G:\Misc\PROGRAM Baja Lanjut R1.doc
SI 4112: Struktur Baja Lanjut (3 sks) (Created on 6/8/07)
Semester I/07_08 (Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto)
Tujuan: Pengenalan praktek dan kemampuan perencanaan struktur bangunan sederhana terhadap
berbagai kombinasi pembebanan. Silabus: Jembatan komposit, bangunan industri, menara listrik/ antena, jembatan kereta api, bangunan
bertingkat, tugas. Waktu: Senin: jam 09:00-10:40 Jum’at: jam 09:00-10:40 Tempat: Ruang 3210 Mulai kuliah: 20 Agustus 2007 UTS: 22 ~ 26 Oktober 2007 (minggu ke 10) Akhir kuliah: 14 Desember 2007 Prasyarat: SI-3212 Struktur Baja (Diktat kuliah dapat di down load di www.icfee.info). Text: Salmon & Johnson, “Steel Structures: Design and Behavior,” 4th ed., HarperCollins, 1996. Satuan Acara Perkuliahan: Materi Kuliah
(minggu ke & tgl) KT
(2007)1 Jembatan Komposit (1,5 x 100 mt) 1(20/8,24/8) 2 Industrial Building (1,5 x 100 mt) 1(24/8), 2(31/8)
5/9
3 Transmission Tower & Jembatan Kereta Api (2 x 100 mt) 3(3/9,7/9) 12/9 4 Multi Story/Frames (2 x 100 mt) 4(10/9,14/9) 17/9 5 Ujian Komprehensif 5(19/9) 6 Tugas: Jembatan Komposit (Gunakan: Word Processor (tidak ada
tulisan tangan), Spread Sheet, Drawing CAD (no free hand drawing), SAP/ETABS/STAAD; semua electronic files dikumpul; dokumen dijilid rapi.)
5(21/9) ~17(14/12) Libur Lebaran
8/10~19/10 (2 minggu)
7 Presentasi Industri 3/12 8 Pengumpulan dokumen akhir tugas UAS Handout: Versi e-file (format PDF) dapat di down load di www.icfee.info (gratis). Presence Ticket: One grade down on the upper bound for each missing-ticket. Nilai: KT setiap topik (2~3 soal) plus ujian komprehensif (50%) dan Tugas-tugas (50%) A≥92 92<B≤82 82<C≤72 72<D≤62 Rujukan lainnya:
1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) – optional]
2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042).
3. AISC, AASHTO, ASCE Manuals. Asisten:
Dini Handayani
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 1
JEMBATAN KOMPOSIT Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan jembatan (komposit) adalah sebagai berikut: • Karakteristik lalu lintas: lintas harian rata-rata, inter urban, urban, rural, dan
sebagainya. • Kelas jembatan: beban-beban yang bekerja, jumlah jalur, dan sebagainya. • Karakteristik sungai: - elevasi banjir (fungsi dari periode ulang). • Dimensi-dimensi awal: - panjang oprit ⎯ biaya besar/kecil - panjang bentang - dua atau banyak tumpuan • Sistem struktur: - jarak antar balok/girder - deck: pelat ortotropis atau beton atau Propfree™ - girder: baja atau beton • Mutu material: fc’ beton, fy baja, dan sebagainya. • Tekno-ekonomi: design life, Capex (Capital Expenditure), ROI (return on
investment): IRR, NPV, Payback period, benefit cost ratio, cost benefit analisis, dan sebagainya.
Bila semua diatas dapat dijustifikasi maka langkah selanjutnya adalah sebagai berikut: ♦ Perencanaan rinci: dimensi-dimensi rinci, shear connector, dan sebagainya ♦ Metoda pelaksanaan: - single prop, double prop, dan sebagainya. (1) Pengaruh elevasi banjir rencana dan penampang sungai. (2) Sistem struktur
Elevasi normal
Elevasi banjir 20 tahun
Elevasi banjir 100 tahun
Elevasi normal
Elevasi banjir 20 tahun
Elevasi banjir 100 tahun
Elevasi banjir 50 tahun
Check freeboard terhadap elevasi banjir rencana
oprit jembatanoprit A B B A
H
C
D D
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 2
A adalah pelat injak (support slab) B adalah gelagar induk C adalah pilar jembatan D adalah pangkal jembatan H adalah ruang bebas Catatan:
a) Pilar/tanah juga harus diperiksa terhadap pengaruh gerusan air dan material bawaan pada saat banjir rencana.
b) Pangkal juga harus diperiksa terhadap tekanan aktif tanah. c) Ruang bebas harus diperiksa terhadap elevasi banjir rencana.
Pada bahasan kali ini akan ditinjau satu bentangan balok sederhana dengan gelagar baja dan pelat beton. (3) Dimensi awal
Lebar lajur 12 ft atau 3,60 meter. Diambil ada tiga girder per lajur sehingga spasi antar gelagar 1,80 meter dengan bentang 18 meter.
(4) Kelas jembatan
Jembatan akan direncanakan dengan standar muatan jembatan AASHTO klasifikasi beban HS20-44 dengan jumlah lajur sebanyak dua. Beban HS20-44 adalah sebagai berikut: a) Beban lajur
q dan P bekerja pada seluruh lajur beban selebar 10 ft atau 3,05 meter. q = 960 kg/m’ selebar 3,05 meter 8250 kg selebar 3,05 meter untuk perhitungan momen P = 12000 kg selebar 3,05 meter untuk perhitungan lintang
atau
3,05 m
P
q
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 3
b) Beban truk W = 3600 + 14400 = 18000 kg V = 4200 ~ 9000 mm sehingga demikian memberikan efek maksimum Luas bidang kontak ban adalah A = 1,4 R mm2 dimana R adalah tekanan roda dalam N. 5,2A A5,2 Arah lajur Bidang kontak ban
(5) Mutu material Beton untuk pelat digunakan mutu K-350 atau fc’ = 29 MPa. Balok baja digunakan mutu fy = 240 MPa. Tulangan baja ulir fy = 400 MPa.
(6) Perencanaan rinci
a. Pelat beton lantai
0,2 W = 3600 kg 0,8 W = 14400 kg 0,8 W = 14400 kg
4200 V
3050 1830
610
610
0,4 W
0,4 W
0,4 W
0,4 W
0,1 W
0,1 W
S = 1,8 m S = 1,8 m
1,83 m
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Akibat tekanan roda P = 7200 kg
Pasal 3.24.3.1 (hal. 33) ⎯ Kasus A ⎯ Tulangan utama tegak lurus arah lalu lintas (belum termasuk impak):
Momen, MH* = kg 7200 * 10
0,6 1,8 P 10
0,6 S +=
+
= 1728 kg-m/m’ Momen pada pelat yang menerus, MH = 0,8 * 1728 = 1400 kg-m/m’ Akibat wearing surface (lapisan aus) setebal 5 cm = 0,05 m dengan berat 14 kg/m2 per 1 cm tebal ⇒ 14 * 5 = 70 kg/m2 Momen akibat wearing surface,
MWS = 101 q l2 =
101 * 70 kg/m2 * 1m * 1,82 m2 = 23 kg-m/m’
Momen akibat berat sendiri pelat (anggap t = 20 cm) dengan berat 2400 kg/m3 atau 0,2 * 2400 kg/m2 = 480 kg/m2
MP = 101 * 480 kg/m2 * 1m * 1,82 m2 = 156 kg-m/m’
Pengaruh impak, I = 38L
15+
≤ 30%
= 38 ,81
15+
= 0,38 ⇒ 0,30
Kombinasi beban: (lihat Pers. 3-10, hal. 28, AASHTO) Mu = γ [βM M + βH (H + I)] = 1,3 [1 * (156 + 23) + 1,67 * 1400 * (1 + 0,3)] = 4194 kg-m/m’ Gunakan tulangan rangkap (ulir) D16-200 tebal cover 30 mm (φ =0,9) dalam dalam arah tegak lurus lajur untuk selebar jembatan.
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tulangan pembagi dimana tulangan utama tegak lurus arah lalu lintas,
S
120 ≤ 67%
= ,81
120 = 90% ⇒ 67% (terhadap tulangan utama)
Tulangan pembagi dipasang di sisi bawah dari pelat lantai. Tulangan susut dan suhu dipasang di sisi atas pelat lantai dan besarnya ≥ 2‰ dari tulangan utama [ACI 7.12].
Bila digunakan Propfree Deck™ maka skema berikut dapat dipertimbangkan.
1800 1800
D16-400
450 450 450450450450450450
170 Tulangan susut & suhu 2%o : D13-300
5D13
Tulangan pembagi
(67%)
3D13(33%)
1800 1800
200
100
200 200 200 200 200 200 200
100
200
100
200 200 200 200 200 200 200
100
600 600
170
T L φ10 mm
φ6 mm Deck: t = 1 mm
D16 – 200 mm
D13 – 300 mm Deck: t = 1 mm
200
100
200
100
170
200 200 200
400
Deck: t = 1 mm φ6 mm
φ10 mm D13 – 300 mm
Potongan L: Lapangan Potongan T: Tumpuan
170
200 200 200
400
Deck: t = 1 mm
φ6 mm
φ10 mm
D13 – 300 mm
D16 – 200
Specifications: Propfree Deck: H.1600.800.170.10 Rebar Concrete Deck: φ/D: fy = 240/400 MPa fc’ = 20 MPa fy = 550 MPa (Galvanized)
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Catatan: Ketebalan pelat minimum lantai
a) Pelat sederhana: tmin = 30
3) (S 1,2 + [m]
b) Pelat menerus: tmin = 30
3 S+ ≥ 0,17 m
Periksa geser pons: Tekanan roda P = 7200 kg dan Vu = γ [βL (L + I)] = 1,3 [1,67 * 7200 * 1,3] = 20320 kg Ukuran bidang kontak roda:
A = 1,4 * 72000 N = 100800 mm2
A5,2 = 502 ; 5,2
A = 200 mm
arah lajur Ukuran bidang pons:
d = 170 – 30 = 140 mm
βc = 340642 = 1,89
b0 = 2 (642 + 340) = 1964 mm
Kuat geser pons, Vc = φ 12d b 'f 4 2 0c
c⎟⎠⎞⎜
⎝⎛
β+
= 0.85 12140 * 1964 * 29 89,1
4 2 ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ +
= 43 ton > Vu (= 20 ton) OK!
200
502
200
502 140/2
140/2
70
70
340
642
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 7
b. Balok induk
• Beban lajur
Beban hidup merata, qH = 960 kg/m’ *
05,38,1 = 567 kg/m’
Beban hidup terpusat, untuk,
Momen, PH = 8250 kg * 05,38,1 = 4870 kg
Lintang, PH = 12000 kg * 05,38,1 = 7082 kg
Beban mati merata,
q
M = [0,17 * 2400 + 5 * 14 ] * 1,8 m = 860 kg/m’
Faktor impak,
0,27 3818
15 38 L
15 I =+
=+
=
Momen batas maksimum, ( )[ ]I H M M LMu +β+βγ=
⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= 218 * 860 *
81 * 0,1 * 1,3
⎥⎦
⎤⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++ 1,27 * 18 * 4870 *
41 18 * 567 *
81 * 1,67 2
Mu = 169 t-m
1800 1800
1800
960 kg/m’
P
3050
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Gaya lintang terfaktor maksimum,
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛= 7082 18 * 567 *
21 1,27 * 1,67 18 * 860 *
21 * 0,1 * 1,3 Vu
= 44 ton • Beban truk
Tekanan roda
Faktor distribusi, 1,06 1,71,8
1,7S FD ===
Garis pengaruh momen, Momen akibat truk, MT = 1,8 * 2,4 + 7,2 * 4,5 + 7,2 * 2,4 = 54 t-m Garis pengaruh gaya lintang, Lintang akibat truk, VT = 7,2 * 1 + 7,2 * 0,77 + 1,8 * 0,53 = 13,7 ton Momen dan lintang terfaktor akibat truk, Momen terfaktor, Mu = γ [βM M + βH (H + I) FD]
9000 9000
4,2 4,2
1,8 7,2 7,2
¼ L 2,42,4
4,5
18
4,2 4,2
1,87,2 7,2
9,6
1 0,77
0,53
Posisi Max.
4200 4200 ~9000
1800 kg 7200 kg 7200 kg
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 9
= 1,3 [1,0 * ( 81 * 860 * 182) + 1,67 * 1,27
* 54 * 103 * 1,06] Mu = 203 t-m ⎯ menentukan
Lintang terfaktor, Vu = 1,3 [1,0 * ( 21 * 860 * 18) + 1,67 * 1,27
* 13,7 * 103 * 1,06] Vu = 50 ton ⎯ menentukan
• Lebar efektif balok komposit
81 * bentang = 8
1 * 18 m = 2,25 m per sisi ( 12
1 * bentang ⎯ untuk gelagar tipe ) 2
1 * 1,8 = 0,9 m per sisi 6 * tpelat = 6 * 17 cm per sisi = 102 cm per sisi
∴ lebar efektif, be = 0,9 * 2 = 1,8 m
• Analisis penampang F fy = 180 a 0,85 fc’ Coba profil IWF 700.300.13.24 → F = 235,5 cm2
a = 290 * 0,85 * 180
2400 * 235,5 'f 0,85 * 180
f F
c
y = = 12,74 cm
Momen positif φb Mn ditentukan sebagai berikut:
a) Untuk penampang kompak ( pf
f t
2bλ≤
/ , pw
th λ≤ , p
y
b iL
λ≤ ): φb =
0,85 & Mn ditetapkan dari distribusi tegangan plastis penampang komposit.
b) Untuk penampang tak-kompak: φb = 0,85 & Mn ditetapkan dari
distribusi tegangan elastis, dengan memperhatikan pengaruh shoring/propping.
1800
h
A
B
t1
t2
170 200a
fy
F fy
A/2 + 20 – a/2
0,85 fc’ be a
0,85 fc’
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 10
⎪⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪
⎬
⎫
==
=
110 240
1700 f
1700
50 ~ 13
24 * 2 - 700 th Untuk
yt
w
φb = 0,85
Mn = F fy ( )2
a - 20 2A +
= 235,5 * 2400 * ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
212,74 - 20
270 = 275 t-m
Md = φ Mn = 0,85 * 275 t-m = 234 t-m > Mu (= 203 t-m) OK
Perencanaan geser Perencanaan geser untuk profil simetris tunggal atau ganda tanpa pengaku dengan
wth ≤ 260 (tanpa aksi medan tarik) adalah sebagai berikut:
Vd = φv Vn dimana φv = 0,9
dan untuk yww f
1100 th
≤ → Vn = 0,6 fyw Aw
dimana Aw = d tw
dan untuk ywwyw f
1380 th
f1100 ≤≤ → Vn = 0,6 fyw Aw
th1
f1100
wyw
dan untuk 260 th
f1380
wyw
≤≤ → Vn = [ ]
2w
2w
)th(mm A 000.912 =
N
Untuk IWF 700.300.13.24 Aw = 700 * 13 = 9100 mm2
50 1,3
2,4 * 2 - 700 th
w
==
71 240
1100 f
1100
yw
==
Vd = φ Vn = 0,9 * 131 = 118 ton > Vu (= 50 ton) OK!
Vn = 0,6 fyw Aw
= 0,6 * 240 * 9100
= 131 ton
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 11
• Diafragma
Spasi diafragma untuk berbagai-bagai tipe jembatan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tinggi diafragma pada bentang-bentang dengan balok profil struktural adalah antara 1/3 s.d. 1/2 tinggi balok profil. Untuk balok berdinding penuh adalah 1/2 s.d. 3/4 balok dinding penuh tersebut. Diafragma dapat dibuat dari profil atau rangka (X atau V). Pada jembatan box, diafragma tersebut biasa diletakkan di dalam box. Diafragma biasanya dipasang dengan perantaraan pelat penyambung yang dilas pada kedua flens gelagar induk. Untuk kasus jembatan yang sedang dibahas, jarak diafragma adalah 4½ meter. Hal tersebut dilakukan dalam upaya untuk memasang diafragma pada lokasi momen maksimum.
• Shear connector
Pada balok komposit dimana pelat lantai beton dalam keadaan tertekan, gaya geser horisontal total yang bekerja diantara potongan dengan momen maksimum dan potongan dengan momen nol adalah Fsc dimana: 0,85 fc’ Ac
Fsc ≤ As fy
Σ Qn
Kuat nominal shear connector tipe paku adalah Asc Qn = 0,5 Asc cc E 'f ≤ Asc fu (N) dimana Asc adalah luas penampang shear connector, fu adalah kuat tarik shear connector. Kuat nominal satu shear connector tipe kanal adalah Qn = 0,3 (tf + 0,5 tw) Lc cc E 'f (N) dimana tf adalah tebal flens connector, tw adalah tebal web connector, Lc adalah panjang shear connector. Jadi jumlah shear connector yang diperlukan pada potongan yang berada diantara momen-momen maksimum, positif ataupun negatif, dan momen nol adalah
be
Ac, fc’
Σ Qn
As, fy
tf
tw
Lc
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 12
n
sc
QFφ
untuk potongan dengan momen positif
n =
n
'scQ
Fφ
untuk potongan dengan momen negatif
dimana φ = 0,85 Untuk persoalan yang sedang dibahas 0,85 fc’ Ac = 0,85 * 29 * 170 * 1800 = 754 ton Fsc ≤ As fy = 23550 * 240 = 565 ton Menentukan Digunakan connector tipe paku diameter 20 mm dan panjang 125 mm ⇒ Asc = ¼ π * 202 = 314 mm2 dengan fu = 370 MPa, fc’ = 29 MPa dan Ec = 4700 'f c
untuk beton normal ⇒ Ec = 4700 29 = 25310 Mpa. Qn = 0,5 Asc cc E 'f ≤ Asc fu
= 0,5 * 314 25310 * 29 ≤ 314 * 370 = 13,5 ton ≤ 11,6 ton Menentukan
n = 11,6 * 0,85
565 Q
F
n
sc =φ
= 57 buah disebar merata pada balok I sepanjang
setengah bentang (= 9 meter) Persyaratan tambahan untuk connector tipe paku 1. Diameter ≤ 2,5 * tebal pelat dimana connector dilas [20 ? 2,5 * 24 = 60 ⎯ OK] 6 diameter ⎯ diarah memanjang 2. Jarak as – as ≥ 4 diameter ⎯ diarah melintang 3. Jarak as – as ≤ 8 * tebal pelat lantai total
Jembatan Komposit Sindur P. Mangkoesoebroto 13
2/57
9000 = 320 ⎯ OK
6 * 20=120 8 * 170=1360
150 > 4 * 20 (=80)
75
75
300
≥ 5 mm ≥ 5 mm keliling
≥ 50 ≥ 4d
d
≥ 25
≥ 50
≥ 25
d ≥ 12,5
d
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 1
INDUSTRIAL BUILDING • Sistem struktur utama:
- Kestabilan (termasuk penetapan asumsi tumpuan) - Kesederhanaan ⇒ biaya, kemudahan pelaksanaan, kepentingan/keperluan elemen - Sistem sambungan - Estetika
• Rangka batang kuda-kuda (Rafter):
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 2
• Sistem sruktur sekunder (bresing): Tidak perlu diadakan pada setiap bentang (2 ~ 3 bentang sekali).
A adalah gording atau purlin B adalah bresing C adalah trekstang (sag rod) D adalah skoor E adalah fondasi atau perletakan • Pemilihan material:
- penutup atap: panjang → jarak antar gording
- rafter: , ,
- bresing, trekstang: •, ,
- gording: (lip channel) → jarak antar rafter
- sambungan: las, baut
- tumpuan: - base plate → pemasangan - sendi atau jepit – tergantung tipe fondasi; fondasi dangkal – sendi,
fondasi pancang – jepit (?)
• Beban-beban Beban sementara: angin, hujan, gempa Beban tetap: mati ⎯ penutup atap, berat sendiri (primer & sekunder), m.e.p hidup ⎯ manusia, perabot, mesin-mesin
• Kombinasi beban dan faktor beban
Lihat Pasal 3.2.2 Standar Peraturan Baja 2000
• Analisis struktur - SAP, kremona, dan sebagainya.
A
B
A
A
A
A B
B
B
C
C
C
B
B
E
E
E
D
D
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 3
6.2.2 Kombinasi Pembebanan Berdasarkan beban-beban tersebut maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan dibawah ini: 1,4 D (6.2-1) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) (6.2-2) 1,2 D + 1,6 (La atau H) + (γL L atau 0,8 W) (6.2-3) 1,2 D + 1,3 W + γL L + 0,5 (La atau H) (6.2-4) 1,2 D + 1,0 E + γL L (6.2-5) 0,9 D + (1,3 W atau 1,0 E) (6.2-6) dimana: D beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap. L beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut,
tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain. La beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
H beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air. W beban angin. E beban gempa, yang ditentukan menurut peraturan gempa Indonesia, γL = 0,5 bila L < 5 kPa, dan γL = 1 bila L ≥ 5 kPa. Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi Persamaan. 3.2-3, 3.2-4, dan 3.2-5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar dari pada 5 kPa.
Perencanaan Gording Beban-beban yang perlu diperhatikan: • air/hujan • angin • manusia • atap & insulator • m.e.p
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Catatan: Shear Centre (sc)
∴ sc berimpit c.g. akan memudahkan perencanaan. ⇒ gunakan profil simetri dan atur supaya beban-beban bekerja pada sumbu
simetrinya. Beban angin pada atap: Tekanan tiup diambil 25 kg/m2 Atap segitiga dengan sudut kemiringan α, koef angin di depan adalah 0,02α - 0,4 Bila α = 20o → 0,02 α - 0,4 = 0,02 * 20 – 0,4 = 0 Koefisien angin di belakang adalah - 0,4 untuk semua α. Beban air pada atap: 40 – 0,8α = 40 – 0,8 * 20 = 24 kg/m2 ≤ 20 kg/m2 atau Beban orang: 100 kg atau 200 kg untuk gording tepi. Beban m.e.p: anggap 10 kg/m2
OK NG
0
20o
0,4
T
c.g.
T
c.g.
e P
sc
P . e = T ⇒ ΣTz = 0
P
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tata letak gording:
m/e/p: 10 kg/m2 * 1,4 = 14 kg/m’ b . air : 20kg/m2 * 1,4 = 28 kg/m’ 0 angin -10 * 1,4 = -14 kg/m’ b . s atap + insulator 20 * 1,4 = 28 kg/m’ b . s gording (?) berat orang
Vektor momen arah - x: Balok sederhana Mmax = 8
1 (q cos θ) l2 dan 41 P cos θ l
δmax = 384
5 (q cos θ) l4/EI dan 481 P cos θ l3/EI
Balok diatas tiga tumpuan:
Gording
6000
Tergantung pada banyak hal, antara lain: panjang gording
1400
100 kg
q cos θ P cos θ
q cos θ P cos θ
x
y
θ
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 6
- tumpuan: Mmax = 81 (q cos θ) l2 dan
323 P cos θ l
- lapangan: Mmax = 128
9 (q cos θ) l2 dan 6413 P cos θ l
δmax = 0,01 (q cos θ) EI
4l dan 0,015 P cos θ EI
3l
Balok diatas empat tumpuan: - tumpuan dan lapangan
Mmax ~ 101 (q cos θ) l2 dan
61 P cos θ l
δmax ~ 0,008 (q cos θ) EI
4l dan 0,012 P cos θ EI
3l
Vektor momen arah - y Gaya-gaya pada arah - y dianggap dipikul oleh sistem cladding, sehingga tidak menimbulkan tegangan-tegangan pada gording. Untuk gording Light Lip Channel (C > 0) modulus plastis menjadi,
2A t B
2A t
2A Z 2
1X2
1 +⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= ⎯ abaikan C
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ += B
4AA t ZX
Zy = A t ( )2
tcy - + 2 (cy – t) t (cy – t)/2 + 2 (B – cy)2 2t ⎯ abaikan C
Zy = t ( )[ ]2
y2
yy )c - (B t)- (c 2t - c A ++
Jarak sekerup cladding Lb ≤ Lp ( )yfy fi 790 =
q cos θ P cos θ
cy
A
t
C > 0
x
y
B
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Flens: ⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛=λ<
yp f
500 tB hanya untuk LLC
Web: ⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛=λ<
yp f
1680 tA
Mnx = fy Zx Mny = fy Zy
1,0 M
M
MM
nyb
uy
nxb
ux ≤φ
+φ
Lendutan –x: Lendutan gording akibat beban hidup dan beban mati < L/250 (= 24 mm)
Arah –x: 24EI
cos P 0,015 EI
) cos (q 0,01 3
x
4
ijin
max⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛θ+θ=
δδ ll = 0,98 ⎯ OK!
Arah –y: Δijin = 25 mm (PPBBI ’87 hal 104) akibat beban 100 kg saja sag-rod dapat membantu
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 8
!!!HANYA UNTUK PROFIL LIGHT LIP CHANNEL !!!!!!DUA BENTANG - TIGA TUMPUAN!!!Jarak gording: 1,400 mmθ: 20 derajatPanjang: 6,000 mmFaktor Tahanan: 0.90 (lentur)Kuat Leleh: 250 MPaTrial Section:Light Lip Channels 150x65x20x2.3: A= 150.00 mm Flens: B/t 28 < 32 (Compactness)
B= 65.00 mm W eb: A/t 65 < 106 (Compactness)C= 20.00 mm Jarak sekrup cladding: Lb< 1,209 mm (Complete lateral stability)t= 2.30 mmcy= 21.20 mm M nx= 8.84E+06 N-mm
Inersia-x= 2,480,000 mm 4 M ny= 3.04E+06 N-mmBerat sendiri= 5.50 kg/mJari-jari girasi-y= 24.20 mmPlastic Modulus-x= 35,363 mm 3
Plastic Modulus-y= 12,151 mm 3
Lendutan ijin-x (=L/250): 24 mmLendutan ijin-y (=25mm): 25 mm (PPBBI '87 Hal. 104: Akibat beban 100 kg saja)Gunakan sag rod (trek stang) untuk lendutan arah-y
Beban Maximum Strength Ratio Tumpuan:M x
(N-mm)M y
(N-mm)Kombinasi
BebanM ux
(N-mm)M uy
(N-mm)Strength
RatioMati (D) 30 kg/m 2 47.5 kg/m Tumpuan Lapangan 2,008,593 584,854 1 2,812,030 818,796 0.65Hidup (L) - - 1.00 0.86 2a 2,674,600 872,835 0.66Hidup Atap (La) 100 kg 100 kg 528,577 342,020 2b 3,002,318 874,203 0.70Hujan (H) 20 kg/m 2 28 kg/m 1,184,013 344,756 3a 3,256,035 1,249,058 0.87Angin (W ) -10 kg/m 2 -14 kg/m -592,006 -172,378 3b 2,782,430 1,111,155 0.76Gempa (E) - - 3c 4,304,732 1,253,435 1.00
3d 3,831,127 1,115,533 0.89Lendutan-x/Lend. ijin-x= 0.98 4a 1,904,992 648,744 0.48
4b 2,232,710 650,112 0.525 2,410,312 701,825 0.56
6a 1,038,125 302,277 0.246b 2,577,342 750,461 0.60
Lapangan:M x
(N-mm)M y
(N-mm)Kombinasi
BebanM ux
(N-mm)M uy
(N-mm)Strength
Ratio1,129,834 584,854 1 1,581,767 818,796 0.50
2a 1,928,425 872,835 0.561,145,250 342,020 2b 1,688,804 874,203 0.53
666,007 344,756 3a 3,188,201 1,249,058 0.86CATATAN: MOMEN ARAH Y DIBUAT KECIL, KARENA DIPIKUL OLEH CLADDING DAN TREKSTANG -333,004 -172,378 3b 2,921,798 1,111,155 0.77
3c 2,421,412 1,253,435 0.763d 2,155,009 1,115,533 0.684a 1,495,521 648,744 0.434b 1,255,899 650,112 0.405 1,355,800 701,825 0.43
6a 583,946 302,277 0.186b 1,449,755 750,461 0.46
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Rafter:
D = 47,5 kg/m * 6 m + berat sendiri = 285 kg + berat sendiri L = 0 La = 100 kg
A: A1 = 0,9 * 25 kg/m2 * 6 m * 2 m = 270 kg A2 = 0 A3 = 0,4 * 25 kg/m2 * 6 m * 1,4 m = 84 kg A4 = 0,4 * 25 kg/m2 * 6 m * 2 m = 120 kg H = 28 kg/m’ * 6 m = 168 kg E: Untuk sementara ini tidak perlu diperhatikan. Biasanya tidak terlalu berpengaruh
pada bangunan satu tingkat, angin lebih menentukan. Kombinasi Beban:
1938
10650
4000
1400
D
A
C
B
A1, E A4, E
D, La, H
A2 D, La, H A3
20o
4
1
2
4
4
4
2
(1) 1,4 D (2a) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 La (2b) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 H (3a) 1,2 D + 1,6 La + 0,5 L (3b) 1,2 D + 1,6 La + 0,8 W (3c) 1,2 D + 1,6 H + 0,5 L (3d) 1,2 D + 1,6 H + 0,8 W (4a) 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L + 0,5 La (4b) 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L + 0,5 H (4c) 1,2 D - 1,3 W + 0,5 L + 0,5 La (4d) 1,2 D - 1,3 W + 0,5 L + 0,5 H (5a) 1,2 D + 1,0 E + 0,5 L (5c) 1,2 D – 1,0 E + 0,5 L (6a) 0,9 D + 1,3 W (6b) 0,9 D – 1,3 W (6c) 0,9 D + 1,0 E (6d) 0,9 D – 1,0 E
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Untuk setiap komponen struktur ditentukan gaya dalam terfaktor maksimum dan
minimum ( )minu
maxu Ndan N , atau [ ]min
max
uuu T ,V ,M Gaya aksial maksimum: (+ tarik ; - tekan)
A : maxuN = -2374 kg (3c)
B : maxuN = +1328 kg (3c)
C : maxuN = +624 kg (3d)
D : maxuN = -3647 kg (3c)
Perencanaan batang tarik B : Nu, max = 1328 kg (3c) L = 2631 mm Coba profil 40.40.3 A1 = 233,6 mm2 i1x = 12,3 mm i1η = 7,9 mm (min)
Anggap luas perlemahan ± 15% ~ 34,5 mm2 ⎯ setara dengan lubang netto, dnetto ~ 11,5 mm ⎯ dlubang = dnetto – 1,5 mm = 10 mm (85%Ag ⎯ OK).
Jadi luas netto, A1n = 0,85 * 233,6 = 198 mm2.
(a) Leleh φt = 0,9 fy = 240 MPa φt Nn = 0,9 * 2 * 233,6 * 240 MPa = 10090 kg > Nu (=1328 kg) OK! (b) Fraktur φf = 0,75 fu = 370 MPa φf Nn = φf . fu . Ae = φf . fu . UAn
dimana 0,9 Lx - 1 U ≤=
D
A
C
Bx
z
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 11
0,90,64 30
10,9 - 1 U ≤==
( )198 * 2 * 0,64 * 370 * 0,75 N nf =φ ( ) kg 1328 N kg 7000 u =>= ⎯ OK! (c) Geser blok:
fu Ant ? 0,6 fu Anv ( )[ ] 3*5,110*5,01,29*370 +− ? ( )[ ] 3*5,110*5,150*370*6,0 +−
25919 > 21812 ∴ [Tarik fraktur menentukan]
( )ntugvybsf AfAf6,0*75,0R +=φ ( )[ ]{ }
ton56,33*5,110*5,01,29*3703*50*240*6,0*75,0
=+−+=
Jadi tahanan geser blok adalah ( ) OKkg1328Nton12,7ton56,3*2R ubsf −−−=>==φ
Kelangsingan: ix = iy = 12,3 mm ; iη = 7,9 mm
240 213 mm 2,31mm 2631
i x
<==l OK!
NG240 333 mm ,97mm 2631
i>==
η
l
Gunakan kopel ditengah maka
240 167 mm ,97
mm 2631/2 i
2/<==
η
l OK! → Pasal 7.6.4
Baut mutu normal dua irisan dengan ulir pada kedua irisannya: φRn = 0,75 * 0,40 * b
uf * 2 * Ab dbaut ≤ dlubang – 1,5 mm = 10 – 1,5 = 8,5 mm ⎯ gunakan dbaut = 8,5 mm Abaut = 4
1 π 8,52 = 56,74 mm2
dl = 10 mm
L = 30 mm x = 10,9 mm
20
10,9
29,1 tarik geser
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 12
buf = 410 MPa
φRn = 0,75 * 0,40 * 410 * 2 * 56,74 = 1400 kg
Jumlah baut yang diperlukan, n = 14001328
RN
n
u =φ
= 0,95 → 2 (min) n = 2 baut
Catatan: Kuat baut dihitung berdasarkan beban terfaktor, bukan berdasarkan tahanan
rencana batang tarik. Perencanaan batang tekan D: Nu = -3647 kg (3c) L = 1630 mm Coba: 40.40.3 A1g = 233,6 mm2
i1x = 12,3 mm i1η = 7,9 mm
1,46 .000 200
240 12,31630 1
Ef
i
L 1 ykc =
π=
π=λ
2,67 1,46 * 1,25 1,25 22c ==λ=ω
Nd = φc Nn = φc Ag fy/ω = 0,85 * 2 * 233,6 * 240 / 2,67 = 3570 kg
1,02 35703647
NN
d
u == terlalu besar 2% dapat dianggap OK
Jumlah baut: baut 3 2,6 14003647 n →==
Kopel: 200 133 12,31630
iL
x
k <== OK
Jarak kopel a adalah demikian sehingga
x
k
iL
* 43
ia
=η
∴ a = 4 3 *
x
k
iL * iη =
4 3 * 133 * 7,9 = 785 mm
Ambil a = 3
1630 = 543 mm
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Periksa tekuk batang terhadap sumbu bebas bahan. (a) Bila pelat kopel dibaut kencang tangan
220
2m ηλ+λ=λ
dimana η
η =λ=λia &
iL
b
k0
2bi =
1
211y
A 2 )28 (e A 2 I 2
AI ++=
= 2
y1i + (e + 8/2)2
ib = mm 19,32 4) (10,9 3,12 22 =++
69 7,9543
ia
==η
133) ( iL
109 69 32,19
1630 x
k22
m =<=+⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=λ OK!
(b) Bila pelat kopel dilas atau dibaut kencang penuh (mutu tinggi),
2
y12
220
2m
1 0,82 λ
α+α
+λ=λ
dimana
8
be = 10,9
h
y y
Industrial Building Sindur P. Mangkoesoebroto 14
α = 1,21 12,3 * 2
10,9 * 2 8 1ii
i2
h 2
y1
b
y1=
+=−⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
44 12,3543
ia 1y
y1 ===λ
84 19,321630
iL
b
k0 ===λ
7836 44 1,21 1
1,21 0,82 84 22
222
m =+
+=λ
∴ ( )133 iL
89 x
km =<=λ OK
Perencanaan batang-batang sekunder Bila digunakan cross/ double bresing:
• Hanya direncanakan terhadap tarik → nt
u
NN
φ ≤ 1,0
• Bila digunakan profil λ < 300 • Bila digunakan batang bulat tidak ada batasan kelangsingan.
Batang-batang sekunder
Gaya-gaya yang berasal dari angin dan/atau gempa yang bekerja pada seluruh bangunan dibagi jumlah rangka berbatang sekunder
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Irwan Kurniawan
MENARA TRANSMISI LISTRIK Pembebanan pada Konstruksi Menara Transmisi Listrik (1) Weather related VR: Largest wind velocity IR: Largest ice accumulation TR: (2) Kejadian-kejadian tak terduga (cannot be described statistically):
− Kerusakan / kegagalan komponen struktur: fatique, aus, tumbukan − Kegagalan seluruh struktur: tanah longsor, tornado, sabotase
(3) Construction and Maintenance (4) Berdasarkan penelitian terakhir[2], perancang perlu memperhatikan efek resonansi
akibat beban angin yang memberikan pengaruh torsi maksimum pada struktur. (5) Struktur menara transmisi listrik umumnya tidak diperiksa terhadap beban gempa,
karena pada sebagian besar kasus beban angin lebih menentukan. Namun pemeriksaan pondasi akibat liquefaction perlu diperhatikan.
Beban
Langsung diterima menara; Kejadian-kejadian yang menyebabkan terjadinya beban:
Beban-beban tidak langsung; “Resulting loads”
Kondisi cuaca / weather related
Kejadian tak terduga / accidental
Construction & maintenance
Ground wires
Conductor
Wind velocity; VR
Ice thickness; IR
Temperatur; TR
Statistic probability distributions
Warmest temperature (for sag purposes)
Coldest temperature (for cable tension purposes)
VERTICAL SPAN ON TOWER 5
DURING MAINTENANCE AT TOWER 3/4
1 2
3
4
5 6
LINE TRUCK
Note: 1 pound = 4,45 N 1 mile =1,6 km
ºC = 5/9*( ºF-32)
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Irwan Kurniawan
Conductor attachment point
TRANSVERSE LOAD CARRYING
FACE
LONGITUDINAL LOAD CARRYING
FACE
8.6”
21.2” 21.2”
33.0
” 40
.0”
15.0
” 74
.0”
23.2
” 16
.8”
8.0”
26
.0”
89.0
”
W1 on A1
φ1
W2 on A2
φ2
W3 on A3
φ3
2 32 φ+φ
W4 on A4
φ4
W5 on A5
φ5
W6 on A6
φ6
3 654 φ+φ+φ
Tow
er s
ectio
n us
ed fo
r sol
idity
ratio
cal
cula
tions
.
29.0”
Ground wire attachment point
Section 1
Section 2
Section 3
Z
Y
X
THREE DIMENSIONAL TRANSMISSION TOWER STEEL STRUCTURE
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Irwan Kurniawan
Load & Resistance Factor Design (LRFD) Weather Related Loads (Reliability – Based) [ ]50n Q and DL ofeffect R γ>φ (1.3 – 1) Security Requirement [ ]LS and DL ofeffect R n >φ (1.3 – 2) Construction and Maintenance (Safety) ( )[ ]M & C and DL ofeffect R CMn γ>φ (1.3 – 3) Code Loads [ ]LL ofeffect R nLL >φ (1.3 – 4) Keterangan: Rn = tahanan nominal komponen struktur φ = faktor tahanan φLL = faktor tahanan terhadap legislated load DL = beban-beban mati γ = faktor beban Q50 = beban akibat angin dengan kecepatan V50 yang memiliki periode ulang 50 tahun Load on wires or load acting directly on the supporting structures SL = Security loads untuk memperkecil konsekuensi kegagalan akibat cuaca atau
kejadian tak terduga CM = beban akibat konstruksi dan pemeliharaan γCM = faktor beban yang digunakan dalam persamaan-persamaan 1.3 – 3 γCM = ≥ 1,5 ← untuk beban statik dan dapat didefinisikan dengan baik 2 ← untuk beban dinamik LL = Legislated load Pemilihan Faktor Beban atau Periode Ulang Tabel 1.5 - 1 Load Factor γ or Load Return Period RP to Adjust Reliability by Factor LRF
Line reliabilty factor,
LRF (1)
Load factor γ (applied to Q50)
(2)
Load return period, RP (years)
(3)
1 2 4 8
1.0 1.15 1.3 1.4
50 100 200 400
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Irwan Kurniawan
Pemilihan Faktor Tahanan (untuk keperluan desain komponen struktur)
LOAD/STRENGTH DESIGN FORMAT
SELECT LINE RELIABILITY FACTOR, LRF
(LRF normally equal to 1 unless is particularly important)
EFFECT OF LRF: Adjust reliability of all components in line by factor LRF
WHERE LRF ≥ 1
OBTAIN LOAD FACTOR, γ , OR LOAD RETURN PERIOD FROM TABLE 1.5-1
DETERMINE DESIGN LOAD EFFECT QD IN EACH COMPONENT
QD = EFFECT OF [ DL and γQ 50 ] Eq. 1.3-1 QD = EFFECT OF [ DL and SL ] Eq. 1.3-2 QD = EFFECT OF [ γCM (DL and C&M) ] Eq. 1.3-3 QD = EFFECT OF [ LL ] Eq. 1.3-4
SELECT COMPONENT RELIABILITY FACTOR, CRF
(CRF normally equal to 1)
EFFECT OF CRF: Further adjust reliability of component by factor CRF
OBTAIN STRENGTH FACTOR, φ
DESIGN COMPONENT WITH NOMINAL STRENGTH, R n,
SUCH THAT φ R n > QD
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Irwan Kurniawan
BEBAN ANGIN
( ) γ= A. . fC .G . 2V .VZ . Q F
F = gaya angin dalam arah angin bertiup (pounds) Q = • faktor kepadatan udara → untuk mengkonversikan energi kinetik udara yang
bergerak menjadi energi potensial tekanan. Pada kondisi standar (60o F ~ 15o C; ketinggian permukaan laut): = 0,00256 (untuk kecepatan angin dalam mph dan tekanan dalam psf)
• untuk kondisi lain: → lihat Tabel D-1. V = kecepatan angin rencana disesuaikan dengan kondisi setempat, misalnya 70 mph ~ 112 km/jam ZV = faktor terrain:
− Exposure B: permukiman, hutan − Exposure C: pedesaan yang terbuka, peternakan, pada rumput, pesawahan − Exposure D: pantai
Lihat Tabel 2.4 – 1, atau pergunakan formula:
gog
oV Z Z 33untuk
ZZ
. 1,61 Z
1
≤≤⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
α
Dimana: Zo = ketinggian menara dari permukaan tanah Zg = gradien ketinggian, yaitu ketinggian dimana kecepatan angin menjadi
konstan α = power law coefficient; untuk memperhitungkan profil angin Zg dan α → lihat Tabel 2.4 – 2 G = gust response factor untuk conductor, ground wire, dan struktur menara Cf = force coefficient A = luas bidang tegak lurus arah angin bertiup
*) Parameter tinggi efektif, Zo
- Digunakan untuk menentukan faktor terrain (ZV) dan gust response factor untuk wire (Gw).
- Zo adalah ketinggian obyek yang ditinjau (conductor, ground wire, struktur menara) dari permukaan tanah terhadap resultan gaya angin.
Zg
Distribusi kecepatan angin
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Irwan Kurniawan
*) Gust response factor (G)
- Digunakan untuk memperhitungkan efek dinamik hembusan angin
ww B . E . 1,9 0,7 G += menara nggiseluruh ti padakan diaplikasi B . E . 1,9 0,7 G tt →+=
α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛κ=
1
oZ33 . . 4,9 E
L
L . 0,8 11 B
S
w+
=
L
h . 0,375 11 B
S
t+
=
Keterangan:
B
B
w
t
⎭⎬⎫
E = exposure factor evaluated at the effecive height of the wire or structure α = power law coefficient κ = surface drag coefficient from Table G.3 - 1 Ls = turbulence scale L = design wind span of the wires (conductor + ground wire) ………feet h = total structure height ………feet
Zo
Struktur menara: Zo = 32 tinggi total menara
Ground wire: Zo = ketinggian attachment point - 31 sag of
ground wire
Conductor: Zo = ketinggian attachment point - 31 (insulator
length + sag of conductor)
G
Gw: conductor & ground wire
Gt: struktur menara
dimensionless response term corresponding to the quasi-static background wind loading on the structures / wire
⎭⎬⎫
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Irwan Kurniawan
*) Force coefficient, Cf
• Merupakan rasio resultan gaya yang diterima per unit luas dalam arah angin terhadap tekanan angin yang bekerja
• Dikenal pula dengan istilah drag coefficient, pressure coefficient, atau shape factor
• Force coefficient yang diberikan berikut ini berlaku untuk penampang-penampang dengan aspect ratio > 40. Bila aspect ratio < 40 pergunakan koreksi pada lampiran H dari buku referensi.
Keterangan: aspect ratio lebardiameter /
member panjang=
a. Cf untuk conductor dan ground wire
• Pengaruh sudut kedatangan angin:
( ) f2
W 2
V C.. Cos .A . G .V . Z Q F γΨ= Cf = 1 (Rekomendasi ASCE) Ψ = sudut kedatangan angin terhadap sumbu tegak lurus jalur transmisi Catatan: A = full area perpendicular to the wire F = effective force perpendicular to the conductor or ground
wire
b. Cf untuk struktur menara • Untuk struktur menara yang tersusun dari rangka dengan bidang yang
rata → lihat Tabel 2.6 – 1 • Untuk struktur menara yang tersusun dari rangka dengan bidang yang
‘rounded’ → nilai-nilai Cf dalam Tabel 2.6 – 1 harus dikalikan dengan faktor dalam Tabel 2.6 – 2.
Catatan: Solidity ratio, o
m
AA
=φ
Am = luas penampang dalam arah angin Ao = luas bidang ‘outline’ dalam arah angin
TRA
NSM
ISI
JALU
R
Wind
Gaya efektif untuk conductor
Gaya efektif untuk struktur menara
Ψ
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Irwan Kurniawan
• Pengaruh sudut kedatangan angin
F = Q (ZV.V)2 .Gt.(1 + 0,2 sin2 2Ψ)*(Aml .Cfl .cos2 Ψ + Amt .Cft.sin2 Ψ)*γ Aml = luas penampang dalam arah longitudinal Cfl = force factor dalam arah longitudinal Amt = luas penampang dalam arah transversal Cft = force factor dalam arah transversal Cfl dan Cft diperoleh dari Tabel 2.6 – 1 atau Tabel 2.6 – 1 * Tabel 2.6 – 2.
Di bawah ini dilampirkan contoh perhitungan beban angin untuk tranmission tower SUTET 500 kV dengan arah agin tegak lurus bidang longitudinal (sejajar bidang transversal), sedangkan untuk contoh-contoh lain dapat dilihat pada referensi [1]- section 4.
Referensi: 1. ASCE (1991), “Guidelines for Electrical Transmission Line Structural Loading”
ASCE Manuals & Reports on Engineering Practise #74. 2. PT Propenta Persisten Indonesia (2006), “Re-evaluasi dan Desain Retrofit Sruktur
Menara Transmisi Listrik A-49 SUTET 500 kV Jalur Cirata-Cibatu,” PT PLN Litbang Ketenagalistrikan, Jakarta.
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Irwan Kurniawan
Table 2.4 – 1. Terrain Factor, Zv
Height above
ground level,
z (ft) (1)
Exposure
B (2)
Exposure
C (3)
Exposure
D (4)
0-33 40 50 60 70 80 90 100 120 140 160 180 200
0.72 0.75 0.79 0.82 0.85 0.88 0.91 0.93 0.96 0.99 1.02 1.05 1.08
1.00 1.03 1.06 1.09 1.11 1.14 1.16 1.17 1.20 1.23 1.26 1.28 1.30
1.18 1.21 1.23 1.26 1.28 1.29 1.31 1.32 1.35 1.37 1.39 1.40 1.42
Table 2.4 – 2. Power Law Constants (ASCE 1990b)
Exposure category
(1) α
(2)
Zg (feet)
(3)
B C D
4.5 7.0 10.0
1200 900 700
Table 2.6 – 1. Force Coefficients, Cf, for Normal Wind on Latticed Truss Structures
Having Flat-Sided Members (ASCE 1990b)
Force Coefficient, Cf*
Solidity
ratio, φ (1)
Square-section
structures (2)
Triangular-section
Structures (3)
< 0.025 0.025-0.44 0.45-0.69 0.70-1.00
4.0 4.1 – 5.2φ
1.8 1.3 + 0.7φ
3.6 3.7 – 4.5φ
1.7 1.0 + φ
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Irwan Kurniawan
Table 2.6 – 2. Correction Factors for Normal Wind on Round-Section Members in
Latticed Truss Structures (ASCE 1990b)
Solidity ratio, φ (1) Correction factor (2)
< 0.30 0.30-0.79 0.80-1.00
0.67 0.67φ + 0.47
1.00
Table 2.6 – 3. Members Force Coefficients
Members shape (1) Force coefficient, Cf (2) Adopted from (3) Circular 16-sided polygonal 12-sided polygonal 8-sided polygonal 6-sided polygonal Square, rectangle
0.9 0.9 1.0 1.4 1.4 2.0
ASCE 7-88 (1990b) James (1976) James (1976) ASCE 7-88 (1990b), James (1976) ASCE 7-88 (1990b) ASCE 7-88 (1990b)
Table D-1. Air Density Factor, Q (Brekke 1959) [note: 0C=5/9*(0F-32)]
Elevation Above Sea Level (ft) Air temp
(o F)
(1) 0
(2)
2000
(3)
4000
(4)
6000
(5)
8000
(6)
10,000
(7)
-40 -20
0 20 40 60 80
100
0.00317 0.00293 0.00289 0.00277 0.00266
0.00256*
0.00246 0.00238
0.00294 0.00281 0.00268 0.00257 0.00247 0.00237 0.00229 0.00221
0.00273 0.00261 0.00249 0.00239 0.00230 0.00221 0.00213 0.00205
0.00254 0.00243 0.00232 0.00223 0.00214 0.00205 0.00198 0.00191
0.00237 0.00226 0.00216 0.00207 0.00199 0.00191 0.00184 0.00177
0.00220 0.00210 0.00201 0.00192 0.00185 0.00178 0.00171 0.00165
Table G.3 – 1. Exposure Category Constants
Exposure category (1)
Power law coefficient
α (2)
Gradient height
(ft) Zg (3)
Surface drag
coefficient K (4)
Turbulence scale (ft)
Ls (5)
B C D
4.5 7.0 10.0
1200 900 700
0.010 0.005 0.003
170 220 250
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Irwan Kurniawan
CONTOH PERHITUNGAN
BEBAN ANGIN PADA KONSTRUKSI MENARA TRANSMISI LISTRIK SUTET 500 KV
BERDASARKAN ASCE MANUALS AND REPORTS ON ENGINEERING PRACTISE #74
Guidelines for Electrical Transmission Line Structural Loading
Data menara transmisi listrik:
1. Menentukan tinggi efektif (Z0)
a. Struktur
Tinggi menara Hs = 265.95 ft
Hs = 81.062 m
Z0_s = 32 * Hs
= 32 * 265.95 ft
X
Z
Skala ukuranmanusia
+81.06 m
+68.21 m
+56.71 m
+45.21 m
+36.70 m
+24.30 m
1st arm
2nd arm
3rd arm
4th arm
X
Z
X
Z
Skala ukuranmanusia
+81.06 m
+68.21 m
+56.71 m
+45.21 m
+36.70 m
+24.30 m
1st arm
2nd arm
3rd arm
4th arm
Gambar 1. Tampak sisi transverse menara transmisi listrik
58.63°
TOWER 48
TOWER 50
X
Y
58.63°
TOWER 48
TOWER 50
X
Y
X
Y
Gambar 2. Tampak atas menara transmisi listrik
arah anginSec. 1
Sec. 2
Sec. 3
Sec. 4
Sec. 5
Sec. 6
Sec. 7
Sec. 8
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Irwan Kurniawan
= 177.3 ft
Z0_s = 54.041 m
b. 1st arm
Sag di arah 48-49 (data ABB) → sag48 = 55.577 ft
sag48 = 16.94 m
Sag di arah 49-50 (data ABB) → sag50 = 33.793 ft
sag50 = 10.30 m
Catatan: data sag diambil pada kondisi temperatur 15°C
Tinggi attachment point → Hatt_1 = 265.95 ft
Hatt_1 = 81.062 m
48 – 49 → Z0_1_48 = Hatt_1 - 31 * sag48
= 265.95 - 31 * 55.577
Z0_1_48 = 247.424 ft
49 – 50 → Z0_1_50 = Hatt_1 - 31 * sag50
= 265.95 - 31 * 33.793
Z0_1_50 = 254.686 ft
c. 2nd arm
Tinggi attachment point → Hatt_2 = 223.79 ft
Hatt_2 = 68.211 m
48 – 49 → Z0_2_48 = Hatt_2 - 31 * sag48
= 223.79 - 31 * 55.577
Z0_2_48 = 205.264 ft
49 – 50 → Z0_2_50 = Hatt_2 - 31 * sag50
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Irwan Kurniawan
= 223.79 - 31 * 33.793
Z0_2_50 = 212.526 ft
c. 3rd arm
Tinggi attachment point → Hatt_3 = 186.06 ft
Hatt_3 = 56.711 m
48 – 49 → Z0_3_48 = Hatt_3 - 31 * sag48
= 186.06 - 31 * 55.577
Z0_3_48 = 167.534 ft
49 – 50 → Z0_3_50 = Hatt_3 - 31 * sag50
= 186.06 - 31 * 33.793
Z0_3_50 = 174.796 ft
d. 4th arm
Tinggi attachment point → Hatt_4 = 148.3 ft
Hatt_4 = 45.202 m
48 – 49 → Z0_4_48 = Hatt_4 - 31 * sag48
= 148.3 - 31 *55.577
Z0_4_48 = 129.774 ft
49 – 50 → Z0_4_50 = Hatt_4 - 31 *sag50
= 148.3 - 31 * 33.793
Z0_4_50 = 137.036 ft
2. Menentukan terrain factor (Zv)
(Tabel 2.4-2) Exposure D (tepi danau) α = 10 Zg = 700 ft
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Irwan Kurniawan
a. Struktur Zv_s = 1.61*α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛1
g
s_0
ZZ
= 1.61*101
7003.177⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
= 1.403
b. 1st arm
48 – 49 → Z0_1_48 = 247.424 ft
Zv_1_48 = 1.61*α1
0_1_48 Z⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
gZ
= 1.61*101
700 247.424⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Zv_1_48 = 1.451
49 – 50 → Z0_1_50 = 254.686 ft
Zv_1_50 = 1.61*α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛1
g
0_1_50
Z Z
= 1.61*101
700 254.686⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Zv_1_50 = 1.455
Zv_1 = max (Zv_1_48, Zv_1_50)
Zv_1 = 1.455
c. 2nd arm
48 – 49 → Z0_2_48 = 205.264 ft
Zv_2_48 = 1.61*α1
0_2_48 Z⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
gZ
= 1.61*101
700 205.264⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Zv_2_48 = 1.424
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 15
Irwan Kurniawan
49 – 50 → Z0_2_50 = 212.526 ft
Zv_2_50 = 1.61*α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛1
g
0_2_50
Z Z
= 1.61* 101
700 212.526⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Zv_2_50 = 1.429
Zv_2 = max (Zv_2_48, Zv_2_50)
Zv_2 = 1.429
d. 3rd arm
48 – 49 → Z0_3_48 = 167.534 ft
Zv_3_48 = 1.61*α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛1
g
0_3_48
Z Z
= 1.61* 101
700 167.534⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Zv_3_48 = 1.395
49 – 50 → Z0_3_50 = 174.796 ft
Zv_3_50 = 1.61*α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛1
g
0_3_50
Z Z
= 1.61* 101
700 174.796⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Zv_3_50 = 1.401
Zv_3 = max (Zv_3_48, Zv_3_50)
Zv_3 = 1.401
e. 4th arm
48 – 49 → Z0_4_48 = 129.774 ft
Zv_4_48 = 1.61*α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛1
g
0_4_48
Z Z
= 1.61* 101
700 129.774⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Irwan Kurniawan
Zv_4_48 = 1.36
49 – 50 → Z0_4_50 = 137.036 ft
Zv_4_50 = 1.61*α
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛1
g
0_4_50
Z Z
= 1.61* 101
700 137.036⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Zv_4_50 = 1.368
Zv_4 = max (Zv_4_48, Zv_4_50)
Zv_4 = 1.368
Kesimpulan: Zv_s = 1.403 ; Zv_1 = 1.455 ; Zv_2 = 1.429 ; Zv_3 = 1.401 ; Zv_4 = 1.368
3. Menentukan gust response factor
Exposure D (Tabel G.3-1): α = 10 κ = 0.003 Zg = 700 ft Ls = 250 ft
a. Struktur E = α
κ
1
0_SZ33 * *9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
177.333 * 003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E = 0.227
h = HS
h = 265.95 ft
Bt =
SLh * 0.375 1
1
+
=
250265.95 * 0.375 1
1
+
Bt = 0.715
Gt = tB * E * 1.9 7.0 +
= 0.715 * 0.227 * 1.9 7.0 +
Gt = 1.064
b. 1st arm
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 17
Irwan Kurniawan
Design wind span LW = 491.4 m = 1612.205 ft
BW =
S
W
LL
*8.01
1
+
=
250205.1612*8.01
1
+
BW = 0.162
48 – 49 → Z0_1_48 = 247.424 ft
E1_48 = α
κ
1
0_1_48Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
247.424 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E1_48 = 0.21941
GW_1_48 = W1_48 B *E * 1.9 7.0 +
= 0.162 *0.21941 * 1.9 7.0 +
GW_1_48 = 0.86798
49 – 50 → Z0_1_50 = 254.686 ft
E1_50 = α
κ
1
0_1_50Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
254.686 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E1_50 = 0.21878
GW_1_50 = W1_50 B *E * 1.9 7.0 +
= 0.162 *0.21878 * 1.9 7.0 +
GW_1_50 = 0.8675
GW_1 = max (GW_1_48, GW_1_50)
GW_1 = 0.868
c. 2nd arm
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 18
Irwan Kurniawan
48 – 49 → Z0_2_48 = 205.264 ft
E2_48 = α
κ
1
0_2_48Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
205.264 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E2_48 = 0.22355
GW_2_48 = W2_48 B *E * 1.9 7.0 +
= 0.162 *0.22355 * 1.9 7.0 +
GW_2_48 = 0.87115
49 – 50 → Z0_2_50 = 212.526 ft
E2_50 = α
κ
1
0_2_50Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
212.526 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E2_50 = 0.22278
GW_2_50 = W2_50 B *E * 1.9 7.0 +
= 0.162 *0.22278 * 1.9 7.0 +
GW_2_50 = 0.87055
GW_2 = max (GW_2_48, GW_2_50)
GW_2 = 0.871
d. 3rd arm
48 – 49 → Z0_3_48 = 167.534 ft
E3_48 = α
κ
1
0_3_48Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
167.534 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E3_48 = 0.22814
GW_3_48 = W3_48 B *E * 1.9 7.0 +
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 19
Irwan Kurniawan
= 0.162 *0.22814 * 1.9 7.0 +
GW_3_48 = 0.87466
49 – 50 → Z0_3_50 = 174.796 ft
E3_50 = α
κ
1
0_3_50Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
174.796 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E3_50 = 0.22717
GW_3_50 = W3_50 B *E * 1.9 7.0 +
= 0.162 *0.22717 * 1.9 7.0 +
GW_3_50 = 0.87392
GW_3 = max (GW_3_48, GW_3_50)
GW_3 = 0.875
e. 4th arm
48 – 49 → Z0_4_48 = 129.774 ft
E4_48 = α
κ
1
0_4_48Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
129.774 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E4_48 = 0.23404
GW_4_48 = W4_48 B *E * 1.9 7.0 +
= 0.162 *0.23404 * 1.9 7.0 +
GW_4_48 = 0.87115
49 – 50 → Z0_4_50 = 137.036 ft
E4_50 = α
κ
1
0_4_50Z 33*9.4 ⎟
⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 101
137.036 33003.0*9.4 ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
E4_50 = 0.23277
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 20
Irwan Kurniawan
GW_4_50 = W4_50 B *E * 1.9 7.0 +
= 0.162 *0.23277 * 1.9 7.0 +
GW_4_50 = 0.87821
GW_4 = max (GW_4_48, GW_4_50)
GW_4 = 0.878
Kesimpulan: Gt = 1.064 ; GW_1 = 0.868 ; GW_2 = 0.871; GW_3 = 0.875; GW_4 = 0.878
4. Menentukan force coefficient
Luas member tiap-tiap segmen:
Am_1 = 4 m2 Am_2 = 5 m2 Am_3 = 11.2 m2 Am_4 = 11.3 m2
Am_5 = 13.9 m2 Am_6 = 24.6 m2 Am_7 = 9.7 m2 Am_8 = 33.3 m2
Luas outline tiap-tiap segmen:
A1 = 27.4 m2 A2 = 31 m2 A3 = 63.3 m2 A4 = 71.9 m2
A5 = 81 m2 A6 = 196.7 m2 A7 = 63.5 m2 A8 = 126.5 m2
Solidity ratio: 1
1_m1 A
A=φ
2
2_m2 A
A=φ
3
3_m3 A
A=φ
4.27
4=
315
= 3.632.11
=
146.01 =φ 161.02 =φ 177.03 =φ
4
4_m4 A
A=φ
5
5_m5 A
A=φ
6
6_m6 A
A=φ
9.713.11
= 81
9.13=
7.1966.24
=
157.04 =φ 172.05 =φ 125.06 =φ
7
7_m7 A
A=φ
8
8_m8 A
A=φ
5.63
7.9=
5.1263.33
=
153.07 =φ 263.08 =φ
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 21
Irwan Kurniawan
Force Coefficient: Cf_1 = 4.1 - 5.2 * φ1 Cf_2 = 4.1 - 5.2 * φ2
= 4.1 - 5.2 * 0.146 = 4.1 - 5.2 * 0.161
Cf_1 = 3.34 Cf_2 = 3.26
Cf_3 = 4.1 - 5.2 * φ3 Cf_4 = 4.1 - 5.2 * φ4
= 4.1 - 5.2 * 0.177 = 4.1 - 5.2 * 0.157
Cf_3 = 3.18 Cf_4 = 3.28
Cf_5 = 4.1 - 5.2 * φ5 Cf_6 = 4.1 - 5.2 * φ6
= 4.1 - 5.2 * 0.172 = 4.1 - 5.2 * 0.125
Cf_5 = 3.21 Cf_6 = 3.45
Cf_7 = 4.1 - 5.2 * φ7 Cf_8 = 4.1 - 5.2 * φ8
= 4.1 - 5.2 * 0.153 = 4.1 - 5.2 * 0.263
Cf_7 = 3.31 Cf_8 = 2.73
5. Menentukan air density factor (Q)
Temperatur rata-rata TC = 15 TF = 59 * TC + 32
= 59 * 15 + 32
TF = 59
Ketinggian rata-rata Havg = 500 m (estimasi)
Havg = 1640.42 ft
Dari Tabel D-1
( ) psf 00247.000247.000266.0*02000
42.16402000Q40 ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
−−
=
psf 0025.0Q40 =
( ) psf 0.002370.002370.00256*02000
1640.422000Q60 ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
−−
=
psf 0024041601.0Q60 =
Untuk T = 59°F
( ) 606040 QQQ*40605960Q +−
−−
=
( ) 0024041601.00024041601.00025.0*40605960
+−−−
=
psf 00241.0Q =
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 22
Irwan Kurniawan
6. ASCE Extreme Wind – transverse (70 mph)
LRF = 1 γ = 1
a. 1st arm unit loads and tension
V = 70 Cf = 1 D = 0.3 (16 mm) (assumed 30% of conductor)
D = 0.0157 ft
- wind on wire ( ) γ= *D*C*G*V*Z*QF f1_W2
1_V1_W
Q = 0.00241 psf
ZV_1 = 1.455
GW_1 = 0.868
( ) 1*0157.0*1*868.0*70*455.1*00241.0F 21_W =
ftlb342.0F 1_W =
- vertical ( )216*3.0*4
*04248.0 π=VF per m’
(Net weight/ volume: 0.04248 N/mm2/m’)
m
tonmNFV 000078.078.0 ==
- 15°C initial tension Fi_1 = 0.3 * 13937 N = 0.4 ton (Data ABB) 1st arm tower loads
weight_span = 355.7 m weight_span = 1167 ft
wind_span = 491.4 m wind_span = 1612.2 ft
- vertical vertical1 = FV * weight_span = 0.000078*355.7 = 0.03 ton
- transverse wind1 = FW_1 * wind_span = 0.342*1612.2 = 551.37 lb = 0.2 ton
line_angle_481 = Fi_1 * sin 0º = 0.4 * sin 0º = 0 ton
line_angle_501 = Fi_1 * sin 58.63º = 0.4 * sin 58.63º = 0.4 ton
total48_1 = wind1 + line_angle_481 = 0.2 + 0 = 0.2 ton
total50_1 = wind1 + line_angle_501 = 0.2 + 0.4 = 0.6 ton
b. 2nd arm unit loads and tension
V = 70 Cf = 1 D = 16 mm = 0.0525 ft
Q = 2.409 * 10-3 psf ZV_2 = 1.429 GW_2 = 0.871 IW = 1.15 (15% over) number of cable n = 2
- wind on wire ( ) γ= *D*C*G*V*Z*Q*nF f2_W2
2_V2_W
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 23
Irwan Kurniawan
( ) 1*0525.0*1*871.0*70*429.1*10*409.2*2F 232_W
−=
ftlb205.2F 2_W =
- vertical 15.1*2*76.144*04248.0**76.144*04248.0 == WV InF (ABB: Cross sectional area of conductor)
m
tonmNFV 00144.0144.14 ==
- 15°C initial tension Fi = 13937 * n = 13937 * 2 = 27874 N
Fi = 2.8 ton
2nd arm tower loads
weight_span = 355.7 m weight_span = 1167 ft
wind_span = 491.4 m wind_span = 1612 ft
- vertical vertical = FV * weight_span = 0.00144 * 355.7 = 0.5 ton
- transverse wind2 = FW_2* wind_span = 2.205 * 1612 = 3554.46 lb = 1.6 ton
line_angle_482 = Fi * sin 0º = 2.8 * sin 0º = 0 ton
line_angle_502 = Fi * sin 58.63º = 2.8 * sin 58.63º = 2.4 ton
total48_2 = wind2 + line_angle_482 = 1.6 + 0 = 1.6 ton
total50_2 = wind2 + line_angle_502 = 1.6 + 2.4 = 4 ton
c. 3rd arm unit loads and tension
V = 70 Cf = 1 D = 16 mm = 0.0525 ft
Q = 2.409 * 10-3 psf ZV_3 = 1.401 GW_3 = 0.875 IW = 1.15
number of cable n = 2
- wind on wire ( ) γ= *D*C*G*V*Z*Q*nF f3_W2
3_V3_W
( ) 1*0525.0*1*875.0*70*401.1*10*409.2*2 233_
−=WF
ftlb129.2F 3_W =
- vertical 15.1*2*76.144*04248.0**76.144*04248.0 == WV InF
m
tonmNFV 00144.0144.14 ==
- 15°C initial tension Fi = 13937 * n = 13937 * 2 = 27874 N
Fi = 2.8 ton
3rd arm tower loads
weight_span = 355.7 m weight_span = 1167 ft
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 24
Irwan Kurniawan
wind_span = 491.4 m wind_span = 1612.2 ft
- vertical vertical = FV * weight_span = 0.00144 * 355.7 = 0.5 ton
- transverse wind3 = FW_3* wind_span = 2.129 * 1612.2 = 3432.37 lb = 1.53 ton
line_angle_483 = Fi * sin 0º = 2.8 * sin 0º = 0 ton
line_angle_503 = Fi * sin 58.63º = 2.8 * sin 58.63º = 2.4 ton
total48_3 = wind3 + line_angle_483 = 1.53 + 0 = 1.53 ton
total50_3 = wind3 + line_angle_503 = 1.53 + 2.4 = 3.93 ton
d. 4th arm unit loads and tension
V = 70 Cf = 1 D = 16 mm = 0.0525 ft
Q = 2.409 * 10-3 psf ZV_4 = 1.368 GW_4 = 0.878 IW = 1.15
number of cable n = 2
- wind on wire ( ) γ= *D*C*G*V*Z*Q*nF f4_W2
4_V4_W
( ) 1*0525.0*1*878.0*70*368.1*10*409.2*2F 234_W
−=
ftlb036.2F 4_W =
- vertical 15.1*2*76.144*04248.0**76.144*04248.0 == WV InF
m
tonmNFV 00144.0144.14 ==
- 15°C initial tension Fi = 13937 * n = 13937 * 2 = 27874 N
Fi = 2.8 ton
4th arm tower loads
weight_span = 355.7 m weight_span = 1167 ft
wind_span = 491.4 m wind_span = 1612.2 ft
- vertical vertical = FV * weight_span = 0.00144 * 355.7 = 0.5 ton
- transverse wind4 = FW_4* wind_span = 2.036 * 1612.2 = 3282.44 lb = 1.46 ton
line_angle_484 = Fi * sin 0º = 2.8 * sin 0º = 0 ton
line_angle_504 = Fi * sin 58.63º = 2.8 * sin 58.63º = 2.4 ton
total48_4 = wind4 + line_angle_484 = 1.46 + 0 = 1.46 ton
total50_4 = wind4 + line_angle_504 = 1.46 + 2.4 = 3.86 ton
Wind on tower
Q = 2.409 * 10-3 psf ZV_S = 1.403 V = 70 Gt = 1.064 γ = 1
Menara Transmisi Listrik Sindur P. Mangkoesoebroto 25
Irwan Kurniawan
Am_1 = 4 m2 A m_2 = 5 m2 A m_3 = 11.2 m2 A m_4 = 11.3 m2
A m_5 = 13.9 m2 A m_6 = 24.6 m2 A m_7 = 9.7 m2 A m_8 = 33.3 m2
Ft = Q * (ZV_S * V)2 * Gt * γ
Ft = 2.409 * 10-3 * (1.403 * 70)2 * 1.064 * 1
Ft = 24.748 psf
W1 = Ft * Cf_1 * Am_1 W1 = 24.748 * 3.34 * 4 * 10.76 = 3557.61 lb W1 = 1.6 ton
W2 = Ft * Cf_2 * Am_2 W2 = 24.748 * 3.26 * 5 * 10.76 = 4340.5 lb W2 = 1.9 ton
W3 = Ft * Cf_3 * Am_3 W3 = 24.748 * 3.18 * 11.2 * 10.76 = 9484.13 lb W3 = 4.2 ton
W4 = Ft * Cf_4 * Am_4 W4 = 24.748 * 3.28 * 11.3 * 10.76 = 9869.72 lb W4 = 4.4 ton
W5 = Ft * Cf_5 * Am_5 W5 = 24.748 * 3.21 * 13.9 * 10.76 = 11881.53 lb W5 = 5.3 ton
W6 = Ft * Cf_6 * Am_6 W6 = 24.748 * 3.45 * 24.6 * 10.76 = 22600 lb W6 = 10.1 ton
W7 = Ft * Cf_7 * Am_7 W7 = 24.748 * 3.31 * 9.7 * 10.76 = 8549.72 lb W7 = 3.8 ton
W8 = Ft * Cf_8 * Am_8 W8 = 24.748 * 2.73 * 33.3 * 10.76 = 24208 lb W8 = 10.8 ton
W1 + W2 + W3 + W4 + W5 + W6 + W7 + W8 =
1.6 + 1.9 + 4.2 + 4.4 + 5.3 + 10.1 + 3.8 + 10.8 = 42 ton
Kesimpulan untuk beban angin dengan periode ulang 50 tahun
1st arm
Initial tension: Fi_1 = 0.4 ton
Vertical: vertical1 = 0.03 ton
wind1 = 0.2 ton
line_angle_481 = 0 ton
line_angle_501 = 0.4 ton
total48_1 = 0.2 ton
total50_1 = 0.6 ton
2nd arm
Initial tension: Fi = 2.8 ton
Vertical: vertical = 0.5 ton
wind2 = 1.6 ton
line_angle_482 = 0 ton
line_angle_502 = 2.4 ton
total48_2 = 1.6 ton
total50_2 = 4 ton
3rd arm
Initial tension: Fi = 2.8 ton
Vertical: vertical = 0.5 ton
wind3 = 1.5 ton
line_angle_483 = 0 ton
line_angle_503 = 2.4 ton
total48_3 = 1.53 ton
total50_3 = 3.93 ton
4th arm
Initial tension: Fi = 2.8 ton
Vertical: vertical = 0.5 ton
wind4 = 1.5 ton
line_angle_484 = 0 ton
line_angle_504 = 2.4 ton
total48_4 = 1.46 ton
total50_4 = 3.86 ton
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
Wind on tower
W1 = 1.6 ton W2 = 1.9 ton
W3 = 4.2 ton W4 = 4.4 ton
W5 = 5.3 ton W6 = 10.1 ton
W7 = 3.8 ton W8 = 10.8 ton
W1 + W2 + W3 + W4 + W5 + W6 + W7 + W8 =
1.6 + 1.9 + 4.2 + 4.4 + 5.3 + 10.1 + 3.8 + 10.8 = 42 ton
Catatan: Semua angin pada tower dihitung pada bidang/ muka longitudinal.
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
1
JEMBATAN KERETA API PEMBEBANAN PADA STRUKTUR I. Berdasarkan Rencana Muatan 21
1. Beban hidup Sebagai beban bergerak dianggap suatu susunan kereta api terdiri dari dua lokomotif dengan tender seperti terlihat pada gambar di bawah ini: Jumlah total 168 ton atau 8.75 ton/meter Bila dengan kereta/ gerobak yang banyaknya tidak tertentu maka konfigurasinya adalah sebagai berikut:
Jumlah 24 ton atau 5 ton/meter Jika hanya ada 6 atau 7 gandar yang dapat tempat dalam perhitungan maka berat muatan gandar harus ditambah sampai 15 ton.
Jika hanya ada 5 gandar yang dapat tempat dalam perhitungan maka berat muatan gandar harus ditambah sampai 17 ton.
Jika hanya ada 3 gandar yang dapat tempat dalam perhitungan maka berat muatan gandar harus ditambah sampai 18 ton.
120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 ton1920 cm
Lokomotif Tender
240 120
120 120 120 120 120 120
15 15 15 15 15 15 15
120 120 120 120
17 17 17 17 17
120
18
120
18 18
120 240 120
12 12
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
2
Jika hanya ada 2 gandar yang dapat tempat dalam perhitungan maka berat muatan gandar harus ditambah sampai 19 ton.
Jika hanya ada 1 gandar yang dapat tempat dalam perhitungan maka berat muatan gandar harus ditambah sampai 20 ton.
Dari skema beban gandar di atas, maka untuk desain beban pilih konfigurasi beban yang akan memberikan reaksi terbesar bagi perhitungan.
2. Koefisien impak Beban hidup diatas harus dikalikan dengan koefisien impak yang besarnya ditentukan
dengan formula: I=1,3+[27,5/(L+50)]. L adalah panjang bentang komponen struktur yang sedang diperhitungkan. Tidak ada pembatasan nilai maksimum untuk koefisien impak.
3. Gaya menjauhi titik pusat (gaya sentrifugal)
Pada jembatan-jembatan yang berada dalam kelengkungan, harus diperhitungkan pengaruh gaya sentrifugal tekanan gandar yang besarnya ditentukan dengan formula: K = A*V2/(127*R) Dimana: K = gaya menjauhi titik pusat yang bekerja pada rel sisi luar (ton) A = tekanan gandar (ton) V = kecepatan (km/jam) R= jari-jari kelengkungan (meter) Gaya ini tidak dikalikan dengan koefisien impak. Gaya ini dianggap mempunyai titik tangkap pada sebuah bidang yang letaknya:
Pada sepur 1,435 meter, setinggi 1,75 meter diatas kepala rel Pada sepur 1,067 meter, setinggi 1,50 meter diatas kepala rel
4. Tegangan-tegangan yang disebabkan oleh temperatur
Tegangan-tegangan akibat perubahan temperatur perlu diperhatikan bila temperatur melewati 35oC atau kurang dari 15oC.
5. Beban angin
Tekanan angin dianggap sebagai beban merata, tanpa koefisien impak, bekerja dalam arah horisontal, sebesar 100 kg/m2. Sedangkan luas bidang yang harus diperhitungkan terkena angin adalah sebagai berikut: a. Jembatan rangka
Luas bidang yang terkena angin adalah 1,5 luas komponen rangka + luas lantai jalan (lihat butir c) dan luas beban hidup (lihat butir d). Jumlah ini dapat dikurangi dengan
120
19 19
20
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
3
bagian lantai jalan dan bagian beban hidup yang mungkin tertutup untuk komponen rangka.
b. Jembatan balok pelat berdinding penuh Luas bidang yang terkena angin adalah luas bidang satu balok utama + luas lantai jalan (lihat butir c) yang mungkin muncul diatasnya dan luas beban hidup (lihat butir d).
c. Luas lantai jalan Yang dimaksud dengan lantai jalan adalah balok-balok melintang dan memanjang, bantalan-bantalan beserta rel kereta api.
d. Beban hidup Luas bidang beban hidup yang terkena oleh angin diambil sebagai berikut:
Pada sepur 1,435 meter = luas bidang persegi empat dengan tinggi 3,5 meter yang titik beratnya 1,75 meter diatas kepala rel.
Pada sepur 1,067 meter = luas bidang persegi empat dengan tinggi 3 meter yang titik beratnya 1,5 meter diatas kepala rel.
6. Gaya lateral karena tekanan lokomotif Harus diperhitungkan gaya lateral yang diakibatkan oleh lokomotif terhadap jembatan,
sebagai gaya horizontal, S. Besar arah dan titik tangkap S sesuai tabel dibawah. Tekanan angin dan gaya lateral yang disebabkan oleh lokomotif dianggap tidak dapat terjadi bersama-sama.
Gaya horizontal, S, disebabkan oleh lokomotif Gaya S Jembatan kereta
api Besar A r a h Titik tangkap
Lurus
10AS maks=
Tegak lurus pada sumbu memanjang
jembatan dan seperti juga halnya
pada tekanan angin, bekerja dalam 2 arah
Lengkungan R ≥ 900
150<R< 900
R ≤ 150
10AS maks=
( )150R750
AS maks −=
S = 0
Sejajar dengan gaya menjauhi titik pusat dan
seperti juga halnya pada tekanan angin, bekerja dalam 2 arah
Pada tinggi kepala rel ditempat yang
paling membahayakan untuk masing-masing batang
Amaks = muatan gandar yang terbesar (tidak dengan koefisien impak), yang ada dalam gandar lokomotif. R = Jari-jari kelengkungan dalam meter.
7. Gaya rem
Pengaruh gaya rem harus diperhitungkan untuk jembatan dengan bentang 20 m atau lebih. Besarnya gaya rem ialah 1/6 berat lokomotif dan 1/10 berat kereta (semua kereta dimuati penuh), yang membebani jembatan dimana koefisien impak tidak diperhitungkan.
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
4
8. Ruang Bebas Batas I: untuk jembatan dengan kecepatan sampai 60 km/jam Batas II: untuk ‘viaduk’ dan terowongan dengan kecepatan sampai 60 km/jam
dan untuk jembatan tanpa pembatasan kecepatan Batas III: untuk ‘viaduk’ baru dan bangunan lama kecuali terowongan dan
jembatan Batas IV: untuk lintas kereta listrik
II. Berdasarkan American Railway Engineering Association (AREA) 1. Gaya yang Bekerja
Perencanaan jembatan harus memperhitungkan beban dan gaya-gaya seperti yang tertulis di bawah ini: - Beban mati - Beban hidup - Beban impak - Beban angin
300 ≤ R ≤ 3000 m
BELOK KE KANAN
1067
1000 1000
1300 1300
1530
1600
R < 3000 m
2050
1950 1950
2550
1100
+ 4500
+ 4700
+ 5000
+ 5900
+ 6200
1300
1950
1950 + 6045
+ 4845
+ 4320 + 4200
+ 1000
+ 750
+ 450
+ 200 + 40 0 PERMUKAAN R
R > 3000 m
PADA JALAN REL LENGKUNG: BELOK KE KIRI
Batas IV
Batas III
Batas II
Batas I
Tinggi kawat aliran listrik terbesar
Tinggi normal kawat aliran listrik
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
5
- Beban sentrifugal - Beban-beban lateral lainnya - Beban-beban longitudinal lainnya
2. Beban Hidup
a. Rekomendasi beban hidup dalam lb per sumbu dan trailing load dalam lb per linier ft untuk tiap track adalah berupa beban Cooper E - 80, yang diilustrasikan pada gambar di bawah ini:
Jadi beban Cooper E-80 ini terdiri dari beban terpusat sepanjang 2 lokomotif dan ruang kosong yang tersisa diisi dengan beban merata. Catatan mengenai proses penempatan posisi beban: a. Perencana diharapkan dapat menempatkan beban hidup sehingga menimbulkan
reaksi maksimum. b. Untuk anggota yang menerima beban lebih dari satu track, maka desain beban
hidup adalah sebagai berikut: - Untuk dua track, beban hidup diletakkan secara penuh di atas dua track tersebut - Untuk tiga track, beban hidup diletakan secara penuh di dua track dan satu-
setengah di atas track yang lain - Dst. Lihat AREA 1.3.3
Pemilihan tipe pembebanan track dari jenis-jenis desain beban hidup seperti yang telah disebutkan di atas diambil melalui kriteria tipe pembebanan yang akan menghasilkan reaksi maksimum.
3. Tipe Deck
Struktur deck jembatan kereta api dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu: 1. Open deck structures. 2. Ballasted deck structures.
4. Beban Impak
Untuk open deck bridges persentase beban impak ditentukan dengan formula di bawah ini: a. Untuk Rolling equipment tanpa hammer blow (diesel, lokomotif listrik, tenders
dst): • Jika L kurang dari 80 ft
100/S + 40 - 3L2/1600 • Jika L lebih dari 80 ft
100/S + 16 + 600/(L-30) b. Untuk Rolling equipment dengan hammer blow:
1. Untuk bentangan berupa balok, stringers, girders maka: • Jika L kurang dari 100 ft
80,0
00
80,0
00
80,0
00
80,0
00
80,0
00
80,0
00
80,0
00
80,0
00
40,0
00
40,0
00
52,0
00
80,000 52,0
00
52,0
00
52,0
00
52,0
00
52,0
00
52,0
00
52,0
00
8’ 5’ 5’ 5’ 9’ 5’ 6’ 5’ 8’ 8’ 5’ 5’ 5’ 9’ 5’ 6’ 5’ 5’
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
6
Rel
Bantalan
Gelagar memanjang
100/S + 60 - L2/500 • Jika L lebih dari 100 ft
100/S + 10 + 1800/(L-40) 2. Untuk bentangan berupa rangka batang, maka:
• Jika L kurang dari 100 ft 100/S + 15 - 4000/(L + 25)
S = jarak (ft) antar as sebuah atau satu grup longitudinal beam, girder atau
rangka. L = panjang (ft) as ke as dari pendukung stringers, transverse beam tanpa
stringers, longitudinal girders dan rangka (main members) 5. Ruang Bebas Jembatan Kereta Api SISTEM STRUKTUR Komponen sebuah sistem struktur jembatan kereta api yang berupa beam span adalah sebagai berikut:
90o
16'
3'
4'
23'
Plane across top of rails
C O
f tra
ck
3' 3' 6’6’
9’ 9’18’
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
7
Contoh Soal Diketahui desain awal dari sebuah konstruksi jembatan seperti terlihat pada gambar di bawah ini: Pertanyaan: 1. Rencanakan dimensi bantalan rel jembatan kereta api 2. Rencanakan gaya geser dan gaya lentur ultimate gelagar memanjang kereta api 3. Rencanakan dimensi gelagar memanjang kereta api 4. Rencanakan jenis ikatan yang digunakan pada jembatan kereta api
Catatan: Analisis Pembebanan menggunakan AREA 1. Perencanaan Bantalan Rel Karena dalam AREA tidak disebutkan ketentuan tentang bantalan maka, dimensi bantalan harus direncanakan terlebih dahulu.
POTONGAN I
1900
1250 1250 1250 1250
2250 2250 2250 2250
1250 1250 1250 1250
Lebasr lajur = 3600
2000 2000
1067 3000 3000 3000 1067
1500
1500
7000
PENAMPANG MEMANJANG JEMBATAN
L
L L L L
L=6,75 m
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
8
Model Struktur Bantalan
Keterangan: P adalah beban yang berasal dari: 1. Beban terberat roda kereta api dibagi 2:
40000 lb = 0.4536*40000 kg = 18144 kg
2. Beban rel dan beban ikatan-ikatan dibagi 2: 100 lb/line foot dikonversikan ke beban terpusat dengan memperhatikan jarak antar bantalan sehingga diperoleh 74.41 kg .
3. Bantalan akan dipasang tiap 75 cm, maka:
P = (18144 + 74.41)kg = 18218.41 kg = 18.3 ton Kemudian dari perhitungan diperoleh: Mu = 0.1*18.3 = 1.83 ton meter Vu = 18.3 ton
Maka: Coba Profil IWF 300.150.6,5.9 mm Properties dari Profil IWF 300.150.6,5.9 mm adalah sebagai berikut:
h = 300 mm Ix = 7210 cm4 bf = 150 mm Iy = 508 cm4 tw = 6,5 mm rx = 12.4 cm tf = 9 mm ry = 3.29 cm A = 46.78 cm2 Sx = 481 cm3 Sy = 67.7 cm3
Kemudian lakukan langkah-langkah perhitungan seperti di bawah ini: a. Periksa kelangsingan pelat badan dan sayap
- Flens
kompak flens97.10)(E/f0.38
33.8)9*2/(150t2/b p
yp
ff→λ<λ
==λ===λ
⎪⎭
⎪⎬⎫
P P
0,1m
1,067 m
Rel
Bantalan
0,1m
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
9
- Web ( ){ }
kompak web54.108)(E/f3.76 39.38/(6.5)139*2-300 h/t
pyp
w →λ<λ⎭⎬⎫
==λ=+==λ
b. Periksa tekuk lateral Tekuk lateral akan terjadi jika panjang bentang (L) lebih besar dari Lp Lp = 1.76*ry*√(E/fy) Lp = 1.76*3.29*28.9 Lp = 167.3 cm = 1.67 m Sehingga (L = 1.267 m) < Lp ; maka tidak perlu menggunakan penopang lateral.
c. φlentur * Mn = 0.9 * Zx * fy
= 0.9 * 1.12 * 481 * 2400 = 11.64 ton meter > Mu (=1.83 ton meter) … Ok !
d. Periksa kuat geser Rumus untuk mengecek kuat geser ditentukan oleh parameter h/tw; karena geser dipikul oleh bagian web.
h/tw = 39.38 ≤ ywf
1100 (=71)
maka Vn = 0.6*Aw*fyw φ Vn = 0.8(0.6*Aw* fyw) φ Vn = 0.8{0.6*(300-18)*6.5*240} φ Vn = 211.16 kN
Maka (φVn = 211.16 kN) > (Vu = 183 kN) ... Ok ! Kesimpulan: Gunakan profil 300.150.6,5.9
2. Perencanaan Gaya Geser dan Kuat Lentur Desain Gelagar Memanjang
a. Analisis Momen Akibat Dead Load Model struktur "simple beam", dengan menggunakan faktor reduksi 0.8 untuk perhitungan momen ultimate.
Model Struktur Gelagar Memanjang
q kg/m
Gelagar memanjang
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
10
Keterangan: Beban mati berasal dari: 1. Berat rel ditambah ikatan-ikatan untuk tiap gelagar = 100 lb/line foot = 148.82
kg/m 2. Ambil berat sendiri profil bantalan = 45 kg/m
( ) kg 51.2845*067.11.0*2*21PD =+=
Bantalan akan dipasang pada setiap jarak 75 cm 3. Berat sendiri gelagar memanjang (asumsi) = 191 kg/m
maka total beban merata ⇒ qD = 148.82 + 191 = 339.82 kg/m kemudian dengan perhitungan mekanika teknik didapat harga Mmati = MD_max yaitu:
BAmax_DVVV ==
2
L*q2
P*10 DD +=
2
75.6*82.3392
51.28*10+=
kg 44.1289VD_max =
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ ++++−−= 5.05.15.25.3 75.0L
21PL*q
81L
21*xVM D
2DmaD_maxD_
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +−−= 8 75.075.6
21 51.28275.6*82.339*
8175.6*
21*44.1289
kgm 2.2149M maxD_ =
b. Analisis Gaya Geser dan Momen Akibat Live Load Perhitungan untuk menganalisis beban bergerak kereta api akan menggunakan influence line (garis pengaruh).
Model Beban Bergerak untuk Perhitungan Garis Pengaruh
b b b b c
A B x c 1- x
P bergerak
PD
qD
A B
9 @ 0.75 m
6.75 m
PD PD PD PD PD PD PD PD PD
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
11
Adapun model posisi beban dan tipe struktur untuk mencari gaya geser ultimate terlihat pada gambar di bawah ini, model posisi ini dipilih dengan asumsi gaya geser maksimum akan ada di perletakan.
Model Posisi Beban Pada Gelagar Memanjang untuk Mendapatkan Gaya Geser Ultimate
Diagram Garis Pengaruh Reaksi Perletakan di A
Adapun untuk menentukan nilai kuat lentur ultimate maka dicari dari dua kemungkinan posisi beban yang diperkirakan akan memberikan reaksi maksimum. Kuat lentur ultimate diambil dari harga momen terbesar dari dua posisi beban tersebut
Model Posisi Beban Pertama untuk Mendapatkan Moment Ultimate
Model Posisi Beban Kedua untuk Mendapatkan Momen Ultimate
Untuk menentukan momen ultimate desain pilih momen yang paling besar diantara dua model posisi beban di atas.
P
A B
V1 V2 V3 V4
b b b e
c b b b c
L = 6.75 m
d b b b a
P
L = 6.75 m
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
12
Untuk keperluan di atas digunakan analisis garis pengaruh seperti di bawah ini.
Lokasi Beban yang akan Memberikan Momen Maksimum
Diagram Garis Pengaruh Momen Pada Pot.I-I dari Model Pembebanan Pertama
Diagram Garis Pengaruh Momen Pada Pot. I-I dari Model Pembebanan Kedua
Keterangan: a = 0.327 m b = 5 feet = 1.524 m c = 1.089 m d = 1.851 P = beban bergerak terbesar kereta api = 1/2*80000 lb = 40000 lb = 18144 kg (catatan faktor 1/2 ada karena analisis dilakukan terhadap satu gelagar)
Penentuan gaya lintang desain Berdasarkan gambar-gambar di atas dan dengan menggunakan prinsip mekanika teknik didapat: Vx = (L-x)/L*1 Untuk P = 18144 kg V1 = 18144 kg V2 = 14047.5 kg V3 = 9951 kg V4 = 5854.5 kg
c b b b c
M1 M2 M3 M4
M1
a b b b d
M2 M3 M4
B
A
P bergerak
x C 1 - x
Ι
Ι
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
13
Maka desain untuk gaya lintang adalah: _desainmax_L VV =
4321 VVVV +++=
kg 47997V max_L =
Penentuan momen desain
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa harga momen ultimate desain ditentukan oleh momen terbesar di antara dua model posisi beban. Adapun perhitungan matematisnya tetap menggunakan prinsip mekanika teknik biasa, untuk detailnya bisa dilihat pada bagian selanjutnya. Untuk 0 ≤ x ≤ 1/2L Mx = VA*(1/2L)-1(1/2L-x) Mx = ((L-x)/L)*(1/2L))-1(1/2L-x) Penentuan momen akibat model posisi beban yang pertama: M1 = M4 = 0.5445 * 18144 kg = 9879.4 kgm M2 = M3 = 1.3065 * 18144 kg = 23705.1 kgm M_tot-1 = 67169.1 kgm Penentuan momen akibat model posisi beban yang kedua: M1 = 0.15 * 18144 kg M1 = 2721.6 kgm M2 = M4 = 0.9255 * 18144 = 16792.3 kgm M3 = 1.6875 * 18144 = 30618 kgm M_tot-2 = 66294.2 kgm Karena M_tot-1 > M_tot-2 maka momen untuk desain adalah: ML_max = M_desain = 67169.1 kgm Akhirnya dapat dicari momen ultimate dan lintang ultimate, yaitu: Mu = 1.2 MD_max + 1.6 * (faktor impak)*ML_max Sedangkan besarnya faktor impak dihitung dengan rumus di bawah ini: 100/S + 40 - 3L2/1600 dengan: S = jarak (ft) antar as sebuah atau satu grup longitudinal beam, girder atau rangka. L = panjang (ft) senter ke senter dari pendukung stringers, transverse beam tanpa
stringers, longitudinal girders dan rangka (main members) Didapatkan faktor impak 1.63 maka ambil faktor impak 1.3 sebab tambahan akibat beban impak maksimal adalah 30%, sehingga: Mu = 1.2*(2149.2) + 1.6*1.3*(67169.1) Mu = 2579.1 + 139711.7 Mu = 142290.8 kgm
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
14
Kemudian Mu_desain diambil 0.8*Mu; akhirnya didapat: Mu_desain = 113832.6 kgm Vu_desain = 1.2 VD_max + 1.6 * (faktor impak)VL_max Vu_desain = 1.2(1289.44) + 1.6 * 1.3(47997) Vu_desain = 1547.33 + 99833.76 Vu_desain = 101381.1 kg
3. Perencanaan Dimensi Balok Gelagar Memanjang Besaran yang sudah diketahui: Mu_desain = 113832.6 kgm = 1138.32 kNm Vu_desain = 101381.1 kg = 1013.8 kN L = 6.75 m fy = 240 MPa Adapun langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut: a. Pilih penampang balok yang dapat memikul momen sebesar Mu, dengan
mengasumsikan profil kompak, maka: φlentur * Mn = 0.9 * Zx * fy ≥ Mu = 1138.32 kNm Zx ≥ Mu / (0.9*fy) = 1138.32 / (0.9*240) Zx ≥ 5270 cm3 ⇒ Sx ≥ 5270/1.12 = 4705.36 cm3 Dari tabel profil yang ada, maka profil yang memenuhi harga Sx adalah profil IWF 800.300.14.22 Ambil IWF 800.300.14.22 dengan properties sebagai berikut: h = 792 mm Ix = 254000 cm4 bf = 300 mm Iy = 9930 cm4 tw = 14 mm rx = 32.3 cm tf = 22 mm ry = 6.39 cm A = 243.4 cm2 Sx = 6410 cm3
Sy = 662 cm3
b. Periksa kelangsingan pelat badan dan sayap
- Flens
kompak flens 10.97f/E38.082.6)22*2/(300t2/b
PyP
ff →λ<λ⎭⎬⎫
==λ===λ
- Web { }
kompak web 108.54 f/E76.343.49)14/()2822(*2792t/h
PyP
w →λ<λ⎭⎬⎫
==λ=+−==λ
c. Periksa tekuk lateral
Tekuk lateral akan terjadi jika panjang bentang tidak terkekang (L) lebih besar daripada Lp Lp = 1.76*ry*√E/fy Lp = 1.76*6.39*28.9 Lp = 325 cm = 3.25 m
Jembatan Kereta Api Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
15
Karena sisi tekan gelagar memanjang dikekang oleh bantalan-bantalan, maka L(=0.75 meter) < Lp (=3.25 meter) → tidak perlu pengaku lateral tambahan.
d. Periksa kuat geser Rumus untuk memeriksa kuat geser ditentukan oleh parameter h/tw; asumsi geser dipikul oleh bagian web.
h/tw = 49.43 ≤ ywf
1100 (=71)
maka Vn = 0.6 * Aw * fy φ Vn = 0.8 (0.6 * Aw * fyw) φ Vn = 0.8 {0.6 * (792 - 2*22) * 14 * 240} φ Vn = 1206.37 kN > Vu = 1013.81 kN .. Ok! Kesimpulan: Gunakan profil IWF 800.300.14.22
4. Perencanaan Ikatan-ikatan Selanjutnya pada gelagar memanjang kereta api direncanakan akan dibuat dua jenis ikatan, yaitu: 1. Ikatan yang berfungsi untuk mengikat gelagar memanjang kereta api agar tidak
sampai lepas sehingga bisa bekerja secara optimal. 2. Ikatan yang berfungsi untuk mengantisipasi gaya tumbukan kereta api. Artinya
dengan adanya ikatan ini, gaya tumbukan akibat kereta api direncanakan tidak akan diatasi oleh mekanisme lentur gelagar memanjangnya melainkan akan dipikul oleh sistem ikatan ini. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada sketsa di bawah ini:
Sketsa ikatan gelagar memanjang kereta api
Ikatan jenis ke-2
Ikatan jenis ke-1
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 1
ANALISIS ELASTIS KOLOM (SNI – LRFD)
Pada contoh ini akan dianalisis kolom suatu gedung seperti terlihat pada gambar halaman17 dan 18. Analisis akan dilakukan untuk dua kondisi, yaitu: I. Analisis mekanika teknik tanpa pengaruh P-δ. II. Analisis mekanika teknik telah menggunakan pengaruh P-δ. Untuk tujuan instruksional, pada kedua kondisi tersebut akan dilakukan analisis portal dua dimensi, baik dalam arah –X maupun –Y. Langkah-langkah: 1. Periksa kelangsingan penampang kolom untuk flens dan web (trial & error). 2. Kontrol tahanan kolom K3A-2/3 dengan persamaan interaksi aksial- momen
sebagai berikut:
Bila: n
u
N.Nφ
> 0,2 (dominasi tekan) maka n
u
N.Nφ
+ ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛φ
+φ nYb
uY
nXb
uX
M.M
M.M
.98 ≤ 1
n
u
N.Nφ
< 0,2 (dominasi lentur) maka n
u
N..2Nφ
+ ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛φ
+φ nYb
uY
nXb
uX
M.M
M.M ≤ 1
Diperlukan informasi: N u, M uX, M uY
N n, M nX, M nY
3. Persamaan interaksi aksial – momen harus diperiksa untuk masing-masing kombinasi pembebanan sebagai berikut: • 1,4D • 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H) • 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γLL atau 0,8W) • 1,2D + 1,3W + γL L + 0,5 (La atau H) • 1,2D + 1,0E + γL L • 0,9D + (1,3W atau 1,0E)
Dalam contoh ini hanya akan diperlihatkan analisis untuk satu kombinasi pembebanan yaitu 1,2D + 1,0E + γL L dengan nilai γL=0,5.
4. Diagram alir perencanaan kolom sesuai SNI
Sesuai Bab 6.2.2
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Keterangan: Nomenklatur kolom, balok, dan tingkat Kolom: K Gn Ga ⎯ LL / HL
higher level lower level alphabetical grid numerical grid kolom
Contoh: K3A ⎯ 2/3 adalah kolom pada grid 3A dari lantai 2 ke lantai 3. Balok: B L Fn ⎯ lG/G s
higher grid designation smaller grid designation frame number level number balok
Contoh: B23 ⎯ A/B adalah balok pada lantai 2, frame 3, dari grid A ke grid B.
Tingkat: Tingkat ke-i adalah tingkat yang berada di bawah lantai ke-i. Contoh:
Lantai i
Tingkat i
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 4
I. Analisis Mekanika Teknik Tanpa Pengaruh P-δ A. Kelangsingan Penampang
1. Balok B23-A/B, B2A-2/3, B33-A/B, B3A-2/3: IWF 400 x 200 x 7 x 11
B = 199 mm b = 100 mm Ixb = 20000 . 104 mm4 d = 396 mm fy = 240 MPa Iyb = 1450 . 104 mm4
tf = 11 mm E = 2 . 105 MPa ix = 167 mm tw = 7 mm r = 16 mm iy = 44,8 mm
Flens: Web:
10,97 240
170 f
170
9,091 11
100 tb
y
f
==
==
108 = 240
1680 = f
1680
49 = 7
16) + (11 2 - 396 = t
r) + (t 2 - d
y
w
f
10,97)( f
170 9,091)( tb
yf
< 108)(= f
1680 < 49)(= t
r) + (t 2 - d
yw
f
Penampang kompak Penampang kompak
Penampang Kompak
2. Kolom K3A-2/3: IWF 600 x 300 x 12 x 20
b = 150 mm B = 300 mm Ixk = 118000 . 104 mm4 fy = 240 MPa d = 588 mm Iyk = 9020 . 104 mm4
tw = 12 mm Ag = 19250 mm2 ix = 248 mm tf = 20 mm E = 2 x 105 MPa iy = 68,5 mm r = 28 mm
B
b
x
y
d tw
tf
r
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Flens: Web:
10,97 240
170 f
170
7,5 20
150 tb
y
f
==
==
43 = 240
665 = f
665
41 = 12
28) + (20 2 - 588 = t
r) + (t 2 - d
y
w
f
10,97)( f
170 ,5)7( tb
yf=<= 43)(=
f665 < 41)(=
tr) + (t 2 - d
yw
f
Penampang kompak Penampang kompak
Penampang kompak B. Bentang untuk Pengekangan Lateral Kolom
L = 3000 mm
Lp = 1,76 . iy . yfE
Lp = 1,76 . 68,5 . 24010 . 2 5
= 3480 mm
L (=3000) < Lp (=3480) ⇒ Bentang Pendek
B23-A/B
B33-A/B
B2A-2/3
B3A-2/3
K3A-2/3 XY
Lantai 3
Lantai 2
Z
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 6
C. Analisis Komponen Struktur Tak Bergoyang Akibat Beban Vertikal (Tanpa Beban Lateral)
1. Kekakuan kolom
• Joint Atas (Lantai 3) Arah – X bangunan
KOLOM BALOK Lcl = 3000 mm (atas) Lbl = 6000 mm Lc2 = 3000 mm (bawah) Ic1 = Iyk Ic1 = 9,02 . 107 mm4 (atas) Ib1 = Ixb Ic2 = Iyk Ic2 = 9,02 . 107 mm4 (bawah) Ib1 = 2 . 108 mm4
GaX = b
c
(I/L) (I/L)
ΣΣ =
600010 . 2
300010 . 9,02
300010 . 02,9
LI
LI
LI
8
77
b1
b1
c2
c2
1c
1c
+=
+ → GaX = 1,804
• Joint Bawah (Lantai 2) Arah – X bangunan
KOLOM BALOK Lcl = 3000 mm (atas) Lbl = 6000 mm Lc2 = 3000 mm (bawah) Ib1 = Ixb Ic1 = Iyk Ic1 = 9,02 . 107 mm4 (atas) Ib1 = 2 . 108 mm4 Ic2 = Iyk Ic2 = 9,02 . 109 mm4 (bawah)
GbX = b
c
(I/L) (I/L)
ΣΣ =
600010 . 2
300010 . 9,02
300010 . 02,9
LI
LI
LI
8
77
b1
b1
c2
c2
1c
1c
+=
+ → GbX = 1,804
Dari nomograf untuk komponen struktur tidak bergoyang (Gambar 7.6-2a), diperoleh nilai faktor panjang tekuk: kcX = 0,85 • Joint Atas (Lantai 3) Arah – Y bangunan
KOLOM BALOK Lcl = 3000 mm (atas) Lbl = 6000 mm Lc2 = 3000 mm (bawah) Ib1 = Ixb Ic1 = Ixk Ic1 = 1,18 . 109 mm4 (atas) Ib1 = 2 . 108 mm4 Ic2 = Ixk Ic2 = 1,18 . 109 mm4 (bawah)
GaY = b
c
(I/L) (I/L)
ΣΣ =
600010 . 2
300010 . 1,18
300010 . 18,1
LI
LI
LI
8
99
b1
b1
c2
c2
1c
1c
+=
+ → GaY = 23,6
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 7
• Joint Bawah (Lantai 2) Arah – Y bangunan
KOLOM BALOK Lcl = 3000 mm (atas) Lbl = 6000 mm Lc2 = 3000 mm (bawah) Ib1 = Ixb Ic1 = Ixk Ic1 = 1,18 . 109 mm4 (atas) Ib1 = 2 . 108 mm4 Ic2 = Ixk Ic2 = 1,18 . 109 mm4 (bawah)
GbY = b
c
(I/L) (I/L)
ΣΣ =
600010 . 2
300010 . 1,18
300010 . 18,1
LI
LI
LI
8
99
b1
b1
c2
c2
1c
1c
+=
+ → GbY = 23,6
Dari nomograf untuk komponen struktur tidak bergoyang (Gambar 7.6-2a), diperoleh nilai faktor panjang tekuk: kcY = 0,97
2. Analisis tekuk kolom
L = 3000 mm fy = 240 MPa E = 2 . 105 MPa Arah – X bangunan Arah – Y bangunan LkX = L . kcX = 3000 . 0,85 LkY = L . kcY = 3000 . 0,97 LkX = 2,55 . 103 mm LkY = 2,91 . 103 mm
Kontrol Kelangsingan Kolom
λX = 37,226 68,5
10 . 2,55 i
L 3
y
kX == λY = 11,734 248
10 . 2,91 i
L 3
x
kY ==
λX (=37,226) < 200 OK! λY (=11,734) < 200 OK!
λcX = Ef
. i
L . 1 y
y
kX
π λcY =
Ef
. i
L . 1 y
x
kY
π
λcX = 5
3
10 . 2240 .
68,510 . 2,55 . 1
π λcY = 5
3
10 . 2240 .
24810 . 2,91 . 1
π
λcX = 0,41 λcY = 0,129
0,25 < λcX < 1,2 λcY < 0,25
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 8
ωX = ) . (0,67 - 6,1
43,1
cXλ ωY = 1
ωX = ),410 . (0,67 - 6,1
43,1 = 1,08
fcrbX = 1,08240
f
X
y =ω
fcrbY = 1
240 f
Y
y =ω
fcrbX = 222,2 MPa fcrbY = 240 MPa NnbX = Ag . fcrbX NnbY = Ag . fcrbY NnbX = 19250 x 222,2 NnbY = 19250 x 240 NnbX = 4,277 .106 newton NnbY = 4,62 . 106 newton
NnbX (=4,277 .106) < NnbY (=4,62 .106) ⇒ NnbX menentukan Jadi: Nnb = Nnbx → Nnb = 4,277 . 106 newton
NcrbX = 22cX
yg
41,0240 . 92501
f . A=
λ NcrbY = 22
cY
yg
129,0240 . 92501
f . A=
λ
NcrbX = 2,748 . 107 newton NcrbY = 2,776 . 108 newton
3. Amplifikasi Momen
ΣPu = 13 573 854 newton
ΣPu adalah jumlah Nub dalam satu tingkat untuk seluruh kolom dalam arah -x dan arah -y.
Arah – X bangunan Arah – Y bangunan NubX = 255306 newton NubY = 267183 newton MntuaX = 2,10708 . 107 newton-mm MntuaY = 2,71043 . 107 newton-mm MntubX = 2,19818 . 107 newton-mm MntubY = 2,80663 . 107 newton-mm
Diperoleh dari analisis Mekanika Teknik untuk beban vertikal terfaktor, γDD + γLL, saja.
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 9
MntuaX < MntubX , maka: MntuaY < MntubY , maka:
βmX = 7
7
ntubX
ntuaX
10 . 19818,210 . 2,10708
MM
= βmY = 7
7
ntubY
ntuaY
10 . ,80663210 . 2,71043
MM
=
βmX = 0,959 βmY = 0,966
(kolom terlentur dengan kelengkungan beda tanda) cmX = 0,6 – 0,4 . βmX cmY = 0,6 – 0,4 . βmY = 0,6 – 0,4 . 0,959 = 0,6 – 0,4 . 0,966 cmX = 0,216 cmY = 0,214
δbX = 7crbX
ubX
10 . 2,748255306
NNmX
- 1216,0
- 1c
= = 0,218 δbY = 8crbY
ubY
10 . 2,776267183
NNmY
- 1214,0
- 1c
= = 0,214
δbX (= 0,218) < 1 δbY (= 0,214) < 1 δbX = 1 δbY = 1 MntuaX < MntubX , maka: MntuaY < MntubY , maka: MntuX = MntubX MntuY = MntubY MntuX = 2,198 . 107 newton-mm MntuY = 2,807 . 107 newton-mm MubX = δbX . MntuX MubY = δbY . MntuY = 1 . 2,198 . 107 = 1 . 2,807 . 107
ΣPu
Lt - 3
Lt - 4
Lt - 5
Atap
X
Y
MntubY
MntubX
MntuaY
MntuaX
NubX , NubY
NubX , NubY
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 10
MubX = 2,198 . 107 newton-mm MubY = 2,807 . 107 newton-mm
D. Analisis Komponen Struktur Bergoyang dengan Beban Lateral
1. Kekakuan kolom
GaX = 1,804 GaY = 23,6 GbX = 1,804 GbY = 23,6 (sama dengan perhitungan sebelumnya) Dari nomograf untuk komponen struktur bergoyang (Gambar 7.6-2b), diperoleh: kcX = 1,55 dan kcY = 4,5
2. Analisis tekuk kolom
L = 3000 mm fy = 240 MPa E = 2 . 105 MPa
Arah – X bangunan Arah – Y bangunan LkX = L . kcX = 3000 x 1,55 LkY = L . kcY = 3000 x 4,5 LkX = 4,65 . 103 mm LkY = 1,35 . 104 mm
λcX = Ef
. i
L . 1 y
y
kX
π λcY =
Ef
. i
L . 1 y
x
kY
π
λcX = 5
3
10 . 2 240 .
68,510 . 4,65 . 1
π λcY = 5
4
10 . 2240 .
24810 . 1,35 . 1
π
λcX = 0,749 λcY = 0,600 0,25 < λcX (= 0,749) < 1,2 0,25 < λcY (= 0,600) < 1,2
ωX = ) . (0,67 - 6,1
43,1
cXλ ωY =
) . (0,67 - 6,143,1
cYλ
ωX = ),7490 . (0,67 - 6,1
43,1 = 1,302 ωY = ),6000 . (0,67 - 6,1
43,1 = 1,194
fcrsX = 302,1
240 f
X
y =ω
fcrsY = 194,1240
f
Y
y =ω
fcrsX = 184 MPa fcrsY = 201 MPa
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 11
NnsX = Ag . fcrsX NnsY = Ag . fcrsY NnsX = 19250 x 184 NnsY = 19250 x 201 NnsX = 3,542 . 106 newton NnsY = 3,869 . 106 newton Karena NnsX < NnsY ⇒ NnsX menentukan Jadi: Nns = NnsX Nns = 3,542 . 106 newton Nnb = 4,277 . 106 newton (dari perhitungan sebelumnya) Karena Nns < Nnb ⇒ Nns menentukan Jadi: Nn = Nns Nn = 3,542 . 106 newton
3. Amplifikasi Momen
Arah – X bangunan Arah – Y bangunan NusX = 34393 newton NusY = 62959 newton MltuX = 2,39577 . 107 newton-mm MltuY = 4,85541 . 107 newton-mm ΣHuX = 373 485 newton ΣHuY = 573 605 newton ΔoHX = 5,46 mm ΔoHY = 4,41 mm
ΣHu adalah jumlah seluruh gaya lateral terfaktor pada suatu tingkat yang
sedang ditinjau, yang menimbulkan ΔOH.
(Diperoleh dari analisis Mekanika Teknik untuk beban lateral terfaktor saja)
Lantai - 1
Lantai - 2
Lantai - 3
Lantai - 4
Lantai - 5
Atap
Baseline
ΣHu
ΣPu ΔoH
L
MltuaX
MltuaY
MltubX
MltubY
NusX , NusY
X
Y
NusX , NusY
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 12
δsX =
X
oHX
uX
u
L .
HP 1
1Δ
ΣΣ
− δsY =
Y
oHY
uY
u
L .
HP 1
1Δ
ΣΣ
−
δsX =
300046,5 .
37348513573854 1
1
− δsY =
300041,4 .
57360513573854 1
1
−
δsX = 1,071 δsY = 1,036 MusX = δsX . MltuX MusY = δsY . MltuY = 1,071 . 2,39577 . 107 = 1,036 . 4,85541 . 107 MusX = 2,566 . 107 newton-mm MusY = 5,030 . 107 newton-mm
E. Analisis Tahanan Lentur Nominal Kolom Kolom K3A-2/3: IWF 600 x 300 x 12 x 20 B = 300 mm tf = 20 mm d = 588 mm tw = 12 mm Karena penampang kompak dan bentang pendek, maka Mn = Mp = fy . Z Zx = (B . tf) . (d – tf) + tw . (½ . d – tf)2 Zy = B(½ . B. tf) + ¼ .tw
2 .(d – 2tf) Zx = (300 . 20).(588 – 20) + Zy = 300(½ . 300 . 20) + 12 (½ . 588 – 20)2 ¼ . 122.(588 – 2.20) Zx = 4,309 . 106 mm3 Zy = 9,200 . 105 mm3 MnX = fy . Zy = 240 x 9,200 . 105 MnY = fy . Zx = 240 x 4,309 . 106 MnX = 2,207 . 108 newton-mm MnY = 1,034 . 109 newton-mm
B
bf
x
y
d tw
tf
r
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 13
F. Ringkasan NubX = 255306 newton Nn = 3,542 . 106 newton NubY = 267183 newton MnX = 2,207 . 108 newton-mm NusX = 34393 newton MnY = 1,034 . 109 newton-mm NusY = 62959 newton MubX = 2,198 . 107 newton-mm MubY = 2,807 . 107 newton-mm MusX = 2,566 . 107 newton-mm MusY = 5,030 . 107 newton-mm
G. Persamaan Interaksi Aksial – Momen
φc = 0,85 (komponen struktur tekan)
φb = 0,9 (komponen struktur lentur)
φt = 0,9 (komponen struktur tarik) Untuk kombinasi pembebanan: 1,2D + 1,0E + 0,5L akan diperiksa persamaan interaksi aksial-momen untuk kondisi-kondisi sebagai berikut:
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 14
DESKRIPSI KONDISI A (Tinjauan Arah –X)
KONDISI B (Tinjauan Arah –Y)
Nu (newton)
NubX + NubY + NusX + 0,3 NusY 255306 + 267183 + 34393 + 0,3 . 62959
= 575769,7 NubX + NubY + 0,3 NusX + NusY 255306 + 267183 + 0,3 . 34393 + 62959
= 595765,9
MuX (newton-mm)
MubX + MusX 2,198 . 107 + 2,566 . 107
= 4,764 . 107 MubX + 0,3 MusX 2,198 . 107 + 0,3 . 2,566 . 107
= 2,968 . 107
MuY (newton-mm)
MubY + 0,3 MusY 2,807 . 107 + 0,3 . 5,030 . 107
= 4,316 . 107 MubY + MusY 2,807 . 107 + 5,030 . 107
= 7,837 . 107
Kondisi A: Tinjauan Arah –X Kondisi B: Tinjauan Arah –Y Nu = 575769,7 newton Nu = 595765,9 newton MuX = 4,764 . 107 newton-mm MuX = 2,968 . 107 newton-mm MuY = 4,316 . 107 newton-mm MuY = 7,837 . 107 newton-mm
0,2 0,191 10 . 3,542 . 85,0
575769,7 N .
N6
nc
u <==φ
(dominasi lentur) 0,2 0,198 10 . 3,542 . 85,0
595765,9 N .
N6
nc
u <==φ
(dominasi lentur)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
nYb
uY
nXb
uX
nc
u
M . M
M .
M
N 2N
φφφ ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
nYb
uY
nXb
uX
nc
u
M . M
M .
M
N 2N
φφφ
= 10 . 1,034 . 9,0
10 . 4,316 10 . 2,207 . 9,0
10 . 4,764 10 . 3,542 . 85,0 . 2
575769,7 9
7
8
7
6 ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++ =
10 . 1,034 . 9,010 . 7,837
10 . 2,207 . 9,010 . 2,968
10 . 3,542 . 85,0 . 2595765,9 9
7
8
7
6 ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
= 0,382 < 1 → OK! = 0,333 < 1 → OK!
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 15
II. Apabila Analisis Mekanika Teknik Telah Menggunakan Pengaruh P-δ
Dari analisis yang dilakukan sebelumnya, telah diperoleh: NubX = 255306 newton Nn = 3,542 . 106 newton NubY = 267183 newton MnX = 2,207 . 108 newton-mm MubX = 2,198 . 107 newton-mm MnY = 1,034 . 109 newton-mm MubY = 2,807 . 107 newton-mm
A. Analisis Komponen Struktur Bergoyang dengan Beban Lateral
Arah – X bangunan Arah – Y bangunan NusX = 33446 newton NusY = 64390 newton MusX = 2,42808 . 107 newton-mm MusY = 5,07098 . 107 newton-mm ΣHuX = 341 093 newton ΣHuY = 568 127 newton ΔoHX = 5,5 mm ΔoHY = 4,62 mm (Diperoleh dari analisis Mekanika Teknik untuk beban lateral terfaktor saja)
B. Persamaan Interaksi Aksial – Momen
φc = 0,85 (komponen struktur tekan)
φb = 0,9 (komponen struktur lentur)
φt = 0,9 (komponen struktur tarik) Untuk kombinasi pembebanan: 1,2D + 1,0E +0,5L akan diperiksa persamaan interaksi aksial-momen untuk kondisi-kondisi sebagai berikut:
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 16
DESKRIPSI KONDISI A (Tinjauan Arah –X)
KONDISI B (Tinjauan Arah –Y)
Nu (newton)
NubX + NubY + NusX + 0,3 NusY 255306 + 267183 + 33446 + 0,3 . 64390
= 575252 NubX + NubY + 0,3 NusX + NusY 255306 + 267183 + 0,3 . 33446 + 64390
= 596912,8
MuX (newton-mm)
MubX + MusX 2,198 . 107 + 2,428 . 107
= 4,626 . 107 MubX + 0,3 MusX 2,198 . 107 + 0,3 . 2,428 . 107
= 2,926 . 107
MuY (newton-mm)
MubY + 0,3 MusY 2,807 . 107 + 0,3 . 5,071 . 107
= 4,328 . 107 MubY + MusY 2,807 . 107 + 5,071 . 107
= 7,878 . 107
Kondisi A: Tinjauan Arah –X Kondisi B: Tinjauan Arah –Y Nu = 575252 newton Nu = 596912,8 newton MuX = 4,626 . 107 newton-mm MuX = 2,926 . 107 newton-mm MuY = 4,328 . 107 newton-mm MuY = 7,878 . 107 newton-mm
0,2 0,191 10 . 3,542 . 85,0
575252 N .
N6
nc
u <==φ
(dominasi lentur) 0,2 0,198 10 . 3,542 . 85,0
595765,9 N .
N6
nc
u <==φ
(dominasi lentur)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
nYb
uY
nXb
uX
nc
u
M . M
M . M
N 2N
φφφ ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
nYb
uY
nXb
uX
nc
u
M . M
M . M
N 2N
φφφ
= 10 . 1,034 . 9,0
10 . 4,328 10 . 2,207 . 9,0
10 . 4,626 10 . 3,542 . 85,0 . 2
575252 9
7
8
7
6 ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++ =
10 . 1,034 . 9,010 . 7,878
10 . 2,207 . 9,010 . 2,926
10 . 3,542 . 85,0 . 2596912,8 9
7
8
7
6 ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
= 0,375 < 1 → OK! = 0,331 < 1 → OK!
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 17
DENAH KOLOM & BALOK LANTAI 3
6000 6000 6000 6000
ATAP
LANTAI 5
LANTAI 4
LANTAI 3
LANTAI 2
LANTAI 1
BASELINE
3000
30
00
3000
30
00
3000
40
00
A B C D E
TAMPAK DEPAN
6000 6000
ATAP
LANTAI 5
LANTAI 4
LANTAI 3
LANTAI 2
LANTAI 1
BASELINE
3000
30
00
3000
30
00
3000
40
00
1 2 3
TAMPAK SAMPING
6000
60
00
Y
X
1
2
3
A B C D E
6000 6000 6000 6000
B33-A/B
B3A
-2/3
X
Z
Y
Z
Analisis Elastis Kolom Sindur P. Mangkoesoebroto 18
LANTAI 5
LANTAI 4
LANTAI 3
LANTAI 2
LANTAI 1
BASELINE
ATAP
X Y
1
2
3 AB
CD
E
Y
X B23-A/B
B33-A/B
B2A-2/3
B3A-2/3
K3A
-2/3
Z
Z
Selingan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
PERLUNYA ITB MEMILIKI STANDAR OPERASIONAL PERKULIAHAN Perkuliahan Semester Satu semester adalah sejumlah 16 minggu perkuliahan dengan minggu ke-17 sebagai minggu ujian akhir semester. Di University of Wisconsin-Madison, USA, dikenal kuliah Semester Fall/ Spring dan Semester Summer masing-masing dengan istilah 16-week dan 8-/4-week sessions. Dalam sistem tersebut ujian akhir semester dilakukan pada minggu ke-17 atau ke-9/-5, dan ujian mid-semester dilakukan ditengah semester selama sekitar satu jam. Graded homework merupakan menu standar yang tak terpisahkan dari kehidupan akademik peserta didik. Di ITB pernah berlangsung per semester sejumlah 16 minggu perkuliahan ditambah dengan 1 minggu penuh sebagai minggu ujian tengah semester, dan minggu ke-18 sebagai minggu ujian akhir semester. Belakangan ini ITB menerapkan 14 minggu perkuliahan ditambah dengan 1 minggu penuh sebagai minggu ujian tengah semester, dan minggu ke-16 sebagai minggu ujian akhir semester, tanpa mempertimbangkan banyaknya hari libur nasional yang terjadi pada hari kerja. Satuan Kredit Semester (SKS) Satu SKS adalah sejumlah jam akademis efektif yang diperlukan bagi terjadinya transfer pengetahuan dengan baik. Jumlah jam akademis tersebut berbeda untuk tahap S1 dan S2/3. Satu SKS terdiri dari 1 jam akademis tatap muka didepan kelas, satu jam kegiatan terstruktur, dan m jam kegiatan mandiri (m=1 jam akademis untuk S1, dan m=2 jam akademis untuk S2/3) per minggu. Kegiatan terstruktur dapat berupa asistensi, responsi, studio, penyelesaian tugas-tugas, atau kegiatan lainnya yang dipandang perlu dalam konteks kegiatan terstruktur. Dalam hal ini kegiatan praktikum/lab. memiliki SKS tersendiri. ITB memiliki tanggungjawab dalam penyelengaraan kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur, sedangkan peserta didik memiliki tanggungjawab dalam melakukan kegiatan mandirinya. Dalam melakukan tanggungjawabnya, ITB mendelegasikan hal tersebut kepada dosen dan timnya untuk melakukan transfer pengetahuan secara efektif. Operasional Perkuliahan Suatu kuliah dengan bobot 3 sks (16-week session) berarti diperlukan 3+3=6 jam per minggu atau 6 x 16 minggu = 96 jam per semester dalam tanggungajawab ITB dalam bentuk tatap muka dan kegiatan terstruktur, dan 3m (S1) per minggu atau 3m x 16 minggu = 48m per semester dalam tanggungjawab peserta didik. Dosen dan timnya, sebagai kepanjangan tangan ITB, wajib melakukan segala daya dan upaya untuk memenuhi kewajiban ITB yaitu 6 jam per minggu atau 96 jam per semester. Apa yang dilakukan mahasiswa terhadap kewajiban mereka diluar kuasa ITB untuk mengendalikannya. Mereka bisa merasa bahwa 3m jam (S1) akademis per minggu tersebut kurang atau berlebih, bergantung kepada kesungguhan setiap individu dalam melaksanakannya. Namun, kepada peserta didik harus ditanamkan pengertian dan pola belajar yang telah dianut dan dijanjikan ITB dalam sistem satuan kredit semester (SKS). Fail to do so is a sin for all of us. Monitoring Perkuliahan Kegiatan operasional perkuliahan tersebut diatas harus dapat dipantau dan diukur oleh ITB secara berkala. Untuk itu ITB perlu menerbitkan Standar Operasional Perkuliahan (SOP) dan setiap mata kuliah perlu diaudit untuk mengukur seberapa jauh komplians dari setiap mata kuliah terhadap SOP tersebut. Hasil dari audit tersebut perlu dipublikasikan dalam rangka memenuhi persyaratan akuntabilitas ITB sebagai salah satu BHMN dalam memenuhi tanggungjawab publiknya.
Selingan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Relation between Education Stages and the Body of Knowledge
in Engineering
First Stage: Undergraduate or S1 Level Mastering the established engineering methods as documented in Standards and Codes. Exploring and employing them in creating physical reality. They are called engineers. Second Stage: Advanced Undergraduate or Graduate Master or S2 Level Sets of trainings, mainly in engineering and engineering science, with the objective to gear people of achieving creative engineering design and development; to some extent, also to transform research results into applied methodology. Third Stage: Graduate Doctoral or S3 Level Activities that are mostly on research with the objective, among others, to expand the existing body of knowledge. They are heavily equipped with engineering physics and mathematics and are called researchers.
S1
S2 S3
Body of Knowledge
Design
Research
S1 S2 S3
Education Stages
Selingan Sindur P. Mangkoesoebroto 3
KIAT MENUJU SUKSES
Tujuan: Kualitas (durable, dependable, sustainable)
Time frame
Budget
Landasan moral dalam mencapai tujuan: Idealisme: Kerja keras Latihan Jujur Latihan, karakter, agama Setia Kawan Latihan (pramuka), karakter, agama Etos kerja: Efisien (hemat) Hanya melakukan yang 100% perlu Efektif (tepat) Logika, latihan Produktif (cepat) Drill, logika Sumberdaya: Kemampuan profesional (teknis & estetis) Pendidikan (formal, informal)
Kemampuan permodalan Ulet, hoki
Networking Latihan organisasi
Strategi penentuan skala prioritas: 1. Mendesak dan penting 2. Mendesak dan kurang penting 3. Kurang mendesak dan penting 4. Kurang mendesak dan kurang penting
Prasyarat untuk mencapai tujuan: Kesehatan fisik dan mental Olah raga