i
Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Penguatan Modal Sosial
(Studi Empiris di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Disusun oleh : M. ZULHAM ULINNUHA
NIM. C2B607035
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012
i
ii
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun : M. Zulham Ulinnuha
Nomor Induk Mahasiswa : C2B607035
Fakultas/Jurusan : Ekonomi/IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan)
Judul Skrips : Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui
Penguatan Modal Sosial (Studi Empiris di
Kecamatan Guntur Kabupaten Demak)
Dosen Pembimbing : Prof. Dra. Indah Susilowati, MSc, Ph.D.
Semarang, 21 November 2011
Dosen Pembimbing
(Prof. Dra. Indah Susilowati, MSc, Ph.D)
NIP. 196303231988032001
ii
iii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Mahasiswa : M.Zulham Ulinnuha
Nomor Induk Mahasiswa : C2B607035
Fakultas/Jurusan : Ekonomi/IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan)
Judul Skripsi : Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui
Penguatan Modal Sosial (Studi Empiris di
Kecamatan Guntur Kabupaten Demak)
Telah dinyatakan lulus ujian skripsi pada tanggal 12 Desember 2011
Tim Penguji :
1. Prof. Dra. Indah Susilowati, M.Sc., Ph.D (……………………….....…)
2. Prof. Dr. H. Purbayu Budi Santosa, MS (.……………………………)
3. Drs. Y Bagio Mudakir, MT (.....…………………………)
iii
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Nama : M.Zulham Ulinnuha NIM : C2b607035
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Penguatan Modal Sosial (Studi Empiris di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak), adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Saya mengakui bahwa karya skripsi ini dapat dihasilkan berkat bimbingan dan dukungan penuh dari Pembimbing saya, yaitu :
1. Prof. Dra. Indah Susilowati, MSc, Ph.D.
Apabila di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan, saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai denagn ketentuan yang berlaku.
Semarang, November 2011
Yang membuat pernyataan,
(M. Zulham Ulinnuha)
NIM. C2B607035
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
““Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidupku dan Matiku hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam”
(QS AL An’aam: 162) “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, dan apabila telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain.” (QS Alam Nasyrah, 6-7)
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.”
(QS. Al Mu’minun:62)
Kupersembahkan karyaku ini untuk Keluarga, sahabat dan orang-orang terdekatku
yang selalu memberikan harapan, semangat, dan cinta dengan sepenuh hati
v
vi
ABSTRAK Kecamatan Guntur merupakan salah satu kecamatan dengan sektor basis
pada sektor pertanian dan tingkat produktivitas petani tertinggi di Kabupaten Demak, masalah yang ada yaitu rendahnya SDM, akses modal, informasi, dan lahan yang dimiliki relatif kecil sehingga menyebabkan produktivitas yang didapat petani relatif kecil. Dalam pengembangan masyarakat dan meningkatkan produktivitas petani desa tentunya tidak hanya berorientasi pada aspek ekonomi, tetapi harus didukung dengan aspek sosial yang tidak bisa dilepaskan dari peran organisasi lokal karena memiliki peran sebagai sarana efektif mengatur masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan individu untuk meningkatkan produktivitas. Apabila keberadaan organisasi lokal ini terus berjalan dan keberadaanya diakui dan dibutuhkan masyarakat, maka besar kemungkinan bahwa organisasi lokal memilki modal sosial yang tinggi. Untuk meneliti modal sosial dalam aspek pertanian maka akan dikategorikan organisasi lokal (kelompok tani) dan institusi lokal (Telaga Boga).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peran modal sosial terhadap produktivitas petani dan memformulasikan strategi peningkatan produktivitas petani melalui penguatan modal sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam masyarakat Kecamatan Guntur Kabupaten Demak interaksi antar sesama petani ada sikap dan nilai-nilai kerukunan, hidup gotong-royong, saling percaya, dan berusaha maju untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal tersebut selaras dengan norma-norma yang berkembang di masyarakat dan kehidupan masyarakat yang memiliki modal sosial yang terlihat dalam kegiatan Telaga Boga yang sedikit banyak memberikan solusi dan jalan keluar dari permasalahan yang ada.
Dari observasi lapangan dengan 110 responden ditemukan bahwa terdapat 42 responden menyatakan tingkat kepercayaan 100%, 44 responden menyatakan tingkat kepercayaan 80%, 16 responden menyatakan tingkat kepercayaan 60%,5 responden menyatakan tingkat kepercayaan 40%,1 responden menyatakan tingkat kepercayaan 20%, dan 2 responden menyatakan tingkat kepercayaan 0%. Diketahui bahwa 10 responden berpartisipasi mengikuti 5 organisasi,31 responden berpartisipasi mengikuti 4 organisasi, 48 responden berpartisipasi mengikuti 3 organisasi, 19 responden berpartisipasi mengikuti 2 organisasi, dan 2 responden berpartisipasi mengikuti 1 organisasi. Diketahui bahwa 16 responden menyatakan terdapat 9 organisasi,8 responden menyatakan terdapat 8 organisasi, 35 responden menyatakan terdapat 7 organisasi, 20 responden menyatakan terdapat 6 organisasi, 23 responden menyatakan terdapat 5 organisasi, 4 responden menyatakan terdapat 4 organisasi, dan 4 responden menyatakan terdapat 3 organisasi. Diketahui bahwa 95 responden menyatakan 100% mematuhi norma yang ada, 8 responden menyatakan 80% mematuhi norma, sebanyak 1 responden menyatakan 60% mematuhi norma yang ada, sebanyak 5 responden menyatakan 40% mematuhi norma yang ada, dan 1 responden menyatakan tidak mematuhi adanya norma yang ada di masyarakat.
Kata Kunci : Modal Sosial, Produktivitas Petani, Kecamatan Guntur.
vi
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas anugrah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa bimbingan, bantuan dan dorongan
tersebut sangat berarti dalam penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan hal
tersebut di atas penulis menyampaikan hormat dan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Mohamad Nasir, M.Si, Akt., Ph.D selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro.
2. Ibu Prof. Dra. Indah Susilowati, MSc, PhD selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan segala kemudahan, nasehat dan saran yang tulus, dan
pengarahan serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Drs. Waridin, MS., Ph.D selaku dosen wali yang dengan tulus
memberikan bimbingan dan kemudahan selama penulis menjalani studi di
Universitas Diponegoro Semarang.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi khususnya jurusan IESP
yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada penulis.
5. Bpk. Prof Purbayu Budi Santosa, MS dan Bpk Drs. Y Bagio Mudakir, MT
selaku dosen penguji atas masukan dan arahan yang diberikan kepada penulis.
vii
ix
6. Mbak Mayanggita Kirana, SE, M.Si yang telah memberikan arahan dan
masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, MS, Bapak Ir. Djoko Pramono, Bapak
Yatmo, SE, Bapak Suhartono, SP, Bapak Muhaimin, Bapak M. Rois, Bapak
Supadi, Bapak Sukarman yang telah membantu penulis sebagai Key- Person
dsebagai sumber data dalam menyusun skripsi ini
8. Bapak kepala dan staf perijinan kantor kesatuan bangsa, politik dan
perlindungan masyarakat Kabupaten Demak atas ijin yangh telah di keluarkan
kepada penulis.
9. Bapak Soetedjo selaku Kepala Desa Tlogo Weru dan Seluruh warga
Kecamatan Guntur pada umumnya dan petani pada khususnya yang berperan
sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi ini.
10. Petugas Perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang,
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Tengah yang telah memberikan
bantuan berupa data dan referensi yang bermanfaat.
11. Bapak dan Ibu penulis H.Achmad Mansur dan Hj. Umniyati atas segala doa,
dukungan, motivasi dan kasih sayang kepada penulis yang tiada batasnya
sampai sekarang.
12. Kakakku dr. Zulfa Inayah dan adekku M. Zaki Aminudin atas nasehat, doa,
dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.
13. Sukma Wardhani, SE terimakasih atas masukan, motivasi, dukungan doa, dan
semangat. Semoga apa yang telah di cita-citakan bersama dapat tercapai.
viii
x
14. Sahabatku Adega Anggayasta, Yana Aisyah, dan Siska Prahesti atas
persahabatan yang kita jalin selama ini.
15. Sahabat terbaikku Arjanggi Wisnu Raga, Nur Ilham Gestafi, Pungki Agus
Kresnanto, dan Whisnu Adhi Saputra terimakasih atas segala dukungan dan
semua kenangan yang pernah kita lalui bersama. Semoga hubungan kita tetap
terjaga sampai kapanpun dan sukses dunia dan akhirat.
16. Teman-teman seperjuangan di IESP Reg II 2007 : Dita, Yana, Selvie, Nisa,
Margin, Hasya, Betty, Nita, Lifta, mbak Ulfa, Mbak Arieska, Mbak Yeni,
Mbak Ayu, Dinar.
17. Team Futsal IESP Reg II : Bayu, Akbar, Teguh, Krisna, Wahyu, Ilhamsyah,
Nugroho, Fery, Yoga, Huda, Bagus ardi, Darmo, Faiz, Risky, Suhel, Habib,
Maulana, dan teman-teman lainnya.
18. Teman-teman Tim I KKN Kelurahan Candirejo, Kabupaten Semarang 2011 :
Adit, Ali, Yudan, Pras, Fadely, Tomy, Nirwan, Djarot, Danu, Pambudi, Dara,
Luluk, Dina, Ida, Didang, Intan, Aulia, Ayu, Alifa, Diktya, Happy, Sasa atas
kebersamaan, suka dan duka selama KKN.
19. Teman-teman satu bimbingan : Duta Aji, Marsaulina, dan Suryanto.
Terimakasih atas diskusi dan masukannya.
20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi dan kuliah penulis dari awal
sampai akhir.
ix
xi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan dan menghargai setiap kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik dimasa
mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Semarang, November 2011
Penulis
M. Zulham Ulinnuha
x
xiii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN SKRIPSI ............................. . iii PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .............................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v ABSTRAK ................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ................................................................................ vii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 9 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................ 11 1.4. Sistematika Penulisan ........................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori .................................................................. 13
2.1.1. Pengertian Modal Sosial………………. ................. 13 2.1.2. Kepercayaan Sebagai Modal Sosial ....................... 14 2.1.3. Jaringan Sosial dan Modal Sosial ........................... 18 2.1.4. Norma Sosial dalam Modal Sosial ......................... 21 2.1.5. Modal Sosial dan Pembangunan Manusia .............. 26 2.1.6. Konsep Modal Sosial ............................................. 29 2.1.7. Modal Sosial dalam Produktivitas ………………... 31
2.2. Penelitian Terdahulu .......................................................... 37 2.3. Roadmap Penelitian ........................................................... 44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................... 45 3.2. Metode Pengumpulan Data ................................................ 46 3.3. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 46 3.4. Penentuan Responden ......................................................... 47 3.5. Teknik Analisis .................................................................. 50
3.5.1 Kualitatif ................................................................... 50 3.5.2 Kuantitatif ................................................................. 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ................................................. 52 4.2. Profil Umum Responden ................................................... 56
4.2.1 Gambaran Umum Sosial Ekonomi Responden .......... 56 4.2.2 Gambaran Modal Sosial Responden .......................... 59
4.3. Pembahasan……………………………………………….. 65
xi
xiv
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ........................................................................ 82 5.2. Saran ................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 88
xii
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Kontribusi Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Pulau Besar di Indonesia Dalam Milyar Rupiah Tahun 2003-2007 ........................................................................... 5
Tabel 1.2 Tingkat Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2009 ..................................... 6
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Demak tahun 2007-2009 .................................... 7
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................ 36 Tabel 2.2 Roadmap Penelitian ............................................................. 43 Tabel 3.1 Jumlah Petani, Produksi Bersih , dan Produktivitas Petani Per
Kecamatan di Kabupaten Demak tahun 2009 ....................... 48 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin per kecamatan di
Kabupaten Demak ............................................................... 55 Tabel 4.2 Profil Sosial Ekonomi Responden
di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak ............................. 58 Tabel 4.3 Tingkat Kepercayaan Responden ........................................ 59 Tabel 4.4 Tingkat Partisipasi Responden ............................................ 61 Tabel 4.5 Organisasi yang Ada .......................................................... 63 Tabel 4.6 Peran Norma ...................................................................... 64 Tabel 4.7 Kelompok Tani di Desa Tlogo Weru dan Pamongan ............ 66
xiii
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Peta Jawa Tengah .............................................................. 52 Gambar 4.2 Peta Kabupaten Demak ..................................................... 53
xiv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran A Kuesioner Penelitian ......................................................... 88 Lampiran B Tabulasi Data Responden .................................................. 95 Lampiran C Biodata Responden, Key–Person dan Transkip Wawancara ......................................................... 98 Lampiran D Hasil Olah Data (Deskriptif Ststistik dengan Croos-tab) .... 105 Lampiran E Surat Ijin Penelitian dan Foto Dokumentasi ....................... 111 Lampiran F Curiculum Vitae ................................................................ 117
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Selama lebih dari 30 tahun Indonesia telah menerapkan model pembangunan
dengan penekanan pada pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan laju
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita masyarakat. Sebagai
prakondisi dari penerapan model pembangunan semacam ini dilakukan
modernisasi dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dan menjadi kerangka
pikir yang melandasi kebijakan dan praktik pembangunan di Indonesia. Transisi
menuju demokrasi yang kini sedang dialami bangsa indonesia dalam suasana
krisis dinyatakan oleh banyak kalangan sebagai implikasi dari kebijakan-
kebijakan pembangunan rezim orde baru yang dibuktikan dengan adanya
permasalahan-permasalahan yang meliputi segala sendi kehidupan masyarakat
dan menuntut penanganan segera.
Rapuhnya sistem sosial sekarang ini disebabkan akibat dari model
pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi seperti yang
telah dijalankan oleh pemerintah pusat sebelumnya, sehingga dianggap gagal dan
menyebabkan permasalahan bangsa. Hal ini perlu dicari sumber dan penyebab
sehingga dapat memperoleh solusi yang baik dan salah satunya adalah
pembangunan dan pengembangan yang melibatkan aspek sosial selain dari aspek
ekonomi dan demografi, karena hal inilah yang dianggap sebagai sumber
permasalahan sekaligus pemecahan masalah yang ada. Intensitas tekanan sosial-
1
2
ekonomi yang membawa akibat kemiskinan dan mempersulit kehidupan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Dalam menanggulangi permasalahan yang ada maka perlu memikirkan
faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya faktor non ekonomi seperti rasa aman,
partisipasi aktif, organisasi, peran adat/ norma yang selama ini kurang di
perhatikan, hanya dengan menciptakan kondisi ini akan dapat merangsang
kreatifitas yang pada nantinya akan dapat mewujudkan manusia-manusia yang
mempunyai inisiatif dan dapat memecahkan segala persoalan yang ada.
Untuk membangun faktor non-ekonomi tersebut dalam masyarakat
diperlukan beberapa faktor pendukung, salah satunya adalah bagaimana
memainkan peran dan fungsi dari modal sosial dalam masyarakat yang menjadi
salah satu komponen penting untuk menunjang model pembangunan manusia
karena dalam model ini manusia ditempatkan menjadi subyek penting yang
menentukan arah penyelenggaraan pembangunan. Partisipasi dan kapasitas
mengorganisasikan diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam
model pembangunan manusia, sehingga kedua kapasitas tersebut baru bisa
berkembang apabila ditunjang oleh modal sosial yang dimiliki masyarakat.
Menurut (Noor, 2006 dalam Masdin AP) bahwa modal sosial yang ada dalam
masyarakat dapat mensejahterakan masyarakat dan mereduksi ketidakpastian
bahkan lebih dari itu dapat meminimalisir peluang konflik.
Kondisi inilah yang menjadi tantangan bagi daerah dalam rangka otonomi
daerah dalam rangka otonomi daerah yaitu membangun kembali institusi-institusi
yang sudah hancur,menegakkan kembali modal sosial terutama rasa saling
3
percaya antara masyarakat dan pemerintah. Kondisi masyarakat yang dulunya
beriman dengan ciri-ciri masyarakat tradisional yang mengandalkan sifat
toleransi, saling percaya dan gotong royong kini berubah menjadi rasa saling
mencurigai antar etnis,antar suku, antar agama, antar partai politik, antara
masyarakat dengan pemerintah harus mendapat perhatian utama dalam memulai
proses pembangunan daerah otonom.
Proses pembangunan Indonesia yang merupakan negara agraris menjadikan
sektor pertanian yang sangat penting dalam perekonomian nasional dan sebagian
besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai
petani. Sektor pertanian dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
pendapatan nasional Indonesia dan sebagian ekspor Indonesia berasal dari sektor
pertanian, sehingga sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam
penyerapan tenaga kerjadan peyediaan kebutuhan pangan dan sandang bagi
penduduk (Yuniarto, 2008), sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja yaitu
sebanyak 17, 51% orang dari total penduduk indonesia sebanyak 237.556.400 juta
orang (Statistik Indonesia,2010).
Corak pertanian di Indonesia pada umumnya masih bersifat agraris dan
subsisten, meskipun cenderung sudah menuju pada pertanian moderen. Ketika
suatu pertanian sudah mencapai pada proses produksi, maka banyak faktor yang
diperhatikan sehubungan dengan proses produksi tersebut. Diantaranya yaitu
mengenai struktur pendapatan dan biaya yang merupakan faktor penting dalam
proses produksi. Dalam pertanian yang bersifat subsisten, setiap keluarga petani
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dari usahataninya. Sektor pertanian
4
mempunyai peran sebagai penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB), sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja dan juga sumbangan
terhadap ekspor (Dibyo Prabowo, 1995).
Tantangan usaha pertanian dalam menghadapi era globalisasi adalah
kenyataan bahwa petani di sebagian wilayah Indonesia didominasi oleh usaha
kecil, berlahan sempit, bermodal kecil dan memiliki produktivitas yang relatif
rendah dan belum terkelolanya sumber daya alam serta kualitas sumber daya
manusia yang belum bisa dimaksimalkan.
Dampak pembangunan dapat dilihat dari faktor makro ekonomi dimana
pembangunan pertanian dan pedesaan menjadi salah satu bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari pembangunan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan pertanian dan pedesaan memiliki potensi yang cukup besar terkait
dengan masalah- masalah kontribusi terhadap perekonomian nasional melalui
hasil yang diperoleh dari Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga sektor pertanian
ditempatkan pada posisi prioritas pembangunan nasional.
Sektor pertanian yang menjadi salah satu sektor andalan dan mempunyai
peranan langsung dan tidak langsung dalam pembangunan nasional. Peran
langsung dalam pembangunan nasional adalah melalui PDB (Produk Domestik
Bruto), penyediaan sumber devisa melalui ekspor, penyediaan pangan dan pakan,
sumber bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan
pekerjaan dan perbaikan pendapatan masyarakat. Sedangkan peran tidak langsung
yaitu melalui efek pengganda (multiplier effect) berupa keterkaitan input – output
antar industri, konsumsi dan investasi. Oleh karena itu pembangunan pertanian
5
dapat diandalkan untuk memperbaiki ketimpangan pendapatan penduduk yang
pada akhirnya diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan.
Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia yang tersebar di 5 pulau menjadi
kekuatan yang besar untuk meningkatkan sektor pertanian dan menjadikannya
sebagai sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Pulau Jawa
memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto dibandingkan
dengan pulau-pulau lain di indonesia ( lihat Tabel 1.1). Hal ini disebabkan
banyaknya pusat aktivitas perekonomian yang berkembang pesat yang dapat
memicu banyaknya pendatang dari pulau lainnya. Data BPS menunjukkan bahwa
jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Jawa tahun 2010 sebesar 137.610.590
orang atau 58 % dari keseluruhan penduduk Indonesia (BPS, 2010).
Tabel 1.1
Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Pulau Besar di Indonesia Tahun 2005- 2009
Pulau Indonesia
Tahun
2005 % 2006 % 2007 % 2008 % 2009 %
Sumatra 369.611,70 22,1 389.067,45 22,6 408.376,62 22,4 354.379 19,6 362.002,90 19,9
Jawa 1.012.598,19 62 1.071.135,54 62,2 1.137.229,13 62,5 1.183.346.8 65,6 1.240.173,30 68,3
Bali 21.072,44 1,29 22.184,68 1,28 23.497,05 1,29 53.127 2,93 56.449,60 3,1
Kalimantan 154.803,53 9,48 160.678,21 9,32 165.740,69 9,1 127.448,50 7,04 59.523,60 3,27
Sulawesi 74.079,88 4,53 79.211,59 4,59 84.662,36 4,65 90.727.3 5,01 96.979,70 5,34
Sumber : Statistik Indonesia 2010
Pulau Jawa yang mempunyai 5 provinsi memiliki nilai kontribusi yang
berbeda, terutama jika dilihat dari kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), khususnya pada sektor pertanian yang
dapat dilihat dari Tabel 1.2 dibawah ini.
6
Tabel 1.2
Tingkat Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Menurut Provinsi di Pulau Jawa tahun 2009
No Provinsi Kontribusi Sektor Pertanian PDRB
(persen)
1 DKI Jakarta 0,08 2 Jawa Barat 13,63 3 Jawa Tengah 19,89 4 DIY 18,01 5 Jawa Timur 16,05
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa sektor pertanian yang memiliki kontribusi
paling tinggi di Pulau Jawa adalah Provinsi Jawa Tengah yang memberikan
kontribusi sektor pertanian sebesar 19,89 persen. Berdasarkan data di atas maka
Provinsi Jawa Tengah memiliki kontribusi sektor pertanian lebih besar
dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Proses pembangunan Provinsi Jawa Tengah tidak terlelepas dari strategi
pembangunan nasional yang menjadi pedoman bagi arah pembangunan daerah.
Kebijakan pembangunan daerah diarahkan untuk mengembangkan daerah dengan
mengoptimalkan pemberdayaan potensi yang dimiliki daerah, menyesuaikan laju
pertumbuhan antar daerah dan pemerataan untuk mensejahterakan masyarakat
Jawa Tengah.
Kebupaten Demak sebagai salah satu daerah yang berada di Provinsi Jawa
Tengah memiliki sektor pertanian sebagai sektor unggulan dalam struktur
perekonomiannya, hal tersebut dibuktikan dengan besarnya kontribusi pertanian
terhadap 9 sektor lain dalam PDRB yaitu sebesar 1.226.312,09 juta atau 42%
menyumbang PDRB serta nilai LQ sebesar 2,096 (Tinjauan PDRB Kabupaten/
7
kota Se- Jateng, 2009). Informasi yang diperoleh bahwa jumlah tenaga kerja yang
bekerja menurut lapangan usaha pertanian di Kabupaten Demak mengalami
fluktuasi, namun tetap menjadi pekerjaan utama dengan jumlah tenaga kerja
tertinggi (dapat dilihat pada Tabel 1.3).
Tabel 1.3
Jumlah Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Kabupaten Demak tahun 2007-2009
Tahun Lapangan usaha 2007 % 2008 % 2009 %
Pertanian 219.635 41,81 221.241 41,75 210.649 42,56
Pertambangan dan Penggalian
119.156 22,68 74.118 13,98 3.370 0,68
Industri Pengolahan 107.752 20,51 108.776 20,52 65.677 13,26
Listrik, Gas, dan Air bersih
- - 50.781 9,58 930 0,18
Kontruksi 54.137 10,30 - - 49.976 10,09
Perdagangan - - - - 96.841 19,56
Angkutan dan Komunikasi
24.558 4,67 74.937 14,14 21.215 4,28
Keuangan - - - - 2.435 0,49
Jasa-jasa - - - - 43.824 8,85 Sumber : Susenas 2010,BPS Kabupaten Demak
Ciri khas masyarakat Kabupaten Demak adalah keberadaan masyarakat
yang homogen yang didiami oleh suku jawa pada umumnya. Sama halnya dengan
masyarakat indonesia lainnya, masyarakat di Kabupaten Demak membangun
kerja sama dalam bentuk gotong royong telah melekat dalam beragam perilaku
dengan intensitas dan nuansa yang sesuai dengan lingkungan setempat serta
kebutuhan-kebutuhan dan daya tarik antar perilaku di dalam kelompok. Gotong
royong berproses pada berbagai kelompok masyarakat baik atas dasasr kesamaan
8
wilayah, kesamaan kepentingan atau kesadaran membantu satu sama lain dalam
menghadapi kesulitan dan tantangan yang muncul.
Masyarakat Kabupaten Demak dikenal sebagai komunitas yang dalam
kehidupan sehari-hari menggantungkan hidupnya pada pertanian, tatanan sosial
masyarakatnya berakar kuat pada sendi-sendi agama dan erat dalam memegang
adat istiadat setempat. Kandungan nilai-nilai sosial tersebut bersifat universal di
mana banyak memuat nilai-nilai kebersamaan, saling tolong menolong, toleran,
dan sifatnya terbuka merupakan wujud nyata dari nilai-nilai modal sosial. Modal
sosial yang muncul pada level individu seperti melaksanakan gotong royong,
ibadah haji, kematian, perkawinan, pengajian umum, greneg besar, dan tradisi
lainnya oleh tokoh-tokoh agama dan kegiatan lainnya. Sementara pada aktivitas
kelompok, modal sosail muncul dalam kegiatan membangun sarana beribadah,
madrasah, peringatan Maulid Nabi, peringatan hari syawal, peringatan hari besar
islam, selamatan dan lainnya.
Dengan demikian keberadaan modal sosial diharapkan dapat
menumbuhkan partisipasi masyarakat dan menjadi pendorong bagi peningkatan
akselerasi peran daerah dalam meningkatkan pengembangan masyarakat sehingga
kesenjangan daerah atau desa dan kota dapat diminimalisir. Dengan berdasarkan
pada permasalahan yang diuraikan pada latar belakang masalah di atas bahwa
produktivitas petani di pengaruhi dengan faktor non- ekonomi,maka penulis
mencoba melakukan penelitian dengan judul :
9
“Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Penguatan Modal Sosial
(Studi Empiris di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak)”
1.2 Rumusan Masalah
Demak sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah dengan luas wilayah
89.743 ha terdiri dari 48.640 ha berupa sawah tadah hujan dan sisanya berupa
lahan kering yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar
dalam pembentukan PDRB nya (BPS, 2010). Sebagian besar wilayah Kabupaten
Demak berupa satuan pedesaan dengan lapangan pekerjaan di sektor pertanian
dan merupakan mata pencaharian yang utama bagi sebagian besar penduduknya.
Permasalahan yang dihadapi petani di Kecamatan Guntur dapat
diidentifikasi karena kesenjangan terhadap akses modal yang ditengarai dari
adanya peraturan Dinas Pertanian Kabupaten Demak yang mengharuskan setiap
petani membentuk kelompok tani agar dapat memperoleh bantuan atau pinjaman,
sarana dan prasarana pertanian yang masih minim yang disebabkan adanya
permainan pihak swasta, dan kemampuan SDM serta perekonomian di sektor
pedesaan yang tidak kompetitif menunjang pendapatan yang pada akhirnya akan
mempengaruhi produktivitas masyarakat khususnya petani.
Selain itu kelembagaan yang ada di wilayah pedesaan secara umum belum
dioptimalkan yang ditandai dengan adanya lembaga seperti kelompok tani yang
belum dapat menyalurkan dan mengakomodasi kepentingan, kebutuhan dan
pelayanan masyarakat dalam rangka meningkatkan produktivitas yang mampu
memberikan nilai tambah usaha.
10
Modal manusia dalam bentuk SDM sebagai input dalam pembangunan
pertanian dapat dilihat dari keluaran berbentuk pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan bertindak. Modal sosial merupakan modal yang sangat abstrak dan
keluarannya hanya dapat dilihat dalam bentuk aksi-reaksi antar manusia.
Modal manusia dan modal sosial adalah bagian yang tidak terpisahkan
walaupun keluaran yang dihasilkan berbeda. Beberapa kajian penelitian dalam
bidang ilmu ekonomi masih sangat terbatas yang membahas mengenai modal
sosial. Selama ini sebagian besar mengkaji mengenai modal-modal yang bersifat
moneter, hal ini mungkin dikarenakan sulitnya mengkuatitatifkan/ mengukur
suatu modal sosial dalam satuan nominal, meskipun perannya penting dalam
menganalisis perilaku masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya, suku, adat
istiadat dan hubungan yang erat antar masyarakatnya.
Modal sosial atau solidaritas sosial masyarakat pedesaan khususnya di
Kecamatan Guntur Kabupaten Demak sangat menarik untuk dikaji, pemahaman
terhadap modal sosial tentang nilai-nilai yang mendasarinya, proses terjadinnya
dan pengamalannya dalm kehidupan keseharian sangat membantu dalam
merumuskan suatu strategi untuk menngkatkan produktivitas yang selama ini
diabaikan.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, pertanyaan untuk penelitian ini
sebagai berikut :
1. Apa dan bagaimana peran modal sosial terhadap produktivitas petani?
2. Bagaimana strategi peningkatan produktivitas petani melalui penguatan
modal sosial dalam produktivitas petani?
11
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Menganalisis peran modal sosial terhadap produktivitas petani.
2. Memformulasikan strategi peningkatan produktivitas petani melalui
penguatan modal sosial.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat atau tambahan
pengetahuan antara lain :
1. Penelitain ini diharapkan dapat digunakan bagi pemerintah Kabupaten
Demak sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
yang tepat, khususnya dalam hal peningkatan produktivitas petani.
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi
yang dapat dimanfaatkan masyarakat, khususnya petani untuk
meningkatkan produktivitas.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan referensi bagi
peneltian pada bidang yang sama.
12
1.4 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab :
Bab Pertama
Berisi pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian.
Bab Kedua
Membahas mengenai tinjauan pustaka yang didalamnya terdapat hal-hal yang
berkaitan dengan landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka roadmap.
Bab Ketiga
Berisi metode penelitian yang menguraikan tentang variabel penelitian dan
pengukuran variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta
metode analisis data.
Bab Keempat
Secara terperinci membahas mengenai gambaran umum
obyek penelitian, analisis statistik deskriptif, pembahasan dan
implikasi dari hasil penelitian.
Bab Kelima
Menguraikan tentang kesimpulan dan saran berkaitan dengan
hasil pembahasan yang telah dilakukan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian modal sosial (sosial capital)
Menurut Robert Putnam, 1993 bahwa modal sosial adalah Modal fisik dan
modal manusia yang mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan sosial,
norma-norma, dan kepercayaan sosial yang dapat menjembatani terciptanya
kerjasama dalam komunitas sehingga terjalin kerjasama yang saling
menguntungkan (Haryanto, 2011).
Menurut Pierre Bourdieu, 1998 bahwa Modal sosial adalah agregat dari
sumber-sumber yang aktual atau potensial yang dikaitkan dengan pemilikan
jaringan yang tahan dari hubungan yang bersifat institusional dalam hal
kepemilikan dan rekognesi yang timbal balik (Haryanto, 2011).
Menurut Schaft dan Brown, 2002 dalam Malaudi bahwa modal sosial
adalah modal sosial adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi sosial
sehingga segala urusan bersama masyarakat dapat diselenggarakan dengan mudah
Menurut Fukuyama, 1999 dalam Malaudi bahwa modal sosial adalah
Serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama di antara para
anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerja sama diantara
mereka.
Menurut Winter, 2000 dalam Malaudi menjelaskan bahwa Modal sosial
merupakan wujud nyata dari suatu institusi kelompok yang merupakan jarinagn
koneksi yang bersifat dinamis bukan alami.
13
14
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal sosial
adalah modal yang dimiliki individu manusia yang mengacu pada perilaku yang
kooperatif yang mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan sosial, norma-
norma, kepercayaan sosial yang dapat menjembatani terciptanya kerjasama yang
menguntungkan untuk mendorong pada adannya keteraturan dan peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat.
2.1.2 Kepercayaan Sebagai Modal Sosial
Fukuyama (2002) berpendapat bahwa unsur terpenting dalam modal sosial
adalah kepercayaan yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam
kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan orang-orang akan bisa bekerjasama
secara lebih efektif. Sebagaimana menurut James Coleman (Jousairi, 2006)
menyatakan sistem yang terbentuk dari rasa saling percaya merupakan komponen
modal sosial sebagai basis dari kewajiban kewajiban dan harapan masa depan,
yang oleh Putnam (1993) lebih jauh mengemukakan bahwa kepercayaan atau
perasaan saling mempercayai merupakan sumber kekuatan modal sosial yang
dapat memepertahankan keberlangsungan perekonomian yang dinamis dan
kinerja pemerintahan yang efektif.. Dalam bukunya, Fukuyama (1995) rasa saling
percaya dan saling mempercayai menentukan kemampuan suatu bangsa untuk
membangun kemajuan masyarakat dan institusi-institusi di dalamnya guna
mencapai kemajuan, rasa saling percaya juga akan mempengaruhi semangat dan
kemampuan berkompetisi secara sehat di tengah masyarakat. Rasa percaya itu
tumbuh dan berakar dari nilai-nilai yang melekat pada budaya kelompok.
15
Fukuyama membahas tentang modal sosial di negara-negara yang kehidupan
sosial dan ekonominya sudah modern dan kompleks.
Elemen modal sosial yang menjadi pusat kajian Fukuyama adalah
kepercayaan karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial dengan
kepercayaan. Fukuyama mengurai secara mendalam tentang bagaimana kondisi
kepercayaan dalam komunitas di beberapa negara, dan mencoba mencari
korelasinya dengan tingkat kehidupan ekonomi negara bersangkutan. Fukuyama
(2002) mengatakan bahwa sukses ekonomi masyarakat negara yang menjadi
sampelnya tersebut disebabkan oleh etika kerja yang mendorong perilaku
ekonomi kooperatif. Apa yang hendak ditegaskan oleh Fukuyama adalah bahwa
kita tidak bisa lagi memisahkan antara kehidupan ekonomi dengan kehidupan
budaya. Fukuyama berpendapat bahwa sekarang ini faktor modal sosial sudah
sama pentingnya dengan modal fisik, hanya masyarakat yang memiliki tingkat
kepercayaan sosial yang tinggi yang akan mampu menciptakan organisasi-
organisasi bisnis fleksibel berskala besar yang, mampu bersaing dalam ekonomi
global.
Faktor kebudayaan yang sering dianggap sebagai irrasional menurut
Fukuyama tidak sepenuhnya benar. Kebudayaan menurutnya sudah dapat
memunculkan berbagai akibat rasional yang bahkan berimplikasi pada kegiatan
ekonomi. Untuk membahas serangkaian kebudayaan dan modal sosial negara-
negara, Fukuyama (2002) membagi negara-negara itu sebagai negara yang
memiliki tingkat rasa saling percaya tinggi (high-trust country) dan negara yang
memiliki tingkat kepercayaan rendah (low-trust country). Negara yang
16
dimasukkan Fukuyama ke dalam high trust adalah Jerman, Jepang, dan Amerika
Serikat. Ekonomi masyarakat dalam high trust society mempunyai keunggulan
fleksibilitas yang tinggi, karena rakyatnya mempunyai tingkat kepercayaan yang
tinggi terhadap sistem sosial mereka. Sementara dalam masyarakat low trust
society diangapnva lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektifnya, negara
yang termasuk di dalamnya adalah Cina, Korea Perancis, dan Italia.
Negara yang memiliki tingkat saling percaya rendah disebabkan oleh pola
budaya yang berkembang terutama kaitannya dengan budaya yang terbiasa
menempatkan rasa saling percaya mempercayai hanya pada lingkungan keluarga
dan dan kalangan teman dan relasi yang relatif terbatas. Dengan kata lain, suatu
masyarakat yang memiliki pola budaya dengan rentang kepercayaan tang pendek
cenderung akan memiliki modal sosial yang lemah dan memeperlemah
masyarakat dan negara tersebut. Ini umumnya terjadi pada negara atau daerah
yang masih terbelakang dengan pola-pola kehidupan tradisional yang masih kuat
mendominasi nilai, norma, dan pandangan hidup masyarakatnya.
Pada masyarakat tradisional, kohesifitas kelompok cukup tinggi, hubungan
antar individu dalam suatu kelompok cenderung kohesif dan solidaritas pun
terbangun dari nilai-nilai yang diakui dan dipercayai bersama, namun memiliki
rentang kepercayaan yang pendek. Seperti yang dikatakan oleh Fukuyama bahwa
hampir semua bentuk budaya tradisional dengan masyarakatnya yang tertutup
seperti suku-suku primitif, suku yang asih kuat menganut budaya klan dan feodal,
umumnya hidup dan prilaku mereka didasarkan oleh norma bersama. Kelompok
yang demikian memiliki modal sosial tetapi tidak dapat menjadi investasi dan
17
sekaligus membawa kemajuan dan kekayaan ide bagi seluruh kelompok dan
individu yang ada dalam kelompok tersebut.
Dalam suatu kelompok yang secara tradisional menyadarkan dinamika
kelompok pada solidaritas grup atau solidaritas etnic akan membatasi kemampuan
anggotanya untuk bekerjasama dengan masyarakat lain atau individu di luar
radius kelompoknya. Sikap keseharian terkadang justru diwarnai oleh semangat
kuatnya ego kelompok dan berpandangan negatif tentang dunia di luar lingkup
kelompoknya. Fukuyama misalnya memberi contoh tentang masyarakat di
negara-negara Amerika latin. Hasil temuannya menyimpulkan bahwa kepercayaan
yang tumbuh terbatas di dalam keluarga, sesama keluarga besar mereka atau
dalam lingkaran kecil pertemanan yang bersifat sangat personal.
Apa yang menjadi kebiasaan yang turun temurun yaitu adanya kesulitan
bagi anggota masyarakat untuk saling mempercayai dan memiliki keyakinan
bahwa orang-orang yang berada di luar kelompoknya patut dipercayai dan patut
menjadi partner dalam berbagai urusan. Orang diluar sukunya adalah orang asing,
memiliki cara hidup yang “kurang” dibandingkan dengsan cara “kami”. Cara kami
adalah yang baik, cara dan prilaku budaya orang lain sebagai tidak pada
tempatnya atau kurang pantas, mereka cenderung memberi standar bobot yang
rendah terhadap orang lain di luar suku dan komunitasnya.
Solidaritas adalah salah satu faktor perekat dalam gerakan modal sosial.
Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan persepsinya tentang hal
yang ingin mereka perjuangkan. Jenis solidaritas pada gerakan modal sosial bisa
saja pada keduanya. Pada solidaritas organis kondisi masyarakat cenderung sudah
18
sangat kompleks dan heterogen, modal sosial muncul bukan karena kesamaan
pekerjaan tetapi lebih pada tujuan lain misalnya perjuangan memperoleh
pendidikan yang layak.
Pada solidaritas mekanis, masyarakatnya masih homogen dan jenis
solidaritas pada gerakan modal sosial bisa saja pada keduanya. Pada solidaritas
organis kondisi masyarakat cenderung sudah sangat kompleks dan heterogen,
modal sosial muncul bukan karena kesamaan pekerjaan tetapi lebih pada tujuan
lain misalnya perjuangan memperoleh pendidikan yang layak. Pada solidaritas
mekanis, masyarakatnya masih homogen dan Kepercayaan sosial, termasuk
kejujuran, keteladanan kerjasama dan rasa tanggung jawab terhadap orang lain
sangat penting untuk menumbuhkan kebajikan-kebajikan individual (Fukuyama,
2002).
2.1.3. Jaringan Sosial dan Modal Sosial
Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan antara individu dan
komunitas. Keterkaitan mewujud didalam beragam tipe kelompok pada tingkat
lokal maupun di tingkat lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama
anggota dalam kelompok mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan
kekompakan. Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok
formal. Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antar individu dalam modal
sosial memberikan manfaat dalam konteks pengelolaan sumberdaya milik
bersama, karena ia mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan
yang bersifat timbal balik, itulah yang dikatakan Putnam (1995) tentang jaringan
sosial sebagai salah satu elemen dari modal sosial.
19
Sebagaimana dikutip dari Badaruddin daalam buku Nasution (2005),
dengan pelibatan warga dalam jaringan sosial yang akan menjadi satuan
sosial/organisasi lokal, maka terciptalah apa yang disebut Putnam (1995) dengan
kemampuan warga kolektif mengalihkan kepentingan 'saya' menjadi 'kita'
terbangunlah kekompakan dan solidaritas antar warga. Jaringan sosial terdiri dari
lima unsur yang meliputi: adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaitas,
kerjasama, dan keadilan (Lubis, 2001). Konsep partisipasi menurut Mikkelsen
(Susiana, 2002) dapat diartikan sebagai alat untuk mengembangkan diri sekaligus
tujuan akhir. Keduanya merupakan satu kesatuan dan dalam kenyataan sering
hadir pada saat yang sama meskipun status, strategi serta pendekatan
metodologinya berbeda. Partisipasi akan menimbulkan rasa harga diri dan
kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang
menyangkut masyarakat banyak. Partisipasi juga menghasilkan pemberdayaan, di
mana setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan
yang menyangkut kehidupannya. Dalam jaringan sosial, partisipasi memegang
peranan yang cukup penting, karena kerjasama yang ada dalam komunitas dapat
terjadi karena adanya partisipasi individu-individu.
Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam
sebuah komunitas. Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan
persepsinya tentang hal yang ingin mereka perjuangkan. Merujuk pada teori
Emile Durkheim (Ritzer, 2003), solidaritas itu terdiri dari dua jenis, yaitu
mechanical solidarity dan organic solidarity. Apa yang membedakan kedua jenis
solidaritas ini adalah sumber dari solidaritas mereka, atau hal apa yang telah
20
menyatukan mereka. Kuncinya adalah pembagian kerja. Pada solidaritas
organisasi kondisi masyarakat cenderung sudah sangat kompleks, masing-masing
orang memiliki spesialisasi pekerjaan yang banyak jumlahnya, modal sosial
muncul bukan karena kesamaan pekerjaan/penghidupan, tetapi lebih pada tujuan
lain misalnya perjuangan memperoleh pendidikan yang layak.
Pada solidaritas mekanis, pekerjaan masyarakat cenderung sama dan
modal sosial muncul karena tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan
mereka, misalnya pada masyarakat petani atau nelayan. Collective Conscience
adalah argumen yang dipakai Durkheim dalam mempertegas perbedaan antara
solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Collective conscience adalah
kesadaran kolektif dari anggota masyarakat bahwa mereka adalah bagian dari
kelompok, suku atau bangsa. Apa yang menyatukan mereka adalah perasaan
bahwa pengetahuan dan ide orang perorang tidak akan menghasilkan manfaat
yang signifikan, berangkat dari hal tersebut mereka menyatukan diri bersama,
dengan asumsi bahwa kekuatan pikiran dan ide-ide bersama akan lebih
bermanfaat dan mempunyai tekanan yang lebih efektif daripada secara individual.
Unsur lainnya dalam jaringan sosial adalah kerjasama. Kerjasama adalah jaringan
sesuatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Hampir pada semua kelompok
manusia dapat ditemui adanya pola-pola kerjasama. Kerjasama timbul karena
individu memiliki orientasi terhadap kelompoknya atau terhadap kelompok lain.
Charles H. Cooley (Soekanto, 1997) menggambarkan kerjasama sebagai:
Kerjasama timbal apabila orang menyadan bahwa mereka mempunyai
21
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
cukup pengetahuan dan penggendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang
penting dalam kerjasama yang berguna.
2.1.4. Norma Sosial dalam Modal Sosial
Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nila-nilai, harapan-harapan
dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang
(komunitas). Norma dapat bersumber dari agama, panduan moral maupun
standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma
dibangun dan diterapkan untuk mendukung iklim kerja sama (Putnam, 2002).
Norma-norma merupakan prakondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
Norma mengacu kepada adanya suatu aturan yang mengatur kegiatan dan
prilaku anggota di dalamnya, bahwa norma terbentuk dalam bentuk kewajiban
soaial karena adanya pertukaran yang terjadi berulang-ulang dengan memegang
prinsip saling menguntungkan. Setelah itu norma membentuk suatu hak dan
kewajiban bersifat resiprokal antara kedua belah pihak yang terlibat dalam
pertukaran.
Pranata sosial merupakan salah satu elemen penting dan modal sosial
selain dari kepercayaan dan jaringan sosial. Pranata terdiri dari nilai-nilai yang
dimiliki bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi, dan aturan-aturan (Lubis,
2001). Pranata atau lembaga adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang
memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi
22
(Soekanto, 1997: 7). Di dalam pranata warga masyarakat dapat berinteraksi satu
sama lain tetapi sudah diikat oleh aturan-aturan yang telah disepakati bersama.
Pranata sosial ini sangat bermacam ragam bentuknya, mulai dari yang tradisional
seperti masyarakat adat, sampai pada pranata yang modern seperti partai politik,
koperasi, perusahaan, perguruan tinggi dan lain-lain. Menurut Koentjaraningrat
(1990) ada delapan tipe dari pranata sosial, yaitu:
• Pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan
• Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk
mata pencaharian hidupnya.
• Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan pendidikan.
• Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan ilmiah manusia
• Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk
menghayatkan rasa keindahan.
• Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berbakti
kepada Tuhan.
• Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur
keseimbangan kekuasaan dalam masyarakat.
• Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan hidup
manusia.
Pranata muncul disebabkan adanya keperluan dan kebutuhan manusia
yang tidak dapat dipenuhi sendiri, maka muncullah lembaga-lembaga masyarakat
untuk memenuhi hal tersebut, dan lembaga ini muncul dengan norma-norma
masingmasing. Tentang pranata ini Soekanto (1997) menyebutnya sebagai
23
lembaga kemasyarakatan, yang didefinisikan sebagai: "lembaga kemasyarakatan
merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat". Sosiolog bernama Sumner
(Soekanto, 1997) mengartikan pranata ini sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan
perlengkapan kebudayaan bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Sosiolog tersebut menyebutkan bahwa ada tiga
fungsi dari pranata ini, yaitu:
• Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau bersikap di dalam mnghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan.
• Menjaga keutuhan masyarakat.
• Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial.
Di dalam suatu pranata supaya dapat tercipta kerjasama, maka harus ada
norma-norma yang mengatur. Norma-norma yang ada pada sebuah pranata dapat
terbentuk secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Norma-norma yang ada di
dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda, ada yang
lemah dan ada pula yang kuat ikatannya (Soekanto, 1997). Norma-norma tersebut
di atas akan mengalami suatu proses seiring dengan pedajanan waktu. Dan pada
akhirnya norma-norma itu akan menjadi bagian tertentu dan pranata sosial.
Soekanto (1997) mengatakan proses itu disebut proses pelembagaan, yaitu suatu
proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah
saitu pranata sosial. Pranata sosial dianggap sebagai peraturan apabila norma-
24
norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku orang-orang di dalam
lingkungan pranata itu berada (Soekanto, 1997). Proses pelembagaan sebenamya
tidak berhenti demikian saja, akan tetapi dapat berlanjut lebih jauh lagi hingga
suatu norma kemasyarakatan tidak hanya melembaga saja dalam kehidupan
masyarakat, namun telah menginternalisasi di dalam kehidupannya. Norma
hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang
merupakan keserasian antara ketertiban den ketenteraman. Gillin dan Gillin
(Soekanto, 1997) menguraikan beberapa ciri umum pranata sosial, yaitu:
• Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan
polapola prilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan
dan hasilhasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya,
tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara
langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang
fungsional.
• Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga
kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan,
baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati
waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru
akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa
percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur
lama, karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan
norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah
sewajarnya harus dipelihara.
25
• Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi
lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari sudut kebudayaan
secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat
penting oleh karena tujuan suatu lembaga adalah tujuan pula bagi
golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti
akan berpegang teguh padanya.
• Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti
bangunan, peralatan, mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan
alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan
masyarakat lain.
• Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari lembaga
kemasyarakatan. Lambang-lambaing tersebut secara simbolis
menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
• Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang
tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan
lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu dalam
pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, di mana
lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya. Supaya hubungan
antara manusia di dalam sesuatu masyarakat terlaksana sebagaimana
diharapkan, maka diciptakanlah norma-norma yang mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda-beda.
26
Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut,
dikenal ada empat pengertiannya yaitu: Cara, kebiasaan, tata kelakuan, dan adat
(Soekanto, 1997). Masing-masing pengertian tersebut mempunyai dasar yang
lama, yakni merupakan norma-norma, kemasyarakatan yang memberikan
petunjuk bagi tingkah laku seseorang di dalam kehidupannya dengan masyarakat.
2.1.5. Modal Sosial dan Pembangunan Manusia
Dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial memiliki pengaruh
yang sangat menentukan. Disuatu komunitas yang memiliki modal sosial rendah
hampir dapat dipastikan kualitas pembangunan manusiannya akan jauh tertinggal.
Beberapa dimensi pembangunan manusia yang dipengaruhi oleh modal sosial
antara lain kemampuannya untuk menyelesaikan berbagai problem
kolektifmendorong roda perubahan yang cepat di tengah masyarakat, memperluas
kesadaran bersama bahwa banyak jalan yang bisa dilakukan oleh setiap anggota
kelompok untuk memperbaiki nasib secara bersama, memperbaiki mutu
kehidupan seperti meningkatkan kesejahteraan, perkembangan anak dan banyak
keuntungan lainnya yang dapat diperoleh. Bangsa yang memiliki modal sosial
tinggi akan cenderung efektif dan efisien menjalankan berbagai kebijakan untuk
mensejahterakan dann memajukan kehidupan rakyatnya (Robert Putnam, 2002)
membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih
mudah.
Suatu kelompok masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan
membuka kemungkinkan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih
27
mudah. Hal ini memungkinkan terjadi terutama pada masyarakat yang terbiasa
hidup dengan rasa saling mempercayai yang tinggi. Masyarakat yang bersatu dan
memiliki hubungan-hubungan keluar lingkungan kelompoknya secara intensif dan
dengan didukung oleh semangat kebijakan untuk hidup saling menguntungkan,
akan merefleksikan kekuatan masyarakat itu sendiri.
Modal sosial akan meningkatkan kesadaran bersama tentang banyaknya
kemungkinan peluang yang bisa dimanfaatkan dan juga kesadaran bahwa nasib
bersama akan saling terkait dan ditentukan oleh usaha bersama yang dilakukan.
Masyarakat yang memiliki tingkat keaktifan tinggi dalam memelihara dan
memperkuat jaringan hubungan yang saling mempercayai apakah dengan
lingkungan keluarga, teman dan jaringan-jaringan diluar kelompoknya akan
memperbesar kemungkinan percepatan perkembangan individu dan masyarakat
kelompok tersebut.
Modal sosial ibarat minyak pelumas yang tidak saja memperlicin, tetapi
akan terus mendorong roda kendaraan hidup yang memungkinkan masyarakat
berkembang secara baik dan aman. Berkembangnya modal sosial di tengah
masyarakat akan menciptakan suatu situasi masyarakat yang toleren, jauh dari
sifat-sifat dengki dan iri, dan merangsang tumbuhnya simpati dan empati terhadap
kelompok masyarakat di luar kelompoknya. Ketika masyarakat kehilangan modal
sosial, maka yang akan dihasilkan hanyalah situasi keterkurungan dan
keterbelakangan semata.
Jaringan-jaringan yang memperkuat modal sosial akan memungkinkan
lebih mudahnya saluran informasi dan ide dari luar yang merangsang
28
perkembangan kelompok masyarakat. Mereka akan lebih mudah terhindar dari
penyakit-penyakit kejiwaan seperti kecemasan, depresi, dan akan hidup lebih
sehat, karena di dalam masyarakat tersebut tumbuh kembang kepedulian bersama
dalam dimensi aktifitas kehidupan. Masyarakat saling memberi perhatian dan
saling mempercayai. Situasi yang demikian akan mendorong tidak tidak hanya ide
dan kreatifitas, tetapi juga suasana hidup lebih damai, bersahabat, dan tentram.
Robert Putnam (2000) menyajikan beberapa temuan tentang dampak
positif modal sosial terhadapap misalnya pertumbuhan anak. Dalam suatu
penelitiannya tentang masyarakat Amerika ditemukan bahwa pada kelompok
masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat, perkembangan baik
keselamatan, pencapaian belajar dan situasi kejiwaan mereka lebih baik
dibandingkan dengan kelompok yang memiliki modal sosial yang relatiif lemah.
Rasa saling percaya, jaringan-jaringan pertemanan dan norma-norma yang
merefleksikan kebiasaan saling memberi di dalam keluarga, di sekolah dan di
komunitas yang lebih besar, berpengaruh positif pada pola tingkah laku anak dan
pada perkembangan fisik mereka.
Pada masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi, lingkungan fisik
rumah tangga akan jauh lebih bersih, sehat, dan bersahabat. Masyarakat terbiasa
hidup dalam suasana gotong-royong dan saling bertanggung jawab atas
kenyamanan dan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan komunitas mereka.
Lebih dari itu, masyarakat akan merasa jauh lebih aman dari berbagai ganggiuan
tindak kriminalitas, karena mereka memiliki daya tinggi untuk menangkal
berbagai gangguan. Robert D Putnam lebih jauh mengemukakan bahwa modal
29
sosial akan memiliki pengaruh yang sangat besar pada munculnya suasana yang
kondusif bagi perkembangan dunia usaha, kehidupan bertetangga yang tentram
dan bahkan akan merangsang peningkatan kesejahteraan masyarakat dan bangsa
secara keseluruhan.
2.1.6 Konsep Modal Sosial (sosial capital)
Konsep modal sosial (sosial capital) muncul dari pemikiran bahwa
anggota masyarakat tidak mungkin dapat hidup secara individu mengatasi
berbagai permasalahan yang dihadapi. Pertama modal sosial berkaitan erat dengan
organisasi sosial seperti hubungan antara individu, norma dan kepercayaan yang
memudahkan koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Saling
menguntungkan berarti ada distribusi partisipasi semua pihak yang berada di
dalam satu ikatan sesuai dengan fungsi masing- masing. Dalam konteks ini modal
sosial diartikan sebagai kemampuan menciptakan dan mempertahankan pertalian
secara sukarela atau dimaknai sebagai gagasan yang menganggap komunitas yang
sehat adalah bagian untuk mempercepat kehidupan yang lebih baik.
Modal sosial mempunyai signifikasi ekonomi yang tidak dapat diukur
berdasarkan besarnya keuntungan atau kerugian yang didapat oleh pemilik.
Dengan menempatkan modal sosial berarti ada potensi yang dikembangkan dan
manfaat yang lebih melebar karena tidak hanya terfokus pada pemikiran ekonomi
saja tetapi memperhatikan bagaimana bentuk-bentuk non moneter bisa menjadi
sumber kekuatan yang penting dan berpengaruh. Modal sosial memberikan makna
dalam mengantarkan proses transisi menuju masyarakat demokratis, sehingga
paradigma modal sosial menaruh perhatian akan pentingnya dinamika hubungan
30
internal dan ekternal antar kelompok sukarela dengan negara. Suatu kelompok
disebut sukarela bila proses pembentukan dan pengembangan sepenuhnya
dilakukan atas prakarsa masyarakat.
Konsep modal sosial memberikan penekanan pada kebersamaan
masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan
senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus-menerus. Dalam
proses perubahan dan upaya untuk mencapai tujuan, masyarakat senantiasa terikat
pada norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah
laku serta berhubungan dengan pihak lain. Beberapa acuan tentang nilai dan unsur
merupakan ruh modal sosial yang antara lain sikap yang partisipasif, sikap sling
memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai, dan
diperkuat oleh nilai- nilai dan norma yang mendukungnya. Unsur lain yang
memegang peran penting adalah kemauan masyarakat atau kelompok tersebut
mempertahankan nilai, membentuk jaringan- jaringan kerjasama, maupun dengan
penciptaan kreai dan ide baru.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa modal sosial (sosial capital)
merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang
dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dimasa lalu dipandang sebagai
faktor yang dapat meningkatkan dan jika digunakan secara tepat mampu
memperkuat efektifitas pembangunan.
2.1.7 Modal Sosial dalam Produktivitas
Satu konsep lain yang dekat dengan modal sosial adalah konsep .Kualitas
Masyarakat.. Menurut Dahlan dalam Rajoki Simarmata (2009) kualitas
31
masyarakat perlu untuk mewujudkan kemampuan dan prestasi bersama. Hal ini
mencakup ciri-ciri yang berhubungan dengan kelangsungan masyarakat itu
sendiri. Kualitas masyarakat ditelaah atas beberapa kelompok dengan detail
sebagai berikut: (1) Perihal kehidupan bermasyarakat yang dilihat dari keserasian
sosial, kesetiakawanan sosial, disiplin sosial, dan kualitas komunikasi sosial.
Kehidupan sosial politik melalui level demokrasi, keterbukaan akses untuk
partisipasi politik, kepemimpinan yang terbuka, ketersediaan sarana dan prasarana
komunikasi politik, serta keberadaan media massa. (3) Kehidupan kelompok. (4)
Kualitas lembaga dan pranata kemasyarakatan dengan mempelajari kemutakhiran
institusi dan kualitas, kemampuan institusi menumbuhkan kemandirian
masyarakat dan menjalankan fungsi yang baik, kualitaspemahaman terhadap hak
dan kewajiban tiap orang, struktur institusi yangterbuka, dan mekanisme sumber-
sumber yang potensial dalam membangkitkan daya kemasyarakatan secara
berkelanjutan.
Satu konsep yang dekat dengan modal sosial yang sejak dulu menjadi
salah satu perhatian ilmuwan khususnya untuk masyarakat pertanian adalah
konsep .hubungan patron-klien (Scott, 1993). Ini merupakan hubungan dua pihak
antara dua orang secara individual yang bersifat asimetris. Pihak patron (tuan atau
majikan) menyediakan perlindungan dan jaminan sosial, sedangkan klien
memberikan tenaganya baik di pertanian maupun di rumah.
Pembangunan atau pengembangan dalam hal ini bukan suatu kondisi atau
keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusia, dalam hal ini
masyarakat lokal. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang
32
ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki,
guna meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga masyarakat sekitarnya. Jadi
pembangunan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan
serta kemampuanuntuk merealisasikannya. Artinya, pengembangan lebih kepada
motivasi dan pengetahuan (menurt M.T. Zen, 2001 dalam Rajoki Simarmata).
Dalam pengembangan wilayah, hal yang sebenarnya dibicarakan adalah
pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan
lingkungan dengan yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Dan merupakan
proses di mana orang memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan keinginan
untuk mengkritisi dan menganalisa situasi yang mereka hadapi dan mengambil
tindakan yang tepat untuk merubah kondisi tersebut.
Disini terjadi proses di mana orang-orang didorong dan dibesarkan hatinya
untuk memperoleh penuh keterampilan, kemampuan, dan kreativitas. Dari banyak
batasan, ada yang memfokuskan kepada pemberdayaan individu, yaitu suatu
proses untuk meningkatkan kemampuan individu. Seseorang dikatakan telah
memiliki kekuatan ketika misalnya ia telah dapat memimpin dirinya sendiri.
Pemberdayaan juga dapat dilakukan terhadap komunitas. Pada langkah awal,
perlu dibangun visi personal komunitas terhadap kejayaan dan kebesaran. Dengan
memahami lingkungan tempat tinggal orang menjadi paham tentang struktur,
membantu untuk merasa terkoneksi dengan orang lain, serta membantu kita
belajar dari orang lain. .Kontrol. merupakan inti dalam pemberdayaan. Ada tiga
tahap untuk membangkitkan pemberdayaan dari sisi ini, yaitu: (1) kontrol dan
pengaruh yang dibatasi dari pihak luar, dengan aktivitasnya berupa pembuatan
33
keputusan-keputusan minor, pemecahan masalah, dan konsultasi terhadap
berbagai keputusan yang akandibuat; (2) kontrol yang signifikan; serta (3)
peningkatan pemberian otoritas kepada komunitas, dengan semakin sedikitnya
kontrol dan adanya dukungan untuk membuat keputusan sendiri.
Pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok, atau komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Intinya tentu saja
.kemandirian. Masyarakat yang telah mandiri memiliki kebebasan dalam
membuat pilihan dan tindakan sendiri.
Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja dan teknis
operasional. Secara filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan
sikap mental yang selalu beusaha unuk meningkatkan mutu kehidupan (Sinungan,
2005). Keadaan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan mutu kehidupan besok
harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian
akan mendorong manusia untuk tidak cepat meras puas, akan tetapi terus
mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja. Untuk definisi kerja,
produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran)
dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu.
Definisi kerja ini mengandung cara atau metode pengukuran walaupun secara
teori dapat dilakukan, akan tetapi dalam praktek sukar dilaksanakan, terutama
karena sumber daya masukan yang dipergunakan umumnya terdiri dari banyak
macam dan dalam proporsi berbeda. Sumber daya masukan dapat terdiri dari
beberapa faktor produksi seperti tanah, gedung, mesin, peralatan, bahan mentah
34
dan sumber daya menusia itu sendiri. Produktivitas masing-masing faktor
produksi tersebut dapat dilakukan baik secara bersama-sama maupun secara
berdiri sendiri. Dalam hal ini peningkatan produktivitas manusia merupakan
sasaran strategis karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat
tergantung pada kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya. Sehungga
dapat dikemukakan bahwa produktivitas merupakan rasio yang menunjukan
perbandingan antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan jumlah faktor yang
dipergunakan menurut satuan waktu tertentu. Beberapa konsep mengenai
produktivitas :
• Konsep ekonomi adalah produktivitas merupakan usaha manusia untuk
menghasilkan barang yang beguna bagi pemenuhan keb kebutuhan hidup
manusia.
• Konsep fisiologis adalah produktivitas mengandung pandangan hidup,
sikap mental yang selallu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan
dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan keadaan
esok harus lebih baik dari hari ini.
• Konsep sistem adalah produktivitas mengandung arti pencapaian suatu
tujuan harus ada kerja atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan
sebagai suatu sistem.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi produktivitas seseorang dalam
bekerja. Produktivitas orang yang bekerja pada lingkungan kerja yang baik dan
nyaman lebih tinggi produktivitasnya dari pada lingkungan kerja yang tidak
35
menyenangkan. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain
(Sinungan, 2005)
• Motivasi, termasuk motivasi berprestasi, motivasi terhadap mutu kerja dan
kehidupan.
• Kecakapan, termasuk menggunakan peralatan dan teknologi, manajerial
antara hubungan manusia, pemecahan masalah dari hasil pendidikan,
pengalaman, dan penelitian.
• Kepribadian, termasuk pandangan terhadap nilai-nilai, etos kerja, disiplin
pendidikan, kerja sama, partisipasi pada pekerjaan.
• Peran, pandangan terhadap peran yang dilakukan terhadap pengembangan
dan pembangunan yang di pengaruhi rasa ikut memiliki, pengalaman serta
solidaritas kelompok.
Sehingga pada hakekatnya makna peningkatan produktivitas yang dapat terwujud
dalam empat bentuk (Simanjuntak, 1985), yaitu :Jumlah produksi yang sama
dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit ; dan/atau,
jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber
daya yang kurang ; dan/atau, jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai
dengan menggunakan sumber daya yang sama ; dan/atau, jumlah produksi yang
jauh lebih besar dapat diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif
lebihkecil.
36
2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1
Penelitian terdahulu No Judul/ peneliti/ tahun/ tujuan Metodologi Hasil penelitian 1. “ Penguatan modal sosial untuk
pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam pengelolaan agroekosistem lahan kering” / Tri Pranadji / 2006 / Tujuan penelitian :
1. Menjelaskan adanya hubungan eratantara kerusakan ALK terhadap tingkat melemahnya modal sosial setempat
2. Menganalisis pengaruh penerapan model pengelolaan ALK yang dikembangkan pemerintah terhadapp tingkat kehidupan dan cara masyarakat pedesaan setempat dalam mengekploitaasi, memelihara dan memperbaiki ALK melalui pengembangan kegiatan pertaniannya
3. Menganalisis elemen modal sosial dilandaskan pada nilai- nilai budaya, manajemen sosial, kepemimpinan, penyelenggaraan, pemerintah desa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penganalisaan secara croos- section
Secara historis dapat dikatakan bahwa kerusakan ALK di desa- desa (boyolali) bagian hulu DAS dinilai sudah sangat parah,kemampuan masyarakat pedesaan dalam mengurangi tekanan terhadap ALK dipengaruhi oleh kekuatan modal sosialyang berhasil diwujudkan oleh masyarakat pedesaan setempat. Desa yang memiliki modal sosial yang paling kuat adalah adalah desa yang masyarakatnya memiliki modal sosial yang relatif kuat, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya cenderung tinggi dan proses tranformasi sosial- ekonominya berlangsung lebih cepat
36
37
2. Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat / Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran /2008 / 1. Mengidentifikasi dan mengukur kondisi modal sosial di Jawa Barat. 2. Menganalisis keterkaitan antara modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat. 3. Merumuskan desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan Jawa Barat.
Analisis data dilakukan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Data yang diperoleh dalam studi kepustakaan dan focus group discussion dianalisis dengan teknik analisis kualitatif berupa interpretasi
Modal sosial yang ada, baik di kalangan masyarakat rural maupun urban masih dalam tahap bonding (sebagai pengikat saja), belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh potensi warga. Hal ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok yang terbentuk mayoritas berdasarkan persamaan baik karena kekerabatan, persamaan etnik, persamaan agama, persamaan strata ekonomi, dsb, [misalnya kelompok pengajian (persamaan agama), kelompok arisan (persamaan tempat tinggal) dan kelompok tani (persamaan pekerjaan)], serta memiliki ikatan yang kuat, disebabkan pertemuan diantara anggotanya yang cukup intens; (b) kerjasama yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota. 2. Kapasitas modal sosial yang tersedia belum secara optimal dimanfaatkan untuk penanggulangan kemiskinan karena kelompok-kelompok yang tersedia memiliki keterbatasan akses untuk memberdayakan anggotanya. Selain itu, untuk perluasan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan aktualisasi diri, pada umumnya masyarakat mendapatkan informasi dari keluarga, teman, dan
37
38
tetangga, sedangkan untuk minta bantuan, pada umumnya mencari bantuan dari kelompok masyarakat yang strata ekonominya setara. 3. Desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat dapat dirumuskan melalui 3 (tiga) model, yakni: (a) model rural-pertanian; (b) model rural-pesisir; dan (c) model urban-industri. Ketiga model ini disusun berdasarkan karakteristik modal sosial, kondisi eksisting pemanfaatan modal sosial dalam penanggulangan kemiskinan, serta desain intervensi kebijakan dan/atau program yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan modal sosial dalam penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah dengan karakteristik tersebut.
3. “Making Democracy Work civic Traditions in Modern Italy“ / Robert Putnam / 1993 / bertujuan untuk: pertama mengetahuhi
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif
Pertama, Desentralisasi menumbuhkan modal sosial dan tradisi kewargaan di tingkat lokal. Partisipasi demokratis warga telah membiakkan komitmen warga
38
39
hubungan antara modal sosial dengan tradisi kewargaan di tingkat lokal, kedua mengetahui pengaruh desentralisasi di kawasan Italy Utara dan Italy Selatan.
yang luas maupun hubungan-hubungan horizontal: kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas yang membentuk apa yang disebut Putnam sebagai komunitas sipil (civic community) Kedua, kawasan Italia Utara jauh lebih unggul dan maju ketimbang kawasan Italia Selatan, dari sisi desentralisasi, demokrasi lokal, modal sosial, tradisi kewargaan, kinerja pembangunan ekonomi. Kota-kota di Italia Utara adalah kawasan industrial maju yang sejak lama mempunyai kekuatan tradisi kewargaan. Pada saat unifikasi tahun 1870, baik Italia utara maupun selatan belum terindustrialisasi sepenuhnya dengan persentase yang sedikit lebih tinggi dibandingkan populasi lahan garapan di Utara. Namun, perkembangan industrial memasuki tinggal landas secara cepat di Utara, sementara Selatan benar-benar menjadi wilayah urban dan industrial antara tahun 1871 dan 1911. Penghasilan perkapita di Utara meningkat pesat, dan jurang pemisah di antara wilayah-wilayah itu tetap tinggi hingga hari ini. Variasi-variasi yang terjadi di wilayah ini tidak bisa dijelaskan secara memadai oleh perbedaan-perbedaan dalam kebijakan pemerintahnya, karena hal itu sudah (untuk sebagian besar) ditentukan secara nasional sejak munculnya negara Italia yang terunifikasi. Namun, mereka sangat berkorelasi dengan tingkat civic community atau sosiabilitas spontan yang berlaku di masing-masing wilayah. Terdapat perusahaan-perusahaan keluarga di
39
40
seluruh bagian Italia, tetapi mereka yang berada di pusat social capital yang tinggi jauh lebih dinamis, inovatif dan menjanjikan ketimbang mereka yang berada di Selatan, yang dicirikhasi oleh ketakpercayaan sosial.
4. “Modal Sosial sebagai Sarana Pengembangan Masyarakat (Studi kasus di kecamatan Wonomulyo, kabupaten Polewali Mamasa, Provinsi Sulawesi Selatan)” / Masdin AP / 2002 / bertujuan Pertama, Untuk mengetahui bentuk dan peran modal sosial dalam pengembangan masyarakat yang dikhususkan pada aspek pertanian, Kedua mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi tumbuhnya modal sosialpada aspek pertanian di dalam pengembangan masyarakat.
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif untuk mencari fakta dengan interpretasi yang tepat
Bentuk modal sosial dapat diketahui dengan tingginya nilai- nilai kemasyarakatan yang ditandai dengan sikap gotong royong di desa sumberjo dan bentuk modal sosial di dalam masyarakat petani adalah dengan adanya organisasi lokal seperti kelompok tani dan peran modal berhasil didalam mengembangkan masyarakat khususnya masyarakat tani. Faktor- faktor yan mendorong dan mempengaruhi tumbuhnya modal sosial ditentukan dari tindakan bersama masyarakat, adanya partisipasi yang setara dari anggota masyarakat, tumbuhnya sikap saling percaya dalam masyarakat, serta transparansi dan kebebasan. Faktor penghambat modal sosial adalah monopoli informasi oleh oknum tertentu, tidak adanya transparansi dan kebebasan, serta persaingan yang tidak kompetitif
5. “Modal Sosial komunitas migran dalam upaya mempertahankan eksistensi komunitasnya”(studi kasus komunitas warga Tembok PJKA di Permukiman Ilegal di Sepanjang Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat / Triyani Anugrahini / 2004 / bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam tentang bagaimana suatu
Penelitian ini menggunakan Pendekatan kualitatif
Dari Penelitian ini dijelaskan bahwa sebagai warga pendatang di perkotaan, mereka selalu dihadapkan pada persoalan tempat tinggal, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, melakukan kegiatan sehari-hari atau usaha untuk mempertahankan eksistensinya di kota Jakarta. Untuk menunjang kebutuhan sehari-hari tersebut, maka mereka mengembangkan hubungan sosial baik dengan sesama komunitas migran maupun dengan masyarakat
40
41
komunitas migrant di wilayah perkotaan berupaya mengembangkan modal sosial untuk mempertahankan eksistensinya di Kota Jakarta
yang berada di sekitas permukiman. Sehingga dengan mudah mampu mengakses fasilitas umum dan sosial maka eksistensi mereka tetap terjaga.
6. “Modal sosial dan Ketahanan Ekonomi keluarga Miskin”: studi Sosiologi pada Komunitas Bantaran Ciliwung. Oleh Ujianto Singgih Prayitno / 2004 / tujuan untuk menemukan modal sosial komunitas di Bantaran Ciliwung untuk mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga miskin.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan positivisme dan kualitatif dengan pendekatan substantif dengan sampel sebanyak 150 responden.
Hasil Analisis kuantitatif ditemukan bahwa ditemukan hubungan bermakna yang kuat diantara variabel yang di uji terhadap ketahanan ekonomi keluarga miskin. Uji korelasi terhadap ketahanan ekonomi keluarga miskin dengan variabel kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, aksi kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi, kohesi dan inklusi sosial terdapat hubungan bermakna lemah. Ketika dilakukan uji regresi, variabel aksi koletif dan kerjasama, variabel informasi dan komunikasi mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga miskin. Ketahanan ekonomi keluarga ditopang ekonomi subsisten, Hal ini ada peranan hubungan kekerabatan yang terbangun dalam komunitas Bantaran. Dalam analisis kualitatif ditemukan bahwa ketahanan ekonomi keluarga miskin ditentukan sifat komunitas yang mandiri, ulet dan selalu melakukan penyesuaian terhadap tekanan ekonomi yang terjadi sehingga mereka dapat bertahan hidup. Sikap mandiri yang ditunjukkan dengan sifat adaptif, selain dapat memanfaatkan sumber dari luar, dapat pula memenuhi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan luar.
41
42
Tanggungjawab keluarga terhadap masa depan anak dapat terus bersekolah meskipun beban ekonomi yang ditanggung sangat berat, disamping itu dalam interaksi sosial antar warga komunitas, kepercayan dan kebersamaan masih terbina dan mereka tidak menjadi individualis. Hal ini terlihat dari penanganan masalah yang memerlukan penanganan bersama, seperti musibah kematian, pesta pernikanan ataupun pesta lainnya selalu dilakukan bersama-sama
42
43
2.2 Roadmap Penelitian
Kepercayaan Partisipasi aktif Organisasi Peran Norma
Skala pengukuran: berdasarkan
kriteria
Skala pengukuran
: Jumlah kegiatan
yang diikuti
Skala pengukuran
: Jumlah organisasi
dalam komunitas
Skala pengukuranberdasarkan
kriteria
Penelitian Terdahulu: 1.Robert Putnam 1993, Deskriptif Kualitatif 2. Tri Pranadji 2006, kualitatif dengan croos- section 3. Masdin AP 2002 , Deskrptif Kualitatif
Tujuan Penelitian :
1. Menganalisa Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan modal sosial terhadap produktivitas petani 2. Strategi peningkatan produktivitas petani melalui penguatan modal sosial.
Roadmap Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Penguatan Modal Sosial (Studi Empiris di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak)
Modal sosial
Alat Analisis: 1.Deskriptif Statistik dengan cross-tab 2. Deskripsi Kualitatif
Produktivitas Petani
Strategi peningkatan produktivitas petani : 1. Key person
- Akademisi - Pemerintah - Business dan Komunitas
2. Perumusan strategi - Model bimbingan dam
Penyuluhan - Pelatihan - Usaha Binaan
4,11 ton/orang
43
45
BAB III
METODE PENELITAN
Penelitian ini menggunakan metode Gabungan/mixed method yaitu
penggabungan metode Kuantitatif dan Kualitatif. (Denzin, 1978 dalam
Sungkowo) menggunakan istilah triangulasi untuk mengkonsepkan penggunaan
metode gabungan dalam satu penelitian dimaksud. Menurut (Creswell,2007 dalam
Sungkowo), peneltian yang prosedur penelitiannya menggunakan metode
gabungan, maka salah satu metode lebih dominan hanya diposisikan sebagai
metode pelengkap untuk mendukung “kekayaan data”.
Metode kuantitatif ini terdapat kelemahan atau kekurangan dalam
menjelaskan penelitian yang mrendalam terkait dengan pertanyaan penelitian
yang tidak bisa terjawab oleh metode kuantitatif. Oleh karena itu dibutuhkan
metode kualitatif.
Metode kualitatif digunakan kaitanya dengan kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan tentang bentuk dan peran modal sosial yang ada di masyarakat
Kecamatan Guntur dalam kaitanya meningkatkan produktivitas petani sesuai
dengan fokus penelitian, selain itu metode kualitatif digunakan untuk
merumuskan strategi peningkatan produktivitas petani melalui peran modal sosial.
Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif dengan uji chi-square (X2) dengan penyajian cross-tab (tabel silang).
Sedangkan pendekatan kualitaitif dalam penelitian ini menggunakan analisis
44
45
Participan Observation yaitu dengan tinggal bersama responden dalam kurun
waktu tertentu, dan dalam penelitian ini peneliti tinggal bersama Bpk. Ponidi
dengan alamat die desa Bogosari Basan gang III sealam 9 hari terhitung tanggal
16-24 Desember 2011.
3.1 Variabel penelitian dan Definisi Operasional variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yang sebagai variabel
dependen (Y) adalah produktivitas petani sektor pertanian, sedangkan variabel
independen (X) adalah variabel yang mempengaruhi produktivitas petani yaitu
modal sosial.
No Variabel Definisi Pengukuran Skala pengukuran 1. Produktivitas
Petani (Y) Pengembangan individu-individu yang merupakan salah satu bagian pembangunan masyarakat dengan menggunakan segala kemampuan yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup yang lebih baik daripada sebelumnya
�� �produksi bersih
jumlah petani
1. Meningkatkan produktifitas 2. Menurunkan produktivitas
2 Modal sosial
Modal yang dimiliki oleh setiap seorang individu yang merupakan ikatan sosial dari sekumpulan orang- orang yang membentuk kelompok yang didalamnya berkembang elemen saling percaya yang mendorong untuk bekerja secara bersama- sama dalam mencapai tujuan bersama.
1. Kepercayaan 2. Pertisipasi 3. Organisasi 4. peran norma
1. Mempengaruhi produktivitas 2. Tidak mempengaruhi produktivitas
1.Kepercayaan ( X1 )
Rasa saling percaya pada setiap individu dalam suatu kelompok.
Kriteria 5 : 100% 4 : 80% 3 : 60% 2 : 40% 1 : 20%
2. Partisipasi ( X2 )
Peran aktif masing-masing individu dalam sebuah kegiatan
Nominal/ Frekuensi Jumlah kegiatan yang diikuti
3. Organisasi ( X3 )
Jumlah organisasi yang ada dalam suatu komunitas
Nominal/ Frekuensi Jumlah organisasi dalam komunitas
4.Peran Norma ( X4 )
Kepatuhan individu-individu didalam mematuhi aturan norma/adat yang ada.
Kriteria 5 : 100% 4 : 80% 3 : 60% 2 : 40% 1 : 20%
46
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk
bahan atau data relevan, akurat, dan reliable yang hendak kita teliti. Oleh karena
itu perlu digunakan metode pengumpulan data yang baik dan cocok. Dalam
penelitian ini digunakan metode pengumpulan berupa :
3.2.1. Metode wawancara
Wawancara disini dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang dalam
penelitian ini adalah kuesioner, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam
hal ini peneliti membagi dua responden sebagai obyek wawancara yaitu
responden masyarakat petani/ tokoh masyarakat dan Key- person (Akademisi,
Pemerintah, Pebisnis, dan komunitas).
3.2.2 Observasi
Observasi yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian langsung
terhadap obyek penelitian untuk memperoleh fakta-fakta berdasarkan pengamatan
peneliti yaitu bertempat di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak dengan cara
observasi partisipatif dengan cara tinggal di obyek penelitian selama kurun waktu
tertentu untuk mengamati hal-hal yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian.
3.3 Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder.
47
3.2.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari obyek
penelitian yang diamati, metode yang di gunakan melalui survai lapangan dan
wawancara terhadap para petani dan tokoh masyarakat berdasarkan kuesioner
yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai peran dan bagaimana modal
sosial yang ada di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak.
3.2.2 Data sekunder
Data sekunder merupakan suatu data yang diperoleh secara tidak langsung
melalui studi kepustakaan yaitu dengan membaca kepustakaan seperti buku –
buku literatur, jurnal – jurnal, buku – buku yang berkaitan dengan penelitian. Data
sekunder juga diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Propinsi Jawa Tengah
yaitu Statistik Indonesia yang berisi Kotribusi PDB Pulau Besar Indonesia, PDRB
Provinsi-Provinsi di Indonesia yang berisi Kontribusi Sektor Pertanian Menurut
Provinsi di Pulau Jawa, Demak Dalam Angka 2010 yang berisi tentang Jumlah
Penduduk Kabupaten Demak Berdasarkan Mata Pencaharian, Jumlah Produksi
bersih, Kecamatan Guntur Dalam Angka yang berisi tentang Profil Kecamatan,
Keadaan Geografis, dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten
Demak berupa transkip wawancara pra-survey.
3.4 Penentuan Responden
Berikut ini disajikan data Jumlah petani, produksi bersih , dan
produktivitas petani Per Kecamatan di Kabupaten Demak:
48
Tabel 3.1
Jumlah Petani, Produksi Bersih , dan Produktivitas Petani Per Kecamatan di Kabupaten Demak tahun 2009
Kecamatan Jumlah Petani
(Orang)
Produksi bersih (Ton)
Produktivitas Petani
(Ton/orang) Mranggen 23.552 48057 2,0405
Karangawen 34.179 61238 1,7917
Guntur 14.420 59377 4,1177
Sayung 20.853 37126 1,7804
Karangtengah 20.232 39565 1,9556
Bonang 26.468 59682 2,2549
Demak 19.550 58448 2,9897
Wonosalam 18.723 50078 2,6747
Dempet 20.124 60192 2,9911
Gajah 22.643 53309 2,3543
Karanganyar 22.556 60245 2,6709
Mijen 21.018 37586 1,7883
Wedung 21.921 63392 2,8918
Kebonagung 13.158 42966 3,2654
Sumber : BPS Kabupaten Demak Dalam Angka Tahun 2010 di rinci per Kecamatan (diolah)
3.4.1 Penentuan Responden
• Responden Petani
Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang berlokasi di Kabupaten
Demak, oleh karena berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka diambil
sampel yang dapat mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel bagi petani di
Kecamatan Guntur Kabupaten Demak yang digunakan adalah Multi stages
Sampling. Pada tahap pertama menentukan kecamatan Guntur sebagai tempat
pengambilan sampel. Berdasarkan jumlah produksi bersih dengan jumlah petani
49
pada Tabel 3.1 bahwa produktivitas petani terbesar yaitu berada di Kecamatan
Guntur. Kriteria tempat pengambilan sampel yang didasari atas jumlah
produktivitas petani terbesar menjadi landasan pemilihan pengambilan sampel.
Kedua, dari kecamatan tersebut di tentukan petani yang akan diambil sebagai
sampel yaitu petani yang bermatapencaharian sebagai petani yang berada di
kecamatan Guntur Kabupaten Demak yang terdiri dari 20 desa.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani yang
berjumlah 14.420 orang. Bahwa dalam penelitian sebenarnya tidak ada aturan
yang tegas berapa jumlah sampel yang harus diambil dari populasi yang tersedia,
mutu suatu penelitian tidak semata-mata ditentukan oleh besarnya sampel akan
tetapi oleh kokohnya dasar- dasar teorinya, rancangan penelitiannya serta mutu
pelaksanaan dan pengelolaannya (Soeratno dan Lincolin Arsyad, 2006). Sehingga
dengan pertimbangan keterbatasan kemampuan, waktu, dana, dan jumlah sampel
besar yang diambil ± 100, karena α yang digunakan 5% maka nilai 10 yang
ditambahkan pada jumlah sampel yang diambil adalah nilai standar eror untuk α=
5% sehingga dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah 110
responden. Adapun pemilihan responden dilakukan dengan metode systematic
random sampling yaitu dengan mengambil petani yang berada di Kecamatan
Guntur Kabupaten Demak.
50
• Responden Tokoh dan Key- Person
Dalam penelitian ini responden yang dijadikan sebagai Tokoh dan Key-
person adalah dari unsur AGBC (Akademisi, Government, Business, dan
Comunity) yang masing-masing unsur terdapat 2 orang Key-Person.
3.5 Teknik Analisis
3.5.1 Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan analisis yang tidak memerlukan pengujian
hipotesis dan statistik tetapi berdasarkan pendapat dan pikiran yang diperoleh dari
hasil jawaban-jawaban responden atas beberapa pertanyaan yang diberikan dan
disajikan dalam bentuk deskriptif sebagai hasil dari analisis kuantitatif. Metode
kuantitatif ini terdapat kelemahan atau kekurangan dalam menjelaskan penelitian
yang lebih mendalam terkait dengan pertanyaan penelitian yang tidak bisa
terjawab oleh metode kuantitatif. Oleh karena itu dibutuhkan metode penelitian
kualitatif.
Metode kualitatif digunakan dalam kaitannya dengan kebutuhan untuk
menjawab pertannyaan tentang peran modal sosial dalam peningkatan
produktivitas petani dan strategi peningkatan produktivitas petani melalui
penguatan modal sosial.
3.5.2 Kuantitatif
Analisis Kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini akan diolah
dengan bantuan program SPSS.10 dengan Uji Chi-Square dan penyajiannya
dengan menggunakan tabel silang. Uji ini termasuk salah satu alat uji dalam
statistik yang sering digunakan dalam praktek, dalam bahasan non parametrik uji
51
ini untuk satu sampel dapat dipakai untuk menguji apakah data sebuah sampel
yang diambil menunjang hipotesis yang menyatakan bahwa populasi asal sampel
tersebut mengikuti suatu distribusi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu uji dapat
disebut uji keselarasan karena untuk menguji apakah sebuah sampel selaras
dengan salah satu distribusi teoritis, dan uji ini tetap mengikuti prinsip dasar
pengujian Chi-Square yaitu membandingkan antara frekuensi-frekuensi harapan
dengan frekuensi-frekuensi teramati.