STRUMA
A. Konsep Medis1. Pengertian.
1.1. Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar tyroid. (Djoko Moelianto, Ilmu Penyakit Dalam, 1993).
1.2. Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara teknik teraba
suatu nodul tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 1, halaman 757 FKUI, 1987)
2. Anatomi Fisiologi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas 2 lobus yang
dihubungkan oleh isthmus dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia Pre trakea sehingga pada setiap gerakan menelan
selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ini ke arah kranial, aliran darah ke
kelenjar tyroid berasal dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior.
3. Etiologi / penyebab
Penyebab Struma antara lain :
3.1. Defisiensi Yodium.
Defisiensi yodium merupakan sebab pokok terjadinya struma. Struma merupakan cara
adaptasi manusia pada keadaan akan kekurangan unsur yodium dalam makanan dan
minuman.
3.2. Faktor Goitrogen.
Goitrogen adalah zat atau bahan yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid sehingga
akibatnya dapat membesarkan kelenjar tiroid (gondok)
3.3. Yodium yang berlebihan.
Apabila yodium dikomsumsi dalam jumlah yang berlebihan maka akan terjadi inhibisi
hormonogenesis, akan tetapi bila pemberian ini secara kronik, maka terjadi escape atau
adaptasi terhadap hambatan tersebut.
Bila tidak mampu melaksanakan hambatan tersebut akan mengalami akibatnya yaitu
inhibisi hormogenesis sehingga tarjadi hipotiroidisme dan selanjutnya TSH meninggi
dengan dampak gondok.
4. Patofisiologi.
Struma terjadi karena kegagalan sintesa hormon yang berhubungan dengan
pengurangan hormon T3 dan T4. Pengurangan ini mencegah inhibisi umpan balik TSH
yang normal. Kadar TSH yang meningkat akan menyebabkan peningkatan massa tyroid.
Pembesaran tyroid dapat menimbulkan hyperplasia tetapi tidak semuanya menunjukan
adanya kadar TSH. Hipotesis lain menyatakan bahwa struma disebabkan karena stimulus
kelenjar tyroid oleh growth imunoglobin, stroma dapat berupa difus atau noduler dan
nodul disebabkan oleh adenoma, karsinoma, atau proses inflamasi. Pembesaran tyroid
yang tidak berhubungan dengan hypertiroidisme, malignasi atau inflamasi sering kali
terjadi pada wanita yang timbul pada saat pubertas atau selama kehamilan disebut dengan
simpel goiter.
Pada tiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroxin
bertambah terutama masa pertumbuhan, menstruasi pubertas, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stres. Pada masa tersebut akan menimbulkan modularitas kelenjar
tyroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut pada berkurangya aliran darah.
5. Manifestasi Klinis.
Gambaran klinis pada penderita struma antara lain :
5.1. Pemebengkakan secara berlebihan pada leher.
5.2. Batuk karena pipa udara (tractea) terdesak kesisi lain.
5.3. Kesulitan menelan (nyeri saat menelan).
5.4. Kesulitan dalam bernafas dan suara bising pada waktu bernafas.
5.5. Suara parau karena tekanan pada saraf suara (Jhon Of Knight. 1993, Wanita Ciptaan
Ajaib, halaman 360 percetakan Advent Indonesia, Bandung).
6. prognosis
Tergantung dari jenis nodul, type histopatologis
7. Pemeriksaan Diagnostik.
7.1. Pemeriksaan sidik tiroid.
Berfungsi untuk melihat perkiraan ukuran, bentuk lokal dan yang bermasalah. Fungsi
bagian-bagian tiroid.
7.2. Pemeriksaan Ultrasonografi.
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan konsistensinya.
7.3. Biopsi Aspirasi Jarum halus.
7.4. Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada
suatu tempat.
75. Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian tiroglobulin kadar tg serum normal
antara 1,5-30 nymle.
7.6. X Ray (foto leher).
8. Penatalaksanaan Medik.
8.1. Pencegahan.
Dengan pemberian kapsul minyak beryodium terutama bagi penduduk didaerah endemik
sedang dan berat.
Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalam hal pola makanan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beryodium.
8.2. Tindakan Operasi.
Pada struma Nodosa NonToksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
(strumectomy). Bila pengobatan tidak berhasil terjadi gangguan misalnya : penekanan
pada organ sekitarnya kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
Konsep Asuhan KeperawatanSuatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiatnya, dimana pelayanan
keperawatan mengacu pada pelayanan bio, psiko, sosial, spiritual yang komprehensif
ditujukan kepada klien, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat.
Langkah proses keperawatan itu sendiri meliputi :
1. Pengkajian.
Pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis (Marilynn
E Doenges). Pengumpulan data dan sumber data dapat dilakukan melalui observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pengkajian data klien meliputi :
1.1. Aktifitas \ Istirahat : Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi
kelelahan berat, atrofi otot.
1.2. Eliminasi : Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.
1.3. Integritas ego : Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.
1.4. Makanan \ cairan : Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan yang
meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual muntah pembesaran tyroid.
1.5. Rasa nyeri \ Kenyamanan : Nyeri orbital, fotofobia.
1.6. Pernafasan : Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.
1.7. Keamanan : Tidak toleransi terhadap panas keringat yang berlebihan, suhu meningkat
diatas 370 C, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan
lurus.Eksoftalmus : retraksi, iritasi pada kongjungtiva dan berair.
1.8. Seksualitas : penurunan libido, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotens
2. Diagnosa kepeawatan pada pre operasi
yang lazim terjadi pada struma pre operasi :
2.1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
2.2. Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
2.3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan
menelan.
2.4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perencanaan tindakan keperawatan sesuai prioritas masalah
3.1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
Tujuan : mengatasi nyeri klien.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri klien
2. Anjurkan klien untuk makanan
lunak.
3. Menganjurkan klien supaya makan
sedikit-sedikit tapi sering.
1. Mengetahui tingkat nyeri klien dan sebagai dasar untuk menentu-kan rencana tindakan selanjutnya.2. Mengurangi resiko nyeri saat menelan.3. Dengan makan sedikit-sedikit tidak akan memperberat rasa sakit saat menelan.
4. Analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke otak
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgetik.
3.2. Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
Tujuan : Klien mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau menerima keadaannya serta mengembangkan mekanisme pemecahan masalah dan beradaptasi dengan baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusi dengan klien bagaimana
proses penyakitnya pengaruhnya.
2. Kaji kesulitan yang dialami klien
3. Berikan suport pada klien dalam
melakukan pengobatan dan beri
pengertian.
1. Sebagai informasi tambahan untuk
memulai proses metode pemecahan
masalah.
2. Perasaan klien terhadap kondisi
fisiknya merupakan hal yang nyata
dimana perawat harus bisa
meyakinkan klien bahwa dengan
kemajuan teknologi masalah klien
bisa diatasi.
3. Klien tidak menganggap peruba-han
yang dialaminya sebagai suatu
masalah yang cukup berat.
3.3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan
menelan.
Tujuan : Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor intake tiap hari
2. Anjuran klien untuk makan
makanan yang tinggi kalori dan
kaya akan gizi.
3. Kontrol faktor lingkungan seperti
bau yang tidak sedap dan hindari
makanan yang pedas dan
berminyak.
1. Nutrisi merupakan kebutuhan yang harus tetap terpenuhi setiap hari untuk mencegah terjadinya malnut-risi.2. Suplemen makanan tersebut akan mempertahankan jumlah kalori dan protein dalam tubuh tetap dalam keadaan stabil.3. Lingkungan yang buruk akan memperburuk keadaan mual dan menyebabkan muntah, efektifitas diet merupakan hal yang individual untuk dapat mengatasi adanya mual.
3.4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya dan dapat mendemonstrasikan teknik perawatan diri.
INTERVENSI RASIONAL
1. Bantuan klien dalam melaku-
kan perawatan diri.
2. Anjuran keluarga klien untk
berpartisipasi dalam perawa-tan
diri klien.
3. Anjuran klien untuk melaku-kan
perawatan diri secara bertahap.
4. Bantu klien untuk melaku-kan
perawatan diri secara bertahap.
5. HE kepada klien dan
keluarganya tentang penting-nya
kebersihan.
1. Membantu dalam mempertahankan personal hygiene klien.2. Klien tidak merasa terbebani dalam melakukan perawatan diri.
3. Mempersiapkan diri klien untuk tidak tergantung pada orang lain karena adnya kelemahan fisik.4. Mempermudah klien dalam melakukan perawatan diri.
5. Klien dan keluarganya bisa termotifasi untuk tetap menjaga personal hygiene klien.
3.5. Anxietas berhubungan dengan interpretasi yang salah dan prosedur pembedahan
Tujuan : Klien dapapt mengungkapkan bahwa kecemasannya sudah berkurang atau sudah tidak cemas lagi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
2. Berikan dorongan kepada klien
untuk mengekspresikan
perasaannya.
3. Berikan penjelasan singkat
tentang penyakitnya dan
prosedur pembedahannya.
4. Beri support positif kepada
klien.
5. Anjurkan kepada klien untuk
selalu melakukan pendekatan
spritual.
1. Sebagai dasar dalam melakukan
intervensi selanjutnya.
2. Dukungan perawat akan membawa klien
untuk mengenal sedini mungkin
perasaannya dan membagi kepada orang
lain untuk mengurangi gangguan
perasaannya.
3. Penyelesaian singkat dan benar akan
menghilangkan persepsi yang salah
tentang penyakitnya.
4. Suport positif dapat membantu klien
untuk melakukan koping untuk
mengatasi masalah.
5. Pendekatan spritual membantu klien
untuk tetap tabah dalam menghadapi
penyakitnya.
4. Diagnosa keperawatan post operasi (Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan,
2001).
4.1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
4.2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring,
edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
4.3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
4.4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
5. Perencanaan Keperawatan / Intervensi
5.1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas paten dengan mencegah aspirasi.
INTERVENSIRASIONAL
1. Pantau frekuensi pernafasan,
kedalaman dan kerja perna-fasan
2. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara ronchi
3. Kaji adanya dispnea, stridor,
dan sianosis. Perhatikan kualitas
1. Pernafasan secara normal ka-dang-
kadang cepat, tetapi ber-kembangnya
distres pada perna-fasan merupakan
indikasi kom-presi trakea karena
edema atau perdarahan
2. Ronchi merupakan indikasi adanya
obstruksi.spasme lari-ngeal yang
membutuhkan evaluasi dan
intervensi yang cepat
3. Indikator obstruksi trakea/spasme
laring yang membutuhkan evaluasi
dan intervensi segera
suara
4. Waspadakan pasien untuk
menghindari ikatan pada leher,
menyokong kepala dengan
bantal
5. Bantu dalam perubahan posisi,
latihan nafas dalam dan atau
batuk efektif sesuai indikasi
6. Lakukan pengisapan lendir pada
mulut dan trakea sesuai indikasi,
catat warna dan karakteristik
sputum
7. Lakukan penilaian ulang
terhadap balutan secara teratur,
terutama pada bagian posterior
8. Selidiki kesulitan menelan,
penumpukan sekresi oral
9. Pertahankan alat trakeosnomi di
dekat pasien
4. Menurunkan kemungkinan tegangan
pada daerah luka karena pembedahan
5. Mempertahankan kebersihan jalan
nafas dan evaluasi. Namun batuk
tidak dianjurkan dan dapat
menimbulkan nyeri yang berat, tetapi
hal itu perlu untuk membersihkan
jalan nafas
6. Edema atau nyeri dapat mengganggu
kemampuan pasien untuk
mengeluarkan dan membersihkan
jalan nafas sendiri
7. Jika terjadi perdarahan, balutan
bagian anterior mungkin akan
tampak kering karena darah
tertampung/terkumpul pada daerah
yang tergantung
8. Merupakan indikasi edema/per-
darahan yang membeku pada
jaringan sekitar daerah operasi
9. Terkenanya jalan nafas dapat
menciptakan suasana yang
10. Pembedahan tulang
mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat
10. Mungkin sangat diperlukan untuk
penyambungan/perbaikan pem-buluh
darah yang mengalami perdarahan
yang terus menerus
5.2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring,
edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan : Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji fungsi bicara secara periodik
2. Pertahankan komunikasi yang
sederhana, beri pertanyaan yang
1. Suara serak dan sakit tenggorok
akibat edema jaringan atau
kerusakan karena pembedahan pada
saraf laringeal yang berakhir dalam
beberapa hari kerusakan saraf
menetap dapat terjadi kelumpuhan
pita suara atau penekanan pada
trakea
2. Menurunkan kebutuhan beres-pon,
hanya memerlukan jawaban ya atau-
u t tidak.
3. Memberikan metode komunikasi
alternatif yang sesuai, seperti papan
tulis, kertas tulis/papan gambar
4. Antisipasi kebutuhan sebaik
mungkin. Kunjungan pasien secara
teratur
5. Beritahu pasien untuk terus menerus
membatasi bicara dan jawablah bel
panggilan dengan segera
6. Pertahankan lingkungan yang tenang
mengurangi bicara
3. Memfasilitasi ekspresi yang
dibutuhkan
4. Menurunnya ansietas dan kebutuhan
pasien untuk berkomunikasi.
5. Mencegah pasien bicara yang
dipaksakan untuk menciptakan
kebutuhan yang diketahui/me-
merlukan bantuan
6. Meningkatkan kemampuan men-
dengarkan komunikasi perlahan dan
menurunkan kerasnya suara yang
harus diucapkan pasien untuk dapat
didengarkan
5.3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan : Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda vital dan catat
adanya peningkatan suhu tubuh,
takikardi (140 – 200/menit),
disrtrimia, syanosis, sakit waktu
bernafas (pembengkakan paru)
2. Evaluasi refleksi secara periodik.
Observasi adanya peka rangsang,
misalnya gerakan tersentak, adanya
kejang, prestesia
3. Pertahankan penghalang tempat
tidur/diberi bantalan, tmpat tidur
pada posisi yang rendah
4. Memantau kadar kalsium dalam
serum
5. (Kolaborasi) Berikan pengobatan
sesuai indikasi (kalsium/glukonat,
laktat)
1. Manipulasi kelenjar selama
pembedahan dapat mengakibat-kan
peningkatan pengeluaran hormon
yang menyebabkan krisis tyroid
2. Hypolkasemia dengan tetani
(biasanya sementara) dapat ter-jadi 1
– 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypopara-tiroid
yang dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma yang tidak disengaja pada
pengangkatan parsial atau total
kelenjar paratiroid selama
pembedahan
3. Menurunkan kemungkinan adanya
trauma jika terjadi kejang
4. Kalsium kurang dari 7,5/100 ml
secara umum membutuhkan terapi
pengganti
5. Memperbaiki kekurangan kal-sium
yang biasanya sementara tetapi
mungkin juga menjadi permanen
5.4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
Tujuan : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan
relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik
verbal maupun non verbal, catat
lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan
lamanya
2. Letakkan pasien dalam posisi semi
fowler dan sokong kepala/ leher
dengan bantal pasir/bantal kecil
3. Pertahankan leher/kepala dalam
posisi netral dan sokong selama
perubahan posisi. Instruksikan pasien
menggunakan tangannya untuk
menyokong leher selama pergerakan
dan untuk menghindari hiperekstensi
leher
4. Letakkan bel dan barang yang sering
digunakan dalam jangkauan yang
mudah
5. Berikan minuman yang sejuk/
1. Bermanfaat dalam mengevaluasi
nyeri, menentukan pilihan in-
tervensi, menentukan efektivitas
terapi
2. Mencegah hiperekstensi leher dan
melindungi integritas garis jahitan
3. Mencegah stress pada garis jahitan
dan menurunkan tegangan otot
4. Membatasi ketegangan, nyeri otot
pada daerah operasi
5. Menurunkan nyeri tenggorok tetapi
makanan lunak ditoleransi jika
makanan yang lunak ditoleransi jika
pasien mengalami kesulitan menelan
6. Anjurkan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi,
seperti imajinasi, musik yang lembut,
relaksasi progresif
7. (Kolaborasi) Beri obat analgetik
dan/atau analgetik spres tenggorok
sesuai kebutuhannya
8. Berikan es jika ada indikasi
pasien mengalami kesulitan menelan
6. Membantu untuk memfokuskan
kembali perhatian dan membantu
pasien untuk mengatasi nyeri/rasa
tidak nyaman secara lebih efektif
7. Beri obat analgetik dan/atau
analgetik spres tenggorok sesuai
kebutuhannya
8. Menurunnya edema jaringan dan
menurunkan persepsi terhadap nyeri
Recommended