BAB II
PEMBAHASAN
I. STROKE
a. Definisi Stroke
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang tidak disebabkan oleh
sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak
(stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan
intraventrikular dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA).
Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di
daerah yang terlokasir dan dapat teridentifikasi. Gangguan non fokal/ global tidak
selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain yang mungkin
menyebabkannya, sehingga gejala non fokal tidak seharusnya diinterpretasikan
sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis fokal.
b. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika
Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita
stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/
meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan
outcome stroke di berbagai negara. Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi
stroke padapada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥ 18 tahun.
Di antara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang
kulit putih serta 2,6% pada orang asia. Rata-rata mortalitas stroke pada laki-laki
lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan
perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Penurunan mortalitas stroke juga
dijumpai pada usia ≥ 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Dari survey ASNA di 28 RS seluruh Indonesia, diperoleh gambaran bahwa
penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu
yaitu 11,8% usia 45-64 tahun berjumlah 54,2 dan diatas usia 65 tahun tahun 33,5%.
Data-data lain ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar
24,5%.
c. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasin
berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifable, modifable, or
potentially modifable) dan bukti yang kuat (well documented or lesswell
documented).
1. Non modifable risk factors:
- Usia
- Jenis kelamin
- Berat badan lahir rendah
- Ras/etnik
- Genetik
2. Modifiable risk factors:
a. Well-documented and modifiable risk factor
- Hipertensi
- Terpapar asap rokok
- Diabetes
- Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
- Dispilidemia
- Stenosis arteri karotis
- Terapi hormon postmenopause
- Poor diet
- Physical inactivity
- Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
- Sindroma metabolik
- Alcohol abuse
- Penyalahgunaan kontrasepsi oral
- Sleep disorded-breathing
- Nyeri kepala migren
2
- Hiperhomosisteinemia
- Peningkatan lipoprotein
- Elevated lipoprotein-associated phospolipase
- Hypercoagulability
- Inflamasi
- Infeksi
d. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan sistem vertebrobasiler atau
semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 menit sampai
20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu
arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut.Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses
yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa:
1. keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan;
2. berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah;
3. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh darah ekstracranium;
4. rupture vascular di dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid.
e. Klasifikasi
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, stroke perdarahan dan
stroke iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada
stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak,
sedangkan pada stroke iskemik terjadinya gangguan ketersediaan pada suatu area di
otak dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke
dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi
penanganan yang berbeda.
3
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik atau stroke perdarahan adalah perdarahan yang tidak terkontrol di
otak. Perdarahan tersebut dapat menggenangi dan membunuh sel-sel otak, sekitar 20% stroke
adalah stroke hemoragik. Stroke hemoragik dapat dibagi menjadi:
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral terjadi di dalam substansi atau parenkim otak (di
dalam pia mater). Penyebab utamanya adalah hipertensi, khususnya yang tidak
terkontrol. Penyebab lain yaitu malformasi arteriovenosa (AVM), Angioma
Cavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi anti-koagulan, dan angiopati. Pada
perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak ruptur atau pecah,
sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak, dan kadang menyebabkan otak
tertekan karena adanya penambahan volume cairan.
2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Penyebab tersering adalah rupturnya aneurisma arterial yang terletak di dasar
otak dan perdarahan dari malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan permukaan
piamater. Pecahnya aneurisma ini menyebabkan perdarahan yang akan langsung
berhubungan dengan LCS, sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan
TIK. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan diatesis, trauma, angiopati amiloid,
dan penggunaan obat.
Stroke Infark
Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. Stroke
infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Bila penurunan aliran
darah ke otak sampai 18 ml/100 gram jaringan otak/menit maka aktivitas listrik neuron
terhenti tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Penurunan
aliran darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan otak mati, yang sering
disebut sebagai infark.
Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat
penurunan aliran darah ke jaringan otak seperti yang dijelaskan di atas. Perjalanan klinis ini
dapat mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu:
1. Transient ischemic attack (TIA)
4
TIA adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli.
2. Reversible ischemic neurological deficit (RIND)
Gejala neurologis RIND juga akan menghilang, namun berlangsung lebih lama, yaitu
lebih dari 24 jam bahkan sampai 21 hari. Pada RIND ada kemungkinan dokter dapat
mengamati atau menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam waktu 24-48
jam. Sedangkan PRIND (prolonged Reversible Ischemic Neurological deficit) akan
membaik dalam beberapa hari, maksimal 3-4 hari.
3. Stroke in evolution (Progressing stroke)
Pada bentuk ini gejala dan tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.
Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang
bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis progressing stroke ditegakkan mungkin
karena dokter dapat mengamati sendiri secara langsung atau berdasarkan atas
keterangan pasien bila eristiwa sudah berlalu.
4. Complete stroke non-hemmoragic
Complete stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah
menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacam-macam
tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.
II. STROKE NON-HEMORAGIK
a. Definisi
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial
atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik. Infark otak-kematian neuron, glia dan vaskulatur disebabkan
oleh tidak adanya oksigen atau nutrien atau terganggunya metabolisme. Tiap penyebab infark
(anoksia, iskemia, dan hipoglikemia) memiliki gambaran khas tersendiri, begitu pula zona
predileksi dan gambaran histopatologisnya.
b. Etiologi
1. Jendalan darah
Jendalan ini terlepas dari thrombus yang menempel pada katup jantung, atrium
kiri, atau segmen jantung yang hipokinetik pasca-infark jantung
2. Kristal Kolesterol
5
Kristal ini terlepas dari plak ateroma di dinding arteri karotis dan
vertebrobasilaris. Plak ini terbentuk selama bertahun tahun, dan bila mengalami
ulserasi akan melepaskan Kristal kolesterol dan bahan lipid lainnya.
3. Deposit metastasis
Sel-sel tumor ganas yang sampai di otak biasanya berasal dari karsinoma paru-
paru, payudara, ventrikulus, ginjal, tiroid, atau melanoma maligna.
4. Embolus Septik
Embolus ini berisi berbagai organisme yang mengalami proliferasi yang akhirnya
menyebabkan terjadinya end-arteritis, aneurisma mikotik, perforasi arteri, serebritis, abses
otak, atau kombinasi dari berbagai keadaan patologik tadi.
5. Embolus traumatik
a. Trauma pada vena sistemik, jantung, paru-paru, atau arteri aortokranial dapat
memasukan udara atau bahan padat asing ke dalam aliran darah yang akhirnya tiba di
otak.
b. Embolus lemak merupakan komplikasi trauma pada tulang panjang terutama yang
berisi sumsum tulang.
6. Gelembung nitrogen
Embolus gelembung nitrogen paling sering terjadi pada penyelam dan penerbang
yang perlengkapannya tidak berfungsi dan kemudian terjadi perubahan tekanan
atmosferik yang mendadak.
c. Patofisiologi
Mekanisme Atherosklerosis dan Atherotrombus
Deposit lemak (atheroma) atau plak akan merusak dinding arteri sehingga terjadi
penyempitan dan pengerasan yang menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang
disuplai oleh arteri tersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan
darah yang disebut trombi. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah lebih lanjut.
Pada beberapa kasus trombus akan membesar dan menutup lumen arteri, atau trombus dapat
terlepas dan membentuk emboli yang akan mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di
daerah lain. Pada kasus ini jaringan akan mati karen akehilangan suplai oksigen secara
cepat, jika terjadi di otak hal ini akan menyebabkan stroke.
6
Stroke iskemik yang disebabkan embolus dan thrombus erat hubungannya dengan
ateromasklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis
dengan cara :
- Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus.
- Trombus yang kemudian terlepas menjadi emboli.
- Menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Emboli Otak
Hampir 90 % emboli otak berasal dari jantung, dan sebagian besar kasus emboli otak
terdapat di hemisferum serebri. Jenis embolus bervariasi sesuai dengan umur penderita.
Penyakit valvular reumatik lebih sering terjadi pada dewasa muda; sementara itu emboli yang
berasal dari aterosklerosis lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua.
d. Gejala Klinis2, 5, 7
Gejala-gejala stroke dapat ditemukan sebagai berikut
o Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
o Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
o Penglihatan ganda.
o Pusing.
o Bicara tidak jelas (rero).
o Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
o Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
o Pergerakan yang tidak biasa.
o Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
o Ketidakseimbangan dan terjatuh.
o Pingsan.
Secara spesifik, gejala stroke muncul berdasarkan daerah mana yang
mengalami kerusakan. Dapat dibagi dalam: 1
1. Sistem syaraf pusat
o Hemiplegi
o Numbness
7
o Sensoris menurun
2. Batang otak
o Gangguan penciuman, pengecapan, pendengaran, atau penglihatan
o Ptosis
o Refleks menurun
o Penurunan sensasi dan kelemahan otot wajah
o Gangguan keseimbangan dan nistagmus
o Gangguan pernapasan dan denyut jantung
o Kelemahan otot sternocleidomastoid sehingga tidak dapat menoleh ke
satu sisi
o Lidah tidak dapat digerakkan dari satu sisi ke sisi yang lain
3. Kortek serebri
o Aphasia
o Apraxia
o Defek lapangan penglihatan
o Defisit memori
o Hemineglect
o Gangguan berpikir, bingung, hiperseksual
4. Serebellum
o Gangguan berjalan
o Vertigo
o Gangguan Keseimbangan
e. Penegakan diagnosis3, 6, 7
Dalam melakukan diagnosis dan penanganan kasus stroke “D” Stroke Care”
dapat dijadikan sebagai langkah kunci secara cepat :
Deteksi : deteksi dini secara cepat dan tepat terhadap gejala stroke
Dispatch : system transportasi pasien secara cepat dan lebih awal.
Delivery : identifikasi, manajament dan transortasi.
Door : triasse secara tepat ke pusat-pusat pelayanan stroke.
Data : triase, evaluasi dan manajement saat di unit gawat darurat
UGD)
Decision : pemelihan terapi yang tepat.
8
Drug : terapi fibronolitik, terapi intra arteri.
Disposisi : cepat rujukan ke unit stroke, ICU
Menurut pedoman yang dibuat berdasarkan consensus National Institute of
Neurological Disorder and Stroke (NINDS), penanganan akut stroke di rumah sakit
bertujuan untuk :
Pasien segera ditangani dokter dalam 10 menit pertama.
Anamnesis, pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan neurologis) dan
pemeriksaa darah rutin dilakukan sesegera mungkin.
Pemeriksaan CT scan kepala dilakukan dalam 30 menit pertama.
Pembacaan CT scan kepala dilakukan dalam 20 menit pertama setelah
pemeriksaan pencitraan.
Keputusan terapi harus dikerjakan dalam 60 menit pertama.
Diagnosis stroke didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
o Anamnesis
Penilaian pasien yang diduga mengalami TIA atau stroke bergantung pada
waktu yag dilewati dari onset gejala. Jika pasien dinilai dalam 3-6 jam setelah
onset stroke, focus utama adalah untuk menegakkan diagnosis stroke, tipe
patologis dan keparahannya, dan apakah reperfusi dini, atau terapi antiplatelet
dan atau terapi endarterectomi karotis mungkin diindikasikan. Jika pasien
dinilai atau dinilai kembali setelah waktu ini, fokusnya bukanlah pada terapi
reperfusi tetapi pada memastikan dan meminimalkan resiko resiko stroke
ulang dan sekuel lain serta kompliikasi stroke.
Kontak pertama Antara klinisi dan pasien merupakan suatu kesempatan
yag krusial untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang layak dan
memperoleh informasi yang relevan dari saksi, keluarga atau catatatan medis
umum pasien.
Anamnesis tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini ( warle el
al, 2007)
1. Karekteristik gejala dan tanda : modalitas yang terlibat (motoric,
sensorik, visual), daerah anatomi yang terlibat, apakah gejala-gejala
tersebut fokal maupun nonfokal, apa kulitasnya ( apakah negative
misalnya hilangnya kemampuan motoris atau visual ) ataukah positif
9
( misalnya menyebabkan sentakan tungkai limb jering, tingkling,
halusinasi).
2. Konsukuensi fungsional (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa
mengangkat tangan )
3. Kecepatan onset dan perjalanan neurologis : Kapan gejala tersebu
dimulai, apakah onsetnya mendadak atau tidak, apakah gejala tersebut
lebih minimal atau lebih maksimal saat onset, apakah menyebar atau
semakin parah secara bertahap, hilang timbul ataukah progresig dalam
menit/ jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi Antara fungsi normal dan
abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi; apakah yang pasien sedang
lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset.
5. Apakah ada gejala-gejala yang menyertai: nyeri kepala, kejang epileptic,
pank dan anxietas, muntah dan nyeri dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga
yang relevan: apakah ada riwayat TIA atau storke terdahulu, apakah
riwayat hipertensi, hiperkolesterolaemia, diabetes mellitus
7. Apakah ada prilaku atau gaya hidup yang relevan.
Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik berdasarkan anamnesis
o Pemeriksaan fisik :
1. Ditemukan faktor risiko (hipertensi, kelainan jantung, dll) bising pada
auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya.
2. Adanya defisit neurologik.
Pemeriksaan neurologis yang dilakukan meliputi:
Pemeriksaan paresis anggota gerak dan dan postur tubuh, apakah
deserebrasi atau dekortikasi.
10
Pola pernapanasan pasien, untuk menilai adanya adanya
hambatan jalan napas atau kegagalan pernapasan.
Kelainan wajah karena paresis n. fasialialis.
Menilai tingkat kesadaran.
Menilai kemampuan berbahasa.
Menilai ketidakmampuan pasien untuk memperhatikan stimuli
pada satu sisi lapangan pandang atau menunjukkan neglect
simdrom.
Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapangan pandang dan tes
konfrontasi.
Pemeriksaan pupil dan reflek cahaya.
Sensasi, dengan pemeriksaan kornea dan wajah terhadap benda
tajam.
Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap
stimuli.
Pemeriksaan fungsi motoric, sensorik dan fungsi serebelum.
Pemeriksaan reflex fisilogis dan reflex patologis.
o Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit, LED), hitung Jenis dan bila
perlu gambaran darah.
2. Komponen kimia darah, gas, elektrolit
3. Doppler, EKG, Ekhokardiograf, dll.
4. CT scan untuk membedakan infark dengan perdarahan.
5. Angiografi serebral (karotis, atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas.
6. Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitive dari CT scan dalam
mendeteksi infark serebri dni dan infark batang otak.
7. Pemeriksaan likuor serebrospinalis : serlngkall dapat membantu :
membedakan infark, perdorahan otak, baik PIS (perdarahan intraserebral)
maupun PSA (perdarahan subaraknoidal).
Algoritma dan penilaian dengan skor.7
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke dengan yang lain;
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan skor siraj
11
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan skor algoritma stroke gajah mada
12
f. Diagnosa Banding
Perbedaan stroke emboli dan stroke trombosis
13
KRITERIA DIAGNOSA TROMBOSIS EMBOLI
UMUR 50-70 tahun Semua umur
ONSET bangun tidur tak tentu
Perjalanan bertahap cepat
GEJALA PENYERTA :
Sakit kepala - -
Muntah - -
Vertigo + / - + / -
FAKTOR RESIKO :
Hipertensi + / - -
Peny. Jantung ASHD RhHD
Diabetes ++ -
Hiperlipid ++ -
g. Penatalaksanaan7
1. Fase Akut (0-14 hari sesudah onset penyakit)
o Anti edema otak
1. gliserol 10% per infus, 1 gr/kgBB/hari dalam 6 jam
2. kortikosteroid: dexametason bolus 10-20 mg iv, diikuti 4-5 mg/6 jam selama
beberaa hari lalu tappering off.
o Anti agregasi trombosit
Asam asetil salisilat seperti aspirin, aspilet, dll. Dosis rendah 80-300 mg/hari
o Antikoagulansia: heparin
o Neuro Protectif: Citicoline, piracetam, nimodipine
2. Fase Pasca Akut
Sasaran pengobatan dititikberatkan pada rehabilitasi pasien dan pencegahan
terulangnya stroke.
h. Rehabilitasi3
Program rehabilitasi penderita stroke diberikan setelah terjadi dan bermodalkan
kesembuhan anatomis, dengan tujuan agar tercapai kesembuhan fungsional, melalui
proses belajar kembali (relearning). Caranya ialah dengan memberikan
sensasi/stimulasi sesering mungkin pada bagian yang menderita, dan mengajarkan
kembali kepada penderita tentang pengaturan posisi dan gerak tubuh/anggota yang
berorientasi pada perkembangan motorik sejak masa bayi.
Program rehabilitasi dimulai ketika penderita mulai dirawat, yaitu sebelum
program mobilisasi dan latihan aktif, dimulai dengan pemberian posisi (positioning)
yang menguntungkan pemulihan fungsi tubuh, mencegah spastisitas dan sikap tubuh
abnormal; dan dengan nasehat serta pengarahan kepada penderita dan keluarganya.
Tujuan rehabilitasi adalah mengurangi, meniadakan sisa gejala dari strok dan
mengajarkan penderita untuk dapat hidup menolong diri sendiri dengan sisa
kecacatan yang ada. Seringnya latihan dapat mencegah komplikasi kekakuan otot,
ulkus dekubitus dan membantu menyiapkan latihan mobilisasinya.
Adapun tim rehabilitasi medis terdiri dari dokter (Rehabilitasi Medik,
Neurologist, Internist dll), perawat rehabilitasi medik, fisioterapist, terapist okupasi,
terapist wicara, ortotis – prostetis, psychologis.
14
Tindakan mobilisasi perlu menunggu waktu. Stroke trombosis tanpa
komplikasi/penyakit lain dimobilisasi mulai 2-3 hari setelah serangan.
Trombosis/emboli dengan infark miokardium tanpa komplikasi, program mobilisasi
dilakukan setelah minggu ke-3; namun jika penderita segera menjadi stabil tanpa
aritmia, mobilisasi dapat dilakukan dengan hati-hati mulai pada hari ke-10.
Sedangkan rehabilitasi pada stroke yang sedang berkembang (progressing stroke),
menunggu sampai tercapai stroke komplet, baru mulai diberikan latihan pasif; untuk
proses/lesi vertebro-basilar, perlu menunggu sampai 72 jam, sebelum menetapkan tak
adanya progresi lagi (stroke permanen).
i. Pencegahan1
1. Pencegahan primer
Mengurangi/mengendalikan faktor risiko misalnya dengan mengurangi merokok
atau kebiasaan lain yang dapat meningkatkan faktor risiko.
2. Pencegahan sekunder
Mengurangi risiko pada pasien yang sakit atau faktor risiko yang telah
teridentifikasi melalui skrining.
3. Pencegahan tersier
Mencegah/mengurangi komplikasi pada pasien yang sudah menderita stroke.
Pendidikan dan penyuluhan kepada penderita, keluarga dan masyarakat
tentang bahaya penyakit stroke perlu diberikan. Demikian pula cara-cara
menghindarinya, dan bagaimana/kepada siapa selayaknya mereka segera minta
pertolongan bila terserang stroke.
III. AFASIA
a. Anatomi dan Fisiologi Berbahasa6
Mengenali dan mengklasifikasi afasia membutuhkan pemahaman fugsi berbahasa,
disini dikemukakan konsep berbahasa yang sangat disederhanakan.
Semua stimulus pendengaran dihantar dari perifer melalui system auditif ke area
auditif primer di girus hisch, pada kedua lobus temporalis. Di hemisfer dominan dari area
auditif di bagian posterior lobus temporalis superior. Informasi dar hemisfer yang non
dominan dihantar melalui korpus kalosum ke area asosiasi auditif di hemisfer dominan.
15
Area ini asosiasi auditif dapat dianggap sebagai pusat identifikasi kata dan dikenal
sebagai area Wernicke. Setelah suara diidentifikasi sebagai symbol bahasa, informasi ini
diteruskan ke area pengenalan kata yang mungkin terletak di bagian inferior lobus parieatal di
hemisfer yang dominan. Pengenalan symbol bahasa didasarkan pada pengalaman masa
silam. Fungs area pengenalan bahasa bukan saja mengenali symbol bahasa, namun mengenai
hubungan satu symbol dengan symbol lainya. Bila fungsi ini telah dilaksanakan, informasi
disampaika kembali ke atau melalui area Wernicke ke area-area di otak, yang berkaitan
dengan encoding atau berespon terhadap bahasa., diikuti penyampaian informasi ke area
identifikasi kata. Komonikasi ditegakkan Antara area idenifikasi kata dengan area encoding
motor melalui serabut asosiasi yang menghubungkan bagian posterior girus temporal superior
dengan area operkuler pada lobus frontal.
Area encoding motoric ( area broca ) bertanggung jawa untuk koversi preliminier
symbol bahasa ke aktivitas motor. Informasi dari area encoding motor disampaikan ke area
motor primer pada hemisfer untuk dikonfersi menjadi gerakan motoric yang dibibutukan ,
yang memproduksi bicara (speech). Pada waktu yang bersamaan, terdapat komonikasi area
broca dengan area suplamenter yang terletak dibagian medius girus frontal superior.
Selanjutnya terjadi komonikasi dari area motoric suplamenter ke area motoric primer.
Lengkung refleks dari area broca melalui area mtorik suplamenter ke area motoric
primer tampaknya bertanggung jawab terhadap kemulusan konversi informasi di area motoric
primer menjadi impuls yang memproduksi bicara (speech).
b. Pemeriksaan
Pemeriksaan Kelancaran Bahasa6
Kelancaran berbicara verbal merupakan refleksi efisiensi menemukan kata. Bila
kemampuan ini diperiksa secara khusus dapat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada
lesi otak yang ringan atau pada dimensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi dengan tes
kelancaran, menemukan kata yaitu jumlah kata-kata trtentu yang dapat diucapkan selama
jangka waktu terbatas. Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan
selama jangka waktu 1 menit,, atau menyebutkan kata-kata yang mullai dengan huruf tertentu
misalnya huruf s atay huruf b dalam satu menit.
Menyebutkan nama hewan : pasien disuruh untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya
nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita cata jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya
16
parafasia. Seorang yang normal umumnya menyebutkan 18-20 detik nama hewan selama 60
detik dengan variasi 5-7.
Pemeriksaan pemahaman bahasa lisan6
Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit untuk dievaluasi.
Langkah berikut dapat digunaan untuk mengevaluasi pemahaman secara klinis, yaiu dengan
cara konversasi, suruhan, pilihan dan menunjuk.
Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya
memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemerksaa.
Suruhan. Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan
kesulitannyya misalnya mengambil pensil, letakkan di kotak, dan taruh kotak di atas meja
( suruhan ini dapat gagal pada pasien dengan apraksia dan gangguan motoric, walaupun
pemahamannya baik, hal ini harus diperhtikan oleh pemeriksa ).
Ya atau tidak. Kapada pasien dapat diberikan tugas bentuk pertanyaan yang dijawan
dengan ya atau tidak. Mengingat kemungkinan salah 50%, jumlah pertanyaan harus banyak
paling sedikit 6 pertanyaan, misalnya :
“Adakah yang bernama santoso ?”
Apakah AC dalam ruangan ini mati ?”
“Apakah ruang kamar ini mati ?”
“Apakah diluar sedang hujan ?”
Menunjuk. Kita mulai dengan suruan yang mudah dipahami dan kemudian meningkat
pada yang lebih sulit . Misalnya tunjuk bahu atau tunjuk gelas yang ada disamping televisi.
Menunjuk kita mulai dengan suruhan yang mudah dipahami dan kemudian meningkat
pada yang lebih susah. Misalnya tunjuk lampu kemudian tunjuk gelas yang ada disamping
radio.
Pemeriksaan sederhana ini yang dapat dilakukan disisi ranjang yang mampu menilai
kemampuan pemahaman dengan baik sekali namun dapat memberikan gambaran kasar
mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komperhensi adalah kompleks.
Pemeriksaan repetisi
Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang mula-mula kata
yang sederhana seperti satu patah kata, kemudian ditingkatkan menjadi satu
kalimat.Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada pemeriksaan repetisi ini didaptkan
afasia, salah tata bahasa, kelupaan dan penambahan.Orang normal umumnya mampu
17
mengulang kalimat yang mengandung 19 suku kata.Banyak pasien afasia yang mengalami
kesulitan dalam mengulang namun ada juga yang menunjukan kemampuan yang baik dalam
hal mengulang, dan sering lebih baik dari pada berbicara spontan.Umumnya dapat dikatakan
bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan mengulang mempunyai patologis yang
melibatkan daerah peri-sylvian.Bila kemampuan mengulang terpeliharamaka daerah peri-
sylvian bebas dari kelainan patologis.
Umumnya daerah ekstra sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek repetisi
terletak didaerah perbatasan vaskuler (area water-shed).
Pemeriksaan menamai dan menemukan kata
Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi berbahasa.Hal ini
sedikit banyak terganggu pada semua penderita afasia.Dengan demikian semua tes yang
digunakan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan
menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama dan hal ini disebut
anomia.
Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari
objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometric, symbol matematika atau nama
suatu tindakan. Dalam hal ini harus digunakan barang yang sering digunakan dan barang
yang jarang ditemui.Karena pada sebagian besar kasus pasien masih bisa menamai barang
yang sering dilihat namun lamban dalam mendeskripsikan kegunaan atau parafasia pada
objek yang jarang dijumpainya.
Bila pasien kesulitan ia dapat dibantu dengan memberikan suku kata pertama atau
dengan menggunakan kalimat penuntun. Ada pula pasien yang bisa menjelaskan kegunaan
dari sebuah barang namun tidak tahu apa nama barangnya. Area bahasa diposterior adalah
area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan. Area ini biasa disebut area
Wernicke.Area bahasa pada bagian frontal berfungsi untuk memproduksi bahasa.Area
brodman 44 merupakan area broca.
Pemeriksaan system bahasa
Evaluasi system bahasa harus dilakukan secara sistematis.Perlu diperhatikan
bagaimana pasien berbicara spontan, komperhensi, repetisi, dan menamai.
18
Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa.Selain itu perlu pula
diperiksa sisi otak mana yang dominan dengan melihat penggunaan tangan.Dengan
melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat diidentifikasi
adanya afasia serta jenisnya.Pasien yang afasia biasanya selalu agrafia dan sering aleksia.
Pemeriksaan penggunaan tangan
Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat.Sebelum
menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan dengan melihat penggunaan
tangan. Tanyakan pada pasien apakah ia kidal atau kandal. Banyak orang kidal yang sudah
diajarkan untuk menulis dengan menggunakan tangan kanan sejak kecil, oleh karena itu
observasi dengan cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan apakah seseorang kidal.
Suruh pasien mempergakan tangan mana yang digunakan untuk memegang pisau.
Tanyakan pula apakah ada kecenderungan menggunakan tangan yang lain. Spectrum
penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat kanan sedikit kuat dari kiri, kiri sedikit
lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang cenderung kandal dan kidalnya
hampir sama.
Pemeriksaan berbicara spontan
Langkah pertama dalam menilai berbahasa adalah mendengarkan bagaimana pasien
berbicara spontan atau bercerita.Dengan mendengarkan pasien berbicara spontan atau
bercerita kita dapat memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien
berbahasa.Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau bercerita dan perhatikan apakah
bicaranya pelo, cadel, tertegun, disprosodik, afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan
kata dan perseverasi.
Parafasia adalah menggantikan kata diantaranya ada parafasia semantic/verbal yang
menggantikan satu kata dengan kata lain sedang fonemik/literal menggantikan suatu bunyi
dengan yang lain.
Afasia motoric yang berat biasanya mudah dideteksi karena bicaranya sangat terbatas
atau tidak ada.Afasia adalah kesulitan dalam memahami dan atau memproduksi bahasa yang
disebabkan oleh gangguan yang melibatkan hemisfer otak.
Pada semua pasien dengan afasia didapatkan gangguan juga gangguan membaca dan
menulis. Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit banyak terganggu, bicara spontan,
mengulang, menamai, pemahaman, bahasa, membaca dan menulis.Pada lesi frontal pasien
tidak bicara atau sanagt sedikit bicara, mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya
19
dalam bicara.Selain itu gramatikanya sangat sedikit dan menyisipkan bunyi yang salah serta
ada preservasi. Pasien sadar akan kekurangannya. Pemahaman terhadap bahasa dan tulisan
kurang terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis
sering tidak mungkin atau sangat terganggu baik menulis maupun isi tulisan.
Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak mengucapkan baik
dan irama kalimat juga baik, namun didaptkan gangguan berat dalam memformulasikan dan
menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak memiliki arti.Bahasa lisan dan tulisan tidak
atau kurang dipahami, dan menulis secara motoric terpelihara, namun isi tulisan tak menentu.
Pasien tidak terlalu sadar akan kekurangannya.
Afasia yang pertama disebutkan adalah afasia broca atau motoric atau afasia
ekspresif.Afasia jenis kedua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.
Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas bahasa.
Pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata yang selalu diulang dengan
artikulasi dan irama yang buruk dan tidak bermakna. Hal ini disebut afasia global.Lesi
biasanya melibatkan semua daerah bahasa disekitar fisura sylviii.
Kadang afasia ditandai dengan kesulitan menemukan nama sedangkan modalitas
lainnya relative utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai suatu benda.Afasia amnestic ini
sering merupakan sisa afasia yang hampir pulih pada afasia yang tersebut dahulu namun
dapat juga dijumpai pada berbagai gangguan otak yang difus.Afasia amnestic mempunyai
nilai lokalisasi yang kecil.
c. Klasifikasi Afasia
Dasar untuk mengklasifikasikan afasia beragam. Diantaranya ada yang mendasarkannya
pada:
- Manifestasi klinik
- Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek
- Gabungan pendekatan 1 dan 2
Pada klasifikasi yang berdasarkan manifestasi klinik ada yang membagi atas dasar lancarnya
bicara.Pada klasifikasi ini didapatkan afasia yang berbentuk:
- Lancar
- Tidak lancar
Afasia yang lancar
20
Pada afasia yang lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, irama dan
prosodi baik, namun sering isi bicara tidak bermakna tanpa isi. Kata yang digunakan sering
salah dan didapatkan parafasia.
Afasia yang lancar (fluent):
- Afasia reseptif
- Afasia konduksi
- Afasia amnestic
- Afasia transkortikal
Seorang afasia yang tidak lancar mungkin akan mengatakan “mana…rokok…beli..” tetapi
yang lancar “rokok beli kemana dia gimana”.
Gambaran klinikmya:
- Keluaran bicara yang lancar
- Panjang kalimat normal
- Artikulasi baik
- Prosodi baik
- Anomi
- Terdapat parafasia fonemik dan semantic
- Komperhensi auditif dan membaca buruk
- Repetisi terganggu
- Menulis lancar tapi isinya kosong
Afasia tidak lancar
Dari berbicara spontan tidak begitu sulit bagi pemeriksa untuk menentukan apakah
afasianya jenis lancar atau tidak lancar.Penyandang afasia yang menggunakan kalimat
pendek dan kurang baik gramatikanya dianggap tak lancar.Kebanyakan penyandang afasia
yang tidak lancar mempunyai deficit dalam artikuilasi dan juga dalam irama bicara.
Gambaran klinik afasia tak lancar:
- Pasien tampak sulit memulai bicara
- Panjang kalimat berkurang
- Gramatika bahasa berkurang dan kurang kompleks
- Artikulasi umumnya terganggu
- Irama kalimat dan bicara terganggu
21
- Pemahaman lumayan baik
- Pengulangan buruk
- Kemampuan menamai dan menyebut nama benda buruk
- Terdapat kesalahan parafasia
Pada afasia yang tidak lancar output keluaran bicara terbatas, sering disertai artikulasi yang
buruk, bicara dalam bentuk yang sederhana bicara singkat berbentuk gaya telegram. Afasia
yang tidak lancar mencakup:
- Afasia ekspresif
- Afasia global
Pada klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomic afasia dibedakan atas:
Sindrom afasia peri-silvian:
- Afasia broca
- Afasia Wernicke
- Afasia konduksi
Sindrom afasia daerah perbatasan:
- Afasia transkortikal motoric
- Afasia transkortikal sensorik
- Afasia transkortikal campuran
Sindrom afasia subkortikal:
- Afasia talamik
- Afasia striatal
Sindrom afasia non-lokalisasi
- Afasiaanomik
- Afasia global
Selain itu, ada klasifikasi yang merujuk pada linguistic dalam hal ini afasia dapat dibedakan
atas:
- Afasia semantic
- Afasia sintaktik
- Afasia pragmatic
22
- Afasia jargon
- Afasia global
d. Gejala dan Gambaran Klinik Afasia
AFASIA GLOBAL
Afasia global adalah bentuk afasia yang paling berat.Keadaan ini ditandai oleh tidak
adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang
diucapkan secara berulang.Komprehensi sangat terbatas misalnya hanya mengenal namanya
saja atau dua patah kata saja. Mengulang juga sama berat gangguannya seperti bicara
spontan. Membaca dan menulis juga terganggu berat.Afasia global disebabkan oleh lesi luas
yang merusak sebagian besar atau semua daerah bahasa.Penyebab lesi yang paling sering
ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media pada pangkalnya.Kemungkinan
untuk pulih sangat buruk.Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia
yang menyebabkan invaliditas kronis yang parah.
AFASIA BROCA
Afasia broca ditandai dengan bicara yang tidak lancar dan disartria serta tampak
melakukan upaya bila bicara.Pasien paling sering menggunakan kata benda dan kata kerja.
Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata bahasa.mengulang dan membaca kuat sama
terganggunya seperti berbicara spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca
tampak tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang kompleks
sering terganggu. Ciri klinik:
- Bicara tidak lancar
- Tampak sulit memulai bicara
- Kalimatnya pendek
- Pengulangan
- Kemampuan menamai buruk
- Kesalahan parafasia
- Pemahaman lumayan
- Gramatika bahasa kurang tidak kompleks
- Irama kalimat dan irama bicara terganggu
23
Menamai dapat menunjukan jawaban yang parafasik.Lesi yang menyebabkan afasia broca
mencakup daerah brodman 44 dan sekitarnya. Lesi yang menyebabkan afasia broca biasanya
melibatkan operculum frontal area brodman 45 dan 44 dan massa alba frontal dalam tidak
melibatkan korteks motoric bawah dan massa alba paraventrikular. Selain itu ada pasien
dengan lesi dikorteks peri-rolandik dengan kerusakan massa alba yang ekstensif.
Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya didaerah broca dikorteks
tanpa melibatkan jaringan disekitarnya maka tidak akan terjadi afasia.penderita afasia broca
sering mengalami perubahan emosional seperti frustasi dan depresi. Prognosis umumnya
lebih baik daripada afasia global.Karena pemahaman relative baik, pasien dapat beradaptasi
dengan lingkungannya.
AFASIA WERNICKE
Afasia Wernicke pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik pasien afasia
wernickeditandai dengan ketidak mampuan dalam memahami bahasa lisan dan bila ia
menjawab iapun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya salah. Ia tidak mampu
memahami kata yang diucapkannya dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya,
apakah benar atau salah. Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong berisi parafasia dan
neologisme.Pengulangan terganggu berat, naming umumnya parafasik.Membaca dan menulis
juga terganggu berat. Gambaran klinik:
- Keluaran afasik yang lancar
- Panjang kalimat normal
- Artikulasi baik
- Prosodi baik
- Anomia
- Parafasia fonemik dan semantic
- Komperhensi auditif dan membaca buruk
- Repetisi terganggu
- Menulis lancar tapi isinya kosong
Penderita afasia Wernicke ada yang menderita hemiparese ada pula yang tidak.Penderita
yang tanpa hemiparese karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa yaitu bicara
yang kacau disertai banyak parafasia dan neologisme bisa disangka psikosis.Lesi yang
menyebabkan jenis afasia Wernicke terletak di daerah bahasa bagian posterior.Semakin berat
24
defek dalam komperhensi auditif semakin besar kemungkinan lesi mencakup bagian posterior
dari girus temporal superior.Bila pemahaman kata tunggal terpelihara namun kata kompleks
terganggu lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus temporal superior.
Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak isthmus
temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks temporal. Prognosisnya buruk
walaupun dengan terapi wicara yang intensif.
AFASIA KONDUKSI
Afasia konduksi ini merupakan gangguan berbahasa yang lancar yang ditandai oleh
gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan dalam membaca kuat-kuat, gangguan dalam
menulis, parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan
terpelihara.Anomianya berat.Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan broca diduga
menyebabkan manifestasi klinik kelainan ini.Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan
pada beberapa pasien. Sering lesi ada di massa arkuatus yang menghubungkan korteks
temporal dan frontal.
AFASIA TRANSKORTIKAL
Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik namun fungsi bahasa
lainnya terganggu.Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa namun
komperhensinya lumayan.Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar namun
komperhensinya buruk.Pasien dengan afasia motoric transkortikal mampu mengulang,
memahami, dan membaca, namun dalam bicara spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia
broca. Sebaliknya pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang dengan baik
namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulangnya.Bicara spontannya dan
memahami lancar tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke.Sesekali ada pasien yang
menderita kombinasi dari afasia transkortikal motoric dan sensorik.Pasien ini mampu
mengulangi kalimat yang panjang juga dalam bahasa asing dengan tepat.Mudah
mencetusakan repetisipada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi echolalia.
Gambaran klinik afasia sensorik:
- Keluaran lancar
- Pemahaman buruk
- Repetisi baik
- Echolalia
25
- Komperhensi auditif dan membaca terganggu
- Deficit motoric dan sensorik jarang dijumpai
- Didapatkan deficit lapangan pandang disebelah kanan
Gambaran klinik afasia motoric:
- Keluaran tidak lancar
- Pemahaman baik
- Repetisi baik
- Inisiasi output terlambat
- Ungkapan singkat
- Parafasia semantic
- Echolalia
Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:
- Tidak lancar
- Komperhensi baik
- Repetisi baik
- Echolalia mencolok
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan sabit
didalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor.Afasia transkortikal tidak
mengenai atau tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior area 22 dan 44
dan lingkungan sekitarnyadan korteks peri sylvian parietal.Korteks peri sylvian yang utuh ini
dibutuhkan untuk kemampuan mengulang yang baik.Penyebab seringnya adalah anoksia
sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun seperti yang dijumpai pada henti jantung,
oklusi atau stenosisi berat arteri karotis, anoksia oleh keracunan karbon monoksida,
demensia.
AFASIA ANOMIA
Afasia anomiA ditandai dengan kesulitan dalam menemukan kata dan tidak mampu
naming benda yang ada dihadapannya.Disebut juga afasia nominal atau amnestic. Berbicara
spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata dan
terdapat parafasia mengenai nama objek. Gambaran kliniknya:
- Keluaran lancar
26
- Komperhensi baik
- Repetisi baik
- Gangguan dalam menemukan kata
Lesinya memiliki lokalisasi sempit. Anomia dapat begitu ringan sehingga hampr tidak
terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian berat sehingga keluaran spontan
tidak lancar dan isinya kosong.Prognosisnya tergantung pada beratnya defek inisial. Karena
output bahasa relative terpelihara dan komperhensi lumayan utuh, pasien demikian dapat
menyesuaikan diri dengan lebih baik dari pada jenis afasia lain yang lebih berat. Afasia dapat
juga terjadi oleh lesi subkortikal bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di thalamus putamen
kaudatus dapat menyebab kan afasia anomik jika ada perdarahan atau infark.
Bentuk
Afasia
Ekspresi Komprehensi
Verbal
Repetisi Menamai Membaca Menulis
Broca Tak
Lancar
Baik Buruk Buruk Variaso Buruk
Wernicke Lancar Terganggu Buruk Buruk Buruk Buruk
Global Tak
Lancar
Terganggu Buruk Buruk Buruk Buruk
Konduksi Lancar Baik Buruk Buruk Variasi Buruk
Nominal Lancar Baik Baik Buruk Variasi Variasi
27
T. Motorik Tak
Lancar
Baik Baik Buruk Variasi Buruk
T. Sensorik Lancar Terganggu Baik Buruk Buruk Buruk
DAFTAR PUSTAKA
1. Free encyclopedia. Stroke. Online: (http://www.en.wikipedia.org/, diakses 20
September 2007. Last modified 5 Oktober 2013).
2. Misbach, Jusuf dan Kalim, Harmani. Stroke Mengancam Usia Produktif. Online:
(http://www.medicastore.com/stroke/, diakses 04 September 2013. Last modified
2006).
3. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Ed 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
2005. Hal 81-115.
4. Eliawati, Hadibrata. Stroke. Kuliah Ilmu Penyakit Syaraf. Laboratorium Ilmu
Penyakit Syaraf PSKU. Samarinda. 2005.
5. American Heart Association. Stroke. Online: (http://www.americanheart.org/, diakses
20 September 2007. Last modified 5 Oktober 2013).
6. Lumbantobing, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakulas Kedokteran
Universitas Indonesia. Djakarta. 2012. 156-175.
7. Gofir, Abdul. Manajement Stroke. Pustaka Cendika Pres. Pustaka Cendika Pres.
Yogyakarta. 2011.
28