1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang
disebabkan oleh berbagai keadaan. Katarak dapat ditemukan dalam keadaan disertai
ataupun tidak disertai kelainan-kelainan pada mata, penyakit sistemik1,2. Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun1. Adanya katarak kongenital atau infantil merupakan
ancaman terhadap penglihatan, tidak hanya karena obstruksi langsung pada
penglihatan namun juga karena gangguan bayangan retina mengganggu maturasi
visual pada bayi dan mengakibatkan terjadinya ambliopia3.
Secara umum katarak hanya mengenai orang tua, tetapi katarak dapat
mengenai semua umur dan pada orang tua katarak merupakan bagian umum pada
usia lanjut. Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia. Telah dilaporkan dari data hasil penelitian terdapat sebanyak 14%
anak-anak didunia mengalami kebutaan karena katarak. Di negara Asia, sebanyak 1
juta anak mengalami kebutaan karena katarak, di negara berkembang seperti India,
sebanyak 7,4%-15,3% anak-anak mengalami kebutaan karena katarak. Prevalensi
katarak pada anak-anak adalah sekitar 1-15/1000 anak4.
Insiden katarak kongenital terjadi pada 3:10.000 kelahiran hidup. Dua pertiga
kasus adalah bilateral atau didapat dari lahir. Secara umum katarak kongenital
disebabkan oleh mutasi genetik, kelainan autosom dominan (AD). Sebagian lain
dapat dikarenakan akibat kelainan kromosom seperti Down syndrome , penyakit
metabolik seperti galaktosemia, dan kelainan di intrauterin akibat infeksi rubella5.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa
2.1.1 Anatomi
Lensa kristalin merupakan lensa yang transparan berbentuk biconvex yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan lensa, refraksi cahaya, dan proses
akomodasi6. Lensa juga merupakan elemen refraktif terpenting kedua pada mata,
setelah elemen terpenting pertama seperti kornea dan film air3. Lensa berasal dari
lapisan ektoderm, merupakan struktur yang transparan berbentuk cakram bikonveks
yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadi akomodasi1. Lensa ini terletak di
posterior dari iris (bilik mata belakang) dan anterior dari korpus vitreous. Lensa tidak
memiliki suplai darah ( avaskular) atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal
ini bergantung pada aqueus humor untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta
membuang sisa metabolismenya. Posisi lensa dipertahankan oleh zonula Zinnii yang
terletak dibagian perifer kapsul lensa, terdiri dari serat-serat yang kuat yang
menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar6.
Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara normal
sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari
aqueous humor dan vitreous yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D
seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan
refraksinya diberikan oleh udara dan kornea6.
3
Gambar Anatomi mata (www.wordpress.com)
Gambar Lensa (www. buzusima87.blogspot.com )
Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir,
ukurannya sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm anteroposterior serta
memiliki berat 90 mg. Pada lensa dewasa berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm
anteroposterior serta memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks
meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut
bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin
bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini
mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, lensa
4
yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada
keseimbangan faktor-faktor yang berperan6.
Berikut ini merupakan bagian-bagian dari struktur lensa, terdiri atas:
Gambar Lensa (www.emedicaltextbook.com)
Gambar Lensa (www.eyevet.com)
a. Kapsula
Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang transparan
terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial. Kapsula
terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif.
5
Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan dalam
melekatnya serat-serat zonula. Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan
posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana
memiliki ketipisan sekitar 2-4 m. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul
posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan6.
b. Epitel Lensa
Epitel Lensa terletak tepat di belakang kapsula anterior lensa. Terdiri dari sel-sel
epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara metabolik ia
aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA,
RNA, protein dan lipid, yang nantinya dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi dari lensa9. Sel epitel akan menggalami perubahan morfologis
ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa. yang sering disertai
dengan peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan
organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom. Hilangnya organel-
organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar
atau terserap oleh organel-organel ini. Tetapi dengan hilangnya organel maka fungsi
metabolikpun akan hilang sehingga serat lensa bergantung pada energi yang
dihasilkan oleh proses glikolisis6.
c. Korteks
Korteks merupakan bagian luar dari nukleus, terdiri atas serat lensa yang lebih muda.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,
sedang di belakangnya korteks posterior1,3.
d. Nukleus
Nukleus lensa mempunyai konsisten lebih keras di banding korteks lensa yang lebih
muda. Nukleus merupakan bagian sentral yang paling dahulu dibentuk atau serabut
(serat) lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa nukleus lensa dapat
dibedakan menjadi nukleus embrional, fetal dan dewasa. Nukleus fetal dan embrional
merupakan bagian tertua yang dihasilkan selama kehidupan embrional dan terdapat
pada bagian tengah lensa1,3,6.
6
Gambar Struktur lensa (www.buzusima87.blogspot.com)
e. Serat-serat zonula
Lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari
epitelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula
ini memasuki kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu. Seiring usia, serat-
serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior yang
tampak sebagai bentuk segitiga pada potongan melintang dari cincin zonula6.
Gambar Korpus siliar (www.eophtha.com)
2.1.2 Fisiologi Lensa
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu1:
- kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung
- jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
- terletak ditempatnya
7
Keseimbangan cairan dan elektrolit lensa6
Aspek fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur
keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan
lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan
makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
Telah ditentukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi pada
katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara bermakna.
Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan
perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa
menjadi lebih terhidrasi daripada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air
yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraselular. Konsentrasi natrium
(sodium) dalam lensa dipertahankan pada 20mM dan konsentrasi kalium sekitar 120
mM.
Epitelium Lensa sebagai Tempat Transport Aktif 6
Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino
yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya. Sebaliknya, lensa
mengandung kadar ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari
lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah
hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa
(Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap
serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar
dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini tergantung dari pemecahan
ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali
terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain. Inhibisi dari Na+, K+-ATPase
akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatnya kadar air
dalam lensa. Pada perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah menunjukkan
bahwa terjadi penurunan aktifitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak
menunjukkan perubahan apa pun. Dan studi-studi lain telah memperkirakan bahwa
permeabilitas membran meningkat seiring dengan perkembangan katarak.
8
Pump-Leak Theory (teori kebocoran pompa lensa) 6
Kombinasi dari transpor aktif dan permeabilitas membran sering mengacu
sebagai sistem kebocoran pompa lensa. Menurut teori pompa bocor, pottasium pompa
dan berbagai molekul lain seperti asam amino secara aktif diangkut ke dalam lensa
anterior melalui epitelium. Mereka kemudian berdifusi keluar dengan gradien
konsentrasi melalui belakang lensa, dimana tidak ada mekanisme transpor aktif.
Sebaliknya, natrium mengalir melalui belakang lensa dengan gradien konsentrasi dan
kemudian secara aktif dipertukarkan untuk kalium oleh epitelium. Untuk mendukung
teori ini, gradien anteroposterior ditemukan untuk kedua ion, kalium terkonsentrasi di
lensa anterior dan natrium terkonsentrasi di posterior lensa. Kondisi seperti
pendinginan yang di mengaktifkan energi tergantung pompa anzyme juga
menghapuskan gradien tersebut. Sebagian besar dari Na, K, ATP ase aktifitas
ditemukan di epithelim lensa. Transportasi kapsul mekanisme aktif saja dihapus oleh
degradasi enzimatik dengan kolagenase. Temuan ini mendukung hipotesis bahwa
epitel adalah bagian utama untuk transpor aktif dalam lensa. Jadi, natrium dipompa
pada permukaan anterior lensa ke dalam aqueous humor, dan kalium akan bergerak
dari humor akuos ke ldalam lensa. Pada permukaan posterior lensa (lensa-vitreous
interface), pergerakan zat terlarut sebagian besar terjadi melalui difusi pasif. Hasil ini
berlawanan dengan pengaturan dalam natrium dan kalium di lensa, dengan
konsentrasi kalium yang lebih tinggi di belakang lensa dan lebih rendah di bagian
depan. Banyak dari difusi seluruh lensa terjadi dari sel ke sel melalui gap junction
resistansi rendah.
Distribusi elektrolit membran sel lensa memberikan perbedaan potensial
listrik antara bagian dalam dan luar lensa. Bagian dalam lensa elektronegatif,
berukuran sekitar -70mV- Bahkan ada mv-233 potensi yang berbeda antara
permukaan anterior dan posterior lensa. Perbedaan potensial normal sekitar 70mV
yang siap diubah oleh perubahan aktivitas pompa atau permeabilitas membran.
Membran sel lensa juga secara relatif tidak permeabel terhadap kalsium.
Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat mengganggu metabolisme lensa.
Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat pada beberapa perubahan meliputi ;
9
tertekannya metabolisme glukosa, pembentukan agregat protein dengan berat molekul
tinggi dan aktivasi protease yang destruktif, glukosa memasuki lensa melalui sebuah
proses difusi terfasilitasi yang tidak secara langsung terhubung oleh sistem transport
aktif. Hasil buangan metabolisme meninggalkan lensa melalui difusi sederhana.
Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, myo-inositol dan kolin memiliki
mekanisme transport yang khusus pada lensa.
Akomodasi Lensa
Akomodasi lensa merupakan kemampuan mata untuk melihat jauh dan dekat,
dipengaruhi oleh kelenturan lensa, kontraksi otot-otot siliaris dan serat zonula zinnii6.
Pada orang muda, lensa terdiri atas kapsul elastik yang kuat dan berisi cairan kental
yang mengandung banyak protein dan serabut-serabut transparan. Saat lensa dalam
keadaan relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsul, maka lensa berbentuk sferis, akibat
dari elastisitas dari kapsul lensa terdapat kira-kira 70 ligamen yang sangat tidak
elastis (disebut zonula). Yang melekat di sekeliling lensa, menarik tepi lensa kearah
lingkar bola mata. Ligamen ini secara konstan diregangkan oleh perlekatannya ke
badan siliar pada tepi anterior koroid dan retina. Regangan pada ligament ini
menyebabkan lensa relatif datar dalam keadaan mata istirahat7.
Tempat perlekatan ligament lensa di badan siliar merupakan suatu otot yang
disebut otot siliaris. Otot ini memiliki dua perangkat serabut otot polos, yaitu serabut
meridional dan serabut sirkular. Serabut meridional membentang sampai peralihan
kornea-sklera. Kalo serabut ini berkontraksi, bagian perifer dari ligament lensa akan
tertarik ke depan dan bagian medialnya kearah kornea, sehingga regangan terhadap
lensa akan berkurang sebagian. Serabut sirkular tersusun melingkar mengelilingi
bagian dalam mata, sehingga pada waktu berkontraksi terjadi gerak seperti sfingter,
jarak antar pangkal ligament mendekat, dan sebagai akibatnya tegangan ligament
terhadap kapsul lensa berkurang. Jadi, kontraksi seperangkat serabut otot polos dalam
otot siliaris akan mengendurkan ligament kapsul lensa, dan lensa akan lebih cembung
seperti balon akibat sifat elastisitas kapsulnya. Oleh karena itu, bila otot siliaris
melakukan relaksasi lengkap, kekuatan dioptri lensa akan berkurang menjadi sekecil
mungkin yang dapat dicapai oleh lensa. Sebaliknya bila otot siliaris berkontraksi
10
sekuat-kuatnya, kekuatan lensa menjadi maksimal. Dengan kata lain ketika otot
siliaris berkontraksi, aksial lensa menebal, diameter menurun, dan kekuatan dioptri
meningkat untuk memproduksi akomodasi. Ketika otot siliaris dalam keadaan
relaksasi, ketegangan zonular menurun, lensa rata, dan daya dioptiknya menurun,
lensa jadi lebih sferis6,7.
Menurut teori klasik von helmholz. Sebagian besar perubahan bentuk lensa
akomodatif terjadi pada permukaan pusat anterior lensa. Pada bagian kapsul anterior
lebih tipis dibandingkan kapsul perifer lensa, dan serat zonular anterior sedikit lebih
dekat dengan visual axis daripada serat zonular posterior, sehingga bagian permukaan
kapsul anterior lensa akan berpengaruh terhadap proses akomodasi. Kelengkungan
permukaan posterior lensa zonular memberikan perubahan minimal terhadap
akomodasi. Kapsul posterior, merupakan daerah paling tipis, kelengkungan kapsul
posterior lensa terlepas dari ketegangan zonular6.
Pengaturan akomodasi melalui saraf parasimpatis
Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang dijalarkan
ke mata dari nukleus saraf kranial ketiga pada batang otak. Perangsangan saraf
parasimpatis menimbulkan kontraksi otot siliaris, selanjutnya akan mengendurkan
ligament lensa dan meningkatkan daya bias. Dengan meningkatnya daya bias, mata
mampu melihat objek lebih dekat dibanding sewaktu daya biasnya rendah.
Akibatnya, dengan mendekatnya objek kearah mata, frekuensi impuls parasimpatis ke
otot siliaris secara progresif ditingkatkan agar objek tetap dapat dilihat dengan jelas7.
Gambar Akomodasi lensa (www.wordpress.com)
11
2.2. Katarak Kongenital
2.2.1. Definisi
Katarak berasal dari Yunani: Katarrhakies, Inggris: Cataract, dan latin: cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya2.
Katarak kongenital adalah perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang
muncul pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir 6,10,11.. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama
akibat penanganannya yang kurang tepat2.
2.2.2. Etiologi
Etiologi yang paling umum termasuk infeksi intrauterin, gangguan metabolisme,
dan sindrom genetik ditransmisikan. Sepertiga dari katarak pediatrik bersifat sporadis,
mereka tidak terkait dengan penyakit sistemik atau okular. Namun, mereka mungkin
mutasi spontan dan dapat menyebabkan pembentukan katarak pada keturunannya
pasien. Sebanyak 23% dari katarak kongenital adalah familial. Mode yang paling
sering dari transmisi adalah autosomal dominan dengan penetrasi lengkap. Jenis
katarak bisa muncul sebagai katarak total, katarak polar, katarak lamellar, atau
opasitas nuklir. Semua anggota keluarga harus diperiksa12.
Penyebab infeksi katarak termasuk rubella (paling umum), rubeola, cacar air,
cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomielitis, influenza, virus
Epstein-Barr, sifilis, dan toksoplasmosis12.
Katarak kongenital adalah katarak yang telah timbul sejak lahir. Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita
penyakit sebagai berikut2:
12
Rubela
Galaktosemia
Diabetes Mellitus
Histoplasmosis
Dapat juga menyertai kelainan-kelainan pada mata sendiri yang biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter:
Mikroftalmus
Aniridia
Koloboma
Keratokonus
Iris Heterokromia
Lensa ektopia
Displasia retina
Megalokornea
13
Tabel. Etiologi Katarak Kongenital
Sumber: Zorab Richard A, et al, 2005.
14
2.2.3. Patofisiologi
Sepertiga katarak kongenital disebabkan oleh kelainan herediter, sepertiga yang
lain karena gangguan metabolism atau infeksi atau berkaitan dengan bermacam
sindrom, sedang sepertiga terakhir tidak dapat dipastikan penyebabnya. Virus rubella
yang menyerang kehamilan ibu trisemester pertama dikatakan menghambat mitosis
sel-sel di beberapa jaringan janin. Pertumbuhan vesikel lensa pada saat itu terjadi
pemanjangan sel-sel epitel posterior yang mengakibatkan perkembangan lensa
menjadi abnormal13.
Bentuk lensa selama invaginasi permukaan ektoderm akan melapisi vesikel optik.
Inti embrio berkembang pada minggu keenam kehamilan. Yang mengelilingi inti
embrionik adalah inti janin. Saat lahir, inti embrionik dan janin membuat sebagian
besar lensa. Postnatal, serat lensa kortikal yang ditetapkan dari konversi epitel lensa
anterior menjadi serat lensa kortikal12.
Jahitan Y merupakan tanda penting karena dapat mengidentifikasi sejauh mana
inti janin. Materi lensa perifer ke jahitan Y adalah korteks lensa, sedangkan materi
lensa dalam dan termasuk jahitan Y adalah nuclear. Pada lampu slit, jahitan Y
anterior berorientasi tegak, dan jahitan Y posterior terbalik12.
Kelainan atau defek (misalnya, infeksi, traumatik, metabolik) pada serat nuklear
atau lentikular dapat menyebabkan kekeruhan (katarak) dari media lentikular. Lokasi
dan pola kekeruhan ini dapat digunakan untuk menentukan defek serta etiologi12.
2.2.4 Klasifikasi
Katarak kongenital bisa terjadi unilateral atau bilateral. Katarak congenital bisa
diklasifikasikan berdasarkan morfologi, etiologi, kelainan metabolik, atau kelainan
anomali dan sistemik (tabel. Etiologi katarak kongenital)6.
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologinya:
15
1. Polar
Katarak polar adalah kekeruhan lensa yang meliputi korteks
subkapsular dan kapsul lensa (pole anterior dan posterior). Katarak anterior
polar dapat terlihat jelas dan terletak di bagian depan dari lensa mata dan
biasanya terkait dengan sifat bawaan. Katarak anterior polar biasanya kecil,
bilateral, simetris, kekeruhan non progresif yang tidak mengganggu
penglihatan. Katarak anterior polar sering diturunkan pada autosomal
dominan. Katarak anterior polar kadang sering berhubungan dengan kelainan
mata yang lain, termasuk microphtalmos, persistent papillary membrane, dan
anterior lenticonus6,11.
Katarak posterior polar juga terlihat jelas, tetapi muncul di bagian
belakang lensa mata. Katarak posterior polar pada umumnya lebih
mengganggu penglihatan dibandingkan katarak anterior polar, karena katarak
posterior polar cenderung lebih besar dan posisi lebih dekat ke titik nodal
mata. Kerapuhan kapsular pernah dilaporkan. Katarak posterior polar
biasanya stabil tetapi berlangsung sesekali. Katarak posterior polar bisa
sporadik atau familial. Familial posterior polar cataract biasanya bilateral
dan diturunkan pada autosomal dominan. Sporadic posterior polar cataract
sering unilateral dan berhubungan dengan sisa tunika vaskulosa lentis atau
dengan adanya abnormalitas kapsul posterior seperti lentikonus atau
lentiglobus6,11.
2. Sutural
Sutural atau stellate cataract adalah kekeruhan pada jahitan Y dari
nukleus fetal yang biasanya tidak mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini
sering mempunyai cabang atau knob proyeksi. Stellate cataract biasanya
bilateral dan simetris, dan diturunkan pada pola autosomal dominan6.
3. Coronary
16
Katarak ini disebut coronary cataract karena terdiri atas sejumlah
kekeruhan berbentuk club-shaped pada cortex yang tersusun disekitar ekuator
lensa seperti mahkota atau korona. Coronary cataract tidak bisa terlihat tanpa
pupil dilebarkan. Coronary cataract tidak mempengaruhi ketajaman
penglihatan dan diturunkan pada pola autosomal dominan6.
Gambar. Coronary cataract
Sumber: Zorab Richard A, 2005
4. Cerulean
Cerulean cataracts biasanya ditemukan di kedua mata bayi dan
dibedakan dengan bintik kecil dan kebiruan pada korteks lensa mata, sehingga
cerulean cataracts juga dikenal sebagai blue-dot cataracts. Cerulean
cataracts bersifat non progresif dan tidak menyebabkan keluhan pada mata.
Cerulean cataracts terkait dengan keturunan/genetik6,11.
5. Nuclear
Nuclear cataract adalah kekeruhan yang terjadi pada nukleus
embrionik saja atau kedua nukleus (nukleus embrionik dan nukleus fetal).
Nuclear cataract umumnya bilateral dengan derajat keparahan yang luas.
Kekeruhan lensa melibatkan nukleus lengkap atau terbatas pada lapisan
17
diskreta tanpa nukleus. Mata dengan congenital nuclear cataract cenderung
menjadi kecil 6.
6. Capsular
Capsular cataract adalah kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul
lensa anterior. Capsular cataract dibedakan dengan anterior polar cataracts
berdasarkan protusinya ke dalam anterior chamber. Capsular cataract
biasanya tidak memberikan efek buruk pada penglihatan6.
7. Lamellar
Lamellar atau zonular cataract adalah tipe katarak kongenital yang
paling umum. Lamellar cataract adalah bilateral dan simetris, dan
mempengaruhi ketajaman penglihatan yang bervariasi, bergantung pada
ukuran dan densitas kekeruhan. Pada beberapa kasus, lamellar cataract bisa
menghasilkan pengaruh toksik yang bersifat sementara selama perkembangan
embrionik lensa. Lamellar cataract diturunkan pada pola autosomal
dominan6.
Gambar. Lamellar cataract
Sumber: Zorab Richard A, 2005
8. Complete
18
Pada complete atau total cataract, semua serat lensa mengalami
kekeruhan. Refleks merah kabur seluruhnya dan retina tidak bisa dilihat baik
melalui oftalmoskop direk maupun indirek. Beberapa katarak kadang subtotal
saat lahir dan tumbuh secara cepat menjadi katarak total. Complete cataract
dapat unilateral atau bilateral dan ditemukan gangguan penglihatan6.
9. Membranous
Membranous cataract terjadi ketika protein lensa diserap dari suatu
lensa yang intak atau yang mengalami trauma, yang memungkinkan kapsul
lensa anterior dan posterior mengalami fusi sehingga menjadi membran putih
yang padat. Ini akan menghasilkan kekeruhan dan distorsi lensa sehingga
menyebabkan gangguan mata yang signifikan6.
10. Rubella
Infeksi maternal dengan virus Rubella, yaitu suatu RNA togavirus
yang dapat merusak fetal, khususnya jika infeksi terjadi pada trimester I
kehamilan. Manifestasi sistemik dari infeksi kongenital rubella diantaranya
defek pada jantung, tuli, dan retardasi mental6.
Katarak bisa merupakan hasil dari infeksi kongenital rubella yang
ditandai dengan bercak putih keruh pada nuklear. Kadang, kekeruhan terjadi
pada seluruh lensa (complete cataract), dan korteks mungkin mencair6.
Manifestasi lain pada mata yang terjadi karena infeksi kongenital
rubella diantaranya retinopati pigmen difus, microphtalmos, glaukoma,
kekeruhan kornea yang besifat sementara atau permanen. Walaupun infeksi
kongenital rubella bisa menyebabkan katarak atau galaukoma, namun kondisi
tersebut tidak selalu terjadi pada sisi mata yang sama6.
19
2.2.5 Gejala Klinis
- Kekeruhan dari lensa yang terlihat seperti titik putih pada pupil yang
secara normal berwarna gelap, sering terlihat jelas dari sejak lahir tanpa
peralatan khusus untuk melihat.
- Kegagalan bayi untuk menunjukkan kesadaran visual dari dunia di
sekitarnya (jika ada katarak pada kedua mata)
- Nistagmus (gerakan mata cepat)10.
Gambar. Katarak congenital
Sumber: Perdami, 2007
2.2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Orang tua penderita mengamati bahwa setelah anaknya lahir, pada bulan
atau tahun pertama, tajam penglihatan sangat berkurang.
b. Pupil berwarna putih9,12.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan tajam penglihatan
Bertujuan untuk memperoleh kesan apakah tajam penglihatan bayi masih
ada atau sudah jelek.
b. Lampu senter
20
Diamati apakah bayi masih ada reaksi terhadap cahaya, yaitu mengikuti
arah cahaya. Dengan pupil yang telah dilebarkan tampak kekeruhan lensa
putih keabuan.
c. Oftalmoskopi
Mengevaluasi refleks fundus12,13.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Untuk katarak unilateral, pemeriksaan laboratorium termasuk titer
TORCH dan venereal disease research laboratory (VDRL) tes.
Untuk katarak bilateral, pemeriksaan laboratorium termasuk BUN, titer
TORCH, VDRL, reduksi urine, urin untuk asam amino, kalsium, dan
fosfor.
b. Imaging
CT scan kepala
c. Pemerikasaan pendengaran9,12.
2.2.7 Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Dilakukan melalui vaksinasi rubella bagi wanita sebelum hamil,
diharapkan dapat mengurangi insiden terjadinya katarak kongenital9,12.
b. Terapi pembedahan
Operasi katarak adalah pengobatan pilihan dan harus dilakukan ketika
pasien kurang dari 17 minggu untuk memastikan kekurangan visual yang
minimal atau tidak ada. Kebanyakan dokter mata memilih untuk operasi jauh
lebih awal, idealnya ketika pasien di bawah usia 2 bulan, untuk mencegah
ambliopia irreversibel dan nistagmus sensorik pada kasus katarak kongenital
bilateral9,12.
Indikasi pembedahan:
- Apabila didapatkan katarak unilateral yang padat
- Katarak sentral dengan diameter > 2 mm
21
- Katarak bilateral.
Penundaan operasi adalah karena glaukoma. Sejak glaukoma terjadi
pada 10% dari operasi katarak kongenital, banyak ahli bedah menunda operasi
katarak. Operasi ditunda 1-2 tahun kemudian, sehingga risiko penyusit operasi
lebih kecil 9,12.
Extracapsular cataract extraction (ECCE) dengan kapsulektomi
posterior primer dan anterior vitrektomi adalah prosedur pilihan (melalui
limbal atau Pars Plana pendekatan). Intracapsular cataract extraction (ICCE)
pada anak-anak merupakan kontraindikasi karena traksi vitreous dan
hilangnya ligamentum kapsulohialoid Wieger. Vitrektomi instrumentasi
adalah metode yang disukai karena bahan lensa sangat lembut. Seluruh
prosedur dapat dilakukan dengan menggunakan satu instrumen intraokular.
Mata yang kekeruhan kapsulnya sangat cepat, memerlukan kapsulektomi pada
saat ekstraksi katarak. Koreksi afakia dilakukan dengan pemberian lensa
kontak atau kaca mata. Pemasangan lensa intraokuler pada infantil masih
merupakan kontroversi 9,12.
2.2.8 Diagnosis Banding
- Retinoblastoma
Tumor ganas yang menyerang retina ditandai dengan gejala mata
kucing (amaurotic cat’s eye) yang disertai strabismus, glaukoma.
- Retrolental fibroplasia
Timbul sebagai akibat pemberian oksigen yang berlebihan pada bayi
prematur9,12.
2.2.9 Komplikasi
- Kehilangan penglihatan walaupun sudah diterapi dengan tindakan
pembedahan dan optik yang agresif
- Ambliopia
22
- Glaukoma
- Nistagmus
- Strabismus
- Retinal detachment 9,12.
2.2.10 Prognosis
Prognosis penglihatan pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis pasien katarak terkait usia. Adanya ambliopia dan terkadang
anomali pada nervus optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan
pada katarak kongenital. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan pasca
operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak
bilateral inkomplit yang progresif lambat. Prognosis lebih buruk pada orang dengan
kelainan lain pada mata lain atau kelainan sistemik 8,9.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. h 8-9
2. Ilyas S, Tansil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Mata. Jakarta: Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia. 2003. h 90-91
3. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi, edisi ke-9. Jakarta: Erlangga. 2006.
p 11-13
4. Ahmedabad. Epidemiology based etiological study of pediatric cataracts in
Western India. Indian Journal of Medical Sciences. 2005. Available at:
http://www.indianjmedsci.org/text.asp?2004/58/3/115/8281. Accessed : 18th
September 2011.
5. Jack J, Kanski. Clinical Opthalmology. 6th ed. Edinburgh London Newyork
Oxford Philadelphia St Louis Sydney Toronto. Butterworth Heiremann
Elsevier. 2007. p 361, 840
6. Zorab RA. Lens and Cataract. American Academy of Opthalmology. The Eye
MD Association. 2005-2006. P 5-9,19-22
7. Guyton dan Hall. Buku ajar fisiologi, edisi ke-10. Jakarta: EGC. 2002. h
779-825
8. Riodan-Eva Paul, Lensa, in: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2010, pp: 169-173
24
9. Nurwasis, dkk, Katarak Kongenital, in: Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi 3, RSU Dokter Soetomo, Surabaya, 2006,
pp: 44-46.
10. Paul B. Griggs, MD, 2009, Congenital Cataract, avalaible at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001615.htm, viewed: 17th
September 2011.
11. Perdami, 2007, Katarak congenital, avalaible at: http://www.perdami.or.id/?
page=content.view&alias=custom_88, viewed: 17th September 2011
12. Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS, 2011, Congenital
Cataract, avalaible at: http://emedicine.medscape.com/article/1210837-
overview#a0104, viewed: 17th September 2011.
13. .
Recommended