UJI SITOTOKSIK EKSTRAK DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L.)TERHADAP MORFOLOGI FETUS MENCIT (Mus musculus L.)
(Skripsi)
Oleh
FEBRINA RAMADHANI
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG2018
ABSTRAK
UJI SITOTOKSIK EKSTRAK DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L.)TERHADAP STRUKTUR MORFOLOGI FETUS MENCIT
(Mus musculus L.)
Oleh
Febrina Ramadhani
Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) merupakan salah satu tumbuhan akuatik yangdapat dimanfaatkan sebagai obat asma, diabetes, hepatitis, penyakit kulit, sakitperut dan antifertilitas. Daun jeruju kaya akan steroid, triterpenoid, saponin,flavonoid, alkaloid, dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efeksitotoksik dari ekstrak daun jeruju terhadap morfologi fetus mencit. Penitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap, dibagi dalam 4 kelompok yaitu 1kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok diberi perlakuan dengan memberikanektrak daun jeruju dengan dosis [P1] 3,75 mg/30 gr BB, [P2] 7,5 mg/ 30 gr BB,[P3] 15 mg/30 gr BB, dan kontrol [K] diberikan akuabides dengan dosis 0,3 ml,masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit bunting sebagai ulangan.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis menggunakan Anova dan ujilanjut BNT pada taraf 5% menunjukkan tidak ditemukan kematian pada fetusmencit dan tidak terjadi pengurangan jumlah fetus mencit yang dikandung,menyebabkan pengurangan ukuran panjang fetus dan penurunan berat badansetelah diberikan perlakuan ekstrak daun jeruju dengan dosis 3,75 mg/30 gr BB,7,5 mg/30 gr BB, 15 mg/30 gr BB terhadap kontrol, tidak menyebabkan adanyaabnormalitas dan mortalitas pada morfologi fetus mencit (Mus musculus L.)terhadap semua dosis yang diberikan kepada induk mecit yang bunting.
Kata kunci : Daun jeruju (Acanthus ilicifolius L.), mencit (Mus musculus L.),efek farmakologis
UJI SITOTOKSIK EKSTRAK DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L.)TERHADAP MORFOLOGI FETUS MENCIT (Mus musculus L.)
Oleh
FEBRINA RAMADHANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS
Pada
Jurusan BiologiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan sebagai anak pertama dari
pasangan suami istri, Bapak Ridwan, SH., dan Ibu
Rosdiani, SP., pada tanggal 05 Februari 1996 di
Tanjung Karang, Bandar Lampung. Penulis
memulai pendidikan formal di TK RAUDHATUL
ATFALYPIPPSDM 2001 dan selesai tahun 2002.
Penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SDN 1 REJO AGUNG hingga
tahun 2008, menyelesaikan pendidikan pertama di SMP NEGERI 1
TEGINENENG pada tahun 2011, dan menyelesaikan pendidikan
menengah atas di SMA NEGERI 1 NATAR pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur seleksi
Mandiri. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan
organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO)
sebagai anggota bidang Dana dan Usaha. Penulis melakukan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Sinar Baru, Pringsewu pada tahun 2018. Tahun
2017, penulis juga melakukan kerja praktik di UPTD Balai Pengawasan
Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSB TPH) Provinsi
Lampung dengan judul “Proses Pelabelan Ulang Benih Padi (Oryza
sativa) Inbrida Varietas Ciherang, Inpari 33, Mekongga, Cilamaya
Muncul di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Holtikultura
Lampung”.
Selain aktif dalam kegiatan organisaasi, penulis juga aktif menjadi asisten
praktikum beberapa mata kuliah seperti : Biologi Umum dan Pencemaran
Lingkungan.
Pada tahun 2017 penulis mengambil judul penelitian “Uji Sitotoksik
Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) Terhadap Morfologi
Fetus Mencit (Mus musculus L.)” sebagai tugas akhir penelitian di
jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNILA.
Persembahan
Bismillahirrahmanirrahim...
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan rahmatdan ridho-Nya, nikmat kesehatan, kekuatan, serta kesabaran untukku dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Ku persembahkan karya ini sebagai cinta kasihku, tanda bukti dan sayangku, sertarasa terimakasihku yang terdalam kepada orang-orang yang telah berjasa dalam
hidupku.
Bapak dan Ibu yang telah memberikan cinta, kasih, dan sayangnya, selalumendoakan tiada henti dalam setiap langkah hidupku, yang selalu memberikan
semangat dan nasehat, serta pengorbanannya.
Adikku dan seluruh keluarga besarku yang senantiasa mendukungku danmendoakan serta mencurahkan segala kasih sayang untukku.
Seseorang yang ada dihatiku serta teman-teman yang selalu memberikandukungan, dorongan, semangat, dan motivasi.
Guru-guruku, dosen-dosenku dan terutama pembimbingku yang tidak pernahlelah dan selalu sabar memberikan bimbingan serta arahan kepadaku.
Sahabat-sahabat yang senantiasa menjadi penyemangat, selalu membantu, tempatberbagi cinta baik suka, susah maupun senang.
Almamater Tercinta
Universitas Lampung
MOTTO
“Barang siapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur,dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristigfar makabagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang
yang memperoleh hidayah.”
(HR. Al-Baihaqi)
“Apa yang baik menurut seseorang, belum tentu itu yangterbaik untuk orang tersersebut.”
“Ilmu itu lebih baik dari pada harta, ilmu menjaga engkausedangkan harta dijaga engkau, Ilmu penghukum (Hakim) danharta terhukum, harta itu kurang apabila digunakan tapi, ilmu
bertambah jika digunakan.”
(Ali bin Abu Talib)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadalah : 11)
“Barangsiapa menempuh jalanuntuk mendapatkan ilmu, Allahakan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Al Insyirah : 5-6)
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya Skripsi yang berjudul “Uji Sitotoksik Ekstrak Daun Jeruju
(Acanthus ilicifolius L.) Terhadap Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus
L.)” dapat diselesaikan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa banyak sekali bantuan yang penulis dapatkan selama
melaksanakan penelitian hingga terselesainya skripsi ini. Dengan terselesainya
skripsi, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Kedua Orang tua ku, Bapak Ridwan,SH., dan Ibu Rosdiani, SP.,
yang tiada henti mendukung, menyemangati serta selalu memberikan
doa untuk setiap langkah di hidupku. Adik Perempuan ku, Novia
Rani dan keponakan ku Risa Sabrina, yang selalu mengharapkan
agar penulis cepat menyelesaikan kuliah. Terimakasih atas kehadiran
kalian dalam hidup penulis yang tidak akan tergantikan.
2. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc., Selaku Pembimbing I dan Ketua
Jurusan Biologi yang telah dengan sabar membimbing, memberi
masukan, serta memberikan nasehat guna perbaikan penulisan
skripsi dari awal hingga akhir.
3. Bapak Dr. Hendri Busman, M. Biomed., selaku Pembimbing II yang
senantiasa membimbing, memberikan arahan, masukan, kritik dan
saran yang membangun bagi penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Sutyaso, M. Biomed., sebagai Penguji, yang selalu
memberikan kritik dan saran yang membangun bagi kemajuan
penulisan skripsi penulis.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M. P., selaku Rektor
Universitas Lampung
6. Bapak Prof. Warsito, S. Si., D.E.A., Ph.D.,selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
7. Bapak Dr. G. Nugroho Susanto, M.Sc., sebagai Pembimbing
Akademik yang telah mengarahkan dan mendukung penulis untuk
melakukan yang terbaik terhadap mata kuliah yang pernah diambil.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Biologi FMIPA Unila yang telah
bersedia memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan.
9. Seluruh karyawan Jurusan Biologi yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan
perkuliahan hingga akhir penulisan skripsi ini, terutama untuk mbak
Leha terimakasih telah banyak membantu dan memberikan nasehat
yang membangun kepada penulis.
10. Seseorang yang telah memberikan kasih sayang serta selalu
menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan : Adel, Oksa, dan Tunggul yang saling
mendukung, saling membantu serta saling bekerjasama dan saling
mengingatkan.
12. Serta teman-teman mahasiswa Biologi 2014 yang selalu memberikan
kebersamaan dan keceriaan selama perkuliahan.
13. Kakak-kakak dan adik-adik di Jurusan Biologi FMIPA Unila semoga
cepat menyusul langkah penulis.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang
telah memberikan penulis dukungan, berbagai kritik dan saran.
15. Serta almamater Universitas Lampung.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi besar harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Semoga ALLAh menjadikan kita hamba yang
abdillah. AAMIIN
Bandar Lampung, Agustus 2018
Penulis,
Febrina Ramadhani
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR............................................................................. vi
I. PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. LatarBelakang................................................................................ 1B. TujuanPenelitian ............................................................................ 2C. ManfaatPenelitian .......................................................................... 3D. KerangkaPemikiran ....................................................................... 3E. Hipotesis ........................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 5
A. Biologi Tanaman Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) ………………. 5B. Klasifikasi Tanaman Jeruju…………………………………….... 6C. Morfologi Tanaman Jeruju............................................................. 6D. Habitat Tanaman Jeruju…………………………………………. 8E. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Jeruju…………………… 9F. Kegunaan danKhasiat Tanaman Jeruju………………………….. 12G. Biologi Mencit………..…………………………………………. 14H. Klasifikasi Mencit……………………………………………….. 14I. Morfologi Mencit………………………………………………... 15J. Perkembangan Fetus Mencit………………………………….… 16K. Siklus Hidup Mencit……………………………………………... 21L. Berat dan Panjang Fetus…………………………………………. 22M. Malformasi……………………………………………………… 23
N. Toksikologi…………………………………………................. 23O. Teratogenik…………………………………………................. 24
III. METODE PENELITIAN……………………………………… 27
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 27B. Alat dan Bahan ............................................................................ 27
1. Alat ......................................................................................... 272. Bahan ...................................................................................... 27
C. Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 281. Persiapan Kandang dan Hewan Uji ........................................ 282. Pembuatan Ekstrak Daun Jeruju............................................. 283. Pemberian Perlakuan .............................................................. 294. Pengamatan............................................................................. 31
D. Rancangan Percobaan ................................................................. 31E. Analisis Data ............................................................................... 33F. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 35
A. Hasil Pengamatan........................................................................ 351. Jumlah Fetus .......................................................................... 352. Berat Badan............................................................................ 363. Panjang Badan Fetus .............................................................. 374. Morfologi Fetus Mencit ......................................................... 38
B. Pembahasan ................................................................................. 391. Jumlah Fetus ........................................................................... 392. Berat dan panjang Fetus ......................................................... 40
a. Berat Fetus ........................................................................ 40b. Panjang Fetus ..................................................................... 42
3. Morfologi Fetus Mencit.......................................................... 44
V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 47
A. Simpulan...................................................................................... 47B. Saran............................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 48
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Fetus Mencit (Mus Musculus L.) Yang Telah Diberi
Perlakuan Dari Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)............... 35
Tabel 2. Rata-Rata Berat Badan Fetus Mencit (Mus Musculus L.) Setelah
Pemberian Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)..................... 36
Tabel 3. Rata-Rata Panjang Fetus Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Diberikan
Perlakuan Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)...................... 37
Tabel 4. Morfologi Fetus Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Diberikan Perlakuan
Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)....................................... 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar1.Tumbuhan Jeruju..................................................................... 7
Gambar 2. Morfologi Mencit (Mus musculus L.).................................... 16
Gambar 3. Proses Pembelahan Meiosis pada Oosit ............................... 18
Gambar 4. Morfologi Fetus Menci......................................................... 26
Gambar 5. Rancangan Percobaan.......................................................... 32
Gambar 6. Diagram Alir Percobaan........................................................ 34
Gambar 7. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian
Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) .......................................... 46
Gambar 7. Proses Kopulasi Mencit............................................................ 64
Gambar 8. Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)........................................ 64
Gambar 9. Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)........................... 64
Gambar 10. Rotary Evaporator.................................................................... 64
Gambar 11. Pemberian Perlakuan Secara Oral............................................ 65
Gambar 12. Seperangkat Alat Bedah........................................................... 65
Gambar 13. Fetus Mencit (Mus musculus L.).............................................. 65
Gambar 14. Alat Ukur Jangka Sorong......................................................... 65
Gambar 15. Timbangan Digital.................................................................... 66
Gambar 16. Penimbangan Berat Badan Fetus.............................................. 66
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengobatan tradisional yang dilakukan melalui pemanfaatan tanaman obat
telah dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya di pedalaman sejak
jaman dahulu. Tumbuhan yang berpotensi sebagai obat telah banyak
ditemukan dihutan Indonesia, salah satunya yakni tumbuhan Acanthus
ilicifolius L. yang dapat ditemukan pada hutan mangrove (Hamdani, 2007).
Salah satu tumbuhan akuatik yang hidup didaerah mangrove dan dapat
dijadikan obat adalah jeruju. Acanthus ilicifolius L. tergolong tumbuhan
akuatik emergent, di mana habitatnya pada daerah lahan basah (wetland)
dimuara sungai sebagai vegetasi alami mangrove berada di perairan estuari
yang merupakan hilir sungai dan muara dari berbagai limbah/pencemar dari
berbagai aktivitas manusia, diantara lain pencemaran limbah cair dari
pertanian, domestik, perkotaan bahkan industri dapat merusak ekosistem
perairan dan menganggu kesehatan manusia, sehingga jeruju dapat
difungsikan dalam pemulihan kualitas perairan (Irawanto, 2009).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian efek sitotoksik dari ekstrak etanol
daun jeruju, pada beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa jeruju kaya akan steroid, triterpenoid, saponin, flavonoid, alkaloid, dan
tannin (Singh dan Aeri, 2013). Penelitian yang dilakukan secara laboratorium
2
ekstrak dari tumbuhan jeruju menunjukkan hasil aktifitas farmakologis yang
signifikan seperti antioksidan, antikarsinogenik, antiosteoporotik dan
hepatoprotektif (Singh et al., 2009), serta antiinflamasi (anti radang) (Kumar
et al., 2008). Secara empiris tanaman jeruju dilaporkan Purnobasuki (2004)
berkhasiat sebagai obat Aprodisiaka (perangsang libido), asma (buah),
diabetes, diuretik, hepatitis, leprosy (buah, daun dan akar), neuralgia, obat
cacing gelang, rematik, penyakit kulit, sakit perut (kulit batang, buah dan
daun), antifertilitas, penyakit kulit, tumor, borok (resin).
Namun efek samping dari pemanfaatan daun jeruju sebagai obat belum
diketahui secara ilmiah bagi ibu hamil, untuk itu perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang tingkat keamanan pemakaian dengan memberikan faktor
atau zat tertentu dari ekstrak daun jeruju untuk melihat ada tidaknya kelainan
pada fetus hewan uji akibat pemberian zat tersebut. Sehingga, penelitian ini
dilakukan untuk membuktikan pengaruh sitotoksik ekstrak daun jeruju
terhadap morfologi (jumlah dan mortalitas fetus, panjang fetus, berat badan
fetus, abnormalitas) fetus mencit (Mus musculus L.)
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek ekstrak daun jeruju (Acanthus
ilicifolius L.) yang diberikan kepada induk mencit (Mus musculus L.) yang
sedang bunting terhadap :
1. Jumlah fetus mencit,
2. Panjang badan fetus,
3. Berat badan fetus,
3
4. Abnormalitas bentuk fetus yang dikandung dalam mencit betina pada
fetus,
5. mortalitas pada fetus mencit (Mus musculus L.).
C. Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
lebih lanjut kepada masyarakat tentang tingkat keamanan tanaman jeruju
(Acanthus Manfaat ilicifolius L.) terutama pada daunnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat.
D. Kerangka Pikir
Tumbuhan akuatik saat ini sangat digemari masyarakat sebagai tanaman hias
taman, karena keindahan bentuk dan warna, baik pada daun maupun
bunganya, daun jeruju (Acanthus ilicifolius L.) merupakan salah satu
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional seperti obat
diabetes, diuretik, hepatitis, leprosy, sakit perut, antifertilitas, penyakit kulit.
Daun jeruju kaya akan steroid, triterpenoid, saponin, flavonoid, alkaloid, dan
tannin (Singh dan Aeri, 2013). Penelitian secara laboratorium pada ekstrak
tumbuhan ini menunjukkan hasil yang signifikan terhadap aktifitas
farmakologis seperti antioksidan, antikarsinogenik, antiosteoporotik dan
hepatoprotektif (Singh et al., 2009), serta antiinflamasi (anti radang)
(Kumar et al., 2008). Dari beberapa senyawa yang terkandung memiliki
efek sitotoksik yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
sel.
4
Tidak menutup kemungkinan bahwa wanita hamil atau yang sedang
merencanakan kehamilan juga menggunakan daun jeruju sebagai obat,
mengingat kegunaan dari daun jeruju yang dikenal cukup luas dikalangan
masyarakat. Perkembangan embrio dipengaruhi dari berbagai faktor, salah
satunya yaitu dapat dipengaruhi oleh zat yang dikonsumsi induk selama
masa proses kehamilan (Borokini et al., 2013). Berdasarkan hal tersebut
maka perlu dilakukan penelitian uji teratogenik lebih lanjut mengenai
morfologi fetus diantaranya jumlah fetus, berat fetus, panjang keseluruhan
badan fetus, abnormalitas serta mortalitas pada fetus mencit (Mus musculus
L.) setelah induk diberikan ekstak daun jeruju selama periode
organogenesis.
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun jeruju (Acanthus
ilicifolius L.) pada mencit (Mus musculus L.) betina yang sedang bunting :
1. Dapat mengurangi jumlah fetus,
2. Dapat menurunkan panjang fetus,
3. Dapat menurunkan berat badan fetus,
4. Menyebabkan abnormalitas morfologi,
5. Menyebabkan mortalitas pada fetus mencit.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Tumbuhan Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)
Tumbuhan air dapat didefinisikan sebagai tumbuhan yang habitatnya
bergantung pada lingkungan berair atau sebagian besar siklus hidup berada
di lingkungan berair. Menurut Giesen (1991), setidaknya sekitar 623 jenis
dari 105 famili tumbuhan air yang ada di Indonesia, termasuk jenis
introduksi, dan 39 diantaranya merupakan endemik. Kebun Raya Bogor
sebagai lembaga konservasi ex situ tumbuhan tropika memiliki 154 nomor
koleksi dari sejumlah 52 jenis tumbuhan air. Beberapa diantaranya telah
diketahui memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan obat-
obatan seperti jeruju, daruju, seroja, teratai, dan jaringau.
Tumbuhan herba rendah ini termasuk ke dalam kelompok mangrove yang
banyak tersebar di pantai kawasan Asia dan Afrika tropis, hingga ke
Australia bagian utara. Di Indonesia, jeruju dapat ditemukan di Sumatra,
Jawa dan Madura. Tumbuhan yang termasuk keluarga Acanthaceae ini
tumbuh terutama di hutan bakau yang airnya payau hingga pada
ketinggian 500 mdpl (Hidayat et al., 2004).
6
B. Klasifikasi Tumbuhan Jeruju
Klasifikasi tumbuhan daruju/jeruju adalah sebagai berikut
(Plantamor, 2016) :
Kerajaan :Plantae
Subkerajaan : Tracheobion
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Acanthus
Spesies : Acanthus ilicifolius L.
C. Morfologi Tumbuhan Jeruju
Tumbuhan ini berhabitus terna yang kuat, tidak lunak, memiliki batang
yang bulat, buku-buku batangnya terlihat tampak jelas, tumbuh tegak atau
kadang merayap, seringkali dilengkapi dengan akar nafas, berduri pada
kedua sisi batang sampai terdapat pada helaian daun, tinggi tanaman dapat
mencapai 3 m. Memiliki helaian daun tunggal, letak daun bersilang
berhadapan, bentuk memanjang sampai lanset, selalu dilengkapi duri di
bagian ujung helaian daun bahkan pada semua bagian tepi daun, ukuran
helaian daun 9-30 x 4-12 cm, pertulangan daun menyirip, warna hijau tua,
panjang tangkai daun 3-15 mm. Perbungaan berupa bunga majemuk bulir,
terletak di ujung batang, setiap bagian bunga dilindungi oleh 2 buah daun
7
pelindung (brakteola) tepat dibawah kelopak bunga. Kelopak bunga
berjumlah 5, berlekatan, berukuran 1-1,5 cm, berwarna hijau keputihan.
Mahkota bunga berjumlah 5, berlekatan membentuk tabung mahkota
bunga, panjang tabung mahkota 0,5-1 cm, di bagian ujung tabung terdapat
rambut halus yang mengelilingi leher tabung mahkota, ukuran mahkota
bunga 3-4,5 cm (termasuk tabung mahkota bunga), warna helaian mahkota
bunga biasanya ungu dengan garis kuning di bagian tengah, jarang
berwarna putih, ukuran helaian mahkota bunga 2-3,5 cm. Tangkai sari
panjangnya 13-16 mm, tangkai putik panjangnya 2-2,5 cm. Buah
merupakan tipe buah kapsul, terbuka sepanjang alur kampuh jika sudah
masak, ukuran buah 2,5-3 cm, biji berbentuk ginjal. Tanaman ini tumbuh
baik di dekat komunitas mangrove (Depkes RI, 1989).
Tumbuhan Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Tumbuhan Jeruju (Daryan dkk, 2013)
8
D. Habitat Tumbuhan Jeruju
Acanthus ilicifolius L. tumbuh berkelompok, dapat ditemukan di
sepanjang tepi muara dan laguna, di tanah berawa, dan di hutan mangrove
dekat dengan pantai (Valkenberg dan Bunyapraphatsara, 2002).
Tumbuhan ini termasuk ke dalam tumbuhan semak bawah (undershrub)
yang terdapat pada daerah mangrove (Jayaweera dan Senaratna, 2006).
Jenis ini ditemukan dari zona menengah ke hulu muara dipertengahan
hingga daerah intertidal (Kovendan dan Murugan, 2011).
Acanthus ilicifolius L. pada umumnya lebih memilih daerah dengan
masukan air tawar yang tinggi, dan jarang terendam oleh air pasang,
tersebar luas dan dapat ditemukan pada semua jenis tanah, terutama pada
daerah berlumpur disepanjang tepi sungai (Kovendan dan Murugan,
2011). Pertumbuhan ternaungi, hingga sepenuhnya terbuka (Yudhoyono
dan Sukarya, 2013) dan toleran terhadap naungan (Kovendan dan
Murugan, 2011).
Jeruju dapat dijumpai dari India Selatan, Sri Lanka sampai Indo-China,
Indonesia, Filipina dan Australia Utara, jarang ditemukan di Malaysia
(Valkenberg dan Bunyapraphatsara, 2002). Di Asia tropis dan Afrika
Barat tropis (Jayaweera dan Senaratna, 2006), melalui Malaya sampai
Polinesia (Xie et al. 2005). India, Semenanjung India, Ceylon, Sri Lanka,
Bangladesh, Pakistan, Burma, Malaya, Kepulauan Filipina, Indonesia dan
Australia (Jayaweera dan Senaratna 2006; Yudhoyono dan Sukarya 2013).
9
E. Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan Jeruju
Tumbuhan Acanthus ilicifolius L. dapat digunakan sebagai tumbuhan hias
karena keindahan bunganya, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai
tumbuhan obat. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya mengenai senyawa bioaktif dari tumbuhan ini memiliki
kemampuan untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Tumbuhan ini
mengandung senyawa glukosida, alkaloid, flavonoid, asam lemak, steroid,
lignan, dan komponen fenol dan terpenoid (Kanchanapoom et al., 2011),
kandungan senyawa kimia dalam Acanthus ilicifolius L. berfungsi sebagai:
neuralgia, analgesik, antiinflamasi, antioksidan, antifertilitas,
hepatoprotektif, antitumor, antileukemia, antikanker, antimikroba,
antivirus dan antijamur juga dapat sebagai insektisida alami (Irawanto
2014b).
Dalam penelitian Binar dan Retno (2008) ekstrak daun jeruju mengandung
flavonoid, alkaloid dan tannin. Selain senyawa tersebut jeruju juga
mengandung saponin, saponin merupakan senyawa dari golongan terpen,
karena dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
(Harbone, 1987). Saponin memiliki senyawa yang pahit dan dapat
menyebabkan iritasi pada perut, apabila senyawa ini disuntikkan ke aliran
darah akan menghemolisis sel darah merah (Hopkins, 1995).
Senyawa fenol adalah senyawa yang mengandung satu atau dua gugus
hidroksil (Harbone, 1987). Senyawa fenol berperan sebagai alat
pertahanan tumbuhan dari hewan pemakan tumbuhan dan organisme
10
pantogen (Taiz dan Zeiger, 1998), senyawa yang termasuk golongan fenol
adalah tannin dan flavonoid.
Tanin merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
merubah kulit hewan mentah menjadi kulit yang siap pakai. Tannin
memiliki rasa sepat, sehingga sebagian besar tumbuhan yang bertanin
dihindari oleh hewan herbivora (Harbone, 1987). Beberapa fungsi dari
tannin yaitu sebagai pertahanan bagi tumbuhan dan mempunyai aktivitas
antioksidan (Robinson, 1995).
Flavonoid mencangkup banyak pigmen yang paling umum terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan dari fungi sampai angiospermae. Pada bunga,
falvonoid berperan sebagai pigmen yang dapat menarik burung dan
serangga untuk membantu proses penyerbukan. Flavonoid memiliki
beberapa fungsi bagi tumbuhan diantaranya yaitu sebagai pengatur tubuh,
pengatur proses fotosintesis, anti mikroba dan anti virus (Robinson, 1995).
Flavonoid ini merupakan senyawa metabolik sekunder yang banyak
terdapat pada tumbuhan. Selain itu, flavonoid merupakan senyawa fenil
propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6, artinya kerangka
karbonnya terdiri dari dua gugus C6 disambung dengan rantai alifatik tiga
karbon. Sebagian besar senyawa flavonoid ditemukan di alam dalam
bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula (Djamal,
1990).
11
Alkaloid adalah golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di
alam, alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan biji,
daun, ranting dan kulit kayu, hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari
tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua
alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini bagaian dari cincin
heterosiklik, pada umumnya alkaloid yang ditemukan dialam mempunyai
keaktifan biologis. Alkaloid disebut juga senyawa nitrogen aromatik,
sebagaian besar alkaloid merupakan senyawa kristal putih yang larut
dalam air, sekitar 500 alkaloid telah diketahui, merupakan zat tumbuhan
sekunder yang terbesar. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan
banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, sehingga
secara luas digunakan dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987).
Kebanyakan alkaloid mempunyai rasa pahit, memiliki fungsi sebagai
bahan anti mikroba, sebagai pertahanan diri dari mikroba yang
menyebabkan infeksi (Hopkins, 1995).
Tumbuhan jeruju mengandung senyawa glikosida, alkaloid, flavonoid,
asam lemak, steroid, lignan dan komponen fenol dan terpenoid
(Kanchanapoom et al., 2001). Sedangkan huo et al., jeruju mempunyai
komponen glukosida yaitu 5,11 epoxymegasitigmane glukosida.
Kandungan kimia lain yang dimiliki tanaman jeruju antara lain
feniletanoid glikosida: Ilisifoliosida A dan ilisifoliosida B7; Alkaloid:
Akantisifolin; steroid: Stigmasterol, flavonoid; metilapigenin 7-O-E-d,
12
Glukuronat 5, 6; lignan glukosidal: (+)-lioniresinol 3a-[2-(3,5-dimetoksi4-
hidroksi)-benzoil]-O-E-glukopiranosida7, dan dihidroksimetil
bis(3,5dimetoksi-4-hidroksifenil)tetrahidrofuran-9(atau9')-O-
Eglukopiranosida8;benzoksazinoid seperti 7-kloro-(2R)-2-O-E-
dglukopiranosil-2H-1,4-benzoksazin-3(4H)-on dan (2R)-2-O-E-
dglukopiranosil-5-hidroksi-2H-1,4-benzoksazin-3(4H)-on(Depkes,1989).
F. Kegunaandan Khasiat Tumbuhan Jeruju
Secara empiris tumbuhan jeruju dilaporkan Purnobasuki (2004) berkhasiat
sebagai obat Aprodisiaka (perangsang libido), asma (buah); diabetes,
diuretik, hepatitis, leprosy (buah, daun dan akar); neuralgia, cacing
gelang, rematik, penyakit kulit, sakit perut (kulit batang, buah dan daun).
Antifertilitas, tumor, borok (resin). Beberapa efek farmakologi jerujupun
telah dilaporkan secara ilmiah, fraksi methanol daun jeruju bermanfaat
sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat produksi 7 radang (Kumar
et al., 2008).
Menurut Norapiyah (2012) akar dari tumbuhan Acanthus ilicifolius L.
dapat digunakan sebagai obat cacingan. Beberapa senyawa metabolit
sekunder antara lain alkaloid, flavonoid, tannin, steroid, saponin,
polifenolat dan kanion. Kandungan senyawa tannin dalam dunia medis
memiliki kemampuan sebagai antibakteri karena dapat merusak membran
sel, menghancurkan enzim dan fungsi materi genetik bakteri (Azizah,
2004). Flavonoid dan saponin berfungsi sebagai anti bakteri (Fithriani,
2009), kandungan saponin yang dimiliki pada akar Acanthus ilicifolius L.
13
dapat merusak sel-sel pada cacing sehingga cacing akan mati (Budiman,
2007), menurut Doughari (2012) senyawa saponin memiliki aktivitas
hipolipidemik dan antikanker.
Purnomo (2002) menyatakan bahwa kandungan alkaloid, flavonoid dan
fenol pada akar tumbuhan Acanthus ilicifolius L. mempunyai aktivitas
antihipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah. Menurut Robinson
(1995) flavonoid, steroid dan fenol berfungsi sebagai antivirus,
antihipertensi dan memiliki efek pengobatan terhadap gangguan hati.
Senyawa flavonoid memiliki beragam fungsi dalam pengobatan
diantaranya dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimicrobial,
antikoagulan, antihipertensi, antivirus, antiinflamasi dan antisariawan.
Penelitian Khajure dan Rathod (2010) dapat digunakan untuk mengatasi
penyakit beri-beri, borok, hepatitis dan heamatoma sedangkan bunga, daun
dan akar digunakan sebagai obat hepatitis dan diabetes.
Menurut Wostman and Liebezeit (2008) saponin, flavonoid dan fenol
berfungsi sebagai antibakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus penyebab penyakit bisul dan jerawat. Akar
Acanthus ilicifolius L. digunakan sebagai penawar racun gigitan ular,
karena mengandung flavonoid, saponin, alkaloid dan terpenoid yang dapat
menetralkan racun ular (Fithriani, 2009).
14
G. Biologi Mencit (Mus musculus L.)
Mus musculus L. liar atau Mus musculus L. rumah adalah hewan satu
spesies dengan Mus musculus L. laboratorium, semua galur Mus musculus
L. laboratorium sekarang ini merupakan keturunan dari Mus musculus L.
liar sesudah melalui peternakan selektif (Mangkoewidjojo dan Smith,
1988).
Mencit termasuk dalam genus mus, sub famili murinae, famili muridae,
order rodentia. Mencit yang sudah dipelihara di laboratorium sebenarnya
masih satu famili dengan mencit liar, sedangkan mencit yang sering
dipakai untuk penelitian biomedis adalah Mus musculus L. berbeda dengan
hewan lainnya, mencit tidak memiliki kelenjar keringat. Pada umur empat
minggu berat badannya mencapai 18-20 gram. Jantung terdiri dari empat
ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih
tebal. Hewan ini memiliki karakter yang lebih aktif pada malam hari dari
pada siang hari, diantara spesies hewan lainnya, mencit yang paling
banyak digunakan untuk tujuan penelitian medis (60-80%) karena murah
dan mudah berkembang biak (kusumawati, 2004).
H. Klasifikasi Mencit
Akbar (2010) menyatakan taksonomi mencit diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
15
Sub phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus L.
I. Morfologi Mencit
Mencit merupakan hewan poliestrus, yaitu hewan yang mengalami estrus
lebih dari pada dua kali dalam setahun. Seekor mencit betina akan
mengalami estrus setiap 4-5 hari sekali. Menurut Malole dan Pramono
(1989) mencit betina memiliki lima pasang kelenjar susu, yaitu tiga pasang
di bagian dada dan dua pasang di bagian inguinal. Mencit secara biologis
memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna putih atau keabu-
abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat.
Mencit merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya
pada malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor ,
diantaranya faktor internal seperti seks, perbedaan umur, hormon,
kehamilan, dan penyakit faktor eksternal seperti makanan, minuman, dan
lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi, berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40
gram untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa.
16
Sebagai hewan pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka.
Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0, dan
molar 3/3 (Setijono,1985). Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun
dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari
sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8 minggu, perkawinan mencit
terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus, satu induk dapat
menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Morfologi mencit (Mus musculus L.) dewasa disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Morfologi mencit (Mus musculus L.)
(Mather dan Lausen, 2009).
J. Perkembangan Fetus Mencit
Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.
Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut
oogonia (tunggal: oogonium). Pertumbuhan oosit antara lain berupa
peningkatan diameteroosit, pertambahan ukuran dari organel, dan disertai
dengan perubahan atau perkembangan pada inti dan sitoplasma (Telfer,
17
2008), proses oogenesis terdiri dari beberapa tahap yaitu oogonium
mengalami pembelahan mitosis berubah menjadi oosit primer, Oosit
primer melakukan meiosis (tahap I), yang menghasilkan dua sel anak yang
ukurannya tidak sama, sel anak yang lebih besar adalah oosit sekunder
yang bersifat haploid (n), ukurannya lebih besar dari yang lain karena
berisi lebih banyak sitoplasma dari oosit primer yang lain, sel anak yang
lebih kecil disebut badan polar pertama yang kemudian membelah lagi.
Oosit sekunder meninggalkan folikel ovarium menuju tuba fallopi.
Apabila oosit sekunder dibuahi oleh sel sperma (fertilisasi), maka akan
mengalami pembelahan meiosis yang kedua, begitu pula dengan badan
polar pertama membelah menjadi dua badan polar kedua yang akhirnya
mengalami degenerasi. Perkembangan oosit terdiri dari tiga tahap yaitu
proliferasi, pertumbuhan, dan pematangan. Pada tahap proliferasi terjadi
proses mitosis oogonium menjadi beberapa oogonia yang terjadi pada saat
pralahir atau sesaat setelah lahir kemudian oogonia berdiferensiasi menjadi
oosit primer dengan inti tahap profase I. Inti oosit pada tahap ini disebut
Germinal Vesicle (GV) yang ditandai dengan adanya membrane inti yang
utuh dan nucleus yang jelas. Selanjutnya oosit akan memasuki tahap
pertumbuhan dan pematangan yang berlangsung bersamaan dengan proses
perkembangan folikel.
Pertumbuhan oosit ditandai dengan peningkatan diameter oosit dan
pertambahan ukuran dari organel seperti kompleks golgi, retikulum
endoplasmik halus, butir lemak, peningkatan proses transkip untuk sintesis
18
protein. Tahap pematangan oosit ditandai dengan beberapa proses
perkembangan inti oosit (Hafez and Hafez, 2000).
Gambar 3. Proses Pembelahan Meiosis pada Oosit
Sumber : Citra (2013)
.
Proses pembelahan oosit secara meiosis pada Gambar 3, menjelaskan
tentang mekanisme pengaturan dan fisiologi perkembangan oosit primer
secara singkat. Awal pembelahan meiosis dimulai dari janin, pada saat itu
inti oosit berada pada tahap pembelahan profase I atau tahap dictyate (fase
istirahat). Proses pembelahan meiosis pada oosit dilanjutkan kembali
setelah individu hewan mengalami pubertas (Hafez and Hafez, 2000),
kelanjutan pembelahan meiosis berturut-turut akan melewati tahap
diakinesis (awal pemisahan dan kondensasi pasangan kromosom),
metafase (semua kromosom berada pada pusat pembelahan) dan anaphase
(pemisahan masing-masing kromosom sepanjang pusat belahan spindle)
dan telofase (pembagian kromosom selesai). Pembelahan meiosis yang
pertama menghasilkan 2 sel telur yang masing-masing berisi setengah
komplemen kromosom, salah satu dari sel telur tersebut yang mendapatkan
19
hampir seluruh sitoplasma disebut oosit sekunder dan oosit sekunder inilah
yang nantinya akan menjalani proses pembelahan lebih lanjut.
Pada saat inti berada pada tahap metaphase II oosit diovulasikan dari
folikel, namun proses maturasi oosit masih berlanjut hingga terjadi proses
fertilisasi antara ovum dengan sperma dan badan kutub kedua terbentuk.
Masa embriogenik atau masa organogenesis merupakan masa yang
berlangsung dari perkembangan minggu ke-3 hingga minggu ke-8 dan
merupakan masa terbentuknya jaringan dan sistem organ yang spesifik
dari masing-masing lapisan (Sadler, 2000).
Fetus adalah makhluk yang sedang berkembang dengan bentuk morfologi
menyerupai bentuk dewasa, tahap perkembangan embrio meliputi tahap
progenesis, embriogenesis dan organogenesis (Roux, 2011).
Tahapan progenesis merupakan tahap awal perkembangan individu baru
yang diawali dengan proses gametogenesis yaitu terbentuknya empat
sperma pada jantan dan satu ovum pada betina yang kemudian akan
dilanjutkan dengan terjadinya fertilisasi sehingga membentuk zigot.
Kebuntingan merupakan tanda dari keberhasilan suatu fertilisasi. Selama
periode kebuntingan akan terjadi rangkaian proses perkembangan embrio
(embriogenesis) yang terdiri dari tahap proliferasi, pertumbuhan dan
integrasi antar sistem tubuh menjadi satu kesatuan fungsional (Panjaitan,
2003).
20
Tahapan embriogenesis adalah tahap yang diawali dengan proses
pembelahan sel atau proliferasi sel yaitu pertambahan jumlah sel setelah
terjadi pembuahan, zigot berproliferasi dengan cara melakukan
pembelahan mitosis menjadi blastomer, morula, blastula dan gastrula
(Roux, 2011).
Pembelahan sel yang pertama pada tikus maupun mencit terjadi 24 jam
setelah pembuahan. Pembelahan terjadi secara cepat di dalam oviduk dan
secara berulang-ulang, menjelang hari kedua setelah pembuahan, fetus
sudah berbetuk morula 16 sel bersamaan dengan pembelahan, fetus
bergulir menuju uterus. menjelang hari ketiga kebuntingan, fetus telah
masuk ke dalam uterus, tetapi masih berkelompok. Pada akhirnya fetus
akan menyebar di sepanjang uterus dengan jarak yang memadai untuk
implantasi dengan ruang yang cukup selama masa pertumbuhan (Roux,
2011).
Pada akhir tahap pembelahan pada hewan mecit (Mus musculus L.) akan
terbentuk blastula, blastula membentuk massa sel sebelah dalam dan
tropoderm yang akan berkembang menjadi plasenta. Massa selakan
berkembang menjadi hipoblas dan epiblas, dimana epiblas akan
berkembang menjadi fetus dan hipoblas akan berkembang menjadi
selaput ekstra fetus. Blastomer akan terimplantasi pada hari ke-4
kehamilan dan berakhir pada hari ke-6 kebuntingan. Kemudian diikuti
dengan proses gatrulasi, yaitu adanya perpindahan sel dan diferensiasi
21
sel untuk membentuk lapisan ektoderm, endoderm dan mesoderm (Roux,
2011).
Pada tahapan organogenesis terjadi proses pembentukan organ, terjadi
pada hari ke-6 sampai hari ke-11 dari kebuntingan. Dimana proses
pembentukan organ dari lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm
yang merupakan tahap akhir perkembangan embrio. Lapisan ektoderm
akan membentuk susunan saraf, lapisan epidermis kulit, bagian mulut
dan anus. Lapisan mesoderm akan membentuk otot, pembuluh darah
dan jaringan pengikat. Lapisan endoderm akan membentuk lapisan
saluran pencernaan dan berbagai organ pencernaan seperti hati dan
pankreas. Pada masa ini, fetus cenderung memiliki respon teratogenik
(Roux, 2011).
K. Siklus Hidup Mencit
Siklus reproduksi mencit bersifat poliestrus dimana siklus estrus (berahi)
berlangsung sampai lima hari dan lamanya estrus 12-14 jam. Mencit
jantan dewasa memiliki berat 2040 gram sedangkan mencit betina dewasa
18-35 gram. Hewan ini dapat hidup pada temperatur 300
C lama hidup
mencit satu sampai tiga tahun, dengan masa kebuntingan yang pendek (18-
21 hari) dan masa aktifitas reproduksi yang lama (2-14 bulan) sepanjang
hidupnya. Mencit mecapai dewasa pada umur 35 hari dan dikawinkan
pada umur delapan minggu (jantan dan betina) (Mangkoewidjojo dan
Smith, 1988).
22
Mencit dewasa pada umur 35 hari dan memiliki waktu kehamilan 19-21
hari dan umur sapih 21 hari dengan berat mencit dewasa rata-rata 20-30
gram dan memiliki berat lahir 0,5-1.0 gram. Menurut Somala (2006) suhu
rektal mencit 35-39o C, pernapasan 140-180 kali/menit dan denyut jantung
600-650 kali. Mencit juga salah satu golongan pengerat yang bersifat
omnivorus, nokturnal, takut cahaya, dan dapat hidup dengan baik di
ruangan dengan temperatur antara 20-25o C dengan kelembaban ruang 45-
55% (Keane, 2011).
L. Berat dan panjang fetus
Laju pertumbuhan dan perkembangan fetus menentukan variasi ukuran
Fetus. Rata-rata fetus mencit normal pada umur kebuntingan hari ke-18
adalah 1,4 gram. Penurunan berat dan panjang tubuh adalah bentuk paling
ringan dari efek senyawa teratogenik dan merupakan parameter yang
sensitif. Gangguan perkembangan individu dalam uterus menyebabkan
kelainan antara lain kelahiran dengan berat badan yang tidak normal
(Yantrio et al., 2002).
Berat dan panjang fetus merupakan salah satu parameter yang penting
untuk diamati dalam penelitian teratogenik. Penurunan berat dan panjang
badan fetus merupakan efek dari pemberian senyawa yang bersifat
teratogenik (Wilson, 1973).
23
M. Malformasi
Pertumbuhan dan perkembangan fetus tidak selalu terbentuk sempurna
kadang terjadi penyimpangan atau kelainan. Kelainan yang dibawa sejak
lahir dapat disebabkan oleh faktor genetik, atau faktor lingkungan, yang
bisa berupa faktor internal dan eksternal. Teratogen karena faktor
lingkungan bisa berasal dari induksi ion Hg, Pb, virus teratogenik,
pengaruh radiasi, ketidakseimbangan hormon, trauma fisik, dan kondisi
stress (Jelodar dan Rodashtian, 2009).
Menurut Salomo (2002) pengamatan malformasi dimulai dari daerah
kepala, diperhatikan bentuk dan ukuran kepala, serta di kepala harus
terdapat 2 tonjolan mata yang masih tertutup, 2 lubang hidung dan 2
telinga. Mulut dan bibir diamati ukuran, dan bentuk. Mulut dibuka untuk
diamati dan memastikan ada tidaknya celah dilangit-langit mulut atau
sumbing (cleft palate). Pada tungkai diamati ukuran, kelengkapan ruas
dan arah rotasi, siku, telapak dan jemari, jumlah jemari masing-masing 5
depan dan 5 belakang diamati adanya kelainan pada jumlah ukuran. Ekor
diamati ukuran dan pembengkokannya.
N. Toksikologi
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang racun, terutama
pengaruhnya terhadap makhluk hidup. Salah satu unsur toksikologi
adalah zat kimia yang mampu menimbulkan respon terhadap sistem
biologi. Seiring dengan berkembangnya ilmu telah ditemukan banyak cara
24
untuk menguji status keteratogenikan suatu senyawa, senyawa tersebut
dapat berupa obat-obatan, bahan aditif untuk makanan, bahan pencemar
di lingkungan industri, pestisida, logam berat, pelarut organik, gelombang
elektromagnetik, bunyi, temperatur ekstrim, dan lain- lain. Apabila
embrio yang sedang berkembang terpapar senyawa tersebut, ada peluang
proses perkembangannya menjadi terganggu (Salomo, 2002).
Tahap praimplantasi dimulai dari fertilisasi, pembelahan awal (cleavage),
blastula hingga gastrulasi awal, pada tahap ini diferensiasi sel belum
lanjut, jika satu atau sekelompok sel rusak oleh gangguan senyawa toksik,
masih memungkinkan bagi sel lain di sekitarnya membelah dan
menggantikan posisi dan peran sel rusak tadi, dengan demikian embrio
pulih dan perkembangan dapat berlanjut. Pada tahap praimplantasi efek
dari gangguan senyawa toksik pada embrio tidak menyebabkan kelainan
perkembangan, namun jika efek suatu senyawa toksik menimpa tahap
organogenesis pada embrio, yaitu ketika pembentukan organ sedang
berlangsung, maka perkembangan organ dapat terganggu dan mungkin
terjadi kecacatan yang dapat teramati saat lahir, dengan demikian terdapat
empat kelompok wujud gangguan perkembangan embrio, yaitu kematian,
kecacatan, hambatan pertumbuhan, dan gangguan fungsi (Solomo, 2002).
O. Teratogenik
Teratogenik adalah zat atau senyawa yang dapat menyebabkan kecacatan.
Teratogenesis adalah proses pembentukan kelainan bawaan atau
kecacatan, kelainan ini merupakan penyebab utama mortalitas pada fetus
25
yang lahir. Faktor yang dapat menyebabkan teratogenesis adalah senyawa
kimia, kekurangan gizi, infeksi virus, ketidakseimbangan hormonal dan
berbagai kondisi stress. Menurut Lu (1995) mekanisme kerja senyawa
kimia yang bersifat teratogen pada hewan uji coba diantaranya adalah
gangguan terhadap asam nukleat, kekurangan pasokan energi dan
osmolaritas dan penghambatan enzim. Gangguan terhadap asam nukleat
apabila terdapat banyak zat kimia yang dapat mempengaruhi replikasi dan
transkripsi asam nukleat atau translasi RNA, contohnya: antimetabolit dan
intercalating agent.
Kekurangan pasokan energi dan osmolaritas apabila senyawa teratogen
tertentu mempengaruhi metabolisme dengan cara mengurangi persediaan
substrat dan ketidakseimbangan osmolaritas dapat disebabkan oleh
hipoksida dan zat penyebab hipoksida (CO, CO2) yang bersifat teratogen.
Hal ini dapat menyebabkan kelainan bentuk dan iskemia jaringan.
Penghambat enzim seperti 5-flourourasil dapat menyebabkan cacat atau
kelainan karena mengganggu diferensiasi dan pertumbuhan sel (Lu, 1995).
Pengaruh yang ditimbulkan oleh teratogen antara lain :
a) Aberasi, yaitu kelainan morfologi meliputi struktur luar dan dalam
serta kelainan fungsional. Misalnya :
(1) Anomali minor : kelainan penulangan pada sternum, ekorkeriting, kaki
lurus, adanya tulang rusuk tambahan, malrotasi anggota badan atau
cakar, lidah menonjol, kelainan pembentukan pelvis ginjal dan kulit
transparan.
26
(2) Anomali mayor : spina bifida dan hidrosepali yang akan mengganggu
kelangsungan hidup pertumbuhan dan perkembangan, kesuburan dan
panjang usia hewan.
(b) Resorbsi, merupakan manifestasi kematian hasil konsepsi.
(c) Fetus resorbsi (Iriani, 2009).
Gambar 4. Morfologi fetus mencit (a). Fetus normal, (b). Fetus kerdil
(Iriani, 2009)
27
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2017, di-
Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia FMIPA Unila untuk
pembuatan ekstrak daun jeruju dan di Laboratorium Zoologi, Jurusan
Biologi FMIPA Unila untuk tempat pemberian perlakuan pada mencit dan
pengamatan.
B. Alat dan bahan
1. Alat-alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit yang
berukuran 50x30 cm beserta penutup yang terbuat dari kawat, tempat
makan dan minum mencit sebanyak 20 unit yang akan terbagi dalam 4
kelompok, seperangkat alat bedah, sonde lambung, kertas label, kertas
millimeter blok, penggaris, jangka sorong, timbangan digital, kamera,
bak parafin, pena dan buku.
2. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor mencit betina
dan jantan yang berumur 3-4 bulan dengan berat sekitar 30 gram, sekam
padi sebagai alas kandang mencit, alkohol 95%, alkohol bertingkat,
28
benang, kapas, kloroform, pelet sebagai makanan mencit, aquabides, air,
dan ekstrak daun jeruju.
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Hewan Uji
Sebelum melaksanakan penelitian, disiapkan terlebih dahulu kandang
yang berukuran 50 x 30 cm dan penutup dari bahan kawat berukuran
15x15 mm sebanyak 20 unit dan hewan uji yaitu 20 mencit jantan dan 20
mencit betina yang berumur 10 minggu dengan kondisi fertil, dan berat
sekitar 30 gram. Hewan uji diperoleh dari Balai Penyidikan dan
Pengujian Veteriner (BBPV) Regional III Provinsi Lampung.
Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 10 hari dalam kondisi
laboratorium dengan tujuan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar
dan membatasi pengaruh lingkungan dalam percobaan. Di dalam
kandang yang telah disiapkan, ditempatkan satu ekor mencit jantan dan
satu ekor mencit betina serta diberi makan dan air minum secukupnya
setiap hari.
2. Pembuatan ekstrak daun jeruju
Pada penelitian ini untuk mendapatkan ekstrak daun jeruju digunakan
metode evaporasi. Daun Jeruju dibersihkan, dicuci, dan dijemur (tanpa
sinar matahari) hingga kering (oven). Setelah kering jeruju kemudian
digiling hingga menjadi serbuk. Kemudian dilakukan maserasi dengan
29
cara merendam 500 gram serbuk jeruju dalam 5 liter larutan etanol
selama 24 jam. Kemudian disaring menggunakan kertas saring
(Susilawaty dan Hermansyah, 2015). Cairan hasil saringan tersebut
kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi menggunakan alat rotary
evaporator selama 4 jam dengan suhu 50°C dan tekanan 120 atm.
Kemudian didapatkan ekstrak jeruju sebanyak ± 200 ml.
3. Pemberian perlakuan pada mencit
Induk mencit disatukan dengan jantan dengan tujuan supaya terjadi
perkawinan hingga terdapat adanya sumbat vagina yang dihitung sebagai
hari kebuntingan ke-0 (Silvia, 2011). Kebuntingan dapat juga diketahui
dengan cara mengangkat ekstrimitas depan mencit dan melihat apakah
kelenjar mammae turun. Hal ini karena perkembangan kelenjar
mammae berada pada tahap persiapan laktasi yang dimulai selama masa
kebuntingan.
Pemberian ekstrak daun jeruju dilakukan secara oral atau dicekok untuk
mempermudah masuknya ekstrak ke dalam tubuh mencit. Menggunakan
alat sonde lambung mulai dari kebuntingan hari ke 6 sampai ke 17
(Silvia, 2011).
Pada penelitian ini pemberian ekstrak daun jeruju diberikan secara oral,
sehingga persen pemberian aquabides adalah 1 %. Hewan uji yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mencit dengan berat sekitar 30
30
gram, menurut Yorijuly (2012) rumus perhitungan volume penggunaan
aquabides yaitu:
Volume Pemberian = Berat x Persen Pemberian
= 30 gram x 1%
= 30 gram x (1 ml/100 gram)
= 0,3 ml
Berdasarkan acuan metode penelitian jurnal farmakologi dan farmasi
klinik (Latifah dkk, 2015) mengenai potensi tumbuhan mangrove daun
jeruju (Acanthus ebracteatus L.) sebagai obat anti diabetes dengan
menggunakan dosis 125 mg/Kg BB, 250 mg/Kg BB dan 500 mg/Kg BB
dalam 1 ml aquadest. Maka, setelah dikonversikan dengan dosis mencit
yang memiliki berat 30 gram, dosis yang diberikan setiap pergram berat
badan mencit yaitu :
Berat jeruju = 125 mg x
Berat hewan 1000 g 30 g
x = 3,75 mg
Melalui perhitungan di atas, maka kelompok perlakuan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Kelompok kontrol, diperlakukan dengan diberi 0,3 ml aquabides
Kelompok dosis 3,75 mg/30 gr BB dalam 0,3 ml aquabides (P1)
Kelompok dosis7,5 mg/30 gr BB dalam 0,3 ml aquabides (P2)
Kelompok dosis 15 mg/30 gr BB dalam 0,3 ml aquabides (P3)
31
4. Pengamatan
Semua mencit betina yang bunting baik pada kontrol dan yang diberi
perlakuan, pada hari kebuntingan ke-17 dimasukkan ke dalam desikator
untuk dibius menggunakan klorofom, selanjutnya mencit dibedah dan fetus
dikeluarkan dengan memotong uterus dan plasenta untuk diamati. Fetus dari
masing-masing induk dibersihkan dengan dikeringkan memakai tissue.
Parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu jumlah fetus yang hidup
dan yang mati, berat badan ditimbang dengan timbangan digital untuk
melihat apakah berat badan bertambah atau berkurang, dan panjang fetus
diukur dari ujung moncong sampai ujung ekor menggunakan jangka sorong,
kemudian dilihat ada tidaknya perkembangan abnormalitas dan mortalitas
yang teramati secara visual pada morfologi fetus (Wilson, 1975; Setyawati,
2009).
D. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL), 20 ekor mencit betina yang bunting
dibagi dalam 4 kelompok yaitu 1 kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok
diberi perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit
sebagai ulangan. Menurut Federer (1997) rumus penentuan sampel untuk
uji eksperimental dengan rancangan acak lengkap adalah:
t(n-1)≥15
32
Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah
sampel yang diperlakukan tiap kelompok. Perhitungan sampel:
4(n-1) ≥15
4n-4≥15
4n≥19
n≥4,75
Jadi, hasil nilai yang diperoleh 4.75 dibulatkan menjadi 5 sehingga setiap
kelompok percobaan masing-masing memiliki 5 ulangan.
Susunan rancangan percobaan adalah sebagai berikut:
Gambar 5. Rancangan Percobaan
Keterangan:
P= Perlakuan yang digunakan (P1;P2;P3)
K= Kontrol (K)
U= Ulangan (U1, U2, U3, U4, U5)
KU1 P1U1 P2U1 P3U1
P2U2
P1U3
KU4
P3U5
P3U2
KU3
P1U4
P2U5 P1U5 KU5
KU2
P2U3 P3U3
P1U2
P3U4 P2U4
33
E. Analisis data
Data hasil penelitian berupa morfologi fetus dianalisis dengan cara
deskriptif. Data berupa jumlah, berat badan dan panjang fetus dianalisis
dengan metode statistik ANOVA (Analysis of Variance) pada taraf nyata
5% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan efek yang ditimbulkan antar
perlakuan. Kemudian apabila terdapat perbedaan yang nyata maka akan
dilanjutkan uji lanjut dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf
nyata 5%.
34
F. Diagram alir penelitian
Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 5.
Gambar 6. Diagram Alir Percobaan
Persiapan kandang dan hewan uji
Aklimatisasi
pembuatan ekstrak daun jeruju
Proses kopulasi mencit
Pembuktian kopulasi mencit
Pemberian perlakuan berupa ekstrak daun jeruju
Pembedahan dan pengamatan morfologi meliputi jumlah fetus,
berat berat fetus, panjang fetus, abnormalitas dan mortalitas pada
fetus mencit
Analisis data
Hasil dan Penyusunan Laporan
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun
jeruju (Acanthus ilicifolius L.) pada mencit (Mus muculus L.) :
1. Tidak menyebabkan kematian dan tidak mengurangi jumlah fetus yang
dikandung oleh induk mencit.
2. Menurunkan berat badan fetus.
3. Menurunkan panjang fetus.
4. Tidak menyebabkan terjadinya abnormalitas pada morfologi fetus.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek sitotoksik ekstrak daun
jeruju (Acanthus ilicifolius L.) terhadap fetus mencit.
48
DAFTAR PUSTAKA
Agoramoorthy G., F.A Chen.,V. Venkatesalu., P.C., Shea. 2009. Bioconcentrationof heavy metals in selected medicinal plants of India. J Environ Biol.30 (2): 175-178.
Akmal, M. Ddk. 2008. Efek Paparan Biji Pinang (Areca cathecu) TerhadapMortalitas Spermatozoa Tikus (Rattus norvegicus): UpayaMenemukan Kandidat Anti-fertilitas Pria. Jurnal Kedokteran Hewan(2), No. 2, September.
Almahdy, A. 1999. Efek Teratogenik Fraksi Sisa Ekstrak Daun Emilia sonchifolia(L.) DC in ovo. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.
Almahdi, A. 2013. Uji Fetotoksik Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Sanctum L.)Pada Mencit Putih. Universitas Andalas. Padang.
Andriani, Y. 2015. Efek Paparan Asap Rokok Pada Model Mencit Selama FaseOrganogenesis dan Pertumbuhan. Universitas Andalas. Padang.
Anastasia, O.K. 2013. Uji Teratogenik Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Perseaamericana Mill) Pada Mencit Betina (Mus musculus) Calyptra.Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 2 (1).
Ardli, E.R., E. Yani., A. Widyastuti. 2011. Density and Spatial Distribution ofDerris trifoliata and Acanthus ilicifolius as a Biomonitoring Agent ofMangrove Damages at the Segara Anakan lagoon (Cilacap,Indonesia). 2nd International Workshop for Conservation Geneticsof Mangroves.
Astika. 2000. Penelitian Hayati Vol. 5 No. 2. PBI Komisariat Surabaya. Surabaya
Arrington, L. R. 1972. Introductory Laboratory Animal Science, the Breeding,Care and Management of Experimental Animal. The InterstatePrinters and Publisers, Inc. Denville.
Binar, A. D., dan W. Retno. 2008. Identifikasi Senyawa Bioaktif dan EkstrakDetrofeleum Eter Dan Ekstrak Metanol Daun Jeruju (Acanthusilicifolius). Fakultas Farmasi. Universitas Muhamadiyah Purwokerto.Purwokerto.
49
Budiman, R, 2007. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Putih pada Ransumterhadap Gambaran Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi CacingNematoda (Ascaridia galli). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Citra, S. R. 2013. Proses Oogenesis pada Manusia. Http://Bioedulima. Blogspot.Com/2013/04/ Oogenesis-Pada-Manusia-2_8 html. [25 juli 2018].
Departemen Kesehatan RI (1989). Materi Medika Indonesia, jilid V. Jakarta:Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Djamal, R.1990. Kimia Bahan Alam. Universitas Andalas. Padang.
Latifah, E., P., D. Pribadi, Sukmarani. 2015. Potensi Tumbuhan mangrove DaunJeruju (Achanthus ilicifolius) Sebagai Obat AntiDiabetes. Skripsi.Universitas Muhammadiyah Magelang. Magelang.
Fithriani, D. 2009. Potensi Antioksidan Caulerpa racemosa Di PerairanTelukHarun Lampung. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Giesen, W. 1991. Checklist of Indonesian Freshwater Aquatic Herbs. AsianWetland Bureau-Indonesia.
Hafez, E.S.E. 2000. Horses in: Reproduction in Farm Animals. 7th Edition. B.Hafez, E.S.E Hafez (eds) Lippincot Williams & Wilkins.Philadelphia.
Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Moderen MenganalisisTumbuhan (Terjemahan Oleh Koesasi Padmawinato & IwangSudiro). ITB. Bandung.
Hartini, 2011. Pengaruh Dekok daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava Linn.)Terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa TikusPutih Jantan. Jurnal Universitas Andalas. Sumatra Barat.
Hamdani, D, 2007. Mengenal Tanaman Obat Nusantara. PT. Panca AnugrahSakti, Jakarta.
Herrera, A.A., E.C.K. Rich., dan A.D.G.I. Lerrie. 2011. Effects of OralAdministration of Crude Leaf Extracts of Aglaia loheri Blanco andArdisia pyramidalis (Cav.) Pers on Embryo Morphology andMaternal Reproductive Perfomance. Journal of Medicinal PlantsResearch. 5 (16), pp.3904-396.
Heupel. 2008. Root Cause Analysis Handbook: A Guide to Efficient and EffectiveIncident Investigation. Connecticut Philip Jan Rothstein. FBCI.
50
Hidayat., S. Yuzammi., S. Hartini., I.P., Astuti. 2004. Tanaman Air Kebun RayaBogor. Vol. 1 No. 5. Kebun Raya Bogor. Bogor.
Hopkins, G. W. 1995. Introduktion to plant Physiology. JhonWilley And Sont.Inc. USA.
Hutahean, S. 2002. Prinsip-Prinsip Uji Toksikologi Perkembangan. FMIPAUniversitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Irawanto R. 2009. Inventarisasi Koleksi Tanaman Air Berpotensi WWG di KebunRaya Purwodadi. Prosiding Seminar Nasional TeknologiLingkungan IV-ITS. Surabaya.
Irawanto R. 2014b. Phytomedicine of Acanthus ilicifolius dan Coix lacryma-jobi.Prosiding 2nd International Biology Conference-ITS Surabaya.
Irawanto, R., Ariyanti, E. E., R. Hendrian. 2015. Jeruju (Acanthus ilicifolius):Biji, perkecambahan dan potensinya. Skripsi. LIPI. Jawa Timur.
Iriani, S. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus) setelah PemberianEkstrak Daun Sambiloto. Skripsi. FMIPA. Universitas Lampung.
Irmala, D.S. 2015. Pengaruh Pemberian Asam Retinoat Terhadap PerkembanganFetus Mencit (Mus musculus) Swiss Webster. Universitas Sriwijaya.Palembang.
Jacobsen, K. L. A. Slotkin., W. Theodore., M. Michael., W. E Mencl, & K. P.Pugh. 2007. Neuropsychopharmacology. Visuopatial memoryDeficits Emerging During Nicotine Withdwarl In Adolescents WithPrenatal Exposure To Active Maternal Smoking, 1550-1561.
Jayaweera, D.M.A., L. K Senaratna. 2006. Medicinal Plants (Indigenous andExotic) Used in Ceylon. The National Science Foundation.Colombo.
Jelodar, G., M. Rodashtian. 2009. Effect of Radiation Laekage of MicrowaveOven on Pregnant Mice. J Babol Univ Med Sci : 11 (3).
Kaufman, M. H. 1992. The Atlas of Mouse Development. Academic Press.London.
Kanchanapoom, T., S.K. Mohamed., K. Ryoji., Y. Kazuo., P. Chayan., dan H.Yoshikazu. 2001. Lignan Glucosides from Acanthus ilicifolius.Phytochemistry. 56 : 369-372.
Khajure, P. V. & J. L Rathod. 2010. Antimicrobial Activity of Extracts ofAchantus ilicifolius Extracted from the Mangroves of Karwar Coast
51
Karnataka. Recent Research in Science and Technol vol 2 no.6, hal98-99.
Keane, M. T. 2011. Cognitive Psychology 4thed. Taylor & Francis Inc.Philadelphia.
Kovendan K., K. Murugan. 2011. Effect of Medicinal Plants on the MosquitoVectors from the Different Agroclimatic Regions of Tamil Nadu,India. Advan Environ Biol 5 (2): 335-344.
Kumar, M. S. K. T., B. Gorain., D. K. Roy., S. K. Samanta., M. Pal., P. Biswas.,A. Roy., D. Adhikari., Karmakar. 2008. Anti-inflammatory activityof Acanthus ilicifolius. J Ethnopharmacol 120:7-12.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta.
Kusumawardani Y., R. Irawanto. 2013. Study of Plants Selection in WastewaterGarden for Domestic Wastewater Treatment. Proceeding of theInternational Conference of Basic Science-Universitas Brawijaya.Malang.
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran dan Penilaian ResikoEdisi II. Penerbit UI. Jakarta. p.155-157.
Malole, M.B.M. and C. S. U. Pramono. 1989. Pengantar Hewan-HewanPercobaan di Laboratorium. Bogor. Pusat Antara UniversitasBioteknologi IPB.
Mangkoewidjojo dan Smith. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, danPenggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis.UI Press. Jakarta.
Maradjo, M. (1985). Tumbuhan Pantai. PT. Gita Karya. Jakarta.
Medero. (2008). Mouse Lecture & Wet Lab. [Online]. Tersedia: http: // www.uprh. edu /~RISE/activities/mouse/files/page11_1.jpg [25 Oktober2017].
Muna, L., O. P. Astirin., dan Sugiyanto. 2011. Uji Teratogenik Ekstrak Pandanusconoideus Varietas Buah Kuning Terhadap Perkembangan EmbrioTikus Putih (Rattus novergicus). Nusantara Bioscience. 2. Pp 126-134.
Nurcahyani, N., H. Busman., Sutyarso., dan S. Andriani. 2017. Cytotoxic Efect ofPare (Momprdica charantia L.) Extract On Fetal Developlement ofMice (Mus musculus L.) Jurnal Biologi Indonesia. UniversitasLampung. Bandar Lampung.
52
Nurliani, A. 2007. Penelusuran Potensi Antifertilitas Kulit Kayu Durian(Durioziberthinus Murr.) Melalui Skrining Fitokimia. Seminar Sainsdan Terapan Kimia, pp. 53-58.
Norapiyah, 2012. Pemanfaatan Vegetasi Mangrove Pada Masyarakat DesaSungai Tekong Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.Skripsi. Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Panjaitan, R.G. 2003. Bahaya Gagal Hamil yang Diakibatkan MinumanBeralkohol. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Plantamor. 2016. Jeruju. Diakses dari http://www. plantamor.com. [18 Oktober2017].
Purnobasuki, H. 2004. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. Biota IX(2): 125-126.
Purnomo, L. H. 2002. Manfaat Beberapa Jenis Tumbuhan Mangrove SebagaiBahan Obat Trad.isional. Warta Oseanografi, Vol. XVI, No. 4, hal10-12.
Robinson ,T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB.Bandung.
Roux, D. 2011. A High-Resolution Anatomical Atlas of the Transcriptomein theMouse Embryo. JPLOS Bio: 9 (1).
Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Ed. 7: Masa Embriogenik.EGC. Jakarta. pp. 67-89.
Sari, E. J. 2016. Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit (Mus musculus L.)Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Teki (Cyperus rotundus L.).Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Lampung. BandarLampung.
Santoso, H.B. 2006. Pengaruh Kafein Terhadap Penampilan Reproduksi danPerkembangan Skeleton Fetus Mencit (Mus musculus L.). JurnalBiologi. X: 39-48
Salomo, H. 2002. Prinsip-Prinsip Uji Toksikologi. Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Setyawati, I. 2011. Penampilan Reproduksi dan Perkembangan Skeleton FetusMencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas Muda. JurnalVeteriner. 112(3) pp.192-199.
53
Silvia,G.A.N. 2011. Pengaruh Pemberian Suspensi Sari Akar Manis TerhadapPerkembangan Janin Pada Mencit Bunting.Skripsi. Program EkstensiFarmasi. Depok.
Singh, D. and V. Aeri. 2013. Phytochemical and pharmacological potential ofAcanthus ilicifolius. J Pharm Bioallied Sci. 5(1): 17–20.
Singh, A., S. Duggal and A. Suttee. 2009. Acanthus ilicifolius Linn. - LesserKnown Medicinal Plants with Significant PharmacologicalActivities. Ethnobotanical Leaflets 13: 431-36.
Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan danPenggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta : UI-Press
Somala, L. 2006. Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus L.) Betina yangMendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering.Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak FakultasPeternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Susetyarini, E. 2009. Daun Beluntas Terhadap Kadar Testoteron Tikus Putih(Ratus norwegicus) Jantan. Jurnal Gamma (5), No.1.
Susilawati dan Hermansyah. 2015. Aktivitas Larva Sida Ekstrak Metanol BuahPare (Momordica charantia L.) Terhadap LarvaAedesaegypti.Skripsi.Universitas Sriwijaya. Palembang
Suryawati, S. 1990. Pemakaian Obat Pada Kehamilan. LaboratoriumFarmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta
Taiz, L. & E. Zeiger. 1998. Plant Physiology. Sinauer Assosiation Inc. Publiser.Massachusertts
Telfer, E., M.C. laughlin., M. C. Ding. and K.J. Thang. 2008. A two. StepSerumfree Culture System Support Development Of HumanOocytes From Primodial Follicles in the Presence Of Activin. Hum.Reprod. 23: 1151-1158
Tolihere, M.R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa,Bandung.
Tuwuh, P., M.S. Lucia., dan Riyanto. 2016. Efek Teratogenik Ekstrak Ciplukan(Physalis Minima Linn) Terhadap Fetus Mencit (Mus musculus)Galur Sub Swiss Webster. Jurnal Pembelajaran Biologi. 3 (1) : 8-21.
Uche-Nwachi, E.O., dan C. McEwen. 2010. Teratogenic Effect of the WaterExtract of Bitter Gourd (Momordica charantia) on the Sprague
54
Dawley Rats. Afr. J. Traditional, Complementary and AlternativeMedicines. 7 (1) : 24-33.
Valkenberg, J.L.C.H,. N. Bunyapraphatsara. 2002. Plant Resources of SouthEastAsia No. 20 (2): Medical and Poisoning Plant 2. PROSEAFoundation, Bogor.
Widyastuti, N., T. Widiyani, dan S. Listyawati. 2006. Efek Teratogenik EkstrakBuah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl) PadaTikus Putih (Rattus novergicus L.) Galur Wistar. Bioteknologi. 3 (2).Pp 56-62
Wurlina. 2006. Pengaruh Antimitosis Ekstrak Achyranthes aspera Liin padapembelahan sel embrio (clevage). Berk. Penel. Hayati, 11, pp. 161-165
Wilson, J.G. 1973. Environment and Birth Defect. Academic Press. New york. Pp6-8
Wostman, R, & Liebezeit, G, 2008.Chemical Composition of the Mangrove HollyAcanthus ilicifolius (Acanthaceae) – Review and Additional Data.Senckenbergiana Maritima, vol 38 no. 1 hal. 31-37
Xie, L.S., Y.K. Liao., Q.F. Huang., M.C. Huang. 2005. Pharmacognostic Studieson Mangrove Acanthus ilicifolius. Zhongguo Zhong Yao Za Zhi 30:1501-1503
Yantrio, A., J., Y. Sugiyanto., Aida. 2002. Efek Klorambusil terhadapPerkembangan Fetus Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) StrainSparague-Dowly.Jurnal Biota VII(3):101-108.
Yorijuly. 2012. Perhitungan Dosis Untuk Hewan Percobaan. [Internet]. Terdapatpada : https:/yorijuly14. wordpress.com/2012/06/02/perhitungan-dosis-untuk-hewan-percobaan. Diakses pada tanggal 25 September2017.
Yudhoyono, A., D.G. Sukarya. 2013. 3500 Plant Species of The Botanic Gardensof Indonesia. PT. Sukarya dan Sukarya Pendetama. Jakarta.
Zahra, S. 2008. Efek Teratogenik Ekstrak Air Sarang Semut (Myrmecodiapendens Merr. & Perry) pada Tikus Putih (Rattus novergicus L.)Galur Wistar Fase organogenesis. Tesis S2. Jurusan Biologi FMIPA.Universitas Sebelas Maret. Surakarta.