PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS)
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Jiwa
Oleh:
ARUM DESI PRATIWI105070201131002
DIANITA AYU RETNANI105070201131006
FARIDA AGUSTININGRUM105070201131007
PROGRAM PROFESI NERSFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS)Diajukan untuk Memenuhi kompetensi Praktek Profesi Departemen MHN
Oleh:
Arum Desi Pratiwi105070201131002
Dianita Ayu Retnani105070201131006
Farida Agustiningrum105070201131007
Telah diperiksa kelengkapannya pada:
Hari
:
Tanggal :
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi
Perseptor Klinik
.. Perseptor Akademik
..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dan lingkungan dari luar dirinya baik itu lingkungan keluarga, kelompok dan komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu diantaranya perubahan nilai budaya, perubahan sistem kemasyarakatan, pekerjaan, serta akibat ketegangan antar idealisme dan realita yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan mental emosional. Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dari perubahan tersebut, akibatnya akan menimbulkan ketegangan atau stres yang berkepanjangan sehingga dapat menjadi faktor pencetus dan penyebab serta juga mengakibatkan suatu penyakit. Faktor yang dapat mempengaruhi stres adalah pengaruh genetik, pengalaman masa lalu dan kondisi saat ini (Suliswati, 2005).
Penyebab gangguan jiwa salah satunya karena stresor psikologis. Yang merupakan suatu keadaan atau suatu peristiwa yang menyebabkan adanya perubahan dalam kehidupan seseorang hingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi dalam menaggulangi stressor tersebut. Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik sering kali hanya berdiam diri dirumah tanpa melakukan kegiatan apapun. Hal ini yang dapat menyebabkan pasien dikucilkan dalam masyarakat. Isolasi Sosial pada pasien gangguan jiwa dapat mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitassehari-hari. Isolasi Sosial tampak dari ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya.
Salah satu terapi aktivitas yang dapat diberikan pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi sosial adalah terapi aktivitas kelompok sosialisasi dengan memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. 1.2 Tujuan
Tujuan umum TAKS untuk pasien dengan isolasi sosial yaitu peserta dapat meningkatkan kemauan dalam melakukan aktivitas dan merangsang kembali kemampuan motorik halus. Tujuan khususnya adalah:
1. Peserta mampu memperkenalkan diri
2. Peserta mampu berkenalan dengan anggota kelompok3. Peserta mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok4. Peserta mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
5. Peserta mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain
6. Peserta mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
7. Peserta mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien dengan isolasi sosial agar mempunyai kemauan dalam melakukan aktivitas dan merangsang kembali kemampuan motorik halus.1.3.2 Manfaat Bagi Terapis
1. Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara holistik
2. Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan Strategi Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan klien
1.3.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa Ilmu Keperawatan sebagai aplikasi dari pelayanan Mental Health Nurse yang optimal pada klien dengan Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah.
1.3.4 Manfaat Bagi Rumah SakitSebagai masukkan dalam implementasi asuhan keperawatan yang holistik pada pasien dengan Isolasi Sosial, pada khususnya, sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih optimal.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Isolasi Sosial
2.1.1 Pengertian
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).
Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993 dalam Fitria, 2009).
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000 dalam Fitria, 2009).
Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).
2.1.2 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala (Fitria, 2009)
a. Kurang spontanb. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i. Retensi urin dan feses
j. Aktivitas menurun
k. Kurang energi/ tenaga
l. Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan peruabahan persepsi sesori: halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif). Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah (Fitria, 2009).
2.2 Rentang respons
Respons adaptifRespons maladaptif
Menyendiri
Otonomi
Bekerja sama interdependenMerasa sendiri
Depedensi
CurigaMenarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
Curiga
Gambar 1. Rentang respons isolasi sosial (Stuart, 2006; Townsend, 1998 dalam Fitria, 2009)
Respons yang terjadi pada isolasi sosial (Fitria, 2009)
a. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masi dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adapatif:
i. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya
ii. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial
iii. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain
iv. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respons maladaptif
c. Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif:
i. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
ii. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain
iii. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
iv. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.Faktor predisposisi (Fitria, 2009)
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Stuart, 2006; Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009)
Tahap PerkembanganTugas
Masa bayiMenetapkan rasa percaya
Masa bermainMengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolahBelajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani
Masa sekolahBelajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remajaMenjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
Masa remajaMenjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung pada orang tua
Masa dewasa mudaMenjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak
Masa tengah bayaBelajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Masa dewasa tuaBerduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan ketertarikan dengan budaya
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga meninmbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan di mana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel dalam limbik dan daerah kortikal.
Faktor presipitasi (Fitria, 2009)
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga
b. Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
2.3 Terapi Aktivitas Kelompok
a. Definisi kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1 dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (stuart dan Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
b. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan laboraturium tempat untuk mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya oleh anggota kelompok yang lain.
c. Jenis Terapi Kelompok
1. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
2. Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya, kelompok wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik yang dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut:
a. mencegah masalah kesehatanb. mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompokc. mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling membantu dalam menyelesaikan masalah.3. Terapi Aktivitas Kelompok
Wilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah manual, rekreasi, dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang digunakan sebagai erapi didalam kelompok yaitu membaca puisi, seni, musik, menari, dan literatur. Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita, dan terpi aktivitas kelompok.
4. Stimulasi Sensori.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi melatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulud yang pernah dialami, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Terapi aktivitas kelompok orientasi realita melatih klien mengorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien. Terapi aktivitas kelompok Stimulasi Sensori untuk membantu klien melakukan Stimulasi Sensori dengan individu yang ada disekitar klien.
BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
3.1 KARAKTERISTIK KLIEN DAN PROSES SELEKSI
Karakteristik klien
a. Klien yang tidak mengalami gangguan fisik
b. Klien yang mudah mendengarkan dan mempraktekannya.
c. Klien dengan isolasi sosial.
d. Klien yang mudah diajak berinteraksi.
Proses Seleksi
a. Mengobservasi klien dengan riwayat isolasi sosial.b. Mengumpulkan keluarga klien yang termasuk dari karakteristik masalah harga diri rendah untuk mengikuti TAK.3.2 TUGAS DAN WEWENANG
1. Tugas Leader dan Co-Leader
Memimpin acara: menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.
Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien
Memberikan motivasi kepada klien
Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan
Memberikan reinforcemen positif terhadap klien
2. Tugas Fasilitator
Ikut serta dalam kegiatan kelompok
Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien
Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung
Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi aktif
Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan klien lainnya
Membantu melakukan evaluasi hasil
3. Tugas Klien
Mengikuti seluruh kegiatan
Berperan aktif dalam kegiatan
Mengikuti proses evaluasi
3.3 PERATURAN KEGIATAN
1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir
2. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan
3. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi peringatan lisan
3.4 TEKNIK PELAKSANAAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Tema: Terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II kemampuan berkenalan dengan anggota kelompok Sasaran: Pasien isolasi sosialHari/ tanggal: Sabtu, 18 April 2015Waktu
: 30 menit
Tempat: Ruang 23 Psikiatri RRSATerapis:
1. Leader
: Arum Desi Pratiwi2. Co Leader: Farida Agustiningrum3. Fasilitator 1: Dianita Ayu RetnaniTahapan Sesi: Sesi 2: Berkenalan dengan angggota kelompokA. Tujuan
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok :
a. Memperkenalkan diri sendiri : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
b. Menanyakan identitas diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.B. Sasaran
1. Kooperatif
2. Tidak terpasang restrain
C. Nama Klien
1. Tn. Umar2. Sdr. Askar3. Ny. Izza4. Ny. Indayati5. Ny. NgatminiD. Setting
Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran
Ruangan nyaman dan tenangE. MAP
Keterangan :
L : Leader
C: Co Leader
F : Fasilitator
K : KlienF. Alat dan Bahan Bola plastik kecil seukuran bola tenis
Buku catatan kecil
Bolpoin
Nametag Laptop /dvdG. Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
H. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Memberi salam terapeutik: salam dari terapis
b. Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak: Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu memperkenalkan diri
3. Tahap kerja
SESI 2
a. Leader, co-leader, dan fasilitator memutarkan sebuah lagu dan edarkan bola plastik berlawanan dengan arah jarum jam
b. Pada saat lagu dihentikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada di sebelah kanan dengan cara:
Memberi salam
Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan asal
Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan asal lawan bicara
c. Dimulai oleh terapis sebagai contoh
d. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran
e. Memutarkan lagu kembali dan edarkan bola. Pada saat lagu berhenti dinyanyikan, minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu: nama lengkap, nama penggilan, asal dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
f. Mengulangi e sampai semua anggota mendapat giliran.
g. Memberi pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri pada orang lain di kehidupan sehari-haric. Kontrak yang akan datang
Menyepakati kegiatan berikutnya
Menyepakati waktu dan tempat5. Evaluasi Hasil
Sesi 2: TAKS
Kemampuan berkenalan dengan anggota kelompoka. Kemampuan verbal
No.Aspek yg dinilaiNama klien
UmarAskarIzzaIndayatiNgatmini
1Menyebutkan nama lengkap
2Menyebutkan nama panggilan
3Menyebutkan asal
4Menyebutkan hobi
5Menanyakan nama lengkap
6Menanyakan nama panggilan
7Menanyakan asal
8Menanyakan hobi
Jumlah
b. Kemampuan nonverbal
No.Aspek yg dinilaiNama klien
Umar Askar Izza Indayati Ngatmini
1Kontak mata
2Duduk tegak
3Menggunakan bahasa tubuh yg sesuai
4Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
Jumlah
BAB IV
HASIL EVALUASI
a. Kemampuan verbal
No.Aspek yg dinilaiNama klien
UmarAskarIzzaIndayatiNgatmini
1Menyebutkan nama lengkap
2Menyebutkan nama panggilan
3Menyebutkan asal
4Menyebutkan hobi
5Menanyakan nama lengkap
6Menanyakan nama panggilan
7Menanyakan asal
8Menanyakan hobi
Jumlah
b. Kemampuan nonverbal
No.Aspek yg dinilaiNama klien
Umar AskarIzzaIndayatiNgatmini
1Kontak mata
2Duduk tegak
3Menggunakan bahasa tubuh yg sesuai
4Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
Jumlah
DAFTAR PUSTAKAHamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang Rentang Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th edition, Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition, Mosby, St.Louis.
L
K
K
F
F
C