PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR PARACETAMOL, CTM DAN
DEKSTROMETORFAN DALAM TABLET YANG MENGANDUNG
PARACETAMOL, DEKSTROMETORFAN, CTM DAN
FENILPROPANOLAMIN HCL DENGAN TEKNIK KLT
SPEKTROFOTODENSITOMETRI
I. TUJUAN
Untuk menetapkan kadar parasetamol, CTM, dan dekstrometorfan dalam
sediaan tablet yang mengandung parasetamol, dekstrometorfan, CTM, dan
fenilpropanolamin HCl dengan menggunakan metode KLT
spektrofotodensitometri.
II. DASAR TEORI
2.1 KLT-Spektrofotodensitometri
KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut
pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulja dan Suharman, 1995).
Metode ini dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938.
KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang mana fase diamnya berupa
lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Fase gerak yang dikenal
sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena
pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena
pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)
(Gandjar dan Rohman, 2010). Metode ini dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang tidak volatil atau senyawa yang sifat
volatilitasnya rendah, senyawa dengan polaritas rendah hingga tinggi, bahkan
untuk memisahkan senyawa-senyawa ionik (Hahn dan Deinstrop, 2007).
Prinsip dari pemisahan komponen senyawa kimia dengan KLT
didasarkan pada perbedaan laju migrasi masing-masing molekul senyawa
diantara fase diam dan fase gerak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
1
seperti adsorpsi / partisi pada fase diam, kelarutan dalam cairan partisi dan
pelarut pembilas, serta polaritas dari cairan partisi dan pelarut (Satiadarma,
2004).
Fase diam yang digunakan dalam KLT umumnya merupakan
penjerap berupa silika gel berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-
30 μm dan ketebalan lapisan penjerapnya mencapai 250 μm. Plat KLT dapat
mengandung suatu indikator fluoresensi sehingga komponen yang
mengabsorbsi UV dapat ditempatkan sebagai spot yang gelap dengan latar
yang berfluoresensi dengan bantuan reagen visualisasi jika diperlukan
(Sherma dan Fried, 1996).
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan
secara menurun (descending). System yang paling sederhana ialah campuran
2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut dapat mudah
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Ada
beberapa syarat dalam memilih fase gerak:
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitive.
b. Daya elusinfase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga
Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Solute-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebgai fase geraknya, seperti campuran air dan
metanol dengan perbandingan tertentu.
Pemilihan fase gerak baik untuk TLC maupun HPTLC didasarkan
pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam analit yang didasarkan pada nilai
Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak pusat
kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal.
Penghitungan nilai hRf ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.
2
Keterulangan harga Rf sangat dipengaruhi oleh perbedaan kondisi
proses pemisahan senyawa tertentu dibandingkan kondisi yang telah
dibakukan sekali. Meskipun dalam hal ini harga Rf bukanlah harga absolut
seperti pada konstanta fisik lain (titik didih, titik lebur, dll). Beberapa faktor
yang mempengaruhi penentuan harga Rf ini antara lain kualitas adsorben
(ukuran partikel, pH dan kemurnian), ketebalan lapisan adsorben (untuk
ketebalan 0,25-3 mm), kejenuhan bejana, teknik pengembangan, suhu
(mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari adsorben sehingga suhu pada saat
pengukuran Rf harus dicantumkan), dan kualitas pelarut (kromatogram bisa
sangat beragam untuk kualitas pelarut yang berbeda, karena itu untuk
penentuan harga Rf harus selalu digunakan pelarut segar) (Kusmardiyani dan
Nawawi, 1992).
Terdapat 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan
KLT. Pertama, bercak pada plat KLT diukur langsung pada lempeng dengan
menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua
adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang
terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan
dengan metode spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan
dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada
lempeng KLT (atau secara in situ). Densitometer dapat bekerja secara
serapan atau flouresensi, dimana kebanyakan densitometer mempunyai
sumber cahaya yang diarahkan menuju monokromator (untuk memilih
rentang panjang gelombang yang cocok antara 200-800), sistem untuk
memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar
dan Rohman, 2009).
Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi.
Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator
3
(rentang panjang gelombang 190 s/d 800 nm) untuk memilih panjang
gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng,
pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2009). Output detektor
dikonversikan menjadi signal dan diamplifikasi. Sebagai tambahan untuk
scanning instrumen densitometer dilengkapi dengan digital konverter, dan
data akan diproses secara digitalisasi oleh komputer. Analis dapat bekerja
dengan densitometri pada jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800 nm.
Terjadinya penyimpangan baseline yang disebabkan oleh variasi ketebalan
dan ketidakseragaman lapisan pada densitometer sangat kecil dan level
signalnya relatif tinggi. Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah
dipisahkan dengan TLC biasanya dilakukan dengan densitometer langsung
pada lempeng TLC (atau secara in situ) (Gandjar dan Rohman, 2009).
Gambar 1. Skema instrumen spektrofotodensitometer
Keterangan: L (light); SL (slit); MC (monokromator); PM
(PhotomultiPlier); FF (filter fluorescens); P (plat); SCS (sistem for
circular scanning).
Dalam penetapan kadar, yang ditetapkan adalah absorpsi maksimum
kurva absorpsi. Jika absorpsi ini untuk penentuan kadar sangat rendah atau
senyawa mula-mula mengabsorpsi di bawah 220 nm, maka seringkali
senyawa diubah dulu menjadi suatu zat warna melalui reaksi kimia, dan
absorpsi ditentukan dalam daerah sinar tampak (kolorimetri). Walaupun pada
semua penentuan kadar absorpsi yang diukur, penyelesaian percobaannnya
sangat berbeda (Roth dan Blaschke, 1985).
4
2.2 Metode Baku Internal
Baku internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit,
meskipun demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selama proses
pemisahan. Baku internal dapat menghilangkan pengaruh karena adanya
perubahan-perubahan pada ukuran sampel atau konsentrasi karena variasi
instrumen. Salah satu alasan utama digunakan baku internal adalah jika suatu
sampel memerlukan perlakuan sampel yang sangat sifnifikan. Sering kali
perlakuan sampel memerlukan tahapan-tahapan yang meliputi derivatisasi,
ekstraksi, filtrasi, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan berkurangnya
sampel. Jika baku internal ditambahkan pada sampel sebelum dilakukan
preparasi sampel maka baku internal dapat mengkoreksi hilangnya sampel-
samel ini.
Syarat-syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku internal
adalah:
1. terpisah dengan baik dari senyawa yang dituju atau puncak – puncak
yang lain.
2. mempunyai waktu retensi yang hampir sama dengan analit
3. tidak terdapat dalam sampel
4. memiliki kemiripan sifat – sifat dengan analit dalam tahapan-tahapan
penyiapan sampel
5. tidak mempunyai kemiripan secara kimiawi dengan analit
6. tersedia dalam perdagangan dengan kemurnian yang tinggi
7. stabil dan tidak reaktif dengan sampel atau dengan fase gerak
8. mempunyai respon dektektor yang hampir sama dengan analit pada
konsentrasi yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam pemisahan dan Penetapan Kadar Paracetamol, CTM dan
Dekstrometorfan dalam tablet yang Mengandung Paracetamol,
Dekstrometorfan, CTM dan Fenilpropanolamin digunakan Ambroxol HCl
sebagai internal standar dimana hal ini didasarkan pada pemisahan dari
puncak kromatogram yang dihasilkan dalam sebuah penelitian. Adapun
kromatogram yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
5
Gambar 2. Kromatogram paracetamol dengan internal standar Ambroxol
(Banerjee dkk., 2011)
Dari kromatogram tersebut terlihat bahwa ambroxol terpisah dengan
baik dari senyawa yang dituju atau puncak – puncak yang lain (paracetamol).
Selain itu ambroxol tidak terdapat dalam sampel.
Dalam metoda ini kita menambahkan ke dalam sampel sejumlah
tertentu (jumlah yang diketahui) zat standar (Baku Dalam). Kromatogram
yang diperoleh dibandingkan dengan kromatogram sampel atau campuran
senyawa dalam sampel. Metoda ini mempunyai keuntungan dibanding
dengan metoda baku luar karena dapat mengkompensasi variasi volume
injeksi dan juga untuk perubahan yang kecil dari sensitivitas detektor atau
perubahan kromatografi yang bisa terjadi. Karena kita tidak perlu
menginjeksi dalam jumlah yang sama setiap waktu, maka metoda ini
biasanya mempunyai presisi yang lebih baik dari pada menggunakan baku
luar. Dari kromatogram standar dapat dihitung respons faktor relatif sebagai
berikut :
r = respons faktor relatif
C = Konsentrasi Kornponen Sampel
A = Lebar atau Tinggi Puncak Komponen Sampel
Cs = Konsentrasi Baku Dalam
As = Lebar atau Tinggi Baku Dalam
Di dalam campuran sampel digunakan rumus berikut :
6
Cu = Konsentrasi komponen sampel
Au = Lebar atau Tinggi Puncak
C’s = Konsentrasi Baku Dalam
A’s = Lebar atau Tinggi Puncak Baku Dalam
(Effendy, 2004)
2.3 Parasetamol
Paracetamol memiliki nama lain Acetaminophen atau N-Acetyl–p–
aminophenol N-(4-Hydroxyphenyl)acetamide (Moffat, et al., 2005).
Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat (Depkes RI, 1995). Khasiat
dari parasetamol adalah sebagai analgesik dan antipiretik, tetapi tidak untuk
antiradang. Dewasa ini parasetamol umumnya dianggap sebagai zat antinyeri
yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri) (Tjay dan
Rahardja, 2008).
Gambar 3. Struktur kimia parasetamol (Moffat, et al., 2005)
a. Rumus Molekul : C8H9NO2
b. Bobot Molekulnya : 151,16 gram/mol
c. Berat Jenis : 1,263 g/cm3
d. Koefisien Partisi : 0,5
e. Pemerian : Berupa serbuk hablur berwarna putih, tidak
berbau, rasa sedikit pahit
f. Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol
g. Konstanta dissosiasi : pKa 9.5 (25°)
h. Titik Lebur : 169,0 - 170,5 oC.
7
(Depkes RI, 1995)
2.4 Dekstrometorfan
Dextromethorphan adalah golongan antitusif yang bekerja pada
pusat batuk di medulla. Senyawa ini merupakan antagonis reseptor NMDA
(N-methyl-D-aspartate). Meskipun memiliki struktur seperti morfin,
dextromethorphan tidak memiliki efek analgesik dan sedikit efek sedatif
(Sweetman, 1982).
Gambar 4. Struktur kimia dekstrometorfan (Moffat, et al., 2005)
a. Rumus Molekul : C18H25NO
b. Bobot Molekulnya : 271,4 gram/mol
c. Pemerian : Serbuk hablur, hampir putih sampai agak kuning;
tidak berbau
d. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam
kloroform
e. Konstanta dissosiasi : pKa : 8.3
f. Titik Lebur : 109° -113° C
(Depkes RI, 1995)
2.5. CTM (Chlorpheniramini Maleas)
Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit.
Berat jenis : 390,87
Titik lebur : 1320-1350
Kelarutan : larut dalam 4 bagian air, dalam 10 bagian etanol
(95%)P, dan dalam 10 bagian kloroform P, sukar larut
dalam eter P (Depkes RI, 1995).
2.6 Phenylpropanolamine HCl
8
Phenylpropanolamine HCl mengandung tidak kurang dari 98,0%
dan tidak lebih dari 101,0% C9H13NO,HCl, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan (Depkes RI, 1995). Dosis 75 sampai 200 mg per hari (Moffat et
al, 2005).
Gambar 5. Struktur Kimia Phenylpropanolamine
Pemerian : Serbuk berbentuk kristal berwarna putih.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air dan 7 bagian etanol;
praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.
Rumus Molekul : C9H13NO,HCl
Bobot Molekul : 187.7 gram/mol
Titik lebur : 190° - 194°.
Koefisien partisi : Log P (oktanol/air) 0.7.
Spektrum IR : Puncak utama pada gelombang 700, 746,
1030, 1500, 1055, 1590 cm−1 (KBr disk).
Spektrum massa : Ion utama pada m/z 44, 77, 79, 51, 45, 42,
107, 105.
Spektrum serapan UV : Pada larutan asam 251, 257 nm (A11=11.7a),
262 nm dan tidak ada pada larutan basa.
Sistem pelarut untuk KLT : Sistem TA—Rf 44; sistem TB—Rf 04;
sistem TC—Rf 04; sistem TAJ—Rf 01;
sistem TAK—Rf 02; sistem TAL—Rf 29.
(Dragendorff spray, positive; FPN reagent,
violet; acidified iodoplatinate solution,
9
positive; Marquis reagent, yellow; ninhydrin
spray, positive; acidified potassium
permanganate solution, positive).
(Moffat et al, 2005)
2.7 Ambroxol HCl
Ambroxol HCl adalah agen sekretolitik yang digunakan dalam
pengobatan penyakit pernapasan yang berkaitan dengan lendir kental atau
berlebihan. Obat ini bekerja dengan menghancurkan atau memecah asam
mucopolysaccharide sehingga mengencerkan dan menipiskan lapisan mukus
sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui batuk.
Gambar 6. Struktur Kimia Ambroxol HCl
Pemerian : Serbuk hablur berwarna putih,
Kelarutan : Agak larut dalam air ; agak larut dalam
alkohol dan dikloromethan.
Rumus Molekul : C14H20Br2N2 . HCl
Bobot Molekul : 414,5 gram/mol
Titik lebur : 235o
Koefisien disosiasi : pKa 4,9
Spektrum IR : Puncak utama pada gelombang 1602, 1031,
1074, 1548, 1122, 857 cm-1 (KBr disk).
Spektrum massa : Ion utama pada m/z 70, 112, 293, 264, 44, 42,
305, 41..
10
Spektrum serapan UV : Pada larutan asam 245, 310 nm (A11 = 259a)
dan pada larutan basa 262, 317 nm.
Sistem pelarut untuk KLT : Sistem TA—Rf 75; sistem TB—Rf 67;
sistem TC—Rf 79; sistem TL—Rf 71; sistem
TAE—Rf 84; sistem TAJ—Rf 98; sistem
TAK-Rf 28; sistem TAL-Rf 78. Diasamkan
dengan larutan iodoplatinate, positif
(Moffat et al, 2005)
2.6 Pemilihan Sistem KLT
Tabel 1.1 Kelarutan Berdasarkan Farmakope
Pelarut/Preparat Paracetamol CTM Dekstrome-
thorphan HBrPhenylpropan
olamine HCl
Ambroxol
HCl
Air 70 bagian 4 bagian 60 bagian 1 bag. 250 bag.
Etanol(95%) 7 bagian 10 bagian 10 bagian 7 bag. 100 bag.
Aseton P 13 bagian - - - -
Gliserol P 40 bagian - - - -
Propilenglikol P 9 bagian - - - -
Alkali
Hidroksida
Larut - -- -
Kloroform P - 10 bagian Mudah larut Praktis tidak
larut300 bag.
Eter P - Sukar larut Praktis tidak
larutPraktis tidak
larut
Praktis tidak
larut
(Depkes RI, 1979)
11
Tabel 1.2 Harga Rf
Sistem Parasetamol CTMDekstrometh
orpanPhenylpropan
olamine HCl
Ambroxol
HCl
TA 95 45 33 44 75
TB 00 3
5
42 04 67
TC 1
8
18 04 79
TD 15 - - -
TE 45 4
6
47 - -
TF 32 - - -
TL - 06 - 71
TAD 26 - - -
TAE 77 1
2
10 - 84
TAF - 42 - -
TAJ 30 - - 01 98
TAK 05 0
0
- 02 28
TAL 73 2
5
- 29 78
Tabel 1.3 fase gerak pada sistem
Sistem Fase Gerak Perbandingan
TA Methanol : larutan amonia kuat 100 : 1,5
TB Sikloheksana : toluen : dietilamin 75 : 15 : 10
TC Kloroform : methanol 90 : 10
TD Kloroform : aseton 80 : 20
TE Etil asetat : methanol : larutan
amonia kuat
85 : 10 : 5
TF Etil asetat
TL Aseton
TAD Kloroform : methanol 90 : 10
TAE Methanol
TAF Methanol : n-butanol 60 : 40 (ditambahkan 0,1 mol/L NaBr
TAJ Kloroform : etanol 90 : 10
TAK Kloroform : sikloheksana : asam
asetat
4 : 4 : 2
TAL Kloroform : methanol : asam
propionat
72 : 18 : 10
(Moffat, 2005)
12
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Timbangan elektrik
Mortar dan stamper
Kertas saring
Vial
Labu ukur
Gelas beaker
Pipet ukur
Batang pengaduk
Micro syringe
Chamber pengembangan
Seperangkat alat spektrofotodensitometer
Oven
3.2 Bahan
Serbuk baku Paracetamol
Serbuk baku CTM
Serbuk Baku Dekstrometorfan
Serbuk baku Ambroxol
Tablet yang mengandung paracetamol, CTM, Dekstrometorfan dan
Fenilpropanolamin HCL ( Tablet Fludan)
Metanol
Akuades
TLC aluminium sheets silica gel 60 GF 254 ukuran10 x 10 cm
13
IV. Prosedur Kerja
4.1 4.1 Pembuatan Larutan Baku Induk
4.1.1 Larutan Baku Induk Parasetamol (1 mg/mL)
Larutan baku paracetamol mg/ml dibuat dengan cara ditimbang 10
mg serbuk parasetamol baku. Serbuk dimasukkan ke dalam beker
gelas ditambahkan metanol P secukupnya hingga larut. Dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan metanol P sampai
tanda batas, homogenkan.
4.1.2 Larutan Baku Induk Chlorpheniramini Maleat (1 mg/mL)
Ditimbang 20 mg serbuk chlorpheniramini maleat (CTM) baku.
Serbuk dimasukkan ke dalam beker gelas ditambahkan metanol P
sampai larut. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian
ditambahkan metanol P sampai tanda batas, homogenkan.
4.1.3 Larutan Baku Dektrometorfan Hbr (1 mg/mL)
Ditimbang 10 mg serbuk dektrometorfan baku. Serbuk dimasukkan ke
dalam beker gelas ditambahkan metanol P sampai larut. Dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan metanol P sampai
tanda batas, homogenkan.
4.1.4 Larutan Baku Ambroxol HCl (1 mg/mL)
Ditimbang 9,127 mg serbuk ambroxol baku. Serbuk dimasukkan ke
dalam beker gelas ditambahkan metanol P sampai larut. Dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan metanol P sampai
tanda batas, homogenkan.
4.2 Pembuatan Larutan Seri
Dibuat seri larutan dengan konsentrasi 50 ng/µL dan 250 ng/µL. Dari
larutan seri tersebut kemudian ditotolkan pada plat hingga konsentrasinya
100 ng/2µL; 200 ng/2µL; 500 ng/2µL; 1000 ng/2µL; 1500 ng/2µL.
Pembuatan larutan seri konsentrasi 50 ng/µL dan 250 ng/µL
M1. V1 = M2. V2
14
1 mg/mL . V1 = 50 ng/ µL . 5 mL
1000 µg/mL . V1 = 50 ng/µL. 5 mL
1000 µg/mL . V1 = 50 µg/mL. 5 mL
V1 =
V1 = 0,25 ml
Perhitungan larutan seri konsentrasi 250 ng/µL
M1. V1 = M2. V2
1 mg/mL . V1 = 250 ng/ µL . 5 mL
1000 µg/mL . V1 = 250 ng/µL. 5 mL
1000 µg/mL . V1 = 250 µg/mL. 5 mL
V1 =
V1 = 1,25 ml
Pipet mikro berukuran 2 µL
Untuk konsentrasi 100 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan konsentrasi
50 ng/µL pada plat sebanyak 1 kali.
Untuk konsentrasi 200 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan konsentrasi
50 ng/ µL pada plat sebanyak 2 kali.
Untuk konsentrasi 500 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan konsentrasi
250 ng/ µL pada plat sebanyak 1 kali.
Untuk konsentrasi 1000 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan
konsentrasi 250 ng/ µL pada plat sebanyak 2 kali.
Untuk konsentrasi 1500 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan
konsentrasi 250 ng/ µL pada plat sebanyak 3 kali.
4.3 Pembuatan larutan ambroxol 50 ng/μL
- Ambroxol 50 ng/μL
V1.M1 = V2. M2
V1. 1 mg/mL = 5 mL. 50 ng/μL
V1 =
15
V1 = 0,25 mL
Jadi, untuk membuat larutan ambroxol dengan konsentrasi 50 ng/μL, maka
dipipet 0,25 mL larutan ambroxol 1mg/mL kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 5 mL dan ditambahkan metanol ad 5 mL, dihomogenkan.
4.4 Preparasi Sampel
4.3.1 Pembuatan Larutan Uji Menurut Farmakope Indonesia edisi IV
Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 kapsul.
Timbang seksama, sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang
100 mg paracetamol, masukkan ke dalam labu ukur 200 mL.
Tambahkan lebih kurang 100 mL fase gerak, kocok selama 10
menit encerkan dengan fase gerak sampai tanda. Saring larutan
melalui penyaringan dengan porositas 0,5 pm atau lebih halus, buang
10 mL filtrat sebagai larutan uji.
4.3.2 Pembuatan Larutan Sampel
Ditimbang isi 3 tablet sampel yang akan diuji. Kemudian
ditimbang serbuk tablet tersebut yang setara dengan 100 mg
parasetamol dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL ditambahkan
metanol secukupnya. Dikocok hingga serbuk melarut sempurna,
kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas. Lalu disaring
hingga diperoleh larutan yang jernih.
Perhitungan:
Kandungan Paracetamol per tablet = 500 mg
Kandungan CTM per tablet = 1 mg
Kandungan Dekstrometorphan = 15 mg
Dibuat 3 sampel, dimana tiap sampel terdiri dari 3 tablet Antiza
a. Sampel I
Berat tablet 1 = …. mg
Berat tablet 2 = ….mg
Berat tablet 3 = ….mg
16
Berat tablet total = ….. mg
Kandungan Pct total dalam sampel 1 = 500 mg x 3 = 1500 mg
Ketiga tablet digerus, dan diambil serbuk yang mengandung
100 mg serbuk parasetamol.
Serbuk yg diambil = x Berat total tablet
Serbuk yg diambil = x Berat total tablet
Serbuk yg diambil = …….. mg
Kandungan Parasetamol = 100 mg
Kadar Parasetamol =
= 10 mg/mL
Kandungan CTM = 0,2 mg
Kadar CTM =
= 0,02 mg/mL
Kandungan Dekstrometorphan = 3 mg
Kadar Dekstrometorphan =
= 0,3 mg/mL
b. Sampel II
Berat tablet 1 = …. mg
Berat tablet 2 = ….mg
Berat tablet 3 = ….mg
Berat tablet total = ….. mg
Kandungan Pct total dalam sampel 1 = 500 mg x 3 = 1500 mg
Ketiga tablet digerus, dan diambil serbuk yang mengandung
100 mg serbuk parasetamol.
Serbuk yg diambil = x Berat total tablet
17
Serbuk yg diambil = x Berat total tablet
Serbuk yg diambil = …….. mg
Kandungan Parasetamol = 100 mg
Kadar Parasetamol =
= 10 mg/mL
Kandungan CTM = 0,2 mg
Kadar CTM =
= 0,02 mg/mL
Kandungan Dekstrometorphan = 3 mg
Kadar Dekstrometorphan =
= 0,3 mg/mL
c. Sampel III
Berat tablet 1 = …. mg
Berat tablet 2 = ….mg
Berat tablet 3 = ….mg
Berat tablet total = ….. mg
Kandungan Pct total dalam sampel 1 = 500 mg x 3 = 1500 mg
Ketiga tablet digerus, dan diambil serbuk yang mengandung
100 mg serbuk parasetamol.
Serbuk yg diambil = x Berat total tablet
Serbuk yg diambil = x Berat total tablet
Serbuk yg diambil = …….. mg
Kandungan Parasetamol = 100 mg
Kadar Parasetamol =
18
= 10 mg/mL
Kandungan CTM = 0,2 mg
Kadar CTM =
= 0,02 mg/mL
Kandungan Dekstrometorphan = 3 mg
Kadar Dekstrometorphan =
= 0,3 mg/mL
4.4.1 Preparasi Sampel
Untuk memenuhi limit deteksi dan rentang kadar larutan
baku pembanding, maka larutan sampel diencerkan sebesar 5
kali, namun internal standar ditambahkan ketika penotolan pada
plat KLT. Internal standar Ambroxol HCl sebanyak 2,5 mL
(yang diambil dari larutan baku induk Ambroxol HCl), lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan metanol
hingga tanda batas.
Perhitungan:
Internal standar Ambroxol HCl :
Standar internal Ambroxol HCl dibuat dengan memiliki kadar
akhir analisis sebesar 1000 ng, yang ada di dalam 2 µL (1
totolan), maka:
1000 ng/2 µL = 500 ng/µL = 500 µg/mL
Perhitungan pengenceran :
V1. M1 = V2 . M2
V1. 1 mg/mL = 5 mL . 500 µg/mL
V1 =
= 2,5 mL
Sehingga untuk mendapatkan kadar akhir analisis ambroxol
sebesar 1000 ng yang ada di dalam 2 µL (500 µg/mL), maka
19
volume larutan baku yang diambil adalah sebanyak 2,5 mL.
Paracetamol :
Volume parasetamol yang diambil untuk pengeceran
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 10 mg/mL = 10 mL . 500 µg/mL
V1 =
= 0.5 mL
Jumlah parasetamol 10 mg/mL yang dipipet adalah 0.5 mL
CTM :
Kadar CTM dalam sampel setelah pengenceran :
V1 . M1 = V2 . M2
0.5mL . 0,02 mg/mL = 10 ml . M2
M2 =
= 1 µg
Dextrometorphan :
Kadar dextrometorphan dalam sampel setelah pengenceran :
V1 . M1 = V2 . M2
0.05 mL . 0,3 mg/mL = 10 mL . M2
M2 =
= 15 µg/mL
4.5 Pembuatan Larutan KOH 0,1M sebagai larutan impregnasi
Perhitungan Pembuatan Larutan standar KOH 0,1 M dengan volume 10 mL BM = 56 gr/mol
Perhitungan Larutan KOH 0,1 M
Diketahui : M = 0,1 M
20
V = 10mL
BM = 56gr/mol
Ditanya : Berapa gram KOH yang ditimbang?
Jawab:
4.6 Pemisahan dan Penetapan Kadar dengan Menggunakan Metode KLT-
Spektrofotodensitometri
1. Disiapkan plat TLC aluminium sheets silika gel 60 F 254 (fase diam)
dengan ukuran 10 x 10 cm.
2. Plat tersebut dicuci dengan metanol sebanyak 5 mL sampai tanda
batas pada plat di kedua sisi chamber.
3. Setelah dicuci, plat tersebut diaktifkan menggunakan oven pada suhu
110C selama 30 menit.
4. Instrumen TLC-Densito diatur untuk injeksi larutan baku
pembanding dan sampel dengan micro-syringe.
5. Setelah selesai diinjeksikan, plat tersebut dielusi dalam chamber
yang berisi fase geraknya yaitu metanol sebanyak 5,0 mL sampai
tanda batas.
6. Plat tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 60C selama 10
menit.
Untuk menampakkan noda pemisahan, maka dilakukan scanning menggunakan
Spektrofotodensitometri. Akan tetapi sebelumnya dilakukan scan kromatogram
untuk mengetahui panjang gelombang
21
III. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan KOH 0,1 M
5.2 Pembuatan Larutan Baku
5.2.1 Pembuatan Larutan Baku Paracetamol 1 mg/mL
22
Ditimbang sebanyak 56mg KOH, dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan aquadest hingga tanda batas, digojog hingga homogen.
Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Paracetamol.
Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.
5.2.2 Pembuatan Larutan Baku Chlorophenilramini Maleat 1 mg/mL
5.2.3 Pembuatan Larutan Baku Dekstrometorfan 1 mg/mL
23
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.
Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Chlorophenilramini Maleat.
Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.
Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Dekstrometorfan.
Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.
5.2.4 Pembuatan Larutan Baku Ambroxol 1 mg/mL
5.3 Pembuatan Larutan Baku Pembanding
5.3.1 Pembuatan Larutan Seri 1
24
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.
Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Ambroxol.
Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.
Dipipet sebanyak 0,25 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.
5.3.2 Pembuatan Larutan Seri 2
25
Ditambahkan sebanyak 0,25 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.
Ditambahkan sebanyak 0,25 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.
Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.
Dipipet sebanyak 0,5 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.
Ditambahkan sebanyak 0,5 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.
Ditambahkan sebanyak 0,5 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.
Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.
5.3.3 Pembuatan Larutan Seri 3
5.3.4 Pembuatan Larutan Seri 4
26
Dipipet sebanyak 1 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.
Ditambahkan sebanyak 1 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.
Ditambahkan sebanyak 1 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.
Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.
Dipipet sebanyak 2 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.
Ditambahkan sebanyak 2 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.
Ditambahkan sebanyak 2 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.
5.3.5 Pembuatan Larutan Seri 5
5.4 Pembuatan Larutan Sampel
27
Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.
Dipipet sebanyak 4 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.
Ditambahkan sebanyak 4 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.
Ditambahkan sebanyak 4 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.
Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.
Ditimbang bobot 3 tablet sampel, digerus.
Ditimbang sejumlah serbuk sampel yang mengandung 100 mg paracetamol.
5.5 Impregnasi Plat
28
Serbuk dimasukka dalam beaker glass, dilarutkan dengan metanol P secukupnya, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan metanol P hingga tanda batas, digojog hingga homogen selama 5 menit kemudian disaring (Larutan 1).
Dipipet sebanyak 1 mL Larutan 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.
Ditambahkan 2,5 mL larutan internal standar ambroxol 1 mg/mL.
Ditambahkan metanol P sampai tanda batas pada labu ukur, digojog hingga homogen.
Langkah diatas diulangi sebanyak 2 kali untuk membuat larutan sampel 2 dan 3.
Dielusi plat sampai terelusi seluruhnya dengan KOH 0,1M
Dilakukan impregnasi plat dengan meletakkan plat pada wadah yang sesuai yang telah berisi KOH 0,1M
Plat KLT Silika Gel GF 254 dipotong dengan ukuran 10 x 10 cm.
5.6 Pemisahan dan Penetapan Kadar dengan Menggunakan Metode
KLT-Spektrofotodensitometri
29
Plat KLT Silika Gel GF 254 10 x 10 cm dicuci dengan menggunakan metanol, kemudian diaktivasi pada suhu 110C
selama 30 menit.
Plat KLT Silika Gel yang telah dicuci, diangin-anginkan agar mengering.
Chamber dijenuhkan dengan menggunakan fase gerak yaitu Metanol : amonia pekat (100 : 1,5)
Ditotolkan Larutan Seri 1 sampai Larutan Seri 5 sebanyak 2 µL pada plat KLT.
Dilakukan penambahan penotolan Larutan Internal Ambroksol sebanyak 2 µL pada masing-masing Larutan Seri.
Plat diangkat kemudian diangin-anginkan
DAFTAR PUSTAKA
Banerjee T., B. Banerjee., A Banerjee. 2011. A Review On Paracetamol &
Lornoxicam. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research.
Issue 4 (Vol. 1) 2011 ISSN: 2231-2560
Depkes R.I. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes R.I. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
30
Larutan sampel I, II dan III ditotolkan pada plat KLT masing-masing sebanyak 2 µL.
Plat KLT dielusi dalam Chamber yang telah dijenuhkan, sampai tanda 1 cm dari batas atas (jarak elusi 9 cm).
Plat KLT diangin-anginkan agar pelarutnya menguap.
Serapan masing-masing komponen ditentukan pada panjang gelombang 254 nm (panjang gelombang maksimum paracetamol), 265 nm (panjang gelombang maksimum CTM), 273 nm ( panjang
gelombang maksimum dekstrometorfan).
Effendy D. L. P . 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang
Farmasi. Jurusan Farmasi Fakultas Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara
Gandjar, Ibnu Ghalib dan Abdul Rohman. 2010. Kimia Analisis Farmasi. PT.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Universitas
Bidang Ilmu Hayati.
Moffat, C.A., M. D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and
Poisons. Pharmaceutical Press. Publications division of the Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain.
Mulja, M. dan Sukarman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga
University Press.
Roth
Satiadarma
Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin-Layer Chromatography. Third
Edition. New York: Marcel Dekker Inc. Pss.147-149.
Sweetman, Sean C. 1982. Martindale, 28rd edition. Pharmaceutical Press.
Chicago.
31