PROFIL KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN PROVINSI SUMATERA UTARA
Gusti Setiavani, STP
Kompleks STPP Medan, Jalan Binjai Km. 10 Medan
Abstrak
Dalam rangka meningkatkan produksi komoditas hortikultura di Provinsi
Sumatera Utara, maka diperlukan strategi yang diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pengembangan yang berupa pengembangan komoditas unggulan. Dirjen Hortikultura (2008), telah menetapkan empat komoditas unggulan Provinsi Sumatera Utara yaitu; komoditas kentang, jeruk, kubis, dan tanaman hias. Masing-masing komoditas tersebut berada pada daerah sentra produksi Kabupaten Karo, Kabupaten Simalungun, dan Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil komoditas hortikultura unggulan Provinsi Sumatera Utara mencakup jeruk, kubis, kentang, dan anggrek pada daerah sentra produksi Kabupaten Karo, Simalungun, dan Kota Medan.. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan kualitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Secara umum masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo memiliki tingkat kesesuaian S2 untuk komoditi jeruk siem madu dan kubis. Sementara hasil pencocokan tingkat kesesuaian karakteristik tanah dan iklim masing-masing kecamatan di Kabupaten Simalungun dengan persyaratan tumbuh tanaman kentang menunjukan kelas S2 untuk Kecamatan Silimakuta, Pematang Silimahuta, Purba, Haranggaol Horison, Dolok Perdamean, Pematang Sidamanik, Girsang Sipangan Bolon, Raya, dan Dolok Silau. Hasil analisis NPV usahatani menujukan kriteria layak bagi semua komoditi unggulan (jeruk, kentang, kubis, dan anggrek) dimana nilai NPV lebih besar dari nol. Produktivitas komoditi jeruk, kentang, dan kubis di Kabupaten Karo masih rendah sama seperti produktivitas komoditi unggulan lainnya di Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Data produksi komoditas unggulan Provinsi Sumatera Utara cenderung menunjukan pola tren positif untuk komoditas jeruk dan tren negatif untuk komoditas kentang dan kubis, sehingga hasil peramalan untuk sepuluh tahun ke depan menunjukan peningkatan untuk jeruk dan penurunan untuk kubis, kentang, dan anggrek penurunan. Kegiatan penanganan pascapanen komoditi unggulan di masing-masing sentra produksi masih sangat sederhana dan minim perlakuan. Demikian juga halnya dengan kegiatan pengolahan yang belum berkembang, dimana jenis industri pengolahan hanya terbatas pada manisan jeruk dan alat pertanian. Kata kunci: Hortikultura, komoditas unggulan Provinsi Sumatera Utara, profil
PENDAHULUAN
Sektor pertanian yang mencakup komoditas padi, palawija, hortikultura, dan
tanaman obat-obatan merupakan salah satu sektor yang menjadi prioritas
pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Sektor ini mampu memberikan
kontribusi produk domestik regional bruto pada tahun 2005 sebesar 23,98 persen dan
pada tahun 2006 sebesar 22,18 persen (Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara,
2007). Disamping komoditas lain, komoditas hortikultura diharapkan dapat menjadi
komoditas unggulan untuk mendukung sektor pertanian. Pada tahun 2006, potensi
luas lahan pertanian di Provinsi Sumatera Utara mencapai 1.996.379 ha. Dari luasan
tersebut seluas 134.461 ha-nya dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas
hortikultura yang meliputi tanaman buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias.
Dalam rangka meningkatkan produksi komoditas hortikultura di Provinsi
Sumatera Utara, maka diperlukan strategi yang diimplementasikan dalam bentuk
kebijakan pengembangan yang berupa pengembangan komoditas unggulan. Dirjen
Hortikultura (2008), telah menetapkan empat komoditas unggulan Provinsi Sumatera
Utara yaitu; komoditas kentang, jeruk, kubis, dan tanaman hias. Masing-masing
komoditas tersebut berada pada daerah sentra produksi Kabupaten Karo, Kabupaten
Simalungun, dan Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil
masing-masing komoditas unggulan Provinsi Sumatera Utara pada daerah sentra
produksi Kabupaten Karo, Kabupaten Simalungun dan Kota Medan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten/kota sentra produksi komoditas
hortikultura unggulan Provinsi Sumatera Utara mencakup Kabupaten Karo,
Kabupaten Simalungun, dan Kota Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari
sampai dengan April 2010.
Bahan dan Alat
Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dengan melakukan wawancara menggunakan
kuisioner dan observasi. Data primer digunakan untuk menganalisis sistem
pengembangan agroindustri hortikultura unggulan, dan menganalisis kelayakan
usahatani. Data sekunder diambil melalui studi literatur dan data dari Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian, Peternakan,
Perikanan, dan Perkebunan Kabupaten Karo, Dinas Pertanian Kabupaten
Simalungun, Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kelautan Kota Medan, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, BPTP Provinsi Sumatera
Utara, dan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan kualitatif. Profil
komoditas yang diteliti mencakup: varietas dan persyaratan agroklimat, peralatan dan
sarana produksi, kelayakan usaha tani, luas panen, produksi, dan produktivitas,
peramalan produksi, panen dan pengolahan, industri pengolahan.
a. Varietas dan Persyaratan Agroklimat
Untuk mengetahui jenis variteas yang biasa digunakan oleh petani di tiga
kabupaten sentra produksi maka dilakukan pengumpulan data mengenai jenis-jenis
varietas jeruk, kentang, dan kubis yang ada di masing-masing sentra produksi (khusus
untuk komoditas tanaman hias dipilih tanaman anggrek) dan persyaratan
agroklimatnya. Selanjutnya akan dilakukan pencocokan kesesuaian lahan masing-
masing komoditas terhadap daerah sentra produksinya. Evaluasi lahan dilakukan
dengan cara matching (mencocokkan) antara karakteristik lahan dengan persyaratan
tumbuh tanaman, dimana setiap satu faktor agroklimat yang sesuai diberi skor C1
(dimisalkan 10) sedangkan yang tidak sesuai diberi skor nol (0). Kecuali untuk pH,
curah hujan, dan bulan kering apabila tidak sesuai diberi skor C2 (dimisalkan 5),
karena dimungkinkan untuk mengantisipasinya dengan pemberian kapur jika pH
rendah dan pemberian air irigasi jika kekurangan air. Hasil penilaian kesesuaian
lahan berdasarkan faktor pembatas terberat, faktor pembatas tersebut bisa terdiri dari
satu atau lebih tergantung dari karakteristik lahannya. Hasil evaluasi lahan
dinyatakan dalam kondisi aktual (kesesuaian lahan aktual). Tingkat kesesuaian lahan
berupa: lahan sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai untuk masing-
masing komoditi.
b. Kelayakan Usaha tani
Kelayakan usaha tani komoditas hortikultura unggulan yang meliputi
komoditas jeruk, kubis, kentang, dan tanaman hias menggunakan metode NPV.
Rumus mencari NPV (Soekartawi, 2002) yaitu:
NPV = .................................................................. (1)
dengan : NPV = Investasi pada tahun ke-0 (Rp)
Bt = Benefit pada tahun ke-t (Rp)
Ct = Cost pada tahun ke-t (Rp)
n = Umur ekonomis (tahun)
i = Tingkat bunga di bank (%/tahun)
Jika NPV > 0 maka proyek layak dilaksanakan
c. Statistik Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas
Luas panen dan produksi yang dimaksud adalah luas panen dan produksi
komoditi unggulan pada sentra-sentra produksi. Produktivitas dihitung dengan
menggunakan rumus :
Produksi (Kuital)Pr oduktivitas Luas lahan (Ha)
...............................................(2)
d. Peramalan Produksi
Peramalan produksi dilakukan berdasarkan data time series produksi
hortikultura unggulan selama sepuluh tahun terakhir, meliputi komoditas jeruk, kubis,
kentang, dan tanaman hias. Metode yang digunakan yaitu metode kuadrat terkecil
(least square method). Dengan memakai metode ini untuk yang berbentuk linear
sederhana, persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
0 (1 )
nt t
tt
B Ci
Yt = a + bt ...................................................................................(3)
Harga a dan b ditentukan menggunakan rumus
Y =
na 2
Y =
tb
dengan : Y = Nilai rata-rata hasil ramalan
n = Jumlah data deret waktu
t = Waktu tertentu yang telah ditransformasikan dalam bentuk kode
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keluaran pada sistem informasi agroindustri hortikultura merupakan hasil
pengolahan data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, studi
literatur, dan wawancara.
a. Varietas dan Syarat Tumbuh
Pada umumnya petani di sentra produksi Kabupaten Karo, Kabupaten
Simalungun, Kota Medan hanya menggunakan varietas tertentu yang telah teruji dan
secara turun temurun diusahakan oleh pendahulu mereka. Varietas yang
dibudidayakan oleh petani pada sentra produksi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Varietas yang Dibudidayakan oleh Petani pada Sentra Produksi
Sentra produksi Komoditi Unggulan Varietas Kabupaten Karo Jeruk Jeruk Siem Madu
Kubis Emerald Cross Hybrid, K-K Cros Kentang Granola
Kabupaten Simalungun
Kentang Granola Pacifik
Kota Medan Anggrek Vanda
Hasil pencocokan kesesuaian lahan masing-masing kecamatan pada sentra
produksi dengan persyaratan tumbuh komoditi menunjukan bahwa pada umumnya
masing-masing kecamatan memiliki kelas kesesuaian lahan potensial lahan cukup
sesuai.
Pemanfaatan lahan untuk mengembangkan komoditi hortikultura harus
melihat kondisi iklim, karena masing-masing komoditas memiliki persyaratan
tumbuh sendiri. Menurut Ritung et al. (2007), kesesuaian lahan adalah tingkat
kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Tingkat kesesuaian lahan
tersebut ditentukan oleh kecocokan antara persyaratan tumbuh/hidup komoditas yang
bersangkutan dengan kualitas, karakteristik lahan yang mencakup aspek iklim, tanah,
dan terain ( topografi, lereng, dan elevasi) (Permentan No. 41 Tahun 2009). Analisis
kesesuaian lahan pada penelitian ini dilakukan guna mendapatkan informasi tingkat
kesesuaian karakteristik tanah dan iklim masing-masing kecamatan pada sentra
produksi dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi.
Secara umum masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo memiliki tingkat
kesesuaian S2 untuk komoditi jeruk siem madu dan kubis. Tingkat kesesuaian S2
menunjukan bahwa lahan di kecamatan tersebut cukup sesuai namun lahan
mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap
produktivitasnya, sehingga memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas
tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri (Ritung et al., 2007). Faktor
pembatas itu terdiri dari bulan basah, bulan kering, dan curah hujan. Sementara untuk
komoditi kentang, Kecamatan Laubeleng dan Tiga Binanga termasuk pada kategori N
atau tidak sesuai, karena memiliki faktor pembatas yang sangat sulit diatasi. Kedua
kecamatan ini berada pada ketinggian tempat yang tidak memenuhi persyaratan
tumbuh tanaman kentang. Menurut Ritung et al. (2007), kelas N adalah lahan yang
tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan atau sulit
diatasi. Hasil ini sedikit berbeda dengan survey yang dilakukan oleh Unit
Manajemen Leuser dalam Anonim (2007) dimana ada empat kabupaten yang tidak
direkomendasikan untuk budidaya komoditi unggulan yaitu Kecamatan Tiga
Binanga, Kecamatan Laubeleng, Kecamatan Mardinding, dan Kecamatan Juhar. Hal
ini mungkin disebabkan, parameter yang digunakan oleh Unit Manajemen Leuser
dalam proses pencocokan tersebut lebih banyak dan lebih rinci. Dikarenakan survey
yang dilakukan bersifat proyek dengan dukungan dana yang besar dan lingkup
pengkajian yang lebih dalam.
Sementara hasil pencocokan tingkat kesesuaian karakteristik tanah dan iklim
masing-masing kecamatan di Kabupaten Simalungun dengan persyaratan tumbuh
tanaman kentang menunjukan kelas S2 untuk Kecamatan Silimakuta, Pematang
Silimahuta, Purba, Haranggaol Horison, Dolok Perdamean, Pematang Sidamanik,
Girsang Sipangan Bolon, Raya, dan Dolok Silau. Dengan faktor pembatas bulan
basah, bulan kering, dan curah hujan yang melebihi persyaratan tumbuh tanaman.
Sementara kecamatan lain tidak sesuai dikembangkan untuk komoditi kentang,
karena memiliki faktor pembatas yang tidak dapat diatasi seperti ketinggian tempat.
b. Peralatan dan Sarana Produksi
Hasil observasi menunjukan bahwa keberadaan alat dan mesin pertanian di
Sumatera Utara masih sangat rendah, hal ini dikarenakan petani umumnya memiliki
lahan yang sempit disamping masih tersedianya sumber daya manusia yang banyak.
Sementara itu, menurut BPS (2009), investasi bidang manufaktur alsintan sangat
penting di kawasan agropolitan dan agrosubmarinepolitan untuk mengatasi saat-saat
terjadinya demand yang lebih tinggi daripada supply tenaga kerja.
c. Kelayakan Usaha Tani
Hasil analisis NPV usahatani menujukan kriteria layak bagi semua komoditi
unggulan (jeruk, kentang, kubis, dan anggrek) dimana nilai NPV lebih besar dari nol.
Hasil perhitungan NPV usaha tani komoditas unggulan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Perhitungan NPV Usaha Tani Komoditas Unggulan
Tingkat Suku Bunga/Tahun
NPV Komoditas
Jeruk Kubis Kentang Anggrek 10 % 207.444.848,94 30.214.326,33 27.091.308,54 42.775.552,00 12 % 205.275.377,69 30.011.416,16 26.909.371,61 40.734.321,40 15 % 171.871.549,29 29.716.103,12 26.644.582,75 34.001.978,40 20 % 108.825.812,46 29.228.107,10 26.207.027,05 22.453.073,70 30 % 46.493.552,99 28.292.838,64 25.368.429,96 9.450.699,80 40 % 7.583.458,64 27.426.519,51 24.591.655,44 1.786.835,80
d. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas
Luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas unggulan tahun 2008
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Komoditas Unggulan Tahun 2008
Komoditas Unggulan Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
Kabupaten Karo a. Jeruk' 9.727,00 408.913,00 42,04 b. Kentang 2.173,00 34.255,00 15,76 c. Kubis 3.295,00 114.378,00 34,71
Kabupaten Simalungun Kentang 4.416,00 89.740,00 20,32
Kota Medan Anggrek* 7.518,00 218.521,00 29,07
Keterangan: * untuk komoditi anggrek satuan untuk luas panen yaitu m2, produksi tangkai dan produktivitas tangkai/m2
Tabel 3 menunjukan bahwa produktivitas komoditi jeruk, kentang, dan kubis
di Kabupaten Karo masih rendah sama seperti produktivitas komoditi unggulan
lainnya di Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Rendahnya produktivitas
merupakan suatu permasalahan yang dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti
misalnya daya dukung lahan yang sudah berkurang, umur tanaman yang sudah tua,
serangan hama dan penyakit, dll. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
guna merumuskan kebijakan yang berkenaan dengan permasalahan tersebut.
Pada Gambar 1 diperlihatkan bahwa Kabupaten Simalungun merupakan
kabupaten yang terbanyak memproduksi kentang. Kabupaten Karo merupakan
kabupaten yang produksi jeruk siem madu, dan kubisnya terbesar, sementara Kota
Medan merupakan daerah yang banyak menghasilkan anggrek potong. Hal ini dapat
dijadikan gambaran awal mengapa Kabupaten Karo dijadikan sentra produksi Jeruk
Siem Madu, Kentang, dan Kubis. Kabupaten Simalungun sebagai sentra produksi
kentang, dan Kota Medan sebagai sentra produksi anggrek karena daerah tersebut
merupakan daerah yang preferensi masyarakatnya tinggi untuk komoditi tersebut
disamping kesesuaian dengan kondisi agroklimat (Zulkarnain, 2009).
Gambar 1. Produksi Komoditas Unggulan di Provinsi Sumatera Utara
e. Peramalan Produksi
Peramalan produksi dengan pendekatan analisis runtun waktu dilakukan
dengan memanfaatkan data masa lalu produksi komoditas unggulan secara series
(runtut). Data produksi komoditas unggulan Provinsi Sumatera Utara cenderung
menunjukan pola tren positif untuk komoditas jeruk dan tren negatif untuk komoditas
kentang dan kubis. Produksi komoditas unggulan selama 10 tahun disajikan pada
gambar 2.
Gambar 2. Produksi Komoditas Unggulan 10 Tahun Terakhir
84.15
15.85
Produksi Jeruk Provinsi Sumatera Utara
Karo Lainnya
54.659.62
6.27
6.668.82
13.98
Produksi Anggrek Provinsi Sumatera Utara
Medan Karo Deli Serdang Simalungun Taput Lainnya
59.0726.75
5.524.52
4.14
Produksi Kentang Provinsi Sumatera Utara
Simalungun Karo Taput Dairi Lainnya
58.4
39.1
1
0.8
0.7
Produksi Tanaman Kubis Di Provinsi Sumatera Utara
Simalungun Karo Taput Humbahas Lainnya
0200,000400,000600,000800,000
1,000,0001,200,000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi Jeruk (Ton)
Peramalan dengan menggunakan metode teknik kuadrat terkecil diperoleh
hasil peramalan yang menujukan penurunan dari tahun ke tahun bahkan pada
peramalan tahun ke-5, tahun ke-14, dan tahun ke-5 menunjukan angka yang negatif
untuk secara berurutan kentang, kubis, dan anggrek. Hal berbeda pada komoditi jeruk
yang hasil peramalannya menunjukan peningkatan yang berarti dari tahun ke
tahunnya. Grafik peramalan produksi komoditi unggulan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Peramalan Produksi Komoditi Unggulan
Hasil peramalan seperti ditunjukan pada gambar 3 mengikuti trend produksi
komoditi hortikultura unggulan tersebut selama 10 tahun yang cenderung meningkat
untuk jeruk dan menurun untuk kubis, kentang, dan anggrek. Peramalan dengan
menggunakan metode teknik kuadrat terkecil yang memanfaatkan data masa lalu
untuk mendapatkan pola kencenderungan dan tidak memperhitungkan faktor lain
yang mempengaruhi peramalan (Utama, 2007). Menurut Zulkarnain (2009) faktor
lingkungan seperti iklim dan medium tumbuh mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman hortikultura. Disamping itu produksi juga sangat ditentukan oleh
kegiatan intensifikasi dan ektensifikasi.
f. Panen dan Pengolahan
Berdasarkan observasi di kabupaten sentra produksi komoditas unggulan
diketahui bahwa kegiatan penanganan pascapanen komoditi tersebut masih sangat
sederhana dan minim perlakuan. Hal ini sama seperti hasil survey yang dilakukan
Siswadi (2007) di Kabupaten Semarang, dimana buah dan sayur yang telah dipanen
hanya dikemas dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan karung
plastik. Pengemasan dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan
mengunakan plastik hanya untuk memudahkan pengangkutan. Disini tidak dilakukan
penanganan pascapanen apapun seperti pencucian, sortasi, pendinginan awal dan
sebagainya. Demikian juga dengan kegiatan pengolahannya yang masih belum
berkembang.
Seperti diketahui bahwa kegiatan pascapanen merupakan salah satu kegiatan
pada agroindustri hortikultura. Sifat komoditi hortikultura yang mudah rusak
menyebabkan komoditi hortikultura membutuhkan penanganan segera setelah di
panen. Berdasarkan jawaban petani saat wawancara dan observasi, beberapa hal
yang menjadi sebab kurangnya perlakuan pascapanen pada tingkat petani di daerah
sentra produksi yaitu (1) kurangnya pengetahuan petani akan kegiatan pascapanen,
(2) kurangnya pemahaman petani akan pentingnya perlakuan pascapanen, (3) petani
tidak mau repot, (4) penyuluhan ataupun penyampaian oleh dinas pertanian dan
instansi terkait tersebut masih kurang dan terbatas pada kelompok tertentu.
Jeruk siem madu merupakan jenis jeruk yang banyak dimanfaatkan sebagai
buah meja, namun berbagai bentuk pengolahannya dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas dan harga komoditi. Hal senada juga terjadi pada kentang,
dimana produk olahannya seperti tepung kentang merupakan produk komersial
sebagai bahan baku olahan sekunder. Pengolahan komoditi unggulan dapat
menyebabkan meningkatnya nilai tambah produk dan membantu pengembangan
agroindustri komoditi unggulan itu sendiri. Namun petani pada daerah sentra
produksi masih belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang kegiatan
pengolahan. Hasil penelitian terbaru seputar perkembangan teknologi pengolahan
juga hanya dipublikasi pada kalangan terbatas.
Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai berbagai bentuk pengolahan
komoditi unggulan menyebabkan tidak termanfaatkannya sumber daya yang ada
secara optimal yang dapat mempertahankan keunggulan kompetitif komoditi tersebut.
Sistem informasi menurut Ariyanti (2008), merupakan salah satu yang dapat
digunakan untuk memperoleh keunggulan bersaing, karena sistem informasi mampu
menyediakan informasi dasar mengembangkan produk dan jasa yang kompetitif.
g. Industri Pengolahan
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara
menunjukan bahwa keberadaan industri kecil dan menengah (IKM) di Provinsi
Sumatera Utara khususnya yang berhubungan dengan agroindustri komoditi
hortikultura unggulan masih belum berkembang. Dimana jenis industri pengolahan
hanya terbatas pada manisan jeruk dan alat pertanian. Tabel 4 menyajikan
keberadaan IKM di Provinsi Sumatera Utara yang terkait dengan agroindustri
hortikultura unggulan.
Tabel 4. Keberadaan IKM di Provinsi Sumatera Utara yang Terkait dengan Agroindustri Hortikultura Unggulan
No. Jenis Industri Jumlah IKM Kapasitas 1. Alat pertanian 19 170-30.000 buah/tahun 2. Manisan jeruk 4 2.500 kotak-75 ton/tahun
Meskipun menurut Soemarno (2008), pembangunan industri-agro, seperti
industri yang menghasilkan alat dan sarana produksi pertanian serta industri yang
mengolah hasil pertanian, mendapatkan prioritas yang tinggi saat ini. Pengkajian
yang dilakukan oleh BPS Provinsi Sumatera Utara (2008) pada kawasan
pengembangan agropolitan dan agrosubmarinepolitan di Sumatera Utara menemukan
bahwa pada umumnya industri pengolahan di kawasan tersebut masih bersifat home
industry, industri berskala kecil dengan sistem pemasaran yang sederhana dan
jangkauan pasar masih lokal.
h. Jaringan Pemasaran
Hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa sebagian besar petani komoditi
unggulan umumnya menjual produk mereka dengan sistem jual di lahan. Khususnya
petani yang memiliki lahan di atas 5000 m2. Sistem penjualan ini sangat merugikan
petani karena harga yang dipatok sangat rendah. Alasan yang dikemukakan petani
ketika di wawancara adalah petani bisa mendapatkan pembayaran di muka sebelum
tanaman di panen disamping itu, petani menganggap sistem penjualan di lahan lebih
praktis meskipun dirasa merugikan. Jika seadainya petani memiliki banyak informasi
tentang berbagai alternatif pemasaran maka posisi tawar petani akan dapat lebih
ditingkatkan.
Hasil pengkajian yang dilakukan oleh BPTP Sumatera Utara dan ICRA
(2003) menemukan hal senada, dimana aliran informasi jaringan pemasaran jeruk
juga masih sangat lemah dan terbatas pada beberapa stakeholders, sehingga petani
tidak memiliki berbagai alternatif dalam menjual produk mereka. Hal serupa juga
terjadi pada komoditi kentang, dimana hasil pengkajian Adiyoga et al. (2004)
menyebutkan bahwa terjadi ketidakseimbangan aliran informasi antara beberapa
stake holder komoditi kentang. Pedagang pengumpul memiliki kemudahan akses
informasi dibandingkan petani sehingga merendahkan posisi tawar petani.
Selanjutnya menurut Horton (1980) dalam Adiyoga et al. (2004), masalah yang
ditemui pada pemasaran kentang berawal dari salah satunya kompleksitas pemasaran
yang ditandai dengan aliran informasi yang buruk dan ketidak-cukupan fasilitas fisik,
dan kapasitas finansial pelaku pasar. Oleh karena itu, informasi jaringan pemasaran
perlu dipublikasikan lebih luas lagi agar dapat diakses oleh berbagai kalangan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:
1. Secara umum masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo memiliki tingkat
kesesuaian S2 untuk komoditi jeruk siem madu dan kubis. Sementara hasil
pencocokan tingkat kesesuaian karakteristik tanah dan iklim masing-masing
kecamatan di Kabupaten Simalungun dengan persyaratan tumbuh tanaman
kentang menunjukan kelas S2 untuk Kecamatan Silimakuta, Pematang
Silimahuta, Purba, Haranggaol Horison, Dolok Perdamean, Pematang Sidamanik,
Girsang Sipangan Bolon, Raya, dan Dolok Silau.
2. Hasil analisis NPV usahatani menujukan kriteria layak bagi semua komoditi
unggulan (jeruk, kentang, kubis, dan anggrek) dimana nilai NPV lebih besar dari
nol.
3. Produktivitas komoditi jeruk, kentang, dan kubis di Kabupaten Karo masih
rendah sama seperti produktivitas komoditi unggulan lainnya di Kabupaten
Simalungun dan Kota Medan. Data produksi komoditas unggulan Provinsi
Sumatera Utara cenderung menunjukan pola tren positif untuk komoditas jeruk
dan tren negatif untuk komoditas kentang dan kubis, sehingga hasil peramalan
untuk sepuluh tahun ke depan menunjukan peningkatan untuk jeruk dan
penurunan untuk kubis, kentang, dan anggrek penurunan.
4. Kegiatan penanganan pascapanen komoditi unggulan di masing-masing sentra
produksi masih sangat sederhana dan minim perlakuan. Demikian juga halnya
dengan kegiatan pengolahan yang belum berkembang, dimana jenis industri
pengolahan hanya terbatas pada manisan jeruk dan alat pertanian.
BIODATA
1. NAMA : GUSTI SETIAVANI, STP
2. TEMPAT/TGL.LAHIR : BELITAR/ 19 SEPTEMBER 1980
3. PEKERJAAN : PEGAWAI NEGERI SIPIL
4. INSTANSI : SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN
PERTANIAN (STPP) MEDAN
5. JABATAN : DOSEN
6. PANGKAT/GOLONGAN : PENATA MUDA TK I/III b