LAPORAN
PENGKAJIAN POTENSI HIJAUAN PAKAN
DAN DAYA DUKUNG TERNAK
KABUPATEN SUMBAWA
KERJASAMA
DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN SUMBAWA
DENGAN
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM
2017
Pengkajian Potensi Hijauan Pakan Dan Daya Dukung Ternak
Kabupaten Sumbawa
Tim Penyusun
Prof. Ir. H. Yusuf Akhyar Sutaryono, Ph.D
Prof. Ir. Dahlanuddin, M.Rur.Sc., Ph.D
Dr. Ir. H. Syamsul Hidayat Dilaga, MS
Dr. Ir. Imran, M.Si
Dr. Ir. H. Hermansyah, M.Si
Ir. Sofyan D. Hasan, MP
Kerjasama
Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Sumbawa
dengan
Konsorsium Riset Ruminansia Besar (KRRB)
Fakultas Peternakan Universitas Mataram
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Laporan Akhir Pengkajian Potensi
Hijauan Pakan dan Daya Dukung Ternak di Kabupaten Sumbawa dapat
terselesaikan sesuai dengan rencana. Laporan ini merupakan pertanggung-
jawaban Tim Peneliti Fakultas Peternakan Universitas Mataram sebagai pihak
pelaksana kegiatan sesuai kesepakatan bersama dengan Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kabupaten Sumbawa.
Dengan telah selesainya laporan ini, tim menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Pemerintah Kabupaten Sumbawa c.q. Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kabupaten Sumbawa yang telah memberikan kepercayaan kepada
Tim Peneliti Fakultas Peternakan Universitas Mataram untuk melaksanakan
kegiatan ini,
2. Pihak lain yang tidak dapat disebut namanya satu persatu yang telah
membantu secara teknis mulai dari pengumpulan data sampai penyelesaian
laporan.
Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi
pengembangan peternakan di Kabupaten Sumbawa.
Mataram, 19 Desember 2017
Tim Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………........... i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… ii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………. v
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………...... 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………. 1
B. Maksud dan Tujuan………………………………………………... 3
BAB II. METODE KAJIAN…………………………………………………... 4
A. Metode Pengambilan Data………………………………………… 4
1. Metode pengambilan data primer …………………………….. 4
2. Teknik pengambilan sampel…………………………………… 5
3. Pengambilan data sekunder …………………………………… 6
B. Analisis data……………………………………………………….. 6
BAB III. HASIL KAJIAN……………………………………………………… 7
1. Gambaran Umum Kabupaten Sumbawa…………………………... 7
A. Letak dan Keadaan Alam……………………………………... 7
B. Iklim dan Curah Hujan………………………………………... 7
C. Gambaran umum Peternakan Kabupaten Sumbawa………….. 8
C.1. Populasi ternak………………………………………….. 9
C.2. Lahan dan pertanaman…………………………………... 11
2. Sumber Pakan Ternak Ruminansia Besar ………………………… 13
A. Hijauan dari lar ………………………………………………... 13
A.1. Kondisi Lar ………………………………………………. 15
A.1.1. Lar Gili Rakit …………………………………….. 15
A.1.2. Lar Badi ………………………………………….. 16
A.1.3. Lar Kuang Bira ……………………………………
A.1.4. Lar Sampar Bulu.......................................................
A.1.5. Lar Lenang Nap .......................................................
A 1.6. Lar Olat Cabe .................................................................
A. 1.7. Lar Malayam ......................................................... A. 1.8. Lar Olat Monte Kecamatan Moyo Hulu.................. A. 1.9. Lar Ai’ Ampuk ........................................................
18
19
20
21
22
23
iii
23
A.2. Hijauan pakan dari lahan pertanian bero …………………. 25
A.3. Hijauan yang berasal dari tegalan dan ladang …………….. 27
A.4. Produksi Limbah Pertanian……………………………….. 28
A.5. Estimasi Produksi Lamtoro………………………………... 31
B. Daya Dukung (DD) ……………………………………………….. 34
1. Skenario daya dukung pesimis ………………………………... 35
2. Skenario daya dukung moderat ……………………………….. 36
3. Skenario daya dukung optimis ………………………………... 38
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI…………………………… 43
A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 43
B. Rekomendasi ……………………………………………………… 44
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
LAMPIRAN..............................................................................................................
46
47
iv
DAFTAR TABEL
No JUDUL TABEL Halaman
1 Populasi ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) di
Kabupaten Sumbawa (Unit Ternak) ……………………….……
10
2 Luas areal penggunaan lahan di Kabupaten Sumbawa ………… 11
3 Data luas panen (Ha) aneka tanaman pangan di Kabupaten
Sumbawa …………………………………………………..........
12
4 Nama dan luas lar yang terdapat di Kabupaten Sumbawa…… 14
5 Daftar nama lar di Kabupaten Sumbawa yang telah memiliki SK
Bupati. ……………………………………………………....
15
6 Estimasi produksi hijauan pakan ternak dari lar di Kabupaten
Sumbawa (Ton BK/th) ………………………………………..
25
7 Estimasi produksi rumput di lahan pertanian bero (Ton BK/th) 26
8 Produksi rumput lahan tegalan/kebun dan ladang (Ton BK/ th) 27
9 Produksi limbah pertanian di Kabupaten Sumbawa berdasarkan
luas panen per tahun (ton bahan kering/th)………………….......
30
10 Produksi Lamtoro bila sebagian lahan tegalan/kebun dan
ladang/huma ditanami lamtoro (Ton BK/th) …………………....
32
11 Asumsi pemanfaatan sumber hijauan pakan untuk skenario daya
dukung pesimis, moderat dan optimis…………………………..
34
12 Daya Dukung Pesimis Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten
Sumbawa (estimasi pemanfaatan hijauan pakan ternak
rendah)…........................................................................................
35
13 Daya Dukung Moderat Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten
Sumbawa (estimasi pemanfaatan hijauan pakan ternak sedang/
menengah) ……………………………………………………….
37
14 Daya Dukung Optimis Ruminansia Besar di Kabupaten
Sumbawa (estimasi pemanfaatan hijauan pakan ternak tinggi).....
39
15 Potensi kelebihan (-) dan penambahan (+) populasi ternak
berdasarkan 3 (tiga) skenario daya dukung di Kabupaten
Sumbawa (UT) …………………………………………………..
41
v
DAFTAR GAMBAR
No JUDUL GAMBAR Halaman
1 Wawancara dengan responden untuk menggali informasi lar ….. 5
2 Pengambilan sampel pakan menggunakan kuadran …..………… 6
3 Kondisi Lar Gili Rakit …………………………………………... 16
4 Kondisi vegetasi Lar Badi ………………………………………. 17
5 Lar Kuang Bira ………….............................................................. 19
6 Lar Sampar Bulu............................................................................. 19
7 Bak penampungan air di Lar Sampar Bulu..................................... 20
8 Lar Lenang Nap pada musim kemarau........................................... 21
9 Lar Malayam................................................................................... 23
10 Pembersihan lahan untuk jagung di Lar Ai Ampuk....................... 24
11
12
13
14
15
16
Lahan sawah bero............................................................................
Jerami padi melimpah namun tidak dimanfaatkan secara optimal
Grafik daya dukung Kabupaten Sumbawa dengan skenario
pendekatan pesimis.........................................................................
Grafik daya dukung Kabupaten Sumbawa dengan skenario
pendekatan moderat........................................................................
Grafik daya dukung Kabupaten Sumbawa dengan skenario
pendekatan optimis.........................................................................
Grafik potensi kelebihan dan penambahan populasi ternak
berdasarkan 3 (tiga) skenario daya dukung di Kabupaten
Sumbawa..........................................................................................
27
29
36
38
40
42
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur digolongkan dalam satu Koridor Ekonomi, yaitu sebagai Pintu Gerbang
Pariwisata Dan Penopang Ketahanan Pangan Nasional. Khusus Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB), pembangunan koridor ekonomi bidang pariwisata
diimplementasikan dalam program Visit Lombok Sumbawa (VLS), sedangkan
pembangunan ekonomi bidang ketahanan pangan dilaksanakan dalam bentuk
program PIJAR yang merupakan akronim dari saPI, JAgung, dan Rumput laut.
Program sapi dikemas dalam bentuk NTB Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS), jagung
dalam bentuk program agribisnis jagung (PAJ), dan rumput laut dalam program
agribisnis rumput laut (PAR).
Pengembangan peternakan sapi di NTB cukup baik, terbukti dari seluruh
populasi sapi yang ada di seluruh Indonesia 14,18% diantaranya terdapat di NTB.
Secara nasional, NTB menduduki peringkat ke VI dalam jumlah populasi ternak
sapi, dengan jumlah populasi sapi sejumlah 1.092.719 ekor (Dinas PKH NTB,
2017).
Pemeliharaan ternak di NTB dicirikan oleh dua pola, yaitu pemeliharaan
di kandang (intensif) yang umum dilakukan oleh peternak di Pulau Lombok, dan
pemeliharaan digembalakan (ekstensif) yang biasa dilakukan oleh peternak di
Pulau Sumbawa. Berbagai jenis ternak ruminansia/herbivore seperti kerbau, sapi
Bali, sapi Sumbawa, kambing, dan kuda, biasanya dilepas di areal padang
penggembalaan yang bahasa Samawa disebut lar. Pemeliharaan ternak seperti itu
sudah umum dilakukan oleh masyarakat di Pulau Sumbawa secara turun temurun.
Ciri utama pemeliharaan ternak di Pulau Sumbawa adalah menggunakan tenaga
kerja dalam jumlah terbatas, ternak dilepas bebas berkeliaran, sehingga berakibat
peternakan dituding sebagai biang keladi kerusakan hutan maupun lingkungan,
merusak/memakan tanaman pangan dan bahkan pengemudi kendaraan bermotor
terganggu oleh tingkah laku ternak yang melintas di jalan raya (Dilaga, 2002).
2
Lebih lanjut diterangkan bahwa, bagi pemilik ternak yang kebetulan ternaknya
mati/hilang sebagai akibat cara pemeliharaan seperti dikemukakan sebelumnya,
tidak akan membuat peternak gundah atau menyesal, karena mereka menyadari
bahwa beternak di Sumbawa tidak perlu modal kecuali ternak. Ketersediaan pakan
dan tempat ternak hidup diserahkan kepada kearifan alam semata yaitu di lar.
Dengan beternak secara ekstensif seperti itu, peternak merasa sudah mendapatkan
hasil memadai.
Pemeliharaan ternak bagi masyarakat Samawa (salah satu suku asli Pulau
Sumbawa, selain suku Mbojo) di Kabupaten Sumbawa merupakan kegiatan
penting selain bertani. Hanya saja, dalam pemeliharaan ternak tersebut
masih bersifat ekstensif tradisional yaitu dengan cara dilepas di lar dan di lahan
sawah bero. Menurut peternak, Lar merupakan padang penggembalaan milik
masyarakat ataupun milik pemerintah, tempat melepas ternak secara bebas di
mana suatu saat ternak tersebut dapat diambil kembali ketika diperlukan.
Keberadaan lar merupakan hak bersama masyarakat Samawa. hal ini
ditandai oleh keberadaan lar yang diakui oleh masyarakat setempat dengan batas-
batas yang disepakati secara komunal. Kepemilikan ternak dalam suatu lar dapat
melewati batas-batas administrasi desa maupun kecamatan (Pertiwi, 2007). Untuk
menunjang Kabupaten Sumbawa sebagai daerah peternakan, maka keberadaan lar
perlu dipertahankan. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan aktivitas
pembangunan, fakta di lapangan membuktikan bahwa keberadaan lar cenderung
berkurang baik jumlah, luas, maupun fungsinya. Selain itu, lar juga kurang
mendapat perhatian dan perawatan yang memadai dari masyarakat maupun
pemerintah, sehingga lar tertutupi oleh tanaman gulma. Selain melepas ternak di
lar, diketahui pula bahwa masyarakat Samawa mempunyai kebiasaan
memanfaatkan lahan-lahan pertanian seperti sawah ataupun ladang sebagai tempat
penggembalaan ternak, terutama ketika lahan usaha tani mengalami masa bero.
Peranan lahan pertanian bero juga sangat penting dalam mendukung sistem
pemeliharaan ternak secara ekstensif yang banyak diterapkan oleh masyarakat di
Kabupaten Sumbawa.
Berlandaskan pada pertimbangan yang telah dikemukakan terdahulu, maka
dipandang perlu melakukan penelitian untuk mengkaji sumber hijauan pakan dan
3
potensi limbah pertanian dan daya dukung hijauan pakan di Kabupaten Sumbawa
guna menunjang Kabupaten Sumbawa sebagai satu-satunya Kabupaten
Peternakan di Indonesia. Dengan mengetahui daya dukung Kabupaten Sumbawa,
maka dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat kebijakan dan program
pengembangan ternak ruminansia besar yang tepat dan berdaya guna untuk
masyarakat peternak di Kabupaten Sumbawa.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Pengkajian Potensi Hijauan Pakan dan Daya Dukung
Ternak di Kabupaten Sumbawa meliputi hal-hal berikut ini:
1. Maksud
a. Memberikan penjelasan teknis kepada semua pihak terkait penetapan
perhitungan kapasitas tampung berdasarkan kajian teknis, agar dapat
meningkatkan kualitas ternak yang ada di Kabupaten Sumbawa.
b. Sebagai pedoman bagi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Sumbawa serta para penentu kebijakan (stakeholder) lainnya
terutama dalam pelaksanaan pengembangan peternakan di Kabupaten
Sumbawa.
c. Sebagai bentuk rekomendasi terhadap penentu kebijakan baik di
tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten dalam mendukung program
unggulan nasional dan daerah.
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui daya dukung atau carrying capacity dari luasan yang
ada di Kabupaten Sumbawa sebagai lokasi pemeliharaan ternak.
b. Untuk mengetahui potensi lahan peternakan dan lahan lainnya yang secara
umum dapat menyediakan hijauan pakan ternak.
c. Terlaksananya pola pengkajian daya tampung ternak yang sesuai dengan
potensi hijauan pakan yang ada di Kabupaten Sumbawa.
d. Terukurnya program perencanan dan pengembangan pola peternakan yang
ideal dan berkelanjutan dalam mendukung program daerah dan nasional.
4
BAB II
METODE KAJIAN
A. Metode Pengambilan Data
Data hijauan pakan yang dikumpulkan meliputi produksi rumput, legum
rambat, legum pohon, dan limbah pertanian (jerami padi, jagung, kedelai,
kacang hijau dan kacang tanah) yang dihasilkan dalam satu luasan tertentu.
1. Metode pengambilan data primer
a. Penentuan Lokasi: Penentuan lokasi pada penelitian ini dilakukan
secara sengaja (purposive sampling) sesuai dengan lokasi dan
agroekologi lahan dan padang penggembalaan sebagai sumber pakan
hijauan untuk ternak.
b. Lokasi daerah sampling:
1. Lar
a. Daerah Basah : Kuang Bira (Rhee).
b. Daerah Sedang : Badi (Lopok)
c. Daerah Kering : Gili Rakit (Tarano).
2. Sawah irigasi dan non irigasi (untuk rumput dan limbah pertanian)
Sawah Irigasi, pengambilan data dilakukan di:
a. Daerah Basah : Alas, Utan, Rhee
b. Daerah Sedang : Lape, Moyo Utara, dan Moyo Hulu
c. Daerah Kering : Plampang, Empang, dan Maronge.
Lahan sawah non irigasi (tadah hujan), pengambilan datanya
dilakukan di:
a. Daerah Basah : Alas Barat, Utan, Rhee.
b. Daerah Sedang : Lape, Moyo Utara, Moyo Hulu.
c. Daerah Kering : Plampang, Empang, Maronge.
3. Ladang (cara menghitung produksinya sama dengan cara
menghitung produksi rumput)
a. Daerah Basah : Alas, Utan, Rhee
b. Daerah Sedang : Lopok, Moyo Utara, dan Moyo Hulu
c. Daerah Kering : Plampang, Empang, dan Maronge.
5
c. Wawancara dilakukan pada tiga orang peternak responden pada masing-
masing lokasi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang
pemanfaatan hijauan dan limbah pertanian sebagai pakan ternak.
Gambar 1. Wawancara dengan responden
2. Teknik pengambilan sampel
a. Pengukuran produksi hijauan di lar, di sawah, dan di ladang dilakukan
dengan mengikuti modifikasi metode yang dijelaskan Susetyo (1980).
Pada pelemparan pertama sebuah kuadran berukuran 1m x 1m dilemparkan
secara acak (sampel kuadran I). Pelemparan kedua dilakukan ke arah kanan
dari kuadran I (sampel kuadran II), Kemudian pelemparan ketiga
dilakukan ke arah depan dari kuadran II (sampel kuadran III). Demikian
dilakukan seterusnya untuk pengambilan sampel berikutnya.
b. Komposisi botani: penentuan komposisi botani dilakukan dengan
memisahkan hijauan yang ada dalam kuadran menurut jenisnya dan
dibuatkan perbandingan persentase untuk masing-masing jenis hijauan.
c. Produksi limbah pertanian: dihitung dengan mengambil cuplikan melalui
pengubinan tanaman pertanian yang dipanen seperti: padi, jagung, kacang
tanah, kacang kedelai, kacang hijau. Ubinan dilakukan mengikuti diagonal
lahan sebanyak dua puluh lima ubinan untuk setiap lokasi.
6
3. Pengambilan data sekunder
Data sekunder dikumpul dari Dinas terkait (Dinas Peternakan dan Keswan,
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, BPS, BMKG) meliputi:
a. Populasi ruminansia besar (sapi dan kerbau).
b. Jumlah dan luas lar yang ada
c. Luas lahan dan penggunaannya
d. Luas panen komoditas pertanian
4. Kebutuhan bahan kering (BK) pakan per unit ternak (UT) per tahun (dihitung
dengan mengestimasi kebutuhan BK 3.5% dari bobot badan (250 kg); selama
365 hari (setahun) = 3.1 Ton BK/UT/tahun).
B. Analisis data
Data ditabulasi dengan menghitung nilai rata-rata produksi hijauan pakan
dan produksi limbah pertanian kemudian dianalisis dengan menggunakan nilai
rata-rata. Selanjutnya untuk mengetahui daya dukung dilakukan dengan
menghitung total produksi hijauan dibagi dengan kebutuhan ternak dewasa.
Seluruh perhitungan produksi dan kebutuhan ternak menggunakan dasar bahan
kering. Estimasi daya dukung Kabupaten Sumbawa dibuat dengan menggunakan
pendekatan produksi dengan asumsi pesimis, moderat dan optimis. Pendekatan
daya dukung pesimis adalah menggunakan asumsi pemanfaatan hijauan pakan
terendah, moderat dengan asumsi pemanfaatan sedang dan optimis dengan asumsi
pemanfaatan hijauan tertinggi.
Gambar 2. Pengambilan sampel pakan
7
BAB III
HASIL KAJIAN
1. Gambaran Umum Kabupaten Sumbawa
A. Letak dan Keadaan Alam
Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari sepuluh kabupaten/
kota yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat terletak pada posisi 116" 42'
sampai dengan 118" 22' Bujur Timur dan 8" 8' sampai dengan 9" 7' Lintang
Selatan serta memiliki luas wilayah 6.643,98 Km2.
Bila dilihat dari segi topografinya, permukaan tanah di wilayah Kabupaten
Sumbawa tidak rata atau cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar
antara 0 hingga 1.730 meter di atas permukaan laut, di mana sebagian besar
wilayahnya (41,81%) atau seluas 355.108 Ha berada pada ketinggian 100 hingga
500 meter. Sementara itu ketinggian untuk kota-kota kecamatan di Kabupaten
Sumbawa berkisar antara 10 sampai 650 meter di atas permukaan laut. Ibukota
Kecamatan Batulanteh yaitu Semongkat merupakan ibukota kecamatan yang
tertinggi sedangkan Sumbawa Besar merupakan ibukota kecamatan yang
terendah.
Kabupaten Sumbawa berbatasan wilayah dengan Kabupaten Sumbawa
Barat di sebelah barat, Kabupaten Dompu di sebelah timur, Laut Flores di sebelah
utara dan Samudra Indonesia di sebelah selatan. Jarak tempuh dari ibu kota
kabupaten ke kota-kota kecamatan rata-rata 45 km. Kota kecamatan terjauh yaitu
Kecamatan Tarano dengan jarak tempuh 103 km.
B. Iklim dan Curah Hujan
Daerah Kabupaten Sumbawa merupakan daerah yang beriklim tropis yang
dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Pada tahun 2011 temperatur
maksimum mencapai 36,6° C yang terjadi pada bulan Oktober dan temperatur
minimum 32,0° C yang terjadi pada bulan Januari. Rata-rata kelembaban udara
tertinggi selama tahun 2011 mencapai 89% pada bulan Januari dan terendah
mencapai 70% pada bulan Agustus dan September, serta tekanan udara maksimum
1.011,1 mb dan minimum 1.006,5 mb. Hari hujan terbanyak terjadi pada bulan
8
Januari sebanyak 26 hari. Demikian juga dengan curah hujan, di mana curah hujan
terbanyak berlangsung pada bulan Februari yaitu sebesar 316 mm.
C. Gambaran umum Peternakan Kabupaten Sumbawa
Tradisi beternak bagi sebagian masyarakat Kabupaten Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat, identik dengan urat nadi kehidupan. Tidak ada pri-kehidupan
paripurna tanpa aktivitas memelihara sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam dan
lainnya, bergulir di dalamnya. Oleh karena itu, aktivitas beternak adalah bagian
dari budaya yang secara terus menerus diturunkan dari generasi ke generasi.
Pemeliharaan ternak sapi di Kabupaten Sumbawa dalam beberapa tahun
terakhir mengalami perubahan, hingga pertengahan tahun 2000-an masyarakat
pada umumnya memelihara sapi dengan cara dilepas di padang penggembalaan
lar atau di lahan komunal lain seperti di hutan, di persawahan yang sedang bero.
Sejalan dengan intensifikasi pertanian tanaman pangan dan konversi lahan
untuk tujuan non pertanian, termasuk akibat lar yang tidak dipelihara dengan baik,
maka luas dan daya tampung lar semakin terbatas. Sebagian besar lar dipenuhi
oleh tanaman gulma baik gulma pohon maupun gulma semak. Dari luasan lar yang
ada, hanya 20-30% areal lar yang masih terbuka dan dapat digembalai oleh ternak.
Pola pemeliharaan ternak akhir-akhir ini mulai berubah ke arah sistem
pemeliharaan intensif yang ditandai dengan pemeliharaan sapi dikandangkan yang
dilakukan oleh beberapa peternak untuk tujuan penggemukan. Pada pemeliharaan
intensif, pakan sapi disediakan oleh peternak dengan cara potong angkut (cut and
carry). Perubahan sistem pemeliharaan ternak juga disebabkan oleh
diberlakukannya kesepakatan antar-petani menyangkut kerusakan tanaman
pertanian di areal persawahan yang makin sering terjadi akibat serbuan ternak.
Sapi dan ternak lain semakin dibatasi ruang gerak terutama karena munculnya
tuntutan pemilik sawah, kebun dan ladang yang keberatan tanaman pangannya
dimakan ternak yang masuk dengan merusak pagar.
Secara umum, kondisi usaha ternak ruminansia besar di Kabupaten Sumbawa
dicirikan oleh:
Angka kelahiran pedet rendah (51,7%) dan angka kematian pedet tinggi
(15%) (Talib et al, 2003). Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah
9
pejantan unggul dan kelahiran anak sapi di musim kemarau pada saat
ketersediaan dan mutu pakan tidak memadai.
Calving interval atau jarak beranak yang panjang (sekitar 16 bulan)
disebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi oleh
induk sapi.
Pertambahan bobot badan rendah: butuh waktu lebih dari 2 - 3 tahun untuk
mencapai bobot 250 kg, menyebabkan ketersediaan sapi jantan layak potong
berkualitas baik terbatas, sehingga menyebabkan pemotongan betina
produktif mencapai 74% (Hermansyah, 2005).
Dugaan terjadinya seleksi negatif, ditandai dengan berat jual sapi pedaging
yang semakin rendah (Shelton dkk, 2016) yang kemungkinan disebabkan
oleh pengeluaran sapi antar pulau (ekspor) dengan mutu terbaik untuk
dijual/dipotong.
Akumulasi permasalahan di atas menyebabkan produktivitas ternak sapi di
Kabupaten Sumbawa masih lebih rendah dari potensi genetic yang dimilikinya.
C.1. Populasi ternak
Jumlah dan sebaran populasi ternak ruminansia besar untuk tiap kecamatan
di Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada Tabel 1. Total populasi ruminansia
besar adalah sekitar 192.048 unit ternak (UT) terdiri dari 162.486 UT ternak sapi
(sapi Bali dan sapi Sumbawa) serta 29.563 UT ternak kerbau. Populasi ruminansia
besar ini tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Sumbawa. Populasi tertinggi
terdapat di Kecamatan Moyo Hilir dengan jumlah populasi 20.804 UT disusul
Kecamatan Moyo Hulu dengan jumlah populasi 17.262 UT. Populasi terendah
terdapat di Kecamatan Alas sejumlah 2.136 UT dan kecamatan Buer dengan
jumlah 2.024 UT. Pertumbuhan populasi ternak kelihatannya berhubungan erat
dengan potensi lahan dan sistem usahatani yang diterapkan oleh petani di masing-
masing kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa dua kecamatan yang populasi ternak
besarnya rendah yaitu Kecamatan Alas dan Kecamatan Buer. Rendahnya populasi
ternak di kedua kecamatan tersebut erat kaitannya dengan kurang tersedianya
lahan padang penggembalaan dan sawah bero tempat pelepasan ternak untuk
10
mencari pakan. Hal ini disebabkan oleh kondisi irigasi di daerah tersebut cukup
baik sehingga memungkinkan lahan pertaniannya ditanami secara intensif
sepanjang tahun. Akibatnya tidak ada kesempatan ternak untuk merumput pada
lahan pertanian ini. Di sisi lain Kecamatan Moyo Hilir dan Moyo Hulu dengan
kepemilikan lahan yang luas dengan usahatani yang hanya semusim, membuat
pemeliharaan ternak ruminansia menjadi tinggi karena tersedia lahan pertanian
bero dan kawasan lar yang dapat digunakan untuk menggembalakan ternak
ruminansia besar.
Tabel 1. Populasi ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) di Kabupaten
Sumbawa (dalam Unit Ternak).
No. Kecamatan Jenis ternak Total (UT)
Sapi Sumbawa Sapi Bali Kerbau
1 Sumbawa 158 3824 47 4028
2 Unter Iwes 164 9682 59 9905
3 Lab. Badas 110 6173 349 6632
4 Utan 19 11684 97 11799
5 Rhee 3 3984 43 4029
6 Alas 1 1868 268 2137
7 Buer 2 2283 140 2424
8 Alas Barat 17 3058 264 3339
9 Moyo Hilir 457 16452 3896 20804
10 Moyo Utara 1715 7472 951 10138
11 Moyo Hulu 150 14196 2916 17262
12 Ropang 22 4190 208 4419
13 Lantung 40 2220 292 2551
14 Lenangguar 7 3687 1269 4963
15 Lunyuk 19 7008 1006 8033
16 Orong Telu 21 3375 737 4132
17 Lape 273 5097 3024 8393
18 Lopok 1052 10807 1930 13788
19 Plampang 93 11954 1232 13278
20 Maronge 118 4734 1959 6811
21 Labangka 46 7360 70 7476
22 Empang 25 6068 6358 12450
23 Tarano 37 6294 2213 8544
24 Batu Lanteh 62 4416 240 4719
Total (UT) 4.604 157.882 29.563 192.048
Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa, 2016.
11
Pemeliharaan ternak terutama ternak ruminansia besar masih dilakukan
secara tradisional. Sebagian besar ternak dipelihara dengan cara ekstensif
tradisional dengan dilepas/digembalakan di lar (pada musim hujan/musim tanam
padi/jagung) dan dilepas bebas merumput di lahan persawahan dan ladang setelah
selesai musim panen (sawah bero).
C.2. Lahan dan pertanaman
Kepemilikan lahan di Kabupaten Sumbawa relatif cukup luas untuk setiap
petani. Seorang petani dapat memiliki lahan 2-3 Ha, bahkan lebih. Lahan untuk
usaha pertanian terdiri atas sawah, baik sawah dengan irigasi maupun tanpa irigasi
(tadah hujan). Meskipun sawah irigasi di Kabupaten Sumbawa cukup luas, akan
tetapi masih tetap lebih rendah bila dibandingkan dengan gabungan luas tegalan,
ladang dan sawah non irigasi. Hutan Rakyat dan Hutan Negara menempati lahan
yang paling luas sampai hampir 60% dari total luas lahan. Sebagian dari Hutan
Rakyat dan Hutan Negara seringkali tumpang tindih dengan lahan yang
dimanfaatkan oleh peternak untuk menggembalakan ternak yang sering disebut
sebagai lar.
Tabel 2. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Sumbawa
No Penggunaan lahan Kab. Sumbawa Luas (Ha) %
I Lahan Pertanian (sawah)
1. Irigasi 44337 7,12
2. Tadah hujan 12057 1,94
II. Lahan pertanian bukan sawah
1. Tegalan/kebun 58697 9,42
2. Ladang/huma 15912 2,56
3. Perkebunan 22893 3,68
4. Hutan rakyat 87577 14,07
5. Padang penggembalaan 3713 0.60
6. Hutan Negara 278154 44,68
III Lahan bukan pertanian (pemukiman dll) 99162 15,93
Total 622.502 100%
Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa, 2016.
Areal sawah, tegalan, dan ladang sangat luas dan memiliki potensi yang
sangat tinggi untuk usaha tanaman penghasil pangan dan juga pakan ternak. Untuk
12
lahan sawah (irigasi maupun non irigasi), tanaman padi merupakan tanaman
utama. Pada lahan tegalan dan ladang, jagung adalah tanaman yang paling
potensial untuk ditanami karena sangat cocok untuk sistem usahatani ladang
dengan air terbatas, jagung juga merupakan komoditas yang sedang banyak
dibutuhkan dipasaran untuk pakan ternak. Limbah tanaman padi dan jagung sangat
potensial dan sering digunakan sebagai sumber pakan ternak.
Tabel 3. Data luas panen aneka tanaman pangan di Kabupaten Sumbawa.
No Kecamatan Luas panen (Ha)
Padi Jagung Kedelai Kcg. Tanah Kcg. Hijau
1 Sumbawa 1145 815 114 5 70
2 Unter Iwes 2528 183 109 230 6
3 Lab. Badas 1084 744 136 425 310
4 Utan 2930 3396 41 70 82 5 Rhee 1050 1535 96 103 460
6 Alas 2810 21 860 2 11
7 Buer 2051 170 585 3 28
8 Alas Barat 2719 1642 1058 0 128
9 Moyo Hilir 10726 588 9 0 2293
10 Moyo Utara 3575 540 0 0 240
11 Moyo Hulu 7499 331 196 0 723
12 Ropang 1814 11 830 0 0
13 Lantung 840 63 725 0 0
14 Lenangguar 3017 350 0 0 0
15 Lunyuk 5059 14036 922 15 0
16 Orong Telu 2059 110 0 0 540
17 Lape 6493 262 0 0 1230
18 Lopok 8026 237 0 0 1326
19 Plampang 10977 6330 0 40 1437
20 Maronge 4740 635 221 5 476
21 Labangka 485 6627 163 0 0
22 Empang 10641 9540 10 313 4134
23 Tarano 3410 1524 1287 7 383
24 Batu Lanteh 1345 22 0 7 2
Jumlah 97023 49712 7362 1225 13891
Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa, 2016.
13
Dalam kegiatan usahatani di Kabupaten Sumbawa selain padi dan jagung,
petani juga menanam kacang-kacangan berupa tanaman kedelai, kacang tanah, dan
kacang hijau. Ada juga penanaman ubi kayu dan ubi jalar, tetapi jumlah luas
tanamnya sangat sedikit. Jerami kacang-kacangan merupakan sumber pakan yang
sangat potensial untuk ternak. Dibandingkan dengan jerami padi maka jerami
kacang-kacangan memiliki kualitas yang jauh lebih baik sebagai pakan ternak,
karena memiliki kandungan protein tinggi.
Petani di Kabupaten Sumbawa selain sebagai petani tanaman pangan,
biasanya juga merangkap sebagai peternak. Tabel 3 memperlihatkan bahwa ada
empat kecamatan yang memiliki luas panen tanaman pangan tertinggi khususnya
untuk tanaman padi dan jagung, yaitu Kecamatan Empang, Lunyuk, Plampang,
dan Moyo Hilir yang masing-masing luas panennya melebihi 10 Ha. Ke empat
kecamatan ini sangat berpotensi sebagai sumber penghasil pakan ternak terutama
hasil sisa pertanian berupa jerami padi dan jerami jagung. Limbah pertanian dalam
bentuk limbah jerami padi dan jerami jagung sangat berpotensi sebagai pakan
ternak ruminansia. Dengan luas kepemilikan lahan yang tinggi, petani memiliki
kesempatan untuk memelihara ternak dalam jumlah lebih besar.
2. Sumber Pakan Ternak Ruminansia Besar
A. Hijauan dari lar
Lar menurut masyarakat petani peternak merupakan padang
penggembalaan ternak milik masyarakat tempat melepas ternak secara bebas di
mana suatu saat ternak tersebut dapat diambil kembali. Tradisi lar di masyarakat
Sumbawa telah melewati masa yang cukup panjang kurang lebih seratus tahun
lalu. Keberadaan lar merupakan hak komunal masyarakat Sumbawa di mana
secara de facto keberadaan lar diakui oleh masyarakat setempat dengan batas-
batas yang diakui secara komunal. Selanjutnya dijelaskan bahwa tradisi lar di
Kabupaten Sumbawa telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama.
Sebagai padang penggembalaan umum, sebagian besar petani/peternak
melepas ternaknya di lar. Tidak ada pembatasan jumlah ternak yang boleh
dilepaskan di lar. Lambat laun karena jumlah ternak yang semakin banyak dan
tidak adanya pengelolaan dan pemeliharaan lar, maka kondisi lar menjadi semakin
memburuk. Kondisi lar pada saat ini banyak mengalami perubahan, terjadi
14
overgrazing dan kemudian lar dipenuhi oleh tanaman gulma yang semakin lama
semakin banyak dan akhirnya menutupi sebagian besar lar membentuk hutan.
Rumput yang tersedia menjadi sangat terbatas dikarenakan areal lar yang terbuka
makin menyempit, akibatnya ternak yang dilepas di lar tidak mendapat hijauan
pakan yang cukup dan kondisi ternak yang digembalakan di lar menjadi menurun
akibat kekurangan pakan.
Tabel 4. Nama dan luas lar yang terdapat di Kabupaten Sumbawa
No Kecamatan Nama lar Luas (Ha)
1 Utan Sepakat, Lemak, Segolong, Jorok Jati,
Sampar Sabedo dan Kuang Bira’ 1023
2 Rhee Sampar Bulu 769
3 Alas Barat Bara Mayung, Ai Selayar 175
4 Moyo Hilir Tana Rentung, Puna 550
5 Moyo Utara Olat Cabe, Pusuk Pepar, Lenang Nap,
Kukin 1250
6 Moyo Hulu Kuang Ai Suir, Penua, Labakung, Sangka
Bulan, Ragan Goa, Seberak. 480
7 Ropang Kake, Sampar Selang, Sabunga, Sampar
Pola, Telamir, Popok, Penak, Polintung. 5000
8 Lantung Sampar Klisu, Sampar liang jonge 2000
9 Lenangguar Sedado, Sering, Uma Ramung, Sampar
Bukal, Buin Balit, Temutung 18000
10 Lunyuk Jelapang, Sampar Riau, Lenang Kaliang,
Lapan Jontal. 143
11 Lape Sejari, Ai Ampuk, Padak Liyin, Lutuk Kele 630
12 Lopok Batu api, Lenang Goal, Pulau Ngali, pulau
Liang, Badi, Maja. 2400
13 Plampang Bukit Barisan, Ponto, Biara, Labuan Ala,
Serara, Ponto 2900
14 Maronge Tana’ Dewa, Sampar Gurin. 850
15 Empang Padak Nyarinying, Kukin, Tiu Batang, Ai
Pusal, Ai Nyir, Melung, Somang 2300
16 Tarano Gili Rakit, Prapat 2000
Total 40470
Sumber: Laporan Dinas Peternakan dan Keswan Kabupaten Sumbawa, 2016.
Dari semua lar yang ada pada Tabel 4, hanya ada 7 (tujuh) lar yang
memiliki Surat Keputusan Resmi Bupati Sumbawa. Tabel 5 berikut
memperlihatkan lar yang memiliki Surat Keputusan Bupati Sumbawa.
15
Tabel 5. Lar yang telah memiliki SK Bupati Sumbawa.
No Nama Lar No SK Bupati Lokasi
1
2
Ai Ampuk 700 Th. 2000 Kecamatan Plampang
Lutuk Kele 830 Th. 2000
3 Tana’ Dewa 832 Th. 2000 Kecamatan Maronge
4 Gili Rakit 1520 Th. 2000 Kecamatan Tarano
5 Sepakat 1766 Th 2000 Kecamatan Utan
6 Olat Cabe 650 Th 2009 Kecamatan Moyo Utara
7 Badi 126 Th 2009 Kecamatan Lape Lopok
Sumber: SK Bupati Sumbawa
A.1. Kondisi Lar
Kawasan lar yang diobservasi pada kegiatan survey daya tampung
Kabupaten Sumbawa ini meliputi lar:
1. Gili Rakit di Kecamatan Tarano.
2. Badi di Kecamatan Lopok.
3. Kuang Bira di Kecamatan Utan.
4. Sampar Bulu di Kecamatan Rhee.
5. Olat Cabe di Kecamatan Moyo Utara.
6. Lenang Nap di Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara
7. Malayam di Desa Serange Kecamatan Lopok
8. Ai’ Ampuk di Kecamatan Plampang
9. Olat Monte di Desa Pernek Kecamatan Moyo Hulu
Gambaran umum kondisi masing-masing lar pada saat ini, sebagai berikut:
A.1.1. Lar Gili Rakit
Pada saat ini Lar Gili Rakit (SK Bupati No 1520 tahun 2000) didominasi
oleh tanaman Bidara (Ziziphus) dan pohon-pohon kayu kecil setinggi 5-6 meter.
Di bawah pohon ini terdapat lahan terbuka ditanami rumput yang sangat tipis.
Rumput yang tipis menunjukkan bahwa daerah ini telah terjadi over grazing yang
sangat parah. Tutupan pohon di Gili Rakit mencapai 60-70%. Rumput tumbuh
sangat sedikit didominasi oleh rumput minyak (Heteropogon contortus), rumput
16
teki (Cyperus rotundus), rumput belulang (Eleusine indica) serta rumput kawat
(Digitaria sp). Pada lahan yang terbuka di mana rumput dapat tumbuh, komposisi
vegetasi 85-90 % dominasi rumput alam dan 10-15 % legume native. Hasil ubinan
rata-rata produksi hijauan segar 20,1 ton/Ha/tahun. Jumlah sapi dan kerbau yang
dilepas di Gili Rakit saat ini sekitar 6.000 ekor, berasal dari Kecamatan Empang,
Tarano, dan ada juga dari Kecamatan Plampang. Kondisi tubuh ternak ketika
dibawa ke Lar Gili Rakit relatif gemuk, namun ketika dibawa kembali ke lahan
pertanian di daratan Sumbawa sekitar bulan Mei-Juni sebagian besar ternaknya
dalam kondisi kurus bahkan ada yang mati.
Gambar 3. Kondisi Lar Gili Rakit
A.1.2. Lar Badi
Pada saat ini Lar Badi sudah tidak berupa padang penggembalaan ternak,
karena tidak ada lagi padang rumput. Hampir semua lahan tertutupi semak belukar
terutama pohon Lantana dan Chromolaena serta pohon-pohon kayu rendah
setinggi 4 - 5 m yaitu Ziziphus jujube dan pohon asam (Tamaricus indica). Di
bawah tanaman gulma yang mendominasi areal ini, sangat sedikit rumput atau
hijauan yang tumbuh.
Pada sebagian lahan di bawah pohon Lantana dan Chromolaena
ditemukan tumbuh sedikit tanaman Delilan (Desmodium triflorum) yakni tanaman
17
legume alami merambat yang disukai ternak. Di bawah tanaman gulma yang padat
seperti Lantana dan Chromolaena, hampir tidak ada rerumputan. Informasi
peternak yang melepas ternak di Lar Badi menunjukkan, hanya sekitar 15-20%
dari lahan yang tersisa terbuka bebas dari gulma. Pada lahan yang terbuka ini
berupa sebaran lahan ditumbuhi rumput dengan sedikit gulma Lantana,
Chromolaena, dan bidara (Ziziphus sp) yang menyebar jarang-jarang. Pada daerah
lahan yang terbuka ditemukan rumput tumbuh, sebagian besar adalah rumput
minyak dan teki (Cyperus rotundus).
Gambar 4. Kondisi vegetasi Lar Badi
Komposisi botani hijauan pakan di Lar Badi adalah: rumput minyak
(80%), teki (10%) dan Desmodium triflorum (10%). Pada lahan terbuka di dekat
Lar Badi terdapat sebagian lahan yang tidak digembalai ternak. Lahan ini diambil
sebagai contoh untuk kondisi hijauan pakan bila Lar tidak digembalai oleh ternak.
Sampel rumput pada lahan ini menunjukkan komposisi botani hijauan meliputi
rumput minyak (Heteropogon contortus; 70%), rumput Belulang (Eleusin indica;
10%), teki (Cyperus rotundus; 10%) dan legume rambat Delilan (Desmodium
triflorum; 10%). Petani/peternak yang melepas atau menggembalakan ternak di Lar
Badi berasal dari Kecamatan Lape, Lopok, dan Moyo Utara.
18
A.1.3. Lar Kuang Bira
Lar Kuang Bira terletak di Kecamatan Utan memiliki luas 769 Ha, terdiri
atas 4 (empat) kawasan lar yaitu Kawasan Kuang Bira I, Kuang Bira II, Kuang
Bira III, dan kawasan Kokar Perung. Kondisi geografis Lar Kuang Bira berupa
hutan dan perbukitan yang membentang di sebelah timur Kecamatan Utan. Di
kawasan lar ini terdapat sumber air, masyarakat pemilik lahan memanfaatkan
sumber air ini untuk irigasi pertanian, sehingga memungkinkan petani peternak di
Kawasan Lar Kuang Bira dapat menanam jagung, kacang hijau bahkan sebagian
ada yang menanam padi. Hasil-hasil sisa pertanian berupa jerami jagung, jerami
padi, dan jerami kacang hijau kesemuanya dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Informasi yang diperoleh dari Ketua Kelompok peternak Kokar Perung II,
diketahui jumlah ternak yang dilepas di kawasan Lar Kuang Bira diperkirakan
sebanyak 1300 ekor.
Kondisi Lar Kuang Bira yang lahannya ditanami jagung ataupun kacang
hijau tergolong baik, produksi rumputnya cukup tinggi, disebabkan daerah tutupan
lahan oleh gulma relatif sedikit. Jenis rumput yang banyak tumbuh adalah rumput
minyak dan Cyperus rotundus. Pada lahan lar yang tidak ditanami, daerah tutupan
oleh gulma cukup luas dan lebat sehingga menghalangi pertumbuhan rumput.
Gulma yang banyak tumbuh berupa pepohonan yang tidak disukai ternak seperti
Lantana, Chromolaena, Bidara (Zizipus sp), dan pohon Widuri (Calotropis
gigantea).
Saat survey ini dilaksanakan, kawasan Lar Kuang Bira tidak lagi berupa
lar komunal namun sudah menjadi kebun atau ladang-ladang milik pribadi yang
ditandai dengan pagar-pagar hidup yang tumbuh kokoh dan rapat, sehingga tidak
memungkinkan selain ternak penguasa ladang untuk merumput di areal tersebut.
Dengan pola penguasaan lahan dalam kawasan lar seperti ini, memungkinkan
penguasa lahan melakukan pembersihan atau perawatan lahannya minimal satu
kali dalam setahun, yaitu pada saat menjelang datangnya musim hujan untuk
persiapan penanaman palawija. Dengan manajemen pemeliharaan lahan seperti
itu, maka produksi pakan ternak setelah panen di lar bisa tersedia lebih banyak
karena pertumbuhan gulma dapat ditekan. Secara umum, kondisi kawasan lar
Kuang Bira tergolong lebih baik dibanding Lar Gili Rakit maupun Lar Badi.
19
Gambar 5. Lar Kuang Bira
A.1.4. Lar Sampar Bulu
Lar Sampar Bulu terletak di Kecamatan Rhee memiliki luas 411 Ha.
Kondisi geografis Lar Sampar Bulu sebagian berupa hutan rakyat dan perbukitan
yang membentang di sebelah Selatan Kecamatan Rhee dan sebagian lainnya
berupa ladang milik masyarakat Desa Rhee. Pada musim hujan semua ladang
ditanami palawija, selama musim tanam tersebut sapi milik masyarakat di lepas di
atas gunung yang masih menjadi bagian Lar Sampar Bulu. Setelah panen palawija,
areal ladang-ladang tersebut digunakan sebagai tempat melepas ternak.
Gambar 6. Lar Sampar Bulu
20
Di kawasan Lar Sampar Bulu terdapat sumber air yang dimanfaatkan
sebagai sumber air minum petani dan juga ternaknya. Di tempat itu juga telah
dibuat bak air tempat minum ternak. Pada areal dekat sumber air inilah ternak
digembalakan sehingga tanaman palawija tidak dirusak oleh ternak. Jumlah ternak
sapi yang terdata di Lar Sampar Bulu diperkirakan sebanyak 500 ekor.
Gambar 7. Bak penampungan air di Lar Sampar Bulu
Kawasan Lar Sampar Bulu berupa hutan rakyat ditumbuhi aneka
pepohonan dari jenis kayu keras hingga jenis tanaman perdu seperti Lantana,
Chromolaena, Bidara (Zizipus sp), dan pohon Widuri (Calotropis gigantea).
Areal yang tidak tertutupi kanopi pepohonan tadi, banyak ditumbuhi rumput
terutama rumput minyak dan rumput teki. Rumput-rumput inilah yang menjadi
pakan utama ternak sapi di Lar Sampar Bulu.
Bagian lereng bukit Sampar Bulu yang tofografinya agak landai dijumpai
ladang milik masyarakat yang pada musim hujan ditanami jagung ataupun kacang
hijau. Setelah panen nantinya, limbah palawija tersebut diberikan ke ternak.
Demikian pula ladang tersebut akan dibuka pagarnya guna memberi kesempatan
kepada ternak untuk merumput. Secara umum, kawasan Lar Sampar Bulu
menyerupai Lar Kuang Bira. Kondisinya tergolong lebih baik dibanding Lar Gili
Rakit maupun Lar Badi meskipun belum memiliki awig-awig tentang
pemeliharaan lar.
21
Hal yang menarik dari lar Sampar Bulu adalah petani tidak pernah
membawa pulang ternak ke rumah mereka, ternak dilepas sepanjang tahun bahkan
aktifitas jual beli ternak juga berlangsung di lar. Masyarakat peternak di Desa
Rhee sangat menyadari arti penting keberadaan Lar Sampar Bulu bagi usaha
beternak mereka.
A. 1.5. Lar Lenang Nap
Kawaan Lar Lenang Nap berada di wilayah Desa Penyaring Kecamatan Moyo
Utara dengan luas 100 Ha, terbentang dari bagian barat hingga utara Desa
Penyaring. Sejak sepuluh tahun lalu, kawasan Lenang Nap berangsur-angsur
berubah fungsi dari lar menjadi ladang milik individu, sehingga sering menjadi
ajang sengketa kepemilikan lahan antara warga Desa Penyaring dengan warga
Desa Kabayan.
Saat ini kawasan Lar Lenang Nap sudah berubah menjadi ladang milik
masyarakat Desa Penyaring dan Desa Kabayan. Ladang dipagari dengan Gamal
(Glirisidae), pada musim kemarau pohon-pohon gamal dipangkas dan digunakan
sebagai pakan karena tidak ada rumput yang tersedia. Pada musim hujan areal Lar
Lenang Nap ini digunakan untuk menanam jagung, setelah panen jagung, ladang-
ladang tersebut digunakan sebagai tempat melepas ternak. Masyarakat yang
melepas ternak di lar ini berasal dari Desa Penyaring dan Desa Kabayan.
Gambar 8. Lar Lenang Nap pada musim kemarau.
22
A. 1.6. Lar Olat Cabe
Kawasan Lar Olat Cabe berada di Kecamatan Moyo Utara, dengan luas
1000 Ha. Bagian utara Lar Olat Cabe berbatasan dengan Desa Prajak, bagian
Timur berbatasan dengan desa Batu Bangka, Bagian Selatan berbatasan dengan
Desa Songkar dan Bagian Barat berbatasan dengan Desa Limung, Desa Kukin
dan Desa Ai’ Bari.
Kawasan Lar Olat Cabe merupakan kawasan Hutan Lindung, meski
demikian masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat melepas ternak. Warga
masyarakat yang melepas ternak di kawasan ini berasal dari desa-desa Batu
Bangka, Songkar, Limung, Prajak, Kukin, Pungkit, dan Sbewe. Selama ini tidak
pernah terjadi konflik kepemilikan lahan lar di kawasan ini meskipun banyak
petani yang melepas ternak di daerah ini. Pada bagian lereng dengan radius
ratusan meter dari lereng tempat ternak digembalakan ada beberapa tempat dengan
ruang terbuka. Vegetasi didominasi oleh rumput minyak dan teki yang merupakan
padang rumput termpat ternak digembalakan selama musim tanam,bahkan
peternak yang sudah memiliki lahan pribadi akan membiarkan ternaknya mencari
pakan sepanjang tahun.
Umumnya peternak mulai membawa masuk ternakya ke lar ini pada bulan
Desember dan berada di lar sampai bulan Mei, yaitu selama musim tanam padi di
sawah dan tanam jagung di ladang. kondisi ternak umumnya cukup gemuk selama
berada di lar. Pada bulan Juni dan Juli peternak membawa pulang kembali
ternaknya dari Lar Olat Cabe disebabkan kekurangan pakan dan ketiadaan air
minum. Sebagian besar masyarakat petani/peternak di seputar kawasan Lar Olat
Cabe berharap untuk tetap diijinkan melepas ternak di kawasan tersebut,
mengingat Lar Olat Cabe merupakan kawasan Hutan Lindung.
A. 1.7. Lar Malayam
Kawasan Malayam berada di Desa Srange Kecamatan Lopok. Hasil
wawancara dengan peternak diperoleh informasi bahwa saat ini kawasan Malayam
tidak lagi menjadi “lar komunal” tempat pelepasan ternak bersama, karena
sebagian besar arealnya telah dipagari oleh pemilik lahan. Ternak yang merumput
di kawasan ini terbatas hanya ternak pemilik lahan saja.
23
Gambar 9. Lar Malayam
A. 1.8. Lar Olat Monte Kecamatan Moyo Hulu.
Merupakan kawasan perbukitan tempat ternak dilepas di Desa Pernek
dengan luas 40 Ha. Kawasan ini telah ditetapkan melalui SK Bupati Sumbawa
menjadi Lar tempat melepas ternak oleh masyarakat. Namun beberapa tahun
terakhir telah timbul sengketa diantara kelompok-kelompok masyarakat mengenai
fungsi lar. Ada kelompok masyarakat yang menghendaki kawasan lar dijadikan
ladang penanaman palawija, sementara masyarakat pemilik ternak menginginkan
kawasan Lar tetap berfungsi sebagai tempat melepas/menggembalakan ternak.
A. 1.9. Lar Ai Ampuk
Lar Ai Ampuk di Kecamatan Plampang, Sumbawa adalah lar yang secara
tradisional selama puluhan tahun diakui sebagai hak ulayat warga Kecamatan
Plampang. Namun kawasan lar seluas 600-an hektar tersebut beberapa tahun
terakhir dijadikan sebagai tempat menanam jagung oleh sejumlah warga dari luar
Kecamatan Plampang. Setidaknya 400-an KK kini menjadikan tempat itu sebagai
lahan usahatani. Sebagian besar lahan sekarang sudah berpagar, akibatnya
peternak tidak dapat melepas kerbau, sapi dan kuda mereka di lar tesebut.
Kekecewaan peternak belakangan ini semakin memuncak karena ternak yang
menerobos masuk di lahan yang dipagar beberapa diantaranya ditebas. Seorang
24
peternak menyatakan 6-7 ekor kerbaunya mati dalam 2-3 tahun terakhir.
Pengembalian pada fungsi semula sebagai tempat melepas ternak sangat
diperlukan oleh masyarakat. Ketegasan Pemerintah kabupaten Sumbawa kini amat
diperlukan sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Gambar 10. Pembersihan lahan untuk jagung di Lar Ai Ampuk
Dari pemaparan kondisi beberapa lar yang disurvey, secara umum dapat
dikatakan bahwa produktifitas hijauan yang dihasilkan oleh lar sangat rendah
akibat dari areal lar yang terbuka sangat kecil, sebagian besar lar ditutupi oleh
tanaman gulma terutama Chromolaena odorata, Lantana camara, Jatropha,
Calotropis gigantea dan Ziziphus sp. dan tanaman pohon lainnya. Saat ini luasan
lar yang masih terbuka dan ditumbuhi rumput sekitar 20-30% dari total luas lar
yang ada. Hal lainnya adalah tidak adanya upaya perbaikan dan pemeliharaan lar,
sehingga invasi gulma menjadi tidak terkendali. Kemudian dari aspek tata kelola
lar, diketahui bahwa semua lar tidak memiliki awig-awig atau aturan pengelolaan
lar. Demikian juga perhatian pemerintah sangat kurang dalam pemeliharaan
existensi lar, sehingga tidak jarang beberapa lokasi lar telah timbul
konflik/sengketa antar masyarakat akibat pengalihan fungsi menjadi lahan
pertanian dan tujuan lainnya.
Berdasarkan hasil pengambilan cuplikan hijauan pakan di lar, kemudian
dilakukan estimasi produksi hijauan pakan disajikan pada Tabel 6.
25
Tabel 6. Estimasi produksi hijauan pakan dari lar (ton BK/tahun)
No Kecamatan Luas lar
(Ha)
Estimasi luas lar yang terbuka
20% 25% 30%
1 Sumbawa 0 0 0 0
2 Unter Iwes 0 0 0 0
3 Lab. Badas 0 0 0 0
4 Utan 1023 1217.37 1521.71 1826.06
5 Rhee 769 915.11 1143.89 1372.67
6 Alas 0 0 0.00 0.00
7 Buer 0 0 0.00 0.00
8 Alas Barat 175 208.25 260.31 312.38
9 Moyo Hilir 550 654.5 818.13 981.75
10 Moyo Utara 1250 1487.5 1859.38 2231.25
11 Moyo Hulu 480 571.2 714.00 856.80
12 Ropang 5000 5950 7437.50 8925.00
13 Lantung 2000 2380 2975.00 3570.00
14 Lenangguar 18000 21420 26775.00 32130.00
15 Lunyuk 143 170.17 212.71 255.26
16 Orong Telu 0 0 0.00 0.00
17 Lape 630 749.7 937.13 1124.55
18 Lopok 2400 2856 3570.00 4284.00
19 Plampang 2900 3451 4313.75 5176.50
20 Maronge 850 1011.5 1264.38 1517.25
21 Labangka 0 0 0.00 0.00
22 Empang 2300 2737 3421.25 4105.50
23 Tarano 2000 2380 2975.00 3570.00
24 Batu Lanteh 0 0 0.00 0.00
Total 40470 29119.3 36399.13 43678.95
Sumber: Data primer diolah, 2017.
A.2. Hijauan pakan dari lahan pertanian bero
Lahan pertanian yang sudah dipanen dan tidak ditanami lagi (bero)
merupakan sumber pakan hijauan yang selama ini dimanfaatkan masyarakat
sebagai sumber pakan ternak mereka. Segera setelah tanaman padi dan palawija
dipanen, maka ternak akan dipindahkan dari Lar kemudian dilepas/digembalakan
pada lahan pertanian yang sedang bero. Potensi hijauan di lahan bero berasal dari
rumput alam yang tumbuh setelah tanaman pangan dipanen dan jerami tanaman
pangan yang ditinggalkan di lahan. Rumput ini adalah rumput alam yang tumbuh
26
dengan memanfaatkan sisa air yang masih ada di lahan sebelum lahan tersebut
benar-benar kering. Rumput yang tumbuh pada masa bero ini berproduksi rendah
dan mengandung nutrisi yang rendah juga.
Tabel 7. Estimasi produksi rumput di lahan pertanian bero (Ton BK/Tahun)
No Kecamatan Luas lahan
( Ha)
Produksi 100%
Estimasi pemanfaatan
60% 75% 90%
1 Sumbawa 505 136.35 81.81 102.26 122.72
2 Unter Iwes 1276 344.52 206.71 258.39 310.07
3 Lab. Badas 285 76.95 46.17 57.71 69.26
4 Utan 2691 726.57 435.94 544.93 653.91
5 Rhee 557 150.38 90.23 112.79 135.35
6 Alas 1318 355.87 213.52 266.90 320.27
7 Buer 1291 348.57 209.14 261.43 313.71
8 Alas Barat 1653 446.32 267.79 334.73 401.68
9 Moyo Hilir 5909 1595.43 957.26 1196.57 1435.89
10 Moyo Utara 2301 621.27 372.76 465.95 559.14
11 Moyo Hulu 5089 1374.03 824.42 1030.52 1236.63
12 Ropang 1393 376.12 225.67 282.08 338.50
13 Lantung 739 199.53 119.72 149.65 179.58
14 Lenangguar 1936 522.72 313.63 392.04 470.45
15 Lunyuk 2614 705.78 423.47 529.34 635.20
16 Orong Telu 1146 309.42 185.65 232.07 278.48
17 Lape 3768 1017.37 610.42 763.02 915.62
18 Lopok 4111 1109.97 665.98 832.48 998.97
19 Plampang 6175 1667.25 1000.35 1250.44 1500.53
20 Maronge 2888 779.77 467.86 584.82 701.78
21 Labangka 184 49.68 29.81 37.26 44.71
22 Empang 5987 1616.48 969.89 1212.37 1454.84
23 Tarano 1976 533.52 320.11 400.14 480.17
24 Batu Lanteh 601 162.27 97.36 121.70 146.04
Total produksi 56393 15226.14 9135.67 11419.58 13703.50
Sumber: Data primer diolah, 2017.
Dari 24 kecamatan di Kabupaten Sumbawa terlihat bahwa produksi rumput
dari lahan pertanian bero paling banyak dihasilkan berturut-turut di Kecamatan
Plampang, Empang dan Moyo Hilir sementara produksi rumput paling rendah
dihasilkan oleh Kecamatan Labangka, Labuhan Badas dan Lantung.
27
Gambar 11. Lahan sawah bero.
A.3. Hijauan yang berasal dari tegalan dan ladang
Lahan berupa tegalan/kebun dan ladang/huma juga merupakan lahan yang
potensial menghasilkan hijauan pakan untuk ternak di Kabupaten Sumbawa.
Lahan ini mungkin saja ditanami tanaman pangan pada musim hujan, tetapi akan
bero selama musim kering. Rumput alam dapat tumbuh dan ternak mungkin saja
digembalakan di lahan ini, meskipun produktifitas lahan ini rendah dan rumput
yang dihasilkan berkualitas rendah pula.
Di bawah ini adalah estimasi produksi rumput yang dapat dihasilkan dari
kebun/tegalan dan ladang yang ada di Kabupaten Sumbawa. Produksi rumput dari
lahan tegalan/kebun dan ladang paling banyak dihasilkan berturut-turut di
Kecamatan Lunyuk, Labangka dan Plampang, sementara produksi rumput paling
rendah dihasilkan oleh Kecamatan Lenangguar, Lantung dan Alas.
Tabel 8. Produksi rumput lahan tegalan/kebun dan ladang/huma (Ton BK/Tahun)
No Kecamatan Luas (Ha) Produksi
(100%) Persentase pemanfaatan
50% 60% 70%
1 Sumbawa 2079 561.34 280.67 336.80 392.93
2 Unter Iwes 2002 540.54 270.27 324.32 378.38
3 Lab. Badas 6981 1884.88 942.44 1130.92 1319.41
4 Utan 1742 338.32 169.16 202.99 236.82
5 Rhee 1809 219.52 109.76 131.71 153.66
6 Alas 628 41.86 20.93 25.11 29.30
28
7 Buer 846 126.64 63.32 75.98 88.64
8 Alas Barat 1499 362.88 181.44 217.73 254.02
9 Moyo Hilir 4162 1078.12 539.06 646.87 754.68
10 Moyo Utara 1757 462.52 231.26 277.51 323.76
11 Moyo Hulu 2395 646.66 323.33 387.99 452.66
12 Ropang 322 68.04 34.02 40.82 47.63
13 Lantung 184 41.58 20.79 24.95 29.11
14 Lenangguar 184 35.92 17.96 21.55 25.14
15 Lunyuk 22112 3697.38 1848.69 2218.43 2588.17
16 Orong Telu 9280 266.76 133.38 160.06 186.73
17 Lape 1339 361.54 180.77 216.92 253.07
18 Lopok 1881 507.88 253.94 304.72 355.51
19 Plampang 11018 2855.26 1427.63 1713.15 1998.68
20 Maronge 1741 470.08 235.04 282.04 329.05
21 Labangka 11581 2879.82 1439.91 1727.89 2015.87
22 Empang 3292 888.84 444.42 533.30 622.19
23 Tarano 3254 878.58 439.29 527.15 615.01
24 Batu Lanteh 5414 929.62 464.81 557.77 650.73
Total 97502 20144.58 10072.22 12086.66 14101.10
Sumber: Data primer diolah, 2017.
A.4. Produksi Limbah Pertanian
Dikebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia, ternak ruminansia
diberi pakan jerami terutama yang berasal dari jerami padi, jerami jagung, jerami
kacang-kacangan dan pucuk tebu. Ketika populasi meningkat dan area untuk
penanaman pakan terbatas, maka pemakaian limbah pertanian seperti jerami
sebagai pakan ternak akan meningkat. Di negara-negara dengan industri
peternakan yang maju, jerami dipandang sebagai bahan pakan berkualitas rendah
dan tidak digunakan sebagai pakan ternak.
Jerami padi tinggi kandungan oksalat dan silikanya yang lebih banyak
terkonsentrasi di bagian daun daripada di batang. Preston dan Leng (1987)
menyatakan bahwa, semua jerami serealia memiliki dua ciri khas yaitu kandungan
nitrogen rendah, dan komponen dinding sel tersusun atas senyawa-senyawa yang
sulit tercerna, sehingga harus dicerna melalui fermentasi mikroba terlebih dahulu.
29
Gambar 12. Jerami padi melimpah namun tidak dimanfaatkan secara optimal
Jerami adalah bahan pakan yang rendah kandungan proteinnya yaitu
sekitar 3-5% tapi tinggi kandungan serat kasarnya terutama komponen
lignoselulosa dan silika tinggi, menyebabkan daya cerna jerami menjadi rendah.
Untuk meningkatkan kecernaan jerami seringkali harus diolah terlebih dahulu.
Pengolahan jerami dapat dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan kimia.
Pengolahan mekanis dilakukan dengan pencacahan memotong jerami menjadi
ukuran-ukuran kecil. Pengolahan biologi dilakukan dengan fermentasi
menggunakan bakteri pencerna serat dan perlakuan kimiawi dilakukan dengan
memberikan natrium hidroksida setelah jerami dicacah kemudian difermentasi.
Ada juga yang menggunakan urea untuk fermentasi yang dikenal dengan istilah
amoniasi jerami padi.
Kebanyakan lahan pertanian di Kabupaten Sumbawa ditanami tanaman
pangan (padi dan jagung) selama musim hujan dan menjadi sumber hijauan pakan
yang sangat potensial. Limbah pertanian, berupa jerami padi dan jagung dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pemberian jerami dapat diberikan langsung
atau dapat juga diberikan setelah diolah terlebih dahulu sebelum diberikan. Hasil
wawancara dengan petani di lapangan diperoleh informasi bahwa petani sudah
banyak memanfaatkan jerami padi dan jerami jagung sebagai pakan ternak. Pada
saat ini di Indonesia sekitar 30-40% dari limbah pertanian berupa jerami
30
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Di Kabupaten Sumbawa informasi yang
diperoleh di lapangan menunjukkan baru sekitar 10-15% jerami dimanfaatkan
sebagai pakan ternak, namun masih jarang yang memberikan jerami padi
fermentasi kepada ternak.
Tabel 9. Produksi limbah pertanian di Kabupaten Sumbawa berdasarkan luas
panen per tahun (ton bahan kering/tahun).
No Kecamatan Jenis Hasil Sisa Pertanian
Padi Jagung Kedelai Kacang
tanah
Kacang
hijau Total
1 Sumbawa 28130.36 16039.20 517.56 27.43 278.32 44992.87
2 Unter Iwes 62107.90 3601.44 494.86 1261.74 23.86 67489.8
3 Lab. Badas 26631.71 14641.92 617.44 2331.48 1232.56 45455.11
4 Utan 71984.24 66833.28 186.14 384.01 326.03 139713.7
5 Rhee 25796.40 30208.80 435.84 565.04 1828.96 58835.04
6 Alas 69036.08 413.28 3904.40 10.97 43.74 73408.47
7 Buer 50388.97 3345.60 2655.90 16.46 111.33 56518.26
8 Alas Barat 66800.39 32314.56 4803.32 0.00 508.93 104427.2
9 Moyo Hilir 263516.37 11571.84 40.86 0.00 9116.97 284246
10 Moyo Utara 87830.60 10627.20 0.00 0.00 954.24 99412.04
11 Moyo Hulu 184235.43 6514.08 889.84 0.00 2874.65 194514
12 Ropang 44566.35 216.48 3768.20 0.00 0.00 48551.03
13 Lantung 20637.12 1239.84 3291.50 0.00 0.00 25168.46
14 Lenangguar 74121.66 6888.00 0.00 0.00 0.00 81009.66
15 Lunyuk 124289.51 276228.48 4185.88 82.29 0.00 404786.2
16 Orong Telu 50585.51 2164.80 0.00 0.00 2147.04 54897.35
17 Lape 159520.02 5156.16 0.00 0.00 4890.48 169566.7
18 Lopok 197182.77 4664.16 0.00 0.00 5272.18 207119.1
19 Plampang 269682.94 124574.40 0.00 219.43 5713.51 400190.3
20 Maronge 116452.32 12496.80 1003.34 27.43 1892.58 131872.5
21 Labangka 11915.48 130419.36 740.02 0.00 0.00 143074.9
22 Empang 261428.09 187747.20 45.40 1717.07 16436.78 467374.5
23 Tarano 83776.88 29992.32 5842.98 38.40 1522.81 121173.4
24 Batu Lanteh 33043.96 432.96 0.00 38.40 7.95 33523.27
Jumlah 2383661.06 978332.16 2607.45 6720.15 55230.62 3426551.0
Sumber: Data primer diolah, 2017.
Tabel 9 menunjukkan Kecamatan Empang, Lunyuk dan Plampang
merupakan tiga kecamatan yang dominan menghasilkan jerami padi melimpah.
Pemanfaatan jerami padi di ketiga kecamatan ini juga relatif tinggi mengingat
31
bahwa peternak sudah terbiasa menggunakan jerami sebagai pakan ternak
ruminansia. Sebaliknya Kecamatan Lantung, Batu Lanteh dan Sumbawa
merupakan wilayah dengan produksi jerami padi yang paling rendah di Kabupaten
Sumbawa. Hal itu dapat dimaklumi karena kecamatan Lantung dan Batu Lanteh
ada di kawasan pegunungan dengan lahan pertanian tanaman pangan yang sedikit
dan cenderung lebih cocok ditanami tanaman perkebunan dan sejenisnya. Adapun
Kecamatan Sumbawa menghasilkan jerami dalam jumlah terbatas karena areal
persawahannya relatif terbatas.
A.5. Estimasi Produksi Lamtoro
Dari luasan lahan yang ada di Kabupaten Sumbawa, maka lahan
tegalan/kebun dan ladang adalah luasan yang sangat potensial untuk menghasilkan
pakan hijauan ternak. Lahan ini dapat ditanami dengan tanaman pakan ternak,
karena merupakan lahan kering yang tidak beririgasi. Ada baiknya lahan ini
ditanami dengan tanaman legum pohon dan bukan ditanami dengan rumput unggul
seperti rumput gajah. Tanaman rumput membutuhkan air yang kontinyu untuk
tumbuh dan menghasilkan hijauan pakan, sehingga rumput hanya dapat tumbuh
dan berproduksi selama musim hujan. Sementara tanaman legume pohon memiliki
sistem perakaran yang dalam, sehingga tanaman ini mampu bertahan hidup dan
berproduksi pada saat musim kemarau ketika air hujan sudah tidak ada.
Lamtoro adalah tanaman leguminosa pohon yang tumbuh baik di lahan
kering dan merupakan hijauan pakan ternak berkualitas tinggi karena memiliki
kandungan protein tinggi serta disukai oleh ternak. Pada saat ini lamtoro sudah
banyak dimanfaatkan oleh peternak sebagai pakan ternak mereka, terutama saat
musim kemarau. Selain itu Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa juga sudah
mencanangkan program Lamtoronisasi di seluruh Kabupaten Sumbawa, sehingga
tanaman ini makin banyak digunakan sebagai pakan ternak terutama ternak
ruminansia. Dengan menanam lamtoro pada sebagian tegalan dan ladang, maka
sumber hijauan pakan untuk ternak dapat tersedia dalam jumlah yang memadai
sepanjang tahun dan dengan kualitas pakan yang baik. Penanaman lamtoro dapat
berupa penanaman dengan sengaja sebagai tanaman tunggal di tegalan atau ladang
atau dapat juga dilakukan dengan tanaman terintegrasi antara jagung dan lamtoro.
32
Tabel 10. Produksi Lamtoro bila sebagian lahan tegalan dan ladang ditanami
lamtoro (Ton BK/Tahun).
No Kecamatan Luas (Ha) Produksi bila lahan ditanami
10% 20% 30%
1 Sumbawa 2079 1262.99 2525.99 3788.98
2 Unter Iwes 2002 1216.22 2432.43 3648.65
3 Lab. Badas 6981 4240.96 8481.92 12722.87
4 Utan 1253 761.20 1522.40 2283.59
5 Rhee 813 493.90 987.80 1481.69
6 Alas 155 94.16 188.33 282.49
7 Buer 469 284.92 569.84 854.75
8 Alas Barat 1344 816.48 1632.96 2449.44
9 Moyo Hilir 988 600.21 1200.42 1800.63
10 Moyo Utara 1339 813.44 1626.89 2440.33
11 Moyo Hulu 1713 1040.65 2081.30 3121.94
12 Ropang 2395 1454.96 2909.93 4364.89
13 Lantung 154 93.56 187.11 280.67
14 Lenangguar 252 153.09 306.18 459.27
15 Lunyuk 133 80.80 161.60 242.39
16 Orong Telu 13694 8319.11 16638.21 24957.32
17 Lape 1881 1142.71 2285.42 3428.12
18 Lopok 10575 6424.31 12848.63 19272.94
19 Plampang 1741 1057.66 2115.32 3172.97
20 Maronge 10666 6479.60 12959.19 19438.79
21 Labangka 3292 1999.89 3999.78 5999.67
22 Empang 3254 1976.81 3953.61 5930.42
23 Tarano 3443 2091.62 4183.25 6274.87
24 Batu Lanteh 3993 2425.75 4851.50 7277.24
Jumlah 74609 45324.97 90649.94 135974.90
Sumber: Data primer diolah, 2017.
Kecamatan Orong Telu, Maronge dan Lopok merupakan tiga wilayah
dengan peluang memproduksi lamtoro yang tinggi. Estimasi produksi lamtoro
tersebut dihitung berdasarkan ketersediaan lahan kering yang potensial ditanami
legume pohon. Dalam praktik yang terjadi dewasa ini, Kecamatan Lopok paling
besar peluang menghasilkan lamtoro dibandingkan kecamatan lain karena upaya
penanaman lamtoro di wilayah ini sudah dimulai. Puluhan petani di Kecamatan
Lopok sudah menanam lamtoro di lahan kering miliknya, di bawah bimbingan
33
Tim teknis dari Fakultas Peternakan Universitas Mataram melalui proyek Aplied
Research and Innovation Systems in Agriculture (ARISA) Australia.
Kecamatan Orong Telu dan Kecamatan Maronge, meskipun potensial
memproduksi lamtoro dalam jumlah besar, namun peluang memproduksi lamtoro
relatif terbatas karena di kedua kecamatan tersebut penanaman lamtoro masih
sedikit. Lamtoro yang kini tumbuh di kecamatan tersebut adalah jenis lamtoro
gung yang tumbuh secara liar dan tidak tahan kutu loncat.
Penanaman legum pohon sangat dianjurkan terutama di lahan kering yang
tersedia banyak di Kabupaten Sumbawa. Penanaman legume pohon seperti
lamtoro selain dimaksudkan sebagai pakan ternak, juga dimaksudkan untuk
membantu konservasi lingkungan termasuk untuk membantu penanggulangan
banjir yang dalam beberapa tahun terakhir terjadi di Kabupaten Sumbawa.
Integrasi lamtoro dengan jagung, cabe, kacang tanah, kacang hijau dan tanaman
hortikultura lain di ladang/tegalan juga bisa meningkatkan kesubuan tanah.
Pemanfaatan lamtoro sebaiknya dilakukan lebih massif dan terintegrasi lagi,
karena memberi peluang bagi penambahan daya dukung ternak di Kabupaten
Sumbawa. Pemerintah Daerah Sumbawa selayaknya menginisiasi hal itu lebih
sungguh-sungguh lagi.
Pemberian paket bantuan ternak, jika program tersebut masih dilaksanakan,
sebaiknya memperhatikan ketersediaan pakan terutama dikaitkan dengan
penyediaan lamtoro oleh setiap peternak calon penerima bantuan. Hal itu termasuk
ditujukan agar ternak bantuan lebih terjamin kualitas hidupnya dan
keberlanjutannya.
B. Daya Dukung (DD)
Daya dukung ternak adalah jumlah populasi ternak yang dapat didukung
hidupnya (dengan produktivitas yang baik) untuk sejumlah hijauan pakan yang
tersedia di suatu wilayah. Untuk melihat kondisi daya dukung hijauan pakan
ternak ruminansia besar di Kabupaten Sumbawa dapat diketahui dari jumlah
hijauan pakan yang tersedia dan membuat estimasi pemanfaatan sumber hijauan
pakan yang tersedia dan estimasi luasan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan hijauan pakan. Dari berbagai sumber hijauan pakan yang tersedia,
34
diasumsikan pemanfaatan sumber pakan yang berbeda-beda. Estimasi didasarkan
pada informasi dan perkiraan pemanfaatan tiap jenis sumber hijauan yang ada.
Pembuatan skenario daya dukung pakan untuk ternak di Kabupaen
Sumbawa menggunakan 3 jenis pendekatan yaitu pendekatan pesimis, moderat
dan optimis. Skenario pendekatan pesimis menggunakan asumsi pemanfaatan
sumber hijauan pakan ternak dengan jumlah sedikit. Skenario pendekatan moderat
menggunakan pemanfaatan sumber pakan dengan jumlah sedang/menegah dan
skenario pendekatan optimis menggunakan asumsi pemanfaatan sumber pakan
dengan jumlah banyak.
Tabel 11. Asumsi pemanfaatan sumber hijauan pakan untuk skenario daya dukung
pesimis, moderat dan optimis.
No Asumsi penggunaan sumber
pakan (%)
Skenario
Pesimis Moderat Optimis
1 Limbah Padi dan Jagung 10 20 30
2 Limbah kacang 60 70 80
3 Rumput lahan pertanian bero 60 75 90
4 Rumput lahan ladang 50 60 70
5 Lar terbuka 20 25 30
6 Lamtoro ladang (solo atau
integrasi)
20 25 30
Sumber: data primer diolah, 2017.
Skenario daya dukung pesimis memberikan gambaran, bila pemanfaatan
sumber pakan rendah akan memberikan perkiraan jumlah ketersedian pakan yang
paling sedikit untuk digunakan sebagai pakan ternak. Skenario moderat
menunjukkan pemanfaatan sumber pakan dalam jumlah sedang/menengah.
Kondisi ini menunjukkan perkiraan jumlah ketersediaan pakan dengan jumlah
yang sangat mungkin untuk dimanfaatkan. Adapun skenario optimis memberikan
gambaran pemanfaatan sumber pakan dalam jumlah banyak, yang menuntut kerja
keras dari semua pihak untuk dapat mencapainya. Kondisi ini selain dapat
mencerminkan kondisi yang mungkin saja berlaku pada saat ini, juga memberikan
kemungkinan untuk perencanaan dan pengembangan populasi ternak ruminasia
besar dalam kaitannya dengan persediaan pakan ternak di Kabupaten Sumbawa.
35
1. Skenario daya dukung pesimis
Tabel 12 menyajikan nilai daya dukung Kabupaten Sumbawa didasarkan
pada estimasi ketersediaan rumput di lahan bero, di kebun/ladang, perkiraan
pemanfaatan jerami padi, jagung dan kacang dari produksi jerami yang ada,
estimasi produksi rumput dari Lar saat ini, estimasi produksi lamtoro apabila
sebagian lahan kering yang ada ditanami lamtoro. Daya dukung ini dilengkapi
dengan kapasitas tampung wilayah dan potensi pengembangan jumlah unit ternak
(UT) yang dapat dipelihara di setiap kecamatan se Kabupaten Sumbawa.
Tabel 12. Daya Dukung Pesimis Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten
Sumbawa (estimasi pemanfaatan hijauan pakan rendah)
No Kecamatan DD (UT) Total Pop (UT) DD-POP UT
1 Sumbawa 2444.95 4028.25 -1583.30
2 Unter Iwes 3306.78 9904.5 -6597.72
3 Lab. Badas 5049.14 6631.5 -1582.36
4 Utan 5568.75 11798.75 -6230.00
5 Rhee 2947.12 4028.75 -1081.63
6 Alas 3054.28 2136.5 917.78
7 Buer 2472.09 2424 48.09
8 Alas Barat 4824.23 3338.5 1485.73
9 Moyo Hilir 11396.47 20803.5 -9407.03
10 Moyo Utara 4431.58 10137.5 -5705.92
11 Moyo Hulu 7878.96 17261.5 -9382.54
12 Ropang 4971.42 4419.25 552.17
13 Lantung 2153.67 2551.25 -397.58
14 Lenangguar 10200.23 4962.5 5237.73
15 Lunyuk 14174.49 8032.5 6141.99
16 Orong Telu 7373.20 4131.75 3241.45
17 Lape 7281.57 8393 -1111.43
18 Lopok 12530.58 13788 -1257.42
19 Plampang 15981.13 13277.5 2703.63
20 Maronge 9192.01 6810.75 2381.26
21 Labangka 6315.67 7476 -1160.33
22 Empang 20044.51 12450.25 7594.26
23 Tarano 7254.57 8543.5 -1288.93
24 Batu Lanteh 2755.22 4718.5 -1963.28
Total 167633.97 192048 (24.414)
Sumber: Data primer diolah, 2017.
36
Daya dukung ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) untuk Kabupaten
Sumbawa dengan menggunakan pendekatan pesimis memperlihatkan bahwa
populasi ternak yang ada sekarang telah melampaui daya dukung hijauan pakan
yang tersedia. Secara keseluruhan terdapat kekurangan pakan untuk mendukung
populasi ternak yang ada di Kabupaten Sumbawa saat ini. Jumlah kelebihan
populasi ternak adalah sebanyak 24.414 UT. Kelebihan populasi tersebut terjadi
di 14 kecamatan dari 24 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa. Dengan
skenario ini, Kecamatan Moyo Hilir, Moyo Hulu, Unter Iwes, Utan dan Moyo
Utara adalah kecamatan yang paling banyak kelebihan ternaknya. Disisi lain,
meskipun di sembilan kecamatan terjadi surplus pakan, namun kelebihan tersebut
hanya sedikit melebihi populasi yang ada. Kecamatan Lunyuk, Empang dan
Lenangguar memiliki kelebihan daya dukung pakan yang cukup tinggi, artinya di
ketiga kecamatan tersebut jumlah populasi ternak ruminansia besar masih bisa
ditingkatkan populasinya dalam jumlah yang cukup tinggi.
Gambar 13. Grafik daya dukung Kabupaten Sumbawa dengan skenario
pendekatan pesimis.
2. Skenario daya dukung moderat
Selanjutnya dibuat skenario dengan pendekatan pemanfaatan dan produksi
hijauan pakan moderat. Bila daya dukung moderat digunakan, maka terlihat daya
0
5000
10000
15000
20000
25000
SU
MB
AW
A
UN
TER
IWES
LA
B. B
AD
AS
U T
A N
R H
E E
A L
A S
B U
E R
ALA
S B
AR
AT
MO
YO H
ILIR
MOYO
…
MO
YO H
ULU
RO
PA
NG
LA
NTU
NG
LENANGG…
LUN
YUK
ORONG…
LAP
E
LOP
OK
PLA
MPA
NG
MA
RO
NG
E
LAB
AN
GK
A
EMP
AN
G
TAR
AN
O
BATU
…
DD UT
Pop (UT)
37
dukung Kabupaten Sumbawa secara keseluruhan dapat ditingkatkan populasi
sebesar 88.134 UT. Berdasarkan pendekatan moderat, daya dukung terlihat
hampir berlebih di seluruh kecamatan, kecuali di beberapa kecamatan seperti
Unter Iwes, Utan, Moyo Hilir dan Moyo Utara. Akan tetapi meskipun terjadi
kelebihan populasi di 4 (empat) kecamatan ini, jumlah kelebihan populasi tidaklah
terlalu banyak, bahkan untuk Kecamatan Unter Iwes terjadi kekurangan pakan
untuk hampir separuh populasi yang ada (Tabel 13).
Tabel 13. Daya Dukung Moderat Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten
Sumbawa (estimasi pemanfaatan pakan ternak sedang/menengah)
No Kecamatan DD (UT) Pop (UT) DD-POP UT
1 Sumbawa 4077.357 4028.25 49.11
2 Unter Iwes 5646.22 9904.5 -4258.28
3 Lab. Badas 7201.502 6631.5 570.00
4 Utan 10207.98 11798.75 -1590.77
5 Rhee 4954.564 4028.75 925.81
6 Alas 5388.294 2136.5 3251.79
7 Buer 4308.838 2424 1884.84
8 Alas Barat 8274.463 3338.5 4935.96
9 Moyo Hilir 19736.02 20803.5 -1067.48
10 Moyo Utara 8271.404 10137.5 -1866.10
11 Moyo Hulu 16702.53 17261.5 -558.97
12 Ropang 12354.92 4419.25 7935.67
13 Lantung 3154.522 2551.25 603.27
14 Lenangguar 6275.217 4962.5 1312.72
15 Lunyuk 32963.03 8032.5 24930.53
16 Orong Telu 6166.556 4131.75 2034.81
17 Lape 12061.48 8393 3668.48
18 Lopok 15273.92 13788 1485.92
19 Plampang 32958.11 13277.5 19680.61
20 Maronge 11839.39 6810.75 5028.64
21 Labangka 15593.05 7476 8117.05
22 Empang 30438.39 12450.25 17988.14
23 Tarano 14038.83 8543.5 5495.33
24 Batu Lanteh 6508.414 4718.5 1789.91
Total 280185.5 192048 88134
Catatan: Kebutuhan BK/UT/Tahun (kebutuhan BK 3.5%, rata-rata BB ternak 250
kg; 365 hari/setahun = 3.1 Ton BK/UT/Th)
38
Pada kondisi seperti ini maka di kecamatan yang masih kelebihan populasi
(daya dukung rendah) seperti Unter Iwes, harus diupayakan peningkatan
ketersediaan pakan dengan memanfaatkan lebih banyak sumber pakan ternak yang
ada. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan jerami padi dan
jagung (misalnya dengan meningkatkan penggunaan jerami padi dan jagung di
atas 20%) dan juga meningkatkan jumlah lahan yang ditanami lamtoro untuk
mengatasi kekurangan pakan bagi populasi ternak yang ada di kecamatan tersebut.
Sementara untuk kecamatan yang daya dukungnya lebih tinggi dibandingkan
populasi ternaknya, maka terdapat peluang untuk meningkatkan jumlah populasi
ternak ruminansianya.
Gambar 14. Grafik daya dukung Kabupaten Sumbawa dengan skenario
pendekatan moderat.
3. Skenario daya dukung optimis
Lebih lanjut kalau menggunakan pendekatan pemanfaatan dan produksi
hijauan pakan optimis, maka daya dukung Kabupaten Sumbawa secara
keseluruhan meningkat secara tajam sebesar 410,687 UT.
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
SU
MB
AW
A
UN
TER
IWES
LA
B. B
AD
AS
U T
A N
R H
E E
A L
A S
B U
E R
ALA
S B
AR
AT
MO
YO H
ILIR
MO
YO U
TAR
A
MO
YO
HU
LU
RO
PA
NG
LA
NTU
NG
LEN
AN
GG
UA
R
LUN
YUK
OR
ON
G T
ELU
LAP
E
LOP
OK
PLA
MP
AN
G
MA
RO
NG
E
LAB
AN
GKA
EMP
AN
G
TAR
AN
O
BA
TU L
AN
TEH
DD (UT)
Pop (UT)
39
Daya dukung menggunakan pendekatan optimis, seluruh kecamatan di
Kabupaten Sumbawa menunjukkan kelebihan. Namun demikian, dalam
kenyataannya penambahan populasi ternak sebesar 410,687 UT memerlukan
upaya yang sangat sungguh-sungguh dari semua pihak (stake holder) untuk
mewujudkannya.
Tabel 14. Daya Dukung Optimis Ruminansia Besar di Kabupaten Sumbawa
(estimasi pemanfaatan hijauan pakan ternak tinggi)
No KECAMATAN DD (UT) Pop (UT) DD-POP UT
1 Sumbawa 6575.76 4028.25 2547.51
2 Unter Iwes 11048.75 9904.5 1144.25
3 Lab. Badas 15459.84 6631.5 8828.34
4 Utan 16271.91 11798.75 4473.16
5 Rhee 12961.08 4028.75 8932.33
6 Alas 16584.24 2136.5 14447.74
7 Buer 12204.67 2424 9780.67
8 Alas Barat 23073.27 3338.5 19734.77
9 Moyo Hilir 27484.61 20803.5 6681.11
10 Moyo Utara 21469.22 10137.5 11331.72
11 Moyo Hulu 22675.65 17261.5 5414.15
12 Ropang 20011.04 4419.25 15591.79
13 Lantung 11510.96 2551.25 8959.71
14 Lenangguar 49025.36 4962.5 44062.86
15 Lunyuk 18043.03 8032.5 10010.53
16 Orong Telu 31493.54 4131.75 27361.79
17 Lape 22368.69 8393 13975.69
18 Lopok 30652.99 13788 16864.99
19 Plampang 37575.5 13277.5 24298
20 Maronge 45371.27 6810.75 38560.52
21 Labangka 15631.75 7476 8155.75
22 Empang 61274.16 12450.25 48823.91
23 Tarano 62579.14 8543.5 54035.64
24 Batu Lanteh 11389.11 4718.5 6670.61
Total 602735.54 192048 410687.54
Sumber: data primer diolah (2017).
40
Gambar 15. Grafik daya dukung Kabupaten Sumbawa dengan skenario
pendekatan optimis.
Tabel 15 berikut menunjukkan potensi daya dukung Kabupaten Sumbawa
dengan membandingkan ketiga model skenario yaitu skenario pesimis, moderat
dan optimis. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan daya tampung
wilayah dengan skenario pesimis adalah 167.633.97 UT, sementara populasi
ruminansia besar saat ini mencapai 192.000 UT. Artinya bahwa dalam skenario
ini di mana pemanfaatan sumber hijauan pakan rendah, maka telah terjadi
kelebihan populasi sebesar 24.414 UT. Selanjutnya bila skenario moderat
digunakan, maka daya dukung Kabupaten Sumbawa meningkat menjadi
280.185,5 UT. Artinya jika jumlah sumber hijauan yang dimanfaatkan dinaikkan,
maka masih terdapat potensi penambahan ternak sebanyak 88.135 UT. Apabila
kemampuan daya dukung tambahan tersebut diperuntukkan bagi pengembangan
populasi sapi dan kerbau dengan persentase perbandingan 50:50, maka Kabupaten
Sumbawa masih mampu menampung penambahan ternak sapi dan kerbau masing-
masing sebanyak 44.000 UT. Semakin tinggi pemanfaatan jumlah sumber pakan
hijauan pakan ternak, maka semakin tinggi pula daya dukung wilayah terhadap
penambahan populasi ternak, sebagaimana pada pendekatan pemanfaatan pakan
dengan scenario moderat dan optimis.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
Su
mb
awa
Un
ter
Iwes
Lab
. Bad
as U
tan
Rh
ee A
las
Bu
er A
las
Bar
atM
oyo
Hili
rM
oyo
Uta
raM
oyo
Hu
luR
op
ang
Lan
tun
gLe
nan
ggu
arLu
nyu
kO
ron
g Te
luLa
pe
Lop
ok
Pla
mp
ang
Mar
on
geLa
ban
gka
Emp
ang
Tara
no
Bat
u L
ante
h
DAYA DUKUNG OPTIMIS
DD (UT) Pop (UT)
41
Tabel 15. Potensi kelebihan (-) dan penambahan (+) populasi ternak berdasarkan
3 (tiga) skenario daya dukung di Kabupaten Sumbawa. (UT)
No Kecamatan Total Pop
(UT) DD - Populasi (UT)
Pesimis Moderat Optimis
1 Sumbawa 4028 -1583 49 2548
2 Unter Iwes 9905 -6598 -4258 1144
3 Lab. Badas 6632 -1582 570 8828
4 Utan 11799 -6230 -1591 4473
5 Rhee 4029 -1082 926 8932
6 Alas 2137 918 3252 14448
7 Buer 2424 48 1885 9781
8 Alas Barat 3339 1486 4936 19735
9 Moyo Hilir 20804 -9407 -1067 6681
10 Moyo Utara 10138 -5706 -1866 11332
11 Moyo Hulu 17262 -9383 -559 5414
12 Ropang 4419 552 7936 15592
13 Lantung 2551 -398 603 8960
14 Lenangguar 4963 5238 1313 44063
15 Lunyuk 8033 6142 24931 10011
16 Orong Telu 4132 3241 2035 27362
17 Lape 8393 -1111 3668 13976
18 Lopok 13788 -1257 1486 16865
19 Plampang 13278 2704 19681 24298
20 Maronge 6811 2381 5029 38561
21 Labangka 7476 -1160 8117 8156
22 Empang 12450 7594 17988 48824
23 Tarano 8544 -1289 5495 54036
24 Batu Lanteh 4719 -1963 1790 6671
Total 192048 -24414 88135 410688
Sumber: Data primer diolah, 2017.
Untuk menambah populasi sapi dan kerbau di wilayah ini, perlu
dipertimbangkan bahwa masing-masing kecamatan juga terdapat keterbatasan
kemampuan kapasitas tampungnya. Apabila di kecamatan tertentu populasi ternak
ruminansianya sudah melampaui kapasitas tampung, maka peternak akan mencari
hijauan pakan di wilayah desa lain atau mungkin telah menggunakan pakan
42
tambahan lain berupa konsentrat. Dengan demikian peternak tentu akan
mengeluarkan biaya yang lebih besar.
Pada kenyataannya sumberdaya pakan yang berasal dari limbah pertanian
(tanaman pangan) selama ini di Kabupaten Sumbawa belum banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku pakan ternak dan umumnya masih diasumsikan sebagai
limbah dan bahkan tidak memberikan dampak positif bagi kelestarian lingkungan
(ekosistem). Pemanfaatan limbah pertanian melalui pola terintegrasi secara
vertikal maupun horizontal akan mampu membantu dalam mengatasi kekurangan
pakan ternak yang merupakan masalah utama dalam program pengembangan
ternak.
Gambar 16. Grafik potensi kelebihan dan penambahan populasi ternak
berdasarkan 3 (tiga) skenario daya dukung di Kabupaten Sumbawa.
167634
280183
602736
192048 192048 192048
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
Pesimis Moderat Optimis
Daya Dukung Kabupaten Sumbawa
DD POP
43
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
B. Kesimpulan
Merujuk pada uraian dan kajian yang telah diuraikan, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan skenario pesimis terkait ketersedian pakan, Kabupaten
Sumbawa dewasa ini memiliki kelebihan populasi (over population)
sebesar 24.414 UT. Skenario pesimis merupakan kondisi yang mendekati
keadaan sebenarnya pada saat ini. Pada musim hujan ternak sangat
bergantung pada hijauan pakan yang tersedia di Lar yang jumlahnya sangat
terbatas sebagai akibat sebagian besar Lar tertutup oleh tanaman gulma.
Sebaliknya pada musim kemarau ternak dilepas di lahan bero yang
produksi rumputnya terbatas serta bermutu rendah. Jumlah hijauan pakan
yang bersumber dari limbah pertanian (terutama jerami padi dan jagung)
masih rendah (10%), seperti juga ketersediaan hijauan pakan berkualitas
tinggi yang berasal dari legume pohon lamtoro juga masih sangat terbatas.
Asupan pakan dengan kuantitas maupun kualitas rendah mengakibatkan
ternak menjadi kurus karena potensi genetik tidak tercapai.
2. Skenario moderat merupakan pilihan yang paling realistis untuk digunakan
sebagai acuan pengembangan ternak di Kabupaten Sumbawa. Dalam
skenario ini, jumlah populasi masih bisa ditambahkan sebanyak 88.134
UT. Oleh karena itu limbah pertanian terutama limbah padi dan jagung
seyogyanya digunakan sebagai pakan ternak dengan tingkat pemanfaatan
hingga 20%. Demikian pula penggunaan hijauan pakan berupa legume
pohon seperti lamtoro yang bisa ditanami di sela-sela tanaman pangan
dengan luasan sampai mencapai 25% dari total luasan ladang yang ada.
3. Skenario optimis, dari segi ketersediaan pakan, memberi peluang bagi
tertampungnya 410.688 UT ternak di Kabupaten Sumbawa. Daya dukung
yang besar ini sangat sulit dilaksanakan dan dicapai karena membutuhkan
penggunaan sumber hijauan dalam jumlah besar. Kalaupun dipaksakan
44
dicapai, maka diperlukan komitmen sungguh-sungguh semua pihak
(stakeholder) yang ada di Kabupaten Sumbawa untuk mencapai hal itu.
4. Kecamatan yang paling potensial untuk pngembangan dan penambahan
populasi ternak ruminansia besar berturut-turut adalah Kecamatan
Empang, Lunyuk, dan Lenangguar. Sedangkan kecamatan yang sudah
jenuh (padat) berturut-turut adalah Kecamatan Moyo Hulu, Unter Iwis, dan
Sumbawa. Untuk kecamatan yang sudah padat ini, upaya yang dilakukan
adalah dengan meningkatkan produktivitas per unit ternak.
5. Penanaman legum pohon memberi peluang besar bagi peningkatan daya
dukung ternak di setiap kecamatan, terutama terhadap pemanfaatan lahan
kering yang tersedia banyak di Kabupaten Sumbawa. Penanaman legume
pohon seperti lamtoro selain dimaksudkan sebagai pakan ternak, juga
dimaksudkan untuk membantu konservasi lingkungan serta untuk
membantu penanggulangan banjir yang setahun terakhir terjadi di
Kabupaten Sumbawa. Integrasi lamtoro dengan jagung, cabe, kacang
tanah, kacang hijau dan tanaman hortikultura lain di lahan ladang/tegalan
juga bisa menambah kesubuan tanah.
C. Rekomendasi
Rekomendasi yang bisa diketengahkan dari kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan skenario pesimis direkomendasikan untuk perencanaan usaha
peternakan di Kabupaten Sumbawa dengan tidak memprioritaskan
program penambahan populasi, tetapi dilakukan program peningkatan
ketersediaan pakan baik kuantitas maupun kualitas. Perbaikan pakan
ditujukan untuk meningkatkan produktivitas per satuan ternak
(peningkatan bobot badan, peningkatan jumlah kelahiran dengan
memperpendek jarak beranak dan menekan angka kematian pedet sebelum
sapih) yang akan berdampak pada penambahan “turn over” yaitu jumlah
ternak yang dijual meningkat dengan signifikan (dengan demikian
pendapatan peternak meningkat) sementara jumlah ternak yang dipelihara
oleh peternak tetap sama. Penambahan populasi dalam jumlah terbatas
masih dapat dilakukan tetapi terutama ditujukan di wilayah kecamatan
45
yang pada saat ini memiliki daya dukung yang masih belum belum
optimal.
2. Skenario moderat adalah skenario yang paling direkomendasikan untuk
digunakan dalam penambahan populasi di Kabupaten Sumbawa.
Konsekuensi dari penggunaan skenario ini menuntut kerja keras dari
berbagai pihak terutama pihak pemerintah baik eksekutif maupun
leguslatif. Komitmen kebijakan harus didukung juga dengan komitmen
dalam pendanaan agar program-program yang direncanakan dapat
tercapai. Skenario moderat tetap harus disertai dengan program yang
berorientasi untuk penyediaan pakan yang selain mencukupi dari segi
kuantitas juga mencukupi dari segi kualitas. Program ini dilakukan
misalnya melalui program penanaman lamtoro baik penanaman sendiri
maupun secara tumpangsari dengan tanaman lainnya.
3. Skenario optimis adalah skenario “over confidence” yang kelihatannya
akan sangat sulit untuk dilaksanakan karena peningkatan populasi yang
ditargetkan terlalu tinggi untuk dapat dicapai.
4. Perlu dilakukan upaya optimalisasi fungsi lar untuk meningkatkan
produksi hijauan pakan guna menunjang peningkatan produksi dan
populasi ternak.
5. Pemanfaatan lamtoro sebaiknya dilakukan lebih massif dan terintegrasi
lagi karena memberi peluang bagi penambahan daya dukung ternak di
Kabupaten Sumbawa. Pemda Sumbawa selayaknya menginisiasi hal itu
lebih sungguh-sungguh lagi.
6. Pemberian paket bantuan ternak, jika program tersebut masih dilakukan,
sebaiknya memperhatikan ketersediaan pakan di lokasi sasaran, terutama
dikaitkan dengan penyediaan lamtoro oleh setiap paternak calon penerima
bantuan. Hal itu termasuk ditujukan agar ternak bantuan lebih terjamin
kualitas hidup dan produktivitasnya serta keberlanjutan program.
46
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2013. Sumbawa dalam Angka. BPS Kabupaten Sumbawa.
Dilaga, 2002. Kelayakan Lingkungan Lahan Kering Sumbawa Sebagai Wadah
Penggembalaan Sapi Hissar. Seminar Nasional IV Pengembangan Lahan
Kering. Mataram 27-28 Mei 2002.
Hermansyah, Poerwoto, H., dan Mastur, 2006. Kajian Pemotongan Ternak Tidak
Tercatat, Studi di Kabupaten Sumbawa, NTB. Seminar Nasional Industri
Peternakan Modern di Palu, Sulteng.
Pertiwi, E. 2007. Upaya Pelestarian Padang Penggembalaan Bersama Peternakan
Tradisional yang Berwawasan Lingkungan. Thesis. Program Magister
Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Semarang.
Preston T.R. dan R.A. Leng, 1987. Matching Ruminant Production Sistems With
Available Resources in Tropics and Sub Tropics. Penambul Book.
Armidale. Australia.
Shelton M, Panjaitan T, Halliday M, Dahlanuddin, Nulik J, Kana Hau D (2016)
Improving smallholder cattle fattening sistems based on forage tree legume
diets in eastern Indonesia and northern Australia. Final report, Australian
Centre for International Agricultural Research, Canberra, Australia
Susetyo. 1980. Padang Penggembalaan. IPB. Bogor.
Talib C, Entwistle K, Siregar A, Budiarti-Turner S and Lindsay D (2003).
Strategies to improve Bali cattle in eastern Indonesia. Proceedings No. 110.
Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra,
Australia, pp. 39.