TINEA UNGUIUM
A. Definisi
Tinea unguium atau disebut juga onychomycosis adalah invasi lempengan
kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita.1
B. Epidemiologi
Secara epidemiologi lebih banyak ditemukan pada anak-anak atau orang
tua. 1% dari individu yang terkena berumur dibawah 18 tahun dan 50% berumur
lebih dari 70 tahun. Dari segi jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. 2
C. Etiologi
Penyebab terbanyak tinea unguium adalah Trichopyton rubrum dan
Trichopyton mentagrophytes yaitu sekitar 95%-97%. Pada abad kedua puluh,
Trichopyton rubrum mengakibatkan epidemis tinea unguium, tinea pedis, dan
jenis-jenis dermatophytoses epidermal di negara-negara industri. Penyebab lain
yang jauh lebih sedikit yaitu Epidermophyton floccosum, Trichopyton violaceum,
Trichopyton schoenleinii, dan Trichopyton verrucosum.2
D. Patogenesis
Patogenesis primer tinea unguium yaitu invasi terjadi di kuku sehat.
Kemungkinan invasi oleh jamur meningkat dengan adanya kelainan pembuluh
darah (yaitu, dengan bertambahnya usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri
perifer). Di negara-negara pasca trauma (patah tulang tungkai bawah), atau
gangguan persarafan (misalnya, cedera pleksus brachialis, trauma tulang
belakang). 2
Tinea unguium sekunder terjadi bila adanya infeksi pada kuku yang sudah
diubah, seperti psoriasis atau trauma kuku. Tinea unguim biasanya terjadi setelah
1
tinea pedis, keterlibatan kuku biasanya sekunder untuk tinea manum, tinea
corporis, atau tinea capitis.2
E. Gejala Klinis
Ada tiga bentuk gejala klinis dari tinea unguium : 3
1. Bentuk subungual distal
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar
ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisi kuku yang rapuh. Kalau proses
berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat
hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.3
2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikotika
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan
dipermukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.
Oleh kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes sebagai
penyebabnya.3
2
3. Bentuk subungual proksimal
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang
kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian
distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea
unguium mempunyai dermatofitosis di tempat lain yang sudah sembuh atau yang
belum. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan.3
F. Diagnosa
Untuk mendiagnosis tinea unguium selain dari gejala klinis juga dapat
menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan histopatologi. Oleh karena
onikomikosis bertanggung jawab besar pada distropi kuku, maka pemeriksaan
dengan laboratorium sangat membantu sebelum memberikan pengobatan anti
3
jamur. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH,
hisopatologi, dan kultur jamur.4
Pemeriksaan histopatologi dengan menggunakan Periodic Acid-Schiff
Stain (PAS) dapat menegakkan diagnosa 41%-93%. Ini lebih sensitif dibanding
dengan menggunakan ether KOH atau kultur jamur. Pada satu penelitian
menyatakan histopatologi 85% lebih sensitif, pencampuran KOH dan kombinasi
sentrifugal dengan PAS menunjukkan sensitivitas 57%. Kultur dengan
menggunakan sabouraud agar dengan chloramfenikol dan cycloheximed
(Mycosel) agar menunjukkan sensitivitas 32%. 4
G. Diagnosa Banding
1. Pustular psoriasis
Psoriasi dapat terjadi pada kuku yang memiliki gejala khas psoriasis yaitu
terdapat lubang psoriasis berbatas pada kuku jari yaitu besar,dalam, dan tidak
teratur terjadi pada matriks kuku proksimal. Onycholysis kuku merupakan
manifestasi paling umum dari psoriasis kuku dan dapat mempengaruhi kuku dan
kuku kaki. Dimana terdapat perbatasan eritematosa sepanjang daerah onycholytic
adalah diagnostic untuk psoriasis kuku.5
4
2. Lichen planus
Lichen planus dapat menghancurkan kuku karena itu penting untuk
mendiagnosa dan mengobati penyakit sesegera mungkin. Meskipun lichen planus
sering mempengaruhi kedua matriks kuku kecurigaan klinis harus terangsang oleh
tanda-tanda matriks kuku, terutama kuku menipis, terdapat kehancuran matriks
kuku dan muncul sebagai perpanjangan dari kulit lipatan kuku proksimal yang
melekat pada kuku.atrofi idiopatik dari kuku adalah berbagai langkah lichen
planus oleh kerusakan kuku akut dan progresif terkemuka untuk meredakan
atrofi.5
H. Penatalaksanaan
1. Debridemen.
Mengangkat jaringan kuku yang distropik, pasien seharusnya didebridemen
setiap satu minggu. Pada onikomikosis subungual distal, hiperkeratotik harus
diangkat. Pada onikomikosis superfisial putih, kuku diangkat dengan cara
dikuret.2
2. Terapi topikal.
Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer (cat kuku).
Amorolfine lacquer dilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12 bulan.
Sedangkan ciclopirox (penlac) nail lacquer adalah agen topikal (ciclopirox
80%) yang efektif digunakan selama 48 minggu.6
3. Terapi oral :
5
a. Terbinafine dengan dosis 250mg/hari selama 6-8 minggu.4
b. Itraconazol diberikan selama 12-16 minggu, dengan interval pemberian
setiap 1 bulan dengan dosis setiap tahap 2 x 200 mg/hari selama 1
minggu. 4
c. Fluconazole dengan dosis 150-300 mg perkali pemberian atau per minggu
selama 6-12 bulan. 4
DAFTAR PUSTAKA
6
Wiley Jhon, Sons. Mycologi. In: editor. Hay J.R, Ashbee R.H. Rook’s
Textbook of Dermatology. 8th ed. USA : Blackwell Publishing.
2010. p.36.34 – 36.35.
Wolff K, Johnson RA, Suurmond Dick. Tinea Unguium. In: Fitzpatrick’s Color
Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 9th ed. New York: McGraw-Hill
Companies. 2009.
Djuanda A,Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Mikosis. Dalam : editor. Budimulja
Unandar. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: 2007.p.93-99.
James D. William, Berger G. Timothy, Elston M. Dirk. Diseases Resulting from
Fungi and Yeasts. In: Andrews’ Disease of the Skin Clinical Dermatology.
10th ed. California : Elservier Saundres. p. 305-07.
Wolff K, Katz I. Stephen Goldsmith A. Lowell, Paller S. Amy Gilchrest A.
Barbara, Leffell J. David. Biologi Of Nails and Nail Disorders. In: editors:
Tosti A, Piraccini BM. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
7thed. New York: McGraw-Hill Companies. 2008. p.778-93.
Wolff K, Katz I. Stephen Goldsmith A. Lowell, Paller S. Amy Gilchrest A.
Barbara, Leffell J. David. Fungal Disease. In: editor: Verna S, Heffernan
MP. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.. 7th ed. New York:
McGraw-Hill Companies. 2008. p.1807-21.
7