i
PERAN PANTI SOSIAL BINA NETRA RUNGU WICARA
CAHAYA BATHIN
DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK DISABILITAS
DI CAWANG JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh
SYIFA NUROHMAH
11140540000010
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
i
ABSTRAK
Permasalahan mengenai disabilitas adalah tentang
bagaimana disabilitas dapat memperoleh keahlian dan
pengetahuan sehingga mereka mampu bergerak sendiri dalam
menyejahterakan hidupnya. Biasanya disabilitas netra selalu
dikaitkan dengan pelatihan pijat, namun nyatanya tidak semua
disabilitas netra dapat melalukan pelatihan pijat. Hal ini terbukti,
di PSBNRW Cahaya Bathin tidak semua disabilitas netra dapat
mengikuti pelatihan pijat. Salah satu upaya yang dilakukan
PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan kelompok
disabilitas, yaitu dengan menyediakan berbagai pelatihan
keterampilan dan menjadi wadah bagi kelompok disabilitas untuk
berkreasi sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran yang
dilakukan PSBNRW Cahaya Bathin, mengetahui proses dan hasil
yang didapat dalam pemberdayaan kelompok disabilitas melalui
pelatihan keterampilan di PSBNRW Cahaya Bathin.
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu:
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSBNRW Cahaya
Bathin berperan signifikan dalam pemberdayaan kelompok
disabilitas. Karena pemberdayaan yang dilakukan PSBNRW
Cahaya Bathin sangat berpengaruh pada kemajuan kehidupan
disabilitas. Dengan memfasilitasi kelompok disabilitas berbagai
kegiatan pelatihan dan dukungan yang diberikan PSBNRW
Cahaya Bathin, dapat menyadarkan kelompok disabilitas akan
potensi yang dimilikinya. Selain itu, pelatihan keterampilan yang
ditekuni kelompok disabilitas dapat merubah mereka yang
tadinya tidak berdaya menjadi berdaya. Serta dapat menguatkan
sikap, perilaku dan kehidupan ekonomi disabilitas, maksudnya
yaitu: disabilitas menjadi percaya diri dan berani dengan
kemampuan yang mereka miliki sehingga mampu bersosialisasi
dengan baik dan memanfaatkan penghasilan dari produk
keterampilan yang mereka buat agar mandiri di tengah
masyarakat.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji hanya pada-MU satu-satunya
zat yang kusembah Allah SWT. Atas karunia, ridho dan kekuatan
dari-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Peran Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin
dalam Pemberdayaan Kelompok Disabilitas di Cawang Jakarta
Timur” sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana Strata
Satu (S-1) Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sholawat dan salam marilah kita
sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, Beliau pemberi
syafa’at kelak dihari kiamat kepada seluruh umat.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa
dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala,
namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak
dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang
dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan
ucapakan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof Dr
Asep Usman Ismail MA selaku pembimbing yang dengan sabar,
tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang
sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan
dengan penuh sadar dan ketulusan pula kepada:
1. Bapak Suparto, M.Ed.Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
iii
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing akademik.
2. Ibu Dr. Siti Napsiyah sebagai Wakil Dekan I Bidang
Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Bapak Dr. Sihabuddin N, M.Ag sebagai Wakil Dekan II
Bidang Administrasi Umum Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Bapak Cecep Wijaya, M.A sebagai Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan alumni Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Muhtadi, M.Si. sebagai Ketua Program Studi
Pengembangan Masyarakat Islam, serta Ibu WG Pramita
Ratnasari, S.Ant, M.Si. sebagai Sekretaris Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.A. sebagai dosen
pembimbing yang telah sabar, tulus, tekun dan ikhlas
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberi bimbingan,
motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga
kepada penulis selama penyusunan skripsi.
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama
menjalankan perkuliahan.
6. Kedua orang tua penulis tercinta Bapak Cece Suarma dan Ibu
Suhartini yang selalu tulus ikhlas mendoakan penulis dan
iv
memberikan dukungan materi maupun moril, serta
memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Semoga setiap do’a dan pengorbanan mendapat
balasan dari Allah SWT. Amiiiin.
7. Kakak tercinta Mutia Afifah A.Md.Keb, dan adik tercinta
Muna Nabila Marwah, Abdillah Arfan, Dzakia Adawiyah dan
M Zain Salim yang tak pernah bosan menyemangati penulis
dan mendoakan penulis sehingga lancar dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Paman Firmansyah, S.E yang selalu memberikan dukungan
materi maupun moril, serta memberikan motivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT
membalas kebaikannya. Aamiin
9. Bapak Mukhlisin sebagai pimpinan PSBNRW Cahaya
Bathin, yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan penelitian skripsi ini, seluruh pengurus
PSBNRW Cahaya Bathin terutama Ibu Yanti yang selalu
membantu dan selalu memberikan arahan terkait dengan
penelitian skripsi ini.
10. Pendamping PSBNRW Cahaya Bathin. Ibu Nyai, Mba
Meryana, Mba Komariyah dan Mba Ratiza yang selalu
membantu dan selalu memberikan arahan terkait dengan
penelitian skripsi ini.
11. Seluruh warga bina sosial PSBNRW Cahaya Bathin, yang
telah meluangkan waktunya untuk bersedia di wawancarai.
12. Teman seperjuangan Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam (PMI) angkatan 2014, Ahmad Rizal, Ikrima Nur Alfi,
v
Daimatul Mawaddah, Syarifah Asmar, Siti Maghfiroh,
Syahrullah, Yuyun Yunena, Risna Siti Rahmah, Ays Syamsi
Fauziah, Azhar Fuadi, Abdul Basyid Nasution, Hendrian
Julisna, dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, sahabat
dan teman-teman seperjuangan, dan kakak kelas adik kelas
semuanya yang telah banyak memberikan semangat,
dukungan, masukan dan motivasi selama dalam perkuliahan
maupun dalam penulisan skripsi. Terimakasih atas dukungan
dan doa yang telah diberikan.
13. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Bogor (HIMABO)
Jakarta.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang
telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan karena keterbatasan
yang penulis miliki serta kesulitan dalam melaksanakan
penelitian dan penulisan, oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Wassalamua’alaikum warahmatullahi wabarkatuh,
Ciputat, 22 Juli 2019
Penulis
Syifa Nurohmah
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................... vi
DAFTAR TABEL ....................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................... 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 7
1. Pembatasan Masalah ............................................... 7
2. Perumusan Masalah ................................................. 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................... 8
1. Tujuan Penelitian ..................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ................................................... 9
E. Metodologi Penelitian ..................................................... 9
1. Pendekatan Penelitian .............................................. 9
2. Jenis Penelitian ...................................................... 10
viii
3. Teknik Pengumpulan Data .................................... 10
4. Teknik Penguji Keabsahan Data ........................... 12
5. Instrumen daan Alat Bantu .................................... 13
6. Teknik Analisis Data ............................................ 13
7. Objek dan Subyek Penelitian ................................. 14
8. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................. 16
F. Tinjauan Pustaka .......................................................... 16
G. Sistematika Penulisan ................................................... 21
BAB II TINJAUAN TEORITIS .............................................. 23
A. Peran ................................................................................. 23
B. Pemberdayaan Masyarakat ............................................ 24
1. Pengertian Pemberdayaan .................................... 24
2. Tujuan Pemberdayaan .......................................... 26
3. Tahapan Pemberdayaan ........................................ 27
C. Disabilitas ......................................................................... 30
1. Pengertian Disabilitas ............................................ 30
2. Pengertian Tuna Netra .......................................... 31
3. Klasifikasi Tuna Netra .......................................... 32
4. Faktor Penyebab Tuna Netra ................................ 33
5. Pengertian Tuna Rungu Wicara ............................ 35
6. Klasifikasi Tuna Rungu ........................................ 35
7. Faktor Penyebab Tuna Rungu Wicara ................... 37
ix
D. Pelatihan ........................................................................... 37
E. Kesadaran ........................................................................ 42
BAB III GAMBARAN UMUM ............................................... 44
A. Profil Lembaga ................................................................ 44
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................... 44
2. Gambaran Umum PSBNRW Cahaya Bathin ........ 45
B. Visi dan Misi PSBNRW Cahaya Bathin ........................ 48
C. Fungsi dan Tugas PSBNRW Cahaya Bathin ............... 49
D. Struktur Organisasi PSBNRW Cahaya Bathin ........... 50
E. Data Nama Warga Binaan Sosial PSBNRW Cahaya
Bathin ............................................................................... 51
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN ............. 52
A. Temuan Penelitian ........................................................... 52
1. Peran yang dilakukan PSBNRW Cahaya Bathin
dalam Pemberdayaan Kelompok Disabilitas di
Cawang Jakarta Timur ........................................... 52
2. Proses Pemberdayaan Kelompok Disabilitas
Melalui Pelatihan Keterampilan di PSBNRW
Cahaya Bathin Cawang Jakarta Timur ............. .....55
3. Hasil Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui
Pelatihan Keterampilan di PSBNRW Cahaya Bathin
Cawang Jakarta Timur ........................................... 63
x
B. Analisis Temuan Penelitian ............................................ 79
1. Peran yang dilakukan PSBNRW Cahaya Bathin
dalam Pemberdayaan Kelompok Disabilitas di
Cawang Jakarta Timur ........................................... 79
2. Proses Pemberdayaan Kelompok Disabilitas
Melalui Pelatihan Keterampilan di PSBNRW
Cahaya Bathin Cawang Jakarta Timur .................. 90
3. Hasil Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui
Pelatihan Keterampilan di PSBNRW Cahaya Bathin
Cawang Jakarta Timur ........................................... 96
BAB V PENUTUP ................................................................... 104
A. Kesimpulan .................................................................... 104
B. Saran ............................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Informan .................................................................... 14
Tabel 3.1 Daftar Nama Peserta Pelatihan Telur Asin................. 50
Tabel 3.2 Daftar Nama Peserta Pelatihan Menganyam .............. 51
xii
DAFTAR SINGKATAN
PSBNRW : Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
WBS : Warga Bina Sosial
Bhabinkamtibmas: Bhayangkara Pembina Keamanan dan
Ketertiban Umum
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat-surat
Lampiran 2 Dokumentasi
Lampiran 3 Catatan Observasi
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
Lampiran 5 Transkip Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
`
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan publik yang dihadapi saat
ini adalah permasalahan tentang penyandang cacat atau
disabilitas, bukan karena kekurangan yang dimilikinya.
Melainkan permasalahan tentang bagaimana disabilitas
tersebut dapat memperoleh keahlian dan pengetahuan
sehingga mampu bergerak sendiri dalam menyejahterakan
hidupnya. Dalam data BPS tahun 2016 menyebutkan
tentang perbandingan tingkat pendidikan penyandang
disabilitas dan non-penyandang disabilitas, sebagai
berikut:
“Data BPS tahun 2016 menyebutkan bahwa
tingkat pendidikan penyandang disabilitas:
45,74% tidak pernah/ lulus SD sedangkan non-
penyandang disabilitas 87,31% berpendidikan SD
ke atas.“ (sumber data: LPEM FEB Universitas
Indonesia, 2017)
Dari data perbandingan tersebut bisa kita lihat,
bahwa tingginya angka tingkat penyandang disabilitas
yang tidak pernah/lulus SD dibandingkan yang non-
penyandang disabilitas.
Masalah ini bukan hanya tanggung jawab
pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama,
baik keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan UU tentang Penyandang
2
disabilitas, dan terdapat pula UU tentang perlindungan
kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, yaitu
dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(UU Ketenagakerjaan) Pasal 28 UU Ketenagakerjaan
menyatakan:
“Pengusaha harus mempekerjakan
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang
cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan
kualifikasi pekerjaan pada perusahaannya untuk
setiap 100 (seratus) orang pekerja pada
perusahaanya” Hal tersebut sesuai dengan
penjelasan pasal 14 UU Penyandang Cacat. Pasal
14 UU Penyandang Cacat: “Perusahaan negara
dan swasta memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada penyandang cacat
dengan mempekerjakan penyandang cacat di
perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan
dan/atau kualifikasi perusahaan.” (Pemerintah
Indonesia, 2003:13)
Dengan adanya UU tersebut seharusnya sudah
banyak disabilitas yang mendapatkan pekerjaan, namun
nyatanya masih banyak disabilitas yang tidak
mendapatkan pekerjaan. Seperti data dari BPS tahun 2016
yang menganalisis tentang kondisi penyandang disabilitas
di pasar tenaga kerja Indonesia dan hasilnya menunjukkan
bahwa rendahnya angka partisipasi penyandang disabilitas
dalam pasar tenaga kerja karena status disabilitas
menurunkan peluang untuk mendapatkan pekerjaan.
Bukan hanya itu, kurangnya semangat disabilitas untuk
3
bekerja juga mempengaruhi angka tersebut (sumber data:
LPEM FEB Universitas Indonesia, 2017).
Saat ini masih banyak keluarga yang merasa malu
mempunyai anggota keluarga penyandang disabilitas dan
masyarakat pun menganggap rendah penyandang
disabilitas. Padahal setiap orang berpotensi menjadi
disabilitas dan penampilan fisik bukanlah hal utama yang
dinilai dari diri seseorang karena kita sebagai manusia
tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-
masing.
Kita sebagai sesama manusia dianjurkan untuk
mengerjakan kebajikan, dan berbuat baik kepada orang
lain. Sebagaimana firman Allah:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama?. Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-
orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai
dari salatnya, orang-orang yang berbuat ria. dan
enggan (menolong dengan) barang berguna.”
(QS. Al-Ma‟un: 1-7)
4
Mengutip Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
(2010:3), menerangkan tentang pelajaran yang dapat
diambil dari ayat ini adalah anjuran memberi makan
kepada orang miskin dan anak yatim, Anjuran untuk
mengerjakan kebajikan, dan berbuat baik kepada orang
lain dengan memberikan meminjam harta walaupun kecil,
anjuran untuk menunaikan shalat pada waktunya dan
anjuran untuk berbuat ikhlas dalam beramal dan waspada
terhadap riya dan sum‟ah
Perilaku diskriminatif sering kali muncul dan
mengarah pada berbagai perbedaan seperti akses
memperoleh pendidikan dan juga pekerjaan. Yang
tentunya hal ini mempengaruhi tingkat pendapatan dalam
masyarakat. Seperti rendahnya tingkat pendidikan
penyandang disabilitas yang mengakibatkan
ketidakberdayaan dalam menyejahterakan hidupnya dan
berakhir pada kemiskinan (Soetomo, 2008: 192).
Kita sering kali mendengar tentang masalah
kemiskinan, kemiskinan tidak selalu dikaitkan dengan
pemukiman yang kumuh ataupun pengemis. Dalam hal
ini, kemiskinan terbagi menjadi dua jenis, yaitu alamiah
dan buatan. Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang
timbul dari dirinya sendiri seperti tidak memiliki
keterampilan yang cukup, kurang berpendidikan, tidak
adanya sumber daya alam dan lainnya. Dengan kata lain
jika penyandang disabilitas tidak memperoleh pendidikan
5
yang layak dan juga keterampilan yang cukup maka
menyebabkan terjadinya kemiskinan. Sedangkan
kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang didasari dari
struktur dalam masyarakat yang mengakibatkan tidak
meratanya penggunaan fasilitas-fasilitas dan sarana
ekonomi (Alfian dkk, 1980:143).
Salah satu upaya pemerintah untuk meminimalisir
permasalahan sosial dan ekonomi kelompok disabilitas,
yaitu dengan adanya LBK (Loka Bina Karya) sebagai
salah satu sarana pelayanan dan rehabilitasi bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial melalui
penyelenggaraan kegiatan bimbingan sosial dan
keterampilan kerja (sumber data: Kemensos RI, 2018).
Salah satu LBK yang berada dibawah naungan
Dinas Sosial yaitu, Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
Cahaya Bathin. Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
(PSBNRW) Cahaya Bathin memberikan keterampilan
kepada Warga Binaan Sosial (WBS) agar mereka tidak
mengantungkan hidupnya kepada orang lain. Karena para
disabilitas ini, layak diperlakukan seperti manusia normal
lainnya. Keterampilan itu bertujuan untuk meningkatkan
kehidupan para penyandang disabilitas untuk hidup
mandiri dan berkualitas. (Sumber data: Profil Panti Sosial
Bina Netra Cahaya Bathin, 2018).
Di PSBNRW tidak hanya diberikan pembinaan
keterampilan saja, namun ada juga pendidikannya. Untuk
6
WBS yang masih dalam usia pendidikan akan dimasukan
ke sekolah formal, sedangkan yang sudah melewati usia
pendidikan akan diberikan kejar paket. Selain itu,
PSBNRW Cahaya Bathin juga berfungsi sebagai: (a)
Penjangkauan, pendataan, identifikasi, orientasi,
konsultasi, motivasi, dan seleksi serta penerimaan Warga
Binaan Sosial (b) Pelayanan, penampungan dan
pengasramaan (c) Pelaksanaan pembinaan fisik, mental,
sosial dan intelektual (d) Pelaksanaan pendidikan dasar
bagi kelompok Disabilitas (e) Pelaksanaan bimbingan
keterampilan kerja (f) Pelaksanaan pembinaan lanjut
(Sumber data: Profil Panti Sosial Bina Netra Cahaya
Bathin, 2018).
Disabilitas netra selalu dikaitkan dengan pelatihan
pijat, namun nyatanya tidak semua disabilitas netra dapat
melakukan pelatihan pijat. Kelompok disabilitas juga
sama seperti manusia pada umumnya yang memiliki
kekurangan dan kelebihan, serta mempunyai minat dan
bakat dibidang yang beragam. Masalah ini dirasakan perlu
dan sangat penting untuk diteliti tentang peran Panti
Sosial Cahaya Bathin dalam pemberdayaan kelompok
disabilitas, karena di panti ini kelompok disabilitas tidak
hanya diberikan pelatihan pijat namun juga diberikan
berbagai pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia bagi penyandang
disabilitas.
7
Dari penjelasan tersebut, maka penulis tertarik
untuk meneliti mengenai “Peran Panti Sosial Bina Netra
Rungu Wicara Cahaya Bathin Cawang dalam
Pemberdayaan Kelompok Disabilitas di Cawang
Jakarta Timur”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat
diidentifikasi bahwa permasalahan yang muncul adalah
sebagai berikut:
1. Kurangnya kesadaran kelompok disabilitas akan
potensi yang mereka miliki
2. Kurangnya keahlian dan pengetahuan kelompok
disabilitas
3. Terbatasnya program pelatihan pada panti sosial
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan permasalahan dalam
penelitian ini, maka penulis hanya membatasi masalah
pada Peran Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
Cahaya Bathin Cawang Dalam Pemberdayaan
kelompok disabilitas.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas maka penulis
merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
8
a. Bagaimana peran Panti Sosial Bina Netra Rungu
Wicara dalam pemberdayaan kelompok
disabilitas?
b. Bagaimana proses pemberdayaan kelompok
Disabilitas yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina
Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin?
c. Apa hasil yang diperoleh kelompok disabilitas
Tuna Netra Rungu Wicara dari Program
pemberdayaan tersebut?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Berdasarkan pokok masalah yang telah penulis
rumuskan di atas maka tujuan dari penulisan ini
adalah:
a. Mengetahui Bagaimana peran Panti Sosial Bina
Netra Rungu Wicara dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas
b. Mengetahui Bagaimana proses pemberdayaan
kelompok Disabilitas yang dilaksanakan di Panti
Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin
c. Mengetahui manfaat atau hasil yang diperoleh
kelompok disabilitas dari Program pemberdayaan
yang dilaksanakan di Panti Bina Netra Rungu
Wicara Cahaya Bathin Cawang
9
2. Manfaat
a. Secara akademis penelitian ini agar dapat
bermanfaat menjadi bahan referensi dan memberi
masukan kepada Prodi Pengembangan Masyarakat
Islam mengenai Pemberdayaan kelompok
Disabilitas.
b. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan bisa
menjadi acuan mendasar khususnya bagi pihak
lembaga Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
Cahaya Bathin dan umumnya untuk seluruh panti
sosial terutama dalam pemberdayaan kelompok
disabilitas sehingga dapat menumbuh kembangkan
kreativitas dan keterampilan yang dimiliki
kelompok disabilitas.
c. Dalam hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pelajaran atau pengetahuan dan
menambah wawasan bagi para pembaca
khususnya para calon pekerja sosial agar mendapat
gambaran umum tentang Peran Panti Sosial Bina
Netra Rungu Wicara dalam Pemberdayaan
Kelompok Disabilitas.
E. Metodologi
1. Pendekatan Penelitian
Untuk meneliti lebih lanjut tentang Peran
Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya
Bathin, penelitian ini menggunakan pendekatan
10
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan sebuah
metode penelitian yang digunakan untuk
mengungkapkan permasalahan di masyarakat yang
menekankan pada analisis proses tentang fenomena
yang diamati, dan juga menggunakan logika ilmiah
(Saworno, 2006:22).
Seperti halnya fenomena tentang
permasalahan yang dihadapi kelompok disabilitas,
dengan pendekatan penelitian kualitatif peneliti
berusaha mendeskripsikan mengenai Peran Panti
Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin
dalam Pemberdayaan Kelompok Disabilitas.
2. Jenis Penelitian
Untuk mengetahui Peran Peran Panti Sosial
Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin dalam
Pemberdayaan Kelompok Disabilitas, penelitian ini
penulis berusaha menguraikan atau menggambarkan
dengan Penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif
dapat diartikan sebagai penelitian yang
menggambarkan variabel masa lalu dan saat ini
(Saworno, 2006:19).
3. Teknik pengumpulan data
Dalam teknik pengumpulan data peneliti
menggunakan beberapa metode pengumpulan data
yaitu Observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
11
a. Observasi
Kegiatan Observasi meliputi pencatatan
secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku,
obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang
sedang dilakukan. Dalam hal ini peneliti
mengumpukan informasi sebanyak mungkin
tentang pemberdayaan kelompok disabilitas yang
dilakukan di Panti Sosial Bina Netra Rungu
Wicara Cahaya Bathin Cawang (Saworno,
2006:224).
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan observasi secara terbuka yaitu
keberadaan peneliti diketahui oleh subjek yang
diteliti dan subjek memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk mengamati peristiwa yang
terjadi. Pada tahap awal peneliti meminta izin
dan memaparkan tentang penelitian yang akan
dilaksanakan di Panti Sosial Bina Netra Rungu
Wicara Cahaya Bathin Cawang.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan atau
tanya jawab secara lisan yang mengarah pada
suatu masalah tertentu (Gunawan, 2013:219).
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai
subyek penelitian yaitu Pimpinan Panti Sosial
12
Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin,
Pendamping Panti Sosial Bina Netra Rungu
Wicara Cahaya Bathin, dan warga bina sosial
yang tinggal dan mengikuti program
pemberdayaan di Panti Sosial Cahaya Bathin.
c. Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk
tulisan, gambar, atau karya monumental dari
seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan
wawancara (Gunawan, 2013:176). Dalam
penelitian ini, dokumen yang dijadikan sebagai
bahan dalam studi dokumentasi yaitu: catatan
harian, surat pribadi, dokumen resmi dan
lainnya.
4. Teknik penguji keabsahan data
Dalam teknik keabsahan data perlu
menggunakan triangulasi data untuk menganalisis
data. Triangulasi bukan bertujuan mencari kebenaran,
tetapi meningkatkan pemahaman terhadap data dan
fakta yang dimiliki peneliti. Dengan cara
membandingkan atau mengecek data tersebut dengan
data yang lain.
Lebih lanjut triangulasi bukan hanya
membandingkan data dari sumber yang berbeda,
13
namun juga dari metode dan teori yang berbeda
sehingga menghasilkan informasi yang banyak agar
dapat dibandingkan dan mengecek ulang untuk
memperoleh kebenaran dari data yang dimiliki
peneliti (Gunawan, 2013:219)
Dalam triangulasi metode dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan
data untuk mendapatkan data yang sama. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif,
yaitu dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Untuk memperoleh kebenaran informasi peneliti
menggunakan metode wawancara bebas dan
wawancara terstruktur. Selain itu, juga menggunakan
informan yang berbeda untuk mengecek
kebenarannya (Gunawan, 2013:220).
5. Instrumen dan alat bantu penelitian
Alat pengumpul data atau instrumen
penelitian dalam metode kualitatif ialah peneliti itu
sendiri. Jadi, peneliti yang mengumpulkan data,
peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif.
Adapun alat bantu yang digunakan berupa catatan,
tape recorder, dan camera.
6. Teknik analisis data
Analisis data kualitatif merupakan analisis
yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis
14
antar variabel yang sedang diteliti. Tujuannya ialah
agar peneliti mendapatkan data yang sesuai dengan
penelitian dan dapat menjelaskan tentang masalah
yang terjadi karena dalam analisis kualitatif, peneliti
tidak menggunakan angka-angka seperti pada analisis
kuantitatif (Saworno, 2006:239-240).
Zaenal Arifin (2011:172-173) dalam bukunya
memaparkan berbagai cara untuk menganalisa data,
yakni sebagai berikut:
1) Reduksi Data, untuk memudahkan pemahaman
terhadap data yang diperoleh, dalam tahap ini
peneliti mencoba memilah data yang relevan
dengan tujuan dan masalah penelitian. Tujuannya
adalah untuk mengetahui peran PSBNRW Cahaya
Bathin dalam pemberdayaan kelompok disabilitas
dan mengetahui proses serta hasil dari
pemberdayaan tersebut.
2) Penyajian Data, setelah data mengenai
Pemberdayaan Kelompok disabilitas yang
dilaksanakan PSBNRW Cahaya Bathin diperoleh,
maka data tersebut disusun dan disajikan dalam
bentuk narasi.
3) Menarik Simpulan, merupakan pemaknaan
terhadap data yang dikumpulkan. Simpulan
disajikan dalam bentuk deskriptif objek penelitian
dengan berpedoman pada kajian penelitian.
15
7. Objek dan Subjek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah Peran Peran
Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin
dalam Pemberdayaan Kelompok Disabilitas. Adapun
subjek penelitian ini adalah Panti Sosial Bina Netra
Rungu Wicara Cahaya Bathin dan informan
penelitian adalah pimpinan Panti Sosial Cahaya
Bathin, pendamping dan penyandang Disabilitas yang
terlibat langsung dalam kegiatan pemberdayaan yang
diadakan Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
Cahaya Bathin Cawang.
Tabel 1.1
Teoritical sampling
No Informan Informasi yang
dicari Nama Jumlah
1
Pimpinan
PSBNRW
Cahaya
Bathin
Gambaran umum
mengenai PSBNRW
Cahaya Bathin dan
kegiatan pelatihan
apa saja yang
diberikan kepada
kelompok disabilitas
terkait
pemberdayaan
disabilitas
Mukhlisin 1
2
Pendamping
PSBNRW
Cahaya
Bathin
Metode yang
digunakan dalam
pelatihan
keterampilan, dan
informasi seputar
warga bina sosial
dan pelatihan
keterampilan yang
Nyai
Komariyah
Meryana
Herlin
Ratiza
Tiara L
4
16
ditekuni warga bina
sosial
3 Warga Bina
Sosial
Alasan mengikuti
pelatihan
keterampilan di
PSBNRW Cahaya
Bathin, perubahan
apa yang dirasakan
setelah mengikuti
kegiatan
pemberdayaan
melalui pelatihan
keterampilan
Annisa
Wanti
Nia Fitriati
Nini Trisa
Budi
Priyono
5
Sumber: Hasil pengolahan data
8. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau
wilayah dimana penelitian tersebut akan
dilaksanakan. Adapun penelitian ini akan dilakukan
dengan mengambil lokasi di Panti Sosial Bina Netra
Rungu Wicara Cahaya Bathin, Jl. Dewi Sartika No.
200 RT 4 RW 5 Cawang Kec. Kramat Jati Jakarta
Timur. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut untuk
dijadikan bahan penelitian adalah lokasi yang mudah
dijangkau sehingga peneliti dapat menghemat waktu
dan biaya, lembaga yang bergerak dibidang
pemberdayaan disabilitas khususnya netra dan rungu
wicara, dan banyaknya program pelatihan yang
disediakan PSBNRW Cahaya Bathin dalam
pemberdayaan disabilitas. Adapun waktu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah setiap
17
pelaksanaan pelatihan antara hari Senin-Jumat,
dimulai dari bulan Mei.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka, penulis mengawali
dengan menelaah penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang akan diteliti. Dengan
demikian, dalam penyusunan skripsi ini mendapatkan
rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding.
Peneliti menemukan beberapa penelitian yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Penelitian
yang pertama adalah Skripsi Prodi Pengembangan
Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Mia Maisyatur
Rodiah melakukan penelitian tentang “Pemberdayaan
Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Keterampilan
Handicraft dan Woodwork di Yayasan Wisma
Cheshire Jakarta Selatan” penelitiannya
mendeskripsikan tentang pemberdayaan kelompok
disabilitas melalui kegiatan keterampilan handicraft
dan woodwork..
Terdapat beberapa program lainnya yang
dilaksanakan di Yayasan Wisma Chesire yaitu
keterampilan pendidikan kursus Bahasa Inggris,
komputer dan Olahraga, dan juga program pendukung
yang meliputi perawatan kesehatan serta rencana
pengembangan pribadi. Seperti penelitian tersebut,
18
penelitian ini juga membahas tentang program
keterampilan untuk pemberdayaan kelompok
disabilitas. Namun terdapat beberapa perbedaan
dengan penelitian ini, yaitu dalam penelitian tersebut
lebih fokus ke program keterampilan pembuat
kerajinan tangan dan kerajinan dari kayu dan juga
kelompok disabilitas di Yayasan Wisma Chesire
adalah penyandang Pharaplegia, polio dan yang tidak
bisa berjalan lainnya. Sedangkan Panti Sosial Cahaya
Bathin adalah panti sosial untuk kelompok
penyandang disabilitas netra, dan rungu wicara
(Maisyatur, Skripsi, 2014:7).
Selain penelitian di atas, terdapat pula
penelitian lainnya yang membahas tentang
pemberdayaan kelompok disabilitas. Skripsi Prodi
Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Rian
Rusdiyanto melakukan penelitian tentang
“Pemberdayaan Penyandang Cacat Tunagrahita Oleh
Yayasan Wahana Bina Karya Penyandang Cacat Di
Kelurahan Lebak Bulus, Kec Cilandak Jakarta
Selatan”. Dalam skripsi tersebut membahas tentang
program pemberdayaan yang ada diyayasan wahana
bina karya, yaitu dengan pendidikan yang diukur
melalui minat dan bakat dapat diketahui kemampuan
yang dimiliki oleh anak Tunagrahita sehingga anak
19
lebih mudah dan nyaman dalam melatih keterampilan
dan kreatifitas.
Lebih lanjut penelitian tersebut
mendeskripsikan tentang program pemberdayaan,
meskipun terlihat sama dengan penelitian ini namun
terdapat perbedaan yaitu penelitian dalam skripsi ini
lebih fokus pada peran panti sosial dalam
pemberdayaan kelompok disabilitas Netra Rungu
Wicara dan juga subjek penelitiannnya yang berbeda
(Rusdiyanto, Skripsi, 2011:88)
Selanjutnya, penelitian yang ketiga yang
berhasil peneliti temukan yaitu Skripsi Prodi
Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Fikri
Dzulkarnain melakukan penelitian tentang “Peran
Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam
Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan
Keterampilan di Bekasi”. Penelitian ini berisi tentang
Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam
berbagai upayanya untuk mengupayakan memiliki
kemandirian dalam membangun, mengembangkan
dan membina kehidupannya. Dari penelitian tersebut
tentunya terlihat persamaan dengan penelitian ini,
yaitu pada Peran yang dilaksanakannya. Namun
penelitian ini tidak sepenuhnya sama dengan
penelitian tersebut, terdapat perbedaan dalam
20
penelitian yang dilaksanakan dalam skripsi ini yaitu
pada objek dan subjek penelitiannnya (Dzulkarnain,
Skripsi, 2011:8).
Penelitian keempat yang peneliti temukan
yaitu penelitian Skripsi Prodi Pengembangan
Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Dauatus
Saidah melakukan penelitian tentang “Pemberdayaan
Masyarakat Disabilitas melalui Keterampilan
Handicraft: Tuna Rungu Wicara di Yayasan Rumah
Regis Tanjung Barat Jakarta Selatan”. Penelitian ini
berisi tentang Yayasan Rumah Regis yang
memberikan pelatihan keterampilan Handicraft
kepada Masyarakat Disabilitas dalam upaya
pemberdayaan penyandang disabilitas agar mandiri,
berani dan mampu bersosialisasi dengan baik. Dalam
penelitian tersebut terdapat kesamaan yaitu
pemberdayaan terhadap kelompok Disabilitas.
Namun juga terdapat perbedaan dalam penelitian ini
membahas tentang Peran Panti Sosial Bina Netra
Rungu Wicara dalam Pemberdayaan Kelompok
Disabilitas, sedangkan penelitian tersebut tentang
Pemberdayaan Masyarakat Disabilitas di Yayasan
Rumah Regis (Saidah, Skripsi, 2017:8).
Adapun penelitian yang kelima yang peneliti
berhasil temukan yaitu penelitian Skripsi Prodi
21
Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Wilda Karmila
melakukan penelitian tentang “Peran Program
Pelayanan Pendampingan Pendidikan Terhadap Siswa
Tunanetra di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus
Jakarta Selatan”. Penelitian tersebut berisi tentang
program pelayanan pendampingan pendidikan yang
dapat meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra
di bidang pendidikan dan pekerjaan. Yayasan Mitra
Netra memberikan layanan khusus untuk menunjang
pendidikan para netra dengan memberikan fasilitas
khusus agar dapat mengikuti proses belajar mengajar
dengan hasil yang baik. Terdapat perbedaan yaitu
pada peran program pelayanan yang terdapat dalam
yayasan tersebut sedangkan dalam penelitian ini
membahas peran panti dalam program pemberdayaan
nya (Karmila, Skripsi, 2015:7).
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis, maka penulis
membagi pembahasan skripsi ini menjadi lima bab
dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN. Mengemukakan
tentang Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian,
22
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka,
dan Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini
membahas tentang Definisi Peran,
Harapan Peran, dan tentang
Pemberdayaan masyarakat
BAB III GAMBARAN UMUM. Meliputi sejarah
singkat terbentuknya panti sosial Cahaya
Bathin, visi, misi, dan tujuan panti sosial
Cahaya Bathin, struktur kepengurusan
panti sosial Cahaya Bathin, program
kegiatan panti sosial Cahaya Bathin,
sarana dan prasarana.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS. Terdiri dari
analisis terhadap Peran panti sosial
Cahaya Bathin Cawang, pelaksanaan
kegiatan pemberdayaan yang dilakukan
panti sosial Cahaya Bathin, serta
pengaruh Peran panti sosial Cahaya
Bathin dalam pemberdayaan kelompok
Disabilitas.
BAB V PENUTUP. Merupakan bab terakhir
yang berisi kesimpulan dan saran-saran
penulis serta diakhiri dengan daftar
pustaka dan lampiran.
23
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Peran
Peran adalah suatu perbuatan seseorang dengan
cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya.
Peran dapat dikatakan sebagai sikap dan tindakan
seseorang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat
(Abdulsyani, 2012:95).
Peran dapat membimbing seseorang dalam
berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah memberi
arah pada proses sosialisasi; pewarisan tradisi,
kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan;
dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat dan
menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga
dapat melestarikan kehidupan masyarakat (Narwoko dan
Suyanto, 2007:160)
Jim Ife (Fahrudin, 2011:61) memaparkan peran
yang terkait dengan pengembangan masyarakat adalah
yang ada kaitan eratnya dengan intervensi kepada
masyarakat, antara lain sebagai berikut:
a. Peran pertama adalah memfasilitasi komunitas
sasaran. Artinya dapat melakukan mediasi dan
negosiasi, memberikan dukungan, memfasilitasi
24
kelompok, memanfaatkan sumber daya dan
keterampilan dan mengorganisir.
b. Peran kedua adalah membangkitkan kesadaran
masyarakat, menyampaikan informasi,
mengkonfrontasi dan latihan.
c. Peran ketiga adalah peran sebagai wakil masyarakat
dalam hal mencari sumber daya, advokasi,
memanfaatkan media, membina hubungan
masyarakat, mengembangkan jaringan, membagi
pengetahuan dan pengalaman
Dalam hal ini peneliti menggunakan teori peran
menurut Jim Ife, sebagai berikut: peran fasilitator yang
memfasilitasi komunitas, peran motivator yang
membangkitkan kesadaran, dan peran distributor yang
membagi pengetahuan dan pengalaman.
B. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan Masyarakat mempunyai
berbagai definisi, salah satunya adalah Payne (Adi,
2013:205), yang mengemukakan bahwa suatu
pemberdayaan (empowerment), adalah untuk:
“To help clients gain power of decision and
action over their own lives by reducing the
effect of social or personal bloks to exercising
existing power, by increasing capacity and
self-confidence to use power and by
transferring power from the environment to
client.”
25
(Membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan ia lakukan yang terkait
dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek
hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri
untuk menggunakan daya yang ia miliki,
antara lain melalui transfer daya dari
lingkungannya).
Mengutip Isbandi Rukminto (2013:206), yang
memaparkan pengertian pemberdayaan menurut
Shardlow (1998:32). Bahwa berbagai pengertian yang
ada mengenai pemberdayaan, pada intinya membahas
bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai
dengan keinginan mereka.
Dalam kesimpulannya, Shardlow
menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai suatu
gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek
(Adi, 2013:206) yang dikenal di bidang pendidikan
Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama „Self-
Determination‟. Prinsip ini pada dasarnya sama
dengan yang dijelaskan diatas, yaitu setiap orang
memiliki kesadaran dan tekad yang mampu mengatasi
permasalahannya sendiri. Dalam hal ini, Panti Sosial
Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin Cawang
memberikan keterampilan yang sesuai dengan minat
26
dan bakat penyandang disabilitas agar mereka mampu
mengembangkan bakat yang dimiliki.
2. Tujuan Pemberdayaan
Tujuan utama pemberdayaan adalah
memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya
kelompok yang memiliki ketidakberdayaan, baik
karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka
sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya
ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil) (Suharto,
2005:60)
Mengutip Totok Mardikanto dan Poerwoko
Soebiato (2012:109) dalam bukunya, tujuan
pemberdayaan yang selalu dikaitkan dengan
pembangunan yang merujuk pada upaya perbaikan,
terutama perbaikan pada mutu-hidup manusia, baik
secara fisik, mental, ekonomi maupun sosial-budaya-
nya. Bentuk perbaikan tersebut mencakup:
a. Perbaikan kelembagaan yaitu terjalinnya
kerjasama dan kemitraan antar stakeholders.
Sebagai contoh Panti sosial Bina Netra Rungu
Wicara yang bekerja sama dengan pengrajin usaha
yang menghasilkan program pemberdayaan dan
mampu mengembangkan potensi yang dimiliki
kelompok disabilitas tersebut.
27
b. Perbaikan kehidupan masyarakat, yang tercermin
dalam perbaikan pendapatan, stabilitas keamanan
dan politik. Dalam hal ini, jika masyarakat
mendapat pelatihan yang mampu menambah
pendapatnya yang didukung oleh stabilitas politik
dan keamanan serta pembangunan dan sektor
lainnya. Maka pelatihan tersebut mampu
memberikan perbaikan kepada kehidupan
masyarakatnya.
c. Perbaikan usaha dan lingkungan. Tentang hal ini,
usaha atau pelatihan yang tidak didasari dengan
pengetahuan dan keahlian akan berpengaruh pada
pendapatan dan keberlanjutannya, serta
lingkungan atau masyarakat sekitar yang tidak
mendukung akan berdampak negatif pada
keberlangsungan pelatihan tersebut.
3. Tahapan pemberdayaan
Menurut Tantan Hermansah (2016:47-48),
terdapat empat tahapan yang wajib dilalui dalam
pemberdayaan, antara lain:
a. Perencanaan
Pada tahap ini partisipasi masyarakat “dapat
dilihat, pada keikutsertaan anggota masyarakat
dalam musyawarah penentuan program,
identifikasi dan masalah, ataupun pembuatan
28
formula kegiatan/ program kemasyarakatan
tersebut”.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahapan pelaksanaan “anggota masyarakat
ikut serta dalam pelaksanaan program yang telah
direncanakan sebelumnya. Rangkaian kegiatan
dalam pelaksanaan diikuti secara seksama dan
cermat. Warga masyarakat aktif sebagai pelaksana
maupun pemanfaat program. Masyarakat sebagai
pelaksana, mereka misalnya berpartisipasi dalam
perumusan prosedur, aturan main dan mekanisme
pelaksanaan program serta aktif dalam
pelaksanaan itu sendiri”.
c. Tahap Pelembagaan Program
Pada tahap pelembagaan, “partisipasi anggota
masyarakat ikut serta merumuskan keberlanjutan
atau pelembagaan program. Langkah
partisipasinya, masyarakat ikut serta dalam
merumuskan dan membuat model-model
pendanaan program, penguatan lembaga-lembaga
pengelola program dan melakukan pengkaderan
anggota masyarakat sebagai penguatan SDM bagi
program tersebut”.
d. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Pada tahap monitoring dan evaluasi, masyarakat
ikut serta mengawasi pelaksanaan program.
Pengawasan ini menjadi penting agar program
29
pemberdayaan tersebut dapat memiliki kinerja
yang baik secara administratif maupun substantif.
Kinerja administrasi artinya dapat
dipertanggungjawabkan dengan dokumen-
dokumen pelaporan yang semestinya berlaku atau
sesuai dengan perundang-undangan. Kinerja
substantif berarti bahwa program dapat
memberikan perubahan nyata baik kemaslahatan
publik.
Dalam hal ini, pemberdayaan yang dilakukan
secara bertahap yaitu yang dikemukakan oleh Ambar
Teguh Sulistiyani (2017:83), menurutnya beberapa
tahapan yang harus dilalui dalam melakukan
pemberdayaan adalah sebagai berikut:
a. Tahap Penyadaran
Merupakan tahapan pembentukan perilaku menuju
perilaku sadar dan peduli sehingga merasa
membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
b. Tahap Transformasi
Merupakan tahapan untuk menambah kemampuan
berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-
keterampilan agar terbuka wawasan dan
memberikan keterampilan dasar sehingga dapat
mengambil peran di dalam pembangunan.
30
c. Tahap Peningkatan kemampuan Intelektual
Merupakan tahapan berupa kecakapan dalam
keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan
kemampuan inovatif untuk menghantarkan pada
kemandirian.
Dalam hal ini, terdapat berbedaan dalam kedua
tahapan pemberdayaan yang telah penulis paparkan di
atas. Dalam tahapan pemberdayaan menurut Tantan
Hermansah terdapat empat tahapan, empat tahapan
tersebut membahas tahapan pelaksanaan program
pemberdayaan secara rinci dan sitematis. Sedangkan
tahapan pemberdayaan yang dikemukakan oleh Ambar
Teguh, lebih melihat pada perubahan kondisi masyarakat
yang akan dicapai seperti pada tahap penyadaran yang
akan membentuk perilaku masyarakat menjadi sadar dan
peduli.
C. Disabilitas
1. Pengertian Disabilitas
Penyandang cacat dipandang sebagai
kelompok orang yang tidak beruntung karena
dipandang tidak mampu menikmati kehidupan sosial
seperti menikah, berinteraksi sosial sehari-hari dan
lain-lain. Adapun beberapa orang cacat yang
menikmati hal tersebut dengan keberanian yang
mereka tampilkan.
31
Persepsi terhadap penyandang cacat sebagai
orang yang tidak berguna, mengalir begitu saja sejak
dari sedikitnya keterlibatan mereka dalam aktivitas
ekonomi. Hal ini sebagai konsekuensi dari kegagalan
mereka dalam menyesuaikan diri dengan kelompok
mayoritas, mereka terpola sedemikian rupa sebagai
orang yang “berbeda”. Terlebih lagi, reaksi kekagetan
yang ditunjukkan oleh orang-orang terhadap
“penyandang cacat” menstimulasi ketakutan yang
mendalam dan kesulitan mereka sendiri, kegagalan
mereka untuk menerima keadaan diri mereka seperti
itu dan orang lain yang secara sederhana melihat
mereka sebagai orang “lain” (Kusuma dkk, 2007:15).
Definisi disabilitas menurut Disabled People‟s
International (DPI) yaitu hilangnya atau terbatasnya
kesempatan untuk mengambil bagian dalam
kehidupan normal di dalam masyarakat dan tingkat
yang sama dengan yang lain dikarenakan halangan
fisik dan sosial (Kusuma dkk, 2007:105).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
disabilitas adalah seseorang yang memiliki
keterbatasan fisik, baik yang terjadi sebelum lahir
ataupun setelah lahir. Keterbatasan fisik tersebut
dapat mempengaruhi kehidupannya yang berbeda
dengan orang normal, seperti keterbatasan dalam
32
memperoleh pekerjaan, pendidikan, bahkan dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
2. Pengertian Tuna Netra
Seseorang dikatakan tunanetra jika ia
memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu, atau
setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya
tidak memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas
pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh
anak normal/ orang awas (Efendi, 2006:31).
Tuna netra diartikan sebagai salah satu jenis
hambatan fisik yang ditandai dengan
ketidakmampuan seseorang untuk melihat, baik
menyeluruh ataupun sebagian (Agustina dan Solicha,
2009:7).
Menurut penulis tuna netra adalah seseorang
dengan keadaan penglihatan yang lemah atau
memiliki kelainan dalam penglihatan sehingga
penglihatannya tidak berfungsi.
3. Klasifikasi Tuna Netra
Secara garis besar anak tuna netra
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: Total
Blind (buta) anak yang sama sekali tidak mampu
menerima rangsangan cahaya dari luar, dan Low
Vision anak yang mampu menerima rangsangan
cahaya dari luar (Agustina dan Solicha, 2009:10).
Dalam buku pengantar psikipedagogik anak
berkelainan (Efendi, 2006:32), menjelaskan mengenai
33
klasifikasi tuna netra. Tuna netra memiliki rentangan
yang berjenjang, dari yang ringan sampai yang berat.
Jenjang kelainan ditinjau dari ketajaman untuk
melihat bayangan benda dapat dikelompokkan
menjadi sebagai berikut:
a. Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang
mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan
penyembuhan pengobatan atau alat optik. Namun
tidak dikategorikan dalam kelompok tunanetra
sebab penglihatannya masih berfungsi.
b. Anak yang mengalami kelainan penglihatan,
meskipun dikoreksi dengan pengobatan atau alat
optik masih mengalami kesulitan. Dikategorikan
tunanetra ringan sebab masih bisa membedakan
bayangan atau tunanetra sebagian.
c. Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang
tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat
optik apapun, karena anak tidak mampu lagi
memanfaatkan indera penglihatannya.
Dikategorikan tunanetra berat, yang dikenal
dengan sebutan Buta.
Berdasarkan hasil observasi penulis, warga
bina sosial netra yang berada di PSBNRW Cahaya
Bathin, termasuk dalam klasifikasi tuna netra yang
dikategorikan tuna netra ringan dan tuna netra berat.
Hal ini juga diungkapkan oleh pendamping PSBNRW
Cahaya Bathin Bu Nyai, sebagai berikut:
34
”disini kebanyakan yang ringan, tapi
disabilias netra yang obser C itu kan double
keterbatasan ya dan termasuk total blind dan
daya tangkap nya juga kurang”(Wawancara
dengan Ibu Nyai, 2019)
Sebagaimana hasil wawancara di atas,
menyebutkan bahwa disabilitas netra di PSBNRW
Cahaya Bathin termasuk ke dalam klasifikasi yang
kebanyakan dikategorikan tuna netra ringan dan ada
sebagian yang tuna netra berat. Dalam hal ini, warga
bina sosial yang mengikuti pelatihan keterampilan
telur asin atau obser C adalah yang termasuk dalam
kategori tuna netra berat atau total blind.
4. Faktor Penyebab Tuna Netra
Ketunanetraan disebabkan oleh beberapa
faktor yang dapat terjadi pada dua masa, yaitu pada
masa pre-natal dan masa post-natal.
Ketunanetraan pada masa pre-natal sangat
erat hubungannya dengan masalah keturunan dan
pertumbuhan seorang anak dalam kandungan antara
lain:
a. Keturunan, terjadi dari hasil perkawinan
bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai
orang tua yang tunanetra.
b. Pertumbuhan anak dalam kandungan dapat
disebabkan oleh: gangguan waktu ibu hamil,
penyakit menahun seperti TBC, infeksi atau luka
pada ibu hamil, kurangnya vitamin tertentu.
35
Tuna netra pada masa post-natal yaitu terjadi
sejak atau setelah bayi dilahirkan (Agustina dan
Solicha, 2009:14), antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu
persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda
keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit
gonorrhoe sehingga baksil gonorrhoe menular
pada bayi.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan
ketunanetraan, misalnya: kekurangan vitamin A,
Trachoma (penyakit mata akibat virus), Catarac
(lensa mata menjadi keruh), Glaucoma
(bertambahnya cairan dalam bola mata),
gangguan pada retina akibat diabetis, Macular
Degenaration (kondisi umum yang agak baik
menjadi memburuk), Retinopathy of Prematurity
(bayi yang lahirnya terlalu prematur), dan
kerusakan mata yang disebabkan terjadinya
kecelakaan.
5. Pengertian Tuna Rungu Wicara
Orang dengan kecacatan rungu wicara adalah
seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan
mempunyai kelainan atau gangguan pada fungsi
pendengaran dan bicara, sehingga tidak dapat
melakukan komunikasi secara wajar (Saidah, Skripsi,
2017:36).
36
Tuna rungu adalah suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak
dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui indera pendengarannya(Agustina dan Solicha,
2009:48).
Menurut penulis tuna rungu wicara adalah
seseorang yang tidak mampu atau memiliki
keterbatasan pada pendengarannya, dan mengalami
gangguan pada kemampuan berbicara.
6. Klasifikasi Tuna Rungu
Klasifikasi yang ditinjau berdasarkan lokasi
terjadinya ketunarunguan atau bagian alat
pendengaran yang mengalami kerusakan, dapat
dikelompokkan (Efendi, 2006:63-64), sebagai
berikut:
a. Tuna Rungu Konduktif
Terjadi karena beberapa organ yang berfungsi
sebagai penghantar suara di telinga bagian luar
dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan.
b. Tuna Rungu Perseptif
Disebabkan terganggunya organ-organ
pendengaran yang terdapat dibelahan telinga
bagian dalam. Terjadi jika getaran suara yang
diterima oleh telinga bagian dalam tidak dapat
diteruskan ke pusat pendengaran otak.
c. Tuna Rungu Campuran
37
Terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif
dan ketunarunguan perseptif, dengan kata lain
seluruh organ telinganya rusak, baik bagian luar,
tengah maupun dalam.
Andreas Dwidjosumarto sebagaimana dikutip
oleh Sutjihati (2006:95) klasifikasi menurut tarafnya
dapat diketahui dengan tes audiometris:
a. Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar
antara 35-54 dB, penderita hanya memerlukan
latihan berbicara dan bantuanmendengar secara
khusus.
b. Tingkat II, kehilngan kemampuan mendengar
antara 55-69 dB, penderita kadang-kadang
memerlukan penempatan sekolah secarakhusus,
dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan
latihanberbicara dan bantuan latihan berbahasa
secara khusus.
c. Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar
antara 70-89 dB.
d. Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar
90 dB ke atas.
Penderita dari tingkat I dan II dikatakan
mengalami ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari
mereka sesekali latihan berbicara, mendengar
berbahasa, dan memerlukan pelayanan pendidikan
secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan
38
mendengar dari tingkat III sampai IV pada
hakekatnya memerlukan pendidikan khusus.
7. Faktor Penyebab Tuna Rungu Wicara
Terjadinya ketunarunguan dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu ketunarunguan yang terjadi saat
dalam kandungan (pranatal), saat kelahiran (natal),
dan setelah kelahiran (past natal).
Ketunarunguan saat dalam kandungan yang
terjadi karena keturunan (herediter), penyakit yang
diderita oleh ibunya, keracunan, salah obat dan
kelahiran sebelum waktunya (prematur). Kerusakan
dibagian kepala bayi, misalnya karena penggunaan
tang waktu melahirkan, mungkin saja antara lain
mengakibatkan ketunarunguan. Ketunarunguan
setelah kelahiran dapat terjadi karena penyakit sipilis,
peradangan selaput otak, peradangan selaput
gendang, peradangan pada telinga bagian tengah dan
sebagainya (Agustina dan Solicha, 2009:49).
D. Pelatihan
Pelatihan adalah proses meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan. Umumnya hasil yang
diinginkan dari pelatihan ialah penguasaan atau
peningkatan keterampilan. Proses pelatihan dikendalikan
oleh pemilik keahlian yang diajarkan atau ahli yang
membantu mengembangkan keterampilan melalui
pengalaman terstruktur (Kaswan, 2013:3).
39
Pelatihan merupakan salah satu cara
pengembangan sumber daya manusia, selain pendidikan
dan pengembangan. Pendidikan dilaksanakan untuk
meningkatkan kompetensi menyeluruh seseorang.
Pengembangan dilaksanakan meliputi pemberian
kesempatan belajar yang bertujuan untuk
mengembangkan individu pada saat ini dan masa yang
akan datang. Pelatihan dilakukan untuk memberikan
kegiatan yang berfungsi meningkatkan kinerja seseorang
(Erdian, 2013:13).
Di dalam pendidikan termasuk kegiatan-kegiatan
belajar yang disengaja ataupun yang tidak disengaja,
pendidikan formal, informal, dan nonformal. Sedangkan
pelatihan merupakan sebagian saja dari pendidikan yang
lebih menitikberatkan pada segi-segi keterampilan kerja
individu (Marzuki, 2012:14).
Program pelatihan dapat memiliki satu atau lebih
dari tiga tujuan (Erdian, 2013:14), berikut:
1. Meningkatkan kesadaran individu
2. Meningkatkan keterampilan individu dalam satu
atau lebih area keahlian
3. Meningkatkan motivasi individu untuk melakukan
pekerjaannya.
Dalam menyusun program pelatihan tentunya
memiliki tahapan-tahapan (Erdian, 2013:17), yaitu
sebagai berikut:
40
1. Tahap analisis kebutuhan pelatihan
Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan agar
dapat mendiagnosis kondisi lingkungan kerja, minimal
terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
berbagai tantangan baru yang akan timbul di masa
mendatang. Menilai kebutuhan pelatihan harus
dilakukan secara komprehensif dengan menganalisis
dalam berbagai tingkatan: Tingkatan organisasi yaitu
kebutuhan dan tujuan institusi atau organisasi.
Tingkatan tugas: syarat-syarat untuk melaksanakan
suatu tugas. Tingkatan individu: pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas
atau suatu pekerjaan.
2. Tahap perencanaan desain pelatihan
Pada tahap perencanaan desain program, perlu
ditetapkan sasaran dan tujuan program pelatihan.
Misalnya, ditetapkan perincian perilaku peserta
pelatihan setelah mereka selesai mengikuti program
pelatihan: ditentukan pengetahuan apa saja yang
harus diketahui, sikap apa yang menunjukkan
konselor profesional, serta ketikan dengan kebutuhan
yang erampilan apa saja yang harus dimiliki oleh para
konselor tersebut. Sasaran pelatihan disesuaikan
dengan kebutuhan yang telah diidentifikasikan.
41
3. Tahap pengelolaan pelatihan
Tahap pengelolaan program meliputi
persiapan, yang terdiri dari menyiapkan materi
pelatihan, metode pelatihan, pelatih, administrasi, dan
logistik. Jadwal pelaksanaan pelatihan perlu
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jadwal harus
jelas, detail, dan mudah diketahui oleh penyelenggara
pelatihan. Dalam jadwal, sebaiknya dapat diketahui
dengan jelas waktu pelaksanaan, tempat dengan
perincian pembagian ruang dan peserta, materi
pelatihan dan pelatihnya, serta koordinator pelaksana
atau penanggung jawab kegiatan.
4. Tahap pelaksanaan pelatihan
Pelaksanaan program pelatihan harus
mengacu pada desain yang telah ditetapkan, dan
operasionalisasinya mengacu pada jadwal yang telah
ditetapkan. Pada saat awal pelatihan, sebaiknya
pelatih dan peserta membuat kontrak belajar bersama-
sama. Kontrak belajar pelatihan terdiri dari peraturan-
peraturan khusus yang harus diterapkan bersama oleh
pelatih maupun peserta demi kelancaran pelatihan
(Erdian, 2013:25)
5. Tahap evaluasi pelatihan
Evaluasi pelatihan mencakup evaluasi
terhadap materi dan metode pelatihan, evaluasi
42
terhadap pelatihnya, dan evaluasi terhadap proses
penyelenggaraan pelatihan. Berdasarkan data hasil
evaluasi, baik yang diberikan oleh peserta maupun
para pelatih, selanjutnya dilakukan analisis terhadap
proses pelaksanaan pelatihan, materi dan metode
pelatihan, serta pelatih dalam suatu pelatihan. Hasil
analisis terhadap data evaluasi pelatihan yang
disajikan secara sistematis, jelas, detail, dan ringkas
merupakan bahan yang sangat berguna bagi perbaikan
atau perencanaan pelatihan serupa yang akan datang.
6. Tahap tindak lanjut pelatihan
Tahap tindak lanjut pelatihan merupakan
tahap penerapan hasil pelatihan ke dalam konteks
kehidupan nyata: dalam tugas pekerjaanya atau
diterapkan dalam institusi atau organisasi. Tahap ini
merupakan bagian pemeliharaan desain pelatihan.
Untuk melaksanakan tahap ini, tentu saja harus dijalin
kerja sama dengan institusi atau organisasi peserta
pelatihan. Misalnya, untuk dapat menerapkan
keterampilan pembuatan telor asin yang telah
dikuasai oleh para warga bina sosial perlu dilakukan
kerja sama dengan pihak tertentu yang dapat
memperluas pemasaran produk yang dihasilkan
(Erdian, 2013:28).
43
E. Kesadaran
Kesadaran diri adalah wawasan kedalam atau
wawasan mengenai alasan-alasan dari tingkahlaku sendiri
atau pemahaman diri sendiri. Kesadaran diri dalah bahan
baku yang penting untuk menunjukkan kejelasan dan
pemahaman tentang perilaku seseorang. Kesadaran diri
juga merupakan suatu yang bisa memungkinkan oranglain
mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan
dirinya dari dunia (orang lain), serta yang memungkinkan
oranglain mampu menempatkan diri dari suatu waktu dan
keadaan (Maharani dan Mustika, 2016:19-20).
Kesadaran adalah hubungan antara individu
dengan lingkungannya sejauh lingkungan itu eksis bagi
individu. Kesadaran berarti hubungan diri yang
mengamati, mengetahui dan berefleksi dan dunia sosial di
sekelilingnya. Ia adalah pemahaman manusia atas
pengalamannya. Kesadaran inilah yang menyebabkan
manusia melakukan perubahan atau transformasi diri
(Uswatusolihah, 2015:261).
Mengutip Hastjarjo (2005: 81) yang menjelaskan
tiga arti pokok kesadaran menurut Zeman, yaitu:
1. kesadaran sebagai kondisi bangun/terjaga.
Kesadaran secara umum disamakan dengan
kondisi bangun serta implikasi keadaan bangun.
Implikasi keadaan bangun akan meliputi
44
kemampuan mempersepsi, berinteraksi, serta
berkomunikasi dengan lingkungan maupun dengan
orang lain secara terpadu.Pengertian ini
menggambarkan kesadaran bersifat tingkatan yaitu
dari kondisi bangun, tidur sampai koma,
2. kesadaran sebagai pengalaman. Pengertian kedua
ini menyamakan kesadaran dengan isi pengalaman
dari waktu ke waktu: seperti apa rasanya menjadi
seorang tertentu sekarang. Kesadaran ini
menekankan dimensi kualitatif dan subjektif
pengalaman,
3. kesadaran sebagai pikiran (mind). Kesadaran
digambarkan sebagai keadaan mental yang berisi
dengan hal-hal proposisional, seperti misalnya
keyakinan, harapan, kekhawatiran, dan keinginan.
45
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Lembaga
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam data laporan Kelurahan Cawang (2018),
kelurahan Cawang merupakan salah satu kelurahan
yang berada di wilayah Kecamatan Kramat Jati,
tepatnya terletak disebelah Utara Wilayah Kecamatan
Kramat Jati Kota Administrasi Jakarta Timur. Luas
wilayah Kelurahan Cawang adalah 179,04 Ha dengan
jumlah RT 121 dan jumlah penduduk sebanyak 28.055
jiwa.
Batas wilayah Kelurahan Cawang adalah:
- Sebelah Utara : Jalan Mayjen MT.
Haryono/ Kelurahan Bidara Cina
- Sebelah Timur : Jalan Letjen
Sutoyo/ Kelurahan Kebon Pala
- Sebelah Selatan : Jalan SMA 14/
Jalan Raya Kalibata/ Kelurahan Cililitan
- Sebelah Barat : Kali Ciliwung/
Wilayah Jakarta Selatan
46
2. Gambaran Umum Panti Sosial Cahaya Bathin
Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya
Bathin merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
bawah Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
yang berlokasi di Jalan Dewi Sartika No 200
Kelurahan Cawang Kecamatan Kramat Jati Jakarta
Timur. Panti sosial ini telah berdiri sejak tahun 1958,
awalnya Panti ini bernama Panti Karya Asuhan Budi
yang kegiatannya menampung hasil Razia yang
dilaksanakan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta.
Kemudian pada tahun 1984 diambil alih oleh Pemda
DKI Jakarta dengan nama Panti Penyantunan dan
Rehabilitasi Khusus Tuna Netra. Pada tahun 1986
berubah nama menjadi Panti Sosial Bina Netra
Cahaya Bathin sesuai dengan SK Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 736 (Sumber data: Sejarah Panti
Sosial Bina Netra Cahaya Bathin, 2018).
Panti Sosial Bina Netra Cahaya Bathin
menerima warga binaan sosialnya melalui dari
beberapa sumber seperti dari hasil razia di 5 wilayah
DKI Jakarta, kiriman dari Seksi Dinas Bintal Keos
Kecamatan, tokoh masyarakat, PSM, Pokja Kesuma,
Organisasi Sosial, hasil dari penjangkauan karyawan
panti, dan hasil bawaan dari keluarga atau warga
binaan sosial lainnya yang sedang/pernah tinggal di
panti. PSBN Cahaya Bathin memberikan pelayanan,
47
perawatan, rehabilitasi dan resosialisasi serta
pembinaan lanjutan terhadap penyandang tunanetra.
Pembinaan lanjutan yang diberikan adalah bimbingan
penyesuaian kerja, kemudian memonitoring, dan
mengevaluasi.
Beragam kegiatan saat ini dilakukan di PSBN
Cahaya Bathin. Semua kegiatan adalah semata-mata
ditujukan untuk membina para Warga Binaan Sosial
yang tinggal di dalam panti agar memiliki
kemandirian sebagai bekal jika suatu saat nanti
mereka kembali ke dalam masyarakat. Sesuai dengan
semangat panti yakni: Belajar, Berkarya,
Berpengalaman, Berusaha dan Mandiri.Untuk
menunjang berbagai kegiatan yang dilaksanakan di
Panti Bina Netra Cahaya Bathin DKI Jakarta, berbagai
fasilitas telah dibangun di lingkungan panti. Beraneka
macam fasilitas ini untuk melatih para Warga Binaan
Sosial (WBS).
Gedung PSBN Cahaya Bathin berdiri di lahan
seluas kurang lebih 4000 meter persegi. Dilengkapi
dengan berbagai sarana dan prasarana yang
dipergunakan untuk bermacam kegiatan Warga
Binaan Sosial yang tinggal di asrama panti. Sarana
dan prasarana tersebut meliputi: sarana lapangan
olahraga, laboratorium komputer, laboratorium bahasa
Inggris, ruang musik, aula, mushola dan bermacam
48
fasilitas lainnya. Setiap harinya warga bina sosial
PSBN Cahaya Bathin menghabiskan waktu mereka di
dalam asrama dengan mengikuti berbagai macam
kegiatan seperti keterampilan seni musik,
keterampilan pijat massage sport, shi-atsu, refleksi,
keterampilan hasta karya/kerajinan tangan, belajar
membaca Al Qur‟an/mengaji, marawis, senam,
menari, orientasi mobilitas, dan lain-lain (sumber
data: Profil Panti Sosial Bina Netra Cahaya Bathin,
2018).
Dari berbagai kegiatan dan program yang telah
dan sedang dijalankan oleh Panti Sosial Bina Netra
Rungu Wicara Cahaya Bathin, salah satu program
keterampilannya adalah Pembuatan Telur Asin yang
melibatkan para Warga Binaan Sosial (WBS)
penyandang cacat ganda (Netra).Program pembuatan
telor asin diharapkan bisa menjadi bekal untuk para
WBS netra agar menjadi pribadi yang mandiri.
Program pembuatan telur asin telah dimulai sejak
awal tahun 2015 yang lalu, dan menggandeng
instruktur baik dari dalam maupun dari luar panti yang
telah berpengalaman menjadi perajin telur asin.Saat
ini yang menjadi instruktur pembuatan telor asin
adalah bu Nyai selaku pendamping di Panti Sosial
Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin (sumber
49
data: Profil Panti Sosial Bina Netra Cahaya Bathin,
2018).
Proses pembuatan telur asin memang tidak
singkat, perlu ketekunan dan kesabaran dalam
menjadikan telur bebek mentah menjadi telur asin
yang lezat dan siap dihidangkan. Telur bebek mentah
didapatkan dari pemasok di sekitar lingkungan panti
dan ada juga telur yang dibeli langsung oleh para
WBS dari pasar di sekitar panti. Para WBS peserta
program pembuatan telur asin dibekali dengan
berbagai keterampilan mulai dari pemilihan telur yang
berkualitas, cara membersihkan telur, mengasinkan
telur hingga cara memasukkan ke dalam packing
untuk dijual ke masyarakat.
Memang tidak semua Warga Binaan Sosial
yang ada di dalam panti mengikuti seluruh kegiatan
yang diberikan oleh pihak panti. Para Warga Binaan
Sosial hanya mengikuti kegiatan yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. Dengan adanya berbagai
keterampilan tersebut diharapkan dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki serta mampu
memandirikan warga binaan sosial.
B. Visi dan Misi Panti Sosial Cahaya Bathin
Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya
Bathin dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
50
memiliki visi yaitu: Mewujudkan Disabilitas Netra di
PSBN Cahaya Bathin yang Mandiri dan Berkualitas
(sumber data: Profil Panti Sosial Bina Netra Cahaya
Bathin, 2018).
Sedangkan Misi Panti Sosial Bina Netra
Rungu Wicara Cahaya Bathin terdiri dari 4 pokok,
yaitu:
a. Merehabilitasi Disabilitas Netra agar mandiri,
hidup layak dan normatif.
b. Meningkatkan profesionalitas pelayanan sosial
Disabilitas Netra.
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam
penanganan Disabilitas Netra.
d. Meningkatkan sarana dan prasarana dalam
pelayanan Disabilitas Netra.
C. Fungsi dan Tugas Panti Sosial Cahaya Bathin
PSBN Cahaya Bathin memiliki tugas pokok
yang menjadi acuan dalam melaksanakan program-
program kegiatan yaitu: Menyelenggarakan pelayanan
kesejahteraan sosial Disabilitas netra melalui
pendidikan, pembinaan dan pelatihan dalam rangka
meningkatkan kemandirian. Sedangkan secara garis
besar, fungsi PSBN Cahaya Bathin (sumber data:
Profil Panti Sosial Bina Netra Cahaya Bathin, 2018),
adalah:
51
a. Penjangkauan, pendataan, identifikasi, orientasi,
konsultasi, motivasi, dan seleksi serta penerimaan
Warga Binaan Sosial
b. Pelayanan, penampungan dan pengasramaan
c. Melaksanakan pembinaan fisik, mental, sosial dan
intelektual
d. Melaksanakan pendidikan dasar bagi penyandang
tunanetra
e. Melaksanakan bimbingan keterampilan kerja
f. Melaksanakan pembinaan lanjut
D. Struktur organisasi Panti Sosial Cahaya Bathin
Struktur organisasi pada Panti Sosial Bina
Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin (sumber data:
Profil Panti Sosial Bina Netra Cahaya Bathin, 2018),
terdiri dari:
a. Kepala panti
b. Kasubag tata usaha
c. Satpel pembinaan
d. Satpel pelayanan
e. Jabatan fungsional umum
f. Jabatan fungsional tertentu
52
E. Data Nama Warga Binaan Sosial
Nama Warga Binaan Sosial Netra yang
mengikuti kegiatan keterampilan pembuatan telur asin
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Daftar Nama Peserta Pelatihan Telur Asin
No Nama Usia Tahun Masuk Asal Rujukan
1 Kacih 28 2005 Masyarakat
2 Rochman 33 2006 Penjangkauan
3 Mona 34 2017 Penjangkauan
4 Nia 35 2016 Penjangkauan
5 Fitriana 42 2006 Keluarga
6 Slamet 48 2006 Penjangkauan
7 Nini 49 2016 Penjangkauan
8 Budi 49 2006 Penjangkauan
Sumber: Buku Profil Anggota PSBN Cahaya Bathin
Nama Warga Binaan Sosial Rungu Wicara
yang mengikuti kegiatan keterampilan pelatihan
merajut/ menganyam sebagai berikut:
53
Tabel 3.2
Daftar Nama Peserta Pelatihan
Menganyam
No Nama Usia Asal Rujukan
1 Rifki 12 Keluarga
2 Ival Margandi 12 Keluarga
3 Kipli 13 Keluarga
4 Annisa 14 Keluarga
5 Ani 25 Penjangkauan
6 Santi 27 Penjangkauan
7 Wanti 30 Penjangkauan
8 Ipah 31 Penjangkauan
9 Lutfi 32 Penjangkauan
Sumber: Wawancara Pribadi Dengan Ibu Komariah Sebagai
Pendamping
54
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
A. Temuan Penelitian
Dalam temuan ini peneliti membahas tentang peran
Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin dalam
pemberdayaan kelompok disabilitas di Cawang Jakarta
Timur dan proses pemberdayaan yang dilakukan Panti Sosial
Bina Netra Rungu Wicara (PSBNRW) Cahaya Bathin.
Dalam upaya pemberdayaan kelompok disabilitas Panti
Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin memberikan
pelatihan-pelatihan agar mereka dapat menjalankan
kehidupan sesuai harapan mereka dengan keterampilan dan
kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan hasil wawancara,
observasi, catatan lapangan dan dokumentasi, penulis akan
menguraikan hasil dari temuan lapangan.
1. Peran yang dilakukan Panti Sosial Bina Netra Rungu
Wicara Cahaya Bathin dalam Pemberdayaan Disabilitas di
Cawang Jakarta Timur
Salah satu temuan penelitian tentang panti sosial
disebutkan bahwa Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
Cahaya Bathin membantu mereka dengan memberikan
pelatihan keterampilan agar mereka bisa hidup mandiri
dan tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain.
Tidak hanya diberikan pelatihan keterampilan saja, namun
juga ada pendidikan dan pembinaan mental. Sebagaimana
55
yang diungkapkan oleh pimpinan PSBNRW Cahaya
Bathin Pak Mukhlisin sebagai berikut:
“Kita disini awalnya secara pembinaan mental
dulu, kan ada juga yang masuk disini mengalami
kebutaan yang baru setahun dua tahun itu dia
kecelakaan kerja atau kecelakaan sebagainya
hingga di umur-umur 30/ 40 mengalami kebutaan
itu yang pertama secara psikologis kan mentalnya
dulu...” (Wawancara dengan Pak Mukhlisin,
2018)
Dengan demikian, pembinaan mental bagi
penyandang disabilitas di PSBNRW Cahaya Bathin
bertujuan untuk mengembangkan rasa percaya diri,
mengontrol emosi, dan membangkitkan kesadaran diri.
Dalam hal ini, disabilitas netra yang berada di PSBNRW
Cahaya Bathin, termasuk dalam klasifikasi tuna netra
yang dikategorikan tuna netra ringan dan tuna netra berat.
Hal ini juga diungkapkan oleh pendamping PSBNRW
Cahaya Bathin Bu Nyai, sebagai berikut:
”disini kebanyakan yang ringan, tapi disabilias
netra yang obser C itu kan double keterbatasan ya
dan termasuk total blind dan daya tangkap nya
juga kurang”(Wawancara dengan Ibu Nyai, 2019)
Sebagaimana hasil wawancara di atas,
menyebutkan bahwa disabilitas netra di PSBNRW Cahaya
Bathin termasuk ke dalam klasifikasi yang kebanyakan
dikategorikan tuna netra ringan dan ada sebagian yang
tuna netra berat. Dalam hal ini, warga bina sosial yang
mengikuti pelatihan keterampilan telur asin atau obser C
adalah yang termasuk dalam kategori tuna netra berat atau
56
total blind. Sebelumnya warga bina sosial telah mengikuti
tes kesehatan di RS untuk mendapat keterangan kesehatan
dan keterangan kesehatan tersebut nantinya akan disimpan
dalam pemberkasan warga bina sosial.
Setelah melakukan pemberkasan kesehatan dan
mengikuti pembinaan mental, warga bina sosial menjadi
lebih percaya diri untuk melakukan berbagai hal yang
dapat mereka kerjakan. Dalam hal ini, panti mendorong
semangat warga bina sosial dengan memfasilitasi berbagai
kegiatan dan pelatihan yang mampu mereka kerjakan.
Seperti yang diungkapkan oleh pimpinan PSBNRW
Cahaya Bathin Pak Mukhlisin sebagai berikut:
“...Terus kita lakukan asesmen apaan kegiatan-
kegiatan yang dia bidang-bidang itu mana
semuanya saya suruh ikutin dulu kegiatan-
kegiatan yang kita iniin mana dia nanti cocoknya,
kalo emang dia cocoknya misalnya di musik apa
ya kita dorong terus karena ga mungkin kita ada
paksaan percuma juga. Untuk memotivasi mereka
untuk lebih maju lagi kita undang nih kaka-kaka
alumni jadi lebih memotivasi mereka, rutin kita
panggil sebulan sekali lah” (Wawancara dengan
Pak Mukhlisin, 2018)
Dengan adanya pelatihan dan keterampilan, selain
untuk mendorong semangat warga bina sosial juga
sebagai wadah untuk berkreasi dan mengasah keahlian
keterampilan warga bina sosial. Warga bina sosial
diarahkan untuk mengikuti semua pelatihan keterampilan,
mereka bebas memilih kegiatan dan pelatihan
57
keterampilan yang mereka senangi. Seperti yang
diungkapkan oleh oleh Mba Meryana:
“Kita ini seleksi semua kita uji coba dulu siapa
yang bertahan sampai akhir berarti dia punya ga
cuma bakat tapi dia ada minat kalau ga ada minat
mereka bakal ninggalin gitu aja” (Wawancara
dengan Mba Meryana, 2018)
Hal yang sama diungkapkan oleh Mba Komariyah:
“Kita liat nih dalam satu kegiatan misalnya kita
coba engga apa-apa nih semua dibarengin kaya
gitu kan istilahnya, nah kita liat yang kira-kira dia
tuh bisa itu siapa nah itu salah satunya
apanamanya menyaringnya oh ternyata dia mahir
dibidang ini nantikan bisa anak-anak ini dengan
sednirinya yaudah kalo misalnya dia sukanya
yang ini yaudah misalnya kita itukan disini ada
salon kalo untuk rungu mereka kita ajarkan kan
udah semuanya diikutan semua nah jadinya anak
ini akan memilih apa yang menjadi hobinya dia
yang menjadi keahlian dia seperti itu sih”
(Wawancara dengan Mba Komariyah, 2018)
Setelah warga bina sosial mengikuti berbagai
kegiatan dan pelatihan, dapat terlihat bahwa pada
dasarnya mereka mempunyai potensi. Potensi yang
dimiliki warga bina sosial dapat berkembang dengan
adanya dorongan dan dukungan yang tepat. Sebagaimana
yang diterapkan oleh PSBNRW Cahaya Bathin,
memberikan pelatihan keterampilan yang sesuai dengan
kemampuan warga bina sosial dan juga adanya dukungan
dari pendamping yang selalu siap membantu warga bina
sosial.
58
2. Proses Pemberdayaan Kelompok Disabilitas melalui
Pelatihan Keterampilan
PSBNRW Cahaya Bathin memiliki berbagai
kegiatan pelatihan keterampilan untuk warga bina sosial.
Kegiatan pelatihan keterampilan dibagi menjadi 2 yaitu
pelatihan keterampilan untuk disabilitas netra dan
disabilitas rungu wicara. Warga bina sosial netra
mengikuti pelatihan keterampilan telur asin, keset, mute
dan salon. Sedangkan warga bina sosial rungu wicara
mengikuti pelatihan keterampilan decoupage, keset, mute,
salon dan menganyam.
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada 3
kegiatan pelatihan keterampilan yaitu pelatihan
keterampilan telur asin, keset dan mute. Pelatihan
keterampilan keset dan mute merupakan pelatihan yang
mengikutsertakan warga bina sosial netra maupun rungu
wicara. Sedangkan pelatihan keterampilan telur asin
hanya dapat diikuti oleh warga bina sosial netra yang
memiliki lebih dari satu keterbatasan. Jadwal kegiatan
pelatihan keterampilan keset untuk warga bina sosial
rungu wicara dilakukan hari Senin pukul 13.00-15.00 dan
hari Selasa pukul 13.30-15.30 untuk warga bina sosial
netra. Sedangkan pelatihan mute dilakukan hari Rabu
pukul 13.00-16.00 dan kamis pukul 10.00-11.50.
Pelatihan telur asin dilakukan hari Senin, Rabu dan Jumat
pukul 13.00-15.00.
59
Warga bina sosial yang mengikuti pelatihan
keterampilan, mereka sebelumnya ada yang sudah pernah
mengikuti pelatihan keterampilan di panti lain dan ada
juga yang sama sekali belum pernah mengikuti pelatihan
keterampilan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mba
nini Tresa, Mas Budi dan Mba Wanti:
“Dicengkareng ada pelatihan keset juga, saya
ikutnya kelas massage shiatu” (Wawancara
dengan Mba Nini, 2018)
“Di cengkareng sama ada mijitnya tapi ga
sekolah” ( Wawancara dengan Mas Budi, 2018)
“Dulu dari panti juga di psbkw kedoya, kalau di
sana bukan keterampilan tapi semacam tata
boga” ( Wawancara dengan Mba Wanti, 2018)
Hal lain juga diungkapkan oleh Mba Nia dan
Mba Annisa yang sebelumnya belum pernah mengikuti
pelatihan keterampilan:
“Di rumah soalnya saya tunanetra udah besar
saya tunanetra dari kelas 2 SMA 17 tahun saya
penyakit step pas itu kejang-kejang namanya di
kampung kan jauh juga dari rumah sakit gitu
mba jadi pengobatan secara alternatif. Kesini
taunya dari alumni guru sini, tadinya kan saya
sekolah di samping gereja katedral 2 bulan terus
di kenalin disini, di sini nginep kalo di katedral
seminggu sekali cuman bisa mengenal baca tulis
dan ngelancarinnya di sini.” (Wawancara
dengan Mba Nia, 2018)
“Di rumah aja beberes rumah nyapu ngepel
ngelap kaca” ( Wawancara dengan Mba Annisa,
2018)
Pelatihan keterampilan tersebut dilakukan secara
bertahap. Diawali dengan melakukan pembinaan mental
60
terhadap warga bina sosial, serta memberikan dorongan
dengan adanya pelatihan dan dukungan melalui
pendamping. Pendamping memberikan dukungan melalui
pembinaan dan membimbing dalam kegiatan yang
dilakukan warga bina sosial.
Dalam hal ini, pendamping juga bertugas sebagai
pelatih dalam kegiatan pelatihan. Namun, hanya beberapa
pelatihan yang dilatih oleh pendamping dan juga pegawai
panti. Sebagian pelatihan lainnya, PSBNRW Cahaya
Bathin mengundang pelatih dari luar panti. Pendamping
yang melatih keterampilan untuk warga bina sosial,
sebelumnya telah mengikuti pelatihan atau workshop.
Seperti yang diungkapkan oleh Mba Meryana:
“Proses pelaksanaan yang keterampilan kan
sekarang kita ada dua nih yang netra sama rungu
wicara, keterampilannya sih sebenarnya kita
otodidak ya kebetulan kita punya pegawai yang
istilahnya multitalenta dia ada bakat minat terus
emang dia punya workshop jadi kemaren buat
istilahnya nggak sekedar mengisi waktu luang
difabel tapi gimana caranya dia bisa berkarya
mandiri kaya gitu jadi diajarin sih. Jadinya kita
buat anak rungu wicara kita lebih cenderung
proaktif karena kan buat mengenal ini alat ini
begini kaya gini jadi kalo kita udah tertarik
apalagi-apalagi dengan kebutuhan pasar jadi
nanti prodaknya bisa kita jual. Kita ada kerja
sama kaya buat pelatihan kaya misalnya saya
kokom gitu dapat pelatihan misalnya gratis jadi
volunteer itu di inspiration craft gitu kaya ada
komunisanya khusus terus nanti kalo udah
diajarin kita ajarin lagi ke anak-anaknya” (
Wawancara dengan Mba Meryana, 2018)
61
Selanjutnya, pada tahap pelaksanaan pelatihan
keterampilan warga bina sosial diberikan materi
keterampilan. Materi keterampilan untuk warga bina
sosial rungu wicara diberikan melalui video pelatihan
yang akan dilakukan, pengenalan peralatan yang akan
digunakan serta memperlihatkan cara-cara pembuatan
secara langsung. Setelah itu warga bina sosial yang
dianggap telah menguasai materi pelatihan yang diberikan
sebelumnya, mereka mulai mempraktikkan membuat
produk keterampilan. Seperti yang diungkapkan oleh Mba
Komariyah:
“Yang awal anak-anak terjun ke keterampilan
pasti yang pertama adalah materi kita kasih
materi pemahaman dulu kepada anak-anak ini
baru kita bisa langsung praktek paling untuk
materi juga ga banyak sih ya soalnya kita kan
langsung terjun jadi pertama pasti perkenalan
dulu terus nanti kita kasih materi apa yang harus
kita kasih gitu terus kita praktekkan, biasanya
kalau kita kasih materi pun ga kaya pelajaran gitu
paling soalnya kan kita juga keterampilan tuh ga
ada bukunya istilahnya kan memang dari apa
namanya kebetulan ada beliau tuh udah
menguasai banget lah gimana keterampilan gitu
nah ilmu beliau disalurkan jadi yaudah gini aja
langsung aja gitu tapi ya Alhamdulillah mereka
paham gitu” (Wawancara dengan Mba
Komariyah, 2018)
Berbeda dengan materi pelatihan sebelumnya,
untuk warga bina sosial netra diberikan melalui praktik
langsung perorangan. Seperti pada pelatihan telur asin,
warga bina sosial satu persatu diarahkan untuk mengenal
62
peralatan yang akan digunakan dan langsung diberikan
telur asin sambil diberi pengarahan cara membersihkan
telur, proses penggunaan abu gosok untuk membungkus
telur asin hingga menjadi telur asin yang siap dipasarkan.
Seperti yang diungkapkan oleh Bu Nyai:
“Yang pertama sih telur bebek terus kita cuci kita
gosok sama apa sih yang kaya sabut cuci piring
itu setelah bersih kita bungkus sama abu abu nya
udah dicampur garem sama aer kita aduk terus
sampe rata udah kita bungkus prosesnya sih 15
hari, wbs nya di arahin aja kita dampingin aja
seperti kaya tadi gitu gimana caranya nyuci yang
bersih mereka punya indranya indra peraba jadi
di raba gimana bersih terus cara bungkusinnya
kira-kira aja dia di peres dulu abu nya terus di
tempelin ke telur nya“ (Wawancara dengan Bu
Nyai, 2018)
Setelah melakukan kegiatan pelatihan
keterampilan, hasil dari produk pelatihan keterampilan
keset dan mute dimasukkan ke ruang keterampilan yang
nantinya akan dipasarkan dalam pameran-pameran dan
bazar. Seperti yang diungkapkan oleh Mba Ratiza:
“Biasanya kalo ada bazar kita ikut bazar pertama,
kedua sih kalo ada tamu kita arahkan ke ruang
keterampilan. Kalo ada bazar biasanya sih
anaknya ada yang ikut ada juga yang engga
tergantung situasinya” (Wawancara dengan Mba
Ratiza, 2018)
Selain dalam pameran dan bazar, produk tersebut
juga dipasarkan melalui facebook dan instagram. Ada
juga kerja sama dengan relasi panti untuk memasarkan
produk tersebut. Untuk pemasaran produk telur asin,
63
bekerja sama dengan warung soto. Seperti yang
diungkapkan oleh Mba Meryana:
“Terus kaya buat pemasarannya itu biasanya bu
erni ada kerja sama dia biasanya punya link kaya
souvenir-souvenir gitu jadi dibikinnya bahannya
setengah jadi dulu sesuai dengan permintaan aja
selain dari bu erni biasanya dari facebook dari
instagram terus kita ikut pameran ikut workshop
seminar kaya gitu-gitu pasti kita bawa produk
kita” (Wawancara dengan Mba Meryana, 2018)
Hal yang sama diungkapkan oleh Mba
Komariyah:
“Kalo untuk telur asin kita kan ada beberapa
paling kita titip ke warung-warung terus untuk
yang lain kita sih baru ini kalo misalkan ada
bazar nah kita datang kita tawarkan barang kita
nah itu salah satu nya kalo untuk yang furniture
ini karena kita relasi dengan masyarakat kan
banyak ya dari situ kita bisa memasarkan terus
nanti kita bekerja sama dengan instansi lain..”
(Wawancara dengan Mba Komariyah, 2018)
Hasil produk keterampilan yang terjual, uangnya
dibagikan kepada masing-masing warga bina sosial yang
membuat produk keterampilan. Dari upah yang diterima
ada yang dijadikan modal kembali untuk membuat produk
keterampilan, ada juga yang sebagian uangnya ditabung
dan sebagian lainnya dibelanjakan. Seperti yang
diungkapkan oleh Nia Fitriati dan Annisa:
“Uangnya buat beli mute saya udah 2 bulan ini
ga minta uang dikasih sama kaka juga saya nya
ga mau.” (Wawancara dengan Mba Nia, 2018)
64
“Untuk jajan sama ditabung buat beli baju
lebaran” (Wawancara dengan Mba Annisa,
2018)
Selain itu, PSBNRW Cahaya Bathin juga
melakukan evaluasi pelatihan keterampilan setiap tiga
bulan sekali, untuk melihat perkembangan warga bina
sosial dalam hal keterampilan dan pengecekan uang
tabungan. Melalui persentase kehadiran dan rapor yang
ditinjau langsung oleh pendamping. Seperti yang
diungkapkan oleh Mba Meryana:
“Evaluasinya sih biasanya kita per 3 bulan ya, per
3 bulan tuh kita ada raport anak-anak diliatnya
tuh dari presentasi kehadiran terus berapa
banyaknya mereka produksi hasil terus kita
evaluasi gini loh kemarin bulan ini kamu ada uang
saving terus kita bikinin uang tabungan yang
bulan ini tuh banyak yang bulan kemaren tuh
turun biar jauh lebih baik aja. Jadi per 3 bulan ini
cuma diliatin aja buku tabungannya, uangnya jadi
mereka semintanya aja gitu soalnya kalo nggak
kita manage kaya gitu sehari juga 50 ribu juga
abis mereka mah hobi jajan ga jauh beda sih
sebenernya kaya kita ya mau jajan mah jajan aja
kaya pasar malem gitu adakan 2 minggu sekali ya
jajan beli kerudung beli apa namanya ada uang
kan.” (Wawancara dengan Mba Meryana, 2018)
Dalam proses evaluasi yang dilaksanakan setiap
tiga bulan sekali, dilakukan pengecekan rapor wbs. Dari
rapor tersebut akan terlihat presentasi kehadiran, hasil
produk keterampilan yang dibuat wbs dan penghasilan
yang ditabung. Pendapatan yang warga bina sosial terima
dari hasil penjualan produk keterampilan sebagian
65
disimpan dalam tabungan, agar wbs belajar untuk
menabung dan tidak boros.
3. Hasil Pemberdayaan yang dilakukan Panti Sosial Bina
Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin
Hasil dari pemberdayaan yang dilakukan
PSBNRW Cahaya Bathin melalui berbagai kegiatan
pelatihan ternyata cukup mempengaruhi kehidupan warga
bina sosial, terbukti dari perkembangan-perkembangan
yang terjadi pada warga bina sosial selama menjalani
kegiatan pelatihan tersebut, diantaranya:
a. Membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimiliki warga bina sosial
Penyandang disabilitas yang tinggal di
PSBNRW Cahaya Bathin atau yang biasa disebut
warga bina sosial (WBS) awalnya tidak mengetahui
apa saja yang dapat dilakukan dengan kondisi yang
dideritanya. Warga bina sosial kebanyakan berasal
dari jalanan atau hasil penangkapan razia satpol pp,
namun ada juga yang berasal dari penjangkauan
langsung di masyarakat. Sebelum WBS masuk
PSBNRW Cahaya Bathin tidak ada yang dapat
mereka kerjakan, seperti hanya berdiam diri di rumah
dan tidak boleh melakukan pekerjaan rumah karena
kebutaan yang dideritanya. Bahkan ada yang
dikurung dalam rumah karena orang tuanya merasa
66
malu mempunyai anak yang memiliki kekurangan,
ada juga yang mengemis di jalanan.
Berbagai kegiatan dan pelatihan telah
disediakan PSBNRW Cahaya Bathin untuk menggali
potensi yang dimiliki warga bina sosial serta
membangkitkan kesadaran akan potensi tersebut.
Setelah mengikuti pelatihan keterampilan, sedikit
demi sedikit warga bina sosial menjadi lebih terampil
dan memiliki kegiatan yang dapat dikerjakan
meskipun dengan keterbatasan yang dimilikinya.
Pelatihan keterampilan yang dilakukan warga bina
sosial memang dikondisikan dengan keadaan dan
keterbatasan para disabilitas, seperti pelatihan
keterampilan pijat dan telor asin untuk disabilitas
netra sedangkan pelatihan decoupage untuk
disabilitas rungu wicara. Warga bina sosial dibimbing
untuk mengikuti pelatihan keterampilan dengan
tingkatan yang berbeda-beda sesuai dengan
kemampuan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh
pimpinan PSBNRW Cahaya Bathin pak Mukhlisin
sebagai berikut:
“Diklasifikasikan seperti dikelas observasi
kan masih anak-anak misalnya baru masuk
dia belum itu berarti tahapan belajarnya
masih yang mudah-mudah dulu jadi tingkat-
tingkatan mba, kalau disekolah ada kelas 123
nah ada kelas pemula baru aja bisa apa yang
nanti kan instruktur mau ngajarin yang baru
sama yang lama masa sama aja akhirnya
67
nanti yang lama bosen dong. Jadi nanti ada
kita klasifikasi jadi ada kelasnya masing-
masing bertahap.” (Wawancara dengan Pak
Mukhlisin, 2018)
Dengan adanya pelatihan keterampilan, warga
bina sosial menjadi lebih terampil dan Mampu
mengembangkan kreativitas yang sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh pendamping PSBNRW Cahaya
Bathin, Mba Komariyah:
“Saya sangat mendukung dengan adanya
program keterampilan ini, karena kan
meningkatkan kreativitas dia juga oh dari sini
bisa ya aku bikin ini jadi kan mereka tergali
gitu istilahnya” (Wawancara dengan Mba
Komariyah, 2018)
Hal yang sama diungkapkan oleh Mba
Meryana:
“Kalau menurut aku sih bagus-bagus aja ya
kita bisa mengasah minat dan bakat
keterampilannya kita bisa ngebina dia bisa
memberdayakan dia untuk demi kemandirian
dia” (Wawancara dengan Mba Meryana,
2018)
Dalam pelatihan keterampilan, warga bina
sosial berhak memilih kegiatan dan pelatihan yang
mereka sukai tanpa paksaan. Hal ini bertujuan agar
warga bina sosial mampu mengembangkan
kreativitas yang sesuai dengan minat dan bakat yang
mereka miliki. Pelatihan keterampilan yang ditekuni
warga bina sosial selain untuk mengisi waktu luang
68
dengan kegiatan positif, juga bermanfaat untuk
menambah penghasilan. Seperti yang diungkapkan
oleh Mba Wanti dan Mas Budi sebagai warga bina
sosial sebagai berikut:
“seneng aja, ada kegiatan disini”
(Wawancara dengan Mba Wanti, 2018)
“Mau ikut karna tadinya kan ga ada kegiatan
kalo siang terus ditawarin bikin telur asin”
(Wawancara dengan Mas Budi, 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mba
Nia dan Mba Annisa, meengenai manfaat
pelatihan keterampilan. Sebagai berikut:
“Karena maaf ya bukannya itu kalo saya
disini cuma makan aja kan engga enak jadi
saya harus punya keterampilan, baca tulis
kan sembarian aja gitu sambil malem kan
namanya tunanetra bukunya bisa ditaro dada
biar bisa diraba-raba. Kalo yang telor asin
ada yang memacu buat harus bisa terus biar
mandiri juga.” (Wawancara dengan Mba Nia,
2018)
“Biar bisa bikin baju jadi ikut ngejait dan
dapat uang juga” (Wawancara dengan Mba
Annisa, 2018)
Dengan keterampilan yang telah ditekuninya
selama berada di PSBNRW Cahaya Bathin, warga
bina sosial diharapkan mampu hidup mandiri di
tengah masyarakat dan tidak dipandang lagi sebagai
orang yang berbeda. Keterampilan yang mereka
miliki dapat dimanfaatkan sebagai peluang usaha,
bahkan dapat membuka peluang pekerjaan untuk
orang lain dan memotivasi para disabilitas lainnya
69
untuk terus bangkit dan berkembang dengan segala
keterbatasan yang dimiliki.
b. Menambah pengetahuan dan keterampilan warga bina
sosial
Pelatihan keterampilan yang dilakukan oleh
warga bina sosial, selain membangkitkan kesadaran
atas potensi yang dimiliki. Tentunya menambah
pengetahuan dan mengasah keahlian keterampilan
serta menjadi bekal untuk masa depan. PSBNRW
Cahaya Bathin telah menjadi wadah bagi warga bina
sosial untuk mengembangkan potensi dibidang
keterampilan dan juga menyediakan berbagai media
pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh
pimpinan PSBNRW Cahaya Bathin pak Mukhlisin
sebagai berikut:
“Disini banyak ada keterampilan buat keset
terus mute telor asin kerjasama sama
pengusaha bakso baru kemaren baksonya
dijamin enak yang bikin gabungan rungu dan
netra terus anyaman dari kertas-kertas
limbah yang ga kepake udah kan liat ya
handycraft the couples pijat massage refleksi
itu kebanyakannya netra ada juga salon
rungu juga bisa terus ada broadcast kita
kerjasama instruktur nya dari rri terus ada
kegiatan bahasa inggris komputer anak-anak
sekolah sekarang kan ujian-ujian ulangannya
kan pakai komputer skala anak-anak kita kan
banyaknya di intuisi SMP Negeri jadi dia mau
ga mau ya harus ikut harus bisa makanya kita
komputernya juga komputer bicara”
(Wawancara dengan Pak Mukhlisin, 2018)
70
Warga bina sosial juga dapat belajar mengenai
disiplin diri terutama dalam pengelolaan waktu terkait
dengan perencanaan kerja dan produksi. Melalui
pelatihan keterampilan warga bina sosial sedikit demi
sedikit mulai membuka diri dan belajar untuk lebih
maju lagi. Dalam pelatihan keterampilan telur asin,
warga bina sosial dibiasakan untuk melakukan
pelatihan keterampilan dengan cara berkumpul
bersama dan membuat telur asin secara bergantian
dan didampingi oleh pendamping. Dengan cara
tersebut mereka mulai berani untuk bersosialisasi dan
berinteraksi dengan orang lain. Seperti yang
diungkapkan oleh pendamping PSBNRW Cahaya
Bathin, yaitu Bu Nyai dan Mba Ratiza sebagai
berikut:
“Tadinya kan dia dikamar aja suka pada
diem aja gitu ya tapi dia pada seneng pas
disini bisa ketawa-ketawa bisa ngobrol apa
yang mereka tadi abis belajar apa mereka
cerita di sini jadi ngerasa pada seneng aja”
(Wawancara dengan Bu Nyai, 2018)
“Banyak sih mungkin dari awalnya dia belum
bisa menjahit misalnya terus jadi bisa jadi
lebih banyak beraktifitas sih dari pada dia
diem-diem aja di kamar, kalo dari sikapnya
biasanya dia lebih happy sih kalo di ajak
keterampilan kalo biasanya juga wbs sendiri
yang nagih ke kita udah jam 10 nih udah jam
1 dia udah tau sendiri jadwalnya ketagihan
gitu dikamar juga biasanya kan suka dibawa
ke kamar ga mungkin kan disini terus
71
ketagihan itu dia.” (Wawancara dengan Mba
Ratiza, 2018)
Selain itu, juga dapat memotivasi warga
bina sosial untuk aktif dalam pelaksanaan
pelatihan keterampilan dan menjadi pribadi yang
mandiri dengan pengetahuan dan keahlian yang
mereka miliki. Seperti yang diungkapkan oleh
Mba Komariah dan Mba Meryana, sebagai
berikut:
“Kalo perubahan sebenarnya banyak sih dari
dia yang ga ada kegiatan jadi ada kegiatan
kaya gitu kan terus jadi mereka lebih
menyibukkan diri di dalam dunianya
keterampilan istilahnya yang tadinya dia ga
ngapa-ngapain terus dia aktif dalam hal itu
jadi ya banyak positifnya dari yang bengong
jadi sekarang menghasilkan gitukan jadi ada
motivasi buat mereka buat nantinya „oh jadi
diluar sana nanti saya keluar punya
keterampilan‟ pikiran buat mandiri salah
satunya” (Wawancara dengan Mba
Komariyah, 2018)
“Kalau sekarang lebih terarah yang dulunya
nggak punya keterampilan jadi ada yang
dulunya punya bakat ga tertarik jadi
tersalurkan sebenarnya lebih cenderung ke
arah positif” (Wawancara dengan Mba
Meryana, 2018)
PSBNRW Cahaya Bathin memberikan berbagai
pelatihan keterampilan untuk warga bina sosial.
Kemampuan setiap orang berbeda-beda, begitu pun
dengan warga bina sosial netra yang tidak semuanya
dapat mengikuti pelatihan pijat. Dari hasil studi
72
dokumentasi peneliti mendapatkan informasi bahwa
warga bina sosial netra yang mengikuti pelatihan
keterampilan telur asin memiliki lebih dari satu
keterbatasan. Dengan kondisi tersebut tidak
memungkinkan untuk mengikuti pelatihan pijat dan
diarahkan untuk mengikuti pelatihan keterampilan
seperti keterampilan telur asin, mute, salon dan
pembuatan keset. Berbagai kegiatan pelatihan
keterampilan yang ditekuni warga bina sosial
menambah banyak pengetahuan dalam hal membuat
kerajinan dan mengasah keahlian. Seperti yang
dituturkan oleh warga bina sosial netra, Mba Nia, Mas
Budi, dan Mba Nini sebagai berikut:
“Kalau dirumah biasanya saya ga boleh
megang apapun, kaya nyapu ngepel aja ga
boleh. Tapi disini saya bisa ikut semua
kegiatan, bikin mute udah saya jualin, keset
juga saya ikut, masak telur asin juga ikut.
Semua saya ikutin buat memacu semangat gitu
mba biar ga taku. Saya juga pernah ikut
pelatihan pijat massage 5 bulan tapi ternyata
ada gejala ganguan di otak cairan saya dan
harus di operasi 2 kali di RS Budi Asih,
makanya saya pindah ke pelatihan
keterampilan. Soalnya perut saya udah dibedah
2 kali karna kalo mijit kan butuh tenaga untuk
tekan-tekannya jadi guru disini juga ga ngijinin
takut kenapa-napa dan menyarankan untuk ikut
ke pelatihan keterampilan.” (Wawancara
dengan Mba Nia, 2018)
“Sebelum bikin telor asin kan keset dulu, jadi
bisa bikin telor asin sendiri entar kalau udah
73
ga disini” (Wawancara dengan Mas Budi,
2018)
“Disini ikutnya kelas keterampilan biasa mijit
biasa kalo massage kan ada kelas-kelasnya
kalo kita mah yang biasa aja laen-laen
kelasnya kan, telor asin keset sama mute juga”
(Wawancara dengan Mba Nini, 2018)
Hal yang sama diungkapkan oleh warga
bina sosial rungu wicara, Wanti dan Annisa sebagai
berikut:
“Ikut handycraft, bikin bros, salon juga tapi
baru belajar creambath sama totok wajah”
(Wawancara dengan Mba Wanti, 2018)
“Kegiatannya baca teori kaya abc biar bisa
baca, terus ikut bikin bros mute keset terus
juga bikin boneka-boneka kecil gitu terus the
copes ada juga kain yang diket terus yang
diwarnain gitu yang baru sih ikut jait baru 4
kali pertemuan dan masak bikin bakso”
(Wawancara dengan Mba Annisa, 2018)
c. Menguatkan sikap, perilaku dan kehidupan ekonomi
warga bina sosial
Perilaku dan sikap seseorang tidaklah mudah
untuk berubah, lingkungan sangat berpengaruh dalam
membentuk sikap dan perilaku seseorang. Begitu juga
dengan warga bina sosial yang sebelumnya pernah
tinggal di jalanan, hidup di jalanan yang jauh dari
sebuah kehidupan norma dan aturan. Sehingga secara
tidak langsung membentuk perilaku dan sikap yang
cenderung negatif.
74
Awalnya tidak mudah membimbing warga
bina sosial yang terbiasa dengan kehidupan jalanan
yang bebas, namun lambat laun dengan kegiatan
pelatihan keterampilan serta pembinaan di PSBNRW
Cahaya Bathin mampu meminimalisir bahkan
merubah perilaku negatif tersebut. Warga bina sosial
yang tinggal di PSBNRW Cahaya Bathin didampingi
oleh pendamping yang terbagi disetiap kamar untuk
membimbing dan membantu warga bina sosial.
Seperti yang diungkapkan oleh pimpinan PSBNRW
Cahaya Bathin pak Mukhlisin sebagai berikut:
“Satu kamar satu pendamping tapi ini karna
kemaren kita ada penambahan 6 orang yang
perempuannya ada yang 2 ada yang 1 orang
perkamar kalau yang 2 itu biasanya ada
anak-anak kecil 8 tahunan itu kan
penanganannya sama yang rungu wicara kan
dia kan ngeliat kan aduh banyak tingkahnya
dah apalagi mereka dari jalanan karena
memang dari jalanan kan biasa bebas ini kan
biar gimana kan kita ajarin beretika adab dia
nah itu agak-agak memang agak sulit
awalnya ngerubah mindset orang kan budaya
orang kebiasaan orang kita rubah tambah-
tambah lama juga dia berubah” (Wawancara
dengan Pak Mukhlisin, 2018)
Dengan kegiatan dan pelatihan keterampilan
yang disediakan PSBNRW Cahaya Bathin
menjadikan warga bina sosial sadar akan potensi
yang dimiliki, menambah pengetahuan dan keahlian
dibidang keterampilan serta membentuk perilaku dan
75
sikap ke arah yang positif. Warga bina sosial
termotivasi untuk terus menekuni keterampilan yang
mereka sukai dengan semangat yang tinggi. Selain
itu, pelatihan keterampilan dapat menghasilkan
income atau penghasilan dari karya yang mereka buat
sendiri tanpa harus meminta belas kasihan orang lain.
Walaupun dengan penghasilan yang belum begitu
besar, namun penghasilan yang didapat dari hasil
penjualan produk keterampilan ada yang sudah bisa
memenuhi kebutuhan pribadi warga bina sosial tanpa
harus meminta kepada orang tua ataupun saudara.
Seperti yang diungkapkan oleh beberapa warga bina
sosial Mba Nini dan Mas Budi sebagai berikut:
“Nanti untuk kita jajan aja mie ayam atau
bakso, kalo udah ada untungnya”
(Wawancara dengan Mba Nini, 2018)
“suka buat beli bakso buat beli yang di mau
dapet uang nya kalo lagi ada lebihnya aja
soalnya kan muter lagi” (Wawancara dengan
Mas Budi, 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mba
Nia, Mba Wanti dan Mba Annisa, mengenai penghasilan
yang telah digunakan dari hasil penjualan produk
pelatihan keterampilan. Sebagai berikut:
“Uangnya buat beli mute saya udah 2 bulan
ini ga minta uang dikasih sama kaka juga
saya nya ga mau.” (Wawancara dengan Mba
Nia, 2018)
“Buat jajan sama buat beli baju anak saya
pokoknya kebutuhan anak karena anak saya
76
kan ada di panti bayi” (Wawancara dengan
Mba Wanti, 2018)
“Untuk jajan sama ditabung buat beli baju
lebaran” (Wawancara dengan Mba Annisa,
2018)
Selain itu, Pelatihan keterampilan juga dapat
membuka peluang pekerjaan bagi kelompok
disabilitas netra dan rungu wicara. Berbagai pelatihan
keterampilan yang telah ditekuni diharapkan mampu
meningkatkan perekonomian warga bina sosial dan
memotivasi warga bina sosial untuk hidup mandiri di
tengah masyarakat. Setelah warga bina sosial
mengikuti pelatihan keterampilan tidak sedikit dari
mereka yang ingin membuka usaha sendiri. Berikut
beberapa ungkapkan warga bina sosial Mba Nia daan
Mas Budi mengenai kelanjutan setelah mengikuti
pelatihan keterampilan di PSBNRW Cahaya Bathin:
“Kalo udah keluar Insya Allah mau bikin di
rumah, soalnya kan di Cilegon kan banyak
abu di buang sia-sia kalo disinikan padahal
butuh banget abu aja disini beli mba kalo
disana malah di buang jadi disanakan ada
pabrik batu bata membutuhkan kulit padi
dibakar udah dibakar dibuang abunya
kalau disini kan dijualbelikan. Trus garem
juga disana deket sama laut cuma tinggal
beli telor nya doang kata mba nyai juga
tinggal ngeliat busuk tidaknya jadi
memerlukan orang awas kalo saya buat sih
bisa cuman untuk ngeliat telor nya itu busuk
apa engga nya memerlukan orang awas jadi
harus disenter gitu mba” (Wawancara
dengan Mba Nia, 2018)
77
“Bisa bikin telor asin sendiri entar kalo
udah nggak disini pengen buka usaha
sendiri bertiga sama saudara saya, saya
kan disini bertiga sama adik-adik saya”
(Wawancara dengan Mas Budi, 2018)
Berbeda halnya dengan yang diungkapkan
diatas, ada pula yang bekum memiliki rencanas
setelah mengikuti pelatihan keterampilan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mba Nini, Mba
Wanti dan Mba Annisa, sebagai berikut:
“ngga tau” (Wawancara dengan Mba Nini,
2018)
“ngga tau kan masih belajar” (Wawancara
dengan Mba Wanti, 2018)
“kan belum semuanya bisa” (Wawancara
dengan Mba Annisa, 2018)
Dengan berbagai pengalaman dan keahlian
yang didapatkan oleh warga bina sosial selama
tinggal di PSBNRW Cahaya Bathin, diharapkan
mampu hidup mandiri dilingkungan masyarakat dan
memanfaatkan keahlian keterampilan sebagai peluang
usaha. Seperti yang diungkapkan oleh Mba
Komariyah dan Mba Ratiza sebagai pendamping :
“Untuk anak-anak ini ya saya pribadi semoga
nanti lebih anak ini lebih bisa mandiri lebih
mempunyai jiwa yang apa istilahnya oh ya
dari sini setelah saya dilatih disini ada
kesadaran diri ternyata saya punya ini bisa
dimanfaatkan di luar sana semoga nanti jadi
berkembang lagi mandiri dalam artian saya
bisa mandiri sebab bisa membuat usaha
78
sendiri malahan kalau bisa mereka juga bisa
merangkul yang lain yang istilahnya belum
bekerja kaya tadi ikut usaha dengan dia”
(Wawancara dengan Mba Komariyah, 2018)
“ketika nanti mereka keluar kemasyarakat
mereka ada keahlian yang bisa dijual kalo
tuna netra kan kebanyakan ikut massage
shiatsu kaya gitu kan ada juga mereka
keterampilan cuma mute aja kalo anak-anak
rungu wicara ini dia sebenernya normal ya
cuma ga bisa denger sama ngomong saya
berharapnya itu sih ketika terjun ke
masyarakat mereka istilahnya udah bisa
mandiri “ (Wawancara dengan Mba Ratiza,
2018)
Hal yang sama juga diungkapkkan oleh Mba
Meryana dan Bu Nyai, sebagai berikut:
“Kedepannya sih apa ya kaya mungkin
marketnya kali kita bisa perluas lagi gitu
terus kita bisa kaya kerjasama tuh nggak
cuma ke industri menengah ke bawah tapi kita
nanti bisa menengah ke atas, terus kaya
penyaluran tenaga kerjanya tuh bisa dipake
gitu apa yang kita latih bisa kita salurkan”
(Wawancara dengan Mba Meryana, 2018)
“Ya itu tadi agar wbs itu jadi manusia yang
mandiri yang bermanfaat tidak
ketergantungan sama orang lain gitu”
(Wawancara dengan Bu Nyai, 2018)
Sebagaimana hasil dari wawancara oleh
pendamping, mengungkapkan bahwa setelah warga
bina sosial mengikuti pelatihan keterampilan
diharapkan mampu mandiri ditengah masyarakat
setelah keluar dari panti. Dengan keahlian
keterampilan yang telah dimiliki, warga bina sosial
79
mampu membuka usaha produk keterampilan yang
dapat menambah penghasilan dan juga dapat
merangkul disabilitas lain dengan ikut membangun
usaha bersama.
B. Analisis Temuan Penelitian
Dari beberapa data temuan lapangan, maka penulis
akan menganalisis mengenai peran, proses dan hasil
dalam pemberdayaan disabilitas yang dilakukan
PSBNRW Cahaya Bathin, sebagai berikut:
1. Peran yang dilakukan Panti Sosial Bina Netra Rungu
Wicara Cahaya Bathin dalam Pemberdayaan
Disabilitas
Diuraikan dalam tinjauan teoritis bab II
mengenai peran yang terkait pengembangan
masyarakat, maka penulis akan menggunakannya
sebagai alat analisis untuk melihat peran PSBNRW
Cahaya Bathin dalam pemberdayaan kelompok
disabilitas.
Dalam hal ini peneliti menggunakan teori
peran menurut Jim Ife, yang telah peneliti simpulkan
menjadi definisi operasional yaitu: peran fasilitator
yang memfasilitasi kelompok disabilitas, peran
motivator yang membangkitkan kesadaran, dan peran
distributor yang membagi pengetahuan dan
pengalaman. Peran fasilitator lebih banyak dilakukan
80
oleh PSBNRW Cahaya Bathin, sedangkan peran
motivator dan peran distributor dijalankan oleh
pendamping. Berikut adalah penjelasannya:
a. Peran Memfasilitasi Kelompok Disabilitas
Seseorang dikatakan berperan karena
dengan cara tertentu menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan status yang
dimilikinya (Abdulsyani, 2012:95). Dalam hal ini
panti sosial mempunyai tugas-tugas atau
kewajiban untuk memberikan bimbingan,
pelayanan dan rehabilitasi bagi penyandang
disabilitas agar mampu mandiri dan berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam menjalankan kewajibannya
PSBNRW Cahaya Bathin mendirikan fasilitas
yang menunjang kegiatan pelatihan, menyediakan
berbagai program pelatihan serta menyusun
program pelatihan dan menyediakan bahan-bahan
yang digunakan dalam kegiatan pelatihan dan
melakukan pembinaan.
Dengan adanya berbagai pilihan program
pelatihan, warga bina sosial dapat mempelajari
berbagai macam keterampilan. Selain itu, dengan
cara mengarahkan warga bina sosial untuk
mengikuti semua pelatihan akan terlihat bakat
81
yang sesuai dengan pelatihan yang mereka minati.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu
pendamping PSBNRW Cahaya Bathin Mba
Meryana:
“Kita ini seleksi semua kita uji coba dulu
siapa yang bertahan sampai akhir berarti
dia punya ga cuma bakat tapi dia ada
minat kalau ga ada minat mereka bakal
ninggalin gitu aja” (Wawancara dengan
Mba Meryana, 2018)
Saat pelaksanaan pelatihan, akan terlihat
minat dan bakat yang dimiliki warga bina sosial.
Apabila warga bina sosial rungu wicara menyukai
pelatihan tersebut, maka dari awal hingga akhir
mereka akan menyelesaikan pelatihan tersebut.
Bahkan ada yang mengerjakan pelatihan tersebut
di luar jam pelatihan, seperti pelatihan
keterampilan membuat keranjang dari kertas yang
bahannya dapat mereka ambil di ruang
keterampilan dan mengerjakannya di kamar selagi
menunggu waktu tidur. Tetapi jika warga bina
sosial rungu wicara tidak menyelesaikan hasil
keterampilannya saat jam pelatihan maka mereka
kurang meminati pelatihan tersebut. Dengan
menyediakan berbagai pelatihan adalah cara
PSBNRW Cahaya Bathin untuk menggali bakat
yang sesuai dengan minat warga bina sosial.
82
Peneliti juga mengamati, warga bina sosial
netra yang biasanya identik dengan pelatihan pijat.
Padahal tidak semua disabilitas netra bisa
melakukan pelatihan pijat, hal ini terbukti bahwa
tidak semua warga bina sosial netra di PSBNRW
Cahaya Bathin dapat mengikuti pelatihan pijat.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu
warga bina sosial netra Mba Nia:
“Kalau dirumah biasanya saya ga boleh
megang apapun, kaya nyapu ngepel aja ga
boleh. Tapi disini saya bisa ikut semua
kegiatan, bikin mute udah saya jualin,
keset juga saya ikut, masak telur asin juga
ikut. Semua saya ikutin buat memacu
semangat gitu mba biar ga takut. Saya
juga pernah ikut pelatihan pijat massage 5
bulan tapi ternyata ada gejala ganguan di
otak cairan saya dan harus di operasi 2
kali di RS Budi Asih, makanya saya pindah
ke pelatihan keterampilan. Soalnya perut
saya udah dibedah 2 kali karna kalo mijit
kan butuh tenaga untuk tekan-tekannya
jadi guru disini juga ga ngijinin takut
kenapa-napa dan menyarankan untuk ikut
ke pelatihan keterampilan.” (Wawancara
dengan Mba Nia, 2018)
83
Dalam ungkapan tersebut diuraikan bahwa
Mba Nia yang awalnya diarahkan pada pelatihan
pijat, namun mengalami kendala karena kondisi
kesehatannya dan membuatnya berpindah ke
pelatihan keterampilan. Hal yang sama juga
dialami oleh Mba Nini dan Mas budi, mereka juga
tidak difokuskan untuk mengikuti pelatihan pijat.
Namun berbeda dengan yang dialami Mba Nia,
Mba nini dan Mas budi memang dari awal tidak di
fokuskan pada pelatihan pijat tetapi masih
mengikuti kelas pelatihan pijat. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh salah satu pendamping
PSBNRW Cahaya Bathin Bu Nyai:
“di massage itu banyak teori dan tekniknya
jadi warga bina sosial harus mampu
menghafal teori dan teknik tersebut.
Sedangkan mba nini dan mas budi daya
tangkap nya yang kurang jadi dikelas
massage atau pelatihan pijat bisa dibilang
tidak naik kelas dan ga bisa melanjutkan
pelatihan massage ke tahap yang lebih
sulit. Yang ngarahin itu bagian
pembinaan, kan awalnya mereka
diobservasi dulu. Mereka belajar huruf
braile, kalo ga bisa huruf braille berarti ke
program keterampilan, kalo massage kan
84
harus bisa huruf braile karna ada bahasa
inggris dan banyak teori nya. Terus dilihat
kemampuannya sehari-hari, mereka tetep
ikut di massage tapi cuma sekedar tau
untuk menambah ilmu dan lebih di
fokuskan pada program keterampilan.”
(Wawancara dengan Bu Nyai, 2018)
Pada awal pembagian pelatihan, warga
bina sosial diobservasi untuk melihat kemampuan
yang mereka miliki. Dalam observasi tersebut,
warga bina sosial belajar huruf braille. Warga bina
sosial netra yang sudah menguasai huruf braille,
diarahkan untuk mengikuti pelatihan pijat.
Berbeda halnya dengan Mba Nia yang awalnya
diarahkan ke pelatihan pijat, namun berpindah
pelatihan karena kondisi kesehatannya yang tidak
memungkinkan untuk mengikuti pelatihan pijat
lagi. Kondisi Mba Nini dan Mas Budi terbilang
memiliki daya tangkap yang kurang, sehingga
berpindah ke pelatihan keterampilan. Namun Mba
Nini dan Mas Budi tetap mengikuti pelatihan pijat
dasar untuk menambah pengetahuan mengenai
pijat.
Dengan berbagai kondisi warga bina sosial
netra yang tidak memungkinkan untuk ikut
pelatihan pijat, maka di PSBNRW Cahaya Bathin
85
warga bina sosial netra tidak hanya diberikan
pelatihan pijat namun juga diberikan pelatihan
keterampilan telur asin, mute dan keset.
Selain itu, pelatihan keterampilan mampu
membangkitkan semangat warga bina sosial untuk
menjalani kehidupan yang lebih baik, melalui
pelatihan keterampilan warga bina sosial belajar
berkreasi, mendapatkan banyak teman, berani
berinteraksi dengan orang lain, mendapat banyak
pengetahuan dan mampu menghasilkan
pendapatan sendiri. Karena sebelumnya banyak
warga bina sosial yang tidak mengetahui potensi
yang mereka miliki, bahkan ada yang tidak
diperbolehkan melakukan hal apa pun dirumah-
Nya. Hal tersebut berdampak negatif bagi
perkembangan disabilitas, yang mengakibatkan
kurangnya rasa percaya diri, takut dalam
melakukan berbagai hal dan malu untuk
berinteraksi dengan orang lain.
Dengan memfasilitasi warga bina sosial
melalui berbagai pelatihan, adalah salah satu cara
PSBNRW Cahaya Bathin untuk memberdayakan
kelompok disabilitas. Dalam hal ini PSBNRW
Cahaya Bathin berperan sebagai wadah bagi
kelompok disabilitas untuk berkreasi dan
menyadarkan akan potensi yang mereka miliki.
86
b. Peran Membangkitkan Kesadaran dan Membagi
Pengetahuan
Dalam hal ini tentunya, PSBNRW Cahaya
Bathin tidak sediri dalam melaksanakan
pemberdayaan bagi kelompok disabilitas.
PSBNRW Cahaya Bathin dibantu oleh para
pendamping, para pendamping yang setiap harinya
bahkan 24 jam bersama warga bina sosial.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh pimpinan
PSBNRW Cahaya Bathin Pak Mukhlisin:
“Pendamping kita melalui informasi
bahwa kita ada penerimaan setelah itu kita
adakan seleksi dengan ada psikolog lalu
kita ada koordinasi dan kerjasama dengan
bhabinkamtibmas setempat dan perekrutan
secara psikotes maupun fisik juga, kita
utamakan juga yang mempunyai
pengalaman kerja di panti karena disini
kalau ga ada nurani susah karena kan
disini 24 jam pelayanannya dan harus
bersedia tidur disini syarat utamanya, piket
sabtu minggu juga ada piket dan tiap hari
juga masuk. Sekarang ada 37 pendamping
yang terdiri dari penangan khusus wbs ada
security ada yg ngurusin engineering ada
masak dan ada yg kebersihan.”
(Wawancara dengan Pak Mukhlisim, 2018)
Para pendamping yang setiap harinya
bersama warga bina sosial dan melihat secara
langsung perubahan yang dialami warga bina
sosial. Para pendamping juga yang mengarahkan
87
warga bina sosial yang mengalami kesulitan dalam
pelatihan keterampilan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh salah satu warga bina sosial
netra Mba Nia:
“Kalau dirumah biasanya saya ga boleh
megang apapun, kaya nyapu ngepel aja ga
boleh. Tapi disini saya bisa ikut semua
kegiatan, bikin mute udah saya jualin,
keset juga saya ikut, masak telur asin juga
ikut. Semua saya ikutin buat memacu
semangat gitu mba biar ga takut. Saya
juga pernah ikut pelatihan pijat massage 5
bulan tapi ternyata ada gejala ganguan di
otak cairan saya dan harus di operasi 2
kali di RS Budi Asih, makanya saya pindah
ke pelatihan keterampilan. Soalnya perut
saya udah dibedah 2 kali karna kalo mijit
kan butuh tenaga untuk tekan-tekannya
jadi guru disini juga ga ngijinin takut
kenapa-napa dan menyarankan untuk ikut
ke pelatihan keterampilan.” (Wawancara
dengan Mba Nia, 2018)
Dalam ungkapan mba Nia tentang
pelatihan keterampilan, disebutkan bahwa mba
Nia sebelumnya mengikuti pelatihan pijat. Namun
dikarenakan kondisi kesehatannya yang
memburuk, mba Nia diarahkan untuk pindah ke
pelatihan keterampilan. Pendamping yang
mengarahkan dan membimbing mba Nia untuk
pindah ke pelatihan keterampilan, serta
memotivasi dan mendukung warga bina sosial
untuk terus bersemangat dalam mengikuti
88
pelatihan. Hal ini juga diperkuat dengan ungkapan
Bu Nyai sebagai salah satu pendamping, mengenai
mba Nini dan mas Budi (warga bina sosial netra)
yang berpindah dari pelatihan pijat ke pelatihan
keterampilan, sebagai berikut:
“di massage itu banyak teori dan tekniknya
jadi warga bina sosial harus mampu
menghafal teori dan teknik tersebut.
Sedangkkan mba nini dan mas budi daya
tangkap nya yang kurang jadi dikelas
massage atau pelatihan pijat bisa dibilang
tidak naik kelas dan ga bisa melanjutkan
pelatihan massage ke tahap yang lebih
sulit. Yang ngarahin itu bagian
pembinaan, kan awalnya mereka
diobservasi dulu. Mereka belajar huruf
braile, kalo ga bisa huruf braile berarti ke
program keterampilan, kalo massage kan
harus bisa huruf braile karna ada bahasa
inggris dan banyak teori nya. Terus dilihat
kemampuannya sehari-hari, mereka tetep
ikut di massage tapi cuma sekedar tau
untuk menambah ilmu dan lebih di
fokuskan pada program keterampilan.”
(Wawancara dengan Bu Nyai, 2018)
Berdasarkan ungkapan tersebut, dapat
diketahui bahwa pendamping berperan untuk
mengarahkan warga bina sosial pada pelatihan
yang sesuai dengan keahlian yang mereka miliki
dan juga memahami masalah yang diderita warga
bina sosial. Dengan memahami permasalahan
yang warga bina sosial alami, pendamping
memberikan dukungan dan motivasi agar warga
89
bina sosial tetap bersemangat dalam mengikuti
pelatihan keterampilan.
Selain itu, pendamping juga berperan
sebagai distributor. Distributor yang dimaksud
disini adalah orang yang berbagi pengalaman,
berbagi pengetahuan dan berbagi keterampilan.
Hal ini pada intinya dilaksanakan untuk
melakukan fungsi motivasi juga. Dalam hal ini,
pendamping melakukan 2 peran yang dirumuskan
Jim Ife, yaitu peran motivator dan peran
distributor.
Dengan demikian dapat peneliti simpulkan bahwa
peran yang dilakukan PSBNRW Cahaya Bathin dalam
pemberdayaan disabilitas adalah dengan cara
memfasilitasi warga bina sosial dengan memberikan
dukungan melalui pelatihan keterampilan, pembinaan dan
fasilitas untuk menunjang kegiatan pelatihan
keterampilan. Selain itu, PSBNRW Cahaya Bathin juga
memberikan motivasi dan berbagi pengalaman serta
pengetahuan melalui pendamping dengan memahami
masalah yang dialami warga bina sosial terkait pelatihan,
mampu membangkitkan kesadaran warga bina sosial,
serta menambah pengetahuan dan mengembangkan
keahlian yang sesuai dengan minat dan bakat warga bina
sosial. Dalam hal ini panti sangat berperan untuk
perubahan kelompok disabilitas menjadi lebih baik,
90
dengan memberikan pengarahan dan dukungan serta
motivasi melalui program pelatihan keterampilan.
2. Proses Pemberdayaan Kelompok Disabilitas melalui
Pelatihan Keterampilan
Pemberdayaan disabilitas melalui pelatihan
keterampilan, mampu membangkitkan potensi
penyandang disabilitas dalam mengembangkan
kemampuan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Dengan pelatihan keterampilan yang dilaksanakan
PSBNRW Cahaya Bathin menjadi wadah bagi warga bina
sosial untuk berkreasi dan memanfaatkan keahlian yang
dimiliki untuk memperbaiki kehidupan mereka ke
depannya. Seperti yang diungkapkan oleh Mba Ratiza:
“...saya sebagai pendamping mensupport adanya
keterampilan ini karena kan ga selamanya juga
kan mereka nanti hidup di panti kan ketika kalo
nanti mereka keluar kemasyarakat kan jadi
mereka ada keahlian yang bisa dijual lah
istilahnya” (Wawancara dengan Mba Ratiza,
2018)
Dengan mengikuti pelatihan keterampilan, warga
bina sosial memiliki pengetahuan dan keahlian dalam
membuat produk keterampilan. Dari pengetahuan dan
keahlian tersebut, warga bina sosial dapat membuka usaha
penjualan produk keterampilan dan dengan usaha itu
diharapkan wbs mampu mandiri dan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat di luar panti.
91
Hal ini sesuai dengan tujuan pemberdayaan dalam
buku Totok Mardikanto, yang merujuk pada upaya
perbaikan mutu-hidup manusia. Disebutkan bahwa dalam
perbaikan kehidupan masyarakat dan perbaikan usaha,
usaha harus didasari dengan pengetahuan dan keahlian
karena akan berpengaruh pada keberlanjutan usaha dan
pendapatannya. Dengan pendapatan yang diterima dari
hasil penjualan produk keterampilan, mampu
memperbaiki kehidupan warga bina sosial.
Selain melaksanakan pelatihan keterampilan,
warga bina sosial juga belajar mengenai proses pemasaran
produk keterampilan. Warga bina sosial juga memiliki
buku tabungan yang di buat panti untuk mengatur
keuangan mereka, dan agar warga bina sosial terbiasa
menabung dan tidak boros
Dengan adanya pelatihan keterampilan yang
diberikan PSBNRW Cahaya Bathin tidak hanya
mengembangkan kemampuan warga bina sosial, namun
juga dapat menambah pendapatan serta menambah
pengetahuan mengenai usaha produk keterampilan.
Dalam pelaksanaannya, pelatihan keterampilan
dilakukan secara bertahap. Beberapa tahapan ini
dilakukan agar warga bina sosial dapat hidup mandiri di
tengah masyarakat. Tahapan yang dilakukan PSBNRW
Cahaya Bathin ini sangat sesuai dengan teori tahapan
pemberdayaan yang dikemukakan dalam buku Ambar
Teguh Sulistiyani, tahap-tahap yang harus dilalui yaitu
92
tahap penyadaran, tahap transformasi, dan tahap
peningkatan kemampuan intelektual.
a. Tahap Penyadaran
Pada tahap awal, PSBNRW Cahaya
Bathin melakukan pembinaan mental. Karena
dengan kondisi yang diderita penyandang
disabilitas menyebabkan kurangnya rasa
percaya diri dan takut untuk bersosialisasi,
sehingga mereka tidak menyadari akan potensi
yang dimiliki. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh pimpinan PSBNRW Cahaya Bathin Pak
Mukhlisin sebagai berikut:
“Kita disini awalnya secara pembinaan
mental dulu, kan ada juga yang masuk disini
mengalami kebutaan yang baru setahun dua
tahun itu dia kecelakaan kerja atau kecelakaan
sebagainya hingga di umur-umur 30/ 40
mengalami kebutaan itu yang pertama secara
psikologis kan mentalnya dulu karena dari
situ dia secara psikis ya pasti namanya orang
kehilangan mata penglihatan inikan segala-
galanya terus juga kalau yang pasangan
hidupnya ga ninggalin kebanyakan ninggalin
itu secara mbak ditinggal pacar aja juga kan
pikiran juga tuh galau ini gimana anak atau
istri atau suaminya ninggalin.” (Wawancara
dengan Pak Mukhlisin, 2018)
Dalam hal ini PSBNRW Cahaya
Bathin melakukan pembinaan mental dan
berhasil meyakinkan warga bina sosial bahwa
93
mereka memiliki potensi yang besar dibalik
keterbatasannya. Setelah itu, warga bina sosial
juga diobservasi untuk melihat kemampuan
yang dimiliki warga bina sosial dan
menentukan kelas dan program pelatihan yang
akan di arahkan.
b. Tahap Transformasi
Tahapan ini berupa peningkatan
kemampuan keterampilan dan pengetahuan
warga bina sosial. Setelah warga bina sosial
melakukan pembinaan mental dan diarahkan
pada pelatihan keterampilan, warga bina sosial
bebas memilih pelatihan keterampilan yang
mereka senangi.
Dalam tahapan ini, warga bina sosial
mempelajari materi mengenai pelatihan yang
akan mereka tekuni. Setelah itu, warga bina
sosial langsung mempraktikkan cara membuat
produk keterampilan secara perlahan dimulai
dari pengenalan alat yang akan digunakan dan
tentunya dalam proses ini warga bina sosial
didampingi oleh pendamping. Seperti
pembuatan telur asin, warga bina sosial belajar
mencuci telur dengan air dan alat gosok yang
digunakan untuk membersihkan telur.
94
c. Tahap Peningkatan Kemampuan Intelektual
Tahapan yang ketiga, yaitu lanjutan
setelah menguasai keterampilan dan
mempunyai inisiatif untuk mandiri dengan
keterampilan tersebut. Dalam hal ini,
kemampuan yang telah dimiliki warga bina
sosial dalam menghasilkan produk
keterampilan serta pemasaran produk,
menjadikan warga bina sosial mampu
membuka usaha sendiri dan mandiri di tengah
masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh
warga bina sosial Mba Nia, sebagai berikut:
“Kalo udah keluar Insya Allah mau bikin di
rumah, soalnya kan di Cilegon kan banyak abu
di buang sia-sia kalo disinikan padahal butuh
banget abu aja disini beli mba kalo disana
malah di buang jadi disanakan ada pabrik
batu bata membutuhkan kulit padi dibakar
udah dibakar dibuang abunya kalau disini kan
dijualbelikan. Trus garem juga disana deket
sama laut cuma tinggal beli telor nya doang
kata mba nyai juga tinggal ngeliat busuk
tidaknya jadi memerlukan orang awas kalo
saya buat sih bisa cuman untuk ngeliat telor
nya itu busuk apa engga nya memerlukan
orang awas jadi harus disenter gitu mba.”
(Wawancara dengan Mba Nia, 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mas
Budi, sebagai berikut:
“Bisa bikin telor asin sendiri entar kalo udah
nggak disini pengen buka usaha sendiri
bertiga sama saudara saya, saya kan disini
95
bertiga sama adik-adik saya” (Wawancara
dengan Mas Budi, 2018)
Dengan menekuni pelatihan
keterampilan, warga bina sosial memiliki
pengetahuan dalam membuat keterampilan dan
memiliki keberanian untuk mengembangkan
usaha melalui keahlian keterampilan yang
mereka dapatkan di PSBNRW Cahaya Bathin.
Dari analisa yang berdasarkan temuan lapangan
tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa pemberdayaan
kelompok disabilitas yang dilakukan PSBNRW Cahaya
Bathin berpengaruh positif bagi kemajuan kehidupan
disabilitas. Karena PSBNRW Cahaya Bathin dapat
menyadarkan warga bina sosial akan potensi yang
dimilikinya, dan PSBNRW Cahaya Bathin juga terus
mendukung dan mendorong warga bina sosial agar terus
menekuni keterampilan yang mereka minati. Sehingga
warga bina sosial mampu bangkit dari keterpurukan
kondisi yang dideritanya dan melangkah maju dengan
pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki.
3. Hasil Pemberdayaan Kelompok Disabilitas melalui
Pelatihan Keterampilan
Berdasarkan hasil dari temuan penelitian, kegiatan
pelatihan yang dilakukan PSBNRW Cahaya Bathin sangat
memengaruhi kehidupan warga bina sosial. Dilihat dari
sebelum warga bina sosial masuk ke panti sosial, mereka
96
ada yang hanya berdiam diri di rumah dan tidak
mempunyai kegiatan. Setelah masuk panti sosial warga
bina sosial mempunyai kegiatan pelatihan keterampilan.
Yang awalnya mereka sama sekali belum bisa berkreasi,
sekarang setelah mengikuti pelatihan keterampilan
mereka sudah bisa membuat produk keterampilan sendiri.
Sebagaimana yang diungkapkan Mba Nia, bahwa
keluarganya sangat bangga dengan hasil yang dicapai oleh
Mba Nia dari pelatihan keterampilan di PSBNRW Cahaya
Bathin. Sebagai berikut:
“Pas idul adha kemaren ya mba saya bawa 10
butir saya kasih kekeluarga saya semua makan
bukannya makan seneng malah netesin air mata
merasa bangga nia yang dulu ngelamun dulukan
saya depresi banget mba ditinggal bapak ibu jadi
ga punya harapan untuk hidup buat apa sih
tunanetra kaya gini mending nyemplung kesumur
mending mati tapi pas disini hidup tuh lebih
berwarna, kalo dulu ga punya pikiran mau hidup
saya nya mau mati tapi saya punya iman.
Alhamdulillah disini ada yang marah ada yang
sayang ada yang macem2 lah jadi buat memacu
saya disini ada tangis ada tawa kalo disini kan
ada temen kalo dirumah kan engga ada.”
(Wawancara dengan Mba Nia, 2018)
Untuk melihat berhasil atau tidaknya
pemberdayaan kelompok disabilitas melalui pelatihan
keterampilan, maka dalam hal ini penulis akan
menganalisis berdasarkan tujuan yang harus dicapai
97
dalam program pelatihan yang dikemukakan oleh Erdian
dalam bukunya. Sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesadaran individu
Berdasarkan hasil wawancara kepada
warga bina sosial, mengenai alasan mengikuti
pelatihan keterampilan. Pada awalnya mereka
diarahkan oleh pendamping untuk mengikuti
pelatihan keterampilan, namun kemudian
warga bina sosial tertarik untuk terus
menekuni pelatihan keterampilan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mba
Wanti dan Mas Budi sebagai warga bina sosial
sebagai berikut:
“seneng aja, ada kegiatan disini”
(Wawancara dengan Mba Nini, 2018)
“Mau ikut karna tadinya kan ga ada
kegiatan kalo siang terus ditawarin bikin
telur asin” (Wawancara dengan Mas
Budi, 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Mba Nia dan Mba Annisa:
“Karena maaf ya bukannya itu kalo saya
disini cuma makan aja kan engga enak jadi
saya harus punya keterampilan, baca tulis
kan sembarian aja gitu sambil malem kan
namanya tunanetra bukunya bisa ditaro
dada biar bisa diraba-raba. Kalo yang
telor asin ada yang memacu buat harus
98
bisa terus biar mandiri juga. (Wawancara
dengan Mba Nia, 2018)
“Biar bisa bikin baju jadi ikut ngejait dan
dapat uang juga” (Wawancara dengan
Mba Annisa, 2018)
Walaupun pada awalnya warga bina
sosial mengikuti pelatihan karena diarah oleh
pendamping, namun setelah mengikuti
pelatihan keterampilan ini mereka menjadi
senang dan bersemangat untuk terus
menekuninya. Dengan mengikuti pelatihan
keterampilan, warga bina sosial menyadari
bahwa keterbatasan bukan halangan untuk
mereka berkreasi karena mereka punya potensi
untuk dikembangkan. Selain itu, warga bina
sosial mendapatkan pendapatan dari hasil
penjualan produk keterampilan.
Dalam hal ini, PSBNRW Cahaya
Bathin dapat membangkitkan kesadaran warga
bina sosial akan potensi yang mereka miliki.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hastjarjo
(2005:81), salah satu arti pokok kesadaran
yang sesuai dengan kesadaran yang dimaksud
penulis adalah Kesadaran sebagai pikiran.
Kesadaran ini digambarkan sebagai keadaan
mental, seperti keinginan dan harapan. Dimana
warga bina sosial yang awalnya hanya berdiam
diri di rumah atau meminta-minta di jalanan
99
dan tidak memiliki kegiatan yang positif,
berubah menjadi pribadi yang terampil dengan
menekuni pelatihan keterampilan di PSBNRW
Cahaya bathin. Bahkan memiliki keinginan
untuk membuka usaha sendiri sehingga
mampu mandiri di tengah masyarakat.
b. Meningkatkan keterampilan individu dalam
satu atau lebih keahlian
Setelah warga bina sosial sadar akan
potensi yang dimilikinya dan menekuni
pelatihan keterampilan, warga bina sosial juga
diajarkan cara pemasaran produk dan juga
menyisihkan hasil pendapatan dalam tabungan.
Selain itu, dengan proses belajar dalam
pelatihan keterampilan yang diajarkan secara
bergantian dan didampingi oleh pendamping.
Mampu membuat warga bina sosial menjadi
berani untuk bersosialisasi dan berinteraksi
dengan orang lain, selagi menunggu giliran
untuk memulai pelatihan. Seperti yang
diungkapkan oleh pendamping PSBNRW
Cahaya Bathin, yaitu Bu Nyai dan Mba Ratiza
sebagai berikut:
“Tadinya kan dia dikamar aja suka pada diem
aja gitu ya tapi dia pada seneng pas disini bisa
ketawa-ketawa bisa ngobrol apa yang mereka
100
tadi abis belajar apa mereka cerita di sini jadi
ngerasa pada seneng aja” (Wawancara
dengan Bu Nyai, 2018)
“Banyak sih mungkin dari awalnya dia belum
bisa menjahit misalnya terus jadi bisa jadi
lebih banyak beraktifitas sih dari pada dia
diem-diem aja di kamar, kalo dari sikapnya
biasanya dia lebih happy sih kalo di ajak
keterampilan kalo biasanya juga wbs sendiri
yang nagih ke kita udah jam 10 nih udah jam 1
dia udah tau sendiri jadwalnya ketagihan gitu
dikamar juga biasanya kan suka dibawa ke
kamar ga mungkin kan disini terus ketagihan
itu dia” (Wawancara dengan Mba Ratiza,
2018)
Pelatihan keterampilan yang
dilaksanakan warga bina sosial dapat
menambah pengetahuan dan keahlian mereka
dalam bidang keterampilan, dan juga dapat
membangkitkan rasa percaya diri warga bina
sosial serta mengubah sikap mereka yang
awalnya menutup diri menjadi lebih terbuka
dan ceria.
c. Meningkatkan motivasi individu untuk
melakukan usaha
Pelatihan keterampilan juga dapat
memotivasi warga bina sosial untuk aktif dan
menjadi pribadi yang mandiri dengan
pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki.
101
Seperti yang diungkapkan oleh Mba Komariah
dan Mba Meryana, sebagai berikut:
“Kalo perubahan sebenarnya banyak sih dari
dia yang ga ada kegiatan jadi ada kegiatan
kaya gitu kan terus jadi mereka lebih
menyibukkan diri di dalam dunianya
keterampilan istilahnya yang tadinya dia ga
ngapa-ngapain terus dia aktif dalam hal itu
jadi ya banyak positifnya dari yang bengong
jadi sekarang menghasilkan gitukan jadi ada
motivasi buat mereka buat nantinya „oh jadi
diluar sana nanti saya keluar punya
keterampilan‟ pikiran buat mandiri salah
satunya” (Wawancara dengan Mba
Komariyah, 2018)
“Kalau sekarang lebih terarah yang dulunya
nggak punya keterampilan jadi ada yang
dulunya punya bakat ga tertarik jadi
tersalurkan sebenarnya lebih cenderung ke
arah positif” (Wawancara dengan Mba
Meryana, 2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas,
warga bina sosial mengalami perubahan dalam hal
yang positif. Warga bina sosial lebih terarah dalam
menyalurkan kreativitas yang mereka miliki dan
mempunyai tujuan untuk mandiri di tengah
masyarakat saat keluar dari Panti.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh
warga bina sosial Mba Nia, mengenai tindak lanjut
setelah mengikuti pelatihan keterampilan di
PSBNRW Cahaya Bathin. sebagai berikut:
102
“Kalo udah keluar Insya Allah mau bikin di
rumah, soalnya kan di Cilegon kan banyak abu
di buang sia-sia kalo disinikan padahal butuh
banget abu aja disini beli mba kalo disana
malah di buang jadi disanakan ada pabrik
batu bata membutuhkan kulit padi dibakar
udah dibakar dibuang abunya kalau disini kan
dijualbelikan. Trus garem juga disana deket
sama laut cuma tinggal beli telor nya doang
kata mba nyai juga tinggal ngeliat busuk
tidaknya jadi memerlukan orang awas kalo
saya buat sih bisa cuman untuk ngeliat telor
nya itu busuk apa engga nya memerlukan
orang awas jadi harus disenter gitu mba.”
(Wawancara dengan Mba Nia, 2018)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mas
Budi, sebagai berikut:
“Bisa bikin telor asin sendiri entar kalo udah
nggak disini pengen buka usaha sendiri
bertiga sama saudara saya, saya kan disini
bertiga sama adik-adik saya” (Wawancara
dengan Mas Budi, 2018)
Setelah mengikuti pelatihan keterampilan,
Mba Nia dan Mas Budi memiliki keinginan untuk
membuka usaha sendiri dan menjadi pribadi yang
mandiri. Tentunya hal ini juga dapat memotivasi
warga bina sosial lainnya untuk menekuni
pelatihan keterampilan dan membuka usaha
sendiri ke depannya.
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan
melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi di
Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara Cahaya Bathin
mengenai pemberdayaan kelompok disabilitas. Maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Peran yang dilakukan PSBNRW Cahaya Bathin
dalam pemberdayaan kelompok disabilitas, melalui
berbagai pelatihan keterampilan. Dalam hal ini, peran
yang dilakukan PSBNRW Cahaya Bathin, yaitu:
peran fasilitator yang memfasilitasi komunitas, peran
motivator yang membangkitkan kesadaran, dan peran
distributor yang membagi pengetahuan dan
pengalaman.
Ketiga peran ini ada yang dilakukan oleh
lembaga, yaitu oleh panti itu sendiri dan itu lebih
banyak kepada peran fasilitator yang memberikan
fasilitas dan menyediakan berbagai program pelatihan
serta menyusun program pelatihan dan menyediakan
bahan-bahan untuk program pelatihan. Tetapi yang
berhadapan langsung dengan warga bina sosial adalah
fungsi pendamping yang menjalankan 2 peran,
104
motivator dan distributor. Motivator orang yang
memberikan saran, menguatkan dan memberi
dukungan. Distributor disini yang dimaksud adalah
yang berbagi pengalaman, berbagi keterampilan, dan
berbagi pengetahuan yang pada intinya dilaksanakan
untuk melakukan fungsi motivasi juga.
Dalam hal ini, terungkap kasus mengenai
asumsi bahwa netra yang selalu dikaitkan dengan
pelatihan pijat, asumsi tersebut terlampau umum.
Ternyata netra juga seperti manusia pada umumnya
yang punya kekurangan dan kelebihan, punya minat
dan bakat dibidang yang beragam. Berarti tidak bisa
menggunakan pemberdayaan tuna netra dengan teori
umum, harus menyentuh tentang kepribadiannya,
perasaannya, dan minatnya. Pendamping warga bina
sosial punya pengalaman, potensi, keahlian dan
berhasil membina warga bina sosial menjadi mandiri
dan terampil.
2. Proses pemberdayaan kelompok disabilitas yang
dilaksanakan di PSBNRW Cahaya Bathin, melalui
beberapa tahapan yang dalam prosesnya telah
memenuhi sebagaimana teori yang dijelaskan dalam
buku Ambar Teguh. Terdapat tiga tahapan dalam
prosesnya, yaitu: Pertama, tahap penyadaran, dimana
pembinaan mental yang dilakukan PSBNRW Cahaya
Bathin untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan
105
membangkitkan kesadaran warga bina sosial.
Penyandang disabilitas yang terpuruk karena kondisi
yang dideritanya menyebabkan mentalnya terganggu
dan menutup diri sehingga kurangnya rasa percaya
diri dan tidak menyadari potensi yang mereka miliki.
Dalam hal ini PSBNRW Cahaya Bathin melakukan
pembinaan dan berhasil meyakinkan wbs bahwa
mereka memiliki potensi yang besar dibalik
keterbatasannya. Kedua, tahap transformasi yang
berupa peningkatan kemampuan keterampilan dan
pengetahuan. Dengan melalui berbagai pelatihan
keterampilan yang diberikan PSBNRW Cahaya
Bathin, warga bina sosial menjadi terampil dalam
membuat produk keterampilan. Dan tahapan yang
ketiga, peningkatan kemampuan intelektual yaitu
dengan kemampuan yang dimiliki warga bina sosial
dalam menghasilkan produk keterampilan serta
pemasaran produk, menjadikan warga bina sosial
mampu membuka usaha sendiri dan mandiri di tengah
masyarakat.
3. Hasil dari pemberdayaan kelompok disabilitas
melalui pelatihan keterampilan di PSBNRW Cahaya
Bathin, dapat terlihat bahwa kemampuan warga bina
sosial yang menjadi terampil dalam membuat produk
keterampilan, menambah pengetahuan mengenai
keterampilan serta menumbuhkan rasa percaya diri
106
warga bina sosial, menjadikan warga bina sosial
mandiri dengan hasil pendapatan yang mereka dapat
dari penjualan produk keterampilan.
B. Saran
Dari berbagai informasi yang didapat peneliti dari
hasil penelitian, terdapat beberapa permasalahan yang
menjadi dasar peneliti untuk memberikan usulan untuk
memajukan program pelatihan keterampilan di PSBNRW
Cahaya Bathin. Peneliti berharap saran yang diberikan
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan.
1. Kepada semua pengurus Panti agar mempertahankan
kegiatan dalam pelatihan keterampilan yang dapat
mencetak warga bina social yang kreatif dan mandiri.
Serta terus menambah jaringan agar semakin
bertambah masyarakat yang mengetahui dan sadar
akan hasil keterampilan warga bina social.
2. Kepada para pendamping agar terus memberi
pemahaman serta pelatihan bagi warga bina sosial
guna menciptakan ide-ide kreatif untuk pelatihan
keterampilan.
3. Kepada warga bina social agar lebih percaya diri
dalam belajar keterampilan untuk mengembangkan
pengetahuan dan keahlian keterampilan sehingga lebih
terampil dan mampu membuka usaha sendiri.
107
4. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat
mengembangkan penelitian ini untuk memperbanyak
pengetahuan mengenai bagaimana menyikapi
penyandang disabilitas dalam memandirikannya
sehingga mereka dapat menjalankan kehidupan
sosialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Abdulsyani. 2012. Sosiologi; Skematika, teori dan Terapan.
Jakarta, PT Bumi Aksara.
Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Intervensi Komunitas &
Pengembangan Masyarakat: sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat. Depok: PT RajaGrafindo
Persada
Agustiawati dan solicha. 2009. Psikolgi Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta
Alfian dkk. 1980. Kemiskinan struktural. Jakarta: Yayasan
ilmu-ilmu sosial.
Arifin, Zaenal. 2011. Penelitian Pendidikan, Mewtode dan
Paradigma Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Asy-Syaqawi, Amin bin Abdullah. 2010. Merenungi Tafsir
Surat Al-Maun. Jakarta: Islam House.
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik
Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Erdian. 2013. Mudah & Sukses Menyelenggarakan
Pelatihan, Melejitkan Potensi Diri. Yogyakarta:
Kanisius
Fahrudin, Adi. 2011. Pemberdayaan Partisipasi dan
Penguatan Kapasitas Masyarakat. Bandung:
Humaniora
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori
& Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.
Hermansah, Tantan. 2016. Memberdayakan Masyarakat
dengan Mengaplikasikan pendekatan Transformasi-
Komunitas-Institusionalisasi. Tangerang Selatan:
UIN Jakarta Press
Kaswan. 2013. Pelatihan dan Pengembangan untuk
Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Alfabeta.
Kusuma, dkk. 2007.Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta:
PIC UIN Jakarta.
Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato. 2012.
Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif
kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Marzuki, H.M. Saleh. 2012. Pendidikan Nonformal:
Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan,
dan Andragogi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Narwoko, J. Dwi & Bagong suyanto. 2007. Sosiologi Teks
Pengantar & Terapan. Jakarta: Kencana.
Pemerintah Indonesia. 2003. Undang-undang No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Lembaran RI Tahun
2003 No.13. Jakarta: Sekretariat Negara.
Saworno, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif &
Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetomo. 2008. Masalah sosial dan upaya pemecahannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Somantri, T. Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa.
Bandung: PT Refika Aditama.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat
Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategi
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja
Sosial. Bandung: PT RefikaAditama.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2017. Kemitraan dan Model-
Model Pemberdayaan. Yogyakarta: GAVA MEDIA
Sumber Artikel dan Jurnal
Hastjarjo, Dicky.2005. Sewkilas tentang Kesadaran
(Consciousness). Buletin Psikologi. Vol 13. No. 2
xvi
Maharani, Laila dan Mustika, Meri. 2016. Hubungan Self
Awareness dengan Kedisiplinan Peserta Didik Kelas
VIII diSMP Wiyatama Bandar Lampung. Jurnal
Bimbingan dan Konseling. Vol 3.
Uswatusolihah, Uus. 2015. Kesadaran dan Transformasi
Diri dalam Kajian Dakwah Islam dan Komunikasi.
Jurnal Komunika. Vol 9. No. 2
Sumber Tinjauan Pustaka
Dzulkarnain, Fikri. 2011. Peran Yayasan Griya Yatim dan
Dhuafa dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui
Pendidikan Keterampilan di Bekasi. Jakarta: Skripsi
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Karmila, Wilda. 2015. Peran Program Pelayanan
Pendampingan Pendidikan Terhadap Siswa
Tunanetra di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus
Jakarta Selatan. Jakarta: Skripsi Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Rodiah, Mia Maisyatur. 2014. Pemberdayaan Kelompok
Disabilitas Melalui Kegiatan Keterampilan
Handicraft dan Woodwork di Yayasan Wisma
Cheshire Jakarta Selatan. Jakarta: Skripsi Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Rusdiyanto, Rian. 2011. Pemberdayaan Penyandang
Cacat Tunagrahita Oleh Yayasan Wahana Bina
Karya Penyandang Cacat Di Kelurahan Lebak Bulus,
Kec Cilandak Jakarta Selatan. Jakarta: Skripsi
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saidah, Dauatus. 2017. Pemberdayaan Masyarakat
Disabilitas Melalui Keterampilan Handicraft: Tuna
Rungu Wicara Dinyayasan Rumah Regis Tanjung
Barat Jakarta Selatan. Jakarta: Skripsi Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sumber Laporan
Data laporan bulanan Kelurahan Cawang bulan Maret
2018
Sumber Internet
Admin, Beranda Profil Panti Sosial Bina Netra Cahaya
Bathin. Artikel diakses pada 06 Oktober 2018 dari
http://www.panticahayabathin.com
Admin, Sejarah Panti Sosial Bina Netra Cahaya Bathin.
Artikel diakses pada 08 Oktober 2018 dari
https://jadiyangbaik.wordpress.com/2012/02/03/panti-
sosial-bina-netra-cahaya-bathin/
Kementrian Sosial Republik Indonesia, Loka Bina Karya
(Lbk). Artikel Akses pada 08 Oktober 2018, dari
https://www.kemensos.go.id/content/loka-bina-karya-
lbk
LPEM FEB Universitas Indonesia, Lembar Fakta Menuju
Inklusifitas Penyandang Disabilitas di Pasar Kerja
Indonesia. Artikel diakses pada 21 Desember 2017,
dari http://www.lpem.org/wp-
content/uploads/2016/12/Lembar-fakta-rev5.pdf
Sumber Wawancara
Annisa. Warga bina sosial, Wawancara Pribadi. Jakarta, 16
November 2018.
Budi Priyono Warga bina sosial, Wawancara Pribadi.
Jakarta, 07 November 2018.
Komariyah. Pendamping PSBNRW Cahaya Bathin,
Wawancara pribadi. Jakarta, 09 November 2018.
Meryana Herlin. Pendamping PSBNRW Cahaya Bathin,
Wawancara pribadi. Jakarta, 09 November 2018.
xviii
Mukhlisin. Pemimpin PSBNRW Cahaya Bathin.
Wawancara Pribadi, Jakarta, 06 November 2018.
Nia fitriati Warga bina sosial, Wawancara Pribadi. Jakarta,
07 November 2018.
Nini Tresa Mulyani. Warga bina sosial, Wawancara
Pribadi. Jakarta, 07 November 2018.
Nyai. Pendamping PSBNRW Cahaya Bathin, Wawancara
pribadi. Jakarta, 07 November 2018.
Ratiza Tiara Larasati. Pendamping PSBNRW Cahaya
Bathin, Wawancara pribadi. Jakarta, 09 November
2018.
Wanti. Warga bina sosial, Wawancara Pribadi. Jakarta, 16
November 2018.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
20
Lampiran 1 surat-surat
22
24
Lampiran 2 Dokumentasi
26
Lampiran 3 Catatan Observasi
No Tanggal Objek
Observasi
Deskripsi
1 Rabu,
11 Juli
2018
Kegiatan
Pelatihan
Telur Asin
Sebelumnya peneliti sudah
menghubungi Panti dan
meminta izin untuk melihat
secara langsung kegiatan
pelatihan telur asin. Pelatihan
telur asin berlangsung pada
pukul 13.30 di ruang ADL
telur asin. Warga bina sosial
yang hadir akan langsung
duduk dan mengantri, karena
pada pelatihan telur asin
warga bina sosial diajarkan
satu persatu. Saat salah satu
warga bina sosial sedang
melaksanakan pelatihan yang
didampingi oleh pendamping,
warga bina sosial lain yang
sedang menunggu giliran
akan berbincang-bincang
bersama dan di sinilah terlihat
keakraban dan keceriaan
warga bina sosial.
2 Selasa,
17 Juli
2018
Kegiatan
Pelatihan
Menganyam
Berdasarkan hasil
pengamatan, pada pelatihan
keterampilan menganyam
warga bina sosial sebelumnya
telah diberikan materi
mengenai bagaimana cara
membuat keterampilan
menganyam. Setelah itu,
warga bina sosial langsung
mempraktikkannya. Awalnya
semua warga bina sosial
mengikuti pelatihan dengan
tekun, namun ketika waktu
pelatihan akan usai ada yang
sudah pergi lebih dahulu dan
ada juga yang masih tekun
dengan kreasi yang
dibuatnya.
3 Rabu,
18 Juli
2018
Jenis Pelatihan
Keterampilan
Peneliti bertemu dengan Ibu
Yanti. Beliau adalah salah
satu pengurus PSBNRW
Cahaya Bathin. Maksud dari
bertemu Ibu Yanti adalah
untuk memberikan surat izin
penelitian dari PTSP Jakarta
Timur serta untuk
menanyakan seputar pelatihan
keterampilan. Ada banyak
pelatihan keterampilan yang
disediakan Panti, namun
peneliti mengambil fokus
pada 3 pelatihan, yaitu: telur
asin, keset kaki dan mute.
Pelatihan keterampilan keset
dan mute diikuti oleh warga
bina sosial netra dan rungu
wicara, sedangkan pelatihan
keterampilan telur asin hanya
untuk warga bina sosial netra.
4 Selasa,
31 Juli
2018
Kegiatan
Pelatihan
Keset
Peneliti melakukan observasi
terhadap pelatihan
keterampilan keset. Semua
warga bina sosial berkumpul
bersama untuk melakukan
pelatihan keterampilan keset,
yang didampingi oleh dua
pengurus Panti. Peneliti
sedikit berbincang dengan
pengurus panti mengenai
pelatihan keterampilan keset,
pelatihan keterampilan keset
28
ini baru dimulai lagi setelah
beberapa lama sempat
berhenti. Dikarenakan tidak
adanya bahan utama untuk
membuat keset.
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
A. Pimpinan Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
Cahaya Bathin
1. Bagaimana proses berdirinya PSBNRW Cahaya Bathin?
2. Bagaimana proses perekrutan warga bina sosial (WBS)
dan pendamping di PSBNRW Cahaya Bathin?
3. Berapa jumlah pendamping warga bina sosial (WBS) di
setiap kamar?
4. Bagaimana cara panti mendorong dan membangkitkan
motivasi warga bina sosial (WBS) bahwa mereka
memiliki potensi?
5. Apa saja program keterampilan yang terdapat di
PSBNRW Cahaya Bathin?
6. Apa yang Bapak harapkan dengan adanya program
keterampilan bagi warga bina sosial (WBS)?
7. Bagaimana metode yang digunakan untuk membimbing
warga bina sosial (WBS) dalam program keterampilan
agar terampil seperti yang diharapkan?
8. Produk apa saja yang dihasilkan dari program
keterampilan dalam melatih warga bina sosial (WBS)?
9. Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan warga
bina sosial (WBS) dalam program keterampilan?
30
10. Dari manakah sumber dana dan berapa dana yang
dikeluarkan untuk program keterampilan di PSBNRW
Cahaya Bathin?
11. Berapa kali pertemuan yang dilakukan dalam program
keterampilan di PSBNRW Cahaya Bathin?
12. Apa saja hambatan atau kendala-kendala yang dihadapi
dalam menjalankan program keterampilan di PSBNRW
Cahaya Bathin?
13. Bagaimana cara mengevaluasi warga bina sosial (WBS)
yang sudah menjalankan program keterampilan?
14. Bagaimana tindak lanjut pada program keterampilan yang
sudah dijalankan?
B. Pendamping di Panti Sosial Bina Netra Rungu Wicara
Cahaya Bathin dalam kegiatan pelatihan
keterampilan
1. Sudah berapa lama bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
2. Apa alasan bapak/ibu menjadi pendamping di PSBNRW
Cahaya Bathin ?
3. Bagaimana proses pelaksanaan program keterampilan
yang dilaksanakan di PSBNRW Cahaya Bathin?
4. Produk apa saja yang dihasilkan dari program
keterampilan dalam melatih warga bina sosial (WBS)?
5. Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan warga
bina sosial (WBS) dalam program keterampilan?
6. Apa perubahan yang paling terlihat setelah warga bina
sosial (WBS) mengikuti program keterampilan?
7. Bagaimana cara menggali potensi kreatifitas warga bina
sosial (WBS) pada program keterampilan?
8. Bagaimana pendapat bapak/ibu dengan adanya program
ketarampilan bagi warga bina sosial (WBS) di PSBNRW
Cahaya Bathin?
9. Apa indikator keberhasilan pada program keterampilan di
PSBNRW Cahaya Bathin?
10. Apa saja hambatan atau kendala-kendala yang dihadapi
dalam menjalankan program keterampilan di PSBNRW
Cahaya Bathin?
11. Bagaimana cara mengevaluasi warga bina sosial (WBS)
yang sudah menjalankan program keterampilan?
12. Bagaimana tindak lanjut pada program keterampilan
yang sudah dijalankan?
13. Apa harapan bapak/ibu terhadap warga bina sosial (WBS)
kedepannya dengan adanya program keterampilan?
32
C. Warga Bina Sosial ytang mengikuti Kegiatan
Pelatihan Keterampilan di PSBNRW Cahaya Bathin
1. Sudah berapa lama anda tinggal di PSBNRW Cahaya
Bathin?
2. Apa saja kegiatan anda sebelum tinggal di PSBNRW
Cahaya Bathin?
3. Kegiatan apa saja yang anda ikuti di PSBNRW Cahaya
Bathin?
4. Apa alasan anda memilih program keterampilan di
PSBNRW Cahaya Bathin?
5. Sudah berapa lama saudara/i mengikuti program
pelatihan?
6. Apakah proses belajar dalam program keterampilan
mudah dipahami?
7. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti
program keterampilan dengan sebelum mengikuti
program keterampilan?
8. Penghasilan yang saudara/i peroleh dari program
keterampilan digunakan untuk apa saja?
9. Apakah mau terus ikut program keterampilan atau mau
mencoba membuat keterampilan sendiri di rumah?
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Mukhlisin
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Wawancara : 06 Nov 2018
B. Pertanyaan
15. Bagaimana proses berdirinya PSBNRW Cahaya
Bathin?
Jawaban: Ya pada awalnya sekitar tahun 58an berdiri
yayasan waktu itu namanya Panti Karya Asuhan Budi
dulu kegiatannya tuh nampungin hasil orang-orang
yang kena razia dari Pemda DKI Jakarta. Sekitar
tahun 84an Pemda DKI Jakarta ngeganti namanya
jadi Panti Penyantuan dan Rehabilitasi tapi khusus
Tuna Netra. Nah pas tahun 86 keluar SK Gubernur
DKI ganti nama lagi jadi Panti Sosial Bina Netra
Cahaya Bathin. Ya untuk selanjutnya PSBN Cahaya
34
Bathin jadi milik Dinas Sosial DKI Jakarta ya kira-
kira luas bangunannya sekitar 3.600m2 ya buat
menampung 75 WBS lah tahun 2002 jadi ya panti ini
dibentuk atas organisasi dan tata kerja unit di
lingkungan dinas bina mental spiritual dan
kesejahteraan sosial buat memberikan pelayanan ke
disabilitas netra secara gratis
16. Bagaimana proses perekrutan warga bina sosial
(WBS) dan pendamping di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Ya kita proses perekrutannya bisa dari
langsung menjangkau ke masyarakat atau
masyarakat datang ke kita ada juga hasil
penangkapan atau razia dari p3s maupun satpol pp
nah dari situ dikumpulkan di PSBI (panti sosial bina
insan) lalu di assesmeent setelah itu dibagi kepanti
masing-masing. Kalau rungu wicara SK nya dari
2017 tapi kita untuk persiapan kamar dan segala
macam nya jadi 2018 baru mulai menampungnya dan
totalnya kurang lebih 40 orang.
Pendamping kita melalui informasi bahwa kita ada
penerimaan setelah itu kita adakan seleksi dengan
ada psikolog lalu kita ada koordinasi dan kerjasama
dengan bhabinkamtibmas setempat dan perekrutan
secara psikotes maupun fisik juga, kita utamakan
juga yang mempunyai pengalaman kerja di panti
karena disini kalau ga ada nurani susah karena kan
disini 24 jam pelayanannya dan harus bersedia tidur
disini syarat utamanya, piket sabtu minggu juga ada
piket dan tiap hari juga masuk. Sekarang ada 37
pendamping yang terdiri dari penangan khusus wbs
ada security ada yg ngurusin engineering ada masak
dan ada yg kebersihan.
17. Berapa jumlah pendamping warga bina sosial (WBS)
di setiap kamar?
Jawaban: Satu kamar satu tapi ini karna kemaren kita
ada penambahan 6 orang yang perempuannya ada
yang 2 ada yang 1 orang perkamar kalau yang 2 itu
biasanya ada anak-anak kecil 8 tahunan itu kan
penanganannya sama yang rungu wicara kan dia kan
36
ngeliat kan aduh banyak tingkahnya dah apalagi
mereka dari jalanan karena memang dari jalanan
kan biasa bebas ini kan biar gimana kan kita ajarin
beretika adab dia nah itu agak-agak memang agak
sulit awalnya ngerubah mindset orang kan budaya
orang kebiasaan orang kita rubah tambah-tambah
lama juga dia berubah.
18. Bagaimana cara panti mendorong dan
membangkitkan motivasi warga bina sosial (WBS)
bahwa mereka memiliki potensi?
Jawaban: Kita disini awalnya secara pembinaan
mental dulu, kan ada juga yang masuk disini
mengalami kebutaan yang baru setahun dua tahun itu
dia kecelakaan kerja atau kecelakaan sebagainya
hingga di umur-umur 30/ 40 mengalami kebutaan itu
yang pertama secara psikologis kan mentalnya dulu
karena dari situ dia secara psikis ya pasti namanya
orang kehilangan mata penglihatan inikan segala-
galanya terus juga kalau yang pasangan hidupnya ga
ninggalin kebanyakan ninggalin itu secara mbak
ditinggal pacar aja juga kan pikiran juga tuh galau
ini gimana anak atau istri atau suaminya ninggalin.
Terus kita lakukan asesmen apaan kegiatan-kegiatan
yang dia bidang-bidang itu mana semuanya saya
suruh ikutin dulu kegiatan-kegiatan yang kita iniin
mana dia nanti cocoknya, kalo emang dia cocoknya
misalnya di musik apa ya kita dorong terus karena
ga mungkin kita ada paksaan percuma juga.Untuk
memotivasi mereka untuk lebih maju lagi kita undang
nih kaka-kaka alumni jadi lebih memotivasi mereka,
rutin kita panggil sebulan sekali lah
19. Apa saja program keterampilan yang terdapat di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Disini banyak ada keterampilan buat keset
terus mute telor asin kerjasama sama pengusaha
bakso baru kemaren baksonya dijamin enak yang
bikin gabungan rungu dan netra terus anyaman dari
kertas-kertas limbah yang ga kepake udah kan liat ya
handycraft decoupage pijat massage refleksi itu
kebanyakannya netra ada juga salon rungu juga bisa
38
terus ada broadcast kita kerjasama instruktur nya
dari rri terus ada kegiatan bahasa inggris komputer
anak-anak sekolah sekarang kan ujian-ujian
ulangannya kan pakai komputer skala anak-anak kita
kan banyaknya di intuisi SMP Negeri jadi dia mau ga
mau ya harus ikut harus bisa makanya kita
komputernya juga komputer bicara
20. Apa yang bapak harapkan dengan adanya program
keterampilan bagi warga bina sosial (WBS)?
Jawaban: Harapan kita semua agar wbs ini nanti
mandiri ya mandiri dalam buat diri nya sendiri terus
mandiri ditengah masyarakat bermanfaat untuk
lingkungannya ya karena ga mungkin keluarganya
ini ngurusin dia sampai nanti atau panti ini nampung
disini untuk selamanya ya kalo memang ga bisa apa-
apa disini juga banyak yang keterbelakangan mental
atau fisik atau apa namanya IQ nya rendah paling ya
selamanya nanti disini kalau udah umur keatas
ukuran umuran lansia ya dikirim ke lansia tapi kalau
yang ada potensi ini ini segala macem yaa banyak
yang disini yang udah pada keluar dari sini jadi
mandiri di lingkungannya dia punya usaha maju
bahkan dia punya pegawai sekarang ya intinya kita
ga selamanya nanti dia hidup istilahnya bergantung
sama orang karena yang laki maupun perempuan
nanti kalo emang ini dia manusia biasa juga kan dia
nikah punya anak dan dia harus bertanggung jawab
sama keluarganya ya anaknya rata-rata normal juga
yang suami istri netra anaknya semua pada ngeliat
semua ga harus dia keturunannya netra juga
21. Bagaimana metode yang digunakan untuk
membimbing warga bina sosial (WBS) dalam
program keterampilan agar terampil seperti yang
diharapkan?
Jawaban: Diklasifikasikan seperti dikelas observasi
kan masih anak-anak misalnya baru masuk dia belum
itu berarti tahapan belajarnya masih yang mudah-
mudah dulu jadi tingkat-tingkatan mba, kalau
disekolah ada kelas 123 nah ada kelas pemula baru
aja bisa apa yang nanti kan instruktur mau ngajarin
40
yang baru sama yang lama masa sama aja akhirnya
nanti yang lama bosen dong. Jadi nanti ada kita
klasifikasi jadi ada kelasnya masing-masing
bertahap.
22. Produk apa saja yang dihasilkan dari program
keterampilan dalam melatih warga bina sosial
(WBS)?
Jawaban: Banyak produknya seperti keset, kotak tisu
dari mute, telor asin, baru-baru ini juga ada bakso
terus anyaman dari kertas-kertas limbah yang dibikin
keranjang dan tempat buku ada juga pajangan
decoupage, bros, bunga-bunga hiasan, kalau hasil
fisik nya sih bisa dilihat diruang keterampilan semua
ada di sana ada juga yang di taruh dilemari kaca
yang di depan dekat pintu masuk
23. Bagaimana memasarkan produk yang
dihasilkanwarga bina sosial (WBS) dalam program
keterampilan?
Jawaban: Telor asin ada juga keset kalau yang keset
itu biasanya kita ikutin di pameran-pameran atau
engga kalau ada tamu yang mau, kalau telor asin
setiap hari kita titipin di tukang soto terus kadang-
kadang pegawai atau ada tamu mau beli. Hasil
penjualannya balik untuk anak-anak lagi jadi
berputar istilahnya dia kan sudah belajar ada lah
hasil keringatnya kebetulan ini kan yang megang
telor asin yang double istilahnya syifa waktu itu tau
kan ya jadi kembali lagi ke dia nanti modalnya ya
diini lagi buat beli tetep dari anggaran lebihnya ya
kan kasih dia kadang-kadang kan telor asin ngga
semuanya bagus ya busuk tapi tetep anggaran itu tiap
bulan ada, lebih lebih dikitkan dikasih seneng dia ada
hasil keringatnya dia beda senang
24. Dari manakah sumber danadan berapa dana yang
dikeluarkan untuk program keterampilan di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Tergantung ada anggaran ya kalau di kita
rata-rata anggaran banyakan ya dari apbd tapi kalau
di apbd nggak ini ya kita bisa ke kemensos koordinasi
lah kalau dia ada program dia ya kita ini kan kalau
42
kemensos kan ga harus DKI kalau dikita kan terbatas
hanya DKI aja gitu pemda nih kan kalau kemensos
kan seluruh daerah. Kita anggarin suatu kegiatan di
bawah pembinaan ada kegiatan handycraft misalnya
kalo yang telor asin masuk kegiatan ADL dibawah
satpel binaan besaran rincian anggarannya beda-
beda
25. Berapa kali pertemuan yang dilakukan dalam
program keterampilan di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Kalau telor asin senin-jumat kalau mute
seminggu 2 kali deh semuanya, ada jadwalnya sih.
Udah diatur semua instrukturnya ini ada dikelas ini
ada diatur itu ada deh jadwalnya supaya ga bentrok
anak-anaknya juga tau. Nih misalnya bu yanti pegang
senin rungu wicara nih misalkan Calistung itu dari
pagi jam 8 sampai jam 9 lebih nanti jam 9 lebih
sampai jam berapa mereka yang rungu wicara tadi
keterampilan terus nanti ada siangnya dia bahasa
isyarat atau apa ada terus ada sela nya ada
istirahatnya kaya sekolah lah setelah jam 1 kesana
udah engga tapi sore misalnya ada kegiatan apa atau
ngaji jam sholat jam makan nanti hari jumat
olahraga kalau sabtu minggu kerja bakti bersih-
bersih ruangan kalau misalkan ada yang mau latihan
ya dia latihan sendiri kita kasih ini nya mempertajam
pelatihannya dia ga masalah kan pendamping ada
keset juga kan ada yang piket jadi diarahin. Jadi mau
ke keset ya silahkan kita juga keluarin meja pimpong
main bulu tangkis kaya gitu-gitu yang rungu wicara
pintar apa main bulu tangkis itu tapi ga lepas dari
bersihin kamar kasur yang nyuci pakaian.
26. Apa saja hambatan atau kendala-kendala yang
dihadapi dalam menjalankan program keterampilan di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Salah satunya ya itu yang mengalami
kejiwaan yang biasanya diluar sekali begini bisa 100
sehari jadi itung-itung sebulan 3 juta itu paling dikit
belum kali kalo hari jumat atau bulan puasa itu beda
lagi tuh harganya penghasilannya, disini suruh bikin
ini doang ga ada duitnya istilahnya ga gede gitu jadi
44
mau mau engga engga jadi terpaksa awalnya kalau
perlu dia minta pulang tapi kita kasih pembinaan
kalau yang dari ketangkep razia terus kita taro disini
ga boleh keluar ya cuman ga tau deh nanti keluar
lagi dari sini dia mau begitu lagi ya terus lagi dibina
lagi tapi Alhamdulillah sih rata-rata kalau yang udah
begitu ga ada kebanyakan dari mereka berhasil lah
paling nggak berhasil untuk diri sendiri ga
ngerepotin orang nggak ngemis lagi dijalan gitu atau
ngamen paling dagang kerupuk paling kalau ngemis
sih engga tetep mau usaha kalau dia nggak punya
panti pijat engga punya modal untuk bikin panti pijat
kalau itu dia ikut sama temen-temennya yang punya
panti pijat jadi pegawainya gitu yang hobinya musik
ngisi-ngisi di cafe atau di kawinan-kawinan. Kalau
dia kemampuannya ada disini kita kan kerja sama
juga sama alumni-alumninya jadi alumni nanti tau
nih tahun ini udah pada lulus nih jadi direkrut deh
dia nanya sama instruktur sini
27. Bagaimana cara mengevaluasi warga bina sosial
(WBS) yang sudah menjalankan program
keterampilan?
Jawaban: Kita ada monev setahun 2 kali kita kunjungi
panti-panti pijatnya, kan punya usaha nih dia dari
sini dia buka panti pijat kita tetep menjalin
silaturahmi dengan kunjungan-kunjungan pas dia
baru keluar kita resources dulu sosialisasi
kemasyarakat mengundang masyarakat sekitar
biasanya sih kita suka ngadain di RPTRA dan ibu-ibu
PKK ini loh murid kami kita promosiin udah mandiri
dia bisa mijit jadi juga kasih masukan kemasyarakat
kalau ada punya warga dengan disabilitas netra bisa
masukin panti kami kan banyak suka disembunyiin
lah nah itu dia antara lain seperti itu kadang
keluarganya suka malu padahal kasian banyak tuh
masih umur 5 tahun 6 tahun dikamar aja ga kenal
orang banyak kita yang begitu orang tua nya
akhirnya kita bujuk agar dibawa ke kita dan
kebanyakan emang orang-orang ga punya jadi
46
merasa takut biaya berapa padahal dikita gratis
semua buat makan dia aja susah katanya apalagi ini
rata-rata kan sekolah disabilitas emang mahal kalau
yang swasta kan
28. Bagaimana tindak lanjut pada program keterampilan
yang sudah dijalankan?
Jawaban: Disinikan kita emang bukan untuk usaha ini
kan untuk ADL melatih latihan tapi kalau ada yang
mau pesan ya kita kerjain. Kalau abis pelatihan hasil
nya ga dijualkan sayang ya untuk ini juga pemasaran
dia cara pemasaran belajar dia. Kalau proses
terminasi jika sudah menjalani semua pendidikan
nanti dia sudah lulus belum massagenya dia sudah
lulus belum shiatsunya nanti berijazah baru kita
terminasi kan sudah melalui pbk magang udah bener-
bener bagus dia hasil-hasil pijatannya bagus ya
sudah sesuai dengan tahunnya juga kita terminasi
kalau kita ada bantuan anggaran ya kita kasih dia
punya usaha tapi kalau ga ada ya kita upayakan
koordinasi dengan kemenssatos minta bantuan
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Komariyah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 09 Nov 2018
B. Pertanyaan
14. Sudah berapa lama bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Kalau saya terhitung mulai awal disini
sudah lama 5 tahun tapi untuk yang terjun langsung
ke anak-anaknya sekitar 3 tahunan. Awalnya karena
disini kan ada yang namanya papitun buat anak-anak
praktek kalo yang netra mereka diajarkan dari sini
keterampilan pijat massage nanti kita salurkan
magang jadi saya jaga di situ aja jadi ga terjun
langsung menghadapi anak-anaknya yang seperti
sekarang ini
48
15. Apa alasan bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Jujur saya pertama emang ga tau dinas
sosial itu apa terus tiba-tiba saya tuh ga sengaja juga
masuk sini karena kalau dulu tuh apa ga seintens
sekarang kalo mau masuk dinas sosial ya, dari alasan
kenapa saya masuk awal masuk nya iseng tapi lama
kelamaan terus saya ngerasa nyaman aja disini nah
itu pun alasan saya disini jadi pendamping udah
ngerasa klop aja sama anak-anaknya terus istilahnya
selain itu juga nambah ilmu pokoknya disini banyak
ilmu nya selain bekerja juga ibadah dapetnya.
16. Bagaimana proses pelaksanaan program keterampilan
yang dilaksanakan PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Yang awal anak-anak terjun ke
keterampilan pasti yang pertama adalah materi kita
kasih materi pemahaman dulu kepada anak-anak ini
baru kita bisa langsung praktek paling untuk materi
juga ga banyak sih ya soalnya kita kan langsung
terjun jadi pertama pasti perkenalan dulu terus nanti
kita kasih materi apa yang harus kita kasih gitu terus
kita praktekkan, biasanya kalau kita kasih materi pun
ga kaya pelajaran gitu paling soalnya kan kita juga
keterampilan tuh ga ada bukunya istilahnya kan
memang dari apa namanya kebetulan ada beliau tuh
udah menguasai banget lah gimana keterampilan gitu
nah ilmu beliau disalurkan jadi yaudah gini aja
langsung aja gitu tapi ya Alhamdulillah mereka
paham gitu
17. Produk apa saja yang dihasilkan dari program
keterampilan dalam melatih warga bina sosial
(WBS)?
Jawaban: Untuk produk kita sudah ada beberapa
kaya misalnya keset terus bros kalung the copes terus
hasil dari kertas anyam yang sudah apa namanya
yang ga kepakai terus souvenir-souvenir terus kayu
furniture jadi kita ngedatengin kayu mentah nah kita
yang kaya finishing nya ngalusin terus kita fitur itu
sih kalo yang untuk rungu nya kalo anak netra ya
50
paling contohnya kaya tasbih tempat tisu seperti itu
sih ada juga yang telor asin
18. Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan
warga bina sosial (WBS) dalam program
keterampilan?
Jawaban: Kalo untuk telur asin kita kan ada beberapa
paling kita titip ke warung-warung terus untuk yang
lain kita sih baru ini kalo misalkan ada bazar nah
kita datang kita tawarkan barang kita nah itu salah
satu nya kalo untuk yang furniture ini karena kita
relasi dengan masyarakat kan banyak ya dari situ
kita bisa memasarkan terus nanti kita bekerja sama
dengan instasnsi lain misalnya untuk menawarkan itu
untuk yang bros ini kita biasanya ada kawan nih yang
pesen-pesen sama kita kebetulan ini juga baru-baru
ini ada pengepul nya jadi kita hanya bikin bros tapi
belum sempurna nanti yang nyempurnain orang itu
jadi kita cuma mentahnya yang cuma misalnya bunga
yang kelopaknya aja nanti dia yang ngasih jarum nya
gitu-gitu sih yang menyempurnakan dia tapi
bahannya dari kita.
19. Perubahan apa yang paling terlihat setelah warga bina
sosial (WBS) mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Kalo perubahan sebenarnya banyak sih
dari dia yang ga ada kegiatan jadi ada kegiatan kaya
gitu kan terus jadi mereka lebih menyibukkan diri di
dalam dunianya keterampilan istilahnya yang tadinya
dia ga ngapa-ngapain terus dia aktif dalam hal itu
jadi ya banyak positifnya dari yang bengong jadi
sekarang menghasilkan gitukan jadi ada motivasi
buat mereka buat nantinya „oh jadi diluar sana nanti
saya keluar punya keterampilan‟ pikiran buat
mandiri salah satunya
20. Bagaimana cara menggali potensi kreatifitas warga
bina sosial (WBS) pada program keterampilan?
Jawaban: Kita liat nih dalam satu kegiatan misalnya
kita coba engga apa-apa nih semua dibarengin kaya
gitu kan istilahnya, nah kita liat yang kira-kira dia
tuh bisa itu siapa nah itu salah satunya apanamanya
52
menyaringnya oh ternyata dia mahir dibidang ini
nantikan bisa anak-anak ini dengan sednirinya
yaudah kalo misalnya dia sukanya yang ini yaudah
misalnya kita itukan disini ada salon kalo untuk
rungu mereka kita ajarkan kan udah semuanya
diikutan semua nah jadinya anak ini akan memilih
apa yang menjadi hobinya dia yang menjadi keahlian
dia seperti itu sih
21. Bagaimana pendapat bapak/ ibu dengan adanya
program keterampilan bagi warga bina sosial (WBS)
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: saya sangat mendukung dengan adanya
program keterampilan ini, karena kan meningkatkan
kreativitas dia juga oh dari sini bisa ya aku bikin ini
jadi kan mereka tergali gitu istilahnya
22. Apa indikator keberhasilan pada program
keterampilandi PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban:Sejauh ini sih paling kalo anak-anak ini kita
lihat dari hasilnya nih, hasil produknya kalo misalkan
bagus udah bisa ada nilai jual nya nah itu yang kita
anggep berhasil soalnya apa kalo untuk anak rungu
ini kan baru kan istilahnya belum lama produksi
keterampilan ini pun baru berjalannya satu tahunan
lah ya makanya balum yang spesifikasi yang apa
sampe yang tapi Alhamdulillah dari sini yang kita
lihat sudah berhasil ya gitu dari hasil anak-anak
sendiri
23. Apa saja hambatan atau kendala-kendala yang
dihadapi dalam menjalankan program keterampilan
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Ya untuk karena kita juga keterampilannya
nggak yang dituntut untuk ini harus begini gitu kan
ya paling komunikasi soalnya kebanyakan anak didik
kita ini kebanyakan dari jalanan udah gitu mereka
sudah dewasa dari jalanannya dan mereka sudah
terbiasa dengan bahasa mereka sendiri bukan bahasa
yang kita latih istilahnya kalo kita disini kan
diajarkan bisindo biar sama-sama kita mengerti tapi
mereka kan kebanyakan dari luar jadi mereka dengan
bahasa mereka sendiri dengan bahasa tarzan lah ya
54
dari situ kita jug komunikasi agak meraba-raba tapi
dari lambat laun kita bisa memahami terus kadang
juga paling malesnya itu dia yang bikin kadang kalo
dia udah males ya udah jadi kita mau suruh latihan
juga kalo dia udah males ya udah kita ga bisa
paksain lagi jadi kita ga mau memforsir anak ini juga
sih kalo misalnya dia ada sesuatu ya udah besok coba
kita coba lagi jadi kita juga ga mau memaksakan
yang terlalu maksa buat anak ini ikutan terus
menerus gitu nggak dari dikit kita ajak nanti lama-
lama juga dulunya anak-anaknya juga seperti itu
susah kaya gitu kan terus karena mungkin kan dia
aduh ternyata enak ya dengan sendirinya mereka
yang mencari kita ayo kita belajar kaya gitu dari situ
kan keliat ternyata anak ini udah mulai ngerasa oia
yah ternyata aku tuh butuh ternyata asik ya
belajarnya seperti itu sih
24. Bagaimana cara mengevaluasi warga bina sosial
(WBS) yang sudah menjalankan program
keterampilan?
Jawaban: kalau evaluasi kita lihat dari keberhasilan
mereka apa hasil keterampilan yang mereka buat
bagus jadi diliat hasil akhirnya gitu
25. Bagaimana tindak lanjut pada program keterampilan
yang sudah dijalankan?
Jawaban: Keterampilan untuk rungu wicara kan
terbilang baru ya jadi kita masih dipelatihannya aja
untuk tindak lanjut kedepannya belum ada
26. Apa harapan bapak/ibu terhadap warga bina sosial
(WBS) kedepannya dengan adanya program
keterampilan?
Jawaban: Untuk anak-anak ini ya saya pribadi
semoga nanti lebih anak ini lebih bisa mandiri lebih
mempunyai jiwa yang apa istilahnya oh ya dari sini
setelah saya dilatih disini ada kesadaran diri ternyata
saya punya ini bisa dimanfaatkan di luar sana
semoga nanti jadi berkembang lagi mandiri dalam
artian saya bisa mandiri sebab bisa membuat usaha
sendiri malahan kalau bisa mereka juga bisa
56
merangkul yang lain yang istilahnya belum bekerja
kaya tadi ikut usaha dengan dia
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Ratiza Tiara Larasati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 09 Nov 2018
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lamamenjadi pendamping di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Baru sebelas bulan sampai detik ini dari
januari
2. Apa alasan bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Sebenernya kan saya jurusan kebidanan ya
disini kan tenaga kesehatannya baru satu belum ada
yang perempuannya sekarang sih udah tiga sebelum
itu baru 2 karena kemaren itu ada penambahan
karyawan jadi nambah lagi tuh tenaga kesehatannya
58
disini sebenernya kurang sih tenaga kesehatannya
apa lagi kan dokter gitu kekurangan tenaga dokter
3. Bagaimana proses pelaksanaan program keterampilan
yang dilaksanakan PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Biasanya kita udah ada jadwalnya sih ada
basic ada the copes ada banyak ada menjahit terus
mewarnai biasanya anak-anak udah tau sih basic nya
tuh apa jadi anak itu tuh minatnya lebih kemana
4. Produk apa saja yang dihasilkan dari program
keterampilan dalam melatih warga bina sosial
(WBS)?
Jawaban: Ada decoupage terus bros ada furniture
ada anyaman dari kertas itu untuk saat ini baru itu
aja sih kalung juga ada
5. Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan
warga bina sosial (WBS) dalam program
keterampilan?
Jawaban: Biasanya kalo ada bazar kita ikut bazar
pertama, kedua sih kalo ada tamu kita arahkan ke
ruang keterampilan. Kalo ada bazar biasanya sih
anaknya ada yang ikut ada juga yang engga
tergantung situasinya karena kita kan anak rungu
wicara ya kita takut bawanya kan bukan takut sih
gimana ya rumit lah istilahnya apalagikan ditempat
keramaian gitu kan kita juga ga mau ambil resiko
kalo tiba-tiba bazar kan penuh orang kan tiba-tiba
nanti hilang atau gimana kan kecuali emang ada
kaya misalnya festival apa nah itu melibatkan anak-
anak disabilitas baru kita ikutan sebagian
6. Perubahan apa yang paling terlihat setelah warga bina
sosial (WBS) mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Banyak sih mungkin dari awalnya dia
belum bisa menjahit misalnya terus jadi bisa jadi
lebih banyak beraktifitas sih dari pada dia diem-diem
aja di kamar, kalo dari sikapnya biasanya dia lebih
happy sih kalo di ajak keterampilan kalo biasanya
juga wbs sendiri yang nagih ke kita udah jam 10 nih
udah jam 1 dia udah tau sendiri jadwalnya ketagihan
gitu dikamar juga biasanya kan suka dibawa ke
kamar ga mungkin kan disini terus ketagihan itu dia.
60
7. Bagaimana cara menggali potensi kreatifitas warga
bina sosial (WBS) pada program keterampilan?
Jawaban:Awalnya kita nih menjahit semua kita ikutin
tapi kan nanti ada yang bisa ada yang engga nah itu
baru ternyata dia pas kelas menempel kertas yang
bikin anyaman itu ternyata dia lebih bisa kesana,
terus awalnya kita udah ngarahin jadi nanti kalau itu
bisanya kita buka semua kaya keset terus kayu terus
menjahit terus menempel kertas tuh jadi kita udah
langsung diiniin anak-anaknya kita pisah-pisahin ga
bisa dipaksa ya untuk keterampilan itu sesuai
keinginan mereka nya
8. Bagaimana pendapat bapak/ ibu dengan adanya
program keterampilan bagi warga bina sosial (WBS)
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Bagus banget ya, ya saya sebagai
pendamping mensupport adanya keterampilan ini
karena kan ga selamanya juga kan mereka nanti
hidup di panti kan ketika kalo nanti mereka keluar
kemasyarakat kan jadi mereka ada keahlian yang
bisa dijual lah istilahnya
9. Apa indikator keberhasilan pada program
keterampilandi PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Biasanya dilihat dari hasilnya sih kaya
misalnya bikin bros nih kan wbs itu biasanya
dasarnya kita tinggal finishing nya istilahnya kita
yang betul-betulin lah terakhirnya biasanya dia kalo
udah buat satu produk misalnya bros itu dinyatakan
berhasil untuk kategori menjahit bros gitu
10. Apa saja hambatan atau kendala-kendala yang
dihadapi dalam menjalankan program keterampilan
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Banyak sih pertama komunikasi paling
pertama itu karena ya susah juga ya merekan dari
jalanan kebanyakan ga apatuh ga paham bahasa
isyarat ketika disini kan baru belajar bahasa isyarat
dasar jadi itu sih kendala kita komunikasi paling
pertama jadi kita kadang menebak-nebak apa yang
62
dia atau kita omongin ya kan aku juga di tempat
disabilitas gini juga baru baru kali ini
11. Bagaimana cara mengevaluasi warga bina sosial
(WBS) yang sudah menjalankan program
keterampilan?
Jawaban:Disini ga ada yang gimana ya evaluasi kaya
gitu, paling kalau evaluasi diliat dari keberhasilan
mereka, ya kita ngeliat nih apakah hasilnya ya
kembali kehasilnya tadi hasil akhirnya
12. Bagaimana tindak lanjut pada program keterampilan
yang sudah dijalankan?
Jawaban: Masih baru kan paling sama kaya saya
disini baru setahunan ini jadi emang belum apah
sarana dan prasarana nya juga belum memadai jadi
belum ada tindak lanjut masih kurang lah
13. Apa harapan bapak/ibu terhadap warga bina sosial
(WBS) kedepannya dengan adanya program
keterampilan?
Jawaban: ketika nanti mereka keluar kemasyarakat
mereka ada keahlian yang bisa dijual kalo tuna netra
kan kebanyakan ikut massage shiatsu kaya gitu kan
ada juga mereka keterampilan cuma mute aja kalo
anak-anak rungu wicara ini dia sebenernya normal
ya cuma ga bisa denger sama ngomong saya
berharapnya itu sih ketika terjun ke masyarakat
mereka istilahnya udah bisa mandiri
64
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Meryana Herlin
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 09 Nov 2018
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Tiga tahun enam bulan
2. Apa alasan bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Sebenarnyakan dulu masuk sini bukan mau
jadi pendamping karena dulu lowongannya dari
dinas sosial tuh buat pekerja sosial anak cuman
karena penempatannya tuh dulu di UPT kebetulan
dapetnya disini dari dinasnya, buat jadi pekerja
sosial sesuai dengan jurusan kuliah kan
3. Bagaimana proses pelaksanaan program keterampilan
yang dilaksanakan PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban:Proses pelaksanaan yang keterampilan kan
sekarang kita ada dua nih yang netra sama rungu
wicara, keterampilannya sih sebenernya kita otodidak
ya kebetulan kita punya pegawai yang istilahnya
multitalenta dia ada bakat minat terus emang dia
punya workshop jadi kemaren buat istilahnya nggak
sekedar mengisi waktu luang difabel tapi gimana
caranya dia bisa berkarya mandiri kaya gitu jadi
diajarin sih. Jadinya kita buat anak rungu wicara kita
lebih cenderung proaktif karena kan buat mengenal
ini alat ini begini kaya gini jadi kalo kita udah
tertarik apalagi-apalagi dengan kebutuhan pasar jadi
nanti prodaknya bisa kita jual. Kita ada kerja sama
kaya buat pelatihan kaya misalnya saya kokom gitu
dapat pelatihan misalnya gratis jadi volunteer itu di
inspiration craft gitu kaya ada komunisanya khusus
terus nanti kalo udah diajarin kita ajarin lagi ke
anak-anaknya
66
4. Produk apa saja yang dihasilkan dari program
keterampilan dalam melatih warga bina sosial
(WBS)?
Jawaban:Banyak sih kita ada 9 macam buat yang
rungu wicara ini, kalo kain perca itu banyak banget
kain perca itu bisa jadi bros kipas bando kalung
cuma kalau kalungnya belum jadi ya, terus kaya
manik-manik gitu bisa jadi kalung terus bisa jadi
tempat tisu gantungan kunci, the copes banyak ada
yang dari anyaman talenan apalagi ya terus kain
percanya bisa jadi bunga kaya gitu banyak sih kalau
dari kertas bekas itu macem-macem
5. Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan
warga bina sosial (WBS) dalam program
keterampilan?
Jawaban: Terus kaya buat pemasarannya itu biasanya
bu erni ada kerja sama dia biasanya punya link kaya
souvenir-souvenir gitu jadi dibikinnya bahannya
setengah jadi dulu sesuai dengan permintaan aja
selain dari bu erni biasanya dari facebook dari
instagram terus kita ikut pameran ikut workshop
seminar kaya gitu-gitu pasti kita bawa produk kita
6. Perubahan apa yang paling terlihat setelah warga bina
sosial (WBS) mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Kalau sekarang lebih terarah yang dulunya
nggak punya keterampilan jadi ada yang dulunya
punya bakat ga tertarik jadi tersalurkan sebenarnya
lebih cenderung ke arah positif
7. Bagaimana cara menggali potensi kreatifitas warga
bina sosial (WBS) pada program keterampilan?
Jawaban: Kita ini seleksi semua kita uji coba dulu
siapa yang bertahan sampai akhir berarti dia punya
ga cuma bakat tapi dia ada minat kalau ga ada minat
mereka bakal ninggalin gitu aja
8. Bagaimana pendapat bapak/ ibu dengan adanya
program keterampilan bagi warga bina sosial (WBS)
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Kalau menurut aku sih bagus-bagus aja ya
kita bisa mengasah minat dan bakat keterampilannya
68
kita bisa ngebina dia bisa memberdayakan dia untuk
demi kemandirian dia
9. Apa indikator keberhasilan pada program
keterampilandi PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Pertama si anaknya ini rutin apa nggak ikut
latihannya, kalau disinikan istilahnya kita sortir ya
yang layak jual atau engga terus diterima dikalangan
pasar terus hasilnya juga balik ke anaknya lagi.
Terus tanpa disuruh anaknya tuh udah minta ke kita
mau bikin apa kan setiap anak itu punya ininya
masing-masing misalnya dia lebih cenderung di the
couples si anak ini lebih cenderung dimana pasti
mereka sudah minta tanpa kita suruh sekarang.
10. Apa saja hambatan atau kendala-kendala yang
dihadapi dalam menjalankan program keterampilan
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Hambatannya sih kalau anak-anak tuh
biasanya moody ya kalau lagi ga mood ya ga bisa
tapi kalau lagi mood mau sampe jam 12 malam juga
kitakan biasanya suka dibawa ke atas tuh ke asrama
kalau ga disuruh tidur juga ga bakalan tidur.
Hambatannya juga kalau lagi pas berantem, tau
sendirikan walaupun mereka sama-sama diajarkan
bahasa isyarat miskomunikasi itu pasti ada
11. Bagaimana cara mengevaluasi warga bina sosial
(WBS) yang sudah menjalankan program
keterampilan?
Jawaban:Evaluasinya sih biasanya kita per 3 bulan
ya, per 3 bulan tuh kita ada raport anak-anak
diliatnya tuh dari presentasi kehadiran terus berapa
banyaknya mereka produksi hasil terus kita evaluasi
gini loh kemarin bulan ini kamu ada uang saving
terus kita bikinin uang tabungan yang bulan ini tuh
banyak yang bulan kemaren tuh turun biar jauh lebih
baik aja. Jadi per 3 bulan ini cuma diliatin aja buku
tabungannya, uangnya jadi mereka semintanya aja
gitu soalnya kalo nggak kita manage kaya gitu sehari
juga 50 ribu juga abis mereka mah hobi jajan ga jauh
beda sih sebenernya kaya kita ya mau jajan mah
jajan aja kaya pasar malem gitu adakan 2 minggu
70
sekali ya jajan beli kerudung beli apa namanya ada
uang kan.
12. Bagaimana tindak lanjut pada program keterampilan
yang sudah dijalankan?
Jawaban: Kalau itu sih biasanya pimpinan ya yang
ituin, cuman pastinya ada tapi saya belum tau sih
soalnya kan rungu wicara ini baru ya baru setahun
13. Apa harapan bapak/ibu terhadap warga bina sosial
(WBS) kedepannya dengan adanya program
keterampilan?
Jawaban: Kedepannya sih apa ya kaya mungkin
marketnya kali kita bisa perluas lagi gitu terus kita
bisa kaya kerjasama tuh nggak cuma ke industri
menengah ke bawah tapi kita nanti bisa menengah ke
atas, terus kaya penyaluran tenaga kerjanya tuh bisa
dipake gitu apa yang kita latih bisa kita salurkan
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Nyai
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 07 Nov 2018
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Sudah 3 tahun, sebelumnya saya banyak sih
pantinya pertama sih di psbg terus di psbl terus di
psaa terus di pstw di pindah-pindah karena ada
mutasi dari panti biar kenal semua bisa tau kerjaan
panti sini apa gitu.
2. Apa alasan bapak/ibu menjadi pendamping di
PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Yang pertama sih pengen gitu anak-
anaknya nanti bisa mandiri gitu kalo udah selesai
72
dari sini dipanti kan ga selamanya dia disini jadi
harus di luar gitu harus bisa mandiri lah buat dirinya
sendiri ga ngerepotin keluarganya
3. Bagaimana proses pelaksanaan program keterampilan
yang dilaksanakan PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Yang pertama sih telur bebek terus kita cuci
kita gosok sama apa sih yang kaya sabut cuci piring
itu setelah bersih kita bungkus sama abu abu nya
udah dicampur garem sama aer kita aduk terus
sampe rata udah kita bungkus prosesnya sih 15 hari,
wbs nya di arahin aja kita dampingin aja seperti kaya
tadi gitu gimana caranya nyuci yang bersih mereka
punya indranya indra peraba jadi di raba gimana
bersih terus cara bungkusinnya kira-kira aja dia di
peres dulu abu nya terus di tempelin ke telur nya
4. Produk apa saja yang dihasilkan dari program
keterampilan dalam melatih warga bina sosial
(WBS)?
Jawaban: Banyak sih tapi saya kan fokusnya
dipelatihan telur asin saja
5. Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan
warga bina sosial (WBS) dalam program
keterampilan?
Jawaban: Kita cuma di tukang soto aja saat ini paling
sama ada pegawai yang mau beli gitu, terkadang wbs
nya yang ngasih ke tukang soto kita yang anter dia
kan belum bisa kedepan karena kan kita harus pagi-
pagi nganter ke tukang soto nya sedangkan dia masih
ada kegiatan lain
6. Perubahan apa yang paling terlihat setelah warga bina
sosial (WBS) mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Tadinya kan dia dikamar aja suka pada
diem aja gitu ya tapi dia pada seneng pas disini bisa
ketawa-ketawa bisa ngobrol apa yang mereka tadi
abis belajar apa mereka cerita di sini jadi ngerasa
pada seneng aja
7. Bagaimana cara menggali potensi kreatifitas warga
bina sosial (WBS) pada program keterampilan?
Jawaban:Jadi tuh mereka kita ikutin semua
keterampilan terus yang mana mereka bisa fokus itu
74
yang kita ambil jadi semua mereka coba dulu belajar
semua nanti disitu keliatannya mereka tuh bisa nya di
apa kalo kita paksain juga kan ga mungkin paling
kita mah ngasih semangat
8. Bagaimana pendapat bapak/ ibu dengan adanya
program keterampilan bagi warga bina sosial (WBS)
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Menurut saya bagus sih karena kan telur
asin ini gampang mudah dipelajarinya terus kan
banyak masyarakat juga udah kenal namanya telur
asin tuh seperti apa jadi ya bagus aja
9. Apa indikator keberhasilan pada program
keterampilandi PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Kalo anak-anak ini kan keterbatasan ya
mba jadi belum 100% banget paling baru ada yang
50% paling yang mba nia itu dia udah hampir bagus
kita jadi tinggal ngedampingin aja dia udah ngerti
paling kalo misalkan bikin bahannya kaya abu
gosoknya itu
10. Apa saja hambatan atau kendala-kendala yang
dihadapi dalam menjalankan program keterampilan
di PSBNRW Cahaya Bathin?
Jawaban: Suka ada wbs yang sebenernya mereka mau
semua ya kalo bikin telur asin cuma terkadang mood
nya mereka kadang lagi pada ngambek atau ada
masalah apa kita kan ga tau hati nya mereka kadang
ya kaya gitu kita berusaha jangan ngambek gini-gini
gitu kan kasih pengertian. Paling kalo telurnya busuk
itu wajar sih
11. Bagaimana cara mengevaluasi warga bina sosial
(WBS) yang sudah menjalankan program
keterampilan?
Jawaban:Dilihat dari proses pembuatannya mba cara
dia menggosoknya bersih terus cara membungkusnya
dia udah bagus apa belum
12. Bagaimana tindak lanjut pada program keterampilan
yang sudah dijalankan?
Jawaban: Kalo saya sendiri sih belum ada kesana
soalnya kan ini masih fokus sama pelatihannya ini
76
juga kan baru masih pada magang wbs nya, kalo
yang saya ya tapi ga ngerti kalo yang udah dulu-dulu
ini yang baru dipegang sama saya
13. Apa harapan bapak/ibu terhadap warga bina sosial
(WBS) kedepannya dengan adanya program
keterampilan?
Jawaban: Ya itu tadi agar wbs itu jadi manusia yang
mandiri yang bermanfaat tidak ketergantungan sama
orang lain gitu
14. Kenapa Mba Nini dan Mas Budi tidak naik kelas
dalam pelatihan pijat? Lalu Mengapa diarahkan pada
pelatihan keterampilan?
Jawaban: di massage itu banyak teori dan tekniknya
jadi warga bina sosial harus mampu menghafal teori
dan teknik tersebut. Sedangkan mba nini dan mas
budi daya tangkap nya yang kurang jadi dikelas
massage atau pelatihan pijat bisa dibilang tidak naik
kelas dan ga bisa melanjutkan pelatihan massage ke
tahap yang lebih sulit. Yang ngarahin itu bagian
pembinaan, kan awalnya mereka diobservasi dulu.
Mereka belajar huruf braile, kalo ga bisa huruf
braille berarti ke program keterampilan, kalo
massage kan harus bisa huruf braile karna ada
bahasa inggris dan banyak teori nya. Terus dilihat
kemampuannya sehari-hari, mereka tetep ikut di
massage tapi cuma sekedar tau untuk menambah ilmu
dan lebih di fokuskan pada program keterampilan
15. Dalam klasifikasi tuna netra terdapat 3 kategori,
disabilitas netra yang ada disini termasuk ke dalam
kategori yang mana?
Jawaban: disini kebanyakan yang ringan, tapi
disabilias netra yang obser C itu kan double
keterbatasan ya dan termasuk total blind dan daya
tangkap nya juga kurang.
78
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Nini Tresa Mulyani
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 07 Nov 2018
B. Pertanyaan
10. Sudah berapa lama tinggal di PSBNRW Cahaya
Bathin?
Jawaban: Dari tahun 2006 masuk panti cengkareng
terus pindah ke sini tahun 2009
11. Apa saja kegiatan anda sebelum tinggal di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Dicengkareng ada pelatihan keset juga,
saya ikutnya kelas massage shiatsu
12. Kegiatan apa saja yang anda ikuti di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Disini ikutnya kelas keterampilan biasa
mijit biasa kalo massage kan ada kelas-kelasnya kalo
kita mah yang biasa aja laen-laen kelasnya kan, telor
asin keset sama mute juga
13. Apa alasan anda memilih program keterampilan?
Jawaban: Dari pertama mulai disini udah ikut bikin
telor asin, kalo keset udah dari cengkareng jadi
tinggal lanjutin
14. Sudah berapa lama saudara/i mengikuti program
keterampilan?
Jawaban: Dari pindah kesini tahun 2009 udah ikut
telor asin
15. Apakah proses belajar dalam program keterampilan
mudah dipahami?
Jawaban: Gampang bikinnya cuma dicuci telornya
terus dibungkus pake abu telor disimpen 15 hari terus
dicuci lagi abunya dicopot-copotin terus direbus
dikukus nanti udahnya dikirim ke tukang soto kalo itu
suka ada yang mesen kadang juga suka ada pameran,
80
kalo keset kan ada cetakannya dimasuk-masukin gitu
selang-seling kalo keset yang ngajarinnya pak idup
16. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah
mengikuti program keterampilan dengan sebelum
mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Jadi bisa bikin telor asin sama jajan juga
17. Penghasilan yang saudara/i perolehdari program
keterampilandigunakanuntukapasaja?
Jawaban: Nanti untuk kita jajan aja mie ayam atau
bakso, nanti kalo udah ada untungnya.
18. Apakah mau terus ikut program keterampilan atau
mau mencoba membuat keterampilan sendiri di
rumah?
Jawaban: ngga tau
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Wanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 16 Nov 2018
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama tinggal di PSBNRW Cahaya
Bathin?
Jawaban: Sekitar satu tahun
2. Apa saja kegiatan anda sebelum tinggal di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Dulu dari panti juga di psbkw kedoya,
kalau di sana bukan keterampilan tapi semacam tata
boga
3. Kegiatan apa saja yang anda ikuti di PSBNRW
Cahaya Bathin?
82
Jawaban: Ikut handycraft, bikin bros, salon juga tapi
baru belajar creambath sama totok wajah
4. Apa alasan anda memilih program keterampilan?
Jawaban: Seneng aja ada kegiatan disini
5. Sudah berapa lama saudara/i mengikuti program
keterampilan?
Jawaban: Dari awal masuk ikut keterampilan
6. Apakah proses belajar dalam program keterampilan
mudah dipahami?
Jawaban: Yang paling susah ngejahit soalnya kan di
meterin dulu terus di gunting-gunting juga
kebanyakan tahapannya, kalau yang gampang bikin
keset boneka sama keranjang yang dari kertas di
lipet-lipet itu
7. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah
mengikuti program keterampilan dengan sebelum
mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Jadi makin tau dan bisa bikin-bikin juga
8. Penghasilan yang saudara/i perolehdari program
keterampilandigunakanuntukapasaja?
Jawaban: Buat jajan sama buat beli baju anak saya
pokoknya kebutuhan anak karena anak saya kan ada
di panti bayi
9. Apakah mau terus ikut program keterampilan atau
mau mencoba membuat keterampilan sendiri di
rumah?
Jawaban: ngga tau kan masih belajar
84
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Nia Fitriati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 07 Nov 2018
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama tinggal di PSBNRW Cahaya
Bathin?
Jawaban: Udah 2 tahun dari 22 agustus 2016
2. Apa saja kegiatan anda sebelum tinggal di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Di rumah soalnya saya tunanetra udah
besar saya tunanetra dari kelas 2 SMA 17 tahun saya
penyakit step pas itu kejang-kejang namanya di
kampung kan jauh juga dari rumah sakit gitu mba
jadi pengobatan secara alternatif. Kesini taunya dari
alumni guru sini, tadinya kan saya sekolah di
samping gereja katedral 2 bulan terus di kenalin
disini, di sini nginep kalo di katedral seminggu sekali
cuman bisa mengenal baca tulis dan ngelancarinnya
di sini.
3. Kegiatan apa saja yang anda ikuti di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: “Kalau dirumah biasanya saya ga boleh
megang apapun, kaya nyapu ngepel aja ga boleh.
Tapi disini saya bisa ikut semua kegiatan, bikin mute
udah saya jualin, keset juga saya ikut, masak telur
asin juga ikut. Semua saya ikutin buat memacu
semangat gitu mba biar ga taku. Saya juga pernah
ikut pelatihan pijat massage 5 bulan tapi ternyata ada
gejala ganguan di otak cairan saya dan harus di
operasi 2 kali di RS Budi Asih, makanya saya pindah
ke pelatihan keterampilan. Soalnya perut saya udah
dibedah 2 kali karna kalo mijit kan butuh tenaga
untuk tekan-tekannya jadi guru disini juga ga ngijinin
takut kenapa-napa dan menyarankan untuk ikut ke
pelatihan keterampilan.”
86
4. Apa alasan anda memilih program keterampilan?
Jawaban: Karena maaf ya bukannya itu kalo saya
disini cuma makan aja kan engga enak jadi saya
harus punya keterampilan, baca tulis kan sembarian
aja gitu sambil malem kan namanya tunanetra
bukunya bisa ditaro dada biar bisa diraba-raba. Kalo
yang telor asin ada yang memacu buat harus bisa
terus biar mandiri juga.
5. Sudah berapa lama saudara/i mengikuti program
keterampilan?
Jawaban: Awalnya kan ikut massage 5 bulan karena
operasi itu saya kan ngga boleh lagi jadi saya ikut
telor asin dan mute sampai sekarang
6. Apakah proses belajar dalam program keterampilan
mudah dipahami?
Jawaban: Pertamanya susah pas keset dulu ya agak
kusut kata instrukturnya ini bukan kaya gini ini
kelibet pelan-pelan pas nyampe jadi satu bahagia
banget telur juga pernah pecah terus kaget pas
ngegosoknya kekerasan atau keituan tapi sekarang
udah lancar, saya juga jual beli sama kaka saya
temen-temen saya
7. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah
mengikuti program keterampilan dengan sebelum
mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Pas idul adha kemaren ya mba saya bawa
10 butir saya kasih kekeluarga saya semua makan
bukannya makan seneng malah netesin air mata
merasa bangga nia yang dulu ngelamun dulukan saya
depresi banget mba ditinggal bapak ibu jadi ga punya
harapan untuk hidup buat apa sih tunanetra kaya gini
mending nyemplung kesumur mending mati tapi pas
disini hidup tuh lebih berwarna, kalo dulu ga punya
pikiran mau hidup saya nya mau mati tapi saya
punya iman.Alhamdulillah disini ada yang marah ada
yang sayang ada yang macem2 lah jadi buat memacu
saya disini ada tangis ada tawa kalo disini kan ada
temen kalo dirumah kan engga ada. Kalo di Cilegon
saya doangkan tunanetra yang masih muda jadi
penuh hinaan penuh cibiran tapi pas saya dari sini
88
saya bawa tongkat mau cibir mau apa bodo amat jadi
pas saya lewat permisi bawa tongkat ada motor inget
aja itu ada motor jadi tongkatnya itu nusuk keroda
nya bukannya saya yang dimarahin malahan yang
bawa motor itu yang dimarahin gimana sih jalannya
kalo saya ga bawa tongkat pasti saya yang kena
marah jadi kemana-mana bawa tongkat apalagi
untuk ngejaga kepala saya saya kan udah dua kali
operasi ada banyak bekas sesar gitu mba diperut
sama di kepala.
8. Penghasilan yang saudara/i perolehdari program
keterampilandigunakanuntukapasaja?
Jawaban: Uangnya buat beli mute saya udah 2 bulan
ini ga minta uang dikasih sama kaka juga saya nya
ga mau
9. Apakah mau terus ikut program keterampilan atau
mau mencoba membuat keterampilan sendiri di
rumah?
Jawaban: Kalo udah keluar Insya Allah mau bikin di
rumah, soalnya kan di Cilegon kan banyak abu di
buang sia-sia kalo disinikan padahal butuh banget
abu aja disini beli mba kalo disana malah di buang
jadi disanakan ada pabrik batu bata membutuhkan
kulit padi dibakar udah dibakar dibuang abunya
kalau disini kan dijualbelikan. Trus garem juga
disana deket sama laut cuma tinggal beli telor nya
doang kata mba nyai juga tinggal ngeliat busuk
tidaknya jadi memerlukan orang awas kalo saya buat
sih bisa cuman untuk ngeliat telor nya itu busuk apa
engga nya memerlukan orang awas jadi harus
disenter gitu mba.
90
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Budi Priyono
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Wawancara : 07 Nov 2018
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama tinggal di PSBNRW Cahaya
Bathin?
Jawaban: Udah lama ga tau ga inget dulu kan disini
terus di oper ke cengkareng terus kesini lagi, dulu
kan disini khusus buat yang sekolah jadi dipindah ke
cengkareng tapi cengkareng udah di tutup jadi kesini
lagi digabung nya 2010
2. Apa saja kegiatan anda sebelum tinggal di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Di cengkareng sama ada mijitnya tapi ga
sekolah
3. Kegiatan apa saja yang anda ikuti di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban:Kalo disini ADL sama belajar agama sama
massage tapi ga bisa lulus-lulus di massage terus,
mute sekarang ikut keset dulu juga ikut tapi sekarang
kebanyakan yang rungu
4. Apa alasan anda memilih program keterampilan?
Jawaban: Mau ikut karna tadinya kan ga ada
kegiatan kalo siang terus ditawarin bikin telor asin
5. Sudah berapa lama saudara/i mengikuti program
keterampilan?
Jawaban: Ikut telor asin udah semenjak datengnya
pak yoyo dari 2014 atau 2015
6. Apakah proses belajar dalam program keterampilan
mudah dipahami?
Jawaban: Bikin mute gampang-gampang susah susah
nyari lobangnya, kalo telor asin gampang tapi
tadinya ga bisa tadinya pan belum tau caranya dulu
pertama dicoba pakai kertas dulukan itunya pak yoyo
92
kertas di sobek-sobek di campur garem tapi banyak
yang busuk terus di ganti mba nur di ganti sama abu
kalau bikin telor asin sama kaya bikin tape
7. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah
mengikuti program keterampilan dengan sebelum
mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Sebelum bikin telor asin kan keset dulu, jadi
bisa bikin telor asin sendiri entar kalau udah ga
disini
8. Penghasilan yang saudara/i peroleh dari program
keterampilan digunakan untuk apa saja?
Jawaban: Suka buat beli bakso buat beli yang di mau
dapet uang nya kalo lagi ada lebihnya aja soalnya
kan muter lagi
9. Apakah mau terus ikut program keterampilan atau
mau mencoba membuat keterampilan sendiri di
rumah?
Jawaban: Bisa bikin telor asin sendiri entar kalo udah
nggak disini pengen buka usaha sendiri bertiga sama
saudara saya
Transkip Wawancara
Peran PSBNRW Cahaya Bathin dalam pemberdayaan
kelompok disabilitas Cawang Jakarta Timur
A. Identitas
Nama : Annisa
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Wawancara : 16 Nov 2018
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama tinggal di PSBNRW Cahaya
Bathin?
Jawaban: Tinggal disini udah satu tahun
2. Apa saja kegiatan anda sebelum tinggal di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Di rumah aja beberes rumah nyapu ngepel
ngelap kaca
3. Kegiatan apa saja yang anda ikuti di PSBNRW
Cahaya Bathin?
Jawaban: Kegiatannya baca teori kaya abc biar bisa
baca, terus ikut bikin bros mute keset terus juga bikin
94
boneka-boneka kecil gitu terus the copes ada juga
kain yang diket terus yang diwarnain gitu yang baru
sih ikut jait baru 4 kali pertemuan dan masak bikin
bakso
4. Apa alasan anda memilih program keterampilan?
Jawaban: Biar bisa bikin baju jadi ikut ngejait dan
dapat uang juga
5. Sudah berapa lama saudara/i mengikuti program
keterampilan?
Jawaban: Dari awal masuk udah ikut
6. Apakah proses belajar dalam program keterampilan
mudah dipahami?
Jawaban: Pertama nya emang susah tapi belajar-
belajar terus jadi gampang
7. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah
mengikuti program keterampilan dengan sebelum
mengikuti program keterampilan?
Jawaban: Seneng banget jadi bisa jahit dan bikin
keterampilan
8. Penghasilan yang saudara/i peroleh dari program
keterampilan digunakan untuk apa saja?
Jawaban: Untuk jajan sama ditabung buat beli baju
lebaran
9. Apakah mau terus ikut program keterampilan atau
mau mencoba membuat keterampilan sendiri di
rumah?
Jawaban: belum semua nya bisa