0
LAPORAN PENELITIAN
Peran Ganda Beserta Tingkat Kelelahan Dosen Wanita di Daerah Istimewa Yogyakarta
Oleh :
WIJI NURASTUTI STTI RESPATI YOGYAKARTA
Dibiayai melalui DIPA Kopertis Wilayah V Nomor : 0169.0/023-04.0/XIV/2008 Tahun Anggaran 2008
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA WILAYAH V
YOGYAKARTA
1
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Peran Ganda dan Tingkat Kelelahan Dosen Wanita di Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Bidang Penelitian : Sosial ( Kemasyarakatan) 3. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : WIJI NURASTUTI,SE,MT. b. Jenis Kelamin : P c. NIP/NIDN : 440206002 d. Pangkat/Golongan : Penata Muda / IIIB e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli f. Perguruan Tinggi : STTI Respati Yogyakarta g. Program Studi : Komputerisasi Akuntansi h. Status Dosen : Dosen Tetap Yayasan (A), Dosen DPK (B)*
4. Pembimbing**)
a. Nama Lengkap (Gelar) : Wasit Ginting, M.Kom b. Jabatan Akademik : Asisten Ahli c. Unit Kerja / PT : STTI Respati Yogyakarta
5. Jumlah Tim Peneliti : Mandiri 7. Lokasi Penelitian : Sleman - Yogyakarta 8. Jumlah Biaya : Rp. 1.570.000,- (Satu Juta Lima Ratus Tujuh Puluh Ribu Rupiah)
Yogyakarta, 31 Agustus 2008 Dosen Pembimbing, Wasit Ginting, M.Kom NIK 440205001
Peneliti Wiji Nurastuti,SE,MT NIK 440206002
Mengetahui/ a.n. Koordinator Sekretaris Pelaksana Ir. H. Suprapto Tm.,M.Sc. NIP 130516869
Menyetujui : Pimpinan PT Dr. Drs. Ag. Soeharno,MM NIK. 420207003
2
SURAT KETERANGAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan dibawah ini :**) 1. Nama :
NIP/NIDN : Jabatan Fungsional :................................................. (.............AK) Bidang Ilmu : Unit Kerja / PT :
2. Nama : NIP/NIDN : Jabatan Fungsional : .................................................. (..........AK) Bidang Ilmu : Unit Kerja / PT :
Memberikan rekomendasi untuk Karya Ilmiah dengan judul :
a.n. Saudara tersebut dibawah ini :
Nama : NIP/NIDN : Jabatan Fungsional : ............................................................... (............AK) Bidang Ilmu : Unit Kerja / PT :
Isi rekomendasi Karya Ilmiah itu sebagai berikut : a. Mutu : Amat Baik / Baik / Cukup *) b. Softifikasi : Amat Baik / Baik / Cukup *) c. Kemutakhiran : Amat Baik / Baik / Cukup *) Demikian untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta,
Yang memberikan rekomendasi
(............................................) (.............................................)
NIP NIP
3
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat.
Pada tahun 1988 data memperlihatkan jumlah pekerja wanita di Indonesia berkisar
23.874.400. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 35.479.000 (35,37 %) pada
tahun 2003 ( BPS, 2003).
Bagi wanita Indonesia memasuki abad ke dua puluh satu atau era globalisasi
akan lebih merupakan suatu ancaman daripada suatu kesempatan untuk memperbaiki
kehidupan mereka, karena persaingan dan persyaratan yang ketat dalam memasuki
lapangan kerja akan menyebabkan tenaga kerja wanita tidak memiliki pilihan lain
kecuali menerima pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan upah yang rendah, meskipun
akan merendahkan martabat mereka sebagai wanita (Soetrisno,1998).
Jika pekerjaannya berat, bagaimanapun kecepatan jantung meningkat sampai
pekerjaan itu berhenti atau pelakunya dipaksa untuk berhenti karena kelelahan.
Menurut Weiskopf dan Buttler, rekreasi mempunyai kekuatan yang dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang mencakup tiga hal pokok, yaitu
intelektual (kognitif), psikomotorik (keterampilan fisik), serta sosial (afektif)
(Hartoto, 1995). Di samping nilainya yang esensial bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan hidup bagi seseorang, rekreasi juga di pandang sebagai alat untuk
pencegahan stress, meningkatkan keterampilan intelektual dan peningkatan kualitas
hidup (Entjang, 1986 dan Hartoto, 1995).
Pembangunan Gender (GDI) dan Pemberdayaan Gender (GEM) serta
Pembangunan Era Millenium (MDG) banyak menggunakan indikator perempuan
sebagai salah satu ukuran keberhasilan pembangunan. Di bidang ketenagakerjaan
menggunakan indikator angka pengangguran, proporsi yang bekerja di luar sektor
pertanian, pekerja trampil, ketimpangan upah perempuan dan laki-laki, serta
kontribusi pendapatan perempuan terhadap pendapatan rumah tangga digunakan
4
sebagai dasar indikator pembangunan. Dalam laporan International sejak tahun 1995
– 2004 posisi perempuan di Indonesia dilihat dari Pembangaunan Gender (GDI) dan
Pemberdayaan Gender (GEM) cenderung melemah dan bahkan semakin tertinggal di
kawasan Asia Tenggara, sebab di negara lain lebih cepat perkembangannya.
Pembahasan perubahan peluang kerja perempuan diawali dengan perubahan
angka fertilitas (TFR) yang dapat memberikan peluang bagi perempuan untuk masuk
dalam pasar kerja. Asumsinya adalah seperti yang dikatakan oleh Bongarts(1999)
ketika TFR masih tinggi partisipasi bagi perempuan (bukan untuk laki-laki) dalam
pasar kerja relatif rendah. Dan ketika angka fertilitas (TFR) menjadi semakin rendah
maka partisipasi tersebut semakin meningkat. Aspek mortalitas dan mobilitas tidak
dibahas dengan pertimbangan bahwa Indonesia telah terjadi perubahan yanbg
mendasar dari ’’health to survival resource development”. Artinya telah terjadi
peningkatan derajat kesehatan yang sangat besar di Negara Indonesia khususnya
Jawa-Bali (Kiki, 2003).
Tabel 1.1 Perkembangan Jenis Pekerjaan Wanita di beberapa Propinsi di
Indonesia tahun 1980-2003
Jenis Pekerjaan Profesional, Tehnisi, Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan
1980 1996 1999 2003 DKI Jakarta 9.1 34.7 34.9 36.1 Jawa Barat 3.2 38.2 36.0 36.9 Banten 3.2 38.2 36.0 37.1 Jawa Tengah 3.5 40.6 44.7 45.9 D.I Yogyakarta 3.9 40.2 46.7 47.9 Jawa Timur 2.1 38.4 45.9 46.1 Bali 3.4 33.9 35.5 37.4 Indonesia 3.3 33.7 36.2 39.9 Sumber BPS: Tahun 1980 -2004
Dari tabel diatas bisa dilihat perkembangan aktualisasi dari para wanita di
berbagai Propinsi di Indonesia, sejak tahun 1980 hingga tahun 2003.
Di sektor formal, peranan perempuan pekerja biasanya jauh lebih kecil.
5
Mayoritas perempuan pekerja sektor formal menduduki posisi yang kurang penting.
Hal ini memang sering dikaitkan dengan kemampuan perempuan yang lebih terbatas,
yang seringkali merupakan cerminan dari pendidikannya. Alasan lain yang sering
pula dikemukakan adalah perempuan hanya cocok bagi pekerjaan yang feminin atau
pekerjaan yang berkaitan dengan nalurinya dalam peran sebagai ibu rumah tangga
atau mitra pembantu laki-laki, misalnya guru, perawat, pelayan restoran, juru masak,
operator telepon, teller bank, dan sejenisnya (Barry, 1989 seperti dikutip oleh
Chrysanti Hasibuan-Sedyono dalam Gardiner, 1994:214).
Bekerja sebagai seorang Dosen sangat berarti bagi wanita itu sendiri, hal itu
dapat memberikan dampak yang positif seperti timbulnya harga diri, lebih mandiri
dan dapat menunjang kehidupannya. Di sisi lain, dampak negatif dari pekerjaan dapat
berupa penyakit yang timbul akibat melakukan pekerjaan, kecelakaan dan gangguan-
gangguan yang ditimbulkan oleh lingkungan kerjanya.
Pekerja perempuan dalam fungsi sebagai ibu ataupun sebagai sosok
perempuan yang tidak atau belum menikah, bekerja di luar rumah memerlukan energi
yang lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan dalam peran kodratinya saja.
Perempuan yang tidak atau belum menikah di dalam kehidupan dengan orangtuanya
ataupun hidup sendiri maupun hidup bersama keluarga lain membebani perempuan
tersebut dengan beragam persoalan. Persoalan yang dihadapi perempuan sebagai ibu
rumah tangga, mendidik, mengasuh anak, melayani suami serta pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga lainnya. (Molo, 1993 dan Setyawati, 1995).
Peran perempuan bagi pekerja perempuan tanpa disadari telah meningkatkan
tekanan fisik maupun mental. Peran perempuan dapat dikatakan memiliki konsep
dualisme cultural, yakni adanya konsep domestic sphere ( lingkungan
domestik ) dan public sphere (lingkungan publik ). Lingkungan publik adalah
lingkungan pekerjaan di luar rumah yang diakui secara formal di masyarakat seperi
kedudukan, prestise, kepuasan gaji, dan status sosial. Lingkungan domestik adalah
lingkungan yang tidak pernah lepas dari kodratnya sebagai perempuan yaitu ibu yang
6
melahirkan, menyusui, membimbing, mendidik, mengasuh anak dan mendapingi
suami. (Rahayu, dalam Arianta dan Azwar 1993). Dalam perannya sebagai istri,
tenaga kerja perempuan lebih banyak mengalami konflik-konflik perkawinan dalam
rumah tangganya (Susmayati, 1995).
Seorang pekerja wanita , dalam kasus ini adalah seorang Dosen wanita dapat
menjalankan peran yang berbeda-beda. Hal ini dapat mengakibatkan tuntutan yang
berbeda-beda pula dari masing-masing peran. Differensiasi dalam beberapa peran itu
dapat menumbuhkan kompetisi dalam menggunakan waktu, energi, perhatian dan
komitmen. Hal ini dapat menimbulkan konflik peran perempuan yang berkaitan
dengan stres dan kelelahan kerja akibat beban kerja yang berat.
Berdasarkan faktor-faktor di atas maka peneliti berkeinginan melakukan
penelitian tentang Peran Ganda Dan Tingkat Kelelahan Dosen Wanita Di Yogyakarta.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perbandingan klasifikasi tingkat kelelahan pada Dosen
Wanita dan Dosen Pria di Daerah Istimewa Yogyakarta ?
2. Apakah ada interaksi antara tingkat kelelahan Dosen wanita dengan
Dosen Pria ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan klasifikasi tingkat kelelahan
pada Dosen Wanita dan Dosen Pria?
2. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara tingkat kelelahan Dosen
wanita dengan jenis perusahaan?
7
Bab II
Tinjauan Pustaka
Banyak hal yang ditanyakan yang berhubungan dengan tingkat tipe kerja
kognitif yang berbeda mengikuti putaran circadian berbeda dan tingkat putaran-
putaran ini dipisahkan oleh variabel individu berbeda seperti pagi sampai sore hari,
gaya kognitif, dan jenis kelamin subjek. Mengenai hal ini Mackenberg dkk (1974)
melaporkan topik yang memerlukan latihan teratur lebih efektif dipelajari pada jam
pagi, sedangkan subjek yang memerlukan restrukturisasi atau pemikiran kompleks
lebih efektif dipelajari pada sore hari. Studi saat ini dilakukan untuk meneliti lebih
jauh tentang variabel yang mempengaruhi interaksi antara tipe pekerjaan dan
pelaksanaan pada hari kerja yang berbeda.
Selain itu efek jenis kelamin menghasilkan pekerjaan-pekerjaan analogi.
Subjek perempuan menunjukkan skor lebih tinggi dari laki-laki. Variabel jenis
kelamin dimasukkan karena hasil penemuan mengindikasikan bahwa skor perempuan
secara signifikan lebih tinggi dibanding laki-laki pada skala Studi Metodis ILP
(Watkins dan Hattie, 1981), dan laki-laki lebih diklasifikasikan ke dalam tipe pagi
daripada perempuan oleh kuesioner kerja saat pagi hari sampai sore hari (Horne dan
Otsberg, 1976). Secara umum diharapkan bahwa bekerja di pagi hari akan bekerja
lebih baik daripada yang bekerja di sore hari pada kondisi pagi hari dan tipe sore hari
akan bekerja lebih baik daripada pagi hari pada kondisi sore hari. Kinerja tersebut
dengan pekerjaan ringan akan lebih baik pada pagi hari daripada sore hari dan kinerja
untuk pekerjaan analogi akan lebih baik pada sore hari dibanding pagi hari.
Hubungan antara jenis kelamin, tipe circadian, dan hari kerja dalam pelaksanaan
kerja akan menjadi interaktif dan pelaksanaan kerja akan berhubungan dengan level
pemrosesan.
Faktor-faktor penyebab kelelahan digambarkan seperti pada Gambar 2.1 di
bawah ini :
8
Gambar 3.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran
(Recuperation) (Grandjean, 1991)
Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja
dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan
maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan
tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga
otot statis 15 – 20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan
berlangsung sepanjang hari. Menurut Astrand dan Rodahl (1977) kerja dapat
dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang
dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot. Lebih lanjut Suma’mur
(1982) dan Grandjean (1993), juga menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan
kerja berat (Strenous), kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan
dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi
Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental
Problem Fisik: tanggung jawab, kekhawatiran konflik
Lingkungan: iklim, penerangan, kebisingan, getaran dll
Kenyerian dan kondisi kesehatan
Nutrisi Circadian rhythm
Penyembuhan/ penyegaran
Tingkat Kelelahan
9
energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih
lama.
3.1 Penilaian beban kerja fisik
Menurut Astrand dan Rodahl (1977) dan Rodahl (1989) bahwa penilaian
beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode
penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu
dengan pengukuran energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan
oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang
diperlukan atau dikonsumsi. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen
lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan
diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak
langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja.
Lebih lanjut Christensen (1991) dan Grandjean (1993) menjelaskan bahwa
salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan
menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti
tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai
hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan.
Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat
estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi.
Katagori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme respirasi, suhu
tubuh dan denyut jantung menurut Christensen (1991) dapat dilihat pada Tabel 2. 1
berikut ini :
10
Tabel 3. 1
Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi,
Suhu Tubuh dan Denyut Jantung
Kategori
Beban Kerja
Konsumsi
Oksigen
(1/min)
Ventilasi
Paru (1/min)
Suhu Rektal
(oC)
Denyut
Jantung
(denyut/min)
Ringan 0,5 - 1,0 11 – 20 37,5 75 - 100
Sedang 1,0 – 1,5 20 – 31 37,5 – 38,0 100 - 125
Berat 1,5 – 2,0 31 – 43 38,0 – 38,5 125 - 150
Sangat
Berat
2,0 – 2,5 43 – 56 38,5 – 39,0 150 - 175
Sangat
berat sekali
2,5 – 4,0 60 – 100 >39 >175
Christensen (1991: 1699). Encyclopedia of Occupational Health & Safety.
Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat
digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan
aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang
bersangkutan. Di mana semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu
kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti
atau sebaliknya.
3.2 Penilaian beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja
Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk
menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro
Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat
manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan
metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja dengan persamaan berikut :
11
60×=anPenghitungWaktu
Denyut10Menit) i (Denyut/Denyut Nad (1)
Selain metode 10 denyut tersebut, dapat juga dilakukan penghitungan denyut
nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik. Penggunaan nadi kerja untuk menilai
berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan. Selain mudah, cepat,
sangkil, dan murah juga tidak diperlukan peralatan yang mahal serta hasilnya cukup
riliabel. Disamping itu tidak terlalu mengganggu proses kerja dan tidak menyakiti
orang yang diperiksa. Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang
diterima tubuh cukup tinggi. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan
perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika maupun
kimiawi (Kurniawan, 1995).
Grandjean (1993) juga menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak
cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya ditentukan
oleh jumlah kJ (kilo Joulle) yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot
yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas dari lingkungan
kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka
denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indek beban kerja.
Astrand dan Rodahl (1977); Rodahl (1989) menyatakan bahwa denyut nadi
mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu kerja.
Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan
merasakan pada arteri radialis di pergelangan tangan.
Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa
jenis yang didefinisikan oleh Grandjean (1993) :
a. Denyut nadi istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan
dimulai.
b. Denyut nadi kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja.
c. Nadi kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi
kerja.
12
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting didalam
peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang
potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh
Rodahl (1989) didefinisikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve
tersebut diekspresikan dalam persentase yang dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
100istirahatnadiDenyutmaksimumnadiDenyut
istirahatnadiDenyutkerjanadiDenyut% ×−
−=ReserveHR (2)
Lebih lanjut, Manuaba dan Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi
beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan
denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load) yang
dinyatakan dalam %CVL, dapat dihitung dengan rumus berikut.
istirahat nadiDenyut - maksimum nadiDenyut istirahat) nadiDenyut - kerja nadi(Denyut 100CVL% ×
= (3)
Denyut nadi maksimum untuk laki-laki dinyatakan dengan 220 dikurangi
umur dan untuk wanita dinyatakan dengan 200 dikurangi umur. Dari hasil
perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah
ditetapkan sebagai berikut :
<30% = Tidak terjadi kelelahan
30 s.d. <60% = Diperlukan perbaikan
60 s.d. <80% = Kerja dalam waktu singkat
80 s.d. <100% = Diperlukan tindakan segera
>100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara-cara tersebut diatas, Kilbon (1992) mengusulkan bahwa
cardiovasculair strain dapat diestimasi dengan menggunakan denyut nadi pemulihan
(heart rate recovery) atau dikenal dengan metode ’Brouha’. Keuntungan dari metode
ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena
pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan
(P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, kedua dan ketiga. P1, P2, P3
13
adalah rerata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika P1 – P2 ≥ 10, atau P1, P2 dan P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan
normal.
b. Jika rerata P1 yang tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja
tidak berlebihan (not excessive).
c. Jika P1 – P2 < 10 dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan.
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada
ketergantungan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran (individual
fitness) dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai,
maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain
tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel
bebas (tasks, organisasi dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban kerja
tambahan.
3.3 Beban kerja mental
Selain beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai.
Namun demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja
fisik. Pekerjaan yang yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal
tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang
ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal
secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan
dengan aktivitas fisik karena lebih melibatkan kerja otak (white-collar) dari pada
kerja otot (blue-collar). Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh
pekerja-pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai pengambil keputusan
dengan tanggung jawab yang lebih besar, pekerja di bidang tehnik informasi, pekerja
dengan menggunakan teknologi tinggi, pekerjaan dibidang tehnik informasi, pekerja
dengan menggunakan teknologi tinggi, pekerjaan dengan kesiapsiagaan tinggi,
pekerja yang bersifat monotomi dll. Menurut Grandjean (1993) setiap aktivitas
14
mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari
suatu informasi yang diterima oleh organ sensoris untuk diambil suatu keputusan atau
proses mengingat informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia
adalah kemampuan untuk memanggil kembali atau mengingat informasi yang
disimpan. Proses mengingat kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang
tua. Setiap kita tahu bahwa orang tua kebanyakan mengalami penurunan daya ingat.
Dengan demikian menurut Eberts (1985) penilaian beban kerja mental lebih
tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun konstansi
kerja seperti seperti tes “Bourdon Wiersma”. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih
memerlukan kesiapsiagaan tinggi (Vigilance) seperti petugas ‘air traffic controllers’
di Bandar udara adalah sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang
memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi maka akan
semakin berkurang tingkat kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai
Vigilance adalah tes ”waktu reaksi”. Dimana waktu reaksi sering digunakan sebagai
cara untuk menilai kemampuan dalam melakukan tugas-tugas yang berhubungan
dengan mental.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan / Materi Penelitian
Objek penelitian ini adalah masing-masing 30 Dosen Wanita dan 30 Dosen
Pria. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling yaitu sampel dipilih
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2004).
3.2 Alat Analisis Data
1. Data yang dibutuhkan
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dikemukakan, maka data
yang diperlukan untuk penelitian ini adalah data yang dapat dipercaya
kebenarannya, tepat pada waktunya dan memberikan gambaran tentang
permasalahan secara keseluruhan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
berupa :
a. Data primer : data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Metode
pengumpulan data yang digunakan :
1).Kuisioner (angket), merupakan teknik pengumpulan data melalui
formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan
orang, untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dari
informasi yang diperlukan peneliti. Kuisioner yang
berisikan tentang pertanyaan–pertanyaan yang mengarah
kepada tingkat kelelahan Dosen wanita
2).Wawancara : Metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara
peneliti dengan Dosen wanita mengenai obyek penelitian
guna meminta keterangan dan berlandaskan kepada tujuan
penelitian.
16
3).Observasi : Suatu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan
penelitian dan pengamatan secara langsung pada obyek
penelitian. Obyek dalam penelitian ini adalah Dosen
Wanita yang berdomisili di Daerah Istimewa.
b. Data sekunder : data tambahan untuk melengkapi data primer. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan (library research) yaitu
penelitian dengan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan
permasalahan yang ada. Literatur dapat berupa buku-buku, artikel, majalah,
internet dan lain-lain yang berhubungan dengan topik penelitian.
3.3 Alat pengambil data
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Stop watch merk casio buatan Jepang dengan ketelitian 0,01 detik
digunakan untuk menghitung denyut nadi.
b. Alat pemeriksa waktu reaksi (Reaction Timer)
c. Kamera
d. Kuesioner (angket) yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
secara tertulis pada responden.
3.4 Analisis data
a. Uji instrumen penelitian
Validitas mengacu pada ketepatan, keberartian dan kegunaan kesimpulan
spesifik yang diperoleh dari pengukuran. Alat ukur dinyatakan valid bila alat ukur
tersebut mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur.
Cara seleksi butir yang sering dilakukan dalan berbagai bentuk
pengukuran adalah dengan menguji nilai butir dengan nilai total. Prosedur ini disebut
dengan menggunakan kriteria internal sering pula diketahui sebagai validitas dengan
pendekatan internal consistency, sebagai kriterianya dapat digunakan nilai total
komponen tes (sub tes) atau nilai total.
17
Validitas kuesioner diukur dengan menggunakan validitas butir yaitu
dengan mencari korelasi nilai butir dengan nilai total. Uji validitas alat ukur dalam
penelitian ini menggunakan program komputer SPSS 11.5, program Uji Kesahihan
Butir (Sugiyono, 2005).
b. Uji reliabilitas kuisioner
Reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti kepercayaan,
keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan dan sebagainya. Namun, pada
prinsipnya suatu alat dikatakan reliabel apabila alat tersebut mampu menunjukkan
sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan
kembali pengukuran pada subyek yang sama, selama aspek yang diukur dalam diri
subyek berubah sehingga hasil pengukurannya dapat dipercaya, reliabilitas mengacu
pada tingkatan sejauh mana nilai yang diperoleh dari pengukuran bebas dari
kesalahan pengukuran.
Pengujian reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis α (alpha) koefisien. Uji reliabilitas menggunakan program komputer SPSS
11.5, program Uji Keterandalan Butir.
c. Analisis variansi dua arah
Analisis variansi (anova) merupakan perluasan dari uji rata–rata dua
populasi. Anova 1 arah (one way anova) menguji kesamaan k rata–rata populasi,
dimana k > 2, secara bersamaan. Analisis variansi dapat diperluas dengan melibatkan
dua atau lebih faktor (variabel) pada respons numerik yang disebut analisis variansi 2
arah. Untuk setiap variabelnya terdapat sejumlah kategori atau tingkat perlakuan.
Dalam anova 2 arah selain dapat menguji kesamaan dari k rata–rata populasi juga
dapat menguji adanya interaksi antara k populasi dalam pengujian tersebut. Analisis
variansi 2 arah dalam penelitian ini menggunakan program komputer SPSS 11.5
program Simple Factorial.
18
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS
Dalam suatu instrument penelitian, ada 3 syarat penting yang harus dipenuhi :
1) Reliabilitas / kehandalan, yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui
konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrument apabila
instrument tersebut diguankan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau
responden.
2) Validitas /kesahihan, yaitu kemampuan suatu instrument penelitian untuk
mengukur apa yang akan diukurnya.
3) Presisi / ketelitian
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of
Items
.813 40
Pada output Reliability Statistics terlihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha
adalah 0,813 dengan jumlah pertanyaan 40 item. Suatu variable dikatakan
reliable jika memberi nilai Cronbach’s Alpha > 0,6. Karena nilai Cronbach’s
Alpha di atas 0,813 > 0,6 maka kuisioner tersebut dapat dikatakan reliable.
Karena kuesioner sudah dikatakan reliable, maka kuesioner layak untuk
disebarkan. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner sudah konsisten dan baik.
Pada output Item-Total Statistics lihat kolom Corrected Item-Total
Correlation. Nilai r table untuk uji satu sisi pada taraf kepercayaan 95% atau
19
signifikasi 5% dan derajat bebas = 60-2 (diambil nilai derajat bebas = ∞) yaitu
sebesar 0,165. JIka nilai r pada Corrected Item-Total Correlation < r tabel,
maka variable tersebut dikatakan tidak valid. Dari table di atas, ada dua nilai r
< r table, jadi tidak semua variable adalah valid. Dari sini karena jumlah
variable yang tidak valid hanyalah kecil yakni dua dibandingkan dengan
jumlah kesemuanya yakni 60, maka tidak diperrlukan adanya perbaikan
kuesioner. Namun apabila peneliti ingin memperbaiki kuesioner tersebut juga
tidak masalah.
4.2 Analisis Data Responden
Gambar 4.1
Grafik Frekuensi Umur Responden
wanita
laki-lakijk
52.00
50.00
49.00
48.00
46.00
45.00
42.00
41.00
40.00
39.00
38.00
37.00
35.00
34.00
33.00
32.00
31.00
30.00
29.00
28.00
27.00
26.00
25.00
24.00
23.00
umur
5
4
3
2
1
0
Cou
nt
5
4
3
2
1
0
Cou
nt
20
Gambar 4.2
Grafik Frekuensi Umur Responden
KawinBelum
wanita
laki-lakijk
2.001.00
status2.001.00
status
30
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
30
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
Tabel 4.1
Grafik Frekuensi Status Responden
status belum kawin jumlah
status laki-laki 10 20 30 wanita 4 26 30
jumlah 14 46 60
21
Gambar 4.3
Grafik Frekuensi Profesi Responden
WiraswastaMahasiswa PascaDosen PTSDosen PTN
wanita
laki-lakijk
3.002.001.00.00
profesi3.002.001.00.00
profesi3.002.001.00.00
profesi3.002.001.00.00
profesi
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
Dari gambar 4.3 di atas menunjukkan ada 4(empat) pengelompokan profesi dalam
kuisioner. Hal tersebuat dibuat untuk lebih memperjelas kondisi responden. Namun
empat profesi tersebut semuanya adalah profesi Dosen. Mahasiswa pasca maksudnya
adalah Dosen yang masih berstatus sebagai mahasiswa, sedangkan wiraswasta adalah
Dosen yang berwiraswasta. Jadi semua responden pada intinya adalah seseeorang
yang mempunyai profesi Dosen.
22
Tabel 4.2
Frekuensi Pekerjaan Dosen
pekerjaan
mahasiswa pasca
dosen PTN
dosen PTS wiraswasta jumlah
status laki-laki 4 2 22 2 30 wanita 7 7 13 3 30
jumlah 11 9 35 5 60
4.3 Cara Ukur dan Penilaian Variabel Penelitian
4.3.1 Tingkat kelelahan berdasarkan hasil kuisioner
Data yang akan dianalisis merupakan hasil jawaban dari semua responden
atau kuesioner yang telah mereka terima. Penilain kuesioner yang diberikan pada
variabel bergerak dari angka 0 hingga 4. Semakin tinggi penilaian yang diberikan,
maka penerapan variabel yang dipersepsikan oleh responden akan semakin kuat.
Untuk mengetahui tingkat skor atau tinggi rendahnya skor penilaian dari masing-
masing variabel maka perlu ditentukan nilai intervalnya.
Cara ukur dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang berisikan tentang
tingkat kelelahan responden. Penilaian berdasarkan bobot jawaban pada kuesioner.
Kategori penilaian tingkat kelelahan: ringan, sedang, dan berat. Diketahui jumlah
kategori : 3
Diketahui interval sebagai berikut :
∑∑ ∑=
kategoriminimalskor-maksimalskor
Interval
∑ skor maksimal = 40
23
∑ skor minimal = 0
Interval = 33.133
040=
− ≈ 13
Jadi tingkat kelelahan responden berdasarkan hasil kuesioner adalah :
Ringan bila jumlah skor < 13
Sedang bila jumlah skor 14-26
Berat bila jumlah skor >26
4.3.2 Tingkat kelelahan pekerja respponden berdasarkan hasil reaction timer
Diketahui jumlah kategori : 3
Diketahui interval sebagai berikut :
∑∑ ∑=
kategoriminimalskor-maksimalskor
Interval
∑ skor maksimal = 1512.5
∑ skor minimal = 437.0833
Interval = 472.3583437.0833-1512.5
=
Jadi tingkat kelelahan berdasarkan hasil reaction timer adalah :
Ringan bila jumlah skor < 358.472
Sedang bila jumlah skor 358.472-716.944
Berat bila jumlah skor > 716.944
24
4.3.3 Tingkat kelelahan responden berdasarkan denyut nadi
istirahat nadiDenyut - maksimum nadiDenyut istirahat) nadiDenyut - kerja nadi(Denyut 100CVL% ×
=
Dimana denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-
umur) untuk wanita. Dari hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan
dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :
<30% = Tidak terjadi kelelahan
30 s.d. <60% = Diperlukan perbaikan
60 s.d. <80% = Kerja dalam waktu singkat
80 s.d. <100% = Diperlukan tindakan segera
>100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas
25
4.4 Perbandingan Tingkat Kelelahan Dosen Wanita dan Dosen Pria di DIY
a) Berdasar Kuesioner
Klasifikasi menurut jenis kelamin terlihat dari diagram berikut :
sedangringan
kuesioner_
wanitalaki-laki
jk
60
50
40
30
20
10
0
Cum
ulat
ive
Freq
uenc
y
60
50
40
30
20
10
0
Cum
ulat
ive
Freq
uenc
y
tingkat kelelahan ringan sedang jumlah
status laki-laki 9 (15 %) 21 (35%) 30 wanita 5 (8.33 %) 25 (41.67%) 30
jumlah 14 46 60
Dari 30 responden wanita terdapat 5 orang yang mengalami tingkat
kelelahan ringan dan 25 orang yang mengalami tingkat kelelahan
sedang.
Dari 30 responden laki-laki terdapat 9 orang yang mengalami
tingkat kelelahan ringan dan 21 orang yang mengalami tingkat kelelahan
sedang.
26
Chi-Square Tests
1.491b 1 .222.839 1 .360
1.507 1 .220.360 .180
1.466 1 .226
60
Pearson Chi-SquareContinuity Correction a
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
b.
Dari statistic pearson chi-square, diketahui nilai sig : 0.222 > alpha
: 0.05 berarti Ho tidak ditolak sehingga tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan tingkat kelelahan. Berarti berdasarkan data kuesioner
yang telah diisi oleh para responden, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi adanya perbedaan
tingkat kelelahan.
b) Berdasar Reactimer
Klasifikasi menurut jenis kelamin terlihat dari diagram berikut :
beratsedang
kode
wanitalaki-laki
jk
30
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
30
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
27
tingkat kelelahan sedang berat jumlah
status laki-laki 12 (20%) 18 (30%) 30 wanita 1 (1.67%) 29 (48.33%) 30
jumlah 13 47 60
Dari 30 responden wanita terdapat 1 orang yang mengalami tingkat
kelelahan ringan dan 29 orang yang mengalami tingkat kelelahan berat.
Dari 30 responden laki-laki terdapat 12 orang yang mengalami tingkat
kelelahan sedang dan 18 orang yang mengalami tingkat kelelahan berat. Chi-Square Tests
11.882b 1 .0019.820 1 .002
13.569 1 .000.001 .001
11.684 1 .001
60
Pearson Chi-SquareContinuity Correction a
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.
b.
Dari statistic pearson chi-square, diketahui nilai sig : 0.001 < alpha :
0.05 berarti Ho ditolak sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan
tingkat kelelahan.
Berdasarkan reaction timer, dapat disimpulkan bahwa perbedaan
jenis kelamin mempengaruhi adanya perbedaan tingkat kelelaha.
Artinya jenis kelamin responden berpengaruh terhadap perbedaan
tingkat kelelahan yang dirasakan.
28
c) Berdasar Denyut Nadi
Klasifikasi menurut jenis kelamin terlihat dari diagram berikut : diperlukan perbaikan
tidak terjadi kelelahantingkat_kelelahan
wanitalaki-laki
jk
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
25
20
15
10
5
0
Cou
nt
tingkat kelelahan sedang berat jumlah
status laki-laki 14 (23.33%) 16 (26.67%) 30 wanita 22 (36.67%) 8 (13.33%) 30
jumlah 36 24 60
Dari 30 responden wanita terdapat 22 orang tidak terjadi kelelahan
dan 8 orang yang diperlukan perbaikan.
Dari 30 responden laki-laki terdapat 14 orang tidak terjadi kelelahan
sedang dan 18 orang yang diperlukan perbaikan.
29
Chi-Square Tests
4.444b 1 .0353.403 1 .0654.511 1 .034
.064 .032
4.370 1 .037
60
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.00.
b.
Dari statistic pearson chi-square, diketahui nilai sig : 0.035 < alpha :
0.05 berarti Ho ditolak sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan
tingkat kelelahan. Berdasarkan perhitungan denyut nadi, dapat disimpulkan
bahwa perbedaan jenis kelamin mempengaruhi adanya perbedaan tingkat
kelelahan. Artinya jenis kelamin responden berpengaruh terhadap
perbedaan tingkat kelelahan yang dirasakan.
Risk Estimate
3.143 1.066 9.267
1.571 1.013 2.438
.500 .253 .988
60
Odds Ratio for jenis_kelamin (wanita / laki-laki)For cohort tingkat_kelelahan = tidak terjadikelelahanFor cohort tingkat_kelelahan = diperlukanperbaikanN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Nilai Odds Ratio = 3.143, itu artinya dosen wanita mempunyai
resiko 3 x lebih besar terkena kelelahan(diperlukan perbaikan) daripada
dosen lelaki
30
4.5 Apakah ada interaksi pada tingkat kelelahan Dosen wanita dengan
Dosen Pria antara jenis kelamin dan jenis perusahaan?
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: tingkat__kelelahan
75.568a 7 10.795 .482 .843 .06129303.510 1 29303.510 1308.489 .000 .962
.567 1 .567 .025 .874 .00026.066 3 8.689 .388 .762 .02230.223 3 10.074 .450 .718 .025
1164.536 52 22.39556849.672 60
1240.104 59
SourceCorrected ModelInterceptjkprofesijk * profesiErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Partial EtaSquared
R Squared = .061 (Adjusted R Squared = -.065)a.
Nilai sig : 0.718 > alpha : 0.05 berarti Ho ditolak Ada interaksi antara
jenis kelamin dengan profesi dosen. Ini berarti dalam penentuan besarnya
tingkat kelelahan ada interaksi antara jenis kelamin dengan profesi dosen.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisa yang telah dilakukan, maka penulis memberikan kesimpulan :
a. Berdasar Kuesioner
Dari 30 responden wanita terdapat 5 orang yang mengalami tingkat
kelelahan ringan dan 25 orang yang mengalami tingkat kelelahan sedang.
Dari 30 responden laki-laki terdapat 9 orang yang mengalami tingkat
kelelahan ringan dan 21 orang yang mengalami tingkat kelelahan sedang.
Dari statistic pearson chi-square, diketahui nilai sig : 0.222 > alpha :
0.05 berarti Ho tidak ditolak sehingga tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan tingkat kelelahan. Berarti berdasarkan data kuesioner yang
telah diisi oleh para responden, dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis
kelamin tidak mempengaruhi adanya perbedaan tingkat kelelahan.
b. Berdasar Reactimer
Dari 30 responden wanita terdapat 1 orang yang mengalami tingkat
kelelahan ringan dan 29 orang yang mengalami tingkat kelelahan berat.
Dari 30 responden laki-laki terdapat 12 orang yang mengalami tingkat
kelelahan sedang dan 18 orang yang mengalami tingkat kelelahan berat.
Dari statistic pearson chi-square, diketahui nilai sig : 0.001 < alpha :
0.05 berarti Ho ditolak sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan
tingkat kelelahan.
Berdasarkan reaction timer, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan jenis kelamin mempengaruhi adanya perbedaan tingkat
kelelahan. Artinya jenis kelamin responden berpengaruh terhadap
perbedaan tingkat kelelahan yang dirasakan.
32
c. Berdasar Denyut Nadi
Dari 30 responden wanita terdapat 22 orang tidak terjadi kelelahan dan
8 orang yang diperlukan perbaikan.
Dari 30 responden laki-laki terdapat 14 orang tidak terjadi kelelahan
sedang dan 18 orang yang diperlukan perbaikan.
Dari statistic pearson chi-square, diketahui nilai sig : 0.035 < alpha :
0.05 berarti Ho ditolak sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan
tingkat kelelahan. Berdasarkan perhitungan denyut nadi, dapat disimpulkan
bahwa perbedaan jenis kelamin mempengaruhi adanya perbedaan tingkat
kelelahan. Artinya jenis kelamin responden berpengaruh terhadap
perbedaan tingkat kelelahan yang dirasakan.
Nilai Odds Ratio = 3.143, itu artinya dosen wanita mempunyai resiko
3 x lebih besar terkena kelelahan(diperlukan perbaikan) daripada dosen lelaki.
Ada interaksi pada tingkat kelelahan Dosen wanita dengan
Dosen Pria antara jenis kelamin dan jenis perusahaan
Nilai sig : 0.718 > alpha : 0.05 berarti Ho ditolak Ada interaksi antara jenis
kelamin dengan profesi dosen. Ini berarti dalam penentuan besarnya tingkat
kelelahan ada interaksi antara jenis kelamin dengan profesi dosen.
5.2 Saran
Tingkat kelelahan Dosen wanita dan Dosen Pria kemungkinan disebabkan
oleh aktivitas kerja fisik, kerja statis, lingkungan kerja, psikologis. Sebaiknya
instansi atau yayasan pengelola pendidikan atau Dinas terkait menyesuaikan
kapasitas kerja fisik dan mental, kerja yang lebih dinamis dan lebih bervariasi,
mengadakan reorganisasi kerja dan mendesain ulang lingkungan kerja agar lebih
nyaman. Khususnya pemberian penghargaan dan motivasi terhadap kinerja
Dosen.
Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menyempurnakan penelitian yang
sudah ada, dengan menggunakan metode analisis yang berbeda dan berfokus pada
side effect dari penelitian ini.
33
DAFTAR PUSTAKA
Arinanta, L. I. dan Azwar, S. 1993. Peran Jenis Androgini dan konflik Peran Ganda pada Ibu Bekerja. Jurnal Psikologi No. 2, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Anonim. 1994. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan
Bidang Perlindungan Tenaga Kerja. Depnaker RI, Jakarta. BPS. 1982. Survai Angkatan kerja Nasional 1980. Jakarta
BPS. BAPPENAS dan UNDIP. 2001. National Human Development Report: Toward A New Consesus. Jakarta
_________________. 2004. National Human Development Report: The Economic of Democracy. Jakarta
BPS. Sakernas Tahun 2003. http://www.nakertrans.go.id/pusdatinnaker/BPS/AK/AK%20Umur Jekel%202003.ht.
De Greef, Marla & Van Den Brooek, Carla. 2004. Working paper. Quality of The
Working Environment and Productivity. Research Findings and Cases Study. European Agency For Society and Health at Work. Belgium
De long,J.Bradford. 1988. Have Productivity Levels Converged?: Productivity
growth, convergenced and walfare in the very long run. Depkes RI. 2005. Kesehatan bagi Pekerja Wanita.
http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=155&itemed=3.
Harsiwi MA.Th & Widiyastuti, S.M. 2001. Produktivitas Kerja Dan Kesempatan Aktualisasi Diri Dosen Wanita Pada Perguruan Tinggi Swasta Di Kopertis Wilayah V. Yogyakarta
ICS mobile enterprise solutions. 2004. Equential - Improving Productivity and
Profit performance in Construction & Field services. Jacksonville Gunawan, A. 2005. Analisa faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas
Kerja Pegawai Biro Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan. Eberts, R. E. dan Eberts C. G. 1985. Trends in Ergonomics / Human Factor II.
Elsevier Science Publishers b. v, Netherlands. Grandjean. 1995. Fitting The Task To The Man (4th Edition). A Text Book
Occupational Ergonomics, London, New York, Philadelphia.
34
Kurniawan, D. 2000. Pengaruh Gizi dan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita terhadap Peningkatan Produktivitas. Pusat Hiperkes, Majalah Hiperkes dan Kesehatan Keselamatan, Vol. XXXIII, Jakarta.
Molo, M. P. 1993. Hubungan Sumber Daya dan Pengambilan Keputusan Suatu
Kasus di Pedesaan Jawa. Makalah untuk Seminar PPK-Universitas Gadjah Mada, 19 Agustus 1993.
Purnomo, H. 2007. Tingkat Kelelahan Pekerja Wanita ( Studi Kasus Perusahaan Garment dan Non - Garment. Tesis UGM tidak dipublikasikan. Yogyakarta
Rini, F, Jacinta., 2005, Wanita Bekerja, http://www.e-psikologi.com/keluarga/280502.htm.
Setyawati, L. 1994. Kelelahan Kerja Kronis, Kajian Terhadap Kelelahan Kerja,
Penyusunan Alat Ukur, Serta Hubungannya Dengan Waktu reaksi dan Produktivitas Kerja. Disertasi, Program Pascasarjana, 1994.
Soetrisno, L. 1998. Kebijakan Publik Dalam Pemberdayaan dan Peningkatan
Martabat Kaum Perempuan : Status dan Peran Lembaga Sosial dan Pemerintah. Makalah Seminar Sehari 25 Tahun Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 20 April 1998.
Susmayanti, T. 1995. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebahagian Perkawinan Pada Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja. Media Gizi & Keluarga 1995, XIX, (1) : (9-17).
Supenti, T. 2005. Rendahnya Posisi Perempuan di Pasar Kerja.
http:www.nakertrans.go.id/warta-naker/edisi-8/data-posisi-perempuan.php.
Sasongko, N. Learning and Growth – Balance ScoreCard. Universitas Jendral Ahmad Yani.
35
Lampiran – Lampiran
1. Jadwal Pelaksanaan
No Kegiatan Penelitian
2008
Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A Persiapan
1. Pertemuan tim
2. Instrumentasi
3. Penentuan lokasi
4. Pengurusan ijin
5. Observasi/survey
6. Menentukan pengambilan
data
B Pelaksanaan
1. Sebar Kuisioner
2. Uji Validitas & Realibilitas
3. Wawancara Awal
4. Penggunaan Reaction Timer
5. Penggunaan Stop watch
6. Wawancara Ulang
C Penyusunan Laporan
1. Olah data
2. Diskusi dan pembahasan
3. Pelaporan
4. Penggandaan dan penjilidan
36
2. Personalia Penelitian
1. Ketua Peneliti
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
N a m a
Jenis kelamin
N.I.K.
Disiplin Ilmu
Pangkat/Golongan
Jabatan funsional
Fakultas/Jurusan
Waktu penelitian
:
:
:
:
:
:
:
:
Wiji Nurastuti,SE,MT
P
440206002
Teknologi Informasi
Penata Muda / IIIB
-
Komputerisasi Akuntansi
20 minggu
2. Laboran/Teknisi : Triyana, S.Kom
3. Tenaga Administrasi : Fitri Yuli Astuti, A.Md
3. Biaya Penelitian
Biaya penelitian yang dikeluarkan sebesar Rp.
No. Uraian Jumlah (Rp.)
1 Studi pustaka 200.000,-
2 Persiapan 200.000,-
3 Bahan dan peralatan:
Kertas HVS
Tinta printer
Alat tulis
Dokumentasi
Peta daerah Istimewa Yogyakarta
80.000,-
75.000,-
75.000,-
150.000,-
45.000,-
4 Transportasi dan akomodasi 20 hari x Rp. 10.000 200.000,-
5 Pengambilan dan pengumpulan data 150.000,-
6 Pengolahan dan analisis data 100.000,-
7 Penyusunan laporan 75.000,-
8 Penggandaan dan penjilidan 100.000,-
9 Lain-lain 120.000,-
Total 1.570.000,-
37
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BIODATA
Nama
Jenis Kelamin
Tempat dan Tanggal Lahir
Kewarganegaraan
Alamat
: Wiji Nurastuti, SE,MT
: Perempuan
: Sukoharjo, 20 Juni 1978
: Indonesia
: Jl. Selokan Mataram, Pogung Dalangan SIA XVI
No.16 Sleman – Yogyakarta telp (0274) 7450720
Handphone : 0818 0268 0255
Email : [email protected]
PENDIDIKAN
Pendidikan Formal
2003 – 2005 : Magister Teknologi Informasi – UGM Yogyakarta
1996 – 2001 : Fakultas Ekonomi - Universitas Muhammadiyah
Surakarta
1993 – 1996 : Sekolah Menengah Ekonomi Atas ( SMEAN I ) Surakarta
1990 - 1993 : Sekolah Menengah Tingkat Pertama ( SMPN 6 Surakarta )
1986 – 1990 : Sekolah Dasar Negeri ( SDN Pranan 01 ) Sukoharjo
38
PELATIHAN DAN SEMINAR
Tahun 2002 : Sertifikasi dan seminar Ikatan Konsultan Indonesia di
INKINDO KALTIM sebagai panitia dan peserta.
Tahun 2005 : Seminar Analisis Teknologi Internet Banking dan SMS
Banking sebagai pemateri
Tahun 2006 : Pelatihan teller dan mendeteksi uang palsu sebagai
pemateri bersama Staff Bank BCA dan Staff Bank BRI di
STTI Respati Yogyakarta.
Tahun 2007 : Seminar Web Service Design sebagai pemateri di Fakultas
Teknik Elektro UGM Yogyakarta.
Tahun 2007 : Pelatihan Kewirausahaan di Diknas Yogyakarta di STIE
YKPN
Tahun 2007 : Menerbitkan Buku Metodologi Penelitian - 2007
Tahun 2008 : Menerbitkan buku Teknologi Perbankan
Tahun 2008 : Pelatihan Kewirausahaan di STIE YKPN
Yogyakarta, 31 Agustus 2008
Yang Bersangkutan
Wiji Nurastuti,SE,MT
NIK : 440206002