Tentang Clifford GeertzMuhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom
Biografi
Lahir di San Francisco California 23 Agustus 1926
Lulusan Antioch College, Ohio tahun 1950
Lulusan Harvard University, tahun 1956
Tergabung dalam Institute of Advance Study, Lembaga penelitian yang
menaungi Albert Einstein
Sebagai profesor tamu di Oxford University
Sebagai profesor tamu di Princeton University, 1975-2000
Pensiun di tahun 2000
Keilmuan Geertz
Ia seorang ahli Antropologi Budaya
Untuk meraih gelar Doktor di Harvard ia melakukan riset di Mojokunto,
tentang masyarakat Multi agama dan multi ras
Kajiannya tentang hampir semua aspek kehidupan namun penekanannya
pada antropologi dan ilmu sosial (masyarakat, politik, dan agama).
Karena kajiannya tentang Indonesia, ia menjadi ilmuwan yang sangat
dihormati di ranah Ilmu Sosial di Indonesia
Geertz meninggal tahun 2006 di Pensylvania
Guru yang langsung mempengaruhi Geertz adalah Talcot Parson di
Harvard
Sebagaimana Geertz, kerja ilmu Antropologi menurut Parson haruslah
sangat mendalam dan intens dalam penelitiannya di satu komunitas
tertentu
Parson sangat terpengaruh oleh pemikiran ilmuwan Jerman yaitu Max
Weber, khususnya tentang masyarakat dan agama, dan tercermin dalam
kajian Geertz
Geertz percaya bahwa manusia berada dalam jejaring makna yang
berbentuk budaya
Untuk memahaminya harus didapatkan motivasi dasar yang itu tidak
mampu hanya diteliti lewat positivistik
Pemikiran tersebut adalah serapan dari pemikiran Max Weber
Inovasi Pemikiran Geertz
Tidak seperti pendahulunya bahwa kajian Antropologi dilakukan dengan
suku terasing, Geertz lebih memilih melakukan studi pada percampuran
budaya yang terjadi dalam sebuah komunitas
Abangan, Santri, dan Priyayi
Mojokunto adalah tempat (nama fiktif) yang dijadikan tempat penelitian
Geertz
Pemilihan Mojokunto menurut Makarim karena Indonesia adalah negara
dengan konstitusi modern yang memungkinkan berbagai perbedaan
kebudayaan mampu diwadahi (1950)
Penduduk Mojokunto juga melek huruf dan berperan politik aktif
Penduduk Mojokunto memiliki tiga substruktur
Abangan (desa), Santri (pasar), Priyayi (pemerintahan)
Mereka mempunyai masing-masing sistem kepercayaan dan nilai yang
berbeda
Robert Jay menjelaskan bahwa ketiga kelompok ini lahir dari pengaruh
Islam
Kaum pesisir yang menerima sepenuhnya menjadi santri, kemudian yang
menerima sebagian disebut abangan, dan yang tetap memegang
budaya local adalah priyayi
Agama tidak hanya mempersoalkan aspek religious, namun juga sangat
mempengaruhi politik dan kemasyarakatan
Agama bukan hanya menjadi faktor integrase masyarakat namun juga
merupakan faktor disintegrasi sekaligus
Orang Jawa memiliki keyakinan akan numerology, manusia terikat
terhadap aturan memiliki hitungan secara pasti, aturan ini sangat mengikat
sehingga agama Islam pun tidak bisa menghilangkan kepercayaan ini
Pemikiran Geertz Secara Umum
Manusia dan masyarakat terbentuk dengan simbol-simbol tertentu
Kritik Pemikiran Geertz
Santri dan abangan adalah klasifikasi kepercayaan
Priyayi dan wong cilik adalah klasifikasi status sosial
Terdapat kerancuan kategorisasi dalam sintesis Geertz
Terdapat kenyataan di lapangan bahwa sebagian priyayi adalah
abangan dan sebagian adalah priyayi yang santri