279 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
SISTEM PEMASARAN KERBAU DI PULAU MOA
KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA
THE MARKETING SYSTEM OF BUFFALO IN MOA ISLAND
SOUTHWEST MALUKU REGENCY
Denata O. S. Putra, Stephen F. W. Thenu, Maisie T. F. Tuhumury
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, 97233
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pemasaran kerbau di pulau Moa. Penelitian
dilaksanakan dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis
menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Terdapat dua model saluran pemasaran kerbau yakni
dari peternak kepada konsumen dan dari peternak kepada pedagang pengumpul kemudian
dilanjutkan pada konsumen. Melalui analisis marjin pemasaran, dapat diketahui bahwa pada
saluran pemasaran model pertama, tidak terdapat biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh peternak
sehingga margin pemasaran adalah Rp. 0 dan bagian yang diterima (share) peternak adalah 100
persen. Sedangkan pada saluran pemasaran model kedua, diketahui bahwa marjin pemasaran
adalah sebesar Rp. 10.270.909 dan bagian yang diterima (share) peternak adalah 51,3 persen.
Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran dapat disimpulkan bahwa pemasaran kerbau di pulau
Moa sudah efisien, dimana nilai share marjin pada kedua model saluran pemasaran di atas 50
persen.
Kata kunci: Efisiensi pemasaran; kerbau; saluran pemasaran; margin pemasaran
Abstract
This study aims to determine the marketing system for buffalo on the island of Moa. The study is
conducted by the methods of observation, interview and documentation. Data are analyzed using
quantitative descriptive analysis. There are two models of buffalo marketing channel, namely from
the breeders to the consumers and from the breeders to the collectors and then to the consumers.
Through marketing margin analysis, it can be observed that in the first model of marketing
channel, there is no marketing cost incurred by the farmer, so that the marketing margin is Rp. 0
and the share received by the breeders is 100 percent. Meanwhile, in the second model of the
channel, the marketing margin is Rp. 10,270,909 and the share received by breeders was 51.3
percent. Based on the analysis of marketing efficiency, it can be concluded that the marketing of
buffalo on the island of Moa is efficient, which the value of the share margin in the two marketing
channel models are above 50 percent.
Keywords: Marketing efficiency; buffalo; marketing channel; marketing margin
280 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Pendahuluan
Ternak khususnya ternak daging memiliki prospek yang baik karena
merupakan bahan makanan pelengkap. Ternak yang paling banyak diambil
dagingnya antara lain adalah sapi, kambing, dan kerbau. Tingginya permintaan
daging sapi di masyarakat merupakan salah satu bukti bahwa usaha di bidang
peternakan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan ke depannya.
Namun, tingginya permintaan daging sapi ini tidak diikuti oleh tingginya
produksi, yang menyebabkan timbulnya impor daging sapi. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2015) terlihat bahwa terdapat kesenjangan
antara jumlah konsumsi dan jumlah produksi daging sapi yang pada akhirnya
menyebabkan impor di tahun 2014-2019.
Tabel 1. Data kesenjangan antara jumlah konsumsi dan jumlah produksi daging
sapi di tahun 2014-2019.
Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton) Kesenjangan (ton)
2014 545.090 657.048 -111.958
2015 551.818 680.806 -128.988
2016 562.812 705.364 -142.552
2017 576.383 730.746 -154.363
2018 591.615 756.978 -165.363
2019 608.002 784.084 -176.082
Sumber: Sinaga, 2015
Tingginya impor daging sapi yang tidak mampu ditutupi oleh produksi
daging sapi dalam negeri mampu dijawab melalui peningkatan produksi daging
lainnya seperti daging kerbau. Secara umum, kerbau dan sapi adalah dua hewan
yang berbeda baik jenis maupun bangsanya, tetapi dalam hal produk di pasar tidak
ada perbedaan antara daging kerbau dengan daging sapi (Dudi, et al 2012).
Kebutuhan masyarakat akan daging sapi terbukti sering kali ditutupi oleh daging
kerbau. Selain itu peran kerbau sebagai penghasil daging memiliki posisi yang
penting, mengingat daging kerbau dapat menjadi komplemen bahkan substitusi
daging sapi (Kusnadi, 2005).
Pulau Moa di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) merupakan sentra
populasi kerbau terbesar di Provinsi Maluku. Hal ini terbukti dari populasi kerbau
Moa di tahun 2018 adalah sebesar 11.323 ekor (BPS Maluku Barat Daya, 2019).
Walaupun demikian berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) populasi ternak
281 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
kerbau di Kabupaten Maluku Barat Daya mengalami penurunan, di mana dalam
lima tahun terakhir, tahun 2014 merupakan tahun dengan produksi kerbau
terbanyak yakni 14.353 ekor.
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Maluku Barat Daya dalam
empat tahun terakhir selalu memonitor keluarnya ternak dari pulau Moa. Adapun
data pengeluaran ternak di pulau Moa akan disajikan dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel. 2 Data kerbau yang dijual keluar dari pulau Moa
Tahun
Jenis Ternak
Total
(ekor) Kerbau
(ekor)
Sapi
(ekor)
Kuda
(ekor)
Kambing
(ekor)
Domba
(ekor)
Ayam
Buras
(ekor)
Babi
(ekor)
2015-2016 980 339 376 313 0 1528 0 3536
2017 282 497 155 703 22 0 48 1707
2018 257 311 121 285 0 0 0 974
2019 538 160 249 471 0 0 0 1418
Total (ekor) 2057 1307 901 1772 22 1528 48 7635
Persentase
(%) 26,9 17,1 11,8 23,2 0,3 20 0,6 100
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Maluku Barat Daya, 2019
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa terdapat tujuh komoditi
ternak yang keluar dari pulau Moa, antara lain kerbau, sapi, kuda, kambing,
domba, ayam buras dan babi. Kerbau adalah ternak yang paling banyak keluar
(dijual) dari pulau Moa, dengan jumlah kerbau yang keluar hingga tahun 2019
adalah 2057 ekor atau 26,9 persen dari total keseluruhan ternak yang keluar dari
pulau Moa. Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa kerbau merupakan
komoditi yang paling diminati oleh pedagang pengumpul, karena banyaknya
jumlah kerbau di pulau Moa.
Penelitian Meikudy (2015) menyatakan bahwa kerbau memiliki nilai
ekonomis. Penjualan ternak kerbau dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
petani yang sekaligus beternak, misalnya untuk kebutuhan modal dan biaya
sekolah anak. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa penjualan kerbau akan
meningkat menjelang hari raya Idhul Adha dan harga jual yang relatif murah
membuat kerbau Moa menjadi tujuan utama para pembeli ternak dari luar provinsi
Maluku.
Pemerintah daerah setempat memiliki gagasan untuk melestarikan ternak
endemik salah satunya adalah kerbau di pulau Moa. Hal ini dapat diketahui
282 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
melalui Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Barat Daya No. 7 Tahun 2017
tentang Pengaturan Lalu Lintas Ternak dan Bahan Asal Ternak di Kabupaten
Maluku Barat Daya. PERDA ini dibuat untuk meningkatkan populasi ternak salah
satunya ternak kerbau yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya. Dalam Perda
ini memuat tentang kriteria-kriteria kelayakan yang harus dipenuhi agar kerbau
dapat dijual ke luar daerah, adapun kerbau yang tidak layak dijual adalah kerbau
betina yang masih produktif, kerbau yang sedang bunting dan kerbau anakan. Hal
ini dilakukan agar kerbau di pulau Moa tidak dieksploitasi dan sekaligus
meningkatkan produksi kerbau. Walaupun PERDA ini telah dibuat, namun
berdasarkan data produksi kerbau dari Badan Pusat Statistik ditemukan bahwa
secara umum ternak kerbau masih mengalami penurunan populasi. Penurunan
jumlah populasi ini disebabkan oleh penjualan ternak kerbau keluar pulau maupun
keluar daerah atau kabupaten. Jadi akar permasalahan penurunan jumlah populasi
kerbau di pulau Moa adalah pemasaran.
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan terdahulu perlu diketahui sistem
pemasaran yakni saluran pemasaran dan margin pemasaran kerbau di Pulau Moa.
Hal ini penting karena dengan saluran dan margin pemasaran kerbau Moa dapat
diketahui keuntungan yang diperoleh peternak kerbau sehingga dari keuntungan
ini kita akan mendapatkan gambaran mengapa para peternak cenderung
memasarkan ternak kerbau mereka keluar pulau. Semakin panjang rantai dalam
saluran pemasaran, semakin sedikit keuntungan yang didapat petani atau peternak
dan sebaliknya, semakin pendek rantai pemasaran semakin besar keuntungan yang
diperoleh petani atau peternak (Simona, et al 2016). Jadi saluran pemasaran yang
ideal dari sisi keuntungan untuk peternak adalah saluran pemasaran yang memiliki
rantai pemasaran yang paling pendek. Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian
Pramanto, (2017) menyatakan bahwa saluran pemasaran kerbau yang paling
pendek adalah yang paling efisien dan paling menguntungkan peternak kerbau.
Selain itu perlu juga diketahui efisiensi pemasaran yang terjadi dalam saluran
pemasaran kerbau Moa. Hal ini juga penting karena dari efisiensi pemasaran ini
dapat diketahui kegiatan atau aktivitas yang terjadi pada saluran pemasaran
kerbau Moa.
283 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
Berdasarkan uraian penjelasan di atas maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui sistem pemasaran. Adapun sistem
pemasaran terdiri dari saluran, margin dan efsiensi pemasaran kerbau di pulau
Moa.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di pulau Moa di Desa Werwaru Kecamatan Moa
Kabupaten Maluku Barat Daya. Desa Werwaru dipilih karena merupakan salah
satu desa yang memiliki jumlah populasi kerbau yang relatif banyak dan letaknya
yang terdapat di tengah-tengah pulau Moa. Selain itu juga kerbau yang dipasarkan
ke luar pulau terlebih dulu dimuat di pelabuhan yang berada di Desa Kaiwatu,
untuk itu di Desa Kaiwatu menjadi lokasi diambilnya dokumentasi pemuatan
kerbau keluar daerah.
Populasi peternak dalam penelitian ini adalah peternak kerbau di desa
Werwaru. Metode sampel yang dipakai adalah metode purposive sampling, yaitu
penentuan sampel berdasarkan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan
sampel (Muhyidin et al 2017). Sampel peternak kerbau diambil sebesar 20
responden dengan kriteria masih memelihara ternak kerbau dan telah melakukan
kegiatan pemasaran ternak kerbau lebih dari satu tahun, dipilih 20 responden
peternak karena peternak di pulau Moa cenderung memiliki homogenitas
(Meikudy, 2015) termasuk dalam hal budidaya ternak dan pemasarannya yakni
dipasarkan dalam pulau dan ke pedagang pengumpul dari Sulawesi. Pengambilan
sampel pedagang perantara ditentukan dengan metode purposive sampling.
Dipilih 10 responden pedagang pengumpul ternak kerbau dengan kriteria telah
melakukan kegiatan jual beli kerbau Moa lebih dari satu tahun karena pedagang
pengumpul yang datang bertransaksi cenderung datang untuk membeli kerbau di
pulau Moa dalam jangka waktu setahun sekali dan biasanya datang beberapa
bulan sebelum hari raya Kurban.
Adapun data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan
responden di daerah penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan
284 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
(kuesioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder
merupakan data pelengkap yang diperoleh dari lembaga atau instansi dan dinas
yang terkait dengan penelitian ini serta literatur yang ada hubungannya dengan
penelitian ini (Subagyo, 1997).
Analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah pertama tentang
saluran pemasaran yaitu menggunakan metode analisis deskriptif berdasarkan
survei dan pengamatan yang dilakukan di daerah penelitian. Kemudian margin
pemasaran dihitung dengan menggunakan analisa kuantitatif dengan rumus
margin pemasaran.
𝑀𝑃 = Pr − 𝑃𝑓 ................................................ (1)
Keterangan:
MP = Margin Pemasaran
Pr = Harga di tingkat pedagang perantara
Pf = Harga di tingkat peternak
Untuk menghitung margin share, digunakan rumus berikut ini:
𝑆𝑓 =𝑃𝑓
𝑃𝑟× 100%................................................ (2)
Keterangan:
Sf = Share harga yang diterima peternak
Pf = Harga di tingkat peternak
Pr = Harga di tingkat pedagang perantara
Efisiensi pemasaran dianalisis berdasarkan nilai margin share pada masing-
masing saluran pemasaran. Pada umumnya suatu sistem pemasaran untuk
sebagian produk hasil pertanian dapat dikatakan sudah efisien bila share margin
petani berada di atas 50 persen (Gultom, 1996).
285 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
Hasil dan Pembahasan
Sejarah Pemasaran Kerbau Moa
Kegiatan jual beli kerbau di pulau Moa bermula di tahun 1960an, dengan
pembeli utama adalah pedagang dari pulau Leti yakni dari desa Tomra. Kerbau
yang dijual oleh peternak Moa ditukarkan dengan sopi, lampu petromax kain
hitam dan putih serta bahan bangunan yakni semen. Adapun kerbau yang menjadi
target pembelian adalah kerbau anakan dengan tanduk jalan satu (kerbau yang
berumur tidak lebih dari tiga tahun dengan panjang tanduk kurang lebih 20
centimeter).
Pada tahun 1970an pemasaran kerbau di pulau Moa mengalami perubahan,
pada masa ini peternak menjualnya melalui pedagang pengumpul kemudian
pedagang pengumpul ini menjualnya ke Timor-Timur (sekarang Timor Leste).
Pedagang pengumpul membeli kerbau dari para peternak secara barter yakni
ditukarkan dengan beras, lampu petromax dan bahan bangunan (asbes, seng,
semen dan besi) yang dibeli pedagang pengumpul di Timor-Timur. Kerbau yang
dijual ke Timor-Timur adalah kerbau jalan 4 (kerbau yang berumur lebih dari
sepuluh tahun dengan panjang tanduk kurang lebih satu meter).
Tahun 2005 pedagang pengumpul dari Sulawesi yakni dari Kabupaten
Jeneponto mulai datang dan membeli kerbau di pulau Moa. Sistem pembayaran
yang dilakukan adalah secara barter dengan beras dan bahan bangunan yakni
semen, seng, dan besi. Tahun 2007 mulai dilakukan barter kerbau dengan motor
bebek. Sebuah motor bebek dihargai dengan dua ekor kerbau jalan 2 (kerbau
berumur lebih dari tiga tahun dengan panjang tanduk lebih dari 30 centimeter).
Mulai tahun 2012 harga kerbau naik sehingga seekor kerbau jalan 2 dapat
ditukar dengan sebuah motor bebek. Sering juga peternak menjual kerbau dengan
cara gabungan yakni barter motor dan ditambah dengan uang tunai. Saat ini
penjualan kerbau dengan sistem barter sudah sangat jarang ditemui, dan hingga
sekarang penjualan kerbau di pulau Moa maupun penjualan ternak lainnya di
Kabupaten Maluku Barat Daya diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Maluku
Barat Daya No 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan Lalu Lintas Ternak dan Bahan
Asal Ternak di Kabupaten Maluku Barat Daya.
286 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Karakteristik Peternak dan Pedagang Pengumpul
Peternak lokal dan pedagang pengumpul yang dipilih menjadi responden
adalah yang telah atau sedang melakukan kegiatan pemasaran kerbau.
Karakteristik peternak dan pedagang pengumpul dalam penelitian ini dapat dilihat
dari beberapa kategori yakni umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha dan
jumlah anggota keluarga.
Mayoritas responden yang melakukan kegiatan pemasaran kerbau
memiliki umur berkisar antara 34 sampai 46 tahun yakni peternak sebanyak 8
orang (40%) dan pedagang pengumpul sebanyak 6 orang (60%). Mayoritas
tingkat pendidikan para peternak tergolong rendah yakni Sekolah Dasar (SD)
yaitu sebanyak 13 orang (65%), sedangkan para pedagang pengumpul cenderung
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yakni 6 orang (60%) pedagang
pengumpul merupakan tamatan SMA. Faktor yang mempengaruhi tingkat
pendidikan rendah adalah karena jarak antara lokasi penelitian ke pusat
pendidikan sangat jauh dan harus menyeberang lautan sehingga menjadi salah
satu penghambat dalam mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (Ohleky, 2018).
Karena tidak melanjutkan pendidikan setelah tamat SD, maka responden memilih
untuk berusahatani sekaligus memelihara ternak dan menjual kerbau hidup tanpa
diolah terlebih dahulu agar memberikan nilai tambah yang lebih besar.
Pengalaman berusaha ternak yang dimiliki responden berkisar antara 2
sampai 11 tahun yakni sebanyak 16 orang (80%) dari jumlah peternak dan 7 orang
(70%) dari jumlah pedagang pengumpul. Berdasarkan hal ini dapat diketahui
bahwa para responden sudah cukup memiliki pengalaman dalam menjalankan
usahanya atau dalam hal ini memasarkan ternak kerbau, dari pengalaman berusaha
ini muncullah koneksi dan kepercayaan (trust) yang kuat antara peternak dan
pedagang pengumpul, hal inilah yang menyebabkan hampir setiap tahun peternak-
peternak ini menjual kerbaunya kepada pedagang pengumpul. Mayoritas
responden memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 5 sampai 7 orang dengan
jumlah responden sebanyak 14 orang peternak (70%) dan 5 orang pedagang
pengumpul. Tingginya jumlah anggota keluarga yang dimiliki responden menjadi
287 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
salah satu alasan dilakukannya penjualan ternak kerbau yang dimiliki agar dapat
membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Berikut ini adalah karakteristik peternak dan pedagang pengumpul yang
dibagi dalam beberapa kategori.
Tabel 3. Karakteristik peternak dan pedagang pengumpul
Kategori Peternak
(orang)
Persentase
(%)
Pedagang
Pengumpul
(orang)
Persentase (%)
Umur
21-33 2 10 2 20
34-46 8 40 6 60
47-59 5 25 2 20
60-73 5 25 0 0
Total 20 100 10 100
Tingkat Pendidikan
SD 13 65 3 30
SMP 3 15 1 10
SMA 4 20 6 60
Total 20 100 10 100
Pengalaman Berusaha Ternak
2-11 16 80 7 70
12-21 3 15 1 10
22-31 0 0 2 20
32-39 1 5 0 0
Total 20 100 10 100
Jumlah Anggota Keluarga
2-4 5 25 5 50
5-7 14 70 5 50
>7 1 5 0 0
Total 20 100 10 100
Saluran Pemasaran Kerbau di Pulau Moa
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat dua model saluran
pemasaran kerbau di pulau Moa yakni model 1: peternak menjual langsung
kepada konsumen dan model 2: peternak menjual kepada pedagang pengumpul
kemudian pedagang pengumpul menjualnya kepada konsumen dari peternak
langsung kepada konsumen dan dari peternak ke pedagang pengumpul yang
datang dari Sulawesi kemudian ke konsumen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa keseluruhan responden petani/peternak di dapati bahwa seluruhnya yakni
20 orang peternak menjual kerbau yang dimilikinya kepada Pedagang Pengumpul
(PP) yang datang dari Sulawesi dan 4 orang peternak diantaranya selain menjual
288 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
kepada pedagang pengumpul juga melakukan penjualan langsung kepada
konsumen lokal (antar pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya).
Berikut ini adalah gambar saluran pemasaran kerbau di pulau Moa:
Gambar 1. Saluran pemasaran kerbau Moa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para peternak yang memilih saluran
pemasaran model 1 menjual kerbau kepada konsumen lokal yakni dalam daerah
Kabupaten Maluku Barat Daya. Alasan utama para peternak menjual pada
konsumen lokal karena kerbau dibeli untuk keperluan adat atau acara-acara
tertentu, seperti pernikahan, kematian, adat dan lainnya. Dalam saluran pemasaran
model 2 peternak menjual kerbau kepada para pedagang pengumpul yang datang
dari Sulawesi, lalu dijual lagi kepada konsumen yang ada di Sulawesi.
Meikudy et al (2015) mengemukakan bahwa penjualan ternak kerbau
dilakukan sesuai kebutuhan petani, misalnya untuk modal dan biaya sekolah anak.
Umumnya yang dijual kerbau jantan, namun kalau terpaksa betina pun juga dijual.
Banyak juga penjualan kerbau untuk keperluan pesta pernikahan, pembelian alat
rumah tangga dan kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat
beberapa alasan peternak menjual kerbaunya kepada pedagang pengumpul,
alasan-alasan tersebut antara lain:
1. Pedagang pengumpul membeli kerbau dengan harga yang relatif lebih tinggi
dari pada menjual langsung ke konsumen (kerbau paling murah tergantung
panjang tanduk dan besarnya badan Rp. 6.000.000,- dan paling mahal Rp.
16.000.000,-), karena para peternak mengaku bahwa konsumen yang membeli
langsung kepada para peternak masih memiliki hubungan keluarga sehingga
harga yang ditentukan juga lebih murah (paling murah Rp. 4.000.000,- dan
paling mahal Rp. 12.000.000).
Peternak/Petani Pedagang
Pengumpul Konsumen
Model 1
(4 Responden Peternak)
Model 2
(20 Responden
Peternak)
Model 2
(10 Responden
Pedagang
Pengumpul)
289 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
2. Saat ini intensitas pembelian kerbau oleh pedagang pengumpul lebih tinggi
dibandingkan konsumen yang langsung membeli kerbau kepada peternak,
karena hanya pada saat-saat tertentu saja konsumen membeli kerbau yang
berukuran besar secara langsung dari peternak, contohnya pada saat keperluan
adat, pernikahan dan lainnya.
3. Kondisi pulau Moa saat musim kemarau mengakibatkan rumput-rumput
kering dan sumber air minum kerbau yakni air di telaga menjadi kering
sehingga para peternak memilih menjualnya walaupun pada saat itu badan
kerbau menjadi kurus karena kekeringan dan harga menurun. Peternak pada
musim seperti ini cenderung menjual kerbau yang masih kecil yang berumur
sekitar 2 tahun, hal ini mereka lakukan untuk menghindari risiko kematian
ternak.
Margin Pemasaran Kerbau di Pulau Moa
Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh
konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen (Sudiyono, 2004 dalam
Sinaga, 2010). Harga jual di tingkat produsen yakni peternak kerbau di Pulau Moa
berbeda tergantung dari masing-masing model saluran pemasaran.
Biaya pemasaran yang dikeluarkan pada masing-masing model saluran
pemasaran juga berbeda. Berdasarkan hasil wawancara didapati bahwa pada
saluran pemasaran model 1 tidak ada biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh para
peternak, hal ini terjadi karena konsumen yang membeli kerbau langsung
mengambil kerbau di kandang kerbau milik peternak sehingga tidak ada biaya
yang dikeluarkan oleh para peternak.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata harga jual kerbau
pada saluran pemasaran model 1 adalah Rp. 5.312.500/ekor dan dapat diketahui
karena peternak langsung menjual kerbaunya kepada konsumen maka dapat
diketahui bahwa margin pemasarannya adalah Rp. 0, sehingga bagian yang
diterima peternak (share) adalah 100 persen.
Hasil penelitian menunjukkan pada saluran pemasaran model 1 dapat
diketahui juga tidak terdapat biaya pemasaran, hal ini terjadi karena seluruh biaya
ditanggung oleh konsumen. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan,
responden mengatakan bahwa konsumen datang dengan membawa seluruh
290 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
keperluan dalam pengangkutan kerbau, mulai dari tali, tenaga pengangkut, hingga
mobil untuk mengangkut kerbau tersebut. Saluran pemasaran model 1 ini memang
menguntungkan dari sisi biaya, karena tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh
peternak, namun responden mengatakan bahwa harga jual pada saluran pemasaran
model 1 relatif lebih rendah karena masih adanya unsur kekeluargaan dengan
konsumen.
Berikut ini adalah analisis margin pemasaran kerbau di pulau Moa dengan
saluran pemasaran model 1 (Peternak – Konsumen).
Tabel 4. Analisis margin pemasaran kerbau di pulau Moa pada saluran pemasaran
model 1
Uraian Biaya
(Rp/ekor)
Harga
(Rp/ekor)
Share (%)
Harga jual 5.312.500 100
Total Biaya Pemasaran -
Margin Keuntungan 5.312.500
Margin Total 5.312.500
Biaya yang dikeluarkan oleh peternak pada saluran pemasaran model 2
hanya biaya pengangkutan yakni sejumlah biaya untuk membeli sopi (minuman
keras) dan rokok untuk diberikan kepada masyarakat untuk membantunya
menggiring kerbau ke kandang. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang
pengumpul dalam saluran pemasaran model 2 antara lain biaya operasional atau
biaya makan minum dan keperluan lain mereka saat ada di pulau Moa, biaya
pajak, biaya pemeliharaan (untuk pembelian tali dan air serta penyewaan tempat
pengikatan kerbau), biaya pengangkutan (buruh kapal) dan biaya transportasi
(transportasi ke pelabuhan dan ongkos transportasi kapal).
Harga jual kerbau dari peternak pada saluran pemasaran model 2 adalah
Rp. 10.800.240/ekor sedangkan harga jual yang dipatok pedagang pengumpul
kepada konsumen akhir adalah Rp. 21.071.149/ekor, sehingga terdapat margin
pemasaran sebesar Rp. 10.270.909/ekor. Berdasarkan analisis share margin maka
didapati bahwa bagian yang diterima peternak (share) pada saluran pemasaran
model 2 adalah 51,3 persen, angka ini dibawah share margin pada saluran
pemasaran model 1 karena biaya pemasaran yang ditanggung para pedagang
pengumpul cukup besar dan harga jual yang dipatok oleh pedagang pengumpul
lebih dari dua kali lipat harga ditingkat petani.
291 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
Berikut ini adalah analisis margin pemasaran kerbau Moa pada saluran
pemasaran model 2 (Peternak – Pedagang Pengumpul – Konsumen).
Tabel 5. Analisis margin pemasaran kerbau di pulau Moa pada saluran pemasaran
model 2
Uraian Biaya
(Rp/ekor)
Harga
(Rp/ekor)
Share (%)
Peternak
Harga jual dari peternak 10.800.240 51,3
Biaya pengangkutan 73.684 0,3
Total biaya pemasaran 73.684 0,3
Pedagang Pengumpul (PP)
Harga beli dari peternak 10.800.240
Biaya operasional 570.621 2,7
Biaya pajak 200.000 0,9
Biaya pemeliharaan 88.977 0,4
Biaya pengangkutan 127.500 0,6
Biaya transportasi 1.706.889 8,1
Total biaya pemasaran 2.693.987 12,8
Margin keuntungan 7.576.922 36
Margin total 10.270.909 48,7
Harga jual ke konsumen 21.071.149 100
Jumlah: Total Biaya Pemasaran 2.767.671
Margin Keuntungan 17.774.147
Margin Total 20.541.818
Efisiensi Pemasaran
Menurut Gultom (1996) pada umumnya suatu sistem pemasaran produk
hasil pertanian dapat dikatakan sudah efisien bila share margin petani berada di
atas 50 persen. Berdasarkan analisis margin pemasaran kerbau di pulau Moa pada
kedua model saluran pemasaran maka didapati bahwa pemasaran kerbau di pulau
Moa sudah efisien dengan nilai share margin saluran pemasaran model 1 adalah
100 persen sedangkan nilai share margin saluran pemasaran model 2 adalah 51,3
persen.
Nilai share margin saluran pemasaran model 1 lebih tinggi dari saluran
pemasaran model 2 yakni 100 persen berbanding dengan 51,3 persen, sehingga
dapat dikatakan bahwa saluran pemasaran model 1 lebih menguntungkan bagi
peternak setempat. Namun dari sisi harga jual para peternak kerbau yang
sekaligus berprofesi sebagai petani menyatakan bahwa lebih memilih untuk
menjual kerbau kepada pedagang pengumpul karena harganya lebih bagus.
292 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua
model saluran pemasaran kerbau di Pulau Moa yakni 1) dari peternak langsung
kepada konsumen dan 2) dari peternak ke pedagang pengumpul yang datang dari
Sulawesi kemudian ke konsumen. Margin pemasaran pada saluran pemasaran
kerbau model 1 adalah Rp. 0 sehingga bagian yang diterima peternak (share)
adalah 100 persen. Margin pemasaran pada saluran pemasaran kerbau model 2
diketahui sebesar Rp. 10.270.909, bagian yang diterima peternak (share) pada
saluran pemasaran model 2 adalah 51,3 persen. 3. Pemasaran kerbau di pulau Moa
sudah efisien dengan nilai share margin di kedua model saluran pemasaran di atas
50 persen (>50%).
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2019. Maluku Barat Daya Dalam Angka 2019. Tiakur: BPS
Kabupaten Maluku Barat Daya, 113-115.
Dudi, C. Sumantri, H. Martojo, A. Anang. 2012. “Kajian pola pemuliaan kerbau
lokal yang berkelanjutan dalam upaya mendukung kecukupan daging
nasional”. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 12 (1):11-19.
Gultom, H.L.T., 1996. Tata Niaga Pertanian. Medan: Universitas Sumatera Utara
Press.
Kusnadi, A., D. A. Kusumaningrum, R. G. Sianturi, E. Triwulaningsih. 2005.
“Fungsi dan peranan kerbau dalam sistem usaha tani di Provinsi Banten”
dalam: Potensi Kerbau menunjang Kecukupan Daging Nasional. 316-322.
Meikudy, N., August E. Pattiselanno, Nofiar F. Wenno. 2015. “Nilai penting
kerbau bagi masyarakat petani (kasus Desa Tounwawan Kecamatan Moa)
Kabupaten Maluku Barat Daya Provinsi Maluku”. Agrilan. Vol 3 (1): 97-
107.
Muhyiddin, N.T., M.I. Tarmizi, A. Yulianita. 2017, Metodologi Penelitian
Ekonomi & Sosial. Jakarta: Salemba Empat, 137.
Ohleky, M. P., August E. Pattiselanno, Raihana Kaplale. 2017. “Namlai Kerne:
Kearifan lokal dan ketahanan pangan masyarakat Desa Werwaru,
Kecamatan Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya”. Agrilan. Vol 5 (2): 114-
131.
293 Volume 8 No. 3 Oktober 2020
Pramanto, N.A. 2017. “Analisis nilai tambah dan risiko pada rantai pasok kerbau
di Sekolah Peternakan Rakyat Kabupaten Serang”. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Simona, L. F., Leonard O. Kakisina, Johana M. Luhukay. 2016. “Sistem
pemasaran sayur daun di Pasar Modern (Hypermart) dan Pasar
Tradisional”. Agrilan. Vol 4 (1): 46-56.
Subagyo, P.J., 2011. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, 135.
Sinaga, N.M. 2015. “Analisis peramalan tingkat produksi dan konsumsi daging
sapi nasional dalam rangka swasembada pangan”. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.