapat menghasilkan teknologi ramah lingkungan sangat
diperlukan. Salah satu caranya yaitu mengadakan pembelajaran kimia bervisi salingtemas (sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) atau SETS (Science, Environment, Technology, and Society).
Dari uraian di atas, maka penyusunan bahan ajar dengan pendekatan quantum learning dan visi
salingtemas atau SETS sangat dipelukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengembangkan dan
merekayasa bahan ajar tersebut melalui pembuatan modul “Q-SETS”, serta mengetahui pengaruh
penggunaannya dalam pembelajaran.
Adapun rumusan masalah pada program penelitian ini adalah bagaimana menyusun modul Q-
SETS sebagai bahan ajar kimia yang bermuatan quantum learning dan bervisi salingtemas, serta
adakah pengaruh penggunaan modul Q-SETS pada materi pokok reaksi oksidasi dan reduksi terhadap
hasil belajar siswa.
Tujuan dari program ini adalah menyusun modul Q-SETS dan mengetahui pengaruh penggunaan
modul Q-SETS pada materi pokok reaksi oksidasi dan reduksi terhadap hasil belajar Siswa.Luaran
yang diharapkan dengan adanya program ini ialah modul Q-SETS dapat digunakan sebagai bahan ajar
mandiri kimia, serta artikel hasil penelitian pengaruh penggunaan modul Q-SETS pada materi pokok
reaksi oksidasi dan reduksi terhadap hasil belajar kimia Siswa.
Kegunaan program ini antara lain 1) Bagi Siswa, meningkatkan motivasi dan daya tarik
Siswa terhadap pelajaran kimia dan meningkatkan pemahaman Siswa terhadap materi kimia
menggunakan modul Q-SETS. 2) bagi guru, memperoleh suatu variasi bahan ajar terhadap materi
kimia yaitu dengan menggunakan pendekatan quantum learning dan visi SETS. Lebih jauh lagi, guru
dapat ikut mengembangkan bahan ajar kimia. 3) Bagi peneliti, memperoleh pengalaman langsung
bagaimana berkolaborasi maupun memilih pembelajaran yang tepat, sehingga dimungkinkan kelak
ketika terjun ke lapangan mempunyai wawasan dan pengalaman. Peneliti akan mempunyai dasar-
dasar kemampuan mengajar dan kemampuan mengembangkan pembelajaran berbantuan modul dan
berbagai media pembelajaran lainnya.
28
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
TINJAUAN PUSTAKA
Modul sebagai Bahan Ajar
Adapun bahan ajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modul yang berupa paket belajar
dan meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis
untuk membantu Siswa mencapai tujuan belajar (Mulyasa, 2006:43). Pada penelitian ini bahan ajar
materi pokok konsep reaksi oksidasi dan reduksi disusun oleh peneliti dengan menggunakan konsep
yang lebih sistematis dan ringkas supaya materi lebih mudah dipahami. Penyusunan modul
menggunakan pendekatan quantum learning dan visi SETS. Bahan ajar adalah bahan-bahan/materi
pelajaran tertentu yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan Siswa dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran memiliki berbagai komponen yang satu sama lain saling terkait dan
berhubungan secara fungsional. Komponen-komponen sistem pembelajaran itu, antara lain: tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, guru, Siswa, media dan sarana pembelajaran, dan biaya
operasional serta alat evaluasi belajar yang digunakan (Kustiono, 1998:1). Media pembelajaran
merupakan salah satu komponen yang integral dalam sistem pembelajaran artinya media menjadi
komponen yang cukup penting dalam strategi penyampaian pembelajaran. Media pembelajaran
adalah setiap alat keras maupun lunak yang dapat digunakan untuk mentransmisikan pesan atau
informasi dari guru kepada Siswa (Kustiono,1998:2). Melihat fungsinya, bahan ajar memuat pesan-
pesan pembelajaran yang siap untuk disampaikan kepada siswa maka dapat dikatakan bahwa bahan
ajar termasuk media pembelajaran. Dilihat dari bentuknya, bahan ajar yang berbentuk modul
termasuk media cetak. Anderson dalam Kustiono (1998:3) mengemukakan media cetak adalah media
yang berupa benda yang dicetak, mencakup semua jenis benda cetakan. Termasuk kategori ini antara
lain: bahan ajar/modul, buku teks atau buku pelajaran, hand-out, LKS, dan sebagainya.
Tinjauan Tentang Pembelajaran Bermuatan Quantum Learning
Quantum learning adalah gabungan yang sangat seimbang antara bekerja dan bermain, antara
rangsangan internal dan eksternal, dan antara waktu yang dihabiskan di dalam zona aman seseorang
berada dan zona keluar dari tempat itu (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, 2008: 86). Sedangkan
menurut Setiawan Santana Kurnia (2008), “Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan
seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar
sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat”. Dalam pembelajaran quantum diterapkan
rumus AMBAK (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki. 2008:49) yaitu:
A : Apa yang dipelajari
Dalam pelajaran kimia materi redoks, misalnya, guru memberikan tugas mengkaji mengenai
fenomena redoks yang ada dalam kehidupan.
M : Manfaat
Guru harus memberi kemampuan memahami situasi yang sebenarnya (insight), sehingga murid
tertantang untuk mempelajari semua hal dengan lebih mendalam.
BAK : Bagiku
Quantum lebih menekankan pada pembelajaran yang sarat makna dan sistem nilai yang bisa
dikontribusikan kelak saat anak dewasa nanti.
AMBAK adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-
akibat suatu keputusan.
Pengertian Pembelajaran Bervisi Salingtemas
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mengharapkan lulusan pendidikan pada jenjang
pendidikannya untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan pencapaian pengetahuan yang
dibekalkan kepada mereka di jenjang tersebut. Di antara cara mencapai kompetensi yang diharapkan,
untuk pembelajaran sains para pendidik dianjurkan juga menggunakan pendekatan Salingtemas
(Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat) sekaligus sebagai visi pembelajaran, di samping
29
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
pendekatan lain. Meurut Binadja (2005a:2), dianjurkannya visi Salingtemas adalah karena sejumlah
kelebihan berikut:
1) Visi Salingtemas memberi peluang siswa untuk memperoleh pengetahuan sekaligus kemampuan
berpikir dan bertindak berdasarkan analisis dan sintesis dengan memperhitungkan aspek sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat
2) Visi Salingtemas memberi wadah secara mencukupi kepada para pendidik dan siswa untuk
menuangkan kemampuan berkreasi dan berinovasi di bidang minatnya dengan landasan
Salingtemas secara kuat.
3) Visi Salingtemas memberi kesempatan pendidik dan siswa untuk mengaktualisasikan diri dengan
kelebihan Salingtemas.
Gambar 1. Keterkaitan Antar Unsur Salingtemas
Berdasakan hasil beberapa penelitian tentang Salingtemas atau SETS, menunjukkan integrasi
SETS dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Beberapa hasil penelitian yang
pernah dilakukan adalah:
1) Mulyani (2008) menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kimia antara siswa yang diberi
pembelajaran berpendekatan SETS menggunakan CD pembelajaran lebih baik daripada hasil
belajar kimia mengunakan pembelajaran dengan metode konvensional di SMA N 14 Semarang.
2) Nur Atmaningsih (2006) menunjukkan pengaruh positif pendekatan SETS dalam pembelajaran
kimia pokok bahasan zat radioaktif dan penggunaan radioisotop terhadap minat dan sikap siswa
kelas II SMA Negeri 1 Grinsing pada mata pelajaran kimia.
Aplikasi Quantum Learning dan Visi SETS pada Bahan Ajar Modul
1) Pencarian Gaya Belajar Diri Sendiri
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, disekolah, dan
dalam situasi-situasi antar pribadi. Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang
menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Cara menyerap informasi
dibedakan menjadi sistem identifikasi V-A-K (Visual-Auditorial-Kinestetik). (Bobbi DePorter,
2008: 122-136).
2) Peta Konsep
Peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep
tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama (Martin, 1994 dalam
Trianto, 2007: 159).
3) Penemuan AMBAK melalui SETS
Aplikasi AMBAK pada modul Q-SETS adalah menggunakan konsep salingtemas yaitu
mengaitkan antara sains, lingkungan, teknologi,dan masyarakat.
4) Konsep TANDUR Kerangka perancangan pengajaran quantum learning di kelas atau quantum teaching dibuat
dengan menggunakan konsep TANDUR yaitu sebagai berikut :
a. Tumbuhkan
Tumbuhkan suasana yang menyenangkan di hati siswa, tumbuhkan interaksi dengan siswa.
b. Alami Unsur ini mendorong hasrat alami otak untuk menjelajah. Pertanyaan yang muncul adalah cara
apa yang terbaik agar siswa memahami informasi.
c. Namai Setelah siswa melalui pengalaman belajar pada topik tertentu, ajak mereka untuk menulis di
kertas, menamai apa saja yang telah mereka peroleh.
30
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
d. Demonstrasikan Sudah saatnya siswa mendemonstrasikan di hadapan guru dan teman.
e. Ulangi Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu
ini!”.
f. Rayakan Perayaan adalah ekspresi kelompok atau seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu
tugas . (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, 2008:88)
Materi Pokok Reaksi Oksidasi dan Reduksi Kaitannya dengan Aplikasi Quantum Learning dan
Visi SETS
Keterkaitan antarkonsep yang ada dalam materi pokok konsep reaksi oksidasi dan reduksi dapat
digambarkan dengan peta konsep sebagai berikut (Salirawati, dkk. 2007: 153).
Gambar 2. Peta konsep pohon jaringan: keterkaitan antarkonsep yang ada dalam materi pokok konsep
reaksi oksidasi dan reduksi
Keterhubungan antar unsur SETS merupakan suatu bentuk aplikasi dari rumus AMBAK “Apa
Manfaatnya Bagiku” dalam quantum learning. Contoh penerapan model analisis keterhubungan
antarunsur SETS dapat disajikan dalam peta konsep gambar 3.
REAKSI REDOKS
mengalami perubahan konsep
OKSIDASI
melalui melaluimelalui melibatkan
pengikatan
O2
pelepasan
e- reduktor
menaikkan
REDUKSI
melibatkanmelaluimelaluimelalui
pelepasaan
O2
pengikatan
e-
oksidator
menurunkan
BILOKS
mendasari
tatanama senyawa
senyawa biner
untuk
untuk
ion poli atom
Society
- Lapangan pekerjaan bagi
pembuat dan penjual
- Memeriahkan acara
- Dampak negatif:
menyebabkan kebakaran.
Environment
- Pengambilan bahan dari
lingkungan
- Pencemaran lingkungan
oleh limbah
Technology
Kembang api
Science
Konsep reaksi oksidasi dan
reduksi
Gambar 3. Contoh model analisis keterhubungan antar unsur SETS berdasarkan pada
konsep sains reaksi oksidasi dan reduksi (kembang api).
31
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
METODE PENELITIAN
Desain dalam penelitian ini adalah jenis Control Group Pre Test-Post Test Design, yaitu
penelitian dengan melihat perbedaan pre test maupun post test antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol (Arikunto, 2006: 87).
Tabel 1. Desain Penelitian
Kelompok Pretes Perlakuan Pelaksana Post tes
Eksperimen T1 X P T2
Kontrol T1 Y P T2
Keterangan:
X = diajar dengan modul Q-SETS (Pembelajaran quantum bervisi SETS)
Y = kelas kontrol (konvensional bersuplemen SETS)
Populasi adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Pecangaan tahun pelajaran 2009/2010 yaitu
sebanyak 276 siswa yang tersebar dalam tujuh kelas yaitu kelas X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7.
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling sehingga diperoleh kelas
X3 sebagai kelas eksperimen dan kelas X1 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas adalah bahan ajar
yang digunakan sebagai pedoman praktik pembelajaran. Pada kelas eksperimen, peneliti
menggunakan modul Q-SETS sebagai bahan ajar sehingga dalam praktik pembelajaran menggunakan
pembelajaran quantum learning bervisi SETS. Adapun kelas kontrol, menggunakan bahan ajar
konvensional dan suplemen SETS. Variabel terikat penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang
dibatasi pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapaun analisis pada ranah afektif dan
psikomotorik digunakan teknik deskriptif. Metode pengambilan data penelitian ini adalah (1)
Metode Dokumentasi, (2) Metode Tes, (3) Metode Angket, dan (4) Metode Observasi (aspek afektif
dan psikomotorik). Untuk menganalisis uji coba instrumen maka dilakukan perhitungan terhadap (1)
Validitas (validitas konstruk, validitas isi dan validitas butir soal), (2) Reliabilitas (reliabilitas butir
soal), (3) Daya pembeda butir soal, (4) Tingkat Kesukaran Butir Soal. Soal-soal yang dipakai untuk
pre test dan post test adalah soal yang memenuhi kriteria valid, reliabel, daya beda, dan indeks
kesukaran. Berdasarkan analisis data uji coba soal diperoleh 35 soal layak pakai. Selanjutnya
dilakukan perbaikan terhadap soal-soal yang memungkinkan dapat dipakai kembali dan diperoleh soal
sebanyak 40 soal serta dianggap mampu mewakili ketercapaiaan masing-masing indikator dalam
pembelajaran. Metode analisis data yang digunakan dapat dilihat dalam tabel ini.
Tabel 2. Metode Analisis Data
Data Awal Data Akhir
Uji Normalitas Uji Normalitas
Uji Homogenitas Uji Kesamaan Dua Varians
Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Uji Ketuntasan Hasil Belajar
Uji Estimasi Hasil Belajar
Uji Normalized Gain <g>
Uji Hipotesis Ada Tidaknya Pengaruh
Uji Besarnya Pengaruh (Korelasi dan koefisien determinasi)
Analisis Deskriptif untuk Data Nilai Afektif dan Psikomotorik
HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Pengembangan Modul Q-SETS sebagai Rekayasa Bahan Ajar Bemuatan Quantum
Learning Bervisi Salingtemas
32
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Komponen pokok strategi pembelajaran dalam desain modul Q-SETS ini terdiri dari:
pembelajaran pendahuluan, penyampaian materi pembelajaran, memancing penampilan siswa,
umpan balik, dan tindak lanjut (Gafur, 1986: 95).
a) Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan (Pre-instructional Activities)
Kegiatan pendahuluan meliputi pemberitahuan tujuan, ruang dan lingkup materi (jika perlu
dibuatkan bagan atau peta konsep yang menggambarkan struktur atau jalinan antar materi).
Aplikasi quantum learning yaitu pencarian gaya belajar diri sendiri dapat diterapkan pada tahap
ini. Pada tahap ini pula dapat diberikan bagaimana kiat dalam belajar sesuai dengan gaya belajar.
b) Materi Pembelajaran (presenting instructional materials)
Dalam rangka penerapan quantum learning, hendaknya dikurangi penyajian yang bersifat
expository (ceramah, dikte) dan deduktif. Untuk itu perlu digunakan sebanyak mungkin teknik
penyajian inqiuistory, discovery, tanya jawab, inventory, induktif, penelitian mandiri, dan lainya
(Merill dalam Reigeltuth, 1987: 205; McKeachi, 1994: 153). Penyajian materi pelajaran
hendaknya mampu menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa melalui penyajian materi
dengan memanfaatkan kehidupan di sekitar siswa. Sebagai contoh pada modul QSETS:
pertanyaan tentang deskripsi awal mengenai fenomena pencokelatan daging buah apel pada
materi pokok kimia redoks.
c) Memancing Penampilan Siswa (electing performance)
Memancing penampilan dimaksudkan untuk membantu siswa menguasai materi atau
mencapai tujuan pembelajaran. Bentuk kegiatan berupa latihan atau praktikum. Siswa
diharapkan dapat berlatih menerapkan konsep dan prinsip yang dipelajari dalam konteks dan
situasi yang berbeda, bukan sekedar menghafal.
d) Pemberian Umpan Balik (providing feedback)
Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya.
Sebagai contoh setelah mengerjakan soal-soal latihan, siswa diberi kunci jawaban. Dengan
mengetahui kunci jawaban mereka akan mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. Agar
siswa dapat menemukan sendiri jawaban yang benar, ada baiknya umpan balik diberikan secara
tidak langsung (delay feedback), misal “Jawaban yang benar, baca lagi halaman 34”.
e) Kegiatan Tindak Lanjut (follow-up activities)
Kegiatan tindak lanjut berupa mentransfer pengetahuan, pemberian pengayaan, dan remidial. Dengan mampu mentransfer pengetahuan yang telah dipelajari maka tingkat pencapaian belajar siswa akan sampai pada derajat yang tinggi.
Adapun desain pesan pembelajaran yang telah termuat dalam komponen strategi pembelajaran
tersebut adalah a) Kesiapan dan motivasi (Readness and Motivation), b) Penggunaan Alat Pemusat
Perhatian (Attention Directing Devices), c) Partisipasi Aktif Siswa (Student’s Active Participation), d)
Perulangan (Repetition), e) Umpan Balik (Feedback). Jika disajikan dalam bentuk matriks penerapan
muatan quantum learning, visi SETS, dan prinsip desain pembelajaran ke dalam lima komponen
strategi pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain modul Q-SETS adalah modul sebagai
bahan ajar siswa harus mampu melayani kebutuhan siswa dengan modalitas visual, auditorial,
maupun kinestetik sehingga informasi dalam modul dapat diserap dengan mudah. Bagi siswa tipe
visual, mereka akan lebih mudah belajar apabila menggunakan grafik, gambar, chart, model, dan
semacamnya. Sementara bagi siswa tipe auditorial, mereka akan lebih mudah belajar melalui
pendengaran atau sesuatu yang diucapkan. Sedangkan siswa tipe kinestetik, mereka akan mudah
belajar sambil melakukan kegiatan dan isyarat tertentu, misalnya membongkar dan memasang
kembali, membuat model, memanipulasi benda, dan sebagainya.
33
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Tabel 4. Matriks Contoh rubrik modul Q-SETS, aspek QL dan Salingtemas, serta desain pesan ke
dalam komponen strategi pembelajaran
No.
Komponen
Strategi
Pembelajaran
Contoh Rubrik dalam
Modul Q-SETS Aspek QL dan Salingtemas
Desain
Pesan
1. Kegiatan
pembelajaran
pendahuluan
Ayo Belajar Gaya
Belajar
Tips n Trick
Deskripsi Awal
Peta Konsep Materi
Pencarian gaya belajar diri
sendiri
Tumbuhkan
(Apa Manfaat Bagiku)
Peta Konsep
Kesiapan
dan
Motivasi
2. Penyampaian
materi
pembelajaran
Materi
Pengalaman Belajar
Kegiatan Praktikum
SETS In Focus
Rangkuman
Alami
Namai
Demonstrasikan
Ulangi
(Visi SETS Pada Materi)
Penggunaan
alat pemusat
perhatian,
perulangan
3. Memancing
penampilan
siswa
Pengalaman Belajar
Kegiatan Praktikum
SETS In Focus
Soal Evaluasi
Alami
Namai
Demonstrasikan
Ulangi
(Kegiatan Analisis SETS)
Partisipasi
aktif siswa,
pemberian
umpan balik
4. Pemberian
umpan balik
Kunci Jawaban Soal
Evaluasi
Ulangi Pemberian
umpan balik
5. Kegiatan tindak
lanjut
Ayo Tahu Lebih
Jauh!
Chem-is-story
Chem-is-song
Rayakan
(Analisis SETS lanjutan)
Partisipasi
aktif siswa
2) Uji Keberpengaruhan Modul Q-SETS terhadap Hasil Belajar Siswa
Hasil uji normalitas dan homogenitas data awal menyatakan bahwa ketujuh kelas berdistribusi
normal dan homogen. Jadi sampel dapat diambil secara acak.
Data hasil pre test dan post test dapat dilihat dalam tabel 4 berikut ini.
Tabel 5. Data Hasil Pre Test dan Post Test
Data Pre Tes Post Tes
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Nilai Tertinggi 50 48 90 85
Nilai Terendah 10 15 50 52,5
Rata-Rata 32,13 32,24 77,00 70,45
Ketuntasan - - Tuntas Tuntas
Hasil uji normalitas dan kesamaan varians data akhir (data nilai pre test dan post test)
menyatakan bahwa kelas X3 (kelas eksperimen) maupun kelas X1 (kelas kontrol) berdistribusi
normal dan varians homogen. Hasil uji kesamaan dua rata-rata dan uji ketuntasan belajar dapat dilihat
dalam tabel 5 dan 6 berikut ini.
34
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Tabel 6. Hasil Analisis Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Data thitung ttabel Kriteria
Pre test -0,064 1,99 Rata - rata sama
Post test 3,55 1,99 Rata - rata beda, rata - rata kelas eksperimen lebih baik
Tabel 7. Hasil Analisis Uji Ketuntasan Belajar Data Post Test
Kelas Jumlah Siswa
Tuntas
Jumlah Siswa
Belum Tuntas
thitung ttabel(0,95:dk-1) Kriteria
Ketuntasan
Eksperimen 36 4 8,4714 2,0227 Tuntas
Kontrol 32 7 4,4360 2,0244 Tuntas
Hasil untuk kelas eksperimen diperoleh estimasi rata-rata hasil belajar 73,67 < μ <80,33 dan
untuk kelas kontrol 67,24 < μ < 73,66. Oleh karena itu dapat diprediksi rentang skor hasil belajar
kelas eksperimen antara 73,67– 80,33 dan kelas kontrol antara 67,24 – 73,66. Adapun peningkatan
hasil belajar yang terjadi pada kedua kelas pada kategori sedang.
Tabel 8. Kategori Peningkatan Hasil Belajar Kognitif
Kelas Rata-rata pre-test Rata-rata post-tets Gain g Kategori
Eksperimen 32,13 77,00 0,66 Sedang
Kontrol 32,24 70,45 0,56 Sedang
Pengujian hiotesis ada tidaknya pengaruh dengan mean dan dihitung dengan rumus t-test.
Tabel 9. Hasil Perhitungan Uji Ada Tidaknya Pengaruh
Kelas Rata-rata Gain Varians dk thitung ttabel Kriteria
Eksperimen 44,88 102,55 77 2,9357 1,99
Ada
Pengaruh Kontrol 38,21 101,30
Perhitungan nilai rb diperoleh harga sebesar 0,506 sehigga menunjukkan interpretasi adanya
pengaruh sedang dalam penggunaan modul Q-SETS terhadap hasil belajar kimia. Harga rb yang
diperoleh setelah diuji ternyata signifikan sehingga dapat ditentukan koefisien determinasi. Pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat dapat diketahui sebesar r2 x 100%= 25,56%.
Hasil analisis terhadap aspek afektif dan psikomotorik dengan menggunakan metode
observasi diperoleh data sebagaimana disajikan dalam tabel 6 berikut ini.
Tabel 10. Nilai Rata-Rata Aspek Afektif dan Psikomotorik
Kelas Afektif Psikomotorik
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Eksperimen 78,48 Baik 82,00 Sangat Baik
Kontrol 72,36 Baik 72,33 Sedang
Berdasarkan hasil analisis angket gaya belajar siswa yang diberikan pada kelompok siswa
dengan perlakuan quantum learning, diketahui bahwa 17 siswa memiliki kecenderungan modalitas
visual, 16 siswa memiliki kecenderungan modalitas audio, dan 7 siswa memiliki kecenderungan
modalitas kinestetik. Selain itu, diperoleh data bahwa 16 siwa cenderung memiliki dominasi otak
Sekuensial Konkret (SK), 12 siswa dengan modalitas Sekuensial Abstrak (SA), 8 siswa dengan
dominasi Acak Konkret (AK), dan 4 siswa dengan dominasi Acak Abstrak (AA).
Pembelajaran kelas dalam penelitian menggunakan modul Q-SETS dapat dijabarkan dalam
sebuah model komunikasi seperti pada gambar 4. Model komunikasi tersebut mencitrakan bahwa
pada dasarnya keberpengaruhan penggunaaan modul Q-SETS dalam menstransfer pesan guru kepada
35
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor gangguan. Pesan-pesan yang sudah diterjemahkan melalui
media modul Q-SETS belum mampu sampai seutuhnya kepada penerima pesan (siswa) karena
berbagai faktor dari sumber pesan (guru/peneliti), penerima pesan (siswa), maupun media itu sendiri.
Gambar 4. Model Komunikasi Pembelajaran Kelas (Dimodifikasi sesuai dengan materi Tips
Pengembangan Media Pembelajaran sajian Dra. Eko Purwanti, M.Pd pada Workshop
pembuatan video pembelajaran PPMP Unnes 11-17 Mei 2010 ).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut.
(1) Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain modul Q-SETS adalah modul sebagai
bahan ajar siswa harus mampu melayani kebutuhan siswa dengan modalitas visual, auditorial,
maupun kinestetik sehingga informasi dalam modul dapat diserap dengan mudah. Alternatif
desain modul dapat berupa penyajian strategi pembelajaran dalam media cetak modul. Penyajian
strategi pembelajaran yang bermuatan quantum learning dan visi SETS terdiri dari: kegiatan
pembelajaran pendahuluan (pre-instructional activities), penyampaian materi pembelajaran
(presenting instructional materials), memancing penampilan siswa (electing performance),
pemberian umpan balik (providing feedback) dan kegiatan tindak lanjut (follow up activities).
(2) Pembelajaran menggunakan modul Q-SETS berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa.
Besarnya pengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa sesuai dengan koefisien korelasi sebesar
0,506 dan koefisien determinasi 25,56% dengan kriteria pengaruh adalah sedang. Pengaruh
terhadap aspek afetif dan psikomotorik ditunjukkan secara deskriptif melalui hasil rata-rata nilai
kelas eksperimen yang lebih baik dari pada kelas kontrol.
Adapun saran yang ingin disampaikan peneliti antara lain:
(1) Adanya kegiatan pengembangan draft modul Q-SETS yang lebih bervariasi pada materi kimia
lainnya dan pengujicobaan dalam pembelajaran melalui penelitian lebih lanjut.
(2) Bagi sekolah, perlunya memberikan pengenalan gaya belajar siswa dalam kegiatan orientasi
siswa baru sehingga siswa mengetahui bagaimana cara belajar efektif bagi diri sendiri.
(3) Bagi guru, diharapkan mampu meningkatkan keterampilannya dalam pembuatan bahan ajar
yang efektif bagi pembelajaran terutama menggunakan pendekatan quantum learning bervisi
SETS.
(4) Bagi siswa, diharapkan mampu mengenali gaya belajar yang tepat bagi dirinya melalui kajian
quantum learning. Selain itu, diharapkan pula mampu lebih mendalami sains dengan cara
menghubungkaitkannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Latar Belakang
Pengalaman
Latar Belakang
Pengalaman
Sumber Pesan ANCODER Penerima Pesan DECODER MEDIA
By Design By Utilization
Modul Q-SETS Selain Modul Q-SETS
Gangguan
Umpan Balik
Metode Quantum Learning Bervisi SETS
36
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar.
Semarang: Unnes Press.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta :
Rineka Cipta.
Atmaningsih, Nur. 2006. Pengaruh
Pendekatan SETS dalam
Pembelajaran Kimia Pokok
Bahasan Zat Radioaktif dan
Penggunaan Radioisotop
Terhadap Minat dan Sikap Siswa
Kelas II SMA Negeri 1 Grinsing
pada Mata Peajaran Kimia.
Skripsi tidak diterbitkan.
Semarang: Program Studi
Pendidikan Kimia, FMIPA
Unnes.
Binadja, Achmad. 2005. Pedoman
Pengembangan Silabus
Pembelajaran Berdasar
Kurikulum 2004 Bervisi dan
Berpendekatan SETS (Science,
Environment, Technology,
Society) atau (Sains, Lingkungan,
Teknologi, dan Sosial).
Semarang: Laboratorium SETS
Unnes Semarang.
Bobbi DePorter, Mark Reardon, dan
SarahSinger-Nourie. 2007.
Quantu Teaching Mempraktikkan
Quantum Learning di Kelas.
Bandung : Penerbit Kaifa.
Bobbi DePorter, Mark Reardon, dan
SarahSinger-Nourie. 2008.
Quantu Learning. Bandung :
Penerbit Kaifa.
Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan
Sistem Penilaian Mata Pelajaran
Kimia Kurikulum 2004 SMA.
Jakarta: Depdiknas.
Dinas Pendidikan BPTP Jabar. 2008. Modul
Penulisan Naskah Bahan Ajar.
Bandung: Balai Pengembangan
Teknologi Pendidikan.
I Wayan Santyasa. Metode Penelitian
Pengembnagan dan Teori
Pengembangan Modul. Makalah
Disajikan dalam Pelatihan Bagi
Para Guru TK, SD, SMP, SMA,
dan SMK Tanggal 12-14 Januari
2009, Di Kecamatan Nusa Penida
kabupaten Klungkung.
Kurnia, Setiawan. Quantum Learning.
http://depdiknas.go.id/jurnal/34/e
ditorial34 Diunduh tanggal 21
Agustus 2008.
Kustiono. 1998. Pengembangan Bahan Ajar.
Semarang: FIP UNNES.
Mulyani. 2008. Pengaruh Pembelajaran
Kimia Dengan Pendekatan SETS
Menggunakan Media CD
Pembelajaran terhadap Hasil
Belajar Kimia Siswa SMA Negeri
14 Semarang. Skripsi tidak
diterbitkan. Semarang: Program
Studi Pendidikan Kimia, FMIPA
Unnes.
Mulyasa, E. 2005. Manajemen Berbasis
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
McKeachie, W.J. 1994. Teaching Tips:
Strategies, Research, and Theorities.
Toronto: DC Heath and Company.
Purwanti, Eko. 2010. Tips Pengembangan
Media Pembelajaran. Presentasi
dalam Kegiatan Workshop
Pembuatan Video Pembelajaran
Pusat Pengembangan Media
Pendidikan Universitas Negeri
Semarang tanggal 11-17 Mei
2010.
Salirawati, Das. Fitria Mellina K. dan Jamil S.
2007. Belajar Kimia secara
Menarik. Jakarta: PT Grasindo.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
37
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
PENGGUNAAN STRATEGI POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) UNTUK
MEMPERBAIKI MISKONSEPSI FISIKA
Rina Ning Tyas1, Sukisno
2, Mosik
3
123 Pendidikan Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran, Semarang
email: [email protected]
Abstract
Penyebab universal atas rendahnya mutu pendidikan IPA yang secara umum diterima oleh
pendidik adalah adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan
prakonsepsi peserta didik. Strategi POE (predict-observe-explain) digunakan untuk memperbaiki
miskonsepsi fisika pada peserta didik. Pada kelompok eksperimen diterapkan pembelajaran dengan
strategi POE sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan pembelajaran konvensional dengan
ceramah dan diskusi. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata miskonsepsi kelompok eksperimen lebih
kecil dari rata-rata miskonsepsi kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bahwa strategi
POE (predict-observe-explain) dapat digunakan untuk memperbaiki miskonsepsi fisika.
Kata kunci: Miskonsepsi fisika, Strategi, POE.
PENDAHULUAN
Sadia dalam Wilantara (2003:2) menyebutkan bahwa penyebab universal atas masih
rendahnya mutu pendidikan IPA yang secara umum diterima oleh para pendidik IPA adalah adanya
miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki peserta
didik. Menurut Howe dalam Sihite (2008) miskonsepsi pada peserta didik yang muncul secara terus
menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah, pembelajaran yang tidak memperhatikan
miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan bermuara pada rendahnya prestasi
belajar. Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi adalah peserta didik diberi pengalaman belajar yang
menunjukkan pertentangan konsep mereka dengan peristiwa alam, pertentangan pengalaman baru
dengan konsep lama (prakonsep) akan menyebabkan koreksi konsepsi” (Berg 1991:6). Penerapan
strategi pembelajaran yang memperhatikan prakonsepsi peserta didik dan memungkinkan terjadinya
koreksi konsep diyakini dapat memperbaiki miskonsepsi yang terjadi. Strategi POE secara khusus
melibatkan peserta didik dalam suatu situasi/masalah, peserta didik harus memberikan dugaan tentang
suatu peristiwa fisika sehingga prakonsepsi peserta didik dapat diketahui. Kemudian peserta didik
melakukan penyelidikan atas dugaannya, jika dugaannya berbeda dengan apa yang diamati, terjadi
konflik antara prediksi dan observasi, maka peserta didik mengalami perubahan konsep dari yang
tidak benar menjadi benar.
POE merupakan sebuah strategi yang sesui digunakan dalam pembelajaran IPA. Strategi ini
dapat digunakan untuk mengetahui prakonsepsi peserta didik, memberikan informasi tentang
pemikiran peserta didik, dan memotivasi peserta didik untuk menggali konsep (Palmer 1996).
Pembelajaran dengan POE menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu memprediksi,
meneliti, dan menjelaskan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui bahwa strategi POE (predict-observe-explain)
dapat digunakan untuk memperbaiki miskonsepsi fisika pada sub pokok bahasan tekanan zat cair bagi
peserta didik kelas VIII SMP N 1 Wonotunggal.
38
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
METODE
Populasi penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas VIII SMP N 1
Wonotunggal sedangkan sampelnya adalah
kelas VIII A sebagai kelompok eksperimen
dan kelas VIII E sebagai kelompok kontrol.
Pada kelompok eksperimen
diterapkan pembelajaran dengan strategi
POE sedangkan pada kelompok kontrol
diterapkan pembelajaran konvensional
dengan ceramah dan diskusi. Sebelum
penelitian, dilakukan uji kesamaan dua
varians menggunakan nilai IPA semester 1
untuk mengetahui bahwa kedua kelompok
berasal dari kodisi awal yang sama. Setelah
kegiatan pembelajaran selesai diberikan tes
berupa tes diagnostik miskonsepsi. Hasil tes
pada kedua kelompok dibandingkan untuk
mengetahui rata-rata miskonsepsi pada
masing-masing kelompok. Data yang
diperoleh dianalisis berdasarkan analisis
skor miskonsepsi peserta didik dan
berdasarkan analisis per item soal tes.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Skor Miskonsepsi Peserta Didik
Dibawah ini disajikan grafik skor
miskonsepsi untuk kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
Gambar 1. Grafik skor miskonsepsi peserta
didik
Dari grafik di atas tampak bahwa rata-rata
skor miskonsepsi kelompok eksperimen
lebih rendah dibanding kelompok kontrol.
Skor miskonsepsi ini digunakan untuk
menjawab hipotesis penelitian, yaitu apakah
rata-rata miskonsepsi kelompok eksperimen
lebih kecil atau lebih besar dibanding
kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil t-test didapatkan
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka Ho penelitian
diterima dan Ha ditolak. Rata-rata
miskonsepsi kelompok eksperimen yang
mendapat perlakuan dengan strategi POE
lebih kecil dari rata-rata miskonsepsi
kelompok control yang mendapat perlakuan
dengan pembelajaran konvensional.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi
POE dapat digunakan untuk memperbaiki
miskonsepsi fisika pada sub pokok bahasan
tekanan zat cair bagi peserta didik kelas VIII
SMP N 1 Wonotunggal.
Analisis Per Item Data Tes
Analisis per item soal data hasil tes
dilakukan dengan menganalisis tiap item
soal dari hasil tes diagnostik miskonsepsi
yang terdiri dari 20 soal. Dari tiap item soal,
jawaban peserta didik dianalisis menurut
derajat pemahaman yang dikelompokkan
oleh Abraham (1992) yaitu tidak memahami,
miskonsepsi, dan memahami. Berikut
gambaran derajat pemahaman untuk
kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Gambar 2. Grafik rata-rata prosentase
derajat pemahaman
Dari grafik dapat diketahui bahwa
rata-rata derajat pemahaman peserta didik
untuk kategori tidak memahami konsep dan
miskonsepsi kelompok kontrol lebih tinggi
dibanding kelompok eksperimen, sedangkan
untuk kategori memahami konsep kelompok
eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok
kontrol.
Hasil penelitian tidak menyimpang
dari beberapa penelitian pendukung yang
ada. Hasil penelitian Liew (1995) dalam
Australian Science Teacher Journal dengan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 10 20 30 40 50
KELOMPOK EKSPERIMEN
KELOMPOK KONTROL
0
10
20
30
40
50
TIDAK MEMAHAMI
MISKONSEPSI MEMAHAMI
KELOMPOK EKSPERIMEN
KELOMPOK KONTROL
39
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
judul A Predict-Observe-Explain Teaching
Squence for Learning about Students
Understanding of Heat and Expansion of
Liquids, dari data yang diperoleh
disimpulkan bahwa POE menciptakan
kesempatan bagi beberapa peserta didik
untuk mengkontruksikan kembali konsepsi
yang salah sebagai hasil ketidaksesuaian
atau perbedaan antara dugaan dan hasil
observasi. Pembelajaran dengan strategi
POE juga menimbulkan kesan yang lebih
mendalam kepada peserta didik sehingga
konsep yang disampaikan dapat lebih
berkesan dibanding pembelajaran
konvensional. Kim (2008) dalam penelitian
berjudul Keberkesanan Penggunaan Strategi
Predict-Observe-Explain ke Atas Kerangka
Alternatif Pelajar dalam Tajuk Daya Apung
menemukan bahwa strategi POE yang
digunakan dalam pembelajaran dapat
mengubah kerangka alternatif peserta didik
dan menimbulkan sikap positif terhadap
pembelajaran sains.
Pembelajaran dengan strategi POE
secara khusus melibatkan peserta didik
dalam suatu situasi/masalah, peserta didik
harus memberikan dugaan tentang suatu
peristiwa fisika yang akan didemonstrasikan
sehingga prakonsepsi peserta didik dapat
diketahui. Kemudian peserta didik
melakukan penyelidikan atas dugaannya,
dugaan peserta didik yang berbeda dengan
apa yang diamati menyebabkan terjadi
konflik antara prediksi dan observasi, maka
peserta didik mengalami perubahan konsep
dari yang tidak benar menjadi benar. Strategi
pembelajaran tersebut sesuai dengan langkah
kedua yang dirumuskan oleh Berg sebagai
cara mengatasi miskonsepsi yaitu merancang
pengalaman belajar yang bertolak dari
prakonsepsi dan menghaluskan bagian yang
sudah baik dan mengoreksi bagian konsep
yang salah dimana prinsip utama koreksi
miskonsepsi adalah peserta didik diberi
pengalaman belajar yang menunjukkan
pertentangan antara konsep mereka dengan
peristiwa alam.
Pembelajaran yang dilaksanakan
pada kelompok eksperimen adalah
pembelajaran fisika menggunakan strategi
POE. Dalam menanamkan konsep kepada
peserta didik, guru mengadakan kegiatan
demonstrasi. Kegiatan demonstrasi
dilakukan menggunakan media LKS yang
disusun dengan tiga kegiatan utama yaitu
predict, observe, dan explain.
Sebelum demonstrasi dilakukan guru
mengarahkan peserta didik memberikan
dugaan atas hasil demonstrasi, kegiatan ini
dilakukan untuk menggali prakonsepsi
peserta didik. Proses penggalian prakonsepsi
ini dianggap penting sebagai salah satu cara
dalam mengatasi miskonsepsi. Berg (1991:6)
merumuskan langkah pertama dalam
mengatasi miskonsepsi adalah mendeteksi
prakonsepsi peserta didik. White & Gustone
dalam Hsu (2003) menyebutkan bahwa POE
merupakan sebuah strategi yang efisien
untuk mengetahui prakonsepsi peserta didik
serta mendiskusikan prakonsepsi tersebut.
Strategi POE dalam pembelajaran fisika
dapat dilakukan melalui hands on activities,
demonstrasi atau praktikum. Dalam
penelitian ini strategi POE dilaksanakan
melalui metode demonstrasi. Selanjutnya
peserta didik membandingkan antara dugaan
dengan hasil demonstrasi, guru memberi
kesempatan kepada peserta didik
mengungkapkan hasil perbandingan tersebut
melalui tanya jawab dan diskusi kelas.
Kegiatan tanya jawab dan diskusi ini
menimbulkan terjadi interaksi di dalam
proses pembelajaran. Kegiatan tanya jawab,
latihan pertanyaan, dan latihan menjelaskan
konsep oleh peserta didik menimbulkan
interaksi, dimana interaksi merupakan kunci
untuk perbaikan miskonsepsi (Berg 1991:6).
Bila terdapat perbedaan antara konsepsi
yang salah dengan konsep yang benar maka
terjadi koreksi konsep. Prinsip utama dalam
koreksi miskonsepsi adalah peserta didik
diberi pengalaman belajar yang
menunjukkan pertentangan konsep mereka
dengan peristiwa alam, pertentangan
pengalaman baru dengan konsep lama (Berg
1991:6). Koreksi konsep ini menjadikan
miskonsepsi dapat diperbaiki. Pada akhir
pembelajaran guru juga memberikan soal-
soal konsep sebagai tugas yang dimaksudkan
untuk mengetahui miskonsepsi yang
mungkin masih terjadi dan memperhalus
konsep-konsep yang sudah benar sehingga
tidak terjadi miskonsepsi lagi.
Pembelajaran yang dilaksanakan
pada kelompok kontrol adalah pembelajaran
konvensional yang biasa dilakukan sesuai
40
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
RPP guru mata pelajaran fisika. Materi, jam
pelajaran dan buku yang digunakan tidak
berbeda dengan kelompok eksperimen.
Guru menggunakan metode ceramah
dan diskusi dalam pembelajaran
konvensional. Pada kegiatan inti penyajian
konsep dengan ceramah dan diskusi.
Pembelajaran diakhiri dengan memberikan
soal latihan kemudian guru dan peserta didik
melakukan diskusi membahas soal yang
diberikan. Kelemahan pembelajaran
konvensional dibanding pembelajaran
dengan strategi POE adalah tidak adanya
kegiatan penggalian prakonsepsi dan koreksi
konsep sehingga rata-rata miskonsepsi
kelompok kontrol lebih besar dari kelompok
eksperimen.
Meskipun hasil analisis didapatkan
bahwa strategi POE efektif memperbaiki
miskonsepsi peserta didik tetapi dalam
penelitian ini masih terdapat miskonsepsi
yang terjadi pada peserta didik di kelompok
eksperimen. Hal ini antara lain karena
miskonsepsi pada peserta didik sulit sekali
diperbaiki seperti ungkapan Berg sebagai
salah satu ciri miskonsepsi.
Rata-rata miskonsepsi pada
kelompok eksperimen yang menggunakan
strategi POE sebesar 40,24 %, lebih kecil
dibanding kelompok kontrol yang
menggunakan pembelajaran konvensional
sebesar 47,56 %. Seperti yang telah
disebutkan Berg bahwa miskonsepsi sulit
untuk diperbaiki, sehingga masih terdapat
beberapa konsep yang sulit dipahami peserta
didik.
Miskonsepsi terjadi pada hampir
semua konsep pada sub pokok bahasan
tekanan zat cair. Miskonsepsi peserta didik
pada konsep tekanan hidrostatis antara lain
(a) peserta didik menganggap bahwa tekanan
pada zat cair tidak dipengaruhi massa
jenisnya, (b) tekanan pada zat cair
dipengaruhi luas permukaan, (c) tekanan zat
cair berbanding terbalik dengan kedalaman,
tekanan dipengaruhi besar energi.
Miskonsepsi peserta didik pada konsep
bejana berhubungan antara lain (a) peserta
didik menganggap bahwa tekanan zat cair
dalam bejana berhubungan dipengaruhi luas
penampang pipa, (b) tekanan zat cair dalam
bejana berhubungan dipengaruhi volume zat
cair, (c) tekanan zat cair dalam bejana
berhubungan besarnya sama tidak
tergantung kedalaman. Miskonsepsi peserta
didik pada konsep hukum pascal antara lain
peserta didik menganggap bahwa gaya yang
bekerja pada dua sisi bejana berhubungan
yang tertutup sama karena tekanannya sama,
tidak tergantung luas penampang.
Miskonsepsi peserta didik pada konsep
hukum archimedes antara lain (a) peserta
didik menganggap bahwa beban di dalam zat
cair lebih ringan karena massa jenis sebuah
benda berbeda ketika di udara dan di dalam
air, (b) berat benda dalam zat cair tidak
dipengaruhi massa jenis zat cair, (c) berat
benda berbanding lurus dengan massa
jenisnya, (d) volume zat cair yang
dipindahkan tidak mempengaruhi besarnya
gaya apung. Miskonsepsi peserta didik pada
konsep terapung, melayang, dan tenggelam
antara lain (a) peserta didik menganggap
bahwa benda berongga selalu terapung di
dalam air, (b) benda yang terbuat dari bahan
sama akan selalu sama bila dimasukkan
dalam air, benda yang lebih berat dan lebih
besar selalu tenggelam dalam air, (c) benda
yang terbuat dari logam selalu tenggelam,
(d) volume air mempengaruhi terapung,
melayang, atau tenggelamnya benda.
Hasil-hasil tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian Wilantara
(2003) dimana ditemukan miskonsepsi-
miskonsepsi peserta didik yang berkaitan
dengan konsep tekanan zat cair antara lain
(a) melayang, tenggelam dan terapung suatu
benda dipengaruhi oleh berat benda, benda
yang berat pasti akan tenggelam, (b) tekanan
pada zat cair bersifat seragam semua tempat
memiliki tekanan yang sama besar, (c)
tekanan zat cair terbesar berada pada
permukaan atas karena pada tempat tersebut
energi potensialnya maksimum, (d) gaya
apung (Archimedes) dipengaruhi oleh
besarnya volume zat cair, (e) pada piston
alat pengangkat mobil, luas penampang yang
kecil akan menghasilkan tekanan zat cair
yang besar, tekanan ini dianggap sama
seperti tekanan pada zat padat.
41
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
SIMPULAN
Strategi POE dapat digunakan untuk
memperbaiki miskonsepsi Fisika pada sub
pokok bahasan tekanan zat cair bagi peserta
didik kelas VIII SMP N 1 Wonotunggal.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, dkk. 1992. Understanding and
Misunderstanding of Eight Gradient
of Five Chemistry Concept Found in
Text Book. Journal of Research in
Science Teaching. 29/2: 105-120.
Berg, Euwe Van Den. 1991. Miskonsepsi
Fisika dan Remidiasi. Salatiga:
Universitas Satya Wacana (UKSW).
Hsu, Liang Rong. 2003. Using The Predict-
Observe-Explain Strategy to Explore
Students‟ Alternative Conceptions of
Combustibility. Department of
Natural Science Education, Natural
Taichung Teacher College.
Kim, Wong Teck. 2008. Keberkesanan
Penggunaan Strategi Predict-
Observe-Explain ke Atas Kerangka
Alternatif Pelajar dalam Tajuk Daya
Apung. Malaysia: UTM. Available at
www.ePusatSumber, Fakulti
Pendidikan UTM.mht [accessed
10/2/10]
Liew, Chong Wang. 1995 A Predict-
Observe-Explain Teaching Squence
for Learning about Students
Understanding of Heat and Expansion
of Liquids. Australian Science
Teacher Journal. 41/0045855.
Palmer, David. 1996. Assesing Students
Using The „POE‟. Australian Primary
& Junior Science Journal. 12/3.
Sihite, Alex. 2008. Penggunaan Model
Pembelajaran Kontruktivisme dalam
Meminimalkan Miskonsepsi Siswa
untuk Mata Pelajaran Fisika.
Available at
http://media.diknas.go.id/media/docu
ment/5591.pdf)
Wilantara, I Putu Eka. 2003. Implementasi
Model Belajar Konstruktivis dalam
Pembelajaran Fisika untuk Mengubah
Miskonsepsi Ditinjau dari Penalaran
Formal Siswa. Singaraja: IKIP.
Available at
http://203.130.198.30//detail.php?id=2
54
42
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
PENGARUH PEDOMAN KEGIATAN BERVISI-SETS
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA TERHADAP
KINERJA CALON GURU KIMIA
Fitria Fatichatul Hidayah1
1Pendidikan Kimia, FIMPA, Universitas Muhammadiyah Semarang
email: [email protected]
Abstrak
Kompetensi yang harus dimiliki calon guru kimia yaitu meningkatkan pembelajaran kimia di
laboratorium dan lapangan, merancang eksperimen untuk keperluan penelitian, melaksanakan
eksperimen dengan cara yang benar. Untuk mencapai kompetensi calon guru kimia, peneliti ingin
meningkatkan kinerja calon guru pada matakuliah praktikum kimia fisika dengan menerapkan pedoman
kegiatan bervisi SETS. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja mahasiswa dalam
melaksanakan praktikum dengan menggunakan pedoman kegiatan bervisi-SETS. Penelitian
menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain pre-test post-test menggunakan subyek 21
mahasiswa. Instrumen yang digunakan berupa angket dan lembar observasi. Kinerja tersebut dijaring
melalui obervasi dan rubrik selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil kinerja mahasiswa dalam
melaksanakan praktikum menunjukkan adanya peningkatan pada kategori sangat tinggi.
Kata Kunci: Pedoman Kegiatan, SETS, Praktikum, Kinerja, Calon Guru
PENDAHULUAN
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan
untuk mencapai Standar Kompetensi Guru
dalam menerapkan hukum – hukum kimia
dengan teknologi dalam kehidupan sehari-hari
adalah SETS (Science, Environment,
Technology, and Society). Pendekatan SETS
diharapkan dapat mempermudah mahasiswa
dalam memahami materi pelajaran, sehingga
mahasiswa dapat mencapai pemahaman yang
kompeten, membantu mahasiswa untuk
memiliki kemampuan memandang sesuatu
secara intregatif dengan memperhatikan
keempat unsur SETS (Binadja, 2002b). Peran
mahasiswa dalam pembelajaran SETS antara
lain: berusaha untuk selalu berwawasan SETS
dalam belajar, berfikir dan bertindak;
berpartisipasi aktif dalam kegiatan
berwawasan SETS; berfikir tentang cara
memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh
melaui jalur SETS; selalu memiliki pikiran
alternatif, produktif dan berwawasan SETS;
menerima masukan positif untuk
meningkatkan kualitas belajar dan pembinaan
karier berkenaan dengan bidang yang
dipelajari. Hasil penelitian yang dilakukan
Yoruk (2009) menyimpulkan bahwa
“Pendidikan kimia bervisi-SETS akan
mengarahkan peserta didik untuk memilih
bidang karir masa depan dan
memberi efek terhadap hasil belajar peserta
didik”. Selain itu, pada pendekatan bervsis
SETS menggunakan alat evaluasi belajar
berbentuk pembuatan peper, artikel, proposal
kegiatan sains, kegiatan eksperimen dan
pengembangan konsep dalam teknologi
sederhana. Penilaian menurut Binadja (2006c)
didasarkan pada kejelasan pada keterkaitan
secara jelas antara informasi pada masing-
masing unsur SETS yang dikembangkan oleh
mahasisiwa.
Binadja (1999a) menyatakan bahwa
pengajaran SETS (Science, Environment,
Technology, and Society) dapat membuat
mahasiswa melakukan penyelidikan untuk
mendapatkan pengetahuan yang berkaitan
dengan sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat yang saling berintegrasi. Kegiatan
labalatorium dapat membangkitkan minat
belajar dan memberikan bukti-bukti bagi
kebenaran teori atau konsep-konsep yang telah
dipelajari mahasiswa sehingga teori atau
konsep tersebut menjadi lebih bermakna pada
struktur kognitif mahasiswa (Winataputra,
1993; Johnstone dan A. Al- Shuaili,1999).
Praktikum membuat mahasiswa lebih
dapat memperkaya pengalaman,
mengembangkan sikap ilmiah, serta hasil
belajar akan bertahan lebih lama dalam
ingatan mahasiswa (Rustaman, N, 2003).
43
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Kegiatan praktikum lebih efektif
karena mahasiswa dilibatkan dalam aktivitas
praktikum dan mengambil peran aktif dalam
pembelajaran. Melalui kegiatan praktikum,
mahasiswa dapat mempelajari fakta, gejala,
merumuskan konsep, prinsip, hukum dan
sebagainya. Kegiatan praktikum bertujuan
untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat
kognitif, untuk memperoleh keterampilan,
dapat menerapkan pengetahuan dan
keterampilan tersebut pada situasi baru, serta
memperoleh sikap ilmiah dari laboratorium
atau lingkungan. Pendidikan lingkungan yang
dimaksudkan untuk meningkatkan nilai-nilai,
etika, tindakan, dan kemampuan memecahkan
masalah (Spork, 1992). Pendidikan lingkungan
untuk setiap tingkat pendidikan mungkin
merupakan cara yang tepat untuk membantu
kita menghadapi masalah lingkungan
(UNESCO-UNEP, 1995).
Berdasarkan hasil observasi terhadap
mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Tadris
Kimia IAIN Walisongo Semarang diperoleh
rendahnya kinerja mahasiswa meliputi:
keterampilan menggunakan alat dan bahan,
keterampilan mengamati, keterampilan
menafsirkan pengamatan, keterampilan
menerapkan konsep. Hasil observasi sebesar
20/37 pada materi Adsorbsi Isotermis.
Rendahnya keterampilan penggunaan alat dan
bahan juga tampak ketika pelaksanaan
pengenceran, mahasiswa menggunakan gelas
beker bukan labu takar, pengambilan larutan
induk untuk proses pengenceran menggunakan
gelas ukur bukan pipet volum.
Berdasarkan latar belakang tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh pedoman kegiatan
bervisi-SETS terhadap kinerja calon guru pada
mata kuliah praktikum kimia fisika. Manfaat
dari penelitian ini adalah mahasiswa mampu
melaksanakan praktikum dengan baik dan
benar, dan dapat menghubungkaitkan antara
sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat,
sehingga mahasiswa memiliki pola berfikir
aktif, terintegrasi, kritis, kreatif dan
membentuk sikap peduli terhadap lingkungan
serta sikap ilmiah yang tinggi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian eksperimen atau kuantitatif
dan desain pretest-postest. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Februari –
Juni 2013. Tempat penelitian di laboratorium
kimia fisika Jurusan Tadris Kimia Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Observasi dilaksanakan selama penerapan
pedoman kegiatan bervisi-SETS praktikum
Kimia Fisika untuk memperoleh data kinerja
mahasiswa. Subyek penelitian adalah
mahasiswa semester IV matakuliah Praktikum
Kimia Fisika di Jurusan Tadris Kimia IAIN
Walisongo sebanyak 21 mahasiswa. Instrumen
yang digunakan berupa angket dan lembar
observasi. Angket dan lembar observasi
diberikan sebelum dan sesudah penggunaan
pedoman kegiatan bervisi-SETS sehingga
diperoleh data hasil respon dan observasi
langsung, selanjutnya dianalisis secara
disktriptif.
HASIL DAN PENELITIAN
Tahap penelitian dilaksanakan
dengan observasi langsung. Hal ini diharapkan
dapat mengetahui secara langsung kegiatan
praktikum yang dilaksanakan oleh mahasiswa.
Observasi langsung dilaksanakan dengan
lembar observasi dan angket. Berdasarkan
hasil observasi awal kinerja mahasiswa
diperoleh rendahnya kinerja mahasiswa
(penggunaan alat dan bahan, desain praktikum,
interpretasi data, serta pemahaman konsep).
Dari hasil analisis angket diperoleh temuan
bahwa kemampuan mahasiswa dalam
menghubungkaitkan antara konsep Sains
dengan unsur lingkungan, teknologi,
masyarakat serta aplikasi dalam kehidupan
sehari-hari sangat rendah.
Pengamatan kinerja dalam proses
praktikum dilaksanakan oleh asisten
praktikum, setiap kelompok diamati oleh satu
observer. Terdapat 4 aspek psikomotorik yang
digunakan untuk menilai keterampilan ilmiah
mahasiswa yaitu: keterampilan menggunakan
alat dan bahan; keterampilan mengamati;
keterampilan menafsirkan pengamatan;
keterampilan menerapkan konsep. Aspek
keterampilan proses dianalisis secara
deskriptif, bertujuan untuk mengetahui aspek
mana yang dimiliki mahasiswa untuk dibina
dan dikembangkan. Ada tiga percobaan yaitu
persamaan Nernst memiliki 4 aspek penilaian
dalam 35 item, pengolahan Bitterns melalui
elektrolisis memiliki 4 aspek penilaian dalam
30 item, dan elektroplating memiliki 4 aspek
penilaian dalam 20 item. Pada Tabel.1
44
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
disajikan analisis kinerja tiap aspek
dalam tiap percobaan.
Tabel. 1. Analisis kinerja selama proses
praktikum berlangsung
Indikator Kinerja Percobaan
I II III
Keterampilan
Menggunakan Alat dan
Bahan
15/19 15/16 8/8
Keterampilan
Mengamati
3/7 4/4 2/2
Keterampilan
Menafsirkan Pengamatan
3/5 6/7 7/7
Keterampilan
Menerapkan Konsep
3/4 3/3 3/3
Total Pengamatan 24/35 28/30 20/20
Kategori Tinggi Sangat
tinggi
Sangat
tinggi
Dari hasil analisis, dapat dilihat
bahwa rata-rata nilai kinerja tiap percobaan
mencapai nilai kategori tinggi menuju sangat
tinggi. Oleh karena itu telah terjadi
peningkatan kinerja mahasiswa setelah
penelitian. Hasil kinerja mahasiswa dalam
melaksanakan praktikum menunjukkan adanya
peningkatan pada kategori sangat tinggi. Pada
percobaan pertama, mahasiswa masih belum
biasa menggunakan alat berupa multimeter
serta baru mengetahui tentang media agar-agar
dalam jembatan garam sehingga terlihat belum
percaya diri tampak pada hasil analisis kinerja
menggunakan alat dan bahan tergolong lebih
rendah dibandingkan dengan percobaan dua
dan tiga yaitu 15/19. Selanjutnya terjadi
peningkatan menjadi 15/16 dan pada proses
pengamatan dan hasil penafsiran pengamatan
menghasilkan skor kinerja secara kseluruhan
memiliki kategori tinggi. Hal ini dikarenakan
pembelajaran menggunakan pedoman kegiatan
bervisi-SETS melatih mahasiswa dalam
merencanakan penelitian untuk mendapatkan
bukti dalam merespon pertanyaan, melakukan
percobaan, mengkomunikasikan prosedur dan
penjelasan ilmiah, membuat hubungan antar
variabel, menjelaskan penyebab dari perisitiwa
yang terjadi, menghubungkan kejadian atau
peristiwa yang ada di sekitar mahasiswa
dengan konsep yang telah diterima dalam
proses pembelajaran, dan menjadikan hasil
praktikum sebagai sumber ajar. Dengan
pembelajaran ini, para mahasiswa menjadi
lebih terbiasa dalam melaksanakan kegiatan
yang melatih keterampilan, sehingga
keterampilan proses sains dan hasil belajar
mahasiswa secara tidak langsung menjadi
lebih baik.
Di samping itu, setelah mencermati
hasil penelitian dan pembahasan secara
kuantitas, kualitas dan waktu pembelajaran,
penggunaan pedoman kegiatan bervisi-SETS
dalam pembelajaran materi elektrokimia telah
berhasil menumbuhkan rasa tertarik
mahasiswa pada pembelajaran kimia fisika,
mengembangkan rasa percaya diri mahasiswa
untuk mampu memecahkan permasalahan
yang ada, meningkatkan rasa tanggung jawab
mahasiswa terhadap kelompoknya, serta
mampu menumbuhkan rasa tertarik mahasiswa
untuk lebih peduli kepada penerapan konsep
elektrokimia dalam kehidupan sehari-hari.
Partisipasi mahasiswa dalam
kelompok dirasakan juga lebih meningkat
dibandingkan pada pembelajaran
konvensional. Hal ini dikarenakan
pembelajaran menggunakan pedoman kegiatan
bervisi-SETS dilaksanakan melalui
pendekatan inkuiri porsi pembimbingan
rendah, serta diskusi aplikatif dan kegiatan
praktikum yang dilaksanakan oleh siswa
secara berkelompok. Pada kegiatan inkuiri
porsi terbimbing rendah mahasiswa dilatuh
untuk mandiri dan mencari informasi dari luar
kemudian disahkan oleh dosen. Kemandirian
ini menjadikan kuatnya solidaritas kelompok
dengan pembagian tugas masing-masing,
mulai rangkaian alat, bon bahan dan alat. Pada
pendekatan diskusi analisis SETS mahasiswa
dilatih untuk berbagi tugas dengan anggota
kelompok lain dalam menyelesaikan tugas
kelompok, membantu kesulitan mahasiswa
lain dalam penyelesaian tugas, dan mahasiswa
menyampaikan hasil diskusi dan memberikan
tanggapan atas pertanyaan yang disampaikan
oleh mahasiswa dalam kelompok lain.
Mahasiswa lebih mencintai
pembelajaran kimia fisika, sehingga asumsi
bahwa kimia fisika sulit dan hanya
berhubungan dengan rumus dapat dihilangkan.
Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian
Haryadi (2003) menyatakan bahwa
pembelajaran bervisi SETS dapat
meningkatkan prestasi, minat dan motivasi
belajar yang lebih tinggi dibandingkan
pembelajaran konvensional. Menurut
Indihartati (2008) dan Baiti (2010) bahwa
45
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
penerapan lembar kegiatan siswa
bervisi SETS terbukti dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar fisika siswa dari
pada siswa yang diajar dengan lembar kerja
konvensional.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pedoman kegiatan bervisi-
SETS mampu meningkatkan kinerja calon
guru (keterampilan menggunakan alat dan
bahan, keterampilan mengamati, keterampilan
menafsirkan pengamatan, keterampilan
menerapkan konsep) sebesar 20/37 menjadi
20/20.
Saran yang dapat diberikan pada
penelitian ini adalah: (1) Penggunaan pedoman
kegiatan bervisi-SETS sebaiknya diterapkan
pada praktikum kimia lain; (2) Pemilihan
materi praktikum bersifat aplikatif dan
menghubungkaitkan unsur SETS sehingga
lebih bermakna dan berdaya guna tinggi;
DAFTAR Pustaka
Baiti, I.F. 2010. “Implementasi Interactive
Compentesatory Model of
Learning Berpendekatan SETS
Materi Reaksi Redoks Kelas X
Untuk Meningkatkan Kreativitas
dan Prestasi Belajar Siswa”. Tesis.
Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang.
Binadja, A. 1999a. Hakekat dan Tujuan
Pendidikan SETS dalam Konteks
Kehidupan dan Pendidikan Yang
Ada. Makalah Seminar Lokakarya
pendidikan SETS. SEAMEO
RECSAM dan UNNES Semarang.
------------. 2002b. SETS (Science,
Environment, Technology, and
Society) dan Pembelajaran.
Semarang: PPS UNNES.
--------------. 2006c. Pedoman Praktis
Pengembangan Bahan Ajar
Pembelajaran Berdasar KBK
Bervisi dan Berpendekatan SETS.
Bahan Pembelajaran Penerbitan
Khusus Media MIPA UNNES.
Semarang: Laboratorium SETS
UNNES.
Haryadi. 2003. “Tingkat Perbedaan Minat
Minai Motivasi dan Prestasi
Belajar Mengenai Pembelajaran Fisika Pokok
Bahasan Optika Geometric
Berwawasan SETS dengan
Pembelajaran Konvensional”.
Tesis. Semarang: Program
Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang.
Indihartati, Sri. 2008. “Pengaruh Penerapan
Lembar Kegiatan Siswa Bervisi
SETS Pada Aktivitas Dan Hasil
Belajar Fisika Siswa Kelas X
SMA 2 Ungaran”. Tesis.
Universitas Negeri Semarang.
Johnstone dan A. Al-Shuaili, 2009. “Learning
in the laboratory; some thoughts
from the literature University
Chemistry Education”. The
Higher Education chemistry
journal of the Royal Society of
Chemistry. November 2001
Volume 5, Issue No 2 ISSN 1369-
5614 Pages 42 – 91.[Akses
tanggal 20 September 2012].
Spork, H. 1992. “Environmental education: A
mismatch between theory and
practice”. Australian Journal of
Environmental Education. 8: 147-
166.
[Akses tanggal 10 Desember
2012].
UNESCO-UNEP. 1995. Social development:
For the people and the
environment. Connect.
Winataputra dan Udin, S. 1993. Strategi
Belajar Mengajar IPA. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Yoruk, N. et al. 2009. “The effect of science,
technology, society and
environment (STSE) education on
students‟ career planning”.
Education Review. Di akses pada
tanggal 2 September 2012
46
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN)
BERVISI SETS POKOK BAHASAN
REAKSI REDOKS
Andari Puji Astuti1, Subiyanto
2, Ahmad Binadja
3
123Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Semarang
email: [email protected]
Abstrak
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh penggunaan pendekatan POE
pada pokok bahasan reaksi redoks bervisi SETS, terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1
Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan pendekatan POE
pada pokok bahasan reaksi redoks bervisi SETS, terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1
Salatiga. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1 Salatiga tahun
pelajaran 2008/2009. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-5 sebagai kelas eksperimen
dan kelas X-1 sebagai kelas kontrol. Teknik pemilihannya dengan cluster random sampling. Metode
yang digunakan dalam pengambilan data adalah dokumentasi dan tes. Hasil penelitian diperoleh rata-
rata hasil belajar kelas eksperimen 88, sedangkan kelas kontrol 81. Untuk aspek psikomotorik rata-
rata nilai siswa sebesar 96 dan afektif sebesar 85. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa penggunaan pendekatan POE bervisi SETS berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa.
Kata Kunci : Pendekatan POE, Visi SETS, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Tujuan pengajaran kimia ialah
memperoleh pemahaman yang tahan lama
perihal berbagai fakta, kemampuan mengenal
dan memecahkan masalah, mempunyai
keterampilan dalam menggunakan
laboratorium, serta mempunyai sikap ilmiah
yang dapat ditampilkan dalam kehidupan
sehari-hari (Sastrawijaya 1988:113). Semua
ini harus diperoleh dalam waktu yang terbatas,
dengan jumlah alat dan bahan yang tersedia,
dan tenaga pengajar yang terbatas jumlah serta
kemampuannya.
Pada dasarnya sama dengan ilmu
pengetahuan lain yang juga diberikan, kimia
dapat membantu siswa dalam menghadapi
kesulitan dan tantangan hidup yang semakin
kompleks. Kenyataan yang ada di lapangan
masih jauh dari yang diharapkan, kimia masih
dianggap sebagai salah satu mapel yang
menakutkan, sulit, kurang mudah dipelajari
dan dipahami oleh siswa serta tidak berguna
bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Redhana dalam Purwaningsih
(2005), hal ini dibuktikan dengan keadaan
dimana siswa ketika sudah tamat dari SMA,
kebanyakan dari mereka tidak dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari walaupun siswa
tersebut telah menyelesaikan pendidikan
SMAnya dengan nilai yang baik.
Keadaan ini diungkapkan Redhana,
tidak terlepas dari pembelajaran oleh guru
yang selama ini lebih banyak memberi
ceramah dan latihan mengerjakan soal-soal
dengan cepat tanpa memahami konsep secara
mendalam, karena guru dibebani target
kurikulum padat yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu. Keadaan ini
menyebabkan siswa kurang terlatih untuk
mengembangkan daya nalarnya untuk
mengaplikasikan konsep-konsep yang
dipelajarinya dalam memecahkan
permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari.
Para ahli pembelajaran telah
menyarankan penggunaan paradigma
pembelajaran konstruktivistik untuk
meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar. Kondisi belajar dimana siswa hanya
menerima materi dari pengajar, mencatat, dan
menghafalkannya harus diubah menjadi
berbagi pengetahuan, mencari (inkuiri),
menemukan pengetahuan secara aktif sehingga
terjadi peningkatan pemahaman (bukan
ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut,
pengajar dapat menggunakan pendekatan,
47
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
strategi, model, atau metode pembelajaran
inovatif.
Pendekatan pembelajaran POE
(Predict-Observe-Explain) merupakan suatu
cara mengolah materi IPA dengan rumusan
pertanyaan dari guru sehingga siswa
melakukan prediksi, melakukan
pengamatan/percobaan untuk menjawab
pertanyaan tersebut, kemudian menjelaskan
hasil pengamatan/percobaan terkait dengan
prediksi yang mereka buat sebelumnya.
Rustanto dalam Nawangsari (2005)
menyatakan pendekatan POE menantang
siswa untuk berpikir dan memberikan
kepuasan tertentu apabila prediksi siswa
ternyata sesuai dengan hasil pengamatan.
Penelitian dari Raminah (2008) menunjukkan
bahwa penggunaan pendekatan POE mampu
meningkatkan ketuntasan belajar secara
klasikal yaitu sebesar 89 % dengan rata- rata
nilai 74. SETS (Science, Environment,
Technology, Society) merupakan visi baru
dalam dunia pendidikan, dengan visi ini siswa
tidak hanya mengkaji suatu materi dari sisi
ilmu pengetahuan saja tetapi juga pengaruhnya
bagi lingkungan, kehidupan sosial manusia,
dan penerapannya dalam bidang teknologi.
Penggunaan SETS terbukti efektif dalam
pembelajaran, terbukti dari penelitian yang
dilakukan Ni‟mah (2004) di SMK N 3
Purworejo menunjukkan hasil belajar kimia
siswa kelompok eksperimen menggunakan
SETS mendapatkan rata-rata 8,23 sedangkan
kelas tanpa SETS 6,72. Penelitian lain yang
dilakukan Purwaningsih (2005) di SMA
Muhammadiyah 1 Semarang terjadi
peningkatan hasil belajar siswa yang
dibelajarkan dengan SETS dari rata-rata hasil
belajar 6,79 menjadi 7,07.
SMA Negeri 1 Salatiga merupakan
salah satu SMA di kota Salatiga yang telah
menerapkan KTSP dan merupakan salah satu
rintisan sekolah bertaraf internasional
memiliki input siswa yang baik. Pembelajaran
kimia, yang dilakukan selama ini masih
kurang memberi penekanan pada aspek
aplikasi, analisis, evaluasi dan sintesis yang
merupakan ciri dari kemampuan kritis-kreatif,
untuk itulah diperlukan adanya pendekatan
alternatif yang dapat digunakan di dalam dan
di luar kelas, memiliki daya tarik yang cukup
tinggi, sesuai dengan materi yang
disampaikan, dan mampu meningkatkan
kemampuan kritis-kreatif siswa. Berdasarkan
uraian tersebut, penulis berusaha memberikan
alternatif solusi dalam meningkatkan hasil
belajar siswa SMA N 1 Salatiga yaitu melalui
pendekatan POE.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis
quasi eksperimen. Waktu pelaksanaan
penelitian dilakukan pada bulan Maret- Mei
tahun 2009.
Populasi dalam penelitian adalah
seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Salatiga
tahun ajaran 2008/2009 yang berjumlah 362
siswa. Berikut ini adalah tabel jumlah populasi
kelas X SMA N 1 Salatiga.
Penentuan sampel dalam penelitian ini
dengan menggunakan teknik cluster random
sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah
kelas X-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas
X-1 sebagai kelas kontrol.
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan empat cara, yaitu metode dokumentasi
untuk mendapatkan data awal berupa nama
dan hasil ulangan semester, metode tes untuk
mendapatkan hasil belajar kognitif siswa,
metode observasi untuk mendapatkan data
nilai psikomotorik dan nilai afektif, dan
metode angket untuk mengetahui pendapat
siswa tentang pelaksanaan pembelajaran.
Instrumen dalam penelitian ini terdiri
atas silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran, lembar observasi afektif dan
psikomotorik, bahan ajar atau materi ajar,
lembar kerja siswa, soal post test yang
validitasnya didapatkan dari pakar (expert
validity), dan soal-soal post test validitas
didapatkan dari perhitungan setelah dilakukan
uji coba pada siswa kelas XII-IPA 4.
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah control group pre test-
post test design.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Tahap Awal
Analisis tahap awal digunakan data
nilai ujian akhir
semester. Analisis tahap awal
meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
Perhitungan hasil uji normalitas terangkum
pada tabel 2. Homogenitas diuji dengan uji
Bartlett. Perhitungan mendapatkan hasil
hitung = 12,8 dan χ2tabel = 16,92 untuk = 5
%, dan dk = 4-1 = 3. Karena
hitung < χ2tabel
maka dapat disimpulkan bahwa populasi
tersebut homogen dan pengambilan sampel
48
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
dapat dilakukan dengan teknik cluster random
sampling.
Hasil Analisis Tahap Akhir
Analisis tahap akhir berdasarkan pada
hasil belajar kimia siswa yang disajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Belajar Siswa
Kelas n Rata-Rata
Pretest Posttest
Eksperimen
(X-5)
37 29 88
Kontrol
(X-1)
38 46 82
Analisis tahap akhir meliputi uji normalitas,
uji kesamaan dua varians, uji hipotesis dan
analisis deskriptif data hasil belajar aspek
afektif dan psikomotorik. . Uji hipotesis
pendekatan POE bervisi SETS meliputi uji
perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan hasil
belajar, uji korelasi, dan uji koefisien
determinasi.
Hasil uji normalitas nilai pretest dan
posttest terangkum dalam tabel4. Karena
χ2hitung < χ
2tabel maka dapat disimpulkan bahwa
data tersebut berdistribusi normal.
Uji kesamaan 2 varians untuk nilai
pretest diperoleh Fhitung (1,65) < Ftabel (1,93),
sedangkan untuk nilai posttest diperoleh Fhitung
(1,65) < Ftabel (1,93) yang berarti bahwa kedua
kelompok mempunyai varians yang sama.
Uji perbedaan dua rata-rata untuk
nilai posttest diperoleh thitung (3,52) > ttabel
(1,99) yang berarti bahwa kelompok
eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest
dan Posttest
Kelompok Data
hitung
tabel
Eksperimen Pre test 4,93 7,81
Post test 6,00 7,81
Kontrol Pre test 4,78 7,81
Post test 6,64 7,81
Uji ketuntasan hasil belajar, pada
kelompok eksperimen diperoleh ketuntasan
sebesar 100% dengan rata-rata nilai adalah 88.
Ketuntasan kelas kontrol sebesar 92 % dengan
rata-rata nilai adalah 82.
Uji korelasi digunakan untuk
mengetahui adanya hubungan antara kegiatan
belajar menggunakan pendekatan POE bervisi
SETS dengan hasil belajar kimia siswa
menggunakan korelasi biseri. Perhitungan
yang dilakukan diperoleh harga br sebesar
0,54. Harga br tersebut secara umum agak
rendah, akan tetapi secara khusus hubungan
antara pendekatan POE bervisi SETS dengan
hasil belajar kimia redoks siswa belum dapat
ditentukan karena belum ada pembanding.
Harga koefisien determinasi adalah 100 r2 %,
harga br sebesar 0,54 sehingga harga
koefisien determinasi sebesar 29%.
Hasil belajar afektif diketahui dari
hasil observasi perilaku siswa ketika proses
pembelajaran berlangsung.
Nilai afektif siswa diperoleh dari
jumlah skor tiap aspek dibagi dengan skor
total. Pada kelas eksperimen, rata-rata nilai
afektif siswa mencapai 96, hasil ini termasuk
dalam kriteria sangat baik. Sedangkan pada
kelompok kontrol, rata-rata nilai afektif siswa
96 dan termasuk dalam kriteria sangat baik.
Hasil observasi aktivitas siswa
digunakan untuk mengetahui kemampuan
psikomotorik siswa.
Observasi dilakukan pada awal
pembelajaran. Pada kelas eksperimen, rata-rata
nilai psikomotorik siswa mencapai 94, hasil
ini termasuk dalam kriteria sangat baik.
Sedangkan pada kelompok kontrol, rata-rata
nilai psikomotorik siswa 95 dan termasuk
dalam kriteria sangat baik.
PEMBAHASAN
Berdasarkan masalah yang teridentifikasi
pada observasi awal peneliti berusaha untuk
mengetahui pengaruh pendekatan POE bervisi
SETS terhadap hasil belajar kimia siswa.
Dengan data nilai UAS digunakan uji
normalitas dan homogenitas. Karena populasi
berdistribusi normal dan homogen maka
teknik cluster random sampling dapat
dilakukan. Pemilihan kelas eksperimen yaitu
kelas X-5 memang murni dilakukan secara
random, namun untuk kelas kontrol, pemilihan
dilakukan atas rekomendasi guru pembimbing.
Hal ini dilakukan karena kelas X-1 adalah
salah satu kelas unggulan sehingga guru
merasa bahwa peneliti tidak akan terlalu
kesulitan menghadapi siswa dalam proses
penelitian.
Penelitian dilakukan sejak bulan
Maret hingga Mei 2009. Pelaksanaan
pembelajaran untuk kelas ekperimen maupun
kontrol dilakukan sebanyak 13 kali pertemuan.
Pre test dilakukan pada pertemuan pertama
49
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
baik untuk kelas ekperimen maupun kelas
kontrol. Pertemuan kedua, siswa kelas
eksperimen melakukan praktikum reaksi
redoks pencoklatan pada buah dan makanan
kadaluarsa, sedangkan kelas kontrol
melakukan praktikum pencoklatan pada buah.
Pembelajaran di kelas eksperimen
menggunakan pendekatan POE bervisi SETS
sedangkan pembelajaran di kelas kontrol
menggunakan pendekatan konvensional
bervisi SETS.
Secara ringkas penerapan pendekatan
POE pada materi reaksi redoks bervisi SETS
dilaksanakan melalui tiga tahap sebagai
berikut:
1. Membuat prediksi (predict)
Untuk kegiatan praktikum siswa
dihadapkan pada kasus perubahan warna pada
apel yang telah dikupas lalu diminta untuk
memprediksi apa yang akan terjadi jika
dilakukan perubahan terhadap situasi
tersebut(misal terhadap apel yang telah telah
dikupas kulitnya lalu dibiarkan diudara
terbuka, dengan apel yang telah direndam
dalam larutan garam dan apel yang telah
direndam didalam larutan vitamin C). Selain
itu siswa juga diminta untuk mengamati reaksi
redoks yang terjadi pada makanan kemasan
yang telah kadaluarsa. Siswa hendaknya
merasa mampu dan didorong untuk
mengambil resiko dalam membuat
prediksinya, jawaban benar atau salah tidak
lagi relevan. Hasil prediksi ditulis di lembar
kerja praktikum yang sudah disediakan.
Penerapan pembelajaran dengan
pendekatan POE di kelas dengan sub topik
konsep redoks, bilangan oksidasi dan tatanama
senyawa menurut IUPAC siswa dalam
kelompok-kelompok kecil diberi lembar kerja
POE (predict-observe-explain) materi reaksi
redoks bervisi SETS yang berisi soal-soal
cerita dan juga latihan soal mandiri berkaitan
dengan materi yang telah disampaikan dan
juga tentang masalah yang ada di lingkungan
siswa lalu siswa diminta untuk berdiskusi
menentukan prediksi mengenai reaksi apa
yang berkaitan dengan soal tersebut.
Sedangkan untuk sub topik aplikasi reaksi
redoks dalam kehidupan sehari-hari siswa
diberi lembar diskusi POE bervisi SETS untuk
berdiskusi menentukan permasalahan yang ada
di lingkungan mereka sesuai dengan konsep
sains yang telah mereka pelajari yang
selanjutnya mereka rangkum prediksi yang
dihasilkan selama diskusi tersebut dalam
bentuk makalah kelompok.
2. Melakukan pengamatan (observe)
Setelah siswa melakukan prediksi,
kemudian siswa diminta untuk mengamati
secara seksama proses dan hasil perubahan itu.
Kegiatan pengamatan dapat dilakukan
terhadap kegiatan demonstrasi ataupun
praktikum sedangkan untuk sub topik konsep
redoks, bilangan oksidasi dan tata nama
senyawa pada tahap ini siswa diminta untuk
mengamati secara cermat permasalahan yang
ada lalu siswa diminta melihat kembali
prediksi awal mereka, mengamati dan
memahami konsep sains yang telah diterima
dan fakta yang ada di lapangan serta
kemungkinan adanya dampak yang timbul dari
permasalahan yang ada dalam kehidupan
siswa dalam kelompok mereka. Hasil
pengamatan kemudian ditulis di lembar kerja
yang sudah disediakan.
3. Membuat penjelasan (explain)
Pada tahap ini siswa menyesuaikan
prediksi dan pengamatan mereka. Kemudian
siswa diminta menuliskan jawaban atau
simpulan yang sebenarnya dalam lembar kerja
siswa. Pada tahap ini juga siswa diharapkan
dapat mencari solusi terhadap masalah-
masalah yang timbul dari persoalan-persoalan
yang ada dalam kehidupan mereka.
Selain itu siswa juga diminta untuk
menyebutkan dan menjelaskan perbedaan-
perbedaan antara hasil yang mereka harapkan
dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Tugas
guru selanjutnya adalah memberikan
penjelasan kepada siswa untuk menyamakan
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
sains yang mungkin berbeda dengan apa yang
mereka harapkan. Ketika pemahaman siswa
telah didapat, lalu guru dapat mulai
memberikan siswa latihan soal untuk
meningkatkan keterampilan mereka pada
aspek kognitif.
Pembelajaran baik di kelas
eksperimen maupun di kelas kontrol
menggunakan lembar kerja siswa bervisi
SETS berisi masalah-masalah yang
mengaitkan konsep materi dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus
pembelajaran diselesaikan siswa melalui kerja
kelompok sehingga dapat memberi
pengalaman-pengalaman belajar yang
beragam pada siswa seperti kerjasama dan
interaksi dalam kelompok, disamping
50
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
pengalaman belajar yang berhubungan dengan
pemecahan masalah seperti membuat
hipotesis, merancang percobaan, melakukan
penyelidikan, mengumpulkan data,
menginterpretasikan data, membuat
kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi,
dan membuat laporan. Hasil LKS didiskusikan
tiap dua minggu sekali untuk dievaluasi siswa
dan guru.
Bedanya untuk siswa di kelas
eksperimen langsung berinteraksi dengan
bahan sedangkan siswa di kelas kontrol hanya
diberikan lembar diskusi. Diskusi kelas baik
kelas eksperimen maupun kontrol dilakukan
tiga jam pertemuan.
Presentasi LKS baik dikelas
eksperimen maupun di kelas kontrol dilakukan
pada pertemuan terakhir sebelum post test
karena waktu yang tidak memungkinkan.
Kelas kontrol diberikan pengajaran
menyesuaikan kelas yang lain yaitu
pengajaran konvensional diselingi tanya jawab
dan diskusi kecil dengan menggunakan LKS
reaksi redoks bervisi SETS, dengan jumlah
alokasi waktu sama dengan kelas eksperimen.
Post test dilakukan pada pertemuan ketiga
belas.
Selama proses pembelajaran, siswa
diberi kesempatan untuk memperhatikan
daftar bahan kimia yang ada dalam makanan
yang mereka konsumsi. Siswa diminta
membawa pembungkus makanan yang telah
mereka makan. Hal ini menarik karena dengan
ini, guru dapat memantau pola makan siswa
sekaligus memberi informasi tentang apa yang
baik dan buruk mengenai kimia makanan.
Pada awalnya siswa memang terlihat tidak
terbiasa, tetapi kemudian siswa menjadi
tertarik dengan pembelajaran kimia.
Ketertarikan mereka muncul karena ternyata
kimia berkaitan juga dengan kehidupan
mereka. Pada akhirnya siswa menjadi antusias
dengan pembelajaran yang ada.
Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan
data hasil belajar kognitif siswa kelompok
eksperimen dan kontrol yang selanjutnya
digunakan dalam analisis data. Analisis data
tahap akhir menunjukkan bahwa kedua
kelompok memiliki distribusi normal. Selain
itu, uji perbedaan dua rata-rata data hasil post
test kelompok eksperimen dan kontrol
dilakukan untuk melihat kelompok eksperimen
lebih baik daripada kontrol. Hasilnya
diperoleh 1,99)()52,3( )221)(1( nnhitung tt ,
maka dapat disimpulkan bahwa kelompok
eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol.
Pengujian selanjutnya adalah
menjawab hipotesis dengan uji korelasi
biserial untuk mengetahui adanya pengaruh
variabel, dalam penelitian ini yaitu pengaruh
pendekatan POE pada pokok bahasan reaksi
redoks bervisi SETS terhadap hasil belajar
siswa SMA Negeri 1 Salatiga. Setelah
dianalisis, diperoleh hasil besarnya koefisien
korelasi biserial adalah 0,54 yang jika
diinterpretasikan ke dalam koefisien korelasi
menunjukkan adanya hubungan yang agak
rendah. Untuk mengetahui pengaruh ini
signifikan atau tidak, dilakukan uji signifikansi
dengan menggunakan uji t. Hasil perhitungan
diperoleh nilai thitung(3,52)> ttabel(1,99), yang
berarti bahwa pendekatan POE bervisi SETS
pada pokok bahasan reaksi redoks
mempengaruhi hasil belajar siswa.
Hasil perhitungan koefisien
determinasi menunjukkan harga 29%, hal ini
berarti pendekatan POE bervisi SETS pada
pokok bahasan reaksi redoks dapat
menjelaskan 29% hasil belajar yang diperoleh
siswa, sedangkan 71% dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini,
karena dalam pembelajaran banyak faktor
yang mempengaruhi hasil belajar antara lain
materi, tujuan pembelajaran, metode
pembelajaran, serta sarana dan prasarana. Hal
ini berarti 71% hasil belajar dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain tersebut. Persentase
ketuntasan belajar siswa pada kelompok
eksperimen secara klasikal sebesar 100%
dengan nilai rata-rata 88, sedangkan pada
kelompok kontrol sebesar 92% dengan nilai
rata- rata 82. Pencapaian ketuntasan minimal
yang ditetapkan sekolah terjadi di kedua kelas.
Siswa di kelas kontrol yang tidak tuntas
dikarenakan beberapa hal. Faktor kesehatan
dan minat siswa menjadi penyebabnya. Kelas
eksperimen mencapai ketuntasan 100%
sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan
POE bervisi SETS pada pokok bahasan reaksi
redoks efektif digunakan sehingga mampu
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang ditetapkan oleh sekolah. Jika
nilai normalized gain <g> dihitung, diperoleh
N-gain kelompok eksperimen sebesar 0,84,
sedangkan kelompok kontrol sebesar 0,66.
Kelompok eksperimen mengalami
peningkatan dengan kriteria tinggi sedangkan
kelompok kontrol mengalami peningkatan
sedang.
51
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa penerapan pendekatan
POE bervisi SETS pada pokok bahasan reaksi
redoks mempengaruhi hasil belajar. Peneliti
berusaha maksimal, namun hasil yang
didapatkan masih belum memuaskan.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam
penelitian ini adalah :
(1) Waktu,
Penelitian dilakukan bersamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh guru
kimia di sekolah tersebut. Peneliti tentang
reaksi redoks, sedangkan guru pembimbing
meneliti hidrokarbon. Alokasi waktu
pembelajaran kimia untuk siswa kelas X
adalah 3 jam per minggunya, karena waktu
penelitian yang bersamaan maka peneliti
hanya mendapat alokasi waktu 1 jam dalam
satu minggu. Kendala yang ada adalah diskusi
kelas tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Solusi permasalahan ini adalah siswa diberi
topik diskusi untuk dikerjakan diluar jam
pelajaran, sehingga siswa justru diberi
keleluasaan untuk bekerja. Hasilnya kemudian
dilaporkan pada pertemuan berikutnya.
(2) Instrumen,
Peneliti menyadari bahwa instrumen
yang dikembangkan belum sempurna sehingga
belum dapat membedakan dengan baik antara
kelas eksperimen yang diajar dengan LKS
POE bervisi SETS dengan kelas kontrol yang
hanya menggunakan LKS bervisi SETS.
Solusi mengatasi permasalahan ini adalah
penyiapan materi POE dan SETS yang lebih
atraktif dan menarik. Persiapan bahan maupun
alat yang akan digunakan dalam diskusi kelas,
serta penyampaian pertanyaan yang berkaitan
seputar kehidupan siswa dengan cara yang
berbeda pun dapat mengurangi kekurangan
dari LKS yang digunakan oleh peneliti.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
faktor internal dan faktor eksternal atau faktor
lingkungan. Faktor internal yang berupa
kemampuan, motivasi, minat, sikap,
ketekunan, sosial ekonomi, fisik, dan psikis.
Faktor lingkungan yang cukup berpengaruh
yaitu kemampuan guru, besar kelas, suasana
kelas, dan sarana pendukung. Selain itu guru
juga harus mempunyai persiapan yang lebih
untuk dapat menyampaikan pendekatan ini
dengan sempurna, karena jawaban siswa akan
sangat beragam dan membutuhkan referensi
yang cukup kuat untuk dapat membangun
suasana kelas yang aktif.
Walaupun pendekatan POE bervisi
SETS memiliki kelemahan, tetapi setidaknya
dengan pendekatan ini siswa sudah dibawa
untuk memiliki minat dan kepedulian yang
lebih kepada lingkungannya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran menggunakan
pendekatan POE bervisi SETS pada pokok
bahasan reaksi redoks memiliki pengaruh
positif pada hasil belajar kimia siswa yang
ditunjukkan dengan:
1. Pada hasil belajar kognitif koefisien
korelasi ( br ) yang didapatkan sebesar 0,54
dengan kontribusi sebesar 29% sedangkan
sisanya sebesar 71% dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
2. Pada hasil belajar afektif didapatkan nilai
rata-rata kelas eksperimen sebesar 85
dengan kategori sangat baik.
3. Pada hasil belajar psikomotorik didapatkan
nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 96
dengan kategori sangat baik.
SARAN
1. Pendekatan POE bervisi SETS sebaiknya
juga diterapkan pada pokok bahasan kimia
lainnya.
2. Diperlukan adanya bahan ajar bervisi SETS
yang lebih baik untuk menunjang
pembelajaran kimia.
3. Perbanyak Praktikum kimia bervisi SETS
dengan menggunakan alat dan bahan yang
ada dalam kehidupan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Binadja, Achmad. 2005. Pedoman
Pengembangan Silabus Pembelajaran
Berdasar Kurikulum 2004 Bervisi dan
Berpendekatan SETS (Science,
Environment, Technology, Society)
atau (Sains, Lingkungan, Teknologi,
dan Sosial). Semarang: Laboratorium
SETS Unnes Semarang.
52
VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013
Jurnal Pendidikan Sains
Universitas Muhammadiyah Semarang
Ni‟mah, Tamamun. 2004. Studi Komparasi
Prestasi Belajar IPA Sub topik Zat
Aditif Makanan Antara Siawa yang
diberi Pelajaran Berwawasan SETS
dan Siswa yang diberi Pelajaran
Berwawasan Non-SETS pada Siswa
Kelas II Semester 4 Jurusan Tata Boga
SMK N 3 Purworejo Tahun Pelajaran
2002/2003. Skripsi. FMIPA UNNES
Nawangsari, Okky Ratry. 2005. Peningkatan
Motivasi dan Hasil Belajar Kimia
Pada Pokok Bahasan Koloid
Menggunakan Metode Pembelajaran
Probex (Predict-Observe-Explain)
Pada Siswa Kelas II SMA N 2
Pekalongan Tahun Ajaran 2004/2005.
Skripsi.FMIPA UNNES.
Purwaningsih, Asih. 2005. Pembelajaran
Kimia Berpendekatan Sets Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Dan Kreatif Siswa Kelas X
SMA Muhammadiyah 1 Semarang
Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi.
FMIPA UNNES.
Raminah. 2008. Peningkatan Hasil Belajar
Kimia Siswa Kelas XI SMAN 3
Pemalang dengan Metode
Pembelajaran Probex (Predict-
Observe-Explain) melalui Umpan
Balik Kuis. Skripsi. FMIPA
UNNES.Sastrawijaya, Tresna. 1988.
Proses Belajar Mengajar Kimia
Mengajar Kimia. Dirjen Dikti: Jakarta.