PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN
KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI
PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Oleh :
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN
KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI
PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN
KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI PATI
TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
Dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1985 Di Kendal, Jawa Tengah
Tanggal lulus : Agustus 2006
Disetujui, Bogor, Agustus 2006
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St
Pembimbing akademik
iv
Parmadi Waktya Jati. F34102093. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu. 2006.
RINGKASAN Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu
tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah.
Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan diperbaiki dengan usaha modifikasi ini.
Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai DextroseEquivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang berbeda-beda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, dan konsentrasi HCl dan interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi, menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan serta Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori maltodekstrin.
Dalam penelitian ini digunakan metode modifikasi pati secara hidrolisis asam cara basah (gelatinisasi) dan cara kering (penyangraian). Proses modifikasi pati dilakukan pada suhu 60o-70oC pada rentang 5 konsentrasi yang berbeda. Modifikasi pati dengan cara menggelatinisasi suspensi pati 30 % ( 300 gram pati dalam 1000 ml larutan HCl). Rentang konsentrasi HCl yang digunakan adalah 0%, 1%, 1,5%, dan 2% (v/v). Setiap 10 menit dilakukan sampling selama 1 jam proses. Modifikasi pati secara penyangraian dilakukan dengan menyemprot pati sebanyak 400 gram yang tengah disangrai dengan menggunkanan larutan HCl
v
sebanyak 200 ml. Rentang konsentrasi yang digunakan adalah 0 N, 0,1N, 0,2N, 0,3N, dan 0,4N. Setiap 30 menit dilakukan sampling selama 3 jam proses. Setiap sampel dinetralkan pH nya dengan NaOH dan dihaluskan.
Setiap sampel dihitung nilai DE nya. Nilai DE kemudian di plotkan ke dalam grafik dan ditarik persamaan matematisnya. Pengujian karakteristik dilakukan terhadap sepuluh sampel. Setiap tingkat konsentrasi diambil sampel secara acak pada sampel yang memiliki nilai DE dibawah 20 yang merupakan nilai DE untuk maltodekstrin.
Berdasarkan analisa statistik diketahui bahwa persamaan matematis yang didapatkan dari modifikasi pati metode gelatinisasi adalah DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit). Persamaan matematis untuk metode penyangraian adalah DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit). Dari pengujian karakteristik mutu pati termodifikasi didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa kualitas pati tremodifikasi yang dihasilkan memenuhi standar muru pati termodifikasi yang ditetapkan oleh SNI.
vi
Parmadi Waktya Jati. F34102093. Effect of hydrolysis Time and HCl Concentration on Dextrose Equivalent (DE) Value and Characterization of Modified Starch Quality from Tapioca Starch with Acid Hydrolysis. Supervised by Khaswar Syamsu. 2006
SUMARY Starch is a carbohydrate extracted from roots, cereallia or rods of certain
plants such as rice, wheat, cassava, and potato. Most starch is used on food industries. Indonesia has abundant natural resources of plants so that it is very potential in cropping starch. The modification of starch is proposed to gained starch product with special characteristic. One of the modified starch is maltodextrin. Maltodextrin is resulted from starch hydrolysis either chemically or biochemically using an enzyme or acid. This other form of starch is applicable in food industries, for example maltodextrin is used as a material content in starch products, fat and sugar successor, and energy source in some drinks. The modified starch has physical characteristic better than unmodified starch, that is more applicable form. In addition, the hydrolysis process of starch is expected to reduce some unwanted characteristic. There are various methods to modify starch form. One of them is acid hydrolysis. This method has some superiority compared to the other methods. The hydrolysis process is easier and the stuff is cheaper that are starch, acid chloride (HCL) and water. The influenced factors on this process are hydrolysis time and kind of acid used in this process, which determine the Dextrose Equivalent (DE) value. The DE value can differentiate the kinds of modified starch. Each ranges of DE value has own name and different functions. The objective of this study are ; First, to identify some factors affected hydrolysis process, includes length of heat treatment, HCL concentration, and interaction of both factors. The second objective is to seek an optimum condition to produce maltodextrin product with expected DE value by fix the association between length of heat treatment and HCL concentration. The last is, to study the starch characteristic having DE value under 20, it is mean that this starch form can be classified as maltodextrin. Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) and Dry Acid Hydrolysis were used to modify starch. This modification process was hold on temperature range 60-70 oC and five different concentration of chloride acid (HCl). As many as 30% of starch suspension ( 300 g starch of 1000 ml HCl) is gelatinized to modify the starch form. The HCL concentration range used in this research was 0%, 1%, 1.5%, and 2% (v/v). Data was taken every ten minutes during one hour gelatinization process. While, dry acid hydrolysis was done by mixed 500 g of dried starch with 200 ml of HCL solution. The range of HCL concentration was 0 N ; 0,1 N ; 0,2 N ; 0,3 N ; and 0,4 N. Sampling was done every 30 minutes during three hours of dry acid hydrolysis, then the pH value of each samples was neutralized by NaCl solution. Having the pH value on neutral condition, the sample then should be soften.
Measurement of DE value was done for each sample to be plotted on a chart and revealed a mathematical equation. Characteristic testing was done using
vii
ten samples. For each level of HCL concentration, sample having DE value under 20, known as maltodextrin, was taken randomly. Statistical analysis revealed a mathematical equation, DE(%) = - 10,4 + 10,4 HCL concentration (N) + 1,18 minute for Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) method and DE(%) = - 0,279 + 1,39 HCL concentration(N) + 0,0111 minute for Dry Acid Hydrolysis method. According to the test of modified starch characteristic, shows that the quality of modified starch resulting from hydrolysis process is meet with the standard of that fixed by SNI.
viii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Parmadi Waktya Jati
NIM : F34102093
Menyatakan bahwa skripsi dengan tema ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan
Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi
Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam
“ merupakan hasil karya sendiri, tidak menyalin hasil karya orang lain.
Bogor, Agustus 2006
Parmadi Waktya Jati
F34102093
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Januari
1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari
pasangan Bapak Cipyadi dan Ibu Supinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri
Sukorejo 01 Kendal pada tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama di SLTP
Negeri 01 Sukorejo pada tahun 1999 dan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri
01 Temanggung pada tahun 2002.
Pada tahun 2002, penulis diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian FATETA IPB, pada tahun 2006, penulis
melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu
Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan
Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode
Hidrolisis Asam”.
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu
Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan
Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode
Hidrolisis Asam”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan Laboratorium
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB sejak
bulan Maret sampai bulan Agustus 2006. selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini, penulis banyak mendapat motivasi, bimbingan, petunjuk, bantuan dan
yang utama adalah do’a dari berbagai pihak, sehingga semuanya dapat berjalan
dengan lancar. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya antara lain kepada Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. selaku
dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi atas segala arahan,
masukan dan bimbingan selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan
skripsi, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaiakan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang tidak luput dari
kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bogor, Agustus 2006
Parmadi Waktya Jati
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii RINGKASAN .................................................................................................... iv SUMMARY ....................................................................................................... vi SURAT PERNYATAAN ..................................................................................viii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ix KATA PENGANTAR ....................................................................................... x DAFTAR ISI...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 Tujuan.................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 Pati......................................................................................................... 3 Pati Tapioka dan Pati-Pati Lainnya....................................................... 5 Modifikasi Pati ...................................................................................... 6 Metode Hidrolisis ............................................................................ 6 Metode oksidasi............................................................................... 7 Subtitusi.......................................................................................... 7 Ikatan Silang................................................................................... 8 Proses Modifikasi Pati Secara Hidrolisis ............................................. 9 Dextrose Equivalent (DE) ..................................................................... 14
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 15 Bahan dan Alat ..................................................................................... 15 Metode Penelitian ................................................................................. 15 Penelitian Pendahuluan ....................................................................... 17 Pembuatan Pati Termodifikasi ............................................................. 16 Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) .......................................... 18 Prosedur Analisis Karakteristik Mutu .................................................. 18 Penentuam Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE) ............. 22
xii
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 23 Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 23 Pati Termodifilasi dari Pati Tapioka .................................................... 25 Proses Modifikasi dan Perubahan Nilai DE ......................................... 27 Pengaruh Waktu Proses Modifikasi dan Konsentrasi Asam terhadap DE
Produk Pati Termodifikasi .................................................................... 38 Persamaan MatematisDextrose Equivalent (DE).................................. 41 Analisis Karakteristik Mutu Produk Pati Termodifikasi....................... 46 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 60 Kesimpulan ........................................................................................... 60 Saran ..................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 63 LAMPIRAN....................................................................................................... 66
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin....................................... 4
Tabel 2. Tabel 2. Kandungan amilosa komoditas penghasil pati....................... 4
Tabel 3. Kandungan ubi kayu ............................................................................. 5
Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia...................... 5
Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20........................................12
Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin ...........................................13
Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya...............14
Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi .................................16
Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian..............................17
Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka ...............................................................25
Tabel 11. Nilai derajat putih beberapa sampel ...................................................46
Tabel 12. Nilai persen lolos saring......................................................................48
Tabel 13. Warna sampel dalam lugol .................................................................49
Tabel 14. Hasil pengujian kadar air ...................................................................50
Tabel 15. Hasil pengujian kadar abu ..................................................................52
Tabel 16. Hasil pengujian kadar serat ...............................................................54
Tabel 17. Hasil pengujian persentase kelarutan dalam air dingin ......................55
Tabel 18. Hasil pengujian derajat asam ............................................................56
Tabel 19. Hasil pengujian viskositas ................................................................58
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi.............................. 8
Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang...................... 9
Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam......................................................10
Gambar 4. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi 0N....................................28
Gambar 5. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,1 N......................29
Gambar 6. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,2 N......................30
Gambar 7. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,3 N......................31
Gambar 8. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,4 N......................32
Gambar 9. Grafik DE metode gelatinisasi tanpa penambahan asam ..................34
Gambar 10. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 0,5 %..................35
Gambar 11. DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1 %................................36
Gambar 12. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1,5 %..................37
Gambar 13. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 2 % .....................38
Gambar 14. Perubahan nilai DE modifikasi penyangraian ................................39
Gambar 15. Diagram alir reaksi karamelisasi .....................................................40
Gambar 16. Perubahan nilai DE modifikasi gelatinisasi ....................................41
Gambar Gambar 18. Plot grafik tiga dimensi pada minitab..................................43
Gambar 20. Plot grafik DE metode gelatinisasi pada Minitab..............................44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi metode basah ...............67
Lampiran 2. Pembuatan pati termodifikasi metode kering ...................................68
Lampiran 3. Penentuan Kurva Standar uji phenol untuk total gula ......................69
Lampiran 4. Kurva standar pengujian total gula dengan metode phenol..............70
Lampiran 5. Penyiapan Pereaksi DNS dan Penentuan Kurva Standar .................71
Lampiran 6. Kurva Standar pengujian gula pereduksi dengan metode DNS .......72
Lampiran 7. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode
gelatinisasi ................................................................................................ 73
Lampiran 8. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode
penyangraian ...........................................................................................74
Lampiran 9. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode gelatinisasi ....75
Lampiran 10.Hasil pengujian total gula metode penyangraian.............................76
Lampiran 11. Hasil pengujian gula pereduksi dan total gula pati tapioka ............77
Lampiran 12. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode gelatinisasi ........78
Lampiran 13. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode penyangraian.....79
Lampiran 14. Hasil pengujian derajat putih..........................................................80
Lampiran 15. Hasil pengujian kehalusan ..............................................................82
Lampiran 16. Warna dalam lugol..........................................................................83
Lampiran 17. Hasil pengujian kadar air ................................................................84
Lampiran 18. Hasil pengujian kadar abu .............................................................85
Lampiran 19. Hasil pengujian kadar serat kasar ..................................................88
Lampiran 20. Hasil pengujian kelarutan dalam air dingin....................................89
Lampiran 21. Hasil pengujian derajat asam..........................................................90
Lampiran 22. Hasil pengujian viskositas .............................................................91
Lampiran 23. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0 N ....................................................92
Lampiran 24. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0,1 N .................................................93
Lampiran 25. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0,2 N .................................................94
xvi
Lampiran 26. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0,3 N .................................................95
Lampiran 27. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0,4 N .................................................96
Lampiran 28. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 0 %........................................................97
Lampiran 29. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 0,5 %.....................................................98
Lampiran 30. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 1 %...................................................... 99
Lampiran 31. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 1,5 %.................................................. 100
Lampiran 32. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 2 %......................................................101
Lampiran 33. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode
penyangraian .........................................................................................102
Lampiran 34. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode
gelatinisasi ............................................................................................ 103
Lampiran 35. Gambar produk pati termodifikasi............................................... 104
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu
tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari
suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, sagu
jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan
sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial
karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah.
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman umbi yang
menghasilkan pati. Indonesia merupakan negara tropis yang potensial menjadi
penghasil pati tapioka yang dihasilkan dari umbi singkong. Produktivitas ubi kayu
cukup besar. Dari satu hektar lahan mampu dihasilkan sekitar 25 ton ubi kayu
(Anonim, 2005). Produktivitas ubi kayu tersebut lebih besar daripada jagung yang
hanya menghasilkan 60,3 kuintal per hektar (Anonim, 2005). Tanaman-tanaman
penghasil pati tersebut secara umum dapat dipanen satu kali dalam setahun karena
petani lebih cenderung menanam komoditas tersebut pada saat lahannya tidak
ditanami padi (Anonim, 2005). Harga pati tapioka untuk tahun 2006 berkisar pada
harga 3500 rupiah per kg. Apabila pati tapioka diolah lebih lanjut menjadi pati
termodifikasi, nilai tambah produk pati tersebut akan bertambah. Harga untuk
maltodekstrin sendiri adalah 1,9 dollar US per kilogram (Anonim, 2005) atau
sekitar 17 ribu rupiah.
Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan
karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah
maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara
kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun
enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan
pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu,
menurut Hidayat (2002) maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman
olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan
dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah
dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan
2
kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan
diperbaiki dengan usaha modifikasi ini.
Indonesia memenuhi sebagian besar kebutuhan produk modifikasi pati dari
impor. Nilai impor produk ini sebesar 150 juta dollar US per tahun (Tjahyono,
2004). Prospek industri modifikasi pati di Indonesia yang menjanjikan ini
menjadikan kajian terhadap pemanfaatan pati tapioka sebagai bahan bakunya.
Penelitian ini merupakan kajian terhadap faktor-faktor dalam pembuatan pati
termodifikasi sehingga didapatkan pati termodifikasi dengan karakteristik yang
diinginkan.
Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan
metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan
dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang
mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis
asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang
digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai Dextrose Equivalent (DE)
suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati
termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang
berbeda-beda.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat ditetapkan suatu model sederhana
untuk mengetahui hubungan lama hidrolisis, konsentrasi katalisator (HCl)
terhadap nilai Dextrose Equivalent (DE) dan karakteristik mutu maltodekstrin
yang dihasilkan untuk dapat digunakan dalam merancang proses guna
menghasilkan produk pati termodifikasi sesuai keinginan konsumen.
B. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, konsentrasi HCl dan
interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi.
2. Menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan
konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk
mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan.
3. Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent
(DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori
maltodekstrin.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PATI
Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk
granula. Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi, biji dan
atau buah. Pati pada tanaman beperan sebagai sumber energi untuk fase dorman,
germinasi dan pertumbuhan (Swinkles, 1985). Pati berbeda dengan tepung.
Tepung merupakan bahan yang dihancurkan sampai halus sedangkan pati
merupakan polisakarida komplek yang tidak larut dalam air dan digunakan oleh
tumbuhan untuk menyimpan cadangan glukosa (Anonim, 2006).
Granula pati dapat menyerap air dan mengembang. Dalam air dingin,
granula pati terdispersi dan membentuk larutan berviskositas rendah. Viskositas
larutan pati akan meningkat drastis bila mengalami pemanasan disertai
pengadukan hingga mencapai suhu sekitar 80oC. Suhu dimana larutan pati mulai
mengental disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati berbeda-beda
tergantung jenis pati. Gelatinisasi pati merupakan proses endoterm yang terjadi
karena adanya air. Pada saat gelatinisasi terjadi pemisahan susunan molekul di
dalam granula pati (Bemiller dan Whistler, 1996).
Pati mengandung dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa adalah polimer rantai lurus dari glukosa dengan ikatan α-1,4 glikosidik.
Bila ditambahkan dengan sejumlah iodine, amilosa akan membentuk kompleks
amilosa-iodine. Larutan amilosa memiliki viskositas yang tinggi dan relatif tidak
stabil dibandingkan amilopektin (Manners, 1979). Menurut Alais dan Linden
(1991), hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa dan oligosakarida
lainnya.
Berbeda dengan amilosa, amilopektin memiliki rantai bercabang dimana
molekul-molekul glukosa bergabung melalui ikatan α-1,6 glikosidik. Unit glukosa
pada amilopektin berkisar 105-106 unit. Amilopektin akan memberikan warna
ungu dengan iodine di dalam air. Komposisi amilosa dan amilopektin dapat dilihat
pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin (Pomeranz, 1991)
Properti Amilosa Amilopektin
Struktur umum Lurus Bercabang
Ikatan α-1,4 α-1,4 dan α-1,6
Panjang rantai rata-rata ~103 20-25
Derajat polimerisasi ~ 103 104-105
Kompleks dengan iod Biru(~650 nm) Ungu-coklat (~550 nm)
Produk hidrolisis Maltotriosa, Glukosa,
maltosa, Oligosakarida
Gula pereduksi (sedikit)
Oligosakarida (dominan)
Menurut Hullinger et. al. (1973), amilosa dan amilopektinlah yang
berfungsi dalam menentukan sifat-sifat makanan yang diproses dari bahan pati.
Amilosa merupakan komponen yang berpengaruh terhadap sifat gel. Terjadinya
gel adalah karena terjadinya kristalisasi fraksi amilosa. Pati dengan kandungan
amilosa yang berbeda akan menghasilkan produk makanan dengan sifat yang
berbeda pula. Menurut Luallen (1985), amilopektin biasanya memberikan
konsistensi seperti serabut pada makanan. Berikut ini adalah kandungan amilosa
dari berbagai komoditi penghasil pati.
Tabel 2. Kandungan amilosa berbagai komoditas penghasil pati
Sumber pati Amilosa (%)
Jagung biasa 24
Jagung beramilosa tinggi 50 – 70
Beras ketan 0 – 3
Kentang 20
Tapioka 17
Terigu 25
5
B. PATI TAPIOKA DAN PATI-PATI LAINNYA
Pati tapioka adalah pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong.
Pati diekstrak dengan menggunakan air untuk kemudian diendapkan.Endapan
tersebut adalah pati tapioka (Anonim, 2001). Umbi ubi kayu sendiri mengandung
bahan-bahan sebagai berikut.
Tabel 3. Kandungan ubi kayu
Bahan Kandungan (%) Pati 24 Serat 2 Protein 1 Bahan lain 73
(Anonim, 2001)
Ubi kayu merupakan sumber pati potensial untuk dijadikan bahan baku
pati termodifikasi. Produktivitas ubi kayu meningkat dari tahun ke tahun dengan
jumlah yang tertinggi dibandingkan jumlah tanaman penghasil pati laiinya.
Produktivitas tanaman-tanaman penghasil pati di Indonesia adalah sebagai
berikut.
Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia
Kacang polong
Ubi kayu
(Ton) (Ton)
Tahun Jagung (Ton)
Kedelai (Ton)
Kacang (Ton)
Kentang (Ton)
2002 9654105 673056 718071 288,089 16913104 1771642 2003 10886442 671600 785526 335224 18523810 1991478 2004 11225243 723483 837495 310412 19424707 1901802 2005 12523894 808353 836295 320963 19321183 1856969 2006 12495742 783554 851133 311623 20054634 1868994
( Anonim, 2006)
6
Pati tapioka merupakan granula berwarna putih yang ukuran diameternya
bervariasi antara 5 sampai 35 mikron dengan rata-rata 17 mikron. Granula ini
sering berbentuk mangkuk dan sangat kompak tetapi selama pengolahan, granula
tersebut akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak teratur bentuknya
(Brautlecht, 1953). Pati tapioka mengandung amilosa 17 % dan dalam pemanasan
tapioka akan memiliki gel yang lunak (Whistler dan Smart, 1953). Menurut
Taylor dan Schoch seperti dikutip dalam Brautlecht (1953) granula pati tapioka
sudah terpecah sempurna di bawah suhu 80oC.
Pati tapioka dapat dimodifikasi menjadi dekstrin putih, dekstrin kuning,
maltodekstrin, thin boiling starch, Gum Inggris dan lain sebagainya. Kegunaan
pati modifikasi dari pati tapioka sangat beragam dari bidang pangan maupun non
pangan (Anonim, 2001)
C. MODIFIKASI PATI
Peningkatan ilmu pengetahuan tentang struktur molekul memungkinkan
ahli melakukan modifikasi struktur pati alami untuk memenuhi persyaratan dalam
menghasilkan produk tertentu. Modifikasi pati bertujuan untuk mengubah struktur
molekul pati dengan berbagai faktor. Modifikasi yang biasa digunakan adalah
hidrolisis, oksidasi, subtitusi dan ikatan silang (Luallen, 1985).
1. Metode Hidrolisis
Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering
digunakan. Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan
asam atau enzim sebagai katalisator. Pada metode ini suspensi pati
dimasukkan ke dalam air dengan asam atau enzim yang mampu
menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi sampai mendapatkan
kekentalan yang diinginkan (Anonim, 1983).
Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa
dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga
akan mengubah kekentalannya (Smith dan Bell, 1986). Pati yang
dimodifikasi dengan metode ini mempunyai kekentalan dalam keadaan
panas yang rendah dan daya lekatnya tinggi. Pati jenis ini banyak
7
digunakan dalam industri kertas, tekstil dan perekat (Smith dan Bell,
1986). Sebagai bahan makanan pati semacam ini digunakan pada
pembuatan gum candy (Smith, 1982).
Apabila hidrolisis dengan menggunakan asam terhadap pati dengan
kandungan air terbatas maka akan diperoleh fraksi yang lebih kecil yang
disebut dekstrin. Karena itu proses ini sering juga disebut dengan
dekstrinisasi (Luallen, 1985). Metode hidrolisis ini paling sering
digunakan karena metodenya mudah dengan bahan baku yang mudah pula.
2. Metode Oksidasi
Pada proses oksidasi ini juga terjadi pemecahan rantai molekul pati
secara acak. Salah satu bentuk oksidasi pati adalah pemucatan (bleaching)
dengan menggunakan pereaksi natrium hipoklorit (Luallen, 1985). Proses
oksidasi adalah memasukkan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke
dalam rantai lurus maupun rantai cabang dari molekul pati sehingga
membuka struktur cincin glukosa dan membengkokkan cincin glukosa
yang telah terbuka melalui pengguntingan rantai molekul. Proses ini
tergantung kepada kondisi reaksi seperti suhu dan pH (Smith dan Bell,
1986).
Metode oksidasi ini menyebabkan sifat pati berubah seperti
kekentalannya akan menurun dan hilangnya sebagian sifat gel (Luallen,
1985). Menurut Smith dan Bell (1986) oksidasi pati juga menyebabkan
rendahnya retrogradasi dan tingginya daya dispersi. Tambahan natrium
hipoklorit dapat menekan jumlah bakteri selama proses produksi dan
menyebabkan pati menjadi putih. Pati semacam ini terbatas
penggunaannya untuk permen dan jelly.
3. Subtitusi
Penggunaan utama pati dalam produk makanan adalah sebagai
pengental dan sebagai sumber karbohidrat (Luallen, 1985). Kandungan
amilosa telah diketahui menentukan sifat makanan yang dihasilkan.
Molekul amilosa cenderung untuk berada dalam posisi sejajar sehingga
8
gugus hidroksilnya dapat berikatan. Hal ini mengakibatkan molekul pati
berbentuk kristal agregat dan sukar larut dalam air. Oleh karena itu pati
yang mengandung amilosa tinggi sukar mengalami proses gelatinisasi
sehingga penggunaan dalam produk makanan terbatas (Wurzburg dan
Szymanski, 1970).
Masalah tersebut diatasi dengan mensubtitusikan gugus anion ke
seluruh granula agar penggabungan granula-granula menjadi terhalang.
Salah satu cara pensubtitusian ini adalah dengan mengalkilasi pati seperti
pada persamaan berikut.
StOH + CH2 – CH – CH3 StOH – CH – CH3
Keterangan : StOH : senyawa pensubtitusi
Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi
Modifikasi pati dengan metode ini menyebabkan sifat
kepolarannya berubah dan kejernihan pastanya meningkat. Kestabilan
terhadap pembekuan juga meningkat (Smith dan Bell, 1986).
4. Ikatan Silang
Amilopektin mempunyai rantai bercabang maka gugus-gugus
hidroksilnya lebih sukar untuk berikatan. Oleh karena itu amilopektin
mudah mengalami proses gelatinisasi tetapi kekentalannya tidak stabil.
Granula yang telah membengkak mudah pecah akibat pemanasan yang
lama (Katzbeck, 1972). Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan
pereaksi yang bersifat polifungsional (Anonim, 1983).
Pemilihan pereaksi untuk pembentukan ikatan silang agak terbatas.
Selain itu harus bersifat nukleofilik yamg kuat, juga harus bebas dari
pengaruh toksik atau mempunyai ketidakstabilan yang tinggi sehingga
kelebihannya dapat mengubah menjadi produk yang tidak merusak.
OH
O
9
Menurut O’Dell (1981), pereaksi yang dapat digunakan adalah natrium
trimetafosfat, epiklorohidrin dan asam adipat. Menurut Smith dan Bell
(1986) yang sering digunakan adalah pereaksi fosfor oksiklorida dan
natrium trimetafosfat. Diantara keempat pereaksi tersebut, fosfor
oksiklorida paling tidak stabil dan mudah terurai dalam air (Matheis dan
Whitaker, 1984). Reaksi yang mungkin terjadi pada ikatan silang adalah
seperti pada persamaan berikut.
2 StOH + Na3P3O9 StO – P – Ost + Na2H2P2O7
Keterangan : StOH : senyawa pereaksi ikatan silang
Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang
Pati yang dimodifikasi dengan cara ini granulanya menjadi kuat
sehingga lebih tahan terhadap panas dan asam (Luallen, 1985).
D. PROSES MODIFIKASI PATI SECARA HIDROLISIS
Setiap jenis pati dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk
menghasilkan suatu bahan dengan sifat fungsional yang diinginkan. Produk pati
termodifikasi umumnya mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan produk pangan olahan. Modifikasi pati
umumnya dirancang untuk tujuan mengubah karakteristik gelatinisasi, kekentalan
dalam medium air, pembentukan gel, kestabilan suspensi karena pengaruh asam,
panas dan proses pengolahan lainnya.
Modifikasi pati dilakukan dengan mengubah struktur kimia pati baik
secara fisik, kimia atau enzimatis (Colonna et. al. dalam Galliard, 1987). Namun
yang akan dibicarakan disini hanyalah modifikasi pati secara kimia. Modifikasi
O
ONa
10
pati secara kimia pada umumnya meliputi hidrolisis, oksidasi, esterifikasi dan
eterifisasi (Fleche dalam van Beynum dan Roles, 1985, Rapaille dan Van
Hemelrijck dalam Imeson, 1992). Pati dapat dimodifikasi melalui hidrolisis
parsial secara kimia atau enzimatis menghasilkan thin boiling starch, dekstrin dan
maltodekstrin (Fleche, 1985, Wurzburg, 1986). Reaksi hidrolisis pati dapat dilihat
pada gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam (Humprey, 1979)
Thin boiling starch adalah produk hidrolisis parsial pati menggunakan
asam dan pH tertentu dan pemanasan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat
konversi yang diinginkan. Karena sebagian pati terhidrolisis menjadi komponen
berantai lurus yang berukuran lebih pendek dari asalnya, maka porsi fraksi
polimer rantai lurus tersebut menjadi lebih rendah, serta peluang untuk terjadinya
retrogasi semakin besar. Komponen karbohidrat berantai lurus yang pendek sukar
membentuk senyawa yang kaku. Perlakuan pati dengan asam disamping
OH
OH
CH2OH
OH
OH
CH2OH
+ H3O+OH OH
OH OH
CH2OH CH2OH
H+
OH
OH
CH2OH
OH
+
+H3O+
OH
CH2OH
H+
OH
OH
OH
CH2OH
OH2
OH
OH
H2O
OH
CH2OH
OHOH
OH
H2O
O O O O
O O O O
O
O
O O
O
11
menurunkan kekentalan, juga menurunkan kekuatan gel (Radley, 1976).
Penggunaan thin boiling starch pada produk pangan antara lain dalam kembang
gula, pastiles, dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992).
Dekstrin adalah produk hasil hidrolisis pati secara parsial menggunakan
asam atau enzim. Dekstrin yang dibuat dengan hidrolisis asam (HCl) secara
komersial dibedakan menjadi tiga jenis: dekstrin putih, kuning dan gom Inggris
(Wurzburg, 1996). Rumus umum dekstrin adalah (C6H10O5)n (Radley, 1976).
Produk komersial dari hidrolisis pati diklasifikasikan berdasarkan
Dextrose Equivalent (DE). Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis
pati yang mengandung α-D-glukosa unit yang sebagian besar terikat melalui
ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin
adalah [(C6H10O5)nH2O] (Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic, 1995).
Maltodekstrin adalah polimer dari glukosa dengan panjang ikatan rata-rata
5-10 unit glukosa per molekul. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri
makanan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan
berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa manis (Fullbrook,
1984). Menurut Mcdonald (1984). Maltodekstrin bersifat kurang higroskopis,
kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk zat
warna pada reaksi browning.
Maltodekstrin dan sirup glukosa kering dalam industri pangan banyak
digunakan sebagai bahan pengisi, mengurangi tingkat kemanisan produk dan
sebagai bahan campuran yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaanya
sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi
penggunaan bahan-bahan konsentrat yang memiliki harga relatif tinggi, misalnya
flavor. Dalam pembuatan tablet, maltodekstrin dapat mensubtitusi laktosa dan
tepung susu dalam jumlah tertentu.
Menurut Roper (1996), maltodekstrin dapat digunakan sebagai pengganti
lemak. Maltodekstrin dengan air akan membentuk gel yang dapat mencair atau
larut dan menyerupai struktur lemak sehingga cocok untuk mensubtitusi minyak
dan lemak. Konsistensi, penampakan dan sifat organoleptiknya dapat diterima.
Penggunaan maltodekstrin dalam produk pangan juga dapat mengurangi kalori
lebih dari 70 %.
12
Menurut Kennedy et. al. (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk
pangan antara lain pada :
• Produk roti, misalnya pada cake, muffin dan biscuit, digunakan
sebagai pengganti gula atau lemak.
• Makanan beku, karena maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat
air (water holding capacity) dan berat molekul yang relatif rendah,
sehingga dapat mempertahankan produk tetap beku.
• Makanan low calory, karena penambahan maltodektrin dalam jumlah
yang besar tidak akan meningkatkan kemanisan produk seperti
halnya gula.
Analisis komposisi maltodekstrin umumnya dilakukan dengan metode
kromatografi. Menurut Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic (1995),
kromatografi merupakan teknik terbaik untuk karakterisasi oligosakarida dan
polisakarida. Kromatografi yang dikembangkan mulai pertengahan tahun 1970
sampai sekarang adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
HPLC adalah teknik dimana molekul-molekul dalam larutan dipisahkan
(fraksinasi) berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya atau afinitas terhadap
kolom yang digunakan. Waktu pemisahan merupakan faktor penting dalam
metode HPLC. Berikut ini komposisi gula pada maltodekstrin DE 15 dan DE 20.
Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20
DE Glukosa
(%)
Maltosa
(%)
Maltotriosa
(%)
Sakarida
lainnya
15 0,6 4,0 7,0 88,4
20 0,8 5,5 11,0 82,7
Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic (1995)
13
Mutu maltodekstrin di Indonesia telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi
Nasional. Standar mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada
umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20. Standar mutu dekstrin
dikelompokkan lagi menurut bidang aplikasinya, yaitu pangan dan non-pangan.
Pada tabel 6 dapat dilihat lebih jelas variabel dan nilai standar mutu dekstrin
menurut DSN (1992 dan 1989).
Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin
Aplikasi Variabel
Pangan Nonpangan
Warna(Visual) Putih sampai kekuningan Putih sampai kekuningan
Warna dalam lugol Ungu sampai kecoklatan Ungu sampai kecoklatan
Kadar air(%b/b) Max. 11 Max. 11
Kadar abu(%b/b) Max. 0,5 Max 0,5
Serat kasar(%b/b) Max 0,6 -
Bagian yang larut dalam
air (%)
Min. 97 Min. 80
Kekentalan (cP) 3-4 3-4
Dekstrosa Max. 5 Max. 7
Derajat asam
(0,1 N NaOH/100 g
bahan)
Max. 5 Max. 6
Kehalusan
(ayakan 100 mesh)
Min. 90 (lolos) -
Dewan Standarisasi Nasional (1992 dan 1989)
14
E. DEXTROSE EQUIVALENT (DE)
Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total
pereduksi dari pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE
berhubungan dengan Derajat Polimerisasi (DP). DP menyatakan jumlah unit
monomer dalam suatu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa
sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989).
Secara komersial, penggunaan pati termodifikasi dipengaruhi oleh nilai
DE. Semakin besar nilai DE berarti semakin besar juga persentase pati yang
berubah menjadi gula pereduksi. Berikut ini adalah jenis pati dan penggunaannya
berdasarkan perbedaan nilai DE.
Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya
Nama Hasil Hidrolisis
Pati
Nilai DE Contoh kegunaan
Maltodekstrin
Thin boiling starch Oligosakarida
2 - 5
5 9 - 12 15 - 20 > 20 Sekitar 50
Pengganti lemak susu di
dalam makanan pencuci
mulut, yoghurt, produk
bakeri dan es krim
(Strong, 1989).
Bahan tambahan
margarin (Summer dan
Hessel, 1990).
Cheescake filling (Wilson
dan Steensen, 1986)
Produk pangan berkalori
tinggi (Vorwerg et. al.,
1988)
Kembang gula, pastiles
dan jeli (Rapaille dan
Van Hemelrijk, 1992)
Pemanis (Wurzburg,
1989)
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan untuk membuat pati termodifikasi dengan
metode basah adalah pati tapioka yang disuspensikan dalam air dan ditambahkan
HCl sedangkan yang menggunakan metode kering adalah pati kering yang
disemprotkan HCl. Pati tapioka yang digunakan adalah pati tapioka yang umum
diperjualbelikan di pasaran. Bahan yang digunakan untuk menghidrolisis pati
tapioka adalah HCl dengan berbagai konsentrasi. Untuk menetralkan pH
digunakan NaOH.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian produk pati termodifikasi
adalah : H2SO4, larutan fenol, pereaksi DNS, dan NaOH.
Alat yang digunakan dalam pembuatan pati termodifikasi dengan metode
penyangraian adalah: wajan penyangraian, kompor pemanas, alat penyemprot
tangan, pengaduk dan termometer. Sedangkan untuk pembuatan pati termodifikasi
dengan metode hidrolisis basah digunakan gelas piala, penangas air, pengaduk
dan termometer.
Dalam pengujian pati termodifikasi, digunakan alat spektrofotometer,
tabung reaksi, timbangan, pipet, oven, viscosimeter, colormeter, dan pH meter.
B. Metode Penelitian
1. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan rentang suhu
dan jumlah bahan-bahan yang digunakan dalam proses modifikasi pati.
Penelitian pendahuluan dilakukan pada kedua metode. Untuk metode
penyangraian, penelitian pendahuluan dilakukan dengan menyangrai 500
gram pati dengan dilakukan penyemprotan dengan larutan HCl 0,1 N.
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan berapa banyak volume larutan
HCl yang tepat untuk disemprotkan. Pada metode gelatinisasi penelitian
pendahuluan bertujuan untuk menentukan suhu yang optimal sehingga pati
dapat tergelatinisasi dan menghindari kerusakan pada pati yang telah
16
tergelatinisasi (gosong). Suhu yang digunakan dalam proses modifikasi
adalah suhu gelatinisasi pati sehingga penelitian ini dilakukan untuk
menentukan berapa suhu gelatinisasi pati tapioka. Penelitian pendahuluan
untuk metode gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram
pati dalam 1000 ml air. Waktu pemanasan akan dihentikan apabila gel pati
telah kering atau gosong.
2. Pembuatan Pati Termodifikasi (Modifikasi metode Haryati, 2004)
a) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Basah
Pembuatan pati termodifikasi pertama dilakukan dengan
mensuspensikan 300 gram pati ke dalam 500 ml larutan HCl. Kemudian
ditambahkan larutan HCl dengan konsentrasi yang telah ditentukan
terlebih dahulu sampai volume larutan yang ditambahkan tepat 1000 ml.
Campuran pati dan larutan HCl kemudian dipanaskan dengan penangas
air. Setelah waktu pemanasan terpenuhi, gel pati segera diangkat dan
didinginkan. Sampel pati yang sudah dingin dihaluskan dengan mortar
sampai halus. Kemudian disuspensikan ke dalam air kembali dan
ditambahkan NaOH 0,1 N sampai pH netral. Setelah itu produk yang
terbentuk dikeringkan untuk kemudian dilakukan pengujian.
Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan lama
pemanasan dan konsentrasi HCl.
Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi
Waktu pemanasan (menit) 10 20 30 40 50 60 0 M1W1 M1W2 M1W3 M1W4 M1W5 M1W6 0,5 M2W1 M2W2 M2W3 M2W4 M2W5 M2W6 1 M3W1 M3W2 M3W3 M3W4 M3W5 M3W6 1,5 M4W1 M4W2 M4W3 M4W4 M4W5 M4W6 K
onse
ntra
si H
Cl
(% v
/v)
2 M5W1 M5W2 M5W3 M5W4 M5W5 M5W6
Pembuatan pati termodifikasi dilakukan dengan dua kali ulangan.
Konsentrasi HCl adalah perbandingan asam HCl dengan volume
suspensi pati pati (v/v) dengan menggunakan HCl pekat. Penggunaan
17
konsentrasi (v/v) dilakukan untuk memudahkan penetapan volume asam
yang ditambahkan ke dalam suspensi pati. Penetapan penggunaan
konsentrasi dengan konsentrasi (v/v) didasarkan juga pada satuan
konsentrasi yang dipakai di industri-industri maltodekstrin dan thin
Boiling Starch (Anonim, 2004).
b) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Kering
(Modifikasi metode Sari, 1992)
Pati tapioka sebanyak 500 gram disangrai di atas kompor pemanas
(suhu berdasarkan penelitian pendahuluan) dengan menyemprotkan HCl
di atas pati tapioka yang disangrai. Jumlah HCl yang disemprotkan
didapatkan dari percobaan pendahuluan untuk mengetahui jumlah HCl
yang tepat sehingga dalam proses penyangraian, pati tidak tergenang
oleh HCl. Penyemprotan HCl dilakukan sampai HCl tercampur
homogen. Penyangraian berlangsung sampai waktu yang telah
ditetapkan. Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan
faktor suhu, lama pemanasan dan konsentrasi HCl.
Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian
Waktu Penyangraian (jam)
0,5 1 1,5 2 2,5 3
0 N1W1 N1W2 N1W3 N1W4 N1W5 N1W6
0,1 N2W1 N2W2 N2W3 N2W4 N2W5 N2W6
0,2 N3W1 N3W2 N3W3 N3W4 N3W5 N3W6
Kon
sent
rasi
HC
l yan
g
dise
mpr
otka
n (N
)
0,3 N4W1 N4W2 N4W3 N4W4 N4W5 N4W6
Waktu penyangraian selama 3 jam dilakukan berdasarkan
penelitian Sari (1992). Konsentrasi HCl menggunakan satuan normalitas
didasarkan pada Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (1982)
yang menyatakan bahwa konsentrasi HCl yang digunakan dalam
membuat dekstrin adalah sekitar 0,1 N. Rentang konsentrasi dan waktu
dapat berubah bila rentangnya kurang untuk pengolahan data menjadi
sebuah persamaan matematis.
18
3. Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) (Modifikasi dari Haryati,
2004)
Pengujian nilai DE dilakukan dengan memasukkan 2 ml contoh ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi DNS.
Tabung reaksi tersebut diletakkan ke dalam air mendidih selama 5 menit
dan didinginkan sampai suhu kamar. Blangko juga ditetapkan dengan
cara yang sama tetapi sebagai pengganti contoh digunakan aquades.
Sampel dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang
500 nm. Nilai absorbansi diplotkan ke dalam grafik standar gula
pereduksi (jumlah gula pereduksi dinyatakan sebagai A).
Dari contoh yang sama, kemudian diambil 2 ml contoh ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 15 % dan ditambahkan
5 ml H2SO4 atau HCl pekat. Sampel didiamkan selama 10 menit.
Kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 490
nm (jumlah total gula dinyatakan sebagai B).
Nilai DE = %100×BA
4. Prosedur Analisis Karakteristik Mutu
Setelah didapatkan nilai DE dari seluruh perlakuan pati
termodifikasi yang memiliki nilai DE dibawah 20 % (Rentang DE
maltodekstrin), sampel dipilih secara acak setiap beda konsentrasi.
Setiap satu tingkat konsentrasi, diambil satu sampel secara acak untuk
diuji karakteristik mutunya. Pengujian karakteristik mutu terhadap
sampel tersebut adalah sebagai berikut.
19
1. Derajat Putih (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Derajat putih diukur dengan alat Colormeter. Sampel
yang telah disiapkan dibaca dengan alat tersebut sehingga
didapatkan nilai L. Nilai L menunjukkan derajat keputihan
suatu bahan. Sampel yang berwarna putih sempurna memiliki
nilai L=1. Sedangkan untuk sample yang berwarna hitam
memiliki nilai 0. Jadi semakin putih suatu bahan nilai L akan
mendekati 1.
2. Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) (Dewan Standarisasi
Nasional, 1989)
Sejumlah produk pati termodifikasi (dinyatakan sebagai
A) diayak dengan saringan 100 mesh. Sejumlah yang lolos
ditimbang (dinyatakan sebagai B). Tingkat kehalusan dihitung
sebagai:
Kehalusan = %100×AB
3. Warna dalam Lugol (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Sejumlah produk ditempatkan dalam plate, kemudian
diteteskan larutan lugol secukupnya. Warna yang terbentuk
diamati.
4. Kadar air (AOAC, 1998)
Sebanyak 2-5 gram contoh dimasukkan ke cawan
aluminium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan
tersebut dipanaskan pada suhu 100o – 105o C selama 3 jam.
Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Perlakuan ini diulang sampai tercapai bobot konstan. Sisa
contoh dihitung sebagai total padatan dan bobot yang hilang
sebagai air.
20
Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air = X 100 %
5. Kadar Abu (AOAC, 1998)
Cawan perabuan dibakar di dalam tanur, didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Contoh sebanyak 2-5 gram
dimasukkan ke dalam cawan kemudian dibakar dalam tanur
perabuan sampai didapat abu. Perabuan dilakukan pada suhu
600oC lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar
abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar abu = x 100%
6. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1998)
Sekitar 1 gram contoh bebas lemak ditimbang. Bahan
tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian
ditambahkan 100 ml larutan H2SO4 0,325 N dan dimasukkan
dalam otoklaf 105oC selama 15 menit. Setelah dingin
ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N dan diotoklaf kembali 105oC
selama 15 menit.
Dalam keadaan panas, cairan dalam labu erlenmeyer
disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak
berabu Whatman No. 41 yang telah diketahui bobotnya.
Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut
dengan menggunakan 25 ml air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N,
25 ml air panas dan 25 ml etanol 95%. Kertas saring beserta
isinya diangkat dan dimasukkan kemudian dikeringkan pada
oven suhu 105oC selama 1-2 jam. Kertas saring kemudian
Bobot awal – bobot akhir
Bobot contoh akhir
Bobot cawan akhir
Bobot contoh + cawan
21
diangkat dan didinginkan lalu ditimbang sampai bobotnya
konstan. Perhitungannya adalah sebagai berikut.
Kadar serat = x x
7. Kelarutan dalam Air Dingin (Dewan Standarisasi Nasional, 1992)
Sebanyak 1 gram produk pati termodifikasi dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades
sampai tanda tera. Larutan disaring dengan kertas saring
(larutan A). Disiapkan cawan petri yang telah dikeringkan dan
diketahui bobotnya (dinyatakan sebagai B1). Sebanyak 10 ml
larutan A dituangkan ke dalam cawan petri dan dikeringkan
dalam oven. Bobot akhirnya ditimbang (dinyatakan sebagai
B2).
Nilai solubilitas = x
8. Derajat Asam (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Sebanyak 5 gram maltodekstrin ditambahkan 100 ml
akuades. Larutan ditutup selama minimal 30 menit sambil
digoyang sesekali. Larutan disaring dengan kertas saring.
Sebanyak 50 ml larutan yang telah disaring dititrasi dengan
NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein sampai terjadi
perubahan warna. Derajat asam dihitung dengan rumus:
Derajat asam = X
Bobot kertas saring akhir - bobot kertas saring
Bobot sampel 100%
A
B2 – B1100%
(Ml titrasi – blangko) x N NaOH x Mr HCl
1000 x bobot sampel 100%
22
9. Viskositas (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Sebanyak 3 gram pati termodifikasi dilarutkan dalam 30
ml akuades kemudian diaduk selama 5 menit dalam penangas
bersuhu 90oC. Viskositas pasta diukur segera dengan
viskosimeter Brookfield.
5. Penentuan Model Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE)
Penentuan model matematis DE dilakukan dengan memplotkan titik-
titik nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl.
Titik-titik tersebut kemudian diolah dengan metode regresi berganda.
Regresi berganda akan menghasilkan suatu persamaan hubungan interaksi
nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl.
Pengolahan data dengan regresi berganda dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak Minitab. Apabila grafik yang didapatkan tidak linear atau
pada selang waktu tertentu kecenderungan arah grafik berubah, maka
formulasi hanya dibatasi sampai selang waktu dimana kecenderungan arah
grafik masih sama dari titik awal.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh selang waktu proses
hidrolisis dan atau tingkat suhu yang digunakan dalam proses hidrolisis pati.
1. Metode Penyangraian
Penelitian pendahuluan pada metode penyangraian dilakukan
untuk menentukan suhu pemanasan, lama proses penyangraiannya dan
jumlah larutan HCl yang disemprotkan ke dalam pati. Dengan
menetapkan suhu pemanasan yang tepat, pati yang disangrai tidak akan
cepat gosong terutama pati yang berada dekat dengan sumber panas
sehingga pati yang disangrai lebih homogen. Penelitian pendahuluan
ini dilakukan dengan menggunakan api kecil, api sedang dan api besar
sebagai pemanasnya. Api kecil menghasilkan suhu berkisar antara
20oC sampai 40oC. Pati yang disangrai dengan suhu ini tidak
menunjukkan adanya perubahan fisik serta nilai DE-nya sama dengan
DE pati asal. Oleh karena itu pada suhu ini proses hidrolisis belum
berlangsung. Api sedang menghasilkan suhu 50oC sampai 70oC. Pada
suhu ini pati yang disangrai memperlihatkan perubahan sifat fisik yaitu
warnanya semakin menguning. Nilai DE mengalami peningkatan
walaupun tidak terlalu besar. Api besar menghasilkan suhu diatas
80oC. Pada suhu ini pati yang disangrai terutama yang terletak dekat
dengan api, akan cepat gosong dan membentuk arang. Sehingga suhu
yang digunakan adalah suhu 50oC sampai 70oC.
Lama penyangraian ditentukan dengan menyangrai pati pada
suhu 50oC sampai 70oC. Pati disangrai terus-menerus sampai pati
menjadi hitam yang berarti pati telah rusak dan penyangraian
dihentikan. Pada penelitian pendahuluan ini pati telah rusak dalam tiga
jam. Maka lama penyangraian ditetapkan maksimum selama tiga jam.
24
Penentuan banyaknya larutan asam HCl yang disemprotkan ke
pati yang disangrai ditetapkan dengan menyemprotkan asam HCl 0,1N
ke 500 gram pati yang disangrai dengan dilakukan pengadukan secara
terus-menerus. Asam HCl yang disemprotkan harus berbentuk kabut
untuk menghindari pati menggumpal. Penyemprotan dihentikan bila
pati menggumpal atau tergenang oleh asam. Dari penelitian
pendahuluan ini didapatkan banyaknya larutan HCl yang disemprotkan
adalah 200 ml
2. Metode Gelatinisasi
Penelitian pendahuluan dalam metode gelatinisasi digunakan
untuk menetapkan suhu pemanasan dan menetapkan lama pemanasan.
Proses utama dalam metode ini adalah gelatinisasi pati maka panas
yang diberikan pada suspensi pati harus mampu menggelatinisasi pati.
Dalam penelitian pendahuluan ini, suhu gelatinisasi dari tapioka adalah
65oC sehingga ditentukan suhu pemanasan adalah 60oC sampai 70oC.
Suhu yang lebih tinggi akan mempersulit dalam pengamatan dan
pengambilan sampel karena proses gelatinisasi akan berlangsung
sangat cepat dan air yang terkandung dalam pati yang tergelatinisasi
akan mengering dalam waktu 20 menit.
Lama pemanasan dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram
pati tapioka ke dalam 1000 ml air dan dipanaskan pada suhu 60oC
sampai 70oC. Pengadukan dilakukan secara terus-menerus untuk
menghomogenkan pati yang tergelatinisasi. Setelah satu jam
pemanasan, pati yang tergelatinisasi akan mengering sehingga
pemanasan dihentikan. Proses modifikasi pati dengan metode
gelatinisasi ditetapkan menggunakan selang waktu 1 jam.
25
B. PATI TERMODIFIKASI DARI PATI TAPIOKA
Pati yang digunakan sebagai bahan baku dalam modifikasi pati ini adalah
pati tapioka. Pati tapioka adalah pati yang berasal dari umbi singkong. Pati
singkong yang digunakan adalah pati yang dijual di pasaran. Analisa mutu pati
tapioka tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka
Parameter mutu Nilai
Derajat putih 91,01 %
Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) 97,8 %
Warna dalam lugol ungu
Kadar air 3,1 %
Kadar abu 0,1 %
Kadar serat kasar 0,1 %
Kelarutan dalam air dingin 0,04 %
Derajat asam 0,0073 %
Viskositas 10 cp
DE 0 %
Pati termodifikasi dari pati tapioka diproses dengan memutuskan ikatan-
ikatan monomer gula pada polimer pati. Reaksi yang dapat memutus ikatan
tersebut adalah reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis adalah reaksi pemutusan suatu
ikatan polimer oleh air dengan bantuan suatu katalisator tertentu (Humprey,
1979). Dalam proses modifikasi pati ini digunakan asam HCl sebagai katalisator
proses hidrolisis. Proses pemodifikasian pati dengan katalisator asam dapat
dilakukan dengan banyak cara antara lain dengan menyemprotkan asam ke atas
pati dengan pemanasan (selanjutnya disebut metode kering atau penyangraian)
ataupun dengan penambahan asam kedalam suspensi pati yang kemudian
digelatinisasi (selanjutnya disebut metode basah atau gelatinisasi).
26
Proses modifikasi degan metode kering dilakukan dengan menyemprotkan
asam sebanyak 200 ml dengan konsentrasi tertentu ke dalam pati sebanyak 500
gram yang disangrai. Proses penyemprotan dilakukan sedemikian sehingga pati
yang disemprot tidak menggumpal. Dari penelitian pendahuluan, jumlah asam
yang disemprotkan adalah 200 ml. Di atas jumlah tersebut akan terjadi
penggumpalan pati dan dapat mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pada
gumpalan yang basah tersebut. Suhu penyangraian ditetapkan agar tidak terlalu
panas sehingga tidak cepat merusak pati yang disangrai. Dari penelitian
pendahuluan didapatkan suhu 60 sampai 70 derajat Celcius yang merupakan
rentang suhu gelatinisasi pati tapioka.
Proses penyangraian diikuti dengan pengadukan secara terus-menerus.
Pengadukan ini dilakukan agar jumlah pati yang telah terhidrolisis homogen,
karena pati yang berada di bawah lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan pati
yang berada di permukaan.
Panas yang ada pada penyangraian ini bersama dengan asam yang
disemprotkan memutuskan ikatan-ikatan glikosidik pada permukaan granula pati.
Pemutusan ikatan-ikatan monomer gula pada polimer pati adalah reaksi hidrolisis.
Pemutusan ikatan polimer pati tersebut menghasilkan polimer dengan rantai yang
lebih pendek serta gula-gula pereduksi.
27
C. PROSES MODIFIKASI PATI DAN PERUBAHAN NILAI DE
1. Metode Penyangraian
Metode penyangraian digunakan dalam modifikasi pati tanpa
menggunakan bantuan air. Metode modifikasi ini dilakukan dengan
menyemprotkan asam HCl dalam konsentrasi tertentu ke pati tapioka yang
disangrai. Proses penyangraian disertai dengan pengadukan yang
dilakukan terus-menerus.
Dalam metode penyangraian ini digunakan asam HCl dengan
konsentrasi 0 N, 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N, dan 0,4 N. Suhu yang digunakan
adalah suhu sedang yaitu 60o sampai 70o C. Jumlah asam HCl yang
disemprotkan adalah 200 ml. Asam HCl disemprotkan pada 30 menit
pertama. Penyemprotan dihentikan untuk menyamakan jumlah HCl yang
telah bercampur pada pati dari waktu pertama pengambilan sampel sampai
waktu terakhir pengambilan sampel. Waktu pengambilan sampel
dilakukan tiap 30 menit selama 3 jam proses.
Pati yang tengah disangrai menunjukkan perubahan warna seiring
dengan waktu dengan ditemuinya perubahan-perubahan bentuk
penampakan pati. Pada beberapa sampel terdapat gumpalan-gumpalan pati
yang mengeras. Gumpalan tersebut diakibatkan oleh tergelatinisasinya pati
yang sebelumnya tergumpal oleh larutan asam. Gumpalan keras ini harus
diminimalisasi karena dapat menurunkan mutu produk pati termodifikasi.
Produk pati termodifikasi yang baik harus lolos saringan 100 mesh
sebanyak minimal 90 % (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Gumpalan
keras ini dapat dihindari dengan memperhalus semprotan asam dan
pengadukan yang terus-menerus.
Pada penyangraian dengan menggunakan penyemprotan larutan
HCl 0 N didapatkan bahwa pati tidak menunjukkan perubahan warna yang
signifikan. Penyangraian pada menit ke 30 menghasilkan pati yang
berwana putih kekuningan. Warna pati cenderung tetap sampai menit ke
180.
28
Nilai Dextrose Equivalent (DE) pada menit ke-30 sampai 180 tidak
menunjukkan pergerakan nilai yang besar. Nilai DE pada pati tapioka
murni adalah 0 kemudian setelah disangrai pada 30 menit pertama
didapatkan nilai DE sebesar 0,13. Selanjutnya DE tidak menunjukkan
peningkatan ataupun penurunan yang tajam. Pada 30 menit pertama, pati
sudah mulai terhidrolisis. Ikatan-ikatan gula pada polimer pati terputus
karena reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis terjadi karena adanya air
walaupun pada jumlah yang kecil pada pati serta panas yang memicu
putusnya ikatan glikosidik. Setelah 30 menit, nilai DE hanya meningkat
hingga kisaran 0,22 pada menit ke-90. Nilai DE akan berangsur turun
setelah itu. Perubahan nilai DE yang tidak terlalu mencolok ini disebabkan
karena dalam penyangraian disemprotkan larutan tanpa penambahan HCl.
Reaksi hanya dipercepat karena adanya panas. Tanpa HCl sebagai
katalisator, reaksi hidrolisis akan berjalan lambat.
Gambar 4. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0 N
Grafik Nilai DE(%)
00.5
11.5
22.5
3
0 30 60 90 120 150 180
waktu (menit)
DE(
%)
Nilai DE(%)
29
Proses penyangraian dengan penyemprotan HCl dengan
konsentrasi 0,1 N menghasilkan produk yang berbeda dibandingkan
dengan tanpa penyemprotan. Perubahan warna jelas terlihat dari 30 menit
pertama sampai menit ke-180. saat memasuki menit ke-30, pati mulai
berubah warna menjadi kekuningan. Warna pati akan semakin kuning
sampai menit ke-60. Setelah menit ke-60 pati akan berubah menjadi coklat
dan terus menjadi lebih gelap. Pada menit ke-180 pati telah menjadi
berwarna hitam.
Perubahan nilai DE terlihat sangat jelas dengan memplotkan data
perubahan nilai DE. Pada menit ke-30, DE meningkat secara perlahan
sampai ke titik 0,18. Setelah melewati menit ke-30, nilai DE meningkat
sampai menit ke-90 dengan nilai DE tertinggi 15,3. Penurunan nilai DE
terjadi setelah menit ke-90.
Gambar 5. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,1 N
Hal yang sama juga terlihat pada penyemprotan dengan konsentrasi
asam 0,2 N. Perubahan warna terlihat lebih jelas. Pada rentang waktu yang
sama, warna yang terlihat akan lebih pekat daripada warna pada
penyemprotan 0,1 N. Pati yang telah disangrai sampai 180 menit juga
terlihat lebih hitam.
Grafik DE(%)
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 30 60 90 120 150 180
waktu (menit)
DE(%
) DE(%)♦ Nilai DE (%)
30
Nilai DE pada penyemprotan HCl 0,2 N hampir sama dengan pada
konsentrasi 0,1 N. Pada proses penyangraian tersebut terlihat adanya
peningkatan dan penurunan DE. Nilai DE pada konsentrasi 0,2 N
meningkat sampai 90 menit pertama sampai ke titik 1,9. Setelah menit ke-
90 kurva DE akan berangsur turun dengan perlahan.
Gambar 6. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,2 N
Begitu juga dengan konsentrasi 0,2, penyemprotan dengan HCl 0,3
N juga menunjukkan perubahan warna yang hampir sama. Semakin lama
penyangraian semakin gelap pula warnanya. Tingkat warnanya pun
hampir sama dengan penyemprotan 0,2 N.
Perubahan nilai DE pati pada penyemprotan 0,3 N hampir sama
pula dengan penyemprotan HCl 0,2 N. Pada 60 menit pertama, nilai DE
akan terus naik sampai pada titik 2,1. Nilai DE akan turun dengan
perlahan-lahan setelah menit ke 90. Terdapat perbedaan pada nilai
maksimal DE dari konsentrsi penyemprotan HCl 0,2N dan 0,3N maupun
0,1N. Terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi asam maka semakin
tinggi pula nilai DE yang dihasilkan.
Grafik DE(%)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 30 60 90 120 150 180
waktu (menit)
DE
(%)
DE(%)P l (DE(%))
♦ Nilai DE (%)
31
Gambar 7. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,3 N
Hal yang sama pula didapatkan dari penyemprotan dengan HCl 0,4
N. Perubahan warna juga terlihat jelas. Warna yang dihasilkan sama
dengan penyemprotan HCl dengan konsentrasi 0,1N, 0,2N dan 0,3N.
Perbedaan lain yang terlihat dari penampakan tidak ada.
Peningkatan nilai DE dari penyemprotan HCl 0,4 N hampir sama
tipenya dengan ketiga konsentrasi larutan HCl sebelumnya (0,1 N , 0,2 N
, 0,3 N). Penyangraian pada 30 menit pertama menunjukkan peningkatan
nilai DE yang curam pada titik 1,2 kemudian semakin lama akan naik
sampai menit ke 100. Setelah menit ke 100 nilai DE akan turun kembali.
Dari semua sampel yang didapatkan dari penyemprotan HCl 0,1 N
sampai 0,4 N menunjukkan perubahan warna yang sama yaitu dari warna
putih berubah menjadi kuning dan semakin lama akan menjadi hitam.
Perbedaannya hanya terlihat dari kepekatan pada selang waktu yang sama.
Konsentrasi yang lebih tinggi pada selang waktu yang sama memiliki
tingkat warna yang lebih gelap.
Grafik DE(%)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 30 60 90 120 150 180
waktu (menit)
DE(
%) DE(%)
P l (DE(%))♦ Nilai DE (%)
32
Gambar 8. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,4 N
Peningkatan nilai DE pada pati yang disemprot asam mempunyai
tipe yang hampir sama. Saat waktu pertama penyangraian nilai DE akan
meningkat kemudian setelah menit-menit berikutnya akan menurun secara
perlahan-lahan. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan pada
awalnya meningkatkan nilai DE pula, akan tetapi bila konsentrasi HCl
terus ditambah, menyebabkab turunnya nilai DE. Hal ini disebabkan
karena semakin lama proses penyangraian glukosa yang terbentuk dari
hidrolisis polimer pati akan mengalami reaksi karamelisasi menjadi
hidroksimetil furfuraldehid. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang
digunakan akan menghasilkan glukosa yang banyak pula, akan tetapi
karena adanya reaksi karamelisasi, glukosa yang rusak akan semakin
banyak pula sehingga nilai DE turun (Eskin, et. al., 1971)
Setelah tahap penyangraian, pati dinetralkan dari asam HCl. Untuk
menetralkannya digunakan NaOH 0,1 N. Setelah pH menjadi netral (7)
penambahan NaOH dihentikan. Reaksi dari asam HCl dan NaOH akan
menghasilkan garam NaCl. Kemudian suspensi tersebut diendapkan dan
airnya dibuang. Untuk mencucinya, pati dikeringkan terlebih dahulu. Pati
yang sudah kering ditambahkan lagi dengan air dan diendapkan kembali.
Grafik DE(%)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0 30 60 90 120 150 180
waktu (menit)
DE
(%)
DE(%)♦ Nilai DE (%)
33
Garam yang terlarut dalam air dibuang. Setelah beberapa kali pencucian,
pati dikeringkan kembali. Proses pengeringan dilakukan pada suhu kamar
untuk menghindari kerusakan pati sebelum pengujian.
2. Metode Gelatinisasi
Metode utama modifikasi pati dengan gelatinisasi dilakukan
dengan mensuspensikan pati dalam air dan dipanaskan sehingga terbentuk
gel. Gel tersebut nantinya dikeringkan dan digiling menjadi halus sehingga
menjadi tepung pati termodifikasi. Metode gelatinisasi lebih rumit bila
dibandingkan dengan metode penyangraian karena pati mengalami
perubahan bentuk fisik terlebih dahulu.
Kunci penting dari metode gelatinisasi adalah proses gelatinisasi
itu sendiri. Gelatinisasi adalah rusaknya granula pati karena adanya air
yang masuk ke dalam granula sehingga granula pecah dan menjadi seperti
gel. Menyusupnya air ke dalam granula dipercepat oleh panas yang
diberikan. Penyusupan air ke dalam granula pati dapat mempercepat
proses hidrolisis karena kontak polimer pati dengan air akan semakin
mudah.
Metode gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan pati
sebanyak 30 % ke dalam larutan asam HCl yaitu 300 gram pati ke dalam
1000 ml larutan HCl berbagai macam konsentrasi. Dilakukan variasi
konsentrasi HCl sebagai katalisator reaksi hidrolisis. Lama pemanasan
ditentukan dengan penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan
menggunakan pati dan air tanpa penambahan asam HCl. Pada penelitian
pendahuluan didapatkan waktu satu jam karena pada waktu tersebut gel
sudah tidak mengandung air lagi sehingga pemansan harus dihentikan.
Apabila pemanasan terus dilanjutkan gel kering dan menjadi arang.
Pemanasan dilakukan dengan menggunakan penangas air dengan
suhu 60oC – 70o C. Pemilihan derajat suhu ini didapatkan dari penelitian
pendahuluan. Pemanasan tidak dilakukan pada suhu diatas 70oC karena
proses gelatinisasi berjalan dengan sangat cepat dan air pada gel menjadi
cepat habis sehingga menyulitkan dalam pengamatan. Pemanasan juga
34
tidak dapat dilakukan pada suhu rendah di bawah 60oC karena pati tidak
dapat digelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati tapioka berdasarkan penelitian
pendahuluan adalah 65oC. Dalam penelitian ini digunakan lima variasi
konsentrasi HCl yaitu 0 %, 0,5 %, 1,0 %, 1,5 %, dan 2 % (v/v) dari larutan
untuk mensuspensi pati. Konsentrasi yang digunakan dalam proses
gelatinisasi ini tidak menggunakan satuan normalitas ataupun molaritas
karena satuan persen larutan (v/v) telah sering digunakan oleh industri.
Dalam pemanasan dilakukan pengadukan secara terus-menerus untuk
menghindari adanya gel kering yang menempel pada dinding serta
menghomogenkan panas. Setiap 10 menit hasilnya disampling dan
dikeringkan. Setelah dikeringkan pati digiling menjadi halus. Setelah itu
pati modifikasi tersebut disuspensikan ke dalam air kembali dan
ditambahkan NaOH secara perlahan-lahan untuk menetralkan HCl.
Kemudian pencucian dilakukan untuk menghilangkan NaCl. Proses
pencucian sama dengan metode penyangraian.
Pada pemanasan suspensi pati tanpa penambahan asam HCl
(penelitian pendahuluan) gel mulai terbentuk pada menit ke-10 pada suhu
65o C. Gel yang terbentuk sangat kental dan pada awalnya berwarna putih
kemudian semakin lama akan berubah menjadi bening.
Dari hasil pengujian nilai DE didapatkan data sebagai berikut:
Gambar 9. Grafik DE metode gelatinisasi tanpa penambahan asam
grafik DE(%)
05
101520253035404550
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
DE
(%)
DE(%)♦ Nilai DE (%)
35
Dapat dilihat di grafik nilai DE naik secara tajam dengan nilai yang
sangat besar sampai ke titik 15,3 %. Peningkatan ini lebih besar
dibandingkan pada metode penyangraian. Nilai DE yang meningkat tajam
dibandingkan metode penyangraian ini dikarenakan adanya air yang
menghidrolisis ikatan glikosidik serta pecahnya pati karena gelatinisasi
sehingga pati lebih mudah terhidrolisis. Sama dengan metode
penyangraian, setelah mencapai puncak, nilai DE turun kembali. Pada
konsentrasi 0 % ini nilai DE sampai puncak pada menit ke-30 dan turun
kembali. Penurunan nilai DE tersebut diakibatkan karena rusaknya
glukosa menjadi hidroksimetil furfuraldehid.
Pada pemanasan suspensi pati yang mengandung asam 0,5 % pati
juga tergelatinisasi pada menit ke 10 dengan suhu 65oC. Akan tetapi
bentuk fisik gel pati tersebut berbeda dengan pati yang tidak ditambahkan
asam. Gelatin pati dengan penambahan asam 0,5 % ini tidak sekental pada
gelatin pati tanpa asam. Adanya HCl menyebabkan polimer pati yang
terpotong semakin banyak pula yang mengakibatkan rantai polimer pati
menjadi lebih pendek sehingga kekuatan gel pati rendah.
Dari hasil pengujian nilai DE didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 10. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 0,5 %
Grafik DE(%)
0
10
20
30
40
50
0 10 20 30 40 50 60
waktu(menit)
DE(
%) DE(%)
P l (DE(%))♦ Nilai DE (%)
36
Dari data tersebut terlihat pola yang hampir sama dengan suspensi
pati yang dipanaskan tanpa asam HCl. Pada awal proses gelatinisasi nilai
DE meningkat sampai menit ke-20 pada nilai 27,9 %. Kemudian nilai DE
mencapai puncak pada menit ke-30. Setelah menit ke-30, nilai DE
cenderung turun kembali.
Hal yang sama terjadi pada penambahan asam sebesar 1 %. Pati
yang tergelatinisasi tidak kental dan lebih encer bila dibandingkan dengan
pati yang tergelatinisasi dengan menggunakan 0,5 % HCl. Semakin tinggi
konsentrasi HCl yang digunakan menyebabkan polimer pati yang
terhidrolisis semakin banyak pula. Polimer pati dengan rantai yang lebih
pendek menyebabkan kekuatan gel pati semakin rendah. Kecenderungan
nilai DE-nya pun hampir sama yaitu terjadi kenaikan dari awal pemanasan
sampai menit ke-40 yaitu pada titik 49,2 %. Kemudian nilai DE terus naik
sampai menit ke-50. Setelah itu nilai DE cenderung turun.
Gambar 11. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1 %
Pada konsentrasi 1,5 % gel yang terbentuk adalah encer bahkan
encer seperti air. Warna pati yang tergelatinisasi pada menit-menit akhir
terlihat berwarna merah muda sampai kecoklatan. Perubahan nilai DE
hampir sama kecenderungannya dengan sampel dengan konsentrasi HCl 1
% yaitu naik sampai menit ke-30 pada titik 17,8 % dan naik terus sampai
grafik DE(%)
05
101520253035404550
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
DE
(%)
DE(%)♦ Nilai DE (%)
37
menit ke-50. Setelah itu nilai DE cenderung turun kembali. Hasil
perubahan nilai DE mtode gelatinisasi sengan konsentrasi asam 1,5 %
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 12. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1,5 %
Penampakan gelatin pada konsentrasi 1,5 % juga terlihat dalam
konsentrasi 2%. Pati tergelatinisasi yang terbentuk sangat encer dan pada
waktu-waktu akhir berwarna merah muda sampai kecoklatan. Perubahan
nilai DE-nya pun hampir sama dengan sampel dengan konsentrsi 1 % dan
1,5 %. Perubahan nilai DE metode gelatinisasi dengan konsentrasi 2 %
dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik Nilai DE (%)
0
10
20
30
40
50
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
DE(
%) Nilai DE
(%)
38
Gambar 13. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 2 %
D. PENGARUH WAKTU MODIFIKASI DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP PERUBAHAN NILAI DE
1. Metode Penyangraian
Dari masing-masing grafik perubahan nilai DE pada masing-
masing jenis konsentrasi HCl didapatkan adanya kenaikan nilai DE pada
awal penyangraian. Hal ini terjadi karena adanya reaksi hidrolisis yang
memotong ikatan polimer pati sehingga menghasilkan polimer dengan
rantai yang lebih pendek dan adanya gula pereduksi hasil pemotongan
tersebut. Naiknya kadar gula pereduksi akan menaikkan kadar DE pula.
Semakin tinggi konsentrasi asam yang ditambahkan ternyata juga
meningkatkan kadar gula pereduksi yang terbentuk. Hal ini dikarenakan
asam merupakan katalisator untuk proses hidrolisis terutama hidrolisis
pati. Grafik perubahan nilai DE dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik DE(%)
-10
0
10
20
30
40
50
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
DE
(%)
DE(%)♦ Nilai DE (%)
39
Gambar 14. Perubahan nilai DE modifikasi penyangraian
Selain adanya kenaikan nilai DE terdapat juga penurunan nilai
DE. Penurunan terjadi rata-rata setelah menit ke-90. Hal ini menunjukkan
adanya penurunan kadar gula pereduksi dalam pati termodifikasi. Yang
bertanggung jawab atas penurunan kadar gula pereduksi tersebut adalah
reaksi karamelisasi. Reaksi karamelisasi merusak gula pereduksi yang
terkandung di dalam pati sehingga menurunkan nilai DE-nya.
Reaksi karamelisasi merupakan degradasi gula yang
menghasilkan produk akhir berupa bahan yang berwarna coklat. Menurut
Eskin et. al (1971), proses karamelisasi meliputi tiga tahap reaksi yaitu
tahap 1,2 enolasi, tahap dehidrasi atau fisi dan tahap pembentukan pigmen.
Pada tahap 1,2 enolasi gula mengalami enolasi menghasilkan senyawa 1,2-
enol. Reaksi ini terjadi lebih cepat dalam kondisi basa daripada asam.
Tahap selanjutnya adalah dehidrasi atau fisi. Pada tahap ini 1,2-enol
mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-hidroksimetil-2-
furfuraldehid yang merupakan salah satu prekursor pigmen coklat. Berikut
ini adalah diagram alir reaksi karamelisasi.
Grafik DE Metode Penyangraian
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 30 60 90 120 150 180
waktu
Nila
i DE
0 N
0,1 N
0,2 N
0,3 N
0,4 N
Kurva 0 N
Kurva 0,1 N
kurva 0,3 N
kurva 0,2 N
kurna 0,4 N
Waktu (menit)
(%)
40
Gambar 15. Diagram alir reaksi karamelisasi (Eskin et. Al., 1971)
Reaksi karamelisasi yang terjadi dalam proses penyangraian
dapat dibuktikan dengan adanya perubahan warna pada patinya (lihat
lampiran). Semakin lama proses penyangraian, warna pati akan semakin
coklat. Warna coklat ditemui pada saat nilai DE turun.
2. Metode Gelatinisasi
Hal yang sama juga ditemukan pada metode gelatinisasi, semakin
besar konsentrasi asamnya dan semakin lama pemanasannya, nilai DE
bertambah. Bedanya pada metode gelatinisasi peningkatan nilai DE
meningkat dengan nilai yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena dalam
proses gelatinisasi air yang mengandung asam akan menyusup ke dalam
granula pati yang akan menyebabkan pecahnya granula pati. Penyusupan
ini juga memudahkan kontak air dan asam dengan polimer pati sehingga
memudahkan reaksi hidrolisis. Grafik perubahan nilai DE pada metode
gelatinisasi adalah sebagai berikut.
Gula
1,2-enol
5-hidroksimetil-2-furfuraldehid
Pigmen coklat
Panas
41
grafik perubahan nilai DE metode gelatinisasi
-10
0
10
20
30
40
50
60
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
DE(
%)
0 %
0,5 %
1%
1,5 %
2%
kurva 1 %
kurva 0,5 %
kurva 2 %
kurva 1,5 %
kurva 0 %
Gambar 16. Perubahan nilai DE modifikasi gelatinisasi
Akan tetapi dalam metode gelatinisasi juga terjadi penurunan
nilai DE. Rata-rata nilai DE turun pada menit ke 30 sampai menit ke 50.
Hal tersebut juga disebabkan karena reaksi karamelisasi. Reaksi
karamelisasi yang terjadi pada proses gelatinisasi dapat dibuktikan dengan
adanya perubahan warna pada sampel yang DE-nya mulai menurun.
Sampel berwarna lebih gelap sampai kecoklatan.Reaksi karamelisasi
sangat sulit dihindari karena kedua metode modifikasi pati membutuhkan
panas untuk mempercepat reaksi hidrolisisnya.
42
E. PERSAMAAN MATEMATIS DEXTROSE EQUIVALENT (DE)
Persamaan matematis Dextrose Equivalent (DE) digunakan sebagai
model untuk menentukan berapa jumlah konsentrasi HCl yang dibutuhkan dan
lama proses modifikasi sehingga didapatkan pati termodifikasi dengan nilai
DE yang diinginkan. Persamaan ini memiliki banyak kegunaan antara lain
• Sebagai formula bahan dan acuan yang bisa dipakai untuk
memproduksi pati termodifikasi.
• Persamaan yang dapat menentukan berapa banyak sumber daya
yang digunakan perlu ditambahkan dalam proses modifikasi pati
bila sumber daya yang lain sedang mengalami kekurangan.
• Dapat memperbanyak jenis produk pati termodifikasi yang
dihasilkan dengan proses yang sama.
Penentuan persamaan matematis ini dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak Minitab dari hasil pengujian nilai DE sampel-sampel yang
diperoleh. Titik-titik nilai DE diplotkan pada grafik dan ditarik persamaannya
dengan regresi berganda.
1. Metode Penyangraian
Titik-titik nilai DE kemudian diplotkan pada grafik tiga dimensi
dengan 3 variabel yaitu waktu penyangraian, konsentrasi HCl dan nilai
DE. Dengan Minitab dapat dibuat grafik dengan kontur yang lebih jelas
dengan smoothing pada datanya. Hasil dari plot titik-titik nilai DE tersebut
adalah:
43
0
0
1C3
,0,1 0,2
0,3C10,0
0 1
2
00,4
100 C
200
C2
Grafik DE modifikasi pati metode kering
C1 : konsentrasi asam (N)C2 : waktu peny angraianC3 : Nilai DE (%)
Gambar 17. Plot grafik tiga dimensi pada minitab
Grafik nilai DE menunjukkan adanya penurunan nilai DE pada
menit ke-90 maka peregresian ganda hanya dilakukan sampai menit ke-90.
Dengan melakukan regresi berganda dari setiap plot nilai DE, akan
didapatkan suatu persamaan matematis. Persamaan interaksi konsentrasi
HCl dan Lama penyangraian terhadap nilai DE adalah sebagai berikut.
DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit)
Rsq = 0,829
Keterangan : waktu : menit
Konsentrasi HCl : N
DE : %
Batas waktu 0-90 menit, batas konsentrasi asam 0N-0,4N
44
2. Metode Gelatinisasi
Titik-titik nilai DE kemudian diplotkan pada grafik tiga dimensi
dengan 3 variabel yaitu waktu gelatinisasi, konsentrasi HCl dan nilai DE.
Dengan Minitab dapat dibuat grafik dengan kontur yang lebih jelas dengan
smoothing pada datanya. Hasil dari plot titik-titik nilai DE tersebut adalah:
0
10
20
30
C3
1C10
30
40
50
100
2
5040
30 C22010
600
2
Grafik DE modifikasi pati metode gelatinisasi
C1 : konsentrasi asam (%)C2 : waktu gelatinisasiC3 : Nilai DE (%)
Gambar 18. Plot grafik DE metode gelatinisasi pada Minitab
Grafik nilai DE menunjukkan adanya penurunan nilai DE pada menit
ke-40 maka peregresian ganda hanya dilakukan sampai menit ke-40. Dengan
melakukan regresi berganda dari setiap plot nilai DE, didapatkan suatu
persamaan matematis. Persamaan interaksi konsentrasi HCl dan lama
penyangraian terhadap nilai DE adalah sebagai berikut.
DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit)
Rsq = 0,87 Keterangan : waktu : menit
Konsentrasi HCl : % (v/v) larutan HCl
DE : %
Batas waktu 0-40 menit, batas konsentrasi 0%-2 % (v/v)
45
Penentuan waktu proses produksi tidak boleh melewati titik maksimal
kurva yaitu pada menit ke-90 pada metode penyangraian dan menit ke-40
pada metode gelatinisasi. Hal ini dikarenakan nilai DE yang turun diakibatkan
oleh terjadinya reaksi karamelisasi yang menyebabkan pati berwarna coklat.
F. ANALISA KARAKTERISTIK MUTU PATI TERMODIFIKASI
Analisa mutu dilakukan terhadap 10 sampel dari 60 sampel
keseluruhan. Setiap satu konsentrasi asam diambil satu sampel. Sampel yang
diambil adalah sampel yang memiliki Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20.
Pati termodifikasi yang memiliki nilai DE dibawah 20 biasa dikategorikan ke
dalam maltodekstrin (Fullbrook, 1984). Sampel yang diambil adalah sampel
yang memiliki penampakan visual dan fisik yang terbaik dengan nilai DE
lebih dari 0. Didapatkan sepuluh sampel dan sampel pati tapioka. Kesepuluh
sampel tersebut adalah sampel N1W2, N2W3, N3W2, N3W2, N4W2, N5W2,
M1W2, M2W5, M3W2, M4W5 dan M5W2.
Parameter mutu pati termodifikasi diambil berdasarkan parameter yang
ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional tentang Dekstrin. Pengujian
mutu ini digunakan untuk menguji apakah pati yang dihasilkan memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
1. Derajat Putih
Derajat putih digunakan untuk membedakan warna putih antara
satu bahan dengan bahan yang lain. Nilai derajat putih didapatkan dengan
alat Colormeter. Semakin besar derajat yang didapatkan berarti semakin
putih juga sampel tersebut. Berikut ini adalah hasil pengujian derajat putih
beberapa sampel yang telah dipilih.
46
Tabel 11. Nilai derajat putih beberapa sampel
Metode Sampel Pati warna visual Derajat putih(%) pati tapioka putih 87,34
0 N 60 menit (N1W2) putih 83,76 0,1N 90 menit (N2W3) putih 75,46 0,2N 60 menit (N3W2) putih 69,98 0,3 N 60 menit (N4W2) putih 80,02
Metode Kering
0,4N 60 menit (N5W2)
putih kekuningan 91,01
0% 20 menit (M1W2)
putih kekuningan 65,88
0,5% 50 menit (M2W5) kuning 78,57 1% 20 menit (M3W2) kuning 75,49 1,5% 50 menit (M4W5)
kuning kecoklatan 69,15
Metode gelatinisasi
2% 20 menit (M5W2) putih 87,84
Keterangan : : Sesuai standar DSN
Dari nilai derajat putih yang didapatkan terlihat bahwa nilai derajat
putih dari seluruh sampel adalah pati tapioka. Seluruh sampel pati
termodifikasi yang diuji menunjukkan nilai dibawahnya. Apabila
dibandingkan dengan standar produk dekstrin kesepuluh sampel tersebut
sudah memenuhi standar. Menurut standar Dewan Standarisasi Nasional
dekstrin yang digunakan untuk aplikasi pangan dan non pangan berwarna
putih sampai kekuningan. Standar yang berbeda terdapat dalam standar
produksi maltodekstrin oleh industri. Warna maltodekstrin yang diijinkan
adalah yang berwarna putih (PT. Sorini Tbk, 2005).
Secara umum dengan menggunakan ANOVA, nilai derajat putih
sampel yang diuji menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama
lain. Akan tetapi nilai derajat putih sampel pati dari metode gelatinisasi
memiliki nilai derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan derajat putih
pati metode penyangraian. Nilai derajat putih yang berbeda-beda itu
dikarenakan warna yang timbul pada proses modifikasi pati. Warna yang
timbul pada pati disebabkan oleh reaksi karamelisasi. Reaksi karamelisasi
47
lebih sulit terjadi pada air sehingga pati yang berasal dari modifikasi
metode gelatinisasi memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan pati
dari metode penyangraian. Perlakuan terbaik dalam modifikasi pati secara
hidrolisis asam dari parameter derajat putih sampel-sampel yang telah
diuji adalah dengan metode gelatinisasi dengan konsentrasi HCl 2 persen
pada waktu 20 menit.
2. Kehalusan (lolos saringan 100 mesh)
Kehalusan suatu produk pati termodifikasi dicari dengan
menyaring sampel dengan ayakan 100 mesh. Bobot sampel awal yang
diayak dibandingkan dengan bobot yang lolos saringan. Kehalusan
merupakan salah satu parameter mutu pati termodifikasi. Semakin halus
suatu pati maka semakin bagus pula mutunya karena pati yang memiliki
kehalusan yang tinggi akan mudah dalam penanganan produksi
selanjutnya. Hasil pengujian beberapa sampel dapat dilihat dalam tabel
berikut ini.
48
Tabel 12. Nilai persen lolos saring
Metode Sampel Pati persen lolos (%) pati tapioka 97,8
0 N 60 menit (N1W2) 93,1 0,1N 90 menit (N2W3) 85,7 0,2N 60 menit (N3W2) 74,5 0,3 N 60 menit (N4W2) 72,2
Metode Kering
0,4N 60 menit (N5W2) 63,1 0% 20 menit (M1W2) 65,9 0,5% 50 menit (M2W5) 87,3 1% 20 menit (M3W2) 67,3 1,5% 50 menit (M4W5) 72,1
Metode gelatinisasi
2% 20 menit (M5W2) 83,2
Keterangan : Sesuai standar DSN
Kehalusan tidak tergantung pada proses modifikasi pati. Kehalusan
bergantung pada proses penggilingan pati. Hasil yang didapatkan pada
pengujian sampel tersebut menunjukkan hasil yang relatif sama. Hal ini
disebabkan karena alat penggiling yang digunakan sama.
Nilai kehalusan pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi
memiliki nilai kehalusan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan
pati termodifikasi dengan metode penyangraian karena gumpalan gel
kering pada pati termodifikasi metode gelatinisasi sangat keras sehingga
proses penggilingannya lebih sulit dibandingkan pati hasil penyangraian.
49
3. Warna dalam Lugol
Lugol merupakan larutan yang digunakan untuk menguji apakah
dalam suatu bahan terdapat pati ataupun tidak. Bahan yang mengandung
pati akan berwarna biru sampai keunguan bila ditetesi larutan lugol. Bahan
yang mengandung gula monosakarida maupun disakarida yang
didalamnya mengandung gula pereduksi akan menghasilkan warna
kecoklatan sampai kuning apabila ditetesi larutan lugol. Pengujian warna
dalam lugol adalah pengujian sacara kualitatif. Hasil pengujian lugol dari
beberapa sampel menghasilkan warna sebagai berikut.
Tabel 13. Warna sampel dalam lugol
Metode Sampel Pati
warna setelah ditetesi lugol
pati tapioka +++++ 0 N 60 menit (N1W2) +++++ 0,1N 90 menit (N2W3) ++++ - 0,2N 60 menit (N3W2) ++++ - 0,3 N 60 menit (N4W2) +++ - -
Metode Kering 0,4N 60 menit (N5W2) ++ - -
0% 20 menit (M1W2) +++++ 0,5% 50 menit (M2W5) ++++ - 1% 20 menit (M3W2) ++ - - - 1,5% 50 menit (M4W5) + - - - -
Metode gelatinisasi 2% 20 menit (M5W2) + - - - -
Keterangan : +++++ : ungu
++++ - : ungu kebiruan
+++ - - : ungu sedikit kekuningan
++- - - : ungu kekuningan
+- - - - : ungu kecoklatan
Sesuai standar DSN
Hasil tersebut menunjukkan bahwa seluruh sampel yang diuji
mengandung karbohidrat karena terdapat warna ungu. Hasil yang berbeda
terlihat pada pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi pada
konsentrasi HCl 1,5 % pada waktu 50 menit dan 2 % pada waktu 20 menit.
Hasil penambahan lugol memperlihatkan warna ungu agak kecoklatan.
50
Warna ungu agak kecoklatan ini menunjukkan terdapatnya gula yang
mengandung gula pereduksi yang jumlahnya lebih banyak daripada
sampel yang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai DE kedua sampel
tesebut yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan sampel-sampel
yang lain.
Bila dibandingkan dengan standar DSN, sampel-sampel pati yang
diuji memenuhi syarat mutu dekstrin untuk aplikasi pangan maupun non
pangan. Dalam DSN disebutkan bahwa warna dalam lugol adalah ungu
sampai kecoklatan.
4. Kadar Air
Kadar air suatu pati termodifikasi menunjukkan bagaimana proses
pengeringannya apakah berjalan dengan baik ataupun tidak. Pati yang
bermutu baik akan memiliki kadar air yang rendah. Kadar air sangat
penting dalam penyimpanan produk pati tersebut. Pati dengan kadar air
yang rendah akan lebih mudah dalam penyimpanan dan aplikasinya.
Sampel yang diuji pada pengujian kadar air ini melalui proses
pengeringan yang sama. Hasil pengujian kadar air dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 14. Hasil pengujian kadar air
Metode Sampel Pati Kadar air (%) pati tapioka 3,10
0 N 60 menit (N1W2) 0,01 0,1N 90 menit (N2W3) 0,66 0,2N 60 menit (N3W2) 2,41 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,22
Metode Kering
0,4N 60 menit (N5W2) 0,00 0% 20 menit (M1W2) 9,68 0,5% 50 menit (M2W5) 14,25 1% 20 menit (M3W2) 25,31 1,5% 50 menit (M4W5) 28,60
Metode gelatinisasi
2% 20 menit (M5W2) 48,25 Keterangan : Sesuai standar DSN
51
Hasil pengujian kadar air menunjukkan bahwa sampel yang
diproses dengan metode penyangraian memiliki kadar air yang lebih
rendah dibandingkan pati yang diperoleh dari metode gelatinisasi. Hal ini
dapat dijelaskan karena pada pati hasil gelatinisasi terdapat penambahan
air dalam proses modifikasinya. Produk yang dihasilkan setelah proses
hidrolisis adalah pati yang masih basah yang berbentuk gel. Berbeda
dengan pati yang dihasilkan dari metode penyangraian yang sudah kering.
Selain itu proses pengeringan dilakukan pada suhu yang tidak terlalu
tinggi (250C) untuk menghindari kerusakan produk pati.
Bila dibandingkan dengan standar DSN untuk produk dekstrin, pati
termodifikasi yang dihasilkan dari proses penyangraian semuanya
memenuhi syarat. Batas kadar air maksimal yang diijinkan untuk dekstrin
oleh DSN adalah 11 %. Untuk pati termodifikasi dengan proses
gelatinisasi hanya satu sampel yang memenuhi syarat yaitu pada
konsentrasi HCl 0 % dan pada waktu 20 menit. Sampel selain itu
kesemuanya melebihi ambang kadar air yang diperbolehkan. Agar kadar
air pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi memiliki kadar air yang
rendah, perlu adanya proses pengeringan yang lebih lama dibandingkan
dengan metode penyangraian.
Kadar air lebih ditentukan oleh teknik pengeringan dan teknik
modifikasinya. Dengan ANOVA didapatkan kadar air dari pati
termodifikasi dengan metode penyangraian tidak berbeda nyata satu sama
lain. Kadar air untuk pati termodifikasi metode gelatinisasi relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan pati termodifikasi metode gelatinisasi.
Semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan dalam metode
gelatinisasi semakin tinggi pula kadar air pada produk pati
termodifikasinya. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan air
dalam prosesnya. Pati hasil gelatinisasi pada konsentrasi rendah berbentuk
gel setelah digelatinisasi sedangkan pada konsentrasi tinggi berbentuk cair.
Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi konsentrasi HCl yang
digunakan menyebabkan rantai polimer pati yang terpotong semakin
banyak pula sehingga kekuatan gel pati akan menurun. Pada saat proses
52
pengeringan, air pada pati yang telah berbentuk gel lebih cepat kering
sehingga kadar air pada pati yang menggunakan konsentrasi HCl yang
lebih tinggi memiliki kadar air yang lebih tinggi pula.
5. Kadar Abu
Kadar abu menyatakan berapa banyak persentase kandungan
mineral yang terkandung dalam suatu bahan. Penentuan kadar abu
dilakukan dengan memanaskan bahan pada tanur dengan suhu 600oC.
Bahan lain selain mineral akan terbakar dan menguap. Bobot yang
tertinggal setelah pemanasan adalah abu atau mineral.
Nilai kadar abu tidak dipengaruhi oleh konsentrasi HCl yang
digunakan, waktu proses maupun metode modifikasi patinya. Abu yang
tekandung di dalam bahan tergantung dari kandungan abu bahan baku
patinya. Kadar abu tidak akan berubah dalam proses modifikasi karena
panas yang diberikan pada proses modifikasi tidak mampu membakar abu
serta reaksi hidrolisis tidak menjangkau mineral-mineral yang terkandung
di dalam bahan tersebut. Di bawah ini adalah hasil dari pengujian kadar
abu dari beberapa sampel pati termodifikasi.
Tabel 15. Hasil pengujian kadar abu
Metode Sampel Pati Kadar abu (%) pati tapioka 0,10
0 N 60 menit (N1W2) 0,25 0,1N 90 menit (N2W3) 0,16 0,2N 60 menit (N3W2) 0,22 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,23
Metode Kering
0,4N 60 menit (N5W2) 0,33 0% 20 menit (M1W2) 0,31 0,5% 50 menit (M2W5) 0,35 1% 20 menit (M3W2) 0,23 1,5% 50 menit (M4W5) 0,11
Metode gelatinisasi
2% 20 menit (M5W2) 0,08 Keterangan : Sesuai standar DSN
53
Dari sampel-sampel yang telah diuji dapat dilihat bahwa seluruh
sampel memenuhi standar DSN untuk dekstrin yaitu maksimal 0,5 %.
Sampel-sampel yang diuji juga memenuhi standar maltodekstrin menurut
PT. Sorini, Tbk. yaitu maksimal 0,5 %. Hal ini juga berarti bahwa pati
tapioka merupakan pati yang baik untuk diproduksi menjadi pati
termodifikasi karena memiliki kadar abu yang rendah.
Mineral yang terkandung dalam pati juga berasal dari NaCl hasil
penetralan HCl oleh NaOH yang tidak ikut tercuci. Dengan ANOVA
terlihat bahwa sampel yang berbeda akan memiliki pengaruh terhadap
nilai kadar abu yang berbeda nyata. Perbedaan kadar abu pada tiap sampel
dikarenakan tertinggalnya NaCl pada pati ketika dilakukan pencucian
dengan jumlah yang tidak sama pula. Agar kadar abu rendah, proses
pencucian harus dilakukan dengan berulang-ulang sehingga garam NaCl
tercuci seluruhnya.
6. Kadar Serat Kasar
Kadar serat hampir sama dengan kadar abu suatu bahan yaitu tidak
bergantung pada konsentrasi asam yang digunakan, lama proses
modifikasi ataupun metode yang digunakan. Kadar serat tergantung dari
bahan baku yang digunakan. Serat merupakan bahan yang tidak dapat
dicerna oleh usus manusia dan biasa berupa selulosa. Berikut ini adalah
hasil pengujian kadar serat dari beberapa sampel:
54
Tabel 16. Hasil pengujian kadar serat
Metode Sampel Pati Kadar
serat(%) pati tapioka 0.115
0 N 60 menit (N1W2) 0.13 0,1N 90 menit (N2W3) 0.095 0,2N 60 menit (N3W2) 0.136 0,3 N 60 menit (N4W2) 0.0965
Metode Kering
0,4N 60 menit (N5W2) 0.4925 0% 20 menit (M1W2) 0.115 0,5% 50 menit (M2W5) 0.135 1% 20 menit (M3W2) 0.15 1,5% 50 menit (M4W5) 0.12
Metode gelatinis
asi 2% 20 menit (M5W2) 0.135
Keterangan : Sesuai standar DSN
Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa keseluruhan sampel
memenuhi standar kadar derat dekstrin DSN. Hanya satu sampel yang
sedikit melampaui ambang batas kadar serat untuk aplikasi pangan yaitu
pada sampel pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi dengan
konsentrasi HCl 1 % dan waktu proses 20 menit. Kadar serat maksimal
yang diijinkan untuk aplikasi pangan adalah 0,6 % (Dewan Standarisasi
Nasional, 1992)
Dengan ANOVA didapatkan bahwa seluruh sampel tidak berbeda
nyata satu sama lainnya. Dapat dikatakan juga bahwa kadar serat seluruh
sampel yang diuji memiliki kadar serat yang sama. Kadar serat yang sama
ini disebabkan karena bahan baku tapioka yang digunakan adalah sama.
Serat yang terkandung di dalam pati merupakan serat selulosa yang
terdapat pada umbi ubi kayu. Pada saat proses ekstraksi pati, selulosa
tersebut ada yang tercampur pada cairan ekstrak pati. Saat pati
dikeringkan, ada sedikit serat yang masih tercampur dalam pati.
55
7. Kelarutan dalam Air dingin
Kelarutan dalam air dingin menyatakan berapa persentase bahan
yang dapat larut di dalam air pada suhu kamar. Pati merupakan bahan
yang tidak larut di dalam air. Bahan yang dapat larut dalam air dapat
berupa garam-garaman atau gula monosakarida maupun disakarida. Di
bawah ini adalah hasil pengujian kelarutan dalam air dingin.
Tabel 17. Hasil pengujian persentase kelarutan dalam air dingin.
Metode Sampel Pati Kelarutan dalam
air dingin (%) pati tapioka 0,04
0 N 60 menit (N1W2) 0,08 0,1N 90 menit (N2W3) 1,92 0,2N 60 menit (N3W2) 0,12 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,16
Metode Kering
0,4N 60 menit (N5W2) 0,08 0% 20 menit (M1W2) 0,08 0,5% 50 menit (M2W5) 0,04 1% 20 menit (M3W2) 0,08 1,5% 50 menit (M4W5) 0,04
Metode gelatinisa
si 2% 20 menit (M5W2) 1,76
Keterangan : Sesuai standar DSN
Dari hasil pengujian didapatkan pati yang telah mengalami proses
modifikasi memiliki persentase bahan yang larut dalam air dingin lebih
tinggi dibandingkan dengan pati tapioka. Hal ini dapat dijelaskan karena
dalam proses modifikasi pati terbentuk gula-gula hasil pemutusan polimer
pati. Pada grafik hasil pengujian kelarutan dalam air dingin terdapat dua
sampel yang memiliki persentase kelarutan dalam air dingin yang cukup
besar dibanding sampel lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena pada
sampel metode penyangraian dengan konsentrasi asam 0,1 N waktu
penyangraiannya adalah 90 menit. Berarti gula pereduksi yang dihasilkan
juga lebih daripada sampel yang lain dengan metode yang sama. Waktu
yang lebih lama menghasilkan pati termodifikasi dengan jumlah gula hasil
pemotongan polimer pati yang lebih banyak pula. Demikian juga dengan
sampel dengan metode gelatinisasi dengan konsentrasi HCl 2 % dan waktu
56
20 menit. Semakin tinggi konsentrasi asam berarti juga semakin cepat
proses hidrolisisnya dan semakin banyak pula gula yang dihasilkan.
Dari ANOVA didapatkan seluruh sampel memiliki kelarutan yang
relatif sama kecuali sampel N2W3 dan M5W2. Hal ini dikarenakan
sampel N2W3 adalah sampel yang diambil pada menit ke-90. Sedangkan
sampel yang lain diambil pada menit dibawahnya. Sampel M5W2
menggunakan larutan asam dengan konsentrasi tertinggi dibanding sampel
laininya pada metode gelatinisasi. Semakin lama waktu hidrolisis dan
semakin tinggi konsentrasi asam menyebabkan tingginya gula pereduksi
yang dihasilkan. Hal tersebut berarti juga semakin banyak materi yang
terlarut dalam air. Oleh karena itu sampel N2W3 dan M5W2 memiliki
kelarutan yang tertinggi.
8. Derajat asam
Derajat asam menyatakan berapa besar kandungan asam yang
terkandung di dalam bahan. Semakin besar kandungan asamnya maka
semakin rendah pula pH-nya. Berikut ini adalah hasil penhujian dari
sampel-sampel yang telah diambil secara acak.
Tabel 18. Hasil pengujian derajat asam
Metode Sampel Pati Derajat asam
(%) pati tapioka 0,0073
0 N 60 menit (N1W2) 0,0584 0,1N 90 menit (N2W3) 0,1971 0,2N 60 menit (N3W2) 0,0511 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,1022
Metode Kering
0,4 N 60 menit (N4W2) 0,1241 0,4N 60 menit (N5W2) 0,0584 0% 20 menit (M1W2) 0,1168 0,5% 50 menit (M2W5) 0,4672 1% 20 menit (M3W2) 0,4015
Metode gelatinisasi
1,5% 50 menit (M4W5) 0,5183 Keterangan : Sesuai standar DSN
57
Derajat asam sangat dipengaruhi oleh teknik penetralan asam yang
dilakukan. Pada sampel-sampel diatas terlihat bahwa derajat asam
seluruhnya memenuhi standar DSN untuk Dekstrin. Standar DSN derajat
asam untuk Dekstrin adalah maksimal 5 % untuk aplikasi pangan dan 7 %
untuk aplikasi non pangan. Penetralan HCl dilakukan dengan meneteskan
NaOH 0,1 N secara perlahan-lahan sampai pH netral (7).
Dengan ANOVA didapatkan sampel dari pati termodifikasi dengan
metode pengangraian dan dua sampel dari metode gelatinisasi yaitu
sampel M1W2 dan M2W5 tidak berbeda nyata satu sama lain. Ketiga
sampel metode gelatinisasi yang lain berbeda nyata. Sampel dari metode
gelatinisasi yaitu sampel M3W2, M4W5 dan M5W2 memiliki nilai derajat
asam yang paling tinggi karena konsentrasi asam yang digunakan pada
metode adalah yang paling tinggi. Sampel M1W2 dan M2W5 memiliki
nilai derajat asam yang lebih rendah dibandingkan ketiga sampel lainnya
dalam metode gelatinisasi. Hal ini dikarenakan konsentrasi asam yang
digunakan dalam kedua sampel tersebut adalah yang terendah dibanding
ketiga sampel lainya.
9. Viskositas
Proses modifikasi dapat mengakibatkan penurunan viskositas
(Radley, 1976). Penurunan daya viskositas atau kekentalan tersebut
memang disengaja dalam proses modifikasi pati untuk menghasilkan
produk pati yang sesuai pada industri tertentu. Hasil pengujian viskositas
pati dapat dilihat pada tabel 19 berikut:
58
Tabel 19. Hasil pengujian viskositas
Metode Sampel Pati Viskositas(cp) pati tapioka 10
0 N 60 menit (N1W2) 8 0,1N 90 menit (N2W3) 3 0,2N 60 menit (N3W2) 2 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,5
Metode Kering
0,4N 60 menit (N5W2) 0,5 0% 20 menit (M1W2) 7 0,5% 50 menit (M2W5) 0,5 1% 20 menit (M3W2) 0 1,5% 50 menit (M4W5) 0
Metode gelatinis
asi
2% 20 menit (M5W2) 0
Keterangan : Sesuai standar DSN
Dari hasil pengujian telihat bahwa pati tapioka memiliki
kekentalan yang besar dengan nilai 10 cp. Semua sampel pati yang telah
mengalami proses modifikasi memiliki kekentalan yang lebih rendah
daripada pati asalnya. Kekentalan seluruh sampel pati termodifikasi yang
diuji memenuhi syarat kekentalan pada DSN untuk Dekstrin yaitu
maksimal 5 cp untuk aplikasi pangan dan 6 cp untuk aplikasi non pangan.
Dengan ANOVA terlihat bahwa viskositas pati, sampel N1W2 dan
sampel M1W2 berbeda nyata terhadap nilai viskositas sampel lainnya.
Ketiga sampel tersebut adalah sampel yang memiliki viskositas tertinggi
dibandingkan dengan sampel lainnya yang tidak berbeda nyata nilai
viskositasnya. Pati termodifikasi dengan metode penyangraian
menunjukkan nilai viskositas yang semakin menurun seiring dengan
bertambahnya konsentrasi asam yang digunakan. Hal yang sama juga
terlihat pada pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi. Nilai
viskositas pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi memiliki
59
viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan pati metode
penyangraian. Hal ini disebabkan pada metode gelatinisasi, pati telah
rusak atau pecah dan gula pereduksi yang terbentuk lebih banyak daripada
pati termodifikasi metode penyangraian sehinga gel yang terbentuk tidak
kuat. Berbeda dengan pati termodifikasi pada metode penyangraian,
granula patinya tidak pecah sehingga masih bisa membentuk gel walaupun
kekentalannya tidak sebesar pati murni.
60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Proses modifikasi pati dengan cara penyangraian menghasilkan pati
modifikasi yang berwarna kuning den secara umum mempunyai nilai
DextroseEquivalent (DE) relatif kecil yang berselang dari 0 sampai 2,1.
Sedangkan pati termodifikasi yang diperoleh dengan metode gelatinisasi
menghasilkan pati yang relatif putih dengan nilai DE tinggi yang memiliki
selang antara 0 sampai 49,2.
Semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan dan semakin lama
waktu proses pemanasan, ikatan polimer pati lebih mudah terpotong
polimernya sehingga glukosa yang dihasilkan lebih banyak dan dimungkinkan
terjadinya peningkatan DE. Akan tetapi pemanasan pada proses modifikasi
dilain pihak menyebabkan terjadinya reaksi karamelisasi pada gula pereduksi.
Reaksi karamelisasi menyebabkan kerusakan gula pereduksi sehingga nilai
DE turun. Semakin lama pemanasan setelah terjadi karamelisasi maka
semakin banyak pula gula pereduksi yang rusak.
Dari hasil regresi berganda data perubahan nilai DE tiap menit
berdasarkan konsentrasi asam yang berbeda didapatkan beberapa persamaan
matematis yang merupakan interaksi dari lama proses modifikasi dan
konsentrasi asam yang digunakan terhadap nilai DE (%) suatu pati
termodifikasi. Persamaan tersebut adalah.
Untuk metode gelatinisasi
DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit) Batas waktu 0-40 menit, batas konsentrasi 0%-2 % (v/v)
Untuk metode penyangraian
DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit)
Batas waktu 0-90 menit, batas konsentrasi asam0N-0,4N
Persaman tersebut digunakan pada selang waktu 0 menit sampai 40 menit
pada konsentrasi HCl 0 % sampai 2%
Kualitas mutu produk yang diamati antara lain, derajat putih, warna
dalam lugol. Kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kekentalan, nilai DE dan
derajat asam. Pati termodifikasi yang memiliki derajat putih terbaik adalah
61
pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi yaitu pada sampel M1W2
(91,01%). Uji kehalusan menunjukkan bahwa pati dengan metode
penyangraiaan memiliki nilai kehalusan yang lebih tinggi daripada metode
gelatinisasi. Pengujian warna dalam lugol meninjukkan bahwa seluruh produk
pati termodifikasi mengandung pati. Pengujian kadar air menunjukkan bahwa
pati dari proses penyangraian memiliki kadar air yang lebih rendah daripada
pati termodifikasi dari metode gelatinisasi. Pengujian kadar abu, pengujian
kadar, nilai kelarutan dalam air dingin, dan pengujian derajat asam juga
menunjukkan bahwa seluruh sampel memenuhi standar DSN. Pengujian
viskositas menunjukkan bahwa sampel dari metode gelatinisasi memiliki nilai
viskositas yang lebih kecil daripada metode gelatinisasi. Dapat disimpulkan
bahwa pati termodifikasi hasil modifikasi dengan metode penyangraian
memenuhi kriteria mutu untuk dekstrin oleh Dewan Standarisasi Nasional
akan tetapi tidak memenuhi standar mutu maltodekstrin yang ditetapkan oleh
beberapa produsen maltodekstrin dalam hal derajat keputihan. Parameter mutu
pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi memenuhi standar mutu
maltodekstrin pada beberapa perusahaan produsen maltodekstrin dan standar
Dewan Standarisasi Nasional akan tetapi tidak memenuhi dalam hal kadar air.
Dari pengujian karakteristik mutu tersebut disimpulkan bahwa dari pati
tapioka dapat dihasilkan pati termodifikasi dengan kualitas yang memenuhi
standar Dewan Standarisasi Nasional.
Kelebihan dari metode penyangraian adalah lebih mudah proses
produksinya dan tidak membutuhkan energi yang besar dalam penanganan
produk akhirnya. Kelemahan metode penyangraian adalah pati yang
dihasilkan berwarna kuning sehingga tidak memenuhi syarat standar
maltodekstrin dari parameter warnanya. Kelebihan metode gelatinisasi adalah
pati yang dihasilkan berwarna putih dan prosesnya membutuhkan waktu yang
lebih pendek dibandingkan metode gelatinisasi. Kelemahan metode
gelatinisasi adalah besarnya kandungan air pada produknya sehingga
membutuhkan energi yang lebih besar pada proses pengeringan.
62
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian tentang perancangan mesin berdasarkan
persamaan matematis DE yang telah ada. Perancangan mesin tersebut harus
memperhatikan faktor perpindahan kalor, pengadukan dan penanganan produk
akhir. Penanganan produk akhir bertujuan untuk memperbaiki kualitas pati
termodifikasi.
Untuk memproduksi pati dengan menggunakan persamaan matematis
yang telah ditetapkan agar menetapkan konsentrasi dan lama proses di rentang
dimana kurva DE naik. Di luar batas itu pati yang dihasilkan memiliki mutu
yang kurang baik pada karakteristik warnanya.
63
DAFTAR PUSTAKA
Alais, C. dan B. Linden. 1991. Food biochemistry. Ellis Horwood. New York. Anonim. 1983. Corn Starch. Corn Reiners Association Inc. Connecticut. New
York. Anonim. 2004. http://www.cerestar.com/produc/method.php/. 28 Juli 2006 Anonim .2005. http://www.deptan.go.id. 29 Juli 2006. Anonim.2005. http://www.rri-online.go.id/news/daerah.html. 28 juli 2006 Anonim. 2005. http://www.williambrewing.com/products/malt.php/.28 Juli 2006
Anonim. 2005. http://www.winebarrelplus.com/starch/info.html/.28 Juli 2006 Anonim. 2006. http://www.bps.go.id. 28 Juli 2006 Anonim. 2006. http://www.wikipedia.org/search/malt-dekxtrin.php/.29 Juli 2006 Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. 1982. Sirup Pati Ubi Kayu.
Komunikasi No. 185. Balai Penelitian Kimia Bogor BeMiller, J. N. dan R. L. Whistler. 1996. Carbohydrates. Dalam Fennema, O. R.
Food Chemistry. Thisd Edition. Macel Dekker, Inc. New York Brautlecht, C. A. 1953. Starch, Its sources Production and Uses. Book Division
Reinhold Publishing Corporation. New York Collona, P., A. Buleon dan C. Mercier. 1987. Phisically Modified Starch. Dalam
T. Galliard Ied.). Starch : Properties and Potential. John Wiley & Sons, Inc. Singapore
Dewan Standarisasi Nasional. 1989. Dekstrin untuk Industri Non Pangan. Jakarta Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Dekstrin untuk Industri Pangan. Jakarta Eskin, N. A. M, H. M. Handerson dan R. J. Townsend. 1971. Biochenistry of
Food. Academic Press. New York Fleche, G. 1985. Chemical modification and Degradation of Starch. Dalam G. M.
A. Van Beynum dan J. A. Roles (eds.). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc. New York and Bassel.
Fullbrook, P. P. 1984. The Enzyme Production of Glucose Syrups. Dalam
Dziedzic, S. Z. dan M. W. J. Kearsley (eds.). Glucose Syrup: Science and Technology. Elsevier Applied Science Publisher. London.
64
Haryati, A. 2004. Produksi Maltodekstrin dari Pati Umbi Minor Secara Enzimatis. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hidayat, B. 2002. Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi Maltodekstrin
Derajat Polimerisasi Moderat (DP 3-9) dari Pati Gandum. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Hodge, J. E. 1953. Dehydrated Foods Chemistry of Browning Reactions in Model
System. Agric Food Chem 1 : 928-940 Hullinger, C. H., E. Van Patten dan D. A. Freck. 1983. Food application of igh
Amylose Starches. Food Tech. 3:22-24. Humprey, A. E. 1979. The Hidrolysis of Cellulosis Material of Useful Product. Di
dalam. R. D. Brown (ed). Hidrolysis of Cellulosis of Cellulose. Mechanism of Enzimatic an Acid Catalitic. 181, 25. American Chemical Society. Washington DC.
Katzbeck, W. 1972. Phosphate Crossbondounded Waxy Corn Staches Solve
Many Food Application Problems. Food Tech. 26(3):32-34. Kennedy, J. F., C. J. knill dan D. W. Taylor. 1995. Maltodextrins. Dalam
Kearsley, M. W. J. dan S. Z. Diedzic(eds.). Handbook of Starch Hidrolysis Products and Their Derivatives. Blackie Academic & Profesional
Luallen, T. E. 1985. Starch as A Function Ingredient. Food Tech. 39(1) : 59-63. McDonald, M. 1984. Uses of Glucose Syrups in The Food Industry. Dalam
Diedzic, S. Z. dan M. W. J. Kearsley (eds.). Glucose Syrup: Science and Technology. elsevier Applied Science Publisher. London. New York.
Manners, D. J. 1979. The Enzymic Degradation of Starch. Dalam Blanshard, J. M.
V. dan J. R. Mitchell (eds.). Polysaccharides in Food. Butterworths, co. London
Matheis, G. dan J. R. Whitaker. 1984. Chemical Phosphorylation of Food Protein.
An Overview and Prospectus. J. Agr. Food Chem. 32:699-705. O’Dell, J. 1971. The Use of Modified Starch in The Food Industry, pp. 172-177.
di dalam J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchel, ed. Polysaccharides in Food. Butterworths. London.
Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Second Edition.
Academic Press. Inc
65
Rapaille, A. dan J. Vanhemelrijck. 1992. Modified Starch. Dalam A. Imeson (ed.). Thickening and Gelling Agents For Food. Blackie Academic & Profesional, Madras
Roper, H. 1996. Starch: Present Use and Future Utilization. Dalam Van Bekkum,
H. H. Ropper dan A. G. J. Voragen (eds.). Carbohydrates as Organic Raw Materials III. VCH Publisher. Weinheim.
Sari, Z. 1992. Modifikasi Pati Jagung (Zea mays L.) dengan Hidrolisa Asam (HCl)
dan Enzim α-Amilase. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Smith, P. S. 1982. Starch Derivates and Their Use in Food, pp. 241-249. Di
dalam. D. V. Lineback dan G. E. Inglett, ed. Food Carbohydrates. Avi Publishing Company Inc. Westport.
Smith, P. S. dan H. Bell. 1986. New Starches for Food Application. Cereal food
Word. 36(10):724-726. Sorini, Tbk. 2004. http://www.sorini.com/product.html/. 28 Juli 2006. Strong, M. J. 1989. Dairy food Subtitues. PCT-International_Patent Application.
Melkridge. Sydney. Australia. Summer, K. B. dan M. Hesser. 1990. Fat Subtitte Up To Date. Food Technol. 44
(3)92. Swinkles, J. J. 1985. Source of Starch. Its Chemistry and Physics. Dalam Van
Beynum, G. M. M. dan J. A. Roles (eds.). Starch Conversion Technology. Marcell Dekker. New York.
Tjahyono, A. E. 2004. Grand Strategy of The Development of Starch based Agro
Industries. Symposium Direction of Starch Innovation, Bandung 26 Januari 2004
Vorwerg, W., F. Schierbaum, G. Reimer, and B. Gringmuth. 1988. Process for
Manufacture of Food Preparations. German-Democratic-Republic-Patent. Academie der Wissenschaften.
Wilson, M. N. dan W. L. Steensen. 1986. Sugar Free Cheesecake Filling and Dry
Mix for Preparation Thereof. United States Patent. Whistler, R. L. dan Smart, C. L. 1953. Polysaccaride Chemistry. Academic Press.
New York Wurzburg, O. B. dan C. D. Szymanski. 1970. Modified Starch for Food Industry.
J. Agr. Food Chem. 18(6):997-1001.
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi metode basah (Modifikasi
metode Haryati, 2004)
Suspensi pati 30 %
Gelatinisasi
Pati termodifikasi
Pengeringan
Penetralan HCl (ditambah NaOH)
HCl
Pengeringan
68
Lampiran 2. Pembuatan pati termodifikasi metode kering (Modifikasi metode Sari, 1992)
Pati Kering
Penyangraian HCl
Penetralan HCl (ditambah NaOH)
Pati termodifikasi
Pencucian & Pengeringan
Pengeringan
69
Lampiran 3. Penentuan Kurva Standar uji fenol untuk total gula
Kurva standar dibuat dengan mengukur mengetahui nilai gula pereduksi
pada glukosa pada selang 0 – 10 mikrogram / ml. Kemudian nilai gula pereduksi
dicari dengan metode fenol dengan membaca absorbansinya pada
spektrofotometer. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linier.
70
Lampiran 4. Kurva standar pengujian total gula dengan metode fenol
Total gula (mikrogram/ml) absorbansi0 0 10 0,102 15 0,157 20 0,211 25 0,245 30 0,307 35 0,342 40 0,388 45 0,444 50 0,516 55 0,524 60 0,552
Standar phenol
y = 0,0095x + 0,0124R2 = 0,9936
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0 20 40 60 80
total gula (mikrogram/ml)
abso
rban
si
Keterangan : y : absorbansi
x : nilai total gula (mikrogram / ml)
71
Lampiran 5. Penyiapan Pereaksi DNS dan Penentuan Kurva Standar
1. Penyiapan Pereaksi DNS
Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 gram asam 3,5
dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu
ditambahkan 306 g Na-K Tartrat, &,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50oC
dan 8,3 g Na-Metebisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan ini
dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran
berkusar 5-6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk
setiap ml kekurangan HCl 0,1 N.
2. Penentuan Kurva Standar
Kurva standar dibuat dengan mengukur mengetahui nilai gula
pereduksi pada glukosa pada selang 0,2 – 0,5 mg/l. Kemudian nilai gula
pereduksi dicari dengan metode DNS. Kemudian nilai gula pereduksi dicari
dengan metode fenol. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara
linier.
72
Lampiran 6. Kurva Standar pengujian gula pereduksi dengan metode DNS
Kadar glukosa (mg / ml) absorbansi 0,08 0,0630,1 0,145
0,12 0,230,14 0,2760,16 0,3760,18 0,4060,2 0,526
0,22 0,568
Standar DNS y = 3,6119x - 0,218R2 = 0,9914
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
kadar glukosa(mg/ml)
abso
rban
si
Keterangan : y : absorbansi
x : nilai total gula pereduksi (mikrogram / ml)
73
Lampiran 7. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode gelatinisasi
Kons [N] waktu(menit) ulangan I ulangan
II
gula pereduksi 1 (mg/ml) dlm 0,25mg/ml
gula pereduksi 2 (mg/ml) dlm 0,05mg/ml
gula pereduksi 1 (mikrogram/ml)
(dlm 0,05 mg/ml)
gula pereduksi 2 (mikrogram/ml)
(dlm 0,05 mg/ml) rata-rata
0 10 0,054 0,008 0,0753066 0,0625709 0,16 7,5306625 3,8453313 20 0,015 0,004 0,064509 0,0614635 0,08 6,4508984 3,2654492 30 0 0,004 0,060356 0,0614635 0,08 6,0356045 3,0578023 40 0,046 0,005 0,0730917 0,0617404 0,1 7,3091725 3,7045862 50 0,014 0,005 0,0642321 0,0617404 0,1 6,4232122 3,2616061 60 0,474 0,005 0,1915889 0,0617404 0,1 19,158891 9,6294457
0,5 10 0,1287 0 0,0959883 0,060356 0 9,5988261 4,7994131 20 1,119 0,436 0,3701653 0,1810681 8,72 37,016529 22,868264 30 0,835 0,287 0,2915363 0,1398156 5,74 29,153631 17,446816 40 1,18 0,177 0,3870539 0,1093607 3,54 38,705391 21,122695 50 1,17 0,086 0,3842853 0,0841662 1,72 38,428528 20,074264 60 1,15 0,092 0,378748 0,0858274 1,84 37,874803 19,857401
1 10 0 0,003 0,060356 0,0611866 0,06 6,0356045 3,0478023 20 1,31 0,006 0,423046 0,0620172 0,12 42,304604 21,212302 30 1,42 0,119 0,4535009 0,0933027 2,38 45,350093 23,865046 40 1,035 0,125 0,3469088 0,0949639 2,5 34,690883 18,595441 50 1,38 0,183 0,4424264 0,1110219 3,66 44,242642 23,951321 60 1,8 0,151 0,5587087 0,1021623 3,02 55,870871 29,445436
1,5 10 0,394 0,212 0,1694399 0,1190509 4,24 16,943991 10,591995 20 0,588 0,105 0,2231513 0,0894266 2,1 22,315125 12,207563 30 0,835 0,001 0,2915363 0,0606329 0,02 29,153631 14,586816 40 1 0,044 0,3372186 0,072538 0,88 33,721864 17,300932 50 1,045 0,085 0,3496775 0,0838894 1,7 34,967746 18,333873 60 1,4 0,013 0,4479637 0,0639553 0,26 44,796368 22,528184
2 10 0 0 0,060356 0,060356 0 6,0356045 3,0178023 20 0,183 0 0,1110219 0,060356 0 11,10219 5,551095 30 0,808 0,012 0,284061 0,0636784 0,24 28,406102 14,323051 40 0,746 0,006 0,2668955 0,0620172 0,12 26,689554 13,404777 50 1,06 0 0,3538304 0,060356 0 35,383039 17,69152 60 1,6 0,061 0,5033362 0,0772447 1,22 50,333619 25,77681
74
Lampiran 8. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode penyangraian
Kons [N] waktu(menit) ulangan I mg/ml (dlm 50 mg/ml)
ulangan II mg/ml (dlm 5
mg/ml)
gula pereduksi 1 (mg/ml) (dlm 50
mg/ml)
gula pereduksi 2 (mg/ml) (dlm 50
mg/ml)
gula pereduksi 1 (mikrogram/ml)
(dlm 0,05 mg/ml)
gula pereduksi 2 (mikrogram/ml)
(dlm 0,05 mg/ml)
rata-rata (gula pereduksi) (dlm 0,05
mg/ml) 0 30 0,023 0 0,0667239 0,060356 0,0667239 0,060356 0,06354
60 0,018 0 0,0653396 0,060356 0,0653396 0,060356 0,0628478 90 0,015 0 0,064509 0,060356 0,064509 0,060356 0,0624325 120 0,014 0 0,0642321 0,060356 0,0642321 0,060356 0,0622941 150 0,016 0,005 0,0647858 0,0617404 0,0647858 0,0617404 0,0632631 180 0,015 0,007 0,064509 0,0622941 0,064509 0,0622941 0,0634015
0,1 30 0,001 0 0,0606329 0,060356 0,0606329 0,060356 0,0604945 60 1,7 0 0,5310225 0,6035605 0,5310225 0,6035605 0,5672915 90 1,5 0,017 0,4756499 0,6506271 0,4756499 0,6506271 0,5631385 120 1,19 0,011 0,3898225 0,6340153 0,3898225 0,6340153 0,5119189 150 0,202 0,107 0,1162823 0,0899803 0,1162823 0,0899803 0,1031313 180 0,267 0,09 0,1342784 0,8527368 0,1342784 0,8527368 0,4935076
0,2 30 0,578 0 0,2203826 0,6035605 0,2203826 0,6035605 0,4119715 60 1,85 0,105 0,5725518 0,8942662 0,5725518 0,8942662 0,733409 90 1,66 0,019 0,5199479 0,6561643 0,5199479 0,6561643 0,5880561 120 1,24 0,013 0,4036657 0,6395526 0,4036657 0,6395526 0,5216091 150 0,91 0,014 0,312301 0,6423212 0,312301 0,6423212 0,4773111 180 0,313 0,008 0,147014 0,6257095 0,147014 0,6257095 0,3863617
0,3 30 0,238 0 0,1262493 0,6035605 0,1262493 0,6035605 0,3649049 60 1,865 0,265 0,5767048 1,3372463 0,5767048 1,3372463 0,9569756 90 1,56 0,017 0,4922617 0,6506271 0,4922617 0,6506271 0,5714444 120 1,27 0,013 0,4119715 0,6395526 0,4119715 0,6395526 0,5257621 150 1,045 0,015 0,3496775 0,6450898 0,3496775 0,6450898 0,4973836 180 0,776 0,015 0,2752014 0,6450898 0,2752014 0,6450898 0,4601456
0,4 30 0,454 0 0,1860517 0,6035605 0,1860517 0,6035605 0,3948061 60 0,505 0,094 0,2001717 0,8638113 0,2001717 0,8638113 0,5319915 90 0,706 0,102 0,255821 0,8859603 0,255821 0,8859603 0,5708907 120 1,5 0,01 0,4756499 0,6312467 0,4756499 0,6312467 0,5534483 150 0,985 0,012 0,3330657 0,636784 0,3330657 0,636784 0,4849248 180 0,333 0,011 0,1525513 0,6340153 0,1525513 0,6340153 0,3932833
75
Lampiran 9. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode gelatinisasi
Kons [N] waktu(menit) absorbansi ulangan I
absorbansi ulangan II
rata-rata abs
total gula 1 (mikrogram/ml) dlm 0,05 g/ml
total gula II( mikrogram/ml) dlm 0,05 g/ml rata-rata
0 10 0,242 0,796 0,519 24,168421 82,484211 53,326316 20 0,174 0,374 0,274 17,010526 38,063158 27,536842 30 0,087 0,398 0,2425 7,8526316 40,589474 24,221053 40 0,266 0,522 0,394 26,694737 53,642105 40,168421 50 0,612 0,99 0,801 63,115789 102,90526 83,010526 60 1,54 1,54 1,54 160,8 160,8 160,8
0,5 10 0,172 0,195 0,1835 16,8 19,221053 18,010526 20 0,436 0,456 0,446 44,589474 46,694737 45,642105 30 0,66 0,125 0,3925 68,168421 11,852632 40,010526 40 0,43 0,392 0,411 43,957895 39,957895 41,957895 50 0,648 0,462 0,555 66,905263 47,326316 57,115789 60 0,392 0,426 0,409 39,957895 43,536842 41,747368
1 10 0,131 0,211 0,171 12,484211 20,905263 16,694737 20 0,462 0,151 0,3065 47,326316 14,589474 30,957895 30 0,239 0,183 0,211 23,852632 17,957895 20,905263 40 0,176 0,166 0,171 17,221053 16,168421 16,694737 50 0,168 0,452 0,31 16,378947 46,273684 31,326316 60 0,176 0,277 0,2265 17,221053 27,852632 22,536842
1,5 10 0,64 0,343 0,4915 66,063158 34,8 50,431579 20 0,256 0,558 0,407 25,642105 57,431579 41,536842 30 0,337 0,321 0,329 34,168421 32,484211 33,326316 40 0,945 1,6 1,2725 98,168421 167,11579 132,64211 50 0,314 0,266 0,29 31,747368 26,694737 29,221053 60 0,345 0,308 0,3265 35,010526 31,115789 33,063158
2 10 0,835 0,975 0,905 86,589474 101,32632 93,957895 20 0,234 0,233 0,2335 23,326316 23,221053 23,273684 30 0,282 0,191 0,2365 28,378947 18,8 23,589474 40 0,282 0,299 0,2905 28,378947 30,168421 29,273684 50 0,29 0,289 0,2895 29,221053 29,115789 29,168421 60 0,322 0,335 0,3285 32,589474 33,957895 33,273684
76
Lampiran 10. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode penyangraian
Kons [N] waktu(menit) absorbansi ulangan I
absorbansi ulangan II
rata-rata ulangan
total gula 1 (mikrogram/ml)dlm 0,05 mg/ml)
total gula II (mikrogram/ml)dlm 0,05 mg/ml
rata-rata(mikrogram/ml)dlm 0,05 g/ml
0 30 0,442 0,47 0,456 45,221053 48,168421 46,694737 60 0,337 0,203 0,27 34,168421 20,063158 27,115789 90 0,336 0,292 0,314 34,063158 29,431579 31,747368 120 0,356 0,343 0,3495 36,168421 34,8 35,484211 150 0,264 0,339 0,3015 26,484211 34,378947 30,431579 180 0,416 0,38 0,398 42,484211 38,694737 40,589474
0,1 30 0,224 0,426 0,325 22,273684 43,536842 32,905263 60 0,44 0,357 0,3985 45,010526 36,273684 40,642105 90 0,362 0,361 0,3615 36,8 36,694737 36,747368 120 0,414 0,38 0,397 42,273684 38,694737 40,484211 150 0,064 0,362 0,213 5,4315789 36,8 21,115789 180 0,486 0,486 0,486 49,852632 49,852632 49,852632
0,2 30 0,291 0,278 0,2845 29,326316 27,957895 28,642105 60 0,38 0,38 0,38 38,694737 38,694737 38,694737 90 0,442 0,43 0,436 45,221053 43,957895 44,589474 120 0,45 0,444 0,447 46,063158 45,431579 45,747368 150 0,418 0,436 0,427 42,694737 44,589474 43,642105 180 0,286 0,328 0,307 28,8 33,221053 31,010526
0,3 30 0,361 0,285 0,323 36,694737 28,694737 32,694737 60 0,454 0,432 0,443 46,484211 44,168421 45,326316 90 0,4 0,408 0,404 40,8 41,642105 41,221053 120 0,386 0,47 0,428 39,326316 48,168421 43,747368 150 0,422 0,478 0,45 43,115789 49,010526 46,063158 180 0,28 0,37 0,325 28,168421 37,642105 32,905263
0,4 30 0,276 0,334 0,305 27,747368 33,852632 30,8 60 0,386 0,416 0,401 39,326316 42,484211 40,905263 90 0,404 0,422 0,413 41,221053 43,115789 42,168421 120 0,4 0,412 0,406 40,8 42,063158 41,431579 150 0,371 0,392 0,3815 37,747368 39,957895 38,852632 180 0,369 0,384 0,3765 37,536842 39,115789 38,326316
77
Lampiran 11. Hasil pengujian gula pereduksi dan total gula pati tapioka
Pengujian sampel absorbansitotal gula (mikrogram/ml) rata-rata
ulangan I 0,424 43,32631579
Total gula ulangan 2 0,434 44,37894737 43,85263158 Ulangan 1 -0,221 0
Gula pereduksi
Ulangan 2 -0,219 0 0
78
Lampiran 12. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode gelatinisasi
Kons (%) waktu(menit) DE(%) 0 0 0
10 7,278983 20 13,50287 30 15,17992 40 9,504818 50 4,49261 60 3,111261
0,5 0 0 10 22,08533 20 27,94582 30 24,75884 40 22,25702 50 14,09621 60 19,35176
1 0 0 10 21,9404 20 23,68159 30 44,00875 40 49,22079 50 31,84338 60 47,45652
1,5 0 0 10 15,16301 20 16,1371 30 17,84478 40 5,27667 50 26,3209 60 23,22041
2 0 0 10 3,85424 20 17,73686 30 25,53906 40 19,70991 50 22,47673 60 26,73463
79
Lampiran 13. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode penyangraian
Kons [N] waktu(menit) DE(%) 0 0 0
30 0.13353 60 0.166594 90 0.22465 120 0.167531 150 0.176453 180 0.169222
0,1 0 0 30 0,183844 60 1,395822 90 1,532459 120 1,26449 150 0,488409 180 0,989933
0,2 0 0 30 1,438342 60 1,895371 90 1,318823 120 1,140195 150 1,093694 180 1,245905
0,3 0 0 30 1,116097 60 2,111302 90 1,386293 120 1,201814 150 1,079786 180 1,398395
0,4 0 0 30 1,281838 60 1,300545 90 1,353835 120 1,335813 150 1,248113 180 1,026144
80
Lampiran 14. Hasil pengujian derajat putih Ulangan 1
Pembacaan kolorimeter Sampel warna visual L A B
Derajat putih
0% 20 menit putih 6588 1420 3989 87,34
0,5% 50 menit putih 7857 1193 3928 83,76
1% 20 menit putih 7549 1156 4014 75,46
1,5% 10 menit putih 6915 1437 4691 69,98
2% 20 menit putih 8784 1121 3013 80,02
0N 60 menit putih kekuningan 8734 1153 3171 91,01
0,1N 90 menit putih kekuningan 8376 1139 3276 65,88
0,2N 60 menit kuning 7546 1437 4691 78,57
0,3N 60 menit kuning 6998 1431 4195 75,49
0,4N 60 menit kuning kecoklatan 8002 1240 3568 69,15
Pati putih 9101 985 2472 91,01 Ulangan 2
Pembacaan kolorimeter Sampel warna visual L A B
Derajat putih
0% 20 menit putih 6865 1420 3989 68,65 0,5% 50 menit putih 7725 1193 3928 77,25 1% 20 menit putih 7665 1156 4014 76,65 1,5% 10 menit putih 7057 1437 4691 70,57 2% 20 menit putih 8865 1121 3013 88,65
0N 60 menit putih kekuningan 8556 1153 3171 85,56
0,1N 90 menit
putih kekuningan 8254 1139 3276 82,54
0,2N 60 menit kuning 7958 1437 4691 79,58 0,3N 60 menit kuning 7425 1431 4195 74,25 0,4N 60 menit
kuning kecoklatan 8165 1240 3568 81,65
Pati putih 8932 985 2472 89,32
81
One-way ANOVA: derajat putih versus sampel Analysis of Variance for derajat Source DF SS MS F P sampel 10 1133,61 113,36 42,41 0,000 Error 11 29,41 2,67 Total 21 1163,01 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----------+---------+---------+------ 1 2 90,165 1,195 (--*--) 2 2 86,450 1,259 (--*--) 3 2 83,150 0,863 (--*--) 4 2 77,520 2,913 (--*--) 5 2 72,115 3,019 (--*--) 6 2 80,835 1,153 (--*--) 7 2 67,265 1,959 (--*--) 8 2 77,910 0,933 (--*---) 9 2 76,070 0,820 (--*--) 10 2 69,860 1,004 (--*---) 11 2 88,245 0,573 (--*--) ----------+---------+---------+------ Pooled StDev = 1,635 72,0 80,0 88,0
82
Lampiran 15. Hasil pengujian kehalusan Ulangan 1
Sampel berat awal (gram)
berat yang lolos
persen lolos (%)
0% 20 menit 10 6,59 65,90,5% 50 menit 10 8,73 87,31% 20 menit 10 6,73 67,31,5% 50 menit 10 7,21 72,12% 20 menit 10 8,32 83,20N 60 menit 10 9,31 93,10,1N 90 menit 10 8,57 85,70,2N 60 menit 10 7,45 74,50,3N 60 menit 10 7,22 72,20,4N 60 menit 10 6,31 63,1Pati 10 9,78 97,8
Ulangan 2
Sampel berat awal (gram)
berat yang lolos
persen lolos (%)
0% 20 menit 10 7,01 70,10,5% 50 menit 10 7,98 79,81% 20 menit 10 7,1 711,5% 50 menit 10 6,98 69,82% 20 menit 10 8,21 82,10N 60 menit 10 8,97 89,70,1N 90 menit 10 9,21 92,10,2N 60 menit 10 6,24 62,40,3N 60 menit 10 6,45 64,50,4N 60 menit 10 7,65 76,5Pati 10 9,01 90,1
One-way ANOVA: kehalusan versus sampel Analysis of Variance for kehalusa Source DF SS MS F P sampel 10 2168,1 216,8 8,07 0,001 Error 11 295,6 26,9 Total 21 2463,7 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 1 2 93,95 5,44 (-----*------) 2 2 91,40 2,40 (------*------) 3 2 88,90 4,53 (------*------) 4 2 68,45 8,56 (------*------) 5 2 68,35 5,44 (------*------) 6 2 69,80 9,48 (------*------) 7 2 68,00 2,97 (------*-----) 8 2 83,55 5,30 (------*-----) 9 2 69,15 2,62 (------*-----) 10 2 70,95 1,63 (------*------) 11 2 82,65 0,78 (------*------) -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 5,18 60 72 84 96
83
Lampiran 16. Warna dalam lugol
Metode Sampel Pati warna setelah ditetesi lugol
pati tapioka ungu Metode Kering 0 N 60 menit ungu 0,1N 90 menit ungu 0,2N 60 menit ungu 0,3 N 60 menit ungu 0,4N 60 menit ungu Metode gelatinisasi 0% 20 menit ungu 0,5% 50 menit ungu 1% 20 menit ungu 1,5% 50 menit ungu kecoklatan 2% 20 menit ungu kecoklatan
84
Lampiran 17. Hasil pengujian kadar air Ulangan 1
Sampel Berat cawan
Berat sampel
Berat cawan + sampel Berat akhir
Berat akhir sampel
Kadar air (%)
1% 20 menit 1,7904 1,9877 3,7781 3,2751 1,4847 25,305629620,2N 60 menit 1,9096 1,999 3,9086 3,8604 1,9508 2,4112056031,5% 10 menit 1,889 1,962 3,851 3,2898 1,4008 28,603465850,1N 90 menit 1,7822 1,953 3,7352 3,7223 1,9401 0,6605222730,3N 60 menit 1,8208 1,9135 3,7343 3,73 1,9092 0,2247191010,4N 60 menit 1,7866 1,6734 3,46 3,46 1,6734 00,5% 50 menit 1,9304 2,0253 3,9557 3,667 1,7366 14,254678320% 20 menit 1,9127 1,9174 3,8301 3,6445 1,7318 9,6797746952% 20 menit 1,9016 0,6583 2,5599 2,2423 0,3407 48,245480780N 60 menit 1,8746 2,0187 3,8933 3,893 2,0184 0,014861049Pati 1,7939 1,2413 3,0352 2,9967 1,2028 3,101587046
Ulangan 2
Sampel Berat cawan
Berat sampel
Berat cawan + sampel Berat akhir
Berat akhir sampel
Kadar air (%)
1% 20 menit 2,2904 2,1877 4,4781 3,96311542 1,67271542 23,540,2N 60 menit 2,4096 2,199 4,6086 4,54608243 2,13648243 2,8431,5% 10 menit 2,389 2,162 4,551 3,949964 1,560964 27,80,1N 90 menit 2,2822 2,153 4,4352 4,418118098 2,135918098 0,79340,3N 60 menit 2,3208 2,1135 4,4343 4,427913003 2,107113003 0,30220,4N 60 menit 2,2866 1,8734 4,16 4,159775192 1,873175192 0,0120,5% 50 menit 2,4304 2,2253 4,6557 4,34771848 1,91731848 13,840% 20 menit 2,4127 2,1174 4,5301 4,341160163 1,928460163 8,92322% 20 menit 2,4016 0,8583 3,2599 2,952914414 0,551314414 35,76670N 60 menit 2,3746 2,2187 4,5933 4,54138242 2,16678242 2,34Pati 2,2939 1,4413 3,7352 3,688215205 1,394315205 3,25989
85
One-way ANOVA: kadar air versus sampel Analysis of Variance for kadar ai Source DF SS MS F P sampel 10 4033,58 403,36 53,50 0,000 Error 11 82,93 7,54 Total 21 4116,51 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+--- 1 2 3,181 0,112 (--*--) 2 2 1,177 1,644 (--*--) 3 2 0,727 0,094 (-*--) 4 2 2,627 0,305 (--*--) 5 2 0,263 0,055 (--*--) 6 2 0,006 0,008 (--*--) 7 2 9,301 0,535 (--*--) 8 2 14,047 0,293 (-*--) 9 2 24,423 1,248 (--*--) 10 2 28,202 0,568 (--*--) 11 2 42,006 8,824 (--*--) ---+---------+---------+---------+--- Pooled StDev = 2,746 0 15 30 45
86
Lampiran 18. Hasil pengujian kadar abu Ulangan 1
Sampel Berat cawan
Berat sampel
Berat cawan + sampel Berat akhir
Berat akhir sampel
Kadar abu (%)
0,4N 60 menit 28,756 2,406 31,162 28,764 0,008 0,3325020780N 60 menit 28,5333 2,7193 31,2526 28,5402 0,0069 0,2537417720,3N 60 menit 26,4769 2,6334 29,1103 26,4829 0,006 0,2278423330,2N 60 menit 24,7267 2,6686 27,3953 24,7326 0,0059 0,221089710,1N 90 menit 30,1662 3,4116 33,5778 30,1716 0,0054 0,158283503pati 27,5945 1,7635 29,358 27,5963 0,0018 0,1020697480% 20 menit 27,2338 3,0246 30,2584 27,2433 0,0095 0,3140911191,5% 20 menit 24,4179 2,9346 27,3525 24,4211 0,0032 0,1090438220,5% 50 menit 28,5322 2,7797 31,3119 28,5418 0,0096 0,345361011% 20 menit 28,7452 2,6381 31,3833 28,7512 0,006 0,2274364132% 10 menit 24,7241 2,4017 27,1258 24,7261 0,002 0,083274347
Ulangan 2
Sampel Berat cawan
Berat sampel
Berat cawan + sampel Berat akhir
Berat akhir sampel
Kadar abu (%)
0,4N 60 menit 29,156 2,526 31,682 31,67326888 2,517268881 0,345650N 60 menit 28,9333 2,8393 31,7726 31,76572549 2,832425487 0,242120,3N 60 menit 26,8769 2,7534 29,6303 29,6238185 2,746918496 0,23540,2N 60 menit 25,1267 2,7886 27,9153 27,90913162 2,782431617 0,22120,1N 90 menit 30,5662 3,5316 34,0978 34,09265799 3,52645799 0,1456pati 27,9945 1,8835 29,878 29,87582267 1,881322674 0,11560% 20 menit 27,6338 3,1446 30,7784 30,77167056 3,137870556 0,2141,5% 20 menit 24,8179 3,0546 27,8725 27,8687963 3,050896298 0,121250,5% 50 menit 28,9322 2,8997 31,8319 31,82283728 2,890637278 0,312541% 20 menit 29,1452 2,7581 31,9033 31,89680605 2,751606054 0,235452% 10 menit 25,1241 2,5217 27,6458 27,64326947 2,519169474 0,10035
87
One-way ANOVA: kadar abu versus sampel Analysis of Variance for kadar ab Source DF SS MS F P sampel 10 0,146281 0,014628 26,87 0,000 Error 11 0,005989 0,000544 Total 21 0,152270 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -----+---------+---------+---------+- 1 2 0,10780 0,01103 (---*--) 2 2 0,24606 0,00557 (---*--) 3 2 0,15280 0,01018 (--*---) 4 2 0,22060 0,00085 (---*---) 5 2 0,23270 0,00382 (--*---) 6 2 0,33783 0,01107 (---*--) 7 2 0,26200 0,06788 (--*---) 8 2 0,33127 0,02649 (---*---) 9 2 0,23273 0,00385 (--*---) 10 2 0,11563 0,00795 (---*--) 11 2 0,09018 0,01439 (---*---) -----+---------+---------+---------+- Pooled StDev = 0,02333 0,10 0,20 0,30 0,40
88
Lampiran 19. Hasil pengujian kadar serat kasar
sampel
berat kertas saring(ulangan 1)
berat akhir(ulangan 1)
Kadar serat(ulangan 1)
berat kertas saring(ulangan 2)
berat akhir(ulangan 2)
Kadar serat(ulangan 2)
0 N 60 menit 0,7489 0,8889 0,14 0,8189 0,8177 0,120,2 N 60 menit 0,801 0,933 0,132 0,871 0,8696 0,140 % 20 menit 0,77 0,89 0,12 0,84 0,8389 0,11Pati 0,7769 0,8769 0,1 0,8469 0,8456 0,131 % 20 0,786 0,966 0,18 0,856 0,8548 0,122 % 20 menit 0,8266 0,9666 0,14 0,8966 0,8953 0,130,1 N 90 0,798 0,888 0,09 0,868 0,867 0,10,3 N 60 0,7661 0,8611 0,095 0,8361 0,83512 0,0980,5 % 50 0,7848 0,9348 0,15 0,8548 0,8536 0,120,4 N 60 0,7911 1,6811 0,89 0,8611 0,86015 0,0951,5 % 50 0,7887 0,8987 0,11 0,8587 0,8574 0,13
One-way ANOVA: kadar serat versus sampel Analysis of Variance for kadar se Source DF SS MS F P sampel 10 0,007434 0,000743 2,47 0,077 Error 11 0,003304 0,000300 Total 21 0,010739 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --+---------+---------+---------+---- 1 2 0,11500 0,02121 (-------*-------) 2 2 0,13000 0,01414 (-------*-------) 3 2 0,09500 0,00707 (-------*-------) 4 2 0,13600 0,00566 (-------*-------) 5 2 0,09650 0,00212 (-------*------) 6 2 0,09200 0,00424 (------*-------) 7 2 0,11500 0,00707 (-------*-------) 8 2 0,13500 0,02121 (-------*------) 9 2 0,15000 0,04243 (-------*-------) 10 2 0,12000 0,01414 (------*-------) 11 2 0,13500 0,00707 (-------*------) --+---------+---------+---------+---- Pooled StDev = 0,01733 0,070 0,105 0,140 0,175
89
Lampiran 20. Hasil pengujian kelarutan dalam air dingin sampel = 0,5 gram pada 50 ml aquadest diambil 5 ml
Sampel Berat cawan
Berat sampel
Berat cawan + sampel
Berat akhir
Berat akhir sampel
Kelarutan dalam air dingin (%)
Pati 59,26 0,25 59,51 59,27 0,01 0,04 2% 20 menit 36,61 0,25 36,86 37,05 0,44 1,76 0,1N 90 menit 33,2 0,25 33,45 33,68 0,48 1,92 0,4N 60 menit 35,27 0,25 35,52 35,29 0,02 0,08 0,2N 60 menit 39,65 0,25 39,9 39,68 0,03 0,12 1,5% 50 menit 56,37 0,25 56,62 56,38 0,01 0,04 0,3 N 60 menit 49,07 0,25 49,32 49,11 0,04 0,16 0,5% 50 menit 47,18 0,25 47,43 47,19 0,01 0,04 1% 20 menit 34,19 0,25 34,44 34,21 0,02 0,08 0% 20 menit 40,3 0,25 40,55 40,32 0,02 0,08 0N 60 menit 49,01 0,25 49,26 49,03 0,02 0,08
One-way ANOVA: kelarutan versus sampel Analysis of Variance for kelaruta Source DF SS MS F P sampel 10 10,18880 1,01888 2,0E+06 0,000 Error 11 0,00001 0,00000 Total 21 10,18881 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----------+---------+---------+------ 1 2 0,04050 0,00071 * 2 2 0,08050 0,00071 * 3 2 1,92050 0,00071 * 4 2 0,12050 0,00071 * 5 2 0,16050 0,00071 * 6 2 0,08050 0,00071 * 7 2 0,08050 0,00071 * 8 2 0,04050 0,00071 * 9 2 0,08050 0,00071 * 10 2 0,04050 0,00071 * 11 2 1,76050 0,00071 * ----------+---------+---------+------ Pooled StDev = 0,00071 0,60 1,20 1,80
90
Lampiran 21. Hasil pengujian derajat asam bobot sampel= 2,5 gram dilarutkan dlm 50ml diambil 25 ml Ml NaOH untuk blangko : 0,1 ml
sampel ml NaOH 0,1 N ulangan 1
Derajat asam (%) ulangan 1
ml NaOH 0,1 N ulangan 2
Derajat asam (%) ulangan 2
1% 20 menit 3,3 0,4672 3 0,4234 0% 20 menit 0,5 0,0584 0,9 0,1168 0,1 N 90 menit 1,45 0,1971 1,13 0,15038 0,3 N 60 menit 0,8 0,1022 1 0,1314 2% 10 menit 3,65 0,5183 3,21 0,45406 pati 0,15 0,0073 0,12 0,00292 0,4 N 60 menit 0,95 0,1241 0,75 0,0949 1,5 % 10 menit 2,85 0,4015 1,35 0,1825 0,2 N 60 menit 0,45 0,0511 0,84 0,10804 0,5 % 50 menit 0,9 0,1168 0,89 0,11534 0 N 60 menit 0,5 0,0584 0,65 0,0803 One-way ANOVA: derajat asam versus sampel Analysis of Variance for derajat Source DF SS MS F P sampel 10 0,50244 0,05024 16,99 0,000 Error 11 0,03252 0,00296 Total 21 0,53496 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+-- 1 2 0,00511 0,00310 (---*---) 2 2 0,06935 0,01549 (---*----) 3 2 0,17374 0,03304 (----*---) 4 2 0,07957 0,04026 (---*---) 5 2 0,11680 0,02065 (---*---) 6 2 0,10950 0,02065 (---*----) 7 2 0,08760 0,04130 (---*----) 8 2 0,11607 0,00103 (---*---) 9 2 0,44530 0,03097 (---*---) 10 2 0,29200 0,15486 (----*---) 11 2 0,48618 0,04542 (---*----) ----+---------+---------+---------+-- Pooled StDev = 0,05438 0,00 0,20 0,40 0,60
91
Lampiran 22. Hasil pengujian viskositas
Sampel spindel kecepatan Viskositas(cp)
1 Viskositas(cp)2 Pati 4 3 10 9 0% 20 menit 1 3 7 8 0,5% 50 menit 1 3 0,5 1,5 1% 20 menit 1 3 0 0,5 1,5% 50 menit 1 3 0 0 2% 20 menit 1 3 0 0 0N 60 menit 4 3 8 7 0,1N 90 menit 1 3 3 2 0,2N 60 menit 1 3 2 1,5 0,3 N 60 menit 1 3 0,5 1 0,4N 60 menit 1 3 0,5 0,8
One-way ANOVA: viskositas versus sampel Analysis of Variance for viskosit Source DF SS MS F P sampel 10 248,955 24,895 93,78 0,000 Error 11 2,920 0,265 Total 21 251,875 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+--- 1 2 9,500 0,707 (-*-) 2 2 7,500 0,707 (-*--) 3 2 2,500 0,707 (-*-) 4 2 1,750 0,354 (-*-) 5 2 0,750 0,354 (-*-) 6 2 0,650 0,212 (-*-) 7 2 7,500 0,707 (-*--) 8 2 1,000 0,707 (-*-) 9 2 0,250 0,354 (--*-) 10 2 0,000 0,000 (-*-) 11 2 0,000 0,000 (-*-) ---+---------+---------+---------+--- Pooled StDev = 0,515 0,0 3,5 7,0 10,5
92
Lampiran 23. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0 N One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 0,07036 0,01173 2,35 0,145 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 0,10536 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -----+---------+---------+---------+- 0 2 0,05000 0,07071 (-------*-------) 30 2 0,18608 0,07071 (------*-------) 60 2 0,28178 0,07071 (-------*-------) 90 2 0,24665 0,07071 (------*-------) 120 2 0,22555 0,07071 (-------*-------) 150 2 0,25789 0,07071 (-------*-------) 180 2 0,20620 0,07071 (-------*-------) -----+---------+---------+---------+- Pooled StDev = 0,07071 0,00 0,15 0,30 0,45 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 0,0750920 + 0,0035848 waktu - 0,0000162 waktu**2 S = 0,0656436 R-Sq = 55,0 % R-Sq(adj) = 46,8 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 0,057963 0,0289813 6,72561 0,012 Error 11 0,047400 0,0043091 Total 13 0,105362 Source DF Seq SS F P Linear 1 0,0220817 3,18177 0,100 Quadratic 1 0,0358808 8,32678 0,015
93
Lampiran 24. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,1 N One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 4,501555 0,750259 1,5E+04 0,000 Error 7 0,000350 0,000050 Total 13 4,501905 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 0 2 0,00500 0,00707 * 30 2 0,18884 0,00707 * 60 2 1,40082 0,00707 * 90 2 1,53746 0,00707 * 120 2 1,26949 0,00707 *) 150 2 0,49341 0,00707 * 180 2 0,99493 0,00707 * -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 0,00707 0,00 0,50 1,00 1,50 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = -0,0732669 + 0,0259164 waktu - 0,0001212 waktu**2 S = 0,387846 R-Sq = 63,2 % R-Sq(adj) = 56,6 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 2,84723 1,42362 9,46396 0,004 Error 11 1,65467 0,15042 Total 13 4,50190 Source DF Seq SS F P Linear 1 0,84899 2,7890 0,121 Quadratic 1 1,99824 13,2839 0,004
94
Lampiran 25. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,2 N One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 4,00243 0,66707 133,41 0,000 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 4,03743 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --+---------+---------+---------+---- 0 2 0,0500 0,0707 (-*-) 30 2 1,4883 0,0707 (-*-) 60 2 1,9454 0,0707 (-*-) 90 2 1,3688 0,0707 (-*-) 120 2 1,1902 0,0707 (-*-) 150 2 1,1437 0,0707 (-*-) 180 2 1,2959 0,0707 (-*-) --+---------+---------+---------+---- Pooled StDev = 0,0707 0,00 0,60 1,20 1,80 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 0,480791 + 0,0221407 waktu - 0,0001078 waktu**2 S = 0,434778 R-Sq = 48,5 % R-Sq(adj) = 39,1 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 1,95808 0,979042 5,17925 0,026 Error 11 2,07935 0,189032 Total 13 4,03743 Source DF Seq SS F P Linear 1 0,37564 1,23100 0,289 Quadratic 1 1,58244 8,37132 0,015
95
Lampiran 26. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,3 N One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 4,72883 0,78814 157,63 0,000 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 4,76383 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 0 2 0,0500 0,0707 (-*) 30 2 1,1661 0,0707 (-*) 60 2 2,1613 0,0707 (-*-) 90 2 1,4363 0,0707 (-*) 120 2 1,2518 0,0707 (-*-) 150 2 1,1298 0,0707 (-*-) 180 2 1,4484 0,0707 (-*) -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 0,0707 0,00 0,70 1,40 2,10 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 0,385046 + 0,0240454 waktu - 0,0001123 waktu**2 S = 0,458178 R-Sq = 51,5 % R-Sq(adj) = 42,7 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 2,45464 1,22732 5,84642 0,019 Error 11 2,30919 0,20993 Total 13 4,76383 Source DF Seq SS F P Linear 1 0,73742 2,19774 0,164 Quadratic 1 1,71722 8,18010 0,016
96
Lampiran 27. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,4 N One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 2,85468 0,47578 95,16 0,000 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 2,88968 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --+---------+---------+---------+---- 0 2 0,0500 0,0707 (-*-) 30 2 1,3318 0,0707 (--*-) 60 2 1,3505 0,0707 (-*-) 90 2 1,4038 0,0707 (-*-) 120 2 1,3858 0,0707 (--*-) 150 2 1,2981 0,0707 (-*-) 180 2 1,0761 0,0707 (--*-) --+---------+---------+---------+---- Pooled StDev = 0,0707 0,00 0,50 1,00 1,50 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 0,313937 + 0,0231353 waktu - 0,0001084 waktu**2 S = 0,239005 R-Sq = 78,3 % R-Sq(adj) = 74,3 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 2,26132 1,13066 19,7933 0,000 Error 11 0,62836 0,05712 Total 13 2,88968 Source DF Seq SS F P Linear 1 0,66283 3,5719 0,083 Quadratic 1 1,59849 27,9831 0,000
97
Lampiran 28. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 0 % One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 367,1853 61,1976 1,2E+04 0,000 Error 7 0,0350 0,0050 Total 13 367,2203 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 0 2 0,0500 0,0707 * 10 2 7,3290 0,0707 (* 20 2 13,5529 0,0707 * 30 2 15,2299 0,0707 *) 40 2 9,5548 0,0707 * 50 2 4,5426 0,0707 * 60 2 3,1613 0,0707 *) -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 0,0707 0,0 5,0 10,0 15,0 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 0,860078 + 0,814771 waktu - 0,0135936 waktu**2 S = 2,27186 R-Sq = 84,5 % R-Sq(adj) = 81,7 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 310,445 155,223 30,0740 0,000 Error 11 56,775 5,161 Total 13 367,220 Source DF Seq SS F P Linear 1 0,004 0,0001 0,991 Quadratic 1 310,441 60,1473 0,000
98
Lampiran 29. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 0,5 % One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 1035,188 172,531 3,5E+04 0,000 Error 7 0,035 0,005 Total 13 1035,223 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 0 2 0,0500 0,0707 * 10 2 22,1353 0,0707 * 20 2 27,9958 0,0707 * 30 2 24,8088 0,0707 * 40 2 22,3070 0,0707 * 50 2 14,1462 0,0707 * 60 2 19,4018 0,0707 * -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 0,0707 0,0 8,0 16,0 24,0 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 5,69310 + 1,22199 waktu - 0,0182006 waktu**2 S = 5,90934 R-Sq = 62,9 % R-Sq(adj) = 56,1 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 651,10 325,550 9,32264 0,004 Error 11 384,12 34,920 Total 13 1035,22 Source DF Seq SS F P Linear 1 94,579 1,2066 0,294 Quadratic 1 556,520 15,9369 0,002
99
Lampiran 30. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 1 % One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 3738,399 623,066 1,2E+05 0,000 Error 7 0,035 0,005 Total 13 3738,434 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 0 2 0,0500 0,0707 * 10 2 21,9904 0,0707 * 20 2 23,7316 0,0707 * 30 2 44,0587 0,0707 * 40 2 49,2708 0,0707 * 50 2 31,8934 0,0707 * 60 2 47,5065 0,0707 * -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 0,0707 0 15 30 45 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 1,72961 + 1,79512 waktu - 0,0187452 waktu**2 S = 7,57506 R-Sq = 83,1 % R-Sq(adj) = 80,0 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 3107,24 1553,62 27,0753 0,000 Error 11 631,20 57,38 Total 13 3738,43 Source DF Seq SS F P Linear 1 2516,92 24,7258 0,000 Quadratic 1 590,32 10,2877 0,008
100
Lampiran 31. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 1,5 % One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 1049,079 174,847 3,5E+04 0,000 Error 7 0,035 0,005 Total 13 1049,114 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 0 2 0,0500 0,0707 * 10 2 15,2130 0,0707 * 20 2 16,1871 0,0707 * 30 2 17,8948 0,0707 *) 40 2 5,3267 0,0707 * 50 2 26,3709 0,0707 * 60 2 23,2704 0,0707 * -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 0,0707 0,0 8,0 16,0 24,0 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 5,04897 + 0,429119 waktu - 0,0023236 waktu**2 S = 7,19881 R-Sq = 45,7 % R-Sq(adj) = 35,8 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 479,06 239,532 4,62213 0,035 Error 11 570,05 51,823 Total 13 1049,11 Source DF Seq SS F P Linear 1 469,993 9,73873 0,009 Quadratic 1 9,071 0,17503 0,684
101
Lampiran 32. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 2 % One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS F P waktu 6 1332,257 222,043 4,4E+04 0,000 Error 7 0,035 0,005 Total 13 1332,292 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+----- 0 2 0,0500 0,0707 * 10 2 3,9042 0,0707 * 20 2 17,7869 0,0707 * 30 2 25,5891 0,0707 * 40 2 19,7599 0,0707 * 50 2 22,5267 0,0707 * 60 2 26,7846 0,0707 *) -+---------+---------+---------+----- Pooled StDev = 0,0707 0,0 8,0 16,0 24,0 Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = -0,977347 + 1,00382 waktu - 0,0096218 waktu**2 S = 3,79082 R-Sq = 88,1 % R-Sq(adj) = 86,0 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 1174,22 587,109 40,8558 0,000 Error 11 158,07 14,370 Total 13 1332,29 Source DF Seq SS F P Linear 1 1018,68 38,9794 0,000 Quadratic 1 155,53 10,8233 0,007
102
Lampiran 33. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode penyangraian Regression Analysis: DE(%) versus Konsentrasi(N); waktu(menit) The regression equation is DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit) Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,2788 0,1841 -1,51 0,174 Konsentr 1,3941 0,6508 2,14 0,069 waktu(me 0,011085 0,002045 5,42 0,001 S = 0,2911 R-Sq = 82,9% R-Sq(adj) = 78,0% PRESS = 1,46881 R-Sq(pred) = 57,67% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 2,8768 1,4384 16,98 0,002 Residual Error 7 0,5930 0,0847 Total 9 3,4698 Source DF Seq SS Konsentr 1 0,3887 waktu(me 1 2,4881 Unusual Observations Obs Konsentr DE(%) Fit SE Fit Residual St Resid 2 0,000 0,1967 0,7188 0,1841 -0,5221 -2,32R R denotes an observation with a large standardized residual
103
Lampiran 34. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode gelatinisasi Regression Analysis: DE(%) versus Konsentrasi(N); waktu(menit) The regression equation is DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit) Predictor Coef SE Coef T P Constant -10,380 5,584 -1,86 0,105 Konsentr 10,380 3,949 2,63 0,034 waktu(me 1,1822 0,1861 6,35 0,000 S = 8,829 R-Sq = 87,1% R-Sq(adj) = 83,4% PRESS = 1377,23 R-Sq(pred) = 67,43% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 3683,4 1841,7 23,63 0,001 Residual Error 7 545,7 78,0 Total 9 4229,1 Source DF Seq SS Konsentr 1 538,8 waktu(me 1 3144,6
104
Lampiran 35. Gambar produk pati termodifikasi 1. Metode Penyangraian
a. 0 N
b. 0,1 N
c. 0,2 N
d. 0,3 N
e. 0,4 N
30’’ 60’’ 90’’ 120’’ 150’’ 180’’
30’’ 60’’ 90’’ 120’’ 150’’ 180’’
30’’ 60’’ 90’’ 120’’ 150’’ 180’’
30’’ 60’’ 90’’ 120’’ 150’’ 180’’
30’’ 60’’ 90’’ 120’’ 150’’ 180’’
105
2. Metode Gelatinisasi a. 1 %
b. 0,5 %
c. 1 %
d. 1,5 %
e. 2 %
10’’ 20’’ 30’’ 40’’ 50’’ 60’’
10’’ 20’’ 30’’ 40’’ 50’’ 60’’
10’’ 20’’ 30’’ 40’’ 50’’ 60’’
10’’ 20’’ 30’’ 40’’ 50’’ 60’’
10’’ 20’’ 30’’ 40’’ 50’’ 60’’