PERILAKU TIDAK MEMILm DALAM PEMILmAN UMUM KEPALA DAERAH GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR TABUN 2018
(Studi Pellelidan Deskripd/ Kllalitatif di Kecamatan Kambera, Kabupatell Sumba Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur)
SKRIPSI
Disusun oleh:
PUTRI ANGGRENY REMIJA WA 14520014
JENJANG PENDIDIKAN 8-1 ILMU PEMERINTAHAN PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA "APMD" YOGYAKARTA
TAHUN2019
ii
PERILAKU TIDAK MEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA
DAERAH GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2018
(Studi Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kecamatan Kambera,
Kabupaten Sumba Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana jenjang Pendidikan Strata Satu (S1)
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Disusun Oleh:
PUTRI ANGGRENY REMIJAWA
14520014
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
TAHUN 2019
HALAMANPENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji memenuhi persyaratan
memperoleh gelar SaIjana (S 1) Program Studi Ilmu Pemerintahan, Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta pada:
: Rabu
: 20 Maret 2019
: 09.00 WIB
Hari
Tanggal
PukuJ
Tempat : Ruang Ujian Skripsi STPMD "APMD" Yogyakarta
TIMPENGUJI
Nama
1. Drs. Jaka Triwidaryanta, M.Si
Ketua Penguji / Pembimbing
2.
Penguji Samping I
3. Drs. Hastowiyono, M.S
Penguji Samping II
Tanda Tangan
JR~~mtio Purnomo Rabarjo, BE., M.Si
1I1
HALAMAN PERNY AT AAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
: Putri Anggreny Remijawa
NIM : 14520014
Program Studi : llmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul "Perilaku Tidak Memilib Dalam
Pemiliban Umum Kepala Daerab Gubernur Nusa Tenggara Timur Tabun
2018" adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri , dan seluruh sumber
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
IV
Yogyakarta, 20 Maret 2018
Yang Membuat Pernyataan
Putri Anggreny Remijawa . 14520014
v
MOTTO
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
Filipi 4:13
Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau, jangan bimbang, sebab Aku ini
Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan
memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.
Yesaya 41:10
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai
kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan
kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Yeremia 29:11
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
setiap berkat, rahmat, serta tuntunan-Nya selama ini sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu saya ingin mempersembahkan skripsi ini
untuk semua orang yang berarti dalam hidup saya:
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan doa dari
berbagai pihak. Oleh karena kepada:
1. Untuk “PAPA MAMA” Djitro Remidjawa dan Elisabeth Lomi yang telah
memberi dukungan moril maupun materi serta doa dan semangat tiada henti
untuk masa depan saya. Karya ini saya persembahkan untukmu meskipun ini
tidak sebanding dengan pengorbananmu untukku. Sehat terus untuk papa
semoga Tuhan selalu menyertaimu, terimakasih untuk segalanya yang engkau
berikan.
2. Untuk adikku Fenti Remijawa karya ini kupersembahkan sebagai motivasi
untuk masa depan kita, untuk saling menjaga dan menguatkan agar masa
depan kita cerah dan menjadi pribadi yang baik. Terimakasih sudah menjadi
bagian dari semangatku sehingga aku bisa menyelesaikan studi S1 ku.
3. Untuk Dosen Pembimbingku Bapak Drs. Jaka Triwadaryanta, M.Si
terimakasih telah sabar membimbing dan mengajarkanku dengan segala
kebaikan hati Bapak, tanpa Bapak tidak mungkin bisa menyelesaikan karya
ilmiah ini, hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan hati Bapak. Maaf jika
ada salah kata yang menyinggung perasaan Bapak.
vii
4. Untuk orang terdekatku Putra Anugrah dan Anggreny Bandi, karya ini
kupersembahkan untukmu karena sudah mendukung secara moril, materil
serta doa dan semangat. Terimakasih untuk kebaikanmu yang sudah
mengajarkan saya banyak hal.
5. Untuk teman-teman terdekatku di Kota Yogyakarta Nadin Pratama dan
Gabriella Mudamakin terimakasih banyak untuk kalian sudah mendukung
saya dan memberikan semangat kepada saya.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan kemudahan yang dilimpahklan kepada penulis, sehingga
penyusunan skripsi ini berjalan dengan baik.
Tentu saja skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebasar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.Si, selaku ketua STPMD “APMD”
Yogyakarta.
2. Bapak Drs. YB Widyo Hari Murdianto, M.Si, selaku ketua Prodi Ilmu
Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta.
3. Bapak Drs. Jaka Triwidaryanta, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen
pembimbing skripsi sekaligus Bapak yang selalu sabar membimbing dan
memberi motivasi kepada penulis dalam mendukung selesainya ksripsi ini.
4. Bapak Drs. Triyanto Purnomo Raharjo, BE., M.Si selaku dosen Penguji
Samping I, yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan.
5. Bapak Drs. Hastowiyono, M.S selaku dosen Penguji Samping II, yang
telah bersedia menguji dan memberikan masukan.
6. Semua dosen jurusan Ilmu Pemerintahan dan Keluarga besar STPMD
“APMD” Yogyakarta yang telah membekali ilmu yang sangat berguna
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dan memberikan pengetahuan
ix
serta pengalaman yang dapat membantu memperlancar penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh staf STPMD “APMD” yang telah membantu melayani penulis
untuk proses perkuliahan.
8. Seluruh pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini.
Terimakasih atas dukungan, masukan, ide-ide, dan saran yang diberikan
kepada penulis untuk proses penyelesaian skripsi ini.
Demikian skripsi ini penulis buat, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam hal penulisan, maka penulis sangat mengharapkan masukan
dan saran serta kritikan yang membangun dari pembaca, agar karya skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan almamater STPMD “APMD”
Yogyakarta. Terimakasih.
Yogyakarta, 20 Maret 2019
Penulis
Putri Anggreny Remijawa
x
INTISARI
Pemilu merupakan salah satu ciri demokrasi dimana secara langsung
rakyat dilibatkan dalam menentukkan pemimpinnya. Pelaksanaan pemilu di
Indonesia selalu diwarnai dengan munculnya golongan putih. Di Kecamatan
Kambera, Kabupaten Sumba Timur ada warga yang tidak menggunakan hak
pilihnya dalam pemilihan Kepala Daerah karena masyarakat memiliki presepsi,
pertama mereka tidak mengenal pasangan calon, kedua tidak suka dengan
pasangan calon, ketiga tak mewakili kepentingan masyarakat, keempat
masyarakat kurang memiliki kesadaran kritis. Karena adanya keempat isu pokok
tersebut dan disebabkan kurang maximalnya sosialisasi dari pihak KPUD Sumba
Timur sehingga masyarakat Kecamatan Kambera memilih untuk tidak menvoting
pada saat pemilu. Rumusan masalah penelitian ini adalah ”Bagaimana terjadinya
perilaku tidak memilih dalam pemilihan umum Kepala Daerah Gubernur Nusa
Tenggara Timur tahun 2018”.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan perilaku tidak
memilih dalam pemilihan umum Kepala Daerah Gubenur NTT tahun 2018.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Sedangkan dalam menentukan informan peneliti secara
purposive dengan narasumber sebanyak 13 orang. Teknik analisis data
menggunakan analisis data secara kualitatif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya angka golput di
Kecamatan Kambera yang sangat tinggi hingga mengalahkan angka kemenangan
pasangan calon dikarenakan kendala dari informan yang perlu di perhatikan oleh
pemerintah dan KPU untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pada saat
pemilu, dari pihak KPUD Sumba Timur sudah melakukan sosialisasi dengan
membagikan selebaran, menyiarkan pengumuman di radio, bener-bener di tempat
keramaian akan tetapi angka golput masih saja ada dan bahkan melewati angka
kemenangan pasangan calon gubernur hal ini disebabkan dengan kurang maximal
kinerja dari pihak KPU sehingga masih banyak masyarakat yang belum paham
dengan pentingnya satu suara pada saat pemilu. Kurang maximalnya kinerja
KPUD Sumba Timur dikarenakan kurangnya anggota KPU dalam melaksanakan
tugas sehingga masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh dengan pemilu dan
masyarakat lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka sendiri karena
mereka belum memahami pentingnya pemilu itu sendiri. Hal ini membutuhkan
kerjasama yang baik antara pihak KPUD Sumba Timur dan pemerintah dalam
mengatasi golput sehingga sosialisasi yang dilaksanakan KPUD Sumba Timur
dengan maximal dan pihak KPU bisa terjun langsung ke lapangan untuk bertemu
dengan masyarakat dan memberikan pendidikan pemilu agar masyarakat paham
arti penting dari pemilu itu sendiri tidak tidak acuh tak acuh lagi.
Kata Kunci: Perilaku tidak memilih, Pemilihan umum, Gubernur.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
INTISARI ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ................................ 5
D. Kerangka Teori .......................................................................... 5
1. Pemilihan Umum ................................................................. 5
2. Pemilihan Umum Kepala Daerah ........................................ 8
E. Fokus Dan Ruang Lingkup ........................................................ 19
F. Metode Penelitian ...................................................................... 19
1. Jenis Penelitian .................................................................... 19
2. Unit Analisis ........................................................................ 20
3. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 22
4. Teknik Analisis Data ........................................................... 24
xii
BAB II PROFIL KECAMATAN KAMBERA ............................................ 26
A. Sejarah dan Kondisi Umum Wilayah ........................................ 26
B. Keadaan Geografis .................................................................... 26
C. Kondisi Demografis ................................................................... 27
D. Kondisi Sosial Ekonomi ............................................................ 32
E. Sosial dan Budaya ..................................................................... 33
F. Pemerintahan ............................................................................. 33
G. Struktur Organisasi Pemerintah ................................................. 34
H. Tugas Pokok dan Fungsi Perangka Kecamatan Kambera ......... 37
I. Tahapan Dan Sistem KPUD Sumba Timur ............................... 46
BAB III ANALISIS PERILAKU TIDAK MEMILIH .................................. 48
A. Perilaku Masyarakat dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah . 48
B. Faktor-faktor Apa yang Mempengaruhi Perilaku Golput
Masyarakat kecamatan Kambera dalam Proses Pemilihan
Umum ........................................................................................ 54
BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 59
A. Kesimpulan ................................................................................ 59
B. Saran .......................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Informan Berdasarkan Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Jabatan ....... 21
Tabel 1.2 Dokumen Pribadi dengan Dokumen Resmi................................... 24
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk di Kecamatan kambera ..................................... 28
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat ........................................ 29
Tabel 2.3 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................................. 30
Tabel 2.4 Jumlah Pendudukan Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) .... 31
Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ..................................... 32
Tabel 2.6 Jumlah Kelurahan, RT, RW di Kecamatan Kambera .................... 34
Tabel 3.1 Dokumen Data ............................................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilu merupakan implementasi dari salah satu ciri demokrasi dimana
secara langsung rakyat dilibatkan dalam menentukan arah dan kebijakan
politik negara untuk lima tahun ke depan. Mariam Budiarjo mengatakan
(1981) mengatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu
dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak
langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Pada umumnya politik adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan itu.
Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan sarana
sekaligus upaya mewujudkan sistem demokrasi secara utuh sebagai langkah
merealisasikan kedaulatan rakyat. Dengan sistem ini maka harapan
terwujudnya kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan diyakini dan
terealisasi secara menyeluruh, mengingat sistem demokrasi merupakan
perintah langsung yang diamanatkan oleh UUD 1945. Pelaksanaan pemilu,
baik pemilu legislatif, pilpres ataupun pemilu kepala daerah (pilkada) selalu
diwarnai dengan munculnya golongan putih. Perilaku tidak memilih pemilih
Indonesia dikenal dengan sebutan golput. Entah kenapa golongan yang satu
ini selalu menjadi sosok yang mengkhawatirkan dan menakutkan. Disebut
2
mengkhawatirkan karena golongan ini dinilai sosok yang tidak mendukung
pesta demokrasi yang sudah ada sejak dulu di negeri ini, dan jumlahnya cukup
banyak bahkan menyamai dan melebihi dengan jumlah suara tertinggi dalam
suatu pemilu. Dalam kajian perilaku pemilih hanya ada dua konsep utama,
yaitu; perilaku memilih dan perilaku tidak memilih. Dalam pemilihan Kepala
Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Masyarakat perlu mengerti apa
makna demokrasi dalam sebuah negara dan bagaimana mencapainya.
Kata golput adalah singkatan dari golongan putih. Maka inti dari kata
golput adalah tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu dengan berbagai
faktor dan alasan. Fenomena golput sudah terjadi sejak diselenggarakan
pemilu pertama tahun 1955. Biasanya mereka tidak datang ke tempat
pemungutan suara. Golput sesungguhnya merupakan fenomena politik dalam
sebuah negara demokrasi. Pelaku golput memiliki tujuan mendelegitimasi
pemilu yang diselenggarakan pemerintah. Golput secara tidak langsung
berhubungan dengan perasaan terkait dengan rasa kepuasan atau
ketidakpuasan dari masyarakat itu sendiri sebagai pemilih. Ketidakhadiran
dalam golput juga dapat dikaitkan dengan perhitungan untung dan rugi
seseorang sebagai pemilih. Ketidakpuasan juga dapat dikaitkan sebagai bentuk
protes terhadap sesuatu yang telah terjadi. Protes tersebut tentunya berkaitan
dengan hal politik. Sasaran protes masyarakat golput adalah pemilu dan
tujuannya mewujudkan demokrasi dalam kehidupan masyarakat dan
kenegaraan sebagai dari cita-cita kemerdekaan. Perilaku tidak memilih atau
3
lebih dikenal dengan golput merupakan bentuk pemikiran yang terbentuk dari
pribadi masing-masing yang terbentuk sendiri maupun terbentuk dari
pengaruh lingkungan/orang lain. Golput dapat diartikan sebagai suatu gerakan
sekelompok orang (masyarakat) atau individu yang tidak menggunakan hak
pilihnya. Sekelompok orang atau individu tersebut memiliki alasan yang
sengaja untuk tidak memilih serta memiliki tujuan yang jelas mengenai hal
yang dilakukannya tersebut dan juga dengan dampak atau akibat yang akan
terjadi nantinya. Golput juga sebagai wujud protes politik dikarenakan adanya
perasaan yang tidak puas dalam kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh
sistem dan objek politik yang ada disekitarnya.
Rendahnya tingkat partisipasi politik rakyat direfleksikan dalam sikap
golongan putih (golput) dalam pemilu. Partisipasi sebenarnya tidak hanya
keterlibatan dalam proses pemilu. Partisipasi masyarakat pada momen pemilu
tidak hanya dilihat dari tingginya angka pemilih yang hadir menggunakan hak
suara di tempat pemungutan suara. Namun, diukur dari tingkat kesadaran
masyarakat serta keterlibatan aktif dalam seluruh tahapan penyelenggaraan
pemilu. Masyarakat di Kecamatan Kambera harus sadar bahwa yang mereka
lakukan dalam kegiatan pemilu merupakan kegiatan yang berguna bagi
Negara kedepannya. Dengan begitu mereka harus memposisikan diri sebagai
warga Negara yang mempunyai hak untuk menggunakan haknya sebagai
warga negara. Dalam proses pemilihan umum masyarakat di Kecamatan
Kambera memerlukan pendidikan politik untuk membimbing mereka menjadi
sadar akan hak dan kewajibannya dan menggunakannya secara rasional.
4
Dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ada empat pasangan
yang mencalonkan diri yaitu Esthon L Foenay – Christian Rotok (Esthon-
Chris) dengan nomor urut 1, Benny K Harman – Benny A Litelnoni
(Harmoni) dengan nomor urut 2, Marianus Sae – Emmilia Nomleni
(Marianus-Emmi) dengan nomor urut 3 dan yang terakhir Viktor Bungtilu
Laiskodat – Joseph Nae Soi (Victory-Joss) dengan nomor urut 4.
Masyarakat Kabupaten Sumba Timur dalam pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (Pemilukada NTT) yang berlangsung
pada 27 Juni 2018 dari daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 149.011 pemilih
dengan total suara yang sah sebanyak 72.56%, sementara suara tidak sah
sebanyak 0.59%. Dan total keseluruhan antara suara sah dan tidak sah
sebanyak 73.15%, sementara yang tidak ikut memilih sebanyak 26.84%.
Dari 26.84% orang yang tidak memilih di Kabupaten Sumba Timur
terdapat 37.23% yang tidak memilih dari Kecamatan Kambera. Daftar pemilih
tetap di Kecamatan kambera terdapat 22.876 DPT yang menggunakan hak
pilihnya terdapatnya 62.77% dan yang tidak memilih terdapat 37.23%.
Dalam hal ini penulis meneliti masyarakat yang tidak memilih yang
telah terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada
Pilkada. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat sehingga tidak
menggunakan hak pilihnya pada pilkada. Dan untuk mengetahui seperti apa
perilaku masyarakat dalam pemilihan umum Kepala Daerah, maka perlu
diadakan penelitian terhadap hal tersebut, adapun penelitian diadakan di
5
Kecamatan Kambera, Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi
Nusa Tenggara Timur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, perumusan
masalah yang akan di teliti yaitu : ”Bagaimana terjadinya perilaku tidak
memilih pada pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Timur tahun 2018”.
C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Untuk mendiskripsikan perilaku tidak memilih dalam pemilihan
umum Kepala Daerah Gubernur Nusa Tenggara Timur tahun 2018.
b. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi tentang
partisipasi politik (khususnya dalam pemilihan kepala daerah), sehingga
dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pilkada.
D. Kerangka Teori
1. Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan salah satu proses untuk
memperjuangkan kepentingan politik dalam bentuk proses seleksi terhadap
lahirnya wakil rakyat dan pemimpin dalam rangka perwujudan demokrasi,
6
karena pemilihan umum merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk
menampung kepentingan rakyat, yang kemudian dirumuskan dalam
berbagai bentuk kebijakan. Pemilihan umum adalah sarana demokrasi
untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan
permusyawaratan perwakilan yang digariskan oleh UUD 1945 kekuasaan
yang lahir melalui pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari
bawah menurut kehendak rakyat dan dipergunakan sesuai dengan
keinginan rakyat begitu juga dengan pemilihan kepala daerah. Pemilihan
kepala daerah adalah pemilihan kepala daerah untuk memilih gubernur,
bupati dan wali kota sebagai pemimpin daerah. Oleh karena itu,
pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan
umum karena pemilihan umum merupakan konsekuensi logis yang dianut
prinsip kedaulatan rakyat (Demokrasi) dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Jadi prinsip dasar kehidupan kenegaraan yang demokratis
adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik. Baik
dipilih maupun memilih dalam proses ini diselenggarakan Pemilihan
Umum. Oleh karena itu, lembaga yang berwenang untuk
menyelenggarakan pemilihan umum adalah komisi pemilihan umum yang
disingkat KPU. Sebagai bentuk realisasi kedaulatan rakyat dalam bingkai
demokratisasi adalah terselanggaranya Pemilihan Umum (selanjutnya
disingkat Pemilu) secara regular dengan prinsip yang bebas, langsung,
umum dan rahasia. Pemilu merupakan mandat dari konstitusi yang wajib
dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini memastikan dan melindungi
7
pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam menyalurkan hak-hak politiknya
dalam Pemilu. Pemilu sebagai salah satu praktek berlangsungnya
kekuasaan dan pemerintahan harus berdasarkan prinsip-prinsip hukum
yang berkeadilan dan nilai-nilai kemanfaatan. Salah satu prinsip dasar dari
negara hukum demokratis adalah adanya jaminan yang berkeadilan bagi
rakyat dalam mengekspresikan kedaulatannya.
Ada beberapa definisi pemilu menurut para ahli adalah sebagai
berikut :
a. Menurut Ali Murtopo (1974, 61), Pemilihan Umum adalah sarana
yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan rakyat sesuai
dengan yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu lembaga
demokrasi yang memilih anggota perwakilan dalam majelis
permusyawaratan rakyat, DPR, dan DPRD, yang pada gilirannya
bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah menetapkan politik
dan jaan pemerintahan.
b. Menurut Arbit Sanit (1997), menyatakan pemilu bertujuan untuk
menetukan wakil rakyat yang sekaligus melayani penguasa dan rakyat
secara seimbang (Arbit sanit 1997:182).
Dari beberapa definisi para ahli diatas peneliti menyimpulkan
bahwa Pemilu adalah suatu alat atau sarana bagi setiap warga Negara yang
mempunyai hak sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku
dalam memberikan dan menentukan pilihan untuk memilih wakil rakyat
8
maupun pemimpin pemerintahan dalam menjalankan roda pemerintahan
untuk menjalankan aspirasi setiap warga Negara.
2. Pemilihan Umum Kepala Daerah
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota yang disebut pemilihan adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan/atau
kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. Pemilukada merupakan pelaksanaan pemilu dalam rangka
memilih kepala daerah.
Sebagai aktivitas politik, pemilihan umum pastinya memiliki
fungsi-fungsi yang saling berkaitan. Adapun fungsi-fungsi dari Pemilihan
Umum Kepala daerah adalah :
1. Sebagai Sarana Legitimasi Politik
Fungsi legitimasi ini terutama menjadi kebutuhan pemerintah
dan sistem politik. Melalui pemilihan umum kepala daerah, keabsahan
pemerintah daerah yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu pula
program dan kebijakan yang dihasilkan. Ada tiga alasan pemilihan
umum dapat menjadi legitimasi politik bagi pemerintahan yang
berkuasa. Pertama, melalui pemilihan umum pemerintah dapat
menyakinkan atau memperbaharui kesepakatan-kesepakatan politik
dengan rakyat. Kedua, melalui pemilihan umum pemerintah dapat pula
mempengaruhi perilaku rakyat atau warga Negara. Ketiga, dalam
9
dunia modern para penguasa dituntut untuk mengadakan kesepakatan
dari rakyat ketimbang pemaksaan untuk mempertahankan legitimasi.
2. Fungsi Perwakilan Politik
Fungsi ini terutama menjadi kebutuhan rakyat. Baik
mengevaluasi maupun mengontrol perilaku pemerintahan dan program
serta kebijakan yang dihasilkan. Pemilihan umum dalam kaitan ini
merupakan mekanisme demkratis bagi rakyat untuk menentukan
wakil-wakil yang dapat dipercaya untuk duduk dalam pemerintahan.
3. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
Sebagai pergantian atau sirkulasi elit penguasa tingkat daerah,
keterkaitan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
dengan sirkulasi elit berasal dari dan bertugas mewakili masyarakat
luas atau rakyat. Dalam kaitan itu, pemilihan umum merupakan saran
dan jalur langsung untuk mencapai posisi elit penguasa. Dengan begitu
diharapkan selama pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala
daerah dapat berlangsung pergantian atau sirkulasi elit penguasa
tingkat daerah secara kompetitif dan demokratis.
4. Sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat
Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk pendidikan
politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka dan massal, yang
diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang demokrasi.
10
Tahapan pemilihan kepala daerah harus dilakukan sesuai jadwal
yang sudah ditentukan. Dengan demikian maka ketetapan jadwal dalam
pemilihan kepala daerah merupakan hal yang sangat serius. Adapun
tahapan-tahapan yang dimaksud dalam proses pelaksanaan tersebut
meliputi :
1. Pendaftaran pemilih
Di lakukan pendafataran untuk daftar pemilih tetap (DPT) dan
daftar pemilih sementara (DPS). Dari daftar pemilihan terakhir akan
dilakukan pendaftaran ulang untuk mengecek ada penambahan atau
perbaikan nama yang salah, bagi warga yang telah berusia 17 tahun
atau telah menikah mempunyai hak pilih.
2. Pendaftaran calon pasangan
Pasangan yang telah memenuhi syarat dan masih menunggu
putusan dari KPU RI dan bawaslu RI setelah itu calon pasangan
mendapatkan nomor urut.
3. Kampanye
Kampanye merupakan ajakkan dari para peserta pemilu.
Kampanye dilakukan untuk meyakinkan para calon pemilih serta
menjelaskan kepada para calon pemilih tentang program, visi, serta
misi. Kampanye dilakukan selama 14 hari dan berakhir 3 hari sebelum
tanggal pemungutan suara.
11
4. Pemungutan suara
Pemungutan suara merupakan inti dari penyelenggaraan
pemilu. Dalam kegiatan ini para pemilih memberikan suaranya melalui
kartu suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang sudah
disediakan. Penyelenggaraan pemungutan suara dilaksanakan
selambat-lambatnya 30 hari sebelum masa jabatan berakhir.
5. Perhitungan suara
Perhitungan suara dilakukan oleh tiap TPS secara terbuka
dihadapan saksi dan masyarakat. Dan setelah perhitungan suara
hasilnya dikirim ke kantor KPU pusat. Pelaksanaan pemungutan suara
di TPS adalah kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
6. Penetapan dan pemungutan hasil pemilu
Penetapan atau pengumuman hasil pemilu dilakukan secara
nasional oleh KPU. Batas waktu dari penetapan atau pengumuman
tersebut selambat-lambatnya 30 hari setelah pemungutan suara.
7. Pelantikan/pengucapan sumpah janji
Melakukan upacara sumpah janji yang dilaksanakan di Istana
Negara dan akan dilaktik oleh Presiden RI.
Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah memiliki dua sistem,
antara lain sebagai berikut :
Sistem mayoritas biasa dikatakan two round system (TRS) adalah
dimana proses pemilu tahap 2 diadakan jika pemilu tahap 1 tidak ada yang
memperoleh suara mayoritas yang ditentukan sebelumnya (50% + 1).
12
Dalam system ini calon atau partai yang menerima proporsi suara tertentu
memenangkan pemilu, tanpa harus diadakan putaran ke-2. Putaran ke-2
hanya diadakan jika suara yang diperoleh pemenang tidak mayoritas. Jika
diadakan putaran kedua, maka system ini bervariasi. Untuk meraih
mayoritas (system majoritarian) jika pada putaran pertama (misalnya 4
pasang gubernur) belum ada yang mencerminkan mayoritas dari suara sah
(pasang calon A 24%, pasangan calon B 30%, pasangan calon C 32%,
pasangan calon D 14%) dilakukan pilihan lagi dengan pesertan pasangan
calon B dan pasangan calon C. Pada putaran kedua siapapun partai yang
menang dia terpilih jadi gubernur dan wakil gubernur. Ini disebut majority
run-off, dan akan menghasilkan suara mayoritas bulat (50%+1).
C. Non Voting Behavior (Perilaku Tidak Memilih)
Konsep perilaku pemilih merupakan tindakan pemilih terkait
pemilihan langsung, tetapi ada sebuah pandangan lain yang berseberangan dan
bertolak belakang dengan konsep perilaku pemilih. Konsep tersebut adalah
perilaku tidak memilih atau yang lebih dikenal dengan sebutan golongan putih
(golput). Di negara manapun yang menjalankan sistem demokrasi, bahkan di
negara yang sudah maju demokrasinya sekalipun. Golput selalu ada pada
setiap pesta demokrasi dimanapun terutama yang menggunakan sistem
pemilihan secara langsung. Golput sesungguhnya merupakan fenomena politik
dalam sebuah negara demokrasi. Pelaku golput memiliki tujuan
mendelegitimasi pemilu yang diselenggarakan pemerintah. Kenyataan itu
13
menyebabkan golput sering disebut juga sebagai barometer kualitas
demokrasi.
Golput adalah mereka yang dengan sengaja dan dengan suatu maksud
dan tujuan yang jelas menolak memberikan suara dalam pemilu (Joko
Prihatmoko, 2003:150). Beberapa para ahli berpandangan bahwa warga yang
berhalangan hadir di tempat pemilihan suara (TPS) karena alasan teknis,
seperti jauhnya TPS atau luput dari pendaftaran, otomatis tidak termasuk
kategori golput. Pandangan tersebut diperkuat dengan pandangan yang
dikemukakan oleh Muhammad Asfar dalam Efriza (2012:534) yang
mengatakan bahwa :
“Batasan perilaku non voting tidak berlaku bagi para pemilih yang
tidak memilih karena faktor kelalaian atau situasi-situasi yang tidak
bisa dikontrol oleh pemilih, seperti karena sakit atau kondisi cuaca
termasuk sedang berada di suatu wilayah tertentu seperti tempat
terpencil atau ditengah hutan yang tidak memungkinkan untuk
memilih. Dalam konteks semacam ini, nonvoting adalah suatu sikap
politik yang tidak menggunakan hak pilih pada saat hari H Pemilu
karena faktor tidak adanya motivasi.”
Pandangan lain seperti yang dikemukakan Pahmi Sy (2010:65)
mengatakan bahwa:
“Golput sebagai kelompok orang yang tidak menggunakan hak
pilihnya dalam suatu pemilihan. Sejak awal ada sekelompok orang
yang tidak mau didaftarkan sebagai pemilih sehingga tahapan pemilu
tidak diikutinya. Selain itu ada juga sekelompok orang yang terdaftar
sebagai pemilih, tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada hari
pemungutan suara”.
Pernyataan ini diperkuat dengan pendapat Susan Welch dalam Efriza
(2012:534) yang menyatakan sebagai berikut :
14
“Ketidakhadiran seseorang dalam pemilu berkaitan dengan kepuasan
atau ketidakpuasan pemilih. Kalau seseorang memperoleh kepuasan
dengan tidak menghadiri pemilu tentu ia akan tidak hadir ke bilik
suara, begitu pula sebaliknya. Di samping itu, ketidakhadiran juga
berkaitan dengan kalkulasi untung rugi. Kalau seseorang merasa lebih
beruntung secara finansial dengan tidak hadir dalam pemilu, tentu ia
akan lebih suka melakukan pekerjaan lain yang lebih menguntungkan.”
Ketidakpuasan juga dapat dikaitkan sebagai bentuk protes terhadap
sesuatu yang telah terjadi. Protes tersebut tentunya berkaitan dengan hal
politik. Arbi Sanit (1992:190) menilai bahwa golput adalah gerakan protes
politik yang didasarkan pada segenap problem kebangsaan. Sasaran protes
masyarakat golput adalah pemilu dan tujuannya mewujudkan demokrasi
dalam kehidupan masyarakat dan kenegaraan sebagai dari cita-cita
kemerdekaan.
Arief Budiman secara tidak langsung mengatakan golput itu adalah hal
yang dilakukan seseorang dengan sengaja datang ke TPS dan membuat
pilihannya tidak sah dengan merusak atau mencoblos diluar ketentuan yang
ada. Dia juga menghubungkan golput dengan orang yang tidak percaya
dengan hasil pemilu dan tidak mau berpartisipasi. Orang tersebut bisa tidak
datang ke TPS atau juga bisa datang ke TPS, tetapi membuat suaranya tidak
sah. Perilaku tidak memilih atau lebih dikenal dengan golput merupakan
bentuk pemikiran yang terbentuk dari pribadi masing-masing yang terbentuk
sendiri maupun terbentuk dari pengaruh lingkungan/orang lain. Berdasarkan
penjelasan dan pendapat mengenai golput dari para ahli di atas, golput dapat
diartikan sebagai suatu gerakan sekelompok orang (masyarakat) atau individu
yang tidak menggunakan hak pilihnya. Sekelompok orang atau individu
15
tersebut memiliki alasan yang sengaja untuk tidak memilih serta memiliki
tujuan yang jelas mengenai hal yang dilakukannya tersebut dan juga dengan
dampak atau akibat yang akan terjadi nantinya. Golput juga sebagai wujud
protes politik dikarenakan adanya perasaan yang tidak puas dalam kehidupan
masyarakat yang disebabkan oleh sistem dan objek politik yang ada
disekitarnya.
Pada tahun 1971, Golput dipopulerkan Oleh sejumlah aktivis dan
kelompok pro demokrasi seperti Arief Budiman, Imam Waluyo dan Julius
Usman serta Husin Umar. Langkah mereka didasari pada pandangan bahwa
aturan main berdemokrasi tidak ditegakkan, cenderung diinjak-injak. Dalam
Pemilu dimasa Orde Baru pada saat itu mereka menolak terlibat dalam Pemilu
di masa Orde Baru. Saat itu, Pemilu dilihat sebagai kewajiban. Warga negara
yang mempunyai hak pilih dipaksa untuk terlibat atau berpartisipasi sebagai
pemilih.
Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tidak
menggunakan hak pilihnya, antara lain sebagai berikut :
a. Faktor Internal
Faktor internal memiliki dua alasan yang datang dari individu
pemilih yang mengakibatkan mereka tidak menggunakan hak pilih.
Diantaranya alasan teknis dan pekerjaan pemilih.
1. Faktor Teknis
Adanya kendala yang bersifat teknis yang dialami oleh pemilih
sehingga menghalanginya untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada
16
hari pencoblosan pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan
yang lain serta berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi
pemilih. Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak
dating ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya.
2. Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehati-hari pemilih. Faktor
pekerjaan pemilih ini memiliki kontribusi terhadap jumlah orang yang
tidak memilih. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja disektor
informal yang baru mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja,
tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan. Seperti tukang ojek, buruh
harian, nelayan, petani harian. Kemudian ada pekerjaan masyarakat
yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan tempat tinggalnya
seperti para pelaut, penggali tambang. Kondisi ini membuat mereka
harus tidak memilih, karena faktor lokasi mereka yang bekerja jauh
dari TPS. Faktor pekerjaan cukup signifikan pada faktor internal
membuat pemilih untuk tidak memilih. Pemilih dalam kondisi seperti
ini dihadapkan dengan dua pilihan menggunakan hak pilih yang akan
mengancam berkurang penghasilannya atau pergi bekerja dan tidak
memilih.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berasal dari luar yang mengakibatkan
pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Ada tiga yang
17
masuk kategori faktor eksternal yaitu : administratif, sosialisasi, dan
politik.
1. Faktor Administratif
Faktor administatif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek
administrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak
pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan
kartu pemilihan. Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek
administrasi adalah permasalahan kartu identitas. Masi ada masyarakat
yang tidak memiliki KTP. Jika masyarakat tidak memiliki KTP maka
tidak akan terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap) karena secara
administratif KTP yang menjadi rujukan dalam mendata dan membuat
DPT.
2. Sosialisasi
Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan pemilu di
Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka meminimalisir
golput. Kondisi lain yang mendorong sosialisasi sangat penting dalam
upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap
pemilu terutama pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian
peserta pemilu yang berbeda. Kondisi menuntuk perlunya sosialisasi
terhadap masyarakat. Diadakannya sosialisasi oleh KPU untuk
mendorong kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi pada saat
pemilu.
18
3. Faktor politik
Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang timbul oleh
aspek politik masyarakat yang tidak mau memilih. Seperti ketidak
percaya dengan partai, tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia
atau tak percaya bahwa pilpres, pileg/pilkada akan membawa
perubahan dan perbaikan.
Sikap orang-orang golput, menurut Arbi Sanit dalam memilih
memang berbeda dengan kelompok pemilih lain atas dasar cara
penggunaan hak pilih. Apabila pemilih umumnya menggunakan hak
pilih sesuai peraturan yang berlaku atau tidak menggunakan hak pilih
karena berhalangan di luar kontrolnya, kaum golput tidak
menggunakan hak pilih dengan tiga kemungkinan. Pertama, menusuk
lebih dari satu gambar partai. Kedua, menusuk bagian putih dari kartu
suara. Ketiga, tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk
tidak menggunakan hak pilih. Bagi mereka, memilih dalam pemilu
sepenuhnya adalah hak. Kewajiban mereka dalam kaitan dengan hak
pilih ialah menggunakannya secara bertanggungjawab dengan
menekankan kaitan penyerahan suara kepada tujuan pemilu, tidak
hanya membatasi pada penyerahan suara kepada salah satu kontestan
pemilu. Jadi berdasarkan hal di atas, golput adalah mereka yang
dengan sengaja dan dengan suatu maksud dan tujuan yang jelas
menolak memberikan suara dalam pemilu. Begitu pula persyaratan
19
yang diperlukan untuk menjadi golput bukan lagi sekedar memiliki
rasa enggan atau malas ke TPS tanpa maksud yang jelas.
Dalam penelitian ini kaum tidak memilih tidak menggunakan hak pilih
disebabkan tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran tidak
menggunakan hak pilih.
D. Fokus Dan Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini dibatasi ada dalam satu dimensi saja, yaitu
perilaku golput masyarakat dalam pemilihan umum. Ruang lingkup yang
diteliti Penulis meliputi 2 aspek sebagai berikut :
1. Perilaku Masyarakat dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku golput masyarakat Kecamatan
Kambera dalam proses pemilihan umum.
E. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskripstif
kualitatif. King dan Miller (1986:9), mengatakan penelitian kualitatif pada
awalnya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan
dengan pengamatan kualitatif. Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya
terhadap istilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan definisi.
Bogdan dan Taylor (Lexy Moleong, 2017), mendefinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
20
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Sedangkan menurut King dan Miller (Lexy Moleong,
2017), mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya.
Meloeng (2011), mengatakan laporan penelitian deskriptif
kualitatif yang berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, foto, videoscape, dokumen pribadi, catatan
atau memo dan dokumen resmi lainnya.
b. Unit Analisis
a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian adalah :
1. 10 orang masyarakat Kecamatan Kambera,
2. Ketua KPUD dan Komisioner KPUD Sumba Timur
Teknik penentuan subjek penelitian ini secara purposive.
Adapun deskriptif informan sebagai berikut:
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan jawaban-jawaban
dari informan sebagai salah satu landasan analisis sebab itu peneliti
melakukan analisis berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Oleh karena itu peneliti lebih dahulu melakukan identifikasi
mengenai gambaran informan sebelum melakukan analisi data, dengan
21
asumsi data yang diperoleh benar-benar akurat yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Peneliti yang dilakukan di Kecamatan Kambera mengenai perilaku
tidak memilih dalam pemilihan kepala daerah gubernur NTT tahun 2018
ini melibatkan beberapa informan yang berpengaruh dalam menyusun
analisis penelitian.
Informan tersebut sebagai berikut:
1. Ketua KPUD Sumba Timur
2. Komisioner KPUD Sumba Timur
3. Masyarakat Kecamatan Kambera
Adapun data tentang informan yang dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 1.1
Informan Berdasarkan Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Jabatan
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Keterangan
1 Ir. Robert Gana, M.Si 58 S2 Ketua KPUD
Sumba Timur
Ketua KPUD
Sumba Timur
2 KH. Umbu Tamu
Hawu, SH., M.Si
46 S2 Sekretaris KPUD
Sumba Timur
Sekretaris
KPUD Sumba
Timur
3 Oktavianus Landi, ST 44 S1 Komisioner
KPUD Sumba
Timur
Divisi SDM
dan Hupmas
4 Nalce Hambandima 27 D3 PNS Masyarakat
tidak memilih
5 Anto Ndiki
Wanduwulang
48 SMP Petani Masyarakat
tidak memilih
6 Mbati Atahiu 52 SD Petani Masyarakat
tidak memilih
7 Yunita Kanora
Hammu
36 SMA Wiraswasta Masyarakat
tidak memilih
8 Resni Aryanti Hammu 25 SMA Pembantu rumah Masyarakat
22
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Keterangan
tangga tidak memilih
9 Kaita Anah Amah 64 SD Petani Masyarakat
tidak memilih
10 Siprianus Kristian
Manggading
39 SD Petani Masyarakat
tidak memilih
11 Kristiawati Hana
Anahida
35 S1 Guru Masyarakat
tidak memilih
12 Chasles Langi Amah 56 SMP Petani Masyarakat
tidak memilih
13 Melkianus Radjah
Lomi
55 SMA Nelayan Masyarakat
tidak memilih
(Sumber: Data Primer 2019)
b. Objek Penelitian
Yang menjadi obyek dalam penelitian adalah Perilaku tidak
memilih dalam pemilihan umum Kepala Daerah Gubernur NTT tahun
2018.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatan melalui hasil kerja pancaindra mata dan dibantu
pancaindra lainnya. Dari pemahaman observasi diatas, sesungguhnya
yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan
data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan pengindraan. Teknik observasi juga memungkinkan
melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan
kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.Menurut
Selltiz (Bugin, 2013), yang maksud dengan observasi adalah
23
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data peneliti,
data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti.
b. Wawancara
Metode Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud
mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba
(1985,266) dalam Lexy Moleong (2017, 186) antara lain:
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.
Di jaman modern ini komunikasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara bisa lewat telepon, Email dan lain-lain.Dalam penelitian
ini yang akan dilakukan adalah wawancara secara langsung terhadap
nasasumber dengan berdialog langsung dengan anggota masyarakat
dan anggota KPU Sumba Timur. Wawancara yang dilakukan kepada
masyarakat dan KPU Sumba Timur, bertujuan untuk mendapatkan
hasil yang bias memperkuat data observasi (pengamatan) mengenai
golput yang terjadi di Kecamatan Kambera. Karena banyaknya
pendapat dari berbagai kalangan mengenai golput untuk itu dalam
wawancara hanya mengambil 10 orang masyarakat dari Kecamatan
Kambera dan juga melipatkan 3 orang KPU Sumba Timur. Dengan
demikian diharapkan data yang diberikan oleh responden adalah data
24
yang benar dan sesuai dengan realita atau keadaan yang terjadi,
sehingga pada saat analisis akan mendapatkan hasil yang sesuai.
c. Dokumentasi
Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,
pengumuman, dan bahan-bahan lainnya. Metode ini dilakukan dengan
melihat dokumen seperti berbentuk surat-surat, laporan, dan
sebagainya.
Dokumentasi dibagi 2 yaitu dokumen pribadi dan dokumen
resmi.
Tabel 1.2
Dokumen Pribadi dengan Dokumen Resmi
Asal Dokumen Data Kualitatif
KPUD DPT, pemungutan suara, suara rusak,
jumlah suara tidak memilih
Masyarakat Profesi, umur, jenis kelamin, pendidikan
4. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen dalam Lexy Moleong (2017, 248)
analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mengsistesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orng lain.
25
Analisis data, menurut Patton dalam Lexy Moleong (2017,280)
adalah proses mengatur urutan data, mengirganisasikannya kedalam suatu
pola, kategori, dansatuan uraian dasar. Menurut Lexy Moleong (2017,
280) akhirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data itu di lakukan dalam
suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai di lakukan sejak
pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah
meninggalkan lapangan penelitian.
Langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data secara
kualitatif yaitu :
a. Pengumpulan data.
Mengumpulkan data-data baik kepustakaan maupun data dari lapangan
yang sesuai dengan permasalahan.
b. Indetifikasi data
Mengelompokkan data-data untuk disusun secara sistemasis.
c. Interprestasi data
Pembahasan data hasil berupa kenyataan yang ada di lapangan. Dalam
hal ini peneliti juga melakukan check dan recheck data.
d. Pengambilan kesimpulan
Mendeskripsikan hasil pembahasan dan analisa data sehingga
diketahui jawaban dari permasalahan yang ada, serta diharapkan
mampu memberikan solusi terbaik.
26
BAB II
PROFIL KECAMATAN KAMBERA
A. Sejarah dan Kondisi Umum Wilayah
Kecamatan Kambera adalah Kecamatan hasil pemekaran yang
terbentuk melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kecamatan Kambata Mapambuhang dan Kecamatan Kambera,
yang diremikan oleh bapak Bupati Sumba Timur pada tanggal 28 April 2007
dan terdiri dari 7 kelurahan yaitu Kelurahan Prailiu, Wangga, Kambaniru,
Mauhau, Mauliru, Lambanapu, Malumbi dan 1 (satu) Desa Kiritana.
Dari awal pemekaran secara berurutan Kecamatan Kambera dipimpin
oleh :
1. Christo Umbu Ndawa Njurumana S,sos. M,si
Menjabat dari tahun 2007 sampai dengan 2017
2. Melkianus Etu Dondu S,E
Menjabat dari tahun 2017 sampai dengan 2018
3. Drs, Anderias Marumata
Menjabat pada tahun 2018 sampai sekarang
B. Keadaan Geografis
Kecamatan Kambera terletak dibagian barat dari pusat Kecamatan
Kota Waingapu. Kondisi alam yang terdiri dari lembah dan perbukitan dengan
curah hujan yang sangat rendah dan tidak merata setiap tahun. Dimana musim
penghujan relatif pendek bila dibandingkan musim kemarau.
27
1. Batas Wilayah Kecamatan
Kecamatan Kambera perbatasan dengan Kecamatan lainnya yang
berada dalam satu Kabupaten dan satu selat, adapun batas-batas
Kecamatan Kambera adalah:
a. Sebelah Utara dengan Selat Sumba
b. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Kambata Mapambuhang
c. Sebelah Timur dengan Kecamatan Pandawai
d. Sebelah barat dengan Kecamatan Kota Waingapu.
2. Luas Wilayah
Kecamatan Kambera mempunyai luas tanah secara keseluruhan
seluas 52 km2 atau 5.200 Ha.
C. Kondisi Demografis
Kecamatan Kambera mempunyai 7 (Tujuh) Kelurahan dan 1 (Satu)
Desa yaitu, Kelurahan Wangga, Kelurahan Prailiu, Kelurahan Lambanapu,
Kelurahan Malumbi, Kelurahan Mauliru, Kelurahan Mauhau, Kelurahan
Kambaniru, dan Desa Kiritana. Berdasarkan laporan penduduk per tanggal 31
Desember 2018 jumlah penduduk Kecamatan Kambera 33,057 jiwa penduduk
yang terdiri dari 17,065 jumlah penduduk laki-laki dan 15,992 jumlah
penduduk perempuan dari 5,943 kepala keluarga (KK).
Jumlah penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor kelahiran,
kematian dan imigrasi atau perpindahan penduduk. Perkembangan jumlah
penduduk Kecamatan Kambera mengalami perubahan setiap tahunnya.