Skripsi
PERSEPSI PEKERJA TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM PELAKSANAAN PERATURAN KERJA DI PT. ITS ,
KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT
Rany Juliani
I34062132
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYAR AKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRACT
RANY JULIANI . THE PERCEPTION OF LABORS ABOUT GENDER EQUALITY AND EQUITY IN THE IMPLEMENTATION OF WORK REGULATIONS PT. ITS, PURWAKARTA REGENCY, WEST JAVA. (Supervised by SITI AMANAH ).
The objectives of this research are: (1) to analyze the perception of labors about the implementation of company’s work regulations; (2) to analyze the perception of labors about the implementation of company’s work regulations in terms of gender equality and equity concept; (3) to analyze the correlation between individual characteristics with gender relations, perception of labors about the implementation of company’s work regulations, and perception of labors about the implementation of company’s work regulations in terms of gender equality and equity concept; (4) to analyze the correlation between gender relations in the division of labour within the family with perception of labors about the implementation of company’s work regulations and perception of labors about the implementation of company’s work regulations in terms of gender equality and equity concept. This research was conducted by using quantitative approach and supporting by qualitative data at PT. ITS, Purwakarta Regency, West Java on January 2011. The number of respondents in this research was 85 people selected from the total population of labors at PT. ITS purposively and therefore, this research could be categorized as survey research. The results of this research have shown that: male and female labors have a good perception about the implementation of company’s work regulations which consisted of wages, social security, period of leave, health protection, and safety of work regulation. Male and female labors have a good perception about the implementation of company’s work regulations in terms of gender equality and equity concept (access, participation, control and benefit). It means that the implementation of company’s work regulations is considered to be fair or equal for male and female labors based on gender equality and equity assessmen. however, implementation of health protection and safety is still not optimal because there was no doctor in charge at the clinic and incomplete medicine of P3K. Polyclinics also far from the area where the workers work and the company does not provide health and safety protection that are specific to each division. Keywords: perception about gender gap, work regulation, the right of labor.
RINGKASAN
RANY JULIANI. Persepsi Pekerja tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pelaksanaan Peraturan Kerja di PT. ITS, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Di bawah bimbingan SITI AMANAH .
Peraturan ditetapkan agar tujuan dan sasaran suatu perusahaan tercapai.
Pekerja merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu
perusahaan untuk mencapai tujuan dan menentukan kemajuan perusahaan.
Perusahaan juga harus menetapkan peraturan-peraturan yang melindungi hak-hak
pekerja. Peraturan perusahaan juga harus memperhatikan dan menjamin
keselamatan, keamanan dan kenyamanan tenaga kerja serta perusahaan harus
menetapkan peraturan yang sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan dan konsep
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).
Peraturan perusahaan dalam pelaksanaannya harus adil dan setara untuk
seluruh pekerja laki-laki maupun perempuan. Persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan tersebut dinilai penting untuk memastikan bahwa
perusahaan telah memberikan hak-hak pekerjanya secara adil dan setara, serta
untuk memastikan pekerja telah memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat yang sama dari pelaksanaan peraturan kerja tersebut. Persepsi pekerja
tersebut nantinya akan menjadi input atau masukan untuk perbaikan pelaksanaan
peraturan kerja di perusahaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan, menganalisis persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari konsep Kesetaraan
dan Keadilan Gender (KKG), menganalisis hubungan antara karakteristik individu
dengan relasi gender dan persepsi tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) serta menganalisis hubungan relasi
gender dalam pembagian kerja di keluarga dengan persepsi tentang pelaksanaan
peraturan kerja perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan
kerja ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Penelitian ini
dilaksanakan di PT. ITS Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat pada bulan
Januari 2011. Responden sampel pada penelitian ini adalah pekerja perusahaan
pada level operator yang berjumlah 85 orang. Informan yang diambil adalah pihak
PT. ITS pada bagian personalia dengan teknik wawancara.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang
dilengkapi dengan analisis data secara kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan
dengan menggunakan metode survai dan pengumpulan data kualitatif dilakukan
denggan menggunakan wawancara mendalam. Teknik analisis data yang
digunakan adalah teknik analisis deskriptif dan korelasi. Analisis korelasi
menggunakan uji statistik yaitu uji korelasi Rank-Spearman dan Chi Square
melalui SPSS 17,0 for windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pekerja laki-laki dan
perempuan tentang pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial, masa cuti,
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja perusahaan termasuk dalam
kategori baik dengan nilai rataan skor sebesar 4,17. Hasil uji korelasi antara
variabel karakteristik individu dengan empat indikator pelaksanaan peraturan
kerja menunjukkan hubungan yang nyata atau signifikan. Persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG dikategorikan baik/adil dan
setara antara laki-laki dan perempuan dengan nilai rataan skor sebesar 3,77. Hasil
uji korelasi antara variabel karakteristik individu dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari konsep KKG tidak terdapat
hubungan yang nyata. Pelaksanaan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja
masih belum maksimal karena tidak ada dokter yang jaga di poliklinik dan obat-
obatan P3K tidak lengkap. Poliklinik juga tempatnya jauh dari area tempat pekerja
bekerja dan perusahaan tidak menyediakan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja yang khusus untuk tiap divisi.
Relasi gender dalam pembagian kerja dalam keluarga responden lebih
menempatkan perempuan pada pekerjaan reproduktif sekaligus produktif
sedangkan laki-laki hanya ditempatkan pada pekerjaan produktif. Relasi gender
tidak berhubungan nyata dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan
kerja perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan ditinjau dari konsep KKG. Karakteristik individu tidak berhubungan
nyata dengan relasi gender dalam pembagian kerja.
PERSEPSI PEKERJA TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN
GENDER DALAM PELAKSANAAN PERATURAN KERJA DI PT. ITS ,
KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT
RANY JULIANI I34062132
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan Kelulusan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYAR AKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:
Nama : Rany Juliani
NRP : I34062132
Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi : Persepsi Pekerja tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pelaksanaan Peraturan Kerja di PT. ITS, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc NIP. 19670903 199212 2 001
Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Ketua
Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus:
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“PERSEPSI PEKERJA TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN
GENDER DALAM PELAKSANAAN PERATURAN KERJA DI PT. ITS ,
KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT.” BELUM
PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHA N
YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN.
DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA
DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN
INI.
Bogor, Maret 2011
Rany Juliani I34062132
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 18 Juli 1987. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Drs. Wahyu Suryana dan Ibu Eutik
Julaeha. Penulis menamatkan pendidikannya di SDN Dramaga V tahun 2000.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 1
Cisalak dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di
SMAN 1 Subang. Penulis diterima sebagai Mahasiswa IPB Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun
2006.
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Ekologi Manusia, penulis aktif
menjadi anggota pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekologi
Manusia kabinet “Laskar Pelangi” Periode 2008-2009. Penulis juga aktif pada
berbagai kepanitiaan baik yang diadakan departemen maupun fakultas diantaranya
Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen (MPF dan MPD 44), Ecology Sport
Event (E’Spent) 2008, Create Song (CRESO) 2008, dan Fam Night 2008.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Persepsi Pekerja tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pelaksanaan
Peraturan Kerja di PT. ITS Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat.” Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Skripsi ini membahas dan memaparkan tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja yang ditinjau
dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).
Penulis menyadari masih terdapat banyak data serta fakta di lapangan yang
masih belum terungkap. Oleh sebab itu, penulis berharap tulisan ini dapat
disempurnakan oleh peneliti-peneliti selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap
skripsi ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh seluruh pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
Penulis
10
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan
syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian Skripsi ini, antara lain:
1. Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan,
waktu, koreksi, pemikiran serta sarannya.
2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS sebagai dosen penguji utama atas kesediaannya
untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripsi ini.
3. Ir. Murdianto, MSi sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas kesediaannya untuk
menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripasi ini.
4. Kedua orang tua mama dan bapak tercinta yang telah memberikan segalanya
yang tak terhingga.
5. Adik dan kakakku, Risa dan Aa Roni yang selalu setia menemani dengan
do’a, kasih sayang, perhatian, dan motivasi yang begitu besar.
6. Keluarga besar tercinta terutama mama dan bapak N’ta, Teh Evi, Teh Eva,
terima kasih untuk dukungan dan perhatiannya selama penulisan skripsi ini.
7. Rizky Fauzi Ramdhani dan Dede Mutiara yang telah memberi semangat dan
motivasi selama ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
8. Sahabat-sahabatku di KPM ’43 terutama Ayu, Nadra, Utut, Amel, Arif,
terima kasih untuk kebersamaan dan dukungannya selama ini.
9. Teman satu bimbingan (Nova) yang telah berbagi ilmu untuk perhitungan uji
validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ini.
10. Dionita temen seperjuangan untuk berbagi informasi dan saling memberikan
semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.
11
11. Amanda KPM ’44 atas diskusi dan telah berbagi ilmu mengenai penelitian
gender dan referensi bacaan mengenai gender.
12. Mba Rina yang telah berbagi ilmu mengenai olah data penelitian ini.
13. Personalia PT. ITS, Bapak Bambang, Ibu Sri dan Bapak Akhmad Mutakhin
yang telah membantu dalam pencarian data di lapangan.
14. Para pekerja di PT. ITS yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dorongan, do’a, semangat dan kerjasamanya selama ini.
i
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................. . iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah........................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................... 4
BAB II PENDEKATAN TEORITIS ............................................................... 5
2.1 Tinjauan Pustaka............................................................................ 5
2.1.1 Konsep Gender dan Seks................................................................... 5
2.1.2 Relasi Gender.................................................................................... 6
2.1.3 Isu Ketimpangan Gender dalam Sistem Kerja.................................. 7
2.1.4 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)......................................... 11
2.1.5 Peraturan Kerja Perusahaan............................................................. 13
2.1.6 Kondisi Pekerja di Indonesia......................................................... 16
2.1.7 Persepsi Pekerja ............................................................................ 18
2.2 Kerangka Pemikiran...................................................................... 19
2.3 Hipotesis Penelitian....................................................................... 21
2.4 Definisi Operasional..................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 24
3.1 Metode Penelitian............................................................................ 24
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 24
3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan................................... 24
3.4 Data dan Instrumentasi ................................................................... 25
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi.......................................... 26
3.5.1 Validitas Instrumentasi ................................................................... 26
3.5.2 Reliabilitas Instrumentasi ............................................................... 26
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 27
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ......................................... 29
4.1 Riwayat Singkat PT. ITS................................................................ 29
4.2 Ruang Lingkup................................................................................ 30
ii
4.3 Peraturan Kerja PT. ITS.................................................................. 33
4.3.1 Pengupahan..................................................................................... 33
4.3.2 Jaminan Sosial................................................................................. 34
4.3.3 Masa Cuti........................................................................................ 35
4.3.4 Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja............................ 37
BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN .............................................. 38
5.1 Jenis Kelamin................................................................................... 38
5.2 Usia.................................................................................................. 38
5.3 Pengalaman Kerja ........................................................................... 39
5.4 Jumlah Tanggungan......................................................................... 9
5.5 Status Pernikahan............................................................................. 40
BAB VI RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA ................. 42
6.1 Relasi Gender dalam Pembagian Kerja............................................ 42
6.1.1 Reproduktif....................................................................................... 42
6.1.2 Produktif.......................................................................................... 44
6.2 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja............................................................................. 45
6.2.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja ............................................................................ 46
6.2.2 Hubungan antara Usia dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja................................................................................................ 47
6.2.3 Hubungan anatar Pengalaman Kerja dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja............................................................................. 48
6.2.4 Hubungan antara Jumlah Tanggungan dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja............................................................................. 48
6.2.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja ............................................................................. 49
BAB VII PERSEPSI PEKERJA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN KERJA PERUSAHAAN ..................................... 50
7.1 Persepsi Pekerja.................................................................................... 50
7.1.1 Persepsi Upah................................................................................... 51
7.1.2 Persepsi Jaminan Sosial................................................................... 52
7.1.3 Persepsi Masa Cuti.......................................................................... 53
7.1.4 Persepsi Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.............. 54
7.2 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan........................................... 55
7.2.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan....................................................... 56
iii
7.2.2 Hubungan antara Usia dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan............................................................................. 58
7.2.3 Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan........................................................ 60
7.2.4 Hubungan antara Jumlah Tanggungan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan.......................................... 61
7.2.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan....................................................... 62
7.3 Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan.. 63
BAB VIII PERSEPSI PEKERJA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN KERJA PERUSAHAAN DITINJAU DARI KONSEP KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER .......... 66
8.1 Persepsi Pekerja................................................................................... 66
8.1.1 Persepsi Akses................................................................................. 67
8.1.2 Persepsi Partisipasi.......................................................................... 68
8.1.3 Persepsi Kontrol.............................................................................. 69
8.1.4 Persepsi Manfaat............................................................................. 70
8.2 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG... 71
8.2.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG............. 72
8.2.2 Hubungan antara Usia dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG................................. 72
8.2.3 Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG............. 73
8.2.4 Hubungan antara Jumlah Tanggungan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG.. 74
8.2.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG............. 74
8.3 Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG.............................................................. 75
BAB XI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 77
9.1 Kesimpulan...................................................................................... 77
9.2 Saran................................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1 Jumlah Angkatan Kerja di Indonesia menurut Jenis Kelamin, 2006-2008....................................................................................... 1
Tabel 2 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.... 38
Tabel 3 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia.................... 39
Tabel 4 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja............................................................................................... 39
Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan.................................................................................... 40
Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Pernikahan...................................................................................... 41
Tabel 7 Relasi Gender dalam Pembagian Kerja di Keluarga untuk Kerja Reproduktif dan Produktif.............................................................. 42
Tabel 8 Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja......................................... 46
Tabel 9 Rataan Skor Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan............................................................................ 50
Tabel 10 Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan...................................................................................... 56
Tabel 11 Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan............................................................ 63
Tabel 12 Rataan Skor Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG................................. 66
Tabel 13 Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG.......................................... 71
Tabel 14 Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG................ 75
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Persepsi Pekerja tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam Pelaksanaan Peraturan Kerja............................................................................................. 20
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian............................................................... 82
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument...................... 89
Lampiran 3 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan............................................................................... 93
Lampiran 4 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan..................................................................... 96
Lampiran 5 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)......................................................................... 99
Lampiran 6 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)......................................................... 102
Lampiran 7 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan.................................................... 105
Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari konsep KKG.......................... 105
Lampiran 9 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik Individu dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja....... 106
Lampiran 10 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan................................ 106
Lampiran 11 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG........................................................................... 106
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peraturan ditetapkan agar tujuan dan sasaran suatu perusahaan tercapai,
setiap perusahaan baik itu yang bergerak dalam bidang industri maupun jasa
selalu dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai setiap perusahaan sebenarnya sama yaitu ingin
mencapai laba sebesar-besarnya atau produktif dalam jangka panjang sehingga
kelangsungan hidup dari perusahaan tersebut dapat terjamin.
Pekerja merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu
perusahaan, pekerjalah yang menentukan kemajuan suatu perusahaan. Sumber
daya manusia merupakan unsur utama dalam pelaksanaaan kerja, peralatan
secanggih apapun tidak akan berarti tanpa peran sumber daya manusianya.
Dengan demikian, pekerja di perusahaan merupakan aset utama perusahaan,
mereka menjadi perencana, pelaksana, pengendali dalam mewujudkan tujuan
perusahaan. Perusahaan dengan pekerja memiliki hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan, pekerja menjadi salah satu faktor produksi perusahaan
untuk mencapai tujuan dan perusahaan memberikan sejumlah upah kepada
pekerja yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja.
Berdasarkan data Sakernas, kondisi Agustus 2008, jumlah angkatan kerja di
Indonesia meningkat mencapai 111,9 juta orang yang berarti naik 2,0 juta orang
dibandingkan jumlah angkatan kerja Agustus 2007 sebesar 109,9 juta orang.
Secara umum, jumlah angkatan kerja perempuan lebih rendah dibandingkan
jumlah angkatan kerja laki-laki, sebagaimana disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Jumlah Angkatan Kerja di Indonesia menurut Jenis Kelamin, 2006-2008 Jenis Kelamin 2006 2007 2008
Laki-laki Perempuan
67.750 38.639
68.720 41.221
69.144 42.803
Total 106.389 109.941 111.947 Sumber: Sakernas 2006, 2007, 2008
Jika dilihat berdasarkan jumlah angkatan kerja pada Tabel 1, meskipun
jumlah angkatan kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi
selama periode 2006-2008 peningkatan jumlah angkatan kerja perempuan jauh
2
lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja laki-laki.
Jumlah angkatan kerja perempuan pada tahun 2006 mencapai 38,6 juta orang dan
meningkat hingga 42,8 juta orang pada tahun 2008, sementara angkatan kerja
laki-laki meningkat dari 67,7 juta orang menjadi 69,1 juta orang dalam waktu
yang sama.
Peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut terjadi seiring dengan
perkembangan industrialisasi di Indonesia yang menyebabkan semakin
terbukanya lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baik laki-laki maupun
perempuan. Salah satu industri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
banyak yaitu industri tekstil/garmen terutama pekerja perempuan. Dalam
hubungan industrial masih saja terjadi diskriminasi terhadap pekerja, terutama
kepada pekerja perempuan. Hasil penelitian Pratiwi (2009) menyatakan bahwa di
industri plastik masih terjadi diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi
tersebut terjadi dalam hal status pekerja, upah yang berbeda yaitu laki-laki lebih
besar dibandingkan perempuan untuk pekerja yang berstatus lepas, jaminan kerja
dan jaminan keluarga yang lebih banyak bagi laki-laki dibandingkan perempuan.
Pembagian kerja yang tidak adil masih juga terjadi, misalnya banyak jenis
pekerjaan laki-laki yang dapat dikerjakan oleh perempuan dan sebaliknya banyak
jenis pekerjaaan perempuan yang dapat dikerjakan oleh laki-laki.
Seiring dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menetapkan
beberapa peraturan tentang ketenagakerjaan agar tidak ada diskriminasi terhadap
pekerja laki-laki maupun perempuan, seperti pemerintah telah meratifikasi
Convention of Elimination All Forms of Discrimination Against Women
(CEDAW) menjadi Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Terutama yang tertuang dalam
Pasal 11 Ayat 1 mengenai ketenagakerjaan yang harus diperhatikan oleh pihak
manajerial pabrik. Pemerintah juga telah menetapkan Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 1997, terutama Bab VII yang mengatur
perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan pekerja.
Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan di Indonesia telah
mengusung program Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) untuk menghapus
segala bentuk diskriminasi baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan
3
dan Keadilan Gender juga merupakan salah satu tujuan pembangunan sumber
daya manusia Indonesia. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai
dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan
demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Salah satu perusahaan yang menerapkan peraturan yang baik yaitu PT. ITS.
Perusahaan tersebut lebih banyak mempekerjakan perempuan dibandingkan laki-
laki. Setiap peraturan yang ditetapkan perusahaan tidak ada yang membeda-
bedakan antara hak pekerja laki-laki maupun perempuan. Pada 2010, PT. ITS
mendapatkan penghargaan sebagai juara kedua Perusahaan Terbaik yang
Mempekerjakan Tenaga Kerja Perempuan Se-Jawa Barat.
Mengingat PT. ITS telah mendapatkan penghargaan tersebut, diperkirakan
perusahaan telah melaksanakan peraturan kerja yang setara dan adil terkait
peraturan perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan pekerja. Untuk
memastikan pekerja baik laki-laki maupun perempuan tersebut telah memperoleh
hak-haknya dengan baik, penelitian ini mencoba menelaah lebih jauh persepsi
pekerja tersebut tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan serta yang
ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam latar belakang di atas, secara
ringkas masalah-masalah yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi:
1. Bagaimana persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
di PT. ITS?
2. Bagaimana persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)?
3. Sejauhmana hubungan antara karakteristik individu dengan relasi gender
dalam pembagian kerja, persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan dan persepsi pekerja tentang peraturan kerja perusahaan ditinjau
dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) di PT. ITS?
4. Sejauhmana hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja di
keluarga pekerja dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
4
perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau
dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan.
2. Menganalisis persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).
3. Mengetahui dan menganalisis karakteristik individu yang berhubungan
dengan relasi gender dalam pembagian kerja, persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan dan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan
Gender (KKG).
4. Menganalisis hubungan relasi gender dalam pembagian kerja di keluarga
dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan dan
persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak terkait. Bagi penulis,
penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan serta menambah
kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan. Bagi kalangan akademik, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan acuan untuk penelitian lain mengenai persepsi pekerja tentang pelaksanaan
peraturan kerja perusahaan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
masukan bagi pihak perusahaan untuk perbaikan peraturan kerja perusahaan yang
lebih memperhatikan dan melaksankan hak-hak pekerja dan tidak membedakan
hak pekerja antara laki-laki dan perempuan serta pihak perusahaan dapat membuat
peraturan yang sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Gender dan Seks
Konsep gender dibuat oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan
perbedaan laki-laki dan perempuan yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa dan mana yang merupakan bentukan budaya yang
dikonstruksikan, dipelajari, dan disosialisasikan. Menurut Fakih (2004), konsep
gender adalah pembagian peranan laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi
secara sosial maupun kultural.
Konsep gender berbeda dengan konsep seks atau jenis kelamin. Menurut
Supiandi (2008), gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki
dan perempuan dari segi sosial dan budaya. Sementara seks digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari sisi anatomi biologi.
Istilah seks atau jenis kelamin lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi
seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi
fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih
banyak menekankan pada aspek sosial, budaya, psikologis, dan beberapa aspek
non biologis lainnya, yang kemudian sadar atau tidak, aspek gender tersebut
membawa konsekuensi logis bila ternyata berperan secara tidak adil.
Pemahaman dan perbedaan gender sangat diperlukan dalam melakukan
analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa
kaum perempuan (Fakih, 2004). Hal ini juga diperlukan dalam melakukan kajian
untuk memahami persoalan-persoalan gender yang terjadi dalam masyarakat,
karena terkait dengan perbedaan gender (gender differences) dan pembedaan
gender (gender inequalities). Di samping itu dengan memisahkan perbedaan seks
dengan gender akan memudahkan dalam menganalisis realita kehidupan dan
dinamika perubahan relasi laki-laki dan perempuan.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender
berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan
perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur,
ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender
6
dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan
laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai
perkembangan zaman. Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin
(seks) adalah Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu,
budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia.
Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan,
berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan
merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
Berkembangnya konsep gender berpengaruh terhadap pembagian kerja
seksual. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Saptari dan Holzner (1997) bahwa
hubungan ada tidaknya dominasi laki-laki dalam pembagian kerja seksual dengan
struktur masyarakat dan perubahan sosial dibagi ke dalam empat golongan.
Pertama, pembagian kerja seksual berlaku universal, tetapi tidak selalu berarti
dominasi laki-laki. Sebelum kapitalisme masuk, pembagian kerja seksual bersifat
komplementer dan wanita memegang akses ke sarana produksi dan ke posisi-
posisi kunci dalam politik. Seiring dengan masuknya kapitalisme, posisi wanita
semakin digeser oleh laki-laki. Kedua, posisi wanita secara tradisional tidak
tersubordinasi, tetapi dengan kolonialisme menjadi termarginalisasi. Proses
pembangunan bisa memperbaiki posisi mereka. Ketiga, posisi wanita selalu
tersubordinasi baik pada zaman feodal, zaman kolonial, maupun zaman
pascakolonial, tetapi bentuk subordinasinya berbeda-beda sesuai dengan sistem
yang ada saat itu. Keempat, subordinasi terdapat pada saat wanita masih
terkungkung dalam lingkup domestik dalam sistem feodal yang masih patriarkal.
2.1.2 Relasi gender
Merujuk pendapat Agarwal (1994) dalam Mugniesyah (2007), relasi gender
dapat diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki
yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktek, dan representasi yang meliputi
pembagian kerja, peranan, dan alokasi, sumberdaya antara laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan definisi tersebut, relasi gender menitikberatkan
hubungan kekuasaaan antara laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja,
peranan dan alokasi sumberdaya.
7
Pembagian kerja dilihat dari profil aktivitas dan curahan waktu antara laki-
laki dan perempuan. Pada beberapa studi industri kecil di pedesaan, umumnya
terdapat pembagian kerja yang tegas antara laki-laki dan perempuan. Menurut
Rahima (2004), dalam komunitas terdapat dua kategori pembagian kerja, yaitu
kerja produktif dan kerja reproduktif. Baik kerja produktif maupun kerja
reproduktif, keduanya berperan penting dalam proses kehidupan manusia. Kerja
produktif berfungsi memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan,
dan papan. Kerja reproduktif adalah kerja “memproduksi manusia”, bukan hanya
sebatas masalah reproduksi biologis perempuan, hamil, melahirkan, menyusui,
namun mencakup pula pengasuhan, perawatan sehari-hari manusia baik fisik dan
mental. Hal tersebut berperan penting dalam melahirkan dan memampukan
seseorang untuk “berfungsi” sebagaimana mestinya dalam struktur sosial
komunitas. Kerja reproduktif juga kerja yang pada prosesnya menjaga
kelangsungan proses produktif, misalnya pekerjaan rumah tangga. Tanpa ada
yang melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, atau mencuci maka
tidak mungkin akan didapatkan makanan, kenyamanan bagi anggota rumah
tangga yang lain, sehingga dengan makanan dan kenyamanan tersebut proses
yang lain tidak terganggu. Pekerjaan reproduktif seperti ini tidak dianggap sebagai
pekerjaan oleh komunitas dan juga pemerintah padahal secara fisik ini jelas
sebagai sebuah kerja.
Sistem kapitalisme memiliki kecenderungan kuat untuk memisahkan kerja
produksi dan kerja reproduksi, dimana kedua pekerjaan tersebut dilakukan dan
siapa yang melakukan (Rahima, 2004). Kerja produksi dianggap tanggung jawab
laki-laki, biasanya dikerjakan di luar rumah. Kerja reproduksi dianggap tanggung
jawab perempuan dan biasanya dikerjakan di dalam rumah. Perempuan dipandang
sewajarnya bertanggung jawab dalam arena domestik. Meskipun perempuan ikut
terlibat dalam kerja produksi tidak akan mengurangi beban dan tanggung
jawabnya di sektor reproduksi.
2.1.3 Isu Ketimpangan Gender dalam Sistem Kerja
Perbedaan gender dalam masyarakat tidak akan menjadi masalah sepanjang
tidak melahirkan ketimpangan gender. Ternyata perbedaan gender tersebut telah
8
melahirkan berbagai ketidakadilan terutama pada perempuan. Ketimpangan
gender (permasalahan atau isu gender) dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan
antara kondisi normatif atau kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan
dengan kondisi objektif atau kondisi gender sebagaimana adanya.
Ketimpangan yang dialami oleh perempuan tersebut termanifestasikan ke
dalam beberapa bentuk (Handayani dan Sugiarti, 2008) diantaranya sebagai
berikut:
1. Marginalisasi
Marginalisasi sering disebut sebagai pemiskinan terhadap kaum perempuan
atau disebut juga pemiskinan ekonomi. Dari segi sumbernya bisa berasal dari
kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran, agama, keyakinan tradisi dan
kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marginalisasi perempuan dapat
berarti peminggiran perempuan. Pertama, perempuan terpinggirkan dari pekerjaan
produktif yang karena perempuan dianggap tidak memiliki keterampilan tinggi.
Terlepas dari persoalan sektor yang digeluti perempuan, keterlibatan perempuan
di sektor manapun dicirikan oleh “skala bawah”. Kedua, masalah yang dihadapi
oleh buruh perempuan yaitu adanya kecenderungan perempuan terpinggirkan
pada jenis-jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi kerja buruk dan tidak
memiliki kestabilan kerja. Ketiga adalah marginalisasi dengan adanya feminisasi
sektor-sektor tertentu. Saat ini banyak ditemukan industri yang sudah mulai
dikuasai oleh perempuan, namun buruh perempuan tersebut tetap saja dilapisan
paling bawah. Keempat, yaitu pelebaran ketimpangan ekonomi antara perempuan
dan laki-laki yang diindikasikan oleh perbedaan upah. Dalam hal ini di pabrik
garmen yang ada di lokasi kajian terdapat perbedaan upah, di mana upah
perempuan lebih rendah dari upah laki-laki.
2. Subordinasi
Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam
pengambilan keputusan politik. Perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang
dikonstruksikan secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum terkondisikannya
konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi kerja
bagi perempuan. Anggapan sementara perempuan itu irrasional atau emosional,
sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, dan berakibat munculnya sikap
9
yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Perempuan
diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita
oleh kaum perempuan pada sektor pekerjaan misalnya presentase jumlah pekerja
perempuan, penggajian, pemberian fasilitas, serta beberapa hak-hak perempuan
yang berkaitan dengan kodratnya yang belum terpenuhi.
Bentuk subordinasi terhadap perempuan yang menonjol adalah bahwa
semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah
dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki-laki.
Hal ini menyebabkan banyak laki-laki dan perempuan sendiri akhirnya
menganggap bahwa pekerjaan domestik dan reproduksi lebih rendah dan
ditinggalkan. Keyakinan gender ternyata ikut menyumbangkan diskriminasi
terhadap posisi buruh perempuan dalam struktur perusahaan dan pabrik-pabrik.
Misalnya, sebagian besar fasilitas untuk buruh perempuan yang berada di bawah
standar dan “tidak ramah”. Kondisi kamar mandi dan toilet buruh (perempuan)
jauh lebih buruk dan kotor dibanding fasilitas serupa untuk aparatus perusahaan.
Air kamar mandi dan toilet buruh nyaris tidak bisa dipakai untuk membasuh
wajah atau membersihkan tubuh karena berbau busuk dan kotor. Setiap hari
mereka harus membawa minimal satu liter air botol untuk dipergunakan
membersihkan tubuh masing-masing.
3. Stereotipi
Stereotipi adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan
tertentu. Stereotipi adalah bentuk ketidakadilan. Secara umum stereotipi
merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan
biasanya pelabelan ini selalu berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan
pelabelan negatif. Hal ini disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-
laki, misalnya laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa.
Sedangkan perempuan adalah makhluk yang lembut, cantik, emosional, atau
keibuaan.
Dengan adanya pelabelan tersebut berdampak pada munculnya stereotipi
yang dikonstruksi oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang
perbedaan laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu perempuan identik dengan
pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar
10
rumah sangat terbatas, bahkan ada juga perempuan yang berpendidikan tidak
pernah menerapkan pendidikannya untuk mengaktualisasikan diri. Akibat adanya
stereotipi (pelabelan) ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah sudah
merupakan kodrat.
4. Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik maupun
integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia ini
sumbernya macam-macam, namun ada salah satu jenis kekerasan yang bersumber
anggapan gender. Kekerasan ini disebut sebagai “gender-related violence”, yang
pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Berbagai macam dan bentuk kejahatan
yang dapat dikategorikan kekerasan gender ini, baik dilakukan di tingkat rumah
tangga sampai di tingkat negara, bahkan tafsiran agama.
Dalam hampir semua kelompok masyarakat, terdapat perbedaan tugas dan
peran sosial atas laki-laki dan perempuan. Tanpa disadari, perbedaan tugas dan
peran ini telah menghambat potensi dasar laki-laki dan perempuan dalam berbagai
hal. Realitas ini menunjukkan bagaimana jenis kelamin telah menghambat
seseorang untuk mempelajari ilmu pengetahuan tertentu, mengembangkan bakat
dan minat dalam bidang tertentu dan sebagainya, semata-mata karena alasan
bahwa hal itu telah pantas (secara sosial budaya) bagi jenis kelamin tertentu.
Buruh perempuan yang bekerja di pabrik kerapkali mengalami kekerasan.
Misalnya : pelecehan seksual secara verbal maupun non-verbal yang dilakukan
oleh para penyelia atau satpam.
5. Beban Kerja
Berkembangnya wawasan kemitrasejajaran berdasarkan pendekatan gender
dalam berbagai aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami
perkembangan yang cukup cepat. Namun, perlu dicermati bahwa perkembangan
perempuan tidaklah “mengubah” peranannya yang “lama” yaitu peranan dalam
lingkup rumah tangga (peran reproduktif). Maka dari itu perkembangan peranan
perempuan ini sifatnya menambah, dan umumnya perempuan mengerjakan
peranan sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan. Untuk itulah maka
beban kerja perempuan terkesan berlebihan.
11
Karena adanya anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin
dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan
domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu perempuan
menerima beban ganda, selain harus bekerja domestik, mereka masih harus
bekerja membantu mencari nafkah.
2.1.4 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) menjadi isu yang sangat penting
dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia
sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen
tersebut. Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di
Indonesia dituangkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004-2009, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, dan dipertegas dalam
Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG)
dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan kepada seluruh departemen
maupun lembaga non-departemen dan pemerintah propinsi dan kabupaten atau
kota untuk melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian dari seluruh kebijakan dan program pembangunan.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial
budaya, pendidikan dan pertahanan dan keselamatan kerja nasional, serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga
meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap
laki-laki maupun perempuan. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan
adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada
pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan
terhadap perempuan maupun laki-laki.
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan
siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis.
Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan
12
laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan
masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara
matematis dan tidak bersifat universal.
Jadi konsep Kesetaraan gender dalam pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai pekerja, agar dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik dan meningkatkan produktivitas kerja serta
kesamaan dalam menikmati hasilnya. Keadilan merupakan suatu perlakuan yang
adil kepada pekerja laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah:
• Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada sumber
daya pembangunan. Contoh: memberikan kesempatan yang sama
memperoleh informasi pendidikan dan kesempatan untuk meningkatkan
karir bagi PNS laki-laki dan perempuan.
• Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama dalam proses
pengambilan keputusan. Contoh: memberikan peluang yang sama antara
laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam menentukan pilihan
pendidikan di dalam rumah tangga; melibatkan calon pejabat struktural baik
dari pegawai laki-laki maupun perempuan yang berkompetensi dan
memenuhi syarat ”Fit an Proper Test” secara obyektif dan transparan.
• Kontrol: perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada
sumber daya pembangunan. Contoh: memberikan kesempatan yang sama
bagi PNS laki-laki dan perempuan dalam penguasaan terhadap sumber daya
(misalnya: sumberdaya materi maupun non-materi daerah) dan mempunyai
kontrol yang mandiri dalam menentukan apakah PNS mau meningkatkan
jabatan struktural menuju jenjang yang lebih tinggi.
• Manfaat: pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi
perempuan dan laki-laki. Contoh: Program pendidikan dan latihan (Diklat)
harus memberikan manfaat yang sama bagi PNS laki-laki dan perempuan.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka
13
memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan
partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber
daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara
penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki
kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil
sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
2.1.5 Peraturan Kerja Perusahaan
Peraturan atau kebijakan perusahaan adalah segala ketentuan, keputusan dan
peraturan yang dibuat dan ditetapkan oleh perusahaan yang berlaku bagi semua
tenaga kerja/karyawan perusahaan. Peraturan tersebut menyangkut sistem upah,
jaminan sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan, keselamatan kerja kerja dan
lain-lain yang menyangkut hubungan perusahaan/manajerial dengan pekerja.
Peraturan tertulis yang telah dibuat perusahaan pada kenyataannya sering
tidak sesuai antara peraturan yang telah disepakati dengan prakteknya. Pihak
manajerial pada industri garmen seringkali membedakan pembagian kerja secara
seksual. Pembagian kerja secara seksual tersebut mempengaruhi peraturan pabrik
yang biasanya lebih merugikan perempuan. Buruh perempuan masih mengalami
diskriminasi dalam hubungan industrial.
Seiring dengan hal tersebut pemerintah Indonesia telah menetapkan
beberapa peraturan tentang ketenagakerjaan khusus untuk perempuan salah
satunya yaitu pemerintah telah meratifikasi Convention of Elimination All Forms
of Discrimination Against Women (CEDAW) menjadi Undang-Undang No.
7/1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
untuk melindungi perempuan dari berbagai diskriminasi. Substansi Bagian III
Pasal 11 mengenai ketenagakerjaan Ayat 1 mengemukakan hal yang sangat
penting yang harus diperhatikan yaitu:
Ayat 1. Untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di lapangan
pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-
laki dan perempuan, khususnya:
a. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi manusia;
14
b. Hak atas kesempatan kerja yang sama termasuk dalam hal seleksi;
c. Hak memilih profesi dan pekerjaan, mendapat promosi, jaminan pekerjaan,
semua tunjangan, serta fasilitas kerja, pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang;
d. Hak menerima upah yang sama termasuk tunjangan, termasuk persamaan
perlakuan dalam penilaian kualitas kerja;
e. Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam pensiun, pengangguran, sakit, cacat,
lanjut usia, serta lain-lain, ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas masa cuti
yang dibayar;
f. Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha
perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.
Selain itu pemerintah juga mengatur peraturan ketenagakerjaan dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 1997 mengenai pengupahan
terutama Pasal 113 dan Pasal 114, peraturan masa cuti diatur pada Pasal 104 dan
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja pada Pasal 108. Mengenai
pengupahan terutama Pasal 113 dan Pasal 114. Pasal 113 mengatur mengenai:
(1) Upah di atas upah minimum ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha
dan pekerja.
(2) Dalam penetapan upah, pengusaha dilarang melakukan diskriminasi atas
dasar apapun untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Pasal 114 mengatur mengenai:
(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha
wajib membayar upah apabila :
a. pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. pekerja tidak masuk bekerja karena berhalangan;
c. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan
kewajiban terhadap negara;
d. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah
yang diperintahkan agamanya;
e. pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah diperjanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri
maupun halangan yang dialami pengusaha;
15
f. pekerja melaksanakan hak istirahat dan cuti;
g. pekerja melaksanakan tugas organisasi pekerja atas persetujuan pengusaha.
Peraturan mengenai masa cuti diatur dalam Pasal 104 yang berisi mengenai:
(1) Pekerja wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua
waktu haid.
(2) Pekerja wanita yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusukan bayinya pada jam kerja.
(3) Pekerja wanita harus diberi istirahat selama satu bulan sebelum saatnya
menurut perhitungan dokter/bidan melahirkan anak dan dua bulan sesudah
melahirkan.
(4) Pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan diberi istirahat selama satu
setengah bulan.
(5) Waktu istirahat sebelum saat pekerja wanita menurut perhitungan dokter/bidan
melahirkan anak, dapat diperpanjang sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
jika dalam suatu keterangan dokter dinyatakan bahwa dalam hal itu perlu
untuk menjaga kesehatannya.
Peraturan mengenai perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja diatur
dalam Pasal 108, berisi mengenai:
(1) Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan;
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan mengenai Jaminan Sosial terdapat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No.3 Tahun 1992 terutama Bab II Pasal 3, Pasal 4 dan Bab III
Pasal 6. Bab II mengenai Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 3
berisi mengenai:
16
1. Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program
jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan
mekanisme asuransi.
2. Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 4 berisi mengenai:
1. Program jaminan social tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
Bab III mengenai Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 6 yang berisi
mengenai:
1. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini
meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
2.1.6 Kondisi Pekerja di Indonesia
Batasan istilah pekerja/buruh diatur secara jelas dalam Pasal 1 Ayat 2
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:
”Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Pasca reformasi di Indonesia, pengertian buruh, pekerja, karyawan atau pegawai
memiliki konotasi dan definisi yang sama, yakni seseorang yang menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Penyamaan definisi mempengaruhi penamaan
organisasi masing-masing. Di Indonesia terjadi peningkatan angkatan kerja,
terutama perempuan karena berkaitan erat dengan dibukanya kesempatan kerja
bagi perempuan terutama di sektor industri.
Hasil Penelitian Pratiwi (2009), menyatakan bahwa masih terjadi
ketimpangan gender pada perempuan karena peraturan pabrik yang tidak adil.
Misalnya dalam hal pengupahan, pabrik tidak memenuhi syarat Upah Minimum
Regional (UMR) yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat. Pembagian upah juga
17
tidak adil antara laki-laki dan perempuan, laki-laki mendapatkan upah yang lebih
besar dari perempuan yang harian lepas. Pembagian upah ini dianggap tidak adil
oleh pekerja perempuan namun mereka tidak dapat menuntut hak lebih karena itu
adalah kebijakan pereusahaan, selain itu mereka juga takut dipecat tanpa uang
pesangon. Pembagian upah ini dipengaruhi oleh adanya pembagian kerja seksual
dan pembagian status kerja.
Jaminan kerja yang diberikan perusahaan dalam penelitian Pratiwi (2009),
didasarkan pada status kerjanya, apabila status kerjanya adalah pekerja tetap,
jaminan kerja antara laki-laki dan perempuan sama. Namun, untuk pekerja harian
lepas, antara pekerja laki-laki dan perempuan dibedakan, laki-laki lebih banyak
mendapatkan jaminan kerja. Dalam peraturan kerja perusahaan, pekerja berhak
untuk menerima jaminan kerja berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua
bagi yang ikut, jaminan beribadah, jaminan beristirahat dan jaminan kematian,
libur atau cuti jika sakit, libur tahunan/hari raya, upah lembur, libur cuti
pernikahan/kematian/kelahiran, dan pesangon bila di PHK.
Suyanto dan Hendarso (1996) dalam Safitri (2006) menjelaskan bahwa
dalam sistem kapitalistik, perempuan cenderung berada pada posisi sebagai obyek
sistem eksploitasi tiga lapis. Pertama, pada tingkat global sebagai masyarakat
negara pinggiran, perempuan menjadi korban kesenjangan dan ketidakadilan
sistem internasional. Kedua, pada tingkat produksi, perempuan menjadi korban
kesenjangan hubungan industri kapitalis. Ketiga, pada tingkat kemasyarakatan,
perempuan mengalami perlakuan tidak adil dari struktur dan penerapan peraturan
perusahaan gender yang telah berlangsung.
Pekerja perempuan yang bekerja di pabrik memiliki karakteristik tertentu
yang dapat dilihat dari segi ekonomi dan sosial (Hutagalung, Grijns dan White,
1992). Dilihat dari latar belakang sosial, pekerja perempuan biasanya berasal dari
keluarga golongan menengah ke bawah. Pekerja perempuan tersebut memiliki
keterbatasan dalam segi keahlian. Pekerja yang bekerja di pabrik garmen biasanya
hanya bisa menjahit.
Dari segi ekonomi mereka memiliki pendapatan ekonomi yang lemah dan
berpendidikan rendah. Perempuan yang bekerja di pabrik, biasanya masih berusia
muda dan belum menikah. Pekerja yang sudah tua biasanya di PHK dengan alasan
18
pabrik sedang mengalami krisis dan tidak mampu membayar pekerja. Pekerja
perempuan memiliki upah yang sama dengan laki-laki, yang berbeda adalah
kesempatan dalam memperoleh upah yang lebih tinggi. Selain itu, perempuan
lebih disukai perusahaan karena tidak banyak menuntut dan mudah dikendalikan
serta mau dibayar murah (Hutagalung, Grijns dan White, 1992).
Pekerja perempuan biasanya masuk kerja dengan mengajukan lamaran
terhadap perusahaan atau melalui calo (Hutagalung, Grijns dan White, 1992).
Selain itu, perempuan biasanya masuk dengan bantuan saudara atau teman yang
bekerja di pabrik, biasanya mereka berstatus sebagai pekerja juga. Perempuan
dapat dengan mudah bekerja di pabrik garmen dengan memiliki bekal keahlian
menjahit dengan menggunakan mesin, namun kebanyakan dari mereka adalah
berstatus sebagai pekerja lepas.
2.1.7 Persepsi Pekerja
Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi
untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi adalah pengindraan
(penglihatan, pendengaran dan peraba). Persepsi mempengaruhi stimulus atau
pesan yang kita serap dan apa makna yang kita berikan pada mereka ketika
mereka mencapai kesadaran. Adapun pengertian persepsi menurut Baron dan
Byrne dalam Syarief (2007) yaitu persepsi merupakan suatu proses memilih,
mengorganisir, dan menginterpetasi informasi dikumpulkan oleh pengertian
seseorang dengan maksud untuk memahami dunia sekitar. Pengertian lain,
persepsi merupakan suatu proses yang dilakukan individu dalam
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna.
Dengan demikian, persepsi adalah kesan atau pandangan individu terhadap objek
untuk memberikan makna.
Menurut Krech dan Curtchfield (1977) dalam Lestari (2008) faktor-faktor
yang menentukan persepsi ada dua macam, yaitu:
1) Faktor fungsional, berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-
hal lain yang disebut sebagai faktor-faktor personal. Persepsi bukan
ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang
memberikan respons stimuli itu;
19
2) Faktor struktural, berasal semata-mata dari stimuli fisik dan efek-efek syaraf
yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu.
Persepsi menurut Rakhmat (1994) salah satunya ditentukan oleh faktor personal.
Faktor-faktor personal seperti karakteristik individu (usia, suku bangsa, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepribadian), kebutuhan
interpersonal, tindak komunikasi, dan peranan individu.
Menurut DeVito (1997) dalam Mulyana terdapat enam proses yang
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu, yaitu: (1) teori kepribadian
implicit, (2) primasi-resensi, (3) aksentuasi perseptual, (4) ramalan yang
terpengaruhi dengan sendirinya, (5) konsistensi, dan (6) stereotipe. Proses-proses
ini sangat mempengaruhi apa yang kita lihat dan apa yang tidak kita lihat, apa
yang kita simpulkan dan apa yang tidak kita simpulkan tentang orang lain. Proses
ini membantu menjelaskan mengapa kita membuat perkiraan tertentu dan tidak
membut perkiraan yang lain tentang orang.
2.2 Kerangka Pemikiran
Relasi gender yang menitikberatkan hubungan kekuasaan dalam pembagian
kerja, peran dan alokasi sumber daya dapat dilihat dari curahan waktu laki-laki
dan perempuan dalam pekerjaan reproduktif dan produktif. Kerja reproduktif
merupakan pekerjaan yang dilaksanakan dengan mengerjakan pekerjaan rumah,
seperti memasak, mengurus anak, dan pekerjaan lain dalam rumah tangga. Kerja
produktif merupakan pekerjaan untuk memenuhi sandang, pangan dan papan.
Kerja reproduktif dalam masyarakat dianggap lebih pantas dikerjakan oleh kaum
perempuan dan kerja produktif oleh kaum laki-laki. Berkembangnya
industrialisasi di Indonesia saat ini, memberikan peluang kepada perempuan untuk
dapat turut serta bekerja mencari nafkah di sektor publik (kerja produksi). Akan
tetapi keterlibatan perempuan tersebut tidak mengurangi beban dan tanggung
jawab perempuan dalam sektor reproduksi. Karakteristik individu seperti jenis
kelamin, usia, pengalaman kerja, jumlah tanggungan dan status pernikahan
kemungkinan berhubungan dengan relasi gender dalam pembagian kerja tersebut.
Peraturan kerja secara tertulis haruslah dimiliki oleh setiap perusahaan.
Peraturan kerja dibuat untuk mengatur hubungan pekerja dengan pihak
20
perusahaan. Pelaksanaan peraturan kerja harus dilaksanakan oleh pihak
perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan peraturan kerja
juga harus dilaksanakan secara adil dan setara untuk seluruh pekerja baik laki-laki
maupun perempuan sesuai dengan konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender
(KKG). Setiap pekerja harus memiliki akses, partisipasi, kontrol dan manfaat
yang sama antara pekerja laki-laki dan perempuan. Persepsi pekerja mengenai
pelaksanaan peraturan kerja tersebut penting untuk memastikan perusahaan telah
memperoleh hak-haknya sebagai pekerja. Persepsi merupakan pandangan individu
untuk memberikan makna pada suatu objek. Karakteristik individu yang melekat
pada pekerja dan relasi gender dalam pembagian kerja dimungkinkan
berhubungan dengan persepsi pekerja tersebut tentang pelaksanaan peraturan
kerja dan pelaksanaan peraturan kerja yang ditinjau dari konsep KKG.
Adapun keterkaitan antara variabel-variabel tersebut, tersaji dalam Gambar
1 di bawah ini.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Pekerja tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pelaksanaan Peraturan Kerja
Keterangan : : alur hubungan (diuji)
: alur hubungan (tidak diuji)
Karakteristik individu • Jenis kelamin • Usia • Pengalaman kerja • Jumlah tanggungan • Status pernikahan
Persepsi tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan • Upah • Jaminan Sosial • Masa Cuti • Perlindungan
Kesehatan dan Keselamatan kerja
Rekomendasi Perbaikan peraturan kerja yang peka gender untuk peningkatan produktivitas kerja
Relasi Gender dalam pembagian kerja: • Reproduktif • Produktif
Persepsi tentang pelaksanaan peraturan perusahaan ditinjau dari KKG • Akses • Partisipasi • Kontrol • Manfaat
Informasi tentang Peraturan kerja perusahaan dan KKG
21
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat diajukan beberapa hipotesa
sebagai berikut:
H1 = Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan relasi
gender dalam pembagian kerja.
H2 = Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan.
H3 = Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari
konsep KKG.
H4 = Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam pembagian kerja
dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
ditinjau dari konsep KKG.
2.4 Definisi Operasional
Dalam mengukur variabel-variabel yang akan digunakan untuk penelitian
ini, perumusan dari masing-masing variabel akan dijabarkan dan dibatasi secara
operasional.
1. Karakteristik individu adalah keadaan spesifik individu yang berkaitan
langsung dengan dirinya. Variabel ini dapat diukur dengan:
• Jenis kelamin adalah perbedaan individu berdasarkan kondisi biologis.
Dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan. Diukur
dengan skala nominal.
• Usia adalah umur seseorang yang dihitung dari tahun kelahirannya hingga
penelitian ini dilakukan menggunakan satuan tahun. Data usia diukur dalam
skala rasio kemudian diubah menjadi skala ordinal dikelompokkan menjadi
tiga yaitu 19-23 tahun, 24-28 tahun dan 29-33 tahun.
• Pengalaman kerja adalah bekal pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh karena pernah bekerja sebelumnya dan dilihat berdasarkan masa
22
kerjanya. Data pengalaman kerja diukur dengan menggunakan skala rasio,
kemudian diubah menjadi skala ordinal dikelompokkan menjadi tiga yaitu
0-2 tahun, >2-4 tahun dan >4-6 tahun.
• Jumlah tanggungan adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggungan pekerja tidak termasuk untuk dirinya sendiri. Data jumlah
tanggungan dikategorikan dalam skala rasio, kemudian diubah menjadi
skala ordinal dikelompokkan menjadi tiga yaitu 0-1 orang, 2-3 orang dan >4
orang.
• Status pernikahan adalah status yang disandang oleh laki-laki atau
perempuan, diukur dengan menggunakan skala nominal.
2. Relasi gender dalam pembagian kerja adalah hubungan kekuasaan antara laki-
laki dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan dan alokasi
sumberdaya. Relasi gender dalam pembagian kerja diukur dengan melihat
pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam keluarga untuk curahan waktu
dan tenaga kerja dalam satu bulan. Diukur dengan skala rasio.
• Reproduktif adalah kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan rumah tangga
seperti mencuci, memasak, dan pekerjaan lain dalam mengurus rumah.
• Produktif adalah kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki atau
perempuan untuk memperoleh bayaran/upah tunai/sejenisnya.
3. Persepsi pelaksanaan peraturan kerja perusahaan adalah pandangan pekerja
mengenai penerapan dan pelaksanaan sistem kerja yang mengatur hubungan
pekerja dengan pihak manajerial. Persepsi responden terhadap pelaksanaan
peraturan kerja diukur dengan empat indikator yaitu upah, jaminan sosial, masa
cuti, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Kelima indikator ini
diukur dengan skala ordinal menggunakan skor nilai dengan range satu sampai
dengan lima.
• Upah adalah sejumlah materi (uang) yang diterima oleh buruh dari
pengusaha atau pemberi kerja atas pekerjaan yang telah dilakukan selama
satu bulan kerja menggunakan satuan rupiah. Pengupahan dalam perusahaan
di dasarkan pada Upah Minimum Kabupaten (UMK) daerah setempat, upah
lembur dan pemberian upah dalam masa cuti.
23
• Jaminan sosial adalah salah satu fasilitas yang diberikan oleh perusahaan
kepada pekerja sebagai bentuk perlindungan. Jaminan sosial diukur dengan
melihat ada tidaknya jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan
perumahan dan kematian.
• Masa cuti adalah waktu istirahat kerja yang diberikan oleh perusahaan
kepada pekerja. Masa cuti diukur dengan melihat pemberian waktu istirahat
karena alasan haid, sakit, mengalami gugur kandungan, menikah dan
melahirkan tanpa mengurangi upah pekerja.
• Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu fasilitas
yang diberikan perusahaan kepada pekerja agar pekerja aman dan nyaman
dalam melaksanakan pekerjaan. Perlindungan kesehatan dan keselamatan
kerja diukur dengan melihat ketersediaan obat-obatan pertolongan pertama
saat kecelakaan kerja (kotak P3K), ketersediaan poliklinik khusus pekerja,
penyediaan peralatan keselamatan kerja serta pemberian pekerjaan yang
tidak berbahaya bagi kehamilan.
4. Persepsi pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari Kesetaraan dan Keadilan
Gender (KKG) adalah pandangan pekerja mengenai pelaksanaan peraturan
yang tidak merugikan pekerja baik laki-laki maupun perempuan sehingga
seluruh pekerja diperlakukan adil dan setara. Diukur dengan beberapa indikator
yaitu akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Kelima indikator ini diukur
dengan skala ordinal menggunakan skor nilai dengan range satu sampai
dengan lima.
• Akses adalah kesempatan yang sama bagi pekerja laki-laki maupun
perempuan pada pelaksanaan peraturan kerja perusahaan.
• Partisipasi adalah peluang yang sama bagi pekerja laki-laki dan
perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan mengenai
peraturan kerja.
• Kontrol adalah kekuasaan yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan
pada peraturan kerja perusahaan.
• Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh pekerja dari
peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung
dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
metode survai, yaitu metode penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang lengkap
(Singarimbun, 1989). Pengumpulan data dengan kuesioner dilakukan dengan
teknik wawancara. Kuesioner diisi untuk mendapatkan data mengenai
karakteristik individu, relasi gender, persepsi tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan dan pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG.
Pengumpulan data kualitatif dilakukan denggan menggunakan wawancara
mendalam (in-depth interview) untuk mendapatkan data mengenai peraturan
perusahaan, pelaksanaan peraturan dan KKG.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Indorama Teknologies yang berlokasi di
Jalan Raya Subang, Desa Cijaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta,
Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive)
karena perusahaan ini mendapatkan juara kedua sebagai Perusahaan Terbaik yang
Mempekerjakan Tenaga Kerja Perempuan Se-Jawa Barat. Pengambilan data
lapangan dilakukan pada Januari 2011.
3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Populasi penelitian ini adalah pekerja level bawah di PT. Indorama
Teknologies, di perusahaan tersebut disebut sebagai operator. Populasi total
berjumlah 536 orang dengan jumlah pekerja perempuan sebanyak 441 orang dan
pekerja laki-laki sebanyak 95 orang. Jumlah responden sampel yang diambil yaitu
85 orang, pengambilan jumlah sampel untuk responden laki-laki dan perempuan
yaitu 1 : 5 dengan jumlah sampel laki-laki 18 orang dan perempuan 67 orang.
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
(sengaja). Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (e= 10 persen)
25
karena populasi berjumlah banyak dan telah diketahui jumlahnya. Rumus yang
digunakan adalah:
Keterangan : n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = batas error 10%
Informan yang diambil dalam penelitian ini adalah pihak PT. ITS pada
bagian personalia dengan teknik wawancara. Data yang digali yaitu mengenai
peraturan kerja perusahaan dalam hal pengupahan, jaminan sosial, masa cuti,
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja serta pelaksanaannya dan konsep
Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam pelaksanaan peraturan kerja tersebut.
Kuesioner terlampir pada Lampiran 1.
3.4 Data dan Instrumentasi
Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi langsung dari
responden yang dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Selain itu,
dilakukan wawancara mendalam dengan pihak manajemen perusahaan untuk
menggali informasi mengenai peraturan perusahaan. Data sekunder yang diambil
adalah data mengenai profil PT. Indorama Teknologies dan data jumlah tenaga
kerja serta data lain yang menunjang penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner. Kuesioner
yang disebar dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan
tentang karakteristik individu sebanyak enam pertanyaan. Bagian kedua berisi
pertanyaan tentang relasi gender sebanyak tujuh pertanyaan. Bagian ketiga berisi
pertanyaan tentang persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja sebanyak
dua puluh pertanyaan. Bagian keempat berisi pertanyaan tentang pelaksanaan
peraturan kerja perusahaan ditinjau dari KKG sebanyak 48 pertanyaan.
2Ne1
Nn
+=
26
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Sebelum kuesioner digunakan sebagai instrumentasi penelitian, kuesioner
terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji kuesioner diberikan kepada
15 orang pekerja. Rensponden uji yang dipilih yaitu pekerja di PT. G-Texpia Desa
Karangmukti, Kecamatan Cipeudeuy, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Pemilihan lokasi uji coba kuesioner didasarkan pada persamaan perusahaan yang
bergerak dalam bidang tekstil dan pekerja yang memiliki kesamaan latar belakang
serta karakteristik yang hampir sama.
3.5.1 Validitas Instrumentasi
Instrumen penelitian yang baik adalah instrumen penelitian yang valid.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi sedangkan instrumen yang kurang valid berarti memilili validitas
rendah. Uji validitas alat ukur ini digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r)
antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Pengujian ini
dilakukan dengan uji validitas korelasi product moment Pearson dengan program
SPSS for Windows versi 17,0.
Setelah dilakukan uji kuesioner kepada 15 orang pekerja, diperoleh nilai
validitas instrumen. Dari 68 pernyataan yang diajukan, terdapat 28 pernyataan
yang memiliki hasil uji validitas lebih kecil pada taraf nyata 5% dibandingkan
dengan nilai r tabel (0,497), sehingga lebih dari separoh item pernyataan di
kuesioner dinyatakan telah valid. Pernyataan yang tidak valid kemudian diganti
dengan pernyataan yang lebih mudah dimengerti oleh responden. Hasil
pengolahan uji validitas kuesioner ini dapat dilihat di Lampiran 2.
3.5.2 Reliabilitas Instrumentasi
Reliabilitas instrumen menunjukan sejauh mana alat ukur yang digunakan
secara konsisten dapat memberikan hasil yang sama terhadap gejala yang sama,
walau digunakan berulang kali. Reliabilitas mengandung arti bahwa alat ukur
tersebut stabil (tidak berubah-ubah), dapat diandalkan (dependable) dan tetap/ajeg
(consistent) (Kriyantono, 2009). Uji Reliabilitas instrumen dilakukan dengan
27
menggunakan uji koefisien reliabilitas. Pengujian ini dilakukan dengan program
SPSS for Windows versi 17,0.
Setelah dilakukan pengujian kuesioner pada 15 orang pekerja, diperoleh
nilai reliabilitas sebesar 0,496 untuk persepsi pekerja tentang pelaksanaan
peraturan kerja, nilai ini kurang dari nilai kriteria (0,60) yang berarti kuesioner
tidak reliabel. Nilai reliabilitas untuk pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari
KKG sebesar 0,832, nilai ini sudah lebih besar dari 0,60 yang berarti kuesiner
termasuk kategori reliabel. Dengan demikian data hasil angket memiliki tingkat
reliabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya.
Hasil pengolahan uji reliabilitas kuesioner ini dapat dilihat di Lampiran 2.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif dan korelasi. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan digunakan untuk menggambarkan variabel relasi gender,
karakteristik individu. Uji-t digunakan untuk melihat persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan
peraturan perusahaan ditinjau dari konsep KKG.
Analisis korelasi menggunakan uji statistik yaitu uji korelasi Rank-
Spearman dan Chi Square melalui SPSS 17,0 for windows. Uji korelasi Rank-
Spearman digunakan untuk mencari koefisien antara data ordinal/interval dan data
ordinal lainnya. Dalam teknik ini setiap data dari variabel yang diteliti harus
ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai terbesar, misalnya rendah,
sedang dan tinggi. Peringkat terkecil diberi nilai 1. Uji korelasi ini untuk melihat
hubungan antara variabel relasi gender dalam pembagian kerja dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan dan persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari konsep KKG,
variabel karakteristik individu dengan relasi gender dalam pembagian kerja,,
variabel karakteristik individu dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan
peraturan kerja perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan
kerja perusahaan ditinjau dari konsep KKG.
28
Uji Chi Square (chi square test) yaitu pengujian menggunakan tabulasi
silang (crosstab) yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara baris dan
kolom. Variabel antara baris dan kolom adalah variabel independen dan data yang
digunakan adalah data nominal atau bisa ordinal tapi tidak diukur tingkatannya
dan menjadi data nominal. Uji korelasi ini untuk melihat hubungan antara variabel
karakteristik individu dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
yang ditinjau dari konsep KKG.
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Riwayat Singkat PT. ITS
Pada tahun 1974, Mr. Mohanlal Lohia, seorang pengusaha yang berasal dari
India yang telah mempunyai pengalaman luas di Mancanegara (Jepang, Italy,
Myanmar, Singapura, Hongkong dan Thailand) dalam bidang perdagangan tekstil
mendirikan PT. INDORAMA SYNTHETICS Tbk. Pada tahun 1975, pabrik
pemintalan benang (Spinning I) mulai dibangun, yang berlokasi di Desa Ubrug,
Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta diatas tanah seluas 10,8 Ha dengan
luas bangunan 9,918 m2. Pada tahun1976, pabrik pemintalan benang (Spinning I)
telah selesai dibangun, dan mulai berproduksi komersial pada bulan September
1976, dengan jumlah karyawan 600 orang.
Semakin pesatnya permintaan dari pihak pembeli baik yang di dalam negeri
maupun yang berada di luar negeri, PT. Indorama Synthetics Tbk., kemudian
kembali mengadakan perluasan (ekspansi) di dalam situasi krisis moneter di
Indonesia dan membuktikan bahwa perusahaan ini benar-benar suatu perusahaan
tangguh di Indonesia dan bertambahlah suatu group perusahaan INDORAMA
yang berlokasi di Desa Cijaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta dan
diberi nama PT. INDORAMA TEKNOLOGIES.
Pada tanggal 01 Mei 1997, Mr. Prakash Lohia sebagai wakil Presiden
Direktur PT. Indorama Synthetics Tbk. Menghadap Notaris Dr. H. E Gewang
dengan maksud untuk membangun sebuah pabrik industri pemintalan, polyester
staple fibre dan polyester filament yang berlokasi di Desa Cijaya Kecamatan
Campaka Kabupaten Purwakarta dengan nomor notaris 1.
Kemudian berdasarkan akta pendirian dari notaris tersebut, PT. Indorama
Teknologies mendapat persetujuan dari Menteri Negara Penggerak Dana
Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan nomor:
368/l/PMDN/1997 dan nomor proyek nomor : 3211/3513-02-013.629 pada
tanggal 18 Juni 1998. Sehingga dapat dimulai pembangunan pabrik Industri
pemintalan, polyester staple fiber dan polyester filament yang luasnya + 48 Ha.
Our Vision PT. Indorama Teknologies yaitu kepemimpinan bisnis: 1.
Keunggulan industri, 2. Kepuasan pelanggan, 3. Pemangku kepentingan senang,
30
4. Utamakan sumber daya manusia. Our Values PT. Indorama Teknologies yaitu
1. Keunggulan, 2. Ilmu, 3. Kepemimpinan, 4. Keberanian, 5. Rasa hormat, 6.
Keterbukaan, 7. Kerjasama, 8. Motivasi, 9. Komitmen, 10. Inovasi, 11.
Lingkungan, 12. Tata kelola. Our Motto PT. Indorama Teknologies : people,
technology, excellence.
4.2. Ruang Lingkup
Ditinjau dari ruang lingkup saat ini, dalam mencapai fungsi dan tujuannya
secara garis besar dibagi atas 3 lingkungan kerja, dan setiap lingkungan kerja
tersebut terdiri beberapa departemen. Adapun 3 lingkungan kerja yang dimaksud
adalah:
a. Lingkungan Produksi
Departemen-departemen yang terdapat dalam lingkungan produksi serta
fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Departemen : Blowroom
Fungsinya : Pembuat ball fibre dan pengurai fibre
2. Departemen : Carding
Fungsinya : Sebagai pengurai serat polyester/kapas (pembetukan serat
kapas menjadi sliver)
3. Departemen : Drawing
Fungsinya : Pelurusan serat polyester dan perangkapan sliver
4. Departemen : Comber
Fungsinya : Pelurusan serat, memisahkan serat pendek dan panjang
5. Departemen : Simplex
Fungsinya : Membuat sliver menjadi roving
6. Departemen : Ring Frame
Fungsinya : Membuat roving menjadi benang
7. Departemen : Winding
Fungsinya : Menggulung benang dari bobin menjadi bentuk cone
8. Depatemen : TFO
Fungsinya : untuk menggulung benang double pada paper cone dengan
sudah diberi gulungan
31
b. Lingkungan Engineering
Departemen-departemen yang terdapat dalam lingkungan engineering serta
fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Departemen : Spinning Maintenance
Fungsinya : Untuk memelihara, membongkar dan atau memasang serta
memonitor kelancaran jalannya mesin produksi.
2. Departemen : Instrument
Fungsinya : Memelihara, memasang atau membongkar peralatan dan
instalasi mesin yang berhubungan dengan electrik (arus
lemah) termasuk Telpon
3. Departemen : Electrician
Fungisnya : Mengendalikan penyediaan listrik atus kuat melalui
generator set (genset) memasang dan memelihara instalasi
penerangan
4. Departemen : Utility
Fungsinya : Mengndalikan kelancaran Air Conditioning ( AC) Chiller,
Boiler, Compressor dan Water Treatment H2 Nitrogen
5. Departemen : Civil
Fungsinya : Mengawasi proyek dan pengawasan bangunan
c. Lingkungan Service / Pelayanan
Departemen-departemen yang terdapat dalam lingkungan service/pelayanan
serta fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Depatemen : Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Personalia
Fungsinya : Merekrut, menyeleksi, menerima dan mengarahkan
serta memberhentikan karyawan.
2. Departemen : Training (TRG)
Fungsinya : Sebagai wadah untuk membina / membingbing dalam
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental
karyawan secara terarah, terencana serta terprogram.
3. Departemen : Research And Develpopment (Quality Control)
Fungsinya : Meneliti hasil produksi agar dapat digolongkan ke dalam
kualitas tertentu
32
4. Departement : Packing (PCK)
Fungsinya : Melaksanakan pengepakan hasil produksi
5. Departemen : Finance Accounting (FAC)
Fungsinya : Mengkalkulasikan pemasukan dan pengeluaran
perusahaan
6. Departemen : Electronic Data Processing (EDP)
Fungsinya : Menerima data dari semua departemen untuk diolah
ke dalam Komputer
7. Departemen : Storage (STG)
Fungsinya : Menerima, menyimpan dan menyalurkan barang atau
sparepart
8. Departemen : General Affairs Officer (GAO)
Fungsinya : Menangani masalah yang bersifat umum (rumah
tangga/perusahaan)
9. Departemen : Fire And Safety (FST)
Fungsinya : Mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang mengandung
dan berakibat terjadinya kecelakaan kerja dengan ingkat
resiko tertentu serta mencegah terjadinya kebakaraan
10. Deparetmen : Waste (WST)
Fungsinya : Mengambil, menjaga, mengolah dan menjual waste yang
berasal dari departemen produksi
11. Departemen : Security (GSC)
Fungsinya : Mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan
keselamatan kerja dan ketertiban di lingkungan
perusahaan.
12. Departemen : Purchase (PUR)
Fungsinya : Merencanakan dan melaksanakan pengadaan/pembelian
barang sesuai dengan indent dan inventory Management
13. Departemen : Raw Material (RML)
Fungsinya : Mengendalikan material / bahan baku yang datang.
33
4.3 Peraturan Kerja PT. ITS
4.3.1 Pengupahan
Peraturan mengenai pengupahan di PT. Indorama Teknologies diatur dalam
Perjanjian Kerja Bersama Bab VI Pasal 25 tentang Kebijaksanaan Upah, Pasal 26
Sistem Pembayaran Upah, Pasal 27 Tata Cara Pembayaran Upah, Upah Lembur,
Upah Lainnya dan Pasal 28 tentang Kenaikan Upah Berkala.
Pasal 25 Kebijaksanaan Upah
Kebijaksanaan pemberian upah disesuaikan dengan kemampuan perusahaan,
prestasi kerja dan ketetapan upah minimum dari pemerintah serta ditujukan pada
penciptaan ketenangan kerja bagi pekerja dan ketenangan berusaha bagi
Pengusaha.
Pasal 26 Sistem Pembayaran Upah
Upah seluruh Pekerja PT. Indorama Synthetics Tbk, Indorama Teknologies
Complex ditetapkan upah bulanan dan dibayarkan setiap bulannya sesuai tanggal
pembayaran yang telah dijadwalkan.
Pasal 27 Tata Cara Pembayaran Upah, Upah Lembur, Upah lainnya
1. Jadwal tanggal pembayaran upah, upah lembur dan upah lainya adalah: setiap
tanggal 3 (tiga) bulan berikutnya.
2. Jika tanggal pembayaran upah jatuh pada hari libur resmi maka pembayaran
upah dibayarkan satu hari sebelumnya.
3. Upah lembur dibayarkan pada semua pekerja yang bekerja lembur dan upah
lainya pada setiap bulan, bersamaan dengan pembayaran upah masing-masing.
4. Jika pengusaha tidak bisa melaksanakan sesuai jadwal pada Ayat 1, maka
jadwal akan ditentukan dari hasil musyawarah antara Pengusaha dengan
Serikat Pekerja PT. Indorama Synthetics Tbk, Indorama Teknologies Complex
dan selanjutnya dikeluarkan Pengumuman Bersama.
Pasal 29 Kenaikan Upah Berkala
1. Perusahaan memberikan kenaikan upah berkala setiap tahun kepada pekerja
yang besarnya berdasarkan hasil musyawarah antara PUK, SP, TSK, SPSI
34
PT.Indorama Synthetics Tbk., Indorama Teknologies Complex dan perusahaan
dengan berpedoman pada :
a. Disiplin Kerja
b. Prestasi Kerja
c. Masa Kerja
d. Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
e. Kemampuan Perusahaan
2. Kenaikan upah tersebut berlaku pada tanggal 26 Desember setiap tahunnya.
4.3.2 Jaminan Sosial
Peraturan mengenai jaminan sosial tenaga kerja di PT. Indorama
Teknologies diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama Pasal 53 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja dan Bab VII tentang Fasilitas Kesehatan dalam Pasal 33
tentang Pelayanan Kesehatan dan Pasal 35 tentang Keluarga Berencana.
Pasal 33 Pelayanan Kesehatan
1. Pengusaha memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan pekerja beserta
keluarganya dengan biaya ditanggung sepenuhnya oleh Pengusaha mengenai
pelaksanaanya diatur oleh Pengusaha dan dimusyawarahkan terlebih dahulu
dengan Serikat Pekerja.
2. Yang mendapatkan pelayanan tersebut adalah pekerja, suami/isteri beserta 3
orang anak yang sudah terdaftar di Asuransi Penjamin Kesehatan Pekerja.
Pasal 35 Keluarga Berencana
Untuk membentuk keluarga kecil bahagia sejahtera bagi Pekerja dan keluarganya
maka Pengusaha ikut membina dan mendorong pelaksanaan program Keluarga
Berencana, melalui Program Asuransi Penjamin Kesehatan Pekerja sesuai dengan
ketentuannya.
Pasal 53 Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pengusaha mengikutsertakan semua pekerja tetap ke dalam program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1992
35
dengan peraturan pelaksanaannya melalui peraturan pemerintah No. 14 Tahun
1993 meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
b. Jaminan Kematian (JK)
c. Jaminan hari Tua (JHT)
4.3.3 Masa Cuti
Peraturan mengenai masa cuti di PT. Indorama Teknologies diatur dalam
Perjanjian Kerja Bersama Bab V, Pasal 19 tentang Istirahat Mingguan, Pasal 20
tentang Cuti Tahunan, Pasal 21 tentang Cuti Haid, Hamil dan Gugur Kandungan,
serta Pasal 23 tentang Izin meninggalkan Pekerjaan dengan Upah Dibayar.
Pasal 19 Istirahat Mingguan
Semua Pekerja PT. Indorama Synthetics Tbk, Indorama Teknologies Complex
berhak atas libur Mingguan sekurang-kurangnya 1 (satu) hari dalam seminggu.
Pasal 20 Cuti Tahunan
1. Pekerja berhak atas cuti tahunan selama 12 hari kerja tiap – tiap tahun setelah
mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut dengan upah dibayar penuh.
2. Pengambilan cuti tahunan diajukan dengan mengisi formulir permohonan cuti
tahunan yang telah disediakan oleh bagian personalia dan disetujui oleh
pimpinan departemen masing-masing.
3. Hak cuti tahunan bisa diundur oleh Pengusaha selambat-lambatnya 6 bulan
terhitung sejak jatuh tanggal cuti, jika tenaganya diperlukan demi untuk
kelancaran perusahaan.
4. Apabila hak cuti tahunan tidak diajukan dalam batas waktu 6 bulan sejak jatuh
hak cuti, maka cuti untuk tahun itu dinyatakan hangus, kecuali
pengundurannya dilakukan oleh pihak Pengusaha.
5. Pekerja yang telah memiliki masa kerja dengan waktu tertentu mendapatkan
tambahan hak cuti sesuai ketentuan sebagai berikut :
a) Tambahan 1 hari atas hak cuti tahunan diberikan kepada Pekerja PADA
SAAT memiliki masa kerja 5 tahun.
36
b) Tambahan 2 hari atas hak cuti tahunan diberikan kepada Pekerja PADA
SAAT memiliki masa kerja 10 tahun.
c) Tambahan 1 hari atas hak cuti tahunan diberikan kepada Pekerja yang
memiliki masa kerja 15 tahun sampai dengan 24 tahun.
d) Tambahan 2 hari atas hak cuti tahunan diberikan kepada Pekerja yang telah
memiliki masa kerja 25 tahun ke atas.
Pasal 21 Cuti Haid, Hamil dan Gugur Kandungan
1. Pekerja wanita tidak boleh diwajibkan masuk bekerja pada hari pertama dan
kedua waktu haid.
2. Pekerja wanita diberi cuti selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan
menurut keterangan dokter yang berwenang dan 1,5 bulan sesudah melahirkan
dan 1,5 bulan bagi pekerja yang mengalami gugur kandungan.
3. Selama pekerja menjalankan istirahat (cuti) tersebut pada Ayat 1, 2 diatas
upahnya dibayar penuh.
Pasal 23 Izin Meninggalkan Pekerjaan Dengan Upah Dibayar
1. Pekerja mendapatkan izin meninggalkan pekerjaan dengan upah dibayar
penuh pada waktu :
a. Perkawinan pekerja 4 hari kerja;
b. Perkawinan anak pekerja 2 hari kerja;
c. Khitanan anak pekerja 2 hari kerja;
d. Pembaptisan anak pekerja 2 hari kerja;
e. Istri pekerja melahirkan 2 hari kerja;
f. Istri/Suami, anak, orang tua, mertua dan saudara kandung pekerja
meninggal dunia 3 hari kerja;
g. Kakek/Nenek pekerja meninggal dunia 1 hari kerja;
h. Melaksanakan ibadah haji selama waktu yang diperlukan tidak lebih dari 3
bulan;
i. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia 1 hari kerja;
j. Melaksanakan umrah 14 hari kerja.
2. Untuk mendapatkan izin tersebut pada Ayat 1 di atas pekerja harus
memberitahukan secara tertulis pada pengusaha.
37
4.3.4 Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Peraturan mengenai Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan kerja di PT.
Indorama Teknologies diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama Bab VIII terutama
Pasal 36 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pasal 36 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Setiap pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas:
a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Moral dan Kesusilaan.
c. Perlakuan yang adil sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya perlindungan agar para
pekerja dan orang yang berada ditempat kerja selalu dalam keadaan selamat
dan sehat serta agar setiap peralatan digunakan aman dan efisien.
3. Keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan antara pergusaha dan para
pekerja dalam pelaksanaannya dikoordinir oleh Safety Departemen.
4. Perusahaan membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja.
5. Lembaga Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja berfungsi dan
bertugas membina keselamatan dan kesehatan kerja serta mengadakan latihan
penanggulangan kebakaran dan bahaya lainnya yang berhubungan dengan
keselamatan dan kesehatan kerja.
6. Setiap tahun perusahaan mengikuti Lomba Keselamatan dan Kesehatan Kerja
serta berpartisipasi dalam bulan kampanye keselamatan kerja yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN
5.1 Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, responden sampel berjumlah 85 orang yang terdiri atas
18 orang (21,2 persen) laki-laki dan 67 orang (78,8 persen) perempuan. Pemilihan
responden sampel lebih banyak perempuan karena perusahaan memang lebih
banyak mempekerjakan perempuan dibandingkan laki-laki. Perusahaan yang
bergerak dalam bidang tektil ini menganggap pekerja perempuan lebih cocok
terutama untuk bagian operator dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh informan, sebagai berikut:
“Di perusahaan ini lebih banyak perempuannya lebih dari 60 persen yang bekerja dibagian opererator, sedangkan laki-laki hanya sedikit dan kerja dibagian mesin saja” (AM, 37 tahun).
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah (Orang) Persen (%) Laki-laki Perempuan
18 67
21,2 78,8
Total 85 100
5.2 Usia
Penelitian ini membagi responden ke dalam tiga kelompok yaitu usia antara
19-23 tahun, 24-28 tahun dan 24-28 tahun. Usia responden dalam penelitian ini
paling muda berusia 19 tahun dan yang paling tua yaitu 32 tahun. Usia responden
ini cukup beragam, hasil penelitian yang tersaji dalam Tabel 3 menunjukkan
bahwa persentase usia responden perempuan terbanyak tersebar antara 19-23
tahun sebanyak 70,1 persen sedangkan laki-laki tersebar pada usia 24-28 tahun
sebanyak 44,4 persen. Usia responden ini berarti tergolong dalam usia muda. Hal
ini sesuai dengan penelitian (Hutagalung, Grijns dan White, 1992) di industri
pedesaaan, mereka menemukan usia pekerja perempuan, baik di industri
menengah maupun besar terdapat kecenderungan berasal dari golongan usia muda
yaitu 15-28 tahun.
39
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia
Usia (tahun) Laki-laki Perempuan Total
Jumlah (orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang)
Persen (%)
19-23 24-28 29-33
5 8 5
27,8 44,4 27,8
47 15 5
70,1 22,4 7,5
52 23 10
61,2 27,0 11,8
Total 18 100 67 100 85 100
5.3 Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja responden dilihat dari bekal pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh karena pernah bekerja sebelumnya dan dilihat
berdasarkan lama masa kerjanya menggunakan satuan tahun. Pengalaman kerja
ini dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu 0-2 tahun, >2-4 tahun dan >4-6 tahun.
Pembagian kelompok ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan
pengalaman kerja responden minimal nol (tidak memiliki pengalaman kerja) dan
maksimal 6 tahun. Berdasarkan Tabel 4 dapat terlihat bahwa pengalaman kerja
responden sebanyak 77,6 persen berada diantara 0-2 tahun yang berarti
pengalaman kerja responden rendah. Hal ini diduga sesuai dengan sebaran usia
responden terutama perempuan yang masih muda yaitu antara 19-23 tahun
sehingga mereka baru pertama kali bekerja dan belum memiliki pengalaman kerja
sebelumnya.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
Pengalaman Kerja (tahun)
Laki-laki Perempuan Total Jumlah (orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang)
Persen (%)
0-2 >2-4 >4-6
12 4 2
66,7 22,2 11,1
54 9 4
80,6 13,4 6,0
66 13 6
77,6 15,3 7,1
Total 18 100 67 100 85 100
5.4 Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan yaitu banyaknya anggota keluarga yang menjadi
tanggungan responden. Jumlah tanggungan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 0-
1 orang, 2-3 orang dan >4 orang. Persentase jumlah tanggungan terbanyak
responden perempuan yaitu antara 0-1 orang sebanyak 64,2 persen, sedangkan
persentase jumlah tanggungan laki-laki antara 2-3 orang sebanyak 61,1 persen.
40
Responden perempuan memiliki persentase jumlah tanggungan yang rendah
karena sebagian besar responden belum menikah, sehingga upah/gaji yang mereka
terima hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Responden laki-laki memiliki persentase jumlah tanggungan sedang karena
mereka meskipun belum menikah, ada juga yang harus menanggung biaya orang
tua atau saudaranya.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Jumlah Tanggungan (orang)
Laki-Laki Perempuan Total Jumlah (Orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang)
Persen (%)
0-1 2-3 >4
6 11 1
33,3 61,1 5,6
43 24 0
64,2 35,8
0
49 35 1
57,7 42,1 1,2
Total 18 100 67 100 85 100
5.5 Status Pernikahan
Persentase responden penelitian ini sebanyak 61,2 persen belum menikah
dan 38,8 persen menikah. Persentase responden perempuan lebih banyak yang
belum menikah yaitu sebanyak 64,2 persen. Persentase responden laki-laki baik
yang sudah maupun belum menikah sama yaitu sebanyak 50 persen. Responden
lebih banyak yang belum menikah karena sesuai dengan ketentuan perusahaan
yang mensyaratkan pekerjanya melamar dengan status lajang (belum menikah)
baik untuk laki-laki maupun perempuan. Perusahaan lebih memilih untuk
mempekerjakan pekerja lajang agar mereka selalu siap untuk dibekerjakan pada
shift malam, pagi atau siang. Senada dengan yang diungkapkan informan bahwa:
“Perusahaan memang mengharuskan pekerjanya berstatus lajang agar mereka siap
bekerja kapan saja karena perusahaan ini ada tiga shift yaitu shift malam, pagi dan
siang” (AM, 37 tahun).
Hasil penelitian Hutagalung, Grijns dan White (1992) diketahui bahwa
buruh wanita di industri besar umumnya berstatus belum menikah atau janda
tanpa anak. Alasan utama pengusaha untuk mempekerjakan buruh wanita dan
gadis-gadis agak sulit ditentukan, khususnya untuk industri skala kecil. Untuk
industri skala besar diduga alasannya karena wanita dan gadis umumnya patuh
dan mudah dikendalikan, dan kerena mereka belum mempunyai tanggung jawab
41
menghidupi keluarga maka mereka mau dibayar murah (Hutagalung, Grijns dan
White, 1992).
Peraturan perusahaan mensyaratkan pekerjanya lajang, tapi apabila sudah
bekerja mereka boleh menikah dan tidak akan dipecat oleh perusahaan. Akan
tetapi, pekerja perempuan apabila akan menikah mereka lebih memilih untuk
keluar/mengundurkan diri dari pekerjaannya. Sehingga keluar-masuk (turnover)
pekerja khusunya perempuan di perusahaan ini per bulannya cukup banyak. Lain
halnya dengan responden laki-laki, apabila mereka menikah akan tetap bekerja
karena dimungkinkan laki-laki adalah kepala keluarga sehingga harus menafkahi
istri. Seluruh responden pada penelitian ini memiliki pendidikan terakhir
SMA/SMK.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Status Pernikahan Laki-Laki Perempuan Total
Jumlah (Orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang)
Persen (%)
Jumlah (Orang
Persen (%)
Belum Menikah Menikah
9 9
50,0 50,0
43 24
64,2 35,8
52 33
61,2 38,8
Total 18 100 67 100 85 100
BAB VI RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA
6.1 Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Relasi gender dalam pembagian kerja untuk penelitian ini didekati dari
profil kegiatan laki-laki dan perempuan berdasarkan curahan waktu dan tenaga
kerja di keluarga responden dalam satu bulan. Perbandingan pembagian kerja
berdasarkan rataan curahan waktu per bulan disajikan dalam Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Relasi Gender dalam Pembagian Kerja di Keluarga untuk Kerja Reproduktif dan Produktif
Aktivitas Rataan Jam per Bulan Total Rataan
Jam L P
Reproduktif
Menyiapkan makanan
Mencuci pakaian
Menyetrika pakaian
Membersihkan rumah
Belanja kebutuhan rumah tangga
Produktif
Kegiatan usaha sendiri
- Jualan pulsa
Bekerja di luar rumah
2,50
-
-
-
2,83
0,11
192
66,34
63,58
75,90
60,52
9,82
2,69
192
68,84
63,58
75,90
60,52
12,65
2,8
384
Total Rataan Jam 197,44 470,85 668,29
6.1.1 Reproduktif
Pembagian kerja dalam keluarga maupun komunitas dapat dilihat dari profil
kegiatan laki-laki dan perempuan. Berdasarkan konsep peran laki-laki dan
perempuan dalam keluarga dapat dibedakan adanya lingkup kerja reproduktif.
Pembagian kerja dalam keluarga untuk kerja reproduktif adalah kegiatan yang
menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga, seperti melahirkan dan
mengasuh anak serta pekerjaan rumah tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian
ini dilihat dari pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam menyiapkan
makanan, mencuci pakaian, menyetrika pakaian, membersikan rumah dan belanja
43
kebutuhan rumah tangga. Pada Tabel 7 di atas terlihat bahwa kerja reproduktif
lebih banyak dikerjakan oleh perempuan dan dikerjakan setiap hari kemudian
dihitung dalam rataan satuan jam per bulan diperoleh angka rataan sebesar 276,16
jam per bulan. Hal ini dikarenakan relasi gender yang ada dalam keluarga
responden selalu menempatkan perempuan pada pekerjaan rumah dan laki-laki
dalam kegiatan publik, sehingga baik responden perempuan yang masih lajang
maupun sudah menikah di keluarganya selalu mendapatkan bagian untuk
mengerjakan pekerjaan rumah. Meskipun responden bekerja di luar rumah dengan
menjadi pekerja pabrik, tetap saja pekerjaan rumah mereka yang kerjakan. Salah
satu responden perempuan yang sudah menikah menyatakan bahwa:
“Umumnya pekerjaan rumah tangga memang dikerjakan perempuan mba,meskipun perempuan itu kerja di pabrik, laki-laki kan kewajibannya hanya mencari uang untuk menafkahi keluarga, kadang-kadang juga sih mereka bantu-bantu paling bantu untuk membeli kebutuhan rumah tangga aja” (AB, 25 tahun).
Untuk responden laki-laki, meskipun secara keseluruhan mereka
menyatakan tidak mengerjakan pekerjaan reproduktif, tapi beberapa responden
ada yang kadang-kadang ikut membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Pekerjaan
reproduktif yang kadang-kadang dilakukan laki-laki yaitu menyiapkan makanan
dan belanja kebutuhan rumah tangga dengan rataan 5,33 jam per bulan. Sesuai
dengan yang dinyatakan oleh salah satu responden yang sudah menikah
menyatakan bahwa :
“Kalo pas gajian kadang-kadang saya yang suka belanja kebutuhan rumah tangga, atau berdua sama istri saya, kalo kegiatan lain istri saya yang kerjaan meskipun dia juga kerja di pabrik mba” (D, 29 tahun).
Menurut hasil penelitian Hasanudin (2009), diketahui bahwa curahan waktu
kerja perempuan (istri atau anak perempuan) lebih besar dibandingkan laki-laki
(suami atau anak laki-laki). Total curahan waktu perempuan per bulan yaitu
sebesar 51,15 persen dan laki-laik mencapai 48,85 persen. Curahan waktu kerja
perempuan dominan pada aktivitas reproduktif. Tingginya curahan waktu
perempuan pada kegiatan reproduktif disebabkan oleh nilai budaya yang
menganggap bahwa perempuan “cocok” bekerja pada kegiatan tersebut. Menurut
hasil penelitian Rohmah (2009), perempuan dominan dalam pekerjaan reproduktif
karena adanya ideologi gender yang menganggap perempuan memiliki tugas
bekerja di rumah untuk mengerjakan pekerjaan domestik dan laki-laki bekerja di
44
sektor publik untuk menafkahi keluarga. Dengan adanya ideologi tersebut telah
menempatkan perempuan sebagai pekerja reproduktif (pekerjaan yang dilakukan
di dalam rumah) dan laki-laki sebagai pekerja produktif (jenis kerja yang
dilakukan di luar rumah). Ideologi gender tersebut disosialisasikan secara terus
menerus dari generasi yang satu ke generasi yang lain terutama melalui agama,
pendidikan formal, dan keluarga.
Menurut Hubeis (2010) kegiatan reproduktif pada umumnya memerlukan
waktu yang lama, bersifat rutin, cenderung sama dari hari ke hari dan hampir
selalu merupakan tanggung jawab perempuan dan anak perempuan. Pekerjaan
reproduktif yang dilakukan didalam rumah tangga tidak diperhitungkan sebagai
pekerjaan produktif (karena tidak dibayar-unpaid work). Dengan demikian peran
reproduktif dalam masyarakat dikonstruksikan merupakan tanggung jawab
perempuan atau anak perempuan.
6.1.2 Produktif
Kerja Produktif merupakan kegiatan yang menyumbang pendapatan
keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, berdagang,
dan lain-lain. Penelitian ini membagi kegiatan produktif dalam kegiatan usaha
sendiri, seperti memiliki toko, bertani, kegiatan lain yang diurus sendiri serta
bekerja diluar rumah salah satunya menjadi pekerja pada suatu perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembagian kerja untuk kerja produktif di keluarga
responden lebih banyak dilakukan laki-laki, perempuan yang bekerja hanya untuk
menambah pendapatan keluarga. Seperti yang diungkapkan salah satu responden
perempuan yang belum menikah menyatakan bahwa dia bekerja hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri saja, sedangkan yang bekerja untuk kebutuhan
kelurga yaitu laki-laki (bapaknya). Lain halnya pernyataan yang diungkapkan
responden yang sudah menikah yang mengungkapkan bahwa perempuan bekerja
hanya untuk menambah pendapatan keluarga kalau upah atau gaji suami tidak
mencukupi untuk membeli kebutuhan rumah tangga.
Pada Tabel 7 di atas terlihat bahwa untuk kerja produktif (bekerja di luar
rumah) laki-laki dan perempuan memiliki rataan yang sama yaitu 192 jam per
bulan. Hal ini dikarenakan memang responden perempuan bekerja di pabrik, akan
45
tetapi apabila melihat pembagian kerja dalam keluraga responden perempuan,
selain mereka yang mengerjakan pekerjaan reproduktif, responden perempuan
juga bekerja untuk mencari uang. Pendapatan responden perempuan tersebut
hanya untuk menambah pendapatan keluarga atau hanya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri.
Menurut Hebeis (2010), pekerjaan produktif dapat dilakukan oleh gender
lelaki maupun gender perempuan dan diimbali dengan uang atau natura. Dengan
demikian, meskipun kemajuan ekonomi dan globalisasi banyak menyerap pekerja
perempuan, tetap saja ideologi gender yang ada dalam masyarakat menempatkan
perempuan sebagai pekerja reproduktif dan menempatkan laki-laki sebagai
pekerja produktif. Perempuan yang ikut berpartisipasi dalam kerja produktif
mengalami beban kerja karena selain bekerja untuk menambah pendapatan
keluarga dengan kerja produktif, mereka juga tidak dapat lepas dalam kerja
reproduktif.
6.2 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Hubungan antara karakteristik individu (jenis kelamin, usia, pengalaman
kerja, jumlah tanggungan dan status pernikahan) dengan relasi gender dalam
pembagian kerja (reproduktif dan produktif) dianalisis dengan menggunakan uji
korelasi Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan antara karakteristik individu
dengan relasi gender dalam pembagian kerja tersebut tersaji dalam Tabel 8 di
bawah ini.
Tabel 8. Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Karakteristik Individu Koefisien Korelasi
Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Reproduktif Produktif
Jenis Kelamin
Usia
Pengalaman Kerja
Jumlah Tanggungan
Status Pernikahan
rs
rs
rs
rs
rs
0,708**
-0,100
0,010
-0,077
0,155
-0,053
-0,039
-0,102
0,089
-0,152
Keterangan:**Berhubungan sangat nyata pada p<0,01 ; rs=koefisien Rank-Spearman
46
Pada Tabel 8 di atas terlihat bahwa hanya ada satu indikator karakteristik
individu yang memiliki hubungan nyata dengan relasi gender dalam pembagian
kerja. Karakteristik individu tersebut yaitu jenis kelamin dengan relasi gender
dalam pembagian kerja bidang reproduktif. Hal ini dikarenakan pembagian kerja
dalam keluarga responden tidak didasarkan pada usia, pengalaman kerja, jumlah
tanggungan maupun status pernikahan. Pembagian tersebut hanya didasarkan
pada jenis kelamin yang menetapkan perempuan sebagai pekerja reproduktif dan
laki-laki pekerja produktif. Pembagian tersebut menurut responden sudah layak
dan umum bagi seluruh keluarga. Dengan demikian hipotesis pertama yang
menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan relasi
gender dalam pembagian kerja” ditolak karena hanya ada satu variabel yang
memiliki hubungan nyata dan yang lainnya tidak.
6.2.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) sebesar 0,000
untuk kerja reproduktif dimana nilainya lebih kecil dari 0,01 (p<0,01) yang berarti
terdapat hubungan yang sangat nyata antara jenis kelamin dengan relasi gender
dalam pembagian kerja bidang reproduktif. Hal ini sesuai dengan hasil rataan
jumlah jam per bulan dalam pembagian kerja laki-laki dan perempuan. Untuk
pekerjaan reproduktif terdapat perbedaan jumlah jam kerja per bulan yang sangat
besar antara laki-laki dan perempuan. Dalam mengerjakan pekerjaan reproduktif
responden perempuan memiliki rataan jam yang lebih besar dari laki-laki. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan reproduktif yaitu menyiapkan makanan,
mencuci pakaian, menyetrika pakaian, membersihkan rumah dan belanja
kebutuhan rumah tangga pada umumnya dikerjakan oleh responden perempuan.
Perempuan ditempatkan pada pekerjaan reproduktif tersebut karena adanya adat
istiadat atau ideologi gender yang dianut oleh keluarga responden yang memang
menempatkan perempuan pada pekerjaan reproduktif. Dengan demikian, terjadi
ketidakadilan gender untuk relasi gender dalam pembagian kerja di keluarga
responden. Perempuan masih mengalami diskriminasi karena memiliki beban
kerja yaitu sebagai pekerja reproduktif sekaligus produktif.
47
Hasil pengujian antara jenis kelamin dengan relasi gender dalam pembagian
kerja bidang produktif diperoleh nilai probabilitas (sig) sebesar 0,628 dimana
nilainya lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Artinya tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan relasi gender dalam pembagian kerja
bidang produktif. Hal ini dikarenakan baik responden laki-laki maupun
perempuan memiliki porsi yang sama dalam mengerjakan pekerjaan produktif.
Sesuai dengan hasil perhitungan rataan curahan waktu antara laki-laki dan
perempuan diperoleh rataan jam kerja per bulan yang hampir sama. Oleh karena
responden adalah pekerja dan pembagian kerja dalam keluarga yang dilihat hanya
yang dikerjakan responden, maka untuk pekerjaan produktif baik responden laki-
laki maupun perempuan sama-sama mengerjakannya.
6.2.2 Hubungan antara Usia dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Usia responden pada penelitian ini dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu 19-
23 tahun, 24-28 tahun dan 29-33 tahun. Hasil pengujian yang tersaji dalam Tabel
8 di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05
(p>0,05). Artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara usia dengan relasi
gender dalam pembagian kerja baik bidang reproduktif maupun produktif. Hal ini
disebabkan karena pembagian kerja dalam bidang reproduktif dan produktif
dalam keluarga responden tidak dipengaruhi oleh usia. Baik usia yang lebih tua
atau muda yang penting sudah dapat diperintah untuk bekerja, maka keluarga
akan mengarahkan pada pembagian kerja. Biasanya keluarga mengajarkan dan
mengarahkan anak-anaknya dalam pembagian kerja justru menurut jenis kelamin.
Mulai usia responden perempuan masih kecil mereka sudah diajarkan untuk
membantu ibu memasak, mencuci dan kegiatan lain dalam rumah, sedangkan laki-
laki biasanya diajarkan untuk membantu bapaknya bekerja untuk hal-hal yang
memerlukan kerja fisik, sehingga pembagian kerja dalam keluarga tersebut
dibawa sampai mereka dewasa. Secara tidak langsung disosialisasikan pembagian
kerja tersebut secara turun temurun.
48
6.2.3 Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Pengalaman kerja responden dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu 0-2 tahun, >2-4 tahun dan >4-6 tahun. Berdasarkan hasil
pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang
berarti tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman kerja dengan relasi
gender dalam pembagian kerja baik bidang reproduktif maupun produktif. Hal ini
dikarenakan pengalaman kerja yang diukur adalah pengalaman kerja yang
dilakukan di luar rumah atau kerja produktif bukan reproduktif. Sehingga
pengalaman kerja responden yang telah diperolehnya tidak mengubah pembagian
kerja dalam keluarganya. Pengalaman kerja yang pernah dilakukan responden
dalam bidang produktif bermacam-macam, tapi tetap saja responden perempuan
yang mengerjakan pekerjaan reproduktif meskipun memiliki tanggung jawab
untuk kerja produktif. Semakin banyak kegiatan perempuan di luar rumah, hanya
akan menambah beban kerja perempuan saja.
6.2.4 Hubungan antara Jumlah Tanggungan dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa tidak terdapat hubungan yang
nyata antara jumlah tanggungan dengan relasi gender dalam pembagian kerja
dengan nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hal ini dikarenakan
baik jumlah tanggungan responden banyak atau sedikit tidak signifikan merubah
relasi gender dalam pembagian kerja di keluarga. Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya bahwa kerja reproduktif dominan dilakukan oleh perempuan,
sehingga meskipun perempuan memiliki jumlah tanggungan banyak maupun
sedikit tidak akan merubah pekerjaannya dalam bidang reproduktif. Perempuan
tetap mengerjakan pekerjaan reproduktif dan laki-laki pekerjaan produktif.
6.2.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Relasi Gender dalam
Pembagian Kerja
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa responden lebih
banyak yang belum menikah/lajang. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai
probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan
49
yang nyata antara status pernikahan dengan relasi gender dalam pembagian kerja
baik bidang reproduktif maupun produktif. Hal ini disebabkan karena pembagian
kerja dalam keluarga yang dipengaruhi ideologi gender diturunkan secara turun
temurun sehingga meskipun sudah menikah tetap saja perempuan yang
mengerjakan pekerjaan reproduktif. Perempuan yang belum menikah biasanya
mengerjakan pekerjaan rumah dapat dikerjakan bersama-sama saudara perempuan
atau ibunya. Responden yang belum menikah meskipun bekerja dalam bidang
produktif tetap saja ikut serta dalam kerja reproduktif, minimal mencuci atau
menyetrika pakaian sendiri. Apabila sudah menikah, perempuan/istri yang lebih
dominan mengerjakan pekerjaan rumah dan melayani suami. Dengan demikian
status pernikahan responden tersebut tidak signifikan merubah relasi gender
dalam pembagian kerja.
BAB VII PERSEPSI PEKERJA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN KERJ A
PERUSAHAAN
7.1 Persepsi Pekerja
Persepsi pekerja PT. ITS tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
adalah pandangan pekerja mengenai penerapan dan pelaksanaan sistem kerja yang
mengatur hubungan pekerja dengan pihak manajerial. Persepsi pekerja tersebut
diukur dengan empat indikator yaitu pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial,
masa cuti, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Pemilihan indikator
tersebut bedasarkan pada Undang-Undang No. 7/1984 tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan terutama Bagian III, Pasal 11
mengenai ketenagakerjaan Ayat 1 serta berdasarkan Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 1997.
Pengukuran persepsi pekerja dilakukan dengan penilaian skor menggunakan
skala nilai, dengan range satu sampai lima. Setelah diperoleh rata-rata, nilainya
dikategorikan berdasarkan kisaran skor yaitu 1-1,8 dikategorikan sangat kurang
baik, 1,81–2,6 dikategorikan kurang baik, 2,61–3,4 dikategorikan cukup baik,
3,41–4,2 dikategorikan baik dan 4,21–5 dikategorikan sangat baik.
Tabel 9. Rataan Skor Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan Indikator Rataan Skor Persepsi*
Total Rataan Skor Laki-laki Perempuan
Upah Jaminan Sosial Masa Cuti Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan kerja
4,22 3,89 4,11 3,89
4,54 4,19 4,45 4,10
4,38 4,04 4,28 3,99
Total Rataan Skor 4,03 4,32 4,17
Keterangan: *Kisaran skor 1 - 1,8= sangat kurang baik; 1,81 – 2,6= kurang baik; 2,61 – 3,4= cukup baik; 3,41 – 4,2= baik; 4,21 – 5= sangat baik
Hasil rataan skor dari seluruh indikator pada Tabel 9 di atas menunjukkan
angka rata-rata sebesar 4,17 yang berarti persepsi seluruh pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan termasuk dalam kategori baik. Hal ini
berarti pekerja memandang perusahaan telah memperhatikan hak-hak pekerja dan
melaksanakan peraturan-peraturan kerja dengan baik yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku di perusahaan.
51
Hasil total rataan skor responden laki-laki dan responden perempuan
ternyata berbeda. Total rataan skor laki-laki 4,03 yang berarti persepsi laki-laki
tentang pelaksanaan peraturan baik, sedangkan responden perempuan
menunjukkan total rataan skor sebesar 4,32 yang berarti pelaksanaan peraturan
perusahaan sangat baik. Perbedaan hasil rataan skor responden perempuan dan
laki-laki tersebut tidak berbeda nyata. Persepsi responden cenderung baik karena
dalam pelaksanaan peraturan kerja perusahaan tidak membeda-bedakan jenis
kelamin, seluruh pekerja diperlakukan sama sesuai dengan peraturan perusahaan.
7.1.1 Persepsi Upah
Upah adalah sejumlah materi (uang) yang diterima oleh buruh dari
pengusaha atau pemberi kerja atas pekerjaan yang telah dikerjakannya. Di
perusahaan peraturan mengenai pengupahan diatur dalam Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) khususnya Bab VI yang berisi mengenai kebijaksanaan upah, tata
cara pembayaran upah, kenaikan upah berkala dan pembayaran upah lembur.
Upah yang diterima oleh responden sudah sesuai dengan UMK (Upah Minimum
Kabupaten) untuk Kabupaten Purwakarta yaitu sebesar Rp. 1.0166.000,00. Upah
responden tersebut dapat naik secara berkala dengan minimal masa kerja satu
tahun. Bekerja di luar jam kerja termasuk dalam kerja lembur, maka akan ada
tambahan upah.
Pada Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa hasil rataan skor persepsi pekerja
laki-laki dan perempuan tentang pelaksanaan peraturan upah menunjukkan angka
rata-rata sebesar 4,38 yang berarti termasuk dalam kategori sangat baik. Hal ini
karena menurut responden perusahaan telah melaksanakan peraturan pengupahan
dengan baik. Perusahaan memberikan upah sesuai dengan UMK, pembayaran
upah tepat waktu sesuai dengan tanggal yang ditentukan, dan perusahaan selalu
menaikkan upah pekerja secara berkala yaitu satu tahun sekali, upah lembur
diberikan sesuai aturan, dan perusahaan upah penuh selama pekerja izin cuti. Hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan responden yang menyatakan:
“Kalo di perusahaan ini pelaksanaan peraturan upah baik sekali mba, pembayaran upah kita tidak pernah telat dan via Bank, setiap tahun ada kenaikan upah dan kenaikannya selalu dimusyawarahkan dulu” (AB, 21 tahun).
52
Hasil rataan skor untuk responden laki-laki menunjukkan angka rata-rata
sebesar 4,22 dan responden perempuan sebesar 4,54. Hasil rataan skor masing-
masing responden tersebut termasuk dalam kategori sangat baik. Dengan
demikian baik responden laki-laki maupun perempuan memiliki persepsi tentang
pelaksanaan peraturan upah sangat baik. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak
membeda-bedakan besarnya upah yang diterima pekerjanya berdasarkan jenis
kelamin. Pembedaan pemberian upah di perusahaan ini berdasarkan pada masa
kerja dan status pekerjanya. Di bawah ini kutipan salah satu responden laki-laki
yang mengungkapkan tentang pelaksanaan upah di perusahaan:
“kalo masalah upah sih di sini pelaksanaannya sudah baik mba, yah sesuai lah sama peraturan perusahaannya” (DS, 20 tahun).
7.1.2 Persepsi Jaminan Sosial
Jaminan sosial merupakan fasilitas yang diberikan oleh perusahaan untuk
seluruh pekerja sebagai bentuk pemeliharaan kesehatan pekerja. Di perusahaan
peraturan jaminan sosial ini diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dalam
Bab VII mengenai jaminan sosial tenaga kerja, fasilitas kesehatan, dan pelayanan
kesehatan. Dalam penelitian ini, indikator jaminan sosial hanya diukur dengan
melihat pelaksanaan pemberian jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan
perumahan dan kematian serta pemberian asuransi pekerja.
Pada Tabel 9 di atas menunjukkan total rataan skor sebesar 4,04 yang berarti
seluruh responden penelitian memiliki persepsi tentang pelaksanaan peraturan
jaminan sosial dalam kategori baik. Hal ini dikarenakan perusahaan telah
memberikan jaminan sosial tenaga kerja yang lebih lengkap yaitu menggunakan
THAMRIN CARE, yang menurut perusahaan pelayanannya lebih lengkap
dibandingkan JAMSOSTEK. Perusahaan telah memberikan jaminan hari tua,
seluruh pekerja diasuransikan, pekerja mendapatkan jaminan kesehata dan
kematian. Di bawah ini kutipan pernyataan salah satu informan mengenai
peraturan jaminan sosial:
“Perusahaan ini memberikan jaminan sosial tenaga kerja untuk seluruh pekerja, bahkan jaminan sosialnya lebih bagus dari JAMSOSTEK kita pake THAMRIN CARE fasilitasnya lebih lengkap” (AE, 35 tahun).
53
Hasil rataan skor untuk masing-masing responden yaitu responden laki-laki
menunjukkan rataan skor sebesar 3,89 dan responden perempuan sebesar 4,19.
Artinya baik responden laki-laki maupun perempuan memiliki persepsi tentang
pelaksanaan peraturan perusahaan dalam kategori baik. Persamaan persepsi
tersebut dikarenakan perusahaan memberikan jaminan sosial yang sama baik
untuk pekerja laki-laki maupun perempuan. Perbedaaan pemberian jaminan sosial
yaitu pekerja yang belum menikah memperoleh jaminan sosial hanya untuk
pekerja sendiri, sedangkan untuk pekerja yang sudah menikah jaminan sosial
diberikan juga untuk istri/suami dan tiga orang anak, memang sesuai dengan
peraturan perusahaan. Meskipun persepsi pelaksanaannya sudah baik, tapi salah
satu responden perempuan menyatakan bahwa apabila pekerja sakit dan
menggunakan jaminan sosial perusahaan, obat yang diberikan rumah sakit
standar, apabila menginginkan obat yang lebih bagus harus bayar. Di bawah ini
kutipan responden tersebut:
“Pelaksanaan jaminan sosial sih udah baik, tapi obat yang kita peroleh standar banget, kalo mau obat yang bagus tetep harus bayar sendiri” (AB, 21 tahun).
7.1.3 Persepsi Masa Cuti
Masa cuti adalah waktu istirahat kerja yang diberikan oleh perusahaan
kepada seluruh pekerja. Di perusahaan peraturan masa cuti diatur dalam
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dalam Bab V mengenai istirahat mingguan, cuti
tahunan, cuti haid, hamil, gugur kandungan dan waktu izin meninggalkan
pekerjaan dengan upah tetap dibayar. Penelitian ini melihat pelaksanaan masa cuti
dalam pelaksanaan pemberian waktu istirahat karena alasan haid, sakit,
mengalami gugur kandungan, menikah dan melahirkan tanpa mengurangi upah.
Pada Tabel 9 di atas terlihat bahwa hasil total rataan skor untuk persepsi
pekerja tentang pelaksanaan masa cuti sebesar 4,28. Artinya persepsi pekerja
tentang pelaksanaan masa cuti sangat baik. Hal ini karena perusahaan telah
melaksanakan peraturan masa cuti tersebut sesuai dengan peraturan. Perusahaan
memberikan masa cuti kepada pekerja dengan mengisi formulir pengajuan izin
cuti dan apabila perempuan yang ingin cuti melahirkan harus disertai surat dokter.
54
Hasil rataan skor responden laki-laki dan perempuan ternyata berbeda.
Rataan skor responden laki-laki menunjukkan angka rataan skor 4,11 yang berarti
persepsi responden laki-laki tentang pelaksanaan masa cuti baik dan rataan skor
responden perempuan sebesar 4,45 yang berarti persepsinya sangat baik.
Perbedaan persepsi tersebut tidak berbeda nyata. Perbedaan persepsi dikarnakan
pertanyaan dalam penelitian ini lebih banyak menanyakan pelaksanaan tentang
masa cuti untuk pekerja perempuan dalam hal pelaksanaan cuti haid, gugur
kandungan dan hamil, sehingga dimungkinkan responden laki-laki tidak
mengetahui pelaksanaannya. Sesuai dengan yang diungkapkan responden laki-laki
yang mengungkapkan bahwa :
“Saya kurang tau sih pelaksanaan masa cuti untuk cuti haid, melahirkan dan cuti hamil karna itu kan untuk perempuan aja, kalo peraturannya saya tau” (DS, 20 tahun).
Meskipun rataan skor responden perempuan menunjukkan persepsi sangat
baik, tapi untuk cuti haid salah satu responden menyatakan bahwa pelaksanaannya
tidak sesuai peraturan. Dalam peraturan mengenai cuti dinyatakan bahwa pekerja
wanita tidak boleh diwajibkan masuk bekerja pada hari pertama dan kedua waktu
haid. Pelaksanaannya ternyata cuti haid lebih banyak diganti dengan uang,
sehingga pekerja pada pertama dan kedua waktu haid tetap masuk kerja. Sebagian
responden tidak masalah diganti dengan uang, tapi sebagian lagi merasa lebih baik
cuti untuk istirahat saja, karena sebagian perempuan memang sering sakit
perut/mules pada saat hari pertama dan kedua waktu haid. Sesuai dengan yang
dinyatakan oleh salah satu responden perempuan yang menyatakan bahwa :
“Untuk cuti haid kalau bisa jangan diuangkan, lebih baik cuti untuk istirahat” (BA, 21 tahun).
7.1.4 Persepsi Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu fasilitas
yang diberikan perusahaan kepada pekerja agar pekerja aman dan nyaman dalam
melaksanakan pekerjaan. Peraturan mengenai perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja pekerja diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Bab VIII
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penelitian ini menilai pelaksanaan
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja perusahaan dengan melihat
55
ketersediaan obat-obatan pertolongan pertama saat kecelakaan kerja (kotak P3K),
ketersediaan poliklinik khusus tenaga kerja, penyediaan peralatan keselamatan
kerja serta pemberian pekerjaan yang tidak berbahaya bagi kehamilan.
Pada Tabel 9 di atas menunjukkan total rataan skor sebesar 3,99 yang
artinya persepsi pekerja tentang pelaksanaan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja termasuk dalam kategori baik. Meskipun rataan skor tersebut
menunjukkan persepsi baik, ada beberapa responden yang menyatakan bahwa
pelaksanaanya kurang maksimal karena letak klinik jauh dari tempat kerja dan
mess, serta P3K yang disediakan kurang lengkap dan jauh dari tempat kerja. Hal
ini diungkapkan oleh responden perempuan yaitu K (21 tahun) dan AB (21
tahun), yang menyatakan bahwa :
“Pelaksanaan peraturan mengenai perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja kerja sudah cukup baik, namun poliklinik yang telah disediakan di mess tidak dimanfaatkan dengan baik serta P3K yang disediakan di pabrik juga kurang lengkap” (K, 21 tahun).
“Pelaksanaannya tidak maksimal, letak klinik jauh, apabila ada kecelakaan kerja tidak segera di tangani (harus ke rumah sakit dulu)” (AB, 21 tahun).
Hasil rataan skor untuk responden laki-laki menunjukkan angka sebesar
3,89 dan responden perempuan sebesar 4,10. Artinya persepsi responden laki-laki
dan perempuan tentang pelaksanaan perlindungan kesehatan dan keselamatan
kerja sudah baik. Seluruh pekerja memperoleh perlindungan yang sama.
Meskipun hasil rataan skor menunjukkan persepsi responden sudah baik, salah
satu responden laki-laki menyatakan bahwa poliklinik yang ada ternyata tidak
berjalan maksimal karena tidak ada dokter yang jaga di poliklinik area, serta
perusahaan tidak menyediakan peralatan khusus untuk keselamatan atau
keamanan setiap divisi.
7.2 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Hubungan antara karakteristik individu (jenis kelamin, usia, pengalaman
kerja, jumlah tanggungan dan status pernikahan) dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan (upah, jaminan sosial, masa cuti,
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja) dianalisis dengan menggunakan
56
Uji Chi Square dan uji korelasi Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan
tersebut disajikan pada Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Karakteristik Individu
Koef. Korelasi
Persepsi
Upah Jaminan Sosial
Masa Cuti
Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan
kerja
Jenis Kelamin
Usia
Pangalaman Kerja
Jumlah Tanggungan
Status Pernikahan
χ2
rs
rs
rs
χ2
0,298
-0,228*
-0,283**
-0,169
0,372**
0,227
-0,267*
-0,256*
-0,139
0,294*
0,225
-0,235*
-0,286**
-0,170
0,279
0,113
-0,185
-0,243*
-0,079
0,320*
Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01 χ
2=koefisien Chi Square; rs=koefisien Rank- Spearman
Berdasarkan Tabel 10 dapat terlihat bahwa terdapat beberapa karakteristik
individu yang memiliki hubungan yang nyata dengan persepsi responden tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan. Karakteristik individu yang memiliki
hubungan yang nyata tersebut yaitu antara usia dengan persepsi tentang
pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial dan masa cuti, antara pengalaman
kerja dengan persepsi responden tentang pelaksanaan peraturan upah, jaminan
sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan dan kemanan kerja serta antara status
pernikahan dengan persepsi responden tentang pelaksanaan peraturan upah,
jaminan sosial, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan demikian
hipotesis kedua yang menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara karakteristik
individu dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan”
dapat diterima.
7.2.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang
tidak signifikan dengan nilai probabilitis lebih besar dari 0,05 (p>0,05) atau tidak
terdapat hubungan nyata dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan
baik upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan dan keselamatan
kerja. Berdasarkan hasil pengujian antara jenis kelamin dan persepsi upah
57
memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,085 dimana nilainya lebih besar dari
0,05 (p>0,05) yang berarti hubungan antara jenis kelamin dan persepsi upah tidak
signifikan atau tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi
terhadap pelaksanaan peraturan upah. Hal ini dikarenakan upah yang diberikan
perusahaan kepada pekerja tidak dibeda-bedakan berdasarkan jenis kelamin, baik
laki-laki maupun perempuan mendapatkan upah yang sama. Upah yang diberikan
perusahaan sesuai dengan UMK setempat, yang membedakan besarnya upah
pekerja yaitu lama masa kerja.
Berdasarkan hasil pengujian jenis kelamin dengan persepsi tentang
pelaksanaan peraturan jaminan sosial diperoleh nilai probabilitas (sig) pada
persepsi jaminan sosial sebesar 0,202 dimana nilainya lebih besar dari 0,05
(p>0,05) yang berarti hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi jaminan
sosial tidak signifikan atau tidak terdapat hubungan. Hal ini dikarenakan
pelaksanaan peraturan jaminan sosial diberikan kepada pekerja oleh perusahaan
tidak mengenal jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan memperoleh
jaminan sosial yang sama. Pemberian jaminan sosial dibedakan kepada pekerja
berdasarkan status pernikahan, apabila sudah menikah perusahaan memberikan
jaminan sosial kepada suami/istri dan maksimal untuk tiga orang anak.
Berdasarkan hasil pengujian antara jenis kelamin dengan persepsi tentang
pelaksanaan peraturan masa cuti diperoleh nilai probabilitas (sig) pada persepsi
masa cuti sebesar 0,210 dimana nilainya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang
berarti hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi tentang pelaksanaan
peraturan masa cuti tidak signifikan atau tidak terdapat hubungan nyata. Hal ini
disebabkan karena perusahaan memberikan masa cuti kepada seluruh pekerjanya,
baik laki-laki maupun perempuan memperoleh masa cuti.
Berdasarkan hasil pengujian antara jenis kelamin dengan persepsi tentang
pelaksanaan peraturan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja diperoleh
nilai probabilitas (sig) pada persepsi perlindungan kesehatan dan keselamatan
kerja sebesar 0,778 dimana nilainya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti
hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja tidak signifikan atau tidak terdapat
hubungan nyata. Hal ini dikarenakan perusahaan memberikan perlindungan
58
kesehatan dan keselamatan kerja kepada seluruh pekerja, baik laki-laki maupun
perempuan. Seluruh pekerja memperoleh perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja sesuai dengan kebutuhan.
7.2.2 Hubungan antara Usia dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan
Peraturan Kerja Perusahaan Usia dalam penelitian ini cukup beragam yaitu antara usia 19-23 tahun, 24-
28 tahun dan 29-33 tahun. Hubungan antara usia dengan persepsi diuji dengan
menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Berdasarkan hasil pengujian antara
usia dengan persepsi upah diperoleh nilai probabilitas (sig) sebesar 0,036 dimana
nilainya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yang berarti usia memiliki hubungan yang
nyata dengan persepsi upah dan memiliki hubungan negatif yang terlihat dari
koefisien korelasi yaitu -0,228 yang berarti semakin bertambah usia responden,
maka semakin kurang baik persepsinya tentang pelaksanaan peraturan upah. Hal
ini dimungkinkan karena semakin bertambah usia responden kebutuhan untuk
hidup semakin bertambah, jumlah tanggungan juga kemungkinan bertambah,
sehingga upah yang diterima tidak mencukupi kebutuhan. Seiring dengan
bertambahnya usia responden merasa upah yang diberikan perusahaan masih
kurnag atau tidak cukup untuk biaya hidup responden.
Berdasarkan pengujian antara usia dengan persepsi tentang pelaksanaan
peraturan jaminan sosial diperoleh nilai probabilitas (sig) sebesar 0,013 dimana
nilainya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yang berarti usia memiliki hubungan yang
nyata dengan persepsi jaminan sosial dan memiliki hubungan negatif yang terlihat
dari koefisien korelasi yaitu -0,267 yang berarti semakin bertambah usia
responden, maka semakin kurang baik persepsinya tentang pelaksanaan peraturan
jaminan sosial. Hal ini dikarenakan semakin bertambah usia responden kebutuhan
akan kesehatan dimungkinkan berbeda-beda dan semakin bertambah usia
responden juga rentan terserang lebih banyak penyakit, sedangkan jaminan
kesehatan yang diberikan oleh perusahaan dibatasi hanya untuk penyakit tertentu.
Berdasarkan pengujian antara usia dengan persepsi tentang pelaksanaan
peraturan masa cuti diperoleh nilai probabilitas (sig) sebesar 0,030 dimana
nilainya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yang berarti usia memiliki hubungan yang
nyata dengan persepsi masa cuti dan memiliki hubungan negatif yang terlihat dari
59
koefisien korelasi yaitu -0,235 yang berarti semakin bertambah usia responden,
maka semakin kurang baik persepsinya tentang pelaksanaan peraturan masa cuti.
Hal ini mungkin dikarenakan semakin bertambah usia responden, semakin
bertambah pula kesibukan dan keperluan hidupnya, sehingga responden
memerlukan waktu luang dan istirahat yang lebih banyak yang berarti
mengharapkan masa cuti yang lebih panjang atau banyak dari perusahaan.
peraturan masa cuti yang berlaku di perusahaan mungkin masih kurang.
Berdasarkan nilai probabilitas (sig) sebesar 0,090 dimana nilainya lebih
besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti usia memiliki hubungan yang tidak
signifikan atau tidak memiliki hubungan yang nyata dengan persepsi tentang
pelaksanaan peraturan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini
dikarenakan usia responden tidak mempengaruhi kebutuhan akan perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja, perusahaan memberikan perlindungan dengan
meyediakan P3K, poliklinik, masker dan perlindungan lainnya kepada seluruh
pekerja. Kebutuhan akan perlindungan kesehatan dan keamanan kerja dibutuhkan
saat kerja karena takut terjadi kecelakaan kerja, misalnya kecelakaan akibat
mesin, sehingga perlindungan yang diberikan dirasa cukup karena kebutuhannya
sama setiap pekerja.
7.2.3 Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang
Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan Hubungan karakteristik individu pengalaman kerja dengan persepsi pekerja
diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Pengalaman kerja
merupakan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh karena pernah
bekerja sebelumnya dan dilihat berdasarkan lama masa kerjanya. Berdasarkan
hasil penelitian pengalaman kerja responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu 0-
2 tahun, >2-4 tahun dan >4-6 tahun.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa hasil pengujian antara pengalaman kerja
dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan upah memiliki hubungan
yang sangat nyata dengan nilai probabilitas (sig) sebesar 0,009 dimana nilainya
lebih kecil dari 0,01 (p<0,01) dan memiliki hubungan negatif yang terlihat dari
koefisien korelasi yaitu -0,319. Artinya semakin lama pengalaman kerja
responden, semakin kurang baik persepsinya tentang pelaksanaan peraturan upah.
60
Hal ini dikarenakan responden yang memiliki pengalaman kerja sebelumnya akan
membandingkan pelaksanaan peraturan upah di tempat kerjanya yang dulu
dengan pelaksanaan peraturan upah di tempat kerjanya sekarang. Semakin lama
pengalaman kerja responden mungkin pengalaman kerjanya di beberapa tempat
kerja yang berbeda, maka persepsi responden akan cenderung kurang baik pada
pelaksaaan peraturanupah di tempat kerja sekarang.
Berdasarkan hasil pengujian antara pengalaman kerja dengan persepsi
tentang pelaksanaan peraturan jaminan sosial diperoleh nilai probabilitas (sig)
sebesar 0,018 dimana nilainya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Artinya pengalaman
kerja memiliki hubungan yang nyata dengan persepsi tentang pelaksanaan
peraturan jaminan sosial. Hasil pengujian juga menunjukkan hubungan negatif
yang terlihat dari koefisien korelasi yaitu -0,269, yang berarti semakin lama
pengalaman kerja responden, semakin kurang baik persepsinya tentang
pelaksanaan peraturan jaminan sosial. Sama halnya dengan pelaksanaan peraturan
upah, apabila responden memiliki pengalaman kerja sebelumnya, maka responden
akan membandingkan pelaksanaan peraturan jaminan sosial pada tempat kerja
responden sebelumnya dengan pelaksanaan yang di tempat kerja sekarang.
Berdasarkan hasil pengujian antara pengalaman kerja dengan persepsi
tentang peraturan pelaksanaan masa cuti diperoleh nilai probabilitas (sig) sebesar
0,008 dimana nilainya lebih kecil dari 0,01 (p<0,01). Artinya pengalaman kerja
memiliki hubungan yang sangat nyata dengan persepsi tentang pelaksanaan
peraturan masa cuti. Hasil pengujian juga menunjukkan hubungan negatif yang
terlihat dari koefisien korelasi yaitu -0,288, yang berarti semakin lama
pengalaman kerja responden, semakin kurang baik persepsinya tentang
pelaksanaan peraturan masa cuti. Responden yang memiliki pengalaman kerja
akan cenderung membandingkan pelaksanaan masa cuti di tempat kerja yang lama
dengan tempat sekarang responden bekerja. Apabila pelaksanaan peraturan masa
cuti di tempat kerja responden sekarang kurang baik dari tempat kerja
sebelumnya, maka persepsi responden juga akan kurang baik.
Berdasarkan hasil pengujian antara pengalaman kerja dengan persepsi
tentang peraturan pelaksanaan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja
kerja diperoleh nilai probabilitas (sig) sebesar 0,025 dimana nilainya lebih kecil
61
dari 0,05 (p<0,05). Artinya pengalaman kerja memiliki hubungan yang nyata
dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan pelaksanaan perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja. Hasil pengujian juga menunjukkan hubungan
negatif yang terlihat dari koefisien korelasi yaitu -0,304, yang berarti semakin
lama pengalaman kerja responden, semakin kurang baik persepsinya tentang
pelaksanaan peraturan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Sama
seperti pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial dan masa cuti, responden
memiliki pengalaman kerja yang lama, responden akan membandingkan
pelaksanaan peraturan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja yang lama
dengan tempat sekarang responden bekerja.
7.2.4 Hubungan antara Jumlah Tanggungan dengan Persepsi Pekerja
tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan Hubungan karakteristik individu jumlah tanggungan dengan persepsi
tentang pelaksanaan peraturan kerja diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank-
Spearman. Jumlah tanggungan responden dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 0-1
orang, 2-3 orang dan >4 orang. Jumlah tanggungan diduga memiliki hubungan
nyata dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa hasil pengujian menunjukkan nilai probabilitas
(sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang artinya jumlah tanggungan tidak
memiliki hubungan yang nyata dengan seluruh persepsi tentang pelaksanaan
peraturan kerja baik persepsi tentang upah, jaminan sosial, masa cuti maupun
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Hubungan antara jumlah
tanggungan dengan persepsi pekerja juga memiliki hubungan negatif yang terlihat
dari nilai koefisien korelasinya. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan
responden, semakin kurang baik persepsinya tentang pelaksanaan peraturan kerja,
dan sebaliknya. Semakin sedikit jumlah tanggungan, semakin baik persepsi
tentang pelaksanaan peraturan kerjanya. Tidak adanya hubungan yang nyata
antara jumlah tanggungan dengan persepsi dimungkinkan karena sesuai dengan
hasil deskriptif, jumlah tanggungan responden lebih banyak pada jumlah 0-1
orang yang berarti jumlah tanggungan responden berada pada kategori rendah.
Karena jumlah tanggungan responden lebih banyak yang rendah/sedikit, sehingga
62
jumlah tanggungan tersebut tidak berpengaruh pada persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan.
7.2.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang
Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan Status pernikahan dibagi menjadi dua kategori yaitu belum menikah dan
menikah. Hubungan antara status pernikahan dengan persepsi tentang pelaksanaan
peraturan kerja diuji dengan menggunakan Uji Chi Square. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui apakah status pernikahan memiliki hubungan yang nyata
dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa status penikahan memiliki hubungan yang
sangat nyata dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan upah. Hal ini
dapat dilihat dari nilai probabilitas (sig) yang menunjukkan nilai 0,003 yang
berarti nilainya lebih kecil dari 0,01 (p<0,01). Status pernikahan memiliki
hubungan nyata dengan persepsi karena pihak perusahaan dalam hal pelaksanaan
peraturan upah tidak membeda-bedakan upah yang diberikan baik untuk pekerja
yang sudah menikah atau belum menikah. Padahal pekerja yang sudah menikah
kemungkinan memiliki kebutuhan hidup yang lebih banyak dibandingkan yang
belum menikah, selain kebutuhan untuk diri sendiri responden yang sudah
menikah membutuhkan keperluan rumah tangga juga. Sehingga pelaksanaan
peraturan upah tersebut dipersepsikan berbeda bagi yang sudah menikah dan
belum menikah.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) untuk persepsi
jaminan sosial sebesar 0,045 yang berarti nilainya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05).
Artinya status pernikahan memiliki hubungan yang nyata dengan persepsi tentang
pelaksanaan peraturan jaminan sosial. Hal ini dikarenakan pihak perusahaan
dalam pelaksanaan peraturan jaminan sosial membedakan antara yang sudah
menikah dan belum menikah. Apabila pekerja sudah menikah, perusahaan
memberikan jaminan sosial untuk keluarga responden juga yaitu untuk istri/suami
dan maksimal tiga orang anak, sedangkan pekerja yang belum menikah hanya
memperoleh jaminan sosial untuk pekerja saja tidak dengan keluarganya.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) untuk persepsi
masa cuti sebesar 0,066 yang berarti nilainya lebih besar dari 0,05 (p>0,05).
63
Artinya status pernikahan memiliki hubungan yang tidak nyata dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan masa cuti. Hal ini dikarenakan pekerja
yang sudah menikah memiliki masa cuti yang berbeda, apabila melahirkan dan
gugur kandungan diberi cuti, sedangkan responden yang belum menikah
memperoleh waktu cuti yang sama. Akan tetapi baik responden laki-laki maupun
perempuan yang belum menikah tidak memberikan persepsi yang berbeda dengan
responden yang sudah menikah.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) untuk persepsi
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja sebesar 0,021 yang berarti nilainya
lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Artinya status pernikahan memiliki hubungan yang
nyata dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja. Perusahaan memberikan pekerja perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja yang sama tidak dibedakan antara pekerja yang sudah dan
belum menikah. Kemungkinan ada faktor lain yang mempengaruhi perbedaan
persepsi responden yang sudah menikah dan belum menikah, apabila sudah punya
anak seharusnya perusahaan menyediakan juga tempat menyusui bayi pada saat
waktu kerja.
7.3 Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan
Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja (reproduktif dan
produktif) dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan kerja (upah, jaminan
sosial, masa cuti, perlindungan dan keselamatan kerja) dianalisis dengan
menggunakan uji Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan tersebut tersaji
dalam Tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Keterangan : *Berhubungan nyata pada p<0,05
Relasi Gender dalam Pembagian
Kerja
Persepsi
Upah Jaminan Sosial
Masa Cuti Perlindungan Kesehatan dan
Keselamatan kerja Reproduktif Produktif
-0.043 0,138
-0,028 0,062
-0,133 0,162
-0,247* 0,052
64
Berdasarkan Tabel 11 di atas terlihat bahwa hanya ada satu relasi gender
dalam pembagian kerja yang berhubungan dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan. Relasi gender dalam pembagian kerja
tersebut yaitu reproduktif berhubungan nyata dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan
demikian hipotesis keempat yang menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara
relasi gender dalam pembagian kerja dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan
peraturan kerja perusahaan dan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan
kerja perusahaan ditinjau dari konsep KKG” ditolak, karena hanya ada satu
variabel karakteristik yang berhubungan nyata dan yang lainnya tidak memiliki
hubungan nyata.
Relasi gender dalam pembagian kerja di keluarga responden dalam bidang
reproduktif lebih banyak dikerjakan oleh perempuan. Responden dalam penelitian
ini adalah laki-laki dan perempuan yang berstatus pekerja di suatu perusahaan,
yang berarti bekerja dalam bidang produktif. Dengan hal ini responden
perempuan bertanggung jawab untuk bekerja dalam bidang reproduktif dan
produktif, sehingga perempuan mengalami beban kerja.
Hasil pengujian pada Tabel 11 di atas terlihat bahwa relasi gender dalam
pembagian kerja pada bidang reproduktif tidak memiliki hubungan yang nyata
dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial dan masa
cuti, karena memiliki nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05).
Sedangkan relasi gender dalam pembagian kerja dalam bidang reproduktif
memiliki hubungan yang nyata dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja dengan nilai probabilitas (sig)
0,023 dimana nilainya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hal ini dikarenakan
responden yang memiliki beban kerja yaitu responden yang bekerja reproduktif
sekaligus produktif akan cepat lelah atau kecapean sehingga memerlukan
perlindungan untuk kesehatan dan keselamatan kerja yang baik.
Hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja bidang produktif
dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan baik
pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan
dan keselamatan kerja tidak memiliki hubungan yang nyata karena memiliki nilai
65
probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hal ini dikarenakan responden
yang bekerja dalam bidang produktif telah merasa hak-haknya dalam pelaksanaan
peraturan kerja perusahaan telah terpenuhi. Seluruh pekerja baik laki-laki maupun
perempuan memperoleh upah sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK),
perusahaan memberikan kenaikan upah secara berkala setiap satu tahun sekali.
Pekerja memperoleh jaminan kesehatan, hari tua, jaminan kematian dan
diasuransikan. Pekerja juga memperoleh masa cuti sesuai dengan peraturan dan
upah tetap dibayar penuh selama masa cuti. Perusahaan juga menyediakan
poliklinik meskipun pelaksanaannya kurang baik dan P3K meskipun obat-obatan
yang tersedia tidak lengkap dan tempatnya jauh dari tempat kerja.
BAB VIII PERSEPSI PEKERJA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN KERJ A
PERUSAHAAN DITINJAU DARI KONSEP KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER (KKG)
8.1 Persepsi Pekerja
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai pekerja, agar dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik dan meningkatkan produktivitas kerja serta
kesamaan dalam menikmati hasilnya. Keadilan merupakan suatu perlakuan yang
adil kepada pekerja laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban
ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun
laki-laki. Persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau
dari konsep KKG adalah pandangan pekerja mengenai pelaksanaan peraturan
perusahaan yang tidak merugikan pekerja baik laki-laki maupun perempuan
sehingga seluruh pekerja diperlakukan adil dan setara.
Persepsi tersebut diukur dengan empat indikator yaitu akses, partisipasi,
kontrol dan manfaat. Penentuan skor dilakukan dengan menggunakan skala nilai,
dengan range satu sampai lima. Setelah diperoleh rata-rata, nilainya dikategorikan
berdasarkan kisaran skor yaitu 1-1,8= sangat kurang baik/sangat kurang adil dan
setara; 1,81–2,6= kurang baik/kurang adil dan setara; 2,61–3,4= cukup baik/cukup
adil dan setara; 3,41–4,2= baik/adil dan setara; 4,21–5= sangat baik/sangat adil
dan setara.
Tabel 12. Rataan Skor Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Indikator Rataan Skor Persepsi*
Total Rataan Skor Laki-laki Perempuan
Akses Partisipasi Kontrol Manfaat
4,06 3,28 3,00 4,00
4,73 3,42 3,18 4,51
4,39 3,35 3,09 4,25
Total Rataan Skor 3,58 3,96 3,77 Keterangan: *Kisaran skor 1 - 1,8= sangat kurang baik/sangat kurang adil dan setara; 1,81 – 2,6=
kurang baik/kurang adil dan setara; 2,61 – 3,4= cukup baik/cukup adil dan setara; 3,41 – 4,2= baik/adil dan setara; 4,21 – 5= sangat baik/sangat adil dan setara
67
Hasil total rataan skor responden secara keseluruhan pada Tabel 12
menunjukkan angka rataan skor sebesar 3,77 yang berarti persepsi responden
tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari konsep KKG adalah
baik/adil dan setara. Persepsi responden baik/adil dan setara karena perusahaan
tidak membeda-bedakan pelaksanaan peraturan antara laki-laki dan perempuan.
Responden diperlakukan adil dan setara untuk memperoleh akses, partisipasi,
kontrol dan manfaat terhadap upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja. Senada dengan yang diungkapkan salah satu
responden perempuan yang mengungkapkan bahwa :
“Selama saya kerja di sini perusahaan tidak pernah membeda-bedakan kita terhadap pelaksanaan peraturan, kita diperlakukan adil ko mba” (U, 21 tahun).
Hasil total rataan skor responden laki-laki menunjukkan angka rataan skor
sebesar 3,58 dan responden perempuan sebesar 3,96. Hasil rataan skor ini
termasuk pada kategori baik/adil dan setara. Responden laki-laki maupun
perempuan memiliki persepsi baik/adil dan setara tentang pelaksanaan peraturan
kerja perusahaan yang ditinjau dari konsep KKG. Dengan demikian perusahaan
ini telah melaksanakan program Kesetaraan dan Keadilan Gender sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
8.1.1 Persepsi Akses
Akses adalah kesempatan yang sama bagi pekerja laki-laki maupun
perempuan pada pelaksanaan peraturan kerja perusahaan. Penilaian akses
dilakukan dengan mengajukan bebeberapa pertanyaan mengenai akses pekerja
laki-laki dan perempuan pada pelaksanaan peraturan pengupahan, jaminan sosial,
masa cuti, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Pada Tabel 12 di atas
telihat total rataan skor untuk akses sebesar 4,39 yang berarti baik laki-laki
maupun perempuan memiliki persepsi tentang akses sangat baik/sangat adil dan
setara. Persepsi respoden baik karena perusahaan memperlakukan responden sama
antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh akses terhadap peraturan kerja.
Pada awal masa trainning sebelum pekerja bekerja, mereka diperkenalkan dengan
kegiatan-kegiatan perusahaan dan memperoleh penjelasan mengenai peraturan-
peraturan kerja perusahaan. Seluruh pekerja memperoleh upah yang sama tidak
68
dibeda-bedakan, yang membedakan hanya masa kerja. Seluruh pekerja juga
memperoleh jaminan sosial yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sesuai
dengan yang dinyatakan oleh salah satu responden yang menyatakan bahwa :
“Saya rasa perusahaan adil ko untuk akses para pekerjanya terhadap peraturan, kita memperoleh upah yang sama sesuai dengan bagian dan masa kerja, kita juga semua memperoleh jaminan sosial dan perlindungan keselamatan kerja” (AB, 21 tahun).
Pada Tabel 10 di atas terlihat perbedaan hasil rataan untuk masing-masing
responden. Hasil rataan skor responden laki-laki menunjukkan angka rataan skor
sebesar 4,06 yang berarti persepsi responden laki-laki tentang akses baik/adil dan
setara, sedangkan untuk responden perempuan menunjukkan angka rataan skor
sebesar 4,73 yang berarti persepsinya sangat baik/sangat adil dan setara tentang
akses. Perbedaan persepsi tersebut dimungkinkan karena responden laki-laki lebih
sulit memperoleh cuti kerja dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan pekerja
laki-laki sedikit sehingga apabila cuti susah untuk mencari penggantinya,
sedangkan pekerja perempuan sangat banyak sehingga apabila cuti banyak yang
bisa menggantikannya. Senada dengan yang dinyatakan oleh salah satu responden
laki-laki yang menyatakan bahwa :
“Kalo pekerja laki-laki untuk dapat izin cuti kerja lumayan susah mba, apalagi kalo perusahaan lagi banyak pesenan, soalnya susah nyari penggantinya kan jumlah pekerja laki-laki sedikit tiap departemen” (D, 29 tahun).
8.1.2 Persepsi Partisipasi Partisipasi adalah peluang yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan
untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam peraturan kerja. Pada Tabel
12 di atas terlihat bahwa hasil total rataan skor responden sebesar 3,35 yang
berarti persepsi responden tentang partisipasi cukup baik/cukup adil dan setara.
Persepsi responden tentang partisipasi cukup baik karena dalam pelaksanaan
peraturan semuanya diatur perusahaan. Meskipun ada Serikat Pekerja (SP), tapi
pekerja khusunya bagian operator dan mekanik sebagai anggota tidak terlalu
dilibatkan, paling yang ikut rapat/musyawarah ketua masing-masing departemen
dan hasilnya oleh ketua departemen tidak disampaikan kepada pekerja. Sehingga
pekerja hanya diberitahukan hasilnya oleh perusahaan sendiri tanpa ada
penolakan, pekerja menerima saja. Hal ini senada dengan yang dinyatakan oleh
salah satu responden perempuan yang menyatakan bahwa :
69
“Setau saya perusahaan memang selalu memusyawarahkan/meeting apabila ada kepentingan khusunya hak pekerja dengan Serikat Pekerja dan ketua masing-masing departemen, tapi hasilnya nanti kita hanya tau dari perusahaan sehingga kesannya memang itu sudah keputusan perusahaan dan kita nerima aja” (S, 20 tahun).
Hasil rataan skor untuk responden laki-laki menunjukkan angka sebesar
3,28 yang artinya persepsi responden laki-laki tentang pelaksanaan partisipasi
cukup baik/cukup adil dan setara, sedangkan untuk responden perempuan sebesar
3,42 yang artinya persepsi responden perempuan tentang pelaksanaan partisipasi
baik/adil dan setara. Perbedaan persepsi responden laki-laki dan perempuan
tersebut tidak signifikan, karena di perusahaan baik responden laki-laki maupun
perempuan diperlakukan secara adil dan setara. Seluruh responden tidak terlalu
dilibatkan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan peraturan kerja perusahaan.
Penentuan besarnya upah sesuai dengan UMK, kenaikan upah berkala ditentukan
oleh pihak perusahaan yang dimusyawarahkan dengan perwakilan masing-masing
ketua departemen, jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja ditentukan
perusahaan, penentuan masa cuti yang diperoleh pekerja ditentukan perusahaan,
sedangkan untuk perlindungan kesehatan dan keamanan kerja untuk kecelakaan
kecil biasanya teman satu pekerjaan yang menolong dan mengambilkan obat
pekerja yang terluka. 8.1.3 Persepsi Kontrol
Kontrol adalah kekuasaan yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan
pada peraturan kerja perusahaan. Penilaian persepsi tentang kontrol ini dilakukan
dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai kontrol responden pada
pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan
dan keselamatan kerja. Pada Tabel 12 di atas menunjukkan total rataan skor
sebesar 3,09 yang artinya persepsi responden secara keseluruhan tentang kontrol
cukup baik/cukup adil dan setara. Hal ini dikarenakan pekerja tidak dapat
menentukan peraturan dan pelaksanaan peraturan kerja yang ada. Seluruh
pelaksanaan peraturan dilaksanakan dan diatur oleh perusahaan. Pekerja baik laki-
laki maupun perempuan tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan peraturan
dan pelaksanaannya. Senada yang dinyatakan oleh salah satu responden laki-laki
yang menyatakan bahwa:
70
“Yah mba kita sebagai pekerja mah ga bisa nentuin pelaksanaan peraturan, apalagi nentuin peraturan perusahaan, meskipun ada Perjanjian Kerja Bersama, tetep aja yang nentuin orang-orang yang di atas” (S, 25 tahun).
Hasil rataan skor untuk responden laki-laki menunjukkan angka rataan skor
sebesar 3,00 dan responden perempuan sebesar 3,18. Artinya baik responden laki-
laki maupun perempuan memiliki persepsi yang sama tentang kontrol yaitu cukup
baik/cukup adil dan setara. Hal ini dikarenakan seluruh responden tidak dapat
menentukan peraturan dan pelaksanaan peraturan perusahaan. Responden laki-laki
maupun perempuan diperlakukan secara adil dan setara untuk tidak terlalu ikut
serta dalam kontrol pelaksanaan peraturan kerja perusahaan. Kontrol pelaksanaan
peraturan perusahaan tersebut biasanya dilakukan oleh Serikat Pekerja (SP) saja.
8.1.4 Persepsi Manfaat
Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh pekerja dari
peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Penilaian persepsi tentang manfaat ini
dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai manfaat dari
pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan
dan keselamatan kerja. Pada Tabel 12 di atas menunjukkan hasil total rataan skor
sebesar 4,25 yang artinya persepsi seluruh responden tentang manfaat pelaksanaan
peraturan perusahaan sangat baik/sangat adil dan setara. Persepsi responden
sangat baik/sangat adil dan setara karena memang mereka merasakan manfaat dari
pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dan manfaat yang mereka peroleh tidak
berbeda antara responden laki-laki dan perempuan.
Hasil rataan skor masing-masing responden ternyata berbeda. Hasil rataan
skor untuk responden laki-laki menunjukkan angka sebesar 4,00 yang berarti
persepsi responden laki-laki baik/adil dan setara dan rataan skor untuk responden
perempuan menunjukkan angka rataan sebesar 4,51 yang berarti persepsi
responden perempuan tentang manfaat sangat baik/sangat adil dan setara.
Perbedaan ini mungkin dikarenakan manfaat dari upah yang diterima responden
perempuan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena responden
perempuan lebih banyak yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan
sehingga upah yang diterima hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Selain
itu, perempuan yang masih lajang diwajibkan untuk tinggal di Mess dan semua
71
keperluan pangan ditanggung perusahaan, sedangkan untuk responden laki-laki
tidak ada mess sehingga untuk kebutuhan pangan membeli sendiri. Senada dengan
yang dinyatakan oleh responden laki-laki yang menyatakan bahwa :
“Kalo pekerja perempuan enak ada Mess, mereka tinggal di sana dan semua kebutuhan pangan di tanggung oleh perusahaan, sedangkan laki-laki tidak” (S, 25 tahun).
8.2 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Hubungan antara karakteristik individu (jenis kelamin, usia, pengalaman
kerja, jumlah tanggungan dan status pernikahan) dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari konsep KKG (akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat) dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square
dan Rank-Spearman. Hasil pengujian hubungan dapat terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Karakteristik Individu Korelasi Persepsi
Akses Partisipasi Kontrol Manfaat
Jenis Kelamin
Usia
Pangalaman Kerja
Jumlah Tanggungan
Status Pernikahan
χ2
rs
rs
rs
χ2
0,402**
-0,270*
-0,167
-0,185
0,227
0,195
-0,094
0,010
-0,129
0,126
0,152
-0,141
0,054
-0,027
0,212
0,320*
-0,137
-0,083
-0,157
0,285
Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01; χ
2=koefisien Chi Square; rs=koefisien Rank- Spearman
Pada Tabel 13 di atas terlihat bahwa ada beberapa karakteristik individu
yang berhubungan dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
ditinjau dari konsep KKG. Karakteristik individu yang memiliki hubungan yang
nyata tersebut yaitu antara jenis kelamin dengan persepsi tentang akses dan
manfaat serta antara usia dengan persepsi tentang akses. Dengan demikian
hipotesis ketiga yang menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara karakteristik
individu dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan
ditinjau dari konsep KKG” ditolak.
72
8.2.1 Hubungan anatara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan
peraturan kerja ditinjau dari KKG diuji dengan menggunakan Uji Chi Square.
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa karakteristik individu jenis kelamin memiliki
hubungan yang sangat nyata dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan
ditinjau dari akses dengan nilai probabilitas (sig) sebesar 0,001 dimana nilainya
lebih kecil dari 0,01 (p<0,01). Hal ini dimungkinkan karena ada perbedaan akses
laki-laki dan perempuan untuk pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial, masa
cuti, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja.
Hasil pengujian untuk hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari partisipasi dan manfaat
menunjukkan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Artinya tidak
terdapat hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari partisipasi dan kontrolnya. Hal
ini dikarenakan seluruh pekerja baik laki-laki maupun perempuan kurang
memiliki partisipasi dan kontrol terhadap pelaksanaan peraturan kerja perusahaan.
Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi
tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari manfaat diperoleh nilai
probabilitas (sig) sebesar 0,022 dimana nilainya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05).
Artinya terdapat hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan persepsi
tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari manfaat. Pelaksanaan peraturan
kerja menurut responden laki-laki dan perempuan memberikan manfaat yang
berbeda bagi pemenuhan kebutuhan masing-masing responden.
8.2.2 Hubungan antara Usia dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Hubungan antara usia dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan
peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG diuji dengan menggunkan uji korelasi
Rank-Spearman. Dalam penelitian ini usia dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu
19-23 tahun, 24-28 tahun dan 29-33 tahun. Berdasarkan hasil pengujian hubungan
antara usia dengan persepsi tentang peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG
hanya memiliki hubungan yang nyata dengan akses.
73
Pada Tabel 13 terlihat bahwa usia dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari akses memiliki hubungan yang nyata
dengan nilai probabilitas (sig) sebesar 0,013 dimana nilainya lebih kecil dari 0,05
(p<0,05). Hasil pengujian juga menunjukkan koefisien korelasi yang negatif yaitu
-0,270 yang berarti semakin bertambah usia responden, semakin kurang baik
persepsinya tentang akses. Usia responden pada penelitian ini bervariasi, sehingga
memiliki persepsi yang berbeda tentang akses.
Berdasarkan hasil pengujian usia dengan persepsi tentang partisipasi,
kontrol dan manfaat memiliki hubungan yang tidak nyata karena diperoleh nilai
probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hal ini dikarenakan baik usia
responden lebih tua maupun muda memberikan penilaian relatif sama pada
persepsi tentang partisipasi, kontrol, danmanfaat untuk pelaksanaan peraturan
upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja
kerja responden.
8.2.3 Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Hubungan karakteristik individu pengalaman kerja dengan persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari KKG diuji dengan menggunakan
uji korelasi Rank-Spearman. Berdasarkan hasil penelitian pengalaman kerja
responden dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu 0-2 tahun, >2-4 tahun dan >4-6
tahun. Berdasarkan hasil pengujian pengalaman kerja dengan persepsi pekerja
tentang pelaksanaanperaturan kerja ditinjau dari akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat memiliki hubungan yang tidak nyata karena diperoleh nilai probabilitas
(sig) yang lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hal ini dikarenakan baik pekerja yang
memiliki pengalaman kerja yang sudah lama maupun belum memiliki
pengalaman kerja memberikan penilaian yang relatif sama untuk persepsi tentang
akses, partisipasi, kontrol dan manfaat untuk pelaksanaan peraturan upah, jaminan
sosial, masacuti, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja.
74
8.2.4 Hubungan antara Jumlah Tanggungan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Hubungan karakteristik individu jumlah tanggungan dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG diuji
dengan menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Jumlah tanggungan responden
dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu 0-1 orang, 2-3 orang dan >4 orang. Jumlah
tanggungan diduga memiliki hubungan nyata dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) yang lebih
besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti jumlah tanggungan tidak memiliki hubungan
yang nyata dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja baik yang
ditinjau dari akses, partisipasi, kontrol dan manfaatnya. Responden yang memiliki
jumlah tanggungan banyak maupun sedikit cenderung memiliki persepsi yang
cukup baik tentang pelaksanaan peraturan ditinjau dari konsep KKG.
8.2.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang
Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Penelitian ini membagi status pernikahan ke dalam dua kategori yaitu
menikah dan belum menikah. Hubungan status pernikahan dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG diuji
dengan menggunakan Uji Chi Square. Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 13
terlihat perolehan nilai probabilitas (sig) untuk seluruh persepsi lebih besar dari
0,05 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata antara status
pernikahan dengan persepsi tentang pelaksanaan peraturan ditinjau dari konsep
KKG baik untuk akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Responden yang sudah
menikah maupun belum menikah memberikan penilaian yang relatif cukup baik
untuk pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari KKG.
75
8.3 Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja (reproduktif dan
produktif) dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Hasil
pengujian hubungan tersebut tersaji pada Tabel 14 di bawah ini. Hasil pengujian
hubungan antara relasi gender dalam pembagian kerja dengan persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan yang ditinjau dari konsep KKG
tidak memiliki hubungan yang nyata baik untuk persepsi akses, partisipasi,
kontrol maupun manfaat. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan
“Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam pembagian kerja dengan
persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan dan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari konsep
KKG” ditolak.
Tabel 14. Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Persepsi Akses Partisipasi Kontrol Manfaat
Reproduktif Produktif
0,103 0,125
-0,039 -0,166
0,026 -0,116
-0,037 -0,153
Reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia
dan keluarga, seperti melahirkan dan mengasuh anak serta pekerjaan rumah
tangga. Kerja reproduktif dalam penelitian ini dilihat dari pembagian kerja laki-
laki dan perempuan dalam menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menyetrika
pakaian, membersikan rumah dan belanja kebutuhan rumah tangga. Perusahaan
tempat bekerja responden tidak memperhatikan pekerjaan lain di luar pekerjaan
perusahaan. Sehingga perusahaan tidak memperhatikan apakah pekerja memiliki
beban kerja reproduktif atau tidak. Dengan demikian perusahaan tidak
membedakan akses, partisipasi, kontrol maupun manfaat seluruh pekerja.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai probabilitas (sig) lebih besar
dari 0,05 (p>0,05) untuk persepsi akses, partisipasi, kontrol dan mafaat. Dengan
demikian relasi gender dalam pembagian kerja bidang reproduktif tidak
76
berhubungan nyata dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja
perusahaan ditinjau dari konsep KKG.
Responden penelitian ini adalah pekerja yang bekerja dalam bidang
produktif seluruhnya. Hasil pengujian hubungan antara produktif dengan persepsi
pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan diperoleh nilai
probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan
yang nyata. Hal ini dikarenakan seluruh responden bekerja dalam bidang
produktif sehingga tidak memiliki persepsi yang berbeda dan perusahaan tidak
membeda-bedakan akses, partispasi, kontrol dan manfaat seluruh pekerja.
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah:
1. Relasi gender dalam pembagian kerja dalam keluarga responden lebih
menempatkan perempuan pada pekerjaan reproduktif sekaligus produktif
karena responden perempuan juga bekerja pada bidang produktif sebagai
pekerja di perusahaan, sehingga Perempuan mengalami beban kerja
sedangkan laki-laki hanya ditempatkan dalam pekerjaan produktif.
2. Persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan perusahaan menunjukkan
angka rata-rata sebesar 4,17 yang berarti persepsi seluruh pekerja tentang
pelaksanaan peraturan perusahaan termasuk dalam kategori baik. Namun,
untuk masalah masa cuti perusahaan tidak memberikan cuti haid untuk
istirahat, tapi diganti dengan uang. Pelaksanaan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja masih belum maksimal karena tidak ada dokter yang jaga
di poliklinik dan obat-obatan P3K tidak lengkap.
3. Persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari
konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) menunjukkan angka rataan
skor sebesar 3,77 yang berarti persepsi responden tentang pelaksanaan kerja
ditinjau dari konsep KKG adalah baik/adil dan setara. Pekerja memandang
bahwa perusahaan tidak membeda-bedakan pelaksanaan peraturan kerja
antara laki-laki dan perempuan. Pekerja diperlakukan adil dan setara untuk
memperoleh akses terhadap upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan
kesehatan dan kemanan. Akan tetapi, untuk poliklinik tempatnya jauh dari
area tempat pekerja bekerja dan perusahaan tidak menyediakan perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja yang khusus untuk tiap divisi.
4. Beberapa karakteristik individu berhubungan nyata dengan persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja perusahaan yaitu usia dengan persepsi
tentang pelaksanaan peraturan upah, jaminan sosial dan masa cuti, antara
pengalaman kerja dengan persepsi responden tentang pelaksanaan peraturan
upah, jaminan sosial, masa cuti, perlindungan kesehatan dan kemanan kerja
78
serta antara status pernikahan dengan persepsi responden tentang pelaksanaan
peraturan upah, jaminan sosial, perlindungan kesehatan dan keselamatan
kerja. Karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan persepsi pekerja
tentang pelaksanaan peraturan kerja ditinjau dari konsep KKG yaitu antara
jenis kelamin dengan persepsi pekerja tentang akses dan manfaat serta antara
usia dengan persepsi tentang akses. Karakteristik individu yang berhubungan
nyata dengan relasi gender dalam pembagian kerja hanya satu yaitu antara
jenis kelamin dengan reproduktif.
5. Relasi gender dalam pembagian kerja hanya satu yang berhubungan dengan
persepsi pekerja tentang pelaksanaaan peraturan kerja perusahaan yaitu antara
reproduktif dengan persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan
perlindungan dkesehatan dan keselamatan kerja. Relasi gender dalam
pembagian kerja tidak berhubungan nyata dengan persepsi pekerja tentang
pelaksanaan peraturan kerja perusahaan ditinjau dari konsep KKG.
9.2 Saran
Terkait dengan hasil penelitian serta kesimpulan di atas, disarankan agar
dilakukan perbaikan khususnya untuk pelaksanaan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja:
1. Perusahaan sebaiknya menempatkan P3K di masing-masing divisi jangan
terlalu jauh dengan tempat kerja responden dan sebaiknya obat-obatannya
dilengkapi sesuai dengan kebutuhan pekerja.
2. Poliklinik sebaiknya dekat dengan tempat bekerja dan ada dokter yang jaga,
sehingga apabila ada kecelakaan kerja dapat segera ditolong.
3. Perusahaan seharusnya memberikan cuti haid kepada pekerja perempuan
pada waktu pertama dan kedua waktu haid, sesuai dengan Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) di perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 1995. “Reproduksi Ketimpangan Gender, Partisipasi Wanita dalam Kegiatan Ekonomi” dalam Prisma No. 6 Tahun 1995. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Fakih, Mansour. 2004. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender
Edisi Revisi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Hasanudin, Tubagus Maulana. 2009. Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan
Kontrol terhadap Sumber daya. Skripsi. Institit Pertanian Bogor. Hubeis, Aida Vitalaya S. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa.
Bogor: IPBPress. Hutagalung, Nurmala K., Mies Grijns dan Benyamin White. 1992. Wanita
Sebagai Buruh. Proyek Penelitian Sektor Non Pertanian Pedesaan Jawa Barat. PSP-IPB.
Kriyantono, R. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. Lestari, Rizqi Suci. 2008. Persepsi Remaja terhadap Pembagian Peran Gender
dalam Keluarga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah, Siti Sugiah. 2007. “Gender, Lingkungan dan Pembangunan
Berkelanjutan” dalam Ekologi Manusia. Editor Soeryo Adiwibowo. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut pertanian Bogor.
Mulyana, Dedi. 20010. Persepsi Khalayak terhadap Program Acara Televisi
Reality Show “Jika Aku Menjadi” Di Trans TV. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi, Linda. 2009. Marginalisasi Perempuan dalam Industri dan Pengaruhnya
terhadap Kesejahteraan Keluarga Pekerja. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Rahima, Swara. 2004. Perempuan Bekerja, Dilema Tak Berujung.
http://www.or.id/SR/12-04/fokus.htm. (Diakses Tanggal 15 September 2010).
80
Rakhmat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rohmah, Eros. 2006. Ideologi Gender dan Isu Ketimpangan Gender Terhadap Buruh Perempuan Pabrik Garmen. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Safitri, Astri Sundari. 2006. Gender, Industri, dan Pengaruhnya terhadap Otonomi
Wanita dalam Pendidikan Anak. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan, Kerja dan Perubahan
Sosial Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES. Supiandi, Yusuf. 2008. Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender. Jakarta:
UNFPA. Syarief, Khairunnisa. 2007. Persepsi Khalayak terhadap Tayangan “Infotainment”
RCTI. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1997 Tentang
Ketenagakerjaan.
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
KUESIONER Nomor Kuesioner : Tanggal Pengisian :
Kuesioner ini diberikan dalam rangka penyusunan tugas akhir Rany Juliani pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Persepsi Pekerja tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pelaksanaan Peraturan Kerja di PT. ITS, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat” , dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap Anda bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Perlu diperhatikan, bahwa dalam mengisi kuesioner ini, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Apapun jawaban Anda, akan menjadi data berharga bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban yang Anda berikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Terima kasih atas bantuan dan partisipasi Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini.
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
2011
83
BAGIAN I KARAKTERISTIK INDIVIDU
Nama : L / P Tempat, tanggal lahir : Alamat Rumah : No. Telepon/HP : Usia : Status Pernikahan : Belum menikah / Menikah (Lingkari yang sesuai) Latar Belakang Pendidikan Formal (Lingkari) • Tamat SD/Sederajat • Tamat SMP/Sederajat • Tamat SMA/Sederajat • Tamat Perguruan Tinggi: D1 / D2 / D3 / S1 (lingkari yang sesuai) Tanggungan Keluarga
Laki-laki : orang Perempuan : orang
No. Nama Hubungan
dalam keluaraga1)
Jenis kelamin
L=1 P=2
Umur (Tahun)
Tingkat Pendidikan2)
Pekerjaan
Utama Sampingan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Keterangan : 1) Isikan: 1 = Kepala Keluarga (KK), 2. Suami, 3. Anak, 4. Lainnya 2) Isikan: Tahun Lama sekolah (tidak/belum sekolah = 0)
• Apakah Anda mempunyai pengalaman bekerja sebelumnya? a. Ya b. Tidak Jika Ya berapa lama? Tahun
• Berapa pendapatan yang Anda peroleh dalam 1 bulan? Rp
84
BAGIAN II RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA
Berikan tanda checklist (√) pada kolom di bawah ini sesuai dengan aktivitas yang Anda lakukan.
Aktivitas Tenaga Kerja
Waktu Keterangan
L P H/M/B Jam Reproduktif • Menyiapkan makanan • Mencuci pakaian • Menyetrika pakaian • Membersihkan rumah • Belanja kebutuhan rumah tangga
Produktif • Kegiatan usaha sendiri • Bekerja di luar rumah
Keterangan : waktu 1) H = Harian, 2) Mingguan, 3). Bulanan; L=Laki-laki; P=Perempuan
BAGIAN III
PERSEPSI PEKERJA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN KERJ A PERUSAHAAN
Berilah penilaian menurut Anda pada pertanyaan mengenai pelaksanaan peraturan perusahaan di bawah ini: 1 = pelaksanaan peraturan yang sangat kurang baik, 2 = kurang baik, 3 = cukup baik, 4 = baik, 5 = sangat baik, dengan memberikan tanda checklist (√).
a. Upah No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Besarnya upah yang diberikan sesuai dengan
UMK (Upah Minimum Kabupaten) yang ditetapkan daerah setempat.
2. Perhitungan upah lembur berdasarkan jam kerja dan ketentuan yang berlaku.
3. Perusahaan tidak memberikan potongan upah apabila pekerja izin sakit dengan menyertakan surat dokter
4. Upah tidak dibayar apabila tenaga kerja tidak melakukan pekerjaannya tanpa alasan
5. Perusahaan memberikan upah penuh selama pekerja izin cuti (cuti menikah, melahirkan, dll)
85
Menurut pendapat Anda, bagaimana sebaiknya peraturan mengenai sistem pengupahan di perusahaan tempat Anda bekerja? b. Jaminan Sosial No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Perusahaan memberikan jaminan kesehatan 2. Perusahaan memberikan jaminan hari tua 3. Perusahaan memberikan jaminan
perumahan/tempat tinggal
4. Perusahaan memberikan jaminan kematian 5. Semua tenaga kerja diasuransikan
Menurut pendapat Anda, bagaimana sebaiknya peraturan mengenai jaminan sosial yang diberlakukan di perusahaan tempat Anda bekerja? c. Masa Cuti No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Perusahaan memberikan cuti haid kepada
pekerja perempuan
2. Perusahaan memberikan cuti hamil kepada pekerja perempuan
3. Perusahaan memberikan cuti melahirkan selama 3 bulan, 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan kepada pekerja perempuan
4. Perusahaan memberikan cuti sakit dengan menyertakan surat dari dokter
5. Perusahaan memberikan cuti apabila pekerja akan menikah
Menurut pendapat Anda, bagaimana sebaiknya peraturan mengenai masa cuti pekerja yang diberlakukan di perusahaan tempat Anda bekerja?
86
d. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan kerja No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Perusahaan memberikan pekerjaan yang tidak
bahaya bagi keselamatan pekerja perempuan yang sedang hamil
2. Perusahaan menyediakan obat-obatan untuk pertolongan pertama (P3K) untuk kecelakaan kerja
3. Perusahaan menyediakan Poliklinik khusus pekerja
4. Perusahaan tidak memecat pekerja atas dasar kehamilan dan status pernikahan.
5. Perusahaan menyediakan peralatan untuk keselamatan kerja
Menurut pendapat Anda, bagaimana sebaiknya peraturan mengenai perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja yang diberlakukan di perusahaan tempat Anda bekerja?
BAGIAN IV PERSEPSI PEKERJA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN KERJ A
PERUSAHAAN DITINJAU DARI KKG
Berilah penilaian menurut Anda pada pernyataan mengenai pelaksanaan peraturan perusahaan ditinjau dari KKG di bawah ini: 1 = sangat kurang baik/sangat kurang adil dan setara, 2 = kurang baik/kurang adil dan setara, 3 = cukup baik/cukup adil dan setara, 4 = baik/adil dan setara, 5 = sangat baik/sangat adil dan setara, dengan memberikan tanda checklist (√).
a. Akses No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Anda mendapatkan upah yang sama dengan
pekerja yang lain pada bidang yang sama
2. Anda memperoleh kenaikan upah secara berkala.
3. Anda memperoleh upah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
4. Anda memperoleh jaminan kesehatan 5. Anda memperoleh asuransi 6. Anda memperoleh jaminan kematian
87
7. Anda memperoleh cuti sakit dengan disertai surat dokter
8. Anda mudah untuk memperoleh izin cuti kerja 9. Anda dapat memperoleh cuti kerja 10. Anda memperoleh perlindungan kesehatan 11. Anda memperoleh perlindungan keselamatan
kerja kerja
12. Anda dapat menggunakan peralatan kesehatan dan keselamatan kerja kerja
b. Partisipasi No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Anda ikut serta menentukan jumlah upah yang
diinginkan
2. Anda ikut serta dalam menentukan kenaikan upah secara berkala
3. Anda ikut serta dalam penetapan peraturan mengenai pengupahan
4. Anda ikut serta dalam penentuan peraturan jaminan kesehatan
5. Anda mengetahui peraturan jaminan sosial 6. Anda ikut serta dalam penentuan peraturan
jaminan kematian
7. Anda ikut serta menentukan waktu cuti dalam peraturan kerja
8. Anda ikut serta dalam menentukan peraturan waktu cuti
9. Anda memahami peraturan mengenai cuti kerja 10. Anda memahami peraturan perlindungan
kesehatan kerja
11. Anda mengetahui peraturan perlindungan keselamatan kerja kerja
12. Anda ikut serta dalam menentukan perlindungan keselamatan kerja kerja
c. Kontrol No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Anda sendiri yang menentukan alokasi
penggunaan upah
2. Anda dapat menentukan peraturan kenaikan upah secara berkala
88
3. Anda dapat menentukan besarnya upah yang diperoleh
4. Anda dapat menentukan jaminan kesehatan yang dapat diperoleh
5. Anda dapat menentukan jaminan hari tua yang dapat diperoleh
6. Anda dapat menentukan jaminan perumahan/tempat kerja
7. Anda dapat menentukan sendiri waktu cuti kerja 8. Anda dapat menentukan sendiri lamanya waktu
cuti kerja
9. Anda dapat menentukan peraturan masa cuti 10. Anda dapat menentukan jenis perlindungan
kesehatan kerja
11. Anda dapat menentukan perlindungan keselamatan kerja kerja
12. Anda dapat menentukan sendiri jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
d. Manfaat No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 1. Upah yang Anda peroleh cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
2. Upah yang Anda peroleh cukup untuk memenuhi kebutuhan Anda sendiri.
3. Upah yang Anda peroleh sesuai dengan ketentuan peraturan perusahaan
4. Fasilitas jaminan sosial berguna bagi pekerja 5. Anda menggunakan fasilitas jaminan sosial dari
perusahaan apabila sakit
6. Anda menggunakan fasilitas jaminan sosial untuk keluarga apabila sakit
7. Anda pernah cuti kerja 8. Anda cuti kerja apabila sakit 9. Pekerja perempuan diperbolehkan untuk cuti haid 10. Anda menggunakan fasilitas kesehatan
perusahaan apabila mengalami kecelakaan kerja
11 Anda menggunakan fasilitas perlindungan keselamatan kerja kerja yang disediakan perusahaan
12. Anda aman dari kecelakaan kerja
89
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument A. Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan Upah, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel
(n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot 0.644 0.10
0.497
Valid V2 dengan Vtot 0.644 0.010 Valid V3 dengan Vtot 0 0 Tidak Valid V4 dengan Vtot 0.869 0.000 Valid V5 dengan Vtot 0.383 0.159 Tidak Valid
Jaminan Sosial, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel
(n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot 0.508 0.053
0.497
Valid V2 dengan Vtot 0.769 0.001 Valid V3 dengan Vtot 0.590 0.021 Valid V4 dengan Vtot 0.590 0.021 Valid V5 dengan Vtot 0.528 0.043 Valid
Masa Cuti, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel
(n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot 0.598 0.019
0.497
Valid V2 dengan Vtot 0.646 0.009 Valid V3 dengan Vtot 0.765 0.001 Valid V4 dengan Vtot 0.546 0.035 Valid V5 dengan Vtot 0.347 0.205 Tidak Valid
Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan kerja, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel
(n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot 0.841 0.000
0.497
Valid V2 dengan Vtot 0.533 0.041 Valid V3 dengan Vtot 0.920 0.000 Valid V4 dengan Vtot 0.920 0.000 Valid V5 dengan Vtot 0.722 0.002 Valid
90
Hasil Uji Reliabilitas untuk Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja:
B. Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Ditinjau dari Konsep
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Akses, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel (n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot 0.060 0.831
0.497
Valid V2 dengan Vtot 0. 751 0.001 Valid V3 dengan Vtot 0.854 0.000 Valid V4 dengan Vtot 0.440 0.100 Valid V5 dengan Vtot 0.221 0.428 Valid V6 dengan Vtot 0 0 Tidak Valid V7 dengan Vtot 0. .633 0.011 Valid V8 dengan Vtot -0.180 0.521 Tidak Valid V9 dengan Vtot -0.299 0.280 Tidak Valid V10 dengan Vtot 0.681 0.005 Valid V11 dengan Vtot 0.655 0.008 Valid V12 dengan Vtot 0.425 0.115 Tidak Valid
Partisipasi, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel (n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot -0.290 0.295
0.497
Tidak Valid V2 dengan Vtot 0.588 0.021 Valid V3 dengan Vtot 0.834 0.000 Valid V4 dengan Vtot 0.690 0.004 Valid V5 dengan Vtot 0.557 0.031 Valid V6 dengan Vtot 0.155 0.582 TdakValid V7 dengan Vtot 0.613 0.015 Valid
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 15 100.0
Excludeda 0 .0
Total 15 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0.496 20
91
V8 dengan Vtot 0.605 0.017 Valid V9 dengan Vtot 0.410 0.129 Tidak Valid V10 dengan Vtot 0.366 0.180 Tidak Valid V11 dengan Vtot 0.497 0.059 Valid V12 dengan Vtot 0.474 0.074 Tidak Valid
Kontrol, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel (n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot 0.329 0.231
0.497
Tidak Valid V2 dengan Vtot 0.870 0.000 Valid V3 dengan Vtot 0.824 0.000 Valid V4 dengan Vtot 0.946 0.000 Valid V5 dengan Vtot 0.609 0.016 Valid V6 dengan Vtot -0.062 0.826 Tidak Valid V7 dengan Vtot 0.442 0.099 Tidak Valid V8 dengan Vtot 0.070 0.804 Tidak Valid V9 dengan Vtot 0.526 0.044 Valid V10 dengan Vtot 0.298 0.281 Tidak Valid V11 dengan Vtot 0.648 0.009 Valid V12 denganVtot -0.160 0.570 Tidak Valid
Manfaat, Hasil Uji Validitas:
Korelasi antara Nilai Korelasi
(Pearson Corellation)
Probabilitas Korelasi
[sig.(2-tailed)]
Nilai r tabel (n=15, α=5%)
Kesimpulan
V1 dengan Vtot 0.339 0.216
0.497
Tidak Valid V2 dengan Vtot -0.036 0.897 Tidak Valid V3 dengan Vtot 0.278 0.316 Tidak Valid V4 dengan Vtot 0.380 0.163 Tidak Valid V5 dengan Vtot 0.551 0.033 Valid V6 dengan Vtot 0.473 0.075 Tidak Valid V7 dengan Vtot 0.129 0.647 Tidak Valid V8 dengan Vtot 0.342 0.212 Tidak Valid V9 dengan Vtot 0.474 0.075 Tidak Valid V10 dengan Vtot 0.611 0.015 Valid V11 dengan Vtot 0.355 0.195 Tidak Valid V12 dengan Vtot 0.380 0.162 Tidak Valid
92
Hasil Uji Reliabilitas Untuk Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Ditinjau dari KKG:
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 15 100.0
Excludeda 0 .0
Total 15 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0.832 48
93
Lampiran 3. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Jenis Kelamin*Persepsi Upah
Crosstab
Persepsi Upah
Total 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 2 1 6 9 18
Perempuan 1 8 12 46 67
Total 3 9 18 55 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .269 .085
N of Valid Cases 85
Jenis Kelamin*Persepsi Jaminan Sosial
Crosstab
Persepsi jaminan sosial
Total 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 1 5 7 5 18
Perempuan 0 14 26 27 67
Total 1 19 33 32 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .227 .202
N of Valid Cases 85
94
Jenis Kelamin*Persepsi Masa Cuti
Crosstab
Persepsi Masa cuti
Total 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 2 2 6 8 18
Perempuan 1 8 18 40 67
Total 3 10 24 48 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .225 .210
N of Valid Cases 85
Jenis Kelamin*Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan kerja
Crosstab
Persepsi Perlindungan Kesehatan dan
Keselamatan kerja
Total 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 1 5 7 5 18
Perempuan 2 16 22 27 67
Total 3 21 29 32 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .113 .778
N of Valid Cases 85
95
Lampiran 4. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Status Pernikahan*Persepsi Upah
Crosstab
Persepsi Upah
Total 2 3 4 5
Status Pernikahan Belum menikah 2 4 5 41 52
Menikah 1 5 13 14 33
Total 3 9 18 55 85
Symmetric Measure Value Approx. Sig.a
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .372 .003
N of Valid Cases 85
Status Pernikahan*Persepsi Jaminan Sosial
Crosstab
Persepsi jaminan sosial
Total 2 3 4 5
Status Pernikahan Belum menikah 1 8 18 25 52
Menikah 0 11 15 7 33
Total 1 19 33 32 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .294 .045
N of Valid Cases 85
96
Status Pernikahan*Persepsi Masa Cuti
Crosstab
Persepsi Masa cuti
Total 2 3 4 5
Status Pernikahan Belum menikah 2 5 10 35 52
Menikah 1 5 14 13 33
Total 3 10 24 48 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .279 .066
N of Valid Cases 85
Status Pernikahan*Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan kerja
Crosstab
Persepsi Perlindungan Kesehatan dan
Keselamatan kerja
Total 2 3 4 5
Status Pernikahan Belum menikah 0 11 16 25 52
Menikah 3 10 13 7 33
Total 3 21 29 32 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .320 .021
N of Valid Cases 85
97
Lampiran 5. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
Jenis Kelamin*Persepsi Akses
Crosstab
Persepsi Akses
Total 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 1 5 4 8 18
Perempuan 0 2 14 51 67
Total 1 7 18 59 85
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .402 .001
N of Valid Cases 85
Jenis Kelamin*Persepsi Partisipasi
Crosstab
Persepsi Partisipasi
Total 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 2 9 7 0 18
Perempuan 11 26 21 9 67
Total 13 35 28 9 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .195 .340
N of Valid Cases 85
98
Jenis Kelamin*Persepsi Kontrol
Crosstab
Persepsi Kontrol
Total 1 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 0 5 9 3 1 18
Perempuan 1 13 29 21 3 67
Total 1 18 38 24 4 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .152 .736
N of Valid Cases 85
Jenis Kelamin*Persepsi Manfaat
Crosstab
Persepsi Manfaat
Total 2 3 4 5
Jenis Kelamin Laki-Laki 1 2 11 4 18
Perempuan 0 2 29 36 67
Total 1 4 40 40 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .320 .022
N of Valid Cases 85
99
Lampiran 6. Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Pernikahan dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
Status Pernikahan * Persepsi Akses
Crosstab
Persepsi Akses
Total 2 3 4 5
Status Pernikahan
Belum menikah 0 3 9 40 52
Menikah 1 4 9 19 33
Total 1 7 18 59 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .227 .204
N of Valid Cases 85
Status Pernikahan * Persepsi Partisipasi
Crosstab
Persepsi Partisipasi
Total 2 3 4 5
Status
Pernikahan
Belum
menikah 7 21 17 7 52
Menikah 6 14 11 2 33
Total 13 35 28 9 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .126 .715
N of Valid Cases 85
100
Status Pernikahan * Persepsi Kontrol
Crosstab
Persepsi Kontrol
Total 1 2 3 4 5
Status
Pernikahan
Belum
menikah 1 8 26 14 3 52
Menikah 0 10 12 10 1 33
Total 1 18 38 24 4 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .212 .406
N of Valid Cases 85
Status Pernikahan * Persepsi Manfaat
Crosstab
Persepsi Manfaat
Total 2 3 4 5
Status Pernikahan Belum menikah 0 4 20 28 52
Menikah 1 0 20 12 33
Total 1 4 40 40 85
Symmetric Measures Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .285 .057
N of Valid Cases 85
101
Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik Individu dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Spearman Correlation Upah Jaminan Sosial
Masa Cuti
Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan
kerja
Jenis Kelamin Correlation Coefficient 0.154 0.140 0.142 0.101
Sig. (2-tailed) 0.160 0.202 0.195 0.356
Usia Correlation Coefficient -0.228 -0.267 -0.235 -0.185
Sig. (2-tailed) 0.036* 0.013* 0.030* 0.090
Pengalaman kerja Correlation Coefficient -0.283 -0.256 -0.286 -0.243
Sig. (2-tailed) 0.009** 0.018* 0.008** 0.025* Jumlah Tanggungan
Correlation Coefficient -0.169 -0.139 -0.170 -0.079
Sig. (2-tailed) 0.123 0.203 0.119 0.475
Status Pernikahan Correlation Coefficient -0.331 -0.269 -0.240 -0.291
Sig. (2-tailed) 0.002** 0.013* 0.027* 0.007** Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **berhubungan sangat nyata pada p<0,01
Lampiran 8. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman Karakteristik Individu dengan
Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari konsep KKG
Spearman Correlation Akses Partisipasi Kontrol Manfaat
Jenis Kelamin Correlation Coefficient 0.333 0.054 0.104 0.295
Sig. (2-tailed) 0.002** 0.623 0.344 0.006**
Usia Correlation Coefficient -0.270 -0.094 -0.141 -0.137
Sig. (2-tailed) 0.013* 0.392 0.198 0.212
Pengalaman Kerja Correlation Coefficient -0.067 0.055 -0.043 -0.004
Sig. (2-tailed) 0.541 0.619 0.695 0.974 Jumlah Tanggungan
Correlation Coefficient -0.185 -0.129 -0.027 -0.157
Sig. (2-tailed) 0.090 0.240 0.809 0.152
Status Pernikahan Correlation Coefficient -0.214 -0.098 -0.077 -0.135
Sig. (2-tailed) 0.049* 0.375 0.483 0.218 Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **berhubungan sangat nyata pada p<0,01
102
Lampiran 9. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik Individu dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Spearman Correlation Reproduktif Produktif
Jenis Kelamin Correlation Coefficient 0.708 -0.053
Sig. (2-tailed) 0.000** 0.628
Usia Correlation Coefficient -0.100 -0.039 Sig. (2-tailed) 0.362 0.725
Pengalaman Kerja Correlation Coefficient 0.010 -0.102
Sig. (2-tailed) 0.925 0.353
Jumlah Tanggungan Correlation Coefficient -0.077 0.089 Sig. (2-tailed) 0.486 0.417
Status Pernikahan Correlation Coefficient 0.155 -0.152
Sig. (2-tailed) 0.158 0.164 Keterangan: **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01; Lampiran 10. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam
Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan
Spearman Correlation Upah Jaminan Sosial
Masa Cuti
Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan
kerja
Reproduktif Correlation Coefficient -0.043 -0.028 -0.133 -0.247
Sig. (2-tailed) 0.694 0.802 0.224 0.023*
Produktif Correlation Coefficient 0.138 0.062 0.162 0.052
Sig. (2-tailed) 0.208 0.572 0.139 0.637 Lampiran 11. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam
Pembagian Kerja dengan Persepsi Pekerja tentang Pelaksanaan Peraturan Kerja Perusahaan ditinjau dari Konsep KKG
Spearman Correlation Akses Partisipasi Kontrol Manfaat
Reproduktif Correlation Coefficient 0.103 -0.039 0.026 -0.037
Sig. (2-tailed) 0.348 0.724 0.814 0.736 Produktif Correlation Coefficient 0.125 -0.166 -0.116 -0.153
Sig. (2-tailed) 0.254 0.129 0.291 0.161