SEBARAN SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera
rostochiensis (Woll.) Behrens) BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT DI DATARAN TINGGI DIENG JAWA TENGAH
NURJANAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sebaran Spesies Nematoda
Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis
(Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa
Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Nurjanah
NIM A451064114
ABSTRACT
NURJANAH. Distribution of Potato Cyst Nematode (Globodera pallida (Stone) Behrens and Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Based on Altitude in Dieng Highland Central Java. Supervised by SUPRAMANA and GEDE SUASTIKA.
Potato Cyst Nematodes / PCN, (Globadera pallida (Stone) Behrens and Globodera rostochiensis (woll) Behrens are the most important parasitic nematodes of potato. The nematodes have the ability to devastate and kill potato plants. Previous studies estimated the loss of potato at about 2 ton per Ha in every 20 eggs of these nematode per gram of soils. Therefore, this loss decreased the level of potato harvest up to 80%, particularly in the continuing of potato planting. This research was aimed to map out the regions of Potato Cyst Nematodes distributions of G.pallida and G.rostochiensis. This mapping out was based on the altitude of the potato plants in the Dieng higland in Central Java. Then, the result of this research was expected to be used as a material to verify the status of these two species related to the quarantine pest category A1 group II for G.pallida and quarantine pest category A2 group II for G. rostochiensis. The survey was carried out at the potato planting centers at Dieng highland in Central Java. The altitudes of planting centers were determined in the 5 ranges, i.e. <1250 m a. s. l. (above sea level), 1250 m – 1500 m, 1500 m – 1750 m, 1750 m – 2000 m dpl, and > 2000 m dpl. This determination was performed in 26 locations scattered in Wonosobo and Banjarnegara. Morphological characters and Polymerase Chain Reaction (PCR) assay were used to identify the PCN species. PCN was detected in 17 location from the 26 observation and survey locations which scattered within the Dieng highland at the altitude 1460 m a. s. l to the altitude 2123 m a. s. l. By counting the cysts of these nematodes, it was identified that the density of these nematodes were elevated in the location with the altitude at the range of 1750 m a. s. l to the 2000 m a. s. l. A mix species population of PCN was detected at all locations based on morphological and molecular identification. At the lower altitude (1250 – 1550 m a.s.l.), G.rostochiensis was more prevalence than G. pallida. However, G. pallida tend to predominate the area by increasing altitude of the plantation. It is assumed that the higher altitude, the cooler temperature and lower soil temperature were more favorable to G. pallida. Key words: Altitude, Prevalence, G. pallida, G.rostochiensis, Polymerase Chain
Reaction.
RINGKASAN
NURJANAH. Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang saat ini menjadi bahan pangan alternatif, sebagai sumber karbohidrat untuk menunjang program diversifikasi pangan. Nematoda Sista Kentang/NSK (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) merupakan nematoda penting pada tanaman kentang karena kemampuan merusak dan mematikan tanaman kentang yang sangat besar. Telah dilakukan estimasi bahwa telah terjadi kehilangan hasil kentang sebesar 2 ton/Ha untuk setiap 20 telur/g tanah. Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Unit Pelaksana Teknis di Badan Karantina Pertanian adalah melakukan survai & pemantauan daerah sebar OPT/OPTK, hasil survai dan dari pemantauan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan karantina. Dari hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai sebaran NSK (G. pallida dan G. rostochiensis) berdasarkan ketinggian tempat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk memverifikasi status G. pallida yang merupakan OPTK kategori A1 golongan II dan G. rostochiensis yang merupakan OPTK kategori A2 golongan II. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah sebar Nematoda Sista Kentang G. pallida dan G. rostochiensis berdasarkan ketinggian tempat pada tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah.
Survei dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2008 di sentra pertanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng – Jawa Tengah dengan kisaran ketinggian tempat mulai kurang dari 1250 m dpl sampai dengan ketinggian tempat lebih dari 2000 m dpl pada 26 lokasi yang tersebar di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Identifikasi spesies NSK dengan menggunakan karakter morfologi dilakukan dengan metode sidik pantat (perineal pattern) sista NSK dan untuk memverifikasi Spesies NSK dilakukan deteksi NSK menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
Sista NSK ditemukan terdapat pada 17 lokasi dari 26 lokasi yang disurvai. Sista NSK ditemukan tersebar pada ketinggian tempat mulai dari ketinggian 1460 m dpl sampai dengan 2123 m dpl. Prevalensi NSK pada ketinggian tempat 1250 m – 1500 m sebesar 14,3%, pada kisaran ketinggian 1500 m – 1750 m prevalensi NSK sebesar 60%, dan prevalensi NSK pada ketinggian tempat lebih dari 1750 m mencapai 100%. NSK di Dataran tinggi Dieng Jawa Tengah merupakan populasi campuran G. pallida dan G. rostochiensis. Pada kisaran ketinggian tempat antara 1250 m – 1500 m diketahui bahwa spesies G. rostochiensis lebih dominan dibanding G. pallida. Seiring dengan semakin tinggi tempat, maka dominasi digantikan oleh G. pallida. Hasil identifikasi dengan teknik PCR terdeteksi campuran spesies G. Pallida (391 bp) dan G. rostochiensis (238 bp) pada 17 lokasi yang terdeteksi NSK.
Kata kunci : Ketinggian tempat, prevalensi, G. pallida, G. rostochiensis, Polymerase Chain Reaction.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SEBARAN SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera
rostochiensis (Woll.) Behrens) BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT DI DATARAN TINGGI DIENG JAWA TENGAH
NURJANAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi/Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
Judul Tesis : Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah
Nama Mahasiswa : Nurjanah
NIM : A451064114
Disetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Supramana, M.Si Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Entomologi/Fitopatologi Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 19 Januari 2009 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Bismillahi rohmaani rohiim. Alhamdulillahi robbil’alamin.
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah”. Salawat dan salam tercurah kepada Rasullulah SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada Dr. Ir. Supramana M.Si. dan Dr. Ir. Gede Suastika M.Sc. atas bimbingan, kesabaran, pengkayaan wawasan, saran, kritik dan dukungan moril yang sangat besar peranannya dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA, Dr. Ir. Eliza S. Rusli, Dr. Ir Catur Putra Budiman M.Agric. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program magister di IPB.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Arifin Tasrif, M.Sc yang bersedia menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Aris Widiyanto ( Koordinator PHP Dinas Pertanian Kab. Banjarnegara) atas bantuannya selama survai di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada rekan-rekan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Rumenda Ginting, Yani Dawi, Jati Adiputra, Dwi Sugipriatini, Titi Sumarti, Derhani LG, Rahmawati, Ummu Salamah R, Andi Prasetiawan, Ariningsih SE dan R. Yudiarto atas persahabatan dan kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mbak Tuti dari laboratorium Virologi IPB dan Bruce Ochieng Obura atas persahabatan dan bantuannya selama penelitian.
Rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhamad Saripin (alm), ibunda Julaecha dan kakanda Nurlaela yang telah mencurahkan kasih sayang, doa dan bimbingan. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis ucapkan kepada suami tercinta Fajarudin Mijiono dan ananda tercinta Kamila Nurhanifah atas kesabaran, kasih sayang dan dukungannya. Ucapan terima kasih disampaikan pula pada Mertua Bapak M Dahlan dan Ibu Siti Absah, dan adik ipar Atun dan Tiyok atas doa, dorongan semangat dan bantuan moril selama ini.
Akhir kata saya haturkan terima kasih kepada semua pihak dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk kepentingan umat manusia dan ilmu pengetahuan.
Bogor, 13 Januari 2009
Nurjanah
RIWAYAT HIDUP
Nurjanah, SP. Dilahirkan di Bandung tanggal 13 Agustus 1976, sebagai
anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Muhamad Saripin dan Ibu
Julaecha. Penulis menikah dengan Fajarudin Mijiono pada tahun 2005 dan
dikaruniai anak bernama Kamila Nurhanifah pada tahun 2006.
Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 11 Bandung, lulus pada
tahun 1994. Penulis melanjutkan ke pendidikan tinggi di Universitas Padjadjaran
Bandung, Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan pada
tahun 1994 -1999.
Penulis pernah bekerja sebagai Tenaga Pendamping Penyuluh Pertanian
pada Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian Untuk Memberdayakan
Masyarakat Tani (kerjasama Deptan-IPB-Depkop PKM) tahun 1999-2000. Pada
Tahun 2000-2001 penulis bekerja sebagai Service Supervisor di PT. Rentokil
Indonesia di Jakarta, kemudian penulis bekerja sebagai Technical Executive di
PT. AGRICON Bogor tahun 2001-2005. Pada Tahun 2005-2006 penulis
diterima sebagai Tenaga Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan di
Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas II Cilacap. Kemudian sejak tahun 2006
penulis bekerja sebagai Tenaga Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan
di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Jakarta.
Pada tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke
Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Program Studi Entomologi dan Fitopatologi. Beasiswa pendidikan pascasarjana
diperoleh dari Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
PENDAHULUAN .......................................................................................
Latar Belakang ...........................................................................................
Tujuan ........................................................................................................
Perumusan Masalah .................................................................................
Hipotesis ....................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Klasifikasi Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis dan
Globodera pallida).......................................................................................
Morfologi Nematoda sista emas (G. rostochiensis) ..................................
Morfologi Nematoda sista putih (G. pallida) ...............................................
Biologi dan Ekologi NSK ...........................................................................
- Biologi NSK .....................................................................................
- Ekologi NSK ....................................................................................
Sebaran NSK .............................................................................................
- Sebaran Geografi NSK ..................................................................
- Sebaran Horisontal NSK ...............................................................
Karakterisasi NSK .....................................................................................
- Karakterisasi NSK berdasarkan Morfologi ......................................
- Karakterisasi NSK berdasarkan Biomolekuler ...............................
BAHAN DAN METODE ..............................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................
Metode Penelitian ......................................................................................
- Penentuan lahan contoh .................................................................
- Pengumpulan sampel tanah dari tanaman kentang yang terinfeksi
- Ekstraksi sista NSK .......................................................................
Identifikasi spesies NSK berdasarkan karakter morfologi ..........................
Identifikasi spesies NSK berdasarkan karakter molekuler..........................
x
xi
xii
1
1
3
3
4
5
5
5
6
7
7
9
11
11
13
13
13
15
18
18
18
18
18
19
19
21
Analisis Data .............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Prevalensi NSK berdasarkan Ketinggian Tempat ...................................
- Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Jumlah Sista NSK..
- Hubungan antara Suhu Tanah dengan Jumlah Sista NSK.............
- Korelasi antara Jumlah Sista NSK dengan Ketinggian Tempat
dan Suhu Tanah ............................................................................
Dominasi Spesies NSK berdasarkan Ketinggian Tempat .........................
Verifikasi Spesies NSK melalui PCR .........................................................
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
23
24
24
26
27
28
30
31
37
38
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
Daerah sebar NSK di Pulau Jawa ...........................................
Perbedaan ciri morfologi G. rostochiensis dan G. pallida........ Hasil korelasi antara ketinggian, jumlah sista, suhu tanah dan
jumlah tanaman ........................................................................
12
20
29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Skema Siklus hidup Globodera spp (Evans & Stone 1977 dalam Marks & Brodie 1998) ....................................................................... Tipe bentuk sista untuk Globodera, Punctodera, Cactodera dan Heterodera (Marks & Brodie 1998) .................................................... Pola perkembangan fenestra dari sista Heteroderinae (Marks & Brodie 1998)....................................................................................... Bagian perineal sista Globodera (Marks & Brodie 1998) .................. Bentuk ridge vulval-anal G. rostochiensis dan G. pallida (Marks & Brodie 1998) ..................................................................................... G. rostochiensis (a), G. pallida (b) ................................................... Gejala serangan NSK (a) & (b), sista NSK di sekitar daerah perakaran tanaman kentang (c) (Nurjanah 2008) ............................
Prevalensi sista NSK berdasarkan ketinggian tempat di Dataran tinggi Dieng Jawa Tengah ................................................................
Hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK ........ Hubungan antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK ................... Pengaruh ketinggian tempat terhadap proporsi spesies NSK .................................................................................................... Produk PCR sista G. rostochiensis dan G. Pallida yang diambil dari lokasi dengan ketinggian tempat 1250 m dpl – 1750 m dpl : ”.......” .. Produk PCR sista G. rostochiensis yang diambil dari lokasi pada ketinggian tempat 1750 m dpl – 2000 m dpl : ”.......” ........................ Produk PCR sista G. pallida yang diambil dari lokasi pada ketinggian tempat 1750 m dpl – 2000 m dpl : ”.......” ........................ Produk PCR sista G. rostochiensis, G. pallida yang diambil dari lokasi pada ketinggian tempat lebih dari 2000 m dpl: ”.......” ........... Produk PCR sista NSK menggunakan primer spesifik G. rostochiensis, G. pallida dan primer universal (Muholland et al. 1988), dengan jumlah sista NSK yang diekstraksi adalah 1, 5, dan 10 sista................................................................................................
7
14
14
15
15
21
24
25
27
28
30
31
32
32
33
35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
Lokasi Pengambilan sampel sista NSK ............................................. Daerah sebar NSK di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah ............................................................................................... Data prevalensi NSK di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah Hasil analisis regresi : Jumlah sista NSK versus ketinggian tempat ................................................................................................ Hasil analisis regresi : Jumlah sista NSK versus suhu tanah .................................................................................................. Identifikasi morfologi sista NSK ......................................................... Hasil pengamatan sidik pantat sista NSK ...........................................
43
44
47
48
49
50
51
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting
di Indonesia yang saat ini menjadi bahan pangan alternatif, sebagai sumber
karbohidrat untuk menunjang program diversifikasi pangan. Kebutuhan kentang
dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan gizi (Rukmana
1997). Perubahan pada konsumsi masyarakat Indonesia dewasa ini juga turut
berperan dalam memacu peningkatan kebutuhan kentang.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2008) di indonesia setiap tahun
terjadi penurunan produksi kentang. Pada tahun 2007 terjadi penurunan
produksi kentang sebesar 5.887 ton, yaitu dari produksi 1.009.619 ton pada
tahun 2005 menjadi 1.003.732 ton pada tahun 2007. Pada tahun 2005 produksi
kentang mengalami penurunan sebesar 62.421 ton, yaitu dari produksi 1.072.040
ton pada tahun 2004 menjadi 1.009.619 ton pada tahun 2005.
Rendahnya produktivitas kentang disebabkan beberapa faktor, diantaranya
adalah gangguan hama dan penyakit, iklim, teknik budidaya, pembibitan (mutu
bibit) dan kesuburan tanah. Di antara faktor-faktor tersebut, gangguan hama dan
penyakit merupakan penyebab utama penurunan produksi kentang di Indonesia.
Penyakit penting yang menyebabkan penurunan produksi kentang di Indonesia
adalah penyakit tanaman yang disebabkan oleh berbagai cendawan, bakteri,
virus, viroids dan nematoda dengan intensitas serangan yang sangat tinggi.
Keberadaan nematoda pada tanaman kentang merupakan salah satu kendala
yang mempengaruhi produksi kentang. Nematoda Sista Kentang (Globodera
pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens)
merupakan nematoda terpenting pada tanaman kentang (Luc et al. 1995) karena
kemampuan merusak dan mematikan tanaman kentang yang sangat besar.
Nematoda sista kentang (NSK) dapat dengan mudah menyebar melalui tanah,
mesin pertanian , umbi kentang, dan melalui air.
Gejala yang nampak akibat serangan NSK adalah terjadinya kerusakan
akar yang menyebabkan berkurangnya penyerapan air dan hara, sehingga
sistem perakaran berkurang, terdapat betina berwarna putih dan sista berwarna
putih, kuning emas, sampai coklat mengkilat, permukaan umbi
2
pecah-pecah atau terdapat lekuk-lekuk kecil. Bagian tanaman di atas permukaan
tanah pertumbuhannya terhambat (kerdil) dan daunnya menguning (klorosis) dan
layu pada siang hari yang terik (Luc et al. 1995). Interaksi antara NSK dengan
patogen kentang lainnya menyebabkan kerusakan tanaman lebih parah
(kompleks penyakit). Menurut CABI (2007) tingkat keparahan penyakit, dalam
hubungannya dengan berat umbi kentang yang dihasilkan adalah tergantung dari
jumlah telur NSK per unit tanah.
Nematoda sista kentang diketahui terdapat di 70 negara khususnya di
daerah dingin pada wilayah trofis, subtrofis dan daerah temperate di dunia (CABI
2007). Telah dilakukan estimasi bahwa terjadi kehilangan hasil kentang sebesar
2 ton/Ha untuk setiap 20 telur/g tanah. Oleh karena itu dapat terjadi kehilangan
hasil panen kentang sekitar 80% jika populasi NSK terus meningkat akibat
penanaman kentang secara terus-menerus dan tingkat serangan NSK yang
sangat tinggi (Spears 1968).
Nematoda sista kentang Globodera spp., merupakan organisme
pengganggu tumbuhan karantina (OPTK), sebagaimana tercantum dalam Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.060/1/ 2006, Tanggal 27
Januari 2006, Tentang Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang,
Media Pembawa dan Daerah Sebarnya. G. pallida termasuk OPTK kategori A1
golongan II, sedangkan G. rostochiensis termasuk OPTK kategori A2 golongan II.
Sebagai OPT baru yang mempunyai potensi menyerang, menetap dan/atau
menyebar ke kawasan tertentu perlu dilakukan tindakan eradikasi/eliminasi
dengan tujuan akhir OPT tersebut berhasil dimusnahkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lisnawita (2007) diketahui
bahwa NSK telah terdeteksi di sentra-sentra pertanaman kentang di Jawa Timur,
Jawa Tengah dan Jawa Barat dan diduga NSK sudah ada di daerah tersebut
untuk waktu yang cukup lama. Di Jawa Tengah, petani telah menanam kentang
dengan menggunakan bibit asal Jerman sejak tahun 1985 (Suwardiwijaya et al.
2007). Kondisi ini memungkinkan bagi NSK untuk menetap di daerah tersebut.
Menurut Brodie (1984), untuk dapat terdeteksi dan menyebabkan endemik di
suatu daerah, NSK memerlukan waktu sekitar 7 tahun.
Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Unit Pelaksana Teknis di Badan
Karantina Pertanian adalah melakukan survai & pemantauan daerah sebar
3
OPT/OPTK, hasil survai dan dari pemantauan dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan
karantina. Dari hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai sebaran
nematoda sista kentang (G. pallida dan G. rostochiensis) berdasarkan
ketinggian tempat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
untuk memverifikasi status G. pallida yang merupakan OPTK kategori A1
golongan II dan G. rostochiensis yang merupakan OPTK kategori A2 golongan II.
Berdasarkan data perkembangan kumulatif luas serangan NSK, maka penelitian
dilaksanakan di beberapa sentra penanaman kentang di daerah Dieng – Jawa
Tengah.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah sebar spesies NSK G.
pallida dan G. rostochiensis di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah.
Perumusan Masalah Nematoda sista kentang (NSK) merupakan patogen yang sulit dikendalikan.
Menurut Stevenson et al. (2001) sekali NSK terinfestasi pada suatu lahan, maka
nematoda akan tetap ada di lahan tersebut dan mungkin lahan tersebut sulit
untuk dapat bersih dari NSK. Di Inggris dilaporkan ambang ekonomi untuk G.
rostochiensis adalah 15 telur/g tanah. Di Jerman dilaporkan infestasi G.
rostochiensis menimbulkan kerugian 11%, 27% dan 43% pada kepadatan
populasi 100, 1000 dan 10.000 larva/100 cm3 tanah (CABI 2007). NSK dapat
tersebar secara pasif bersama tanah atau umbi. Untuk mencegah penyebaran
NSK yang lebih luas, dibutuhkan survei mengenai sebaran NSK berdasarkan
ketinggian tempat. Dari hasil survai dapat diperoleh data mengenai jenis dan
jumlah NSK berdasarkan ketinggian tempat. Data yang diperoleh sangat
diperlukan untuk menentukan kepadatan populasi NSK, pola penguasaan ruang
oleh NSK dan tipe penyebaran NSK. Berdasarkan penelitian sebelumnya
(Lisnawita 2007) dinyatakan bahwa NSK telah terdapat di 4 desa yang di Dieng
pada kisaran ketinggian tempat antara 1600 m dpl – 1700 m dpl, sehingga
diperlukan data mengenai sebaran NSK pada ketinggian tempat di bawah 1400
m dpl dan di atas 1700 m dpl. Pada penelitian ini dilakukan survai di Dataran
Tinggi Dieng Jawa Tengah dengan kisaran ketinggian tempat antara 1250 m dpl
– lebih dari 2000 m dpl. Dari data hasil survai dapat diperoleh data kejadian
4
penyakit (prevalensi) NSK pada daerah-daerah yang sudah dilaporkan
terinfestasi maupun yang belum terinfestasi NSK.
Hipotesis 1. Terdapat korelasi antara ketinggian tempat dan sebaran spesies NSK.
2. Semakin tinggi tempat maka populasi Globodera pallida semakin
banyak.
3. Kejadian penyakit (prevalensi) NSK telah menyebar hampir di seluruh
hamparan pada sentra penanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng,
Jawa Tengah.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis dan Globodera pallida)
Klasifikasi nematoda sista kentang berdasarkan CABI (2007) adalah
sebagai berikut : Globodera sp termasuk ke dalam superkingdom Eukaryota,
kingdom Animalia, phylum Nematoda, Kelas Chromadea, ordo Tylenchida,
subordo Tylenchina, superfamili Tylenchoidea, famili Heteroderidae, subfamili
Heteroderinae, dan genus Globodera. Globodera mempunyai 14 spesies,
terdapat 2 spesies yang menjadi parasit utama pada kentang yaitu spesies
Globodera rostochiensis (Wollenweber) Behrens dan Globodera pallida (Stone)
Behrens. G. rostochiensis dengan sista berwarna emas/kuning (Golden cyst
nematode), dan G. pallida dengan sista berwarna putih (white cyst nematode).
Morfologi Nematoda Sista Emas (G.rostochiensis)
Telur. Telur berada di dalam sista. Permukaan telur licin, mempunyai
panjang 101 – 104 µm dan lebar 46 - 48 µm. Rasio panjang dan lebar adalah
2,1-2,5.
Juvenil. Juvenil 1 berada di dalam telur, Juvenil 2 (J2) menetas dari telur.
Juvenil 2 berbentuk seperti cacing (vermiform) dengan kepala yang bulat dan
stilet berkembang dengan baik serta knob stilet bulat (rounded). Panjang tubuh
468,0 ± 100,0 µm. panjang kepala 4,6 ± 0,6 µm, panjang stilet 22,0 ± 0,7 µm,
panjang ekor 44,0 ± 12,0 µm, dan panjang ekor yang hilain 26,5 ± 2 µm.
Jantan. Jantan berbentuk seperti cacing (vermiform), bentuk kepala bulat
dan stilet pendek dengan knob yang berkembang baik (Stone 1973). Jika
difiksasi tubuh akan melengkung seperi huruf C atau S. Testis tunggal terdapat di
tengah tubuh. Panjang tubuh 0,89 - 1,27 mm dengan lebar tubuh pada lubang
ekskresi 28 ± 1,7 µm, lebar dasar kepala 11,8 ± 0,6 µm, panjang kepala 7 ± 0,3
µm, dan panjang stilet 26,0 ± 1 µm.
Betina. Betina berbentuk bulat tanpa kerucut (cone) dan berwarna putih
bersih (Supramana, 2004). Betina keluar dari korteks akar sekitar 4-5 minggu
6
setelah J2 berinvasi. Panjang stilet 23,0 ± 1 µm, lebar kepala 5,2 ± 0,7 µm, dan
jumlah lekukan antara vulva dan anus (cuticular ridges) adalah 21 ± 3.
Sista. Sista berbentuk globuler (Dropkin 1999). Sista berisi telur yang
merupakan generasi berikutnya dari G. rostochiensis dan dibentuk dari kutikula
betina yang mati. Sista berwarna kuning sampai coklat muda, berkilat, berbentuk
bulat. Panjang sista tanpa leher 445 ± 50 µm dan lebar 382 ± 60 µm, panjang
leher 104 ± 19 µm. Rata-rata diameter fenestra 19 ± 2 µm. Jarak dari anus ke
fenestra 66,5 ± 10,3 µm, serta rasio Granek 3,6 ± 0,8 (CABI 2007).
Morfologi Nematoda Sista Putih (G.pallida)
Telur. Telur berada di dalam sista dan permukaan telur licin. Telur
berukuran 108,3 ± 2 µm x 43,2 ± 3,2 µm.
Juvenil. Juvenil (J2) merupakan stadia yang infektif. J2 G.pallida umumnya
lebih besar, stilet lebih panjang dengan knob stilet meruncing (pointed) dan lebih
kuat dibandingkan G. rostochiensis. Juvenil sering ditemukan di dalam tanah
bersama-sama dengan sista. Panjang tubuh 486 + 2,8 µm, panjang stilet 23,0 ±
1,0 µm, panjang ekor 51,1 ± 2,8 µm dan lebar ekor pada anus 12,1 ± 0,4 µm.
Jantan. Jantan berbentuk seperti cacing (vermiform), bentuk kepala bulat
dan stilet pendek dengan knob yang berkembang baik. Bila diperlakukan dengan
panas maka tubuh akan berbentuk C atau S. Ekor pendek, setengah melingkar,
spikula terbuka di dekat ujung ekor. Terdapat testis tunggal yang berada kira-
kira 60% dari panjang tubuh jantan 1200 + 100 µm, lebar dasar kepala 12,3 + 0,5
µm, panjang kepala 6 ± 0,3 µm, panjang stilet 27,5 ± 1,0 µm, panjang ekor 5,2 ±
1,4 µm, lebar ekor pada anus 13,5 ± 2,1 µm
Betina. Betina berbentuk bulat, dengan leher yang pendek. Panjang stilet
27,4 ± 1,1 µm, lebar kepala 5,2 ± 0,5 µm, dan jumlah lekukan antara vulva dan
anus (cuticular ridges) adalah 12,5 ± 3,1 µm.
Sista. Sista berwarna krem sampai coklat muda, berkilat, berbentuk bulat
dan mempunyai leher yang menonjol. Setiap sista berisi 200-500 telur. Sista
berukuran lebar 534 ± 66 µm, panjang tidak termasuk leher 579 ± 70 µm,
panjang leher 188 ± 20 µm. Rata-rata diemeter fenestra 24,5 ± 5 µm. Jarak dari
anus ke fenestra 50 ± 13,4 µm dan rasio Granek 2,2 ± 1(CABI 2007).
7
Biologi dan Ekologi NSK
Biologi NSK Sebagian besar nematoda parasit tumbuhan hidup di dalam tanah dan
mendapat sumber bahan makanan dari perakaran tanaman. Nematoda sista
kentang merupakan endoparasit menetap, betina berkembang menjadi sista
(dapat bertahan hidup dalam tanah > 20 tahun). Sebagian besar spesies
Globodera sudah membentuk sista menempel dengan bagian anterior tubuhnya
menyusup dalam korteks, sedangkan bagian posteriornya di luar jaringan akar
(semi endoparasit). Bentuk sista membulat (globular atau spheroid), warnanya
sebagian besar kuning emas, sebagian lagi putih dan kuning tua sampai coklat
(Spears et al. 1968).
Siklus hidup nematoda sista kentang berlangsung selama 45 hari
(tergantung kesesuaian tanaman dan suhu tanah). Adapun siklus hidup NSK
adalah sebagai berikut :
- Fase telur
- Fase juvenil terdiri dari juvenil 1 (J1), juvenil 2 (J2), juvenile 3 (J3) dan
juvenile 4 (J4). Juvenil mengalami 4 kali pergantian kulit (molting).
- Nematoda dewasa yang terdiri dari nematoda jantan (♂) dan
nematoda betina (♀).
Gambar 1 Skema Siklus hidup Globodera spp (Evans & Stone 1977 dalam Marks
& Brodie 1998)
8
Bagian yang aktif dari siklus hidup dimulai ketika juvenil stadia ke dua (J2)
menetas dari telur. Penetasan terjadi bila temperatur tanah cukup hangat (di
atas 100C) dan ada rangsangan senyawa kimia yang dikeluarkan oleh ujung akar
tanaman inang (Clark & Hannessy 1984; Rawsthorne & Brodie 1986).
Rangsangan ini bersifat spesifik yaitu hanya terjadi pada tanaman dari famili
Solanaceae seperti kentang, tomat, terung dan S. dulcamara (sejenis gulma).
Menurut Devine & Jones (2000), sedikitnya ada sembilan senyawa kimia yang
disebut faktor penetasan (hatching factors) yang berperan dalam penetasan telur
NSK. Beberapa dari senyawa ini telah diidentifikasi dan dikarakterisasi, salah
satunya adalah solanoeclepin A (Mulder et al. 1997).
Rangsangan eksudat akar menyebabkan 60 – 80 % telur menetas, sekitar
5% penetasan terjadi di dalam air dan 30% penetasan terjadi secara spontan
tanpa inang (Fenwick 1994). Bila kondisi lingkungan tidak mendukung dan tidak
ada rangsangan untuk menetas, telur berada dalam kondisi dorman di dalam
sista. Pada stadia dorman, nematoda lebih resisten terhadap nematisida
(Spears et al. 1968).
Nematoda mempunyai empat stadia juvenil dan stadia dewasa (jantan dan
betina). J2 yang menetas dari telur, keluar dari sista, dan melakukan penetrasi
pada ujung akar tanaman inang. Selanjutnya J2 masuk ke dalam akar di dekat
titik tumbuh atau akar-akar lateral dengan menusukkan stiletnya pada sel
epidermis, masuk dan bergerak dalam akar secara intraselluler dan akhirnya
menetap dan memulai makan di perisikel, korteks atau endodermis. Tusukan
stilet menyebabkan masuknya saliva ke dalam sel dan merangsang
pembentukan sinsitium yang dikelilingi oleh satu lapisan sel hiperplastik yang
berguna untuk mentransfer nutrisi ke nematoda (Jones & Nortconte 1972).
Interaksi inang-parasit mempengaruhi perkembangan juvenile stadia empat
(J4) untuk menjadi betina atau jantan. Jenis kelamin dipengaruhi oleh
kecukupan nutrisi. Nutrisi yang kurang akan menghasilkan NSK jantan,
sebaliknya jika nutrisi cukup tersedia akan menghasilkan betina. Pada saat
terjadi infeksi berat, NSK jantan menjadi lebih dominan, dan sebaliknya. Proses
pelukaan terjadi pada saat NSK betina membengkak, memecah korteks akar,
dan mengeluarkan bagian posterior, sedangkan bagian kepala dan leher masih
tetap berada di dalam akar. Dalam perkembangannya, NSK jantan melingkar di
dalam kutikula larva J4 dan memecah kutikula, kemudian menetas. Jantan
9
dewasa berbentuk cacing (vermiform), keluar dari akar dan masuk ke dalam
tanah (Evans & Turner 1998).
Reproduksi NSK terjadi secara seksual. Nematoda betina menghasilkan
feromon untuk memikat atau menarik jantan yang berada di dalam tanah.
Perkawinan segera terjadi beberapa saat kemudian. Setelah kawin, setiap
betina menghasilkan sekitar 200 – 500 telur, kemudian betina mati dan dinding
tubuhnya akan membungkus telur dan membentuk sista. Perkembangan embrio
terjadi di dalam telur hingga juvenil kedua. Penetasan kembali terjadi bila ada
rangsangan yang dihasilkan oleh akar tanaman inang dan kondisi lingkungan
yang sesuai dan siklus hidup akan berulang kembali. NSK akan melengkapi
siklus hidupnya selama 38-48 hari tergantung pada temperatur tanah (Lisnawita
2007).
Nematoda sista kentang mempunyai struktur untuk mempertahankan diri di
dalam tanah yang disebut sista. Sista merupakan tubuh betina yang telah mati,
yang di dalamnya berisi telur (Lisnawita 2007). Sista dan telur merupakan stadia
yang persisten dari siklus hidup NSK. Sista yang baru terbentuk mengandung
sekitar 500 telur. Telur dapat bertahan hidup selama 30 tahun di dalam sista.
Ketika tidak ada tanaman kentang, sista tetap tinggal di dalam tanah, sebagian
dari sista akan menetas secara alami untuk mengurangi kepadatan populasi, dan
sebagian sista lainnya akan tetap berada di dalam tanah untuk waktu yang lama
tanpa inang. Kemampuan bertahan hidup, reproduksi dan dinamika populasi
NSK sangat dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, panjang hari dan faktor
lingkungan di sekitarnya (Lisnawita 2007).
Ekologi NSK Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah biotik (tanaman dan
organisme yang lain), dan abiotik (tanah, suhu, kelembaban, senyawa kimia, dll).
Di antara faktor lingkungan tersebut, suhu merupakan faktor abiotik yang paling
penting. NSK mempunyai temperatur optimum untuk metabolisme, pertumbuhan
dan aktivitasnya. Disamping itu temperatur juga mempengaruhi dormansi
(diapause) (Huang & Pereira 1994), siklus hidup, daya tahan hidup (survival) dan
perilaku (behaviour) NSK (Wharton et al. 2002). Aktivitas larva berlangsung
pada suhu mulai 10 oC dan terhenti pada suhu 40 oC. Temperatur optimum
untuk perkembangan G. rostochiensis pada tanaman inang berkisar antara 18 –
24oC. Perkembangan G. rostochiensis pada tanaman inang akan terhambat
10
pada temperatur 29 - 32 oC, tetapi larva masih bisa keluar dari sista sampai
temperatur 37oC.
Populasi larva hidup dalam tanah tanpa adanya tanaman inang akan
menurun ± 18% per tahun pada tanah dingin, dan sampai 50 - 80% pada tanah
hangat. Tipe tanah juga berpengaruh terhadap laju perkembangan larva. Larva
yang menetas pada tanah berpasir jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
pada tanah gembur dan tanah liat. Beberapa nematoda dapat bertahan sampai
28 tahun dalam tanah yang dingin (Ditlin 2007).
Distribusi/penyebaran NSK di dalam tanah tidak seragam. Nematoda
biasanya banyak ditemukan di sekitar daerah perakaran (rhizozphere) atau di
dalam jaringan akar. Biasanya NSK banyak ditemukan pada kedalaman antara 0
– 20 cm. Pola penyebaran yang demikian disebabkan karena nematoda
cenderung tertarik oleh zat yang dikeluarkan oleh akar tumbuhan inangnya. Zat-
zat yang dikeluarkan oleh akar tanaman juga dapat mempengaruhi proses
penetasan telur nematoda, sehingga zat tersebut sebagai faktor penetas
(hatching factor). Eksudat akar dari tanaman inang dapat merangsang 60-80%
larva untuk menetas. Ketika tidak ada tanaman kentang, umbi kentang yang
ditaruh di atas tanah (kentang kerap kali ditinggalkan di atas tanah pada saat
panen bahkan sampai keluar tunas) dapat mempertahankan sejumlah nematoda
(Ditlin 2007).
Nematoda mengambil nutrisi dari akar sehingga pasokan nutrisi dan air ke
batang dengan cara melukai akar dan daun berkurang akibatnya tanaman
tumbuh kerdil. Tingkat infestasi yang sedang (moderate) mempunyai sedikit
pengaruh terhadap penurunan pertumbuhan atau terhadap jumlah umbi yang
dihasilkan, namun berpengaruh terhadap ukuran umbi kentang (Ditlin 2007).
Laju perkembangbiakan pada tanaman inang tergantung pada kepadatan
populasi awal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi untuk ruang pada
akar yang berpengaruh terhadap sex ratio. Ketika terdapat sedikit telur per gram
tanah maka laju perkembangbiakan sebanyak 60 kali lipat, tetapi ketika terdapat
lebih dari 100 telur/g tanah, populasi setelah panen lebih kecil karena sistem
perakaran terbatas, sehingga serangan yang terjadi menurun (Ditlin 2007).
Kehilangan hasil berkorelasi dengan tingkat infestasi. Dilaporkan bahwa
setiap 20 telur/g tanah dapat menyebabkan kehilangan hasil 1 ton/acre.
Demikian pula, kemampuan populasi NSK untuk memperbanyak diri berbeda
pada kultivar dengan gen resisten yang disilangkan dengan gen dari kentang liar.
11
Di Inggris dan Belanda, populasi dibedakan menurut pathotype tertentu,
tergantung pada kemampuannya berbiak pada galur resisten tertentu (Ditlin
2007).
Sebaran NSK
Sebaran Geografi NSK Daerah asal tempat ditemukannya G.rostochiensis dan G. pallida adalah
Danau Titicaca (3850 m d.p.l.) Pegunungan Andes Amerika Selatan, kemudian
terintroduksi ke Eropa melalui kentang, yang kemungkinan terjadi pada
pertengahan abad 19. Dari Eropa kemudian NSK menyebar seiring dengan
penyebaran benih kentang ke area lainnya di dunia. NSK menyebar ke
pertanaman kentang di berbagai daerah trofis dan subtrofis di 70 Negara di dunia
(CABI 2007).
CABI (2007) menyatakan bahwa G. rostochiensis telah terdapat di negara-
negara Eropa (Albania, Austria, Belarus, Belgium, Bulgaria, Croatia, Cyprus,
Czech Republic, Denmark, Estonia, Faroe Island, Finland, France, Germany,
Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Latvia, Liechtenstein, Lithuania,
Luxembourg, Malta, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russian
Federation, Serbia & Montenegro, Slovakia, Slovania, Spain, Sweden,
Switzerland, Ukraine, United Kingdom), negara-negara di Asia (Armenia, India,
Indonesia, Israel, Japan, Lebanon, Malaysia, Oman, Pakistan, Philippines, Sri
Lanka, Tajikistan, Turkey), negara-negara di Afrika (Algeria, Egypt, Libya, Sierra
Leone, South Africa, Tunisia, Panama), negara-negara di Amerika Utara
(Canada, Mexico, USA, Bolivia, Chile, Colombia, Ecuador, peru, Venezuela), dan
negara-negara di Oceania (Australia, New Zealand, Norfolk Island).
G. pallida telah menyebar di negara- negara Eropa (Austria, Belgium,
Croatia, Cyprus, Chech Republic, Denmark, Faroe Islands, Finland, France,
Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Latvia, Lithuania, Luxembourg,
Malta, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Spain, Sweeden,
Switzerland, Ukraine, United Kingdom), negara-negara di Asia (India, Japan,
Malaysia, Pakistan, Turkey), negara-negara di Afrika (Algeria, Libya, Afrika
Selatan, Tunisia, Panama), negara-negara di Amerika Utara (Canada, Mexico,
USA), negara-negara di Amerika selatan (Argentina, Bolivia, Chile, Colombia,
12
Ecuador, Falkland Islands, Peru, Venezuela), dan negara Di Oceania (New
Zealand) (CABI 2007).
Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Lisnawita (2007)
diketahui bahwa NSK telah terdeteksi di sentra-sentra pertanaman kentang di
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dan diduga NSK sudah ada di daerah
tersebut untuk waktu yang cukup lama. Dari hasil survai Lisnawita (2007)
diketahui bahwa di Jawa Timur NSK telah terdapat pada ketinggian tempat mulai
dari 1600m dpl, di Jawa Tengah NSK ditemukan dilokasi survai dengan
ketinggian tempat antara 1600 m sampai dengan 1900 m, sedangkan di Jawa
Barat NSK telah ditemukan pada ketinggian tempat yang lebih rendah yaitu
antara 1343 m sampai 1544 m (Tabel 1). Di Jawa Tengah, petani telah
menanam kentang dengan menggunakan bibit asal Jerman sejak tahun 1985
(Suwardiwijaya et al. 2007). Kondisi ini memungkinkan bagi NSK untuk menetap
di daerah tersebut.
Tabel 1 Daerah sebar NSK di pulau Jawa (Lisnawita 2007)
No Lokasi Ketinggian tempat
(m dpl)
Jumlah Sista/
100ml tanah
Umur tanaman
Kultivar
1 Desa Tulung Rejo Kota Batu Malang Timur
1600
1700
1800
21
44
675
40
40
>100
Granola kembang
2 Desa Pawuhan Banjarnegara Jawa Tengah
1900 400 Siap panen
Granola
3 Desa Karangtengah Banjarnegara Jawa Tengah
1700 270 60 Granola
4 Desa Patak Banteng 1700 2 60 Granola
Wonosobo Jawa Tengah
5 Desa Kepakisan Banjarnegara Jawa Tengah
1600 21 Siap panen Granola
6 Desa Sukamanah Pangalengan Jawa Barat
1456
1508
1544
28
2
19
70
50
70
Granola
Granola
Granola & Atlantik
7 Desa Mekarwangi Sindangkerta Jawa Barat
1343 17 60 Granola
13
Sebaran Horisontal NSK Sebaran/distribusi sista NSK pada area yang terinfeksi tidak bersifat acak.
Pola infestasi NSK pada tiap generasi mengikuti pola petak yang menyebabkan
terjadinya foci sekunder yang menyebar dengan cara serupa (Marks & Brodie
1998). Foci-foci kecil ini nampak seperti terisolasi, tetapi ketika infestasi sudah
terdeteksi seluruh lahan telah terinfeksi. Hal tersebut memerlukan beberapa
tahun dari infestasi pertama di lapangan sebelum kerusakan tanaman pada area
pertanaman diperhatikan untuk pertama kalinya. Foci seringkali berbentuk
lonjong, dengan kepadatan populasi yang besar pada pusat gejala serangan
NSK. Sebaran dan bentuk dari foci ditentukan oleh kegiatan mekanis, seperti
panen yang berpengaruh dalam memindahkan tanah pada proses penggarapan
tanah. Daerah sebar dari sista di lapangan dan sebaran sista dari foci awal
berarti posisi posisi sista tidak bebas dari sista lainnya di lapangan (Marks &
brodie 1998).
Frekuensi sebaran dari jumlah nematoda tidak menjelaskan penggunaan
ruang yang sesungguhnya, karena lokasi dari unit-unit sampel dikesampingkan
dan hanya daftar jumlah yang diambil. Oleh karena itu lokasi, bentuk, ukuran
dan jarak antara area terserang hampir tidak dapat ditentukan dengan frekuensi
sebaran, meskipun jumlah relatif unit dari kepadatan yang berbeda menghasilkan
beberapa informasi pengamatan area yang terserang. Khususnya, hubungan
antara unit yang tidak terinfestasi dan rata-rata kepadatan lahan mungkin dapat
ditelusuri (Marks & brodie 1998).
Beberapa peneliti menemukan bahwa pola sebaran dari sista NSK banyak
sekali/melimpah di lapangan adalah paling tepat mengikuti sebaran binomial
negatif (Marks & brodie 1998).
Karakterisasi NSK
Karakterisasi NSK berdasarkan Morfologi Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies
NSK, yaitu secara konvensional, misalnya dengan pengamatan dan pengukuran
ciri-ciri morfologi. Metode sidik pantat sista NSK merupakan metode yang cukup
baik untuk membedakan spesies G. rostochiensis dan G. pallida.
Berikut ini disajikan skema karakter morfologi NSK (Marks & brodie 1998).
14
Gambar 2 Tipe bentuk sista untuk Globodera, Punctodera, Cactodera dan
Heterodera (Marks & Brodie 1998)
Gambar 3 Pola perkembangan fenestra dari sista Heteroderinae (Marks &
Brodie 1998)
Bagian Perineal Vulva
Leher depan
Circum fenestra dari bagian vulva. Tidak terdapat fenestra pada anus. Contoh Globodera dan Cactodera
Circum fenestra dari bagian vulva dan bagian anus. Contoh Punctodera
Semifenestra-bifenestra dari bagian vulva. Tidak terdapat fenestra pada anus. Contoh Heterodera
Semifenestra-ambifenestra dari bagian vulva. Tidak terdapat fenestra pada anus. Contoh Heterodera
Bagian anus Bagian vulva
15
Gambar 4 Bagian perineal sista Globodera (Marks & Brodie 1998)
G. rostochiensis G. pallida
Gambar 5 Bentuk ridge vulval-anal G. rostochiensis dan G. pallida (Marks & Brodie 1998)
Karakterisasi NSK berdasarkan Biomolekuler Polymerase Chain reaction (PCR) merupakan suatu reaksi In Vitro untuk
menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara
mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target
tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu
Anus Lapisan fenestra
Celah vulva Garis transfenestra
Lengkungan papilate Fenestra Tonjolan kutikula
16
Thermocycler (Wulandari 2006). Teknik ini dipakai untuk menggandakan atau
memperbanyak urutan basa DNA spesifik. Teknik PCR dapat mengatasi
masalah jumlah DNA yang rendah per individu. Keuntungan teknik PCR
adalah sistem analisisnya cepat, tidak memerlukan DNA dalam jumlah banyak,
dapat dilakukan pada fase awal pertumbuhan, dan metode ekstraksi DNAnya
sederhana.
Teknik PCR memerlukan DNA polymerase, dNTPs, molekul DNA templete,
serta dua buah oligonukleotida sebagai primer. Reaksi amplifikasi sangat
tergantung pada keberadaan enzim polimerase sebagai katalisator, terutama
yang bersifat tahan panas. Produk PCR kemudian dielektroforesis melalui gel
(agarose gel) dengan prosentase tertentu untuk memisahkan DNA sesuai
dengan ukuran molekulnya, kemudian hasil elektroforesis divisualisasi di bawah
lampu Ultra Violet (Rustiani 2006). Pada metode PCR yang digunakan untuk identifikasi nematoda, fragmen
DNA genom nematoda yang menjadi sasaran analisa diamplifikasi terlebih
dahulu dengan PCR. Dari analisis genom nematoda, diperoleh informasi bahwa
bagian internal transcribed spacer (ITS) dari rDNA merupakan daerah variabel
sebagai kandidat yang baik untuk studi taksonomi molekuler dan filogenik
sehingga sering digunakan untuk analisa patotipe suatu populasi nematoda
(Thiery & Mugniery 1996). Dalam bidang fitopatologi, teknik PCR banyak
digunakan untuk tujuan deteksi patogen, identifikasi patogen, karakterisasi
keanekaragaman patogen maupun untuk diferensiasi patogen tumbuhan.
Dengan demikian bersama-sama dengan teknik konvensional, prosedur yang
didasarkan analisis DNA dan protein secara kontinyu dikembangkan untuk
mengidentifikasi NSK sehingga dapat ditemukan metode pengendalian yang
tepat.
Penggunaan metoda PCR dalam mendeteksi G. rostochiensis dan G.
pallida telah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian Pylyppenko et al.
(2005) yang melakukan identifikasi G. rostochiensis dan G. pallida di Ukraine
dengan menggunakan PCR, penelitian Ibrahim et al. (2001) yang melakukan
evaluasi teknik PCR, IEF dan ELISA untuk deteksi dan identifikasi NSK di
England dan Wales UK, penelitian Jogaite et al. (2007) yang melakukan
monitoring Globodera spp. di Lithuania dengan menggunakan karakter
morphology dan PCR dan penelitian Sedlak et al. (2004) yang melakukan studi
17
populasi NSK (G. rostochiensis dan G. pallida) Eropa dan Czech menggunakan
metode RAPD).
18
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Survei dilaksanakan di sentra pertanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng
Jawa Tengah. Lokasi hamparan pengambilan contoh tanah ditandai dengan
GPS (Geo Positioning System) untuk mengukur posisi geografis dan elevasi
tanah dan dilakukan pengukuran suhu tanah. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Agustus sampai dengan Desember 2008.
Metode Penelitian
Penentuan lahan contoh Lahan yang digunakan untuk pengambilan sampel NSK (lahan contoh)
adalah hamparan tanaman kentang berumur lebih dari 50 hari, yang diduga
terinfeksi NSK di lapangan dengan gejala daun menguning, layu dan
pertumbuhan kerdil dari beberapa daerah pertanaman kentang di Dataran Tinggi
Dieng Jawa tengah.
Lokasi lahan contoh dibagi menjadi 5 wilayah berdasarkan ketinggian
tempat di atas permukaan laut (d.p.l.) (Lampiran 1) : kurang dari 1250 m, 1250 m
– 1500 m, 1500 m – 1750 m, 1750 m -2000 m dan Lebih dari 2000 m. Jumlah
lahan contoh yang digunakan berdasarkan ketersediaan lahan kentang (2 – 7
lahan / kategori).
Pengumpulan sampel tanah dari tanaman kentang yang terinfeksi Pada setiap lokasi diambil 10 sampel tanah yang mewakili kondisi lahan
pada hamparan tersebut. Pengambilan sampel tanah dan akar tanaman
dilakukan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Been &
Schomaker (1996;2000) dalam Marks & brodie (1998) yang merekomendasikan
cara pengambilan sampel NSK dengan Sistem Grid yaitu mengambil sampel
tanah pada petak berukuran 5 x 5 m pada setiap titik infeksi NSK. Jumlah
sampel tanah yang diambil pada setiap petak adalah sebanyak 250 ml, jumlah
tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Southey (1974) mengenai
Probabilitas sista yang terdeteksi pada sampel tanah dari lahan yang terinfeksi
NSK, yang mengambil sampel tanah sebanyak 250 ml untuk setiap titik infeksi
(Marks & brodie 1998).
19
Metode pengambilan sampel untuk mengetahui sebaran spesies NSK
berdasarkan ketinggian tempat dan prevalensi NSK, dilakukan dengan cara
mengambil sampel tanah sebanyak 250 ml/petak pada kedalaman 0-20 cm
(daerah perakaran tanaman/rizosfer). Pada setiap lokasi diambil 10 petak yang
mewakili kondisi lahan pada hamparan tersebut. Semua sampel tanah dan akar
dibawa dan dianalisis di laboratorium Nematologi dan laboratorium Biomolekuler
Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Dari 10 sampel yang terkumpul
yang berasal dari lokasi yang sama dilakukan pencampuran di laboratorium,
kemudian diambil sampel tanah sebanyak 500 ml ( Been & Schomaker 2000;
Reid et al. 2005) untuk dilakukan ekstraksi sista NSK (dilakukan pemisahan sista
dari tanah).
Prevalensi NSK diketahui dengan cara menghitung persentase lokasi
yang terserang NSK dari seluruh lokasi yang disurvai untuk setiap kisaran
ketinggian tempat, yang ditentukan dengan rumus :
Prevalensi NSK = Jumlah lokasi tanaman kentang bergejala NSK x 100%
Jumlah lokasi total tanaman kentang yang disurvai
Ekstraksi sista NSK Ekstraksi sista NSK dilakukan terhadap 500 ml tanah/lokasi lahan contoh.
Tanah dicampur dengan air (1 : 3) ke dalam beaker glass, kemudian di aduk,
setelah itu bagian yang terangkat kepermukaan air (sista NSK , tanah, bahan
organik dan kotoran) diambil, kemudian ditiriskan selama 24 jam. Bahan yang
telah ditiriskan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dicampur
dengan ethanol (1:3) dan diaduk, sista akan terangkat ke permukaan ethanol.
Kemudian larutan yang mengandung sista NSK disaring, sista NSK yang
menempel di kertas saring diambil dan dihitung.
Identifikasi Spesies NSK berdasarkan Karakter Morfologi Identifikasi spesies NSK dengan menggunakan karakter morfologi
dilakukan dengan metode sidik pantat (perineal pattern) sista NSK. Sista NSK
yang akan digunakan untuk sidik pantat diambil masing-masing 10 sista dari tiap
lokasi yang positif NSK berdasarkan kelas ketinggian. Kemudian sista dari kelas
ketinggian yang sama dicampur untuk kemudian diambil 10 sista untuk dilakukan
pengamatan sidik pantat.
20
Pembuatan preparat untuk sista dilakukan dengan mengambil satu sista
menggunakan kuas, dan diletakkan diatas gelas objek, kemudian sista dipotong
3/4 bagian dari anterior di bawah mikroskop stereo dengan pembesaran 50X,
kemudian bagian anteriornya dibuang dan 1/4 bagian ujung posterior / pantat
digunakan untuk identifikasi. Telur dan juvenil yang berada di dalam sista
dikeluarkan dengan memencet bagian posterior dengan menggunakan kuas,
sehingga diperoleh irisan perennial pattern (sidik pantat). Irisan perennial pattern
dibersihkan dengan menambahkan satu tetes larutan asam laktat 45% sambil
dibersihkan perlahan-lahan dengan menggunakan kuas, lalu dibiarkan selama
beberapa jam. Asam laktat dibuang dengan menggunakan kertas tissue, setelah
itu ditambahkan lactofenol kemudian tutup dengan cover glass dan diberi kutek
dibagian sisi-sisi cover glass. Kemudian dilakukan pengamatan di bawah
mikroskop compound dengan pembesaran 200X.
Perbedaan ciri morfologi antara G. rostochiensis dan G. pallida diketahui
dengan melakukan penghitungan jumlah tonjolan kutikula antara anus dan
fenestra, melakukan pengukuran jarak antara anus dan fenestra, mengukur
diameter fenestra, dan dilakukan penghitungan rasio graneks (tabel 2 dan
gambar 6).
Rasio graneks = jarak antara anus dengan fenestra
Diameter fenestra
Tabel 2 Perbedaan ciri morfologi G. rostochiensis dan G. pallida (CABI 2007)
G. rostochiensis G. pallida Jarak anus – fenestra
66,5 ±10,3 (µm) 50 ± 13,4 (µm)
Diameter fenestra (VB)
19 ± 2 (µm) 24,5 ± 5 (µm)
Rasio Granek 1,3 – 9,5 1,2 -3,5 (4,5) (2,3) Jumlah garis /gelombang antara anus-fenestra (ridge) (CR)
16 -21 ( umumnya sekitar 22)
8 – 20 (umumnya sekitar 12)
21
(a) (b)
Gambar 6 (a) G. rostochiensis (b) G. pallida (CABI 2007)
Identifikasi Spesies NSK berdasarkan Karakter Molekuler Ekstraksi DNA
Identifikasi NSK dengan menggunakan teknik PCR dilakukan untuk semua
sampel yang positif NSK. Metode ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan metode
Fullaondo et al. (1999); Subotin et. al. (2001) dalam Lisnawita (2007) yang
dimodifikasi. Lima puluh sista dikumpulkan secara acak dari setiap sampel
(Cunha et al. 2008), kemudian dimasukkan ke dalam eppendorf steril yang berisi
150 µl buffer lisis (125 mM KCl; 25 mM Tris-HCl, pH 8,0 ; 3,75 mM MgCl2 ; 2,5
mM DTT ; 1,125% Tween 20 dan 0,025% gelatin) dan ditambahkan 5 µl
Proteinase K (600 µg/ml) (USB UK). Sista digerus dengan pistil mikro plastik
selama 2-3 menit, divorteks dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 1 jam,
dilanjutkan pada suhu 95oC selama 10 menit, setelah itu disentrifugasi dengan
kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan pada tabung
baru dan ditambahkan 1 volume kloroform : isoamil alkohol (24:1), divorteks dan
disentrifugasi dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan
dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan NAOAc 3 M (pH 5.2) 2.5 kali
volume total supernatan, kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu -20oC.
Supernatan dibuang setelah disentrifugasi 14000 rpm selama 10 menit. Pelet
dicuci dengan 500 µl etanol 70% dan disentrifugasi 14000 rpm selama 10 menit.
Etanol dibuang kemudian pellet dikeringkan di dalam pompa vakum selama 10
menit, selanjutnya pellet diresuspensi dengan 20 µl ddH2O. Jika DNA belum
segera digunakan, dapat disimpan pada temperatur -20oC. DNA hasil ekstraksi
diamplifikasi dengan tehnik PCR berdasarkan metode Fullaondo et. al. (1999)
dalam Lisnawita (2007).
AV AV
V
V
A
A
CR
CR
22
Reaksi PCR Komposisi dari setiap reaksi PCR (25 µl) terdiri atas 25ng DNA template
dari masing-masing sampel, yang terdiri dari 50mM Tris-HCl (pH 9,0) ; 50 mM
KCl ; 1,5 mM MgCl2 ; 0,1% Triton X-100 ; 0,2 mM setiap dNTP (New England
Biolabs) ; 50 ng setiap primer dan 0,5 unit taq polymerase (New England Biolabs).
Tiga primer digunakan, masing-masing primer spesifik untuk G.
rostochiensis yaitu ITS-1R (5’- TGT TGT ACG TGC CGT ACC TT -3’), primer
spesifik untuk G. pallida yaitu ITS-1P (5’- GGT GAC TCG ACG ATT GCT GT -3’)
(Mulholland et al. 1996 dalam Luc et al. 2005)dan primer universal untuk NSK
yaitu 5,8 S rRNA (5’- GCA GAA GGC TAG CGA TCT TC -3’) (Eurogentec AIT)
(Mulholland et al. 1996 dalam Lisnawita 2007). Ukuran produk PCR untuk G.
rostochiensis adalah 238 bp dan untuk G. pallida adalah 391 bp.
Amplifikasi DNA dilakukan dengan denaturasi awal pada 96oC selama 2
menit, kemudian dilanjutkan dengan 35 siklus yang melalui tiga tahapan, yaitu
pemisahan utas DNA (denaturation) pada 94oC selama 1 menit, penempelan
primer (annealing) pada suhu 50oC selama 1 menit dan sintesis DNA (extention)
pada 72oC selama 2 menit. Khusus untuk siklus terakhir ditambah tahapan
sintesis selama 7 menit, kemudian siklus berakhir pada suhu 4oC.
Elekroforesis
Sepuluh µl fragmen DNA hasil amplifikasi PCR dianalisis dengan
elektroforesis pada 2% gel agarose dalam buffer TAE 1X dengan tegangan 75
Volt selama 60 menit dan diamati dengan UV transiluminator setelah diberi
warna dengan ethidium bromide.
Optimasi ekstraksi DNA sista NSK
Pada penelitian ini dilakukan juga optimasi ekstraksi DNA sista NSK yang
bertujuan untuk mengetahui jumlah minimal sista yang diekstraksi yang dapat
menghasilkan pola pita (band) pada gel agarose. Jumlah sista yang diekstraksi
dimulai dari 1, 5, dan 10 sista. Metode ekstraksi DNA disusun berdasarkan
metode Fullaondo et al. (1999); Subotin et. al. (2001) dalam Lisnawita (2007)
yang dimodifikasi.
23
Analisis Data
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14.
Untuk mengetahui hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK
dan hubungan antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK digunakan analisis
regresi. Sementara untuk mengetahui keeratan hubungan antara 2 peubah
tersebut dilakukan analisis korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi NSK berdasarkan Ketinggian Tempat Berdasarkan survai yang telah dilakukan di sentra produksi kentang di
Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah yang meliputi dua kabupaten, yaitu
Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara diketahui NSK telah
tersebar luas di beberapa lokasi yang disurvei. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suwardiwijaya et al. (2007) yang menyebutkan
bahwa secara umum prevalensi NSK di masing-masing sumber pengambilan
tanah di Dieng Jawa Tengah cukup tinggi yaitu 81,1% pada lahan bera, 78,9%
pada lahan tanaman kentang, dan 72,7% pada lahan tanaman kubis. Keberadaan NSK pada sentra penanaman kentang di Pegunungan Dieng, Jawa
Tengah telah menyebar hampir di seluruh hamparan.
Gejala kerusakan pada tanaman kentang yang nampak akibat serangan
NSK di Dataran Tinggi Dieng adalah pertumbuhan beberapa tanaman kentang
menjadi kerdil, pertumbuhan akar terhambat, daun menjadi layu, berwarna
kuning dan mengering diantara tanaman lainnya dalam satu hamparan. Pada
tanaman yang terinfeksi apabila dicabut akan terlihat sista NSK pada akar
tanaman (gambar 7).
(a) (b) (c)
Gambar 7 (a) & (b) Gejala serangan NSK, (c) sista NSK di sekitar daerah perakaran tanaman kentang (Nurjanah 2008)
Sista NSK ditemukan pada 17 lokasi dari 26 lokasi yang disurvai. Hasil
survai juga menunjukkan bahwa NSK tersebar pada ketinggian tempat mulai dari
ketinggian 1460 m dpl sampai dengan 2123 m dpl. Lokasi sebaran NSK
berdasarkan ketinggian tempat selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8 dan
Lampiran 2 .
25
0
20
40
60
80
100
120
<1250 m 1250 -1500 m
1500 -1750 m
1750 -2000 m
> 2000 m
Ketinggian tempat (m dpl)
Prev
alen
si s
ista
NSK
(%)
Gambar 8 Prevalensi sista NSK berdasarkan ketinggian tempat di Dataran
tinggi Dieng Jawa tengah
Gambar 8 menunjukkan prevalensi sista NSK yang dihitung berdasarkan
ketinggian tempat. Pada gambar tersebut diketahui bahwa semakin tinggi
tempat maka prevalensi sista NSK semakin tinggi. Pada ketinggian tempat
kurang dari 1250 m dpl tidak ditemukan sista NSK. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena suhu tanah pada daerah tersebut sebesar 24oC tidak sesuai
untuk perkembangan NSK dan pada suhu tersebut NSK tidak bisa menginokulasi
tanaman. Pada kisaran ketinggian tempat 1250 m – 1500 m prevalensi NSK
sebesar 14,3%, pada daerah ini kisaran suhunya antara 21oC sampai 25oC
(Lampiran 3). Pada kisaran ketinggian 1500 m – 1750 m prevalensi NSK
sebesar 60%, pada daerah ini kisaran suhunya antara 19oC sampai 24oC.
Prevalensi sista NSK mencapai 100% pada kisaran ketinggian tempat 1750 m –
2000 m dan lebih dari 2000 m, yang mana pada kedua kisaran ketinggian
tersebut sista NSK ditemukan di semua lokasi yang disurvai. Pada kisaran
ketinggian tempat 1750 m – 2000 m dan lebih dari 2000 m suhunya berkisar
antara 16oC sampai 23oC, suhu ini sangat sesuai untuk perkembangan NSK.
Menurut Trifonova (1999) suhu optimum untuk perkembangan NSK berkisar
antara 15,7oC sampai dengan 23,1oC, NSK dapat menginokulasi tanaman pada
suhu lebih dari 10oC dan NSK menyerang tanaman secara optimum pada suhu
14,2oC.
Dari hasil penghitungan sista diketahui bahwa kepadatan sista terbanyak
pada lokasi dengan ketinggian berkisar antara 1750 m sampai dengan 2000 m.
26
Kepadatan NSK tertinggi terdapat pada desa Karang Tengah kecamatan Batur
kabupaten Banjarnegara dengan jumlah sista 1007/500 ml tanah.
Nematoda sista kentang dapat terdeteksi di sentra pertananaman kentang
di Jawa Tengah diduga karena NSK sudah ada di daerah tersebut untuk waktu
yang cukup lama. Seperti diketahui bahwa penggunaan bibit kentang impor asal
Jerman telah dilakukan sejak tahun 1985 (Suwardiwijaya et al. 2007). Kondisi
ini memungkinkan bagi NSK untuk mantap di daerah tersebut. Menurut Brodie
(1984), untuk dapat terdeteksi dan menyebabkan endemik di suatu daerah, NSK
memerlukan waktu sekitar 7 tahun. Hasil yang didapat dari survai ini dapat
menjadi ancaman yang serius bagi pertanaman kentang lain di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena NSK merupakan patogen yang sulit dikendalikan. Stevenson
et al (2001) menyatakan, sekali NSK terinfestasi pada suatu lahan, maka
nematoda akan tetap ada di lahan tersebut dan mungkin lahan tersebut sulit
untuk dapat bersih dari NSK. Oleh karena itu, walaupun jumlah sista NSK di
lokasi survai bervariasi dari rendah sampai tinggi, kondisi ini tidak menghalangi
untuk terjadinya ledakan penyakit di lokasi tersebut.
Penyebaran NSK di Jawa Tengah terjadi sangat cepat, menurut laporan
Rapat Kerja NSK Nasional (2007), saat ini ada sekitar 121 ha pertanaman
kentang di Jawa Tengah yang terinfeksi NSK. Penyebaran ini sangat cepat, bila
dibandingkan pada tahun 2003, luas lahan yang terinfeksi baru sekitar 23 ha.
Hal ini diduga karena di Dataran Tinggi Dieng tidak pernah dilakukan rotasi
tanaman, tidak adanya usaha pengendalian NSK secara serius. Selain itu
penggunaan insektisida dan fungisida yang sangat tinggi, Kondisi ini
menyebabkan kompetitor maupun musuh alami NSK di daerah tersebut
berkurang, sehingga menyebabkan NSK menyebar cepat.
Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Jumlah Sista NSK
Pada Gambar 9 disajikan plot antara ketinggian tempat dengan jumlah
sista NSK. Jumlah sista NSK yang ditemukan cenderung semakin banyak
dengan bertambahnya ketinggian tempat.
27
Ketinggian tempat
Jum
lah
sist
a
2100200019001800170016001500140013001200
1000
800
600
400
200
0
Gambar 9 Hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK
Dengan melakukan analisis regresi (lampiran 4), pola dugaan hubungan antara
ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK dapat dimodelkan menjadi :
Jumlah sista = -686 + 0.543 ketinggian tempat
Berdasarkan model di atas dapat diartikan bahwa ada pengaruh ketinggian
tempat terhadap banyaknya sista NSK. Makin tinggi tempat maka jumlah sista
NSK juga semakin banyak. Pada rentang ketinggian antara 1188 m - 2123 m di
atas permukaaan laut, penambahan jumlah sista NSK untuk setiap satu meter
ketinggian diduga sebesar 0.543 atau sekitar 50 sista NSK untuk setiap kenaikan
100 meter.
Hubungan suhu tanah dengan jumlah sista NSK
Dari hasil analisis regresi (lampiran 5) diketahui bahwa jumlah sista NSK
cenderung semakin banyak dengan bertambahnya ketinggian tempat. Makin
tinggi tempat, maka suhu tanah akan makin menurun, dengan semakin
menurunnya suhu tanah maka cenderung menyebabkan makin bertambahnya
jumlah sista NSK (Gambar 10).
28
Suhu tanah
Jum
lah
sist
a
25.022.520.017.515.0
1000
800
600
400
200
0
Gambar 10 Hubungan antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK Dari pola yang terbentuk seperti pada gambar, dapat dibuat model hubungan
antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK yaitu:
Jumlah Sista = 1996 - 83.8 Suhu Tanah
Berdasarkan model di atas dapat diartikan bahwa ada pengaruh suhu tanah
terhadap banyaknya sista. Makin rendah suhu tanah maka jumlah sista NSK
juga makin banyak. Pada rentang suhu tanah antara 15oC – 25oC, penurunan
suhu tanah setiap satu derajat celsius diduga akan menambah sekitar 84 sista
NSK. Kolerasi antara Jumlah Sista NSK dengan ketinggian tempat dan suhu tanah
Pada tabel 3 berikut disajikan hasil kolerasi antara jumlah sista dengan
ketinggian tempat, suhu tanah dan jumlah tanaman. Dari hasil analisis statistik
diketahui bahwa jumlah sista NSK berkorelasi positif (0,553) dengan
bertambahnya ketinggian tempat. Sebaliknya jumlah sista NSK berkorelasi
negatif (- 83,8) dengan naiknya suhu tanah. Adapun hubungan antara jumlah
tanaman dengan jumlah sista NSK tidak berbeda nyata (non signifikan), artinya
tidak ada hubungan linear antara jumlah sista NSK dengan jumlah tanaman.
29
Tabel 3 Hasil korelasi antara ketinggian, jumlah sista NSK, suhu tanah dan
jumlah tanaman Ketinggian Jumlah Sista Suhu Tanah Jumlah Sista 0.553 0.003 Suhu Tanah -0.528 -0.678 0.006 0.000 Jumlah tanaman -0.028 0.010 0.120 0.891 0.960 0.559 Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Pada daerah yang disurvai, semakin tinggi ketinggian tempat maka
semakin rendah suhu tanahnya, menghasilkan jumlah sista NSK yang semakin
banyak. Semakin tinggi suatu tempat maka suhu tanahnya semakin rendah,
CABI (2007) menyatakan bahwa telur G. pallida dapat menetas pada suhu
sekitar 10oC dan G. rostochiensis dapat menetas pada suhu 15 oC. G. pallida
dan G. rostochiensis dapat beradaptasi dan berkembang pada suhu berkisar
antara15 – 25oC. Pada lokasi penelitian yang memiliki suhu tanah berkisar
antara 16 – 20oC ditemukan jumlah sista yang lebih banyak dibandingkan
dengan lokasi lainnya yang bersuhu tanah lebih dari 20oC. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Lisnawita (2007) diketahui bahwa temperatur optimum
untuk mendapatkan jumlah sista yang tinggi adalah antara 15-21oC. Jumlah
sista yang dihasilkan akan menurun secara nyata pada temperatur di bawah
15oC dan di atas 21oC. Kemampuan bertahan hidup optimum dari setiap isolat
NSK dicapai pada temperatur 15 oC - 21oC. Kemampuan bertahan hidup akan
menurun pada temperatur di bawah 15oC atau di atas 21oC. Mulder (1988)
melaporkan bahwa temperatur optimum untuk multipikasi dan penetasan G.
rostochiensis adalah mendekati 20oC, dan proses ini akan menurun drastis pada
temperatur di bawah 10oC dan di atas 27oC. Sedangkan G. pallida mempunyai
temperatur optimum yang lebih rendah.
Hal tersebut di atas juga didukung oleh tipe iklim yang terjadi di
Banjarnegara yang menyebutkan bahwa menurut Tipe Iklim Oldeman,
Kabupaten Banjarnegara (tempat pengambilan sista NSK) termasuk kedalam
30
tipe B1 yang mempunyai curah hujan sebulan ≥ 200 mm selama 8 bulan
(Oktober – Mei) dan < 100 mm selama satu bulan (Agustus), sisanya antara 100
sampai dengan 200 mm (Ditlin-TP, 1986). Pada ketinggian 2.000 m dari
permukaan laut suhu berkisar antara 12,2o - 18,9oC dan pada ketinggian 1.000 m
berkisar antara 17,5o – 25,1oC. Kelembaban udara pada bulan Oktober 80% dan
maksimum pada bulan Februari mencapai 94% (Hadisoeganda, 2006).
Sehingga pada ketinggian tempat 1500 m suhunya sekitar 21oC dan pada
ketinggian tempat 2000 m dpl suhunya sekitar 17oC merupakan kondisi iklim
yang cocok untuk perkembangan NSK.
Dominasi Spesies NSK berdasarkan Ketinggian Tempat
Hasil pengamatan sidik pantat sista NSK pada sampel sista yang berasal
dari Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah dinyatakan pada gambar 11 dan
lampiran 6.
0 0
7
3
5 5
4
6
5 5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Ro Pa Ro Pa Ro Pa Ro Pa Ro Pa
< 1250 1250 - 1500 mdpl
1500 - 1750 mdpl
1750 - 2000 m > 2000 m
Ketinggian tempat (m d.p.l)
Jum
lah
jeni
s Sp
esie
s
Gambar 11 Pengaruh ketinggian tempat terhadap proporsi spesies NSK
Dari Gambar 11 diketahui bahwa populasi campuran spesies NSK
ditemukan pada semua kisaran ketinggian tempat yang disurvai (Lampiran 6).
Pada kisaran ketinggian tempat antara 1250 m – 1500 m diketahui bahwa
spesies G. rostochiensis lebih dominan dibanding G. pallida. Seiring dengan
semakin tinggi tempat, maka dominasi digantikan oleh G. pallida. Hal tersebut
dapat dilihat dari kisaran ketinggian tempat antara 1750 m – 2000 m diketahui
bahwa spesies G. pallida lebih dominan di banding G. rostochiensis. Spesies
31
yang dominan dalam populasi NSK campuran, kemungkinan karena tekanan
seleksi lingkungan atau kompetisi inter-spesifik (Marshall 1989 dalam Marshall
1993). Dalam hal ini kepadatan populasi G. pallida dan tipe penyebarannya
pada kondisi yang sangat memungkinkan untuk terdeteksi. Menurut Port &
Ferris (1992) dalam Ibrahim et al.(2000) faktor lingkungan, waktu dan perilaku
akan menghasilkan pola penguasaan ruang dari banyak populasi biologi, dan
nematoda parasit tumbuhan. Kepadatan populasi dan tipe penyebaran spesies
mempengaruhi kemungkinan terdeteksinya populasi tersebut. G. pallida yang
lebih dominan dibanding G. rostochiensis juga dapat disebabkan karena G.
pallida lebih persisten di tanah. Hal ini dinyatakan oleh Evans (1993) bahwa
berdasarkan survai di UK kepadatan G. rostochiensis berkurang 33% per
musim/tahun pada saat lahan diberakan, sedangkan kepadatan G. pallida
menurun 15% pada saat lahan diberakan. Dari hal di atas maka diketahui bahwa
G. pallida lebih persisten di tanah.
Populasi NSK campuran telah dilaporkan pula terdapat di beberapa negara
asal bibit kentang seperti Netherland, U.K., Scotland dan New Zealand.
Verifikasi Spesies NSK melalui PCR
Hasil amplifikasi DNA sista NSK dengan teknik PCR menggunakan
primer spesifik untuk G. rostochiensis dan G. pallida serta primer universal
terhadap 17 populasi NSK menghasilkan 2 pola pita, masing-masing dengan
ukuran 238 bp dan 391 bp. Berikut ini disajikan hasil amplifikasi DNA sista NSK
berdasarkan kelas ketinggian tempat.
13R 12R 10R 7R 13P 12P 10P 7P M
Gambar 12 Produk PCR sista G. rostochiensis dan G. pallida yang diambil dari
lokasi dengan ketinggian tempat 1250 m– 1750 m : 7. Ds. Serang 1460 m), 10. Ds. Sidareja (1597 m), 12. Dsn. Kalianget (1626 m). 13. Dsn Bujangsari (1651 m), M. Marker 100 bp.
391 bp G. pallida
238 bp G. rostochiensis
32
20R 19R 18R 17R 16R 15R 14R M
Gambar 13 Produk PCR sista G. rostochiensis yang diambil dari lokasi pada
ketinggian tempat 1750 m – 2000 m : 14. Ds. Bakal (1787 m), 15. Ds. Bakal (1830 m), 16. Ds. Bakal (1895 m), 17. Dsn. Buntu (1952 m), 18. Ds. Patak Banteng (1974 m), 19. Dsn. Buntu (1980 m), 20. Ds. Karang Tengah (1994 m), M. Marker 100 bp.
19P 20P 18P 17P 16P 15P 14P M
Gambar 14 Produk PCR sista G. pallida yang diambil dari lokasi pada ketinggian
tempat 1750 m – 2000 m : 14. Ds. Bakal (1787 m), 15. Ds. Bakal (1830 m), 16. Ds. Bakal (1895 m), 17. Dsn. Buntu (1952 m), 18. Ds. Patak Banteng (1974 m), 19. Dsn. Buntu (1980 m), 20. Ds. Karang Tengah (1994 m), M. Marker 100 bp.
238 bp G. rostochiensis
391 bp G. pallida
33
26R 25R 24R 23R 22R 21R 26P 25P 24P 23P 22P 21P M
Gambar 15 Produk PCR sista G. rostochiensis, G. pallida yang diambil dari
lokasi pada ketinggian tempat lebih dari 2000 m dpl: 21. Dsn. Karang Tengah (2037 m), 22. Dsn. Pawuhan (2053 m), 23. Dsn. Telaga Merdada (2055 m), 24. Ds. Dieng Kulon (2090 m), 25. Ds. Karang Sari (2089 m), 26. Dsn Pawuhan (2123 m), M. Marker 100 bp.
Identifikasi spesies NSK berdasarkan karakter molekuler memberikan hasil
yang cukup baik. Hasil amplifikasi dengan teknik PCR pada daerah ITS dengan
menggunakan pasangan primer ITS-1 R dengan 5,8 S rRNA menghasilkan
fragmen DNA berukuran 238 bp pada semua isolat. Ukuran fragmen DNA hasil
PCR menggunakan pasangan primer ini adalah sesuai dengan harapan untuk
mengamplifikasi segmen genom spesifik G. rostochiensis. Demikian pula pada
pasangan primer ITS-1 P dan 5,8 S rRNA menghasilkan fragmen DNA
berukuran 391 bp pada semua isolat. Ukuran fragmen DNA hasil PCR
menggunakan pasangan primer ini adalah sesuai dengan harapan untuk
mengamplifikasi segmen genom spesifik G. pallida. Dari hasil tersebut maka
isolat NSK di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah merupakan populasi campuran
Globodera rostochiensis dan Globodera pallida.
Hasil yang sama juga telah diperoleh oleh peneliti terdahulu (Muholland et
al. 1988; Ibrahim et al. (2001); Fleming (1998) ) bahwa fragmen genom pada
daerah ITS dari NSK merupakan daerah variabel dan dapat digunakan untuk
membedakan antara G, rostochiensis dan G. pallida. Deteksi dilakukan dengan
mengamplifikasi daerah ITS dengan primer PCR yang berlokasi pada gen 5,8 S.
Variasi sequen DNA pada daerah ITS dari cistron DNA ribosom dapat digunakan
untuk mengidentifikasi banyak taxa nematoda. Penggunaan primer ITS 1
391 bp G. pallida
238 bp G. rostochiensis
34
sangat relevan untuk mendiagnosa sista nematoda yang seringkali ditemukan
dalam populasi campuran (Fleming et al. 1998)
Jones et al. (1997) dan Power & Fleming (1998) dalam Pylypenko et al.
(2005) menyatakan PCR merupakan teknik yang sangat efektif untuk mendeteksi
variasi inter dan intra-spesifik dalam mengidentifikasi nematoda. Begitu pula
Kenyon (2000) menyatakan bahwa metode PCR sangat sensitif dan mampu
mengidentifikasi populasi NSK campuran. Hal tersebut terbukti dengan
terdeteksinya populasi campuran G. rostochiensis dan G. pallida di Dataran
Tinggi Dieng Jawa Tengah dengan menggunakan teknik PCR.
Identifikasi spesies berdasarkan karakter molekuler mempunyai tingkat
akurasi yang tinggi, sebab pada metode ini perbedaan antar isolat dilacak pada
tingkat gen, sehingga memiliki sensitifitas yang tinggi untuk mengidentifikasi
spesies campuran.
Pada hasil penelitian Lisnawita (2007) yang dilaksanakan sejak tahun 2004
disebutkan bahwa hasil amplifikasi DNA sista NSK ditemukan ukuran pita 238 bp
(G. rostochiensis) dan ukuran pita 391 (G. pallida) di Desa Pawuhan
Banjarnegara, Desa Karang Tengah Banjarnegara, Desa Kepakisan
Banjarnegara dan Desa Patak Banteng Wonosobo Jawa Tengah. Dari hal
tersebut di atas maka penelitian ini menguatkan hasil penelitian Lisnawita,
karena pada penelitian ini berdasarkan uji PCR telah terdeteksi Globodera
rostochiensis dan Globodera pallida pada 17 lokasi yang disurvai yang tersebar
di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.
Populasi campuran G. rostochiensis dan G. pallida yang ditemukan di
Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah bisa disebabkan oleh aktivitas manusia dan
penggunaan kultivar tanaman kentang yang resisten terhadap G. rostochiensis
tetapi rentan terhadap G. pallida, yang mana hal tersebut akan menyebabkan
perubahan keseimbangan spesies menjadi situasi yang sangat disukai G. pallida .
Jenis kultivar kentang yang ditanam di Dataran Tinggi Dieng adalah Granola,
kultivar tersebut ditanam di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah secara terus-
menerus. Menurut Joosten (1991), Granola merupakan kultivar kentang yang
resisten terhadap G. rostochiensis Ro1 dan Ro4, sehingga dengan penanaman
kultivar Granola secara terus-menerus dapat membuat populasi G. rostochiensis
menjadi berkurang, dan memberi kesempatan yang besar untuk perkembangan
G. pallida. Begitu pula Marshall (1993) menyatakan bahwa penggunaan
35
genotipe tunggal untuk ketahanan tanaman terhadap G. rostochiensis akan
menyebabkan perkembangan virulensi pada strain NSK lainnya.
Dari hasil Identifikasi secara morfologi dan diverifikasi dengan melakukan
deteksi dengan metode PCR terhadap sista NSK diketahui bahwa di Kabupaten
Wonosobo pada ketinggian 1460 m dpl (Desa Serang Kec. Kejajar Kab.
Wonosobo).telah terdeteksi G. pallida. Sedangkan pada penelitian Lisnawita
(2207) sista G. pallida mulai ditemukan pada ketinggian 1700 m dpl (desa Patak
Banteng kab. Wonosobo). Penyebaran dan perpindahan G. pallida dapat terjadi
karena perpindahan bagian tanaman yang terinfeksi dan perpindahan tanah oleh
mesin, angin, air dan hewan, dan terjadinya perdagangan benih yang tidak
bersertifikat (mutu benih rendah).
G. pallida sulit dikendalikan karena tidak ada kultivar kentang yang dengan
sepenuhnya reisten terhadap G. pallida, tidak ada nematisida yang benar-benar
efektif untuk mengendalikan G. rostochiensis. Hal tersebut menjadikan G.
rostochiensis dan G. pallida menjadi persisten di tanah dan munculnya G. pallida
dalam periode yang cukup lama.
Rekomendasi yang disarankan dari hasil penelitian ini adalah dilakukannya
perubahan status G. pallida yang semula merupakan OPTK kategori A1
golongan II menjadi OPTK kategori A2 golongan II, sehubungan dengan
terdeteksi G. pallida secara uji morfologi dan diverifikasi dengan uji PCR pada
sista NSK yang terdapat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah.
M 1R 5RP 10RP
Gambar 16 Produk PCR sista NSK menggunakan primer spesifik G.
rostochiensis, G. pallida dan primer universal (Muholland et al. 1988), dengan jumlah sista NSK yang diekstraksi adalah 1, 5, dan10 sista.
391 bp
238 bp
36
Hasil amplifikasi DNA dari 1 sista NSK menghasilkan pola pita 238 bp yang
merupakan ukuran fragmen untuk G. rostochiensis. Hasil amplifikasi DNA dari 5,
dan 10 sista menghasilkan pola pita 238 bp dan 391 bp yang masing-masing
merupakan ukuran fragmen untuk G. Rostochiensis dan G. pallida. Dari hasil
tersebut diketahui bahwa identifikasi spesies NSK dengan menggunakan PCR
mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, terbukti hanya dengan 1 sista dapat
terdeteksi ukuran fragmen untuk G. rostochiensis (Gambar 16).
37
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan NSK mulai tersebar pada ketinggian tempat lebih dari 1250 m. Prevalensi
NSK pada ketinggian tempat 1250 m – 1500 m sebesar 14,3%, pada kisaran
ketinggian 1500 m – 1750 m prevalensi NSK sebesar 60%, dan prevalensi NSK
pada ketinggian tempat lebih dari 1750 m mencapai 100%.
NSK di Dataran tinggi Dieng Jawa Tengah merupakan populasi campuran
G. pallida dan G. rostochiensis. G. rostochiensis dominan pada ketinggian
1250-1500 m, kemudian dengan semakin tinggi tempat dominasi digantikan oleh
G. pallida.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sebaran spesies G. pallida
dan G. rostochiensis pada lahan bera dan lahan yang ditanami tanaman jenis
solanaceae lainnya berdasarkan ketinggian tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa
Tengah.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sebaran spesies G. pallida di
sentra pertanaman kentang di Jawa Timur dan Jawa Barat untuk konfirmasi
status G. pallida.
38
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Data Produksi Kentang di Indonesia tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007. http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/index.html. [20 Desember 2008].
Brodie BB. 1984. Nematode parasites of potato. Di dalam: Nickle WR, editor.
Plants and Insect Nematodes. Narcell Dekker Inc, New York. Hlm 167-212. Brodie BB. 1998. Potato. Di dalam : Barker KR, Gary AP., Gary L, editor. Plant
and Nematode Interactions. Wisconsins Soc. Agronomy. Been TH & Schomaker CH. 2000. Development and Evaluation of sampling
methods for fields with infestation foci of Potato Cyst Nematodes (Globodera rostochiensis & G. pallida). Am.Phyt. Soc. Vol 9 No. 6 : 647 - 656
CAB International. 2007. Crop Protection Compendium (CD-ROM) Wallingford,
UK : CABI. 2 CD-ROM dengan penuntun didalamnya. Clark, Hennesy. 1984. Movement of Globodera rostochiensis (Wollenweber)
juveniles stimulates by potato –root exudates. Nematologia 30 : 206-212. Cunha D, Jose MM,Conceicao, et al. 2008. Assesment of the use of high
performance capillary gel electrophoresis to differentiate isolates of Globodera spp. http://literature.lalisio.com/ingenta-info.html. [29 Nopember 2008] .
Devine KJ, Jones PW. 2000. Response of Globodera rostochiensis to
exogenously applied hatching factors in soil. Ann App Biol. 137: 21-29. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (DITLIN TP). 1986. Evaluasi Data
Iklim untuk Pertanian Tanaman Pangan. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2007. Pengenalan dan
Pengendalian NSK (Nematoda Siste Kuning). http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id . [29 Nopember 2008].
Dropkin VH. 1999. Pengantar Nematology Tumbuhan. Supratoyo, penerjemah.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press. Terjemahan dari : Introduction to Plant Nematology.
Evans K. 1993. New Approaches for potato cyst nematode management.
Nematropica. 23 : 221 – 231. Evans K & Turner JT. 1998. The origins, Global Distribution and Biology of
Potato Cyst Nematodes (Globodera rostochiensis (Woll.) and Globodera pallida stone). Pp. 7-26 Di dalam : Potato Cyst Nematodes-Biology, Distribution and Control. Marks RJ, Brodie BB, editor. Publ. CAB International.
39
Fenwick DW. 1949. Methodes for the recovery and counting of cyst of Heterodera schachtii from soil. J Helminthol 18 : 155 – 172.
Fleming CC, Turner SJ, Powers TO, et al. 1998. Diagnostic of cyst nematodes :
use of the polymerase chain reaction to determine species and estimate populations levels. Aspect of Applied Biology. 52: 375-382.
Fullaondo A, Salazar A, Barrena E, Ritter E. 1999. Comparison of moleculer
patterns and virulence behaviour of potato cyst nematodes. Fund and App Nematol 20:425-434.
Hadisoeganda A, Widjaja W. 2006. Nematoda Sista Kentang; Kerugian, Deteksi,
Biografi, dan Pengendalian Nematoda Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Huang SP, Pereira AC. 1994. Influence of inoculum density, host, and low
temperature period on delayed hatch of Meloidogyne javanica eggs. J Nematology 26: 72-75.
Ibrahim SK, Minnis ST, Barker ADP, at al. 2001. Evaluation of PCR, IEF and
Elisa Techniques for the detection and identification of potato cyst nematodes from field soil samples in England and Wales. Pest Manag. Sci. 57:1068-1074
Jogaite V, Cepulyte R, Stanelis A, Buda V. 2007. Monitoring of Globodera spp.
In Lithuania using diagnostic morphometric analysys and Polimerase Chain Reaction. Acta Zoologica Lituanica 17 : 184187.
Jones MGK, Northcote DH. 1972. Nematode-induced syncytium-a multinucleate
transfer cell. J Cell Scie 10 : 789 m: 809. Joosten A. 1991. Geniteu rslijst voor Aardappelrassen. Postbus 32, 6700 AA. Kenyon D. 2000. Determination of relative proporsions of Globodera spesies in
mixed populations of PCNs using PCR product melting peak analisis. National institut of Agricultural Botani. (Abstract).
Lisnawita. 2007. Identifikasi, kajian Biologi dan ketahanan tanaman terhadap
Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) Indonesia [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian bogor.
Luc M, Sikora RA, Bridge J. 2005. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and
Tropical Agriculture. CABI Publishing. Wallingford UK. Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian
Subtropik dan Tropik. Gadjah Mada University Press. Marks RJ and Brodie BB. 1998. Potato Cyst Nematodes Biology, Distribution
and Control. Department of Plant Pathology Cornell University Ithaca, New York, USA.
40
Marshal JW. 1993. Detecting the presence and distribution of Globodera rostochiensis and Globodera pallida mixed populations in New Zealand. New Zealand Journal of Crop & Horticultural Science. Vol. 21 : 219-223.
Mulder JG, Van der Wal AF. 1997. Relationship between potato cyst nematodes
and their principal host. I. A literature review. Pot Res 40 : 317-326. Mulder A. 1988. Temperature response of Globodera rostochiensis and
Globodera pallida (abstract). Nematologic 34 : 281. Mulholland U, Carde L. O’Donnel KL., Fleming CC and Powers. 1996. Use of the
polymerase chain reaction to discriminate potato cyst nematode at spesies level. In : Marshall G (ed) Proceeding of Diagnostics in Crop Production Symposium (pp 247.252). British Crop Production Symposium (pp 247-252). British Crop Production Council, Fernham, UK.
Pylypenko LA, Uehara T, Phillips MS, Sigareva DD, Blok VC. 2005.
Identification of Globodera rostochiensis and Globodera pallida in the Ukraine by PCR. European Journal of Plant Pathology (2005) III : 39-46.
Rawsthorne D, Brodie BB. 1986. Relationship between root growth of potato,
root diffusate production, and hatching of Globodera rostochiensis. J. Nematology 18 : 379 : 384.
Reid A, Pickup J. 2005. Mplecular characterization of a morphologically unusual
potato cyst nematode. Bulletin OEPP/EPPO Bulletin 35 : 69-72.Scottish Agricultural Science Agency.
Rukmana R. 1997. Kentang, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta. Rustiani UM. 2006. Ilmu Penyakit benih. Bahan Ajar Pelatihan Teknis Dasar
Calon POPT Ahli. Balai Uji Standar karantina Tumbuhan. Jakarta Said Amiri, Sergei A Subbotin and Maurice Moens, 2002. Identification of the
beet cyst nematode Heterodera schactii by PCR. European Journal of Plant Pathology 108 : 497-506. Kluwer Academic Publishers.
Sedlak P, Melounova M, Skupinova S, Veji P, Domkarova. 2004. Study of
European and Czech populations of potato cyst nematodes (Globodera rostochiensis ang G. pallida) by RAPD method. Plant Soil Environ. 50 (2) : 70-74.
Southey, JF. 1974. Methods for detection of potato cyst nematodes. EPPO
Bulletin 4 : 463 – 473. Spears, Joseph F. 1968. The Golden Nematode Handbook. Survey, Laboratory,
Control, and Quarantine Procedurs. Washington, D.C. USDA. Agriculture Research Services.
Stone AR. 1973. Heterodera rostochiensis. C.I.H. Description of Plant Parasitic
Nematodes. Set 2, No. 16. London : William Clowes & Sons.
41
Stevenson WR, Rosemary L, Gary DF, Weingartner DP. 2001. Compendium of Potato Disease. Second Edition. The American Phytopathological Society.
Subbotin SA, Deliang P, Maurice M. 2001. A rapid method for the identification
of the Soybean cyst nematode Heterodera glycines using duplex PCR. Nematology 3(4) : 365-371.
Supramana. 2004. Distribusi Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) di
dunia dan perkembangan keberadaannya di Indonesia. Lokakarya Inovasi Teknologi : Bogor, 13 – 15 Desember 2004. Diselenggarakan oleh Pusat Penelitian & Pengembangan Hortikultura.
Suwardiwijaya E. Raga IN, Lanya H. 2007. Penyebaran vertikal dan horisontal
sista Globodera sp., di sentra penanaman kentang di Pegunungan Dieng, Propinsi Jawa Tengah. Makalah pada Pertemuan Koordinasi Kelompok Kerja Penanganan NSK. Bandung, 2-4 Mei 2007.
Thiery M, Mugniery D. 1996. Interspesific rDNA restriction fragment length
polymorphism in Globodera species, parasites of Solanaceaous plants. Fund and App Nem 19 : 471-479.
Trifonova Z. 1999. Temperature influence on the potato cyst nematode (Globodera rostochiensis Woll. 1923) development. Bulg. J. Sci., 5: 863 – 866.
Wharton DA, Goodall G, Marshall. 2002. Freezing rate affects the survival of a
short-term freezing stress in Panagrolaimus davidi, an Antartic nematode that survives intracellular freezing, Cryoletters 23 : 5-10. Di dalam : Randy Gaugler, Al Bilgrami 2004. Nematode Behaviour.
Wulandari I. 2006. Polymerase Chain reaction (PCR). Bahan Ajar Pelatihan
Teknis Dasar Calon POPT Ahli. Balai Uji Standar karantina Tumbuhan. Jakarta
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1 Lokasi Pengambilan sampel sista NSK
Kelas Desa Ketinggian tempat
A. <1250 m - Ds. Wanayasa, Kec. Wanayasa, Kab. Banjarnegara 1188 m B. 1250 - 1500 m - Ds. Buntu Kec. Kejajar Kab. Wonosobo 1275 m - Ds. Wanaraja Kec. Wanayasa Kab. Banjarnegara 1355 m - Ds. Kejajar Kec. Kejajar Kab. Wonosobo 1363 m - Ds Legok Sayem, Kec. Wanayasa Kab. Banjarnegara 1370 m - Dsn. Kejajar ds. Kejajar Kec. Kejajar Kab. Wonosobo 1435 m - Ds. Serang Kec. Kejajar Kab. Wonosobo 1460 m - Dsn. Kejajar ds. Kejajar Kec. Kejajar Kab. Wonosobo 1474 m C. 1500 - 1750 m - Ds. Grogol Kec. Pejawaran Kab. Banjarnegara 1570 m - Dsn. Sidareja Ds. Batur Kec. Batur Kab. Banjarnegara 1597 m - Dsn. Tembok Ds. Grogol Kec. Pejawaran Banjarnegara 1606 m - Dsn. Kalianget Ds. Batur Kec. Batur Kab. Banjarnegara 1626 m - Dsn. Bujang sari Ds. Batur Kec. Batur Kab. Banjarnegara 1651 m D. 1750 - 2000 m - Ds. Bakal Kec. Batur Kab. Banjarnegara 1787 m - Ds. Bakal Kec. Batur Kab. Banjarnegara 1830 m - Ds. Bakal Kec Batur Kab. Banjarnegara 1895 m - Dsn. Buntu Kec. Batur Kab. Banjarnegara 1952 m - Ds. Patak Banteng Kec. Kejajar Kab. Wonosobo 1974 m - Dsn. Buntu Ds. Bakal Kec. Batur 1980 m - Ds. Karang tengah Kec. Batur Kab. Banjarnegara 1994 m E. > 2000 m - Dsn. Karang Tengah Ds. Karang Tengah Kec. Batur 2037 m Kab. Banjarnegara - Dsn. Pawuhan Ds. Karang Tengah Kec. Batur 2053 m Kab. Banjarnegara - Dsn. Telaga Merdada Ds. Karang Tengah Kec. Batur 2055 m Kab. Banjarnegara - Ds. Dieng Kulon Kec. Batur Kab. Banjarnegara 2090 m - Ds. Karang sari Kec. Batur Kab. Banjarnegara 2089 m - Dsn. Pawuhan Ds. Karang Tengah Kec. Batur 2123 m Kab. Banjarnegara
44
Lampiran 2 Daerah sebar NSK di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah No Kelas Desa Ketinggian Posisi Suhu Umur Jumlah
Urut tempat Geografi Tanah Tanaman SistaA
1 <1250 m Ds. Wanayasa 1188 m S: 07° 14' 13,6" 24°C 60 hari 0Kec. Wanayasa E: 109° 45' 29,3" 14.00wibKab. Wonosobo
2 B Ds. Buntu 1275 m S: 07° 16' 26,2" 21°C 90 hari 01250 - 1500 m Kec. Kejajar E: 109° 56' 48,3" 8.30wib
Kab. Wonosobo
3 Ds. Wanaraja 1355 m S: 07° 13' 26,2" 22°C 90 hari 0Kec. Wanayasa E: 109° 45' 48,9" 15.30wibKab. Banjarnegara
4 Ds. Kejajar 1363 m S: 07° 16' 76,8" 20°C 50 hari 0Kec. Kejajar E: 109° 56' 37,1"Kab. Wonosobo
5 Ds. Legok Sayem 1370 m S: 07° 12' 46,5" 25°C 90 hari 0Kec. Wanayasa E: 109° 46' 36,6" 15.00wibKab. Banjarnegara
6 Dsn. Kejajar 1435 m S: 07° 15' 27,7" 25°C 70 harids. Kejajar E: 109° 57' 18,8" 13.30wibKec. KejajarKab. Wonosobo
7 Ds. Serang 1460 m S: 07° 14' 39,7" 23°C 70 hari 94Kec. Kejajar E: 109° 57' 04,8"Kab. Wonosobo
8 Dsn. Kejajar 1474 m S: 07° 15' 02,6" 22°C 55 hari 0ds. Kejajar E: 109° 57' 17,0"Kec. KejajarKab. Wonosobo
9 C Ds. Grogol (B) 1570 m S: 07° 12' 22,8" 19°C 60 hari 01500 - 1750 m Kec. Pejawaran E: 109° 48' 08,7"
Kab. Banjarnegara
10 Dsn. Sidareja 1597 m S: 07° 12' 56,0" 21-23°C 60 hari 190Ds. Batur E: 109° 49' 35,8" 10.00wibKec. BaturKab. Banjarnegara
11 Dsn. Tembok 1606 m S: 07° 12' 13,7" 24°C 55 hariDs. Grogol E: 109° 48' 20,9" 13.00wibKec. PejawaranKab. Banjarnegara
45
No Kelas Desa Ketinggian Posisi Suhu Umur JumlahUrut tempat Geografi Tanah Tanaman Sista
12 Dsn. Kalianget 1626 m S: 07° 12' 11,0" 20°C 70 hari 547Ds. Batur E: 109° 48' 38,7" 11.00wibKec. BaturKab. Banjarnegara
13 Dsn. Bujang sari 1651 m S: 07° 12' 19,2" 20°C 80 hari 327Ds. Batur E: 109° 49' 21,6" 16.30wibKec. BaturKab. Banjarnegara
14 D Ds. Bakal 1787 m S: 07° 13' 22,4" 18.5°C 80 hari 2871750 - 2000 m Kec. Batur E: 109° 52' 16,6" 10.30wib
Kab. Banjarnegara
15 Ds. Bakal 1830 m S: 07° 13' 09,0" 20°C 70 hari 167Kec. Batur E: 109° 52' 45,6" 17.00wibKab. Banjarnegara
16 Ds. Bakal 1895 m S: 07° 13' 08,1" 21°C 100 hari 397Kec Batur E: 109° 52' 43,8" 12.30wibKab. Banjarnegara
17 Dsn. Buntu 1952 m S: 07° 13' 00,8" 18°C 90 hari 289Ds. Bakal E: 109° 53' 07,3" 17.15wibKec. BaturKab. Banjarnegara
18 Ds. Patak Banteng 1974 m S: 07° 12' 63,0" 18°C 50 hari 413Kec. Kejajar E: 109° 55' 47,7" 10.00wibKab. Wonosobo
19 Dsn. Buntu 1980 m S: 07° 12' 52,9" 21°C 80 hari 258Ds. Bakal E: 109° 53' 12,3" 09.30wibKec. Batur
20 Ds. Karang tengah 1994 m S: 07° 12' 39,1" 17°C 75 hari 1007Kec. Batur E: 109° 53' 05,7" 17.45wibKab. Banjarnegara
21 E. Dsn. Karang Tengah 2037 m S: 07° 12' 17,2" 19°C 80 hari 571> 2000 m Ds. Karang Tengah E: 109° 53' 13,0" 10.15wib
Kec. BaturKab. Banjarnegara
22 Dsn. Pawuhan 2053 m S: 07° 11' 56,8" 20°C 90 hari 636Ds. Karang Tengah E: 109° 53' 59,3" 10.45wibKec. BaturKab. Banjarnegara
23 Dsn. Telaga Merdada 2055 m S: 07° 12' 14,3" 16°C 60 hari 718Ds. Karang Tengah E: 109° 53' 25,3" 18.00wibKec. BaturKab. Banjarnegara
46
No Kelas Desa Ketinggian Posisi Suhu Umur JumlahUrut tempat Geografi Tanah Tanaman Sista
24 Ds. Dieng Kulon 2090 m S: 07° 12' 10,4" 22°C 50 hari 57Kec. Batur E: 109° 54' 21,2" 09.50wibKab. Banjarnegara
25 Ds. Karang sari 2089 m S: 07° 12' 47,6" 23°C 85 hari 157Kec. Batur E: 109° 54' 36,7" 11.45wibKab. Banjarnegara
26 Dsn. Pawuhan 2123 m S: 07° 12' 15,3" 21°C 100 hari 102Ds. Karang Tengah E: 109° 53' 59,3" 11.20wib beraKec. BaturKab. Banjarnegara
47
Lampiran 3 Data prevalensi NSK di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah
No Kelas Prevalensi NSK
A
B
C
D
E
< 1250 m
1250 – 1500 m
1500 – 1750 m
1750 -2000 m
> 2000 m
0
14,3 %
60 %
100 %
100 %
48
Lampiran 4 Hasil analisis regresi : Jumlah sista NSK versus ketinggian tempat
Persamaan regresi
Jumlah Sista = - 686 + 0.543 Ketinggian
Predictor Coef SE Coef T P
Constant -685.9 292.1 -2.35 0.027
Ketinggian 0.5433 0.1671 3.25 0.003
S = 248.054 R-Sq = 30.6% R-Sq(adj) = 27.7%
49
Lampiran 5 Hasil analisis regresi : Jumlah sista NSK versus suhu tanah
Persamaan regresi :
Jumlah Sista = 1996 - 83.8 Suhu Tanah
Predictor Coef SE
Coef
T P
Constant 1996 388.1 5.14 0.000
Ketinggian -83.79 18.52 -4.52 0.000
S = 218.727 R-Sq = 46.0% R-Sq(adj) = 43.8%
50
Lampiran 6 Identifikasi morfologi sista NSK
Ketinggian tempat Sampel
Jarak anus Diameter Rasio ridge
Hasil - Fenestra (µm)
fenestra (µm) Granek
1250 - 1500 m B1 81.07 21.91 3.70 27 G. rostochiensis B2 40.9 20.85 1.96 11 G. pallida B3 52.01 26.14 1.99 16 G. rostochiensis B4 64.16 25.31 2.53 13 G. rostochiensis B5 60.24 19.1 3.15 19 G. rostochiensis B6 58.1 17.63 3.30 12 G. pallida B7 59.65 16.43 3.63 17 G. rostochiensis B8 53.86 19.74 2.73 11 G. pallida B9 57.7 19.67 2.93 15 G. rostochiensis B10 63.37 22.22 2.85 16 G. rostochiensis 1500 - 1750 m C1 51.49 33.24 1.55 17 G. rostochiensis C2 39.47 23.22 1.70 9 G. pallida C3 42 31.19 1.35 11 G. pallida C4 46 20.3 2.27 11 G. pallida C5 43.1 21.8 1.98 13 G. rostochiensis C6 39.34 14.96 2.63 9 G. pallida C7 69.05 18.7 3.69 17 G. rostochiensis C8 42.37 19.94 2.12 11 G. pallida C9 74.39 33.83 2.20 21 G. rostochiensis C10 55.76 23.93 2.33 17 G. rostochiensis 1750 - 2000 m D1 64.49 21.27 3.03 19 G. rostochiensis D2 50.21 18.3 2.74 17 G. rostochiensis D3 60.55 23.54 2.57 12 G. pallida D4 71.96 25.6 2.81 16 G. rostochiensis D5 39.77 22.39 1.78 8 G. pallida D6 43.2 23.15 1.87 9 G. pallida D7 53.7 28 1.92 12 G. pallida D8 44.07 32.73 1.35 8 G. pallida D9 72.09 33.58 2.15 17 G. rostochiensis D10 41.69 22.79 1.83 11 G. pallida > 2000 m E1 42.26 13.15 3.21 14 G. pallida E2 64.47 21.2 3.04 11 G. pallida E3 68.34 20.99 3.26 17 G. rostochiensis E4 51.76 15.29 3.39 13 G. pallida E5 60.01 19.99 3.00 11 G. pallida E6 66.31 23.11 2.87 15 G. rostochiensis E7 88.95 29.72 2.99 24 G. rostochiensis E8 64.84 37.44 1.73 14 G. rostochiensis E9 32.61 19.3 1.69 11 G. pallida E10 90.3 30.87 2.93 17 G. rostochiensis
51
Lampiran 5 Hasil pengamatan sidik pantat sista NSK
G. rostochiensis G. pallida
G. rostochiensis G. pallida
G. rostochiensis G. pallida
52
>BKT_9_F GCGCTGCTGCGCTTGTGTGCTCGTCCGTGGCCGTGATGAGACGACGTGTTAGGACCCGTG CCTGGCATTGGCACGTGGTTTAAGACTTGATGAGGGGCCCGCAGGCACCGCCAGCTTTTT CCCATTTTTATTTATTTTTTATGCNATTCNATTGCTAAAATATTCTAGTCTTATCGGNGG ATCACTCNGCTCGNGGATCGATGAAGATCGCTTAGCCTTCTGCAANNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNAAAANNNNNNNNNCCTTTTTTNNCCNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN >BKT_10_R GCNCGGGNCGCTGCGCCNACGGNAGAAGCACGCCCACAGGGCACCCTAACGGCTGTGCTG GCGTCTGTGCGTCGTTGAGCGGTTGTTGCGCCTANGGCAGATATGCTAACATGGAGTGTA GCTGCTACTCCATGTTGTACGTGCCGTACCTTGCGGCATGTCTGCGCTTGTGTGCTACGT CCGTGGCCGTGATGAGACGACGTGTTAGGACCCGTGCCTGGCATTGGCACGTGGTTTAAG ACTTGATGAGTGCCCGCAGGCACCGCCAGCTTTTTCCCATTTTTATTTATTTTTTATGCA ATTCGATTGCTAAAATATTCTAGTCTTATCGGTGGATCACTCGGCTCGTGGATCGATGAA GATCGCTTAGCCTTCTGCAANNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN >BKT_9F_5.8S TGATCCGANCCGAGTGATCCCCGATAAGACTAGAATATTTTAGCAATCGAATTGCATAAA AAATAAATAAAAATGGGAAAAAGCTGGCGGTGCCTGCGGGCACTCATCAAGTCTTAAACC ACGTGCCAATGCCAGGCACGGGTCCTAACACGTCGTCTCATCNCGGCCACGGACGTAGCA CACAAGCGCANACNTGCCGCAAGGTACGGGCACGTACAACAAANNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
53
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN >BKT_10R_5.8S TNTCCGNCCGAGTGACCCCNATAAGACTAGAATATTTTAGCAATCGAATTGCATAAAAAA TAAATAAAAATGGGAAAAAGCTGGCGGTGCCTGCGGGCACTCATCAAGTCTTAAACCACG TGCCAATGCCAGGCACGGGTCCTAACACGTCGTCTCATCACGGCCACGGACGTAGCACAC AAGCGCANACATGCCGCAAGGTACGGCACGTACAACATGGAGTAGCAGCTACACTCCATG TTAGCATATCTGCGCAAGGNGCAACAACCGCTCAACGACGCACAGACGCCAGCACAGCCG TTAGGGTGCCCTGTGGGCGTGCTTCCTCCGTTGGCGCAGCGACCCGACGACAACAGCAAT GGTTCGAGTCACCAANNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN NNNNNNNNNNNNNNN
54
Lampiran
Survei NSK Hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista
0
200
400
600
800
1000
1200
0 500 1000 1500 2000 2500
Ketinggian Tempat (m)
Jum
lah
Sist
a
Gamba1. Plot antara ketnggian tempat dengan jumlah sista
55
Berdasarkan plot di atas, dugaan hubungan antara ketinggian dengan jumlah sista: Regression Analysis: Jumlah Sista versus Ketinggian The regression equation is Jumlah Sista = - 686 + 0.543 Ketinggian Predictor Coef SE Coef T P Constant -685.9 292.1 -2.35 0.027 Ketinggian 0.5433 0.1671 3.25 0.003 S = 248.054 R-Sq = 30.6% R-Sq(adj) = 27.7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 650746 650746 10.58 0.003 Residual Error 24 1476736 61531 Total 25 2127482
Hubungan Suhu tanah dengan jumlah sista
0
200
400
600
800
1000
1200
0 5 10 15 20 25 30
Suhu Tanah (C)
Jum
lah
Sist
a
Berdasarkan plot, dugaan persamaan regresi: Regression Analysis: Jumlah Sista versus Suhu Tanah The regression equation is Jumlah Sista = 1996 - 83.8 Suhu Tanah Predictor Coef SE Coef T P Constant 1996.0 388.1 5.14 0.000 Suhu Tanah -83.79 18.52 -4.52 0.000 S = 218.727 R-Sq = 46.0% R-Sq(adj) = 43.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 979291 979291 20.47 0.000
56
Residual Error 24 1148191 47841 Total 25 2127482
Hubungan jumlah nanaman dengan jumlah sista
0
200
400
600
800
1000
1200
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000
Jumlah tanaman
Jum
lah
Sis
ta
Dugaan persamaan regresi Regression Analysis: Jumlah Sista versus Jumlah tanaman The regression equation is Jumlah Sista = 243 + 0.0007 Jumlah tanaman Predictor Coef SE Coef T P Constant 243.5 156.4 1.56 0.133 Jumlah tanaman 0.00073 0.01439 0.05 0.960 S = 297.717 R-Sq = 0.0% R-Sq(adj) = 0.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 228 228 0.00 0.960 Residual Error 24 2127254 88636 Total 25 2127482
Hubungan jumlah sista dengan ketinggian dan suhu tanah Regression Analysis: Jumlah Sista versus Ketinggian, Suhu Tanah The regression equation is Jumlah Sista = 1172 + 0.265 Ketinggian - 66.2 Suhu Tanah Predictor Coef SE Coef T P Constant 1171.5 644.5 1.82 0.082 Ketinggian 0.2654 0.1683 1.58 0.129
57
Suhu Tanah -66.18 21.16 -3.13 0.005 S = 212.257 R-Sq = 51.3% R-Sq(adj) = 47.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 1091267 545634 12.11 0.000 Residual Error 23 1036215 45053 Total 25 2127482 Source DF Seq SS Ketinggian 1 650746 Suhu Tanah 1 440521 Korelasi: Correlations: Ketinggian, Jumlah Sista, Suhu Tanah, Jumlah tanaman Ketinggian Jumlah Sista Suhu Tanah Jumlah Sista 0.553 0.003 Suhu Tanah -0.528 -0.678 0.006 0.000 Jumlah tanam -0.028 0.010 0.120 0.891 0.960 0.559 Cell Contents: Pearson correlation P-Value
58