STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENANGANANLINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH MENUJU
KAMPUNG BERKELANJUTAN
( STUDI KASUS KELURAHAN 29 ILIR KECAMATAN ILIRBARAT II KOTA PALEMBANG)
(Tesis)
Oleh
ZENAL MUTAQIN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN LINGKUNGANPERMUKIMAN KUMUH MENUJU KAMPUNG BERKELANJUTAN
( Studi Kasus: Kelurahan 29 Ilir Kecamatan Ilir II Kota Palembang)
OlehZenal Mutaqin
Penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan belum optimal,seiring dengan terbatasnya anggaran permbangunan, sehingga memerlukanprioritas pembangunan. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan jeniskegiatan dan lokasi bersifat skala prioritas berdasarkan 3 pilar pembangunanberkelanjutan yaitu fisik lingkungan, sosial dan ekonomi dengan melibatkanpemangku kepentingan (stakeholder). Manfaat dari penelitian ini adalah untukmembantu pemerintah dalam menentukan skala prioritas kegiatan penangananlingkungan permukiman kumuh, serta sebagai dasar perencanaan bagi pemerintahKota Palembang dengan menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process(AHP). Hasil penelitian penentuan kriteria prioritas dalam penanganan lingkunganpermukiman kumuh diperkotaan dalam kerangka 3 pilar pembangunanberkelanjutan berturut-turut adalah aspek lingkungan sebesar 46,7%, aspek sosialsebesar 31,2% dan aspek ekonomi sebesar 22,1%. Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas adalah mengelola sampah rumah tangga sebesar100 %, sarana persampahan sebesar 93,5 %, kegiatan gotong royong sebesar83,6%, drainase lingkungan sebesar 66,2 %, sanitasi sebesar 66,1 %, pinjamanmodal usaha sebesar 63,0 %, pelatihan dan kewirausahaan sebesar 61%.Selanjutnya berdasarkan kegiatan prioritas tersebut, maka dari 12 lokasi yangdianalisis, diperoleh 5 wilayah prioritas yaitu RT 30, 31, 35, 02, dan RT 01.Kawasan prioritas ini merupakan wilayah yang memiliki kualitas lingkunganpermukiman yang rendah, dimana kualitas sarana dan prasarannya yang ada saatini kurang memadai.
Kata Kunci: permukiman kumuh, perkotaan, berkelanjutan, prioritas, AHP
ABSTRACT
STUDY ON DETERMINATION OF PRIORITY OF ENVIRONMENTALMANAGEMENT SLUMS AREAS TOWARDS SUSTAINABLE
(Case study Kelurahan 29 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Kota Palembang)
ByZenal Mutaqin
The handling of urban slum settlements is not yet optimal, along with the limiteddevelopment budget, thus requiring development priorities. The purpose of thisstudy to determine the type of activity and location are priority scale, based on 3pillars of sustainable development that is physical, environmental, social andeconomic by involving stakeholders. The benefits of this research is to assist thegovernment in determining priority handling activities of slum areas, as well asthe basis of planning for the government of Palembang City by using AnalyticalHierarchy Process (AHP) Method. The results of the determination of prioritycriteria in the handling of urban slum settlemements within the framework of 3pillars of sustainable development are environmental aspect of 46.7%, socialaspect of 31.2% and economic aspects of 22.1%. As for priority activities aremanaging household waste of 100%, garbage facilities of 93.5%, gotong royongactivities of 83.6%, environmental drainage of 66.2%, sanitation of 66.1% ,business capital loan of 63.0%, training and entrepreneurship by 61%.Furthermore, based on these priority activities, from 12 locations analyzed, fivepriority areas are RT 30, 31, 35, 02 and RT 01. This priority area is an regionthat has a low quality slum settlements, where the quality of existing facilities andinfrastructure is inadequate.
Keywords: slums, urban, sustainable, priority, AHP
STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENANGANANLINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH MENUJU
KAMPUNG BERKELANJUTAN
( STUDI KASUS KELURAHAN 29 ILIR KECAMATAN ILIRBARAT II KOTA PALEMBANG)
Oleh
ZENAL MUTAQIN
TesisSebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINSPada
Program Studi Magister Ilmu LingkunganProgram Pascasarjana Universitas Lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis Zenal Mutaqin di lahirkan pada tanggal 24 Februari 1975 di Cianjur, Jawa
Barat. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, putra dari pasangan
suami istri Rd. Mamur dan Etti. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di
SDN 3 Bojong Herang Cianjur dan pindah ke SD Negeri Kecamatan Kadupandak
Kabupaten Cianjur, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Cianjur,
Pendidikan Sekolah Menengah Atas di STMN 1 Cianjur, Selanjutnya penulis
menempuh pendidikan di Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
di Universitas Indo Global Mandiri Kota Palembang. Saat ini penulis bekerja
sebagai Asisten Dosen di Universitas Indo Global Mandiri Palembang dan juga
bekerja di Konsultan Perencanaan Individu.
Pada tahun 2015 Penulis melanjutkan pendidikan Starata-2 pada Program Studi
Ilmu Lingkungan di Universitas Lampung. Selanjutnya melakukan penelitian
dengan judul “ Studi Penentuan Prioritas Penanganan Lingkungan Permukiman
Kumuh Menuju Kampung Berkelanjutan (Studi Kasus Kelurahan 29 Ilir
Kecamatan Ilir Barat II Kota Palembang).
Karya Tesis ini KupersembahkanKepada:
1. Kedua Orang Tua Saya Bapak Rd. Mamur (Alm) dan Mama
Eti yang selalu membimbing dan mendidik dari kecil untuk
selalu taat beribadah dan tekun mencari ilmu, tidak lupa
kedua mertua saya Abdul Kadir (Alm) dan Umi Kalsum
(Almh) yang selalu memberikan dorongan dan semangat
semasa hidupnya.
2. Istriku tersayang Eni Sirwana, S.Ag terima kasih atas doa
dan kesabarannya yang selalu dipanjatkan untukku hingga
mencapai keberhasilan meraih Magister Ilmu Lingkungan di
Pascasarjana Universitas Lampung.
3. Anakku Aisyah Tsabitah dan M. Syakir al-Kautsar sebagai
penyemangatku
4. Keluarga Besarku di Bandung, Cianjur dan Palembang yang
selalu memberikan semangat dan doa dalam pencapaianku.
i
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil Alamiin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Studi Penentuan Prioritas Penanganan
Lingkungan Permukiman Kumuh Menuju Kampung Berkelanjutan (Studi Kasus
Kelurahan 29 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Kota Palembang)
Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Magister Sains pada
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pasca Sarjana
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.H. selaku penguji utama dan
Wakil Direktur Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Universitas
Lampung.
4. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. selaku penguji kedua dan Wakil
Direktur Bidang Umum.
5. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan Universitas Lampung
6. Ibu Dr. Ir. Citra Persada, M.Sc, selaku pembimbing utama atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian
tesis ini;
ii
7. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. selaku pembimbing kedua atas
kesediaanya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;
8. Seluruh Dosen Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas
Lampung yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan
telah mendidik penulis;
9. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Lampung.
10. Kantor Kecamatan Ilir Barat II dan Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang yang
telah memudahkan dalam pengurusan surat izin penelitian dan sebagai
sumber informasi yang penulis perlukan.
11. Keluarga besar Bapak Effendi yang telah memberikan kemudahan fasilitas
kos selama kuliah.
12. Teman-temanku Group Spur, Anta Sastika, Rizal Chaniago, Agung Bahari
dan Imron.
13. Pihak-pihak yang telah membantu penulis selama menyusun tesis ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bandar Lampung, Desember 2017
Zenal Mutaqin
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................... viDAFTAR GAMBAR................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang. ......................................................................... 11.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 61.3. Tujuan ....................................................................................... 61.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 71.5. Ruang Lingkup Studi................................................................. 7
1.5.1. Lingkup Materi............................................................ 71.5.2. Lingkup Wilayah ........................................................ 8
1.6. Kerangka Pemikiran.................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 102.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian ........................................... 10
2.1.1. Kondisi Fisik dan Geografis Kelurahan 29 Ilir ........... 102.1.2. Pola Pemanfaatan Lahan di Kelurahan 29 Ilir............. 122.1.3. Kondisi Kependudukan............................................... 142.1.4. Kondisi Sosial dan Budaya.......................................... 152.1.5. Mata Pencahariaan Penduduk..................................... 152.1.6. Kondisi Fasilitas Sosial............................................... 16
2.1.6.1. Pendidikan .................................................... 162.1.6.2. Kesehatan...................................................... 162.1.6.3. Peribadatan.................................................... 17
2.1.7. Kondisi Perekonomian........................ ........................ 172.1.8. Kondisi Prasarana Dasar Lingkungan......................... 18
2.1.8.1. Kondisi Jaringan Jalan .................................. 182.1.8.2. Kondisi Jaringan Listrik................................ 192.1.8.3. Kondisi Jaringan Drainase ............................ 192.1.8.4. Kondisi Pengelolaan Persampahan............... 21
2.2. Persebaran Permukiman Kumuh di Kelurahan 29 Ilir............... 212.3. Kawasan Permukiman Kumuh di Indonesia ............................. 222.4. Beberapa Pengertian.................................................................. 23
2.4.1. Perumahan dan Permukiman ...................................... 232.4.2. Perumahan................................................................... 242.4.3. Permukiman ................................................................ 252.4.4. Pengertian Permukiman Kumuh ................................. 272.4.5. Ciri – Ciri Permukiman Kumuh.................................. 282.4.6. Aspek Permukiman Kumuh........................................ 282.4.7. Tipologi Permukiman Kumuh..................................... 292.4.8. Pengertian Kampung................................................... 31
2.5. Kesehatan Lingkungan ............................................................. 322.5.1. Persyaratan Kesehatan Permukiman Perkotaan.......... 33
iv
2.6. Kesadaran Masyarakat Terhadap Lingkungan Permukiman..... 352.7. Pembangunan Berkelanjutan..................................................... 362.8. Partisipasi Masyarakat Dalam Penataan Ruang........................ 372.9. Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)............................. 392.10. Tinjauan Kebijakan ................................................................... 45
2.10.1. Tinjauan Masyarakat Berpenghasilan Rendah............ 452.10.2. Hak dan Kewajiban Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Perumahan dan KawasanPermukiman................................................................. 46
2.11. Persebaran Permukiman Kumuh di Kota Palembang................ 47
III. METODE PENELITIAN3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 503.2. Kebutuhan Data......................................................................... 51
3.2.1. Data Primer.................................................................. 513.2.2. Data Sekunder ............................................................. 513.2.3. Teknik Pengumpulan Data.......................................... 51
3.2.3.1. Observasi....................................................... 513.2.3.2. Kuesioner....................................................... 553.2.3.3. Dokumentasi.................................................. 523.2.3.4. Wawancara.................................................... 52
3.2.4. Pengolahan dan Penyajian Data.................................. 523.2.5. Variabel Penelitian...................................................... 53
3.3. Teknik Pengambilan Sampling.................................................. 553.4. Alat dan Instrumen Penelitian................................................... 573.5. Analisis Data ............................................................................. 573.6. Teknik Penggunaan Analytic Hierarchy Process (AHP)........... 573.7. Aplikasi Program Model Analytic Hierarchy Process
(AHP) Expert Choise................................................................. 603.8. Penyusunan Model Hierarki...................................................... 60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil Penilaian Responden Berdasarkan Aspek 3 Pilar
Pembangunan Berkelanjutan...................................................... 624.2. Hasil Penilaian Responden Berdasarkan Sub Kriteria............... 63
4.2.1. Sub Kriteria Aspek Fisik Lingkungan............................ 634.2.2. Sub Kriteria Aspek Sosial.............................................. 644.2.3. Sub Kriteria Aspek Ekonomi ........................................ 65
4.3. Hasil Gabungan Penilaian Seluruh 15 Sub KriteriaBerdasarkan Aspek 3 Pilar Pembangunan Berkelanjutan......... 664.3.1. Analisis Kegiatan Prioritas Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh Berdasarkan Aspek 3 PilarPembangunan Berkelanjutan......................................... 684.3.1.1. Karakteristik Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga............................................................. 684.3.1.2. Karakteristik Kegiatan Gotong Royong.......... 694.3.1.3. Karakteristik Perbaikan Sarana Persampahan.. 704.3.1.4. Karakteristik Perbaikan Drainase Lingkungan. 71
v
4.3.1.5. Karakteristik Kondisi Sanitasi Lingkungan..... 734.3.1.6. Pinjaman Modal Usaha Bagi Masyarakat........ 744.3.1.7. Pelatihan dan Kewirausahaan........................... 74
4.4. Karakteristik Lokasi Prioritas di Kelurahan 29 Ilir KotaPalembang................................................................................ 75
V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 795.1. Kesimpulan................................................................................ 795.2. Saran.......................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 81
LAMPIRAN........................................................................................ 86
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Jumlah Penduduk Kelurahan 29 Ilir ............................................... 14
2.2. Tingkat Mata Pencahariaan Penduduk Kelurahan 29 Ilir................. 15
2.3. Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan 29 Ilir............................... 16
2.4. Jumlah Sarana Ibadah di Kelurahan 29 Ilir................................. ..... 17
2.5. Karakteristik Persebaran Permukiman Kumuh................................ 22
2.6. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan .................................... 42
2.7. Matrik Perbandingan Berpasangan .................................................. 42
2.8. Matrik Prioritas Perbandingan Berpasangan ................................... 43
2.9. Nilai Random Indeks........................................................................ 44
2.10. Standar Kelompok Penghasilan Bagi MBR..................................... 46
2.11. Jumlah Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Palembang............. 48
4.1. Prioritas Kegiatan Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh... 67
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1. Diagram Alur Pikir Penelitian ..................................................... 9
2.1. Wilayah Administrasi Kelurahan 29 Ilir...................................... 11
2.2. Kondisi Kepadatan Bangunan di Kelurahan 29 Ilir..................... 12
2.3. Pola Pemanfaatan Lahan di Wilayah Kelurahan 29 Ilir .............. 13
2.4. Kondisi Kegiatan Pariwisata dan Perekonomian di WilayahKelurahan 29................................................................................ 18
2.5 Kondisi Jaringan Jalan Umum..................................................... 19
2.6. Kondisi Jaringan Drainase Utama di Lingkungan Kelurahan29 Menuju Sungai Musi.............................................................. 20
2.7. Kondisi Drainase di Lingkungan Kelurahan 29 Ilir..................... 20
2.8. Kondisi Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS)............ 21
2.9. Konsep Pembangunan Berkelanjutan.......................................... 37
2.10. Susunan Hierarki Keputusan....................................................... 41
3.1. Sebaran 12 Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan29 Ilir Berdasarkan SK Walikota Palembang.............................. 50
3.2. Model Hierarli Penanganan Lingkungan PermukimanKumuh di Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang............................. 54
3.3. Kerangka Analisis Model Analytical Hierarchi Process ............ 59
3.4. Program Expert Choise................................................................ 60
3.5. Model Hirarki Kegiatan Prioritas ................................................ 61
3.6. Model Hirarki Lokasi Kegiatan.................................................... 61
4.1. Bobot Prioritas Kriteria Kegiatan................................................. 62
4.2. Bobot Penilaian Responden Terhadap Sub Kriteria Aspek FisikLingkungan.................................................................................. 63
viii
4.3. Penilaian Responden Terhadap Sub Kriteria Aspel Sosial ......... 64
4.4. Penilaian Responden Terhadap Sub Kriteria Aspek Ekonomi.... 65.4.5. Penilaian Gabungan Responden Terhadap Seluruh Sub Kriteria 66
4.6. Lokasi Prioritas Berdasarkan Hasil Penilaian Para Pakar ........... 76
4.7. Lokasi Kawasan Prioritas Permukiman Kumuh diKelurahan 29 Ilir.......................................................................... 78
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penduduk dunia lebih dari 1,6 miliar tinggal di permukiman yang tidak layak
dan diperkirakan pada tahun 2030, tiga miliar warga kota hidup di perkampungan
kumuh, padat penduduk, padat bangunan, dan berkualitas lingkungan buruk (Joga,
2013). Melihat kondisi tersebut terlihat tumbuhnya permukiman kumuh tidak
hanya di Negara Indonesia, namun di berbagai kota besar dunia mengalami hal
yang sama. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
Kementerian Cipta Karya (2006), permukiman kumuh merupakan potret tatanan
kawasan perumahan yang tidak teratur, serta kurangnya pelayanan infrastruktur
dengan jumlah populasi yang dilayani, sehingga berdampak pada kondisi kualitas
fisik dan lingkungan perumahan yang tidak memenuhi persyaratan meliputi
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, serta kemudahan.
Secara umum kondisi fisik permukiman kumuh yang paling menonjol
terlihat dari kualitas rumahnya tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang
tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan sangat terbatas, tidak adanya saluran
drainase dengan secara berkala sering mengalami banjir, kurangnya tempat
penampungan sampah sehingga terlihat kotor dan jorok (Koestoer, 2001).
Lingkungan permukiman yang baik, sehat dan layak, tentu sangat
diharapkan oleh setiap orang, karena lingkungan permukiman merupakan bagian
dari lingkungan hidup yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan
2
sehari-hari. Menurut Pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 bahwa, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik, sehat, dan juga
sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang untuk bertahan hidup dan
menikmati kehidupan yang bermartabat, damai, aman dan nyaman.
Kesehatan lingkungan di permukiman tentunya perlu diselenggarakan untuk
mewujudkan lingkungan yang dapat menjamin keberlangsungan serta
keselamatan hidup manusia (Pamekas, 2013). Adapun fasilitas yang perlu
disediakan yang dapat menunjang kesehatan lingkungan permukiman terdapat 5
(lima) bentuk fasilitas, meliputi penyediaan air bersih, penyaluran air kotor,
sistem air limbah, drainase dan jalan lingkungan (Koestoer, 2001). Selain itu
peran masyarakat dalam memelihara lingkungan permukiman sangat penting,
karena lingkungan permukiman yang layak untuk dihuni bukan pembangunan
fisik yang dapat diperhatikan, melainkan peran aktif dan partisifasi masyarakat
dalam menjaga dan mengelola lingkungannya. Sebagaimana yang tertuang pada
Pasal 130 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman yaitu kewajiban masyarakat untuk menjaga keamanan, ketertiban,
kebersihan dan kesehatan serta memelihara prasarana dan sarana lingkungan, dan
utilitas umum yang berada di perumahan dan kawasan permukiman.
Tumbuh dan berkembangnya permukiman kumuh di Indonesia diketahui
pada tahun 2009 luas permukiman kumuh sekitar 57.800 ha (hektar)
(Kementerian Perumahan Rakyat, dalam Aliyati, 2011). Pada tahun 2014 luas
permukiman kumuh di Indonesia berkurang sekitar 38.431 ha yang tersebar di
3.550 kawasan dari 390 kabupaten/kota (Kementerian Perumahan Rakyat, 2015)
3
dan pada tahun 2017 luas permukiman kumuh adanya peningkatan yaitu 38.641
atau sekitar 210 Ha (Kemen PU, 2017).
Kondisi permukiman kumuh yang ada di kampung kampung perkotaan
seluruh Indonesia, pemerintah berusaha melakukan berbagai upaya terus
dilakukan melalui perencanaan salah satunya penataan dan perbaikan kawasan
permukiman kumuh, hal ini bertujuan agar terciptanya permukiman perkotaan
layak huni yang berkelanjutan, dimana Indonesia telah berkomitmen untuk
melaksanakan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development), yang telah
disepakati oleh negara-negara berkembang, seiring dengan berakhirnya Millenium
Development Goals (MDGs) Tahun 2015 salah satunya adalah permasalahan
kawasan kumuh perkotaan (Bappenas, 2017).
Pemerintah Indonesia telah menyusun agenda untuk penanganan lingkungan
permukiman kumuh terutama kawasan permukiman prioritas melalui Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk Tahun 2019 tentang Lingkungan
Permukiman Bebas Kumuh. Adapun prioritas wilayah penanganan permukiman
kumuh di Indonesia salah satunya adalah Kota Palembang.
Sejak tahun 2013 sampai dengan sekarang Pemerintah Kota Palembang
telah melakukan penataan dan perbaikan lingkungan permukiman kumuh. Seiring
dengan keluarnya Surat Keterangan Walikota Palembang Nomor 488 Tahun 2014
tentang Penetapan Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Palembang.
Adapun pelaksanaan kegiatannya melalui Peraturan Menteri PUPR Nomor
02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan
4
Permukiman Kumuh meliputi perbaikan infrastruktur dasar permukiman,
pembangunan rumah yang tidak layak huni serta peningkatan sosial dan ekonomi.
Sementara itu lokasi permukiman kumuh yang menjadi perhatian
Pemerintah Daerah Kota Palembang salah satunya adalah permukiman yang
berada di tepian sungai, karena permukiman ini memiliki kondisi kualitas
lingkungan yang belum baik terutama kondisi infrastruktur, bangunan tempat
tinggal dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan masih rendah.
Penanganan dan perbaikan permukiman kumuh di Kota Palembang masih
memprioritaskan terhadap fisik lingkungan, seperti perbaikan drainase, jalan,
sanitasi, air bersih dan persampahan. Sedangkan aspek penilaian terhadap kondisi
sosial, ekonomi terutama komitmen masyarakat dalam memelihara lingkungan
permukiman belum terlihat, selain itu belum ada peran stakeholder dalam
menentukan prioritas seperti melibatkan para pakar terutama akademisi dan
pemerintah sebagai pemangku kebijakan, dimana perannya sangat diperlukan
untuk menilai dalam menentukan prioritas penanganan lingkungan permukiman
kumuh di Kota Palembang berdasarkan fungsi dan peranan menangani
permasalahan permukiman kumuh.
Secara fisik sebaran permukiman kumuh di Kota Palembang tersebar di 59
Kelurahan, dengan luas sekitar 2.473 ha dan telah ditetapkan melalui Surat
Keputusan Walikota Palembang Nomor 488 Tahun 2014 tentang penetapan
wilayah prioritas kawasan permukiman kumuh. Salah satunya adalah Kelurahan
29 Ilir dengan luas 16, 73 ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 berjumlah
8.928 jiwa, terdiri dari 4.321 orang laki-laki dan 4.607 orang perempuan serta
memiliki 2.176 kepala keluarga.
5
Permasalahan yang dihadapi di kelurahan ini sangat kompleks, dari kondisi
jaringan drainase belum sepenuhnya terkoneksi dengan saluran utama, masih
banyaknya tumpukkan sampah di sekitar lingkungan perumahan dan saluran
drainase, kebutuhan air bersih belum sepenuhnya terlayani, sistem sanitasi masih
tercampur dengan saluran drainase, bangunan tempat tinggal masih ada yang tidak
layak untuk ditempati, jalan lingkungan terdiri dari dua akses yaitu jalan cor
dengan kondisi perkerasan kurang baik dan jalan kayu dengan kondisi sebagian
rusak, serta kondisi sosial, budaya dan ekonomi di Kelurahan 29 Ilir ini masih
relatif rendah.
Penataan dan perbaikan lingkungan permukiman kumuh oleh pemerintah
daerah Kota Palembang terus dilakukan, sehingga untuk menurunkan tingkat
kekumuhan pada tahun 2019 dapat terwujud yaitu melalui berbagai program
perencanaan, disisi lain belum optimalnya perbaikan lingkungan permukiman
kumuh di Kota Palembang, dimana keterbatasan anggaran menjadi kendala,
seiring dengan banyaknya pembangunan dan lokasi-lokasi kumuh yang perlu
penanganan. Pada akhirnya penataan dan perbaikan lingkungan permukiman
kumuh di Kelurahan 29 Ilir tidak dapat seluruhnya dilaksanakan secara serentak.
Pemecahan masalah tersebut di atas memerlukan sebuah metode penentuan
program kegiatan dan lokasi skala prioritas, yang dapat menampung semua aspek
keberlanjutan, baik fisik lingkungan, sosial, komitmen masyarakat terhadap
lingkungan dan ekonomi secara efektif dan efisien dengan penilaiannya
melibatkan pengambilan keputusan oleh stakeholder, yaitu para pakar meliputi
akademisi, lembaga non pemerintah, pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan
6
masyarakat sebagai pemukim di Kelurahan 29 Ilir, sehingga untuk menurunkan
tingkat kekumuhan setiap tahun dapat terwujud.
Oleh karena itu perlu dilakukan studi penelitian yang lebih mendasar pada
pokok permasalahan, penanganan dan perbaikan lingkungan permukiman yang
berkelanjutan. Salah satunya adalah menentukan prioritas jenis kegiatan dan
lokasi prioritas. Penelitian tersebut diharapkan dapat menentukan skala prioritas
yang dapat menampung aspirasi masyarakat, sesuai dengan kebutuhan
penanganan prioritas, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Kota
Palembang terutama Kelurahan 29 Ilir.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan
1. Kriteria penilaian kegiatan skala prioritas terhadap kampung yang akan
ditangani selama ini, masih memprioritaskan aspek fisik lingkungan,
belum mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat
sebagai pilar pembangunan berkelanjutan.
2. Penilaian skala prioritas belum melibatkan stakeholder meliputi
akademisi, pemerintah dan lembaga non pemerintah.
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian
1. Menentukan skala prioritas jenis kegiatan penanganan lingkungan
permukiman kumuh berdasarkan 3 kriteria pilar pembangunan
keberlanjutan, yaitu aspek fisik lingkungan, aspek sosial dan aspek
ekonomi.
7
2. Menentukan lokasi prioritas penanganan lingkungan permukiman
kumuh di Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai informasi bagi masyarakat di Kota Palembang khususnya
dikelurahan 29 Ilir yang berkaitan penanganan lingkungan permukiman
kumuh untuk tahun selanjutnya.
2. Membantu menentukan skala prioritas kegiatan penanganan lingkungan
permukiman kumuh di kampung kelurahan 29 Ilir, dengan tepat
sasaran, efektif dan efisien dengan menggunakan metode AHP.
3. Sebagai dasar perencanaan bagi instansi teknis pemerintah Kota
Palembang yang mempunyai tugas, fungsi dan peranan menangani
permasalahan permukiman kumuh.
1.5. Ruang Lingkup Studi
1.5.1. Lingkup materi :
Kajian materi skala prioritas penanganan lingkungan permukiman kumuh
berdasarkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan meliputi:
1. Aspek fisik lingkungan
a. Perbaikan Jalan Lingkungan
b. Perbaikan Drainase
c. Perbaikan Air Minum
d. Perbaikan Sarana Persampahan
e. Perbaikan Sarana Proteksi Kebakaran
f. Perbaikan Sanitasi Lingkungan
8
g. Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni
h. Perbaikan Ruang Publik/RTH
2. Aspek sosial dalam bentuk komitmen masyarakat melalui partisipasidalam memelihara lingkungan permukiman
a. Penyediaan RTH Privat
b. Membuat Resapan Biopori/Kolam
c. Kegiatan Gotong Royong
d. Kesediaan Mengelola Persampahan Rumah Tangga
3. Aspek ekonomi
a. Pelatihan Kewirausahaan
b. Pinjaman Modal Usaha Bagi Masyarakat Miskin
c. Santunan Bagi Masyarakat Miskin
1.5.2. Lingkup wilayah:
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang yaitu di 12
(dua belas) wilayah Meliputi RT 01, 02, 09, 12,13, 14, 17, 20, 21, 30, 31
dan 35.
9
1.6. Kerangka Pemikiran
Gambar.1. Diagram Alur Pikir Penelitian
TUJUAN PENELITIAN
1. Menentukan skala prioritas jeniskegiatan penanganan lingkunganpermukiman kumuh berdasarkan 3pilar pembangungan keberlanjutan.
2. Menentukan lokasi Prioritaspenanganan terhadap lingkunganpermukiman kumuh di Kelurahan29 Ilir Kota Palembang
RUMUSAN MASALAH
1. Kriteria penilaian kegiatan skalaprioritas penentuan kampung yangakan ditangani selama ini masihmemprioritaskan aspek fisiklingkungan, belummempertimbangkan aspek sosialdan ekonomi masyarakat sebagaipilar pembangunan berkelanjutan.
2. Penilaian skala prioritas belummelibatkan stakeholder yaitu parapakar meliputi akademisi,pemerintah dan lembaga nonpemerintah.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Permen PUPR Nomor 2./PRT/M/2016Tentang Peningkat Kualitas PermukimanMelalui : Drainase: Jalan Lingkungan Sanitasi Air Minum Persampahan Perbaikan Rumah Proteksi Kebakaran RTH Sosial, Budaya dan Ekonomi
B. Pasal 130 UU No.1 Tahun 2011 TentangPerumahan dan Kawasan Permukiman.
ANALISIS
LATAR BELAKANG
Analisis Kriteria Jenis Kegiatan danLokasi Prioritas PenangananLingkungan Permukiman Kumuh diKelurahan 29 Ilir Kota Palembangdengan menggunakan AHP(Analytical Hierarchy Process)
HASIL AKHIR
Rekomendasi : KEGIATAN PRIORITAS
LOKASI PRIORITAS
KEBIJAKAN :
SDGs Kawasan Kumuh Perkotaan RPJPN (Kota Tanpa Permukiman
Kumuh) RPJMD (Target 2019 Nol Persen Kumuh) Permen PUPR Nomor 02/PRT/M/2016
(Program Kegiatan 7 Indikator danPertimbangan lain)
SK Walikota Palembang Nomor 488Tahun 2015 Tentang Lokasi Kumuh (59Kelurahan
ISU :
Terbatasnya Anggaran Pembangunan Memerlukan Prioritas Pembangunan yang
berkelanjutan
1. Aspek Fisik Lingkungan2. Aspek Sosial Dalam Bentuk
Komitmen Masyarakat MelaluiPartisipasi dalam MemeliharaLingkungan Permukiman
3. Aspek Ekonomi
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian
Secara administrasi Kelurahan 29 ilir merupakan bagian dari wilayah
Kecamatan Ilir Barat II Kota Palembang terletak antara 2°52’ sampai 3°5’ LS dan
104°37’ sampai 104°52’ BT dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan
laut. Berdasarkan PP No. 23 tahun 1998 luas wilayah Kota Palembang adalah
400,61 km2 atau 40.061 ha, yang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 107
kelurahan, salah satunya adalah Kelurahan 29 Ilir.
2.1.1. Kondisi Fisik dan Geografis Kelurahan 29 Ilir
Kelurahan 29 Ilir berada di wilayah Kecamatan Ilir Barat II Kota
Palembang dengan memiliki 11 wilayah rukun warga (RW) dan 35 rukun
tetangga (RT). Secara administratif Kelurahan 29 Ilir memiliki luas wilayah 32,5
hektar (ha) dengan berbatasan sebelah utara 26 Ilir Kelurahan Talang Semut,
sebelah timur Kelurahan 28 Ilir, sebelah selatan berjarak sekitar 200 meter dari
Sungai Musi dan sebelah barat Kelurahan 30 Ilir.
Lokasi Kelurahan 29 Ilir sangat strategis dan berada dipinggiran Sungai
Musi dan sebagai sub pusat pelayanan kota dengan fungsi utama sebagai kawasan
perdagangan, perkantoran, jasa, perumahan dan industri kecil. Gambaran umum
peta administrasi Kelurahan 29 Ilir disajikan pada Gambar 2.1.
11
Gambar 2.1. Wilayah Administrasi Kelurahan 29 Ilir
12
2.1.2. Pola Pemanfaatan Lahan di Kelurahan 29 Ilir
Sebagian besar pola pemanfaatan lahan di Kelurahan 29 Ilir masih
didominasi oleh permukiman dimana luas lahan yang diperuntukkan permukiman
sebanyak 31.52 ha sedangkan lainnya sebanyak 1.48 ha. Secara visual dan estetis
kondisi pola permukiman di Kelurahan 29 Ilir merupakan kampung biasa dengan
kepadatan bangunan cukup padat dimana jarak antar bangunan cukup rapat.
Gambaran umum kepadatan bangunan disajikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kondisi Kepadatan Bangunan di Kelurahan 29 Ilir
Sumber: Dokumentasi, 2017
Gambaran umum pola pemanfaatan lahan dilihat secara spasial di Kelurahan
29 Ilir dan sekitarnya disajikan pada Gambar 2.3
13
Gambar 2.3. Pola Pemanfaatan Lahan di Wilayah Kelurahan 29 Ilir
Sumber: Bapeda Kota Palembang 2014
14
2.1.3. Kondisi Kependudukan
Menurut data Tahun 2016 Jumlah penduduk Kelurahan 29 yang tersebar di
11 Rukun Warga (RW) dengan 35 RT sebanyak 8.928 jiwa terdiri dari 2.176 KK
(Kepala Keluarga) dengan jumlah laki-laki 4.265 jiwa sedangkan perempuan
sebanyak 4.663 jiwa serta untuk kepadatan penduduk per hektar (ha) sebesar
263, 09 ha. Gambar umum sebaran jumlah penduduk disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel. 2.1 Jumlah Penduduk Kelurahan 29 Ilir
NO WilayahJumlah KK Jumlah Jiwa
RT RK L P
1 RW I 176 180 393 372
2 RW II 159 170 331 273
3 RW III 258 299 693 490
4 RW IV 138 152 323 252
5 RW V 165 176 274 393
6 RW VI 148 159 335 398
7 RW VII 213 221 393 493
8 RW VIII 146 157 283 272
9 RW IX 183 195 329 498
10 RW X 243 256 417 563
11 RW XI 209 211 494 659
JUMLAH 2.038 2.176 4.265 4.663
Sumber: Monografi Kelurahan 29 Ilir 2016
15
2.1.4. Kondisi Sosial dan Budaya
Sosial budaya masyarakat di kelurahan 29 ilir terutama kebersamaan
gotong royong masih rendah. Kegiatan gotong royong di setiap wilayah
permukiman telah lama dilakukan dan merupakan program Walikota Palembang
yang melibatkan para RT, namun program tersebut tidak bisa berjalan apabila
masyarakat kurang berpartisipasi dalam menjaga atau memelihara lingkungan.
Terilihat sebagian masyarakat tidak mau berpartisipasi dalam membersihkan
lingkungan permukiman.
2.1.5. Mata Pencahariaan Penduduk
Jumlah penduduk berdasarkan karateristik jenis pekerjaan di Kelurahan 29
Ilir tahun 2016, sangat beragam terdiri dari Pegawai Negeri Sipil berjumlah 780
jiwa atau 8,98% (sembilan persen), wiraswasta 1.748 jiwa atau 20,13% (tujuh
belas persen), Buruh dan tani 612 jiwa atau 7,05%, Pensiunan 92 jiwa atau
10,59%, Jasa 1.003 jiwa atau 11,55%, Pelajar 1.524 jiwa atau 17,55% dan lain-
lain 2.909 jiwa atau 33,50%. Gambaran umum mata pencahariaan penduduk di
Kelurahan 29 Ilir tersaji pada tabel 2.2.
Tabel. 2.2 Tingkat Mata pencahariaan Penduduk Kelurahan 29 Ilir
No Tingkat Pekerjaan Jumlah(Jiwa)
Presentase(%)
1 PNS 780 8,982 Wiraswasta 1.748 20,133 Buruh/Tani 612 7,054 Pensiunan 92 10,596 Jasa 1.003 11,557 Pelajar/Mahasiswa 1.524 17,558 Lain-lain 2.909 33,50
Jumlah 8.682 100,00Sumber: Kecamatan Ilir Barat II Dalam Angka 2016
16
2.1.6. Kondisi Fasilitas Sosial
Fasilitas sosial yang ada di sekitar Kelurahan 29 Ilir meliputi fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan serta fasilitas peribadatan. Fasilitas pendidikan
yang ada di Kelurahan 29 Ilir cukup memadai.
2.1.6.1. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang ada di Kelurahan 29 Ilir mulai dari jenjang
pendidikan terbawah hingga jenjang pendidikan tertinggi cukup terlayani.
Pendidikan dari yang terendah seperti PAUD (pendidikan anak usia dini) atau
taman kanak-kanak (TK) jumlahnya sekitar 1 unit, selebihnya berada di luar
wilayah kelurahan, pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 5 unit dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) 3 unit dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MAN) 1
unit.
Tabel. 2.3 Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan 29 Ilir
No Sekolah Unit1 TK/Paud 12 SD 33 SMP 34 SMA/MAN 1
Jumlah 8Sumber: Kecamatan Ilir Barat II Dalam Angka 2016
Untuk pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan jumlah pendidikan
tinggi setingkat Universitas tersebar secara umum berada di luar wilayah dan
masih terjangkau ± 5 km dari permukiman Kelurahan 29 Ilir.
2.1.6.2. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang tersedia seperti puskesmas yang tersebar di
masing-masing RW ada 5 buah. Saat ini sarana kesehatan seperti rumah sakit
17
yang ada di Kelurahan 29 Ilir cukup tersedia walaupun harus keluar wilayah
kelurahan ini.
2.1.6.3. Fasilitas Peribadatan
Fasilitas peribadatan yang ada di Kelurahan ini adalah menganut agama
islam dimana ada 10 mushola dan 1 masjid yang tersebar di masing-masing RW,
ada juga yang beragama kristen hal ini terlihat jumlah bangunan 2 gereja. Seperti
tersaji pada tabel 2.4
Tabel. 2.4 Jumlah Sarana Ibadah di Kelurahan 29 Ilir
No Tempat Ibadah Unit
1 Mesjid 12 Langgar/Mushola 103 Gereja 24 Vihara/Klenteng 05 Pura 0
Jumlah 13Sumber: Kecamatan Ilir Barat II Dalam Angka 2016
2.1.7. Kondisi Perekonomian
Secara umum kondisi perekonomian Kelurahan 29 Ilir terpusat pada
sektor tersier, dimana kegiatan perdagangan dan jasa seperti kegiatan pasar
tradisional yang merupakan kebutuhan pokok, aneka ragam barang kebutuhan,
rumah makan, pasar modern, kegiatan wisata sangat dominan. Kondisi
perekonomian di Kelurahan 29 Ilir merupakan kegiatan yang cukup strategis,
mengingat wilayah tersebut merupakan sentral pusat kegiatan masyarakat Kota
Palembang yang sering dikunjungi, seperti pasar sekanak, pasar 16 sebagai pusat
grosir berbagai jenis barang serta tempat hiburan dan tempat wisata bagi warga
Kota Palembang yaitu keberadaan Benteng Kuto dan sejarah Jembatan Ampera.
18
Gambaran umum kegiatan perekonomian di wilayah Kelurahan 29 Ilir disajikan
pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Kondisi Kegiatan Pariwisata dan Perekonomian di wilayahKelurahan 29 Ilir
Sumber: Dokumentasi, 2017
2.1.8. Kondisi Prasarana Dasar Lingkungan
Prasarana permukiman di wilayah Kelurahan 29 Ilir yang meliputi,
jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan persampahan,
jaringan listrik.
2.1.8.1. Jaringan Jalan
Pola jaringan jalan merupakan pembentuk struktur ruang. Jalan Ki
Gedeng Ing Suro merupakan poros utama kawasan dengan lebar 5 meter. Di poros
19
ini merupakan jalan utama Kelurahan 29 Ilir yang merupakan pusat-pusat
perdagangan. Lebar jalan cukup untuk kendaraan roda empat, dan rumah-rumah
dibangun memperhatikan garis sempadan bangunan. Adapun jarak dari
permukiman di Kelurahan 29 Ilir ke pusat kota lebih kurang 2 km (dua kilometer).
Gambaran umum kondisi jaringan jalan di wilayah Kelurahan 29 Ilir disajikan
pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Kondisi Jaringan Jalan Umum di wilayah Kelurahan 29 Ilir
Sumber: Dokumentasi, 2017
2.1.8.2. Kondisi Jaringan Listrik
Di wilayah Kelurahan 29 Ilir hampir seluruh masyarakat sudah teraliri
listrik dari PLN dalam hal ini dengan banyaknya 7.531 pelanggan. Selebihnya
masyarakat sebagian ada yang sewa dari rumah yang memiliki aliran listrik dari
PLN.
2.1.8.3. Kondisi Jaringan Drainase
Sistem drainase yang ada di wilayah permukiman Kelurahan 29 Ilir
terdiri dari 2 fungsi yaitu kondisi drainase utama dan drainase lingkungan.
Drainase utama yang merupakan penghubung drainase inti menuju ke Sungai
20
Musi. Kondisi drainase utama di lingkungan Kelurahan 29 Ilir mengalami
pendangkalan, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu menumpuknya sampah
rumah tangga akibat seringnya membuang sampah ke saluran. Gambaran umum
kondisi drainase utama yang terhubung ke sungai Musi seperti disajikan pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Kondisi Jaringan Drainase Utama Lingkungan di Kelurahan29 Ilir Menuju Sungai Musi
Sumber: (Dokumentasi, 2017)
Kondisi Jaringan drainase lingkungan terdapat 2 tipe di Keluarahan 29 Ilir
yaitu drainase tertutup dan drainase terbuka. Tipe drainase tertutup hanya terdapat
di bagian depan atau pinggir jalan utama. Aliran air pada jaringan drainase jalan
sering tidak mengalir dengan baik (tersumbat) adanya sendimentasi atau lumpur.
Kondisi jaringan drainase disajikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Kondisi Drainase di Lingkungan Kelurahan
29 Ilir
21
2.1.8.4. Kondisi Pengelolaan Persampahan
Sistem pengumpulan sampah di wilayah Kelurahan 29 Ilir pelayanannya
terbatas pada sepanjang jalan utama, pasar dan daerah perdagangan oleh Dinas
Kebersihan dan Keindahan Kota. Keberadaan sarana persampahan di lingkungan
Kelurahan 29 Ilir megalami penurunan kuantitas (jumlah), terutama sarana TPS
(tempat pembuangan sampah sementara). Gambaran umum kondis TPS tersebut
dapat disajikan pada Gambar 2.8.
Gambar 8. Kondisi Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS)Lingkungan di Kelurahan 29 Ilir
Sumber: (Dokumentasi, 2017)
2.2. Persebaran Permukiman Kumuh di Kelurahan 29 Ilir
Jumlah persebaran kawasan permukiman kumuh yang terdapat di Kelurahan
29 Ilir tersebar di 12 Rt dengan luas kawasan kumuh sebesar 4,81 hektar dengan
jumlah penduduk 2365 jiwa, dimana jumlah penduduk laki-laki 1207 jiwa dan
perempuan 1158 jiwa dengan jumlah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah)
201 jiwa. Gambaran umum persebaran permukiman kumuh di Kelurahan 29 ilir
disajikan pada Tabel 2.5.
22
Tabel 2.5 Karateristik Persebaran Permukiman Kumuh di Kelurahan29 Ilir Kota Palembang
No WilayahRT/RW
JumlahKK
JumlahKepalaRumahTanggaMBR
JumlahPendudukLaki-laki
JumlahPendudukPerempuan
JumlahBangunan
1 RT1_ RW1 73 27 155 144 312 RT2_ RW1 53 27 87 115 303 RT9_ RW4 44 19 89 91 194 RT12_RW5 13 13 48 37 135 RT13_RW5 30 6 74 61 106 RT14_RW6 63 15 135 128 177 RT17_RW7 69 14 141 128 148 RT20_RW8 25 6 26 38 69 RT21_RW8 71 15 130 115 1810 RT30_RW2 42 16 81 92 1811 RT31_RW6 43 14 100 65 1412 RT35_RW9 68 29 141 144 32
Jumlah 594 201 1.207 1.158 222Sumber : Baseline Data P2KKP Kota Palembang 2015
2.3. Kawasan Permukiman Kumuh Di Indonesia
Permukiman kumuh yang tersebar pada beberapa bagian kota negara-negara
berkembang, khususnya yang terdapat di kota-kota Indonesia, tidak terlepas dari
sejarah perkembangan kota. Di era kolonial perencanaan dan pembangunan
fasilitas kota hanya terbatas pada bagian-bagian kota yang dihuni oleh masyarakat
Eropa dan Cina, serta daerah pusat kota yang merupakan daerah perdagangan dan
perkantoran pemerintah. Bagian kota yang dihuni masyarakat pribumi pada
umumnya tidak mempunyai fasilitas dan utilitas kota yang memadai dan layak
sebagai daerah permukiman, dalam (Koestoer, 2001).
Karakteristik permukiman kumuh yang paling menonjol terlihat dari
kualitas bangunan rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan
yang tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas, kalaupun ada
23
berupa gang-gang sempit yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan
tempat penampungan sampah, sehingga terlihat kotor dan jorok, tidak jarang pula
permukiman kumuh terdapat didaerah yang secara berkala mengalami banjir
(Rebekka, 1991 dalam Koestoer, 2001).
Daerah kumuh adalah daerah di mana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di daerah tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana
yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan
bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun
persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan
fasilitas sosial lainnya (Heston dan Yusuf, 2013).
2.4. Beberapa Pengertian
2.4.1. Perumahan dan Permukiman
Kata perumahan dan permukiman seolah dua kata yang tidak pernah
terpisahkan, keduanya pengertian dasar yang berbeda. Perumahan sering dianggap
unsur pembentuk permukiman usaha untuk membangun, menata dan memelihara
perumahan dianggap sebagai permasalahan yang harus dijawab dalam kebijakan
dan perencanaan perumahan. Perhatian yang hanya terfokus pada perumahan bisa
menjadi suatu tindakan sia-sia, karena hanya mendapatkan kumpulan bangunan
yang dinamakan perumahan tanpa kehidupan manusianya (Yuwono, 2009).
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, bahwa perumahan dan permukiman merupakan suatu
sistem yang terdiri dari atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan,
penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan
24
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
2.4.2. Perumahan
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni (Pasal 1
ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman)
Menurut Kuswartojo dalam Yuwono (2009), bahwa perumahan dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Kawasan Perumahan Terencana
Kawasan perumahan yang dibangun secara terencana dan secara umum
mempunyai keseragaman dari aspek bentuk, ukuran, kualitas dan tata
letak bangunan, serta terintegrasi dengan pembangunan prasarana dan
sarana perumahan. Pembangunannya dilakukan oleh para pengembang
swasta atau pemerintah dan bersifat komersil.
2. Kawasan Perumahan Swadaya
Perumahan yang dibangun oleh perorangan secara swadaya di
perkampungan dan tidak mempunyai keseragaman dari aspek bentuk,
ukuran, kualitas dan tata letak bangunan serta tidak adanya master plan
yang jelas dalam penyediaan prasarana dan sarana perumahan.
Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan dalam Raharjo (2010), bahwa lokasi kawasan
perumahan yang layak adalah :
25
1. Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)
2. Tersedia air bersih
3. Memiliki kemungkinan untuk mengembangkan pembangunan kedepan
4. Mempunyai aksesibilitas yang baik
5. Mudah dan aman mencapai tempat kerja
6. Tidak berada dibawah permukaan air setempat
7. Mempunyai kemiringan rata-rata.
2.4.3. Permukiman
Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang–Undang No. 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa Permukiman merupakan bagian
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Menurut Sastra dalam Handayani (2008), elemen permukiman terdiri dari
beberapa unsur yaitu alam, manusia, masyarakat, bangunan/rumah, dan jaringan
(networks).
1. Alam: Alam disini meliputi kondisi geologi, topografi, tanah, air,
tetumbuhan dan hewan
2. Manusia: Di dalam satu wilayah permukiman, manusia merupakan pelaku
utama kehidupan di samping makhluk hidup lain seperti hewan, tumbuhan
dan lainnya. Sebagai makhluk yang paling sempurna dalam kehidupannya
manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan
hidupnya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara, temperatur dan lain-
26
lain), perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional serta kebutuhan akan
nilai-nilai moral.
3. Masyarakat: Masyarakat merupakan kesatuan sekelompok orang (keluarga)
dalam suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal-
hal yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat
yang mendiami suatu wilayah permukiman yaitu : pertama Kepadatan dan
komposisi penduduk, Kedua Kelompok sosial, Ketiga Adat dan
kebudayaan, Keempat Pengembangan ekonomi, Kelima Pendidikan,
Keenam Kesehatan dan Ketujuh Hukum dan administrasi.
4. Rumah: Rumah merupakan wadah bagi manusia (keluarga). Oleh karena itu
dalam perencanaan dan pengembangannya perlu mendapatkan perhatian
khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang berlangsung di tempat
tersebut. Pada prinsipnya bangunan yang bisa digunakan sepanjang
operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan fungsi
masing-masing yaitu: Pertama Rumah pelayanan masyarakat (misalnya
sekolah, rumah sakit, dan lain-lain), Kedua Fasilitas rekreasi (fasilitas
hiburan), Ketiga Pusat perbelanjaan (perdagangan) dan pemerintahan,
Keempat Industri dan Kelima Pusat transportasi.
5. Jaringan (Networks): Jaringan merupakan sistem buatan maupun alam yang
menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman. Untuk
sistem buatan, tingkat pemenuhannya bersifat relatif, di mana antara
wilayah permukiman yang satu dengan yang lain tidak harus sama. Sebagai
contoh di daerah pegungunan air bersih dapat dengan mudah diperoleh
sehingga tidak membutuhkan jaringan air bersih. Jaringan air bersih
27
diperkotaam mutlak diperlukan karena air dari sumur biasanya sudah
tercemar limbah. Sistem buatan yang keberadaannya diperlukan di dalam
wilayah permukiman yaitu: Pertama Sistem jaringan air bersih, Kedua
Sistem jaringan listrik, Ketiga Sistem transportasi, Keempat Sistem
komunikasi, Kelima Drainase dan air kotor dan Keenam Tata letak fisik.
2.4.4. Pengertian Permukiman Kumuh
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman bahwa:
1. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas
fungsi sebagai tempat hunian.
2. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas lebih lanjut melalui Peraturan
Menteri PUPR Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Karakteristik Perumahan Kumuh
dan Permukiman Kumuh sebagai berikut:
1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman, yang mengalami
degradasi kualitas.
2. Kondisi bangunan memiliki kepadatan tinggi, tidak teratur dan tidak
memenuhi syarat.
3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat (batasan sarana dan
prasarana ditetapkan dalam lingkup keciptakaryaan), yaitu:
a. Jalan Lingkungan,
b. Drainase Lingkungan,
28
c. Penyediaan Air Bersih/Minum,
d. Pengelolaan Persampahan,
e. Pengelolaan Air Limbah,
f. Proteksi Kebakaran.
g. Perbaikan Bangunan Tempat Tinggal
h. Pertimbangan lain berkaitan dengan nilai strategis lokasi, kependudukan,
sosial dan ekonomi.
2.4.5. Ciri-Ciri Permukiman Kumuh
Menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman disebutkan bahwa, permukiman kumuh
adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan,
tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat.
2.4.6. Aspek Permukiman Kumuh
Pada dasarnya suatu permukiman kumuh terdiri dari beberapa aspek
penting, yaitu tanah/lahan, rumah/perumahan, komunitas, sarana dan prasarana
dasar, yang terajut dalam suatu sistem sosial, sistem ekonomi dan budaya baik
dalam suatu ekosistem lingkungan permukiman kumuh itu sendiri atau ekosistem
kota. Oleh karena itu permukiman kumuh harus senantiasa dipandang secara utuh
dan intégral dalam dimensi yang lebih luas. Beberapa dimensi permukiman
kumuh yang senantiasa harus mendapat perhatian serius adalah: permasalahan
lahan di perkotaan, permasalahan prasarana dan sarana dasar, permasalahan sosial
ekonomi, permasalahan sosial budaya, permasalahan Tata Ruang Kota, serta
permasalahan aksesibilitas (Sastra dan Marlina, 2006).
29
2.4.7. Tipologi Permukiman Kumuh
Secara umum lingkungan permukiman kumuh dapat diklasifikasikan
menjadi 5 (lima) tipologi permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi secara
geografis, terdiri dari permukiman kumuh diatas air, kumuh di tepi air, kumuh di
daratan rendah, kumuh di perbukitan dan kumuh di daerah rawan bencana, hal ini
berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 02/PRT/M/2016 tentang
karakteristik perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai berikut:
1. Permukiman Kumuh diatas Air
Memperhatikan karakteristik daya guna, daya dukung, daya rusak air serta
kelestarian air . erumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di atas
air, baik daerah pasang surut, rawa, sungai ataupun laut.
2. Permukiman Kumuh di tepi Air
Memperhatikan karakteristik daya dukung tanah tepi air, pasang surut air
serta kelestarian air dan tanah. Perumahan kumuh dan permukiman kumuh
yang berada tepi badan air (sungai, pantai, danau, waduk dan sebagainya),
namun berada di luar Garis Sempadan Badan Air.
3. Permukiman Kumuh di dataran rendah
Memperhatikan karakteristikdaya dukung tanah, jenis tanah serta kelestarian
tanah. perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah
dataran rendah dengan kemiringan lereng < 10%.
4. Permukiman Kumuh di Perbukitan
Memperhatikan karakteristikdaya dukung tanah, jenis tanah serta kelestarian
tanah. perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah
dataran rendah dengan kemiringan lereng >10%. Dan < 40%
30
5. Permukiman Kumuh di daerah rawan bencana.
Memperhatikan karakteristik kebencanaan, daya dukung tanah, jenis tanah
serta kelestarian tanah. Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alam tanah
longsor, gempa bumi dan banjir.
6. Dan Permukiman Kumuh Tepian/Sempadan Sungai
Permukiman Kumuh Tepian sungai adalah permukiman kumuh yang berada
diluar Garis Sempadan Sungai (GSS) Permukiman kumuh tepian sungai ini
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe (Suwardi, 2015) yaitu:
a. Apabila sungai yang bersangkutan mempunyai tanggul, maka dengan
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, lingkungan permukiman yang dimaksud terletak
sekurang-kurangnya 5 (lima) meter sepanjang kaki tanggul, sedangkan
untuk sungai tidak bertanggul, letak permukiman yang dimaksud berada
diluar sempadan sungai yang lebarnya ditetapkan oleh pemerintah
setempat. Demikian juga permukiman untuk sungai yang bertanggul dan
tidak bertanggul, yang berada diwilayah perkotaan, letak permukiman
yang dimaksud berada diluar garis sempadan sungai yang lebarnya
ditetapkan oleh pemerintah setempat.
b. Lingkungan permukiman yang kumuh yang berada dikota-kota yang
secara histories menetapkan sungai sebagai komponen prasarana yang
sangat vital dan masih berlangsung sampai saat ini. Pada umumnya letak
permukiman kumuh dikota-kota seperti ini berada di koridor tepian
sungai. Karakteristik bangunan dan lingkungan ini dapat dibedakan
31
menjadi 3(tiga) tipe, yaitu tipe rakit, panggung dan bertumpu langsung
pada tanah. Unit-unit bangunan tipe panggung pada umumnya
merupakan transisi antara bangunan tipe rakit yang bertumpu langsung
pada tanah.
Berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, Pola penanganan permukiman kumuh yang dapat dilakukan antara
lain: pertama pencegahan Pola penanganan pencegahan terdiri atas pengawasan dan
pengendalian melalui kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis dan pemeriksaan
sesuai dengan peraturan dan perundang undangan, pemberdayaan masyarakat :
pelaksanaan melalui pendampingan dan pelayanan informasi, kedua peningkatan
kualitas dengan pola penanganan peningkatan kualitas terdiri atas Pemugaran:
Perbaikan, pembangunan kembali menjadi permukiman layak huni, ketiga Peremajaan
yaitu mewujudkan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan
keamanan masyarakat sekitar dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal
bagi masyarakat, keempat pemukiman kembali melalui pemindahan masyarakat
dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali/ tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
2.4.8. Pengertian Kampung
Menurut Kamus Tata Ruang (Direktorat Jenderal Cipta Karya Depertemen
Pekerjaan Umum, 1998) bahwa kelompok rumah yang menempati wilayah
tertentu dan merupakan bagian dari wilayah Kecamatan. Kampung dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu Kampung Etnis dan Kampung Kota,
secara substantif dapat diuraikan sebagai berikut:
32
1. Kampung Etnis (Ghetto)
Merupakan kawasan permukiman kota yang lama dengan kekhasan tradisi
seperti perkampungan kelompok masyarakat tertentu antara lain disebabkan
oleh persamaan bahasa, adat, kebudayaan, agama. Biasanya kelompok etnis
tersebut merupakan minoritas di masyarakat sekitarnya, seperti contoh
kampung yang ada di Indonesia berdasarkna etnis antara lain Kampung
Cina (di Jakarta), Kampung arab (di Jakarta dan Palembang), Kampung
Keling (di Medan), Kampung Bali (di Jakarta) dan lain-lain.
2. Kampung Kota
Merupakan kelompok perumahan yang merupakan bagian kota, mempunyai
kepadatan penduduk yang tinggi, kurang prasarana dan sarana terutama
kualitas kesehatan merupakan masalah yang paling utama. Selain itu
kamung kota dihuni berpenduduk sangat padat dan cenderung semakin
padat. Sedangkan luasan kampung kota secara fisik tidak ada luasan
tertentu, jadi dapat lebih besar dari satu kelurahan dan mengandung arti
perumahan yang dibangun secara tidak formal (mengikuti ketentuan-
ketentuan kota).
2.5. Kesehatan Lingkungan
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan lingkungan adalah
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Karena lingkungan merupakan salah
satu faktor penentu derajat kesehatan lingkungan. Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indonesia (HAKLI) mendefinisikan kesehatan lingkungan sebagai
suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
33
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas
hidup manusia yang sehat dan bahagia (Mundiatun dan Daryanto, 2015).
Penanganan lingkungan permukiman kumuh sangat berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup, karena lingkungan permukiman merupakan bagian
dari lingkungan hidup yang harus di kelola oleh manusia. Adanya pengelolaan
lingkungan hidup terutama terhadap lingkungan permukiman adalah upaya untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup di permukiman terutama pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
2.5.1. Persyaratan Kesehatan Permukiman Perkotaan
Persyaratan permukiman perkotaan yang memenuhi kualitas lingkungan
yang sehat (Santoso, 2015) sebagai berikut:
1. Keberadaan Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran
sungai, aliran lahar, tanah longsor dan banjir
b. Tidak terletak pada daerah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
dan bekas lokasi pertambangan
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan kebakaran, seperti
jalur pendaratan penerbangan
2. Kualitas Air
Air yang digunakan sebaiknya mempunyai kualitas yang cukup baik,
misalnya air perusahaan air minum (PAM/Air Ledeng); akan tetapi jika
air PAM belum mecapai lokasi permukiman dan penduduk menggunakan
air tanah maka sebaiknya air tanah tersebut minimal memenuhi
persyaratan air baku air minum.
34
3. Kualitas Udara, Kebisingan dan Getaran
Kualitas udara di lingkungan permukiman harus bebas dari gas beracun,
baik oleh alam atau aktivitas manusia, dan memnuhi persyaratan baku
mutu udara yang berlaku.
4. Kualitas Tanah
Kualitas tanah pada daerah permukiman harus memenuhi persyaratan
minimal mengetahui dari rasa, warna dan bau.
5. Terbebas dari vektor penyakit minimal indeks jentik nyamuk di
perumahan tidak melebihi 5% (lima persen)
6. Sarana dan Prasarana Lingkungan
Daerah permukiman sebaiknya mempunyai sarana dan prasarana yang
cukup memadai seperti:
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perlindungan
vektor penyakit.
c. Memiliki sarana jalan lingkungan
d. Tersedia sumber air bersih yang menghasilkan air cukup sepanjang
waktu dengan kualitas air yang memenuhi syarat kualitas air.
e. Adanya pengelolaan pembuangan kotoran dan limbah rumah
tangga yang memenuhi persyaratan
f. Adanya pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga
g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan umum dan sosial,
seperti: keamanan, kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat
hiburan dan tempat pendidikan
35
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan
7. Penghijauan
Pepohonan untuk menghijauan di lingkungan perumahan merupakan
pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan dan keselarasan alam. Ciri-
ciri lingkungan yang sehat dapat kita lihat dalam kehidupan sehari hari
tercermin dari rumah dan gaya hidup seseorang, lingkungan yang sehat
dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dengan cara
membersihkan tempat tinggal kita dan bebas dari sampah, berikut ini yang
dapat diambil untuk menjaga agar lingkungan tetap sehat salah satunya
adalah menyediakan tempat sampah di bagian–bagian tertentu rumah, hal
ini agar tidak membiarkan sampah menumpuk atau berserakan baik
dihalaman maupun di sungai (Mundiatun dan Daryanto, 2015).
2.6. Kesadaran Masyarakat Terhadap Lingkungan Permukiman
Masalah lingkungan hidup merupakan gejala dari sikap penglihatan
pembangunan yang kurang menyadari pentingnya pelestarian lingkungan, dalam
hal ini manusia tidak memiliki etika lingkungan yang benar atau keliru, bahwa
manusia bukan sebagai bagian dari alam, tetapi sebagai mahluk yang berkuasa,
penakluk dan pengatur alam (Neolaka, 2008).
Keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan terutama yang berkaitan
dengan perbaikan kualitas lingkungan permukiman di kampung-kampung kota,
diawali dengan adanya kesadaran dalam berlingkungan salah satunya adalah etika
dan moral masyarakat terutama komitmen dalam memelihara lingkungan
permukiman. Upaya menanamkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
lingkungan hidup agar masyarakat hidup sehat dan sejahtera yaitu dimulai dengan
36
pemahaman dan pengetahuan masyarakat akan pentingya menjaga lingkungan
demi kelangsungan hidup manusia. (Mundiatun dan Daryanto, 2015).
2.7. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan generasi yang akan datang, artinya sebagai
upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha tidak
melampaui ekosistem yang mendukung kehidupannya (Brundtland, 1987).
Laporan brundtlan, Our Common Future berusaha untuk menemukan
perdebatan tentang lingkungan dalam dalam konteks ekonomi dan politik
pembangunan internasional, hal ini merupakan kelanjutan dari laporan Komisi
Brandt. Arus utama pembangunan berkelanjutan melalui ekonomi lingkungan
termasuk pembedaan antara modal alam dan buatan manusia, ekonomi ekologi
yang memperhitungkan ekplisit hubungan antara sistem ekonomi dan ekosistem
melalui modal budaya, yang berkaitan dengan lembaga yang mengatur
penggunaan manusia lingkungan, inisiatif kebijakan, termasuk penyesuaian
rekening ekonomi nasional untuk menginternalisasi lingkungan, penilaian dampak
sosial dan lingkungan dari proyek-proyek pembangunan merupakan elemen
penting dalam mempromosikan keberlanjutan, metodologi proyek dan bantuan
lembaga donor (Syahri, 2013).
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses sosial dan ekologis
untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap mempertahankan kualitas
lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan dapat dibagi menjadi 3 aspek yaitu
37
Pertama keberlanjutan lingkungan hidup, Kedua keberlanjutan secara ekonomi
dan Ketiga berkelanjutan secara sosial dan politik. (Syahri, 2013).
Untuk menuju pembangunan yang berkelanjutan tentunya bertujuan untuk
menciptakan pelestarian lingkungan hidup binaan. Sebagaimana 4 (empat) isu
global menyangkut agenda pelestarian lingkungan hidup salah satunya adalah
pelestariaan lingkungan hidup di perkotaan yaitu: Pertama penggunaan tanah di
kota besar; Kedua sanitasi lingkungan; Ketiga air bersih; Keempat manajemen
pertumbuhan kota; Kelima kesejahteraan sosial dan pendidikan; Keenam
lingkungan dan perumahan kumuh; Ketujuh penghijauan di kota besar (Ismawan
dalam Syahri, 2013).
Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan harus bisa
mempertemukan paling tidak 3 (tiga) tujuan pembangunan, yaitu tujuan ekonomi,
tujuan sosial, dan tujuan ekologi, seperti tersaji pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Sumber: (Akib. 2014). Hukum Lingkungan. Perspektif Global dan Nasional
TUJUANEKONOMI
(pertumbuhan,pemerataan dan efisiensi)
TUJUAN SOSIAL(pemberdayaan,parti
sipasi, mobilitasisosial,kohesi sosial
dan identitasbudaya)
TUJUAN EKOLOGI(keutuhan
ekosistem,dayadukung,keanekaragam
an hayati danlingkungan global)
38
2.8. Partisipasi Masyarakat Dalam Penataan Ruang
Dalam sistem pemerintahan yang dekomratis, konsep partisipasi
masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung
dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada
rakyat sebagai pemegang kedaulatan (Muta’ali, 2013). Ada 3 (tiga) alasan utama
mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting?. Pertama,
partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua,
masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka
akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa
memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, timbul anggapan bahwa merupakan
suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat
mereka sendiri. Dan dapat dirasakan bahwa merekapun mempunyai hak untuk
turut memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan
dilaksanakan. (Muta’ali, 2013).
2.9. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh (Saaty,1970 dalam
Atmanti, 2008). AHP ini merupakan sistem pembuat keputusan dengan
menggunakan model matematis. Analisis AHP membantu dalam menentukan
prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan
berpasangan dari masing-masing kriteria. Penggunaan model AHP yang luwes
yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun
39
ide-ide dan mendefinisikan permasalahan dengan cara membuat asumsi mereka
masing-masing, guna memperoleh pemecahan yang diinginkan. Berbagai
keuntungan AHP menurut (Saaty 1993 dalam Atmanti, 2008) adalah:
1. Kesatuan: AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti,
luwes untuk aneka ragam persoalan terstruktur.
2. Kompleksitas: AHP memadukan rancangan berdasarkan sistem dalam
memecahkan persoalan kompleks.
3. Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan
elemen–elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran
linier.
4. Penyusunan hierarki: AHP mencerminkan kecenderungan mendalami
pikiran untuk memilih-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai
tingkatan berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap
tingkat.
5. Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud
suatu metode untuk menetapkan suatu prioritas.
6. Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-
pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
7. Sintetis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan
setiap alternatif.
8. Tawa menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari
berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik
berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
40
9. Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus tetapi
mensistensi suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang
berbeda-beda.
10. Pengulangan proses: AHP memungkinkan orang memperhalus definisi
mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan
pengertian mereka melalui pengulangan.
Menurut Saaty, 1993 dalam La Ode dan Yahya, 2007 dalam Atmanti, 2008,
terdapat 3 (tiga) prinsip utama dalam masalah AHP yaitu: Pertama Decomposition
(memecah permasalahan), Comparative Judgement (membuat penilaian),
synthesis of priority (mencari nilai prioritas lokal) dan Logical Consistency
(ukuran kekonsistensian responden terhadap penilaiannya). Ketiga prinsip utama
diatas merupakan tahapan analisis AHP yang yang harus dipahami.
1. Decomposition: setelah permasalahan didefinisikan, maka perlu di diurai
permasalahan yang utuh menjadi menjadi sebuah hirarki dengan setiap
tingkatan terdiri dari beberapa elemen yang dapat dikelola, yang pada
giliran selanjutnya setiap elemen juga diurai sampai yang terkecil sehingga
membentuk hirarki yang lengkap.
1. Comparative Judgement: membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkat
diatasnya. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik bila penilaian ini
disajikan dalam bentuk matrik yang dinamakan matrik Pairwase
comparison (perbandingan berpasangan).
2. Synthetis of Priority: mencari nilai eigen vector untuk mendapatkan nilai
prioritas (local priority)
41
3. Logical Consistency, menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu
penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan. Pengujian ini perlu
dilakukan, karena dapat terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan
tersebut sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna
Proses analisis dengan model ahp ini pada dasarnya mencakup semua
aspek penting yang berkaitan dengan tujuan (Goals), yaitu membuat struktur
hirarki yang diawali dengan tujuan utama, dilanjutkan dengan kriteria
(subkriteria) dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang
paling bawah. Banyaknya level susunan hierarki tergantung pada permasalahan
yang dihadapi (Atmanti, 2008). Secara garis besar skema hierarki dapat disajikan
pada Gambar 2.10
Gambar 2.10. Susunan Hierarki Keputusan
Sumber: hasil modifikasi
Tujuan (Goal)
Kriteria.1 Kriteria.2 Kriteria.nKriteria.3
Alternatif.1 Alternatif.3 Alternatif.n
Sub. Kriteria.1 Sub. Kriteria.1 Sub. Kriteria.1 Sub. Kriteria.1
Sub. Kriteria.n Sub. Kriteria.nSub. Kriteria.nSub. Kriteria.n
Sub. Kriteria.2 Sub. Kriteria.2 Sub. Kriteria.2 Sub. Kriteria.2
42
1. Membuat Matrik Perbandingan Antar Elemen
Untuk memberikan penilaian diperlukan suatu nilai matriks perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) tingkat kepentingan antar kriteria, sub-
skala kuantitatif 1 (satu) sampai dengan 9 (sembilan) yang telah
dikembangkan berdasarkan sumber dari (Saaty, 1990 dalam Atmanti,
2008). Secara garis Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan dapat
disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Tingkat
Kepentingan
Kriteria Keterangan
1 Sama Penting Kedua elemen sama pentingnya
3 Sedikit lebih Penting Elemen yang satu sedikit lebih penting
5 Lebih Penting sangat penting ketimbang yang lainnya
7 Sangat Penting Sangat penting dari elemen lainnya
9 Mutlak Sangat
Penting
Mutlak lebih penting ketimbang lainnya
2,4,6 dan 8 Nilai Tengah Ragu-ragu diantara dua pertimbangan
Sumber: Thomas L.Saaty 1990 dalam Atmanti,2008
Pembobotan tingkat kepentingan apabila suatu kriteria A dinilai
lebih penting dengan nilai tingkat kepentingannya 3 dibandingkan dengan
kriteria B, maka kriteria B lebih penting 1/3 (satuperlima) dari kriteria A.
Apabila elemen A sama pentingnya dengan B, maka masing-masing
bernilai 1 (satu). Selanjutnya (pairwase comparison) perbandingan
berpasangan tersebut diaplikasikan kedalam bentuk tabel n x n. Bentuk
tabel tersebut dapat disajikan pada Tabel 2.7.
43
Tabel 2.7. Matriks (pairwase comparison) Perbandingan Berpasangan
Kriteria/Alternatif A B C n
A 1
B 1
C 1
n 1
Sumber: hasil modifikasi dari Al-Harbi, 2001.
2. Penentuan Nilai Tingkat Kepentingan
Penetapan prioritas pada tiap-tiap hierarki dilakukan melalui proses
Priority Vector /eigen vector dan Normalized dengan mencari nilai bobot
untuk masing-masing kriteria prioritas dengan melakukan penjumlahan
setiap nilai bobot antar kriteria pada setiap baris tabel dibagi dengan
jumlah kriteria, Secara garis skala penentuan nilai prioritas dapat disajikan
pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Matrik Prioritas (pairwase comparison) Perbandingan Berpasangan
Kriteria/AlternatifA B C D
PriorityVektor/eigenvector
A 1B 1C 1D 1
Sumber: hasil modifikasi dari Al-Harbi, 2001.
3. Uji Konsistensi Pengambilan Keputusan
Melakukan uji konsistensi indeks dan rasio dengan membandingkan
bila nilai CR tidak lebih dari 10 % berarti menunjukkan kekonsistenan para
pengambil keputusan dalam menilai. dibawah ini adalah tabel orde matrik
yang mendapatkan nilai-nilai RI (random indeks) sebagai tolak ukur
44
menguji kekonsistenan. Secara garis besar perbandingan uji konsistensi
dapat disajikan pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Nilai Random Indeks
OrdeMatrik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Sumber: Al-Harbi, 2001.
Menurut Thomas L. Saaty, 1990 bahwa salah satu cara pengukuran
konsistensi melalui Indeks Konsistensi dengan rumus sebagai berikut :
CI = max−− 1Keterangan:
CI = Consistency Index (Ratio Penyimpangan Konsistensi)
λ max = Nilai eigen (eigen value) terbesar dari matriks perbandingan
berpasangan berordo n
n = menyatakan kriteria/alternatif yang dibandingkan
Dengan membandingkan CI dengan RI maka didapat ukuran untuk
menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut Consistency
Ratio (CR), dengan rumus :
CR = CI/RI
Keterangan :
CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index dan RI = Random Index
Apabila ratio konsistensi (CR) 0,10 maka hasil penelitian dapat diterima
atau dipertanggung jawabkan. Jika tidak, maka pengambilan keputusan
45
harus meninjau ulang masalah dan merivisi nilai matrik (pairwase
comparison) perbandingan berpasangan.
4. Kombinasi Penilaian Responden Para Pakar
Kombinasi penilaian merupakan menyatukan penilaian responden
para pakar yaitu akademisi, pemerintah dan lembaga non pemerintah sesuai
dengan bidangnya, terutama berkaitan dengan penentuan prioritas kegiatan
penanganan lingkungan permukiman kumuh. Proses kombinasi dalam
penelitian ini melalui program Expert Choise, dimana proses
perhitungannya secara langsung di kombinasikan oleh program.
5. Penentuan Nilai Rata–Rata Keterkaitan Antar Lokasi Kegiatan
Menghitung Nilai rata-rata (everage score) masing-masing lokasi untuk seluruh
usulan kegiatan berdasarkan penilaian responden bertujuan untuk menentukan terlebih
dahulu urutan nilai lokasi proritas berdasarkan sub kriteria, selanjutnya dilakukan
pengurangan nilai antar lokasi kegiatan. Cara menentukan NRK dapat dilihat dengan
rumus (Yuwono, 2013) dibawah ini:
NRK = TNRK
∑ N TNRK = total nilai kepentingan
∑ N = jumlah sub kriteria
2.10. Tinjauan Kebijakan
2.10.1. Tinjauan Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah masyarakat yang
mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah
untuk memperoleh rumah yang layak huni (Undang-Undang No.1 Tahun 2011).
46
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
No.5/PERMEN/M/2007 ukuran penghasilan atau pendapatan rendah bagi
keluarga atau rumah tangga di Indonesia yaitu sampai dengan dua juta rupiah
(2.500.000) per bulan. Secara garis besar Standar Penghasilan dapat disajikan
pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Standar Kelompok Penghasilan Bagi Masyarakat BerpenghasilanRendah
Kelompok Sasaran Batasan Penghasilan (Rp/Bulan)
I 1.7 juta - 2.5 juta
II 1 juta - 1.7 juta
III < 1 juta
Sumber: Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No 5/PERMEN/M/2007
2.10.2. Hak dan Kewajiban Masyarakat dalam Penyelenggaraan Perumahan danKawasan Permukiman
Menurut Pasal 129 Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa setiap orang
dapat memperoleh hak :
1. Menempati, menikmati, dan /atau memiliki/memperoleh rumah yang layak
dan lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
2. Melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
3. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman
4. Memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman
47
5. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara
langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman
6. Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan masyarakat.
Sedangkan Pasal 130 Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa setiap orang
berkewajiban:
1. Menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan di perumahan
dan kawasan permukiman.
2. Turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman yang merugikan dan membahayakan kepentingan orang lain
dan/atau kepentingan umum.
3. Menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana lingkungan, dan
utilitas umum yang berada di perumahan dan kawasan permukiman
4. Mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan dan kawasan permukiman.
2.11. Keputusan Walikota Palembang Tantang Sebaran Kumuh
Berdasrkan Keputusan Walikota Palembang Nomor 488 Tahun 2014
Tentang Penetapan Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh secara rinci tersaji pada
Tabel 2.11.
48
Tabel. 2.11. Jumlah Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Palembang
No Kelurahan Kecamatan
LuasWilayah
(ha)
LuasWilayahKumuh
(ha)
TipeKumuh
1 Karya Jaya Kertapati 1608 10,09 Sedang
2 Ogan Baru Kertapati 63 23,37 Sedang
3 Kemang Agung Kertapati 160 13,77 Sedang
4 Kemas Rindo Kertapati 1622 21,28 Sedang
5 Keramasan Kertapati 804 20,89 Sedang
6 3 -4 Ulu Seberang Ulu 1 301 39,23 Sedang
7 9-10 Seberang Ulu 1 43 30,95 Sedang
8 12 Ulu Seberang Ulu 2 17 8,5 Sedang
9 16 Ulu Sebarang Ulu 2 394 197 Sedang
10 Tangga Takat Sebarang Ulu 2 228 114 Sedang
11 36 Ilir Gandus 93 23,38 Sedang
12 Pulokerto Gandus 3491 10,14 Sedang
13 Gandus Gandus 2953 7,88 Sedang
14 Sentosa Plaju 197 98,5 Sedang
15 Talang Putri Plaju 90 19,2 Sedang
16 Bagus Kuning Plaju 337 10,2 Sedang
17 Plaju Darat Plaju 111 38,5 Sedang
18 Talang Bubuk Plaju 120 12,7 Sedang
19 Plaju Ulu Plaju 232 13,7 Sedang
20 Plaju Ilir Plaju 26 12,121 Sedang
21 11 Ilir Ilir Timur 2 324 13 Sedang
22 Lawang Kidul Ilir Timur 2 33 162 Sedang
23 Kuto Batu Ilir Timur 2 89 16,5 Sedang
24 1 Ilir Ilir Timur 2 214 44,5 Sedang
25 2 Ilir Ilir Timur 2 60 107 Sedang
26 3 Ilir Ilir Timur 2 31 30 Sedang
27 10 Ilir Ilir Timur 2 139 15,5 Sedang
28 Sungai Buah Ilir Timur 2 8,2 69,5 Sedang
49
29 13 Ilir Ilir Timur 1 8,7 4,1 Sedang
30 14 Ilir Ilir Timur 1 22,8 4,35 Sedang
31 15 Ilir Ilir Timur 1 16 11,4 Sedang
32 18 Ilir Ilir Timur 1 121 8 Sedang
33 Pipa Reja Kemuning 53 60,5 Sedang
34 26 Ilir DI Ilir Barat 1 33 26,5 Sedang
35 28 Ilir Ilir Barat 2 65 4,15 Sedang
36 27 Ilir Ilir Barat 2 67 6,99 Sedang
37 23 Ilir Bukit Kecil 18 9 Sedang
38 24 Ilir Bukit Kecil 79 39,5 Sedang
39 26 Ilir Bukit Kecil 345 172,5 Sedang
40 Sungai Selayur Kalidoni 420 210 Sedang
41 Kebun Bunga Sukarame 653,05 326,5 Sedang
42 Tuan Kentang Seberang Ulu 1 43 10,71 Ringan
43 Kertapati Kertapati 51 15,24 Berat
44 2 Ulu Seberang Ulu 1 43 13,69 Berat
45 5 Ulul Seberang Ulu 1 342 36,99 Berat
46 1 Ulu Seberang Ulu 1 62 30,37 Berat
47 7 Ulu Seberang Ulu 1 80 18,49 Berat
48 8 Ulu Seberang Ulu 1 358 11,06 Berat
49 Silaberanti Seberang Ulu 1 390 22,23 Berat
50 11 Ulu Seberang Ulu 2 25 15 Berat
51 13 Ulu Seberang Ulu 2 100 60 Berat
52 14 Ulul Sebarang Ulu 2 109 65,4 Berat
53 Karang Anyar Gandus 172 5,93 Berat
54 Karang Jaya Gandus 187 5,93 Berat
55 35 Ilir Ilir Barat 2 33 16,5 Berat
56 32 Ilir Ilir Barat 2 250 14,01 Berat
57 30 Ilir Ilir Barat 2 71 30,25 Berat
58 29 Ilir Ilir Barat 2 33 16,73 Berat
Jumlah 18.257,75 2.472,981
50
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan 29 Ilir Kecamatan Ilir Barat 2 yaitu
kawasan permukiman dengan memiliki tipologi kumuh yang tersebar di 12 lokasi
meliputi RT 01, 02, 09, 12, 13, 14, 17, 20, 21, 30, 31 dan 35, dengan luas kumuh
sebesar 16,73 ha. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan
bulan September Tahun 2017. Sebaran kawasan permukiman kumuh disajikan
Gambar 3.1.
Gambar.3.1. Sebaran 12 Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan 29Ilir
Sumber : RTRW Kota Palembang 2012 - 2032
51
3.2. Kebutuhan Data
3.2.1. Data Primer
Data primer penelitian diperoleh secara langsung dari narasumber
(responden), dengan cara menyebarkan kuesioner melalui wawancara secara
langsung dengan responden meliputi Pemerintah yang diwakili oleh yaitu Dinas
Bapeda, PU Cipta Karya dan Kelurahan, Lembaga Non Pemerintah diwakili oleh,
Asisten koordinator Kota Palembang pengawasan penataan lingkungan
permukiman dan Koordinator tim teknis komisi amdal Propinsi Sumatera Selatan,
Akademisi diwakili oleh 2 (dua) Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Muhammadiyah dan Universitas Indo Global Mandiri. Tokoh
Masyarakat diwakili oleh Ketua RT, LKM dan sebagian tokoh masyarakat serta
mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan melalui dokumen perencanan.
3.2.2. Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut, merupakan
data Peraturan Menteri PUPR Nomor 02/PRT/M/2016 Tentang Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan dan permukiman Kumuh, Dokumen Perencanaan
Slum Improvement Action Plan (SIAP) Kota Palembang Tahun 2015, Baseline
data P2KKP (program peningkatan kualitas kawasan permukiman), RTRW
(Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang 2012-2032).
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data
3.2.3.1. Observasi
Merupakan pengamatan secara langsung ke wilayah penelitian untuk
melihat kondisi eksisting karakteristik fisik dan non fisik di lingkungan
permukiman kumuh Kelurahan 29 Ilir.
52
3.2.3.2. Kuesioner
Penyebaran kuesioner penelitian dengan menggunakan format
pertanyaan, yang diajukan kepada responden yaitu para pakar meliputi Akademisi,
Pemerintah, Lembaga Non Pemerintah dan Tokoh Masyarakat untuk menjawab
pertanyaan dengan memilih alternatif jawaban yang telah disediakan.
3.2.3.3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu proses penelitian wawancara kepada para
pakar yang didokumentasikan melalui foto.
3.2.3.4. Wawancara
Tanya jawab peneliti dengan responden, diperuntukkan bagi para pakar
dan tokoh masyarakt untuk memperjelas dalam menerangkan isi kuisioner,
sehingga diharapkan dapat memahami permasalahan pertanyaan yang diajukan.
3.2.4. Pengolahan dan Penyajian Data
Merupakan data mentah yang belum diolah dan belum informatif. Sehingga
diperlukan suatu pengolahan dan penyajian lebih lanjut. Tahapan – tahapan yang
dilakukan dalam teknik pengolahan dan penyajian data (Yuwono, 2009) yaitu:
1. Editing, yaitu kegiatan pemeriksaan terhadap data yang masuk, apakah data
terdapat kesalahan dalam pengisian atau kurang lengkap. Proses editing
dilakukan dengan harapan akan diperoleh data yang benar-benar valid dan
realible serta dapat dipertanggungjawabkan.
2. Coding, yaitu proses pemberian tanda, simbol ataupun kode pada setiap data
yang termasuk dalam kelompok yang sama. Tanda tersebut dapat berupa
angka atau huruf.
53
3. Tabulating, yaitu tahap memasukkan (data entry) data pada tabel-tabel
tertentu dan mengatur angka-angka.
3.2.5. Variabel Penelitian
1. Aspek Fisik Lingkungan
a. Sub Kriteria Jalan Lingkungan
b. Sub Kriteria Drainase
c. Sub Kriteria Air Minum
d. Sub Kriteria Sistem Persampahan
e. Sub Kriteria Sarana Proteksi Kebakaran
f. Sub Sanitasi Lingkungan
g. Sub Kriteria Perbaikan Rumah
h. Sub Kriteria Ruang Publik/RTH
2. Aspek Sosial dalam bentuk Kriteria Komitmen Masyarakat MelaluiPartisipasi Dalam Memeliharan Lingkungan Permukiman
a. Sub Kriteria Penyediaan RTH Privat
b. Sub Kriteria Membuat Resapan Biopori/Kolam
c. Sub Kriteria Kegiatan Gotong Royong
d. Sub Kriteria Kesediaan Mengelola Persampahan Rumah Tangga
3. Aspek Ekonomi Masyarakat Miskin
a. Sub Kriteria Pelatihan Kewirausahaan
b. Sub Kriteria Pinjaman Modal Usaha Bagi Masyarakat Miskin
c. Sub Kriteria Santunan Bagi Masyarakat Miskin
Variabel diatas tersebut kemudian disusun kedalam bentuk model hierarki
yang disajikan pada Gambar 3.2.
54
Gambar.3.2. Model Hierarki Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh
ASPEK FISIKLINGKUNGAN
ASPEKEKONOMI
ASPEK SOSIALDALAMBENTUKKOMITMENMASYARAKATMELALUIPARTISIPASIDALAMMEMELIHARALINGKUNGANPERMUKIMAN
STU
DI
PE
NE
NT
UA
N P
RIO
RIT
AS
PE
NA
NG
AN
AN
LIN
GK
UN
GA
N P
ER
MU
KIM
AN
KU
MU
H M
EN
UJU
KA
MP
UN
G B
ER
KE
LA
NJU
TA
N D
I K
OT
A P
AL
EM
BA
NG
3.Santunan Bagi MBRdan Musibah Kebakaran
1.PelatihanKewirausahaan
2.Peminjaman ModalUsaha/Dana Bergulir
3.Sanitasi
4.Air Minum
2.Drainase
5.Sampah
6.Proteksi Kebakaran
7.Perbaikan Rumah
1.Jalan Lingkungan
8.RTH RT. 13
RT. 14
RT. 17
RT. 20
RT. 35
RT. 21
RT. 30
RT. 31
RT.09
RT. 12
RT. 01
RT. 02
Tujuan Kriteria Sub Kriteria KawasanAlternatif
2.Membuat Resapan
1.Penyediaan RTH Privat
3.Kegiatan Gotong Royong
4.Kesediaan MengelolaPersampahan Rumah tangga
55
3.3. Teknik Pengambilan Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling,
yaitu teknik dengan sampling pertimbangan. Teknik tersebut mempunyai
pertimbangan-pertimbangan tertentu didalam pengambilan sampelnya atau
penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan, 2013). Penentuan jumlah
sampel dan kuesioner pada dasarnya tidak ada peraturan yang ketat secara mutlak
berapa jumlah sampel tersebut akan diambil dari suatu populasi, dengan
memperhatikan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga (Singarimbun, 1989 dalam
yuwono, 2009).
1. Menentukan kegiatan prioritas berdasarkan penilaian para pakar, akademisi,
pemerintah dan lembaga pemerintah untuk menentukan suatu keputusan yang
terbaik dengan jumlah 7 (tujuh) orang terdiri :
a. Pemerintah: PU Cipta Karya Kota Palembang
Jabatan Kepala Satuan Kerja (Ka.Satker) Pembangunan Kawasan
Permukiman menangani permasalahan perumahan dan permukiman
kumuh di Kota Palembang.
b. Pemerintah: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Jabatan Kabid (Kepala Bidang) Infrastruktur dan Pengembangan
Wilayah Bappeda Kabupaten Musi Banyuasin membidangi pemukiman
dan lingkungan hidup, infrastruktur serta pengembangan wilayah.
c. Pemerintah: Kelurahan 29 Ilir
Sekertaris Kelurahan 29 Ilir dan mengurus bidang sosial dan ekonomi 1
orang
56
d. Lembaga Non Pemerintah: Kelompok Kerja / LCO (Local Coordinating
Office)
Asisten Koordinator Kota Neighborhood Upgrading And Shelter Project
(NUSP) Kota Palembang. Percepatan Penanganan Permukiman Kumuh
1 orang
e. Akademisi 1: Dosen dari Universitas Muhammadiyah
Jabatan: Dosen Tetap mengajar bidang perencanaan dan wilayah serta
arsitektur.
f. Akademisi 2: Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota dari Universitas
Jabatan: Dosen Tetap di Indo Global Mandiri. Mengajar perencanaan
wilayah dan kota
g. Lembaga: Pemerhati Lingkungan
Jabatan: Koordinator Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Propinsi
Sumatera Selatan 1 orang
2. Menentukan kawasan kegiatan berdasarkan penilaian tokoh masyarakat,
(rukun tetangg) RT, lembaga keswadayaan masyarakat (LKM) berjumlah 36
orang, berdasarkan kondisi eksisting fisik lingkungan dan dokumen
perencanaan terkait penataan kawasan permukiman kumuh. 36 (tigapuluh
enam) Responden orang terdiri dari :
a. Ketua RT = 12 Orang
b. Tokoh Masyarakat = 24 Orang
57
3.4. Alat dan Instrumen Penelitian
Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis
untuk mencatan hasil kuesioner, camera digital, laptop dan program software
expert choise untuk analisis model Analytical Hierarcy Process (AHP).
3.5. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
model metode Analytical Hierarcy Process (AHP), melalui data primer hasil
wawancara (in – depth interview) dengan para pakar dan data sekunder melalui
berbagai dokumen perencanaan yang berkaitan dengan penataan permukiman
kumuh di Kota Palembang, sehingga data tersebut menjadi pertimbangan untuk
menentukan skala prioritas baik kegiatan maupun lokasi kegiatan.
3.6. Teknik Penggunaan Analytic Hierarchy Process (AHP)
Teknik proses analisis model Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam
penelitian ini menggunakan bantuan program Expert Choise. Hal tersebut
bertujuan untuk mempercepat proses hasil yang diinginkan secara cepat, efektif
dan efisien yaitu melalui 2 (dua) tahapan sebagai berikut:
A. Tahap Pertama Penentuan Kegiatan Prioritas yaitu :
1. Penyusunan Rangkaian Model Hierarki
2. Penilaian Responden Berdasarkan Kriteria
3. Penilaian Responden Berdasarkan Sub Kriteria
4. Kombinasi Penilaian Seluruh Sub Kriteria
5. Hasil Pembobotan Kegiatan Prioritas
58
B. Tahap Kedua Penentuan Wilayah Prioritas Kegiatan yaitu :
Menentukan wilayah prioritas sama dengan tahap pertama diatas dengan
program expert choise. Sebelum melakukan penilaian lokasi kegiatan
berdasarkan masing-masing sub kriteria tersebut diatas, terlebih dahulu
menghitung Nilai rata-rata (everage score) masing-masing lokasi untuk
seluruh usulan kegiatan berdasarkan penilaian responden 36 tokoh
masyarakat. Selanjutnya pengurangan nilai antar lokasi kegiatan, sehingga
nilai pengurangan dijadikan sebagai nilai bobot. Hasilnya dimasukan
kedalam kuesioner program expert choise. Gambaran umum kerangka
analisis ahp dapat disajikan pada Gambar 3.3.
59
Gambar 3.3. Kerangka Analisis Model Analytical Hierarcy Process
INPUT
Merumuskan Masalah
IdentifikasiKriteria, Subkriteria dan Alternatif
Pengambilan Keputusan
IdentifikasiPara Pakar dan tokoh
masyarakat sebagai pihakPengambilan Keputusan
Pengumpulan DataSebagai Dasar PenilaianKriteria, Subkriteria dan
Lokasi Kegiatan
Membuat Model hierarki
ANALISIS
Program ExpertChoise
LangkahMatematis
Bobot Prioritas
KonsistensiCR < 0.1
Pairwise Comparison
Nilai Eigen Vektor
Max Nilai Eigen Value
Hitung Ci dan Cr
OUTPUTKesimpulan
Prioritas Penanganan
YaTidak
60
3.7. Aplikasi Program Model Analisis Hierarki Proses Expert Choise
Untuk memudahkan proses perhitungan berdasarkan tujuan dalam
penelitian ini yaitu menentukan skala prioritas penenganan lingkungan
permukiaman kumuh di Kelurahan 29 Ilir secara efektif dan efisien. Sedangkan
metode yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan program
komputer yaitu Expert Choise. Perangkat lunak Expert Choice (EC) adalah alat
pendukung keputusan multi-tujuan berdasarkan Analytic Hierarchy Process
(AHP), sebuah teori matematika yang pertama kali dikembangkan di Wharton
School of the University of Pennsylvania oleh salah satu pendiri Expert Choice,
Gambar .3.4. Program Expert Choise 2011
Sumber: Software Copyright Expert Choice 1982-2004, Arlington, VA USA
3.8. Penyusunan Model Hierarki
Pembobotan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) oleh
responden 7 pakar, terlebih dahulu menyusun model hierarki, berdasarkan 3 (tiga)
kriteria dan 15 (lima belas) sub kriteria dengan menggunakan program expert
choise. Gambaran umum penyusunan model hierarki disajikan pada gambar 3.5
61
Gambar.3.5. Model Hierarki Kegiatan Prioritas Penanganan LingkunganPermukiman Kumuh di Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang
Sumber: Expert Choise, 2017
Susunan model hierarki diatas tersebut, selanjutnya menyusun lokasi
kegiatan terdiri dari 12 (dua belas) kawasan meliputi RT 01, 02, 09, 12, 13, 14,
17, 20, 21, 30, 31 dan 35 melalui kolom alternatif yang ada di program expert
choise. Proses susunan kawasani kegiatan ini disajikan pada Gambar 3.6.
Gambar.3.6. Model Hierarki Lokasi Kegiatan Penanganan LingkunganPermukiman Kumuh di Kelurahan 29 Ilir Kota Palembang
79
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil temuan studi penentuan kegiatan prioritas penanganan permukiman
kumuh perkotaan berdasarkan 3 pilar pembangunan berkelanjutan, menunjukkan
bahwa prioitas pertama yang perlu diperhatikan adalah aspek fisik lingkungan
(46,7 %), diikuti berturut-turut prioritas kedua adalah aspek sosial (31,2 % ) dan
aspek ekonomi (22,1 %). Selanjutnya untuk penentuan prioritas kegiatan pada
masing-masing kriteria atau aspek 3 pilar pembangunan berkelanjutan
menunjukan prioritas yang berbeda, yaitu prioritas pertama ada pada kegiatan di
aspek sosial yaitu mengelola sampah rumah tangga (100 % ) dan kegiatan gotong
royong (83,6 %). Prioritas kedua adalah pada aspek fisik lingkungan yaitu
perbaikan sarana persampahan (93,5 %), perbaikan drainase (66,2 %) dan
perbaikan sanitasi (66,1 %), sedangkan prioritas ketiga adalah aspek ekonomi
yaitu pinjaman modal usaha bagi masyarakat miskin (63,0 %)dan pelatihan dan
kewirausahaan(61,0 %).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan prioritas
penanganan lingkungan kumuh, aspek sosial yang berkaitan dengan komitmen
masyarakat untuk memelihara lingkungan dalam jangka panjang untuk
mendukung kampung berkelanjutan lebih penting dibanding dengan aspek fisik
dan aspek ekonomi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lokasi prioritas
penanganan lingkungan permukiman kumuh di Kelurahan 29 Ilir dari 12
80
(duabelas) lokasi yang telah teridentifikasi untuk melaksanakan kegiatan 7
kegiatan prioritas tersebut di atas, diutamakan 5 (lima) kawasan yaituRT 30, RT
31, RT 35, RT 02 dan RT 01. Kawasan prioritas ini merupakan wilayah yang
memiliki kualitas lingkungan permukiman yang rendah, dimana kualitas sarana
dan prasarannya yang ada saat ini kurang memadai.
5.2. Saran
Upaya peningkatan kualitas permukiman yang berkelanjutan disarankan:
Saran untuk pemerintah tingkat kelurahan dan kota adalah:
1. Memperbanyak sarana persampahan terdiri dari TPS, tong sampah dan
geroba ksampah, jumlah sarana persampahan yang ada saat ini belum
memadai
2. Memberikan pelatihan terkait pengelolaan sampah rumah tangga
Saran untuk studi lanjutan adalah:
1. Penelitian ini masih bersifat umum, perlu dilakukan penelitian yang lebih
detail tentang prioritas penanganan permukiman kumuh berdasarkan 3
pilar pembangunan berkelanjutan.
2. Perlu dilakukan studi tindak lanjut penelitian tersebut khususnya
perencanaan Instalasi Pengelolaam Air Limbah (IPAL) di wilayah
permukiman Kelurahan 29 IlirKecamatan Ilir Barat II Kota Palembang.
81
DAFTAR PUSTAKA
Aslim, N., Rohainah, I., Vidiyanti, C Dan Hindami, H., 2014. PersepsiMasyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan Permukiman (Studi KasusKampung Pelesiran, Taman Sari, Bandung). Prosiding Temu IlmiahIPLBI. Magister Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan KebijakanInstitut Teknologi Bandung.[terpublikasi].
Advianty, S.A dan Handayani, K.D.M.E. 2013. Tingkat Partisipasi Masyarakatpada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso.
Akib, M. 2014. Hukum Lingkungan. Perspektif Global dan Nasional. PT.RajaGrafindo Persada.
Aliyati, R. 2011. Permukiman Kumuh di Bantaran CI–LIWUNG ( Studi KasusKelurahan Manggarai Serengseng Sawah dan Kelurahan KampungMelayu Kalisari). Tesis. Ilmu Geografi Universitas Indonesia Depok.[terpublikasi].
Al-Harbi, K.M.A. 2001. Application of the AHP in Project Management.International Journal of Project Manajemen 19 19-27.
Astutik, Y dan Santoso, E.B., 2013. Prioritas Wilayah Pengembangan IndustriPengolahan Perikanan di Kabupaten Sumenep. Jurnal Teknik PomitsVol.2, No.1. ISSN: 2337-3539 (2301-9271).
Atmanti, H.D. 2008. Analytical Hierachy Process Sebagai Model Yang Luwes.Prosiding ISBN: 978-979-97571-4-2. Fakultas Ekonomi Undip.Semarang.
Budiharjo, E., 2015. Kota dan Lingkungan, Pendekatan Baru MasyarakatBerwawasan Ekologi. Jakarta: LP3ES.
________Bappenas, 2017. Seminar Sustainable Development Goals (MDGs).Universitas Lampung.
________Brundtland , 1987. Our Common Future: World Commission onEnvironment and Development. Oxford University Press.
82
http://id.wikipedia.org/wiki/Our_Common_Future. diakses tanggal 30Januari 2017.
Detak Palembang (online). Kegiatan Gotong Royong Bersama WalikotaPalembang di Kelurahan 29 Ilir.. http://www.google.co.id/search /742.diakses pada tanggal 27 Agustus 2017
Handayani, S., 2008. Partisipasi Masyarakat Kampung Kota Untuk PeningkatanKualitas Lingkungan Permukiman (Studi Kasus: PermukimanKampung Kota Di Bandung). Tesis. Program Pasca Sarjana InstitutPertanian Bogor.
Heston, Y.P dan Yusuf, A., 2013. Penguatan Kemampuan Sosial Pada PenataanKawasan Kumuh Perkotaan (Studi Kasus Kelurahan Cigugur TengahCimahi). Tata Loka Volume 15 Nomor 3, 2013, 208-217. Biro PenerbitPlanologi Undip.
Iskandar,Z, Nasibu. 2009. Penerapan Metode AHP Dalam Sistem PendukungKeputusan.Jurnal Pelangi Ilmu Vol.2.
Joga, N. 2013. Gerakan Kota Hijau. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Julimawati, 2015. Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Kualitas LingkunganPermukiman Di Kecamatan Baleendah. JPIS. Jurnal Pendidikan IlmuSosial, Vol.24, No 2. Program Pendidikan Geografi, SPs.UPI. Bandung
Jitendra Kumar SLUMS IN INDIA: A FOCUS ON METROPOLITAN CITIESDepartment of Geography, KLP College, Rewari, India Vol. 4, Issue, 2,pp. 388-393, February, 2014 ISSN:2230-9926.[terpublikasi].
Kania, D, 2013. Menciptakan Kota Hijau. Bandung: Titian Ilmu.
Kasjono, HS. 2011. Penyehatan Pemukiman. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Koestoer. 2001. Dimensi Keruangan, Teori dan Kasus. Depok: UIP.
Kamal, M., 2005. Manfaat Penataan Permukiman Kumuh Terhadap MasyarakatNelayan di Kawasan Bandengan Kabupaten Kendal. Tesis. MagisterTeknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Undip. Semarang
Keputusan Walikota Palembang Nomor 488 Tahun 2014 Tentang PenetapanLokasi Kawasan Permukiman Kumuh.
Mardhani,H. 2012. Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Tepi SungaiBarito Puruk Cahu. Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas
83
Palangka Raya. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 No.2. ISSN1907 – 8536.
Maharani, A, L dan Umilia, E. Tipologi Permukiman Kumuh di Pinggiran SelatanKota Surabaya. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota InstitutTeknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jurnal Teknik POMITS Vol.3,No.2. ISSN: 2337-3539 (2301-9271).
Mundiatun dan Daryanto.2015. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta:Gava Media.
Muta’Ali, L. 2013. Penataan Ruang Wilayah dan Kota. Tinjauan Normatif-Teknis.Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas GadjahMada.Yogyakarta.
Nursyamsiyah, S., 2015. Faktor–Faktor Yang Menyebabkan Permukiman KumuhDi Kota Bandar Lampung. Tesis. Ilmu Lingkungan UniversitasLampung. Bandar Lampung. .[tidak terpublikasi].
Naseeb kumar Bhagat and Piyush Malaviya. Research Review on Socio-Environmental Status of Slum Dwellers.Deptt. of Environmentalsciences, University of Jammu Sr. Asstt. Proffessor, Deptt. OfEnvironmental sciences university of Jammu. Volume : 3 | Issue : 5 |May 2013 | ISSN - 2249-555X.
Neolaka,A,.2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Bineka Cipta
Putri, I.D.A.N.A., 2011. Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan KabupatenDi Kabupaten Bangli. Tesis. Program Pascasarjana UniversitasUdayana.
Pamekas, R., 2013. Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur KawasanPermukiman. Bandung: PUSTAKA JAYA. Bandung.
Raharjo, N. 2010. Dinamika Pemenuhan Kebutuhan Perumahan MasyarkatBerpenghasilan Rendah. (Studi Kasus: Penghuni Rumah Tipe KecilGriya Pagutan Indah, Mataram). Tesis. Undip.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.2/PRT/M/2016Tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh danPermukiman Kumuh.
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana TataRuang Wilayah (RTRW) Kota Palembang Tahun 2012-2032.
84
Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan. PusatPenelitian dan Pengembangan Permukiman. Kementerian Cipta Karya.2006. Kriteria Penilaian Tipe Kawasan Padat Huni Kumuh diPerkotaan.
Rasyidi, R., Ipaldi, A dan Karmila, M., 2015. Characteristics Slum and Squatteron Waterfront at Pejagalan District, North Jakarta. Proceedings ofInternational Conference: Integrated Solution to Overcome theClimate Change Impact on Coastal Area Semarang, Indonesia – SultanAgung Islamic University, Urban and Regional Planning Engineering.
Rahadian, A.H. 2016. Strategi Pembangunan Berkelanjutan. Prosiding Seminar.Volume III, No. 01, ISSN 2355-2883. Institut Ilmu Sosial danManajemen STIAMI
Riduwan, 2013. Belajar Mudah Penelitian, Untuk Guru, Karyawan Dan PenelitiMuda, Bandung: ALFABETA.
Roviana, Vivin., 2015. Dampak Pemukiman Kumuh Terhadap KelestarianLingkungan Kota Malang (Studi Penelitian di Jalan Muharto KelurahanJodipan Kecamatan Blimbing Kota Malang). Praktisi Staf KementerianKetenagakerjaan Republik Indonesia. IJPA-The Indonesian Journal ofPublic Administration.
Saaty, L.T., 1990. How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process.European Journal of Operational Research 48 (1990) 9-269 North-Holland. University of Pittsburgh, Pittsburgh, PA 15260, USA.
Saaty, L.T., 1990 "THE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS IN CONFLICTMANAGEMENT",International Journal of Conflict Management, Vol. 1Issue: 1, pp.47-68, https://doi.org/10.1108/eb022672.
Santoso, I. 2015. Kesehatan Lingkungan Permukiman Perkotaan. Yogyakarta:Gosyen Publishing.
Satriadi, R., Tantyonimpuno dan Adi, T.J.W., 2006. Skala Prioritas PenangananGedung Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Kapuas.Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III. Program StudiMMT-ITS. Surabaya.
Surtiani, E.E., 2006. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya KawasanPermukiman Kumuh Di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus KawasanPancuran, Salatiga). Tesis. Teknik Pembangunan Wilayah dan KotaUniversitas Diponogoro Semarang.
Setiadi, D. 2015. Pengantar Ilmu Lingkungan, Prinsip Dasar Ilmu Lingkungan,Studi Amdal, Undang-undang Lingkungan Hidup. Bogor: IPB Press.
85
Syahri, M.,2013. Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Green Moral. WidyaAksara Press. Bandung.
Sastra, S dan Marlina, E. 2006. Perencanaan Dan Pengembangan Perumahan,Yogyakarta: ANDI Offset.
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA
Suwardi, A. 2015. Karakteristik Permukiman Kumuh di Sepanjang SempadanSungai Musi Kota Sekayu. Skripsi. Teknik Perencanaan Wilayah danKota. Universitas Indo Global Mandiri Palembang
Software Copyright Expert Choise 1982 - 2004, other patents pending. ExpertChoise, Inc.,Arlington, VA USA.
Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan KawasanPermukiman.
Widijanto, D., 2012. Model Skala Prioritas Dalam Implementasi KebijakanPembangunan Jalan Ditinjau Dari Persepsi Pemangku Kepentingan.(Studi Kasus Jalan Layang Non Tol DKI Jakarta). Tesis. UnivesitasIndonesis.
Wimardana, A.S dan Setiawan,R.P., 2016. Faktor Prioritas Penyebab KumuhKawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan Belitung Selatan KotaBanjarmasin. Jurnal Teknik ITS Vol.5.No.2.ISSN 2337-3539 (2301-9271).
Yuwono,A. 2009. Preferensi Bermukim Masyarakat Disepanjang Koridor SungaiMusi Kota Sekayu dan Arahan Penanganannya (Studi Kasus KelurahanSoak Baru dan Kelurahan Balai Agung). Tesis. Teknik PembangunanWilayah dan Kota. Universitas Diponogoro Semarang. [tidakterpublikasi].
Yuwono,A. 2013. Diklat Kepemimpinan Untuk Tingkat Eselon 3. KabupatenMusi Banyuasin. Sumatera Selatan.
Yuliastuti, N dan Khaerunnisa, I., 2011. Kualitas Lingkungan PermukimanKawasan Pecinan Kota Semarang. Teknik-Vol.32 No.3. ISSN 0852-1697.
Kementerian Perumahan Rakyat, 2015. Penanganan Kawasan PermukimanKumuh. Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur Permukiman..http://ciptakarya.pu.go.id/dok/ebook/konsinyasi/Volume%201.%20Penanganan%20Kawasan%20Permukiman%20Kumuh.pdf.
Kemen PU, 2017. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman.https://bisnis.tempo.co/read/906173/pu-luas-pemukiman-kumuh-mencapai-38-000-hektare