BAB VI
PERSAMAAN-PERSAMAAN FISIKA MATEMATIKA
(dipresentasikan oleh Edi Purwanto)
Pada Bab ini kita akan membicarakan tiga dari banyaknya persamaan-
persamaan diferensial parsial orde dua yang paling penting yang ada dalam fisika
matematika: persamaan kalor/panas, persamaan Laplace, dan persamaan
gelombang. Pada bagian 1 kita akan mengingat kembali pernyataan teorema
divergensi dan kita memperoleh dua integral identitas yang berguna yang dikenal
sebagai Identitas Green. Pada bagian 2, kita memperoleh persamaan konduksi
kalor/panas dan menggambarkan berbagai macam masalah nilai batas awal yang
dikaitkan dengannya. Pada bagian 3, kita memaparkan fenomena yang berkaitan
dengan fisika, dikenal sebagai fenomena keadaan tetap, yang diatur dalam
persamaan Laplace’s. Pada bagian 4, kita akan memaparkan tentang fenomena
fisika untuk satu, dua, dan tiga dimensi persamaan gelombang. Terakhir, pada
bagian 5 kita mendefinisikan apa itu masalah well-posed yang dikaitkan dengan
persamaan diferensial parsial, dan diberikan contoh yang well-posed dan yang
tidak.
1. Teorema Divergensi dan Identitas Green
Teorema divergensi adalah salah satu teorema yang paling berguna dalam
persamaan diferensial parsial. Teorema Divergence ini biasanya dipelajari di
Kalkulus lanjutan. Pada bab ini kita mengingat kembali pernyataan teorema
Divergensi dan mencoba untuk mengaplikasikannya.
Misalkan Ω merupakan domain yang terbatas di R3 dengan kondisi sebagai
berikut :
(a) Pembatas S=∂Ω dari Ω terdiri dari sejumlah permukaan mulus yang
berhingga. (ingat lagi bahwa permukaan mulus adalah permukaan ketinggian
dari fungsi di C1 dengan gradien yang taknol.)
1
(b) Sebarang garis lurus yang sejajar ke sebarang sumbu-sumbu koordinat
memotong S di sejumlah titik-titik yang berhingga atau mempunyai seluruh
interval yang bersamaan dengan S.
Misalkan n=(nx , ny ,nz) merupakan vektor normal satuan terhadap S
mengarah langsung ke bagian luar dari Ω (lihat gambar 1.1). Misalkan
Gambar 1.1
(1.1 ) V ( x , y , z )=( P ( x , y , z ) ,Q ( x , y , z ) , R ( x , y , z) )
merupakan medan vektor yang terdefinisi pada penutup Ωdari Ω sedemikian
sehingga setiap komponen-komponen fungsi P , Q, R berada di C1(Ω) dan C0(Ω),
dan andaikan bahwa integral dari
∭n
( ∂ P∂ x
¿+∂Q∂ y
+ ∂ R∂ z
)dxdydz ¿
adalah konvergen.
2
y
x
z
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas pada Ω dan V , teorema divergensi
menyatakan bahwa
(1.2 )∭n
( ∂ P∂ x
¿+∂ Q∂ y
+ ∂ R∂ z
)dxdydz=∬S
( P nx+Q n y+R nz ) dσ ¿
dimana dσ adalah bagian dari permukaan S. Integran pada sebelah kiri dari
persamaan (1.2) dikenal sebagai divergensi dari medan vektor V dan dinotasikan
sebagai
(1.3 )÷V=∇ .V =∂ P∂ x
+ ∂Q∂ y
+ ∂ R∂ z
Dimana ∇= ∂∂ x
+ ∂∂ y
+ ∂∂ z
=(D1 ,D 2 , D3). Integran pada sebelah kanan dari
persamaan (1.2) adalah komponen dari V yang memberi arah dari bagian luar
untuk batas S. Jika dinotasikan sebagai vektor maka persamaan (1.2) bisa
dituliskan sebagai
(1.4 )∭Ω
¿V dxdydz=∬S
V .n dσ
atau, dalam notasi yang lebih kompak,
(1.5 )∫Ω
∇ . V dv=∫S
V . n dσ
Teorema divergensi menyatakan bahwa jika domain Ω dan medan vektor
V memenuhi kondisi-kondisi di atas, maka integral atas Ω dari divergensi dari V
adalah sama dengan integral atas batas S dari Ω dari komponen V yang mengarah
vektor normal luar terhadap S.
Kondisi (a ) dan (b ) bukan merupakan kondisi yang paling umum pada
domain Ω yang memenuhi teorema divergensi. Kondisi-kondisi yang lebih umum
dapat ditemukan, contohnya, dalam buku Kellog. Domain-domain yang
memenuhi kondisi umum ini disebut “normal”. Tentunya semua domain
yangdipertimbangkan dalam buku ini adalah normal.
3
(dipresentasikan oleh Yuliyanto Nuriana)
Dua penerapan dari teorema divergensi dikenal dengan Identitas Green.
Kita gunakan notasi biasa dari kalkulus vektor.
Jika u(x , y , z )∈C2, maka gradien u didefinisikan dengan
(1.6 )∇u=grad u=( ∂ u∂ x
,∂ u∂ y
,∂u∂ z )
dan divergen gradien u didefinisikan dengan
(1.7 )∇2u=∇ .∇u=¿ grad u=∂2 u∂ x2 +
∂2u∂ y2 +
∂2u∂ z2
Operator differensial parsial ∇2 dikenal sebagai operator Laplace dan juga
disimbolkan oleh ∆
(1.8) ∇2u=∆ u.
Identitas differensial
(1.9) u∇2 w=∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w ).
Andaikan u ,w∈C2 (Ω ) dan u ,w∈C1 (Ω ) dan integral
∫Ω
u∇2 wdv
konvergen. Maka, pengintegralan dari persamaan (1.9) atas Ω
∫Ω
u∇2 wdv=∫Ω
∇ . (u∇w ) dv−∫Ω
(∇u ) . (∇w ) dv .
Pengaplikasian teorema divergensi untuk integral pertama (dengan medan vektor
V=u∇w) dan penggunaan fakta bahwa ∇w . n adalah turunan langsung ∂ w∂n
,
maka akan diperoleh identitas Green pertama
4
(1.10 )∫Ω
u∇2wdv=∫S
u∂ w∂ n
dσ−∫Ω
(∇u ) . (∇w ) dv
Pertukaran u dengan w (pada persaman 1.9) dan pengurangan kedua
persamaannya akan menghasilkan
(1.11) u∇2 w−w∇2u=∇ . (u∇w−w∇u ).
Jika u ,w∈C2 (Ω ) dan u ,w∈C1 (Ω ) dan integral
∫Ω
(u∇2 w−w ∇2u ) dv
konvergen, maka pengintegralan persamaan (1.11) atas Ω dan pengaplikasian
teorema divergensi akan menghasilkan identitas Green kedua
(1.12) ∫Ω
(u∇2 w−w ∇2u ) dv=∫Ω(u
∂ w∂ n
−w∂ u∂ n )dσ .
Identitas Green ini akan digunakan dalam mempelajari persamaan Laplace (Bab
VII).
Teorema divergensi dan identitas Green benar untuk medan vektor dan
fungsi-fungsi dari sebarang variabel-variabel bebas.
Masalah-Masalah
1.1. Periksa identitas diferensial (1.9 ).
Solusi (oleh kelompok 7): Akan ditunjukkan
u∇2 w=∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w )
Perhatikan persamaan di sisi kiri
∇ . (u∇w )=( ∂∂ x
,∂
∂ y,
∂∂ z ) .(u( ∂ w
∂ x,
∂ w∂ y
,∂ w∂ z ))
5
¿( ∂∂ x
,∂
∂ y,
∂∂ z ) .(u ∂ w
∂ x,u
∂ w∂ y
, u∂ w∂ z )
¿ ∂ u∂ x
∂ w∂ x
+u∂2 w∂ x2 + ∂u
∂ y∂ w∂ y
+u∂2 w∂ y2 + ∂ u
∂ z∂ w∂ z
+u∂2w∂ z2
(∇u ) . (∇w )=( ∂ u∂ x
,∂ u∂ y
,∂ u∂ z ) .( ∂ w
∂ x,
∂ w∂ y
,∂ w∂ z )
¿ ∂ u∂ x
∂ w∂ x
+ ∂ u∂ y
∂ w∂ y
+ ∂ u∂ z
∂ w∂ z
kemudian,
∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w )=( ∂ u∂ x
∂ w∂ x
+u∂2 w∂ x2 + ∂u
∂ y∂ w∂ y
+u∂2 w∂ y2 + ∂ u
∂ z∂ w∂ z
+u∂2 w∂ z2 )
−( ∂u∂ x
∂ w∂ x
+ ∂u∂ y
∂ w∂ y
+ ∂u∂ z
∂ w∂ z )
¿u∂2 w∂ x2 +u
∂2 w∂ y2 +u
∂2 w∂ z2
karena
u∇2 w=u∂2 w∂ x2 +u
∂2w∂ y2 +u
∂2 w∂ z2
maka, terbukti bahwa
u∇2 w=∇ . (u∇w )−(∇u ) . (∇w )
1.2. Misalkan u berada di C2 ( Ω) dan di C1 (Ω ), dimana Ω adalah domain
terbatas yang normal di Rn, dan andaikan bahwa
∇2u=0di Ω
u=0 pada S ,
dimana S adalah batas dari Ω. Tunjukkan bahwa u ≡0 di Ω. [petunjuk: pada
identitas Green pertama atur w=u . juga gunakan fakta bahwa jika integral
atas Ω dari fungsi kontinu yang nonnegatif sama dengan nol, maka fungsi
teridentifikasi di Ω.
6
1.3. Misalkan u berada di C2 ( Ω) dan di C1 (Ω ), dimana Ω adalah domain
terbatas yang normal di Rn, dan andaikan bahwa
∇2u=0di Ω
∂ u∂ n
=0 pada S
Tunjukkan bahwa u ≡ konstan di Ω
1.4. Misalkan u∈C2 ( Ω )∩C1 ( Ω ) menjadi solusi nontrivial dari
∇2u+ λu=0 diΩ ,
u=0 pada S ,
dimana Ω adalah domain terbatas yang normal, dan λ adalah konstanta.
Tunjukkan bahwa λ ≥ 0.
(dipresentasikan oleh Nurharis Haryanto)
2. Persamaan Konduksi Kalor
Pada bagian ini, kita peroleh persamaan diferensial parsial yang harus
dipenuhi oleh suatu fungsi yang menggambarkan dengan proses konduksi kalor di
sebuah benda. Kita kemudian akan membicarakan tentang kondisi tambahan harus
dipenuhi dalam menentukan distribusi suhu pada benda.
Misalkan Ω menotasikan bagian dalam benda dan fungsi u(x , y , z , t)
dinotasikan sebagai suhu di titik (x , y , z) pada benda pada saat t . Kita asumsikan
bahwa u(x , y , z , t) anggota di C2 fungsi yang bergantung padaa variabel x , y , z
dan C1 dengan fungsi yang bergantung pada variabel t .
Proses konduksi kalor mengikuti hukum fisika. Misalkan S permukaan
mulus di dan n dinotasikan vektor normal pada S. Jumlah kalor (energi termal) q
yang keluar menembus S ke sisi vektor normal n pada interval waktu t 1 sampai t 2
diberikan
(2.1 ) q=−∫t 1
t 2
∬S
k (x , y , z) ∂ u∂ n
dσdt
Pada (2.1) ∂ u/∂ n dinotasikan turunan u terhadap vektor normal n di titik (x , y , z)
pada S dan pada saat t . Fungsi k (x , y , z ) bernilai positif dan disebut konduktivitas
7
termal pada benda di titik (x , y , z). Kita asumsikan konduktivitas termal
k (x , y , z ) adalah fungsi pada posisi (x , y , z) dan tidak bergantung terhadap
vektor normal n pada permukaan S di titik (x , y , z¿. Jadi, suatu benda dikatakan
isotropik jika konduktivitas energi tidak bergantung terhadap vektor normal n.
Misalkan A daerah bagian Ω dibatasi permukaan tertutup S dengan bagian
luar normal n. Perubahan jumlah kalor pada daerah bagian A dari t=t 1 sampai
t=t 1 diberikan oleh
(2.2 )∭A
c ( x , y , z ) ρ ( x , y , z ) [ u ( x , y , z , t2 )−u ( x , y , z , t1 ) ]dxdydz .
(dipresentasikan oleh Ayu Indri Astuti)
Pada persamaan (2.2 ), c ( x , y , z ) adalah kalor jenis dan ρ ( x , y , z ) adalah kerapatan
suatu benda pada titik ( x , y , z ). Dengan mengikuti aturan konservasi energi
termal, perubahan kalor pada A harus sama dengan jumlah kalor yang masuk ke
A melalui batas S pada interval waktu t=t 1 sampai t=t 2, dan jumlah kalor
diberikan oleh
(2.3 )∫t 2
t 2
∬S
k ( x , y , z ) ∂ u∂ n
dσdt .
Menyamakan jumlah persamaan (2.2 ) dan (2.3 ), kita peroleh
(2.4 )∭A
c ( x , y , z) ρ ( x , y , z ) [u ( x , y , z ,t 2 )−u ( x , y , z ,t 1 ) ] dxdydz=∫t2
t2
∬S
k ( x , y , z ) ∂ u∂ n
dσdt .
Sekarang,
u ( x , y , z , t 2 )−u ( x , y , z ,t 1 )=∫t 2
t 1
∂ u∂ t
( x , y , z , t ) dt
dan, karena ∂ u/∂ n=∇u .n , teorema divergensi diterapkan untuk medan vektor
V=k∇u
∬S
k∂u∂ n
dσ=∭A
∇ . (k∇u ) dxdydzdt
Akibatnya, persamaan (2.4 ) menjadi,
8
∫t2
t1
∭A
cρ∂ u∂ t
dxdydzdt=∫t2
t1
∭A
∇ . (k∇u )dxdydzdt
atau
∫t2
t1
∭A
[cρ∂ u∂t
−∇ . ( k∇u )]dxdydzdt=0
Karena integran pada persamaan (2.5 ) adalah kontinu dan karena persamaan (2.5 )
benar untuk daerah bagian A dan pada setiap interval [ t 1, t 2 ], (lihat dalam masalah
2.1), yaitu integran harus sama dengan nol untuk setiap ( x , y , z ) di Ω dan untuk
setiap t . Kemudian,
(dipresentasikan oleh Irmatul Hasanah)
cρ∂ u∂ t
−∇ . (k∇ u )=0
atau
(2.6 )cρ∂ u∂ t
−[ ∂∂ x (k ∂ u
∂ x )+ ∂∂ y (k
∂ u∂ y )+ ∂
∂ z (k∂ u∂ z )]=0
Persamaan (2.6 ) disebut persamaan konduksi panas pada suatu benda
isotropik. Disebut juga Persamaan kalor atau persamaan difusi. Jika benda adalah
isotropik homogen, maka k , ρ , dan c adalah konstan dan persamaan (2.6 )
membentuk
(2.7 ) cρk
∂ u∂ t
−( ∂2u∂ x2 +
∂2 u∂ y2 +
∂2 u∂ z2 )=0.
Persamaan (2.7 ) dapat disederhanakan dengan mengubah skala waktu : atur
t '=(k /cρ )t dan kemudian membuang koefisien utama pada (2.7 ) menjadi
(2.8 ) ∂u∂ t
−( ∂2 u∂ x2 +
∂2u∂ y2 +
∂2u∂ z2 )=0.
9
Kita simpulkan bahwa jika suatu fungsi u ( x , y , z , t ) menggambarkan
distribusi suhu pada tubuh isotropik homogen selama interval waktu yang
ditentukan, maka u ( x , y , z , t ) memenuhi persamaan (2.8 ) untuk setiap ( x , y , z )
pada bagian dala tubuh Ω dan untuk setiap t pada interval waktu tersebut.
Bagaimana pun persamaan (2.8 ) mempunyai takhingga banyak solusi. Untuk
memilih dari solusi yang takhingga ini, solusi khusus yang menggambarkan
distribusi suhu tubuh yang sebenarnya, kondisi tambahan harus dinyatakan
dengan jelas.
Dari pertimbangan fisika, cukup untuk mengharapkan bahwa spesifikasi
dari distribusi suhu pada benda di suatu waktu t 0, bersama dengan spesifikasi dari
distribusi suhu pada batas ∂ Ω dari benda untuk setiap t ≧ t0, secara lengkap
menentukan distribusi suhu pada benda untuk setiap t ≧ t0. Kondisi
(2.9 ) u ( x , y , z , t 0 )=ϕ ( x , y , z ) , ( x , y , z )∈Ω
Yang menentukan distribusi suhu pada saat t 0 yang dikenal sebagai kondisi awal.
Fungsi ϕ ( x , y , z) adalah fungsi yang diberikan yang terdefinisi pada penutup Ω
dari Ω. Kondisi
(2.10 ) u ( x , y , z , t )=f ( x , y , z ,t ) ; (x , y , z )∈∂ Ω , t ≧ t 0
yang menentukan distribusi suhu pada batas ∂ Ω dari benda untuk setiap t ≧ t0
dikenal sebagai kondisi batas. Fungsi f ( x , y , z ) adalah fungsi yang diberikan yang
terdefinisi untuk ( x , y , z ) pada batas ∂ Ω dan untuk setiap t ≧ t0. Masalah mencari
solusi dari persamaan diferensial parsial (2.8 ) yang memenuhi kondisi awal (2.9 )
dan kondisi batas (2.10 ) dikenal sebagai masalah nilai awal batas. Dapat
ditunjukkan dibawah suatu asumsi tambahan, yaitu masalah ini mempunyai solusi
tunggal u ( x , y , z , t ) yang didefinisikan untuk setiap ( x , y , z ) pada Ω dan untuk
setiap t ≥ t 0 (Lihat pada bab IX). Fungsi ini menyatakan distribusi suhu
sebelumnya pada benda untuk setiap t ≧ t0.
10
Kondisi persamaan (2.10 ) tidak hanya kondisi batas, yang bersama-sama
dengan kondisi awal (2.9 ), menentukan sebuah solusi tunggal dari persamaan
kalor. Terlebih dalam menentukan suhu pada batas dari tubuh, seseorang mungkin
berharap untuk menentukan kalor fluks yang melalui batas. Ini mengarah kepada
kondisi batas
(2.11 ) ∂ u∂ n
( x , y , z ,t )=g ( x , y , z , t ); ( x , y , z )∈∂ Ω , t ≧ t 0
Dimana ∂ u/∂ n mennotasikan turunan berarah dari u pada vektor normal n
terhadap ∂ Ω. Fungsi g ( x , y , z , t )adalah fungsi yang diberikan terdefinisi untuk
( x , y , z ) pada ∂ Ω dan untuk t ≧ t0. Pada kasus batas yang terisolasi, g=0 Kondisi
batas lain dapat dispesifikasikan. Pengetahuan tentang suhu pada medium di
sekitar benda dan dari kalor fluks melalui batas mengarah kepada kondisi
(2.12 ) α ( x , y , z ) ∂ u∂ n
(x , y , z , t )+β ( x , y , z ) u ( x , y , z , t )
¿h ( x , y , z , t ); ( x , y , z )∈∂ Ω , t ≧ t 0 .
Fungsi α (x , y , z ) dan β (x , y , z )diberikan dan terdefinisi ( x , y , z ) pada ∂ Ω, dan
h ( x , y , z , t ) diberikan dan terdefinisi ( x , y , z ) pada ∂ Ω dan t ≧ t0.
Sekarang misalkan kita pertimbangkan lempengan dari ketebalan konstan
dengan dua permukaan bidang yang terisolasi. Jika distribusi suhu awal tidak
berbeda melalui ketebalan lempengan, maka setiap waktu berikutnya suhu pada
lempengan tidak berbeda melalui ketebalannya, dan jika kita memilih sistem
koordinat dengan sumbu-z tegak lurus dengan lempengan, suhu pada lempengan
adalah fungsi yang hanya bergantung pada x , y , dan t . Persamaan kalor (2.8)
untuk lempengan menjadi
(2.13 ) ∂u∂ t
−( ∂2 u∂ x2 +
∂2u∂ y2 )=0
11
Akhirnya, mari kita mempertimbangkan silinder batang dengan permukaan
silindernya terisolasi dan suhu awal yang konstan di setiap bagian yang
bersebrangan. Jika kita memilih sistem koordinat dengan garis tengah pada batang
sepanjang sumbu-x, maka suhu tidak berbeda atas bagian yang bersebrangan dan
hanya akan menjadi fungsi dari x dant saja. Persamaan kalor untuk silinder ini
(2.14 ) ∂ u∂ t
−∂2 u∂ x2 =0
Pada penutupan bab ini, disebutkan bahwa persamaan (2.6) dan (2.8) juga
terdapat pada materi difusi dari fluida melalui porous medium dan dipelajari dari
proses difusi lain yang memuat cairan dan gas.
Masalah-Masalah
2.1. Misalkan f ( x1 , …, xn ) fungsi kontinu pada suatu domain Ω dari Rn dan
andaikan bahwa untuk setiap daerah bagian A di Ω,
(2.15 )∫A
…∫
f ( x1 , …, xn ) d x1 …dxn=0.
Tunjukkan bahwa f pasti nol secara identik di Ω. [Petunjuk: Andaikan f
positif pada suatu titik P dari Ω. Karena f kontinu, f akan positif pada suatu
bola yang berpusat pada P. Pertimbangkan (2.12 ) ketika diambil untuk
menjadi bola tersebut.]
Solusi (Oleh Kelompok 7): Andaikan f ( x1 , …, xn ) positif, yaitu
f ( x1 , …, xn )>0 maka
∫A
f ( x1 , …, xn ) d x1>0
∫A
∫
f ( x1 ,…, xn ) d x1 dx2>0
⋮
12
∫A
…∫
f ( x1 , …, xn ) d x1 …dxn>0
ini kontradiksi dengan pernyataan persamaan 2.15. Oleh karenanya, haruslah
f ( x1 , …, xn )=0.
2.2. Turunkan persamaan (2.8 ) dari (2.7 ).
Solusi (Oleh Kelompok 7): Diketahui
(2.7 ) cρk
∂ u∂ t
−( ∂2u∂ x2 +
∂2 u∂ y2 +
∂2 u∂ z2 )=0.
Misalkan t '=(k /cρ )t , maka
dt'
dt= k
cρ
Perhatikan bahwa
∂ u∂ t
=∂u∂t '
d t '
dt=∂ u
∂ t '
kcρ
substitusi ke persamaan (2.8) diperoleh
cρk
∂ u∂ t
−( ∂2u∂ x2 +
∂2 u∂ y2 +
∂2 u∂ z2 )=0
⟺ cρk ( ∂u
∂t '
kcρ )−( ∂2 u
∂ x2 + ∂2u∂ y2 + ∂2u
∂ z2 )=0
⟺ ∂ u∂ t' −( ∂2u
∂ x2 +∂2u∂ y2 +
∂2u∂ z2 )=0
kemudian ganti t '=t, diperoleh
(2.8 ) ∂u∂ t
−( ∂2 u∂ x2 +
∂2u∂ y2 +
∂2u∂ z2 )=0.
13
2.3. Tulis masalah nilai awal batas yang harus diselesaikan untuk mengetahui
distribusi suhu sebelumnya pada silinder batang yang panjangnya L dengan
permukaan silinder yang terisolasi, diberikan distribusi suhu awal dari
batang pada saat t=t 0 dan suhu pada bagian ujung batang untuk setiap t ≧ t0.
(dipresentasikan oleh Oksendi Vitra S)
3. Persamaan Laplace
Persamaan Laplace
(3.1 ) ∂2u∂ x2 +
∂2 u∂ y2 +
∂2 u∂ z2 =0
Berkembang dari studi tentang kelas besar dari fenomena fisika yang diketahui
sebagai fenomena keadaan tetap. Fenomena-fenomena ini dikarakterisasi oleh
kenyataan bahwa fenomena-fenomena tersebut tidak bergantung pada variabel
waktu t . Mari kita pertimbangkan kasus fungsi distribusi suhu dalam keadaan
tetap yang homogen dan isotropik. Karena fungsi u tidak bergantung pada
variabel waktu t , ∂ u∂ t
=0 dan persamaan konduksi kalor menjadi persamaan
laplace (3.1). Jika Ω adalah notasi untuk bagian dalam benda, fungsi temperatur
keadaan tetap u ( x , y , z , ) pasti memenuhi persamaan (3.1) pada setiap titik
( x , y , z , ) pada Ω.
Persamaan (3.1) memiliki banyak solusi tak terbatas. Untuk menentukan
solusi khusus yang mendeskripsikan distribusi temperatur yang sebenarnya pada
benda, kondisi tambahan harus dispesifikkan. Kenyataan ini sangat kontras
dengan persamaan kalor (2.8) yang mendeskripsikan fenomena yang bergantung
pada waktu, tidak ada kondisi awal yang dibutuhkan untuk menspesifikkan
persamaan (3.1). Formula yang tidak bergantung pada waktu pada kondisi terbatas
(2.10), (2.11) dan (2.12) adalah
(3.2)u ( x , y , z )=f ( x , y , z , ); ( x , y , z )∈∂ Ω
14
(3.3 ) ∂u∂ n
( x , y , z , )=g (x , y , z , t ) ; ( x , y , z )∈∂ Ω
(3.4 ) α ( x , y , z ) ∂u∂ n
( x , y , z )+ β ( x , y , z )u ( x , y , z )=h ( x , y , z ); ( x , y , z )∈∂ Ω
Masalah mencari solusi dari Persamaan Laplace (3.1) yang memenuhi
salah satu dari kondisi batas (3.2), (3.3), atau (3.4) disebut Masalah Nilai Batas.
Lebih spesifiknya, masalah masalah mencari solusi dari (3.1) yang memenuhi
kondisi batas (3.2) dikenal sebagai Masalah Dirichlet. Masalah untuk
menyelesaikan subjek (3.1) terhadap kondisi batas (3.3) dikenal sebagai Masalah
Neumann. Terakhir, masalah untuk menyelesaikan subjek (3.1) terhadap kondisi
batas (3.4) dikenal sebagai Masalah Campuran atau Masalah Nilai Batas Ketiga.
Masalah-masalah ini akan lebih lanjut dipelajari pada Chapter VII.
Dalam kasus sebuah lempengan dengan ketebalan yang konstan,
temperatur keadaan tetap u adalah fungsi dengan hanya dua variabel dan
memenuhi Persamaan Laplace Dua Dimensi.
Persamaan Laplace dua dimensi mengatur bentuk dari sebuah selaput
lentur seperti contoh selaput drum. Selaput tersebut merupakan selaput yang
tahan akan segala jenis perentangan atau penarikan ke segala arah tanpa
mengubah bentuk aslinya . Misalkan selaput lentur tersebut menempati daerah
pada bidang (x,y) yang dibatasi oleh kurva mulus C, dan Ω menyatakan interior
dari daerah tersebut. Sumbu u ortogonal ke bidang (x,y) (lihat Gambar 3.1).
Misalkan batas kurva mulus C diparametrikkan oleh persamaan
Misalkan setiap titik di batas selaput dipindahkan sepanjang garis tegak
lurus bidang (x,y) dan batas tersebut terikat di sepanjang kurva .
Kurva memproyeksikan bidang (x,y) atas kurva C dan diberi persamaan
15
∂2u∂ x2
+ ∂2u∂ y2
=0 .. .(3 .5 )
x=x (s ), y= y ( s ); s∈ I .
~C
~C
x=x (s ), y= y ( s ) , u=φ(s ) ; s∈ I .
Selaput tersebut kemudian mengambil bentuk permukaan yang diberikan
oleh persamaan berbentuk
Sekarang kita membuat asumsi:
(a) Pada saat kita memindahkan selaput dari bidang (x,y) ke bentuk akhirnya
yaitu u = u(x, y), setiap titik di selaput bergerak hanya pada sepanjang garis
yang paralel ke sumbu u.
(b) Selaput bentuknya hanya berubah sedikit, oleh karena itu nilai turunan
dan adalah kecil.
Dari kedua asumsi (a) dan (b) dapat ditunjukkan bahwa fungsi u(x, y)
haruslah memenuhi Persamaan Laplace Dua Dimensi (3.5). Jadi, untuk
menentukan bentuk akhir dari selaput tersebut kita harus menyelesaikan Masalah
Dirichlet.
16
C
)0),(),(( sysx
x
u
y
u=u( x , y ); (x , y )∈~ .
∂u /∂ y∂u /∂ x
∂2u∂ x2
+ ∂2u∂ y2
=0 ; ( x, y )∈
u( x, y )=φ (x , y ) ; ( x, y )∈C
Gambar 3.1
Persamaan Laplace juga muncul dalam pembelajaran medan gaya yang
“dapat diturunkan dari sebuah potensial”. Sebagai contoh misalakan F adalah
medan gaya yang disebabkan dari distribusi muatan listrik di ruangan. F(x, y, z)
adalah vektor gaya yang bertindak sebagai sebuah unit muatan yang ditempatkan
di titik (x, y, z). Dapat ditunjukkan bahwa F dapat diturunkan dari sebuah fungsi
potensial u; sebagai contoh, terdapat fungsi u sebagai berikut
F = - grad u.
Potensial u memenuhi Persamaan Laplace di setiap titik di ruangan yang
bebas dari muatan listrik. Medan gaya gravitasi oleh karena distribusi massa di
ruangan tersebut juga dapat diturunkan dari sebuah potensial dan fungsi potensial
itu sendiri memenuhi Persamaan Laplace di setiap titik di ruangan yang bebas dari
massa.
17