PITIRIASIS LIKENOIDES
I. PENDAHULUAN Pitiriasis likenoides adalah penyakit yang jarang terjadi, dermatosis yang
self-limiting dengan histogenenesis yang masih diperdebatkan dengan spektrum
gejala yang berubah-ubah. Sampai saat ini angka prevalensi maupun angka
insidensnya belum diketahui pasti. Pitiriasis likenoides dapat mengenai semua ras dan
tidak terdapat predisposisi ras maupun letak geografis tertentu.1, 2
Pitiriasis likenoides adalah gangguan kulit yang jarang terjadi dan
etiologinya belum diketahui. Pitiriasis likenoides meliputi gambaran klinis mulai dari
lesi papular akut yang dengan cepat berubah menjadi pseudovesikel dan nekrosis
pada sentral (Pityriasis Lichenoides Et Varioliformis Acuta atau PLEVA) ke bentuk
papul jinak berukuran kecil (Pityriasis Lichenoides Chronica atau PLC). Walaupun,
secara historis, istilah Mucha-Habermann hanya diperuntukkan untuk PLEVA, tapi
istilah ini telah mencakup PLC. Sebuah varian lain yang jarang dengan demam
ulseronekrotik telah dilaporkan, dimana varian ini merupakan bentuk yang parah dari
PLEVA dengan demam yang tinggi. Degos et.al, pada tahun 1966, melaporkan
subtipe dari PLEVA ulseronekrotik yang diikuti demam tinggi. Tipe ini sering
disebut dengan penyakit febrile ulceronecrotic Mucha-Habermann.3, 4
Pitiriasis likenoides dapat berkembang pada seluruh umur,dengan predileksi
pada pria dekade kedua maupun ketiga kehidupan. Jumlah lesi bervariasi dari 20
hingga ratusan, lebih sering terkena pada badan bagian anterior dan pada permukaan
fleksura bagian proksimal dari ekstremitas.2
II. EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis likenoides paling sering menyerang anak remaja dan dewasa muda
yang pada umumnya muncul sebelum umur 30 tahun. Bisa menyerang pada seluruh
kelompok umur, ras, dan area geografis. Dimana laki-laki lebih dominan, namun
1
jarang pada bayi dan orang tua. Kebanyakan pasien mengalami hal tersebut dalam 3
dekade pertama kehidupannya. Pada kasus yang diteliti untuk anak menujukkan
bahwa paling sering terjadi pada umur 3-15 tahun, dengan rata-rata umur 9,3 tahun.4-6
III. ETIOLOGI
Etiologi dari pitiriasis likenoides belum diketahui. Beberapa kasus telah
dihubungkan dengan agen-agen infeksi seperti Toxoplasma gondii, virus Epstein-
Barr, cytomegalovirus, parvovirus B19 dan virus HIV. Terdapat satu kasus berkaitan
dengan terapi estrogen-progesteron dan obat kemoterapi secara berulang. Tidak jelas
apakah agen ini secara aktif terlibat dalam patogenesis penyakit atau hanya secara
kebetulan saja; bagaimanapun, beberapa kasus berkaitan dengan toksoplasmosis
dengan cepat berespon dengan terapi spesifik.7
IV. PATOGENESIS
Studi imunohistologik telah menunjukkan suatu reduksi sel antigen-
presenting dendritic ( langerhans ) CD1a+ pada pusat epidermis lesi pitiriasis
likenoides. Keratinosit dan sel endothelial HLA-DR+, yang diduga mengaktivasi
sitokin sel T. Sel T CD8+ atau CD4+ sel T dominan dalam PLC. Banyak sel T ini yang
mengekspresikan protein memori ( CD45RO ) dan protein sitolitik ( TIA-1 dan
granzim B ). Klonalitas sel T dominan telah ditemukan pada kira-kira setengah kasus
PLEVA dan minoritas pada kasus PLC. Pada agregasi, penemuan ini meningkatkan
kemungkinan bahwa pitiriasis likenoides adalah suatu variabel klonal respon
limfoproliferatif sel T-memori sitolitik kepada satu atau lebih antigen asing. Deposisi
imunoglubulin M, C3 dan fibrin di dalam dan sekitar pembuluh darah dan sepanjang
dermoepidermal junction pada lesi akut dini menyatakan suatu respon imun humoral
yang mungkin terjadi, walau ini dapat merupakan suatu fenomena sekunder.7
Hubungan pitiriasis likenoides dan limfomatoid papulosis tetap
kontroversial. Gambaran umum meliputi klonalitas sel T yang dominan dan resolusi
spontan papular, kebanyakan lesi limfoid. Lagipula, lesi individual dengan
2
karakteristik patologi klinik pitiriasis likenoides atau limfomatoid papulosis dapat
terdapat pada pasien yang sama, pada saat yang bersamaan atau bergantian. Adanya
sel limfoid atipikal CD30+ besar merupakan tanda limfomatoid papulosis ( tipe A dan
C ). Lebih jauh lagi, sel-sel ini biasanya CD4+ dan sering kekurangan satu atau lebih
antigen sel-T dewasa seperti CD2, CD3 dan CD5. Gambaran ini untuk membedakan
limfomatoid papulosis dari pitiriasis likenoides. Walaupun sel CD30+ dapat dilihat
dalam bermacam dermatosis, adanya jumlah yang signifikan akan membantu
limfomatoid papulosis dibanding pitiriasis lichenoides dalam hal menentukan
definisi. Kemungkinan bahwa “PLC-PLEVA” dan penyakit spektra “limfoma sel
besar anaplastik limfomatoid papulosis-CD30+ “ saling berkaitan; walaupun pitiriasis
likenoides adalah gangguan sel T kutaneus yang berbeda, terkadang diperlakukan
sebagai area subur untuk perkembangan klon sel T CD30+ karakteristik limfomatoid
papulosis.7
VI. GAMBARAN KLINIS
Pada PLEVA, kulit mengalami erupsi dan lesi polimorfik. Dimana lesinya
biasa berbentuk bulat atau oval, papul bewarna merah kecoklatan, pada umumnya
berdiameter 2-10 mm, nampak menyebar satu persatu ataupun secara kluster atau
berkelompok. Pada awalnya, lesi berupa papul berwarna pink yang edema kemudian
berkembang dengan vesikulasi di sentral dan nekrosis hemoragik. Pada bentuk
vesikel, vesikel mungkin kecil atau malah sangat besar yang malah terlihat sebagai
bula. Tingkat perkembangan lesi tiap individu sangat bervariasi seperti halnya
frekuensi dan luasnya.8, 9
3
Gambar.1. Pitiriasis likenoides. Pola distribusi.10
Lesi baru bisa saja menjadi teriritasi atau terasa sensasi seperti terbakar pada
kulit pada saat lesi muncul, tapi sering juga asimptomatik. Badan, paha dan lengan
atas, utamanya pada daerah lipatan badan, adalah bagian tersering yang terkena, tapi
bisa saja lesi menyebar ke seluruh tubuh. Lesi pada telapak tangan dan kaki jarang
terjadi. Dan pada wajah dan kulit kepala juga jarang terkena; lesi eritem dan nekrotik
pada membran mukosa bisa saja muncul. Pada umumnya terjadi secara spontan yang
kemudian berlangsung antara 1 sampai 3 tahun. Pada anak-anak kasus yang difus
lebih cepat membaik dibandingkan pada kasus dengan tipe sentral; kasus dengan lesi
utama pada daerah perifer membutuhkan waktu dua kali lebih lama untuk sembuh.8
Gambar.2. Pitiriasis likenoides (tipe akut) pada anak-anak.11
4
Gambar.3. Lesi pada kulit dengan febrile ulceranotic pityriasis lichenoides.
A. ulserasi dengan nekrosis koalesens pada bibir atas dan bawah; B. papul eritem
deskuamasi dan lesi ulseronekrotik pada belakang paha. C. edema pada glans dan
prepusium, dan banyak lesi pada skrotum dan badan penis. D. lesi berbentuk papul
yang nekrosis pada aspek anterior paha kanan.12
Pada PLC, lesi tampak lebih bersisik dan sedikit hemoragik, berisi papul-
papul berwarna merah kecoklatan yang inflamasi, melekat pada daerah tengah, sisik
seperti ‘mika’ yang gampang terlepas. Lesi biasanya pada daerah lateral dada dan
ekstremitas bagian proksimal, pantat, lengan, kaki, wajah maupun kepala.
Hipopigmentasi post inflamasi sering terlihat pada orang berkulit gelap, dimana
hipopigmentasi dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama dari bulan hingga
tahun. Tidak sama seperti PLEVA, lesi pada PLC cenderung tidak sakit namun gatal.
Terkadang lesi pada pasien PLC mengalami eksaserbasi dan sering kambuh, dan
berlangsung selama beberapa bulan atau tahun.2, 5, 13
5
Gambar.4. Pitiriasis Likenoides Kronik (PLC). Tampak lesi polimorfik
seperti papul eritem dan lesi bersisik coklat kemerahan.14
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Terjadi abnormalitas non spesifik campuran dalam tes darah tapi dengan
nilai praktikal yang kecil. Dapat juga terjadi leukositosis dan suatu penurunan rasio
CD4/CD8.14
B. Pemeriksaan Histopatologi
Lesi PLEVA ditandai oleh parakeratosis berbentuk baji dan adanya infiltrat
limfohistiositik, parakeratosis yang konfluen, penipisan lapisan granuler,
pengembangan lapisan keratinosit dan hilangnya dermo-epidermal junction secara
difus serta edema papila dermis.4
6
Gambar.5. PLEVA. A.papul ulserasi dengan nekrosis epidermis,
hemoragik, dan infiltrat limfosit perivaskular yang dalam. B. Parakeratosis dan krusta
dengan epidermal nekrosis dan spongiosis.14
Beberapa sel limfoid atipikal bisa saja ditemukan pada beberapa kasus.
Tampak peradangan endotel yang melibatkan pembuluh darah kecil dan ekstravasasi
sel darah merah. Kadang-kadang tampak nekrosis fibrin di pembuluh darah.2, 4
Pada PLC ditandai dengan infiltrat pada superfisial dermis, parakeratosis
fokal, kehilangan fokal dermal-epidermal junction. Nekrosis dan pengembangan
keratinosit biasanya tidak ada. Infiltrat pada PLC, infiltrat kurang padat dan lebih
superfisial dibandingkan dengan PLEVA dan perubahan epidermal sedikit lebih
menonjol.2, 12
7
Gambar.6.PLC. A. Parakeratosis, eksositosis limfosit, keratinosit yang menjadi
nekrosis, edema dan infiltrasi limfosit difus terbatas pada permukaan epdermal-
dermal dan perivaskular dermis. B. Parakeratosis, spongiosis, dan infiltrasi sel
mononuklear pada epidermis dan dermis dengan edema papila.14
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis pitiriasis likenoides ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
ditunjang oleh pemeriksaan histopalogis Adapun beberapa penyakit yang memiliki
gejala serupa untuk PLEVA, antara lain: gigitan artropoda, leukocytoclastic
vasculitis, eksantema akibat virus (varicela-zoster, herpes simpleks), folikulitis,
rickettsiosis, eritema multiformis, dermatitis herpetiformis, lymphomatoid papulosis,
sifilis sekunder. Sedangkan untuk PLC antara lain: pitiriasis rosea, drug eruption,
psoriasis gutata, spongiotic dermatitis, small-plaque parapsoriasis, liken planus,
gianotti-crosti syndrome, lyphomatoid papulosis, mycosis fungoides, sifilis
sekunder.1, 7
IX. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini penyebab pitiriasis likenoides masih belum diketahui dengan
pasti sehingga penatalaksanaanya hanya berdasarkan pengalaman empiris saja.
Efektivitas terapi sulit untuk dievaluasi sebab kasus ini tergolong jarang dan
perjalanan penyakitnya susah diramalkan. Penggunaan kortikosteroid topikal dan
8
antihistamin umumnya bertujuan untuk mengurangi keradangan yang terjadi namun
obat-obatan ini tidak dapat mempengaruhi perjalanan penyakit tersebut secara garis
besar.14
Adapun obat-obatan yang digunakan diberikan secara bertahap. Obat-obatan
yang digunakan pada tahap pertama yaitu:
Kortikosteroid topikal
Antibiotik (erythromycin 500 mg 2-4x/hari, tetracycline 500 mg 2-4x/hari,
minocycline 100 mg 2x/hari, azithromycin 500 mg 1x1, dan 250 mg 2-5 hari
dalam sebulan)
Fototerapi (berjemur, UVB, UVA+UVB, gelombang UVB yang rendah).7, 14
Fototerapi dengan ultraviolet (UV) A1 (340-400nm) menunjukkan tingkat
khasiat tolerabilitas yang tinggi pada berbagai jenis inflamasi dan penyakit kulit
neoplastik yang ditandai infiltrasi epitel dan dermal yang kaya limfosit T. Pengobatan
optimal belum dapat ditentukan. Namun, dosis medium UVA1 sama efektifnya
dengan dosis tinggi UVA1 untuk dermatitis atopik namun, lebih efektif daripada
dosis rendah UVA1. Oleh karena itu, beberapa pendapat menyatakan dengan
penggunaan dosis medium (60 J/cm2) UVA1 dapat digunakan untuk terapi PLEVA
dan PLC. Studi terbaru menyatakan, dari delapan pasien yang menderita PLEVA dan
PLC, dosis medium terapi UVA1 tampaknya efektif dan pilihan yang dapat diterima
untuk pengobatan PLEVA dan PLC.15
Sedangkan obat-obatan yang digunakan pada tahap kedua yaitu:
Takrolimus topikal
Prednisone (60/40/20 mg tapering/5 hari)
Metotreksat (10-25 mg /minggu)
Fototerapi (UVAI, psoralen+UVA)
Cyclosporine (2,5-4 mg/kg/dosis total terbagi dalam dosis dua kali sehari;
gunakan yang minimum)
Retinoid (acitretin 25-50 mg/hari)
Terapi fotodinamik
9
Bromelain14
X. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder merupakan komplikasi pitiriasis likenoides yang paling
umum. PLEVA mungkin berkaitan dengan demam derajat rendah, malaise, sakit
kepala dan artralgia. Pasien dengan pitiriasis likenoides dengan ulseronekrosis dan
hipertermi (PLUH) atau febrile ulseronekrotik penyakit Mucha-Habermann, dapat
mengalami demam tinggi, malaise, mialgia, artralgia dan gejala gastrointestinal dan
system saraf pusat. Yang terburuk pasien dapat meninggal. PLC berkaitan dengan
Large Plaque Parapsoriasis (LPP) pada anak-anak. Dibandingkan dengan sel T
klonal alami mereka yang kadang-kadang dominan, PLC dan PLEVA secara klinik
dianggap sebagai gangguan jinak tanpa adanya hubungan yang signifikan dengan
limfoma atau keganasan lain.7
XII. PROGNOSIS
Pitiriasis likenoides merupakan suatu limfoproliferatif dermatosis dimana
lesi baru akan terus muncul secara kontinu dan berkurang dalam beberapa minggu.
Setelah mengalami fase resolusi dan eksaserbasi yang berulang-ulang, penyakit ini
dapat mengalami regresi dalam beberapa bulan dan biasanya PLEVA lebih cepat
regresi daripada PLC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus dilaporkan bahwa
pitiriasis likenoides dapat mengalami transformasi keganasan ke arah Cutaneous T
Cell Lymphoma ( CTCL ).1
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Darmaputra IGN, Sawitri, Sandhika W. Pitiriasis likenoides. Surabaya: FK Unair; 2008.
2. Weedon D. Skin pathology. Quenssland: Churchill Livingstone; 1996. p: 209-210.
3. Bowers S, Warshaw EM. Pityriasis lichenoides and its subtypes. J Am ACAD Dermatol 2006.p :558-572.
4. Klein PA. Pityriasis lichenoides. Available at: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1099078-overview#showall. Accessed April 2nd, 2012.
5. Anonim. Pityriasis Lichenoides. Available at: URL: http://dermnetnz.org/scaly/pityriasis-lichenoides.html. Accessed 17th, 2012.
6. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, et.al. Dermatology: Mosby Elsevier; 2008.
7. Wood GS, Hu CH, Liu R. Parapsoriasis and pityriasis lichenoides. Philadelphia: Elsevier 2008. p: 1-12.
8. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's textbook of dermatology. 8 ed. London: Wiley-Blackwell; 2010. p: 57.54-57.57.
9. Habif TP. Clinical dermatology a color guide to diagnosis and therapy. 4 th ed. Philadelphia: Mosby; 2004.
10. Buxton PK. Rashes with epidermal changes. In: ABC of dermatology. Chennay: BMJ Publishing Group Ltd.; 2003.
11. Gawkrodger DJ. Dermatology an ilustrated color text. Sheffield: Churchil-Livingstone; 2002. p: 38-39.
12. Cumming MM, Salathiel AS, Panio MAS, Delort S, Roselino AM. Case report; febrile ulceronecrotic Mucha-Habermann disease with exuberant mucosal involvement. 2009.
13. James WD, Berger TD, M ED. Andrews' disease of skin clinical dermatology. 10 th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. p: 736-737.
14. Wood GS, Hong-Hu C, Garret AL. Pityriasis lichenoides. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th ed: McGraw-Hill; 2008 p: 240-243.
15. Pinton PC, Capezzera R, Zane C, De Panifilis G. Medium-dose ultraviolet A1 therapy for pityriasis lichenoides et varioliformis acuta and pityriasis lichenoides chronica. J Am Acad Dermatol 2002. p: 1-5.
11