PENGEMBANGAN PROGRAM PELATIHAN EMOTIONAL
LITERACY PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 10
SALATIGA
ARTIKEL SKRIPSI
Oleh
Adelita Rifani
132012010
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PENDAHULUAN
Melek secara emosional, anak-
anak akan memiliki ketahanan yang
lebih besar untuk masalah emosi.
Sekolah memiliki peran penting
dalam pengembangan kompetensi
emosional ini bersama orang tua dan
anak yang lebih luas di jaringan
sosial (Yayasan Kesehatan Mental,
1999). Emotional literacy dapat
membantu sekolah menolong anak-
anak dalam berbagai cara.
Mengembangkan penyelesaian
masalah, berpikir dan ketrampilan
sosial dapat meningkatkan
kepercayaan diri, motivasi dan
kinerja akademis dan mengurangi
masalah perilaku. Pentingnya
emotional literacy dalam konteks
pendidikan yaitu sebagai
pengetahuan untuk memahami emosi
yang dimiliki seseorang dan diri
sendiri.
Emotional literacy adalah bagian
dari kunci menjadi orang yang cakap
dan kompeten dalam bersosial. Dari
hasil wawancara dan konsultasi
dengan guru pembimbing SMPN 10
Salatiga menyatakan bahwa
emotional literacy merupakan istilah
baru dan hal baru untuk peserta didik
di SMPN 10 Salatiga. Sehingga
belum adanya media layanan yang
berkaitan dengan emotional iteracy
di SMPN 10 Salatiga. Berdasarkan
permasalahan-permasalahan tersebut
mendorong peneliti untuk
mengembangkan suatu program
pelatihan emotional literacy sebagai
panduan bagi guru BK dalam
memberikan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengembangkan suatu
program pelatihan emotional literacy
yang berguna, layak dan tepat pada
siswa di SMPN 10 Salatiga.
LANDASAN TEORI
Emotional literacy (literasi
emosional) adalah istilah kunci yang
akan digunakan dalam hal ini. Istilah
emotional literacy disebut juga
dengan “melek emosional”. Literasi
emosional dapat juga diartikan
sebagai terampil emosional
(Katherine Weare, 2004).
Definisi literasi emosional
menurut Katherine Weare (2004)
yaitu sebagai kemampuan untuk
memahami diri sendiri dan orang
lain, dan khususnya untuk
menyadari, memahami, dan
menggunakan informasi tentang
keadaan emosional dari diri kita
sendiri dan orang lain dengan
kompetensi yang mencakup
kemampuan untuk memahami,
mengekspresikan dan mengelola
emosi kita sendiri, dan menanggapi
emosi orang lain, dengan cara yang
bermanfaat untuk diri kita sendiri
dan orang lain.
Kompetensi Apa yang termasuk
dalam Melek Emosional atau
Literasi Emosi?
Untuk memperjelas apa yang
dimaksudkan dengan literasi
emosional pada individu, selanjutnya
akan menguraikan beberapa
kompetensi yang termasuk dalam
literasi emosional. (Hal 3-4
Developing Emotionally Literate
School by Katherine Weare, 2004)
yaitu :
a) Pemahaman Diri (Self-
understanding) yaitu:
1) Memiliki pandangan yang akurat
dan positif dari diri kita sendiri
2) Memiliki rasa optimisme tentang
dunia dan diri kita sendiri
3) Memiliki kisah hidup yang
koheren dan berkelanjutan
b) Memahami dan Mengelola
Emosi (Understanding and
Managing emotions) yaitu:
1) Mengalami berbagai macam
emosi
2) Memahami penyebab emosi kita
3) Mengekspresikan emosi Anda
dengan tepat
4) Mengelola respons kita terhadap
emosi kita secara efektif, misalnya
mengelola kemarahan kita
5) Mengetahui bagaimana untuk
merasa lebih baik
6) Menggunakan informasi tentang
emosi untuk merencanakan dan
memecahkan masalah
7) Ketahanan, pengolahan dan
memantulkan kembali dari
pengalaman sulit
c) Memahami Situasi Sosial dan
Menjalin Hubungan
(Understanding social situations
and Making relationships) yaitu:
1) Membentuk lampiran ke orang
lain
2) Mengalami empati untuk orang
lain
3) Berkomunikasi dan merespon
secara efektif kepada orang lain
4) Mengelola hubungan kita secara
efektif
5) Menjadi otonom: independen dan
mandiri
Kunci kompetensi literasi
emosional di atas kaitannya dengan
penelitian ini adalah sebagai
indikator pengembangan program
pelatihan emotional literacy.
METODE PENGEMBANGAN
Model Pengembangan
Model pengembangan dalam
penelitian ini mengadaptasi prosedur
dari model Borg & Gall (1983) yang
menyatakan bahwa prosedur
penelitian pengembangan terdiri atas
dua tujuan utama, yaitu: 1)
mengembangkan produk; 2) menguji
keefektifan produk dalam mencapai
tujuan.
Tujuan pertama disebut sebagai
fungsi pengembangan, sedangkan
tujuan kedua disebut sebagai fungsi
validasi. Proses pengembangan
biasanya berhenti sampai pada tahap
dihasilkan suatu produk melalui uji
coba terbatas, agar dapat
dipergunakan secara luas maka
produk perlu divalidasi. Langkah
validasi dimaksudkan untuk
mengurangi ketidakpastian. Ada
sepuluh langkah dalam penelitian
pengembangan menurut Borg & Gall
(1983), yaitu:
1) Melakukan penelitian dan
pengumpulan informasi.
2) Melakukan perencanaan.
3) Mengembangkan bentuk produk
awal.
4) Melakukan uji lapangan
permulaan.
5) Melakukan revisi terhadap produk
utama.
6) Melakukan uji lapangan utama.
7) Melakukan revisi terhadap produk
operasional.
8) Melakukan uji coba lapangan
operasional.
9) Melakukan revisi terhadap produk
akhir.
10) Mendesiminasikan dan
mengimplementasikan produk.
Adapun pengembangan produk
yang dilaksanakan oleh peneliti
hanya sampai pada tahap revisi
terhadap produk utama, yaitu berupa
program pelatihan emotional literacy
yang berdasarkan masukan, kritik
dan saran oleh uji ahli dan uji
lapangan kelompok kecil oleh
pengguna (guru BK). Sehingga tidak
sampai pada tahap melakukan uji
lapangan utama, melakukan revisi
terhadap produk operasional,
melakukan uji coba lapangan
operasional, melakukan revisi
terhadap produk akhir, dikarenakan
keterbatasan waktu dalam penelitian
pengembangan ini. Dan untuk tahap
diseminasi dan implementasi produk
dapat dilakukan penelitian lanjutan.
Dengan demikian, prosedur utama
dalam penelitian pengembangan ini
terdiri atas lima langkah, yaitu: 1)
Melakukan penelitian dan
pengumpulan informasi, 2)
Melakukan perencanaan, 3)
Mengembangkan bentuk produk
awal, 4) Melakukan uji lapangan
permulaan, 5) Melakukan revisi
terhadap produk utama.
HASIL PENELITIAN
1) Hasil melakukan penelitian dan
pengumpulan informasi.
Kegiatan pra pengembangan
mencakup dua hal yaitu need
assement dan mengembangkan
produk awal. Need assement
bertujuan untuk mengumpulkan
informasi tentang perlu tidaknya
program pelatihan emotional
literacy. Hasil wawancara dan
konsultasi dengan guru pembimbing
SMPN 10 Salatiga menyatakan
bahwa kegiatan tersebut sangat perlu
dan bermanfaat bagi peserta didik.
Selain itu program pelatihan ini
sangat tepat untuk dilaksanakan pada
masa kini, karena dari program
pemerintah kota salatiga sendiri telah
dicanangkan sekolah literasi pada 02
Mei 2016. Saat ini literasi yang
sedang berkembang yaitu literasi
membaca dan menulis. Sehingga
literasi emosional juga perlu untuk
dikembangkan.
2) Hasil melakukan perencanaan
Menyusun Alat Evaluasi
Untuk mengetahui akseptabilitasi
dan keefektifan model pelatihan ini
maka perlu dilakukan evaluasi. Oleh
karena itu perlu disusun alat evaluasi
yang sesuai. Alat evaluasi yang
dibuat dalam pelatihan ini terdiri
dari: 1. skala penilaian akseptabilitasi
untuk ahli, digunakan untuk menilai
isi dan prosedur pelaksanaan yang
meliputi tiga aspek yakni: aspek
kegunaan, kelayakan, dan ketepatan.
2. skala penilaian akseptabilitasi
untuk guru pembimbing/konselor,
format yang berisi penilaian terhadap
penguasaan guru pembimbing/
konselor terhadap program pelatihan
emotional literacy serta menilai isi
dan prosedur program pelatihan
meliputi aspek: kegunaan, kelayakan,
dan ketepatan
Kedua alat evaluasi diatas
bertujuan untuk mengetahui tingkat
kegunaan, kelayakan, dan ketepatan
program pelatihan emotional literacy
pada peserta didik sekolah menengah
pertama.
3) Hasil mengembangkan bentuk
produk awal
Program yang dihasilkan dalam
penelitian ini terdiri dari: 1) Buku
panduan konselor/guru pembimbing,
2) Buku panduan siswa.
1. Buku panduan pelatihan
Emotional Literacy untuk
Konselor/Guru Pembimbing
Buku panduan pelatihan
emotional literacy untuk
konselor/guru pembimbing dalam
pengembangan ini terdiri atas
beberapa bagian antara lain: 1)
Pendahuluan, 2) Petunjuk umum, 3)
Prosedur pelatihan, 4) Lembar
refleksi. Buku panduan pelatihan
Emotional Literacy untuk Siswa /
Peserta Didik
Buku panduan pelatihan
Emotional Literacy untuk
siswa/peserta didik dalam
pengembangan ini meliputi :
1) Prosedur pelatihan. 2) Lembar
refleksi.
4) Hasil melakukan uji lapangan
permulaan
Data hasil uji ahli berupa data
kuantitatif didapatkan dari hasil
pengisian skala penilaian
akseptabilitas program pelatihan
emotional literacy. Instrumen ini
berguna untuk memperoleh
informasi tentang akseptabilitas
program secara teoritis yang dilihat
dari aspek kegunaan, kelayakan, dan
ketepatan.
5) Hasil melakukan revisi terhadap
produk utama
Revisi produk utama dilakukan
selaras dengan saran dan masukan
dari uji ahli I dan II serta uji
lapangan kelompok kecil oleh
pengguna (guru BK) ahli I dan II
sebagai berikut :
1) Pelatihan ini lebih cenderung
berbentuk modul bukan buku.
Dikarenakan prosedur
pelatihannya berupa langkah-
langkah pelatihan, sedangkan
kalau buku itu berisi materi-
materinya saja.
2) Dalam aspek kegunaan perlu
dibedakan antara kelengkapan
materi untuk guru dan untuk
siswa. Catatan disini, materi untuk
siswa terlalu banyak informasi
dan sebaiknya modul untuk siswa
hanya berisi materi dan
pelatihannya saja tidak perlu
dengan kompetensi dasar.
3) Dalam aspek ketepatan yaitu
penggunaan bahasa disesuaikan
dengan tata bahasa indonesia.
4) Mengenai judul pelatihan
sebaiknya diganti dengan :
a. Judul awal : Buku Panduan
Program Emotional Literacy
untuk Konselor Sekolah
Menengah Pertama.
b. Judul yang disarankan ahli I :
Modul Pelatihan emotional
Literacy Sekolah Menengah
Pertama (Konselor) dan Modul
Pelatihan emotional Literacy
Sekolah Menengah Pertama
(Siswa).
5) Produk ini lebih cenderung berupa
panduan bukan buku.
6) Gambar dibuat berwarna.
7) Tampilan cover diperbaiki.
a. Cover awal : Judul, Gambar
Emotional Literacy, Keterangan
pengguna dan Keterangan
Pengarang.
b. Cover yang disarankan ahli II :
Judul, Gambar yang menarik,
Keterangan pengguna, Keterangan
Pengarang, Logo UKSW, Nama
Progdi.
8) Judul direvisi.
a. Judul awal : Buku Panduan
Program Emotional Literacy
untuk Konselor Sekolah
Menengah Pertama dan Buku
Panduan Program Emotional
Literacy untuk Siswa Sekolah
Menengah Pertama.
b. Judul yang disarankan ahli II :
Panduan Pelatihan Emotional
Literacy untuk meningkatkan
Kemampuan Komunikasi
Antarpribadi (untuk Konselor)
Sekolah Menengah Pertama dan
Panduan Pelatihan Emotional
Literacy untuk meningkatkan
Kemampuan Komunikasi Antar
pribadi (untuk Siswa) Sekolah
Menengah Pertama.
9) Dilihat dari aspek kegunaan,
kelayakan dan ketepatan program
pelatihan ini layak, tepat dan
beguna. Karena dari program
pemerintah juga telah
dicanangkan bahwa kota salatiga
sebagai kota literasi. Untuk itu
program pelatihan ini tepat
digunakan dalam masa kini untuk
memperkaya literasi.
10) Emotional Literacy
merupakan istilah yang baru, jadi
untuk itu sangat perlu sekali untuk
diperkenalkan kepada peserta
didik.
11) Dari kedua saran judul oleh
ahli, peneliti menyimpulkan
dengan mengganti judul buku
panduan menjadi : Panduan
Pelatihan Emotional Literacy
Sekolah Menengah Pertama bagi
konselor/guru pembimbing dan
Panduan Pelatihan Emotional
Literacy Sekolah Menengah
Pertama bagi siswa
PEMBAHASAN
Penelitian pengembangan ini
dimaksudkan untuk menghasilkan
program pelatihan emotional literacy
bagi siswa SMPN 10 Salatiga.
PENUTUP
Penelitian pengembangan ini
mengadaptasi prosedur dari model
Borg & Gall (1983). Yang
melakukan lima langkah prosedur
pengembangan yaitu : 1) Melakukan
penelitian dan pengumpulan
informasi, 2) Melakukan
perencanaan, 3) Mengembangkan
bentuk produk awal, 4) Melakukan
uji lapangan permulaan, 5)
Melakukan revisi terhadap produk
utama.
Dari hasil analisis uji ahli dan
pengguna (guru BK) tentang
kegunaan program pelatihan dapat
disimpulkan bahwa program
pelatihan sangat berguna dan
bermanfaat untuk siswa SMPN 10
Salatiga. Dari segi kelayakan ahli
dan pengguna (guru BK) sepakat
bahwa program pelatihan emotional
literacy yang dikembangkan mudah
(praktis), efisien dalam segi tenaga,
waktu dan biaya. Dari segi ketepatan
maka program pelatihan emotional
literacy tepat untuk dilatihkan
kepada siswa SMPN 10 Salatiga,
begitu juga dengan ketepatan
rumusan dan prosedur pelatihan.
Saran
Bagian ini terdiri atas tiga bagian,
bagian pertama merupakan saran
untuk penerapan pengembangan
program pelatihan emotional literacy
untuk siswa SMP. Bagian kedua
berisi saran untuk peneliti
selanjutnya.
Saran untuk Pengguna
Dari hasil penilaian ahli dan
penilaian lapangan, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya pelaksanaan program
pelatihan emotional literacy yaitu:
a) Agar pelaksanaan program
pelatihan emotional literacy dapat
terlaksana sesuai dengan yang
dirancang dalam program
pelatihan emotional literacy,
seorang guru
pembimbing/konselor perlu
mempelajari secara sungguh-
sungguh prosedur dan petunjuk
pelaksanaannya.
b) Menggunakan managemen waktu
sebaik-baiknya sesuai rancangan
dalam buku panduan program
pelatihan emotional literacy
sehingga alokasi waktu yang telah
ditentukan akan efisien.
c) Ketersediaan permainan dalam
buku panduan dalam program
pelatihan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan waktu
yang tersedia.
Saran untuk Penelitian Lanjutan
a) Program pelatihan ini banyak diisi
dengan diskusi kelompok dan
permainan. Jadi peneliti
menyarankan untuk memperkaya
teknik-teknik agar lebih variatif
digunakan dalam program
pelatihan ini.
b) Program pelatihan ini di
khususnya untuk jenjang sekolah
menengah pertama. Diharapkan
peneliti selanjutnya dapat
mengembangkan program
pelatihan ini agar dapat di
aplikasikan untuk jenjang yang
lebih atas dengan kemasan yang
lebih praktis.
Saran untuk Program Studi
Bimbingan dan Konseling
Terus menciptakan program-
program pelatihan yang berkaitan
dengan bimbingan dan konseling
agar media pembelajarannya
semakin variatif, kreatif serta
bermanfaat dan dapat diaplikasikan
di kalangan pendidikan maupun non-
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Borg. Walter R. 1983. Educational
Research and Development.
Longman Inc. New York and
London.
Departemen Pendidikan Nasional.
2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Ditjen PMPTK Depdiknas. 2007.
Penataan Pendidikan Profesi
Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan
Formal. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Killick, Steve. 2006. Emotional
Literacy at the Heart of the
School Ethos. Paul Chapman
Publishing.
Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi
Antar Pribadi. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Mutiara, Novetree Z. 2010.
Pengembangan Model Pelatihan
Pikiran Merespek (Respectful Mind)
bagi siswa SMK. Tesis tidak
diterbitkan. Universitas Negeri
Malang.
Nurvita, Desika Nanda. 2015.
Perbandingan Keterampilan
Mengelola Marah Siswa SMP
yang Diintervensi dengan
Strategi Emotional Literacy
dan Focus Group Discussion.
Tesis. (Online), (http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/-
disertasi/article/view/45879,
diakses pada 19 Maret 2016).
Rahmawati, Anayanti. 2016. Studi
Literatur Literasi Emosi.pdf.
(Online) (diakses pada 02
Mei 2016).
Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi
Komunikasi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Ripley, Kate & Elspeth Simpson.
2007. First steps to emotional
literacy. Routlege: London
and New York.
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar
Pribadi. Semarang: UNNES
Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: CV.
Alfabeta.
Supratiknya, A. 1995. Komunikasi
Antar Pribadi Tinjauan
Psikologis. Yogyakarta:
Kanisus.
Syahril. 2011. Pengembangan
Panduan Pelatihan Emotional
literacy untuk Siswa SMP.
Abstrak. (Online),
(http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/dis
ertasi/article/view/16336,
diakses pada 10 Februari
2016).
Weare, Katherine. 2004. Developing
the Emotional literate School. Paul
Chapman Publishing.
Winkel. 2004. Bimbingan dan
Konseling di Institusi
Pendidikan. Jakarta:
Gramedia.