PENILAIAN BUKU PELAJARAN
Oleh: Marlina
A. Pengantar
Sebuah buku pelajaran merupakan sumber belajar bagi siswa yang dapat menjadi
pendukung dalam kegiatan belajar mengajar. Di dalam sebuah buku-termasuk di
dalamnya buku pelajaran- terdapat sumber pengetahuan yang Sangat dibutuhkan oleh
siswa. Banyak pengajar menganggap bahwa sebuah buku dapat digunakan sebagai
acuan materi yang dapat diberikan kepada para siswa. Dinyatakan Depdiknas perihal buku
pelajaran bahwa buku pelajaran ahíla buku yang digunakan sebagai sarana belajar di
sekolah untuk menunjang program pelajaran.1
Sementara itu disebutkan pula oleh Depdiknas bahwa fungsi buku pelajaran
adalah sebagai fasilitas bagi kegiatan belajar mandiri siswa karena di dalam buku
pelajaran sudah disajikan materi yang menyimpan pengetahuan tentang berbagai segi
kehidupan.2
Mengacu pada pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa buku pelajaran hanya
merupakan penunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Namur demikian, berdasarkan
fungís yang disebutkan maka sebuah buku pelajaran seharusnya dapat memberikan
materi belajar bagi siswa dan dapat membantu siswa melakukan kegiatan belajar mandiri.
Namun demikian, persepsi umum yang menyatakan bahwa sebuah buku
pelajaran dapat sepenuhnya dijadikan acuan dalam pemberian materi pembelajaran tentu
saja tidaklah dapat dikatakan benar seutuhnya. Hal ini dikarenakan sebuah buku yang
secara kualitas pun diakui sebagai sumber belajar yang memadai, ternyata buku tersebut
belum tentu relevan dengan kebutuhan siswa. Oleh karena itu maka sebuah buku
pelajaran harus dapat melewati uji kualifikasi untuk dapat dinyatakan sebagai buku yang
dapat digunakan oleh siswa sebagai sumber belajar.
B. Pembahasan
1 Depdiknas. Pedoman Penulisan Buku Pelajaran Penjelasan Standar Mutu Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (Jakarta: Depdiknas, 2005), p. 3.
2 Ibid.
1
Pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba memberikan penilaian terhadap
sebuah buku pelajaran yang digunakan di sekolah. Adapun identitas buku tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Identitas Umum Buku
Judul : Kompetensi Berbahasa dan Sastra Indonesia 3B untuk Kelas XII SMA
dan MA Semester 2
Penulis : Syamsuddin A.R.
Penerbit : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
2) Identitas Khusus
Pelajaran 7
Tema : Sejarah dan Budaya
Dalam memberikan penilaian, penulis telah membuat terlebih dahulu kriteria
penilaian yang digunakan dalam menilai sebuah buku. Komponen dan kriteria penilaian
untuk tiap komponennya adalah sebagai berikut:
1. Komponen Teks yang meliputi teks sastra dan teks nonsastra. Secara lebih jelas
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Komponen Kriteria Penilaiana. Sastra 1. Puisi a. Memperhatikan mutu/kualitas
(figuratif atau perlambanganb.Memperhatikan kebutuhan siswa/kesesuaian dengan usia siswac.Mengandung nilai-nilai (lifeskill)d. Kesesuaian dengan tujuan kurikulum e. Layak untuk diapresiasi/merangsang
apresiasi2. Prosa a. Memperhatikan mutu/kualitas
(penceritaan)b.Memperhatikan kebutuhan siswa/kesesuaian dengan usia siswac.Mengandung nilai-nilai (lifeskill)d. Kesesuaian dengan tujuan kurikulum e. Layak untuk diapresiasi/merangsang
apresiasi 3. Drama a. Memperhatikan mutu/kualitas
(konflik dan gerak)
2
b.Memperhatikan kebutuhan siswa/kesesuaian dengan usia siswac.Mengandung nilai-nilai (lifeskill)d. Kesesuaian dengan tujuan kurikulum e. layak untuk diapresiasi
b. Nonsastra a. Sesuai dengan tema kurikulumb. Informasi aktualc. Informasi bermakna bagi siswad. Berkaitan dengan bidang studi laine. Berpotensi untuk mengembangkan
keterampilan berbahasa
Dalam buku yang dinilai, terdapat keterangan sebagai berikut:
Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontemporer melalui kegiatan
membaca buku kumpulan puisi kontemporer.
Tujuan Pembelajaran:
1. Menyebutkan tema pusi kontemporer
2. Menyebutkan karakteristik puisi kontemporer
3. Menjelaskan isi puisi kontemporer
Berdasarkan keterangan tersebut diketahui bahwa teks sastra yang digunakan dalam bab
7 ini adalah teks puisi, khususnya puisi kontemporer.
Menurut Herman J. Waluyo puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif, dan disusun dengan
mengkonsentrasikan semua kekuatan dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan
struktur batinnya.3 Dalam pengertian tersebut, Waluyo menekankan pada struktur fisik dan
struktur batin yang dimiliki oleh puisi bahwa puisi merupakan suatu ekspresi penyair.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan struktur fisik puisi adalah apa yang dapat dilihat
pembaca melalui bahasa yang tampak, sedangkan struktur batin atau disebut juga struktur
makna adalah makna yang terkandung di dalam puisi yang tidak secara langsung dapat
dihayati oleh pembaca.4 Ini menjelaskan bahwa puisi sebagai ekspresi penyair dapat
terlihat dari segi bahasa yang tampak maupun dari makna yang terkandung di dalam puisi
itu.
Berbicara mengenai asal kata puisi, Aminuddin menyatakan bahwa:
3 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi (Jakarta:Erlangga,1987), p. 25 4 Ibid, p. 26
3
Secara etimologi, puisi berasal dari bahasa Yunani poeima ‘membuat’ atau poeisis ‘pembuatan’ dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan ‘membuat’ dan ‘pembuatan’ karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri , yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.5
Penjelasan ini lebih menekankan pada hakikat penciptaan atau pembuatan puisi. Melalui
puisi seorang penyair dapat menyampaikan pesan atas gambaran-gambaran kehidupan
yang dilihatnya. Pesan tersebut terangkum dalam struktur fisik maupun struktur batin puisi.
Dapat dikatakan bahwa puisi adalah suatu ungkapan perasaan penyair yang dituangkan
melalui media bahasa dengan maksud menyampaikan pesan-pesan tertentu, baik secara
tersurat maupun secara tersirat.
Batasan puisi menurut Slamet Mulyana (1956) lebih jelas jika menggunakan
pendekatan psikolinguistik. Hal ini karena puisi merupakan karya seni yang tidak hanya
berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan masalah
jiwa. Dalam keterkaitan tersebut, Mulyana menyatakan bahwa puisi adalah sintesis dari
berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan pelbagai proses jiwa
yang mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi dalam
salah satu bentuk.6 Penjelasan ini memaparkan bahwa puisi bukan sekadar bahasa,
karena di dalam bahasa puisi tergambar jiwa seseorang atas peristiwa yang dialaminya.
Dengan demikian untuk menyelami perasaan penyair serta pesan yang diungkapkan
dalam puisi, akan lebih mudah jika dilihat keterkaitannya dengan masalah kejiwaan aku
lirik.
Adapun yang dimaksud dengan puisi kontemporer dalam hal ini dijelaskan oleh
Waluyo bahwa puisi kotemporer merupakan jenis puisi yang menempatkan bentuk fisik
puisi (bunyi) dalam kedudukan yang terpenting. Kekuatan sebuah puisi dikembalikan pada
mantra-dalam hal ini pengulangan kata, frasa, dan bunyi- sementara makna puisi tidak
diungkapkan. Namun demikian, di dalam bentuk fisik puisi tersebut tersimpan maksud
tertentu yang ingin disampaikan oleh penyair.7
Teks puisi yang disajikan dalam buku pelajaran adalah teks puisi Sepisaupi,
Solitude, dan Tragedi Winka dan Sihka karya Sutardji Calzoum Bachri. Puisi yang dipilih
5 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), p. 134
6 M. Atar Semi, Anatomi Sastra (Padang: Angkasa Raya, 1980), hlm. 93.7 Herman J. Waluyo, Op. Cit., pp. 18-20.
4
merupakan puisi yang mewakili jenis puisi kontemporer. Sutardji Calzoum Bachri sebagai
pencetus puisi kontemporer dianggap mewakili aliran puisi ini dan karya-karyanya
merupakan karya yang tepat dianggap sebagai puisi kontemporer.
Berdasarkan kriteria penilaian yang dibuat untuk menilai sebuah teks sastra
khususnya puisi salah satunya adalah puisi yang dipilih harus menggunakan bahasa
figuratif. Menurut Waluyo yang dikutip dari Perrine sebagai berikut:
Bahasa figuratif dianggap lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair karena: (1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif; (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebh nikmat dibaca; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.8
Berdasarkan fungsi dari bahasa figuratif di atas maka dapat dikatakan bahwa puisi
kontemporer ini-yang termasuk di dalamnya jenis puisi konkret yang lebih mengutamakan
perlambangan- dapat dikatakan sebagai jenis puisi yang figuratif. Meskipun agak sulit
dibaca, namun puisi tersebut merupakan puisi yang menunjukkan sikap atau idealisme
penyair melalui karya-karyanya.
Kriteria lain dalam penilaian yang harus diperhatikan berkaitan dengan teks puisi
yang dipilih oleh penulis buku antara lain harus memperhatikan kesesuaian teks puisi
dengan usia siswa. Hal ini berkaitan dengan unsur psikologis siswa yang menerima teks
puisi tersebut. Adapun pemilihan puisi dengan judul Sepisaupi, Solitude, dan Tragedi
Winka dan Sihka cukup sesuai dengan usia siswa yang termasuk dalam usia remaja.
Dalam hal merangsang apresiasi siswa, puisi yang dipilih oleh penulis buku dapat
dikatakan cukup merangsang apresiasi siswa. Penjelasan tentang apresiasi dinyatakan S.
Effendy sebagai kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga
tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik terhadap cipta sastra.9
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa:
Kegiatan menggauli cipta sastra...adalah kegiatan yang dilakukan secara langsung. Artinya, kita sendiri langsung membaca bermacam sajak, cerita, atau drama dari berbagai sastrawan dan zaman, atau langsung mendengarkan sajak dideklamasikan, cerita dibacakan, dan menyaksikan drama dipentaskan. Membaca, mendengarkan, dan menyaksikan perlu dilakukan sungguh-sungguh
8 Ibid., p. 839 S. Effendy, Bimbingan Apresiasi Puisi ( Jakarta: Pustaka Jaya, 2002), p. 6.
5
dan sebanyak-banyaknya jika kita ingin memperoleh pengertian sebaik-baiknya tentang wujud dan fungsi cipta sastra dan dapat menghargainya secara wajar. Cara ini paling utama dalam kegiatan apresiasi sastra.10
Apa yang dikemukakan S. Effendy merupakan sebuah kegiatan apresiasi sastra yang
dilakukan secara langsung. Kegiatan apresiasi secara langsung seperti ini biasanya lebih
disukai oleh siswa, karena dapat mengaplikasikan segenap teori yang sudah mereka
pelajari.
Senada dengan pernyataan S. Effendy di atas, berkaitan dengan kegiatan utama
dalam apresiasi sastra, Sumardi dan Zaidan menyatakan bahwa apresiasi puisi pada
dasarnya merupakan sikap jiwa pembaca terhadap sajak yang dibaca. Apresiasi puisi
sebagai sikap jiwa menyiratkan suatu kualitas rohaniah menghadapi objek yang
disikapinya, yakni sajak.11 Menilik pada pengertian tersebut, maka jelaslah bahwa yang
merupakan hal penting dalam kegiatan apresiasi puisi adalah kegiatan membaca puisi.
Dapat dikatakan bahwa untuk melihat tingkat apresiasi seseorang terhadap puisi adalah
sikap jiwa ketika ia menghadapi objek yaitu puisi tersebut.
Pengajaran apresiasi puisi berbeda dalam beberapa hal dengan pengajaran
sastra yang dilakukan secara tradisional. Pengajaran yang berbeda tersebut tidak lagi
menitikberatkan pada bidang pengetahuan sastra, seperti mengenal pola-pola pantun,
batasan-batasan puisi soneta, nama penyair, dan judul karangan. Namun, dinyatakan
sebagai berikut:
Pengajararan apresiasi puisi dalam kaitan ini adalah pembimbingan apresiasi puisi. Melalui bimbingan apresiasi puisi ini anak-anak didik dilatih untuk lebih peka terhadap nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam puisi. Di samping itu, puisi sebagai pengenalan hidup yang diolah dari pengalaman konkret penyairnya dengan sendirinya akan mengandung nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk dikaji dan direnungkan. Dengan cara itu, para pembaca dan penikmat puisi yang telah memiliki kecintaan akan puisi diharapkan dapat mencapai tingkat kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang lain, dan khalayak sekitarnya.12
Untuk dapat benar-benar mengapresiasi puisi anak didik haruslah dilatih mencoba
mendalami puisi, bukan sekadar mempelajari teori dan kaidah-kaidah tentang puisi.
Puisi kontemporer adalah puisi yang memiliki ciri-ciri yang unik dan berbeda dari
puisi-puisi lain pada umumnya. Penyajian beberapa contoh puisi kontemporer dalam buku
pelajaran dapat membuat siswa terangsang untuk dapat memahami puisi tersebut. Contoh
10 Ibid., p. 10.11 Sumardi dan Abdul Rozak Zaidan, Pedoman Pengajaran Apresiasi SLTP dan
SLTA untuk Guru dan Siswa (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), p. 7.12 Ibid., p. 8.
6
puisi yang diberikan dalam bab ini juga cukup mewakili untuk siswa dapat menemukan ciri-
ciri dari puisi kontemporer. Namur demikian, untuk dapat menemukan makna puisi
kontemporer yang tertera dalam tujuan pembelajaran akan cukup sulit bagi siswa,
sehingga tujuan pembelajaran tersebut akan sulit dicapai.
Adapun kesesuaian dengan kurikulum dapat dikatakan bahwa puisi tersebut telah
berlandaskan pada kurikulum yang digunakan di sekolah, yakni Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan dalam beberapa indikator antara lain
Menyebutkan tema, karakteristik, dan menyebutkan isi puisi kontemporer. Walaupun
demikian, penulis sebenarnya dapat mengembangkan indikator lain yang lebih spesifik
untuk pembelajaran ini. Salah satu indikator yang dapat dikembangkan oleh penulis adalah
menemukan perbedaan antara puisi kontemporer dengan jenis puisi-puisi lainnya.
Sementara itu, untuk teks nonsastra yang dipilih penulis didapatkan keterangan
sebagai berikut:
Kompetensi Dasar: Mengajukan saran perbaikan tentang informasi yang disampaikan
secara langsung (dibacakan)
Tujuan Pembelajaran:
1. Mencatat pokok-pokok isi berita yang dibacakan
2. Mengajukan pertanyaan atau tanggapan secara lisan tentang pokok-pokok isi teks
tersebut
3. Menanggapi isi teks secara lisan.
Pada bab ini dipilih teks dengan judul “Berasal dari Cina” yang dikutip dari
Kompas, 30 Sepetember 2007. Berita ini cukup menarik bagi siswa namun dianggap
kurang aktual, karena sebenarnya teks yang lebih aktual dapat dipilih untuk pembelajaran
saat ini. Bila disesuaiakn dengan tema, teks berita ini cukup bagus dan sesuai karena
berbicara tentang sejarah beduk. Informasi yang diperoleh siswa juga dianggap cukup
bermanfaat, meskipun sebenarnya sebaiknya pembahasan lain yang lebih penting dapat
diangkat oleh penulis. Misalnya sejarah berdirinya sebuah bangunan, dsb. Mengingat tema
ini disajikan kepada siswa kelas 3 SMA.
Dinyatakan oleh Depdiknas bahwa dalam pembelajaran bahasa dikehendaki
terjadinya proses berbahasa, yakni menggunakan bahasa.13 Teks yang digunakan dalam
bab ini berpotensi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa siswa, yakni membaca,
13 Depdiknas. Op. Cit., p. 7
7
menyimak, maupun berbicara, karena pada bagian akhir siswa diminta mengajukan
pertanyaan dan tanggapan berkenaan teks tersebut secara lisan.
Pada bagian lain bab ini disajikan pula teks nonsastra berupa kritik dan esai.
Contoh esai yang dipilih berjudul ”Antara ”The Art of Novel” dan ”The Art of Stealing”:
Kisah Rumi Mencuri Kundera tulisan Anton Kurnia yang dikutip dari Kompas Cybermedia
15 September 2002. Esai ini cukup menarik karena membahas sejarah dan sekaligus
budaya. Ini dianggap sesuai dengan tema. Informasi yang diberikan menarik walaupun
kuraang aktual karena salah satunya membahas tentang Chairil Anwar yang dianggap
plagiat. Teks ini cukup bermakna bagi siswa dan juga berpotensi untuk mengembangkan
keterampilan berbahasa siswa.
2) Komponen Instruksi dalam penilaian buku pelajaran mencakup kriteria penilaian
sebagai berikut:
Komponen Kriteria PenilaianInstruksi a. Bahasa / kalimat jelas (tidak ambigu)
b. Disesuaikan dengan psikologi siswa/kematangan atau kemampuan siswac. Kesesuaian dengan keterampilan berbahasad. Disertai contohe. Penanda intruksi harus jelas (misalnya, tulisan dicetak tebal)
Dalam penyajian instruksi, penulis menggunakan bahasa yang cukup jelas dan
tidak ambigu. Namun demikian, instruksi kurang bervariasi dan kadang satu instruksi
diberikan untuk menyelesaikan beberapa kegiatan, sehingga akan membingungkan siswa.
Bila melihat dari usia dan kematangan siswa, instruksi yang diberikan tidak menjadi
permasalahan karena siswa kelas 3 SM memiliki tingkat kematangan dan daya tangkap
yang lebih tinggi. Instruksi yang diberikan penulis beberapa sesuai dengan keterampilan
berbahasa, namun ada yang dianggap kurang sesuai dengan keterampilan berbahasa.
3) Komponen Latihan/Tugas memiliki kriteria penilaian sebagai berikut:
Komponen Kriteria PenilaianLatihan / Tugas
Tugas (laporan pengamatan, PR, proyek
a. Kesesuaian tugas dengan materi yang dibahasb.Kesesuaian dengan aspek keterampilan berbahasa
dan proporsinyac. kesesuaian dengan kurikulumd. Kevariasian soal berdasarkan ranah kognitife. Variasi jenis soal (pilihan ganda, jodohkan, Benar
Salah, teka-teki silang, esai, dan sebagainya)Latihan a. Menunjang keterampilan berbahasa (4
8
keterampilan)b. Kevariasian soal berdasarkan ranah kognitifc. Keterkaitan dengan teksd. Keterkaitan dengan kehidupan nyatae. Keterkaitan dengan lifeskill
Komponen tugas dalam bab ini disajikan sesuai dengan materi yang dibahas.
Akan tetapi, jenis latihan kurang bervariasi bentuknya. Selain itu, juga kurang disertai
dengan contoh. Akan tetapi, dalam variasi tingkat kognitif, tugas/latihan yang diberikan
sudah cukup bervariasai dan mewakili masing-masing ranah kognitif. Mengingat untuk
kelas 3 SMA tingkat kognitif siswa harus sudah mencapai tingkat paling atas. Tugas dan
latihan yang disajikan juga berpotensi mengembangkan keterampilan berbahasa siswa
dan cukup berhubungan dengan dunia nyata (kontekstual) dan dibutuhkan oleh siswa
dalam kehidupan nyata.
4) Komponen Kebahasaan memiliki kriteria penilaian sebagai berikut:
Komponen Kriteria PenilaianKebahasaan a. diksi
b. kalimatc. paragrafd. keterbacaan
Pilihan kata sapaan dalam bab ini kurang tepat. Penulis menggunakan sapaan
kalian untuk siswa kelas 3 SMA. Kata kalian dalam bahasa Indonesia mengacu pada yang
dianggap lebih rendah sehingga penulis terkesan menggurui. Untuk lebih baiknya, penulis
sebaiknya menggunakan sapaan Anda. Pilihan kata yang digunakan penulis juga
dianggap kurang karena beberapa penjelasan masih menggunakan istilah-istilah bahasa
Inggris. Mengingat ini merupakan pelajaran bahasa Indonesia, alangkah lebih baiknya
penulis menggunakan penjelasan-penjelasan dalam istilah bahasa Indonesia saja. Kalimat
yang digunakan sudah baik dan jelas dan cukup mudah dipahami oleh siswa kelas 3 SMA.
Dari segi keterbacaan seperti dinyatakan Depdiknas bahwa keterbacaan materi
dalam hal ini yang berkenaan dalam bahasa adalah kata, frase, kalimat, dan wacana yang
digunakan tidak menyulitkan siswa.14 Dapat dikatakan bahwa tingkat keterbacaan buku
pelajaran yang dinilai ini dapat dikatakan cukup baik dalam artian mudah dipahami oleh
14 Ibid., p.11
9
siswa, namun masih terdapat kalimat-kalimat yang masih dianggap dapat menyulitkan
siswa.
5) Komponen penyajian memiliki kriteria penilaian sebagai berikut:
Komponen Kriteria PenilaianPenyajian a. judul singkat dan menarik
b. keruntutanc. kepaduand. teknik penalaran
Judul yang dipilih penulis cukup baik meskipun kurang menarik. Penyajian teks
dan latihan juga cukup runtut dan padu. Namun, dtemukan penyajian yang meloncat
dan tidak runtut. Artinya, setelah melewati bahasan lain, ada bagian yang kembali ke
bagian depan, sehingga tidak runtut dan akan membingungkan siswa.
6) Komponen grafika memiliki kriteria penilaian sebagai berikut:
Komponen Kriteria PenilaianGrafika a. ilustrasi
b. huruf c. tata letakd. kertase. warna
Dari segi grafika, ilustrasi yang digunakan penulis masih kurang menarik. Ilustrasi
yang digunakan sebaiknya lebih menarik lagi sehingga akan lebih menarik bagi siswa.
Namun demikian, penggunaan simbol sebagai penanda bagian latihan misalnya sudah
cukup baik untuk memberikan tanda bagi siswa bahwa itu adalah bagian latihan.
Penggunaan huruf baik dari ukuran dan jenis huruf terlalu kecil sehingga membuat siswa
malas untuk membaca. Sebaiknya digunakan jenis huruf yang lain yang lebih cantik dan
membuat ketertarikan siswa.
10
C. Penutup
Berdasarkan pemaparan pada bagian pembahasan maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa buku yang digunakan ini secara umum sudah memenuhi kriteria buku
yang baik untuk digunakan seperti dalam pemilihan teks, baik teks sastra maupun teks
nonsastra, dalam penyajian, dan kebahasaan, grafika, dan latihan. Meskipun demikian,
buku pelajaran khususnya dalam bab 7 ini masih memiliki beberapa kelemahan yang perlu
mendapat perbaikan, seperti dalam penggunaan kata sapaan, penggunaan instruksi,
maupun dari tingkat keterbacaannya.
11
Daftar Pustaka
Aminuddin. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2000.
A.R., Syamsudin. Kompetensi Berbahasa dan Sastra Indonesia 3B untuk Kelas XII SMA
dan MA Semester 2. Jakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Depdiknas. Pedoman Penulisan Buku Pelajaran Penjelasan Standar Mutu Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas. 2005.
Effendy, S. 2002. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Semi, M. Atar. 1980. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Sumardi dan Abdul Rozak Zaidan. 1997. Pedoman Pengajaran Apresiasi SLTP dan SLTA untuk Guru dan Siswa. Jakarta: Balai Pustaka.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:Erlangga.
12
13