perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI
(Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)
Skripsi
FITRIA MAHMUDAH I 0307045
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI
(Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)
Skripsi Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
FITRIA MAHMUDAH I 0307045
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda
tangan dibawah ini:
Nama : Fitria Mahmudah
NIM : I 0307045
Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan
Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya
susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika
terbukti Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dari
karya orang lain maka Tugas Akhir yang saya susun dapat dinyatakan batal dan
gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila di
kemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup menanggung
segala konsekuensinya.
Surakarta, 15 Juni 2011
Fitria Mahmudah I 0307045
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda
tangan dibawah ini:
Nama : Fitria Mahmudah
NIM : I 0307045
Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan
Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat
lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan
Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian
dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk
publikasi dari prooceding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat
nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian
dari publikasi karya ilmiah.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
Surakarta, 15 Juni 2011
Fitria Mahmudah I 0307045
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita yang mengajarkan kebenaran
dan kebaikan.
Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan
hati dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Kusno Adi Sambowo, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Pembantu Dekan
I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik
Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Irwan Iftadi, ST, M.Eng. dan Ibu Rahmaniyah Dwi Astuti, S.T.,
M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberikan
pengarahan, bimbingan, dan perbaikan selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Fakhrina Fahma, STP, M.T. dan Bapak Yusuf Priyandari, S.T., M.T.
selaku dosen penguji yang berkenan memberikan saran dan perbaikan
terhadap skripsi ini.
5. Ibu Bapak tercinta dan kedua adikku tersayang, terima kasih atas setiap
doa yang terucap, kasih sayang yang tercurah, dan dukungan yang
melimpah selama ini.
6. Para staff dan karyawan Jurusan Teknik Industri, atas segala kesabaran
dan pengertiannya dalam memberikan bantuan dan fasilitas demi
kelancaran penyelesaian skripsi ini.
7. Yunedi Ariyanto, seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Terima
kasih atas waktu, nasihat, kasih sayang, semangat, perhatian, dan
dukungannya selama ini.
8. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2007 Reguler dan
Nonreguler yang telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
studi Strata 1. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dalam ikatan
ukhuwah yang indah.
9. Teman-teman Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi,
terima kasih atas kebersamaannya selama ini.
10. Teman-teman kos Tsabita atas kebersamaan dan dukungannya selama
ini
11. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas
segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan tugas
akhir ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa
maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis
menerima segala saran dan kritik yang membangun.
Surakarta, 15 Juni 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Fitria Mahmudah, NIM: I0307045, PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus : UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Juni 2011.
Saat ini, aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani dilakukan tanpa menggunakan alat bantu dengan cara pekerja memanggul pupuk seberat 50 kilogram dalam posisi punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Rata-rata beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja sebanyak empat ton per hari, sehingga pekerja bongkar pupuk harus mengulangi aktivitas pengangkatan dan pengangkutan pupuk sebanyak 80 kali setiap hari. Kegiatan yang berulang dengan beban angkut yang berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan kerja dan keluhan musculoskeletal.
Berdasarkan permasalahan yang timbul, perlu adanya perbaikan aktivitas bongkar pupuk dengan merancang alat bantu yang bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. Tahapan dalam perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk ini terdiri dari penjabaran kebutuhan peracangan, pengembangan ide perancangan yang dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode Cross (metode rasional), penentuan dimensi alat bantu berdasarkan anthropometri, penentuan spesifikasi perancangan, perhitungan mekanika teknik, dan validasi rancangan alat bantu yang dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja metode RULA dan penilaian beban kerja fisik pekerja.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah rancangan lift table sebagai alat bantu untuk mempermudah aktivitas bongkar pupuk yang mampu menurunkan level resiko postur kerja, yaitu terjadi penurunan skor akhir RULA. Sebelum perancangan alat bantu, keempat fase gerakan bongkar pupuk memiliki skor akhir RULA sebesar 7 yang berarti memiliki level resiko tinggi, sedangkan skor akhir RULA setelah perancangan adalah 3 untuk fase gerakan pertama sampai ketiga dan 4 untuk fase gerakan keempat yang berarti memiliki level resiko kecil atau aman. Selain itu, penggunaan lift table pada proses bongkar pupuk mampu menurunkan beban kerja fisik pekerja, yaitu terjadi penurunan rata-rata konsumsi energi pekerja dari sebesar 5.43 kkal/menit sebelum perancangan menjadi 4.60 kkal/menit setelah perancangan. Kata Kunci: aktivitas bongkar pupuk, postur kerja, beban kerja fisik, lift table xxi + 107 halaman; 34 tabel; 38 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 (1980-2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Fitria Mahmudah, NIM: I0307045, TOOL DESIGN OF FERTILIZER UNLOADING ACTIVITY BASED ON ERGONOMIC STUDY (Case Study: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, June 2011.
Nowadays, fertilizer unloading activitiy at UD. Karya Tani done without using tools by workers carrying heavy as 50 kilograms of fertilizer in a position backs bent, arms pulled back, and neck flexion with the transport distance of approximately seven meters. Average load which imposed on single worker as much as four tons per day, so every worker has to repeat the fertilizer unloading activity as much as 80 times every day. Repetitive lifting with heavy load potentially causes fatigue and musculoskeletal disorders.
Based on the problems that arise, necessary to improve fertilizer unloading activity by designing a tool which aims to improve working posture and reduce physical workload of workers. Stages in the tool design of fertilizer unloading activity consists of identifying needs, ideas developments was organized by adopting and modifying Cross method (“rasional method”), determination dimensions of a tool based on anthropometry, determination of design specification, engineering mechanics calculation, and design tool validation which done in two ways, namely evaluation the risk level of of working posture by RULA method and physical workload assessment.
The output of this research is lift a table as a tool to facilitate fertilizer unloading activity which can lower the risk level of the working posture, that is happen decreasing final score RULA. Before design tool, the final score of four phases fertilizer unloading activity is 7, which means having a high risk level, while the final score RULA after design is 3 for the first until the third phase of fertilizer unloading activity and 4 for the fourth phase of fertilizer unloading activity, which means having a small level of risk or safe. In addition, using lift table in fertilizer unloading activity can reduce the physical load of workers, namely a decline in average energy consumption of the workers at 5:43 kcal / min before the design becomes 4.60 kcal / min after design.
Key words: fertilizer unloading activity, working posture, physical workload, lift table
xxi + 107 pages; 34 tables; 38 figures; 5 appendixes; Bibliography: 15 (1980-2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR VALIDASI iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH v
KATA PENGANTAR vi
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Batasan Masalah
1.6 Asumsi – Asumsi
1.7 Sistematika Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Perusahaan
2.1.1 Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani
2.2 Pengertian Ergonomi
2.3 Manual Material Handling
2.3.1 Rekomendasi Beban yang Boleh Diangkat
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material
Handling
2.3.3 Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling
2.3.4 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling
I - 1
I - 1
I - 3
I - 4
I - 4
I - 4
I - 4
I - 5
II - 1
II - 1
II - 1
II - 2
II - 3
II - 4
II - 6
II - 7
II - 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB III
2.4 Antropometri
2.4.1 Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia
2.4.2 Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya
2.4.3 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan
Produk
2.4.4 Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam
Penetapan Data Anthropometri
2.5 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
2.6 Penilaian Beban Kerja Fisik
2.7 Perancangan Dengan Metode Rasional
2.7.1 Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives)
2.7.2 Penetapan Fungsi (Establishing Function)
2.7.3 Spesifiksi Kinerja (Performance Specification)
2.8 Mekanika Konstruksi
2.8.1 Statika
2.8.2 Gaya
2.8.2 Kekuatan Material
2.9 Penelitian Sebelumnya
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Identifikasi Awal
3.1.1 Observasi Lapangan
3.1.2 Studi Pustaka
3.1.3 Wawancara
3.1.4 Dokumentasi Postur Kerja Awal
3.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal
3.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal
3.3.1 Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung
3.3.2 Perhitungan Denyut Jantung
3.3.3 Perhitungan Konsumsi Energi
3.4 Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
3.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan
3.4.2 Data Anthropometri Pekerja
II - 8
II - 9
II - 10
II - 11
II - 14
II - 15
II - 21
II - 24
II - 24
II - 25
II - 25
II - 25
II - 25
II - 27
II - 29
II - 30
III - 1
III - 2
III - 2
III - 2
III - 3
III - 3
III - 3
III - 4
III - 4
III - 4
III - 4
III - 4
III - 5
III - 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB IV
BAB V
3.4.3 Perhitungan Persentil
3.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan
3.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik
3.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
3.5.1 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah
Perancangan
3.5.2 Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan
3.6 Analisis dan Interpretasi Hasil
3.7 Kesimpulan dan Saran
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Identifikasi Awal
4.1.1 Data Kualitatif
4.1.2 Dokumentasi Postur Kerja Awal
4.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal dengan Metode
RULA
4.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal
4.3.1 Perhitungan Denyut Jantung
4.3.2 Perhitungan Konsumsi Energi
4.4 Tahap Perancangan
4.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan
4.4.2 Penentuan dan Pengumpulan Data Dimensi
Anthropometri
4.4.3 Perhitungan Persentil
4.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan
4.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik
4.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
4.5.1 Penilaian Level Resiko Metode RULA Setelah
Perancangan
4.5.2 Perhitungan Konsumsi Energi Setelah Perncangan
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Kondisi Awal
5.2 Analisis Rancangan Lift Table
III - 6
III - 7
III - 8
III - 8
III - 9
III - 9
III - 9
III - 9
IV - 1
IV - 1
IV - 1
IV - 3
IV - 4
IV - 17
IV - 17
IV - 18
IV - 19
IV - 19
IV - 25
IV - 26
IV - 27
IV - 34
IV - 48
IV - 48
IV - 52
V - 1
V - 1
V - 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB VI
5.2.1 Analisis Penentuan Dimensi Rancangan Lift Table
5.2.2 Analisis Mekanika Teknik
5.3 Analisis Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah
Perancangan
5.4 Analisis Penggunaan Lift Table Hasil Rancangan di UD.
Karya Tani
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
V - 3
V - 4
V - 5
V - 7
VI - 1
VI - 1
VI - 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Tabel 2.11
Tabel 2.12
Tabel 2.13
Tabel 2.14
Tabel 2.15
Tabel 2.16
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas
Angkatnya
Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya
Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi
Normal
Skor Bagian Upper Arm
Skor Bagian Lower Arm
Skor Bagian Wrist
Skor Grup A
Skor Bagian Neck
Skor Bagian Trunk
Skor Bagian Legs
Skor Grup B
Tabel RULA Skor C
Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C
Klasifikasi Beban Kerja Fisik
Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa
Geometri Melintang Material
Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa
Geometri Melintang Material (Lanjutan)
Atribut Kegiatan Manual Material Handling
Rekapitulasi Keluhan Pekerja pada Aktivitas Bongkar
Pupuk
Rekapitulasi Keinginan Pekerja
Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar
Pupuk
Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar
Pupuk (Lanjutan)
Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1
Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1
II-4
II-5
II-15
II-16
II-17
II-17
II-18
II-18
II-19
II-19
II-19
II-21
II-21
II-22
II-29
II-29
IV-1
IV-2
IV-2
IV-3
IV-4
IV-6
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel 4.15
Tabel 4.16
Tabel 4.17
Tabel 4.18
Tabel 4.19
Tabel 4.20
Tabel 4.21
Tabel 4.22
Tabel 4.23
Tabel 4.24
Tabel 4.25
Tabel 4.26
Tabel 4.27
Tabel 4.28
Tabel 4.29
Tabel 4.30
Tabel 4.31
Tabel 4.32
Tabel 4.33
Tabel 4.34
Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1
Skor Grup A untuk Fase Gerakan 2
Skor Grup B untuk Fase Gerakan 2
Skor Grup C untuk Fase Gerakan 2
Skor Grup A untuk Fase Gerakan 3
Skor Grup B untuk Fase Gerakan 3
Skor Grup C untuk Fase Gerakan 3
Skor Grup A untuk Fase Gerakan 4
Skor Grup B untuk Fase Gerakan 4
Skor Grup C untuk Fase Gerakan 4
Level Resiko Tiap–Tiap Fase Gerakan
Rekapitulasi Pengumpulan Data Kecepatan Denyut
Jantung
Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk
Ringkasan Keluhan Pekerja dan Penyebabnya
Penjabaran Kebutuhan Perancangan
Spesifikasi Kinerja Perancangan Lift Table
Fungsi Dimensi Anthropometri
Fungsi Dimensi Anthropometri (Lanjutan)
Rekapitulasi Data Anthropometri Pekerja
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data
Anthropometri
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Lift Table
Level Resiko Tiap Fase Gerakan Bongkar Pupuk Setelah
Perancangan
Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan
Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan
Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan
Rekapitulasi Data Kecepatan Denyut Jantung Setelah
Perancangan
Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Setelah
Perancangan
IV-7
IV-9
IV-10
IV-10
IV-12
IV-13
IV-13
IV-15
IV-16
IV-16
IV-17
IV-17
IV-18
IV-20
IV-20
IV-25
IV-25
IV-26
IV-26
IV-26
IV-30
IV-49
IV-50
IV-51
IV-52
IV-52
IV-53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 2.15
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Anthropometri untuk Perancangan produk atau Fasilitas
Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% Populasi
Postur Tubuh Bagian Upper Arm
Postur Tubuh Bagian Lower Arm
Postur Tubuh Bagian Wrist
Postur Tubuh Bagian Neck
Postur Tubuh Bagian Trunk
Sistem Penilaian RULA
Tumpuan Rol
Tumpuan Sendi
Tumpuan Jepit
Sketsa Prinsip Statika Keseimbangan
Sketsa Shearing Force Diagram
Sketsa Normal Force
Sketsa Momen Bending
Metodologi Penelitian
Sudut Postur Kerja Saat Menempatkan Beban ke
Punggung
Sudut Postur Kerja Saat Memindahkan Tumpuan Beban
dari Bak Truk ke Punggung
Sudut Postur Kerja Saat Mengangkut Beban Berjalan
Menuju Gudang
Sudut Postur Kerja Saat Melepaskan Beban dari
Punggung
Penjelasan Tujuan Perancangan
Fungsi Umum Perancangan
Sub Fungsi Pengaturan Pegangan Lift Table
Sub Fungsi Pengaturan Ukuran Landasan Lift Table
Sub Fungsi Kekuatan Landasan Penopang Beban
Sub Fungsi Akses Kemudahan Penggunaan Lift Table
II-12
II-14
II-16
II-17
II-17
II-18
II-19
II-20
II-26
II-26
II-27
II-28
II-28
II-28
II-29
III-1
IV-5
IV-8
IV-11
IV-14
IV-21
IV-22
IV-22
IV-23
IV-23
IV-24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 4.18
Gambar 4.19
Gambar 4.20
Gambar 4.21
Gambar 4.22
Gambar 4.23
Gambar 4.24
Gambar 4.25
Gambar 4.26
Gambar 4.27
Gambar 4.28
Gambar 4.29
Gambar 4.30
Gambar 4.31
Gambar 4.32
Gambar 4.33
Gambar 4.34
Gambar 4.35
Gambar 4.36
Gambar 4.37
Gambar 4.38
Sub Fungsi Jumlah Pemberian Roda pada Lift Table
Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table
Posisi Normal
Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table
dengan Adjustment Ketinggian
Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Atas
Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Samping
Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Depan
Gambar 3D Rangka Atas
Gambar 2D Rangka Atas Tampak Atas
Gambar 2D Rangka Atas Tampak Samping
Gambar Diagram Benda Bebas Rangka Atas
Penampang Melintang Profil Rangka Atas
Gambar 3D Batang Penopang Sisi Kiri
Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kiri
Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 350
Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 900
Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kiri 900
Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kiri 900
Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kanan
Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 350
Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 900
Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kanan 900
Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kanan 900
Penampang Pipa Rangka Tengah Lift Table
Gambar 3D Rangka Bawah
Gambar 2D Rangka Bawah Tampak Atas
Diagram Benda Bebas Rangka Bawah
Penampang Melintng Besi Profil Rangka Bawah
Sudut postur Kerja Peletakkan Pupuk Pada Lift Table
Posisi Normal
IV-24
IV-32
IV-33
IV-33
IV-33
IV-34
IV-34
IV-35
IV-35
IV-36
IV-37
IV-38
IV-38
IV-39
IV-39
IV-41
IV-41
IV-41
IV-42
IV-42
IV-44
IV-44
IV-44
IV-45
IV-46
IV-46
IV-48
IV-49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1
Lampiran 1.2
Lampiran 1.3
Lampiran 2.1
Lampiran 2.2
Data Pekerja
Daftar Pertanyaan Studi Lapangan
Perhitungan RULA Setelah Perancangan
Karakteristik Baja Konstruksi Umum Menurut
DIN 17100
Batas Tegangan Baja yang Diperkenankan
L - 2
L - 2
L - 3
L - 8
L - 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah yang
akan diangkat, tujuan, dan manfaat dari penelitian. Selanjutnya diuraikan
mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam membahas
permasalahan, dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian ini.
1.1 Latar Belakang
Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan terutama pada
kegiatan penanganan material secara manual. Pemilihan manusia sebagai tenaga
kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab,
penanganan material secara manual memiliki suatu keuntungan, yaitu fleksibel
dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang
terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan. Namun, pemindahan material secara
manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan
dalam industri yang dikenal sebagai “over exertion-lifting and carrying”, yaitu
kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh beban angkat yang berlebihan
(Nurmianto, 2005).
Pencegahan timbulnya kecelakaan industri tidak lepas dari peran ergonomi,
karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja dalam rangka efektivitas
dan efisiensi kerja (Bridger, 1995). Ergonomi merupakan suatu ilmu yang
berusaha untuk menyerasikan alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan bekerja secara ergonomis maka
diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, terhindar dari kelelahan otot, mengurangi
gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi
sekecil-kecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya (Sudjana, 2006). Salah satu
contoh kegiatan yang perlu dilakukan secara ergonomis untuk mencegah potensi
terjadinya kecelakaan kerja adalah proses pemindahan pupuk.
UD. Karya Tani adalah pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri
dan Kujang untuk lima kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden,
Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk,
UD. Karya Tani memiliki bidang usaha penjualan benih dan obat-obatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
pertanian. Jumlah pekerja yang dimiliki UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang
memiliki tugas melakukan pengangkatan serta pengangkutan pupuk.
Kegiatan utama yang dilakukan di UD. Karya Tani ada dua, yaitu kegiatan
bongkar dan muat pupuk. Kegiatan bongkar pupuk adalah kegiatan penurunan
pupuk dari truk menuju gudang UD. Karya Tani yang dilakukan ketika pihak
distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani, sedangkan kegiatan
muat adalah pendistribusian pupuk dari gudang UD. Karya Tani ke tujuh
kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan.
Akan tetapi, penelitian ini hanya difokuskan pada satu kegiatan, yaitu kegiatan
bongkar pupuk. Kegiatan bongkar pupuk di UD. Karya Tani masih dilakukan
secara manual dengan cara memanggul pupuk seberat 50 kg dalam posisi
punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan
jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Kegiatan bongkar pupuk dilakukan
hampir setiap hari di musim tanam padi oleh tiga orang pekerja dengan kuantitas
bongkar pupuk per harinya rata-rata sebanyak 12 ton pupuk. Apabila rata-rata per
hari kegiatan bongkar pupuk sebanyak 12 ton, maka beban angkat yang dikenakan
pada satu orang pekerja adalah empat ton dengan frekuensi 80 kali pengangkatan
per hari.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui teknik wawancara kepada
tiga pekerja didapatkan informasi mengenai keluhan fisik yang dialami pekerja
bongkar pupuk. Para pekerja sering mengalami keluhan nyeri pada leher bagian
atas dan bawah, bahu, lengan, pinggang, dan punggung. Hasil wawancara tersebut
mengindikasikan bahwa kemungkinan besar pekerja mengalami keluhan
musculoskeletal pada tubuh bagian atas yang disebabkan sikap dan kondisi kerja
yang kurang ergonomis. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-
bagian otot skeletal yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung,
pinggang, dan otot-otot bagian bawah mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu
yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligamen, dan tendon yang disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau
cidera pada sistem musculoskeletal (Chaffin, et.al, 1984).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
Berdasarkan daerah keluhan musculoskeletal yang dialami pekerja, maka
analisis postur kerja yang digunakan adalah metode RULA (Rapid Upper Limb
Assessment). RULA merupakan suatu metode penilaian postur kerja untuk
menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas (McAtamney and
Corlett, 1993). Metode ini dipilih karena menyediakan sebuah perhitungan tingkat
beban musculoskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang memiliki resiko pada
bagian tubuh dari perut, pinggang hingga leher atau anggota badan bagian atas.
Perhitungan skor akhir metode RULA menunjukkan bahwa postur kerja saat
melakukan aktivitas pengangkatan pupuk dari bak truk, mengangkut pupuk
berjalan menuju gudang, dan meletakkan pupuk di gudang termasuk dalam level
resiko tinggi dengan skor RULA masing-masing sebesar tujuh sehingga
diperlukan tindakan sekarang juga (mendesak) untuk memperbaiki postur kerja.
Ditinjau dari beban kerja, aktivitas bongkar pupuk termasuk dalam kategori
faktor resiko high force dan high repetition yang akan meningkatkan resiko
keluhan rasa nyeri pada tulang belakang (MFL Occupational Health Centre,
2003). Hal tersebut disebabkan aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani
mengharuskan pekerja mengangkat dan mengangkut beban yang berat secara
berulang-ulang menggunakan anggota badan atau kelompok otot yang sama. M.G.
Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa kelelahan kerja
akibat dari repetitive lifting dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau
Repetitive Strain Injuries.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perancangan alat
bantu aktivitas bongkar pupuk sehingga mampu mengurangi penggunaan tenaga
yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan dan memperbaiki postur kerja.
Perancangan alat bantu ini menggunakan prinsip ergonomi, yaitu melalui
pendekatan anthropometri pekerja yang diawali dengan melakukan analisis postur
kerja dengan menggunakan metode RULA.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
pokok permasalahan dari tugas akhir ini, yaitu “Bagaimana merancang alat bantu
aktivitas bongkar pupuk dengan pendekatan anthropometri sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja di UD. Karya
Tani?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tugas akhir ini adalah
menghasilkan rancangan alat bantu bongkar pupuk yang sesuai dengan
anthropometri pekerja untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban
kerja fisik pekerja.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan
pekerjaan bongkar pupuk.
2. Melakukan perbaikan postur kerja pekerja bongkar pupuk yang salah
sehingga mengurangi tingkat keluhan cidera musculoskeletal pada pekerja
bidang bongkar muat pupuk UD. Karya Tani.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah pengamatan hanya dilakukan
pada proses bongkar pupuk yang menggunakan teknik pengangkutan pupuk
dengan cara memanggul pupuk di punggung.
1.6 Asumsi - Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode kerja bongkar pupuk UD. Karya Tani tidak mengalami perubahan
selama penelitian.
2. Ketinggian penataan pupuk di gudang UD. Karya Tani tidak melebihi rata-
rata tinggi bahu pekerja (131.4 cm).
3. Alat bantu hasil rancangan maksimal mampu menahan beban sebesar 100
kilogram.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
1.7 Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir ini merupakan dokumentasi pelaksanaan dan hasil
penelitian, adapun sistematika laporan tugas akhir sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam
penyelesaian masalah dan terkait langsung dengan metode penelitian
yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Pencarian
sumber informasi tersebut diperoleh dari beberapa referensi baik buku,
jurnal penelitian, sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian
terdahulu.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi langkah-langkah terstruktur dan sistematis yang
dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah tersebut disajikan dalam
bentuk diagram alir yang disertai dengan penjelasan singkat.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi data-data atau informasi yang diperlukan dalam
menganalisis permasalahan yang ada serta pengolahan data berdasarkan
metode yang telah ditentukan.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil dari pengumpulan dan
pengolahan data.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengolahan data dengan
memperhatikan tujuan yang dicapai dari penelitian dan kemudian
memberikan saran perbaikan yang dilakukan untuk penelitian
selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses bongkar muat pupuk. Selain itu,
bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian
sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisis
permasalahan yang ada.
2.1 Gambaran Umum Perusahaaan
UD. Karya Tani merupakan usaha dagang milik perorangan yang bergerak
sebagai pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri dan Kujang untuk lima
kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi,
dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk, UD. Karya Tani memiliki
bidang usaha penjualan benih dan obat-obatan pertanian. Usaha dagang ini
berlokasi di Desa Keden, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Pemilik usaha dagang ini bernama Bapak Mardi. Jumlah pekerja yang dimiliki
UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang memiliki tugas utama melakukan
pengangkatan serta pengangkutan pupuk pada aktivitas bongkar muat pupuk.
2.1.1 Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani
Proses bongkar muat pupuk di UD. Karya Tani dapat dirinci menjadi dua
kegiatan, yaitu pertama kegiatan bongkar atau penurunan pupuk dari truk menuju
gudang UD. Karya Tani. Kegiatan bongkar pupuk ini dilakukan ketika pihak
distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani dengan rata-rata
frekuensi pengiriman tiga kali dalam seminggu dengan kuantitas tiap pengiriman
25 ton pupuk. Kedua, kegiatan muat atau pendistribusian pupuk dari gudang UD.
Karya Tani kepada tujuh kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo,
Temuwangi, dan Jetis Wetan dengan bagian masing-masing kelompok tani
sebanyak 10 ton per minggu. Pupuk dikemas dalam karung plastik, berat per
karungnya adalah 50 kilogram. Bongkar muat pupuk ini dilakukan secara manual,
yaitu dengan cara dipanggul dengan jarak kurang lebih tujuh meter. Kegiatan
bongkar per minggunya rata-rata sebanyak 75 ton pupuk dan kegiatan muat pupuk
per minggunya sebanyak 70 ton pupuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
2.2 Pengertian Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti “kerja” dan
nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi
tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau
perancangan (Nurmianto, 2005). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang
sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, dan
keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup
dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 2006).
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004), yaitu:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna, dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat
perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja
ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai
manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang
benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut sehingga efektivitas fungsionalnya
meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan kepuasan
dapat terpelihara. Terlihat di sini bahwa ergonomi memiliki dua aspek sebagai
contoh, yaitu: efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan
manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut, pendekatan
ergonomi merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang
manusia secara sistematis dalam perancangan sistem-sistem manusia benda,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
manusia fasilitas, dan manusia lingkungan. Dengan kata lain, ergonomi adalah
suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan objek-objek
fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari.
Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat
bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu :
1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju
tujuan bersama.
Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu
menghasilkan suatu mesin yang baik pula, apabila sebelumnya tidak dirancang
untuk berinteraksi antara satu sama lainnya. Demikian pula pada manusia
sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara
efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
2.3 Manual Material Handling
Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas
pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang
menggunakan manusia sebagai sumber tenaga. Selama ini pengertian MMH
hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan
vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut di atas,
masih ada kegiatan pushing dan pulling di dalam kegiatan MMH. Kegiatan
MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di dalam industri (Suhardi, 2008),
yaitu:
1. Kegiatan pengangkatan benda (lifting task)
2. Kegiatan pengantaran benda (caryying task)
3. Kegiatan mendorong benda (pushing task)
4. Kegiatan menarik benda (pulling task)
Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan
penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual
memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :
1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban
pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin.
3. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat.
2.3.1 Rekomendasi Batas Beban yang Boleh Diangkat
Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat
maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Berikut ini dijelaskan
beberapa batasan angkat secara legal dari berbagai negara bagian benua
Australia yang dipakai untuk industri. Batasan angkat ini dipakai sebagai
batasan angkat secara internasional (Nurmianto, 2005). Batasan angkat tersebut,
yaitu:
1. Batasan angkat secara legal (legal limitations)
a. Pria di bawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 14 kg.
b. Pria usia 16-18 tahun, maksimum angkat 18 kg.
c. Pria usia lebih dari 18 tahun, tidak ada batasan angkat.
d. Wanita usia 16-18 tahun, maksimum angkat 11 kg.
e. Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat 16 kg.
Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu
pada tulang belakang. Di samping itu, akan mengurangi ketidaknyamanan kerja
pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat.
Komisi keselamatan dan kesehatan kerja di Inggris, pada tahun 1982
juga telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan cara pengangkatan
material atau benda kerja yang ditunjukkan Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas Angkatnya Batasan Angkat (Kg) Tindakan
Di bawah 16 Tidak ada tindakan khusus yang perlu diadakan. 16 - 34 Prosedur administratif dibutuhkan untuk mengidentifikasi
ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa menanggung resiko yang berbahaya kecuali dengan perantaraan alat bantu tertentu.
34 - 55 Sebaiknya operator yang terpilih dan terlatih. Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih. Harus di bawah pengawasan supervisor (penyelia).
Di atas 55 Harus memakai peralatan mekanis. Operator yang terlatih dan terpilih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri. Harus di bawah pengawasan ketat.
Sumber : Komisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Inggris, 1982 dalam Nurmianto, 2005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
Berikutnya lembaga The National Occupational Health and Safety
Commission (Worksafe Australia) pada bulan Desember 1986 membuat
peraturan untuk pemindahan material secara aman yang dijelaskan pada Tabel 2.2
berikut ini.
Tabel 2.2 Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya
Sumber : Worksafe Australia, 1986 dalam Nurmianto, 2005
2. Batasan angkat secara fisiologi
Metode pengangkatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban
metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana
dapat juga ditemukan jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar-benar
diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batas angkat. Kelelahan
kerja yang terjadi dari aktifitas yang berulang-ulang (repetitive lifting) akan
meningkatkan resiko rasa nyeri pada tulang belakang (back injures). M.G.
Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa repetitive lifting
dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries.
3. Batasan angkat secara psiko-fisik
Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berbahaya untuk
mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian yang berbeda-beda.
Ada tiga kategori posisi angkat yang didapat, yaitu:
a. Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan (knuckle height).
b. Dari ketinggian genggaman tangan (knuckle height) ke ketinggian bahu
(shoulder height).
c. Dari ketinggian bahu (shoulder height) ke maksimum jangkauan tangan
vertikal (vertikal arm reach).
Level Batasan Angkat (Kg) Tindakan
1 16 Tidak diperlukan tindakan khusus.
2 16 - 25 Tidak diperlukan alat dalam mengangkat. Ditekankan pada metode angkat
3 25 - 34 Tidak diperlukan alat dalam mengangkat. Dipilih job redesign (rancang ulang terhadp tipe pekerjaan)
4 34 Harus dibantu dengan peralatan mekanis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material Handling
Semua aktivitas manual handling melibatkan faktor-faktor sebagai berikut
(Suhardi, 2008):
1. Karakteristik Pekerja
Karakeristik pekerja masing-masing berbeda dan mempengaruhi jenis serta
jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan, didefinisikan sebagai berikut :
a. Fisik (physical), yang meliputi ukuran pekerja secara umum seperti usia,
jenis kelamin, anthropometri, dan postur tubuh.
b. Kemampuan sensorik, ukuran kemampuan sensorik pekerja yang meliputi
penglihatan, pendengaran, kinestetik, sistem keseimbangan (vestibular) dan
proprioceptive.
c. Motorik ukuran kemampuan motorik atau gerak pekerja yang meliputi
kekuatan, ketahanan, jangkauan, dan karakter kinematis.
d. Psikomotorik, ukur kemampuan pekerja menghadapi proses mental dan gerak
seperti memproses informasi, waktu respon, dan koordinasi.
e. Personal, ukuran nilai dan kepuasan pekerja dengan melihat tingkah laku,
penerimaan resiko, persepsi kebutuhan ekonomi, dan lain-lain.
f. Pelatihan, ukuran kemampuan pendidikan pekerja dalam pelatihan formal
atau keterampilan dalam menangani instruksi MMH.
g. Status kesehatan.
h. Aktivitas dalam waktu luang.
2. Karakteristik karakter material atau bahan, meliputi :
a. Beban, ukuran berat benda, usaha yang dibutuhkan untuk mengangkat, maupun
momen inersia benda.
b. Dimensi, atau ukuran benda seperti lebar, panjang, tebal, dan bentuk benda
baik itu kotak, silinder, dll.
c. Distribusi beban, ukuran letak unit dengan reaksi pekerja untuk membawa
dengan satu atau dua tangan.
d. Kopling, cara membawa benda oleh pekerja berkaitan dengan tekstur,
permukaan, atau letak.
e. Stabilitas beban, ukuran konsistensi lokasi. Aktivitas manual material handling
banyak digunakan karena memiliki fleksibilitas yang tinggi, murah dan mudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
diaplikasikan.
3. Karakteristik Tugas
Karakeristik tugas ini meliputi kondisi pekerjaan manual material handling
yang akan dilakukan. Terdiri dari :
a. Geometri tempat kerja, termasuk didalamnya jarak pergerakan, langkah yang
harus ditempuh, dll.
b. Frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk
frekuensi pekerjaan yang dilakukan.
c. Kompleksitas pekerjaan, termasuk di dalamnya ketepatan penempatan, tujuan
aktivitas maupun komponen pendukungnya.
d. Lingkungan kerja, seperti suhu, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau-bauan,
juga daya tarik kaki.
4. Sikap Kerja
Penanganan manual material handling juga melibatkan metode kerja atau
sikap dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas. Pengamatan meliputi pada :
a. Individu, merupakan ukuran metode operasional, seperti kecepatan, ketepatan,
cara atau postur saat memindahkan.
b. Organisasi, berkaitan dengan organisasi kerja seperti luas bangunan pabrik,
keberadaan tenaga medis, maupun utilitas kerjasama tim.
c. Administrasi, seperti sistem insentif untuk keselamatan kerja, kompensasi,
rotasi kerja maupun pengendalian dan pelatihan keselamatan.
2.3.3 Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling
Faktor resiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan
cidera musculoskeletal. Faktor resiko digunakan untuk menganalisis tugas manual
(manual task ). Manual task atau manual material handling memiliki interaksi yang
kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Faktor resiko kemudian
dikategorikan menjadi tiga bagian (Suhardi, 2008), yaitu:
1. Tekanan langsung kepada tubuh
Hal ini meliputi faktor seperti tingkat tekanan pada muscular, postur atau sikap
kerja, pengulangan pekerjaan, getaran peralatan dan lama waktu kerja.
2. Kontribusi faktor resiko yang secara langsung mempengaruhi tuntutan kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika
komponen ini didesain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi.
3. Memodifikasi faktor resiko dapat memberi masukan pada perubahan sikap kerja
sehingga akibat dari faktor resiko dapat dikurangi.
2.3.4 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling
Kondisi berbahaya yang diakibatkan oleh sikap kerja manual material
handling yang tidak tepat tentunya harus dicegah dan ditangani dengan baik.
Penanganan dan pencegahan akan lebih mudah dilakukan setelah mengetahui
faktor resiko dari manual material handling di atas. Menurut laporan NIOSH
(1981) ada enam prosedur umum dalam menangani resiko kecelakaan akibat
tindakan manual material handling yang tidak tepat, yaitu (Suhardi, 2008):
1. Identifikasi pekerjaan dengan kejadian yang menyebabkan cidera musculoskeletal
tinggi dan rata-rata kepelikan tinggi dengan analisis statistik dari data medis.
2. Observasi pekerjaan yang dicurigai dan untuk tiap beban yang akan diangkat
harus diketahui berat serta metode pengangkatan.
3. Evaluasi tingkat resiko pengangkatan dengan menghitung nilai AL dan MPL
dan membandingkannya dengan berat beban yang diangkat.
4. Mengembangkan pengendalian keteknikan dengan peralatan manual handling,
mengemas ulang beban dalam berat yang lebih ringan, mengatur ulang area
kerja.
5. Mengajukan pengendalian administratif. Hal yang dapat dilakukan adalah
dengan menambah pekerja untuk mengurangi frekuensi pengangkatan,
melakukan penjadwalan kerja, mengembangkan pelatihan untuk
mensosialisasikan teknik pengangkatan yang tepat, serta meningkatkan
prosedur seleksi dan penempatan pekerja dengan lebih baik.
6. Mengimplementasikan solusi paling mungkin dan mengevaluasi efektivitas
dengan pengecekan kesehatan.
2.4 Anthropometri
Istilah anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Secara definitif, anthropometri dapat dinyatakan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia
(Wignjosoebroto, 2006).
Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan fisik yang nyata terlihat,
antara lain berupa perbedaan bentuk, ukuran (tinggi dan lebar), dan berat.
Pendekatan anthropometri digunakan sebagai pertimbangan untuk desain
perancangan suatu produk maupun fasilitas kerja lainnya yang memerlukan
interaksi dengan manusia. Kegunaan data anthropometri menurut Wignjosoebroto
(2006), sebagai berikut:
1. Perancangan area kerja.
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, peralatan, perkakas (tools), dan
lain-lain.
3. Perancangan produk konsumtif, seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan
lain-lain.
2.4.1 Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia
Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan ukuran
tubuhnya. Menurut Eko Nurmianto (2005) perbedaan (variabilitas) antara satu
populasi dengan populasi yang lain disebabkan oleh faktor-faktor, sebagai berikut:
1. Keacakan
Walaupun terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama
jenis kelamin, suku bangsa, kelompok usia, dan pekerjaannya, namun masih akan
ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat.
Distribusi frekuensi secara statistik dari dimensi kelompok anggota masyarakat
jelas dapat diperkirakan dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan
menggunakan data persentil yang telah diduga, jika rata-rata (mean) dan SD
(standar deviasi) telah dapat diestimasi.
2. Jenis Kelamin (sex)
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan
dengan wanita, terkecuali untuk bagian tubuh tertentu seperti pinggul.
3. Suku bangsa
Setiap suku bangsa akan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Dimensi suku bangsa barat cenderung lebih besar daripada
dimensi tubuh suku bangsa timur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
4. Usia
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
seiring dengan bertambahnya umur. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh
A.F. Roche dan G.H. Davila (1972) di USA, diperoleh kesimpulan bahwa laki-
laki akan tumbuh dan berkembang naik hingga usia 21.2 tahun, sedangkan wanita
17.3 tahun, meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai
usia 23.5 tahun (laki-laki) dan 21.1 tahun (perempuan). Setelah itu tidak terjadi
pertumbuhan melainkan terjadi penurunan sekitar umur 40 tahunan.
5. Tebal tipis pakaian
Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh
bervariasinya iklim atau musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang
lainnya terutama untuk daerah yang mempunyai empat musim.
6. Kehamilan
Tubuh wanita yang hamil jelas akan mempengaruhi ukuran, terutama yang
berkaitan dengan Analisis Perancangan Produk (APP) dan Analisis Perancangan
Kerja (APK).
7. Posisi tubuh (postur)
Posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab itu,
posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran.
8. Cacat tubuh
Dalam perancangan produk yang dikhususkan bagi orang-orang cacat,
perlu diperhatikan masalah keterbatasan gerak maupun jangkauan dari penderita.
Hal ini perlu dilakukan supaya mereka dapat merasakan kesamaan dalam
penggunaan jasa dari ilmu ergonomi di dalam pelayanan untuk masyarakat.
2.4.2 Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya
Dalam penggunaan data anthropometri perlu menggunakan ukuran
persentil. Hal ini dimaksudkan agar ukuran yang dipakai dalam perancangan
terasa nyaman bagi pemakai maupun bagi operator. Adapun persentil yang sering
digunakan adalah persentil ke-5, ke-10, ke-50, ke-90, atau ke-95. Menurut
Sritomo Wignjosoebroto (2006), cara pengukuran dimensi tubuh manusia
berdasarkan posisi kerja tubuh dibedakan menjadi dua macam pengukuran, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
1. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension)
Pengukuran tubuh dengan cara ini dilakukan pada saat tubuh berada dalam
posisi diam dan tidak bergerak. Istilah lain untuk pengukuran dengan
menggunakan metode ini adalah static anthropometry. Adapun dimensi tubuh
yang diukur dengan menggunakan cara ini adalah tinggi tubuh dalam posisi
berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi maupun panjang lutut pada saat
berdiri maupun pada saat duduk, panjang lengan dan lain sebagainya. Ukuran
tubuh diambil dengan menggunakan persentil tertentu seperti ke-5, ke-50, dan ke-
95.
2. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimensions)
Pengukuran tubuh pada cara ini dilakukan ketika tubuh berfungsi
melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus
diselesaikan. Hal yang ditekankan dalam pengukuran dengan menggunakan
metode ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang yang nantinya akan berkaitan
dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu. Pengukuran dengan cara ini sering disebut dengan
dynamic anthropometry. Pengukuran anthropometri dinamis akan diaplikasikan
dalam perancangan fasilitas maupun ruang kerja.
2.4.3 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk
Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat
suatu rancangan produk maupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu
produk bisa sesuai dengan orang yang mengoperasikannya, maka pengukuran data
anthropometri harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut (Wignjosoebroto,
2006) :
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim
Rancangan produk dibuat untuk bisa memenuhi dua sasaran, yaitu bisa
sesuai untuk mengikuti klasifikasi ekstrim (terlalu besar maupun terlalu kecil
dibandingkan dengan rata-rata) dan memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Untuk
dimensi maksimum digunakan nilai persentil ke-90, ke-95 atau ke-99 dan untuk
dimensi minimum digunakan persentil ke-1, ke-5, atau ke-10. Pada umumnya
persentil yang paling sering digunakan adalah persentil ke-95 dan ke-5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang
Produk dirancang dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.
Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel umumnya digunakan rentang
persentil ke-5 sampai dengan ke-95.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata
Produk dirancang berdasarkan rata-rata ukuran manusia. Dalam hal ini
kemungkinan orang yang berada dalam ukuran rata-rata sedikit, sedangkan ukuran
ekstrim dibuatkan rancangan tersendiri.
Untuk memperjelas prinsip pengukuran anthropometri untuk perancangan
suatu produk, maka dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Anthropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, 2006
Keterangan:
1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s.d. ujung kepala).
2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak
(dalam gambar tidak ditunjukkan).
6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk atau
pantat sampai dengan kepala.
7. Tinggi mata dalam posisi duduk.
8. Tinggi bahu dalam posisi duduk.
9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).
10. Tebal atau lebar paha.
11. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut.
12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari
lutut.
13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan
paha.
15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).
16. Lebar pinggul atau pantat.
17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak ditunjukkan dalam
gambar).
18. Lebar perut.
19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam
posisi siku tegak lurus.
20. Lebar kepala.
21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.
22. Lebar telapak tangan.
23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar ke samping kiri-
kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar).
24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai
sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal).
25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya
no.24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar).
26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai
ujung jari tangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
2.4.4 Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data
Anthropometri
Data anthropometri jelas diperlukan supaya rancangan produk sesuai
dengan orang yang mengoperasikannya. Kesulitan dalam penetapan data
anthropometri biasanya disebabkan perbedaan hasil pengukuran antara individu
yang satu dengan yang lainnya. Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya
akan lebih mudah diatasi bilamana mampu merancang produk yang memiliki
fleksibilitas dan sifat “mampu suai” dengan suatu rentang ukuran tertentu
(Wignjoseobroto, 2006).
Pada umumnya distribusi normal sering diterapkan dalam penetapan data
anthropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata
( x ) dan simpangan standarnya ( xs ) dari data yang ada. Berdasarkan nilai yang
ada tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan prosentase tertentu dari
orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut) bisa ditetapkan
sesuai tabel probabilitas distribusi normal. Contoh penerapan distribusi normal
dalam penetapan data anthropometri ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Apabila
diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasi 95% dari populasi yang ada,
maka di sini diambil rentang 2,5th dan 97,5th percentile sebagai batas-batasnya
(Wignjoseobroto, 2006).
Gambar 2.2 Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% dari Populasi Sumber: Wignjosoebroto, 2006
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam
perhitungan data anthropometri dijelaskan pada Tabel 2.3 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
Tabel 2.3 Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal
Persentil Perhitungan
1-st 2.5-th 5-th 10-th 50-th
x - 2.325 s x x - 1.96 s x x - 1.645 s x x - 1.28 s x x
90-th 95-th
97.5-th 99-th
x + 1.28 s x x + 1.645 s x x + 1.96 s x x + 2.325 s x
Sumber: Wignjosoebroto, 2006 Keterangan:
=-
x mean data
=xs standar deviasi dari data x
2.5 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
RULA merupakan sebuah metode penilaian postur kerja yang secara khusus
digunakan untuk meneliti dan menginvestigasi gangguan pada tubuh bagian atas.
RULA pertama kali dikembangkan oleh Dr.Lynn McAtamney dan Dr.Nigel
Corlett dari University of Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics.
Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian
postur leher, punggung, dan lengan atas.
Metode RULA dikembangkan sebagai metode untuk mendeteksi postur
kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) dan didesain untuk menilai para
pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat
menimbulkan gangguan pada anggota badan atas (Mc.Atamney and Corlett,
1993).
Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban eksternal, yaitu:
1. Jumlah gerakan
2. Kerja otot statis
3. Tenaga atau kekuatan
4. Penentuan postur kerja oleh peralatan
5. Waktu kerja tanpa istirahat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
Ada 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga atau
kekuatan, dan postur) yang ditinjau dalam penilaian RULA dan dikembangkan
untuk:
1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat,
yang berhubungan dengan kerja yang beresiko
2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang, yang dapat menimbulkan
kelelahan (fatigue) otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian
ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.
Penilaian menggunakan RULA memiliki 3 tahapan pengembangan, yaitu:
1. Pengidentifikasian dan pencatatan postur kerja
Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua grup yaitu, grup A
yang terdiri dari upper arm (lengan atas), lower arm (lengan bawah), wrist
(pergelangan tangan), wrist twist (putaran pergelangan tangan), dan grup B yang
terdiri dari neck (leher), trunk (punggung), dan legs (kaki). Hal ini memastikan
bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan, dan leher yang
mungkin mempengaruhi postur bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan.
a. Grup A
(1). Upper Arm
Gambar 2.3 Postur Tubuh Bagian Upper Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
Tabel 2.4 Skor Bagian Upper Arm Pergerakan Skor Perubahan Skor
20° ke depan maupun ke belakang dari tubuh 1 +1 jika bahu naik +1 jika lengan berputar
atau bengkok > 20° ke belakang atau 20° - 45° 2
45° - 90° 3 > 90° 4
Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
(2). Lower Arm
Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Lower Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
Tabel 2.5 Skor Bagian Lower Arm Pergerakan Skor Perubahan Skor 60° - 100° 1 +1 jika lengan bawah melewati garis
tengah atau keluar dari sisi tubuh < 60° atau > 100° 2 Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
(3). Wrist
Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Wrist Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
Tabel 2.6 Skor Bagian Wrist Pergerakan Skor Perubahan Skor Posisi netral 1
+1 jika pergelangan tangan menjahui sisi tengah
0° - 15° 2 > 15° 3
Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
(4). Putaran pergelangan tangan (Wrist Twist)
Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) pada posisi postur
yang netral diberi skor sebagai berikut:
1 = posisi tengah dari putaran.
2 = posisi pada atua dekat dari putaran.
Nilai dari postur tubuh upper arm, lower arm, wrist, dan wrist twist
dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup A untuk memperoleh skor
seperti terlihat pada Tabel 2.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
Tabel 2.7 Skor Grup A
Upper Arm Lower Arm
Wrist 1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9
Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
b. Grup B
(1). Neck
Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Neck Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
Tabel 2.8 Skor Bagian Neck Pergerakan Skor Perubahan Skor
0° - 10° 1 jika leher berputar atau
bengkok 10° - 20° 2
> 20° 3 Ekstensi 4
Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
(2). Trunk
Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Trunk
Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
Tabel 2.9 Skor Bagian Trunk Pergerakan Skor Perubahan Skor
Posisi normal 90° 1 +1 jika leher batang tubuh
berputar atau bengkok 0° - 20° 2
20° - 60° 3 > 60° 4
Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
(3). Legs
Tabel 2.10 Skor Bagian Legs Pergerakan Skor
Posisi normal atau seimbang 1
Tidak seimbang 2 Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
Nilai dari skor tubuh neck, trunk, dan legs dimasukkan ke dalam Tabel
2.11 untuk mengetahui skornya.
Tabel 2.11 Skor Grup B
Neck
Trunk 1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
2. Pemberian skor
Skor untuk tiap gerakan dalam bekerja diberikan sesuai dengan ketetapan
yang ada.
a. Pemberian skor untuk Grup A
Skor Grup A = Posture + Muscle use + Force atau Load
® Postur = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup A
® Muscle use (penggunaan otot) = +1 jika postur statis (dipertahankan
dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/menit.
® Force (beban), diberi skor:
0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali).
1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali).
2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau berulang-ulang.)
3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat).
b. Pemberian skor untuk Grup B
Skor Grup B = Posture + Muscle use + Force
Gambar 2.8 Sistem Penilaian RULA Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
c. Penilaian skor C (skor akhir)
Skor C dapat diperoleh dengan melihat nilai A dan B pada Tabel 2.12
skor akhir berikut ini.
Wrist Twist
Neck
Trunk
Legs
Upper arm
Lower arm
Wrist
A
B
+ +
+ +
=
=
Posture score A
Muscle use Force
Posture score B
Muscle use Force
Grand Score Use table C
Score A
Score B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
Tabel 2.12 Tabel RULA Skor C
Tabel C Skor grup B
1 2 3 4 5 6 7+
Skor Grup A
1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7 Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
3. Penentuan level tindakan
Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko
yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan
dengan analisis yang didapat. Skala level tindakan dapat dilihat pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan
1 - 2 Minimum Aman 3 - 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan 5 - 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
7 Kecil Tindakan sekarang juga Sumber: McAtamney and Corlett, 1993
2.6 Penilaian Beban Kerja Fisik
Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara
objektif, yaitu metode penilaian secara langsung dan tidak langsung (Tarwaka,
2004). Metode pengukuran langsung yaitu melalui pengukuran energi ekspenditur
(energi yang dikeluarkan) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat
beban kerja semakin banyak energi yang dikonsumsi. Penilaian beban kerja fisik
secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan denyut nadi selama
bekerja.
1. Penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan denyut jantung
Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik,
kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Tarwaka, 2004). Kategori berat
ringannya berdasarkan pada denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
Tabel 2.14 Klasifikasi Beban Kerja Fisik
Tingkat Pekerjan Konsumsi Oksigen
(liter/menit) Denyut Jantung (denyut/menit)
Konsumsi Energi
(kkal/menit) Light work < 0.5 < 90 < 2.5 Moderate Work 0.5 - 1.0 90 - 110 2.5 - 5.0 Heavy work 1.0 - 1.5 110 -130 5.0 - 7.5 Very Heavy work 1.5 - 2.0 130 - 150 7.5 - 10.0 Extremely heavy work > 2.0 150 - 170 > 10.0
Sumber: Bridger, 1995
Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk
menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan
Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka
dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut
(Tarwaka, 2004),. Dalam penelitian ini, denyut yang diukur adalah denyut nadi
karena untuk kemudahan pengukuran. Metode 10 denyut dilakukan dengan
mengukur waktu yang diperlukan nadi untuk berdetak selama 10 detik, kemudian
dikonversi dengan menggunakan formula, sebagai berikut:
Denyut nadi (denyut/menit) = 6010
10x
denyutperWaktudenyut
…..…..Persamaan 2.1
Selain metode 10 denyut di atas, pengukuran denyut nadi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan metode 15 detik maupun 30 detik. Keuntungan
menggunakan denyut nadi untuk menentukan beban kerja yaitu mudah dilakukan,
cepat, dan hasilnya dapat diandalkan. Hal tersebut didasarkan pada pendapat E.
Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), yang menjelaskan bahwa konsumsi
energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik
tidak hanya dapat ditentukan dengan menggunakan jumlah KJ yang dikonsumsi,
tetapi juga jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima dan tekanan
panas dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga
denyut jantung merupakan alat yang sesuai untuk menghitung indek beban kerja.
Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa denyut
nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu
bekerja. Denyut nadi dapat ditentukan pada arteri radialis pada pergelangan
tangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
Menurut E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), denyut nadi untuk
mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
a. Denyut nadi istirahat, merupakan rata-rata denyut nadi sebelum pekerjaan
dimulai.
b. Denyut nadi kerja, merupakan rata-rata denyut nadi selama bekerja.
c. Nadi kerja, selisih antara denyut nadi isirahat dengan denyut nadi kerja.
2. Pengukuran Konsumsi Energi
Denyut jantung ataupun denyut nadi merupakan peubah yang penting dalam
penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan
konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan
denyut jantung ataupun denyut nadi (Bridger, 1995). Indek ini merupakan
perbedaan antara denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan
denyut jantung pada waktu istirahat.
Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan
denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi
energi dengan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi. Bentuk
regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis
dengan persamaan, sebagai berikut:
Y = 1,80411 - (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2 …................... Persamaan 2.2
Dimana ;
Y = Energi (kilokalori per menit).
X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit).
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,
maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam
bentuk matematis, sebagai berikut:
KE = Et - Ej ......…………………………….……........................ Persamaan 2.3
KE = Konsumsi energi untuk satu kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit)
Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit)
Ej = Penegeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per menit)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan
selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja dengan pengeluaran energi
pada waktu istirahat.
2.7 Perancangan Metode Rasional
Metode rasional menggunakan pendekatan yang sistematis dalam
perancangan. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki
tahapan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir
yang berkualitas (Cross, 2000). Adapun langkah-langkah metode rasional antara
lain :
2.7.1 Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives)
Tahap penting pertama dalam perancangan adalah bagaimana mencoba
untuk menjelaskan tujuan perancangan. Pada kenyataannya akan sangat
membantu pada keseluruhan tahap perancangan, bila tujuan perancangan sudah
jelas, walaupun tujuan itu dapat berubah selama proses perancangan. Tujuan awal
dan sementara dapat berubah, meluas atau menyempit, atau benar-benar berubah
asalkan permasalahan menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian ide-
ide dapat berkembang.
Tahap ini menunjukkan tujuan dan maksud umum untuk pencapaian
tujuan yang sedang dalam pertimbangan. Metode ini menunjukkan bentuk
diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta
pola hirarki tujuan dan sub tujuan. Langkah-langkah penjelasan tujuan adalah
sebagai berikut :
1. Menyiapkan daftar tujuan perancangan, dimana daftar tersebut diambil dari
ringkasan perancangan.
2. Menyusun daftar ke dalam kumpulan tujuan tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Perluasan daftar tujuan dan sub tujuan secara kasar dapat dikelompokkan ke
dalam tingkatan hirarki.
3. Menggambarkan diagram clarifying objectives, hubungan hirarki dan garis
hubungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
2.7.2 Penetapan Fungsi (Establishing Function)
Penetapan fungsi bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang
dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkah-
langkah penetapan fungsi adalah sebagai berikut :
1. Menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam perubahan masukan
menjadi keluaran yang diinginkan.
2. Memecah fungsi umum menjadi sub fungsi dasar yang lebih spesifik.
3. Menggambarkan diagram blok yang menggambarkan interaksi antar sub-fungsi
dasar.
2.7.3 Spesifikasi Kinerja (Performance Specification)
Spesifikasi kinerja bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari
kebutuhan perancangan. Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perancang
ditetapkan sebagai tujuan perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria.
Langkah-langkah pembuatan spesifikasi kinerja adalah sebagai berikut :
1. Menimbang perbedaan tingkatan umum penyelesaian yang dapat diterima.
2. Menentukan tingkatan umum yang nantinya akan dioperasikan.
3. Mengidentifikasi atribut yang dibutuhkan.
4. Menyebutkan persyaratan yang diperlukan atribut dengan tepat dan teliti.
2.8 Mekanika Konstruksi
Konsep mekanika konstruksi mesin yang berkaitan dengan objek
penelitian yang dilakukan yaitu mengenai ilmu statika, gaya, dan kekuatan
material.
2.8.1 Statika
Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban
terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga
dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau
beban.
Beban adalah beratnya beban atau barang yang didukung oleh suatu
konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
1. Beban Statis
Beban statis merupakan berat suatu benda yang tidak bergerak dan tidak
berubah beratnya. Berat konstruksi yang mendukung itu termasuk beban mati
dan disebut berat sendiri konstruksi.
2. Beban Dinamis
Beban dinamis merupakan beban yang berubah beratnya. Sebagai contoh
beban hidup yaitu kendaraan atau orang berjalan diatas sebuah jembatan,
tekanan atap rumah atau bangunan.
Terdapat tiga jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis
peletakan yang digunakan dalam menahan beban. Beberapa peletakan diantaranya
(Popov, 1996):
1. Tumpuan Rol
Tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus bidang
peletakannya, sketsa tumpuan rol ini dipat dilihat pada Gambar 2.9 berikut ini.
Gambar 2.9 Tumpuan Rol Sumber : Popov, 1996
2. Tumpuan Sendi
Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya selalu
menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki satu gaya,
tumpuan sendi ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.
Gambar 2.10 Tumpuan Sendi Sumber : Popov, 1996
3. Tumpuan Jepitan
Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen
sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya. Dari
kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam keadaan
setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu ∑FHorisontal = 0, ∑FVertikal = 0,
∑M= 0. Sketsa tumpuan jepit dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
Gambar 2.11 Tumpuan Jepit Sumber : Popov, 1996
2.8.2 Gaya
Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja
padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan
pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga
keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila
resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan
kata lain ∑Fx = 0, ∑Fy = 0, ∑Fz = 0, ∑M = 0.
Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam
menjadi bergerak atau sebaliknya. Dalam ilmu statika berlaku hukum (Aksi =
Reaksi), gaya dalam statika dibedakan menjadi lima, yaitu :
1. Gaya Luar
Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar
sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi. Beban ini
dibedakan menjadi lima, yaitu:
a. Beban mati yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti
dinding, penutup lantai dan lain-lain.
b. Beban sementara yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan, ataupun
beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil (kendaraan), kereta
dan lain-lain.
c. Beban terbagi rata yaitu beban yang secara merata membebani struktur.
Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban segitiga.
d. Beban titik terpusat adalah beban yang membebani pada suatu titik.
e. Beban berjalan adalah beban yang bisa berjalan atau dipindah-pindahkan
baik itu beban merata, titik, atau kombinasi antar keduanya.
2. Gaya Dalam
Gaya dalam terjadi akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan
memberikan perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan
terjadinya deformasi atau perubahan bentuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
3. Gaya Geser (Shearing Force Diagram)
Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang
arah garis kerjanya tegak lurus (^ ) pada sumbu batang yang ditinjau seperti
tampak pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Sketsa Prinsip Statika Kesetimbangan Sumber : Popov, 1996
Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram),
dimana penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+)
bergantung dari arah gaya seperti terliht pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Sketsa Shearing Force Diagram
Sumber : Popov, 1996 4. Gaya Normal (Normal Force)
Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban
yang arah garis kerjanya searah (//) sumbu batang yang ditinjau. Agar batang tetap
utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar seperti terlihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Sketsa Normal Force Sumber : Popov, 1996
5. Momen
Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang
terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut. Sketsa momen
bending dapat dilihat pada gambar 2.15 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
Gambar 2.15 Sketsa Momen Bending (+) Sumber : Popov, 1996
2.8.3 Kekuatan Material
Kekuatan material dapat didefinisikan sebagai kesanggupan suatu material
terhadap gaya. Kekuatan material ( F ) dipengaruhi oleh besarnya momen penahan
(W), tegangan ijin material (T), dan panjang material (l). Momen penahan setiap
material berbeda-beda, tergantung dari dimensi dan geometri penampang
melintangnya. Tabel 2.15 menunjukkan beberapa contoh rumus perhitungan
momen penahan (W) untuk beberapa geometri melintang material, dan tabel 2.16
menunjukkan beberapa perhitungan kekuatan material berdasarkan titik tumpu
dan muatan.
Tabel 2.15 Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material
l
2064
44 D
D »p
20
)(64
4444 dD
dD-
»-p
12
2bh ba3
4p
W
1032
33 D
D »p
DdD
DdD
10)(
32
4444 -»
-p
6
2bh ba 2
4p
Sumber: Sati, 1980
Tabel 2.16 Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material (Lanjutan)
l
36
3bh
12
4h
12
44 dD -
12
33 bhBH +
W
24
2bh
26
3h
hdD
6
44 -
HbhBH
6
33 +
Sumber: Sati, 1980
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
2.9 Penelitian Sebelumnya
Desi Kristanti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor Keluhan
Muskuloskeletal dan Penilaian Kelayakan Alternatif Perbaikan Sistem Kerja
dengan Metode Benefit Cost Ratio pada Pekerja Angkat Angkut (Studi Kasus:
Gudang Persediaan Pupuk Pusri Kediri, Desa Branggahan, Kecamatan
Ngadiluwih)” telah melakukan identifikasi keluhan musculoskeletal pada pekerja
angkat angkut pupuk dengan kuesioner dan memberikan usulan alternatif
perbaikan sistem kerja aktivitas angkat angkut dengan pendekatan nilai rasio
manfaat dan biaya (B/C). Subjek penelitian ini adalah 25 pekerja angkat angkut
pupuk di Gudang Persedian Pupuk Pusri Kediri.
Hasil analisis data kuesioner dan observasi menunjukkan bahwa faktor
eksternal (berat beban, frekuensi pengangkutan, cara pengangkutan) dan faktor
internal (umur, lama kerja, kebiasaan merokok, dan status gizi) mempengaruhi
tingkat keluhan musculoskeletal pekerja angkat angkut di Gudang Persediaan
Pupuk Pusri Kediri. Sebagian besar daerah keluhan yang dialami pekerja adalah
pada leher bagian atas dan bawah, bahu kiri dan kanan, lengan atas kiri,
punggung, dan pinggang.
Penelitian ini memberikan tiga alternatif usulan perbaikan metode kerja,
yaitu: penambahan alat bantu berupa forklift, penambahan alat bantu transpallet,
dan penambahan tenaga kerja untuk mengurangi beban angkat per orang. Akan
tetapi, dari ketiga alternatif tersebut yang layak untuk digunakan berdasarkan
perhitungan nilai rasio manfaat dan biaya (B/C) hanya alternatif kedua, yaitu
penambahan alat bantu berupa transpallet yang diharapkan dapat meringankan
dan memudahakan pekerja dalam hal pemindahan pupuk. Nilai rasio manfaat dan
biayanya sebesar 1,5. Perhitungan dengan rasio >1 dapat dikatakan bahwa
alternatif tersebut secara ekonomi layak untuk digunakan (Kristanti, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ditunjukan pada Gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
Langkah-langkah penelitian pada Gambar 3.1 dijelaskan secara lebih
lengkap dalam sub bab berikut ini.
Identifikasi Awal
Penilaian Level Resiko Postur Kerja dan Penilaian Beban Kerja Fisik Kondisi Awal
Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
§ Penyusunan Konsep Perancangan § Penentuan Data Anthropometri Pekerja § Perhitungan Persentil Pekerja § Penentuan Spesifikasi Perancangan § Perhitungan Mekanika Teknik
Mulai
Analisis dan Interpretasi Hasil
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
§ Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan § Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
3.1. Identifikasi Awal
Tahap identifikasi awal bertujuan untuk mengetahui apakah ada keluhan
atau rasa tidak nyaman yang dirasakan pekerja bidang bongkar pupuk di UD.
Karya Tani sehingga membantu proses penentuan masalah yang akan diangkat.
Langkah-langkah yang ada pada tahap identifikasi awal terdiri dari: observasi
lapangan, studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi postur kerja awal yang
dijelaskan pada sub bab berikut ini.
3.1.1. Observasi Lapangan
Observasi dilakukan untuk mempelajari kondisi lapangan secara real
dengan maksud mendapatkan informasi awal yang lengkap mengenai kegiatan
UD. Karya Tani dan melakukan pengamatan sikap kerja operator ketika
melakukan aktivitas bongkar pupuk, frekuensi pengangkutan, berat beban angkut
serta menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk
mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung aktivitas kerja
yang terjadi di UD. Karya Tani setiap harinya. Observasi lapangan ini dilakukan
selama tiga hari, yaitu pada tanggal 10, 11, dan 12 Desember 2010. Hasil yang
didapat dari kegiatan observasi ini adalah rincian kegiatan bongkar pupuk yang
dilakukan di UD. Karya Tani, cara pangangkatan serta pengangkutan pupuk dari
truk menuju gudang, dan beban angkat setiap pekerja.
3.1.2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh dasar-dasar referensi yang kuat
dan acuan penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
Studi pustaka ini dilakukan dengan mengeksplorasi buku-buku, jurnal, dan
penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan ilmu ergonomi,
anthropometri, analisis postur kerja, perancangan alat bantu, dan faktor keluhan
musculoskeletal pada pekerja angkat-angkut pupuk. Melalui studi pustaka
diperoleh bekal dan gambaran mengenai teori-teori dan konsep-konsep yang akan
digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang diteliti, yaitu perancangan
alat bantu aktivitas bongkar pupuk untuk memperbaiki postur kerja dan
menurunkan beban kerja fisik pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
3.1.3. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi secara langsung dari
pekerja UD. Karya Tani. Kegiatan wawancara ini dilakukan pada tanggal 12
Desember 2010 dan 8 Januari 2011 kepada seluruh pekerja UD. Karya Tani yang
berjumlah tiga orang. Hasil yang didapat dari teknik wawancara ini adalah
informasi mengenai kondisi awal aktivitas kerja, biodata pekerja, keluhan,
keinginan, dan ketidaknyamanan pekerja pada saat melakukan aktivitas bongkar
pupuk.
3.1.4. Dokumentasi Postur Kerja Awal
Tahap ini digunakan untuk mengetahui aktivitas yang terjadi pada proses
bongkar pupuk. Dokumentasi ini berupa foto-foto postur kerja dan video saat
melakukan aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani yang diambil dengan
bantuan kamera digital. Pendokumentasian postur kerja ini dilakukan pada tanggal
11 dan 12 Desember 2010.
3.2. Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal
Tahap ini bertujuan mengetahui level resiko pekerja saat melakukan
aktivitas bongkar pupuk berdasarkan perhitungan skor akhir metode RULA.
Penilaian postur kerja metode RULA dilakukan melalui lima tahapan. Pertama,
menentukan sudut-sudut posisi kerja pekerja pada foto-foto postur kerja yang
telah diambil pada tahap dokumentasi sebelumnya. Kedua, melakukan
pengkodean postur kerja metode RULA, meliputi postur kerja grup A yang terdiri
dari: upper arm , lower arm, wrist , wrist twist, dan grup B yang terdiri dari: neck,
trunk, dan legs. Ketiga, melakukan penyusunan skor dengan menggunakan RULA
score sheet yang ditunjukkan oleh Tabel 2.7 untuk skor grup A dan Tabel 2.11
untuk skor grup B. Keempat, setelah didapatkan skor grup A dan grup B, maka
dilakukan penilaian skor C (skor akhir) dengan melihat nilai A dan B seperti yang
ditunjukkan Tabel 2.12. Kelima, dilakukan penentuan level resiko dan kategori
tindakan berdasarkan skor C seperti yang ditunjukkan Tabel 2.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
3.3. Penilaian Beban Kerja Fisik Awal
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui selisih antara pengeluaran energi
pada waktu pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk dengan pengeluaran
energi pada saat istirahat. Penilaian beban kerja fisik ini dilakukan melalui
pengukuran konsumsi energi secara tidak langsung, yaitu menggunakan
parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung (Bridger,1995).
Perhitungan konsumsi energi pekerja dilakukan melalui tiga tahapan yang
dijelaskan pada sub bab berikut ini.
3.3.1 Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung
Pengukuran kecepatan denyut jantung dilakukan sebanyak dua kali pada
tanggal 12 Februari 2011. Pertama, pengukuran denyut jantung pada saat pekerja
melakukan aktivitas bongkar pupuk, yaitu jeda waktu satu menit setelah pekerja
melakukan 10 kali pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang. Kedua,
pengukuran denyut jantung pada saat pekerja istirahat, yaitu denyut jantung
pekerja sepuluh menit sebelum pekerjaan dimulai. Pengumpulan data kecepatan
denyut jantung pekerja menggunakan stopwatch dengan teknik atau metode 10
denyut (ten pulse methods). Metode 10 denyut dilakukan dengan mengukur waktu
yang diperlukan jantung atau nadi untuk berdenyut sebanyak 10 kali.
3.3.2 Perhitungan Denyut Jantung
Data denyut jantung yang didapatkan dari pengumpulan data kecepatan
denyut jantung, kemudian dikonversikan ke dalam jumlah denyut jantung per
menit dengan menggunakan persamaan 2.1.
3.3.3 Perhitungan Konsumsi Energi
Hasil perhitungan denyut jantung per menit kemudian dikonversikan ke
dalam perhitungan konsumsi energi. Besarnya konsumsi energi didapatkan
melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan 2.2 dan pesamaaan 2.3.
3.4. Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
Tahap perancangan ini terdiri dari: penyusunan konsep rancangan alat bantu
bongkar pupuk dengan tujuan utama untuk memperbaiki postur kerja dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
menurunkan beban kerja fisik pekerja, perhitungan persentil untuk menentukan
ukuran perancangan desain alat bantu bongkar pupuk, penentuan spesifikasi
rancangan dari segi dimensi dan komponen rancangan serta dilakukan perhitungan
mekanika teknik. Adapun penjelasan masing-masing langkah dijelaskan sub bab
berikut ini.
3.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan
Penyusunan konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk dilakukan
dengan mengacu pada identifikasi masalah yang diperoleh. Berdasarkan data
permasalahan tersebut perlu dilakukan penyusunan konsep perancangan alat bantu
bongkar pupuk yang bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan mengurangi
beban kerja fisik pekerja. Konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk ini
mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode rasional dari Nigel
Cross. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki tahapan
yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir yang
berkualitas (Cross, 2000). Adapun konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk
meliputi :
1. Penjabaran Kebutuhan Perancangan (Need).
Penjabaran dari hasil keluhan yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas
bongkar pupuk dan keinginan pekerja terhadap rancangan alat bantu kerja.
2. Pembangkitan Gagasan dalam Perancangan (Idea)
a. Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives)
Bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sub tujuan dari perancangan alat
bantu bongkar pupuk. Tahap ini menunjukkan bentuk diagramatis dimana
tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki
tujuan dan sub tujuan.
b. Penetapan Tujuan (Establishing Functions)
Bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan batasan
sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Tahap ini dilakukan dengan
menggambarkan diagram blok yang mengilustrasikan interaksi antar sub
fungsi dasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
c. Spesifikasi Kinerja (Performance Specification)
Bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan
perancangan alat bantu bongkar pupuk yang akan dilakukan. Spesifikasi
yang telah ditentukan oleh perancang ditetapkan sebagai tujuan
perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria.
3.4.2 Data Anthropometri Pekerja
Data anthropometri pekerja digunakan untuk menetapkan ukuran
rancangan. Hal ini dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan
dengan baik dan disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik
penggunanya. Data yang diambil berjenis kelamin pria dan termasuk dalam
kelompok usia dewasa. Pengambilan data diperoleh dari hasil pengukuran
anthropometri seluruh pekerja pada bagian bongkar pupuk UD. Karya Tani yang
berjumlah tiga orang pada tanggal 12 Februari 2011. Adapun data anthropometri
yang diambil sesuai dengan variabel yang dibutuhkan dalam perancangan alat
bantu bongkar pupuk, yaitu yaitu tinggi siku berdiri (tsb), lebar bahu (lb),
diameter lingkar genggam (dlg), dan lebar jari ke-2,3,4,5 (lj). Alat ukur yang
digunakan adalah roll meter dan meteran jahit.
3.4.3 Perhitungan Persentil
Aspek anthropometri diperhitungkan dalam perancangan fasilitas kerja
sehingga dapat memenuhi aspek kesesuaian penggunaan fasilitas dengan
penggunanya. Berdasarkan sketsanya, kemudian dilakukan penentuan dimensi
rancangan alat bantu dengan menggunakan data antropometri yang telah
dikumpulkan.
Setelah menentukan data antropometri yang digunakan maka dilakukan
perhitungan persentil digunakan untuk menentukan ukuran perancangan desain
alat bantu bongkar pupuk. Persentil yang digunakan adalah persentil ke-5,
persentil ke-50, dan persentil ke-95. Perhitungan persentil pekerja dilakukan
berdasarkan Tabel 2.3 pada Bab 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
3.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan
Pada tahap perancangan ini akan dilakukan penentuan spesifikasi alat
bantu bongkar pupuk. Pada perancangan alat bongkar pupuk ini terdiri dari 3
kegiatan utama, yaitu :
1. Perhitungan Dimensi
Perhitungan dimensi dilakukan untuk menentukan ukuran rancangan yang akan
dibuat. Perhitungan dimensi yang dilakukan meliputi:
a. Ukuran Lebar Pegangan
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan lebar pegangan
adalah lebar bahu (lb) dengan persentil ke-95. Penggunaan persentil 95
dimaksudkan agar pekerja dengan lebar bahu yang lebih besar dapat
memegang pegangan dengan leluasa dan nyaman.
b. Diameter Pegangan
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan diameter
pegangan adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-5.
Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki diameter
genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan nyaman dan
pekerja yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat memegang
pegangan dengan mudah.
c. Ukuran Ketinggian Pegangan
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran tinggi
pegangan dari permukaan lantai adalah tinggi siku berdiri (tsb) dengan
persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang
memiliki tinggi siku berdiri yang lebih pendek dapat menggunakan alat
bantu bongkar pupuk ini dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi
siku berdiri lebih tinggi juga dapat menggunakan alat dengan mudah.
d. Panjang Genggaman Pegangan
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang
genggaman pegangan adalah lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) dengan persentil ke -
95. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki
lebar telapak tangan lebih besar dapat menggenggam pegangan dengan
nyaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
e. Perhitungan Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table
Data yang digunakan didasarkan pada tabel control resistance criteria
yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas
pengungkit (lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar 100-190
dari titik acuan (Freivalds, 2009).
f. Panjang Papan Landasan
Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi panjang karung
pupuk merk pusri dan kujang yang memuat pupuk seberat 50 kg.
g. Lebar Papan Landasan
Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi lebar karung
pupuk merk pusri dan kujang yang memuat pupuk seberat 50 kg.
h. Ketinggian Maksimum Papan Landasan
Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi ketinggian bak
truk yang menjadi armada utama proses distribusi pupuk di UD. Karya
Tani, sedangkan dimensi ukuran tinggi bak truk adalah 103 cm.
2. Penentuan Komponen
Pada tahap ini akan dilakukan suatu penetapan bahan yang digunakan dalam
merancang alat bantu bongkar pupuk.
3. Pembuatan Rancangan
Pembuatan rancangan dilakukan melalui pembuatan gambar secara 2D (dua
dimensi) dan 3D (tiga dimensi).
3.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hasil rancangan alat bantu
terhadap beban maksimal yang diterima. Perhitungan teknik meliputi perhitungan
gaya-gaya yang terjadi pada rangka, momen pada titik kritis, dan perhitungan
kekuatan komponen.
3.5. Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan terhadap
postur kerja dan beban kerja fisik pekerja setelah menggunakan alat bantu hasil
rancangan. Untuk memvalidasi rancangan alat bantu bongkar pupuk ini dilakukan
dengan dua cara yang dijelaskan pada sub bab berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-9
3.5.1. Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan
Penilaian level resiko postur kerja setelah perancangan memiliki tahapan
yang sama dengan penilaian level resiko postur kerja kondisi awal. Akan tetapi,
untuk mengetahui ada tidaknya perubahan level resiko postur maka dilakukan
perbandingan level resiko dari skor akhir RULA kondisi awal dan kondisi setelah
memakai alat hasil rancangan. Semakin kecil nilai RULA berarti level resiko
semakin kecil sehingga hasil rancangan layak untuk digunakan.
3.5.2. Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan
Penilaian beban kerja fisik setelah menggunakan alat hasil rancangan
dilakukan melalui perhitungan konsumsi energi secara tidak langsung, yaitu
menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung
dengan langkah-langkah yang sama dengan penilaian beban kerja fisik awal.
3.6. Analisis dan Interpretasi Hasil
Analisa dan interpretasi hasil dilakukan untuk menganalisis kondisi awal,
rancangan alat bantu bongkar pupuk, mekanika teknik, dan kondisi setelah
perancangan.
3.7. Kesimpulan dan Saran
Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasi pengolahan data
dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan memberikan
saran perbaikan yang mungkin dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi tentang keseluruhan tahapan pengumpulan dan pengolahan
data yang dilakukan dalam penelitian. Penelitian ini terdiri dari serangkaian
aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menarik
suatu kesimpulan.
4.1 Identifikasi Awal
Identifikasi awal dilakukan selama bulan Desember 2010 - Januari 2011
dengan tujuan untuk mengetahui informasi awal di tempat penelitian. Metode
untuk mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung proses
bongkar pupuk, wawancara, dan pendokumentasian gambar postur kerja.
4.1.1 Data Kualitatif
Data kualitatif mengenai rincian kegiatan bongkar pupuk dan keluhan
yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk dilakukan melalui
teknik wawancara secara langsung terhadap tiga orang pekerja. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pekerja, diketahui kegiatan bongkar per hari rata-rata
sebanyak 12 ton pupuk. Rata-rata frekuensi aktivitas pemindahan pupuk dari truk
menuju gudang adalah 80 kali/hari/pekerja dengan rentang jarak kurang lebih
tujuh meter. Adapun rincian kegiatan bongkar pupuk di UD. Karya Tani dapat
dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Atribut Kegiatan Manual Material Handling No Atribut Manual Material Handling Kondisi Awal Satuan 1 Cara bongkar pupuk Manual tanpa fasilitas kerja - 2 Jumlah pekerja pada bidang bongkar pupuk 3 orang
3 Beban angkut pupuk 50 kg
4 Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali aktivitas pemindahan pupuk
30 detik
5 Rata-rata frekuensi pengangkutan beban dalam sehari yang dilakukan oleh satu pekerja (khusus kegiatan bongkar)
80 kali
6 Total beban pengangkutan pupuk dalam satu hari yang dilakukan satu pekerja 4 ton
7 Jarak antara gudang pupuk dengan armada 7 meter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pekerja bagian bongkar
muat pupuk diperoleh informasi mengenai keluhan ketidaknyamanan dan
kesulitan yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk. Daftar
pertanyaan wawancara pekerja selengkapnya terdapat pada lampiran. Rekapitulasi
hasil wawancara mengenai keluhan ketidaknyamanan dan kesulitan pada aktivitas
bongkar pupuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Keluhan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk No Keluhan Pekerja Jumlah (orang)
1 Keluhan rasa pegal pada bagian bahu dan lengan serta nyeri pada bagian punggung, pergelangan tangan, dan leher setelah mengangkut pupuk.
3
2 Kesulitan saat menarik pupuk untuk ditempatkan ke punggung
2
3 Kelelahan dan keluhan nafas terengah-engah saat mengangkut pupuk dari truk menuju gudang.
3
4 Kesulitan saat akan meletakkan pupuk di gudang. 2
Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui keinginan pekerja yang
selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan. Tabel 4.3 menunjukkan
beberapa pernyataan keinginan pekerja mengenai alat bantu kerja sebagai fasilitas
pendukung pada aktivitas bongkar pupuk.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Keinginan Pekerja No Keinginan Pekerja Jumlah (orang)
1
Pekerja menginginkan alat bantu yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk dengan posisi yang nyaman dan meminimalkan kelelahan akibat penggunaan tenaga yang berlebihan saat mengangkut pupuk.
3
2 Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan menempatkan pupuk untuk diangkut.
2
3 Kemudahan dalam mengoperasikan alat bantu. 3
4 Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan proses peletakkan pupuk di gudang.
2
Tabel 4.3 menunjukkan hasil rekapitulasi data keinginan pekerja untuk
perancangan alat bantu bongkar pupuk, dimana diperoleh hasil tingkat keinginan
terbesar adalah keinginan pekerja untuk memperbaiki posisi kerja saat melakukan
pengangkutan pupuk dan kemudahan pengoperasian alat bantu bongkar pupuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
4.1.2 Dokumentasi Postur Kerja Awal
Pengamatan postur kerja pekerja bidang bongkar pupuk dilakukan melalui
pendokumentasian gambar dengan kamera digital. Pendokumentasian aktivitas
pekerja dilakukan saat pekerja melakukan aktivitas pengangkatan dan
pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang. Data selanjutnya dibagi ke dalam
fase-fase gerakan untuk memudahkan penilaian dengan metode RULA. Fase-fase
gerakan bongkar pupuk ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.4 Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk No Gambar Aktivitas
1
Pekerja menempatkan beban (pupuk) ke punggung sebagai inisialisasi pengangkatan. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 1470 dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 780 , posisi pergelangan tangan sebesar 340, putaran pergelangan tangan pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 180, posisi punggung ekstensi terhadap sumbu tubuh sebesar 110, posisi kaki normal atau seimbang.
2
Pekerja mulai memindahkan tumpuan beban dari bak ke punggung. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 870, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 1060, posisi pergelangan tangan sebesar 450 dengan pergelangan tangan menjahui sisi tengah, putaran pergelangan tangan berada dekat dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 670, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 130, posisi kaki normal atau seimbang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
Tabel 4.5 Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk (Lanjutan) No Gambar Aktivitas
3
Pekerja mengangkut beban berjalan dari truk menuju gudang dengan beban di atas punggung. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 1040 dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 1420, posisi pergelangan pada posisi netral, putaran pergelangan tangan pada posisi yang netral dan berada pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh 380, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 270, posisi kaki normal atau seimbang.
4
Pekerja melepaskan beban dari punggung dan menjatuhkan beban ke lantai. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 1350 dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 1220 dengan lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh, posisi pergelangan tangan sebesar 580, putaran pergelangan tangan pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 830, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 480, posisi kaki normal atau seimbang.
4.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal dengan Metode RULA
Penilaian level resiko postur kerja diawali dengan menerjemahkan postur
kerja dari hasil pengambilan gambar sesuai dengan penilaian postur kerja metode
RULA. Kode postur kerja metode RULA meliputi postur kerja grup A yang
terdiri dari: upper arm (lengan atas), lower arm (lengan bawah), wrist
(pergelangan tangan), wrist twist (putaran pergelangan tangan), dan grup B yang
terdiri dari: neck (leher), trunk (punggung), dan legs (kaki). Setelah didapatkan
hasil pengkodean dari tiap-tiap fase gerakan, maka dilanjutkan dengan penilaian
postur kerja dengan metode RULA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
1. Fase Gerakan 1
Gambar 4.1 Sudut Postur Kerja Saat Menempatkan Beban ke Punggung
Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.1 adalah sebagai berikut:
a. Postur kerja grup A
- Postur kerja bagian upper arm
Upper arm membentuk sudut > 900 dan bahu naik dengan skor 4 + 1 =5
- Postur kerja bagian lower arm
Lower arm membentuk sudut 600 - 1000 dengan skor = 1
- Postur kerja bagian wrist
Wrist membentuk sudut >150 dengan skor = 3
- Postur kerja bagian wrist twist
Wrist twist berada di garis tengah dengan skor =1
Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
Tabel 4.6 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1
Upper Arm Lower Arm
Wrist 1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.6 adalah 5
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup A adalah 5+3+1 = 9
b. Postur kerja grup B
- Postur kerja bagian neck
Neck membentuk sudut 100 - 200 dengan skor = 2
- Postur kerja bagian trunk
Trunk membentuk sudut 00 - 200 dengan skor = 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
- Postur kerja bagian legs
Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1
Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1
Neck
Trunk 1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.6 adalah = 2
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup B adalah 2+1+3 = 6
Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1
Tabel C Skor grup B 1 2 3 4 5 6 7+
Skor Grup A
1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 6 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Skor akhir untuk fase gerakan 1 pada aktivitas bongkar pupuk adalah
sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
pada fase 1 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan
postur kerja sekarang juga.
2. Fase Gerakan 2
Gambar 4.2 Sudut Postur Kerja Saat Memindahkan Tumpuan Beban dari Bak
Truk ke Punggung
Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.2 adalah sebagai berikut:
a. Postur kerja grup A
- Postur kerja bagian upper arm
Upper arm membentuk sudut 450 - 900 dengan skor = 3
- Postur kerja bagian lower arm
Lower arm membentuk sudut >1000 dengan skor = 2
- Postur kerja bagian wrist
Wrist membentuk sudut >150 dan pergelangan tangan menjahui sisi tengah
dengan skor 3+1 = 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
- Postur kerja bagian wrist twist
Wrist twist berada dekat dari putaran dengan skor = 2
Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut.
Tabel 4.9 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 2
Upper Arm Lower Arm
Wrist 1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.9 adalah 5
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup A adalah 5+ 3+1 = 9
b. Postur kerja grup B
- Postur kerja bagian neck
Neck membentuk sudut > 200 dengan skor = 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
- Postur kerja bagian trunk
Trunk membentuk sudut 00-200 dengan skor = 2
- Postur kerja bagian legs
Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1
Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 2
Neck
Trunk 1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.10 adalah = 3
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup B adalah 3+1+3 = 7
Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini.
Tabel 4.11 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 2
Tabel C Skor grup B 1 2 3 4 5 6 7+
Skor Grup A
1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 6 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Skor akhir untuk fase gerakan 2 pada aktivitas bongkar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas
bongkar pupuk pada fase 2 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan
tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga.
3. Fase Gerakan 3
Gambar 4.3 Sudut Postur Kerja Saat Mengangkut Beban Berjalan Menuju
Gudang
Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.3 adalah sebagai berikut:
a. Postur kerja grup A
- Postur kerja bagian upper arm
Upper arm membentuk sudut > 900 dan bahu naik dengan skor 4 + 1 = 5
- Postur kerja bagian lower arm
Lower arm membentuk sudut > 1000 dengan skor = 2
- Postur kerja bagian wrist
Wrist pada posisi netral dengan skor = 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
- Postur kerja bagian wrist twist
Wrist twist berada di garis tengah dengan skor = 1
Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini.
Tabel 4.12 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 3
Upper Arm Lower Arm
Wrist 1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.12 adalah 5
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup A adalah 5+3+1 = 9
b. Postur kerja grup B
- Postur kerja bagian neck
Neck membentuk sudut > 200 dengan skor = 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
- Postur kerja bagian trunk
Trunk membentuk sudut 200- 600 dengan skor = 3
- Postur kerja bagian legs
Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1
Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini.
Tabel 4.13 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 3
Neck
Trunk 1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.13 adalah = 4
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup B adalah 4+1+3 = 8
Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini.
Tabel 4.14 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 3
Tabel C Skor grup B
1 2 3 4 5 6 7+
Skor Grup A
1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 6 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Skor akhir untuk fase gerakan 3 pada aktivitas bongkar pupuk adalah
sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
pada fase 3 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan
postur kerja sekarang juga.
4. Fase Gerakan 4
Gambar 4.4 Sudut Postur Kerja Saat Melepaskan Beban dari Punggung
Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.4 adalah sebagai berikut:
a. Postur kerja grup A
- Postur kerja bagian upper arm
Upper arm membentuk sudut > 900 dan bahu naik dengan skor 4 + 1 = 5
- Postur kerja bagian lower arm
Lower arm membentuk sudut >1000 dan bekerja melewati garis tengah
tubuh dengan skor 2+1 = 3
- Postur kerja bagian wrist
Wrist membentuk sudut >150 dengan skor = 3
- Postur kerja bagian wrist twist
Wrist twist berada di garis tengah dengan skor = 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut.
Tabel 4.15 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 4
Upper Arm Lower Arm
Wrist 1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.15 adalah 7
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup A adalah 7+ 3+1 = 11
b. Postur kerja grup B
- Postur kerja bagian neck
Neck membentuk sudut > 200 dengan skor = 3
- Postur kerja bagian trunk
Trunk membentuk sudut 200 - 600 dan batang tubuh bengkok dengan skor
3+1 = 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
- Postur kerja bagian legs
Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1
Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini.
Tabel 4.16 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 4
Neck
Trunk 1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.16 adalah = 5
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Beban > 10 kg dengan skor = 3
- Total skor grup B adalah 5+1+3 = 9
Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.17 berikut ini.
Tabel 4.17 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 4
Tabel C Skor grup B
1 2 3 4 5 6 7+
Skor Grup A
1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 6 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Skor akhir untuk fase gerakan 4 pada aktivitas bongkar pupuk adalah
sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk
pada gerakan fase 4 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan
perbaikan postur kerja sekarang juga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
Rekapitulasi hasil perhitungan postur kerja tiap-tiap fase gerakan aktivitas
bongkar pupuk dengan menggunakan RULA dapat dilihat pad Tabel 4.18 berikut
ini.
Tabel 4.18 Level Resiko Tiap-Tiap Fase Gerakan Fase Gerakan Skor Akhir Level Resiko Kategori Tindakan Gerakan 1 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Gerakan 2 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Gerakan 3 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Gerakan 4 7 Tinggi Tindakan sekarang juga
4.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal
Penilaian beban kerja fisik ini dilakukan melalui perhitungan konsumsi
energi dengan menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut
jantung (Bridger,1995). Perhitungan konsumsi energi pekerja diawali dengan
pengumpulan data denyut jantung pekerja sebelum beraktivitas (DN0) dan pada
saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk (DN1).
4.3.1 Perhitungan Denyut Jantung
Penentuan besarnya denyut dilakukan dengan menggunakan metode 10
denyut (ten pulse methods), yaitu dengan cara mengkonversikan capaian
kecepatan denyut jantung sebanyak 10 denyut ke dalam banyaknya denyut
jantung selama satu menit. Rekapitulasi keseluruhan denyut jantung sebelum
aktivitas (DN0) dan pada saat berktivitas (DN1) ditunjukkan Tabel 4.19 berikut
ini.
Tabel 4.19 Rekapitulasi Pengumpulan Data Kecepatan Denyut Jantung
Pekerja Kecepatan denyut jantung / 10
denyut Denyut Jantung DN0 (detik) DN1 (detik) DN0 (denyut) DN1 (denyut)
1 9.52 4.48 63 134 2 9.20 4.14 65 145 3 9.00 4.35 67 138
Berikut ini ditunjukkan contoh perhitungan denyut jantung sebelum
aktivitas (DN0) dan pada saat pekerja berktivitas (DN1).
1. Denyut jantung istirahat (DN0)
Denyut jantung/menit = (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60
= (10/9.52) ´ 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
= 63.03
≈ 63 denyut/menit
2. Denyut jantung kerja (DN1)
Denyut jantung/menit = (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60
= (10/4.48) ´ 60
= 133.93
≈ 134 denyut/menit
4.3.2 Perhitungan Konsumsi Energi
Hasil perhitungan denyut jantung digunakan untuk menentukan besarnya
konsumsi energi. Perhitungan konsumsi energi sebelum perancangan digunakan
untuk mengetahui beban kerja saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk.
Konsumsi energi dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 dan persamaan
2.3. Rekapitulasi konsumsi energi pekerja ditunjukkan Tabel 4.20 berikut ini.
Tabel 4.20 Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk
Pekerja Denyut Jantung Energi Konsumsi Energi (Kkal/menit) DN0 (denyut) DN1 (denyut) Ej Et
1 63 134 2.23 7.22 4.99 2 65 145 2.31 8.40 6.09 3 67 138 2.39 7.63 5.24
Rata-rata 5.43
Berikut ditujukkan contoh perhitungan konsumsi energi:
1. Perhitungan energi yang diperlukan pada saat istirahat (Ej)
Ej = 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2
= 1,80411 – (0,0229038 x 63) + (4,71733 x 10-4 x (63)2)
= 2.23
2. Perhitungan energi yang diperlukan pada waktu kerja (Et)
Et = 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 ´10-4) X2
= 1,80411 – (0,0229038 ´ 134) + (4,71733 ´10-4 ´ (134)2)
= 7.22
3. Perhitungan besarnya konsumsi energi (KE)
KE = Et – Ej
= 7.20 – 2.23
= 4.99 Kkal/menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Hasil perhitungan konsumsi energi (rata-rata) pada aktivitas bongkar
pupuk sebesar 5.43 kkal/menit. Hasil tersebut dapat dikategorikan sebagai jenis
pekerjaan berat. E. Grandjean (1986) menyatakan bahwa 5.2 Kkal/menit
merupakan nilai yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat, jika
melebihi batasan yang direkomendasikan maka biasanya akan timbul rasa lelah
atau fatique (Nurmianto, 2005).
4.4 Tahap Perancangan
Pada tahap perancangan ini diawali penyusunan konsep rancangan alat
bantu bongkar pupuk dengan tujuan utama untuk memperbaiki postur kerja dan
menurunkan beban kerja fisik, perhitungan persentil untuk menentukan ukuran
perancangan desain alat bantu bongkar pupuk, penentuan spesifikasi rancangan
dari segi dimensi dan komponen rancangan serta dilakukan perhitungan mekanika
teknik.
4.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan
Penyusunan konsep perancangan dilakukan dengan mengacu pada data
studi pendahuluan yang diperoleh. Data studi pendahuluan ini menunjukkan fakta
yang tejadi di tempat penelitian dan memberikan informasi tentang apa yang
diinginkan pekerja. Penyusunan konsep perancangan dilakukan dengan cara
menjabarkan keluhan dan keinginan pekerja menjadi kebutuhan perancangan yang
dilanjutkan dengan pengembangan ide perancangan sesuai dengan kebutuhan
yang telah dibuat sebelumnya.
1. Penjabaran Kebutuhan Perancangan (Need)
Informasi yang diperoleh dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan
wawancara menunjukkan bahwa pekerja belum menemukan kenyamanan dalam
melakukan aktivitasnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2. Faktor
ketidaknyamanan ini dipertegas dari wawancara secara mendalam kepada pekerja
yang menunjukkan adanya keluhan rasa sakit, nyeri, pegal terutama pada bagian
punggung, bahu, lengan, dan leher. Hubungan antara timbulnya keluhan dengan
penyebabnya dapat dijelaskan melalui Tabel 4.21 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
Tabel 4.21 Ringkasan Keluhan Pekerja dan Penyebabnya No Keluhan Pekerja Penyebab
1
Keluhan rasa pegal pada bagian bahu dan lengan serta nyeri pada bagian punggung, pergelangan tangan, dan leher setelah mengangkut pupuk.
Posisi tangan tertarik ke belakang memegang pupuk dan punggung membungkuk untuk menopang pupuk sambil berjalan dari truk menuju gudang.
2 Kesulitan saat menarik pupuk untuk ditempatkan ke punggung.
Kedua tangan tertarik ke belakang dengan bahu naik untuk meraih pupuk di belakang tubuh.
3 Kelelahan dan keluhan nafas terengah - engah saat mengangkut pupuk dari truk menuju gudang.
Pupuk yang diangkut cukup berat sehingga posisi tubuh dalam kondisi tidak stabil.
4 Kesulitan saat akan meletakkan pupuk di gudang.
Posisi punggung membungkuk sambil menyamping dan lengan bawah bekerja melawati garis tengah tubuh untuk melepaskan pupuk yang ditopang di punggung pekerja.
Di lain pihak, pekerja juga menyatakan keinginanya seperti ditunjukkan
pada Tabel 4.3, hasil keinginan dan keluhan pekerja tersebut kemudian dijabarkan
menjadi kebutuhan perancangan yang harus dipenuhi. Penjabaran kebutuhan
dibuat untuk memperjelas batasan-batasan masalah dalam pembuatan konsep
perancangan dan mempermudah tahapan penyelesaian yang harus dilakukan
sehingga alat yang akan dirancang sesuai dengan tujuan. Penjabaran kebutuhan
dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut ini.
Tabel 4.22 Penjabaran Kebutuhan Perancangan No Keinginan Pekerja Penjabaran Kebutuhan
1
Pekerja menginginkan alat bantu yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk dengan posisi yang nyaman dan meminimalkan kelelahan atau penggunaan tenaga yang berlebihan saat mengangkut pupuk.
Alat bantu yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk tanpa membungkuk dan tangan tertarik ke belakang.
Alat bantu dibuat dengan mekanisme sederhana namun dapat memperingan dalam mengangkut pupuk.
2 Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan menempatkan pupuk untuk diangkut.
Adanya landasan untuk menopang pupuk.
Ketinggian landasan sesuai dengan ketinggian bak truk.
3 Kemudahan dalam mengoperasikan alat bantu.
Alat bantu dapat dioperasikan hanya dengan satu orang pekerja tanpa mengurangi aktivitas pengangkutan pupuk. Mobilitas alat cukup baik. Alat stabil saat dijalankan.
2. Pembangkitan Gagasan Perancangan
Gagasan atau ide yang dikembangkan berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan perancangan yang telah dibuat sebelumnya pada Tabel 4.22.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
Permasalahan utama yang terjadi pada aktivitas bongkar pupuk adalah postur
kerja pekerja pada saat mengangkut pupuk yang mengharuskan pekerja
memanggul pupuk dengan posisi punggung membungkuk, leher fleksi dengan
tangan tertarik ke belakang untuk menahan pupuk sehingga menyebabkan pekerja
harus bekerja dengan sikap paksa dan menggunakan tenaga yang berlebihan untuk
mengangkut pupuk. Sikap paksa tersebut apabila dilakukan dalam waktu yang
lama dan berulang-ulang sangatlah mungkin untuk menimbulkan rasa sakit, nyeri,
dan pegal pada beberapa bagian tubuh, terutama punggung, bahu, leher, dan
pergelangan tangan.
Berdasarkan penjabaran kebutuhan, dapat diketahui adanya peluang untuk
mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh dan untuk meminimalkan
timbulnya sikap paksa dengan merancang sebuah alat bantu kerja bongkar pupuk
berupa lift table yang berfungsi sebagai alat untuk mempermudah aktivitas
pengangkutan pupuk. Pembangkitan ide perancangan ini diperjelas dengan
mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode perancangan rasional
dari Nigel Cross yang terdiri dari penjelasan tujuan, penetapan fungsi, dan
penentuan spesifikasi kinerja. Beberapa tahapan tersebut adalah :
a. Penjelasan Tujuan
Tahap ini bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sub tujuan dari
perancangan, serta hubungan di antara keduanya. Penjabaran tujuan dan sub
tujuan dari perancangan dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini.
Gambar 4.5 Penjelasan Tujuan Perancangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
b. Penetapan Fungsi
Tahap ini bertujuan menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan
batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkah pertama yang
dilakukan adalah menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam
perubahan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang diinginkan, seperti
pada Gambar 4.6 berikut ini.
Gambar 4.6 Fungsi Umum Perancangan
Langkah selanjutnya adalah memecah fungsi umum menjadi sub fungsi
dasar yang lebih spesifik. Sub fungsi dasar yang pertama dari perancangan alat
bantu (fasilitas kerja) aktivitas bongkar pupuk yang berupa lift table adalah
pengaturan pegangan. Ukuran pegangan disesuaikan dengan data anthropometri
pekerja dan pegangan diberi busa atau karet, hal ini dimaksudkan memberi
kenyamanan pekerja pada saat mendorong lift table. Penjabaran sub fungsi
pengaturan pegangan lift table dijelaskan pada Gambar 4.7 berikut ini.
Gambar 4.7 Sub Fungsi Pengaturan Pegangan Lift Table
Sub fungsi dasar kedua dari perancangan lift table adalah pengaturan
ukuran landasan. Ukuran panjang dan lebar landasan disesuaikan dengan dimensi
karung pupuk dan ketinggian landasan disesuaikan dengan ketinggian bak truk,
hal ini dimaksudkan memberi kemudahan dalam memindahkan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
memposisikan pupuk dari bak truk ke lift table. Penjabaran sub fungsi pengaturan
landasan lift table dijelaskan pada Gambar 4.8 berikut ini.
Gambar 4.8 Sub Fungsi Pengaturan Ukuran Landasan Lift Table
Sub fungsi dasar ketiga dari perancangan lift table adalah pengaturan
kekuatan landasan penopang beban (pupuk). Landasan penopang pupuk dan
rangka dibuat dari baja, hal ini dimaksudkan agar lift table mampu mengangkat
pupuk atau beban sebesar 100 kilogram dengan ringan. Penjabaran sub fungsi
pengaturan kekuatan landasan penopang beban dijelaskn pada Gambar 4.9 berikut
ini.
Gambar 4.9 Sub Fungsi Kekuatan Landasan Penopang Beban
Sub fungsi dasar keempat dari perancangan lift table adalah akses
kemudahan penggunaan lift table. Sub fungsi dasar ini diakomodasi melalui
pengaturan roda depan yang dinamis pada rancangan lift table. Pemilihan roda
depan lift table secara dinamis dimaksudkan agar memberi akses kemudahan
mobilitas penggunaan lift table oleh pekerja. Penjabaran sub fungsi akses
kemudahan penggunaan lift table dapat dilihat Gambar 4.10 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
Gambar 4.10 Sub Fungsi Akses Kemudahan Penggunaan Lift Table
Sub fungsi dasar kelima dari perancangan lift table adalah pengaturan
jumlah roda pada lift table. Untuk mempercepat mobilitas pengangkutan pupuk
dari truk menuju gudang maka lift table dilengkapi dengan dau buah roda depan
dan dua buah roda belakang. Penjabaran sub fungsi pemberian roda pada lift table
dapat dilihat Gambar 4.11 berikut ini.
Gambar 4.11 Sub Fungsi Jumlah Pemberian Roda pada Lift Table
c. Spesifikasi Kinerja
Tahap ini bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan
perancangan. Tabel 4.23 menunjukkan spesifikasi kinerja dari perancangan yang
dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
Tabel 4.23 Spesifikasi Kinerja Perancangan Lift Table No Kriteria Spesifikasi
1 Sesuai ukuran anthropometri pekerja.
Lebar bahu Tinggi siku berdiri
Lebar jari ke- 2,,3,4,5 Diameter lingkar genggam
2 Memberi kenyamanan saat mendorong lift table. Bagian pegangan dilengkapi dengan karet.
3 Memposisikan pupuk untuk diangkut secara mudah.
Posisi ketinggian landasan pupuk dapat disesuaikan dengan tinggi bak truk.
4 Operasional akses mobilitas yang mudah.
Pemilihan roda secara dinamis pada bagian depan.
5 Kuat menopang pupuk atau beban 100 kg.
Penggunaan material yang kuat dalam perancangan.
7 Mempercepat mobilitas pengangkutan pupuk.
Pemberian roda depan dan belakang masing-masing dua buah pada lift table.
4.4.2 Penentuan dan Pengumpulan Data Dimensi Anthropometri
Berdasarkan penyusunan konsep perancangan yang telah diungkapkan,
maka dapat ditentukan dimensi anthropometri yang akan digunakan sebagai acuan
untuk menetapkan ukuran rancangan. Penentuan dimensi anthropometri ini
dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan
disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik dan kebutuhan
penggunanya. Berikut ini adalah dimensi anthropometri yang dibutuhkan dalam
perancangan:
1. Lebar bahu (lb)
2. Tinggi siku berdiri (tsb)
3. Lebar jari ke- 2, 3,4,5
4. Diameter lingkar genggam (dlg)
Penggunaan dimensi anthropometri tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 4.24 dan
Tabel 4.25 berikut ini.
Tabel 4.24 Fungsi Dimensi Anthropometri No Data Anthropometri Cara Pengukuran Fungsi
1 Lebar bahu (lb) Subjek duduk tegak, ukur jarak horisontal antara kedua lengan atas.
Untuk menentukan lebar pegangan lift table.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
Tabel 4.25 Fungsi Dimensi Anthropometri (Lanjutan) No Data Anthropometri Cara Pengukuran Fungsi
2 Tinggi siku berdiri (tsb) Ukur jarak vertikal antara siku dengan lantai pada posisi berdiri.
Untuk menentukan ukuran tinggi pegangan lift table.
3 Lebar jari ke- 2,3,4,5 (lj)
Ukur jarak antara kelingking bagian terluar dengan jari telunjuk bagian terluar.
Untuk menentukan panjang pegangan lift table.
4 Diameter lingkar genggam (dlg)
Ukur garis tengah (diameter) lingkaran karena bertemunya ibu jari dengan ujung telunjuk dan dirasakan paling nyaman.
Untuk menentukan diameter pegangan lift table yang digunakan.
Untuk memperoleh data dari dimensi anthropometri tersebut, maka
dilakukan pengambilan data melalui pengukuran dimensi anthropometri seluruh
pekerja UD. Karya Tani yang berjumlah tiga orang pekerja. Rekapitulasi
keseluruhan data anthropometri pekerja dapat ditunjukkan Tabel 4.26 berikut ini.
Tabel 2.26 Rekapitulasi Data Anthropometri Pekerja
No Data yang Diukur Simbol Data Pekerja
1 2 3 1 Lebar bahu lb 43.5 42.5 44.0 2 Tinggi siku berdiri tsb 97.5 99.0 102.0 3 Lebar jari ke- 2,,3,4,5 lj 7.5 8.8 7.5 4 Diameter lingkar genggam dlg 4.0 4.3 4.0
4.4.3 Perhitungan Persentil
Perhitungan persentil dilakukan untuk mendapatkan batas ukuran yang
diperlukan. Persentil yang digunakan pada perancangan alat bantu ini adalah
persentil 5, 50, dan 95. Persentil ini dapat dihitung berdasarkan rumus seperti
pada Tabel 2.3. Contoh perhitungan persentil untuk lebar bahu sebagai berikut :
P5 = 43.333 – (1.645 x 0.764) = 42.081
P50 = 43.333
P95 = 43.333 + (1.645 x 0.764) = 44.586
Tabel 4.27 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Anthropometri
No Data yang Diukur Simbol Rata-Rata
SD P 5 P 50 P 95
1 Lebar bahu Lb 43.333 0.764 42.081 43.333 44.586 2 Tinggi siku berdiri Tsb 99.500 2.291 95.742 99.500 103.258 3 Lebar jari ke- 2,3,4,5 Lj 7.933 0.751 6.702 7.933 9.164 4 Diameter lingkar genggam Dlg 4.100 0.173 3.816 4.100 4.384
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
4.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan
Pada tahap perancangan akan dilakukan penentuan spesifikasi rancangan
yang terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu :
1. Perhitungan Dimensi
Perhitungan dimensi dilakukan untuk menentukan ukuran rancangan yang
akan dibuat. Perhitungan dimensi ini mengacu pada hasil perhitungan persentil
yang telah dilakukan sebelumnya. Perhitungan dimensi yang dilakukan meliputi :
a. Perhitungan Lebar Pegangan Lift Table
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan lebar pegangan lift
table adalah lebar bahu (lb) dengan persentil ke-95 serta diberi tambahan
allowence masing-masing sebesar 5 cm di sisi kanan dan kiri, hal ini
dimaksudkan agar pekerja lebih leluasa dalam mengoperasikan lift table.
Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja dengan lebar bahu yang
lebih besar dapat memegang pegangan lift table dengan leluasa dan nyaman. Di
samping itu, untuk pekerja yang nilai persentil lebar bahunya kurang dari
persentil ke-95 (mengalami kelebihan lebar pegangan) tidak akan terganggu
kenyamanannya. Perhitungan lebar pegangan lift table sebagai berikut:
Lebar pegangan lift table = lb (P95) + allowence 10 cm
= 44.586 cm + 10 cm
= 54.586 cm
dengan;
lb = lebar bahu
P95 = persentil 95
Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh lebar pegangan lift
table hasil rancangan sebesar 55 cm.
b. Perhitungan Dimensi Diameter Pegangan Lift Table
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan diameter pegangan lift
table adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-5.
Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki diameter
genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan nyaman dan pekerja
yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat memegang pegangan
dengan mudah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
Perhitungan diameter pegangan lift table, sebagai berikut:
Diameter pegangan = dlg (P5)
= 3.816 cm
dengan;
dlg = diameter lingkar genggam
P5 = persentil 5
Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh diameter pegangan
hasil rancangan sebesar 3.816 cm ≈ 4 cm.
c. Perhitungan Ketinggian Pegangan Lift Table
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran tinggi
pegangan lift table dari permukaan lantai adalah tinggi siku berdiri (tsb)
dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang
memiliki tinggi siku berdiri yang lebih pendek dapat menggunakan lift table
dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi juga
dapat menggunakan lift table dengan mudah.
Perhitungan ketinggian pegangan lift table dari permukaan lantai, sebagai
berikut:
Ketinggian pegangan = tsb (P5)
= 95.742 cm
dengan;
tsb = tinggi siku berdiri
P5 = persentil 5
Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh ketinggian pegangan
lift table dari permukaan lantai hasil rancangan sebesar 95.742 cm ≈ 96 cm.
d. Perhitungan Panjang Genggaman Pegangan Lift Table
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang genggaman
pegangan lift table adalah lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) dengan persentil ke -95.
Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar
telapak tangan lebih besar dapat menggenggam pegangan lift table nyaman. Di
samping itu, untuk pekerja yang lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) kurang lebar
(mengalami kelebihan panjang genggaman) tidak akan terganggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
kenyamanannya. Perhitungan panjang genggaman pegangan lift table, sebagai
berikut:
Panjang genggaman pegangan = lj (P95)
= 9.164 cm
dengan;
lj = lebar jari ke-2,3,4,5
P95 = persentil 95
Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh panjang genggaman
pegangan lift table hasil rancangan sebesar 9.164 cm ≈ 9 cm.
e. Perhitungan Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table
Besarnya sudut kemiringan yang dibentuk oleh pegangan lift table terhadap
rangka adalah 150. Nilai ini didasarkan pada tabel control resistance criteria
yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit
(lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar 100-190 dari titik acuan
(Freivalds, 2009).
f. Menentukan Panjang Papan Landasan
Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi panjang karung
pupuk merk pusri dan kujang dengan allowence sebesar 5 cm disisi kanan dan
kiri, sedangkan dimensi ukuran panjang karung pupuk adalah 95 cm.
Perhitungan lebar papan landasan = 95 cm + allowence 10 cm
= 95 cm + 10 cm
= 105 cm
g. Menentukan Lebar Papan Landasan
Data yang digunakan adalah ukuran dimensi lebar karung pupuk merk pusri
dan kujang dengan allowence sebesar 5 cm di sisi kanan dan kiri, sedangkan
dimensi ukuran lebar karung pupuk adalah 58 cm.
Perhitungan lebar papan landasan = 58 cm + allowence 10 cm
= 58 cm + 10 cm
= 68 cm
h. Menentukan Ketinggian Maksimum Papan Landasan
Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi ketinggian bak truk
yang menjadi armada utama proses distribusi pupuk di UD. Karya Tani,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
sedangkan dimensi ukuran tinggi bak truk adalah 103 cm. Akan tetapi,
dimungkinkan penyesuain tinggi papan landasan dengan cara menurunkan
posisi papan landasan maksimal sebesar 15 cm. Hal ini bertujuan untuk
mengantisipasi pengangkutan lebih dari satu karung dalam satu kali angkut
sehingga pekerja lebih mudah memposisikan atau menggeser pupuk dari bak
truk ke lift table.
Rekapitulasi hasil perhitungan dimensi lift table yang akan dirancang
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut ini.
Tabel 4.28 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Lift Table No Bagian Ukuran (cm) 1 Lebar pegangan lift table 55 2 Dimensi diameter lift table 4 3 Ketinggian pegangan lift table 96 4 Panjang genggaman lift table 9 5 Sudut kemiringan pegangan lift table 150 6 Panjang papan landasan 105 7 Lebar papan landasan 68 8 Ketinggian maksimum papan landasan 103
2. Penentuan Komponen
Penentuan komponen penyusun pada usulan perancangan lift table
bertujuan untuk menetapkan komponen yang akan digunakan sesuai dengan
spesifikasi yang dibutuhkan. Penentuan komponen penyusun lift table dilakukan
berdasarkan informasi dari pustaka dan teknisi. Komponen lift table tersebut,
meliputi:
a. Rangka
Rangka dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: rangka bawah, rangka samping,
dan rangka atas. Rangka bawah dan rangka atas terbuat dari bahan pipa besi
stall yang berukuran 6 cm x 3 cm, sedangkan rangka samping terbuat dari besi
pipa diameter 3.4 cm dan ketebalan 2 mm yang dilengkapi empat buah
pengunci dari strip plat dengan lebar 3 cm dan tebal 1.6 mm untuk menjaga
kestabilan posisi rangka. Ketiga rangka dibuat dari bahan besi ST 37.
Pemilihan material besi ST 37 untuk rangka didasarkan pada tabel karakteristik
baja konstruksi umum menurut DIN 17100 (L2.1) dan informasi dari pihak
teknisi yang menyatakan bahwa besi ST 37 memiliki karakteristik yang stabil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
atau rigid, biasa dipakai sebagai konstruksi mesin, mudah dibentuk (dapat
disekrup, dibaut, dan dilas).
b. Plat
Plat digunakan untuk permukaan papan landasan lift table. Ukuran dari plat ini
adalah 105 cm x 68 cm (sesuai perhitungan data anthropometri) dengan
ketebalan 1.6 mm. Bahan yang digunakan minimal ST 37. Pemilihan bahan ini
berdasarkan tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN 17100
(L2.1) dan wawancara dari pihak teknisi. Bahan ini mampu menopang beban
maksimal yang ditanggung oleh permukaan papan landasan dan mudah didapat
di pasaran.
c. Pipa Pegangan Lift Table
Pegangan berfungsi untuk mengemudikan lift table pada saat aktivitas
pengangkutan pupuk. Pada bagian pegangan menggunakan bahan besi pipa ST
37 ketebalan 2 mm dan diameter 3.4 cm. Pemilihan pipa besi ST 37 ini
berdasarkan tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN 17100
(L2.1) yang menyatakan bahwa pipa besi ST 37 memiliki karakteristik yang
stabil atau rigid, ringan, biasa dipakai sebagai konstruksi mesin, dan mudah
dibentuk (dapat disekrup, dibaut, dan dilas). Selain itu, dilakukan wawancara
dengan pihak teknisi untuk menentukan dimensi pipa besi yang paling tepat
agar pipa pegangan mampu digunakan untuk mendorong seluruh beban rangka.
d. Poros (shaft)
Diameter poros yang digunakan sebesar 10 mm. Poros digunakan untuk
transmisi daya antar komponen mekanis pada rel. Bahan poros menggunakan
ST 60 yang mempunyai kemampuan menopang pembebanan yang tinggi (DIN
17100).
e. Jenis Roda dan Penggunaan Pengunci
Pemberian roda bertujuan untuk memudahkan pergerakan dan perpindahan dari
alat bantu kerja yang berupa lift table dan dapat digunakan untuk mengimbangi
gaya gesek kondisi permukaan jalan. Roda yang digunakan pada perancangan
ini adalah empat buah medium industrial castors jenis black rubber wheel
dengan diameter 6 inch atau kurang lebih sebesar 15.5 cm. Pemilihan jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
roda ini berdasarkan data spesesifikasi castors and wheels yang menyebutkan
bahwa medium industrial castors jenis black rubber wheel dengan diameter 6
inch mampu menahan beban hingga 135 kilogram (Rose Handling Ltd, 2011).
Spesifikasi desain gerakan roda adalah dua roda depan mempunyai arah gerak
ke segala arah, sedangkan dua roda belakang hanya mempunyai dua arah gerak
maju dan mundur. Hal ini bertujuan agar posisi lift table ketika didorong stabil
ke depan dan untuk membelokkan lift table digunakan 2 roda yang di depan.
Sedangkan untuk menjaga kestabilan lift table saat pekerja saat menurunkan
pupuk dari truk ke lift table dan menempatkan pupuk di gudang penyimpanan,
roda belakang dilengkapi dengan pengunci yang berfungsi untuk mengunci
roda agar roda tidak bergerak.
3. Pembuatan Rancangan
Rancangan lift table dibuat berdasarkan dimensi yang telah ditentukan dan
penentuan komponen yang telah dilakukan. Pembuatan gambar rancangan desain
lift table dilakukan dengan menggunakan software SolidWorks Premium 2009.
Gambar rancangan lift table ditunjukkan Gambar 4.12 sampai dengan
Gambar 4.16. Gambar 3D rancangan ditampilkan dalam 2 posisi, yaitu gambar
posisi normal dan gambar ketika posisi lift table diturunkan (adjustment
ketinggian), sedangkan gambar 2D ditampilkan dalam 3 proyeksi pandangan,
yaitu: gambar tampak atas, depan, dan tampak samping.
Gambar 4.12 Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table Posisi Normal
Roda
Plat landasan
Pegangan
Rem Poros Rel
Rangka Samping
Rangka Atas
Pengunci
Rangka Bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
Gambar 4.13 Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table dengan Adjusment
Ketinggian
Gambar 4.14 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Atas
(a) (b)
Gambar 4.15 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Samping
(a) posisi normal (b) posisi dengan adjustment
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
(a)
(b)
Gambar 4.16 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Depan
(a) posisi normal (b) posisi dengan adjustment
4.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik
Perhitungan mekanika teknik diperlukan untuk mengetahui kelayakan
rancangan lift table apabila dibuat. Perhitungan teknik meliputi perhitungan gaya,
perhitungan momen pada komponen kritis, dan perhitungan kekuatan komponen,
yaitu komponen rangka atas, rangka tengah, dan rangka bawah.
1. Perhitungan Kekuatan Rangka Atas
Perhitungan teknik rangka atas ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan
material yang digunakan dan keamanan desain. Bagian yang akan dilibatkan pada
perhitungan teknik hanya rangka atas utama, bagian lain pada rangka atas tidak
masuk dalam perhitungan teknik. Gambar bagian rangka atas dari lift table
ditunjukkan Gambar 4.17 sampai dengan Gambar 4.19 berikut ini.
Gambar 4.17 Gambar 3D Rangka Atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
Gambar 4.18 Gambar 2D Rangka Atas Tampak Samping
Gambar 4.19 Gambar 2D Rangka Atas Tampak Atas
a. Perhitungan Teknik
Beban yang harus ditahan rangka atas adalah:
Massa plat = 0.8 kg ≈ 1 kg
Massa pupuk = 100 kg
Massa total = 101 kg
Beban ditahan oleh dua rangka (mangggunakan H bar). Kedua beban tersebut
merupakan beban yang terpusat. Beban tekan total dimisalkan Ftotal dengan
perhitungan sebagai berikut:
Ftotal = mtotal ´ g
= 101 kg ´ 9,8 m/s2
= 980,8 N
Karena beban ditopang oleh dua rangka maka:
N
FF total
k
4.4902
8.9802
=
=
=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
Gambar 4.20 Diagram Benda Bebas Rangka Atas
Dari gambar diketahui bahwa:
0=å xF
0=xP
0=å yF ,
∑ MQ = 0
Fk ´ 37.5 - RP ´ 84 = 0
NcmNcm
cmcmN
RP
93.21884
1839084
5.374.490
=
=
´=
Syarat setimbang à
MP = Fk ´ 46.5 – RQ ´ 84 = 0
= 490.4 ´ 46.5 – 271.47 ´ 84
= 0.12 Nmm ≈ 0
MFk = RQ ´ 37.5
= 271.47 ´ 37.5
=10180.125 Nmm
MQ = Fk ´ 37.5 - RP ´ 84
= 490.4 ´ 37.5- 218.93 ´ 84
N
RFR PkQ
47.271
93.2184.490
=-=
-=
RP + RQ = Fk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
=-0.12Nmm ≈ 0 Nmm
b. Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Atas
Rangka atas terbuat dari pipa besi stall ST 37 dengan dimensi 6 cm x 3
cm x 2 mm, dengan batas tegangan baja yang diperkenankan adalah T = 1400
kg/cm2 (Lampiran 2.2).
Tegangan lentur baja ST 37 adalah
σ ijin = 1400 kg/cm2 x 9,8 m/ s2
= 137.20 N/mm2
Gambar 4.21 Penampang Melintang Profil Rangka Atas
Berdasarkan tabel 2.16, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung
sebagai berikut :
4
33
33
67.15949812
56.2660.3012
mm
bhBHI
=
-=
-=
Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik Fk) sebesar 10180.125
Nmm, maka tegangan lentur di batang dapat dihitung sebagai berikut:
2
4
max
/92.1
3067.159498
Nmm 10180.125
mmN
mmmm
cI
Mbeban
=
´=
´=s
Karena σbeban < σijin maka desaian rangka atas aman dan kuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-38
2. Rangka Tengah
Perhitungan teknik kekutan rangka tengah ini dibagi menjadi dua bagian,
yaitu kekuatan batang penopang sisi kanan dan sisi kiri lift table.
a. Perhitungan Teknik Batang Penopang Sisi Kiri
Gambar 4.22 Gambar 3D Batang Penopang Sisi Kiri
Gambar 4.23 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-39
Gambar 4.24 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 350
a
Gambar 4.25 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 900
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-40
Diketahui:
RP = 218.93 N
= 450
Jawab:
RPy = RP ´ cos 45
= 218.93 ´ cos 45
= 154.81 N
∑MS = 0
RPy ´ 840 – RCy ´ 15 = 0
154.81 ´ 840 – 15 RCy = 0
N
RCy
36.866915
4.130040
=
=
N
N
RR Cy
C
95.1650245cos36.8669
45cos
=
=
=
Syarat setimbang à
RSy = RCy – RPy
= 8669.36 - 154.81
= 8514.55N
N
N
RR Sy
S
25.1620845cos55.8514
45cos
=
=
=
MP = -RCy ´ 825+ RSy ´ 840
= -8669.36 N´ 825 mm+ 8514.55 N´ 840 mm
= 0 Nmm
RPy +RSy = RCy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-41
MC =-RSy ´ 15
=- 8514.55 N ´ 15 mm
=-127718.3 Nmm
MS = RPy ´ 840 – RCy ´ 15
= 154.81 N ´ 840 mm – 8669.36 N ´ 15 mm
= 0 Nmm
Gambar 4.26 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kiri 900
Gambar 4.27 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kiri 900
b. Perhitungan Teknik Batang Penopang Sisi Kanan
Gambar 4.28 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-42
Gambar 4.29 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 350
a
Gambar 4.30 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 900
Diketahui:
RQ = 271.47N
= 450
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-43
Jawab:
RQy = RQ ´ cos 45
= 271.47N ´ cos 45
= 191.96 N
∑MT = 0
RQy ´ 840 – RDy ´ 15 = 0
191.96 ´ 840 – 15 ´ RDy = 0
N
RDy
76.1074915
4.161246
=
=
N
N
RR Dy
D
18.2046345cos76.10749
45cos
=
=
=
Syarat setimbang à
RTy = RDy – RQy
= 10749.76 - 191.96 N
= 10557.8 N
N
N
RR Ty
T
77.2009745cos8.10557
45cos
=
=
=
MQ = - RDy ´ 825 + RTy ´ 840
= -10749.76 N´ 825 mm + 10557.8 N´ 840 mm
= 0 Nmm
MD = - RTy ´ 15
=- 10557.8 N ´ 15 mm
= -158367 Nmm
MT = RQy ´ 840 – RDy ´ 15
RQy +RTy = RDy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-44
= 191.96 N ´ 840 mm – 10749.76 N ´ 15 mm
= 0 Nmm
Gambar 4.31 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kanan 900
Gambar 4.32 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kanan 900
c. Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Tengah
Rangka tengah lift table terbuat dari besi pipa dengan jenis material yang
dipilih adalah baja rol panas dengan kadar karbon 0.2 % yang memiliki tegangan
ijin (σijin) sebesar 165 Mpa (Popov, 1996). Penampang pipa rangka tengah lift table
ditunjukkan Gambar 4.33 berikut ini.
Gambar 4.33 Penampang Pipa Rangka Tengah Lift Table
Dari Gambar 4.33 dapat diketahui bahwa:
Berdasarkan tabel 2.15, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung
sebagai berikut :
d0 = 34 mm
di = 30 mm
ketebalan pipa 2 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-45
Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik D) sebesar
158367 Nmm atau 158.367 Nm, maka tegangan lentur pada pipa rangka tengah
dapat dihitung sebagai berikut:
Mpa
mN
mm
Nm
cI
Mbeban
104
/1004.1
10171058.2
367.158
28
348
max
=´=
´´´
=
´=
--
s
Karena σbeban < σijin maka desaian rangka tengah aman dan kuat.
Dari hasil perhitungan maka penggunaan pipa baja karbon tersebut aman
untuk digunakan karena besarnya tegangan ijin pada pipa baja karbon yang
digunakan tidak melebihi atau lebih kecil daripada tegangan ijin baja rol panas
dengan kadar karbon 0,2% (104 Mpa < 165 Mpa ).
3. Rangka Bawah
Perhitungan teknik rangka bawah ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan
material yang digunakan dan keamanan desain. Bagian yang akan dilibatkan pada
perhitungan teknik hanya rangka bawah utama, bagian lain pada rangka bawah
tidak masuk dalam perhitungan teknik. Gambar bagian rangka bawah dari lift table
ditunjukkan Gambar 4.34 dan Gambar 4.35 berikut ini.
Gambar 4.34 Gambar 3D Rangka Bawah
48
4
44
41
40
1058.2
36.25823
)3034(64
)(64
m
mm
ddI
-´=
=
-´P
=
-´P
=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-46
Gambar 4.35 Gambar 2D Rangka Bawah Tampak Atas
a. Perhitungan Teknik
Gambar 4.36 Digram Benda Bebas Rangka Bawah
Diketahui:
RS = 16208.25 N
RT = 20097.77 N
Fpegangan = berat pegangan ´ gravitasi
= 2.4 kg ´ 9.8 m/s2
= 23,52 N
Karena beban ditopang oleh dua rangka maka:
N
FF pegangan
P
76.11252.232
=
=
=
Jawab:
∑MG = 0
-RS ´ 40 – RT ´ 794 – FP´ 1400 + RH ´1340 = 0
N
RH
79.124041340
140076.1179477.200974025.16208
=
´+´+´=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-47
Syarat setimbang à
RG = (RS + RT + FP) – RH
= (16208.25 + 20097.77 + 11.76) N – 12404.79 N
= 23912.99 N
MG = -RS ´40 – RT ´ 794+ RH ´ 1340-FP ´ 1400
= - 16208.25 ´ 40 - 20097.77 ´ 794 + 12404.79 ´ 1340- 11.76 ´ 1400
= -0.47 Nmm ≈ 0 Nmm
MRS = RG ´ 40 mm
= 23912.99 N ´ 40 mm
= 956519.5 Nmm
MRT = RH ´ 546 mm
= 12404.79 N ´ 546 mm
= 6773017 Nmm
MFP = RH ´ 60
= 12404.79 ´ 60 mm
= 744287.6 Nmm
MH = - RG ´ 1340 + RS ´ 1380 + RT ´ 546 + FP ´ 60
= -23912.99 N ´ 1340 mm + 16208.25 N ´ 1380 + 20097.77 N ´ 546 + 11.76´ 60
= 1298071.2 Nmm
b. Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Bawah
Material yang digunakan untuk rangka bawah sama dengan rangka atas,
yaitu terbuat dari pipa besi stall ST 37 dengan dimensi 6 cm x 3 cm x 2 mm,
dengan batas tegangan baja yang diperkenankan adalah T = 1400 kg/cm2 (Lampiran
2.2).
Tegangan lentur baja ST 37 adalah
σ ijin = 1400 kg/cm2 x 9,8 m/ s2
= 137.20 N/mm2
RG + RH = RS + RT + FP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-48
b
B
h H
Gambar 4.37 Penampang Melintang Profil Rangka Bawah
Berdasarkan tabel 2.16, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung
sebagai berikut :
4
33
33
67.15949812
56.2660.3012
mm
bhBHI
=
-=
-=
Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik T) sebesar 6773017
Nmm maka tegangan lentur di batang dapat dihitung sebagai berikut:
2
4
max
/3.127
3067.159498
6773017
mmN
mmmm
Nmm
cI
Mbeban
=
´=
´=s
Karena σbeban < σijin maka material dan desaian rangkabawah aman dan kuat.
4.5. Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk
Untuk memvalidasi rancangan alat bantu bongkar pupuk yang berupa lift
table ini digunakan dua cara, yaitu: penilaian level resiko postur kerja metode
RULA dan perhitungan konsumsi energi.
4.5.1 Penilaian Level Resiko Metode RULA Setelah Perancangan
Penilaian level resiko aktivitas bongkar pupuk setelah menggunakan lift
table hasil rancangan dilakukan melalui perhitungan skor akhir metode RULA.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas bongkar pupuk menggunakan
alat bantu hasil rancangan lebih baik dari metode bongkar pupuk kondisi awal.
Hasil skor akhir RULA setelah menggunakan alat hasil rancangan diharapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-49
lebih kecil dari hasil skor akhir RULA kondisi awal sehingga dapat mengurangi
resiko postur kerja pekerja bongkar pupuk. Perhitungan postur kerja tiap fase
gerakan bongkar pupuk setelah menggunakan alat hasil rancangan metode RULA
ditunjukkan Tabel 4.29 berikut ini.
Tabel 4.29 Level Resiko Tiap Fase Gerakan Bongkar Pupuk Setelah Perancangan
Fase Skor Akhir
Level Resiko Kategori Tindakan
Gerakan 1 3 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan Gerakan 2 3 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan Gerakan 3 3 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan Gerakan 4 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan
Dari keempat fase gerakan bongkar pupuk setelah menggunakan alat hasil
rancangan, semuanya memiliki level resiko postur kerja yang kecil sehingga
aktivitas bongkar pupuk menggunakan alat hasil rancangan aman dilakukan.
Perhitungan level resiko postur kerja setelah perancangan selengkapnya ada di
lampiran
Setelah didapatkan gambar fase gerakan peletakkan pupuk ke lift table
posisi normal (tanpa adjusment ketinggian papan landasan), kemudian dilakukan
perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu sebagai dasar perhitungan RULA.
Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh.
Hasil kode RULA dari fase gerakan Gambar 4.38 adalah sebagai berikut:
a. Postur kerja grup A
- Postur kerja bagian upper arm
Upper arm membentuk sudut 450 - 900 dengan skor = 3
- Postur kerja bagian lower arm
Lower arm membentuk sudut 600 - 1000 dengan skor = 1
- Postur kerja bagian wrist
Wrist pada posisi netral dengan skor = 1
- Postur kerja bagian wrist twist
Wrist twist berada di garis tengah dengan skor =1
Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.30 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-50
Tabel 4.30 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan
Upper Arm
Lower Arm
Wrist 1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-51
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.30 adalah 3
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
- Skor beban
Pekerja menarik pupuk dari bak truk ke lift table yang beratnya > 10 kg, bukan
termasuk kategori mengangkat beban sehingga memiliki skor beban 0.
- Total skor grup A adalah 3+ 1+0 = 4
b. Postur kerja grup B
- Postur kerja bagian neck
Neck membentuk sudut 00 - 100 dengan skor = 1
- Postur kerja bagian trunk
Trunk posisi normal dengan skor = 1
- Postur kerja bagian legs
Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1
Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.31 berikut ini.
Tabel 4.31 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan
Neck
Trunk
1 2 3 4 5 6 Legs Legs Legs Legs Legs Legs
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.31 adalah = 1
- Skor aktivitas
Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-52
- Skor beban
Pekerja menarik pupuk dari bak truk ke lift table yang beratnya > 10 kg bukan
termasuk kategori mengangkat beban sehingga memiliki skor beban 0.
- Total skor grup B adalah 1+1+0 = 2
Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.32 berikut ini.
Tabel 4.32 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan
Tabel C Skor grup B
1 2 3 4 5 6 7+
Skor Grup A
1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Hasil perhitungan skor RULA di atas menunjukkan bahwa skor akhir
yang didapat adalah 3, artinya postur kerja pekerja menggunakan lift table hasil
rancangan tergolong kecil dengan kategori tindakan diperlukan beberapa waktu ke
depan untuk memperbaiki postur kerja. Skor ini lebih kecil dari skor perhitungan
RULA metode bongkar pupuk kondisi awal, yaitu sebesar 7.
4.5.2 Perhitungan Konsumsi Energi Setelah Perancangan
Denyut jantung per menit ditentukan dengan pengukuran kecepatan denyut
jantung pekerja per 10 denyut, selanjutnya dilakukan konversi capaian kecepatan
denyut jantung sebanyak 10 denyut ke dalam banyaknya denyut jantung selama
satu menit menggunakan persamaan 2.1. Hasil pengukuran denyut jantung per 10
denyut ditunjukkan dalam Tabel 4.33.
Tabel 4.33 Rekapitulasi Data Kecepatan Denyut Jantung Setelah Perancangan
Pekerja Kecepatan denyut jantung / 10
denyut Denyut Jantung
DN0 (detik) DN1 (detik) DN0 (denyut) DN1 (denyut)
1 8.42 4.56 71 132 2 8.56 4.42 70 136 3 9.02 4.58 67 131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-53
Berikut ini ditunjukkan contoh perhitungan denyut jantung sebelum
aktivitas (DN0) dan pada saat pekerja berktivitas (DN1) menggunakan alat hasil
rancangan.
1. Denyut jantung istirahat (DN0)
Denyut jantung/menit = (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60
= (10/8.42) ´ 60
= 71.26
≈ 71 denyut/menit
2. Denyut jantung kerja (DN1)
Denyut jantung/menit = (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60
= (10/4.56) ´ 60
= 131.58
≈ 132 denyut/menit
Hasil perhitungan denyut jantung di atas selanjutnya digunakan untuk
menentukan besarnya konsumsi energi. Konsumsi energi dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.2 dan persamaan 2.3. Hasil perhitungan konsumsi
energi untuk keseluruhan pekerja ditunjukkan Tabel 4.34.
Tabel 4.34 Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Setelah Perancangan
Pekerja Denyut Jantung Energi Konsumsi Energi
(Kkal/menit) DN0 (denyut) DN1 (denyut) Ej Et 1 71 132 2.57 6.96 4.39 2 70 136 2.52 7.39 4.87 3 67 131 2.37 6.90 4.53
Rata-rata 4.60
Berikut ditunjukkan contoh perhitungan konsumsi energi:
Konsumsi energi pekerja ke 1 :
1. Perhitungan energi yang diperlukan saat istirahat (Ej)
Ej = 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2
= 1,8041- (0,0229038 x 71) + (4,71733 x 10-4x) (71)2
= 2.57
2. Perhitungan energi yang diperlukan pada saat bekerja (Et)
Et = 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 ´ 10-4) X2
= 1,80411 – (0,0229038 ´ 132) + (4,71733´10-4 ´(132)2)
= 6.96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-54
3. Perhitungan besarnya konsumsi energi (KE)
KE = Et - Ej
= 6.96 - 2.57
= 4.39 Kkal/menit
Berdasarkan perhitungan di atas, konsumsi energi (rata-rata) pekerja pada
saat melakukan aktivitas bongkar pupuk menggunakan lift table hasil rancangan
sebesar 4.60 kkal/menit. Nilai konsumsi energi tersebut masuk dalam kriteria
tingkat beban kerja sedang atau moderate work, yang berarti tingkat beban kerja
setelah perancangan alat bantu ini lebih kecil dari kondisi awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini membahas tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian
yang telah dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis dan
interpretasi hasil tersebut akan diuraikan dalam sub bab di bawah ini.
5.1 Analisis Kondisi Awal
Aktivitas bongkar pupuk kondisi awal dilakukan pekerja tanpa
menggunakan alat bantú atau fasilitas kerja, yaitu pekerja memanggul pupuk
seberat 50 kilogram dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Proses
bongkar pupuk kondisi awal ini hanya memungkinkan pekerja mengangkut satu
karung pupuk untuk satu kali angkut, sedangkan rata-rata beban angkat yang
dikenakan pada satu orang pekerja adalah empat ton. Oleh karena itu, pekerja
bongkar muat pupuk harus mengulangi aktivitas pengangkatan dan pengangkutan
pupuk sebanyak 80 kali setiap hari. Kegiatan yang berulang dengan beban angkut
yang berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan dan keluhan musculoskeletal
yang diidentifikasi dengan dua cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja
metode RULA dan perhitungan beban kerja fisik pekerja.
Pertama, penilaian level resiko postur kerja metode RULA dilakukan
dengan membagi aktivitas bongkar pupuk menjadi empat fase, yaitu fase pekerja
pada saat menempatkan beban ke punggung, pekerja memindahkan tumpuan
beban dari bak truk ke punggung, pekerja mengangkut beban berjalan menuju
gudang, dan pekerja meletakkan beban di gudang. Skor akhir RULA yang
dihasilkan dari keempat fase gerakan semuanya sebesar tujuh, yang artinya postur
kerja memiliki level resiko tinggi dengan rekomendasi diperlukan tindakan
perbaikan postur kerja sekarang juga. Postur kerja yang tidak aman ini disebabkan
adanya postur kerja tidak alamiah pada bagian punggung, leher, lengan atas,
lengan bawah, dan pergelangan tangan sehingga menyebabkan timbulnya keluhan
musculoskeletal. Postur kerja batang tubuh yang membungkuk dan bengkok
(miring) serta leher fleksi mengakibatkan beban tidak tersebar merata pada
seluruh garis tulang punggung sehingga menyebabkan timbulnya cidera pada
tulang belakang. Sedangkan postur tangan yang tertarik ke belakang dengan bahu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
naik dan pergelangan tangan fleksi dapat menyebabkan rasa nyeri pada bagian
lengan atas, bahu, dan pergelangan tangan karena daerah tersebut menahan beban
yang berat.
Kedua, penilaian beban kerja fisik pekerja dilakukan melalui perhitungan
konsumsi energi. Input perhitungan konsumsi energi adalah denyut jantung
pekerja sebelum melakukan aktivitas, yaitu denyut jantung pekerja sepuluh menit
sebelum pekerjaan dimulai dan denyut jantung pekerja pada saat bekerja, yaitu
pada saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk dengan jeda waktu satu
menit setelah pekerja melakukan sepuluh kali pengangkutan pupuk dari truk
menuju gudang. Perhitungan denyut jantung untuk tahap awal perhitungan
konsumsi energi dilakukan dengan cara mengkonversikan kecepatan denyut
jantung untuk berdetak sebanyak sepuluh kali.
Dari Tabel 4.19 menunjukkan hasil perhitungan kecepatan denyut
jantung, yaitu DN0 atau denyut jantung sebelum melakukan aktivitas dan DN1
atau denyut jantung pada saat bekerja. DN0 terbesar dimiliki oleh pekerja nomor
tiga dengan denyut nadi sebesar 67 denyut per menit, sedangkan DN1 terbesar
dimiliki oleh pekerja nomor 2 dengan denyut nadi sebesar 145 denyut per menit.
Berdasarkan data kecepatan denyut jantung pada saat bekerja tersebut, maka
aktivitas tersebut dapat digolongkan ke dalam beban kerja yang berat karena
denyut jantung tersebut berada dalam rentang 130 -150 denyut per menit (Bridger,
1995).
Perhitungan konsumsi energi didapatkan dengan menghitung selisih energi
yang digunakan pada saat beraktivitas (Et) dengan sebelum beraktivitas (Ej),
sedangkan Et dan Ej dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi.
Konsumsi energi terbanyak dialami oleh pekerja nomor dua dengan jumlah energi
yang dikeluarkan 6.09 kkal/menit. Berdasarkan hasil perhitungan konsumsi energi
tersebut menunjukkan bahwa beban kerja yang diterima pekerja dalam kategori
berat karena berada dalam rentang 5.0 - 7.5 kkal/menit (Bridger,1995). Padahal,
E. Grandjean (1986) dalam Nurmianto (2005) menyatakan bahwa 5.2 kkal/menit
merupakan nilai yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat, jika
melebihi batasan yang direkomendasikan maka biasanya akan timbul rasa lelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
atau fatique. Oleh karena itu, diperlukan rancangan fasilitas kerja untuk
membantu proses bongkar pupuk sehingga mengurangi kelelahan pekerja.
5.2 Analisis Rancangan Lift Table
Analisis rancangan lift table ini terdiri dari analisis penentuan dimensi lift
table dan kekuatan mekanis lift table, yang akan dijelaskan pada sub bab berikut:
5.2.1 Analisis Penentuan Dimensi Rancangan Lift Table
Pemilihan data anthropometri yang tepat sangat penting dalam
perancangan sebuah produk. Pemilihan data anthropometri yang tidak tepat akan
menghasilkan suatu rancangan produk yang tidak ergonomis. Pada sub bab ini
akan dianalisis pemilihan data anthropometri dan jenis persentil yang digunakan
dalam merancang lift table sebagai alat bantu aktivitas bongkar pupuk.
1. Lebar Pegangan Lift Table
Lebar pegangan lift table sebesar 55 centimeter. Penentuan dimensi lebar
pegangan ini disesuaikan dengan anthropometri lebar bahu pekerja persentil ke-
95. Pertimbangan penggunan persentil ke-95 adalah agar pekerja yang memiliki
lebar bahu yang lebih besar dapat memegang pegangan lift table dengan leluasa
serta nyaman dan pekerja lebar bahu lebih kecil tidak akan terganggu
kenyamanannya saat mengoperasikan lift table. Selain itu, penggunaan persentil
ke-95 dalam menentukan lebar pegangan lift table ini bertujuan untuk
menghindari lebar pegangan lift table terlalu sempit yang akan menyebabkan otot
bahu tertarik ke atas sehingga tekanan otot bahu tinggi dan bahu cepat lelah.
2. Diameter Pegangan Lift Table
Diameter pegangan lift table ini sebesar 4 centimeter. Data anthropometri
yang digunakan adalah diameter lingkar genggam tangan dengan menggunakan
persentil ke-5. Pertimbangan menggunakan persentil ke-5 adalah agar pekerja
yang memiliki diameter genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan
nyaman dan pekerja yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat
memegang pegangan dengan mudah.
3. Tinggi Pegangan Lift Table
Ukuran ketinggian pegangan lift table dari permukaan lantai adalah 96
centimeter. Data anthropometri yang digunakan sebagai acuan dalam merancang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
ketinggian pegangan lift table adalah tinggi siku berdiri persentil ke-5.
Pertimbangan penggunaan persentil ke-5 adalah untuk mengakomodasi pekerja
yang memiliki tinggi siku berdiri yang lebih rendah agar dapat menggunakan lift
table dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi
juga dapat menggunakan lift table dengan mudah.
4. Panjang Genggaman Pegangan Lift Table
Ukuran panjang pegangan lift table adalah 9 centimeter. Data
anthropometri yang digunakan sebagai acuan dalam merancang panjang
genggaman pegangan lift table adalah lebar jari ke 2,3,4,5 persentil ke-95.
Penggunaan persentil ke-95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar
telapak tangan lebih besar tidak terlalu sempit saat memegang pegangan lift table
dan pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih kecil tidak akan terganggu
kenyamanannya saat menggunakan pegangan lift table.
5. Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table
Besarnya sudut kemiringan yang dibentuk oleh pegangan lift table
terhadap rangka bawah adalah 150. Data yang digunakan sebagai acuan dalam
penentuan sudut ini adalah tabel control resistance criteria yang menyatakan
bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit (lever handle) untuk
jenis dua tangan adalah sebesar 100-190 dari titik acuan atau seat reference point
(Freivalds, 2009)
5.2.2 Analisis Mekanika Teknik
Analisis mekanika teknik terdiri dari: analisis kekuatan rangka atas, rangka
tengah (batang penopang), dan rangka bawah, yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Rangka Atas
Rangka atas lift table terbuat dari pipa besi stall berbahan ST 37 dengan
dimensi 6 cm ´ 3 cm ´2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman
dalam menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan
untuk rangka atas dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil pipa besi stall ST
37. Berdasarkan perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur
terbesar pada rangka atas sebesar 1.92 N/mm2 dan tegangan ijin yang diijinkan
pada profil pipa besi stall ST 37 yang digunakan sebesar 137.20 N/mm2. Besarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
tegangan lentur pada rangka lebih kecil daripada tegangan ijin yang diijinkan pada
profil (1.92 N/mm2 < 137.20 N/mm2), maka rangka atas aman untuk menahan
beban yang dibebankan ke lift table.
2. Rangka Tengah
Rangka tengah lift table terbuat dari besi pipa dengan diameter 3.4 cm
dan ketebalan 2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam
menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk
rangka tengah dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil besi pipa. Berdasarkan
perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur terbesar pada
rangka tengah sebesar 104 Mpa dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil besi
pipa yang digunakan sebesar 165 Mpa. Besarnya tegangan lentur pada rangka
lebih kecil daripada tegangan ijin yang diijinkan pada profil (104 Mpa < 165
Mpa), maka rangka tengah aman untuk menahan beban yang dibebankan pada lift
table.
3. Rangka Bawah
Rangka bawah lift table terbuat dari bahan yang sama dengan rangka
atas, yaitu pipa besi stall berbahan ST 37 dengan dimensi 6 cm ´ 3 cm ´ 2 mm.
Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam menahan beban, dilakukan
perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk rangka atas dan tegangan ijin
yang diijinkan pada profil pipa besi stall ST 37. Berdasarkan perhitungan pada
Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur maksimal yang terjadi pada rangka
bawah sebesar 127.3 N/mm2 dan tegangan ijin yang diijinkan pada profi pipa besi
stall ST 37 yang digunakan sebesar 137.20 N/mm2. Besarnya tegangan lentur
pada rangka lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan pada profil (127.3
N/mm2 < 137.20 N/mm2), maka rangka bawah aman.
5.3 Analisis Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah Perancangan
Kondisi awal aktivitas bongkar pupuk dari truk menuju gudang
penyimpanan masih dilakukan secara manual tanpa menggunakan fasilitas kerja,
yaitu dengan cara memanggul pupuk. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya dua
keluhan utama yang dialami pekerja, yaitu keluhan musculoskeletal diakibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
kesalahan postur kerja yang diidentifikasi dengan RULA dan kelelahan fisik yang
diidentifikasi melalui perhitungan konsumsi energi.
Pertama analisis postur kerja metode RULA, sebelum menggunakan lift
table level resiko postur kerja keempat fase gerakan bongkar pupuk adalah tinggi
dengan skor masing–masing fase gerakan sebesar tujuh. Setelah menggunakan
alat hasil rancangan, level resiko postur kerja keempat fase gerakan bongkar
pupuk menunjukkan bahwa tingkat resiko postur kerja kecil dengan skor akhir
sebesar tiga untuk fase gerakan ke-1 sampai dengan ke-3 dan empat untuk fase
gerakan ke-4. Level resiko postur kerja setelah menggunakan lift table dapat
berkurang karena penggunaan lift table untuk mengangkut pupuk mampu
menghilangkan postur kerja yang tidak alamiah, seperti punggung membungkuk,
tangan tertarik ke belakang, dan bahu naik.
Kedua analisis kelelahan fisik pekerja, sebelum menggunakan lift table
konsumsi energi ketiga pekerja bongkar pupuk rata rata sebesar 5.43 kkal/menit.
Nilai konsumsi energi tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bongkar pupuk
kondisi awal merupakan kategori pekerjaan berat dan beresiko menimbulkan rasa
lelah atau fatique karena melebihi batasan untuk suatu kondisi kerja berat, yaitu
sebesar 5.2 kkal/menit (Nurmianto, 2005). Kenyataan di lapangan kelelahan
pekerja terlihat dari nafas pekerja yang terengah–engah setelah melakukan
pengangkutan pupuk. Setelah menggunakan alat hasil rancangan, rata–rata
konsumsi energi pekerja kurang dari batasan yang direkomendasikan untuk suatu
kondisi kerja berat, yaitu hanya sebesar 4.60 kkal/menit. Besarnya konsumsi
energi ketika menggunakan lift table dapat berkurang karena lift table
memungkinkan pekerja memindahkan pupuk dari truk menuju gudang tanpa
aktivitas pengangkatan atau tubuh menopang beban secara langsung dan lift table
dapat memuat dua karung pupuk dalam sekali angkut, sedangkan kondisi awal
pekerja hanya dapat mengangkut satu karung pupuk dalam satu kali angkut
dengan cara memanggul pupuk di punggung. Daya muat lift table yang lebih besar
dan pengoperasiaan yang mudah mengakibatkan pengangkutan pupuk lebih
mudah dan lebih cepat sehingga pengulangan pengangkutan pupuk menggunakan
lift table pun lebih sedikit. Dengan frekuensi pengangkutan pupuk yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
sedikit dan minimalnya aktivitas pengangkatan dalam proses bongkar pupuk
keluhan kelelahan pekerja dapat dikurangi.
5.4 Analisis Penggunaan Lift Table Hasil Rancangan di UD. Karya Tani
Penggunaan ljft table hasil rancangan untuk aktivitas bongkar pupuk
ternyata mempunyai kekurangan dalam hal pengaturan posisi papan landasan dan
peletakkan pupuk di gudang apabila kondisi ketinggian tumpukan pupuk melebihi
ketinggian papan landasan lift table. Kekurangan tersebut antara lain :
1. Lift table tidak mampu memberikan kemudahan bagi pekerja dalam
meletakkan pupuk di gudang apabila tumpukan telah melebihi ketinggian
papan landasan, yaitu pekerja tetap harus melakukan pengangkatan pupuk
untuk menempatkan pupuk di gudang pada ketinggian tertentu.
2. Pengaturan ketinggian papan landasan lift table masih dilakukan secara
manual dengan melepas pengunci pada batang penopang lift table sehingga
memakan waktu yang lebih lama. Akan tetapi, perubahan posisi papan
landasan tidak memeberikan pengaruh yang signifikan karena adanya
standarisasi ketinggian bak truk.
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya.
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut:
1. Penelitian ini menghasilkan lift table sebagai alat bantu aktivitas bongkar
pupuk dengan dimensi lebar pegangan lift table sebesar 55 cm, diameter
pegangan lift table sebesar 4 cm, ketinggian pegangan lift table sebesar 96 cm,
panjang genggaman lift table sebesar 9 cm, sudut kemiringan pegangan lift
table sebesar 150, panjang papan landasan sebesar 105 cm, dan lebar papan
landasan sebesar 68 cm.
2. Lift table hasil rancangan mampu menurunkan level resiko postur kerja pada
aktivitas bongkar pupuk. Hasil skor RULA sebelum perancangan keempat
fase gerakan bongkar pupuk sebesar 7, yang berarti memiliki level resiko
tinggi, sedangkan hasil skor RULA setelah perancangan adalah 3 untuk fase
gerakan pertama sampai ketiga dan 4 untuk fase gerakan keempat, yang
berarti memiliki level resiko kecil atau aman.
3. Lift table hasil rancangan ditinjau dari aspek fisiologi pekerja mampu
menurunkan beban kerja fisik pekerja, yaitu terjadi penurunan rata-rata
konsumsi energi pekerja dari sebesar 5.43 kkal/menit sebelum perancangan
menjadi 4.60 kkal/menit setelah perancangan.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian
selanjutnya, sebagai berikut:
1. Pada penelitian selanjutnya desain dan mekanisme kerja lift table dapat
ditingkatkan fleksibilitasnya agar lift table dapat diatur ketinggiannya secara
mudah dan rentang kenaikan serta penurunan posisi lift table dapat
ditingkatkan sehingga lift table lebih mempermudah proses peletakkan pupuk
di gudang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
2. Penelitian dapat dikembangkan dengan cara mendesain lift table untuk
pengangkutan pupuk dengan menggunakan konstruksi yang lebih efisien dan
ekonomis.
Recommended