1
I PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat dunia terhadap protein hewani ikan terus
meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia. Sejak tahun
1990-an, tren produksi perikanan tangkap mengalami stagnasi dan cenderung
menurun akibat kerusakan lingkungan laut dan upaya penangkapan ikan ilegal
dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu
sektor budidaya diharapkan dapat menjadi solusi dalam pemenuhan konsumsi
ikan dunia (Yustianti, 2013).
Mahbubillah (2011) dalam Adnan Kharisma (2012) mengatakan bahwa
permintaan udang vaname sangat besar baik pasar nasional maupun internasional,
karena memiliki keunggulan nilai gizi yang sangat tinggi serta memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi menyebabkan pesatnya budidaya udang vaname.
Amri dan Kanna (2008) dalam Yustianti (2013) mengatakan bahwa udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan
ekonomis penting dikarenakan secara umum peluang usaha budidaya udang
vannamei tidak berbeda jauh dengan peluang usaha udang jenis lainnya. Sebab
pada dasarnya udang merupakan komoditi ekspor andalan pemerintah dalam
meningkatkan devisa negara.
Udang Litopenaeus vannamei berasal dari perairan Amerika dan mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Sampai saat ini komoditas udang vannamei
sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan telah berhasil dikembangkan
oleh para pembudidaya udang vaname. Hal di atas didukung oleh regulasi dan
program kerja pemerintah terkait dengan didirikannya hatchery (balai benih)
udang diberbagai daerah untuk memenuhi permintaan pasar. Dengan adanya
hatchery (balai benih) udang dapat membantu kebutuhan para petani tambak
karena ketersediaan benur dari alam sangat terbatas (Yustianti, 2013).
Zonneveld et al. (1991) dalam Adnan Kharisma (2012) mengatakan
bahwa hal kemungkinan serangan penyakit pada udang vannamei sangat besar.
Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, virus, dan jamur dapat terjadi apabila
terjadi ketidakseimbangan antara Host, Pathogen Agent, dan Environment. Yang
membahayakan dan akan menimbulkan penyakit.
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
2
Prawesthirini (1990) dalam Hasutji Endah Narumi (2009) Salmonellosis
merupakan salah satu penyakit yang dapat dipindahkan melalui makanan,
terutama makanan yang mengalami kesalahan dalam penanganan. Keadaan ini
akan memberikan kesempatan pada mikroorganisme penyebab untuk tumbuh dan
berpindah ke manusia pada waktu memakannya. Pada tahun terakhir ini, peranan
bakteri Salmonella sp sebagai agen penyebab Food Borne Disease menjadi
perhatian dunia, karena peningkatan kejadian Salmonellosis baik pada hewan
maupun manusia. Hal ini sesuai dengan WHO (1976) dalam Hasutji Endah
Narumi (2009) yang mengemukakan bahwa di beberapa Negara, ikan dan air
merupakan sarana penyebaran bakteri Salmonella sp.
Udang vannamei di pasaran maupun di tambak tidak menutup
kemungkinan tercemar oleh bakteri, diantaranya bakteri Salmonella sp yang akan
membahayakan kesehatan manusia yang akan menyebabkan penyakit
Salmonellosis melalui udang vaname yang dikonsumsi, bakteri Salmonella sp ini
akan tumbuh dan menyebar akibat kontaminasi dari lingkungan baik pada saat
proses pembudidayaan maupun pendistribusian, hal ini juga akan menurunkan
kualitas atau mutu dari udang tersebut, sehingga akan mengurangi nilai jual dan
membahayakan kesehatan konsumen.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui teknik identifikasi bakteri Salmonella sp pada udang vannamei
(Litopenaeus vannamei).
2. Mengetahui tata tertib dan peraturan kerja di Laboratorium Pembinaan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Dinas Kelautan Perikanan Provinsi
Sumatera Selatan.
1.3 Manfaat
1. Dapat melakukan teknik identifikasi bakteri Salmonella sp pada udang
vannamei (Litopenaeus vannamei).
2. Mendapatkan pengalaman kerja praktek di Laboratorium Pembinaan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Dinas Kelautan Perikanan Provinsi
Sumatera Selatan.
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Rushwahono (2011) dalam Andre Rekasana (2013) mengatakan bahwa
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan komoditas baru dengan
kualitas ekspor yang sangat menjanjikan. Udang vannamei memiliki keunggulan
yaitu pertumbuhan yang cepat, dapat dibudidayakan dengan kepadatan tinggi
mencapai 92-100 ekor/m2. Udang vannamei memiliki ketahanan tubuh yang kuat,
diantaranya adalah rentang salinitas yang sangat luas yaitu antara 15-30 ppt,
sehingga masyarakat di daerah pesisir tertarik untuk membudidayakan udang
vaname.
Gambar 1. Morfologi udang vannamei
Tanda-tanda anatomi udang vannamei yang penting, antara lain. :
1. Pada rostrum ada 2 gigi disisi ventral, dan 9 gigi disisi atas (dorsal).
2. Pada badan tidak ada rambut-rambut halus (setae)
3. Pada jantan Petasma tumbuh dari ruas coxae kaki renang No:1. yaitu protopodit
yang menjulur kearah depan. Panjang petasma kira-kira 12 mm. Lubang
pengeluaran sperma ada dua, kiri dan kanan terletak pada dasar coxae dari
pereopoda (kaki jalan) no.5 .
4. Pada betina thelycum terbuka berupa cekungan yang ditepinya banyak
ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, terletak dibagian ventral dada/thorax, antara
ruas coxae kaki jalan no: 3 dan 4. yang juga disebut “Fertilization chamber”.
Lubang pengeluaran telur terletak pada coxae kaki jalan no:3. Coxae ialah ruas
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
4
no:1 dari kaki jalan dan kaki renang (Pusat Penyuluhan Kementrian Kelautan
Perikanan, 2011).
Daerah penyebaran udang vannamei meliputi Pantai Pasifik, Meksiko,
Laut Tengah dan Selatan Amerika. Sebuah wilayah dimana suhu air secara umum
berkisar di atas 200 C sepanjang tahun. Di sini merupakan tempat populasi udang
vannamei berada. Karena spesies ini relatif mudah untuk berkembang biak dan
dibudidayakan, maka udang vannamei menjadi salah satu spesies andalan dalam
budidaya udang di beberapa negara dunia (Eko Sutrisno et al., 2010).
Gambar 2. Litopenaeus vannamei
Klasifikasi udang vennamei,
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Penaidae
Class : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vennamei (Boone, 1931)
(http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=551682).
Litopenaeus vannamei dilihat dari siklus hidupnya digolongkan dalam
spesies katadromus. Udang dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang muda
(juvenile) bermigrasi ke daerah pantai. Di alam, udang dewasa kawin dan
memijah pada kolom perairan lepas pantai (kedalaman kurang lebih 70 m) bagian
Selatan, Tengah dan Utara Amerika dengan suhu 26 – 280 C dan salinitas + 35
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
5
ppt. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas mejadi bagian dari
zooplankton. Saat stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan
perlahan-lahan turun ke dasar di daerah estuari dangkal. Perairan dangkal ini
memiliki kandungan nutrient, salinitas dan suhu yang sangat bervariatif
dibandingkan dengan laut lepas. Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari,
udang dewasa kembali ke lingkungan laut dalam dimana kematangan sel
kelamin , perkawinan dan pemijahan terjadi (Eko Sutrisno et al., 2010).
Kebutuhan masyarakat dunia terhadap protein hewani ikan terus
meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia. Sejak tahun
1990-an, tren produksi perikanan tangkap mengalami stagnasi dan cenderung
menurun akibat kerusakan lingkungan laut dan upaya penangkapan ikan ilegal
dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu
sektor budidaya diharapkan dapat menjadi solusi dalam pemenuhan konsumsi
ikan dunia (Yustianti, 2013).
Udang penaeid digolongkan kedalam hewan pemakan segala macam
bangkai (omnivorous scavenger) atau pemakan detritus. Dari hasil penelitian
terhadap usus udang menunjukkan bahwa udang penaeid di alam adalah karnivora
yang memakan krustacea kecil, amphipoda dan polychaeta. Secara alami L.
vannamei merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk mencari
makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka bersembunyi di dalam
substrat atau lumpur. Namun di tambak budidaya dapat dilakukan feeding dengan
frekuensi yang lebih banyak untuk memacu pertumbuhannya (Eko Sutrisno et al.,
2010).
2.2 Bakteri Salmonella sp
Udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut yang
salah satu diantaranya adalah udang vannamei. Tambak dan lingkungannya
dimana udang dipelihara saat ini tidak menutup kemungkinan merupakan sarana
pencemaran Salmonella sp, air dimana udang hidup didalamnya merupakan
sebagai salah satu faktor pencemaran (Hasutji Endah Narumi et al., 2009).
D’aoust (2001) dalam Fitrah Isyana (2012) mengatakan bahwa Salmonella
sp adalah bakteri pendek (1-2 µm), Gram negatif, batang yang tidak membentuk
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
6
spora, biasanya motil dengan flagella peritrisous. Salmonella adalah anaerob
fakultatif yang secara biokimia dikarakterisasi dengan kemampuannya
memfermentasi glukosa yang memproduksi asam dan gas, dan
ketidakmampuannya menyerang laktosa dan sukrosa. Temperatur pertumbuhan
optimumnya 38oC (Forsythe and Hayes 1998). Salmonella dapat tumbuh pada
aktivitas air yang rendah (aw ≤ 0,93) yang responnya tergantung strain dan jenis
pangan. Salmonella aktif bertumbuh pada kisaran pH 3,6 – 9,5 dan optimal pada
nilai pH mendekati normal (D’aoust, 2001). Taksonomi dari Salmonella sp.
adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Salmonella sp
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Camma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella sp
Menurut Lotz (1997) dalam Eko Sutrisno et al. (2010) mengatakan bahwa
Biosekuriti adalah: “Sets of practices that will reduce the probability of pathogen
introduction and its subsequent spread from one place to another”. Pada
prinsipnya adalah tindakan yang dapat menurunkan kemungkinan masuk dan
menyebarnya penyakit dari suatu tempat ke tempat lain. Secara harfiah,
biosekuriti dapat diartikan upaya-upaya menjaga agar kehidupan ikan/udang yang
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
7
dipelihara aman, bahkan tidak saja aman tetapi juga terjamin (secure). Hal ini erat
kaitannya dengan biosafety yaitu kondisi kehidupan yang sehat dan nyaman (safe)
bagi ikan/udang serta aman bagi konsumen/masyarakat.
Sorrels et al. (1970) dalam Fitrah Isyana (2012) Salmonella sp bisa
terdapat pada bahan pangan mentah, dan akan bereproduksi bila proses
pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella
dinamakan salmonellosis. Salmonella sp adalah penyebab utama dari penyakit
yang disebarkan melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya,
Salmonella sp menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Orang yang
mengalami salmonellosis dapat menunjukkan beberapa gejala seperti diare, keram
perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp. Gejala lainnya adalah demam, sakit
kepala, mual dan muntah-muntah.
POM RI (2009) dalam Fitrah Isyana (2012) mengatakan bahwa cara
penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal
dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh
penjamah yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau 17 melalui
kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang
lain juga dapat terjadi selama infeksi. Gejala keracunan: Pada kebanyakan orang
yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan
demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.
Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat
berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan,
tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-
anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan
tubuh. Penanganan: Untuk pertolongan dapat diberikan cairan untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang. Lalu segera bawa korban ke puskesmas
atau rumah sakit terdekat.
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
8
III METODOLOGI
3.1 Waktu dan tempat
Kegiatan Kerja Praktek yang berjudul Teknik Identifikasi Bakteri
Salmonella sp Produk Hasil Perikanan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
dan Air Pengolahannya ini dilaksanakan pada tanggal 1 Juli s/d 1 Agustus 2013
di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Dinas Kelautan
Perikanan Sumatera Selatan. Jl. Sudirman Km. 6, Lorong Taman Sari II,
Palembang, Sumatera Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Autoclave 121ºC, 15 menit
dalam 1 atm
2. Buku Catatan
3. Bunsen
4. Cool Box
5. Erlenmeyer (250ml 500ml
dan 1000ml)
6. Finnpipette
7. Gelas Beker
8. Gunting
9. Hot Plate
10. Incubator Basah (Waterbath)
43ºC ± 0,5ºC
11. Incubator Kering 43ºC±
0,5ºC
12. Jas Lab
13. Oven 170ºC - 180ºC ± 2 jam
14. Ruang Inokulasi Steril
15. Jarum Ose Lingkar Diameter
3mm
16. Labu Ukur (100ml)
17. Pena
18. Penjepit
19. Petridisk
20. Pipet Serologis
21. Stomatcher
22. Spatula
23. Tabung Durham
24. Tabung Reaksi (16mm x
150mm dan 13 mm x
100mm)
25. Timbangan Analitik dengan
ketelitian 0,0001gr
26. Vortex Mixer
3.2.2 Bahan1. Aquades2. Bismuth Sulfite Agar (BSA)
3. Hektoen Enteric (HE)4. Lactose Broth (LB)
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
9
5. Lysin Iron Agar (LIA)6. Tetrathionate Broth7. Triple Sugar Iron Agar
(TSIA)
8. Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLD)
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Sterilisasi Alat
1. Tabung Reaksi (16mm x 150mm dan 13 mm x 100mm), Spatula, Gelas
Beker, Labu Ukur (100ml), Erlenmeyer (250ml dan 150ml), Tabung
Durham dan Jarum Ose Lingkar (di sterilisasi autoclave 121ºC ± 15 menit,
dalam 1 atm).
2. Petridisk (di sterilisasi oven 170ºC - 180ºC ± 2 jam)
3.3.2 Persiapan Sampel Air dan Udang Vannamei
1. Sampel air dengan kode (L1) dari perusahaan tambak udang vannamei
dengan kode perusahaan “L” yang telah tersedia di dalam botol sampel
yang membeku pada cool box di cairkan pada suhu ruangan.
2. Lalu sampel air di rasakan dan dicium baunya, lalu dilihat chlor,
kenampakan, pH, sedimen, dan warna.
3. Sampel udang vannamei dengan kode L3 dari perusahan tambak udang
vannamei dengan kode perusahaan “L” diambil dagingnya secara acak lalu
di timbang 25gr dengan timbangan analitik.
3.3.3 Persiapan Media Lactose Broth (LB)
1. Perhitungan media LB
LB = 1 (Air) x 90ml + 1 (Udang) x 225 ml
= 315 ml
= 315/1000 (yang diperlukan) x 13 gr/L (LB tersedia)
= 4,1 gr/315 ml aquades
2. Larutkan LB 4,095 gr didalam 315 ml aquades pada erlenmeyer 500ml
3. Homogenisasi larutan dengan cara di panaskan menggunakan Hot Plate
4. Autoclave larutan LB selama 15 menit pada suhu 121ºC dalam 1 atm
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
10
3.3.4 Pengayaan Bakteri Pada Media Lactose Broth (LB)
1. Masukkan sampel air 10 ml ke dalam plastik, lalu tambahkan 90 ml
larutan Lactose Broth (LB). Demikian juga dengan sampel udang,
masukkan sampel udang 25gr ke dalam plastik yang berbeda, lalu
tambahkan 225 ml larutan Lactose Broth (LB) .
2. Homogenisasi keduanya pada stomatcher selama ± 3 menit
3. Inkubasi kedua sampel pada inkubator kering selama ±24 jam dengan
suhu 43ºC.
3.3.5 Persiapan Media MRVP Broth (RV) dan Tryptose Broth (TTB)
1. Perhitungan media RV :
RV = 10 ml (yang diperlukan) x 2 sampel /1000 x 41,8 gr/L (RV tersedia)
= 0,84 gr / 20 ml aquades
2. Perhitungan media TTB :
TTB = 10 ml (yang diperlukan) x 2 sampel /1000 x 77 gr/L (TTB tersedia)
= 1,54 gr / 20 ml aquades
3. Larutkan RV 0,84 gr ke dalam 20 ml aquades dengan gelas erlenmeyer
250 ml. Demikian juga dengan TTB, larutkan TTB 1,54 gr ke dalam 20 ml
aquades.
4. Lalu kedua larutan RV dan TTB masing-masing di pindahkan ke tabung
reaksi sebanyak 9 ml /1 tabung untuk 2 sampel, dengan finnpippette dan
ditutup rapat.
5. Beri label pada masing-masing tabung reaksi
6. Larutan RV dan TTB tersebut di homogenisasi dengan Vortex Mixer
selama beberapa detik.
3.3.6 Pengayaan Bakteri Pada Media MRVP Broth (RV) dan Tryptose (TTB)
1. Hasil pengayaan bakteri pada media LB di dalam inkubator di aduk dengan
hati-hati menggunakan spatula, lalu di campurkan masing-masing ke dalam
media RV dan TTB yang ada di dalam tabung reaksi yang telah disediakan
sebanyak 1 ml dengan finnpippette.
2. Beri label pada masing-masing tabung reaksi : RL1, TL1, RL3, TL3.
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
11
3. Inkubasi kembali ke Waterbath Incubator (Inkubasi basah) selama ± 24
jam, dengan suhu 43ºC.
3.3.7 Persiapan Media Selektif Hektoen Enteric (HE), Bismuth Sulfite Agar
(BSA), dan Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLD)
1. Perhitungan media HE :
HE = 9 ml (yang diperlukan) x 4 (untuk RL1, TL1,
RL3, TL3) / 1000 x 75 gr/L (HE tersedia)
= 2,7 gr / 36 ml aquades
2. Perhitungan media BSA
BSA = 9 ml (yang diperlukan) x 4 (untuk RL1, TL1, RL3, TL3) / 1000 x
47,5 gr/L (BSA tersedia)
= 1,71 gr / 36 ml aquades
3. Perhitungan media XLD
XLD = 9 ml (yang diperlukan) x 4 (untuk RL1, TL1, RL3, TL3) / 1000 x
55 gr/L (XLD tersedia)
= 1,98 gr / 36 ml aquades
4. Larutkan HE 2,7 gr kedalam 36 ml aquades, larutkan BSA 1,71 gr kedalam
36 ml aquades, dan larutkan juga XLD 1,98 gr kedalam 36 ml aquades.
5. Lalu masing-masing larutan tersebut di homogenisasi dengan Hot Plate,
dan masing-masing media dimasukkan sebanyak 9 ml ke setiap petridish
yang berjumlah 12 dan sebelumnya telah di oven (sterilisasi) selama 2 jam
dengan suhu 170ºC - 180ºC, dinginkan hingga mengental berwujud seperti
agar.
3.3.8 Uji Pada Media Selektif Agar HE, BSA, dan XLD
1. Media TTB dan RV yang telah diberi label RL1, TL1, RL3, dan TL3
pada tabung reaksi yang telah di inkubasi pada Waterbath Incubator
tadi, kemudian setiap tabung reaksi yang telah diberi label di ambil
sampel didalamnya dengan menggunakan Jarum Ose Lingkar.
2. Lalu masing-masing setiap tabung di pindahkan ke media HE, BSA,
dan XLD dengan metode penggoresan :
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
12
Gambar 4. Formasi goresan untuk metode penggoresan
3. Lalu ke 12 petridish diberi label sesuai dengan medianya :
HRL1, BRL1, XRL1, HTL1, BTL1, XTL1, HRL3, BRL3, XRL3,
HTL3, BTL3, XTL3.
4. Di inkubasi pada Inkubator kering selama ± 24 jam dengan suhu 42ºC.
5. Setelah itu dapat ditentukan petridish dengan media dan sampel apa
yang positif diduga terdapat bakteri Salmonella sp. Dengan cara melihat
warna yang di timbulkan masing-masing pada petridish.
6. Pada media HE, koloni akan berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa
titik hitam dan H2S.
7. Pada media XLD, koloni akan berwarna pink dengan atau tanpa titik
hitam dan H2S, atau terlihat hampir seluruh koloni berwarna hitam.
8. Pada media BSA, koloni akan berwarna keabu-abuan atau kehitaman,
kadang-kadang metalik, media sekitar koloni berwarna hitam dengan
makin lamanya waktu inkubasi.
3.3.9 Uji Pendugaan Bakteri Salmonella sp Dari Hasil Positif Pada
Media HE, BSA, dan XLD Dengan Menggunakan Media Triple Sugar
Iron (TSIA) dan Lysin Iron Agar (LIA)
1. Didapatkan Media Selektif yang positif sebanyak 6 yaitu HRL1, HTL1,
XRL1, BRL1, BRL3, BTL3
2. Siapkan media TSIA dan LIA dengan perhitungan sbb :
TSIA = (9 ml (yang diperlukan) / 1000 ml x 6 (Jumlah Sampel pada media
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
13
selektif yang positif) ) x 61,6 gr/L (TSIA tersedia)
= 3,3 gr / 45 ml aquades
LIA = (9 ml (yang diperlukan) / 1000 ml x 6 (Jumlah Sampel pada media
selektif yang positif) ) x 32 gr/L (LIA tersedia)
= 1.7 gr / 45 ml aquades
3. Larutkan 3,3 gr TSIA kedalam 45 ml aquades, dan juga larutkan 1,7 gr
LIA kedalam 45 ml aquades
4. Homogenisasi masing-masing media TSIA dan LIA dengan Hot Plate
hingga tercampur rata.
. 5. Pindahkan media TSIA dan LIA ke dalam 6 tabung reaksi TSIA dan 6
Tabung reaksi LIA masing-masing sebanyak 9ml.
6. Lalu didinginkan dengan cara diletakkan agak miring, dengan tujuan
mempermudah saat proses penggoresan nanti.
7. Ambil koloni tersangka Salmonella sp dari media tersebut dengan
menggunakan Jarum Ose Lingkar, tanam masing-masing pada media TSIA
dan LIA.
8. Cara penanaman dengan menggunaka Jarum Ose Lingkar pada media TSIA
yaitu dengan menggores terlebih dahulu pada permukaan TSIA, lalu ditusuk
9. Dan cara penanaman pada media LIA yaitu dengan menusuk Jarum Ose
Lingkar terlebih dahulu ke media lalu baru di gores pada permukaan media.
10. Tutup rapat tabung reaksi, lalu di inkubasi pada Incubator kering selama ±
24 jam dengan suhu 42ºC.
11. Syarat hasil positif pendugaan bakteri Salmonella sp.
Tabel 1. Syarat hasil positif pendugaan bakteri Salmonella sp
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
Media
Slunt (Agar miring)
Bult (Agar dasar)
H2S
Gas
TSIAAlkaline (merah)
Asam (kuning) + -
LIAAlkaline (merah)
Alkaline merah) + -
14
3.3.10 Skema Metode Kerja
Produk
25 gr untuk Liptopenaeus vannamei
10 ml untuk sampel air pengolahan
LB + Produk di homogenisasi dengan stomatcher lalu di inkubasi kering selama 24 jam daengan suhu 43°C
1 ml 1 ml
Di autoclave 15 menit dalam 1 atm dengan suhu 121ºC
TTB 9ml RV 9ml
Metode gores dengan Jarum ose lingkar
HE BSA XLD HE BSA XLD
TSI LIA TSI LIA TSI LIA TSI LIA TSI LIA TSI LIA
Di inkubasi dengan inkubator kering selama ±24 jam dengan suhu 43ºC. Interpretasi hasil pengujian
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Identifikasi Awal Sampel Air
Dari hasil identifikasi awal terhadap air didapatkan hasil sbb :
Tabel 2. Hasil Identifikasi Awal Sampel Air
Bau Tidak ada/NetralKenampakan Bening
pH 6.46Rasa Tidak ada / Netral
Sedimen Tidak ada secara visualWarna Bening
4.1.2 Hasil Media Selektif Media HE, XLD, dan BSA.
Kemudian untuk hasil pada media selektif dari TTB dan RV terhadap
media HE, XLD, BSA adalah sbb :
Tabel 3. Hasil Media Selektif dari TTB dan RV Pada Media HE, XLD, dan BSA.
TTDHE XLD BSA Jumlah
RVAir (L1) + - - 4
+ + +Udang (L3)
- - + 2
- - +
HRL1
HTL1
Gambar 5. HRL1 Gambar 6. HTL1
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
16
Gambar 7. XRL1 Gambar 8. BRL1
Gambar 9. BRL3 Gambar 10. BTL3
Dan untuk hasil akhir pendugaan yang menunjukkan kedua sampel adalah
negatif bakteri Salmonella sp adalah sbb :
Tabel 4. Hasil Identifikasi Bakteri Salmonella sp Pada Media TSIA dan LIA
ProdukTSIA LIA
KeteranganSlunt Bult
Gas
H2S
Slunt Bult GasH2S
BTL3 (Udang)
Asam Asam + -Alkal
iAlkal
i+ + Negatif
BRL3 (Udang)
Alkali
Asam + +Alkal
iAsam + + Negatif
HT L1 (Air)
Alkali
Alkali
- +Alkal
iAlkal
i- - Negatif
HR L1 (Air)
Alkali
Alkali
- -Alkal
iAlkal
i- - Negatif
XR L1 (Air)
Alkali
Asam - -Alkal
iAlkal
i- - Negatif
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
17
Gambar 11. Hasil Identifikasi Bakteri Salmonella sp Pada Media TSIA dan LIA
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
18
4.2 Pembahasan
Kerja praktek yang berjudul Teknik Identifikasi Bakteri Salmonella sp
Pada Produk Hasil Perikanan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dan Air
Pengolahannya ini dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu
Hasil Perikanan Provinsi Sumatera Selatan yang berlangsung selama satu bulan,
yaitu dari tanggal 1 Juli 2013 s/d 1 Agustus 2013. Dalam Kerja Praktek ini
dilakukan pengujian terhadap mutu hasil perikanan salah satunya adalah
pengujian mutu udang vannamei dan air pengolahannya terhadap bakteri
Salmonella sp, diambil dari perusahaan tambak udang vannamei dengan kode
perusahaan “L”.
Pengujian mutu dibimbing oleh para staf analis laboratorium mikrobiologi,
dengan modul prosedur kerja pengidentifikasian bakteri Salmonella sp yang
diberikan pembimbing dan staf analis yang berdasarkan pada SNI 01-2332.2-2006
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) sebagai pedoman metode kerja
pengidentifikasian selama kerja praktek.
Hal yang paling utama yang harus diperhatikan sebelum melakukan
pengidentifikasian/pengujian adalah mengecek ketersediaan alat-alat dan bahan
atau media yang akan digunakan, dan menjaga diri dari kontaminan dengan cara
menggunakan jas lab yang steril dan kondisi badan yang bersih, agar tidak
mengganggu atau mengkontaminasi sampel dan media selama pengujian nanti.
Terutama yang sedang sakit, seperti sakit flu atau batuk, tidak diperbolehkan
melakukan pengujian di laboratorium.
Adapun sebelum melakukan pengujian, harus dilakukan juga sterilisasi
alat, alat-alat di sterilisasi dengan menggunakan autoclave dalam suhu 121ºC
selama 15 menit dalam 1 atm, Tabung Reaksi (16mm x 150mm dan 13 mm x
100mm), Spatula, Gelas Beker, Labu Ukur (100ml), Erlenmeyer (250ml dan
150ml), Tabung Durham dan Jarum Ose Lingkar. Sedangkan Petridisk di
sterilisasi oven 170ºC - 180ºC ± 2 jam. Hal ini untuk menjaga agar kondisi alat
yang digunakan tidak mengganggu proses dan hasil pengujian nanti.
Identifikasi pertama yaitu identifikasi kenampakan, bau, warna, pH, rasa,
chlor dan sedimen. Dari kenampakan dan warna air bening, tidak menimbulkan
bau, rasa air yang normal, tidak terdapat partikel sedimen yang di identifikasi
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
19
secara visual (kasat mata), dan pH yang cukup normal yaitu 6,46. Kondisi air
pengolahan baik dan tidak terlihat adanya kekeruhan maupun bau dari air
pengolahan tersebut.
Persiapan media Lactose Broth (LB), MRVP Broth, Tryptose Broth,
Hektoen Enteric, Bismuth Sulfite Agar, Xylose Lysine Deoxycholate Agar,
selama persiapan media juga harus dijaga dari kontaminan, karena lingkungan
merupakan faktor pengaruh terbesar yang dapat mempengaruhi hasil pengujian.
Sampel air pengolahan dan udang vannamei harus dijaga kondisinya dari
kontaminan, baik dari pengambilan sampel, distribusi sampel ke laboratorium,
dan penimbangan sampel. Hasil dari pengayaan bakteri dari sampel air
pengolahan dan sampel udang vannamei pada media Lactose Broth menghasilkan
kenampakan yang keruh kekuning-kuningan, terdapat gas yang dapat dilihat
dengan adanya busa pada sampel, dan berbau sangat busuk. Semua itu karena
aktivitas bakteri yang telah berkembang biak pada media dari sampel air
pengolahan dan udang vannamei yang telah dicampurkan pada media LB tersebut.
Selama proses pemindahan bakteri ke alat atau media lain harus dilakukan
di dekat api Bunsen, dan alat pemindah harus selalu steril sebelum dan sesudah
proses pemindahan bakteri. Adapun hasil yang didapat pada media HE, BSA,
XLD, yaitu terdapat 6 tabung reaksi yang positif yang berlabel HRL1, HTL1,
XRL1, BRL1, BRL3, dan BTL3. HRL1 koloninya berwarna hijau kebiruan dan
terdapat banyak titik hitam yang rapat, HTL1 juga koloninya berwarna hijau
kebiruan dengan titik hitam yang lebih sedikit daripada HRL1, lalu XRL1
terdapatbanyak koloni dan berwarna pink dengan terdapat beberapa titik hitam,
dan untuk BRL1, BRL3, dan BTL3, semuanya terdapat koloni dan berwarna
keabu-abuan dengan media disekitar koloni agak kecoklatan, untuk BRL3 koloni
lebih sedikit, dan semuanya memenuhi syarat positif media selektif agar untuk
selanjutnya pengujian pendugaan bakteri Salmonella sp berdasarkan SNI 01-
2332.2-2006.
Pada identifikasi/pengujian pendugaan bakteri Salmonella sp, dari semua
sampel yang di tanamkan pada media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysin
Iron Agar (LIA) semuanya negatif bakteri Salmonella sp, karena semua sampel
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
20
pada media TSIA dan LIA tidak memenuhi syarat reaksi positif bakteri
Salmonella sp SNI 01-2332.2-2006, yang dapat dilihat pada tablel berikut :
Tabel 5. Syarat Positif Pendugaan Bakteri Salmonella sp Pada TSIA dan LIA
Syarat reaksi positif pada media TSIA dan LIA seperti table diatas,
diamana TSIA untuk agar miringnya berwara merah, agar dasar berwarna kuning,
terdapat H2S yang dapat dilihat dari bercak-bercak yang berwarna hitam, dan
terdapat Gas yang dapat dilihat adanya gelembung udara. Sedangkan pada media
LIA, agar miring berwarna merah, agar dasar berwarna kuning, terdapat H2S
dimana LIA terdapat bercak berwarna hitam, dan terdapat gas yang dapat dilihat
dari gelembung udara pada LIA. Gelembung udara pada TSIA dan LIA
merupakan hasil dari aktifitas bakteri anaerob, H2S dari bercak warna hitam dan
bau yang ditimbulkan, serta cirri warna yang ditimbulkan oleh agar miring dan
agar dasar, merupakan syarat yang semuanya harus memenuhi untuk reaksi positif
pendugaan bakteri Salmonella sp pada TSIA dan LIA. Dan semua hasilnya
negatif.
Sesudah pengujian, semua alat, media dan sampel harus di sterilisasi
dengan menggunakan autoclave, sampel bakteri tidak boleh dibuang begitu saja
sebelum di autoclave, karena dapat membahayakan kesehatan lingkungan dan
manusia disekitarnya. Alat juga harus dicuci dengan bersih, agar tidak ada
kontaminan yang mengendap dan dapat mempengaruhi pada pengujian
selanjutnya.
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
Media
Slunt (Agar miring)
Bult (Agar dasar)
H2S
Gas
TSIAAlkaline (merah)
Asam (kuning) + -
LIAAlkaline (merah)
Alkaline (merah) + -
21
V KESIMPULAN
1. Faktor lingkungan adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam proses dan
hasil pengidentifikasian/pengujian mutu hasil perikanan, sehingga harus dijaga
sterilnya alat dan media yang dipakai, dan kebersihan dari analis.
2. Aktifitas bakteri yang ditimbulkan yaitu dapat berupa bau yang busuk, media
menjadi keruh dan terdapat gelembung udara dari aktifitas respirasi anaerob.
3. Bakteri Salmonella sp dapat menyebabkan penyakit Salmonellosis, yaitu satu
penyakit yang dapat dipindahkan melalui makanan, terutama makanan yang
mengalami kesalahan dalam penanganan. Keadaan ini akan memberikan
kesempatan pada mikroorganisme penyebab untuk tumbuh dan berpindah ke
manusia pada waktu memakannya.
4. Penyakit Salmonellosis dapat menyebabkan keracunan dan gangguan
pencernaan bila terinfeksi dari makanan yang dikonsumsi yang mengandung
bakteri Salmonella sp.
5. Proses pengidentifikasian dan penentuan baik bakteri Salmonella sp, harus
berdasarkan syarat ketentuan pada SNI 01-2332.2-2006 sebagai bahan acuan.
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)
22
DAFTAR PUSTAKA
Narumi HE, Zuhriansyah, Mustofa I. 2009. Deteksi Pencemaran Bakteri Salmonella sp Pada Udang Putih (Penaeus merguiensis) Segar Di Pasar Tradisional Kotamadya Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1 : hlm 87-91.
Integrated Taxonomic Information System. 2013 . Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN &sea rch_va lue=551682. Diakses pada tanggal 31 Juli 2013 pukul 03:11 WIB.
Isyanah F. 2012. Studi Tingkat Higiene Dan Cemaran Bakteri Salmonella sp Pada Pembuatan Dangke Susu Sapi Di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang [skripsi]. Makasar : Program Studi Teknologi Hasil Ternak Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. 27 hal.
Kharisma A, Manan A. 2012. Kelimpahan Bakteri Vibrio sp Pada Air Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sebagai Deteksi Dini Serangan Penyakit Vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No. 2 : hlm 129-134.
Pusat Penyuluhan Kementrian Kelautan Perikanan Indonesia. 2011. Budidaya Udang Vaname (Littopenaeus vannamei). www.pusluh.kkp.go.id/index.php /arsip/file/82/1-udangvaname.pdf/. Diakses pada tanggal 31 Juli 2013 pukul 03:00 WIB.
Rekasana A, Sulmartiwi L, Soedarno . 2013. Distribusi Penyakit Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) Pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Di Pantai Utara Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 1 : 6 hal.
Sutrisno E, Prabowo WT, Subyakto S. 2010. Produksi Calon Induk Udang Vanamei litopenaeus Dengan Sistem Resirkulasi Tertutup Pada Bak Raceway. Situbondo : Departemen Kelautan Dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Yustianti , Ibrahim MH, Ruslaini. 2013. Pertumbuhan dan Sintasan Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Melalui Substitusi Tepung Ikan dengan Tepung Usus Ayam. Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 1 No. 1 : hlm 93 103.
Laporan Kerja Praktek Oleh : Heriansyah Hidayat (Ilmu Kelautan,Universitas Sriwijaya – 2013)