REFERAT
Gangguan Keseimbangan Asam Basa
dan Elektrolit
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara
Nama : Putri Azka Rinanda, S.Ked
NIM : 090610041
Preseptor : Dr. Suhaemi, SpPD, Finasim
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MALIKUSSALEH BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA ACEH UTARA TAHUN AJARAN
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan referat
yang berjudul “Gangguan Keseimbangan Asam Basa Dan Elektrolit” dapat saya
selesaikan penulisannya dalam rangka memenuhi salah satu tugas sebagai ko-
asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam di Rumah Sakit Umum Cut Meutia.
Dalam menyelesaikan tugas ini, saya mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Suhaemi, Sp.PD, Finasim selaku pembimbing dalam penulisan referat dan
sebagai pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini. Apabila terdapat
kekurangan dalam menyusun referat ini, saya akan menerima kritik dan saran.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Lhokseumawe, Mei 2014
Putri Azka Rinanda, S. Ked
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
2.1 Asam Basa...................................................................................... 4
2.2 Mekanisme Kompensasi................................................................. 5
2.3 Gangguan Keseimbangan Asam Basa ........................................... 10
2.3.1 Asidosis................................................................................. 13
2.3.2 Alkalosis............................................................................... 24
2.4 Keseimbangan Elektrolit................................................................ 24
2.4.1 Natrium.................................................................................. 29
2.4.2 Kalium................................................................................... 38
2.4.3 Kalsium.................................................................................. 46
2.4.4 Magnesium............................................................................ 57
2.4.5 Klorida................................................................................... 60
BAB 3. PENUTUP ......................................................................................... 64
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hydrogen
([H+]). Pada cairan tubuh asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme
yang normal. Meskipun terbentuk banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun
[H+] cairan tubuh tetap rendah. Kadar H normal dari arteri adalah 4 x 10-8 mEq/L
atau sekitar 1 per sejuta dari kadar Na+. meskipun rendah, kadar [H+] yang stabil
perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi
(naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel sehingga merubah seluruh
fungsi sel dan tubuh. Karena konsentrasi ion hydrogen normalnya adalah rendah
dan karena jumlahnya yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion
hydrogen disebut dalam skala logaritma dengan menggunakan satuan pH. 1,3
Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hydrogen
dan pembuangan ion hydrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal
memainkan peranan kunci dalam pengaturan konsentrasi ion hydrogen. Terdapat
juga mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-
paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hydrogen normal dalam
cairan ekstraseluler dan intraseluler. 1,3
Gangguan keseimbangan asam basa disebut dengan istilah asidosis bila pH
darah bersifat asam dan alkalosis jika pH darah bersifat basa. Tergantung proses
primernya dapat dibagi menjadi asidosis atau alkalosis respiratorik (proses
primernya pada pernapasan) dan asidosis atau alkalosis metabolic (proses
primernya adalah gangguan metabolic). Akhiran osis pada asidosis ataupun
alkalosis menunjukkan proses primer yang menghasilkan asam atau basa tanpa
melihat nilai pH darah. Pada asidosis atau alkalosis ringan yang terkompensasi
sempurna, pH darah dapat tetap normal. Pada setiap gangguan keseimbangan
asam basa, selalu akan diikuti kompensasi untuk mempertahankan pH normal.
Kompensasi dari asidosis respiratorik adalah alkalosis metabolic, sedangkan
kompensasi dari alkalosis respiratorik adalah asidosis metabolic dan demikian
juga sebaliknya. 4,5
Elektrolit merupakan molekul ionisasi yang ditemukan dalam darah,
jaringan dan sel-sel tubuh. molekul ini, baik bemuatan positif (kation) dan negatif
(anion), mengkonduksi aliran listrik serta membantu keseimbangan Ph dan nilai
asam basa dalam tubuh. elektrolit juga memfasilitasi aliran cairan diantar dan
didalam sel melalui proses yang dikenal sebagai osmosis, serta berperan dalam
fungsi regulasi sistem neuromuscular. 12,13
Gangguan elektrolit merupakan ketidakseimbnagan antara garam ionisasi
tertentu ( seperti natrium, kalium, dan magnesium) dalam darah.
Obat-obatan, penyakit kronik dan trauma (seperti luka barar, fraktur, dan
lain-lain) dapat menyebabkan konsentrasi elektrolit tertentu dalam tubuh (hiper-)
atau terlalu rendah (hipo-). Jika hal ini terjadi dapat menghasilkan
ketidakseimbangan atau gangguan eketrolit. 12,13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam dan Basa
Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepaskan ion hidrogen ke suatu
larutan atau ke senyawa biasa. Sedangkan basa adalah senyawa kimia yang
menerima ion hidrogen. Adapun beberapa definisi oleh para pakar dimana
menurut Bronsted-Lowry, Asam didefinisikan sebagai senyawa kima yang dapat
bertindak sebagai proton donor (H+), sedangkan basa adalah senyawa kimia yang
dapat bertindak sebagai akseptor proton. Dalam solusi fisiologis, mungkin lebih
baik menggunakan definisi dari Arrhenius, dimana dia mendefinisikan asam
sebagai senyawa yang mengandung hidrogen dan bereaksi dengan air untuk
membentuk ion hidrogen dan basa adalah senyawa yang menghasilkan ion
hiroksida dalam air. 1,2
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya HCl. Asam lemah
mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk berdisosiasikan ion-ionnya dan
oleh karena itu kurang melepaskan H+, contohnya adalah H2CO3. 1
Basa kuat adalah suatu basa yang secara cepat dan kuat dengan H+ dan
oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contohnya adalah
ion hirdoksil (OH-) yang bereaksi dengan cepat membentuk air (H2O). Basa lemah
adalah basa yang secara lemah bereaksi dengan ion H+, contohnya adalah HCO3-.1
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H+
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H+ terutama diperoleh dari aktivitas metabolik tubuh. H+ secara
normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi H+
dan bikarbonat.
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organik pada metabolismme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan laktat, sebagian asam ini
akan berdisosiasi melepaskan ion H+. 1,2
Fluktuasi konsentrasi ion H+ dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain :
1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot. Pada asidosis terjadi depresi
susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hiperekstabilitas.
2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. Mempengaruhi konsentrasi ion K+
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H+ maka tubuh berusaha mempertahankan
ion H+ seperti semula dengan cara:
1. Mengaktifkan sistem buffer
2. Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem pernapasan.
3. Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem ginjal. 1,2
2.2 Mekanisme Kompensasi
Respon fisiologis untuk mengubah H+ dikarakteristikan oleh 3 fase, yaitu;
1. Body buffer
Fisiologis dari buffer penting pada manusia termasuk bikarbonat
(H2CO3/HCO3-), hemoglobin (HbH/Hb-), protein intraseluler lainnya
(PrH/Pr), fosfat (H2PO4-/HPO4
2-) dan ammonia (NH3/NH4+). Efektivitas
dari buffer ini pada berbagai kompertemen cairan berhubungan dengan
konsentrasi mereka. Bikarbonat merupakan buffer yang paling penting
dalam kompartemen cairan ekstraseluler. Hemoglobin, meskipun dibatasi
oleh sel darah merah, juga berfungsi sebagai buffer yang penting dalam
darah. Protein lain mungkin memainkan peran utama dalam buffer pada
kompartemen cairan intraseluler. Ion fosfat dan ammonium merupakan
buffer yang penting pada urine. 3,4
Bikarbonat
Meskipun dalam arti yang ketat, buffer bikarbonat terdiri dari
H2CO3 dan HCO3-, tekanan CO2 dapat menggantikan H2CO3
karena:
H2O + CO2 ↔ H2CO3 ↔ H+ +HCO3-
Hidrasi CO2 dikatalis oleh karbonat anhidrase, jika penyesuaian-
penyesuaian yang dibuat untuk buffer bikarbonat dan jika koefisien
kelarutan untuk CO2 dipertimbangkan, persamaan Henderson-
Hasselbach untuk bikarbionat dapat ditulis sebagai berikut:
pH = Pk´+ (¿¿)
dimana pK´= 6,1
Dicatat bahwa Pk yang baik dihapus dari pH arteri normal
7,40 yang berarti bahwa bikarbonat tidak akan diharapkan untuk
menjadi buffer ekstraseluler yang efesien. Sistem bikarbonat
bagaimanapun penting karena dua alasan:
1. Bikarbonat hadir dalam konsentrasi tinggi yang relatif pada
cairan ekstreseluler.
2. Lebih penting lagi, PaCO2 dan plasma [HCO3-] diatur secara
ketat oleh paru-paru dan ginjal.
Kemampuan dua organ ini untuk mengubah rasio
[HCO3-/PaCO2 memungkinkan mereka untuk mengerahkan
pengaruh penting teradap pH arteri.
Derivasi sederhana dan lebih praktis dari persamaan
Henderson-hasselbach untuk buffer bikarbonat adalah sebagai
berikut :
[H+] = 24 x PaCO2
(HCO3-)
Harus ditekankan bahwa buffer bikarbonat efektif terhadap metabolisme
tetapi tidak pada gangguan asam basa pernapasan. 1,3,4,5
2. Kompensasi Respiratorik
Perubahan pada ventilasi alveolar berespon terhadap kompensasi
respiratorik dari PaCO2 pada brainstem. Respon reseptor ini untuk mengubah pH
dari cairan CSF. Minute ventilation meningkat 1-4 L/menit untuk setiap (akut) 1
mmHg peningkatan PaCo2. Kenyataannya, paru-paru berespon untuk eliminasi
dari 15 mEq produksi CO2 setiap harinya sebagai hasil sampingan karbohidrat dan
metabolisme lemak. Respon kompensasi respiratorik juga penting dalam
melindungi penanda perubahan pH selama gangguan metabolik.
Disamping itu kemoreseptor pada arkus aorta dan sinus carotid yang
mengatur frekuensi dan dalamnya nafas juga dipengaruhi oleh perubahan O2, pH
dan CO2 dalam darah. Kompensasi respiratori dalam mempertahankan
keseimbangan asam basa adalah dengan pengaturan konsentrasi CO2 cairan
ekstraseluler oleh paru. Dengan menyesuaikan PCO2 meningkat atau menurun,
paru secara efektif akan mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler.
Peningkatan ventilasi akan mengurangi CO2 dan mengurangi konsentrasi ion
hidrogen demikian juga sebaliknya.
Pengaturan konsentrasi ion hidrogen dengan ventilasi paru ini diatur oleh
sistem sirkulasi darah. Bila terjadi kenaikan pCO2, CO2 akan bereaksi dengan H2O
dan menghasilkan ion H+. Ion H+ ini akan merangsang kemoreseptor diarkus aorta
dan sinus carotid, kemudian N.IX dan X akan mengirimkan sinyal ke pusat
pernapasan untuk meningkatkan ventilasi. Akibatnya, kadar CO2 berkurang dan
pH bertambah.
Selain CO2, penurunan kadar oksigen (hipoksemia) yaitu bila pO2 < 60
mmHg juga menstimulasi reseptor sinus carotid. Dan ion H+ dari produksi asam
(misalnya asam laktat) selain hasil disosiasi CO2 juga bisa merangsang
kemoreseptor perifer
Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolik
Penurunan ph darah arteri menstimulasi pusat pernapasan pada
brainsterm. Hasil peningkatan ventilasi alveolar menurunkan PaCO2 dan
cenderung untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal.
Kompensasi respiratorik dalam alkalosis metabolik
Peningkatan pH arteri menekan pusat pernapasan. Hasil dari
hipoventilasi alveolar cenderung meningkatkan PaCO2 dan
mengembailkan pH arteri kenilai normal. 6,7
3. Kompensasi Ginjal
Regulasi ginjal untuk mengatur keseimbangan asam basa dilakukan dengan
mengeluarkan urine yang asam atau basa. Pengeluaran urine asam akan
mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH.
Sedangkan pengeluran urine basa akan menghilangkan basa dari cairan
ekstraseluler dan menurunkan pH. 6,7
Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga
mekanisme, yaitu sekresi ion hdrogen dan reabsorbsi ion bikarbonat, asidifikasi
buffer dan eksresi ammonia. 6,7
Kompensasi Ginjal selama Asidosis
Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah:
- Peningkatan reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi
- Peningkatan eksresi titrable acids
- Peningkatan produksi ammonia
Kompensasi ginjal selama alkalosis
Jumlah HCO3- yang banyak secara normal difiltrasi dan kadang-
kadang direabsorbsi karena ginjal butuh eksresi bikarbonat dalam
jumlah yang banyak jika dibutuhkan. Sebagai hasilnya, ginjal sangat
efektif dalam proteksi terhadap keadaan metabolic alkalosis yang secara
umum terjadi karena defisiensi sodium atau mineral kortikoid berlebih.
Deplesi dari sodium akan menurunkan volume cairan ekstraseluler dan
meningkatkan reabsorbsi Na+ dari tubulus proksimal ginjal. 6,7
2.3 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena
perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ. 6
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan
asam-basa darah: . 7
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang
dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu
penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu
larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat.
Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan
karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke
dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih
sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah,
maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting
dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah
membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut
dikeluarkan (dihembuskan). 6,7
Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang
dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika
pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi
lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan
darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman
pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah
menit demi menit. 6,7
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH
tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan
asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis. 6,7
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung
asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan
menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih
merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis
merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik,
tergantung kepada penyebab utamanya. 3
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh
ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan. 3,4
2.3.1 Asidosis
a. Definisi
Asiodos adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam
darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana
tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa.
Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi sistem organ tubuh manusia.
Gangguan keseimbangan ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar
yaitu metabolik dan respiratorik. Ginjal dan paru merupakan dua organ yang
berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini. 5
b. Patogenesis
Pada keadaan asidosis yang berperan adalah sistem buffer (penyangga)
pada referensi ini akan dibahas tentang sistem buffer bikarbonat. Sistem
penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung bikarbonat yang
terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu asam lemah (H2CO3) dan
garam bikarbonat seperti NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi
CO2 dengan H2O.
CO2 + H2O <—-> H2CO3
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali
bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding
alveoli paru dimana CO2 dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel
epitel tubulus ginjal dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3
H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3-
H2CO3 <—-> H+ + HCO3-
Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara
dominan sebagai Natrium Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler.
NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap untuk membentuk ion-ion bicarbonat
(HCO3-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :
NaHCO3 <—-> Na+ + HCO3-
Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan sebagai
berikut :
CO2 + H2O <—-> H2CO3 <—-> H+ + HCO3- + Na+
Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat
bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat,
peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :
H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk. Meningkatkan
produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari
asam kuat HCl, bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat
lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O. CO2 yang
berlebihan sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO2 dari cairan
ekstraseluler. Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh. 3,5
1. Asidosis Metabolik . 8
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring
dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh
terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat
dan berakhir dengan keadaan koma. 8
a. Etiologi 7
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok
utama:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau
suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan
asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol
kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan
asidosis metabolik.
2.Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.
Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari
beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika
diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan
pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam
dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa
menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi
ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita
gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam.
Secara umum, Penyebab utama dari asidois metabolik:
- Gagal ginjal
- Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
- Ketoasidosis diabetikum
- Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
- Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamiatau amonium klorida
- Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena
diare, ileostomi atau kolostomi.
Beberapa penyebab yang sering terjadi pada keadaan asidosis metabolik :
Asidosis di Tubulus Ginjal . 8
Asidosis tubulus renalis (ATR) atau Renal tubular acidosis (RTA) adalah
suatu penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Menurut
sejumlah literature ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong
penyakit langka, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis
sering terlambat. Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau reabsorbsi
bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya. Gangguan reabsorbsi bikarbonat
tubulus ginjal menyebabkan hilangnya bicarbonat dalam urine atau
ketidakmampuan mekanisme sekresi Hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai
keasaman urin yang normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis. Dalam
keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan
membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang
bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga
hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan
asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat
keasamannya menjadi di atas ambang normal. Diduga penyakit ini disebabkan
faktor keturunan atau bisa timbul akibat obat-obatan, keracunan logam berat atau
penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren).
Sejauh ini dunia kedokteran belum menemukan obat atau terapi untuk
menyembuhkannya, karena penyakit ini tergolong sebagai kerusakan organ tubuh,
sepertipenyakit diabetes mellitus (akibat kerusakan kelenjar insulin).
Sementara ini penanganan ATR baru sebatas terapi untuk mengontrol
tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat
bersifat basa (alkalin) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat
keasaman netral, seperti pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif
natrium bikarbonat (bicnat).
Diare . 2
Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang paling sering.
Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar natrium bicarbonat ke dalam feses,
sekresi gastrointestinal secara normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan
diare ini menyebabkan hilangnya ion bicarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis
metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian terutama pada
anak-anak.
Diabetes Melitus 2
Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas
yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme.Ini terjadi karena
adanya pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme
oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang
berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga
menyebabkan asidosis metabolik yang berat.
Penyerapan Asam 2
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan
tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh
keracuan asam tertentu antara lain aspirin dan metil alkohol.
Gagal Ginjal Kronis 2
Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam
lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan
laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4 + yang mengurangi
jumlah bikarbonat.
b. Gejala Klinis 4
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya
penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam
atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal
ini. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan
yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok,
koma dan kematian.
c. Diagnosa 4
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH
darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah
arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur
pH darah. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon
dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan
untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang
tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang
tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis
metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang
dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air
kemih.
d. Penatalaksanaan 4
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai
contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi
denganmembuang bahan racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu
dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis
metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang
diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Koreksi asidosis metabolik dapat dilakukan dengan rumus yaltu:
1. (Ki - Ku) x BB x 0.6 = mEq NaHCO3.
Ki = kadar bikarbonat yang ingin dicapai
Ku = kadar bikarbonat terukur saat itu.
1. Asidosis Respiratorik . 10
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru
yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan
mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika
terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Keadaan ini
timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO2 hasil metabolisme
(keadaan hipoventilasi). Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3 dan
konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.
a. Etiologi
Penurunan pernapasan . 10
Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam
menstimulus inhalasi dan ekhalasi. Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh
melalui zat/agen kimia dan kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat
terjadi sebagai hasil agen anastesi, obatobatan (narkotik) dan racun dimana
merintangi darah menuju ke otak dan langsung menghalangi depolarisasi.
Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan
hiperkalemi) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat neuron
respiratorik juga akan mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung
kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan hypoksia sampai
iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan neuron untuk
membangkitkan dan mengirimkan impuls ke otot skeletal yang membantu dalam
respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila
terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial.
Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan,dimana
menekan pusat pernapasan (batang otak). Trauma spinal cord, penyakit tertentu
seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan diaxon dan penyakit lain
seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu tranmisi
impuls nervous ke otot skele.
Inadequatnya Ekspansi Dada 10
Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga
dada sehingga terjadi pernapasan. Beberapa kondisi membatasi ekspansi dada
sehingga menghasilkan inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat
dan pusat pesan sudah dimulai dan transmisi yang tepat. Beberapa orang
mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama
periode istirahat sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun
meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan
permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya,
hasilnya acidemia. Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat dihasilkan dari trauma
skeletal atau deformitas, kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang
membatasi perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan
tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada.
Struktur tulang dada yang tidak berbentuk serasi dapat membentuk deformasi
pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru.
Deformitas skeletal mungkin congenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang
( seperti skoliosis, osteogenesis imperfecta dan syndrome Hurler’s) atau hasil
yang tidak seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel
kanker). Kondisi kelemahan otot respirasi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan.
Obstruksi jalan napas 10
Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui
bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran
gas yang tidak efektif, retensi CO2 dan acidemia. Jalan napas bagian atas dan
bawah dapat terobstruksi secara internal dan eksternal. Kondisi eksterna yang
menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah
leher, pembesaran nodus lympa regional. Sedangkan kondisi internal yang
menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada
saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada
jaringan luminal. Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui kontriksi
otot halus, pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan.
Kondisi umum yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah
yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi (bronchitis, emphysema
dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok, debu batu
bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang
mencapai jalan napas bagian bawah.
Gangguan difusi alveolar-kapiler 10
Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan
membrane kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses
difusi karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat
terjadi pada membran alveolar, membran kapiler atau area diantara keduanya.
Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat
pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasikan
CO2.
b. Manifestasi Klinik
Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan
Pernapasan dangkal
Dyspnea
Pusing
Convulsi
Letargi
Kelemahan
sakit kepala
c. Penatalaksanaan 5
Asidosis respiratorik biasanya juga disertai asidosis metabolik ringan,
karena hipoksia akan menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat dan asam
organik lainnya dalam cairan ektraselular. Koreksi cairan perlu disertai
pemeriksaan pH dan analisis gas darah. Pengobatan yang tepat adalah
memperbaiki ventilasi dengan respirator. Pengobatan dengan natrium bikarbonat
kurang tepat, karena tindakan ini malahan akan menyebabkan hiperosmolalitas
dan gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, disamping usaha untuk
meningkatkan pCO2 dalam darah. Pemberian amonium kiorida tidak dianjurkan.
Bernapas dalam sungkup yang dipasang di wajah (rebreathing,) dapat mengurangi
gejala dan kehilangan CO2 pada hiperventilasi akut.
2.3.2 Alkalosis
a. Definisi
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan peningkatan pH darah.
b. Etiologi
1. Alkalosis respiratori yang disebabkan rendahnya tingkat karbon.
Berada dalam tekanan tinggi atau memiliki penyakit yang
menyebabkan bekurangnya kadar oksigen dalam darah dapat
mengakibatkan jantung bernafas lebih cepat (hiperventilate), yang
menurunkan kadar karbondioksida.
2. Metabolik alklosis yang disebabkan oleh terlalu banyak bicarbonat di
darah.
3. Hypokelemik alkalosis disebabkan oleh respon ginjal terhadap
kurangnya atau hilangnya potassium, yangg dapat muncul ketika
seseorang mengambil pengobatan diuretik.
4. Hipochloremik alkalosis disebabkan oleh kurangnya atau hilangnya
klorit, yang muncul disertai dengan muntah berkepanjangan.
1. Alkalosis Respiratorik 4
a. Definisi
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi
basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan
kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
b. Etiologi
Penyebab :Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi,
yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang
dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering
ditemukan adalah kecemasan.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
- rasa nyeri
- kadar oksigen darah yang rendah
- demam
- overdosis aspirin
c. Manifestasi Klinis 8
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. keadaannya
makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
d. Diagnosa 6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar
karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering meningkat.
e. Penatalaksanaan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah
memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan,
memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini.Jika penyebabnya
adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas
dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu
meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali
karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan
nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan
kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu
rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat,
gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan
penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.
2. Alkalosis Metabolik 6
a. Definisi :
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan
basa karena tingginya kadar bikarbonat.
b. Etiologi
Penyebab Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak
asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode
muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang
lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah
pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium
dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam
mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
c. Penatalaksanaan
Pengobatan alkalosis metabolik adalah dengan pemberian ainonium
kiorida dengan dosis dihitung menurut rumus:
Amonium kiorida yang diperlukan (mEq) = (Ki - Ku) x BB x fd
Keterangan:
Ki = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan
Ku = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur
BB = berat badan dalam kg
Fd = faktor distribusi dalam tubuh, untuk ainonium kiorida adalah 0.2 -0.3
2.4 Keseimbangan Elektrolit
Elektrolit adalah senyawa didalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bermuatan ( ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut
kation. Dan ion bemuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut
sebagai elektronetralitas. 12,15
Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak
gangguan. Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah penting bagi
kelangsungan hidup organisme. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi
beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit
mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3).
Pemerikasaan keempat elektrolit tersebut dalam klinis disebut sebagai “profil
elektrolit”. 12,14,16
Tabel 1. Kadar elektrolit dalam cairan Ekatrasel dan Intrasel
2.4.1 Natrium
A. Fisiologi Natruim
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa
mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14
mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik didalam
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium klorida (NaCl) dan
natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan
ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium. 14
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh
keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan
ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transport aktif dari natrium keluar
sel yang bertukar dengan masuknya kalium kedalam sel (pompa Na+ K+).14 Kadar
natrium dalam cairan ekstrasel dan cairan intrasel dapat dilihat pada tabel berikut.
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran natrium yang masuk
dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui
epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui
ginjal atau saluran cerna atau keringat dikulit. Pemasukan dan pengeluaran
natrium perhari mencapai 48-144 mEq. 14
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang
dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna
bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorbsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L. 15,16
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida.
Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah
pengeluaran keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar
pada lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam. Eksresi natrium terutama
dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan untuk mempertahankan
homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan volume
cairan tubuh. natrium difiltrasi bebas diglomelurus, direabsorbsi secara aktif 60-
65% ditubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorbsi
secara pasif, sisanya direabsorbsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%)
dan duktus koligentes (4%). Sekresi natrium diurine <1%. Aldosteron
menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorbsi natruim bersama air secara pasif
dan mensekresi kalium pada sistem rennin-angiotensin-aldosteron untuk
mempertahankan elektroneutralitas. 12,15
Tabel 2. Nilai Rujukan Natrium
B. Gangguan Keseimbangan Natrium
1. Hipernatremia
Respon fisiologis hipernatremi adalah meningkatnya pengeluaran ADH
dari hypothalamus sehingga ekresi urin berkurang oleh karena saluran-air (AQP2)
dibagian apikal duktus kolingentes bertambah (osmolalitas urine bertambah)
a. Etiologi
Adanya defisit cairan tubuh akibat defisit air melebihi ekresi natrium atau
asupan air berkurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit
melalui “isensible water loss” atau keringat, osmotik diare akibat
pemberian laktulosa atau sorbitol, diabetes insipidus sentral maupun
nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa atau manitol. Gangguan pusat
rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular. Deplesi
volume dan defisit cairan menyebabkan ekresi Na dalam urin rendah
sehingga kadarnya kurang dari 25 mEq/L. 18
Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh misalnya
koreksi bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolik. Pada keadaan ini
tidak terjadi deplesi volume sehingga natrium yang berlebihan akan
diekresikan dalam urine menyebabkan kadar Na dalam urine lebih dari
100 mEq/L. 18
Masuknya air tanpa elektrolit dalam sel. Misalnya pada latihan olahraga
yang berat, asam laktat dalam sel meningkat sehingga osmolalitas sel juga
meningkat dan air dari ekstrasel akan masuk kedalam intrasel. Biasanya
kadar natrium akan kembali normal dalam waktu 5-15 menit setelah
istirahat.
Manusia dalam keadaan normal tidak akan pernah mengalami
hipernatremi, karena respon haus yang timbul akan dijawab dengan asupan air
yang meningkat sehingga tidak terjadi hipernatremia. Hipernatremia terjadi bila
kekurangan air tidak diatasi dengan baik misalnya pada orang dengan usia lanjut,
diabetes insipidus (volume urine dapat >10L). 18
b. Gejala klinis
Gejala klinis pada hipervolemia timbul pada keadaan peningkatan plasma
secara akut hingga diatas 158 meq/L. Gejala yang ditimbulkan akibat mengecilnya
volume otak oleh karena air keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini
menimbulkan robekan pada vena menyebabkan perdarahan lokal diotak dan
perdarahan subarahnoid. Gejala dimulai dari letargi, lemas, kejang dan akhirnya
koma. Kenaikan akut diatas 180 meq/L dapat menimbulkan kematian. 18
c. Penatalaksanaan
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiololgi
hipernatremia. Sebagian besar penyebab hipetnremia adalah defisit cairan tanpa
elektrolit akibat koreksi air yang tidak cukup akan kehilangan cairan tanpa
elektrolit melalui saluran cerna, urin, atau saluran napas.
Setelah etiologi ditetapkan, langkah berikutnya adalah mencoba
menurunkan kadar natrium dalam plasma kearah normal. Pada diabetes
insipidus,sasaran pengobatan adalah mengurangi volume urine (desmopresin pada
diabetes insipidus sentral atau diuretic tiazid, mengurangi asupan garam atau
protein pada disbetes insipidus nefrogenik. Bila penyebabnya adalah asupan
natrium berlebihan, pemberian natrium dihentikan. 18
2. Hiponatremi
a. Definisi
Hiponatremi (kadar natrui darah yang rendah) adalah konsentrasi natruim
yang lebih kecil dari 136 mEq/L darah. 14.18
b. Etiologi
Respon fisiologi dari hiponatermia adalah tertekannya pengeluaran ADH
dari hipotalamus sehingga ekresi urine meningkat oleh karena saluran air (AQP2)
dibagian apikal duktus koligentes berkurang (osmolaritas urine rendah).
Hiponatermi terjadi bila:
Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan eksresi
Ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan
melalui saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH
( syndrome of inappropriate ADH-secretion).
Konsentrasi natrium darah menurun jika natrium telah dilarutkan terlalu
banyaknya air dalam tubuh. Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang
minum air dalam jumlah yang sangat banyak (seperti yang kadang terjadi pada
kelainan psikis tertentu) dan pada penderita yang dirawat di rumah sakit, yang
menerima sejumlah besar cairan intravena. 14,18
Jumlah cairan yang masuk melebihi kemampuan ginjal untuk membuang
kelebihannya. Asupan cairan dalam jumlah yang lebih sedikit (kadang sebanyak
1L/hari), bisa menyebabkan hiponatremia pada orang-orang yang ginjalnya tidak
berfungsi dengan baik, misalnya pada gagal ginjal. 14,18
Hiponatremia juga sering terjadi pada penderita gagal jantung dan sirosis
hati, dimana volume darah meningkat.Pada keadaan tersebut, kenaikan volume
darah menyebabkan pengenceran natrium, meskipun jumlah natrium total dalam
tubuh biasanya meningkat juga. 14,18
Hiponatremia terjadi pada orang-orang yang kelenjar adrenalnya tidak
berfungsi (penyakit Addison), dimana natrium dikeluarkan dalam jumlah yang
sangat banyak. Pembuangan natrium ke dalam air kemih disebabkan oleh
kekurangan hormon aldosteron. 14,18
Penderita Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretik Hormone
(SIADH) memiliki konsentrasi natrium yang rendah karena kelenjar hipofisa di
dasar otak mengeluarkan terlalu banyak hormon antidiuretik.
Hormon antidiuretik menyebabkan tubuh menahan air dan melarutkan sejumlah
natrium dalam darah.
Penyebab SIADH:
- Meningitis dan ensefalitis
- Tumor otak
- Psikosa
- Penyakit paru-paru (termasuk pneumonia dan kegagalan pernafasan akut)
- Kanker (terutama kanker paru dan pankreas)
- Obat-obatan:
Chlorpropamide (obat yang menurunkan kadar gula darah)
Carbamazepine (obat anti kejang)
Vincristine (obat anti kanker)
Clofibrate (obat yang menurunkan kadar kolesterol)
Obat-obat anti psikosa
Aspirin, ibuprofen dan analgetik lainnya yang dijual bebas
Vasopressin dan oxytocin (hormon antidiuretik buatan). 18, 20, 21
c. Gejala Klinis
Beratnya gejala sebagian ditentukan oleh kecepatan menurunnya kadar
natrium darah. Jika kadar natrium menurun secara perlahan, gejala cenderung
tidak parah dan tidak muncul sampai kadar natrium benar-benar rendah.Jika kadar
natrium menurun dengan cepat, gejala yang timbul lebih parah dan meskipun
penurunannya sedikit, tetapi gejala cenderung timbul. 18, 21
Otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi natrium darah. Karena
itu gejala awal dari hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun
seperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali).
Sejalan dengan makin memburuknya hiponatremia, otot-otot menjadi kaku dan
bisa terjadi kejang. Pada kasus yang sangat berat, akan diikuti dengan stupor
(penurunan kesadaran sebagian) dan koma. 18,21
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-
gejalanya.
Hiponatremia akut : diartikan sebagai kejadian hiponatremia dalam jangka
waktu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan
dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat
yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran. Edema otak
yang terjadi, dibatasi oleh kranium disekitarnya, yang mengakibatkan
terjadinya hipertensi intrakranial dengan resiko brain injury. 18
Hiponatremia kronik: diartikan sebagai keadaan hiponatremia dalam
jangka waktu yang lebih dari 48 jam. Gejala yang timbul tidak berat
karena ada proses adaptasi. Pada keadaan ini, cairan akan keluar dari
jaringan otak dalam beberapa jam. Gejala yang timbul hanya berupa lemas
dan mengantuk, bahkan dapat tanpa gejala. Keadaan ini dikenal juga
dengan hiponatremia asimtomatik. Namun perlu diperhatikan pada proses
adaptasi ini dapat menjadi proses yang berlebihan yang berisiko terjadinya
demielinisasi osmotik. 18
e. Penatalaksanaan
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari sebab terjadinya
hiponatremia dengan cara:
- Anamnesis yang teliti (antara lain riwayat muntah, penggnaan diuresis,
penggunaan manitol)
- Pemeriksaan fisik yang teliti (antara lain apakah ada tanda hipovolemi
atau tidak)
- Pemeriksaan gula darah, lipid darah
- Pemeriksaan osmolalitas darah (antara lain osmolalitas rendah atau
tinggi)
- Pemeriksaan osmolalitas urin atau dapat juga dengan memeriksa Berat
jenis urine (interpretasi terhadap adakah ADH yang meningkat atau
tidak, gangguan pemekatan)
- Pemeriksaan natrium, kalium dan klorida dalam urine untuk melihat
jumlah eksresi eletrolit dalam urine.
- Langkah selanjutnya adalah melakukan pengobatan tepat sasaran.
Perlu dibedakan apakah kejadian hiponatremi akut atau kronik
- Tanda atau penyakit lain yang menyertai hiponatremia perlu dikenali
(deplesi volume, dehidrasi, gagal jantung, gagal ginjal)
- Hiponatremi akut : koreksi Na dilakukan secara cepat dengan
dilakukan pemberian natrium hipertonik intravena. Kadar natrium
plasma dinaikkan sebanyak 5 mEq/L dari kadar natrium awal dalam
waktu 1 jam. Setelah itu, kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1
mEq/L setiap 1 jam sampai kadar natrium darah mencapai 130 meq/L.
Rumus yang dipakai untuk mengetahui jumlah natrium dalam larutan
hipertonik yang diberikan adalah:
0,5 x Berat Badan (Kg) x delta Na
Delta Na: selisih antara kadar natrium yang diinginkan dengan
kadar natrium awal.
- Hipenatrium kronik : koreksi Na dilakukan secara perlahan yaitu
sebesar 0,5 mEq/L setiap 1 jam, maksimal 10 mEq/L dalam 24 jam.
Bila delta Na sebesar 8 mEq/L, dibutuhkan waktu pemberian selama
16 jam. Rumus yang dipakai adalah sama dengan yang diatas. Natrium
yang diberikan dapat dalam bentuk hipertonik intravena atau natrium
oral. 18
2.4.2 Kalium
A. Fisiologi Kalium
Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam
tubuh dan terbanyak berada di intrasel. Kalium berfungsi dalam sintesis protein,
kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormon, transpot cairan, dan
perkembangan janin. Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam
cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi
kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang
dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). 22
Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah
kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium
pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak. Perbedaan
kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial dipengaruhi oleh
keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel dengan
cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke
dalam sel bertukar dengan natrium). Jumlah kalium dalam tubuh merupakan
cermin keseimbangan kalium yang masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui
saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada
keadaan normal mengkonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan
konsumsi natrium). Kalium difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70- 80%)
direabsorpsi secara aktif maupun pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi
bersama dengan natrium dan klorida di lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari
tubuh melalui traktus gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai
90%. dan cairan interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan,
sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah
akibat adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan
natrium). Kadar kalium plasma kurang dari 3,5 meq/L disebut sebagai hipokalemi
dan kadar lebih dari 5 meq/L disebut hiperkalemi. Kedua kelainan ini dapat
menyebabkan kelainan fatal listrik jantung yaitu disebut aritmia. 21,22
B. Gangguan Keseimbangan Kalium
1. Hiperkalemia
a. Definisi
Disebut hiperkalemia bila kadar kalium dalam plasma lebih dari 5
meq/L. Dalam keadaan normal jarang terjadi hiperkalemia oleh karena
adanya mekanisme adaptasi oleh tubuh. 14,18
b. Etiologi
Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel.
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis
metabolic bukan karena asidosis organic (ketoasidosis, asidosis laktat),
defisiensi insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat
penghambat ß-adrenergik, pseudo hiperkalemia akibat pengambilan
contoh darah dilabolatorium yang mengakibatkan sel darah merah lisis dan
pada latihan olahraga. 14,18
Berkurangnya eksresi kalium melalui ginjal
Berkurangnya eksresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan
hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulsi efektif,
pamakaian siklosporin.14,18
c. Gejala Klinis
Hiperkalemia dapat meningkatkan kepekaan membran sel sehingga
dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi akan lebih mudah
terjadi. Dalam klinik ditemukan gejala akibat gangguan konduksi listrik
jantung, kelemahan otot sampai dengan paralisis sehingga pasien merasa
sesak napas. Gejala ini timbul pada kadar K >7 meq/L atau kenaikan yang
terjadi dalam waktu yang cepat. Dalam keadaan asidosis metabolik dan
hipokalsemi, mempermudah timbulnya gejala klinik hipekalemi. 14,18
d. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan hiperkalemia adalah:
Mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel, dengan cara
memberikan kalsium intravena. Dalam beberapa menit kalsium langsung
melindungi membran akibat hiperkalemia ini. Pada keadaan hiperkalemia
yang berat sambil menunggu efek insulin atau bikarbonat yang diberikan
(baru bekerja 30-60 menit), kalsium dapat diberikan melalui tetesan infus
kalsium intravena. Kalsium glukonat 10 ml diberikan intravena dalam
waktu 2-3 menit dengan monitor EKG. Bila perubahan EKG akibat
hiperkalemia masih ada, pemberian kalsium glukonat dapat diulang setelah
5 menit. 17,18,20
Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intrasel dengan cara:
o Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus
intravena, lalu diikuti dengan infuse dekstrose 5% untuk mencegah
terjadinya hipoglikemi. Insulin akan memacu pompa NaK-ATPase
memasukkan kalium kedalam sel, sedangkan glukosa/dekstrose
akan memicu pengeluaran insulin endogen.
o Pemberian natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH
sistemik. Peningkatan pH akan meangsang ion-H keluar dari dalam
sel yang kemudian menyebabkan ion-K masuk kedalam sel. Dalam
keadaan tanpa asidosis metabolik, natrium bikarbonat diberikan 50
meq i.v selama 10 menit. Bila ada asidosis metabolik, disesuaikan
dengan keadaan asidosis metabolik yang ada.
o Pemberian α2-agonis akna merangsang pompa NaK-ATPase,
kalium masuk kedalam sel. Albuterol diberikan 10-20 mg.
Mengeluarkan kelebihan natrium dalam tubuh.
o Pemberian diuretic loop (furosemid) dan tiazid sifatnya hanya
sementara.
o Hemodialisa. 17,18,20
2. Hipokalemia
a. Definisi
Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari
3,55 meq/L. hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan
didalam klin
b. Etiologi
Asupan kalium yang kurang.
pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau
keringat.
Kalium masuk kedalam sel
Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain
muntah, selang naso-gastrik, diare atau pemakaian pencahar. Pada keadaan
muntah atau pemakaian selang nasogastrik, pengeluaran kalium bukan melalui
saluran cerna atas karna kadar kalium dalam cairan lambung hanya sedikit (5-
10 meq/L), akan tetapi kalium akan benayak keluar melalai ginjal. Akibat
muntah atau selang nasogastrik, terjadi alkalosis metabolic sehingga banyak
bikarbonat yang difiltrasi diglomerulus yang akan mengikat kalium ditubulus
distal (duktud kolingentes) yang juga dibantu dengan adanya hiperladosteron
akibat munttah. Kesemuanya ini akan meningkatkan ekresi kalium melalui
urine dan terjadi hipokalemia. Pada saluran cerna bawah, kalium keluar
bersama bikarbonat (asidosis metabolic). Kalium dalam saluran cerna bawah
jumlahnya lebih banyak (20-50 meq/L). 12,14,18,21
Pengeluaran kalium yang berlebihan dari ginjal dapat meningkatkan
pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokotikoid
primer/hiperaldosteronisme primer (adenoma kelenjar adrenal). Anion yang
tak dapat direabsorbsi yang berikatan dengan natrium berlebihan dalam
tubulus (bikarbonat, beta hidroksibutirat, hippurat) menyebabkan lumen
duktus koligentes lebih bermuatan negatif dan menarik kalium masuk kedalam
lumen lalu dikeluarkan dengan urin, pada hipomagnesemia, poliuria (polidipsi
primer, diabetes insipidus) dan salt-wasting nephrophaty (sindrom barter atau
gitelman, hiperkalsemi). 12,14,18,21
Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila
dilakukan latihan berat pada lingkungan yang panas sehingga produksi
keringat mencapai 10L. 18
c. Gejala Klinis
Kelemahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs sindrom
merupakan gejala otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3meq/L.
penurunan yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan.
Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrum, takikardi ventrikular merupakan
efek hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi
ventrikel pada kejadian hipokalemia yang menimbulkan peningkatkan arus re-
entry.
Efek hipokalemi pada ginjal dapat berupa timbulnya vakuolisasi pada
tubulus proksimal dan distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urine sehingga
menimbulkan poliuri dan polidipsi. Hipokalemi juga akan meningkatkan produksi
HN4 dan produksi bikarbonat di tubulus proksimal yang akan menimbulkan
alkalosis metabolik. 14,18
d. Diagnostik
Pada keadaan normal, hipokalemi akan menyebabkan eksresi kalium
melalui ginjal turun hingga kurang dari 25 meq/hari sedang ekresi kalium dalam
urine lebih dari 40meq/hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan
melalui ginjal.
Eksresi kalium yang rendah melalui ginjal disertai dengan adanya asidosis
metabolic merupakan penanda adanya pembuangan kalium berlebihan melalui
saluran cerna seperti diare akibat infeksi atau penggunaan pencahar.
Eksresi kalium berlebihan melalui ginjal dengan disertai asidosis
metabolickmerupakan petanda adanya ketoasidosis diabetic atau adanya RTA
(Renal Tubular Acidosis) baik yang distal maupun yang proksimal.
Eksresi kalium urine yang rendah disertai alkalosis metabolik, petanda dari
muntah kronik ataupun pemberian diuretic lama.
Eksresi kalium dalam urine tinggi disertai alkalosis metabolic dan tekanan
darah yang rendah petanda dari sindrom bartter. 14,18
e. Pemeriksaan Penunjang
. Kadar K dalam serum
Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam
Kadar Mg dalam serum
Analisis gas darah
Elektrokardiografi 14,18
Gambar 3. Gambaran EKG pada gangguan kalium
f. Penatalaksanaan
Kalium biasanya dapat dengan mudah digantikan dengan mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung kalium atau dengan mengkonsumsi garam
kalium (kalium klorida) per-oral. Kalium dapat mengiritasi saluran pencernaan,
sehingga diberikan dalam dosis kecil, beberapa kali sehari. 14,18
Diberikan kalium oral atau bila perlu parental sampai sebanyak 3
mEq/kgBB/24 jam. Pada sindrom Bartter atau kehilangan K eksesif melalui urin,
kalium dapat diberikan sampaik mEq/I/hari per oral. Pemberian kalium per infus
tidak boleh melebihi 40 mEq/I 14,18
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L,
sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar
2,5-3,5 mEq/L.
Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum < 3 mEq/L, koreksi
K secara intravena 20 mEq/jam dalam 50-100 cc larutan dekstrosa 5%.
Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.
Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama
pada pemberian secara intravena.
Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena
yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau
kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam.
KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.14,18
2.4.3 Kalsium
A. Fisiologi kalsium
Tubuh orang dewasa mengandung 1–2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat
di dalam tulang. Kalsium dalam tulang terikat dalam bentuk Kristal hidroksiapatit.
Selebihnya, terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler
terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50%),
bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat,
bikarbonat dan laktat (5%).1-3 Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi
intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator
penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme
glikogen dan pembelahan sel. Secara fisiologi, ion kalsium ekstraseluler berperan
sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X
dan protrombin, memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi
membran dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas
membran plasma terhadap ion natrium.2,4 Metabolisme kalsium diatur tiga
hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH),kalsitonin dan hormon sterol (1,25
dihidroksikolekalsiferol/ vitamin D). Kadar kalsium normal 4–5,6 mg/dL (1–1,4
mmol/L). 22
Keseimbangan kalsium merupakan hubungan timbal balik antara absorsi
usus, eksresi dalam urine dan faktor hormonal. Absorbsi kalsium terjadi diusus
halus terutama di duodenum dan jejunum proksimal. 22
B. Gangguan Keseimbangan Kalsium
1. Hiperkalsemia
a. Definisi
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebih dari 10,5 mgr/dL darah. 14,18
b. Etiologi
Terdapat tiga dasar mekanisme patofisiologi yang berkontribusi terhadap
kejadian hiperkalsemia yaitu : peningkatan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal, penurunan ekskresi kalsium ginjal, dan peningkatan resorpsi
kalsium tulang.
Hiperparatiroidisme primer
Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab tersering hiperkalsemia.
Didapatkan pada semua umur, lebih sering pada usia > 50 tahun. Kejadiannya
mencapai 4/100.000 populasi per tahun dan wanita tiga kali lebih sering. Penyakit
ini akibat peningkatan sekresi hormon paratiroid; tersering disebabkan oleh
adenoma kelenjar paratiroid (85%) biasanya jinak dan soliter. Penyebab yang
jarang yaitu hiperplasia keempat kelenjar paratiroid (15%) dan yang sangat jarang
adalah karsinoma kelenjar paratiroid (<1%). Patofisiologi yang mendasari yaitu
sekresi hormone paratiroid berlebihan yang berperan meningkatkan resorpsi
tulang oleh osteoklas, meningkatkan absorpsi kalsium intestinal, dan
meningkatkan reabsorpsi kalsium tubular ginjal. Sering pula dijumpai penurunan
kadar fosfat serum karena PTH menghambat reabsorpsi fosfat pada tubulus
proksimal. Umumnya hiperparatiroidisme primer asimptomatik. Peningkatan
produksi hormon paratiroid menimbulkan kelainan tulang yang disebut osteitis
fibrosa cystica, ditandai oleh resorpsi subperiosteal falang distal, kista tulang, dan
tumor coklat di tulang-tulang panjang. Batu ginjal didapatkan pada 15-20%
penderita hiperparatiroidisme, dan sebaliknya sekitar 5% penderita dengan batu
ginjal mengalami hiperparatiroidisme. Batu ginjal paling sering terbentuk dari
kalsium oksalat, dan merupakan faktor utama patogenesis hiperkalsiuria.15,16
Krisis hiperkalsemia merupakan kasus jarang, ditandai dengan kadar kalsium
>15mg/dl dengan gejala hiperkalsemia berat. Mekanisme krisis tersebut belum
jelas, tetapi dehidrasi, penyakit penyerta, dan mungkin infark dari suatu adenoma
paratiroid pada beberapa penderita berperan. 18
Intoksikasi vitamin A
Vitamin A dosis besar (50000 - 100000 IU/hr) kadang-kadang
menyebabkan hiperkalsemia. Kadar kalsium meningkat 3 - 3,5 mmol/L (12–14
mg/dL) akibat peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Didapatkan pada
pemberian derivat retinoic acid untuk terapi akne, neuroblastoma dan keganasan
lainnya. 18
Imobilisasi
Imobilisasi menyebabkan hiperkalsemia pada penderita yang mengalami
peningkatan resorpsi tulang; termasuk anak dan remaja, penderita Paget’s disease
tulang, HPT ringan dan sekunder, dan keganasan dengan hiperkalsemia ringan.
Pasien-pasien tersebut juga berisiko osteopenia. 18
Gagal ginjal
Hiperkalsemia akibat gagal ginjal akut terjadi terutama pada penderita
dengan rhabdomiolisis. Awalnya, hiperfosfatemia menyebabkan deposisi kalsium
pada jaringan lunak, mengakibatkan hipokalsemia dan HPT sekunder. Selanjutnya
ginjal mulai melindungi dengan reentri/ masuknya kembali garam kalsium ke
dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kadar PTH tinggi sehingga
menyebabkan transien hiperkalsemia. 18
keganasan
Kanker juga menyebar (bermetastasis) ke tulang, menghancurkan sel-sel
tulang dan melepaskan kalsium tulang ke dalam darah. Hal ini sering terjadi pada
kanker prostat, payudara dan paru-paru. Mieloma multipel (kanker yang
melibatkan sumsum tulang) juga dapat menyebabkan penghancuran tulang dan
mengakibatkan hiperkalsemia. Kanker yang lain juga meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, dengan mekanisme yang belum sepenuhnya dapat dimengerti. 18
Sindrom susu-alkali
Sindrom ini meliputi hiperkalsemia, gagal ginjal dan asidosis metabolik.
Disebabkan oleh ingesti kalsium bersama natrium secara berlebihan, kalsium
karbonat berlebihan dalam preparat antasid dan pemakaiannya untuk pencegahan
osteoporosis. 18
c. Gejala Klinis
Gejala paling awal dari hiperkalsemia biasanya adalah konstipasi
(sembelit), kehilangan nafsu makan, mual-muntah dan nyeri perut. Ginjal
mungkin secara abnormal akan menghasilkan air kemih dalam jumlah banyak.
Akibat pembentukkan air kemih yang berlebihan ini, cairan tubuh akan berkurang
dan akan terjadi gejala dehidrasi. Hiperkalsemia yang sangat berat sering
menyebabkan gejala kelainan fungsi otak seperti kebingungan, gangguan emosi,
delirium (penurunan kesadaran), halusinasi, kelemahan dan koma. Dapat juga
diikuti dengan irama jantung yang abnormal dan kematian. Hiperkalsemia
dihubungkan dengan peningkatan iritabilitas kontraktilitas miokard. Perubahan
elektrokardiografi ditandai dengan konduksi yang lambat: P-R memanjang,
kompleks QRS melebar, interval Q-T memendek, dan segmen S-T memendek
atau tidak ada.6 Apabila kadar kalsium mencapai 16 mg/dL (>8,0 mEq/L atau
3,99 mmol/L), T wave melebar, peningkatan sekunder interval Q-T. Peningkatan
konsentrasi kalsium, meningkatkan bradiaritmia dan bundle branch block. AV
block komplit atau inkomplit dapat terjadi jika konsentrasi kalsium serum sekitar
18 mg/dL (9,0 mEq/L atau 4,49 mmol/L) dan memicu complete heart block,
asistole, dan cardiac arrest.5 Hiperkalsemia mengakibatkan peningkatan
sensitivitas efek farmakologik dari digitalis, seperti digoksin. Pada penderita
hiperkalsemia menahun bisa terbentuk batu ginjal yang mengandung kalsium.
Bila terjadi hiperkalsemia berat dan menahun, kristal kalsium akan terbentuk di
dalam ginjal dan menyebabkan kerusakan yang menetap. 17,18
d. Diagnosis
Diagnosis hiperkalsemia paling sering didapatkan secara kebetulan pada
pemeriksaan darah penderita asimptomatik. Kadar kalsium serum normal adalah
8- 10 mg/dL (2 - 2,5 mmol/L) dan kadar ion kalsium normal yaitu 4 - 5,6 mg/ dL
(1 - 1,4mmol/L). Meskipun pemeriksaan kadar ion kalsium tidak dilakukan rutin,
kadarnya dapat diperkirakan berdasarkan kadar kalsium serum; biasanya akurat
kecuali apabila terdapat hipoalbuminemia.5,6 Hiperkalsemia ringan adalah jika
kadar kalsium serum total 10,5 - 12 mg/dL (2,63 - 3 mmol/L) atau kadar ion
kalsium 5,7–8 mg/dL(1,43–2 mmol/L), umumnya asimptomatik. Pada
hiperkalsemia sedang, manifestasi multiorgan dapat terjadi. Kadar kalsium >14
mg/dL (3,5 mmol/L) dapat mengancam jiwa. Beberapa faktor dapat
mempengaruhi jumlah kalsium terikat protein. Hipoalbuminemia dapat
menurunkan dan sebaliknya hiperalbuminemia dapat meningkatkan jumlah
kalsium serum terikat albumin (termasuk kadar kalsium serum total) tanpa
mempengaruhi kadar kalsium serum terion. Konsentrasi kalsium biasanya
berubah 0,8 mg/dL pada setiap perubahan 1,0 g/dL konsentrasi plasma albumin.
Koreksi kadar kalsium serum total terhadap perubahan albumin serum : Total
kalsium + 0,8 x (4,5 – kadar albumin). 12,14,18
Keasaman tubuh juga mempengaruhi ikatan protein. Asidosis mengurangi
dan alkalosis meningkatkan ikatan protein, dengan demikian mengubah kadar
kalsium serum terion. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, kadar kalsium serum terion
menurun 0,1 mEq/L (= 0,2 mg/dL), dan sebaliknya. 14,18
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung kadar kalsium darah dan ada tidaknya gejala.
Jika kadar kalsium <12 mg/dL, tanpa gejala, biasanya tidak perlu tindakan
terapeutik. Jika kadar kalsium 12-14 mg/dL disertai gejala hiperkalsemia,
diperlukan terapi agresif, tetapi jika tidak disertai gejala, cukup diterapi dengan
hidrasi adekuat 3000 – 6000 mL cairan NaCl 0,9% pada 24 jam pertama.
Perbaikan volume cairan ekstraseluler ke normal akan meningkatkan ekskresi
kalsium urin sebesar 100-300mg/hari. Perbaikan gejala klinis, seperti status
mental dan mual muntah tampak < 24 jam pertama. Namun rehidrasi merupakan
terapi intervensi sementara dan jarang mencapai kadar normal jika digunakan
sendiri. Jika terapi sitoreduktif definitive (operasi, radiasi, atau kemoterapi)
terhadap penyakit dasar tidak dilakukan, terapi hipokalsemik seharusnya
digunakan dalam jangka lama untuk mencapai kontrol. 18
Setelah hidrasi tercapai, dengan kadar kalsium masih tinggi, dapat diberi
loop diuretic (furosemide 20-40 mg/IV/2 jam). Loop diuretic akan bekerja
menghambat reabsorpsi kalsium dan natrium di ansa Henle, meningkatkan
ekskresi kalsium urin, juga natrium, kalium, klorida, magnesium, dan air. Penting
memantau status hemodinamik secara intensif untuk mencegah kelebihan cairan
dan dekompensasi jantung, dengan mengukur volume urin secara serial dan
pemeriksaan elektrolit untuk mencegah kondisi yang dapat mengancam jiwa,
seperti hipofosfatemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia. 18
Penatalaksanaan dengan:
Meningkatkan eksresi kalsium melalui ginjal
Dilakukan dengan pemberian larutan NaCl isotonis. Pemberian cairan ini
akan meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang umumnya rendah akibat
pengeluaran urine yang berlebihan disebabkan induksi oleh hiperkalsemia, dan
muntah-muntah akibat hiperkalsemia. 18
Menghambat reabsorbsi tulang
- Kalsitonin- menghambat reabsorbsi tulang dengan cara menghambat
maturasi osteoklas. Diberikan intramuscular atau subkutan setiap 12
jam dengan dosis 4IU/kgBB.
Bifosfonat- menghambat aktivitas metabolic osteoklas dan juga
bersifat sitotoksik terhadap osteoklas.
- Gallium nitrat- menghambat reabsorbsi tulang oleh osteoklas dengan
menghambat pompa proton ATPase dependen pada membrane
osteoklas.18
Mengurangi absorbs kalsium dari usus
- Glukokortikoid (prednisone, 20-40 mg/hari) mengurangi produksi
kalsitriol oleh paru dan kelenjar limfe yang diaktivasi produksinya oleh
sel mononuclear. Kalsium serum dapat turun dalam 2-5 hari.
Hemodialisis/dialysis peritoneal
Dialysis efektif menurunkan kadar kalsium dengan memakai diasilat bebas
kalsium. Merupakan pilihan terakhir terutama untuk hipekasemia berat khususnya
disertai insufisiensi ginjal atau pada gagal jantung dimana pemberian cairan
dibatasi. 18
2. Hipokalsemia
a. Definisi
Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mg/dL darah. 14,18
b. Etiologi
Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai
masalah. Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang menyebabkan
hilangnya kalsium melalui air kemih untuk waktu yang lama atau kegagalan untuk
memindahkan kalsium dari tulang. 14,17
Sekitar 40% kalsium dalam darah berikatan dengan protein-protein di
dalam darah, terutama albumin. Hanya kalsium yang tidak berikatan dengan
protein yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Dengan demikian, hipokalsemia
menyebabkan gangguan hanya jika kadar kalsium bebas (yang tidak berikatan)
rendah. Hipokalsemia juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obat tertentu,
seperti rifampicin, phenytoin, phenobarbital, calcitonin, dan obat kortikosteroid.
Hormon paratiroid menstimulasi tulang untuk melepaskan kalsium ke dalam
darah, membuat ginjal membuang kalsium dalam jumlah yang lebih sedikit pada
air kemih, menstimulasi saluran pencernaan untuk menyerap kalsium lebih
banyak, dan membuat ginjal mengaktifkan vitamin D yang membuat saluran cerna
mampu menyerap lebih banyak kalsium. 14,17,18
c. Gejala Klinis
Kadar kalsium-ion normal adalah 4-5,2 mg/dl atau 1-1,3 mmol/L. gejala
hipokalsemi belum timbul bila kadar kalsium-ion lebih dari 3,2 mg/dl atau lebig
dari 0,8 mmol/L atau kalsium total sebesar 8-8,5 mg/dl. Gejala hipolasemia baru
timbul bila kadar kalsium-ion kurang dari 2,8 mg/dl atau kurang dari 0,7 mmol/ L
tau kadar kalsium-total ≤ 7mg/dl. Hipokalsemia bisa tidak menimbulkan gejala.
Seiring dengan berjalannya waktu, hipokalsemia dapat mempengaruhi otak dan
menyebabkan gejala-gejala neurologis seperti:
- kebingungan
- kehilangan ingatan (memori)
- delirium (penurunan kesadaran)
- depresi
- halusinasi
Gejala-gejala tersebut akan menghilang jika kadar kalsium kembali
normal. Kadar kalsium yang sangat rendah (kurang dari 7 mgr/dL) dapat
menyebabkan nyeri otot dan kesemutan, yang seringkali dirasakan di bibir, lidah,
jari-jari tangan dan kaki. Pada kasus yang berat bisa terjadi kejang otot
tenggorokan (menyebabkan sulit bernafas) dan tetani (kejang otot keseluruhan).
Bisa terjadi perubahan pada sistem konduksi listrik jantung, yang dapat dilihat
pada pemeriksaan EKG. Dapat ditemukan tanda Chovtex atau tanda Trousseau,
bradukardi dan interval Q-T yang memanjang. 14,17,18
d. Diagnosa
Konsentrasi kalsium yang abnormal biasanya pertama kali ditemukan pada
saat pemeriksaan darah rutin. Karena itu hipokalsemia seringkali dapat
terdiagnosis sebelum gejala-gejalanya muncul. Selain mengukur kadar kalsium
total, juga perlu untuk mengukur kadar albumin di dalam darah sehingga dapat
ditentukan apakah kadar kalsium bebas di dalam darah rendah. Pemeriksaan darah
juga dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan mengukur kadar magnesium,
fosfat, hormon paratiroid, dan juga vitamin D. Untuk menentukan penyebabnya,
perlu diketahui riwayat lengkap dari keadaan kesehatan penderita, pemeriksaan
fisik lengkap, serta pemeriksaan darah dan air kemih lainnya. 14,17,18
e. Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan bila timbul gejala adalah pemberian kalsium
intravena sebesar 100-200 mg kalsium-elemental atau 1-2 gram kalsium glukonas
dalam 10-20 menit. Lalu diikuti dengan infus klasium glukonas dalam larutan
dekstrose atau Nacl isotonis dengan dosis 0,5-1,5mg kalsium elemental/KgBB
dalam 1 jam. Kalsium infuse kemudian dapt ditukar dengan kalsium oral dan
kalsitriol 0,25-0,5 ig/hari. Pada keadaan hipokalsemia kronik disertai
hipoparatirod, diberi kalsium karbonat 250 mg kalsium elemental/650 mg tablet.
18
2.4.4. Magnesium
A. Fisiologi Magnesium
Magnesium merupakan kation intraseluler yang penting, berfungsi sebagai
kofaktor berbagai jalur enzim. Hanya 1–2% dari total magnesium tubuh yang
disimpan di cairan ekstraseluler, 67% terdapat di tulang, dan sisanya 31% ada di
intraseluler.14
Kadar magnesium normal dalam serum adalah 1.7–2.1 mEq/L.4
Sedangkan kebutuhan asupan magnesium ialah 0.2–0.5 mEq/kgBB/hari.14,17
B. Gangguan Keseimbangan Magnesium
1. Hipermagnesium
a. Definisi
Peningkatan kadar magnesium plasma hampir selalu berhubungan dengan
kelebihan intake (antasida atau laksatif yang mengandung magnesium), kerusakan
ginjal (GFR < 30 mL/menit), atau keduanya. Hipermagnesemia iatrogenik juga
terjadi selama terapi magnesium sulfat pada hipertensi gestational yang
berpengaruh pada ibu dan janin. Penyebab lainnya berupa insufisiensi adrenal,
hipotiroidisme, rhabdomiolisis, dan pemberian lithium. 14,18
b. Manifestasi Klinis Hipermagnesemia
Hipermagnesemia simptomatik biasanya meliputi manifestasi neurologis,
neuromuskular, dan jantung. Hiporefleksia, sedasi dan kelemahan otot skeletal
merupakan tanda hipermagnesemia. Hal ini terjadi akibat kegagalan pelepasan
asetilkolin dan penurunan sensitivitas motor end-plate terhadap asetilkolin di otot.
Vasodilatasi, bradikardi, dan depresi miokardium dapat berakhir dengan hipotensi
pada level > 10 mmol/dL (>24 mg/dL). Tanda EKG tidak konsisten tetapi
termasuk pemanjangan interval P–R dan pelebaran kompleks QRS.
Hipermagnesemia dapat menyebabkan henti napas. 14,18
c. Pengobatan Hipermagnesemia
Semua sumber intake magnesium (kebanyakan akibat antasida) sebaiknya
dihentikan. Kalsium intravena (1 g kalsium glukonat) dapat secara sementara
mengantagonis sebagian besar efek dari hipermagnesemia. Loop diuretic yang
disertai dengan ½-normal saline dalam dekstrosa 5% dapat meningkatkan ekskresi
magnesium. 14,18
2. Hipomagnesemia4
a. Definisi
Hipomagnesemia penting diperhatikan pada pasien yang sakit.
Hipomagnesemia umumnya berhubungan dengan defisiensi dari komponen
intraseluler seperti kalium dan fosfor. Defisiensi magnesium disebabkan oleh
intake yang tidak adekuat, penurunan absorpsi gastrointestinal, dan peningkatan
ekskresi ginjal. β-adrenergik agonis dapat menyebabkan hipomagnesemia transien
di mana ion magnesium diambil oleh jaringan adiposa. Obat-obatan yang dapat
menyebabkan pengeluaran magnesium oleh ginjal meliputi etanol, teofilin,
diuretik, cisplatin, siklosporin, dan amfoterisin-B. 14,18
b. Manifestasi Klinis Hipomagnesemia
Kebanyakan pasien dengan hipomagnesemia tidak menunjukkan gejala,
tetapi anoreksia, kelemahan, fasikulasi, parestesia, konfusi, ataksia, dan kejang
dapat menonjol. Hipomagnesemia biasanya berhubungan dengan hipokalsemia
(kerusakan sekresi hormon paratiroid) dan hipokalemia (akibat pembuangan oleh
ginjal). Manifestasi jantung meliputi iritabilitas listrik dan potensiasi intoksikasi
digoxin; kedua faktor ini diperburuk oleh hipokalemia. Hipomagnesemia juga
berhubungan dengan peningkatan insiden fibrilasi atrium. Pemanjangan interval
P–R dan QT dapat nampak seiring dengan hipokalsemia.14,18
c. Pengobatan Hipomagnesemia
Hipomagnesemia asimptomatik dapat diterapi per oral (magnesium sulfat
heptahidrat atau magnesium oksida) atau intramuskular (magnesium sulfat).
Menifestasi serius seperti kejang harus diterapi dengan magnesium sulfat
intravena, 1–2 g (8–16 mEq atau 4–8 mmol) diberikan secara lambat selama 15–
60 menit. 14,18
2.4.5 Klorida
1. Fisiologi Klorida
Klorida, anion utama dari cairan ekstraseluler, ditemukan lebih banyak
pada kompartemen interstitial dan cairan limfoid daripada dalam darah. Klorida
juga merupakan bagian dari cairan sekresi lambung dan pankreas, keringat,
kantung empedu, dan air liur. Natrium dan klorida merupakan komposisi elektrolit
terbesar dalam cairan ekstraseluler dan berperan dalam menentukan tekanan
osmotik. Klorida diproduksi dalam lambung, yang dikombinaksikan dengan
hidrogen untuk membentuk adam hidroklorida. Kontrol klorida tergantung dari
intake klorida, ekskresi, dan absorpsi ion tersebut dari ginjal. Klorida dalam
jumlah kecil dibuang dalam feses.17,23
Kadar klorida dalam serum mencerminkan pengenceran atau pemekatan
yang terjadi di cairan ekstrseluler serta menunjukkan secara langsung proporsi
konsentrasi natrium. Osmolalitas serum paralel dengan kadar klorida. Sekresi
aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, yang juga meningkatkan reabsorpsi
klorida. Pleksus koroid, yang mensekresi cerebrospinal fluid di otak, bergantung
pada natrium dan klorida untuk menarik air dan membentuk proporsi dari
cerebrospinal fluid.17,23
Bikarbonat memiliki hubungan dengan klorida. Saat klorida berpindah
dari plasma menuju sel darah merah (disebut dengan chloride shift), bikarbonat
berpindah kembali ke plasma. Ion hidrogen terbentuk, yang kemudian membantu
pelepasan oksigen dari hemoglobin. 6
Ketika kadar salah satu dari elektrolit ini terganggu (natrium, bikarbonat,
dan klorida), kedua elektrolit lainnya pun akan terpengaruh. Klorida berperan
dalam menjaga keseimbangan asam basa dan bekerja sebagai buffer dalam
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam sel darah merah. Klorida diperoleh
dari makanan seperti garam dapur. Kadar normal klorida dalam serum ialah 97–
107 mEq/L.6 Sedangkan kebutuhan asupan klorida ialah 1–2 mEq/kgBB/hari.17
2.Gangguan Keseimbangan Klorida
A. Hiperkloremia
a. Etiologi
Kadar klorida serum yang tinggi dapat mengakibatkan hiperkloremia
asidosis metabolik oleh karena iatrogenik pemberian klorida seperti larutan NaCl
0.9%, larutan NaCL 0.45%, atau larutan Ringer Laktat. Kondisi ini dapat pula
disebabkan oleh kehilangan ion bikarbonat dari ginjal dan saluran pencernaan
yang diikuti dengan peningkatan ion klorida. Ion klorida dalam bentuk garam
asam terakumulasi, dan asidosis terjadi dengan menurunnya ion bikarbonat.
Trauma kepala, peningkatan produksi keringat, kelebihan hormon
mineralokortikoid, dan penurunan filtrasi ginjal dapat menuju peningkatan kadar
klorida serum. 14
b.Manifestasi Klinik Hiperkloremia
Tanda dan gejala dari hiperkloremia hampir menyerupai asidosis
metabolik; hipervolemia dan hipernatremia. Takipneu; kelemahan; letargi; napas
yang dalam dan cepat; kemampuan kognitif yang menurun; dan hipertensi dapat
terjadi. Jika tidak diterapi, hiperkloremia dapat menuju pada penurunan cardiac
output, disaritmia, dan koma. Kadar klorida yang tinggi diikuti dengan kadar
natrium yang tinggi serta retensi cairan. 14
c. Pengobatan Hiperkloremia
Koreksi penyakit yang menyebabkan hiperkloremia serta mengembalikan
keseimbangan elektrolit, cairan, dan asam-basa sangatlah penting. Larutan
hipotonik intravena dapat diberikan untuk mengembalikan keseimbangan. Larutan
Ringer Laktat dapat diberikan supaya laktat diubah menjadi bikarbonat di hati,
sehingga dapat meningkatkan kadar bikarbonat dan mengoreksi asidosis. Natrium
bikarbonat intravena dapat diberikan untuk meningkatkan kadar bikarbonat yang
menuju pada ekskresi ginjal terhadap ion klorida akibat kompetisi bikarbonat dan
klorida untuk berikatan dengan natrium. Diuretik dapat diberikan untuk
mengeliminasi klorida. Natrium, klorida, dan cairan dibatasi.
2.Hipokloremia6
A. Definisi
Hipokloremia dapat terjadi akibat drainase tube gastrointestinal, suction
lambung, pembedahan lambung, muntah berat, dan diare. Pemberian larutan
intravena dengan kadar klorida rendah, intake natrium yang rendah, penurunan
kadar natrium, alkalosis metabolik, transfusi masif darah, terapi diuretik, luka
bakar, dan demam dapat menyebabkan hipokloremia. Pemberian aldosteron,
ACTH, kortikosteroid, bikarbonat, dan laksatif dapat menyebabkan penurunan
kadar klorida serum. Saat klorida menurun (biasanya karena penurunan volume),
ion natrium dan bikarbonat ditahan oleh ginjal untuk menyeimbangkan
kehilangan klorida. Bikarbonat terakumulasi di cairan ekstraseluler, yang
meningkatkan pH dan berujung pada hiperkloremia asidosis metabolik.
b.Manifestasi Klinik Hipokloremia
Tanda dan gejala dari hipokloremia berhubungan dengan
ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit. Tanda dan gejala dari hiponatremia,
hipokalemia, dan alkalosis metabolik dapat terjadi. Alkalosis metabolik
merupakan gangguan akibat kelebihan intake alkali atau kehilangan ion hidrogen.
Hipereksibilitas otot, tetani, kelemasan, dan kram otot juga dapat terjadi.
Hipokalemia dapat menyebabkan hipokloremia sehingga terjadi disritmia jantung.
Selain itu, oleh karena rendahnya kadar klorida paralel dengan rendahnya kadar
natrium, kadar air dapat menjadi berlebihan. Hiponatremia dapat menyebabkan
kejang dan koma. 12
c.Pengobatan Hipokloremia
Terapi meliputi koreksi penyebab hipokloremia serta ketidakseimbangan
asam-basa dan elektrolit. Larutan normal saline (NaCl 0.9%) atau ½ normal saline
(NaCl 0.45%) diberikan intravena untuk menggantikan klorida. Jika pasien
menerima diuretik (loop, osmotik, atau thiazid), dapat dihentikan atau diberikan
diuretik tipe lain. 12
Amonium klorida, sebuah agen yang bersifat asam, dapat diberikan untuk
mengatasi alkalosis metabolik; dosisnya tergantung dari berat pasien dan kadar
klorida serum. Agen ini dimetabolisasi oleh hati dan berefek sekitar 3 hari.
Amonium klorida ini sebaiknya dihindari pada pasien dengan gangguan fungsi
hati dan ginjal.12
BAB 3
KESIMPULAN
Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hydrogen
dan pembuangan ion hydrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal
memainkan peranan kunci dalam pengaturan konsentrasi ion hydrogen. Terdapat
juga mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-
paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hydrogen normal dalam
cairan ekstraseluler dan intraseluler
Elektrolit merupakan substansi berupa ion dalam larutan yang dapat
mengkonduksi muatan listrik di dalam tubuh. Keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sangat esensial untuk menjalankan fungsi normal dari sel dan organ tubuh.
Elektrolit yang umumnya diperiksa oleh dokter dengan tes darah meliputi
natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida.
Elektrolit serum meliputi: natrium, elektrolit bermuatan positif yang
membantu keseimbangan cairan dalam tubuh dan berhubungan dengan fungsi
neuromuskular; kalium, komponen utama cairan intraseluler yang membantu
regulasi fungsi neuromuskular dan tekanan osmotik; kalsium, kation yang
mempengaruhi kerja neuromuskular dan membantu pertumbuhan tulang serta
koagulasi darah; magnesium, mempengaruhi kontraksi otot serta aktivitas
intraseluler; klorida, elektrolit bermuatan negatif yang membantu regulasi tekanan
darah.
Terapi dari gangguan elektrolit tergantung dari penyakit yang
mendasarinya serta jenis elektrolit yang terlibat. Jika gangguan ini disebabkan
oleh kurangnya konsumsi atau intake cairan yang tidak tepat, perubahan
nutrisional dapat dianjurkan. Jika pengobatan seperti diuretik mencetuskan
gangguan elektrolit ini, maka penghentian atau pengaturan terapi obat dapat
memperbaiki kondisi tersebut secara efektif. Terapi penggantian cairan atau
elektrolit, baik melalui oral alatu intravena, dapat mengembalikan penurunan
elektrolit menjadi normal.
Dokter seharusnya berhati-hati dalam pemberian obat yang mempengaruhi
kadar elektrolit serta keseimbangan asam-basa tubuh. Individu dengan penyakit
ginjal, masalah tiroid, dan kondisi lainnya yang dapat mencetuskan gangguan
elektrolit sebaiknya diedukasi tentang tanda dan gejala gangguan elektrolit ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boyce JA. (2008). "acidosis and alcalosis". Current Molecular Medicine (5): 335–4
2. Heinz E.(1996). Acidosis and alcalosis and hipocalemia, pp. 211–332
3. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A,M‘Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit’ pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.
4. D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, Siregar P, Aniwidyaningsih, W, dkk. Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010
5. Wang X. (2004). "Alkalosis". Current Opinions in Plant Biology 7 (3): 329–36
6. Cumming SR, Black D, Nevitt M, Browner W, Cauley J, Ensrud K, et acidosis. Lancet 1993;341:72-75.
7. Eyster KM. (2007). " Acidosis and alcalosis and hipocalemia". Advances inPhysiology Education 31: 5–16.
8. Behrman, kliegman, Arvin. ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 3. Jakarta. EGC, 2000.
9. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,Jilid kedua. Penerbit Media Aesculapius fakultas kedokteran Universitas Indonesia,2000
10. http://www.mayoclinic.com/health/asidosis/ DS00346/DSECTION Accessed on October 28th 2010
11. Sherwood, Lauralee. (2004). Human physiology: From cells to systems. 5th ed. California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.
12. Wilson L.M, ‘Keseimbangan Cairan dan Elektrolit serta Penilaiannya’ dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi ke-4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995, hh. 283-301.
13. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A, ‘Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit’ pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.
14. Darwis D, Moenajat Y, Nur B.M, Madjid A.S,Siregar P, Aniwidyaningsih W, dkk, ’FisiologiKeseimbangan Air dan Elektrolit’ dalamGangguan Keseimbangan Air-Elektrolit danAsam-Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosisdan Tatalaksana, ed. ke-2, FK-UI, Jakarta,2008, hh. 29-114.
15. Matfin G. and Porth C.M, ‘Disorders of Fluidand Electrolyte Balance’ In: PathophysiologyConcepts of Altered Health States, 8thEdition, McGraw Hill Companies USA, 2009,pp. 761-803.
16. Scott M.G., LeGrys, V.A. and Klutts J,‘Electrochemistry and Chemical Sensors andElectrolytes and Blood Gases’’ In: Tietz TextBook of Clinical Chemistry and MolecularDiagnostics, 4th Ed. Vol.1, Elsevier SaundersInc., Philadelphia, 2006, pp. 93-1014.
17. Guyton A.C and Hall J.E, dalam: Buku AjarFisiologi Kedokteran Edisi ke-11, PenerbitBuku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008, hh.307-400.
18. Siregar P, ‘Gangguan Keseimbangan Cairandan Elektrolit’ dalam: Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam, Edisi ke-5, Interna publishing,Jakarta, 2009, hh. 175-189.
19. O’Callaghan C, ’Sains Dasar Ginjal danGangguan Fungsi Metabolik Ginjal’ At aGlance Sistem Ginjal, Edisi Kedua, PenerbitErlangga, Jakarta, 2009, hh. 22-68.http://jurnal.fk.unand.ac.id 85Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1
20. Stefan Silbernagl and Florian Lang, Teks danAtlas Berwarna Patofisiologi, Penerbit BukuKedokteran EGC, 2007, hh. 92-125.
21. Fischbach F, Dunning M.B, Talaska F, BarnetM, Schweitzer T.A, Strandell C, et al, ‘Chlorida, Potassium, Sodium’ In: A Manual of Laboratory and Diagnostic Test, 8th Ed.,Lippincot Wiliams and Wilkins, 2009, pp. 997-1009.
22. Ganong W.F, ’Fungsi Ginjal dan Miksi’ pada Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi ke-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,2005, hh. 725-756.
23. Priest G, Smith B and Heitz, ’9180 ElectrolyteAnalyzer Operator’s Manual’ 1st Ed, AVLScientifi Corporation, USA, 1996, pp. 1-120.
Recommended