1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar
(home needs) bagi manusia setelah pangan dan sandang. Setiap individu
manusia akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dasar daripada
kebutuhan sekundernya. Begitu pula dengan kebutuhan akan rumah,
setiap orang akan berusaha memenuhi kebutuhan akan rumah dalam
setiap tingkat kehidupan masyarakat dengan memperhatikan selera dan
kemampuan yang ada.
Menurut pasal 5 ayat (1) UU No 4 tahun 1992 tentang perumahan
dan pemukiman setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati
dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Masyarakat saat ini
memiliki beberapa pilihan dalam memiliki rumah. Pilihan tersebut adalah
dengan cara membangun sendiri atau dengan cara sewa, membeli secara
tunai atau angsuran, hibah atau dengan cara lain yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada mulanya rumah ditujukan sebagai pemuas kebutuhan
terhadap kebutuhan hidup manusia atas tempat tinggal yang nyaman,
aman, dan tenang. Namun saat ini kepemilikan rumah tidak hanya
ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pokok akan papan saja, melainkan
2
telah menjadi suatu alternatif investasi yang cukup menarik dengan
pengembalian berupa penghasilan sewa ataupun peluang keuntungan yang
berupa capital gain yang merupakan selisih antara harga beli dengan
harga jual ketika rumah tersebut dijual. Rumah juga merupakan indikator
identitas status sosial masyarakat, jika seseorang memiliki rumah yang
mewah menandakan si pemiliknya merupakan orang yang memiliki
kemampuan tinggi. Dewasa ini telah berkembang berbagai jenis rumah
dari yang modern, seperti kondominium dan apartemen sampai jenis yang
sederhana, seperti rumah susun sederhana dan rumah biasa.
Pilihan masyarakat dalam memiliki rumah dengan cara membeli
secara tunai atau angsuran, dapat dilakukan melalui pasar properti.
Terdapat dua jenis pasar dalam pasar properti perumahan yaitu pasar
primer dan pasar sekunder. Pasar primer adalah pasar yang menyediakan
rumah baru dimana untuk jenis ini dipasok oleh pengembang (developer)
baik itu pengembang swasta maupun pengembang pemerintah.
Pengembang swasta pada saat ini kebanyakan tergabung dalam organisasi
real estate Indonesia (REI) sementara kepanjangan tangan pemerintah
dalam hal pembangunan perumahan untuk masyarakat dilaksanakan oleh
Perum Perumnas. Pasar sekunder adalah pasar yang menyediakan
peralihan hak kepemilikan rumah telah pakai atau non baru. Pada saat ini
pasar sekunder banyak dibantu oleh jasa para broker atau agen properti
seperti ERA, Colliers, Jardin, Ray white, dan lain sebagainya.
3
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia
dan mempunyai fungsi strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan
keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi yang akan
datang serta merupakan pengejawantahan jati diri bangsa. Terwujudnya
kesejahteraan masyarakat dan sumber daya manusia yang berkualitas
dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak huni.
Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam atau cuaca,
rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan
keluarga, persemaian budaya, nilai kehidupan, penyiapan generasi muda,
dan sebagai manifestasi jati diri.
Persoalan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya
tidak terlepas dari dinamika yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat maupun kebijakan pemerintah yang ada. Penyusunan acuan
untuk menangani perumahan dan permukiman telah dilakukan sejak
Pelita V dalam bentuk kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan
(KSNP) namun penekanannya lebih kepada lingkup perumahan saja.
Awang Firdaus (1997) menjelaskan bahwa permintaan rumah
dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya adalah lokasi atau
pertumbuhan penduduk, pendapatan, kemudahan pendanaan, fasilitas, dan
sarana umum. Harga pasar rumah, selera konsumen serta peraturan
perundang-undangan. Pengalaman di Indonesia selama 3 dekade terakhir
menunjukan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara suku
bunga bank, angka penjualan rumah, dan laju pertumbuhan ekonomi
4
(Pananggian, 2004) antara suku bunga bank, angka penjualan rumah
didasari oleh beberapa penelitian permintaan rumah periode tahun 1977
sampai dengan 1995 dengan variasi harga, Produk Domestik Regional
Bruto per kapita, jumlah rumah tahun sebelumnya, suku bungan, dan
jumlah penduduk usia kawin. Hasilnya adalah variasi harga, PDRB per
kapita, jumlah rumah tahun sebelumnya berpengaruh signifikan,
sedangkan variasi suku bunga dan jumlah penduduk usia kawin tidak
berpengaruh signifikan.
Rumah merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan
masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah akan selalu mengusahakan dalam
tingkat kehidupan setiap orang dengan memperhatikan selera dan
kemampuan yang ada (Tito Soetalaksana, 2000:8)
Menurut Departemen Permukiman dan Tata Ruang (Kimtaru : 2004)
bahwa kebutuhan akan perumahan pada dasarnya dapat dibagi atas dua
hal pokok, yaitu :
1. Kebutuhan rumah berdasarkan tren (kecenderungan) pertumbuhan
penduduk secara alamiah.
2. Kebutuhan dan penyediaan rumah berdasarkan atas banyaknya
rumah layak huni.
Berdasarkan poin pertama diatas sesuai dengan kebutuhan rumah
berdasarkan tren banyak pengembang properti perumahan yang
menawarkan perumahan dengan tipe Cluster. Seiring dengan gaya hidup
atau lifestyle masyarakat modern yang dinamis lebih cenderung
5
membutuhkan rumah dengan berbagai fasilitas seperti sarana olahraga
(club house), keamanan, rekreasi di dalam satu kawasan dengan sistem
satu pintu akses keluar masuk atau disebut juga cluster.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari 4
kabupaten dan 1 ibu kota provinsi ini merupakan salah satu pusat
pertumbuhan ekonomi dengan laju pertambahan penduduk yang cukup
tinggi di Pulau Jawa, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan
ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kapadatan penduduk
1.102 orang per km² (BPS Sensus Penduduk: 2010). Sleman merupakan
kabupaten yang memiliki jumlah penduduk tertinggi di Pronsi DIY,
berikut ini adalah tabel hasil sensus penduduk 2010 di 5 kabupaten
Provinsi DIY.
Tabel 1.1Jumlah Penduduk di 5 Kabupaten Provinsi DIY berdasarkan Sensus
Penduduk Tahun 2010 (jiwa)
Kabupaten Jumlah PendudukKota Yogyakarta 388.088
Sleman 1.090.367Bantul 910.572
Kulon Progo 388.755Gunung Kidul 674.408
Sumber: BPS DIY
Pertambahan penduduk yang terjadi baik secara alamiah maupun
melalui proses urbanisasi menyebabkan pertumbuhan pada permintaan
rumah tinggal. Hal ini mendorong pertumbuhan pembangunan perumahan
6
di Povinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman
baik rumah sederhana, rumah tipe menengah hingga perumahan mewah.
Selama periode tahun 2004-2008 banyaknya penduduk Kabupaten
Sleman bertambah 195.179 orang yaitu dari 1.090.136 orang pada akhir
tahun 2008, atau rata-rata meningkat sebesar 5,28% pertahun. Selama 5
tahun terakhir, penduduk yang datang sebanyak 80,733 orang, penduduk
yang pindah sebanyak 47,449 orang, sehingga terjadi migrasi masuk netto
sebanyak 33,284 orang. Kelahiran yang terjadi selama periode 2004-2008
sebanyak 45.991 orang, sedangkan banyaknya penduduk yang meninggal
sebanyak 22,213 orang, sehingga terjadi pertambahan penduduk alami
sebanyak 23,778 orang. Laju pertumbuhan di Kabupaten Sleman bersifat
fluktuatif. Tahun 2003 sebesar 1,14% meningkat pada tahun 2004
menjadi 1,20% tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 1,17%, tahun
2006 1,11%, tahun 2007 1,30%, dan tahun 2008 menjadi 17,41%
(www.slemankab.go.id).
Dilihat dari Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha atas
dasar Harga Konstan Tahun 2000 masing-masing kabupaten pada
komponen jumlah konstruksi bangunan, Kabupaten Sleman menempati
peringkat pertama dibandingkan kabupaten lain (Tabel 1.2).
Posisi strategi Kabupaten Sleman juga menyebabkan pesatnya
peningkatan permintaan pembangunan perumahan. Walaupaun potensi
pengembangan perumahan cukup besar, namun tetap diupayakan
kegiatan-kegiatan untuk pengendalian melalui penggarapan potensi secara
7
besar dan mengefektifkan pelayanan perizinan yang merupakan fungsi
pengendalian penataan tanah sekaligus pembinaan terhadap usaha
perumahan. Pada Tahun 208 tercatat sebanyak 864 permohonan IPPT dan
dari jumlah tersebut sebnyak 394 (45,60%) permohonan disetujui,
195(22,57%) permohonan ditolak dan 275 (31,83%) permohonan dalam
proses (www.slemankab.go.id).
Tabel 1.2PDRB 5 Kabupaten di Provinsi DIY Menurut Lapangan Usaha Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Komponen Jumlah Konstruksi Bangunan (dalam jutaan rupiah)
Tahun Kota
Yogyakarta
Sleman Kulon
Progo
Gunung
Kidul
Bantul
2005 308.065 499.734 65.463 - 276.078
2006 362.187 554.572 72.612 216.175 381.915
2007 390.323 601.267 77.911 235.067 413.694
Sumber: BPS DIY
Pengendalian pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan
pemilikan tanah pada tahun 2008 dilakukan melalui berbagai kegiatan,
antara lain pemutakhiran data base penatagunaan tanah, pengembangan
sistem informasi geografi(SIG) dengan menggunakan citra satelit
beresolusi tingggi. Tertib administrasi juga diupayakan melalui
pendataan, pengukuran, dan pensertifikatan tanah. Di Kabupaten Sleman
terdapat 507.728 bidang tanah termasuk 17.031 bidang tanah kas desa
8
(TKD). Dari keseluruhan bidang tanah yang ada, 81% di antaranya (yaitu
411.260 bidang) telah bersertifikat (www.slemankab.go.id).
Tingginya tingkat inflasi di Kabupaten Sleman juga disebabkan
oleh tingginya permintan perumahan. Laju inflasi di Kabupaten Sleman
selama 5 tahun terakhir sangat berfluktuasi. Setelah menurun tajam dari
11,90% pada tahun 2002 menjadi 4,52% pada tahun 203, laju inflasi
kembali meningkat tajam 6,58% tahun 2004 dan meningkat tajam
menjadi 15,48% pada tahun 2005. Pada tahun 2006, tingkat inflasi
mengalami penurunan menjadi 10,88%, dan kembali menurun menjadi
7,62% pada tahun 2007, dan tahun 2008 menjadi 10,34%.
Berikut ini adalah kelompok pengeluaran yang menyebabkan
inflasi pada tahun 2008 adalah bahan makanan (10,30%), kesehatan
(4,75%), transportasi dan komunikasi( 4,86%), dan perumahan (18,90%).
Dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 laju inflasi yang disebabkan oleh
pengeluaran di sektor perumahan adalah sebesar 18,90%, hal ini
menunjukkan bahwa pengeluaran di sektor perumahan merupakan salah
satu penyebab terbesar tingginya tingkat inflasi di Kabupaten Sleman
(www.slemankab.go.id).
Perkembangan pembangunan perumahan di Kaupaten Sleman
sangatlah pesat, banyak lahan-lahan kosong, sawah, maupun kebun yang
sudah dijadikan perumahan beraneka tipe bangunan dengan menyediakan
bebagai fasilitas yang cukup menarik serta kemudahan dalam
mendapatkannya.
9
Berikut ini adalah daftar beberapa developer perumahan bertipe
cluster di Kabupaten Sleman :
Tabel 1.3Daftar Pengembang Perumahan Bertipe Cluster di Kabupaten
Sleman
Badan Hukum Pedukuhan Kelurahan Nama
PenggunaanPT Dutabumi Adi
Pratama
Kayen Condongcatur Kaliurang Pratama
PT Aditra Graha
Asri
Nayan,
Corongan
Maguwoharjo Kirana Putri
PT Tirta Segara
Biru
Pugeran Maguwoharjo Casa Grande
PT Sarwo Indah Gowok Caturtunggal Griya Ambarukmo
Regency
PT Kharisma Bima
Sakti
Nologaten Caturtunggal Jogja Town House
Badan Hukum Pedukuhan Kelurahan Nama
PenggunaanPT Cakrawala Sanggrahan Condongcatur Anggajaya Permai
PT Bahana
Mahardika
Property
Sambego Maguwoharjo Palma Mini
Country
Sumber : DPD REI Yogyakarta
10
Pemilihan Perumahan Casa Grande sebagai objek penelitian
didasarkan karena Casa Grande merupakan salah satu perumahan tipe
cluster terbesar yang ada di Kabupaten Sleman, selain itu Perumahan
Casa Grande adalah komplek hunian elegan dengan konsep hunian
bergaya arsitektur Spanish dan pembagian system private cluster serta
penataan lingkungan yang teduh dan dilengkapi dengan fasilitas yang
eksklusif. Casa Grande menghadirkan suatu nuansa dan karakter
tersendiri yang memberi warna berbeda dalam kehidupan, secara khusus
menonjolkan setiap detail keindahan dari keharmonisan arsitektur dan
lingkungan.
Casa Grande dibangun diatas lahan seluas 12 hektar, menjadikan
satu-satunya kawasan Real Estate terbesar di Yogyakarta yang
merefleksikan gaya hidup keluarga yang penuh prestise dan eksklusif.
Casa Grande adalah hasil kreasi dari Damai Putra Group, perusahaaan
pengembang berskala nasional yang berpengalaman lebih dari 25 tahun,
yang tersebar di kota Jakarta, Bekasi, Surabaya, Semarang, Yogyakarta,
Purwokerto dan Magelang serta di kota-kota kecil lainnya. Damai Putra
Group adalah developer berkualitas yang teruji dengan komitmennya
lewat kesuksesan proyek-proyek besarnya di Yogyakarta antara lain
Taman Griya Indah, Puri Gejayan Indah, Kaliurang Pratama dan Tirta
Sani.
11
Demi memenuhi keinginan akan rumah impian konsumen, Casa
Grande menawarkan delapan tipe rumah, yaitu Valencia, Catalonia,
Garcia, Mallorca, Barcelona, Vilanova, Madrid dan Granada. Dengan
bermacam tipe rumah dimulai dari tipe 116/125 sampai dengan tipe
268/360. Konsumen juga dapat dengan leluasa menentukan pilihan yang
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen dalam tipe khusus dan
tipe sudut.
Disamping itu beragam fasilitas pendukung kenyamananpun
disediakan secara professional. Selain fasilitas sistem keamanan 24 jam
yang disediakan di setiap cluster, konsumenpun dapat menikmati fasilitas
club house seperti Fitness Center, Aerobic, Swimming Pool, Badminton,
Tennis Court, Teras Kafe serta Covention Hall. Terdapat juga Jogging
track bagi yang gemar berolah raga.
Kelebihan lainnya Casa Grande berada pada kawasan yang
strategis dan prospektif. Jarak ke pusat kota pun cukup dekat yaitu sekitar
15 menit dan jarak menuju Bandara Adisucipto pun sangat dekat, hanya 5
menit saja. Selain itu, letaknya yang dekat dengan pusat pendidikan dan
kampus-kampus terkenal tentu memberi pertimbangan tersendiri bagi para
penghuninya.
Belum lama ini Casa Grande juga mengembangkan New Design
untuk 20 unit rumah terbarunya, dengan konsep Spanish pendekatan
minimalis. New Design ini dirancang secara khusus untuk peningkatan
pelayanan kepada konsumen dan keluarga. Refleksikan gaya hidup
12
konsumen yang penuh prestise dengan tinggal di Casa Grande dan
dimanjakan oleh seluruh fasilitas yang ada.
Oleh karena alasan tersebut maka saya mengajukan skripsi dengn
judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN PERUMAHAN TIPE CLUSTER (STUDI KASUS
PERSEPSI PERUMAHAN CASA GRANDE SLEMAN) “
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, untuk menganalisisnya diperlukan
beberapa pertanyaan penelitian (research question) yang akan dijawab
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah persepsi faktor harga perumahan berhubungan dengan
persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa
Grande Sleman?
2. Apakah persepsi faktor kelengkapan fasilitas perumahan
berhubungan dengan persepsi permintaan perumahan tipe cluster
di perumahan Casa Grande Sleman?
3. Apakah persepsi faktor lokasi berhubungan dengan persepsi
permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande
Sleman?
4. Apakah persepsi faktor lingkungan berhubungan dengan persepsi
permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande
Sleman?
13
5. Apakah persepsi faktor pendapatan keluarga berhubungan dengan
persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa
Grande Sleman?
6. Apakah persepsi faktor harga substitusi berhubungan dengan
persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa
Grande Sleman?
7. Apakah persepsi faktor harga, fasilitas, lokasi, pendapatan,
lingkungan, dan harga barang substitusi secara bersama-sama
berhubungan dengan persepsi permintaan perumahan tipe cluster
di perumahan Casa Grande Sleman?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai
sebagai berikut:
1. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor
harga perumahan terhadap permintaan perumahan di
perumahan Casa Grande Sleman.
2. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor
kelengkapan fasilitas terhadap permintaan perumahan di
perumahan Casa Grande Sleman.
14
3. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor
lokasi terhadap permintaan perumahan di perumahan Casa
Grande Sleman.
4. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor
lingkungan terhadap permintaan di perumahan Casa
Grande Sleman.
5. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor
pendapatan terhadap permintaan di perumahan Casa
Grande Sleman.
6. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor
harga substitusi terhadap permintaan di perumahan Casa
Grande Sleman.
7. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor
persepsi harga, fasilitas, lokasi, pendapatan, lingkungan,
dan harga barang substitusi secara bersama-sama terhadap
permintaan di perumahan Casa Grande Sleman.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan dan
memberi manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan gambaran dan penjelasan kepada calon
pembeli rumah mengenai hal-hal yang perlu
15
dipertimbangkan dan diperhatikan dalam memutuskan
membeli rumah.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu
dan dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang
melakukan penelitian serupa.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi pengembang dalam meningkatkan mutu dan
kualitas perumahan terutama di perumahan Casa Grande
Sleman.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah yang diteliti yang dilanjutkan
dengan perumusan masalah. Selain itu juga dijabarkan tujuan dan
kegunaan penelitian yang perlu disampaikan sehingga penelitian
ini selalu terarah dengan benar yang diperlihatkan melalui
sistematika penulisan yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang melandasi
penelitian ini. Dalam landasan teori dijabarkan teori-teori yang
mendukung perumusan hipotesis dan dalam analisis teori hipotesis
selanjutnya.
BAB III METODE PENELITIAN
16
Bab ini menjelaskan mengenai variabel- variabel yang digunakan
dalam penelitian, metode pengumpulan data, dan jenis data yang
digunakan. Selain itu juga dijelaskan mengenai bagaimana cara
menganalisa data tersebut untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum objek
penelitian, gambaran singkat responden, analisis data yang
diperoleh dari hasil pengolahan secara statistik dengan
menggunakan EVIEWS.
BAB V PENUTUP
Merupakan bagian kesimpulan melalui pengujian secara singkat
yang telah diperoleh dari pembahasan yang telah disesuaikan
dengan permasalahan, tujuan dan hipotesis
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Hidayat (1996) melakukan penelitian atas faktor – faktor yang
dijadikan pertimbangan dalam membeli rumah di sekitar Jabodetabek
dengan sujek penelitian kepala keluarga. Penelitian ini menggunakan
variabel lingkungan, variabel sarana dan prasarana, serta variabel kondisi
lalulintas sebagai variabel independen dan variabel keputusan pembellian
sebagai variabel dependennya. Regresi linear berganda adalah alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa urutan yang dijadikan dasar konsumen dalam membeli rumah
adalah: kondisi lingkungan, keamanan lingkungan, sarana belanja, sarana
pelayanan kesehatan, sarana hiburan atau rekreasi, banyak saudara atau
kerabat, dan kondisi lalu lintas.
Utama (1997) melakukan penelitian dengan tujuan untuk melihat
perbedaan urutan preferensi konsumen untuk pembelian rumah kali
pertama, kedua, dan seterusnya. Dengan menggunakan sampel karyawan
UGM, urutan preferensi konsumen dalam membeli rumah terhadap
pilihan karakteristik properti sebagai berikut : kenyamanan lingkungan,
besarnya cicilan per bulan, besar uang muka, kondisi lalu lintas, tempat
ibadah, transportasi umum, dekat dengan tempat kerja, dekat dengan
18
rumah sakit, dekat dengan puskesmas, dekat dengan pasar, baru kemudian
beberapa faktor lain.
Sementara itu dalam penelitian keputusan pembelian rumah pada
BLOK A di Perumahan Plamongan Indah Semarang yang dilakukan oleh
Indriasti (2000) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh lokasi, fasilitas,
kualitas, dan harga terhadap keputusan pembelian rumah di Perumahan
Plamongan Indah.
Penelitian tentang preferensi konsumen dalam membeli rumah di
Perumahan Candi Indah dan Puri Sewon Asri DIY yang dilakukan Heru
(2005) dikemukakan bahwa keunggulan masing- masing kawasan dan
fasilitas yang ditawarkan dijadikan faktor pertimbangan oleh konsumen.
Kenyamanan adalah syarat utama sebuah rumah tinggal dan untuk
seterusnya konsumen juga mempertimbangkan faktor internal, fasilitas,
aksesibilitas dan faktor pendidikan
Penelitian-penelitian terdahulu masih jarang yang melakukan
penelitian berdasarkan faktor-faktor permintaan perumahan secara
keseluruhan, mereka hanya memfokuskan pada beberapa variabel saja.
Selain itu peneliti-peneliti terdahulu masih sangat jarang yang melakukan
penelitian terhadap faktor-faktor permintaan perumahan yang bertipe
cluster, namun hasil penelitian-peneliian terdahulu cukup banyak
membantu pemerintah daerah sekitar penelitian dalam mengkoreksi
pembangunan infrastruktur terutama perumahan.
19
Kesamaan penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian ini
adalah penelitian ini menggunakan keputusan pembelian sebagai variabel
dependennya serta variabel harga, fasilitas, lokasi, lingkungan,
pendapatan, dan harga substitusi sebagai variabel independennya yang
berdasarkan pada teori permintaan perumahan.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Persepsi
Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi
sesuatu dengan menggunakan panca indera (Dreverdalam Sasanti,
2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada
seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir
dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam
diri individu.(tour in Indonesia culturs : 2008)
Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas
yang memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-
rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya,
menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu
mengenali milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya. Proses
persepsi terdiri dari tiga tahap yaitu tahapan pertama terjadi pada
pengideraan diorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu,
tahapan ketiga yaitu stimulasi pada penginderaan
diinterprestasikan dan dievaluasi. (tour in Indonesia culturs :
2008).
20
Mar’at (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu
proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi
secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari
lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi
sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan,
penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan .(tour in
Indonesia culturs : 2008).
Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di
pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan
pengetahuan terhadap objek psikologis. Rahmat (dalam Aryanti,
1995) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh
faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau
faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu,
pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-
lain yang bersifat subyektif .(tour in Indonesia culturs : 2008).
Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain:
lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai
dalam masyarakat. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi terdiri dari faktor personal dan struktural. Faktor-faktor
personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif
dan pengetahuan terhadap obyek psikologis. Faktor-faktor
struktural meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang
21
berlaku, nilai-nilai dalam masyarakat .(tour in Indonesia culturs :
2008).
Pelaku orang lain dan menarik kesimpulan tentang
penyebab perilaku tersebut atribusi dapat terjadi bila:1). Suatu
kejadian yang tidak biasa menarik perhatian seseorang, 2). Suatu
kejadian memiliki konsekuensi yang bersifat personal, 3).
Seseorang ingin mengetahui motif yang melatarbelakangi orang
lain (Shaver, 1981; Lestari, 1999).
Brems & Kassin (dalam Lestari, 1999) mengatakan bahwa
persepsi sosial memiliki beberapa elemen, yaitu:
a. Person, yaitu orang yang menilai orang lain.
b. Situasional, urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan
pengalaman orang untuk meniiai sesuatu.
c. Behavior, yaitu sesuatu yang di lakukan oleh orang lain.
Ada dua pandangan mengenai proses persepsi, yaitu:
1. Persepsi sosial, berlangsung cepat dan otomatis tanpa
banyak pertimbangan orang membuat kesimpulan tentang
orang lain dengan cepat berdasarkan penampilan fisik dan
perhatian sekilas.
2. Persepsi sosial, adalah sebuah proses yang kompleks,
orang mengamati perilaku orang lain dengan teliti hingga
di peroleh analisis secara lengkap terhadap person,
situasional, dan behaviour.
22
2.2.2 Teori Permintaan
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu
barang pada berbagai tingkat harga tertentu selama periode waktu
tertentu. Fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang
dapat dirumuskan sebagai :
Dx = f ( Y, Py, T, u )
Dimana : Dx = Jumlah barang yang diminta
Y = Pendapatan Konsumen
Py = Harga Barang Lain
T = Selera
U = Faktor-faktor Lainnya
Persamaan tersebut berarti jumlah barang X yang diminta
dipengaruhi oleh harga barang X, pendapatan konsumen, harga
barang lain, selera dan faktor-faktor lainnya. Dimana DX adalah
jumlah barang X yang diminta konsumen, Y adalah pendapatan
konsumen, Py adalah harga barang selain X, T adalah selera
konsumen dan U adalah Faktor-faktor lainnya. Dalam
kenyataannya permintaan akan suatu barang tidak hanya
dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri namun juga oleh faktor-
faktor lain. (Sadono Sukirno, 2005).
2.2.3 Kurva Permintaan
Permintaan seseorang hanya dipengaruhi oleh harga
barang itu sendiri, maka setiap perubahan harga barang tersebut
23
akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk menentukan
berapa jumlah yang akan dimintanya. Pada umumnya jika suatu
barang naik maka jumlah barang yang diminta akan turun, begitu
pula sebaliknya.
Kurva permintaan adalah kurva yang menghubungkan
antara tingkat harga suatu barang dengan jumlah yang diminta atas
barang tersebut, ceteris paribus. Hubungan antar harga suatu
komoditi dengan jumlah yang diminta dapat dilihat dalam grafik
permintaan di bawah ini (Suryawati, 2005: 12).
Gambar 2.1 Kurva Permintaan
Sumber : Suryawati (2005 : 13)
Seperti disebutkan di atas, hal ini dapat membedakan
jumlah yang diminta dan permintaan. Perubahan harga akan
mempengaruhi jumlah yang diminta, bukan permintaan.
Sedangkan perubahan permintaan akan menyebabkan kurva
permintaan bergeser ke kanan dan ke kiri (Gambar 2.1). Pegeseran
kurva permintaan berarti jumlah yang diminta akan berubah di
setiap tingkat harga.
24
Kurva permintaan mempunyai slope yang menurun ke
kanan (berslope negatif ) yang berarti jika harga suatu barang naik
(asumsi yang lain tetap- ceteris paribus) maka konsumen akan
cenderung untuk menurunkan permintaanya atas barang tersebut,
begitu pula sebaliknya dan hal ini disebut Hukum Permintaan.
2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Kenaikan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan
bergerak naik ke kanan. Sebaliknya jika permintaan turun makan
kurva permintaan akan bergesr turun ke kiri. Adapun faktor-faktor
pembentuk keadaan ceteris paribus adalah (Suryawati, 2005: 15).:
a. Pendapatan
Bila pendapatan konsumen naik maka permintaan akan
naik dan sebaliknya, Namun untuk kasus barang inferior
peningkatan pendapatan justru akan mengurangi
permintaan suatu barang.
b. Jumlah konsumen di pasar
Peningkatan konsumen akan meningkatkan permintaan
suatu barang di pasar.
c. Selera atau preferensi konsumen
Bila selera konsumen terhadap suatu barang naik, maka
kurva permintaan akan bergeser ke kanan, yang berarti di
setiap tingkat harga konsumen akan menambah
konsumsinya.
25
d. Harga barang lain yang terkait, yaitu :
Jika Barang lain yang merupakan barang substitusi. Jika
harga barang substitusi, misal harga gandum turun, maka
permintaan beras menurun (kurva permintaan bergeser ke
kiri)
Jika barang lain merupakan barang komplementer. Misal,
jika harga gula naik, maka permintaan kopi akan turun
(kurva permintaan bergeser ke kiri).
2.2.5 Faktor Permintaan Lahan
Wolcot (1987) menyatakan bahwa barang dan jasa
dikatakan mempunyai nilai bagi seseorang apabila barang dan jasa
tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut (Rifat : 2004)
1. Kegunaan (utility), artinya memiliki kemampuan untuk
memberikan kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan
manusia. Kegunaan suatu properti tergantung pada
karakteristiknya, seperti lokasi, aksessibilitas, ukuran,
disain dan bentuk lain dari kegunaan yang berpengaruh
pada nilai properti.
2. Tersedia secara terbatas (scarcity), artinya ketersediaan/
penawaran suatu komoditas relatif terhadap
permintaannya. Kelangkaan tanah terkait dengan kegunaan
dan kemampuannya dalam memberikan kepuasan.
26
3. Hasrat atau keinginan (desire), adalah harapan pembeli
terhadap suatu komoditas untuk dapat memuaskan
kebutuhan hidupnya atau keinginan individunya.
4. Daya beli efektif (efective purchasing power), adalah
kemampuan seseorang secara individu atau kelompok
untuk berpartisipasi di pasar untuk memperoleh suatu
komoditas di tukar dengan sejumlah uang tertentu atau
barang lain yang setara nilainya.
Interaksi faktor-faktor tersebut di atas menciptakan nilai
yang tercermin dalam prinsip ekonomi permintaan dan penawaran.
Permintaan suatu komoditas tercipta karena komiditas tersebut
memiliki kegunaan dan keterbatasan di pasar. Permintaan juga
dipengaruhi oleh keinginan untuk memuaskan kebutuhan tetap
dibatasi oleh kemampuan oleh kegunaan dan keterbatasan di
pasar. Suatu komoditas akan tersedia di pasar apabila dapat
memberikan kepuasan kepada pembelinya. Apabila daya beli
masyarakat menurun maka penawaran suatu komoditas akan
meningkat pula.
Wolcot (1987) juga menyebutkan bahwa nilai suatu
properti seperti tanah dipengaruhi bahwa nilai suatu properti
seperti tanah, dipengaruhi oleh faktor- faktor yang mempengaruhi
motivasi suatu kegiatan manusia. Faktor- faktor yang
mempengaruhi nilai tanah adalah :
27
1. Faktor sosial, ditunjukan dengan karakteristik penduduk
yang meliputi jumlah penduduk, jumlah keluarga, tingkat
pendidikan, tingkat kejahatan dan lain- lain. Faktor ini
membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah.
2. Faktor ekonomi, ditunjukkan dalam hubungan permintaan
dan penawaran dengan kemampuan ekonomi suatu
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Variasi
permintaan meliputi jumlah tenaga kerja, tingkat upah,
tingkat pendapatan, daya beli, suku bunga dan biaya
transaksi. Variabel penawaran meliputi jumlah tanah yang
tersedia, biaya perijinan, pajak, dan biaya overhead
lainnya.
3. Faktor pemerintah, kebijakan pemerintah baik di bidang
politik maupun hukum akan mempengaruhi nilai tanah,
misalnya fasilitas keamanan, kesehatan, pendidikan,
jaringan transportasi, peraturan perpajakan dan lain-lain.
4. Faktor lingkungan mempengaruhi nilai tanah meliputi
kondisi internal, yaitu lokasi, ukuran, topografi, jenis
tanah, dimensi. Kondisi eksternal/ meliputi keasaan
lingkungan sekitar lokasi tersebut seperti keberadaan laut
atau pelabuhan, sungai, gunung dan jaringan transportasi
yang mempengaruhi kemudahan atau aksesbilitas ke lokasi
tanah
28
2.2.6 Permintaan Perumahan
Permintaan perumahan memainkan peranan penting dalam
mempengaruhi nilai pasar properti jenis perumahan. Hal ini di
karenakan penawaran tanah untuk pembangunan terbatas dari segi
keluasaan akan tetap dari segi permintaan selalu berubah dan
bertambah.
Awang Firdaus (Valuestate, 1997 : 14) menjelaskan bahwa
permintaan konsumen terhadap perumahan dipengaruhi oleh
faktor – faktor sebagai berikut
1. Lokasi
Keberadaan lokasi perumahan, apakah dipusat di pinggir
kota sangat mempengaruhi minat konsumen dalam
membeli rumah. Semakin strategis letak perumahan
tersebut berarti semakin baik dan memiliki tingkat
permintaan yang semakin tinggi. Faktor-faktor ekonomi
dari keberadaan lokasi perumahan juga menjadi
pertimbangan konsumen dalam memilih rumah yang
dikehendakinya. Jarak menuju tempat kerja, tempat
hiburan, dan fasilitas umum sebagai motif efisiensi waktu
dan biaya transportasi merupakan faktor ekonomi yang
menjadi pertimbangan konsumen di dalam memilih lokasi
rumah yang dimaksud.
2. Pertambahan penduduk
29
Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat
tinggal sebagai tempat berlindung, maka setiap
pertambahan penduduk baik secara alami maupun non
alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan
akan rumah.
3. Pendapatan Konsumen
Kesanggupan seseorang dalam memiliki rumah sangat
dipengaruhi pendapatan yang diperolehnya. Apabila
pendapatan seseorang meningkat dan kondisi
perekonomian tidak terjadi resesi dan inflasi,
kecenderungan untuk memiliki rumah akan meningkat
baik secara kualitas maupun kuantitas.
4. Kemudahan Mendapatkan Pinjaman
Pada pasar properti perumahan, permintaan perumahan
dipengaruhi juga oleh kebijakan pemerintah dan institusi
keuangan seperti perbankan. Karakteristik pasar properti
yaitu membutuhkan dana besar, menyebabkan konsumen
sangat tergantung pada kemudahan pendanaan.
Kemudahan pendanaan ini dapat berupa fasilitas kredit
pinjaman, penurunan tingkat suku bunga pinjaman, dan
jangka waktu pelunasan pinjaman. Apabila kemudahan
tersebut dapat diperoleh konsumen, dipercaya permintaan
30
akan rumah oleh konsumen akan bertambah. Sebaliknya
jika syarat mendapatkan pinjaman sangat ketat, atau suku
bunga pinjaman yang tinggi akan menurunkan permintaan
rumah oleh masyarakat.
5. Fasilitas dan Sarana Umum
Fasilitas disini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial,
diantaranya infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan,
keagamaan, sarana transportasi, dan lain-lain. Keberadaan
fasilitas tersebut membangun serta menarik minta investor
yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan
rumah di kawasan tersebut.
6. Harga Pasar Rumah
Seperti dalam hal teori permintaan dan penawaran,
semakin tinggi harga barang akan mengakibatkan
penurunan permintaan akan barang yang dimaksud.
Apabila harga rumah menengah naik, sementara
kecenderungan memiliki rumah dengan tingkat harga
tersebut akan berkurang dan permintaan akan beralih ke
rumah dengan harga yang lebih rendah.
7. Undang-undang
Peraturan tentang jenis hak penggunaan lahan/tanah yang
membatasi hak atas tanah tersebut turut menjadi faktor
yang mempengaruhi permintaan konsumen akan rumah.
31
Demikian juga dengan peraturan lain seperti peraturan
perpajakan (PBB dan BPHTB) turut menjadi faktor yang
menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli rumah.
2.2.7 Definisi Perumahan
Beberapa pengertian mengenai rumah dan perumahan.
Menurut The Dictionary of Real Estate Appraisal (2002:313)
pengertian properti perumahan adalah tanah kosong atau sebidang
tanah yang dikembangkan, digunakan atau disediakan untuk
tempat kediaman, seperti single family houses, apartemen, rumah
susun.Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman.
a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
32
Menurut American Institute Of Real Estate Appraisal
(2001), residential property dibagi menjadi single family
residential dan multifamily residential.
Menurut Abd. Rahman (1992: 170) properti perumahan
bisa dikategorikan kepada beberapa jenis, yaitu :
1. Rumah tinggal, dapat dibedakan menjadi rumah elit, rumah
menengah, rumah sederhana dan rumah murah.
2. Flat, dapat dibedakan menjadi rumah susun, apartemen,
dan kondominium.
Menurut Harvey (1989), rumah memilikki 2 arti penting,
yaitu :
1. Rumah sebagai kata benda, menunjukkan bahwa tempat
tinggal (rumah dan tanah) sebagai suatu komiditi.
2. Rumah sebagai kata kerja, menunjukkan suatu proses dan
aktivitas manusia yang terjadi dalam pembangunan,
pengembangan maupun sampai proses penghuninya.
Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri
Perumahan Rakyat tahun 1992 Properti perumahan dapat
dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas
tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2
dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga
33
satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan
dinas pemerintan kelas C yang berlaku.
2. Rumah menengah adalah rumah yang dibangun di atas
tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2
dan/atau biaya pembangunan per m2 antara harga satuan
per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas
pemerinah kelas C sampai A yang berlaku.
3. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah
dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000
m2 dan/ atau biaya pembangunan per m2 di atas harga
satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan
dinas kelas A yang berlaku.
Harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah
dinas pemerintah adalah harga satuan per m2 tertinggi yang
tercantum dalam Pedoman Harga Satuan per m2 tetinggi untuk
pembangunan gedung pemerintahan dari rumah dinas yang secara
berkala ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan
Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Menurut Burgess dalam Mulyo Hendarto (2002),
penyebaran permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain :
1. Saingan (Competition)
34
Warga kota yang satu dengan yang lainnya saling bersaing
mendapatkan perumahan sesuai dengan keinginannnya.
Keinginan untuk mendapatkan tempat yang baik
tergantung kepada kemampuan ekonomi masing-masing.
Jadi dengan demikian ada kemungkinan sukar diaturnya
mengadakan kompleks perumahan apabila faktor ekonomi
perorangan ini menjadi faktor penentu.
2. Hak Milik Pribadi (Private Ownership)
Tanah-tanah yang sudah dimiliki dan direncanakan untuk
membangun rumahnya, tidak mudah dimiliki oleh pihak
lain. Terlebih jika letaknya strategis. Pemilikan seperti ini
menulkitkan adanya perencanaan tata kota.
3. Perbedaan Keinginan (Differential Desirability)
Penilaian ini berkaitan dengan masalah pribadi, masalah
prstise, masalah sosial, dan lainnya.
4. Topografi
Secara langsung maupun tidak langsung topografi ini
berpengaruh terhadap kedudukan dari suatu bangunan,
sehingga dapat mempengaruhi harga tanah ataupun
bangunan di tempat- tempat tertentu, daya tarik untuk
mkemiliki atau menolak tempat tersebut.
5. Transportasi
35
Berpengaruh terhadap waktu dan biaya perjalanan dikaitan
dengan ketersesiaan dan kemampuan finansial, maka hal
ini akan juga berpengaruh terhadap lokasi dan juga
persebaran permukiman.
6. Struktur Asal (Intertia of Early)
Kota-kota dengan bangunan historis yang memiliki nilai
budaya yang tinggu akan mempunyai kesulitan dalam
rangka mengatur permukiman masa kini. Biasanya
bangunan tersebut dipertahankan sebagai momentum
bersejarah.
2.2.8 Karakteristik Perumahan
Menurut Mahfud Sidik (2000), karakteristik perumahan
yang bersifat unik terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah
2. Pemanfaatannya dalam jangka panjang.
3. Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama
dalam lokasi, sumber daya alam dan preferensinya.
4. Secara fisik dapat dimodifikasi.
Menurut Robert C Kyle properti perumahan (residential
property) dapat diklasifikasikan menjadi seperti pada Gambar 2.2.
Secara Spasial lokasinya tetap berarti bahwa lokasi
perumahan memiliki atribut yang khusus tidak saja menyangkut
aspek fisik, tetapi juga aspek kenyamanan, strata sosial, akses
36
pada fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan kebutuhan sehari-hari
lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan kebutuhan
sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan
kenyamanan lingkungan sekelilingnya dan tujuan lainnya.
Pemanfaatan rumah tinggal dalam jangka panjang adalah
ciri umum dari bangunan perumahan. Pada umumnya penghuni
rumah melakukan modifikasi bentuk, interior, eksterior, dan
ruangan bangunan perumahan dari bentuk aslinya. Dari sisi pasar
perumahan, di lokasi yang lain. Di lain pihak, modifikasi hunian
yang banyak dilakukan oleh individu-individu di suatu lingkungan
perumahan tertentu akan mempengaruhi kondisi pasar perumahan
di lingkungan tersebut.
Gambar 2.2 Penggolongan Properti Perumahan
Sumber : Mahfud Sidik (2000 : 156)
Free Standing Homes
Town Homes
Midrise Buildings
Garden Developments
Walk Up Buildings
Highrise Buildings
Row Homes
Cluster Homes
Residential Real Estate
Single Family
Multy Family Residence
37
2.2.9 Teori Pemukiman Kota
Permukiman merupakan usaha padat tanah (land
intensive), dimana sekitar lima puluh persen tanah kota merupakan
lahan untuk permukiman. Besarnya pengeluaran masyarakat untuk
permukiman pada umumnya berkisar antara lima belas persen
sampai dengan dua puluh persen dari penghasilannya (Sukanto,
2001: 73). Di negara dengan tingkat penghasilan warganya tinggi,
elastisitas permintaan akan rumah relatif rendah, begitu pula
sebaliknya.
Keinginan memiliki rumah dibatasi oleh tingkat
penghasilan serta biaya pembangunan perumahan. Tingkat
penghasilan rendah serta biaya pembangunan tinggi
mengakibatkan orang tidak dapat membangun rumah yang
memenuhi syarat, meski kebutuhan permukiman merupakan
kebutuhan primer. Kondisi ini akan menyebabkan munculnya
rumah yang tidak memenuhi persyaratan kelayakan sebuah rumah
(Sukanto, 2001: 77). Faktor penting dalam menganalisis
permintaan pasar perumahan (Appraisal Institute, 2001: 273)
antara lain :
1. Jumlah populasi pada area pasar
2. Tingkat pendapatan perkapita
3. Jenis pekerjaan dan tingkat pengangguran
4. Jumlah pemilik dan penyewa
38
5. Pertimbangan keuangan
6. Pola penggunaan tanah
7. Pertumbuhan dan Perkembangan kota
8. Faktor fisik lingkungan properti (seperti topografi, cuaca)
9. Struktur pajak daerah
10. Ketersediaan fasilitas pendukung dan jasa publik.
2.2.10 Teori Mobilitas Tempat Tinggal
Menurut teori mobilitas tempat tinggal yang dikemukakan
Turner (Yunus, 2000: 29), terdapat perilaku yang berbeda pada
masyarakat dalam menentukan pilihan tempat tinggal.
Berdasarkan perilaku menentukan tempat tinggal tersebut terdapat
tiga golongan strata sosial masyarakat, yaitu :
1. Bridgeheaders, golongan masyarakat ekonomi rendah
yang cenderung memilih tempat tinggal dekat dengan
tempat kerja untuk menekan biaya.
2. Consolidator, golongan dengan kemampuan ekonomi yang
mulai mapan dan mencari lingkungan yang lebih nyaman.
3. Status atau Seekers, golongan dengan kemampuan
ekonomi yang sangat kuat dan berusaha mendapatkan
pengakuan terkait dengan status sosialnya.
Pada golongan masyarakat dengan keterbatasan ekonomi
umumnya memilih untuk bertempat tinggal dekat dengan tempat
kerjanya dengan maksud menghemat biaya transportasi.
39
Masyarakat golongan ini bisanya adalah warga baru di kota
tersebut yang masih belum memungkinkan untuk memiliki rumah
sendiri. Pada golongan masyarakat yang telah mengalami
peningkatan kesejahteraan mulai memikirkan untuk memiliki
rumah sendiri di tempat lain dengan kondisi yang lebih baik,
prioritas untuk dekat dengan tempat kerja. Pada golongan ini
pilihan tempat tinggal diarahkan ke pinggiran yang menurut
mereka menjanjikan kenyamanan dalam bertempat tinggal.
Pada masyarakat yang tingkat kesejahteraannya semakin
meningkat, maka kemampuan ekonomi akan merubah perilaku
masyarakat untuk mencapai suatu kondisi yang mengakibatkan
statusnya diakui dalam strata sosial. Identitas pribadi menjadi
prioritas yang sangat tinggi dalam kehidupannya, serta timbul
keinginan untuk memiliki rumah modern.
2.2.11 Teori Lokasi Perumahan
Pemilihan dan penentuan lokasi untuk properti perumahan
bagi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan pertimbangan
masing-masing individunya.
Beberapa ahli membuat kesimpulan mengenai pemilihan
lokasi properti perumahan sebagai berikut (Harry W. Richadson,
1978: 280-281):
40
1. Filter Down Theory
Teori ini muncul pada tahun 1920 oleh EW Burgess untuk
menerangkan pola pemukiman di Chicago. Menurut EW.
Burgerss, perkembangan CBD yang pesat membuat pusat
kota menjadi tidak menarik (tanah mahal, macet, polusi).
2. Hipotesis Tiebout (1956)
Tiebout mengemukakakan bahwa seseorang memilih
lokasi perumahan kota atau kabupaten yang pajaknya
rendah atau pelayanan publiknya bagus.
3. Trade off Model oleh Alonso (1964) dan Solow
(1972,1973)
Secara sederhana diartikan sebagai adanya trade off
aksesibilitas terhadap ruang yang dipilih rumah tangga
sebagai lokasi untuk properti perumahan. Model ini juga
mengasumsikan bahwa kota melingkar dengan sebuah
pusat tenaga kerja dan transportasi yang tersedia dimana-
mana, semua lokasi dipertimbangkan secara homogen
kecuali jarak ke pusat kota. Rumah tangga akan bersedia
membayar lebih untuk properti dengan lokasi yang lebih
dekat dengan CBD karena biaya commuting lebih rendah.
4. Ellis ( 1967 )
Ellis menekankan pentingnya preferensi lingkungan dan
karakteristik sekitar dalam memilih lokasi perumahan.
41
5. Senior dan Wilson (1974)
Senior dan Wilson menyatakan bahwa untuk beberapa
rumah tangga, kemudahan pencapaian ke tempat kerja
tidak berarti sama sekali.
6. Little (1974) dan Kirwan & Ball (1974)
Mereka meneliti mengenai implikasi dari keinginan
sebagian besar keluarga- keluarga untuk hidup dengan
tetangga yang homogen.
7. Social Aglomeration Theory (1985)
Dikemukakan bahwa orang memilih rumah dengan
pertimbangan utama bahwa dia akan nyaman bersama
dengan kelompok sosial tertentu dimana kelompok ini bisa
terbentuk berdasarkan ras, pendapatan, usia, dan lain
sebagainya, yang kemudian timbul segregasi.
Pilihan lokasi untuk rumah tinggal menggambarkan suatu
usaha individu untuk menyeimbangkan dua pilihan yang
bertentangan, yaitu kemudhan ke pusat kota dan luas tanah yang
bisa diperoleh. Menurut Synder dan Anthony (1991: 153) ada
beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi
perumahan:
1. Perwilayahan (zoning). Peraturan antara lain terkait dengan
tipe dan ukuran bangunan, persyaratan ketinggian
bangunan, garis sepadan bangunan.
42
2. Utilitas (utilities) Meliputi ketersediaan dan kondisi
saluran pembuangan air hujan, sanitasi, pemasangan gas,
listrik, dan telepon.
3. Faktor-faktor teknis (technical factor). Kondisi tanah,
topografi, dan drainase, desain dan biaya.
4. Lokasi (location). Ketersediaan di pasar untuk penggunaan
yang diusulkan, aksesibilitas, kondisi pesekitaran, dan
kondisi lalu lintas.
5. Estetika (eisthetics). Meliputi pemandangan dan bentang
alam yang ada.
6. Komunitas (community). Terutama terkait lingkungan
termasuk didalamnya kesehatan dan jasa-jasa yang
diselenggarakan pemerintah.
7. Pelayanan kota (city service). Penyediaan pendidikan,
layanan kesehatan, dan jasa-jasa yang diselenggarakan
pemerintah.
8. Biaya (cost). Biaya dan keterjangkauan penyewa.
2.2.12 Konsep Kebutuhan, Keinginan dan Permintaan
Kebutuhan manusia adalah keadaan merasa tidak memiliki
kepuasan dasar. Kebutuhan ini tidak diciptakan oleh masyarakat,
namun sudah ada terukir dalam hayati serta kondisi manusia.
Sedangkan keinginan adalah hasrat akan pemuas tertentu dari
43
kebutuhan tersebut. Bila seseorang berhasil dalam memuaskan
suatu kebutuhan yang penting. Kebutuhan itu tidak lagi menjadi
motivator, dia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang
lebih rendah tingkat kepentingannya.
Permintaan adalah keinginan akan sesuatu produk yang
didukung dengan kemampuan serta ketersediaan membelinya.
Jadi, keinginan menjadi permintaan bila didukung oleh daya beli,
Tingkatan kebutuhan manusaia dapat dijabarkan dalam Gambar
2.3
Gambar 2.3 Hirarki Kebutuan Maslow
Sumber : Kloter dan Susanto (1999 : 240)
2.2.13 Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individu,
serta proses psikologis dapat membentuk dan mempengaruhi
keputusan konsumen mencakup semua jenis perilaku pemenuhan
44
kebutuhan dan jajaran luas dari faktor yang memotivasi dan
mempengaruhinya. Secara sistematik model dasar dari proses
keputusan konsumen beserta faktor yang mempengaruhi dan
membentuk perilaku tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar 2.4
Secara umum keputusan konsumen mengambil bentuk dan
mempunyai langkah- langkah sebagai berikut :
1. Pengenalan kebutuhan, yaitu konsumen mempresepsikan
perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan kondisi
aktual untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses
keputusan. Kebutuhan ini akan menjadi motivasi dalam
membuat keputusan.
Gambar 2.4 Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Sumber : Engel. et. Al (1994)
2. Pencarian informasi, yaitu konsumen mencari informasi
yang disimpan dalam ingatan atau mendapatkan informasi
yang relevan dari lingkungan.
Pengaruh Lingkungan
Proses Ideologi
s
Proses KeputusanPengenalan Kebutuhan
Pencarian InformasiEvaluasi AlternatifPembelian Hasil
Pengaruh Individu
45
3. Evaluasi alternatif, yaitu konsumen mengevaluasi pilihan
terkait dengan manfaat yang diharapkan dan
menyempitkan pilihan. Konsumen menggunakan informasi
yang tersimpan dalam ingatan ditambah informasi yang
didapat dari luar untuk membangun kriteria tertentu. Ini
membantu konsumen untuk mengevaluasi dan
membandingkan alternatif tersebut.
4. Pembelian, yaitu konsumen memperoleh alternatif yang
dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu.
Konsumen dapat memutuskan apakah produk yang akan
dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali.
5. Hasil, yaitu perilaku konsumen setelah pembelian dimana
konsumen mengevaluasi alternatif setelah pembelian.
Bukan tidak lazim pembeli akan mengalami periode yang
seketika dan sementara berupa penyesalan atau keraguan
setelah keputusan pembelian. Hal ini dapat menimbulkan
dampak apakah pembeli terpuaskan atau tidak.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan teori dan permasalahan yang ada, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga persepsi faktor harga berhubungan signifikan terhadap
persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe
Cluster.
46
2. Diduga persepsi faktor fasilitas berhubungan signifikan terhadap
persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe
Cluster.
3. Diduga persepsi faktor lokasi berhubungan signifikan terhadap
persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe
Cluster.
4. Diduga persepsi faktor lingkungan berhubungan signifikan
terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan
tipe Cluster.
5. Diduga persepsi faktor pendapatan berhubungan signifikan
terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan
tipe Cluster.
6. Diduga persepsi faktor harga substitusi berhubungan signifikan
terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan
tipe Cluster.
7. Diduga secara bersama-sama persepsi faktor harga, fasilitas,
lokasi, pendapatan , lingkungan, dan harga barang substitusi
berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian
rumah pada perumahan tipe Cluster.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder dengan rincian sebagai berikut :
1. Data Primer
Data Primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi profil
responden, tanggapan responden terhadap pertanyaan yang
diajukan terkait dengan indikator masing – masing variabel
penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diolah oleh orang atau
lembaga lain dan telah dipublikasikan. Data- data dimaksud
diperoleh dari BPS, pengembang perumahan, majalah-majalah,
publikasi di internet, laporan perusahaan dan brosur-brosur.
Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan antara lain
meliputi data penghuni, jumlah penduduk, topografi, jumlah unit rumah,
tipe-tipe perumahan, banyaknya perumahan, dan data lainnya yang
diperlukan.
48
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya
berupa orang, objek, transaksi atau kejadian di mana kita tertarik untuk
mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Sedangkan elemen sendiri
merupakan unit dimana data yang diperlukan akan dikumpulkan atau
dapat dianalogikan sebagai unit analisis (Mudrajad, 2003: 103).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua konsumen yang
membeli dan tinggal diperumahan Casa Grande. Berdasarkan data yang
diperoleh dari pihak pengembang, perumahan Casa Grande menawarkan
delapan tipe rumah (Tabel 3.1).
Tabel 3.1Daftar Jumlah Rumah di Perumahan Casa Grande
Tipe Rumah Rumah Yang
Sudah Dihuni
Rumah Yang
Belum Dihuni
Jumlah
KeseluruhanT.90/159 10 4 14T.116/125 7 3 10T.120/192 6 4 10T.150/159 8 1 9T.180/200 6 2 8T.195/240 8 1 9T.228/300 6 2 8T.268/360 6 2 8
Jumlah 58 18 76Sumber : Damai Poetra Group
Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi
(Mudrajad, 2003 : 103). Sampel adalah bagian dari populasi yang
memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap mewakili populasi.
Dalam penelitian ini, dengan mempertimbangkan jumlah populasi,
49
penelitian dilakukan terhadap seluruh populasi. Jumlah populasi dalam
penelitian ini adalah 58KK (berdasarkan jumlah rumah yang dihuni),
namun peniliti hanya bisa mendapatkan 30 reponden karena pada saat
melakukan survey ada sebagian penghuni rumah yang tidak berada di
tempat maupun menolak kuisioner penelitian.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2004 : 129) untuk memperoleh data primer,
teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara),
kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya.
Sedangkan untuk memperoleh data sekunder dapat dilakukan dengan
penelitian arsip (achival research) dan studi kepustakaan. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara (Interview)
Wawancara untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan
secara tatap muka, terutama dengan penghuni perumahan untuk
mengetahui secara lebih mendalam mengenai kondisi kehidupan
sosial kemasyarakatan di lokasi perumahan dan berbagai
permasalahan yang terjadi di sana.
2. Kuesioner
Data juga diperoleh dengan cara mendatangi seluruh responden
dan memberikan angket atau kuesioner untuk diisi responden,
50
kemudian responden mengisi jawaban pertanyaan dalam angket,
serta mengumpulkan kembali angket yang telah diisi.
3. Dokumentasi
Data-data sekunder, seperti data-data perumahan, tipe rumah, dan
data- data sekunder lainnya diperoleh dari penelitian terhadap
dokumen atau arsip yang diperlukan.
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang
menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Pengamat akan dapat
memprediksi ataupun menerangkan variabel dalam variabel terikat beserta
perubahannya yang terjadi kemudian. Variabel terikat beserta
perubahannya yang terjadi kemudian. Variabel terikat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah keputusan pembelian, yang dimaksud dalam
keputusan pembelian disini adalah keputusan seorang konsumen untuk
membeli atau tidaknya perumahan tipe cluster di Perumahan Cassa
Grande. Sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah variabel
dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel terikat dan mempunyai
hubungan bagi variabel terikat nantinya (Mudrajad, 2003 : 42). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah persepsi harga, fasilitas, lokasi, dan
lingkungan.
Definisi operasional merupakan definisi yang didasarkan pada
sifat-sifat hal yang di definisikan yang dapat diamati dan diukur. Definisi
51
operasional dari variabel yang akan diteliti dalam pemerintahan ini akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Variabel Persepsi Faktor Harga
Penekanan terhadap harga sangat terkait dengan fungsi atau
kegunaan yang dirasakan konsumen. Harga yang mahal bukan
berarti dijauhi konsumen, tetapi dikatakan mahal jika konsumen
tidak dapat memaksimalkan fungsi atau kegunaan produk tersebut.
Mahal tidak lagi diukur dari nilai mata uang yang dikeluarkan
konsumen, dengan kata lain sifat harga sangat paradoksial atau
tidak tetap. Harga adalah suatu yang dipersepsikan oleh
konsumen, semakin baik persepsi konsumen terhadap harga
produk menunjukkan adanya maksimalisasi fungsi atau kegunaan
produk tersebut (Hermawan, 2002). Persepsi harga dapat
dipandang dari kesesuaian antara pengorbanan yang dilakukan
konsumen dengan nilai yang akan diterimanya setelah melakukan
pembelian. Dari hal itulah konsumen akan mempersepsikan harga
produk tersebut (Hermawan, 2002). Indikator yang digunakan
untuk menjelaskan variabel persepsi harga adalah :
a. Kesesuaian/ keterjangkauan harga oleh segmentasi
yang dituju
b. Kesesuaian harga dengan manfaat yang diterima.
c. Kesesuaian harga dengan kualitas rumah yang diinginkan.
52
2. Variabel Persepsi Faktor Fasilitas
Variabel persepsi faktor fasilitas dalam penelitian ini adalah
penyediaan perlengkapan fisik perumahan yang mampu
memberikan kemudahan kepada penghuni perumahan dalam
melakukan berbagai aktivitas sehingga kebutuhannya dapat
terpenuhi. Termasuk dalam pengertian fasilitas dalam penelitian
ini antara lain berupa jalan, saluran air, jaringan listrik, jaringan
telepon, pembuangan sampah, fasilitas peribadatan, fasilitas
rekreasi dan kebudayaan, fasilitas olahraga dan lapangan terbuka.
Indikator variabel fasilitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
a. Kelengkapan fasilitas yang disediakan pengembang
b. Kesesuaian fasilitas dengan kebutuhan penghuni
c. Kemampuan fasilitas dalam melayani seluruh penghuni
3. Variabel Persepsi Faktor Lokasi
Lokasi merupakan daerah atau tempat dimana sesuatu berada.
Dalam penelitian ini, variabel lokasi mengacu pada letak
perumahan dan dengan membandingkannya properti lainnya.
Lokasi juga terkait dengan aksesibilitas, termasuk di dalamnya
keterjangkauan dan kemudahan untuk menjangkau lokasi
perumahan. Indikator untuk variabel lokasi dalam penelitian ini
adalah :
53
a. Kemudahan dalam menuju lokasi perumahan
b. Kelancaran lalulintas menuju lokasi perumahan
c. Kedekatan dengan pusat kota
d. Kedekatan dengan tempat kerja/ aktivitas
4. Faktor Persepsi Faktor Lingkungan
Lingkungan memiliki dua aspek dimensi yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan sosial. Yang termasuk dalam lingkungan sosial
adalah semua interaksi sosial antara dan di antara masyarakat (J
Paul Peter & Jerry C Olson, 1996:5). Konsumen dapat berinteraksi
dengan orang lain baik secara langsung maupun secara
mengamati. Sedangkan yang termasuk lingkungan fisik (physical
environment) adalah semua aspek non manusia dalam lingkungan
dimana perilaku konsumen terjadi (J. Paul Peter & Jerry C Olson,
1996:8). Setiap aspek lingkungan fisik dapat dibagi menjadi
elemen ruang (spatial) dan non ruang (non spatial). Indikator yang
digunakan untuk menjelaskan variabel lingkungan dalam
penelitian ini adalah :
a. Kondisi udara di lingkungan perumahan
b. Ketersediaan air bersih
c. Keamanan lingkungan perumahan
d. Kemampuan menjaga privasi penghuni
5. Variabel Persepsi Faktor Pendapatan
54
Besar kecilnya pendapatan seseorang berpengaruh kepada
kemampuan daya beli seseorang, termasuk dalam membeli rumah.
Indikator yang digunakan untuk menjelaskan variabel pendapatan
dalam penelitian ini adalah :
a. Kesesuaian dengan pendapatan
b. Daya beli
c. Sumber pendapatan lain
6. Variabel Persepsi Faktor Harga Subsitusi
Perilaku konsumen dalam membeli rumah pasti membandingkan
dengan perumahan lain. Bagaimana fasilitas, lingkungan, lokasi,
dan yang paling penting harganya. Apalagi sekarang pengembang
menawarkan berbagai macam tipe perumahan, dengan berbagai
macam fasilitas, dan hadiah. Indikator yang digunakan untuk
menjelaskan variabel harga subsitusi dalam penelitian ini adalah :
a. Pemilihan berdasarkan perbandingan harga
b. Pemilihan berdasarkan perbandingan fasilitas
c. Pemilihan berdasarkan perbandingan lokasi
d. Pemilihan berdasarkan perbandingan lingkungan
7. Variabel Persepsi Keputusan pembelian
Preferensi konsumen dalam memilih dan membeli rumah
merupakan suatu gambaran mengenai alasan-alasan konsumen
memilih rumah yang lebih disukai atau diinginkannya.
55
Proses pengambilan keputusan konsumen untuk memilih rumah
dapat bersifat rasional sesuai manfaat obyektif yang diperoleh dari
kepemilikan rumah, namun dapat juga bersifat tidak rasional,
yakni memandang kepemilikan rumah secara simbolis dan
berkenaan dengan respon emosi.
Keputusan pembelian rumah merupakan suatu keputusan
konsumen yang diambil setelah dia memperhatiakn semua aspek
untuk kemudian melakukan pemilihan terhadap alternatif
keputusan yang tersedia. Menurut teori perilaku konsumen yang
diungkapkan Horward dan Shay sebagaimana dikutip Antonius
(2005 : 29), ukuran yang menentukan konsumen dalam membeli
suatu produk antara lain adalah : keyakinan, ketertarikan, dan
kepercayaan. Apabila skor variabel keputusan pembelian yang
diperoleh dengan perhitungan skala likert semakin tinggi, maka
hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat keyakinan
dan kepercayaan responden dalam melakukan pembelian rumah.
Indikator variabel keputusan pemilihan rumah dalam penelitian ini
adalah :
a. Kemantapan ketika melakukan pembelian
b. Merupakan keputusan yang tepat
c. Penawaran yang mendorong pembelian
56
Penelitian ini menggunakan skala likert untuk mengukur jawaban
responden. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial
(Sugiyono, 2004 : 86).
Variabel yang akan diukur dengan menggunakan skala Likert
dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut
dijadikan titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan- pertanyaan. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka
jawaban-jawaban tersebut dapat dberi skor dan selanjutnya dijumlahkan
untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku.
Adapun skor yang diberikan terhadap jawaban atas pertanyaan
adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2004: 87) :
Skor 5 : untuk jawaban sangat setuju
Skor 4 : untuk jawaban setuju
Skor 3 : untuk jawaban ragu – ragu
Skor 2 : untuk jawaban tidak setuju
Skor 1 : untuk jawaban sangat tidak setuju
3.5 Metode Analisis
Metode Analisis data dilakukan adalah analisis data kualitatif dan
analisis data kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan bentuk analisis data
yang dinyatakan dalam bentuk uraian. Analisis ini bertujuan untuk
memahami tanggapan dan pengentahuan responden terhadap pertanyaan
yang diajukan, sedangkan analisis data kuantitatif dimaksudkan untuk
57
memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif suatu kejadian
terhadap kejadian lainnya dengan menggunakan statistik. Dalam
penelitian ini analisis kuantitatif yang dilakukan analisis regresi linear
berganda.
3.6 Pengujian Kualitas Data
3.6.1 Uji Realiabilitas
Uji reliabilitas mengukur tingkat kestabilan suatu alat
pengukur dalam mengukur suatu gejala atau kejadian. Semakin
tinggi reabilitas suatu alat pengukur, semakin stabil pula alat
pengukur tersebut untuk mengukur suatu gejala dan sebaliknya
jika reabilitas rendah maka alat tersebut tidak stabil dalam
mengukur suatu gejala. Suatu alat ukur dikatakan memiliki
reabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya apabila alat ukur
tersebut stabil sehingga dapat diandalkan (dependability) dan
dapat digunakan untuk meramalkan (predictability).
Uji reabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Imam
Ghozali (2006 : 45):
a. Pengukuran ulang.
Caranya, kepada responden diberikan pertanyaan yang
sama namun pada waktu yang berbeda. Setelah itu,
akan dilihat apakah jawaban yang diberikan responden
dapat konsisten atau tidak.
58
b. Pengukuran sekali.
Pada cara ini pengukuran yag dilakukan hanya sekali
kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan-
pertanyaan lain atau dilakukan dengan mengukur
korelasi antar jawaban variabel. Uji ini dapat dilakukan
dengan uji statistik Cornbach alpa. Suatu variabel
dikatakan realibel jika nilai Cronbach Alpa lebih besar
dari 0,60.
3.6.2 Uji Validitas
Uji validitas mengukur apakah data yang diperoleh dari
pengumpulan data melalui metode kuisioner dapat dipercaya atau
tidak serta apakah dapat mewakili apa yang hendak diteliti. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu
mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut.
Menurut Imam Ghozali (2006 : 45) beberapa cara untuk mengukur
validitas antara lain :
1. Melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan
total skor variabel
Hipotesis yang diajukan adalah :
Ho : skor butir pertanyaan berkorelasi positif
dengan total skor konstruk.
Ha : skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif
dengan total skor konstruk.
59
Uji signifikasi dilakukan dengan membandingkan nilai
r hitung dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar
dibandingkan r tabel dan nilai positif maka butir
pertanyaan atau indikator tersebut valid.
Selain dengan cara diatas, untuk menguji signifikansi
dapat juga dengan membandingkan t hitung dengan t
tabel. Jika t hitung lebih besar daripada t tabel, maka r
memang memiliki korelasi positif.
2. Melakukan korelasi bivariate antara masing-masing
skor indikator dengan total skor konstruk. Jika korelasi
antara masing- masing indikator terhadap total skor
konstrukk menunjukkan hasil signifikan, maka dapat
disimpukan bahwa masing- masing indikator adalah
valid.
3.7 Alat Analisis
Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi berganda (multiple regression analysis) dengan model
linear. Analisis regresi berganda adalah analisis hubungan antara dua atau
lebih variabel bebas (X) terhadap satu variabel terikat (Y) dengan asumsi
Y merupakan fungsi dari X.
Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk masing-
masing variabel bebas. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi
nilai variabel terikat dengan suatu persamaan. Koefisien regresi dihitung
60
dengan dua tujuan sekaligus. Pertama meminimumkan penyimpangan
antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel terikat berdasarkan data
yang ada. (Tabachnick dalam Ghozali 2006 : 81). Dalam analisis regresi,
selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga
melanjutkan arah hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas.
(Imam Ghozali, 2006 : 82)
Secara matematis, hubungan variabel tersebut dapat dinyatakan dalam
bentuk sebagai berikut :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 +b3X3 +b4X4 + b5X5 +b6X6 + e
Dimana :
Y = Persepsi Keputusan pembelian rumah
B0 = konstansta
X1 = Variabel persepsi faktor harga
X2 = Variabel persepsi faktor fasilitas
X3 = Variabel persepsi faktor lokasi
X4 = Variabel persepsi faktor lingkungan
X5 = Variabel persepsi faktor pendapatan
X6 = Variabel persepsi faktor harga substitusi
B1 = koefisien parameter variabel bebas, i =1,2,3,4,5
E = Disturbance Error
3.8 Uji Statistik
3.8.1 Uji Hipotesis
61
Pengujian hipotesis statistik, yang meliputi pengujian
hipotesis secara serempak (uji F-Test statistik), pengujian
hipotesis secara individu (uji T-Test statistik ) serta pengujian
ketetapan perkiraan (R2).
1. Pengujian Parsial (uji T-Test statistik)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji T-Test
statistik. Tujuan penggunaan uji T-Test statistik adalah
untuk menguji parameter secara parsial atau sendiri-
sendiri dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Ho: βi = 0, artinya variabel independen secara individu
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen
Ho:βi > 0, artinya variabel independen secara individu
berpengaruh positif signifikan terhadap variabel
dependen.
Pengambilan keputusan :
a. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima.
Berarti variabel independen tersebut secara
individu tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
b. Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak.
Berarti variabel independen tersebut secara
62
individu berpengaruh secara signifikan dan positif
terhadap variabel dependen.
T hitung dapat dicari dengan rumus :
Gambar 3.1 Kurva Distribusi t
Sumber : Agus Widarjono (2007)
2. Pengujian Secara Serempak ( Uji F- Test Statistik )
Uji F-test satatistik dilakukan untuk mengetahui
proporsi variabel dependen yang dijelaskan oleh
variabel independen secara serempak atau gabungan,
dilakukan pengujian hipotesis secara serentak dengan
menggunakan uji F.
βi
t = ―—
Seβi
Daerah penerimaan Ho Daerah penolakan Ho
63
Ho: β1 = β2 = β3, artinya variabel independen secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Ho:β1 ≠ β2 ≠ β3, artinya variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Pengambilan keputusan :
a. Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima.
Berarti variabel independen tersebut secara
bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
b. Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak.
Berarti variabel independent tersebut secara
bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
F- hitung diperoleh dengan rumus :
R2 /( k-1 ) F = ——————
(1-R2) / (n-k)
64
Gambar 3.2 Kurva Distribusi F
Sumber : Agus Widarjono (2007)
3. Pengujian Ketetapan Perkiraan (uji R2)
R2 adalah suatu besaran yang lazim dipakai untuk
mengukur kebaikan kesesuaian (goodness of fit), yaitu
bagaimana garis regresi mampu menjelaskan
fenomena yang terjadi. R2 mengukur proporsi (bagian)
atau persentase total variasi data (variabel
independent) yang dijelaskan oleh model regresi.
Semakin tinggi nilai R2, maka garis regresi sampel
semakin baik. Tingkat ketetapan regresi ditunjukkan
oleh besarnya koefisien determinasi R2, yang terletak
pada 0 < R2 < 1 (Gujarat Damodar, 1987 hal 67). Nilai
R2 diperoleh dari :
Jumlah kuadrat refresi ESSR2 = —————————— = ———
Total jumlah kuadrat TSS
TSS – RSS RSS
Ho diterima
Ho ditolakHo ditolak
65
= —————— = 1 - ——— TSS TSS
∑e 2
= 1 - ——— ∑y 2
3.9 Uji Asumsi Klasik
3.9.1 Uji Multikolinearitas
Tujuan uji multikolinearitas untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan yang sempurna atau tidak sempurna diantara
beberapa atau semua variabel yang menjelaskan. Multikolinearitas
dapat diketahui dengan melihat korelasi antar variabel independen.
Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi masalah
multikolinearitas pada suatu model regresi adalah dengan cara
melakukan regresi dependen variabel bebas yang terkandung
dalam suatu model regresi yang sedang di uji.
Apabila variabel bebas yang baru dimasukkan ke dalam
percobaan tidak dapat mengakibatkan perbaikan R2 tanpa
menyebabkan koefisien-koefisien regresi menjadi diterima
disebabkan tanda yang salah, maka variabel bebas ini dianggap
sebagai variabel bebas yang berguna. Setelah itu dihitung nilai F,
dengan rumus :
R2 /( k-1 )F = —————— (1-R2) / (n-k)
66
Jika F hitung > F tabel, berarti variabel independen
berkorelasi dengan variabel independen lainnya, sehingga terdapat
multikolinearitas.
Jika F hitung < F tabel, berarti variabel independen tidak
berkorelasi dengan variabel independen lainnya sehingga tidak ada
multikolinearitas.
3.9.2 Uji Heteroskesdastisitas
Yaitu bahwa salah satu asumsi penting yang kita bangun
dalam model OLS adalah bahwa varian dari residual adalah
konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual
adalah tidak konstan atau disebut heterodastisitas. Metode yang
dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya heterodastisitas
adalah salah satunya dengan metode White. Yaitu suatu metode
yang tidak memerlukan asumsi tentang adanya normalitas pada
residual.Apabila untuk model yang mempunyai lebih dari satu
variabel independen dapat dirumuskan :
ei2 = α 0 + α 1X1i + α 2X2i + α 3X3i +α 4X4i + vi
3.9.3 Uji Autokorelasi
67
Autokorelasi merupakan korelasi antara residual satu observasi
dengan observasi lain yang disusun menurut urutan waktu (time
series ) maupun menurut urutan ruang atau tempat (cross section ).
Untuk menguji apakah hasil estimasi suatu model regresi
tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term-nya,
maka digunakan D-W Statistik :
−−∑
=
n
tetet
2( 1)2
DW = ———————
∑>
n
tet
1
2
a. Jika d < dl atau du > (4 - dl) maka Ho ditolak, dengan
pilihan pada alternatif yang berarti terdapat
autokorelasi.
b. Jika d terletak antara du dan (4 – du) maka Ho diterima
yang berarti tidak ada autokorelasi.
c. Jika d terletak antara dl dan du atau diantara ( 4 – du )
dan ( 4 – dl ), maka uji DW tidak menghasilkan
kesimpulan yang pasti. Untuk nilai-nilai ini tidak dapat
( pada suatu tingkat signifikan tertentu ) disimpulkan
ada tidaknya autokorelasi diantara faktor-faktor
gangguan.
68
Gambar 3.3 Statistik Durbin Watson
Sumber : Agus Widarjono (2007)
Ada autokorelasi positif
Daerah ragu-ragu
Daerah ragu-ragu
Tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif
Ada autokorelasi negatif
0 dl du 4-dl 4-du 4
69
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Responden
Gambaran umum responden yang menjadi subyek dalam
penelitian ini, yaitu konsumen yang membeli dan tinggal di
perumahan Casa Grande Sleman. Responden yang diambil
sebagai sampel adalah sebanyak 30 orang. Responden akan
dibagi menjadi 4 kategori, yaitu : Responden menurut jenis
kelamin, usia, status martial, pendidikan terakhir, pekerjaan,
penghasilan perbulan, type rumah dan status rumah.
4.1.2 Responden Menurut Jenis Kelamin
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang jenis
kelamin dari masing-masing responden (Tabel 4.1).
Berdasarkan hasil penelitian pada konsumen yang membeli
dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman, responden
menurut jenis kelamin, menunjukkan bahwa lebih banyak
responden dengan jenis kelamin pria dari pada responden wanita,
70
responden pria sebanyak 17 orang atau 56,7% dan responden
wanita sebanyak 13 orang atau 43,3%.
Tabel 4.1Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Presentase(%)Pria 17 56,7 %
Wanita 13 43,3 %Sumber : Data diolah (2011)
4.1.3 Responden Menurut Usia
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang usia dari
masing-masing responden (Tabel 4.2).
Sebagian besar responden berusia 30 – 40 tahun dengan
jumlah 12 orang atau 40%. Responden terbesar selanjutnya yaitu
usia 40 – 50 tahun dengan jumlah 9 orang atau 30%.
Responden berusia kurang dari 30 tahun berjumlah 7 orang atau
23,3% dan yang berusia lebih besar dari 50 tahun berjumlah 2
orang atau 6,7%. Sebagian besar responden berusia antara 30 –
40 tahun dikarenakan usia tersebut adalah usia para pasangan
muda yang mulai menempati tempat tinggal mereka sendiri. Usia
ini memiliki penghasilan yang cukup untuk membeli dimana
mereka berada pada usia yang produktif.
Tabel 4.2
71
Responden Menurut Usia
Usia Responden Jumlah Responden<30 th 7 23,3 %
30-40 th 12 40 %40-50 th 9 30 %>50 th 2 6,7 %
Sumber : Data diolah (2011)
4.1.4 Responden Menurut Status Martial
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang status
martial dari masing-masing responden (Tabel 4.3).
Sebagian besar responden memiliki status martial menikah
yaitu sebanyak 26 orang atau 86,7% dan yang tidak atau belum
menikah sebanyak 4 orang atau 13,3%. Dengan demikian dapat
disimpulkan sebagian besar responden adalah yang telah menikah
karena mereka ingin tinggal di rumah sendiri untuk
berumahtangga.
Tabel 4.3Responden Menurut Status Martial
Sumber : Data diolah (2011)
Status Martial Jumlah PresentaseMenikah 26 86,7 %
Tidak/ belum 4 13,3 %
72
4.1.5 Responden Menurut Pendidikan Terakhir
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang
pendidikan terakhir dari masing-masing responden (Tabel 4.4).
Tabel 4.4Responden Menurut Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah PresentaseSMP 0 0 %SMA 3 10 %
Diploma 10 33,3 %S1/S3/S3 17 66,7 %
Sumber : Data diolah (2011)
Responden menurut pendidikan terakhir dari tingkat SMP
tidak ada, SMA sebanyak 3 orang atau 10%, Diploma sebanyak
10 orang atau 33,3% dan pendidikan S1/S2/S3 sebanyak 17
orang atau 66,7%. Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas
responden berpendidikan terakhir S1/S2/S3 karena mereka adalah
orang-orang yang memiliki pendidikan cukup tinggi sehingga
memiliki kemampuan untuk bekerja dan memiliki penghasilan
yang layak untuk membeli rumah di perumahan Casa Grande
Sleman.
73
4.1.6 Responden Menurut Pekerjaan
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang pekerjaan
dari masing-masing responden (Tabel 4.5).
Responden menurut pekerjaan di PNS sebanyak 6 orang
atau 20%, TNI/Polri sebanyak 3 orang atau 10%, wiraswasta
sebanyak 6 orang atau 20%, pegawai swasta sebanyak 10 orang
atau 33,4%, ibu rumah tangga sebanyak 3 orang atau 10%,
professional sebanyak 1 orang atau 3,3%, dan BUMN sebanyak 1
orang atau 3,3%. Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas
responden adalah pegawai swasta yang memiliki penghasilan
cukup tinggi untuk melakukan pembelian rumah pada perumahan
Casa Grande Sleman.
Tabel 4.5Responden Menurut Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah PresentasePNS 6 20 %
TNI/ Polri 3 10 %Wiraswasta 6 20 %
Pegawai Swasta 10 33,4 %Ibu Rumah Tangga 3 10 %
Profesional 1 3,3 %BUMN 1 3,3 %
Sumber : Data diolah (2011)
74
4.1.7 Responden Menurut Penghasilan Perbulan
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang
penghasilan perbulan dari masing-masing responden (Tabel 4.6).
Responden menurut penghasilan terbanyak adalah 4 – 8
juta sebanyak 14 orang atau 46,7%, kemudian lebih besar dari 8
juta sebanyak 12 orang atau 40%, 1 – 4 juta sebanyak 4 orang atau
13,3% dan penghasilan kurang dari 1 juta tidak ada. Dengan
demikian diketahui bahwa mayoritas responden adalah mereka
yang berpenghasilan antara 4 sampai 8 juta yang merupakan
penghasilan cukup tinggi sehingga mampu melakukan pembelian
rumah di perumahan Caa Grande.
Tabel 4.6Responden Menurut Penghasilan Perbulan
Penghasilan Perbulan Jumlah Presentase<Rp 1juta 0 0 %
Rp 1-4 juta 4 13,3 %Rp 4-8 juta 14 46,7 %>Rp 8 juta 12 40 %
Sumber : Data diolah (2011)
4.1.8 Responden Menurut Tipe Rumah
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
75
Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang tipe rumah
dari masing-masing responden (Tabel 4.7).
Responden menurut tipe rumah adalah T.195/240 sebanyak
5 orang atau 16,6%, T.180/200 sebanyak 6 orang atau 20%,
T.268/360 sebanyak 2 orang atau 6,7%, T.228/300 sebanyak 2
orang atau 6,7%, T.116/125 sebanyak 3 orang atau 10%,
T.120/192 sebanyak 2 orang atau 6,7%, T.90/159 sebanyak 8
orang atau 26,6%, dan T.150/159 sebanyak 2 orang atau 6,7%.
Diketahui bahwa mayoritas responden lebih memilih rumah
T.90/159 karena tipe ini adalah kategori sedang dimana harganya
lebih terjangkau bagi mereka, selain itu dengan dengan luas tanah
159 m dan bangunan 90 m, responden dapat memanfaatkan sisa
tanah yang cukup luas untuk kegiatan lain di luar rumah.
Tabel 4.7Responden Meurut Tipe Rumah
Tipe Rumah Jumlah PresentaseT.90/159 8 26,6 %T.116/125 3 10 %T.120/192 2 6,7 %T.150/159 2 6,7 %T.180/200 6 20 %T.195/240 5 16,6 %T.228/300 2 6,7 %T.268/360 2 6,7 %
Sumber : Data diolah (2011)
76
4.1.9 Responden Menurut Status Rumah
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang
berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan
Casa Grande Sleman diperoleh gambaran tentang status rumah
dari masing-masing responden (Tabel 4.8).
Tabel 4.8Tabel Menurut Status Rumah
Sumber : Data diolah (2011)
Responden menurut status rumah sendiri sebanyak 23
orang atau 76,7%, sewa atau kontrak sebanyak 1 orang atau 3,3%
dan status kredit rumah sebanyak 6 orang atau 20%. Dengan
demikian diketahui bahwa mayoritas responden memilih untuk
memiliki rumah mereka sendiri sebagai investasi dan jaminan
masa depan mereka.
Status Rumah Jumlah PresentaseMilik Sendiri 23 76,7 %
Kontrak 1 3,3 %Kredit 6 20 %
77
4.2 Analisis Data
4.2.1 Hasil Pengujian Validitas dan Realiabilitas
a. Hasil Pengujian Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau
tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan dalam kusioner mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang diukur kuesioner tersebut (Ghozali, 2001). Uji
validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r-hitung
dengan nilai r-tabel yang merupakan hasil dari analisis korelasi
pearson. Apabila nilai r-hitung lebih besar dari r-tabel maka
pertanyaan dikatakan valid. Hasil pengujian validitas dapat
dilihat pada Tabel 4.9. Dari hasil pengujian validitas dengan df
= n – k (30 – 6 = 24) pada tabel dibawah ini dapat diketahui
semua items pertanyaan pada kuesioner mempunyai nilai r-
hitung lebih besar dari nilai r-tabel dengan nilai r semuanya
positif sehingga dapat disimpulkan bahwa semua items
pertanyaan dapat dinyatakan valid.
Tabel 4.9Hasil Uji Validitas
78
Sumber : Data diolah (2011)
b. Hasil Pengujian Realiabilitas
Uji reabilitas adalah sebenarnya alat untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau
construct. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2000). Pengujian
reliabilitas dilakukan dengan alat ukur uji statistik Cronbach
alpha. Suatu atau variabel dikatakan reliabel jika nilai
Variabel r-hitung r-tabel KeteranganX1 0,805 0,388 ValidX2 0,794 0,388 Valid
Variabel r-hitung r-tabel KeteranganX3 0,867 0,388 ValidX4 0,657 0,388 ValidX5 0,621 0,388 ValidX6 0,758 0,388 ValidX7 0,896 0,388 ValidX8 0,906 0,388 ValidX9 0,932 0,388 ValidX10 0,937 0,388 ValidX11 0,871 0,388 ValidX12 0,907 0,388 ValidX13 0,881 0,388 ValidX14 0,923 0,388 ValidX15 0,779 0,388 ValidX16 0,860 0,388 ValidX17 0,825 0,388 ValidX18 0,905 0,388 ValidX19 0,865 0,388 ValidX20 0,878 0,388 ValidX21 0,786 0,388 Valid
X22 0,541 0,388 ValidX23 0,712 0,388 ValidX24 0,399 0,388 Valid
79
Cronbach alpha > 0,60. Hasil pengujian reliabilitas (Tabel
4.10).
Tabel 4.10Hasil Uji Realiabilitas
Variabel AlphaPersepsi Harga 0,912
Fasilitas 0,824
Lokasi 0,967
Lingkungan 0,965
Pendapatan 0,910
Harga Substitusi 0,940
Keputusan Pembelian 0,719
Sumber : Data diolah (2011)
4.2.2 Hasil Regresi
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas atau independen terhadap
variabel terikat atau dependen. Hasil analisis persepsi harga,
fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga subsitusi
terhadap keputusan pembelian konsumen yang membeli dan
tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat dilihat dalam
tabel berikut ini :
80
Tabel 4.11Hasil Regresi
Sumber : Data diolah (2011)
Hasil analisis tersebut di atas konstanta dan koefisien
regresi yang diperoleh dapat dimasukkan pada persamaan umum
regresi adalah sebagai berikut :
Y = 0,166 X1 + 0,300 X2 + 0,154 X3 + 0,126 X4 + 0,218 X5 + 0,121 X6
4.3 Hasil Pengujian Hipotesis
4.3.1 Hasil Pengujian Uji F
Analisis uji – F pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
Dependent Variable: YMethod: Least SquaresDate: 04/12/11 Time: 14:12Sample: 1 30Included observations: 30
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.266350 0.529708 0.502824 0.6199X1 0.166602 0.055424 3.005978 0.0063X2 0.300571 0.078160 3.845616 0.0008X3 0.154587 0.053619 2.883084 0.0084X4 0.126279 0.054076 2.335235 0.0286X5 0.218395 0.061445 3.554308 0.0017X6 0.121274 0.059969 2.022275 0.0549
R-squared 0.727552 Mean dependent var 4.166000Adjusted R-squared 0.656479 S.D. dependent var 0.559289S.E. of regression 0.327803 Akaike info criterion 0.808155Sum squared resid 2.471459 Schwarz criterion 1.135101Log likelihood -5.122322 F-statistic 10.23666Durbin-Watson stat 1.948437 Prob(F-statistic) 0.000015
81
dependen. Pengujian dengan cara membandingkan antara F tabel
dengan F hitung. Mencari F tabel dengan kriteria =5%, df = n – k
(30 - 6 = 24). Dari tabel didapat nilai F tabel adalah 2,51. Dari
output EVIEWS pada lampiran dengan nilai F sebesar 10.23666.
Karena F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Besarnya signifikansi 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05.
Berdasarkan atas hasil tersebut maka dapat disinpulkan bahwa
model tersebut baik dan dapat diterima.
4.3.2 Hasil Pngujian Uji t
Analisis uji-t digunakan untuk menguji apakah variabel
bebas secara parsial atau individual berpengaruh terhadap
keputusan pembelian. Dengan dilakukan uji-t ini akan dapat
diketahui apakah variabel persepsi harga, fasilitas, lokasi,
lingkungan, pendapatan dan harga subsitusi berhubungan terhadap
keputusan pembelian konsumen yang membeli dan tinggal di
perumahan Casa Grande Sleman (Tabel 4.14).
1. Uji t terhadap Persepsi Faktor Harga
Hipotesis yang digunakan
Ho : iβ ≤ 0; Persepsi Faktor Harga tidak berhubungan
terhadap Keputusan Pembelian
Ha : iβ >0; Persepsi Faktor Harga berhubungan terhadap
Keputusan Pembelian
82
Dengan menggunakan α = 5%
t tabel = (α ; n-K)
= (0,05; 30-6)
= (0,05; 24)
= 1,711
t hitung = 3.005
Untuk variabel Persepsi Faktor Harga diperoleh nilai t-
hitung sebesar 3,005, sedangkan nilai t-tabel dengan
derajat kebebasan 24 dan α =5% diperoleh nilai sebesar
1,711.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t
tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti
Persepsi Harga berhubungan terhadap Keputusan
Pembelian.
2. Uji t terhadap Persepsi Faktor Fasilitas
Hipotesis yang digunakan
Ho : iβ ≤ 0; Persepsi Faktor Fasilitas tidak berhubungan
terhadap Keputusan Pembelian
Ha : iβ > 0; Persepsi Faktor Fasilitas berhubungan
terhadap Keputusan Pembelian
Dengan menggunakan α = 5%
t tabel = (α ; n-K)
83
= (0,05; 30-6)
= (0,05; 24)
= 1,711
t hitung = 3,845
Untuk variabel Persepsi Faktor Fasilitas diperoleh nilai t-
hitung sebesar 3,845, sedangkan nilai t-tabel dengan
derajat kebebasan 24 dan α =5% diperoleh nilai sebesar
1,711.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung
> t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti
Fasilitas berhubungan terhadap Keputusan Pembelian.
3. Uji t terhadap Lokasi
Hipotesis yang digunakan
Ho : iβ ≤ 0; Lokasi tidak berhubungan terhadap
Keputusan Pembelian
Ha : iβ > 0; Lokasi berhubungan terhadap Keputusan
Pembelian
Dengan menggunakan α = 5%
t tabel = (α ; n-K)
= (0,05; 30-6)
= (0,05; 24)
= 1,711
84
t hitung = 2,883
Untuk variabel Lokasi diperoleh nilai t-hitung sebesar
3.005, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24
dan α =5% diperoleh nilai sebesar 1,711.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t
tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti
Lokasi berhubungan terhadap Keputusan Pembelian.
4. Uji t terhadap Lingkungan
Hipotesis yang digunakan
Ho : iβ ≤ 0; Lingkungan tidak berhubungan terhadap
Keputusan Pembelian
Ha : iβ > 0; Lingkungan berhubungan terhadap Keputusan
Pembelian
Dengan menggunakan α = 5%
t tabel = (α ; n-K)
= (0,05; 30-6)
= (0,05; 24)
= 1,711
t hitung = 2,335
Untuk variabel Lingkungan diperoleh nilai t-hitung sebesar
2,335, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24
dan α =5% diperoleh nilai sebesar 1,711.
85
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t
tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti
Linkungan berhubungan terhadap Keputusan Pembelian.
5. Uji t terhadap Pendapatan
Hipotesis yang digunakan
Ho : iβ ≤ 0; Pendapatan tidak berhubungan terhadap
Keputusan Pembelian
Ha : iβ > 0; Pendapatan berhubungan terhadap Keputusan
Pembelian
Dengan menggunakan α = 5%
t table = (α ; n-K)
= (0,05; 30-6)
= (0,05; 24)
= 1,711
t hitung = 3,554
Untuk variabel Pendapatan diperoleh nilai t-hitung sebesar
3,554, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24
dan α =5% diperoleh nilai sebesar 1,711.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t
tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti
Pendapatan berhubungan terhadap Keputusan Pembelian.
6. Uji t terhadap Harga Substitusi
Hipotesis yang digunakan
86
Ho : iβ ≤ 0; Persepsi Harga tidak berhubungan terhadap
Keputusan Pembelian
Ha : iβ > 0; persepsi harga berhubungan terhadap
Keputusan Pembelian
Dengan menggunakan α = 5%
t table = (α ; n-K)
= (0,05; 30-6)
= (0,05; 24)
= 1,711
t hitung = 2,022
Untuk variabel Harga Subsitusi diperoleh nilai t-hitung
sebesar 2,022, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat
kebebasan 24 dan α =5% diperoleh nilai sebesar 1,711.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t
tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti
Harga Substitusi berhubungan terhadap Keputusan
Pembelian.
Tabel 4.12Hasil Uji t
Variabel t-hitung t-tabel Probabilitas
Persepsi Harga 3.005 1,711 0.0063
Fasilitas 3.845 1,711 0.0008
87
Lokasi 2.883 1,711 0.0084
Lingkungan 2.335 1,711 0.0286
Pendapatan 3.554 1,711 0.0017
Harga Substitusi 2.022 1,711 0.0549
Sumber : Data diolah (2011)
4.3.3 Hasil Pngujian Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat
hubungan antara variabel dependen dengan semua variabel
independen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. dengan semakin
dekatnya R2 dengan 1 semakin tepat pula regresi untuk
menjelaskan variabel dependennya. Dari perhitungan diperoleh
hasil bahwa nilai R2 sebesar 0.727552 mengandung arti bahwa
seluruh variabel independen mampu menjelaskan variabel
dependen sebesar 73%, sedangkan sisanya sebesar 27% dijelaskan
oleh variabel lain diluar model regresi ini.
4.4 Hasil Pengujian Asumsi Klasik
4.4.1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolineritas digunakan untuk menguji ada tidaknya
hubungan yang sempurna antar variabel-variabel independen.
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dengan
meregresi setiap variabel penjelas dengan variabel penjelas
lainnya. Hasil regresi antara variabel-variabel bebas dengan
bantuan komputer adalah sebagai berikut:
88
Tabel 4.13Uji Multikolinieritas
89
Variabel Penjelas
R2 Variabel R2 KeseluruhanKeterangan
X1 dengan X2
0,2503 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX1 dengan X3
0,6027 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asVariabel Penjelas
R2 Variabel R2 KeseluruhanKeterangan
X1 dengan X4
0,0318 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX1 dengan X5
0,0150 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX1 dengan X6
0,0744 0.727Tidak ada
Multikolinierit
aX2 dengan X3
0,1902 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX2 dengan X4
0,2548 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX2 dengan X5
0,1284 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX2 dengan X6
0,0070 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX3 dengan X4
0,2237 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX3 dengan X5
0.1925 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX3 dengan X6
0.3084 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX4 dengan X5
0.0488 0.727Tidak ada
Multikolinierit
asX4 dengan X6
0.0625 0.727Tidak ada
Multikolinierit
90
Sumber : Data diolah (2011)
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas antar satu
variabel dengan variabel yang lain digunakan pengujian dengan
membandingkan nilai R2 variabel dengan R2 keseluruhan. Bila R2
variabel < R2 keseluruhan berarti tidak terjadi multikolinieritas
antara variabel independen dan apabila R2 variabel > R2
keseluruhan maka terjadi multikolinieritas. Berdasarkan tabel di
atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas karena
R2 variabel < R2 keseluruhan.
4.4.2 Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual
dari model yang diamati tidak memiliki variasi yang konstan dari
variasi satu observasi ke observasi lainnya. Untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan uji white yang menyatakan jika nilai chi-square
hitung (χ2) < chi-square tabel (χ2) menunjukkan tidak adanya
heteroskedastisitas.
Dalam penelitian ini diperoleh nilai determinasi (R2)
sebesar 0.461790. Nilai chi-square hitung sebesar 13.85369
diperoleh dari informasi Obs* R-squared yaitu jumlah observasi
dikalikan dengan koefisien determinasi. Sedangkan nilai chi
91
square tabel (χ2) pada α = 5% dengan df sebesar 12 adalah
14,0671. Karena nilai chi-squares hitung (χ2) lebih kecil dari pada
nilai chi squares (χ2) tabel maka dapat disimpulkan bahwa dalam
model persamaan yang digunakan tidak terdapat gejala
heteroskedastisitas (Tabel 4.14).
Tabel 4.14
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Metode White no cross terms
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 1.215513 Prob. F(12,17) 0.347395Obs*R-squared 13.85369 Prob. Chi-Square(12) 0.310149
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.739273 1.031632 -0.716605 0.4833X1 -0.397720 0.454824 -0.874449 0.3941
X1^2 0.066720 0.070199 0.950434 0.3552X2 0.569030 0.385237 1.477089 0.1579
X2^2 -0.072702 0.052299 -1.390128 0.1824X3 0.118359 0.259307 0.456444 0.6538
X3^2 -0.019260 0.040928 -0.470583 0.6439X4 -0.506664 0.364741 -1.389107 0.1827
X4^2 0.079350 0.053874 1.472862 0.1591X5 0.172333 0.239492 0.719577 0.4816
X5^2 -0.028449 0.037757 -0.753460 0.4615X6 0.448975 0.393178 1.141914 0.2693
X6^2 -0.074832 0.063980 -1.169613 0.2583
R-squared 0.461790 Mean dependent var 0.082382Adjusted R-squared 0.081876 S.D. dependent var 0.226472S.E. of regression 0.217003 Akaike info criterion 0.080868Sum squared resid 0.800533 Schwarz criterion 0.688054Log likelihood 11.78698 F-statistic 1.215513Durbin-Watson stat 2.179746 Prob(F-statistic) 0.347395
92
Sumber : Data diolah (2011)
4.4.3 Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat menyebabkan tidak tercapainya varian
yang minimum dan pengujian terhadap variabel signifikan
menjadi tidak berguna, karena itu untuk mengetahui ada tidaknya
gejala autokorelasi dapat dilihat dari hasil Durbin Watson test
(DW-test) dan dapat dilakukan pengujian. Nilai DW-test sebesar
1.948437
Keterangan:
n = 30
K = 6
α = 5% = 0.05
du = 0.99 ; 4-du = 3.01
dl = 1.93 ; 4-dl = 2.07
Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan komputer
diperoleh nilai DW-test sebesar 1.948437. Nilai tersebut terletak
di daerah tidak ada autokorelasi positif maupun negatif. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan tidak ada autokorelasi (Gambar 5.1).
Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Durbin Watson
93
Menolak Daerah ragu- Daerah ragu- Menolak Ho ragu ragu Ho
Autokorelasi Autokorelasi Positif Menerima Ho negatif
Tolak Ha
0 0.99 1.93 1.94 3.01 2.07 4
Sumber : Data diolah (2011)
4.5 Interpretasi Hasil Analisis
Analisis ini menyatakan bahwa variabel-variabel penelitian yang
berhubungan dengan permintaan perumahan tipe cluster di Kabupaten
Sleman adalah Persepsi Harga, Fasilitas, Lokasi, Lingkungan,
Pendapatan, dan Harga Substitusi. Pengaruh variabel-variabel penelitian
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hipotesis pertama yaitu persepsi faktor harga berhubungan
dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe
cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang
lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil
penelitian menunjukkan hubungan antara harga dengan keputusan
pembelian yaitu makin tinggi harga suatu barang makan makin
sedikit permintaan terhadap barang tersebut.
2. Hipotesis kedua yaitu persepsi faktor fasilitas berhubungan
dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe
94
cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang
lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara fasilitas dengan
keputusan pembelian yang berarti semakin lengkap fasilitas yang
ditawarkan semakin mendorong konsumen melakukan pembelian.
3. Hipotesis ketiga yaitu persepsi faktor lokasi berhubungan
dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe
cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang
lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa letak perumahan tersebut atau
lokasi menjadi pertimbangan pembeli dalam membeli rumah.
4. Hipotesis keempat yaitu persepsi faktor lingkungan
berhubungan dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada
perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang
signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenyamanan dan
keamanan dalam lingkungan juga mempengaruhi pembeli dalam
menentukan pembelian rumah.
5. Hipotesis kelima yaitu persepsi faktor pendapatan
berhubungan dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada
95
perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang
signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kecilnya
pendapatan seseorang berpengaruh kepada kemampuan daya beli
seseorang, termasuk dalam membeli rumah. Semakin tinggi
pendapatan semakin beragam pula keinginan konsumen.
6. Hipotesis keenam yaitu persepsi faktor harga substitusi
berhubungan dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada
perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang
signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku
konsumen dalam membeli rumah pasti membandingkan dengan
perumahan lain.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disusun pada bab-bab sebelumnya
dan sesuai dengan data-data yang diperoleh selama penelitian, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
Responden pada penelitian ini sudah memutuskan untuk membeli
rumah di perumahan Casa Grande Sleman, hal ini berarti responden sudah
memiliki niat dan tujuan untuk membeli rumah di perumahan Casa
Grande Sleman sehingga penelitian ini hanya melihat hubungan persepsi
harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan, dan harga substitusi
terhadap persepsi keputusan pembelian perumahan.
Secara parsial dan individual variabel persepsi harga berhubungan
dengan permintaan perumahan Casa Grande Sleman. Hubungan variabel
persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan, dan harga
substitusi terbukti signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian
perumahan, dilihat dari hasil uji t yang menghasilkan uji statistik sebesar
dengan P value harga. karena P value lebih kecil dari α = 0,05 maka dapat
disimpulkan faktor harga,fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan
harga substitusi berhubungan signifikan terhadap permintaan perumahan
di Casa Grande Sleman.
97
Hubungan keenam variabel tersebut terhadap persepsi keputusan
pembelian ini ternyata cukup besar, hal ini ditunjukkan dengan besarnya
angka koefisien adjusted determinasi yang tinggi yaitu 73% demikian
tingkat perubahan tingkat keputusan pembelian konsumen yang membeli
dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dijelaskan oleh tingkat
perubahan persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan
harga subsitusi dan hanya 27 % sisanya berhubungan dengan faktor-faktor
lain yang tidak terdapat dalam model.
5.2 Keterbatasan
Setelah dilakukan analisis dan interpretasi penelitian ini memiliki
keterbatasan yaitu peneliti hanya memfokuskan penelitian ini pada faktor-
faktor permintaan yang bersifat mikro (khusus) yaitu meliputi lokasi,
harga, fasilitas, pendapatan, dan harga substitusi saja. Selain itu,
penggunaan metode skala likert hanya bisa melihat hubungan antar
variabel saja, sehingga tidak dapat melihat seberapa besar pengaruh
sesungguhnya antar masing-masing variabel.
5.3 Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, variabel persepsi harga, fasilitas,
lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga subsitusi berhubungan terhadap
persepsi keputusan pembelian konsumen yang membeli dan tinggal di
perumahan Casa Grande Sleman. Berikut ini adalah beberapa saran yang
98
bisa dipertimbangkan dalam perkembangan perumahan Casa Grande
Sleman:
Variabel fasilitas adalah variabel yang mempunyai hubungan
paling besar dalam permintaan perumahan di Casa Grande Sleman.
Fasilitas seperti taman bermain, kolam renang, minimarket, clubhouse
tersebut dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kualitas dan mutu
pelayanan dalam fasilitas perumahan yang bisa memberikan manfaat
lebih bagi pengguna fasilitas Casa Grande Sleman kepada penghuni Casa
Grande Sleman pada khususnya dan masyarakat umum pada umumnya.
Variabel pendapatan berhubungan terhadap keputusan pembelian
perumahan Casa Grande Sleman, upaya yang dapat dilakukan
pengembang adalah menawarkan produk perumahan sesuai dengan
pendapatan masyarakat kabupaten Sleman pada umumnya sehingga bisa
diterima dan terjangkau oleh lapisan masyarakat.
Variabel lokasi juga berhubungan terhadap keputusan pembelian
perumahan Casa Grande Sleman, Oleh karena itu perlu pertimbangan
dalam pemilihan lokasi yang strategis dan mudah dijangkau.
Variabel harga juga berhubungan terhadap keputusan pembelian
perumahan Casa Grande Sleman. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan keputusan pembelian pada perumahan Tamansari adalah
memberikan harga yang bersaing, memberikan kredit yang lunak dengan
tempo pembayaran lebih lama atau yang lainnya. Pemberian harga khusus
99
pada masa promosi dapat mempengaruhi keputusan pembelian perumahan
Casa Grande Sleman.
Variabel lingkungan juga berhubungan terhadap keputusan
pembelian perumahan Casa Grande Sleman. Pengembang perlu
menciptakan lingkungan yang kondusif dalam perumahan. Adanya
keamanan dan kegiatan-kegiatan dalam bersosialisasi dalam lingkungan
yang akan mempererat hubungan dari keluarga dalam perumahan.
Harga barang substitusi juga berhubungan terhadap keputusan
pembelian walaupun hubungan tersebut kecil. Upaya yang perlu
dilakukan oleh pengembang yaitu terus mencari perkembangan terbaru
dari perumahan-perumahan lainnya dari pesaing sehingga dapat bertahan
dalam usaha perumahan.
100
DAFTAR PUSTAKA
AIREA (2001), The Apprisal of Real Estate 12th edition, Chicago USA.
Appraisal Institute (1993), The Dictionary of Real Estate Appraisal. Illinois: Appraisal Institute.
Anonim, UU No. 4 tahun (1992), tentang Perumahan dan Permukiman.
Arsyad, Lincolin (1997), Ekonomi Mikro Ikhtisar Teori dan Soal Jawab, Edisi 2,BPFE, Yogyakarta.
Awang Firdaos (1997), “ Permintaan dan Penawaran Perumahan” Valuestate, Vol.007, Jakarta.
Awang Firdaos (2005), ” Analisis Pengaruh Jarak ke Jalan Lingkar Luar terhadap Nilai Jual Properti Perumahan di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta,” Jurnal Survey dan Penilaian, Vol. 001, Jakarta.
Augusty Ferdinand (2006), Metode Penelitian Manajeman, Pedoman Penelitianuntuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajeman , Edisi 2, Badan Penerbit Universitas Diponegonro, Semarang.
Daljoeni, (1987). Geografi Kota dan Desa, Alumni, Bandung.
Doli Siregar (1999), Pemahaman Investasi dan Pasar Properti dalam ProsesPengambilan Keputusan, SGT-BI Research Division, Jakarta.
Edih Mulyadi (2005), ”Pengaruh Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor IndustriTerhadap Permintaan Perumahan Sederhana dan Sangat Sederhana di Kabupaten Bekasi,” Direktorat PBB dan BPHTB, Jakarta.
Engel, James F, Blackwell, Roger D and Miniard, Paul W (1994), PerilakuKonsumen Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta,
Gujarati, Damodar (1997), Ekonometrika Dasar. Jakarta. Erlangga. Terjemahan : Sumarno Zain.
Ismail, (2004). ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Rumah yangdiminta di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,” Jurnal Survey danPenilaian, Vol. 028, Jakarta.
Mudrajat Kuncoro (2001), Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
101
Muara Nanga (2001), Makro Ekonomi-Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Pandju, (1999), Pengadaan Perumahan Perkotaan dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Alumni, Bandung.
Sukirno, Sadono (2003), Pengantar Teori Mikroekonomi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Widarjono, Agus (2007), Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII