Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif
dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa
dalam hitungan minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.
Gejala tersebut meliputi hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan
fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada
fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat
mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase
prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala gejala yang terjadi
pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial), dan
kewaspadaan
Gejala
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok gejala positif dan gejala negatif.
a. Gejala Negatif
Pada gejala negatif terjadi penurunan, pengurangan proses mental atau proses perilaku
(Behavior). Hal ini dapat menganggu bagi pasien dan orang disekitarnya.
1) Gangguan afek dan emosi
Gangguan dan emosi pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek dan emosi
(emotional blunting), misalnya : pasien menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal yang penting
untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masa depannya serta perasaan halus sudah
hilang, hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional
rapport), terpecah belahnya kepribadian maka hal-hal yang berlawanan mungkin terdapat
bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis, dan
tertawa tentang suatu hal yang sama (ambivalensi)
2) Alogia
Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan pembicaraan.
Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula pasien yang mulai berbicara yang
bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti bicara, dan baru bicara lagi setelah tertunda beberapa waku
3) Avolisi
Ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak, gerakannya miskin. Kalau
dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara, tidak ikut beraktivitas jasmani (Lumbantobing,
2007).
4) Anhedonia
Tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari pertemanan dengan orang lain
(Asociality) pasien tidak mempunyai perhatian, minat pada rekreasi. Pasien yang sosial tidak
mempunyai teman sama sekali, namun ia tidak memperdulikannya
5) Gejala Psikomotor
Adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan sering mencerminkan gangguan
kemauan. Bila gangguan hanya kemauan saja maka dapat dilihat adanya gerakan yang kurang
luwes atau agak kaku, stupor dimana pasien tidak menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun lamanya pada pasien yang
sudah menahun; hiperkinese dimana pasien terus bergerak saja dan sangat gelisah
b. Gejala Positif
Gejala positif dialami sensasi oleh pasien, padahal tidak ada yang merangsang atau mengkreasi
sensasi tersebut. Dapat timbul pikiran yang tidak dapat dikontrol pasien.
1) Delusi(Waham )
Merupakan gejala skizofrenia dimana adanya suatu keyakinan yang salah pada pasien.
Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali tetapi pasien tidak menginsyafi hal ini dan
dianggap merupakan fakta yang tidak dapat dirubah oleh siapapun.Waham yang sering muncul
pada pasien skizofrenia adalah waham kebesaran,waham kejaran,waham sindiran, waham dosa
dan sebagainya (Kaplan and Sadock, 2010).
2) Halusinasi
Memdengar suara, percakapan, bunyi asing dan aneh atau malah mendengar musik,
merupakan gejala positif yang paling sering dialami penderita skizofrenia
Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang tidak desertai dengan stimuli eksternal yang
nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interprestasi waham tentang pengalaman halusinasi
(Kaplan and Sadock, 2010)
Menurut Stuart dan Sundeen (1998, p. 328) klien dengan halusinasi mengalami kecemasan dari
kecemasan sedang sampai panik tergantung dari tahap halusinasi yang dialaminya
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada respon munculnya neurobiology seperti
halusinasi
1) Biologis
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal berhubungan dengan perilaku
psikotik
b) Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebih dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia (Stuart, 2007).
c) Pembesaraan ventikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadi atropi yang signifikan
pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran
lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (Post-Mortem)
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien misalnya anak
diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,
sementara yang mengambil jarak dengannya
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress sehingga tidak menutup
kemungkinan budaya ataupun adat yang dianggap terlalu berat bagi seseorang dapat
menyebabkan seseorang menjadi gangguan jiwa.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006). Menurut (Stuart, 2007), faktor prespitasi terjadi gangguan halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara menanggapi stimulasi yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku dan umumnya lingkungan yang dapat mendukung
bertambahnya gangguan jiwa adalah lingkungan perkotaan yang dimana tingkat
individualismenya sangat tinggi.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor berlebihnya informasi
pada syaraf yang menerima dan memperoses inflamasi dithalamus frontal otak
3. Jenis Halusinasi
Ada 7 jenis halusinasi yaitu :
a. Pendengaran
Adalah mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas tentang pasien, bahkan sampai
percakapan lengkap antar dua orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar dimana pasien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh sesuatu kadang-
kadang membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang
rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti monster.
c. Penghidu
Membahui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, atau feses umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat strok, tumor, kejang dan dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami rasa nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
f. Canesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernakan makanan, atau
pembentukan urin.
g. Kinestetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa gerak.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Berbicara sendiri.
b. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
c. Tertawa sendiri tanpa sebab.
d. Ketakutan.
e. Ekspresi wajah tegang.
f. Tidak mau mengurus diri
g. Sikap curiga dan bermusuhan
h. Menarik diri dan menghindari orang lain
5. Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh pasien berbeda intensitas dan keparahannya. Halusinasi terbagi
dalam 4 fase yang berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan pasien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, pasien semakin berat mengalami ansietas
dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase halusinasi sebagai berikut fase-fase halusinasi
(Stuart and Larai,2005) :
a. Fase I Comforting Ansietas.
Karakteristik klien mengalami perasaan mendalam sperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, takut
dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu
mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika
ansietas dapat ditangani (NON PSIKOTIK).
Perilaku klien Perilaku Pasien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai mengerakkan bibir tanpa
suara pergerakan mata yang cepat respon verbal yang lambat jika sedang asyik. Diam dan asyik
sendiri.
b. Fase II Condemning ansietas
Karakteristik pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien
mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku klien: meningkatnya tanda – tanda system saraf otonom akibat ansietas, seperti
peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit, asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halisinasi dan realita.
c. Fase III Controling Ansietas
Karakteristik klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman
kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti kesukaran berhubungan
dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Adanya tanda – tanda
fisik ansietas berat, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase IV Conquering Panik.
Karakteristik pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik
Perilaku akibat panic. Potensi suicide atau homicide. Aktifitas fisik merefleksi isi halusinasi
seperti: perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek. Tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.