Skripsi
Studi Selektivitas Interaksi Senyawa Turunan Maleimida dan PRIMA-1 Terhadap Protein p53
yang Termutasi pada Residu 273
Disusun oleh :
Nur Mujahidah Mardhiyah ( M0302036)
Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2009
ii
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Dr. rer.nat Fajar Rakhman Wibowo, M.Si
NIP 132 258 067
Pembimbing II
Venty Suryanti, M.Phil
NIP 132 162 026
Dipertahankan didepan TIM Penguji Skripsi pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 28 januari 2009
Anggota TIM Penguji :
1. Prof. Dra. Neng Sri Suharty, M.S, Ph.D
NIP. 130 902 529
2. Yuniawan Hidayat, M.Si
NIP. 132 308 802
1. ………………………………
2. ………………………………
Disahkan oleh
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia,
Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D
NIP. 131 570 162
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “STUDI
SELEKTIFITAS SENYAWA TURUNAN MALEIMIDA dan PRIMA-1
TERHADAP PROTEIN p53 TERMUTASI PADA RESIDU 273” ini adalah
benar-benar karya saya sendiri yang disusun untuk memenuhi sebagian syarat
dalam memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya tidak terdapat kerja atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Surakarta, Januari 2009
Nur Mujahidah M
iv
ABSTRAK Nur Mujahidah M. 2008.” STUDI SELEKTIVITAS SENYAWA TURUNAN MALEIMIDA DAN PRIMA-1 TERHADAP P53 TER MUTASI PADA RESIDU 273”. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Protein p53 akan menginduksi terjadinya apoptosis ketika terjadi kegagalan perbaikan sel atau DNA yang rusak. Mutasi pada p53 membuat induksi apoptosis tidak berjalan sehingga berpotensi terjadinya kanker. Mutasi p53 pada residu 273 dapat menyertai kerusakan DNA yang menyebabkan terjadinya kanker paru-paru, usus, dan payudara. Mutan p53 dapat dikembalikan fungsinya melalui reaktivasi p53. Potensi penyembuhan kanker melalui reaktivasi p53 memerlukan reaktivator yang selektif. Untuk mengetahui reaktivator p53 yang selektif dilakukan studi selektivitas senyawa reaktivator p53 terhadap mutasi p53 pada residu 273. Teknik yang digunakan untuk mempelajari selektivitas senyawa reaktivator p53 adalah studi teoritis dengan metode docking. Senyawa reaktivator p53 yang digunakan adalah turunan maleimida (MIRA: mutant-p53-dependent induction of rapid apoptosis) dan PRIMA-1 (p53 Reaktivation and Induction of massive Apoptosis). Tujuan dari studi ini adalah mengetahui interaksi spesifik senyawa reaktivator p53 dengan p53 termutasi residu 273. Hasil studi menunjukkan bahwa interaksi spesifik berada disekitar residu 273 yang termutasi. Interaksi spesifik yang terjadi dapat menunjukkan potensi reaktivasi p53 termutasi. Dari hasil studi ini PRIMA-1 memiliki interaksi spesifik yang berbeda dengan turunan maleimida, sehingga potensi untuk mereaktivasipun juga berbeda. Hasil studi ini sejalan dengan eksperimen Bykov dan kawan-kawan tentang kemampuan reaktivasi PRIMA-1 dan turunan Malaeimida terhadap berbagai mutan p53. Kata Kunci: Senyawa Reaktivator p53, Kanker, Apoptosis, p53, Residu 273, Docking
v
ABSTRACT
Nur Mujahidah Mardhiyah, 2009, “SELECTIVITY STUDY ON INTERACTION OF MALEIMIDA ANALOG AND PRIMA-1 AT PROTEIN P53 MUTATED 273 RESIDUE”. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and natural science. Sebelas Maret university.
Protein p53 will induce apoptosis when damage of DNA or cell failure to
repaired. Mutation p53 make p53 inacvtivate so that have potency of cancer. Mutated 273 residu which follow damage of DNA or cell have potency to occur lug, breast and colon cancer. Mutant p53 can be restorated its function through p53 reactivation. Reactivation it need reactivator p53 agent which selective. In order to understand its selectivity has done Selectivity Study on Interaction of p53 Reactivator at Mutated 273 Residue. Technique of this study is theoretical study with docking method. Reaktivator p53 agent represent Derivative of Maleimida (MIRA: mutant-p53-dependent induction rapid of apoptosis) and PRIMA-1 (p53 Reaktivation and Induction of Massive Apoptosis). Intention of this study is know specific interaction of p53 reaktivator agent at mutated 273 residue.
Result of study indicate that specific interaction around mutated 273 residue. Specific interaction can show potency mutant p53 reaktivation. Result of this study of PRIMA-1 has different specific interaction with Derivative of maleimida, so that potency for reactivation also differ. Result of this study in line with Bykov et al experiment about ability of PRIMA-1 reaktivate and Derivative of Malaeimida to various mutant p53
vi
Motto
Tiada kekayaan yang lebih utama dari pada akal Tiada kepapaan yang lebih menyedihkan dari pada kebodohan
Tiada warisan yang lebih baik dari pada pendidikan. (Ali Bin Abi Tholib)
I am only one, but I am still one. I can’t do everything, but still I can do
something. And Because I can’t do everything I will not refuse to do the something that I can do.
(Helen Keller)
Courage is going from failure to failure without losing enthuiasm (Winston Churchil)
vii
Persembahan Karya ini kupersembahkan tuk agama dan bangsaku
Abah dan Mak e yang selalu memberikan dukungan materiil dan spirituil. Adik-adikku Ifah dan Nisa yang selalu menguatkanku
Adik-adikku Miftah, Uli, Fatih yang lucu dan setia menemani kak nur Sahabatku Mutya N, Nila RF, Putri Palupi K Mutiara DNI,
Mukti Rahayu, Monique Anggun
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
nikmat dan karunianya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan,
dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penyusun menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Sutarno M.Sc., selaku dekan Fakultas MIPA Universitas Sebelas maret
Surakarta.
2. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku ketua Jurusan Fakultas MIPA
Universitas Sebelas maret Surakarta.
3. Yuniawan Hidayat, M.Si., selaku Pembimbing Akademik, atas segala
bimbingan dan arahannya selama ini.
4. Dr.rer.nat. Fajar Rakhman Wibowo, M.Si., selaku dosen Pembimbing I atas
segala pengarahan dan bimbingannya pada penyusunan skripsi ini.
5. Venty Suryanti M Phil., selaku dosen Pembimbing II atas segala pengarahan
dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak, Ibu dosen dan seluruh staf jurusan kimia serta semua pihak yang tidak
dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah membantu penyusunan skripsi
ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberi manfaat pada berbagai pihak.
Surakarta, Januari 2009
Nur Mujahidah M
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………..i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………ii
SURAT PERNYATAAN.......……………………………………………iii
ABSTRAK...……………………………………………………………..iv
ABSTRACT...............................................................................................v
MOTTO .....................................................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................vii
KATA PENGANTAR ............................................................................ .viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ix
DAFTAR TABEL..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................xiii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………..1
A. LATAR BELAKANG..……………………………………….....1
B. IDENTIFIKASI MASALAH....………………………….……...3
C. BATASAN MASALAH.…………………………………....…. 3
D. RUMUSAN MASALAH………………………………….…....4
E. TUJUAN…………………………………………............…..... .5
F. MANFAAT...................................................................................5
BAB II. A. TINJAUAN PUSTAKA…………………………….….....…6
Kanker..................................………………………………………....6
Bunuh Diri Terprogram……………………………………………...7
p53 Tumor Supressor...........................................................................9
Struktur Protein dan Mutasi...............................................................11
Mutasi Residu 273 ..............................................................................12
Agen Reaktivator p53..........................................................................13
Docking ..............................................................................................16
Algoritma Lamarckian Genetik...........................................................17
x
B KERANGKA PEMIKIRAN…………………………..……..22
C HIPOTESIS……………………………………………….......23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………..24
A. TEMPAT DAN WAKTU ...............................................................24
B. ALAT DAN BAHAN .....................................................................24
C. PROSEDUR PENELITIAN ............................................................25
D. TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA ..................27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................28 A .Pemetaan Interaksi Turunan Maleimida pada Protein p53...............28 B . Pemetaan Interaksi PRIMA-1 pada Makromolekul p53..................39 C. Pengaruh Struktur Ligan dan Jenis Mutasi .....................................43 BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ................................................................................44 B. SARAN ............................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................45 LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Docking Lanjut Turuan Maleimida……………... ......... ..…......30
Tabel 2. Ringkasan Hasil Docking Turunan Maleimida pada Site Beda .............33
Tabel 3. Hasil Docking Lanjut PRIMA-1 pada Situs dengan Energi Terendah ..40
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siklus Perkembangan Sel ........................................................... 7
Gambar 2. Interaksi p53 dengan DNA pada Domain inti .......................... 10
Gambar 3. Urutan spesifik (sequence-specific) protein p53......................... 10
Gambar 4. Mekanisme reaktivasi p53 dengan kemoterapi........................... 14
Gambar 5. Struktur Senyawa Reaktivator p53…………............................ 15
Gambar 6. Skematik docking molekul antara ligan dengan protein
target........................................................................................... 17
Gambar 7. Prinsip Genetik Algoritma. terjadinya crossover turunan yang
dihasilkan oleh parental 1 dan parental 2……………….......... 19
Gambar 8. Proses Perhitungan energi menggunakan LGA……………… 21
Gambar 9. Grid maps mencakup berbagai kemungkinan pergerakan atom
yang dipunyai oleh ligan............................................................. 26
Gambar10. Situs Terendah Turunan Maleimida pada p53.......................... 29
Gambar11. Perbandingan p53 normal manusia dan Tikus......................... 31
Gambar12. Peta interaksi site 6 MIRA-1 pada 2J20 ................................... 34
Gambar13. Peta interaksi MIRA-1 site 6 pada 2J20..................................... 36
Gambar14. Peta interaksi site 7 MIRA-2 pada 2BIM................................... 37
Gambar15. Peta interaksi site 8 MIRA-2 pada 2J20................................... 38
Gambar16. Pemetaan site Energi Terendah PRIMA-1 pada 1GZH.............. 39
Gambar17. Peta interaksi site 4 PRIMA-1 pada 2BIM ............................... 41
Gambar18. Peta interaksi site 4 PRIMA-1 pada 2J20............................ 42
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Interaksi ikatan hidrogen Situs beda Turunan Maleimida pada p53................................................................................. 47
Lampiran 2. Histogram hasil docking lanjut Turunan Maleimida pada situs beda .............................................................................. 50
Lampiran 3. Ikatan hidrogen pada 5 site terendah MIRA-1 terhadap 1GZH.................................................................................... 52
Lampiran 4. Gambar monomer p53 normal dan p53 termutasi pada manusia…………….................................... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh pembelahan sel yang
tidak terkendali serta mempunyai kemampuan untuk menjalar baik dengan dengan
pertumbuhan jaringan bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat
yang jauh (metastasis). Tiap kanker memberi gejala yang berbeda tergantung
pada lokasi, karakter keganasan dan adanya metastasis. Metastasis terjadi
karena sel-sel yang mengalami transformasi menjadi ganas sehingga memiliki
kemampuan untuk melakukan proliferasi ke lokasi-lokasi yang jauh di dalam
tubuh untuk mengkolonisasi berbagai organ tubuh.(Salmon & Sartorell., 1999)
Pengendalian pertumbuhan sel tidak lepas dari adanya gen tumor
suppressor, yang salah satunya dikenal dengan nama p53. Ketika terjadi
kerusakan DNA (deoxyribonucleic acid/asam deoksiribosanukleat) dan kerusakan
sel yang lain sebelum terjadinya replikasi maka dilakukan perbaikan, apabila
proses perbaikan gagal, protein p53 akan menginduksi terjadinya bunuh diri
terprogram (apoptosis). (Alberts et al., 2002).
Kemoterapi dapat mematikan sel-sel kanker, namun umumnya sel-sel
normal sulit dihindari tidak ikut rusak. Efek samping ini dapat direduksi dengan
target yang spesifik. Induksi apoptosis merupakan suatu target yang spesifik,
karena apoptosis hanya terjadi jika ada kerusakan DNA dan/atau sel yang lain,
sehingga hanya sel yang rusak saja yang mengalami bunuh diri terprogram
(apoptosis).
Kurang lebih 55% sel tumor manusia kehilangan fungsi p53 diakibatkan
oleh mutasi. Mutasi pada p53 sebagian besar terdapat pada bagian domain
intinya, ada enam titik yang sering termutasi (hot spots) yang terkait dengan
kanker manusia yaitu R175H, G245S, R248Q, R249S, R273H, dan R282W
(Hainaut & Hallstein., 2003). Hilangnya fungsi p53 menyebabkan kerusakan
DNA atau cacat sel lain yang tidak diikuti dengan penghentian replikasi.
2
Apoptosis tidak dapat berjalan meskipun terjadi kenaikan konsentrasi p53 (Bykov
et al., 2002a).
Menurut Bykov dkk (2002) penempelan ligan ataupun peptida pendek
dapat mengembalikan aktivitas p53. Beberapa penelitian untuk mengembalikan
fungsi p53 termutasi dengan molekul kecil telah dilakukan. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa fungsi p53 dapat dikembalikan dengan mengatur konformasi
mutan p53 sehingga menyerupai wt (wild type) p53. Senyawa yang digunakan
dalam penelitian tersebut berbeda-beda antara lain PRIMA-1(p53 reactivation and
induction of massive apoptosis) (Bykov et al.,2002b), turunan maleimida, MIRA
(mutant–p53-dependent induction of rapid apoptosis) (Bykov et al.,2005) dan
beberapa peptida pendek spesifik (Issaeva et al.,2003). Namun demikian,
permasalahan sitotoksisitas dan farmakokinetik masih menjadi kendala bagi
penggunaan senyawa ini secara klinis serta dalam penelitian ini belum bisa
menjelaskan mekanisme restorasi p53 termutasi.
Pemahaman tentang interaksi spesifik antara ligan dan p53 akan
memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pengembangan obat anti-kanker.
Informasi tentang interaksi spesifik ini dapat ditelusuri dengan menggunakan
teknik pemodelan molekuler menggunakan bantuan komputer.
Permasalahan interaksi spesifik tersebut dapat diselesaikan dengan
melihat kemungkinan-kemungkinan interaksi antara ligan dengan makromolekul.
Cara yang dilakukan yakni dengan menempatkan ligan pada makromolekul secara
sistematik yang dikenal dengan metode docking. Metode docking merupakan
sebuah studi untuk memprediksikan struktur dari suatu komplek yang terbentuk
antara dua atau lebih molekul serta proses interaksi yang terjadi.(Kaapru &
Ojanen, 2002).
Hasil penelitian secara eksperimen oleh Bykov dkk 2002, PRIMA-1
memiliki potensi untuk merestorasi p53 termutasi pada asam amino penyusun
polipeptida urutan ke 273 (residu 273), sedang senyawa turunan maleimida
kurang berpotensi untuk merestorasi mutan p53 residu 273. Namun pada
eksprimen Bykov tentang kemampuan PRIMA-1 dan turunan maleimida
merestorasi p53 termutasi belum diketahui interaksi yang terjadi. Dalam
3
penelitian ini dilakukan studi untuk mempelajari interaksi ligan-ligan yang telah
terbukti dapat merestorasi mutan p53 terhadap p53 yang termutasi residu 273
dengan metode docking sehingga dapat diketahui ligan mana yang selektif
terhadap p53 termutasi residu 273.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Pada umumnya kemoterapi selain merusak sel-sel kanker kerusakan sel-
sel normal sulit dihindari. Maka pengobatan kanker secara kemoterapi harus
diteliti lebih lanjut. Eksperimen Bykov dkk telah membuktikan bahwa PRIMA-1
dan Turunan Maleimida mampu merestorasi fungsi p53 termutasi, hasil
eksperimen Issaeva dkk juga membuktikan bahwa peptida pendek mampu
merestorasi p53 termutasi. Perbedaan kemampuan restorasi obat kanker satu
dengan yang lain belum sepenuhnya diketahui pengaruhnya terhadap p53
termutasi pada residu yang sama. Terutama masalah interaksi yang terjadi
antara obat kanker terhadap p53 termutasi. Ada beberapa teknik yang digunakan
untuk mengetahui kemampuan restorasi obat kanker, yaitu dengan eksperimen
dan/atau teoritis. Teknik yang sering dipakai dalam studi teoritis adalah docking.
Beberapa program yang sering dipakai untuk proses docking adalah Autodock,
Dock serta FlexX.
Hasil eksperimen Bykov menunjukkan bahwa PRIMA-1 memiliki potensi
untuk merestorasi p53 termutasi residu 273 sehingga dapat berinteraksi kembali
dengan DNA, sedang MIRA, turunan maleimida memiliki potensi lebih rendah
dari pada PRIMA-1. Hasil eksperimen ini belum diketahui interaksi spesifik yang
terjadi antara ligan dengan makromolekul. Interaksi spesifik tersebut dapat dilihat
bagaimana posisi penempelan (Binding site) ligan terhadap p53 termutasi residu
273, serta interaksi-interaksi yang terjadi pada situs tersebut (binding mode),
seperti apa pengaruhnya terhadap restorasi p53 termutasi residu 273.
4
C. BATASAN MASALAH
Senyawa–senyawa yang telah diteliti secara eksperimen berpotensi untuk
merestorasi mutan p53 antara lain PRIMA-1 (Bykov et al.,2002b), turunan
maleimida, MIRA (Bykov et al.,2005) dan beberapa peptida pendek spesifik
(Issaeva et al.,2003). Proses pengembalian fungsi p53 melalui pengembalian
konformasi domain inti dari p53 termutasi memerlukan interaksi spesifik antara
ligan dan p53 termutasi. Namun interaksi spesifik yang dimaksud belum dapat
dilihat dari struktur senyawa yang telah terbukti dapat mengembalikan fungsi p53
Interaksi spesifik dapat dilihat dengan cara menempatkan ligan pada
makromolekul secara sistematis yang dikenal dengan metode docking (Morris et
al.,1998). Program docking yang digunakan dalam studi ini adalah Autodock,
pada program Autodock tersedia beberapa algoritma untuk proses perhitungan
antara lain Simulated annealing, Local search, algoritma genetik dan Algoitma
Lamarckian genetik. Dalam studi selektitas senyawa reaktivator p53 terhadap p53
termutasi residu 273 dibatasi pada:
1 Senyawa reaktivator p53 yang digunakan adalah PRIMA –1 serta Turunan
Maleimida (MIRA-1, MIRA-2, MIRA-3 ). Struktur senyawa ini digambar
dengan program molden kemudian dioptimasi terlebih dahulu dengan metode
ab initio pada level teori HF dan Basis set 6-31G*
2 Makromolekul yang diteliti adalah p53 termutasi dengan Residu R273H
(kode pdb: 2BIM), R273C (Kode pdb:2J20), wt p53 pada manusia (kode pdb:
1GZH) dan wt p53 pada tikus (kode pdb: 2IOO). Makromalekul ini dibuat
rigid
3 Proses Docking yang dilakukan dengan program Autodock 3.0 menggunakan
metode Lamarckian-Genetic Algorithm.
5
D. RUMUSAN MASALAH
1 Bagaimana interaksi PRIMA–1 dan Turunan Maleimida (MIRA-1,
MIRA-2, MIRA-3) terhadap makromolekul p53.
2 Apa pengaruh jenis mutasi residu 273 terhadap interaksi ligan dan makromolekul .
3 Ligan mana yang selektif terhadap p53 termutasi R273H dan/atau p53
termutasi R273C.
E. TUJUAN
1. Mengetahui interaksi PRIMA–1, Turunan Maleimida (MIRA-1, MIRA-2,
MIRA-3) dengan makromolekul p53.
2. Mengetahui pengaruh jenis mutasi residu 273 terhadap interaksi ligan dan makromolekul
3. Mengetahui ligan mana yang selektif terhadap p53 termutasi R273H dan/atau
R273C
F. MANFAAT
1. Teoritis: Memberi informasi tentang ligan mana yang selektif terhadap mutan
p53 pada residu 273
2. Praktis: Memberi sumbangan informasi pada dunia kesehatan terutama
masalah kemoterapi.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
Kanker
Karsinoma atau kanker merupakan penyakit sel yang berasal dari sel
normal dalam tubuh yang mengalami transformasi menjadi abnormal dan
mengalami perkembangan yang tak terkendali. Proses transformasi ini terjadi
karena mutasi spontan atau induksi karsinogen. Pengaruh paparan karsinogen
menyebabkan terjadinya kerusakan mekanisme pengaturan dasar perilaku sel,
khususnya mekanisme pertumbuhan dan differensiasi sel yang diatur oleh gen
(Maliya, 2004).
Kerusakan mekanisme pengaturan dasar perilaku sel menyebabkan
terjadinya proliferasi (pembelahan sel yang serupa) secara berlebihan dan
membentuk tumor lokal. Tumor lokal ini mempunyai kemampuan untuk
menekan dan menginvasi struktur normal yang ada di sekitarnya. Sel-sel abnormal
yang terbentuk mempunyai kemampuan untuk melakukan proliferasi ulang ke
lokasi-lokasi yang jauh di dalam tubuh untuk mengkolonisasi berbagai organ
tubuh, proses ini disebut metastasis. Proses invasif dan metastasis serta
serangkaian abnormalitas metabolisme yang disebabkan oleh kanker
menyebabkan penyakit dan pada akhirnya menyebabkan kematian pasien, kecuali
jika neoplasma itu dapat diberantas dengan pengobatan (Salmon &
Sartorelli,1999).
Pada awal pengetahuan para ahli hanya terbatas pada pengertian bahwa
sifat yang membahayakan dari sel kanker adalah dapat tumbuh dan menyebar
secara tidak terkendali. Khasiat suatu obat hanya dilihat dari dapat tidaknya
menghambat pembelahan sel, atau menginjeksi senyawa kimia tersebut pada sel
kanker dan mengamati terjadi penciutan. Ternyata beberapa senyawa yang
menyerang sel kanker juga dapat merusak jaringan sehat, sehingga terjadi efek
samping yang membahayakan kesehatan penderita.
7
Dewasa ini, kelainan atau kerusakan secara molekular yang mengubah sel
normal menjadi sel ganas mulai jelas. Beberapa kelainan disebabkan oleh
terjadinya mutasi pada kunci utama dari gen yang bertanggung jawab dalam
reproduksi sel. Mutasi tersebut mengubah kuantitas atau sifat protein yang dikode
oleh gen pengatur tumbuh dan selanjutnya menganggu fungsi kontrol pembelahan
sel (Sofyan, 2000).
Pemahaman tentang perkembangan sel kanker berhubungan dengan
mekanisme terjadinya proliferasi dan diferensiasi (perubahan sifat sel) dalam
sebuah siklus sel. Terdapat tiga kelompok sel yang berperan penting dalam siklus
sel yaitu terdiri dari kelompok sel yang aktif melakukan proliferasi, kelompok sel
yang selalu berdiferensiasi serta kelompok sel yang aktif berproliferasi yang
dapat masuk dalam siklus sel dengan stimulasi khusus (Karsono, 2006).
Bunuh Diri Terprogram
Dalam siklus sel (Gambar 1) pengaturan sel pada tahap G1/S memegang
peran penting, fase G1 (Fase paska mitosis) adalah fase terjadinya pemeriksaan
dalam siklus sel, jika DNA mengalami kerusakan DNA maka siklus akan
dihambat dan dilakukan kerusakan terhadap sel-sel tersebut, jika kerusakan tidak
dapat diperbaiki maka akan dilakukan bunuh diri terprogram (kresno,2002)
Gambar 1. Siklus perkembangan sel, proses cek poin berlangsung selama fase G1 dan G2. Fase S merupakan fase pembentukan RNA dan protein lain yang diperlukan (Mitchison, 1997)
8
Ghobrial et al (2005) menyatakan bahwa ada dua mekanisme utama
pembunuhan sel yaitu necrosis dan apoptosis. Pada necrosis pembunuhan sel
dilakukan oleh external injury sehingga necrosis merupakan program
pembunuhan sel yang independen. Necrosis merupakan rute alternatif untuk mati
yang sama-sama efisiennya dengan apoptosis dan dapat berfungsi sebagai
mekanisme cadangan atau sebagai tipe utama program bunuh diri sel. Sedang
apoptosis merupakan peristiwa bunuh diri sel yang dirangsang oleh internal diri
sel sendiri atau eksternal yaitu jaringan di sekelilingnya.
Menurut Ghobrial et al (2005) bunuh diri terprogram sel merupakan
mekanisme kontrol umum yang dilakukan sel–sel mati ketika DNA tidak dapat
diperbaiki. Bunuh diri terprogram merupakan salah satu mekanisme pengendalian
pertumbuhan sel yang biasa dikenal sebagai apoptosis. Pemahaman terhadap
proses apoptosis memberi dasar untuk kemoterapi melalui induksi kematian sel
kanker (Ghobrial et al., 2005). Proses apoptosis dapat terjadi melalui beberapa
jalur. Salah satunya mempunyai kaitan erat dengan kanker adalah melalui
induksi apoptosis oleh protein p53. Protein p53 merespon kerusakan DNA atau
stress sel yang lain dengan menghambat siklus sel atau menginduksi apoptosis
(Albert et al., 2002). Pada sel kanker mekanisme ini tidak bekerja secara normal.
Sejak awal tahun 1990an penelitian mengenai apoptosis berkembang
pesat (Capaulade et al.,2001;Yu Jian & Zhang Lin.,2005). Proses apoptosis yang
tidak sempurna dapat mengakibatkan timbul penyakit, apoptosis dalam jumlah
besar akan menyembuhkan penyakit sedang dalam jumlah kecil atau sedikit akan
menyebabkan kanker. Apoptosis dapat terjadi secara instan ketika suatu sel
mengalami kerusakan melebihi yang diperbaiki, atau adanya infeksi oleh virus.
Bila kemampuan sel yang mengalami apoptosis mengalami kerusakan misalnya
mutasi atau jika inisiator apoptosis terhalang oleh virus maka sel akan rusak dan
membelah terus menerus tanpa batas dan akan tumbuh menjadi kanker.
9
p53 Tumor Supressor
Protein yang berperan penting dalam proses pengecekan agar sel dapat
memasuki fase S adalah gen tumor suppressor, gen tumor supressor yang
pertama kali ditemukan adalah pRb pada retino blastoma manusia, meskipun pada
akhirnya pRb menyebabkan tumor tetap bertahan ada. Tumor supressor yang
cukup penting adalah p53 tumor supressor.
Protein p53 (gambar 2) memainkan peran penting di dalam proses seluler
(Lane.,1992; Levine.,1993), p53 berperan sebagai aktivator transkripsi dari
sejumlah kerusakan DNA .
Tumor Supressor memiliki fungsi antara lain:
1. Menekan gen-gen essensial untuk melanjutkan siklus sel. Bila gen tidak
nampak maka siklus sel tidak berlanjut, sehingga menghambat pembelahan
sel.
2. Berpasangan dengan DNA yang rusak. Selama DNA rusak di dalam sel maka
dia akan mengalami pembelahan. Setelah kerusakan diperbaiki, siklus sel
diteruskan.
3. Merangsang inisiasi sel untuk mengalami apoptosis, ketika kerusakan tidak
dapat diperbaiki, maka sel harus diinisiasi untuk mengalami apoptosis agar
menciptakan kondisi yang lebih baik di dalam organisme.
4. Mencegah penyebaran tumor, beberapa sel terlibat dalam penempelan sel
tumor untuk mencegah penyebaran, dan menghalangi kehilangan kontak
dengan penghambat serta menghambat metastasis.
10
Gambar 2. Interaksi p53 dengan DNA. Asam amino Arg 273 berinteraksi langsung pada groove mayor DNA sementara itu Arg 248 berinteraksi pada groove minor DNA. Interaksi ini secara struktural distabilkan oleh 4 residu utama yakni Arg 175, Gly 245, Arg 249 dan Arg 282. Visualisasi menggunakan perangkat lunak chimera (Pettersen et al., 2004) dengan kode protein p53 1TSR.
Protein p53 merupakan faktor transkripsi yang mengatur siklus sel
sehingga berfungsi sebagai tumor supressor. Pada manusia p53 berlokasi di
kromosom 17 dan p53 terdiri dari rantai asam amino panjang (393 asam amino)
yang terbagi 4 domain (gambar 3) yaitu : N-terminal Transcription –Activation
Domain (TAD), sebagai pengaktif transkripsi, terdapat pada residu 1-44. Pusat
DNA Binding Core Domain (DBD) yang berisi l seng dan residu asam amino
yang berawal dari residu 102-292. C-terminal homo Oligomeration Domain
(OD). Bertanggung jawab terhadap proses tetramerisasi yang berpengaruh pada
peningkatan aktivitas p53 in vivo, yaitu pada residu 320-356. Dan domain
regulator yang terdiri dari residu 356-393. (Zhao et al., 2001)
Gambar 3. urutan spesifik protein p53. Domain inti merupakan bagian yang
berhubungan langsung dengan DNA (Bai dan Zhu, 2006)
11
Protein p53 berikatan secara tetramer merespon elemen-elemen melalui
urutan– spesifik– Interaksi DNA domain inti yang terbentang dari residu asam
amino 96-308 (Pavletich et al.,1993). Hollstein dan kawan-kawan (1991) studi
dari tumor yang berhubungan dengan p53 termutasi memperlihatkan tidak
efektifnya kemampuan p53 dalam merespon residu-residu urutan–spesifik–
Interaksi DNA domain inti sehingga tidak dapat aktif melakukan proses
transkripsi
Kira-kira 50% dari penyakit kanker yang diderita manusia dipengaruhi
oleh kegagalan dari fungsi p53 (William Kaelin, 1999), p53 merupakan protein
labil yang terdiri dari lipatan dan wilayah tidak berstruktur dimana fungsinya
dalam sinergisitas gaya. Hilangnya fungsi p53 yang diakibatkan karena terjadinya
mutasi sebagian besar terjadi pada domain inti (DNA-Binding) (Pavletich et al.,
1993). Kebanyakan dari mutasi ini merusak kemampuan protein untuk berikatan
dengan target pada DNA pasangannya, dan mencegah aktivitas transkripsi dari
gen ini.
Protein p53 memiliki fungsi atau kegunaan dalam mekanisme kanker
antara lain
1 Mengaktifkan protein untuk memperbaiki DNA ketika DNA mengalami
kerusakan.
2 Mempertahankan siklus sel pada pengaturan G1/S perbaikan kembali DNA
yang rusak.
3 Menginisiasi apoptosis, bunuh diri terprogram, jika kerusakan DNA tidak
dapat diperbaiki.
Struktur Protein dan Mutasi
Struktur protein tersusun atas 4 tingkatan struktur, yaitu struktur primer,
sekunder, tersier serta struktur kuartener. Struktur primer protein ditentukan oleh
ikatan kovalen C karbonil dengan N antara residu asam amino yang berurutan
membentuk ikatan peptida. Urutan, macam, jumlah asam amino yang membentuk
rantai peptida merupakan struktur primer protein. Struktur sekunder protein
terjadi karena ikatan hidrogen pada backbonenya, ikatan hidrogen dalam satu
12
rantai polipeptida memungkinkan terbentuknya konformasi spiral yang disebut
struktur heliks. Bila ikatan hidogen tersebut terjadi antara dua rantai polipeptida
maka akan membentuk rantai paralel dengan bentuk berkelok-kelok yang disebut
β sheet (lembaran β). Struktur tersier protein terbentuk karena terjadi pelipatan
(folding) rantai α heliks maupun β sheet. Kemantapan struktur tersier disebabkan
oleh ikatan disulfida serta ikatan non kovalen yang menunjang terjadinya
pelipatan. Ikatan non kovalen yang terjadi antara gugus rantai samping
polipeptida terdiri dari ikatan hidrogen antar peptida, ikatan hidrogen rantai
samping, ikatan elektrostatik, interaksi hidrofob serta ikatan van der walls.
(Lehninger,1970)
Mutasi pada protein bisa akan membuat sruktur primer berubah, tetapi
struktur sekunder dan tersier belum tentu berubah tergantung dari mutasi dan
posisi residu yang termutasi. Mutasi dapat mengubah struktur sekunder dan
tersier jika perbedaan rantai yang termutasi cukup signifikan, contoh: glisin yang
tersubtitusi oleh tirosin yang memiliki rantai samping relatif lebih besar akan
membuat struktur sekunder dan/atau struktur tersier protein tersebut berubah.
Mutasi pada residu yang menjaga stabilitas struktur dengan energi destabilisasi
struktur lebih dari 3 kkal/mol akan menyebabkan pembukaan lipatan protein
secara luas pada suhu tubuh sehingga struktur tersier akan berubah. (Joerger et
al., 2005).
Mutasi residu 273
Hilangnya fungsi protein p53 diakibatkan oleh mutasi 90% terjadi pada
Domain inti, dari 90 % tersebut 40% mutasi terjadi pada residu-residu yang
terkait dengan kanker yang dikenal dengan sebutan hot spots (Wang et al ,1999).
Menurut Hainaut dan Hollstein (2000) enam hot spots yang sering terkait dengan
kanker pada manusia adalah R175.G245, R248, R249, R273 dan R282.
Mutasi pada p53 domain inti akan menurunkan kemampuan protein p53 untuk
dapat berinteraksi dengan targetnya pada DNA pasangannya, sehingga aktivitas
transkripsi jadi terganggu.
Residu 273 merupakan residu yang kontak lansung dengan DNA, menurut
Joerger dan kawan-kawan (2006) residu 273 merupakan residu yang berinteraksi
13
dengan DNA pada major groove. Pada p53 normal residu 273 merupakan
senyawa arginin yang memiliki gugus guanidin, muatan positif gugus guanidium
residu R273 berinteraksi dengan muatan negatif kerangka phospat pada DNA.
Selain itu R273 juga membentuk jembatan garam dengan gugus karboksilat
residu D281 pada heliks C-terminal (Joerger et al.,2005). Ketika Arginin residu
273 tersubtitusi oleh histidin maupun sistein maka gugus guanidin akan
tergantikan oleh gugus imidazol pada histidin atau gugus thiol pada sistein.
Gugus thiol maupun gugus imidazol relatif lebih pendek dibanding gugus
guanidin sehingga interaksi dengan DNA makin melemah dan cenderung akan
kehilangan kontak langsung dengan DNA.
Agen reaktivator p53
Pendekatan dalam pencegahan kanker yang biasa dilakukan antara lain
dengan: pencegahan interaksi dengan agen penyebab kanker, meningkatkan
mekanisme pertahanan terhadap kanker, modifikasi gaya hidup dan pencegahan
dengan bahan kimia (Murray.,1998). Terapi dengan mengunakan bahan kimia
atau yang dikenal dengan kemoterapi merupakan salah satu pendekatan yang
sering dipakai. Dalam hal ini efek samping dari terapi dapat dihindari dengan
target obat yang bersifat spesifik. Berdasarkan perbedaan kontrol pertumbuhan
pada sel kanker dengan sel normal, mekanisme kontrol pertumbuhan melalui
proses apoptosis sebagaimana gambar 4 merupakan target terapi yang
menjanjikan (Wang et al., 2003).
14
Gambar 4. Mekanisme reaktivasi p53 dengan kemoterapi, mutan p53 yang direaktivasi diharapkan dapat menginduksi terjadinya kematian sel dengan jalur apoptosis (Bykov et al., 2007).
Senyawa kemoterapi kanker pada umumnya merupakan senyawa hasil
alam atau analognya dari hasil sintesis (Sun et al., 2004). Bahan alam seperti
retinoid, polifenol dan vaniloid dapat menstimulasi apoptosis per-maglinan sel
secara in vitro dan in vivo.
Proses pengembalian fungsi p53 melalui pengembalian konfomer domain
inti dari p53 termutasi dengan molekul kecil telah dilakukan. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa fungsi p53 dapat dikembalikan dengan mengatur konfomasi
mutan p53 sehingga menyerupai wild-type p53, senyawa yang digunakan antara
lain PRIMA–1 oleh Bykov dan kawan-kawan (2002), dan pada tahun 2005 Bykov
dkk mengunakan turunan maleimida (MIRA-1,MIRA-2 dan MIRA-3), CP-31398
oleh Wang dkk pada tahun 2003.
PRIMA-1 (gambar 5) telah diketahui dapat menghambat pertumbuhan tipe
tumor melalui jalur yang bergantung pada p53, turunan maleimida (gambar 5)
MIRA-1(1-propoksimetil-maleimida), MIRA-2 (1-hidroksimetil-maleimida),
MIRA-3 (1-etoksimetil-maleimida) mempunyai fungsi serupa dengan PRIMA–1
(2,2-bis(hidroksimetil)-1-aza bisiklo [2,2,2] oktan-3-one) karena sama-sama
memiliki gugus pendonor elektron yang akan berinteraksi dengan residu-residu
pada protein targetnya. Permasalahan sitotoksisitas dan farmakolinetik masih
15
menjadi masalah bagi pengunaan senyawa-senyawa tersebut secara klinis.
Struktur senyawa tersebut tidak menunjukkan kemiripan yang tinggi, sehingga
untuk merancang suatu senyawa baru diperlukan informasi lebih dari kemiripan
struktur. Melalui penelitian dengan metode docking diharapkan memperoleh
informasi yang dapat digunakan untuk mempermudah proses penemuan senyawa
yang dapat digunakan untuk terapi kanker secara spesifik.
Gambar 5 : Beberapa struktur senyawa reaktivator p53 yang terbukti secara
eksperimen dapat merestorasi fungsi p53. Turunan maleimida
dan PRIMA-1
N O
CH3
OO
O
MIRA-1
N
O
O
CH2OH
MIRA-2
MIRA-3
N
O
O
CH2OAcN
OH
OH
O
PRIMA
16
Docking
Aplikasi komputasi kimia salah satunya teknik docking yang
merupakan sebuah studi untuk memprediksi struktur 3 dimensi suatu kompleks
yang terbentuk antara suatu ligan dengan makromolekul, misalnya protein (Choi.,
2005). Menurut Teodore dan kawan-kawan (2000) docking mampu
memprediksikan kompleks ligan-protein dalam waktu yang cepat dan dengan
biaya yang relatif murah. Metode docking dilakukan dengan menempatkan ligan
secara sistematis pada situs aktif dari makromolekul (Morris et al., 1998)
Proses pengembalian fungsi p53 melalui pengembalian domain inti
dari p53 termutasi memerlukan interaksi spesifik antara molekul kecil dengan
makromolekul, problema interaksi spesifik dapat diselesaikan salah satunya
dengan melihat kemungkinan-kemungkinan interaksi antara molekul kecil
dengan makromolekul. Proses pencarian kemungkinan-kemungkinan interaksi
tersebut dilakukan dengan menempatkan molekul kecil pada makromolekul
secara sistematis yang dikenal dengan metode docking yang ditunjukkan oleh
gambar 6. Dengan metode ini upaya pencarian molekul baru dapat digunakan
untuk tujuan yang sama dapat dipercepat dan diturunkan biayanya.
Interaksi yang terjadi apabila suatu ligan ditempelkan pada suatu
makromolekul, akan mempengaruhi struktur 3 dimensinya, yang dipengaruhi oleh
adanya kontribusi interaksi elektrostatik, van der waals, ikatan hidrogen dan
sumbangan interaksi yang lain. Akibatnya ada beberapa kemungkinan tipe
konformasi bersama yang terbentuk. Konformasi yang terbentuk tersebut dalam
docking diketahui dengan melihat tempat penempelan (binding site), tipe
penempelan (binding mode) dan energi penempelan (binding energi) (Aatu
kaapru & Janne ojanen, 2002).
17
Gambar 6. Skematik docking molekul antara ligan dengan protein target, ligan menempel pada situs (bagian) aktif pada protein. Proses penempelan atau docking dilakukan dengan komputerisasi (Samee W, 2006)
Menurut Kitchen et al., 2004 ada dua masalah umum yang dijumpai
dalam docking molekul, masalah yang pertama adalah pemilihan fungsi energi
yang digunakan selama proses docking serta pemilihan algoritma yang tepat.
Proses docking dipengaruhi oleh afinitas ikatan antara ligan dengan reseptor.
Afinitas ikatan ini tergantung oleh degree of freedom (DOF) dari ligan, untuk satu
interaksi molekul dengan molekul yang lain terdapat enam kemungkinan
konfigurasi atau ada enam degree of freedom (sumbangan 3 translasi dan 3 rotasi)
(Teodoro et al., 1999).
Autodock merupakan software yang digunakan untuk proses docking.
Algoritma yang disediakan dalam proses docking pada autodock adalah SA
(Simulated Annealing Monte Carlo), algoritma genetik, Local search (LS) dan
algoritma Lamarckian Genetik. Pemetaan dengan algoritma SA dilakukan secara
acak ke seluruh area pada protein. Kelemahan metode ini hanya cocok untuk
ligan yang fleksibelitasnya maksimal 8 ikatan yang mampu berotasi, diatas 8
perhitungan akan menjadi sulit karena banyaknya kemungkinan konfigurasi
dalam docking sehingga global minimal sulit didapatkan. Algoritma Genetik
dikenal juga sebagai traditional Darwinian genetic algoritm, karena dasar yang
digunakan adalah teori genetik dan evolusi Darwin. Proses pemetaan tidak
dilakukan secara acak sehingga peluang global minimal tercapai cukup besar,
namun untuk protein yang memiliki cekungan (cavity) yang cukup dalam langkah
18
yang dilakukan banyak sehingga kurang efisien untuk mendapatkan posisi
minimal. Local Search (LS), LS merupakan algoritma mencari energi pada
lokal atau cekungan tertentu . LGA (Lamarckian genetic Algoritm) merupakan
algoritma gabungan antara GA-LS (Genetic algoritma-local search), disebut
LGA karena anak diperbolehkan untuk mewarisi adaptasi local search dari orang
tuanya. Pada LGA optimasi global dilakukan mengunakan GA sedang optimasi
lokal digunakan LS. Dengan algoritma gabungan ini cekungan yang cukup
dalam yang dilakukan perhitungan sedang cekungan yang lain tidak terlalu
diperhitungkan, kelebihan metode ini proses docking menjadi lebih efisien dan
langkah yang digunakan tidak terlalu panjang (Huey and Morries., 2003).
Dalam sebuah docking, data dan keterangan interaksi ligan dengan
makromolekul yang merupakan representasi translasi, rotasi dan konformasi
diasumsikan sebagai variabel posisi dari ligan. Variabel posisi tersebut kemudian
diasumsikan sebagai sebuah gen, dimana posisi ligan merupakan genotip
sedangkan koordinat atom dari posisi ligan merupakan fenotip. “Fitnes” atau
kemampuan interaksi merupakan total energi interaksi antara ligan dengan
protein yang dihitung dengan fungsi energi pada persamaan1
Edock =Evdw+E Hbond +Eelectrostatik+Einternal
Persamaan …………… 1
Dimana Evdw ; Energi dispersi E H-bond ; mengambarkan ikatan hidrogen
EElectrostatic ; merupakan energi elektostatik, sedangkan E internal meliputi
Econform ,Etor, serta Esol.. Esol yaitu mengambarkan desolvasi ikatan dan efek
hidrofobik sedangkan Econform adalah deviasi dari geometri kovalen dan E tor
mewakili retrisi dan rotor internal dari rotasi dan translasi global.
Algoritma Lamarckian Genetik
Algoritma genetik meniru kaidah dalam genetika. Kaidah genetika yang
digunakan antara lain posisi dan orientasi dari gen. Algoritma genetik mengenal
adanya mutasi hasil turunan individu pada populasi awal serta terjadinya
crossover yang ditunjukkan pada gambar 7 yaitu konformasi turunan yang
19
merupakan penyilangan antara dua konformasi yang dianggap sebagai parental.
Persilangan parent (induk) 1 dan parent (induk) 2 akan menghasilkan individu
baru dengan sifat campuran. Gambar 7 mengilustrasikan induk 1 dan induk 2
menghasilkan turunan dengan orientasi saling bersilangan, turunan 1 memiliki
orientasi sama dengan induk 2 sedang turunan 2 memiliki orientasi sama dengan
induk 1. Dari hasil persilangan akan menghasilkan individu yang memiliki sifat
campuran dari kedua induknya.
Gambar 7.Prinsip genetik algoritma terjadinya crossover turunan yang dihasilkan oleh parental 1 dan parental 2. Kiri mengambarkan genotip pada induk dan anak yang diwakili posisi, orientasi serta ikatan yang dapat berotasi pada ligan sedang gambar kanan merupakan ilustrasi gambar kiri dalam penerapan docking (Ravichandran, 2006).
Individu-individu baru dari populasi awal baik yang turunan asli ataupun
yang mengalami mutasi dan crossover masing-masing dihitung fitnessnya. Pada
Autodock proses akan terus berulang sampai didapatkan individu yang bagus
yaitu dengan fitness yang minimal (Morris et al., 1998).
Pada proses penterjemahan masing-masing genotip individu ke fenotip,
fitness masing–masing individu dievaluasi setiap saat. Fitness dari tiap-tiap
individu di hitung untuk menentukan individu yang layak untuk beregenerasi
(membuat individu baru). Proses seleksi merupakan bagian penting dalam
algoritma ini untuk menentukan populasi baru. Seleksi ini menggunakan rumus
pada persamaan 2. Dalam persamaan ini, apabila selisih antara individu terjelek
(fitness terbesar) dengan fitness tiap individu serta fitness rata-rata hampir sama,
20
maka akan didapatkan jumlah individu turunan yang dihasilkan dengan nilai
integer. Dengan demikian tidak semua populasi awal akan menghasilkan
keturunan karena tiap individu dengan energi terbesar akan dibuang. Proses akan
berhenti apabila jumlah individu baru tinggal satu setelah beberapa generasi.
Selain itu apabila individu terjelek dengan rata-rata individu sama maka proses
akan langsung berhenti dan proses dianggap telah konvergen. Di bawah ini adalah
persamaan algoritma yang digunakan dalam proses seleksi
ffff
ffn w
w
iw ≠−
−= ;0 Persamaan ……………..2
Keterangan:
wf = Individu dengan fitness terbesar (Energi yang tertinggi)
if = fitness tiap individu
f = rata-rata fitness
0n = jumlah individu yang dipertahankan
wf akan selalu lebih besar dari if maupun f , kecuali jika if = f
yang artinya dalam proses docking populasi diasumsikan telah konvergen dan
proses docking akan berakhir(Morris et al, 1998). Perhitungan dengan algoritma
Lamarckian Genetik memberikan nilai residual error hasil perhitungan konstanta
ikatan kompleks sebesar 2.177 kkal/mol (Morris et al.,1998). Nilai residual
error menunjukkan akurasi perhitungan dengan autodock dapat digunakan untuk
menunjukkan interaksi spesifik antara ligan dengan makromolekul pada
umumnya.
Persilangan yang diikuti mutasi akan mempengaruhi individu baru yang
mampu bertahan, secara matematis mutasi dibentuk dengan menambahkan suatu
bilangan real acak yang memiliki distribusi Cauchy. Distribusi Cauchy disajikan
pada persamaan 3
21
( ) ( )( )22,,χαβπ
βχβα
−−=C
...............................Persamaan 3
α ≥ 0, β ≥ 0, - ∼ < χ < ∼
Dimana α dan β merupakan parameter yang mempengaruhi rerata dan sebaran
distibusi.
Kekurangan GA, jika protein memiliki potensial energi surface
yang dalam atau lebar serta dalam jumlah yang banyak maka akan diperlukan
langkah yang banyak dan kurang efisien untuk mendapatkan posisi yang minimal.
(Ravicandran, 2006). Untuk mengatasi kelemahan GA maka digunakan
algoritma hibrid yaitu gabungan antara GA dengan local search (LS) yang
dikenal dengan istilah Lamarckian Genetic Algoritm (LGA). Metode ini
membuat langkah proses docking tidak terlalu panjang dan lebih efisien (Morris
et al., 1998). Dalam data hasil docking dan keterangan interaksi ligan dengan
makromolekul mengambarkan translasi, rotasi dan konformasi yang diasumsikan
sebagai variabel posisi dari ligan. Variabel posisi tersebut kemudian diasumsikan
sebagai sebuah gen, dimana posisi ligan merupakan genotip dan koordinat posisi
ligan merupakan fenotip ini dapat digambarkan pada gambar 8 yang
mengambarkan proses perhitungan pada LGA.
Gambar 8. Proses penghitungan energi menggunakan LGA (Morris et al., 1998)
22
Gambar 8 mengilustrasikan proses perhitungan algoritma Lamarckian
Genetik. Garis mendatar terbawah merepresentasikan genotip, sedangkan fenotip
direpresentasikan garis datar di atasnya. Genotip dipetakan ke fenotip dengan
fungsi pemetaan f (x). Gambar sisi kanan mengambarkan perhitungan algoritma
genetik dan sisi kiri local search.
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Protein p53 merupakan salah satu pemicu proses apoptosis, hilangnya
fungsi protein p53 karena mutasi dapat mengganggu proses apoptosis dan
mengakibatkan terganggunya mekanisme pengendalian pertumbuhan sel yang
tidak terkendali yang biasa disebut tumor. Residu 273 salah satu hot spot yang
sering mengalami mutasi dan menyertai kanker seperti kanker pada usus, paru-
paru dan payudara. Untuk mengobati kanker biasanya dilakukan kemoterapi
dengan obat-obat kanker yang berupa peptida pendek maupun Ligan. Dari
eksperimen Bykov molekul ligan (PRIMA –1, Turunan Maleimida (MIRA-1,
MIRA-2, MIRA-3) telah terbukti dapat menghambat kanker dengan
mengembalikan aktivitas p53. Dari hasil penelitian Bykov dkk, 2002 PRIMA-1
mampu merestorasi mutan p53 pada R273H sedang turunan maleimida MIRA-1
lemah untuk membuat mutan R273 pada p53 termutasi kembali berinteraksi
dengan DNA, dari hasil eksperimen ini belum dapat diketahui interaksi yang
terjadi antara ligan dengan p53 termutasi pada residu 273. Oleh karena itu
diperlukan suatu studi untuk mengetahui interaksi yang terjadi mengunakan
metode docking dengan terlebih dulu ligan dioptimasi kemudian membandingkan
energi ikatan antara ligan dengan wild-type p53/p53 termutasi residu 273 pada
sisi potensial dari reseptor yang merupakan kontribusi dari ikatan hidrogen dan
gaya van der waals. Hasil docking ditentukan situs beda yaitu situs yang dimiliki
p53 termutasi tetapi tidak dimiliki wt-p53. Interaksi yang terjadi pada situs beda
(Binding mode) dianalisis apakah interaksi tersebut dapat membuat p53 termutasi
273 menyerupai wt-p53.
23
C HIPOTESIS
1. Tempat terjadinya interaksi yang memiliki kebolehjadian tertinggi antara
PRIMA-1 dan turunan maleimida berbeda.
2. Jenis mutasi residu 273 akan mengarahkan tempat-tempat interaksi ligan
dan makromolekul.
3. PRIMA-1 merupakan ligan yang selektif terhadap p53 termutasi R273H
dan/atau R273C
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah teoritis dengan teknik docking
yaitu memetakan interaksi mikromolekul (Ligan) dengan makromolekul (Wild-
type p53/p53 termutasi residu 273), kemudian melihat interaksi spesifik antara
ligan dengan residu 273.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilakukan laboratoriun komputasi jurusan kimia F MIPA UNS
dari bulan Maret 2007-Februari 2008.
Alat dan Bahan
1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Komputer dengan spesifikasi: prosesor AMD X2 3600 +, RAM 512MB,
dan hard disk 250 GB.Software autodock versi 3.0 (Morris et al., 1998),
autodocks versi 1.5(Sanner et al.,2000),chimera (Pettersen et al., 2004), Molden
(Klinsky et al.,2004) Rasmol versi 2.7 (Bernstein et al.,1998).
2. Bahan
a. Struktur Wild-type p53 pada manusia kode PDB=1 GZH (Derbyshire et al
,2002) serta Wild-type p53 pada tikus kode PDB =2IOO (Zhao et al ,2006)
b. Struktur p53 termutasi pada R273H dengan kode PDB=2BIM (Joeger et a,l
2005 dan R273C ,kode PDB =2J20 (Joeger et al 2006).
c. Struktur PRIMA-1 dan turunan Maleimida MIRA-1, MIRA-2, MIRA-3.
25
Prosedur Penelitian
Optimasi Geometri senyawa reaktivator p53
Struktur senyawa reaktivator (PRIMA-1, MIRA-1, MIRA-2, MIRA-3)
dipersiapkan melalui optimasi geometri berdasar struktur 2 dimensi dengan
program molden (Klinsky et al, 2000), kemudian dioptimasi geometri dengan
dengan gaussian 98 pada level teori HF dengan basis set 6 -31G*. Struktur
yang selesai dioptimasi disimpan sebagai ligan pdb yang akan digunakan
dalam proses docking.
Pemetaan Interaksi Spesifik dengan docking Mengunakan program autodock3.
a. Penyiapan ligan
Struktur ligan dengan tipe file pdb yang telah dioptimasi ditambahkan
muatan parsialnya dengan metode Geistager, dihilangkan hidrogen non
polar dan ditentukan end rootnya (atom pusat rotasi) serta bagian-bagian
yang rotatable (dapat berotasi) dan unrotatable (tidak dapat berotasi)
dan disimpan dalam pdbq.
b. Persiapan Makromolekul
Struktur protein p53 dari Protein Data bank (PDB) diambil domain inti,
kemudian dipilih cincin yang utuh. Molekul tersebut dihilangkan airnya
jika ada, ditambahkan hidrogen polar serta dihilangkan hidrogen non
polarnya kemudian muatannya diparameterisasi dengan metode kollman
jika belum integral maka muatan yang tidak integral disebar sehingga
menjadi integral selanjutnya ditambahkan paramerisasi solvasi atomik
untuk logam Zn diganti M dan dimasukkan akan Rii =1.10 dan epsii
:0.0125 kemudian disimpan dalam makromolekul. pdbqs dan secara
manual parameter atom Zn diubah M.
c. Docking Awal
Makromolekulqs dan ligan.outq dibuatkotak (grid box), ukuran kotak
dibuat maksimal dengan maksud agar ligan dapat bergerak dengan bebas
pada makromolekul, pusat dari box pada pusat massa makromolekul.
26
Adapun gridbox yang dimaksud adalah ruang dimana ligan dapat
bergerak bebas dalam makromolekul seperti terlihat dalam Gambar 9
.Parameter lain mengacu pada pengatutan asli dari autodock. Dan
perhitungan autogrid dijalankan.
Gambar 9. Grid map, Ligan dapat berikatan dengan makromolekul pada situs aktif dari makromolekul dan setiap kemungkinan pergerakan atom dilakukan penghitungan (Morris et al ., 1998)
Proses autogrid selesai maka makromolekul dan ligan disiapkan dan
metode perhitungan dipilih Algoritma genetik dengan parameter docking
jumlah langkah 250 dan setiap langkah dilakaukan perulangan
perhitungan energi sebanyak 250.000 kali. Parameter yang lain mengacu
pada pengaturan asli autodock (Sanner, et al.,2000) .Kemudian disimpan
dalam lamarckian GA selanjutnya proses autodock dijalankan. Setelah
perhitungan selesai klaster–klaster dianalisis dan dicek situs-situs
potensial dengan bantuan chimera.
d. Docking Lanjut
Situs-situs yang berpotensi dapat diakses oleh ligan di docking lanjut
dengan memperkecil ukuran box dengan syarat ligan dapat bergerak
bebas pada situs tersebut, dan sebagai pusatnya adalah ligan dengan
pusat koordinat pada root (sumbu rotasi). Setelah autogrid lanjut selesai
kemudian didocking lanjut dengan mengubah jumlah perulangan
perhitungan energi menjadi 50.000.000 serta jumlah rlangkah diperkecil
menjadi 20. Analisis hasil dilakukan dengan Autodocks dan Chimera
27
E TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah interaksi spesifik antara ligan (PRIMA-1,
MIRA-1,MIRA-2,MIRA-3) dengan makromolekul (Wild-type p53/p53 termutasi
residu 273 ). Interaksi yang terjadi berupa energi ikat yang merupakan kontribusi
ikatan hydrogen dan van der waals, dari data energi ikat dan model ikatan yang
terjadi dapat diperkirakan situs potensial ligan serta perkiraan model restorasi p53
termutasi residu 273.
Analisa Data
Dari informasi interaksi spesifik ligan dengan reseptor (Wild-type
p53/p53 termutasi 273) yang berupa energi penempelan (Binding Energi)
dilakukan analisis dengan melakukan pengelompokan klaster–klaster yang
memiliki binding energi terendah dengan RMSD (Root Mean Square Deviation)
maksimal 0.5. Dari pengelompokkan klaster tersebut diamati posisi
penempelannya dan dianalisis apakah posisi tersebut memungkinkan. Situs yang
memungkinkan terjadi binding didocking lanjut. Dari hasil docking lanjut binding
energi dibandingkan antara 1GZH dengan 2BIM dan 2J20 untuk masing-masing
ligan. Apakah ada situs beda, yaitu situs yang tidak dimiliki oleh 1GZH tetapi
dimiliki oleh 2BIM dan atau 2J20. Jika ada situs beda, maka situs beda tersebut
dianalisis tipe penempelannya (binding mode), dari binding mode dapat
diperkirakan ligan memiliki peluang atau tidak untuk merestorasi fungsi mutan
p53 R273H dan atau mutan p53 R273C.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemetaan Interaksi Turunan Maleimida pada protein p53
Pemetaan interaksi antara turunan maleimida (MIRA-1, MIRA-2,
MIRA-3) pada protein wt p53 dan p53 termutasi residu 273 bertujuan untuk
mengetahui interaksi spesifik yang terjadi. Selain p53 normal manusia
digunakan p53 normal pada tikus sebagai pembanding untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan yang cukup signifikan terhadap interaksi yang terjadi. Hasil
yang diperoleh akan menjadi pertimbangan pada pengujian secara in vitro.
Apabila terjadi perbedaan interaksi cukup kuat ada kemungkinan terdapat
perbedaan pengaruh ligan pengujian dengan tikus dan pengujian langsung pada
manusia.
Pemetaan awal diperoleh beberapa situs potensial pada domain inti
p53. Situs-situs potensial hanya pada bagian yang memungkinkan untuk
terjadinya interaksi. Bagian rantai yang berikatan dengan tetramer lainnya
diabaikan karena daerah tersebut memiliki kebolehjadian yang sangat kecil untuk
terjadinya interaksi antara ligan dengan makromolekul p53. Interaksi spesifik
turunan maleimida dapat diketahui dengan evaluasi lebih detail terhadap situs–
situs awal yang diduga berpotensi melalui docking lanjut. Verifikasi terhadap
situs pada docking awal maupun docking lanjut dilakukan untuk mengetahui
perubahan energi maupun posisi ligan pada makromolekul. Analisis lebih detail
terhadap interaksi yang terjadi perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya pola interaksi yang berbeda antara wt p53 dengan p53 termutasi pada
residu 273. Proses docking lanjut dengan langkah docking diturunkan 20 kali dan
masing-masing langkah dilakukan evaluasi energi 50.000.000 kali diharapkan
akan ditemukan tempat interaksi spesifik turunan maleimida terhadap
makromolekul p53.
29
Hasil pemetaan interaksi turunan maleimida diambil situs dengan
energi yang terendah. Kemudian energi tersebut dibandingkan antara satu ligan
dengan ligan yang lain maupun antara makromalekul wt p53 dengan p53
termutasi residu 273. Penomoran situs 1 sampai 5 berdasarkan urutan energi
terendah dari hasil pemetaan MIRA-1 terhadap 1GZH, sedangkan situs 6 sampai 8
mengikuti dari urutan situs berikutnya sesuai penyajian tabel 1. Hasil pemetaan
tersebut dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. situs dengan energi terendah yang dapat diakses oleh turunan maleimida pada makromolekul p53 sesuai data pada tabel 1. Pita merupakan makromolekul p53 normal pada manusia, sedangkan bola dan stik adalah ligan. Situs yang ditunjukan pada p53 normal relatif sama dengan p53 termutasi residu 273. Tanda Oval merupakan posisi situs beda.
30
Tabel 1. Hasil docking lanjut Turunan Maleimida pada situs dengan energi
terendah. Situs-situs tabel 1 mengacu pada gambar 10.
Energi Docking (kkal/mol)
Makromolekul
Ligan Site
1GZ H 2BIM 2J20 2IOO
1 -6.19 -6.24 -6.37 -5.50
2 -6.03 -5.90 -5.49 _
3 -5.71 -6.50 -6.34 -5.10
4 -5.31 -5.65 -5.51 -5.72
5 -5.05 -4.18 _ -4.64
6 _ _ -5.04 _
MIRA-1
7
8
_
_
_
_
_
_
-4.15
_
1 -5.86 -5.55 -5.91 -5.55
2 -4.25 -5.22 -4.87 _
3 -4.80 -5.25 -5.06 -4.62
4 -4.77 -5.14 -5.17
5 -4.10 -4.63 _ -4.32
6 _ _ _ _
7 _ -4.14 _ _
MIRA-2
8 _ _ -6.02 _
1 -6.12 -6.16 -6.47 -5.47
2 -5.51 -5.69 -5.38 _
3 -5.31 -6.20 -5.84 -5.22
4 -5.74 -5.72 -5.26 -6.35
5 -4.97 -4.72 -4.57 -5.29
MIRA-3
6
7 8
_
_
_
_
_ _
-4.93
_
_
_
_
_
Tanda _ menunjukkan situs tersebut tidak diakses oleh ligan.
31
Pemetaan ketiga ligan turunan Maleimida: MIRA-1, MIRA-2 dan MIRA-3
pada 2IOO memiliki situs-situs yang hampir sama dengan 1GZH (tabel 1), karena
struktur 2IOO dengan 1GZH serupa tapi tidak sama hal ini dapat dilihat dari
gambar 11. Secara struktural p53 manusia dengan p53 tikus hampir sama,
meskipun ada beberapa urutan asam amino yang berbeda terutama asam amino
yang membentuk loop.
Gambar 11. a) p53 normal pada manusia (1GZH ) (b) p53 normal pada tikus (21OO). Terdapat 3 perbedaan utama antara makromolekul p53 normal pada tikus dan manusia yang ditunjukkan dengan tanda kotak, namun perbedaan ini tidak terlalu mempengaruhi pola interaksi ligan terhadap p53 normal pada manusia dan tikus hal ini didukung oleh data tabel 1 .
Situs beda merupakan situs atau daerah yang tidak diakses ligan pada wt p53
(p53 normal) tetapi diakses oleh ligan pada p53 termutasi. Gambar 10 situs beda
(situs 6, situs 7 dan situs 8) berada di sekitar residu 273 yang termutasi ini
menunjukkan bahwa mutasi dapat mengarahkan tempat interaksi.
Situs-situs yang diakses oleh MIRA-1 dan MIRA-3 pada 2BIM memiliki
energi yang tidak terbedakan (tabel 1) karena masih dalam range residual error
perhitungan autodock yaitu 2.177 kkal/mol. Situs beda (situs 6) MIRA-1 dan
MIRA-3 setelah dievaluasi lanjut MIRA-1 dan MIRA-3 pada situs tersebut
berpindah ke situs 4, artinya bahwa MIRA-1 dan MIRA-3 kurang menyukai posisi
situs 6. MIRA-1 dan MIRA-3 tidak cukup stabil pada situs 6 sehingga MIRA-1
32
dan MIRA-3 belum mampu membedakan p53 normal dengan p53 termutasi
R273H (arginin tersubtitusi histidin).
Hasil pemetaan pada 2J20 (p53 termutasi R273C) MIRA-1 dan MIRA-3
muncul situs beda (situs 6) yang tidak diakses pada p53 normal. Ini menunjukkan
bahwa MIRA-1 dan MIRA-3 dapat membedakan antara p53 normal dengan p53
termutasi R273C. Energi antara situs-situs pada 2J20 belum cukup terbedakan
karena selisihnya masih dalam range residual error program autodock yaitu 2.177
kkal/mol, sehingga situs 6 memiliki peluang hampir sama dengan situs yang lain
untuk diakses MIRA-1 dan MIRA-3 .
MIRA-2 dapat membedakan antara p53 normal dengan p53 termutasi 273
baik pada 2BIM maupun 2J20. Ini ditandai dengan munculnya situs beda pada
2BIM yaitu situs 7 dan situs 8 pada 2J20, situs tersebut tidak diakses MIRA-2
pada 1GZH (p53 normal). Situs beda MIRA-2 pada 2J20 dan 2BIM memiliki
energi yang belum cukup terbedakan dengan energi pada situs terendah yang lain,
karena masih dalam batas nilai residual error perhitungan autodock. Sehingga
situs beda ini memiliki peluang sama dengan situs dengan energi terendah yang
lain untuk dapat diakses oleh MIRA-2.
Tipe mutasi akan mempengaruhi situs spesifik (situs beda) yang dapat
diakses oleh ligan, MIRA-2 memiliki situs yang berbeda jika dipetakan pada
2BIM dan 2J20, MIRA-1 dan MIRA-3 hanya memiliki situs beda pada 2J20,
namun pada 2BIM situs dengan energi terendah berpindah ke situs 3. Selain itu
faktor sterik ligan juga mempengaruhi pola pemetaan. MIRA-1 dan MIRA-3 tidak
memiliki situs beda ketika dipetakan ke p53 termutasi R273H sedangkan
MIRA-2 yang memiliki rantai samping yang lebih pendek mampu membedakan
p53 normal dengan p53 termutasi R273H. Pemetaan turunan maleimida pada
2J20, MIRA-2 dengan jumlah gugus karbonil yang lebih sedikit memiliki situs
beda yang tidak sama dengan MIRA-1 dan MIRA-3 yang memiliki gugus
karbonil lebih banyak (gambar 5). Sedangkan MIRA-1 dan MIRA-3 dengan
jumlah karbonil yang sama memiliki situs yang sama ketika dipetakan pada p53
termutasi R273C (2J20).
33
Situs beda (6, 7 dan 8) yang diakses turunan maleimida berada pada
sekitar hot spot 273 (Gambar 10). Posisi penempelan ( Binding site) turunan
maleimida yang mampu membedakan p53 normal dengan p53 termutasi memiliki
peluang untuk merestorasi p53 termutasi residu 273 agar kembali binding dengan
DNA. Potensi ligan tersebut harus dievaluasi binding mode (tipe interaksi) ligan
dengan residu-residu p53 disekitar situs beda. Tabel 2 menunjukkan hasil
docking lanjut lebih detail dari situs beda turunan maleimida.
Tabel 2 : Ringkasan hasil docking lanjut Turunan Maleimida terhadap 2J20 dan
2BIM pada posisi situs beda.
Situs beda Jumlah Klaster
Jumlah populasi Dalam klaster Terendah
Energi final docking (kkal/mol)
Energi rata-rata Docking (kkal/mol)
Energi ikat (kkal/mol)
Situs 6, MIRA-1
pada 2J20
2 16 -5.04 -5.03 -4.17
Situs 7, MIRA-2 pada
2JBIM
1 20 -4.15 -4.14 -3.74
Situs 8, MIRA-2 pada
2J20
3 17 -6.02 -6.00 -5.72
Situs 6, MIRA-3 pada
2J20
1 20 -4.93 -4.92 -3.95
Jumlah klaster situs 6 MIRA-1 pada 2J20 ada 2, artinya ada dua
kemungkinan posisi dan/atau orientasi situs 6 MIRA-1 pada 2J20. Pengecekan
pemetaan MIRA-1 pada 2J20 dengan visualisasi chimera, 2 klaster tersebut berada
pada situs yang sama tetapi berbeda orientasi disebabkan bagian ligan yang dapat
berotasi. Residu-residu pada 2J20 yang berinteraksi dengan MIRA-1 pada situs 6
antara klaster satu dengan yang lain sama, pembedanya adalah jumlah ikatan
hidrogen pada residu lys 139. Klaster dengan energi terendah jumlah ikatan
hidrogen pada Lys 139 ada tiga. Karena adanya perbedaan orientasi ikatan
hidrogen pada lys 139 berkurang satu sehingga energi ikat relatif lebih tinggi dan
34
pada hasil pemetaan akan muncul jumlah klaster lebih dari 1, maka situs 6
MIRA- 1 pada 2J20 akan memiliki interaksi yang relatif fleksibel, kadang kuat
kadang melemah.
Jumlah klaster situs 6 MIRA-3 pada 2J20 adalah 1 begitu juga situs 7
MIRA-2 pada 2BIM ini menandakan ligan pada situs tersebut relatif stabil
dengan deviasi energi dockingnya relatif kecil, karena selisih energi docking
terendah dan energi rata-rata adalah 0.01 kkal/mol.
Situs 8 MIRA-2 pada 2J20 terdapat 3 klaster setelah divisualisasi posisi
situs tersebut dengan chimera, 2 klaster terjadi perpindahan situs dengan energi
yang relatif lebih tinggi daripada energi klaster yang tetap berada pada situs 8.
situs 8 memiliki presisi yang relatif lebih tinggi ini ditandai dengan jumlah
random 17 dari 20 (peluang situs tersebut diakses oleh ligan 17/20), dengan kata
lain 3 ligan MIRA-2 berada pada situs lain, dengan presisi yang sangat rendah.
Analisis jumlah kluster menunjukan ligan turunan maleimida pada situs
beda relatif stabil. Visualisasi hasil pemetaan pada situs beda akan membantu
menganalisis interaksi yang terjadi pada situs tersebut. Visualisasi interaksi situs
beda turunan maleimida disajikan pada gambar 12,13,14 serta 15.
Gambar 12. Peta interaksi MIRA-1 dengan asam amino pada situs sekitar hot spots 273. MIRA-1 digambarkan sebagai bola dan stik. a. visualisasi 1GZH b 2J20 sekitar residu hot spots 273. Pada 1GZH tidak ada ligan yang cukup dekat dengan situs tersebut.
35
Pada klaster terendah terdapat 5 ikatan hidrogen, yaitu 3 ikatan hidrogen
pada residu lisin 139, dari H pada NH2 gugus amino berinteraksi dengan O
karbonil pada MIRA-1, 1 ikatan hidrogen pada residu Leusine 137 H pada gugus
NH2 berinteraksi dengan O karbonil pada MIRA-1, dan yang terakhir 1 ikatan
hidrogen pada residu Tirosin 239, dimana H pada OH gugus fenolik-OH
berinteraksi dengan O karbonil pada MIRA-1 (gambar 20 lampiran 1), jika
dievaluasi binding site dan binding mode serta pengaruh interaksi dengan residu
lain belum ada kemungkinan MIRA-1 melakukan reaktivasi p53 termutasi
R273C, karena ikatan hidrogen pada ketiga residu tersebut belum berpotensi
untuk membuat 2J20 mirip dengan 1GZH (gambar 12), sehingga MIRA-1
dimungkinkan belum dapat membuat p53 termutasi R273C kembali binding
dengan DNA, diduga MIRA-1 hanya menempel saja pada p53 termutasi R273C
tanpa memiliki potensi untuk mengaktifkan kembali fungsi p53 termutasi R273C.
Hal ini sejalan dengan eksperimen Bykov tahun 2002.
MIRA-3 memiliki rantai samping relatif lebih panjang dari MIRA-1 tetapi
jumlah karbonilnya sama, kedua ligan tersebut memiliki situs beda yang sama
yaitu situs 6. Analisis binding mode situs 6 MIRA-3 (gambar 13) residu-residu
yang berinteraksi sama dengan situs 6 pada pemetaan interaksi MIRA-1 terhadap
2J20 (gambar 12). Ada perbedaan interaksi pada lisin139, pada MIRA-3 terjadi
penurunan jumlah ikatan hidrogen sehingga energi pada situs 6 MIRA-3 relatif
lebih tinggi dibanding MIRA-1. Hasil docking lanjut MIRA-1 menghasilkan 2
klaster, klaster kedua memiliki energi relatif lebih tinggi dari klaster pertama.
Interaksi klaster kedua pada situs 6 MIRA-1 sama dengan MIRA-3.
36
Gambar.13 Interaksi MIRA-3 dengan asam amino pada situs 6 a. visualisasi 1GZH b 2J20 sekitar residu hot spots 273. Pada 1GZH tidak ada ligan yang cukup dekat dengan situs tersebut.
Empat ikatan hidrogen yang terjadi pada situs 6, yaitu 1 ikatan hidrogen
antara H pada OH milik gugus fenolik-OH Tirosin 239 dengan O karbonil
MIRA-3, 1 ikatan hidogen pada H, NH2 gugus amino leusin 137 dengan O
karbonil MIRA-3 dan 2 ikatan hirogen pada residu lisin 139 dimana H pada NH
gugus amino berinteraksi dengan O pada O karbonil MIRA-3 (Gambar 19
lampiran 1). Interaksi MIRA-3 pada situs 6 belum bisa membuat 2J20 mirip
1GZH (gambar 15) sehingga situs 6 MIRA-3 pada 2J20 bukan merupakan situs
yang potensial untuk membuat p53 termutasi R273C binding dengan DNA.
MIRA-3 belum mampu merestorasi p53 termutasi R273C dapat dikatakan
MIRA-3 bukan merupakan senyawa reaktivator yang selektif untuk mengaktifkan
p53 termutasi R273C.
37
Gambar 14. Perbandingan interaksi MIRA-2 dengan asam amino pada situs sekitar hot spots 273 antara 1GZH dengan 2BIM a 1GZH b 2BIM. Tidak ada ligan di situs tersebut yang cukup dekat pada 1GZH.
Lima ikatan hidrogen yang terjadi antara MIRA-2 dengan residu
glutamine 165 ,Serin 166 dan glutamin 167 (gambar 13). Masing-masing 1
ikatan hidrogen pada residu 167 dan 165 dengan residu glutamin, dimana H
pada NH2 gugus amida berinteraksi dengan O karbonil pada MIRA-2 dan 3
ikatan hidrogen yang lain terdapat pada residu Serine 166, 2 ikatan hidrogen
terjadi antara H pada gugus OH hidroksil dengan O karbonil pada MIRA-2
masing–masing O pada OH heteroatom dan O pada O karbonil(gambar 20
lampiran 1) Interaksi hidrogen yang terjadi situs 7 bukan merupakan situs yang
bisa membuat MIRA-2 mereaktivasi p53 termutasi R273H sehingga bisa kembali
binding dengan DNA, binding mode MIRA-2 pada 2BIM belum memungkinkan
R273H tertarik atau terjembatani dan bisa mirip wt p53 (gambar 13) sehingga
MIRA-2 belum mampu membuat R273H binding dengan DNA. Posisi situs 7
bukan merupakan situs potensial karena ligan pada posisi tersebut diperkirakan
hanya menempel tanpa mempunyai potensi untuk merestorasi p53 termutasi
residu 273.
38
Gambar 15. Visualisai binding mode MIRA-2 dengan asam amino pada situs sekitar hot spots 273. A 1GZH b 2J20. Pada 2J20 terdapat ligan sedangkan 1GZH tidak ada ligan yang cukup dekat dengan situs tersebut.
Interaksi pada situs 8 belum mampu membuat 2J20) menyerupai 1GZH
(gambar 14). Ikatan hidrogen pada situs 8 sebanyak 3 yang terdiri dari 2 ikatan
hidrogen pada residu sistein, dimana 1 ikatan hidrogen terjadi pada sistein 176
dan satu lagi pada sistein 242. Ikatan hidrogen pada sistein terjadi antara H pada
SH gugus thiol dengan O pada gugus OH MIRA-2. Sedang 1 ikatan hidogen
yang lain terjadi pada methionin 243, yaitu antara H pada NH2 gugus amino dan
O pada O karbonil MIRA-2 (gambar 20 lampiran 1). Evaluasi MIRA-2 pada
situs 8 dengan single poin kemudian dilanjutan optimasi geometri belum
mempunyai potensi untuk mereaktivasi p53 termutasi R273C untuk kembali
binding dengan DNA, sehingga MIRA-2 dimungkinkan bukan merupakan ligan
yang selektif untuk merestorasi p53 termutasi R273C.
39
B Pemetaan interaksi PRIMA -1 pada makromolekul p53
PRIMA-1 memiliki struktur yang relatif berbeda dengan turunan
malaeimida. Hasil pemetaan yang disajikan pada gambar 16 dan ringkasan
docking lanjut ditampilkan pada tabel 3.
Situs terendah pada 1GZH ada pada situs 1, ini sama dengan hasil
pemetaan pada turunan maleimida, namun ada beberapa situs yang tidak dimiliki
pada PRIMA-1 tetapi dimiliki pada turunan maleimida yaitu situs 3 dan 4.
Gambar 16.Gambar hasil pemetaan PRIMA-1 pada makromolekul p53. p53 normal digambarkan l sebagai pita dan PRIMA-1 sebagai bola dan stik. Situs yang ditunjukan pada p53 normal relatif sama dengan p53 termutasi residu 273. Tanda oval merupakan posisi situs beda. Situs-situs yang ditunjukan pada gambar ini mengacu tabel 3.
40
Tabel 3. Hasil Docking lanjut PRIMA-1 pada situs dengan energi terendah.
Energi Docking (kkal/mol)
Ligan Situs
1 GZH. 2 BIM 2J20 2 IOO
1 -6.24 -6.26 - -
2 -5.75 - -6.04 -5.85
3 - -4.87 -5.86 -5.80
4 - -4.71 -5.22 -5.72
5 -4.17 -5.12 - -5.86
6 - - - -
PRIMA-1
7
8
-
-
-
-4.25
-
-
-
-
Tanda _ artinya tidak ada ligan yang ada disekitar situs tersebut.
Situs beda pada 2J20 dan 2BIM berada pada situs 4. Situs tersebut
ada di sekitar residu yang termutasi (gambar 16). Situs beda pada 2J20 dan 2BIM
dengan energi yang tidak cukup terbedakan karena masih dalam range nilai
residual error perhitungan autodock menunjukkan bahwa PRIMA-1 mampu
membedakan antara 1GZH (wt p53) dengan 2J20 maupun 2BIM yang merupakan
p53 termutasi residu 273. Situs beda yang masing–masing berada pada situs 4
ini dimungkinkan memiliki potensi untuk membuat p53 termutasi residu 273
menyerupai konformasi wt p53.
Analisis situs 4 (situs beda) pada 2J20 menunjukkan bahwa interaksi
PRIMA-1 melibatkan 4 residu yaitu Ser 21, Val 274, Ala 276 dan Asp 281
(Gambar17). Iinteraksi yang terjadi yakni 3 ikatan hidrogen dengan Ser 241 dan
masing-masing 1 ikatan dengan Ala 276, Val 274 dan Asp 281. Pengaruh
interaksi pada situs ini menyebabkan terjadinya perubahan konformasi p53, yang
diperkirakan bentuk konformasi ini akan menyerupai bentuk konformasi wild-type
(gambar 17). Ada dua perkiraan yang mungkin yang pertama konformasi pada
situs ini mirip dengan wild-type. Namun karena struktur sistein yang cukup
41
pendek perubahan konformasi hingga mirip dengan wild-type p53 sangat sulit.
Perkiraan yang kedua yaitu disamping PRIMA-1 mengubah konformasi daerah
sekitar mutan sekaligus PRIMA-1 bertindak sebagai penjembatan interaksi p53
dengan DNA targetnya.
Gambar 17. Visualisasi interaksi PRIMA-1. Struktur PRIMA-1 digambarkan sebagai bola dan stik a visualisasi 1GZH b 2J20. Pada 1GZH tidak ada ligan yang cukup dekat pada situs tersebut.
PRIMA-1 diduga merupakan senyawa reaktivator yang selektif terhadap
p53 termutasi R273C, ini sesuai dengan hasil eksperimen Bykov et al bahwa
PRIMA-1 mampu merestorasi p53 termutasi R273C sehingga bisa kembali
binding dengan DNA.
Situs beda PRIMA-1 pada 2BIM terdapat 3 klaster, klaster yang
energinya lebih rendah memiliki populasi yang dominan dengan kebolehjadian
16/20, sehingga bisa dikatakan interaksi pada situs 4 cukup stabil.
Gambar 18 menginformasikan PRIMA-1 memiliki kemungkinan cara lain
untuk merestorasi p53 termutasi R273H, walaupun posisi situs sama dengan 2J20
tetapi interaksi yang terjadi pada situs tersebut berbeda dengan 2J20, hal ini
a b.
42
disebabkan residu amino yang termutasi berbeda, dimana histidin memiliki
struktur yang relatif lebih panjang dibandingkan sistein
Gambar 18 Peta interaksi PRIMA-1 dengan asam amino pada situs sekitar
hotspot 273 (p53 termutasi dengan kode 2BIM. a visualisasi 1GZH b 2BIM sekitar residu hot spots 273. Pada 1GZH tidak ada ligan yang cukup dekat pada situs tersebut.
Situs beda (situs 4) melibatkan 3 ikatan hidrogen yang terjadi pada
PRIMA-1, yaitu 2 ikatan hidrogen pada His 273 dengan PRIMA-1, H pada NH
gugus imidazol berinteraksi dengan pada O karbonil dan O hidroksi PRIMA-1,
dan ikatan hidrogen pada Arg 248, dimana H pada NH2 gugus guanidin
berinteraksi dengan O hidoksil pada PRIMA-1, interaksi ini dimungkinkan
mampu menstabilkan posisi PRIMA-1 sehingga histidin bisa tertarik menyerupai
R273 pada p53 normal (gambar18) dan dimungkinkan dapat kembali binding
dengan DNA. Kembali bindingnya p53 yang termutasi R273H dengan DNA
membuat p53 kembali aktif melakukan fungsinya. Dengan demikian PRIMA-1
memiliki kemungkinan potensi untuk merestorasi p53 termutasi R273H, dan
diduga PRIMA-1 merupakan salah satu senyawa reaktivator yang selektif
terhadap p53 termutasi R273H.
a.
b.
43
B. Pengaruh Ligan dan jenis Mutasi Residu 273 Terhadap Pola
Interaksi Ligan pada Makromolekul
Struktur ligan dan jumlah gugus pendonor elektron ligan mempengaruhi
pola interaksi yang terjadi. MIRA-1 dan MIRA-3 dengan jumlah gugus karbonil
relatif lebih banyak dari MIRA-2 memiliki situs beda yang tidak sama ketika
didockingkan ke p53 termutasi residu 273 (tabel 1). PRIMA-1 dengan struktur
yang relatif berbeda dengan MIRA memiliki situs beda yang tidak sama ketika
didockingkan ke makromolekul yang sama (tabel 1 dan 3).
MIRA-1 memiliki rantai samping yang lebih pendek dibanding MIRA-3
tetapi MIRA-1 dan MIRA-3 memiliki jumlah gugus karbonil yang sama (gambar
5), hasil pemetaan MIRA-1 dan MIRA-3 pada makromolekul 2J20 memiliki situs
beda dan residu-residu yang berinteraksi sama, namun enegi docking
menunjukkan perbedaan nilai, setelah dianalisis ikatan hidrogennya terdapat
perbedaan interaksi pada lys 139, MIRA-1 memiliki 3 ikatan hidrogen pada lys
139 sedang MIRA-3 2 ikatan hidrogen. Hal ini dikarenakan MIRA-1 dengan
halangan sterik yang lebih kecil dari MIRA-3 (gambar 5). Sehingga selain jumlah
gugus pendonor elekton (karbonil atau hidroksil) faktor sterik juga
mempengaruhi pola interaksi.
Docking ligan yang sama pada makromolekul p53 termutasi residu 273
dengan jenis mutasi yang berbeda akan menghasilkan pola interaksi yang berbeda.
MIRA-1 dan MIRA-3 tidak memiliki situs beda ketika didockingkan ke p53
R273H tetapi memiliki situs beda ketika didockingkan ke p53 R273C, begitu juga
dengan MIRA-2 situs beda pada hasil docking ke p53 R273H tidak sama saat
didockingkan ke p53 R273C. Situs beda PRIMA-1 ketika didockingkan ke p53
R273H dan R273C sama tetapi dilihat dari interaksi ikatan hidrogen residu-residu
yang berinteraksi tidak sama (gambar 17 dan 18). Sehingga selain ligan jenis
mutasi juga akan mempengaruhi pola interaksi yang terjadi antara ligan dan
makromolekul
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Hasil studi teoritis diperoleh suatu kesimpulan yaitu
1 PRIMA-1 dan turunan maleimida memiliki perbedaan tempat terjadinya
interaksi dengan kebolehjadian tertinggi ketika didocking terhadap
makromolekul p53.
2 Jenis mutasi p53 R273H dan R273C akan mengarahkan pola interaksi
yang terjadi antara ligan dan p53.
3 PRIMA-1 merupakan ligan yang lebih selektif terhadap p53 R273H
dan/atau R273C dibandingkan turunan maleimida.
B SARAN
Studi lebih lanjut tentang mekanisme restorasi p53 termutasi oleh
PRIMA-1 dilakukan dengan mengunakan teknik simulasi kimia sehingga dapat
dilihat bagaimana mekanisme PRIMA-1 merestorasi p53 termutasi pada residu
273. Penelitian yang sama terhadap senyawa reaktivator yang lain akan diperoleh
senyawa reaktivator yang selektif terhadap p53 termutasi pada residu 273.
45
DAFTAR PUSTAKA
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., et al., 2002, Molecular Biology of the Cell, 4th ed., Garland Science, New York.
Bernstein, H. J and Bernstein, F. C., 2001, RasMol Version 2.7.0, 2.7.1, 2.7.1.1,
NY, USA Bykov, V. J., Issaeva, N., Selivanova, G., and Wilman, K. G., 2002a, Mutant p53-
dependent growth suppression distinguishes PRIMA-1 from known anticancer drugs: a statistical analysis of information in the National Cancer Institute database, Carcinogenesis, 23(12): pp. 2011–2018
Bykov, V. J., Issaeva, N., Zache, N., Shilov, A., Hulterantz, M., et al., 2005,
Reactivation of mutant p53 and induction of apoptosis in human tumor cells by maelimide analogs, J Biol Chem, 280(34): pp. 30384–30391
Bykov, V. J. N., Issaeva, N., Shilov, A., Hultcrantz, M., Pugacheva, E., et al.,
2002b, Restoration of the Tumor Suppresor function to mutant p53 by a Low-molecularweight compound, Nat Med, 8(3): pp. 282 – 288
Bykov, V. J., Issaeva, N., Selivanova, G., andWilman, K. G., 2007, Mutant p53
Reactivation as a Novel strategy for cancer therapy, Springer, 25 years of p53 research: pp. 399 – 419
Choi, Vichy, 2005, Yucca: An Efficient Algorithm for small – molecule Docking,
Chemistry & Biodiversity, 2:pp. 1517 – 1525. Derbyshire, D., Basu, B., Serpel, L., Joo, W., date,T., Iwabuchi, K., and Doherty,
A., 2002, Cristal structure of human 53BP1 BRCT domains bound to p53 tumour suppressor, Embo J, 21: pp. 3868
Frisch M. J., Trucks G. W., Schlegel H. B., Scuseria G. E., Robb M. A., et al.,
1995, Gaussian98 (Revision A.1), Gaussian, Inc., Pittsburgh PA Ghobrial, I. M., Witzig, T. E., and Adjie, A. A., 2005, Targeting Apoptosis
Pathways in Cancer Therapy, CA-Cancer J Clin, 55: pp. 178–194 Hainaut, P. and Hollstein, M., 2000, p53 and human cancer: the first ten thousand
mutations, Adv Cancer Res, 77: pp. 81–137 Joerger, A. C., Allen, M. D., and Ferst, A. R., 2004, Crystal structure of a
superstable mutant of human p53 cor domain, J Biol Chem, 279(2): pp. 1291–1296
46
Joerger, A. C., Ang, H.C., Veprintsev, D.B., Blair, C.M., and Fersht, A. R., 2005, Structure of p53 cancer mutants and mechanism or rescue by second-situs suppressor mutations, J Biol Chem, 280(3): pp. 16030
Joerger, A. C., Ang, H.C., and Fersht, A. R., 2006, Structural basis for
understanding oncogenic p53 mutantion and designing rescue drugs, Proc.Nat.Acad.Sci.USA, 103: pp. 15056
Kitchen, D.B., Decornez. H and Furr, J.R., 2004, Docking and Scoring in Virtual
screening for drug discovery: Methods and Aplications. Nature, 3: pp 935 – 945.
Kresno, S.B., 2002, Disregulasi Apoptosis pada Keganasan: Telaah kusus pada
Astrocytoma. Ilmu Dasar onkologi. Maliya, Arina, 2004, Perubahan Sel Menjadi Kanker dari Sudut Pandang biologi
molekuler, infokes Vol 2 no1. Morony, T. and Hieman, E.S. and Helin, K., 2002, The role of p53 and pRb in
apoptosis and cancer. Morris, G. M., Goodsell, D. S., Halliday, R. S., Huey, R., Hart, W. E., et al., 1998,
Automated Docking Using Lamarckian Genetic Algorithm and an Empirical Binding Free Energy Function, J Comput Chem, 19(14): pp. 1639 – 1662
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwel, V.W., 1993, Harpers
Biochemistry, Prentice-Hall international inc, 62:779 - 800 Peng, Y., Li, C., Chen, L., Sebti, S., and Chen, J., 2003, Rescue of Mutant p53
Transcription function by Ellipticine, Oncogene, 22: pp. 4478 – 4487 Pettersen, E. F., Goddard, T. D., Huang, C. C., Couch, G. S., Greenblatt, D. M., et
al., 2004, UCSF chimera - a visualization system for exploratory research and analysis., J Comput Chem, 25: pp. 1605–12
Theodore, M.L., Philips, G.N. and Kavraki, L.E.,1999, Molecular docking: A
problem with thausands of degrees of freedom, Wang,W., Rastinejad, F., and El-Deiry,W. S., 2003, Restoring p53-dependent
tumor suppression, Cancer Biol Ther, 2(4 Suppl 1): pp. S55–S63 Zhao, K., Chai, X., Johnston, K., Clements, A., and Marmorstein, R., 2001,
Crystal structure of the mouse p53 core DNA-binding domain at 2.7 A resolution, J Biol Chem, 276(15): pp. 12120–12127
48
LAMPIRAN 1 Gambar Interaksi Ikatan Hidrogen pada situs beda hasil pemetaan turunan maleimida terhadap makromolekul p53
MIRA-1 Gambar 19. Ikatan Hidrogen situs 6 antara MIRA-1 dan MIRA-3 pada 2J20 Residu –residu situs 6 pada 2J20 yang terlibat ikatan hidrogen dengan MIRA-1 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 2J20_new.pdb #1.20 mira1.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 LEU 137.A N #1.20 2 2.het O 3.035 no hydrogen #0 LYS 139.A NZ #1.20 2 2.het O 2.792 no hydrogen #0 LYS 139.A NZ #1.20 2 2.het O 2.794 no hydrogen #0 TYR 239.A OH #1.20 2 2.het O 2.923 no hydrogen
49
Ikatan Hidrogen antara residu-residu site 6 2J20 dengan MIRA-3 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 2J20_new.pdb #1.3 mira3.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 LEU 137.A N #1.3 2 2 O 3.218 no hydrogen #0 LYS 139.A NZ #1.3 2 2 O 2.694 no hydrogen #0 LYS 139.A NZ #1.3 2 2 O 2.717 no hydrogen #0 TYR 239.A OH #1.3 2 2 O 2.976 no hydrogen
Situs 7 situs 8 Gambar 20. Ikatan Hidrogen MIRA-2 situs 7 pada 2BIM dan situs 8 pada 2J20
50
Interaksi ikatan hidrogen MIRA-2 dengan residu-residu pada site 7 2BIM dan 8 2J20 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 @BIMBbr.pdb #9.9 mira2.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 GLN 165.B NE2 #9.9 2 2 O 3.091 no hydrogen #0 SER 166.B N #9.9 2 2 O 3.022 no hydrogen #0 SER 166.B OG #9.9 2 2 O 3.443 no hydrogen #0 SER 166.B OG #9.9 2 2 O 2.837 no hydrogen #0 GLN 167.B NE2 #9.9 2 2 O 3.526 no hydrogen #9.9 2 2 O #0 SER 166.B OG 2.837 2.003
Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 2J20_new.pdb #18.1 mira2.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 CYS 176.A SG #18.1 2 2 O 2.578 no hydrogen #0 CYS 242.A SG #18.1 2 2 O 2.948 no hydrogen #0 MET 243.A N #18.1 2 2 O 2.697 no hydrogen
51
LAMPIRAN 2 Histogram hasil docking lanjut Turunan Maleimida pada situs 6, 7 dan 8 MIRA-1 pada situs 6 2J20 CLUSTERING HISTOGRAM ____________________ _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____|____:___ Clus | Lowest | Run | Mean | Num | Histogram -ter | Docked | | Docked | in | Rank | Energy | | Energy | Clus| 5 10 15 20 25 30 35 _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____|____:___ 1 | -5.04 | 11 | -5.03 | 16 |################ 2 | -4.97 | 20 | -4.97 | 4 |####
MIRA-3 pada situs 6 2BIM CLUSTERING HISTOGRAM ____________________ _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____|____:___ Clus | Lowest | Run | Mean | Num | Histogram -ter | Docked | | Docked | in | Rank | Energy | | Energy | Clus| 5 10 15 20 25 30 35 _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____| 1 | -4.93 | 3 | -4.92 | 20 |####################
MIRA-2 pada Situs 7 2BIM CLUSTERING HISTOGRAM ____________________ _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____|____:___ Clus | Lowest | Run | Mean | Num | Histogram -ter | Docked | | Docked | in | Rank | Energy | | Energy | Clus| 5 10 15 20 25 30 35 _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____|____:___ 1 | -4.15 | 9 | -4.14 | 20 |####################
MIRA-2 pada situs 8 2J20
52
CLUSTERING HISTOGRAM ____________________ _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____|____:___ Clus | Lowest | Run | Mean | Num | Histogram -ter | Docked | | Docked | in | Rank | Energy | | Energy | Clus| 5 10 15 20 25 30 35 _____|___________|_____|___________|_____|____:____|____:____|____:____|____:___ 1 | -6.02 | 1 | -6.00 | 17 |################# 2 | -5.88 | 13 | -5.86 | 2 |## 3 | -5.87 | 19 | -5.87 | 1 |#
53
LAMPIRAN 3 Ikatan Hidrogen pada residu–residu di sekitar situs terendah MIRA-1 pada 1GZH Situs 1 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 1GZH_br.pdb #1.18 mira1.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 HIS 115.C ND1 #1.18 2 2.het O 2.928 no hydrogen #0 SER 116.C N #1.18 2 2.het O 2.987 no hydrogen #0 SER 116.C N #1.18 2 2.het O 3.382 no hydrogen #0 THR 125.C OG1 #1.18 2 2.het O 3.548 no hydrogen #0 TYR 126.C N #1.18 2 2.het O 3.235 no hydrogen #0 ARG 282.C NH2 #1.18 2 2.het O 3.204 no hydrogen #0 ARG 282.C NH2 #1.18 2 2.het O 2.876 no hydrogen
Situs 2 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 1GZH_br.pdb #2.15 mira1.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 VAL 147.C N #2.15 2 2.het O 2.741 no hydrogen
Situs 3 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 1GZH_br.pdb #3.7 mira1.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 GLY 154.C N #3.7 2 2.het O 2.877 no hydrogen #0 THR 155.C N #3.7 2 2.het O 3.293 no hydrogen
Situs 4 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used:
54
#0 1GZH_br.pdb #4.2 mira1.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 LYS 132.C NZ #4.2 2 2.het O 3.068 no hydrogen #0 ARG 273.C NH1 #4.2 2 2.het O 2.709 no hydrogen
Situs 5 Finding intermodel H-bonds Constraints relaxed by 0.4 angstroms and 20 degrees Models used: #0 1GZH_br.pdb #5.16 mira1.dlg.pdb H-bonds (donor, acceptor, D..A dist, D-H..A dist): #0 ARG 156.C NH2 #5.16 2 2.het O 2.658 no hydrogen #0 ARG 158.C NH1 #5.16 2 2.het O 2.812 no hydrogen #0 ARG 158.C NH2 #5.16 2 2.het O 2.723 no hydrogen #0 ARG 158.C NH2 #5.16 2 2.het O 2.651 no hydrogen
55
LAMPIRAN 4 Gambar 21 Monomer p53 normal dan p53 termutasi residu 273 pada manusia
dalam bentuk surface
p53 Normal Manusia
p53 termutasi residu 273 Aginin termutasi menjadi Histidin
56
p53 termutasi residu 273 arginin tersubtitusi menjadi sistein
57
LEMBAR PENYELESAIAN REVISI Pertanyaan : Jelaskan secara kimia, perbedaan sel normal dengan sel kanker? bagaimana p53 mampu mencegah / pengendali pertumbuhan sel? Jawaban: Sel normal dan sel kanker memiliki perbedaan pada kontrol pertumbuhan sel, salah satu adalah adanya protein p53 ( halaman 1 paragraf 2). Pada sel normal p53 tidak stabil, hanya ada dalam konsentrasi rendah hal ini terjadi karena interaksi dengan protein Mdm2, dimana protein Mdm2 akan mendegradasi p53 pada kondisi normal sehingga apoptosis (Bunuh diri terprogram) tidak dapat berlangsung. Pada sel kanker kontrol pertumbuhan sel tidak berfungsi (halaman 7 paragraf 1 dan 2) karena p53 termutasi sehingga struktur protein p53 tidak memenuhi syarat untuk berinteraksi dengan DNA targetnya dan apoptosis tidak dapat dijalankan (halaman 8 paragraf 2 dan 3) Pertanyaan: Secara kimia apa itu mutasi pada p53? perbedaan kimia p53 berfungsi dengan p53 tidak berfungsi? Perbedaan kimia mutan p53 dengan wt p53? Jawaban: Mutasi pada protein p53 terjadi karena kesalahan dalam proses sintesis protein, mutasi p53 akan mengubah kuantitas dan sifat protein yang dikode oleh gen dan selanjutnya akan menganggu kontrol pembelahan sel( halaman 7 paragraf 1). Secara kimia mutasi akan menyebabkan struktur dan fungsi protein akan terganggu, misal jika p53 termutasi pada residu 273 akan membuat interaksi protein p53 dengan DNA targetnya melemah (halaman 13 paragraf 2) sehingga fungsi protein p53 (halaman 11 paragraf 3) akan terganggu. Jadi perbedaan kimia dari p53 berfungsi dan tidak berfungsi terdapat pada kemampuan protein untuk berinteraksi dengan DNA targetnya. Ketika terjadi mutasi pada residu yang mengakibatkan perubahan konformasi protein baik struktur primer sekunder atau tersier (halaman 11-12) akan membuat struktur tersebut kurang memungkinkan untuk berinteraksi dengan DNA sehingga protein p53 tidak bisa menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Mutan p53 merupakan wt p53 (p53 normal) yang mengalami mutasi pada residu-residu tertentu sehingga mutasi ini dapat mengakibatkan stabilitas struktur protein dan/atau fungsinya terganggu ketika mutasi yang terjadi pada motif yang dipertahankan untuk fungsinya (conserved motif), tetapi jika mutasi yang terjadi bukan conserved motif, mutasi tersebut tidak akan mempengaruhi stabilitas struktur dan/atau fungsi protein tersebut.
58
Pertanyaan: Bagaimana senyawa kelompok MIRA dan PRIMA-1 dapat mengubah mutan p53 mirip dengan wt p53? Jawaban: Senyawa kelompok MIRA dan PRIMA-1 memiliki gugus pendonor elekton yang akan berinteraksi dengan akseptor elektron pada residu-residu asam amino penyusun protein tersebut. Interaksi yang terjadi bisa membuat mutan p53 mirip dengan konformasi wt p53. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai penghubung(pengikat) atau jembatan, sebagai penghubung misal struktur 2 heliks yang diikat (dihubungkan) oleh ikatan disulfida karena adanya mutasi ikatan disulfida putus sehingga kedua heliks tersebut tidak ada yang mengikat akibatnya konformasi struktur protein akan berubah dan gagal berinteraksi dengan DNA, adanya senyawa reaktivator (contoh kelompok MIRA dan PRIMA-1) dapat sebagai penghubung atau pengikat 2 heliks tersebut mengantikan ikatan disulfida sehingga konformasi p53 termutasi tersebut akan mirip dengan wt p53 sedang sebagai jembatan senyawa tersebut akan berinteraksi dengan residu-residu pada p53 mutan dan akan sehingga bisa kembali binding dengan DNA ( halaman 40-41)
59
Pertanyaan: Urutan kerja (bagan Alir) sampai diperoleh data?
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II Dr.rer.nat Fajar Rakhman Wibowo, Msi Venty Suryanti, M.Phil NIP. 132 258 067 NIP 132 162 026
Situs potensial
Optimasi geometri ligan
Ligan teroptimasi
Docking awal
Docking lanjut
Binding energi
Binding site
Binding mode
I N T E R A K S I S P E S I F I K
Protein p53