1
TUGAS REFERAT
UVEITIS
Pembimbing :
dr. Rety Sugiarti, Sp.M
Disusun oleh : Aneta Tria Sari
NIM : 2011730006
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma, neoplasia,
atau proses autoimun. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia
diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara
laki-laki dan perempuan. Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas
akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan
peningkatan tekanan intra okuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat
timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis
yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang
menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.1
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang terletak
antara kornesklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu iris, badan
siliaris,dan koroid.2
Gambar 1 : Anatomi Uvea
Gambar 2 : lapisan 3clera3a tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan skelra, bagian
ini ikut memasok darah ke retina.
3
4
a) Iris
Iris merupakan 4sklera yang berwarna, berbentuk sirkuler yang tengahnya
mempunyai 4sklera bulat yang dinamakan pupil. Pupil berfungi untuk mengatur
cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan merupakan
pemisah antara bilik mata depan dan belakang. Jaringan otot iris tersusun longgar
dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus
pupil (dilator pupil). Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan
antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus
kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.
Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor dan pembuluh darah
disekitar badan siliar disebut sirkulus mayor. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan
endotel yang tidak berlobang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang
disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervi
siliares.3
b) Korpus Siliaris
Korpus siliaris atau badan siliar membentang ke depan dari ujung anterior koroid
ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang
berombak-ombak (pars plikata) dan zona posterior yang datar (pars plana). Processus
siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-
kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks. Kapiler-kapilernya besar dan
berlobang-lobang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara
intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris, yaitu satu lapisan tanpa pigmen di sebelah
dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di
sebelah luar yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Processus
siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk humor
aquaeus.
5
Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler dan radial.
Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula,
yang berorigo di lembah-lembah di antara processus siliaris. Otot ini mengubah
tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai 5cler baik
untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang.
Serat-serat longitudinal muskulus siliaris menyisip ke dalam anyaman-anyaman
trabekula untuk mempengaruhi besar porinya. Pembuluh darah yang mendarahi
korpus siliaris berasal dari lingkar utama iris. Sarar sensorik iris adalah melalui saraf-
saraf siliaris.3
c) Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea di antara retina dan 5sklera. Koroid tersusun
dari tiga lapisan pembuluh darah koroid: besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam
pembuluh darah terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam
pembuluh darah koroid dikenal sebagai khorikapilaris. Darah dari pembuluh darah
koroid dialirkan melalui empat vena korteks, satu di masing-masing kuadran
posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh 5sklera Bruch dan di sebelah luar
oleh 5clera. Ruang suprakoroid terletak di antara koroid dan 5sklera. Koroid melekat
erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus, sedangkan ke anterior, koroid
bersambung dengan korpus siliaris. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi
bagian luar retina.3
Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina dan
5clera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan kecil.
Pada bagian interna koroid dibatasi oleh 5sklera Bruch, sedangkan di bagian luar
terdapat suprakoroidal.4
6
Gambar 3 : Lapisan Koroid
Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal
dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri
mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris
anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri
siliaris posterior longus dan brevis.5
2. Uveitis
a) Definisi
Uveitis merupakan inflamasi pada traktus uvealis. Definisi uveitis yang digunakan
sekarang menggambarkan setiap inflamasi yang tidak hanya melibatkan uvea, tapi
juga struktur lain yang berdekatan dengan uvea.6
b) Epidemiologi
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis
diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-
laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis
nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis
anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.7
c) Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi
secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.8
7
1) Klasifikasi Anatomis
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea
Gambar 4 : klasifikasi uveitis secara anatomis
Gambar 5 : klasifikasi uveitis berdasarkan anatomis lesi
2) Klasifikasi Klinis
a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung
selama < 6 minggu
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan
bersifat asimtomatik
8
3) Klasifikasi etiologis
a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luar tubuh
b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis
- Infeksi yaitu infeksi bakteri (8clera8ast88), jamur (kandidiasis), virus
(herpes zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm
(toksokariasis)
- Uveitis spesifik idiopatik yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan
penyakit sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch)
- Uveitis non-spesifik idiopatik yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam
kelompok di atas.
4) Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel
raksasa multinukleus
Gambar 6 : a.non-granulomatosa, b. granulomatosa
3. Uveitis Anterior
a) Definisi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars
plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan
sclera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau
mengenai badan siliar disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang
disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.9
9
b) Klasifikasi
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yang
berlangsung < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior
kronik yang berlangsung > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-
tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimptomatik.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis yang non-
granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Uveitis non-granulomatosa terutama
timbul di bagian anterior traktus uvealis yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi
radang, dengan terlihatnya infiltrate sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah
cukup banyak dan sedikit 9clera9ast9. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi
mikroba aktif ke jairngan oleh bakteri, dapat mengenai uvea bagian anterior maupun
posterior. Infiktrat dominan sel limfosit, adanya agregasi makrofag dan sel-sel raksasa
multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrun besar atau hipopion di
kornea okuli anterior.9
Perbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
Non-Granulomatosa Granulomatosa
Onset
Nyeri
Fotofobia
Penglihatan kabur
Akut
Nyata
Nyata
Sedang
Tersembunyi
Tidak ada atau ringan
Ringan
Nyata
10
Merah sirkumneal
Keratic precipitates
Pupil
Sinekia posterior
Nodul iris
Lokasi
Perjalanan penyakit
Kekambuhan
Nyata
Putih halus
Kecil dna tidak teratur
Kadang-kadang
Tidak ada
Uvea anterior
Akut
Sering
Ringan
Kelabu besar
(“mutton fat”)
Kecil dan tidak teratur
Kadang-kadang
Uvea anterior, posterior,
difus
Kronik
Kadang-kadanng
c) Etiologi
Bacterial / spirochaeta Virus Jamur Parasit
Atypical mycobacteria
Brucellosis
Cat scratch disease
Leprosy
Leptospirosis
Lyme disease
Propionibacteri-um
Syphilis
Tuberculosis
Whipple’s disease
Cytomegalovirus
Epstein-Barr
Herpes simplex
Herpes zoster
Human T cell leukemia virus
Mumps
Rubeola
Vaccinia
HIV-1
West Nile virus
Aspergillosis
Blastomycosis
Candidiasis
Coccidioido-mycosis
Cryptococcosis
Histoplasmosis
Sporotrichosis
Acanthamoeba
Cystercercosis
Onchocerciasis
Pneumocystis carinii
Toxocariasis
Toxoplasmosis
d) Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti
suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai
11
reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan
tubuh diluar mata. 9
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang
infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan
badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-
partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall). 9
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke
dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama
(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu : 9
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada
jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan
berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut
seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio
pupil.10,11
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh
sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke
bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan
12
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe).
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi
glaukoma sekunder.11
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca)
ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul
tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses). 11
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier. 11
e) Manifestasi klinis
Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi,
fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi
siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus. Deposit
putih halus (keratic 12clera12ast12/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat
dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada
endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi
jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari
kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP
dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuch’s
uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut
maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis
anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan
melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan
berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di
13
kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur. 12
Gambar 8 : Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior
Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa
Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton
fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea.
Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-
nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut
nodul Busacca.12
(a) (b)
Gambar 9 : Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul Koeppe dan Busacca. (b) nodul Busacca pada iris dan mutton-fat KP di bagian inferior
14
Gambar 8 : (c) Anterior uveitis with large collection of cells and a distorted pupil.
f) Diagnosis
1.Anamnesis
Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
segera setelah muncul.
Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang
dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
Kemerahan tanpa 14clera mukopurulen
Pandangan kabur (blurring)
Umumnya unilateral
2. Pemeriksaan oftalmologi
Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
Tekanan 14clera14ast14 (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
Kornea : KP (+), udema stroma kornea
Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion
15
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi
yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat
digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari:
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan
indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang
sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:
0 : tidak ditemukan flare
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris terlihat bersih
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit
terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
Gambar 10 : Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior.
Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat
pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan
bila pasien mengalami iritis berulang.12,13,14
4. Uveitis Intermediate
16
Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah
peradangan intraocular terbanyak kedua. Gejala uveitis intermediet biasanya berupa
floater atau penglihatan kabur, meskipun kadang-kadang penderita mengeluhkan
gangguan penglihatan akibat edema 16clera16 sistoid kronik. Tanda dari uveitis
intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus (vitritis) dengan beberapa sel di COA
dan tanpa lesi inflamasi fundus disertai dengan kondensat viterus yang melayang bebas
seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti
gundukan salju (snow banking).6
Gambar 11 : gambaran pars planitis
5. Uveitis Posterior
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang
meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri
atau secara bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang
atau scotoma, penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada macula
atau papilomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan normal sentral dan
dapat terjadi ablasio retina.6
Gambar 12 : Scars in the choroid as a result of healed posterior uveitis
6. Terapi non spesifik : 15
17
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian
midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk
meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik15
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks,
sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu,
midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun
melepaskan sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
a. Sulfas 17clera17a 1% sehari 3 kali tetes
b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi15
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai
berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang
sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : :
a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d. Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari
sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : 17clera17ast 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang
18
mungkin terjadi, yaitu 18clera18a sekunder pada penggunaan 18cler selama lebih dari
dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.
7. Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior
telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering
diberikan berupa 18clera18ast, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.
Anak : antibiotic topical spectrum luas 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas
harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang
penyebabnya.15
a. Imunosupresan
- Sitostatika
Pengobatan sitostatika digunakan pada uveitis kronis yang refrakter terhadap
steroid. Yang sering dipakai adalah preparat klorambusil 0,1-0,2 mg/kgBB/hari, dosis
klorambusil ini dipertahankan 2 – 3 bulan lalu diturunkan sampai 5 – 8 mg selama 3
bulan16
- Toxoplasmosis
- Sulfadiazin
- Pirimetamin
- Klindamisin
- Spiramisin
- Minosiklin
- Fotokoagulasi
- Acyclovir
8. Terapi terhadap komplikasi
1. Sinekia posterior dan anterior16
19
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu
diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.
2. Glaukoma sekunder9
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis anterior.
Terapi yang harus diberikan antara lain :
a. Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
b. Terapi bedah:
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi,
bila telah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral
Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
Sudut terbuka : bedah filtrasi.
3. Katarak komplikata9
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yan diperlukan
adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta
kemampuan ahli bedah.
10. Komplikasi
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan
hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan
cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out
flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan
midriatika. 9
b. Katarak
20
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan
terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism
lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih
komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola
dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post
operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian
menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior
dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata
dengan uveitis. 9
c. Sinekia posterior à perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior akibat
sel-sel radang, fibrin, dan 20clera20ast. 17
d. Sinekia anterior à perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel radang,
fibrin, dan 20clera20ast. 17
e. Seklusio pupil à perlekatan pada bagian tepi pupil17
f. Oklusio pupil à seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang17
g. Endoftalmitis à peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di
dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari peradangan yang meluas. 17
h. Panoftalmitis à peradangan pada seluruh bola mata termasuk 20clera dan kapsul
tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses. 17
i. Ablasio retina16
11. Prognosis
Dengan pengobatan, uveitis non-granulomatosa umumnya berlangsung beberapa
hari sampai minggu dan sering kambuh. Uveitis granulomatosa berlangsung berbulan-
bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi, dan dapat
menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan penglihatan nyata walau dengan
pengobatan yang terbaik.
21
BAB III
SIMPULAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis
dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis,
etiologis, dan patologis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan
parasit. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki visual acuity,
meredakan nyeri pada ocular, menghilangkan inflamasi ocular atau mengetahui asal dari
peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.
Komplikasi terbanyak dari uveitis yaitu glaukoma, katarak, sinekia anterior, sinekia
posterior. Prognosis dari uveitis biasanya terjadi kekambuhan dan berlangsung beberapa
hari sampai minggu.
21