BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berbagai penelitian dilaporkan bahwa perdarahan merupakan
penyebab dari anemia berat pada neonatus sebesar 5-10%. Sedangkan kejadian
anemia pada bangsal rawat intensif neonatus tercatat sebesar 25%, yang
dinyatakan dengan rendahnya volume sel darah merah. Angka tersebut merupakan
kejadian yang terjadi diluar negeri yang fasilitas perawatannya sudah memadai.
Meskipun belum ada data, tetapi dengan memperhatikan masih tingginya
pertolongan persalinan oleh dukun (70-80%) serta fasilitas pelayanan yang untuk
sebagian besar belum memadai, dapat diperkirakan bahwa di Indonesia kejadian
perdarahan pada neonatus akan memperlihatkan angka yang jauh lebih tinggi,
setidak-tidaknya 2 kali lipat dibandingkan dengan kejadian di negara maju.
Pada setiap 1 bayi dari setiap 1.200 sampai 1.400 kelahiran hidup di
beberapa negara Asia mengalami perdarahan akibat kekurangan vitamin K. Bayi
baru lahir cenderung mengalami kekurangan vitamin K karena cadangan vitamin
K dalam hati relatif masih rendah, oleh karena sedikitnya transfer vitamin K
malalui tali pusat, rendahnya kadar vitamin K pada Air Susu Ibu (ASI) dan
sterilitas saluran pencernaan bayi baru lahir, sedangkan asupan vitamin K dari Air
Susu Ibu belum mencukupi ketika bayi baru dilahirkan. Kekurangan vitamin K
berisiko tinggi bagi bayi untuk mengalami perdarahan yang disebut
juga 'Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K' (VKDB).
Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran
bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di Indonesia, data mengenai
VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di
1
RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr.
Soetomo Surabaya.
Departemen Kesehatan RI bersama Tim Teknis Health Technology
Assesment (HTA) dan organisasi profesi telah melakukan kajian pentingnya
pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir sehingga sejak tahun 2002 telah
membuat rekomendasi bahwa semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis
vitamin K1, regimen vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1, dan diberikan
secara intramuskular (Rekomendasi A).
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, etiologi, penyebab perdarahan terbanyak yaitu perdarahan
akibat defisiensi vitamin K dari manifestasi klinis sampai penatalaksanaan serta
pencegahan.
2
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perdarahan secara umum
Perdarahan ialah keluarnya darah dan salurannya yang normal (arteri,
vena atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya
kontinuitas pembuluh darah. Sedangkan perdarahan dapat berhenti melalui 3
mekanisme, yaitu : `
1. Kontraksi pembuluh darah
2. Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3. Pembentukan thrombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit
tersebut.1.2
2.2. Mekanisme Pembekuan Darah
a. Pembentukan Aktivator Protrombin
Mekanisme ini dimulai bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah
dan jaringan yang berdekatan pada darah, pada setiap kejadian tersebut,
mekanisme ini akan menyebabkan pembentukan aktivator protrombin. Aktivator
protrombin ini dibentuk melalui 2 cara, yaitu jalur ekstrinsik yang dimulai dengan
terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan jalur intrinsik yang berawal di
dalam darah itu sendiri.1,2
3
b. Langkah-langkah jalur ekstrinsik
Yaitu pelepasan faktor jaringan atau tromboplastin jaringan, selanjutnya
mengaktifasi faktor X yang dibentuk oleh kompleks lipoprotein dari faktor
jaringan dan bergabung dengan faktor VII, kemudian dengan hadirnya ion Ca2+
akan membentuk faktor X yang teraktivasi. Selanjutnya faktor X yang teraktivasi
tersebut akan segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, juga dengan faktor V
untuk membenuk senyawa yang disebut aktivator protrombin.
c. Langkah-langkah jalur intrinsik
Yaitu pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah
yang terkena trauma, kemudian faktor XII yang teraktivasi ini akan mengaktifkan
faktor XI, kemudian faktor XI yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor IX,
faktor IX yang teraktivasi bekerja sama dengan faktor VIII terakivasi dan dengan
fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang rusak, akan mengkatifkan
faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau trombosit kurang maka langkah
ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang tidak dimiliki oleh penderita
hemofilia. Trombosit tidak dimiliki oleh penderita trombositopenia. Faktor X
yang teraktivasi akan bergabung dengan faktor V dan trombosit untuk membentuk
suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
d. Perubahan Trombin Menjadi Trombin
Setelah aktivator protrombin terbentuk akibat pecahnya pembuluh darah
maka dengan adanya ion Ca2+ dalam jumlah yang mencukupi, akan
menyebabkan perubahan protrombin menjadi trombin. Trombosit juga berperan
dalam pengubahan protrombin menjadi trombin, karena banyak protrombin mula-
mula melekat pada reseptor protrombin pada trombosit yang telah berikatan pada
jaringan yang rusak. Pengikatan ini akan mempercepat pembentukan trombin dan
protrombin yag terjadi dalam jaringan dimana pembekuan diperlukan.
4
Protrombin adalah protein plasma yang tidak stabil dan dengan mudah
pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih kecil, salah satu diantaranya trombin.
Vitamin K juga sangat berperan dalam pembekuan darah karena kurangnya
vitamin K akan menurunkan kadar protrombin sampai sedemikian rendahnya
hingga timbul pendarahan.
e. Perubahan Fibrinogen Menjadi Fibrin
Trombin adalah enzim protein dengan kemampuan proteolitik yang
bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan empat peptida yang berberat
molekul rendah dari setiap molekul fibrinogen sehingga membentuk molekul
fibrin monomer yang memiliki kemampuan untuk berpolimerisasi dengan
molekul fibrin monomer yang lain. Dengan cara demikian, dalam beberapa detik
banyak molekul fibrin monomer berpolimerisasi menjadi benang-benang fibrin
yang panjang, sehingga terbentuk retikulum bekuan.
Benang-benang fibrin ini ikatannya tidak kuat dan mudah dicerai-
beraikan, maka dalam beberapa menit berikutnya akan terjadi proses yang akan
memperkuat ikatan tersebut. Proses ini melibatkan zat yang disebut faktor
stabilisasi fibrin. Trombin yang tadi berperan dalam membentuk fibrin, juga
mengaktifkan faktor stabilisasi fibrin yang kemudian akan membentuk ikatan
kovalen antara molekul fibrin monomer, sehingga saling keterkaitan antara
benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan
fibrin secara tiga dimensi.
Bekuan darah yang terdiri dari jaringan benang fibrin yang berjalan dari
segala arah dan menjerat sel-sel darah, trombosit, dan plasma. Benang-benang
fibrin juga melekat pada pembuluh darah yang rusak; oleh karena itu bekuan
darah menempel pada lubang di pembuluh darah dan dengan demikian mencegah
kebocoran darah.1,8
Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung pada besamya
kerusakan pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka kecil pada
5
pembuluh darah yang kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola atau venula dan
pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdarahan yang diakibatkan oleh Iuka
yang mengenai pembuluh darah besar tidak cukup diatasi oleh kontraksi
pembuluh darah dan gumpalan trombosit, dalam hal ini pembentukan trombin dan
fibrin penting untuk memperkuat gumpalan trombosit tadi. Disamping untuk
menjaga agar darah tetap didalam salurannya diperlukan pembuluh darah yang
berkualitas Bila terdapat gangguan atau kelainan pada salah satu atau lebih dari
ketiga mekanisme tersebut, terjadilah perdarahan yang abnormal yang sering kali
tidak dapat berhenti sendiri. Gangguan atau kelainan dapat terjadi pada pembuluh
darah (vaskulus), trombosit (jumlah maupun fungsinya) dan mekanisme
pembekuan.8
2.3. Gangguan Perdarahan
1. Gangguan vaskulus
Faktor yang dapat menimbulkan kelemahan vaskulus umumnya dapat dibagi
menjadi:
a. Faktor kongenital
(1). Telengiektasian hemoragik herediter (Osler-Weber·Rendu)
Gambaran yang tersering tampak ialah epistaksis, dapat pula terjadi
perdarahan usus yang menahun dan kadang-kadang terjadi eksaserbasi
mendadak. Perdarahan ini biasanya diatasi dengan penekanan, es atau obat
topical dan bila perlu untuk anemia yangn menahun diberikan preparat besi
atau transfusi darah pada keadaan mendadak.
(2). Hiperelastika kutis (Ehler-Danlos)
Pada keadaan ini luka kecil akan sulit sembuh dan dapat terbuka kembali.
Perdarahan yang cukup hebat dapat terjadi karena suatu kecelakaan atau
tindakan operasi. Keadaan ini umumnya diatasi dengan operasi dan perlu
6
menjaga dengan baik luka yang telah tertutup. Transfusi darah diberikan bila
perlu.
b. Faktor didapat ( acquired )
(1). Skorbut
Merupakan penyakit akibat kekurangan vitamin C. Pengobatan dengan
memberikan vitamin C 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian dikurangi
perlahan-lahan sampai 1 bulan.
(2). Panvaskulitis
Dapat terjadi karena sepsis seperti meningokoksemia, endokarditis bacterial
subakut atau dapat disebabkan penyakit autoimun. Pengobatan ditujukan
terhadap penyakit primernya.
(3). Purpura anafilaktoid
Kelainan ini timbul atas dasar reaksi hipersensitivitas (alergi). Umumnya
terjadi karena alergi terhadap makanan (coklat, susu, telur, kacang-kacangan)
obat (beladona, atropine, salisilat, penisilin), gigitan serangga atau setelah
suatu penyakit infeksi (rubella,dII).
Perlu ditekankan dalam hal ini bahwa diagnosis kelainan/gangguan
pembuluh darah mumi baru dapat ditegakkan bila telah dibuktikan bahwa
mekanisme pembekuan dan jumlah serta fungsi trombosit dalam keadaan baik.
2. Gangguan trombosit
Gangguan trombosit dapat disebabkan oleh gangguan dalam fungsi
(trombopatia) atau gangguan dalam jumlah (trombositopenia). Fungsi trombosit
adalah :
a. menutup luka dengan jalan membentuk gumpalan trombosit pada tempat
kerusakan pembuluh darah.
7
b. membuat faktor pembekuan yaitu factor trombosit dan trombostenn untuk
memperkuat gumpalan trombosit disamping fibrin.
c. mengeluarkan serotonin untuk kontraksi pembuluh darah dan ADP
(adenosine diphosphat) untuk mempercepat pembentukan gumpalan
trombosit.
Umumnya petekia, ekimosis dan perdarahan abnormal lain dapat terjadi
bila jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3 . Gaydos dkk,l969 menyatakan
adanya hubungan antara jumlah trombosit dan berat prdarahan yang timbul.
Perdarahan berupa petekia, ekimosis, ataupun epistaksis terjadi bila jumlah
trombosit berkisar antara 20.000-100.000/mm3 , sedangkan bila jumlah trombosit
kurang dari 20.000/mm3 akan terjadi perdarahan yang hebat seperti hematemesis,
hematuri, dan melena disamping perdarahan abnormal.
Gangguan fungsi trombosit yang tersering diantamnya ialah gangguan
pembentukan ADP (trombopatia), gangguan untuk bereaksi terhadap ADP
(trombositopati trombositopenik) ataupun karena umm trombosit yang pendek
(trombositopati) misalnya karena pengaruh obat-obatan (asam salisilat,
fenilbutazon) atau pengaruh toksik. Pengobatan dilakukan dengan pemberian
suspensi trombosit dan atau menjauhkan baha-bahan yang dapat mempengaruhi
kelainan ini.
Gangguan jumlah trombosit biasanya terjadi bila jumlah trombosit lcurang
dari normal (trombositopeni). Keadaan ini dapat disebabkan oleh aplasia system
megakariosit :
a. Bersifat primer seperti ATP (Amegakaryocytic Thrombocytopenic Purpura)
dan anemia aplastik atau sekunder (karena desakan system lain) seperti pada
leukemia atau metastasis sel ganas seperti retinoblastoma, neuroblastoma).
8
b. Penghancuran trombosit yang abnormal Jumlah megakariosit dalam sumsum
tulang cukup dan dikenal sebagai ITP (ldiopathie Thrombocytopenic
Purpura).
Pengobatan ditujukan pada penyakit utamanya dan bila perlu dapat diberikan
suspense trombosit.
3. Gangguan pembekuan `
Mekanisme pembekuan (kaskade koagulasi) dibagi dalam 3 tahap dasar, yaitu:
a. Tahap pertama
Pembentukan tromboplastin dimulai denga pekerjaan trombosit terutama
TF3 (factor trombosit 3) dan faktor pembekuan lain pada permukaan asing
atau pada sentuhan dengan kolagen. Faktor pembekuan tersebut ialah faktor
IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktor III dan VII.
b. Tahap kedua
Perubahan protrombin menjadi thrombin yang dikatalisasi oleh
tromboplastin, faktor IV, V, VII dan X.
c. Tahap ketiga
Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator thrombin, TFI dan
TF2.
Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap
pertama, kedua atau ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar
di dalam darah (circulating anticoagulant) atau karena proses pembekuan dalam
pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation-DIC)
(l). Gangguan tahap pertama
9
Gangguan mi dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang
bekerja pada tahap tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap
pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT (serum prothrombin time),
PTT (partial thromboplastin time), TGT (tromboplastin generation test). Bila
terdapat kekurangan faktor pembekuan dalam tahap pertama maka SPT
kurang dari 40 detik (normal lebih dari 40 detik), PTT dan TGT memanjang
atau abnormal.
a. Hemoiilia A (kekurangan faktor VIII)
Bersifat herediter, biasanya hanya terdapat pada anak laki—laki, tetapi
dapat diturunkan oleh wanita. Gejala penyakit ini dapat berupa kebiruan
pada kulit, perdarahan sendi, otot atau perdarahan setelah trauma atau
operasi. Pemeriksaan laboratorium biasanya memberikan gambaran darah
tepi yang normal, masa perdarahan normal, masa pembekuan memanjang,
rumple leede negative, PT dan TGT memanjang dan SPT kurang dari 40
detik. Pengobatan
berupa transfusi darah, pemberian plasma normal, konsentrat faktor VIII.
b. Hemofilia B ( kekurangan faktor IX)
Penyakit ini mempunyai riwayat, sifat dan gejala yang sama seperti
hemophilia A, juga pemeriksaan laboratorium terutama terdapat kekurangan
faktor IX.
c. Penyakit von willebrand ( pseudohemoiilia, hemophilia vaskuler)
Gejalanya berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan dari
uterus, traktus gastrointestinal atau traktur urinaria. Pemeriksaan
laboratorium biasanya memberikan hasil seperti hemophilia, tetapi dengan
masa perdarahan memanjang, adesi trombosit menurun, dan retraksi bekuan
yang normal. Pada penyakit ini terdapat peningkatan yang nyata dari faktor
VIII setelah pemberian transfusi darah, plasma atau kriopresipitat dan dapat
10
bertahan samapi 72 jam atau lebih. Pada hemophilia, kenaikan faktor VIII
bergantimg pada jumlah bahan yang diberikan dan biasanya akan
menghilang lagi dalam 24 jam atau kurang.
(2). Gangguan tahap kedua
Gangguan ini ditetapkan dengan pemeriksaan PPT (plasma
prothrombin time). Bila PPT lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti
faktor pembekuan tahap kedua (II, V,VII,X) kurang. Untuk menentukan
faktor mana yang kurang, maka masing-masing factor harus diselidiki lebih
lanjut.
(3). Gangguan tahap ketiga
Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap ketiga,
harus dibuktikan dahulu bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan
kedua berjalan normal. Gangguan pada tahap ketiga ini biasanya kekurangan
fibrinogen. Pemeriksaan kadar fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun
kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan menentukan thrombin time. Bila
thrombin time memanjang (normal <15-20 detik) berarti terdapat
hipotibrinogenemia. Secara kuantitatif dengan mengukur kadar fibrinogen
dalam plasma (normal 250-350 mg%). Gejalanya sama seperti kekurangan
faktor pembekuan yang lain. Pengobatan dapat diberikan pemberian plasma
normal, atau bila tersedia preparat fibrinogen, disamping memperbaiki
penyakit primernya.
(4). Zat antikoagulansia dalam darah ( circulating anticoagulants)
Disamping kekurangan faktor pembekuan, maka gangguan
pembekuan dapat disebabkan oleh adanya zat antikoagulansia dalam darah,
meskipun faktor pcmbekuan terdapat dalam jumlah normal.
(5). Disseminated intravascular coagulation (DIC)
11
Merupakan suatu gangguan hemostasis, khususnya dalam
mekanisme pembekuan yang didapat. Didalam pembuluh darah secara
normal pembekuan tidak terjadi, karena mekanisme pembekuan tidak
diaktifkan, tetapi pada penderita DIC, mekanisme pembekuan oleh suatu
sebab diaktifkan walaupun didalam pembuluh darah yang masih utuh.1,2
2.4. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (Haemorrhagic disease of the
newborn)
a. Pengertian
Perdarahan karena defisiensi vitamin K telah lama dikenal dan Townsend
(1894) dengan memberikan istilah Haemorrhagic disease of the newborn (HDN)
untuk membedakannya dari perdarahan yang disebabkan oleh penyakit lain. Oleh
the Committee on Nutrition of the American Academy of pediatrics (1961)
penggunaan istilah tadi hanya dikhususkan bagi perdarahan yang terjadi beberapa
hari pertama kelahiran akibat kekurangan vitamin K dan ditandai dengan
defisiensi protombin, prokonvertin, dan mungkin faktor pembekuan lain.
Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin K juga dikenal dengan Vitamin K Deficiency
Bleeding (VKDB).4,5,6,10
b. Bentuk-bentuk Vitamin K
1) Vitamin K1 (phylloquinone atau phytomenadione atau disebut juga
phytonadione). Banyak terdapat pada sayuran hijau.
2) Vitamin K2 (menaquinone). Secara normal dibentuk oleh bakteri dalam
saluran pencernaan seperti Bacteroides fragilis dan beberapa strain
Escherichia.
3) Vitamin K3 (menadione). Vitamin K buatan yang sekarang sudah jarang
diberik an pada bayi baru lahir.3
12
c. Manfaat vitamin K
Vitamin K termasuk golongan vitamin yang larut dalam lemak, merupakan
salah satu unsur yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein
yang berperan dalam proses pembekuan darah seperti faktor-faktor pembekuan II,
VII, IX, X, antikoagulan protein C dan S, dan beberapa protein lain. Bila faktor
pembekuan darah yang tergantung pada vitamin K ini berkurang maka bayi
mudah mengalami perdarahan.Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan
faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang
berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Selain itu
Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif.
Telah dibuktikan bahwa vitamin K tidak diperlukan langsung untuk
pembentukan faktor pembekuan II (protombin), VII, IX, dan X, tetapi berperan
secara langsung dalam proses konversi prekursor protein pembekuan menjadi
protein pembekuan aktif. Peran vitamin K dalam proses biokimiawi tersebut
dalam reaksi karboksilase atom C pada gama-metilen senyawa asam glutamat
tertentu yang terdapat pada bahan prekursor protein pembekuan. Teori
karboksilase ini tidak hanya berlaku bagi faktor II, tetapi juga untuk faktor
pembekuan lain yang tergantung vitamin K, seperti faktor VII, IX dan X.10
d. Macam-macam VKDB
Ada 3 Kelompok :
1) VKDB dini
2) VKDB klasik
3) VKDB lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD)
4) Secondary prothrombin complex (PC) deficiency
13
Tabel : Perdarahan akibat defisiensi vitamin K
VKDB dini VKDB klasik VKDB lambat
(APCD)
Secondary
PC
deficiency
Umur < 24 jam 1-7 hari
(terbanyak 3-5
hari)
2 minggu-6
bulan (terutama
2-8 minggu)
Segala usia
Penyebab
&
Faktor
resiko
Obat yang
diminum
selama
kehamilan
- Pemberian
makanan
terlambat
- Intake Vit K
inadekuat
- Kadar vit K
rendah pada ASI
- Tidak dapat
profilaksis vit K
- Intake Vit K
inadekuat
- Kadar vit K
rendah pada
ASI
- Tidak dapat
profilaksis vit K
- obstruksi
bilier
-penyakit hati
-malabsorbsi
-intake
kurang
(nutrisi
parenteral)
Frekuensi < 5% pada
kelompok
resiko tinggi
0,01-1%
(tergantung pola
makan bayi)
4-10 per
100.000
kelahiran
(terutama di
Asia Tenggara)
Lokasi Sefalhematom, GIT, umbilikus, Intrakranial (30-
14
perdaraha
n
umbilikus,
intrakranial,
intraabdominal
, GIT,
intratorakal
hidung, tempat
suntikan, bekas
sirkumsisi,
intrakranial
60%), kulit,
hidung, GIT,
tempat suntikan,
umbilikus,
UGT,
intratorakal
Pencegaha
n
-penghentian /
penggantian
obat penyebab
-Vit K profilaksis
(oral / im)
- asupan vit K
yang adekuat
Vit K
profilaksis (im)
- asupan vit K
yang adekuat
Bayi baru lahir memiliki cadangan vitamin K yang sangat terbatas dan
bergantung pada susu ibu. Rendahnya vitamin K dalam darah dan hati serta
kurangnya zat tersebut pada ASI bisa menyebabkan bayi kekurangan vitamin K.
Vitamin K berperan dalam proses pembekuan darah, bayi yang kekurangan
vitamin K ini mudah mengalami gangguan perdarahan yang disebut APCD
(Acquired Protombin Complex Deficiency) dan berisiko mengalami perdarahan
otak. Di negara-negara Asia Tenggara, APCD banyak terjadi terutama pada bayi
laki-laki daripada bayi perempuan. Penyakit ini bisa menyebabkan kerusakan
otak yang membuat ia tak tumbuh normal dan tergantung seumur hidup pada
orang tuanya.
Risiko perdarahan bertambah terutama pada minggu-minggu pertama
kehidupannya, yaitu usia 1-2 minggu hingga enam bulan. Karena pada masa ini,
zat penting untuk membekukan darah yaitu protombin berkurang. Padahal untuk
membentuk protombin, diperlukan asupan vitamin K. Hasilnya, protombin tak
cepat terbentuk, dan perdarahan pun mudah terjadi.10
e. Etiologi
1. Kekurangan vitamin K
15
2. Trauma kelahiran
Partus biasa o pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan
o disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga
terjadi mulase
3. Partus buatan (ekstraksi vakum, cunam)
4. Partus presipitatus
o Bukan trauma kelahiran, umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan
(prematur). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang lain merupakan
faktor pencetus intracranial bleeding (ICB) seperti hipoksia dan
iskemi otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia,
dan kejang-kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga
hiperosmolaritas/hipernatremia.
d. Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang
berperan dalam pembekuan darah (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan faktor
koagulasi yang tidak tergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah
trombosit masih dalam batas normal. Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui di
sintesis oleh flora normal usus seperti Bacteriodes Fragilis dan beberapa strain E.
Coli, yaitu :
1. Vitamin K 1 (phytomenadion) berasal dari diet sayuran berwarna hijau.
Vitamin K1 bersifat larut dalam lemak
2. Vitamin K 2 (menaquinone) berasal dari sintesis flora intestinal.
Vitamin K2 bersifat larut dalam lemak
3. Vitamin K 3 (menadion) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang
jarang diberikan kepada neonatus karena dilaporkan dapat
16
menyebabkan anemia hemolitik. Vitamin K banyak terdapat pada hati,
kedelai dan sayuran seperti tomat, bayam.Secara fisiologi kadar faktor
koagulasi yang tergantung vitamin K dalam tali pusat sekitar 50% dan
akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 42-72 jam
setelah kelahiran. Kemudian faktor ini akan bertambah secara perlahan
selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang
dewasa. Sedangkan bayi baru lahir relative kekurangan vitamin K
karena beberapa alasan, seperti:
1. Simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir karena ibu
kekurangan zat ini.
2. Sedikitnya perpindahan vitamin K melalui plasenta.
3. Rendahnya kadar vitamin K pada ASI
4. Sterilitas saluran cerna.
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/robekan
pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena
trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas. Pada bayi-bayi tersebut,
pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang
sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok,
kadang-kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila
ada faktor pencetus (hipoksia/iskemia).
e. Manifestasi Klinis
Perdarahan akibat kekurangan vitamin K pada bayi baru lahir dapat terjadi
spontan atau akibat trauma/benturan/gesekan, terutama trauma ketika bayi
lahir. Perdarahan dapat terjadi pada beberapa bagian tubuh bayi seperti pada: otak,
kulit, mata, tali pusat, hidung, telinga, dan saluran pencernaan.
Perdarahan masif pada saluran pencernaan bermanifestasi sebagai muntah
darah atau berak darah. Perdarahan di bawah kulit bermanifestasi sebagai bercak
17
berwarna keunguan atau merah kecoklatan yang disebut purpura, dan bercak
perdarahan dengan ukuran yang lebih kecil yang disebut ekimosis dan petekia.
Perdarahan yang sulit berhenti juga dapat timbul akibat tusukan jarum suntik.
Perdarahan dalam otak dengan manifestasi sakit kepala (bayi menangis
terus-menerus), muntah, ubun-ubun menonjol, pucat hingga kejang. Perdarahan
otak sering bermasalah serius karena dapat menyebabkan kematian atau kecacatan
pada bayi usia 2 minggu sampai 6 bulan. Tingkat kematian akibat perdarahan otak
pada bayi sebesar 10-50% dari seluruh kasus, sedangkan tingkat kecacatannya
sebesar 30-50% dari seluruh kasus.
Kejadiannya sering ditemukan pada prematuritas, bayi cukup bulan yang
hanya mendapat ASI, bayi yang mendapat makanan parenteral, sering diare,
sering mendapat antibiotik, dan pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu dalam
pengobatan luminal, hidantoin, salisilat, atau kumarin. Diperkirakan kejadian
perdarahan pada neonatus yang berkaitan dengan fungsi vitamin K adalah 1 di
antara 200-400 kelahiran.
Perdarahan yang timbul dapat bervariasi dari yang ringan berupa ekimosis
sampai yang bersifat fatal berupa perdarahan intrakranial atau perdarahan internal.
Gejala tersebut akan bermanifestasi dalam bentuk perdarahan umbilikus,
ekimosis, epstaksis, perdarahan gastrointestinal, adrenal, dan intrakranial dengan
berbagai akibatnya. Tidak jarang gejala yang tampak berupa perdarahan yang
timbul setelah 4 minggu, biasanya terdapat pada bayi yang mendapat ASI tanpa
pemberian vitamin K, bayi dengan diare berulang, hepatitis, atau atresia
biliaris.4,5,6
1. Gejala-gejala Hemorrhagic disease of the newborn (HDN) tidak khas, dan
umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung oleh riwayat persalinan yang
jelas. Gejala-gejala berikut dapat ditemukan
a. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran
cerna.
18
b. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui
bekas tusukan jarum suntik.
c. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100%
berupa perdarahan subdural dan subaraknoid.
d. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun
tanda.
e. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak
menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang. Kejang
yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum.
2. Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya
pada perdarahan subaraknoid.
3. Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus.
Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan
adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh
robekan tentorium yang luas.
4. Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar,
refleks cahaya lambat sampai negatif.. Kadang-kadang ada perdarahan retina,
nistagmus dan eksoftalmus.
5. Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan
kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi
pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten
6. Cephalic cry (menangis merintih).
7. Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular
(snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan
kerusakan pada korteks.
8. Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan
kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak
berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan
berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang
menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot
19
pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi)
menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.
9. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati,
somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi
lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-
gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam
sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan
perjalanan klinik, ICB dapat dibedakan 2 sindrom yaitu :
a. Saltatory syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-
hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh
sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa.
b. Catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung
beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.
f. Pemeriksaan fisik
1. Adanya perdarahan di saluran cerna, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi
dan lain sebagainya
Pemeriksaan penunjang
1. Waktu pembekuan memanjang
2. PPT (Plasma Prothrombin Time) memanjang
3. Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang
4. Thrombin Time normal
5. USG, CT Scan atau MRI untuk melihat lokasi perdarahan
g. Diagnosis defisiensi Vit K:
1) Ada riwayat belum diberi injeksi Vit K dan riwayat perdarahan
20
2) Dijumpai adanya peradarahan spontan maupun pada pemeriksaan
pencitraan
3) Laboratorium menunjukkan ada nya trombositopenia dan gangguan
pembekuan.
h. Penatalaksanaan VKDB
1. Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari
2. Transfusi plasma beku segar / Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg
3. Transfusi sel darah merah bila terjadi kekurangan darah3
4. Bayi dengan HDN harus di berikan vitamin K1 subkutan atau iv (0,5 -1 mg)
dan 2 mg (pada kasus berat) dua atau tiga dosis dengan interval 4-8 jam ,
dengan kecepatan suntikan kurang dari 1 mg/menit.
5. Respons yang cepat terjadi dalam 4-6 jam dengan berhentinya perdarahan dan
membaiknya masa protrombin.
6. Bayi yang mengalami perdarahan luas juga harus mendapatkan fresh frozen
plasma (FFP) 10 sampai 15 ml/kg. perdarahan yang hebat yang menyebabkan
Hb turun (12 mg/dL ) diberikan packed red cells (PRC).
7. Jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa (perdarahan intrakranial) dapat
diberikan prothrombin complex-concentrates (PCCs).
Diusahakan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang
lebih parah pada bayi dengan dirawat secara intensif diruang NICU (Neonatal
Intensive Care Unit) yaitu dengan :
a. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan
pemberian O2
21
b. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya
dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi
jantung (bradikardi/ takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang
dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari
1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik.
c. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma
diberikan 02.
d. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan
larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan
vena serebral.
e. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan.
f. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan
glukosa (5-10%) dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1 atau glukosa
5--10% dan Nabik 1,5% dengan perbandingan 4:1.
g. Pemberian obat-obatan :
1) Valium/luminal bila ada kejang. Dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB,
tunggu 15 menit, jika belum berhenti diulangi dosis yang sama. Bila
berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam
kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2
hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan
keadaan umum seterusnya.
2) Kortikosteroid berupa deksametason 0,5-1 mg/kgBB/24 jam yang
mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.
3) Antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama
bila ada manipulasi yang berlebihan.
22
4) Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan
darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek
iritasi pada permukaan korteks.
h. Tindakan bedah darurat bila terjadi perdarahan/hematoma epidural
walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif
dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang
cermat. Pada perdarahan/ hematoma subdural, tindakan explorative
burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi
hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada
perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor,
dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.
i. Pencegahan VKDB
Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis
1. Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per oral 3 kali
@ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun
2. Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis
vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam
sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan
diulang 24 jam kemudian7
3. Oleh American Academy of Pediatrics untuk pencegahan dianjurkan
pemberian vitamin K 0,5-1,0 mg sebagai dosis parenteral tunggal atau 1,0-2,0
mg sebagai dosis oral tunggal. Pemberian dengan dosis serupa dapat diulang
untuk keperluan pengobatan, atau dosisnya dapat diperbesar bila diberikan
kepada bayi yang dilahirkan dari ibu dalam pengobatan antikonvulsan.
4. Selain itu dianjurkan pula pemberian vitamin k dengan dosis 0,5 mg setiap
minggu secara teratur kepada bayi baru lahir yang mendapat makanan
parenteral, menderita diare berulang dan menahun, atresia biliaris, hepatitis
23
neonatal, abetalipoproteinemia, atau menderita fibrokistik pankreas. Dalam
keadaan tertentu mungkin diperlukan pemberian plasma (beku) segar untuk
menangani perdarahan yang mungkin bersifat serius dan fatal.4,5,6
24
BAB III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Perdarahan ialah keluarnya darah dan salurannya yang normal (arteri, vena
atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya
kontinuitas pembuluh darah.
2. Berdasarkan etiologi dan waktu kejadiannya, perdarahan pada neonatus
dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori utama yaitu : perdarahan in utero,
perdarahan obstetric, perdarahan post natal dan perdarahan iatrogenik.
3. Perdarahan yang palin sering terjadi pada neonatus adalah karena defisiensi
vitamin K yang sering disebut Haemorrhagic disease of the newborn /
Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).
4. Macam-macam VKDB: VKDB dini, VKDB klasik, VKDB lambat atau
acquired prothrombin complex deficiency (APCD) dan Secondary
prothrombin complex (PC) deficiency
5. Perdarahan akibat kekurangan vitamin K pada bayi baru lahir dapat terjadi
spontan atau akibat trauma /benturan / gesekan, terutama trauma ketika bayi
lahir. Perdarahan dapat terjadi pada beberapa bagian tubuh bayi seperti pada
: otak, kulit, mata, tali pusat, hidung, telinga, dan saluran pencernaan.
6. Oleh American Academy of Pediatrics untuk pencegahan dianjurkan
pemberian vitamin K 0,5-1,0 mg sebagai dosis parenteral tunggal atau 1,0-
2,0 mg sebagai dosis oral tunggal.
7. Pengobatan VKDB antar lain : Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3
hari, Transfusi plasma beku segar / Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15
ml/kg, Transfusi sel darah merah bila terjadi kekurangan darah.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman & Vaughan. Perdarahan pada anak. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Bagian 1. Edisi 12. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1992:
hal : 215-218.
2. Hasan R, Alatas H. Penyakit perdarahan. Dalam : Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI. Jakarta; Infomedika, 1985, hal : 457-482.
3. Hey E. Vitamin K-what, why, and when. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed
2003;88:F80-83.
4. Markum AH, dkk. Masalah hematologik pada janin dan neonates. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Jakarta: Gaya baru, 1999, hal :
317-328.
5. Markum AH, dkk. Trauma intracranial. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak. Jilid II. Jakarta: Gaya baru, 1999, hal : 274-279.
6. Markum AH, dkk. Defisiensi vitamin K. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak. Jilid II. Jakarta: Gaya baru, 1999, hal : 183-185.
7. M Ciantelli, L Bartalena, M Bernardini, et al. Late vitamin K deficiency
bleeding after intramuscular prophylaxis at birth: a case reportVitamin K
deficiency bleeding. Journal of Perinatology 29, 168-169 (February 2009)
8. Riddel James P, Bradley E, Christine Miaskowski, et al. Theories of blood
coagulation. Journal of Pediatric Oncology Nursing. Volume 24. No 3.
May-June, 2007; pp 123-131
9. Veronica H. Flood MD, Faith C. Galderisi DO, Stefanie R. Lowas MD, et al.
Hemorrhagic disease of the newborn despite vitamin K prophylaxis at birth.
Pediatric Blood & Cancer. Volume 50, Issue 5, pages 1075–1077, May
2008
26
10. Waseem, Muhammad MD. Vitamin K and Hemorrhagic Disease of
Newborns. Southern Medical Journal .Volume 99, Number 11, November
2006
11. Wiknjosastro H. Perdarahan pada neonatus, dalam Buku Ajar Ilmu Kebidanan
dan Kandungan, bagian 1, Edisi 3, Penerbit Yayasan bina pustaka
sarwonohardjo, 1995, Jakarta hal : 210-212
12. Manco-Johnson MJ. Hemostasis in the neonate. NeoReviews. 2008; 9(3): 119-
23
27