Tinjauan Pustaka 2
ANESTESIA PADA GERIATRI
Oleh:
Bony Raya Napitupulu
Peserta PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif
Pembimbing
Dr. Sudarsono SpAn (KIC)
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
Jakarta 2007
1
I. Pendahuluan
Perkembangan kesehatan masyarakat, pendidikan, nutrisi, pelayanan sosial
telah meningkatkan angka harapan hidup (hampir sepertiga kasus pasien bedah
berusia lebih dari 65 tahun dengan hampir dari separuh pasien dirawat adalah usia
lanjut) dalam masyarakat industri. 1,2
WHO (1983) menetapkan kelompok usia lanjut adalah ≥ 65 tahun, dimana
usia lanjut tersebut masih dikelompokkan ke dalam kelompok: 1
Golongan geriatri muda (65-75 tahun)
Golongan geriatri (75-85 tahun)
Golongan geriatri tua (85-100 tahun)
Golongan centurion (>100 tahun)
Departemen Kesehatan RI mengelompokkan usia lanjut berdasarkan
undang-undang no. 4 tahun 1985 yaitu: 3
1. Usia lanjut dini, adalah kelompok dalam prasenium, yaitu kelompok yang
memasuki usia lanjut (55-64 tahun)
2. Usia lanjut, adalah kelompok dalam masa senium (65 tahun)
3. Usia lanjut dengan risiko tinggi, yaitu kelompok yang berusia di atas 70
tahun, atau kelompok usia lanjut yang menderita penyakit berat atau
cacat.
Adanya perubahan pada berbagai sistem organ tubuh berkaitan dengan
bertambahnya usia mengakibatkan perbedaan perlakuan tindakan anestesia pada
pasien geriatri. Hal ini berkaitan dengan proses penuaan yang menimbulkan
perubahan sistem organ yang mengakibatkan meningkatnya resiko anestesi
berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. 2
Risiko tindakan anestesia dan pembedahan pasien usia lanjut akan
meningkat karena adanya kelainan degeneratif, penyakit lain yang diderita,
pengobatan sendiri atau kebiasaan-kebiasaan yang menahun. Klasifikasi ASA pun
meningkat seiring dengan meningkatnya usia berkaitan dengan meningkatnya
komplikasi dan resiko yang dapat terjadi.
II. Mekanisme Penuaan 4
II.1. Definisi penuaan
Bicara mengenai proses penuaan meliputi apa yang disebut dengan:
a. usia kronologis
b. usia fisiologis/biologis
c. usia klinis
2
a. Usia kronologis
Usia kronologis banyak dipakai secara luas dan global dalam penentuan usia tua.
Berbagai provider asuransi kesehatan memakai usia kronologis untuk
mengelompokkan usia berkaitan dengan resiko kesehatan. Namun usia kronologis
tidak dapat mutlak dipakai sebagai patokan bahwa usia tua lebih tinggi resiko
kesehatannya daripada usia lebih muda. Sebagai contoh, usia 85 tahun dengan
kondisi fisik baik lebih rendah resiko tindakan anestesi dan bedah dibandingkan usia
65 tahun dengan kondisi kesehatan yang buruk.
b. Usia fisiologis/biologis
Usia ini menggambarkan perubahan sistem fisiologis berkaitan dengan peningkatan
usia selama hidup. Usia ini mengaitkan antara penurunan fungsi dan cadangan
sistem tubuh dalam mengatasi stress yang didapat. Dengan menurunnya cadangan
fisiologis pada pasien geriatri menyebabkan respon kompensasi terhadap stress
yang didapat tidak cukup sehingga menimbulkan dekompensasi sistem organ dan
penyakit.
c. Usia klinis
Usia klinis lebih konseptual dan berguna untuk para klinisi. Usia klinis
menggabungkan faktor intrinsik yang merupakan usia fisiologis dan faktor ekstrinsik
yang merupakan proses penyakit, yang keduanya menyebabkan terjadinya
penurunan cadangan fisiologis, penurunan kapasitas fungsional dan gangguan
hemastasis pada geriatri.
II.2. Teori penuaan
Walaupun teori penuaan yang ada tidak dapat menjelaskan semua aspek penuaan,
berkaitan dengan aplikasi praktis klinis untuk strategi intervensi pasien geriatri, teori-
teori yang ada dapat dikelompokkan ke dalam teori:
a. teori evolusioner
b. teori fisiologis
a. Teori evolusioner
Dapat didefinisikan sebagai suatu proses bertahap yang ditandai dengan
penurunan kapasitas fungsi tubuh dan adanya peningkatan resiko morbiditas dan
mortalitas seiring dengan waktu. Ada beberapa teori berkaitan dengan teori
evolusi:
3
Teori Disposable soma
Didasarkan atas dua konsep utama:
- pemeliharaan homeostasis dibutuhkan organisme untuk bertahan
seiring dengan waktu terhadap adanya proses wear and tear, penyakit
dan lingkungan yang buruk.
- Siklus natural
Teori kematian terprogram
- penuaan dapat dipandang sebagai proses adaptif atau non adaptif.
- Penuaan merupakan mekanisme spesifik yang didesain oleh siklus
alam.
b. Teori fisiologis
Mekanisme yang mengontrol proses penuaan sampai saat ini belum diketahui
pasti. Penuaan berkaitan dengan menurunnya fungsi organ suatu akumulasi non
spesifik yang tidak dapat dihindari, suatu fenomena degeneratif seiring dengan
bertambahnya usia dimana meningkat pula radikal-radikal bebas yang dapat
mengganggu fungsi sel. Kemampuan tubuh membuang produk radikal bebas
pun menurun seiring dengan bertambahnya usia.
III. Penuaan dan fungsi organ 5
Jaringan dan organ mengalami perubahan fungsi secara non linier dan
kompleks yang tampak nyata pada puncak maturasi somatik (dekade keempat
kehidupan). Kehilangan elastisitas jaringan pun juga terjadi di mana-mana berkaitan
dengan penuaan.
Saat fungsi organ mulai menurun, dapat dikatakan sebagai tua secara
fisiologis. Perubahan fungsi organ seiring dengan proses penuaan bervariasi pada
setiap individu walaupun individu tersebut dalam keadaan sehat. Perubahan
signifikan ini dipengaruhi tingkat aktivitas, kebiasaan, pola makan, dan latar belakang
genetik.
Fungsi cadangan sistem organ mencerminkan batas keamanan kapasitas
organ yang tersedia untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang meningkat
(meningkatnya cardiac output, ekskresi CO2, sintesa protein) yang disebabkan oleh
trauma, penyakit, pembedahan, dan masa penyembuhan.
Suatu hal yang beralasan mengasumsi bahwa cadangan fungsional sistem
organ secara progresif dan signifikan menurun pada geriatri. Makin rentannya orang
tua terhadap stress dan penyakit yang mengakibatkan suatu sistem organ
dekompensasi merupakan karakteristik tegas dari proses fisiologis penuaan.
4
Karenanya tes yang dapat dilakukan pada geriatri sebelum melakukan tindakan
pembiusan atau pembedahan seharusnya berkaitan langsung dengan keluhan dan
simptom dari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan dan
kemerosotan fisiologis homeostasis akibat proses penuaan.
III.1. Fungsi sistem saraf sentral dan perifer
Dalam proses penuaan, terjadi penurunan ukuran otak di mana terjadi akibat
penurunan atau kehilangan terus menerus substansi neuron fraksi kelabu otak di
mana yang berkurang terutama yang mensintesa neurotransmitter. 6,7
Penurunan volume substantia nigra kortikal dan thalamus menurun seiring
dengan usia. Sebagai perbandingan, vol substantia alba cerebrum, cerebelum, dan
pons tetap intak antara usia 20 – 90thn. Proses penuaan juga meningkatkan
cerebro-spinal fluid volume yang menimbulkan terjadinya hidrosefalus dengan
tekanan rendah non patologik.8
Penurunan neurotransmitter yang terjadi akibat proses penuaan terjadi pada
pasien dengan alzheimer, dementia, dan parkinson. Perubahan jumlah aktivitas
neurotransmitter yang terjadi pada keadaan tersebutmengakibatkan perubahan
sensitivitas pada obat-obatan anestesi.
Cerebral blood fluid dan konsumsi oksigen menurun pada orang tua. Aktivitas
metabolisme otak juga menurun yang mungkin sebagai akibat menurunnya aktivitas
sinaps dan neurotransmitter. Penurunan cadangan otak dimanifestasikan pada
penurunan aktivitas sehari-hari, peningkatan sensitivitas pada obat-obat anestesi,
dan peningkatan resiko perioperatif disfungsi kognitif.
Proses penuaan juga berakibat pada corda spinalis, yakni terjadinya
degenerasi dan menciutnya serabut saraf, hilangnya sel-sel terutama cornu ventralis,
columna dorsalis, bagian cervical medula spinalis. Canalis spinalis pun menyempit
seiring dengan bertambahnya usia. 5
III.1.1. Sistem saraf somatis 8
Studi morfologi menunjukkan proses penuaan mempengaruhi myelin serabut
saraf khususnya serabut saraf besar yang mengalami atrofi dan proses degeneratif.
Jumlah serabut saraf ber-myelin pun menurun sesuai dengan bertambahnya usia.
Selain itu, proses remyelinisasi serabut saraf pun ikut terganggu.
Proses penuaan menyebabkan perubahan fungsional dimana terjadi
penurunan kecepatan konduksi serabut saraf ber-myelin yang terjadi sejak usia di
atas 30 tahun. Penurunan kecepatan konduksi sekitar 0,2m/s tiap tahunnya. Namun
untuk serabut saraf yang tidak ber-myelin kecepatan konduksi tidak mengalami
5
perubahan. Hal ini dapat disebabkan jumlah akson dan sinaps saraf yang berkurang
seiring dengan meningkatnya usia.
III.1.2. Sistem saraf otonom
Perubahan sistem saraf otonom akibat proses penuaan tampak pada
terbatasnya kapasitas adaptasi dan respon terhadap stress yang diterima. Hal ini
berakibat pada menurunnya kemampuan respon otonom pasien geriatri terhadap
obat anestesi.
Sekresi adrenal adrenergik akibat stress berkurang seiring dengan proses
penuaan. Neuron-neuron simpato-adrenal mengalami penurunan jumlah sel dan juga
penurunan jumlah jaringan adrenal dan sekresi cortisol kira-kira 15% sejak usia 80
tahun. Proses penuaan juga menghasilkan beta-blokade endogeneous. Aktivitas
basal sistem parasimpatis juga berkurang. Selain itu, proses penuaan juga
mengakibatkan menurunnya sensitivitas barorefleks. Hal-hal inilah yang menjelaskan
meningkatnya insiden hipotensi saat dilakukan induksi anestesi pada pasien geriatri.
III.2. Fungsi sistem kardiovaskular 2,9
Perubahan patofisiologi kardiovaskuler merupakan faktor terpenting yang
berpengaruh terhadap penatalaksanaan anestesi pasien usia lanjut. Perubahan
tersebut menjadi fisiologi dari proses (1) penuaan, (2) manifestasi penyakit usia
lanjut, (3) perubahan karena cara hidup. Ketiga hal ini sulit dibedakan dan sangat
berkaitan satu sama lain. Perubahan yang terjadi karena cara hidup dan prevalensi
penyakit akan meningkat tajam dengan bertambahnya usia.
Manifestasi perubahan kardiovaskuler terdiri dari gangguan fungsi pompa
miokard dan penurunan curah jantung. Jaringan otot miokar akan menjadi atrofi dan
bertambahnya jaringan ikat. Kalau proses ini terjadi di daerah pacemaker sinoatrial,
laju jantung akan terganggu. Jaringan ikat bertambah pada daerah endokard rongga
jantung dan katup hingga menjadi tebal dan kaku. Katup jantung mengalami
kalsifikasi, jika mengenai anulus akan menyebabkan distorsi dengan akibat katup
menjadi inkompeten. Disamping itu elastisitas pembuluh darah berkurang dengan
meningkatnya usia yang menghilangkan distensibilitas arteri serta bertambahnya
tahanan curah ventrikel kiri, akibatnya terjadi kompensasi hipertrofi ventrikel kiri
secara progresif. Diameter dan elastisitas pembuluh darah koroner mengecil hingga
aliran darah koroner juga berkurang. Tidak mengherankan jika faktor-faktor di atas
akan memacu peningkatan kekerapan hipertensi dan penyakit jantung iskemik pada
pasien usia lanjut.
6
III.2.1. Perubahan elasitisitas pembuluh darah dan tekanan darah 9
Umumnya elastisitas pembuluh darah arteri berkurang dan menjadi kaku
pada usia lanjut. Perubahan histologik dan morfologik mirip dengan pembuluh darah
pada usia muda yang menderita hipertensi. Akibatnya pada setiap kontraksi jantung
semprotan darah yang dikeluarkan mengalami tahanan sehingga terjadi kenaikan
tahanan darah sistolik. Perubahan ini berlanjut dengan mekanisme adaptasi dinding
jantung, dinding ventrikel mengalami hipertrofi konsenstrik. Selanjutnya kecepatan
pengisian jantung pada awal diastolik yang berkurang dan membesarnya ukuran
atrium kiri dengan bertambahnya usia dapat mengakibatkan penebalan dinding
ventrikel kiri.
III.2.2. Penyakit jantung koroner 2,4,9
Perubahan elastisitas arteri pada usia tua tidak hanya terjadi pada pembuluh
darah perifer tetapi juga mengenai pembuluh darah koroner dapat meningkat secara
progresif dengan meningkatnya usia, walaupun gejala klinis belum terlihat sampai
pada batas ambang kritis. Peningkatan kekerapan stenosis pada otopsi pasien usia
lanjut tidak selalu disertai bertambahnya kekerapan manifestasi klinis angina pectoris
atau infark. Estimasi prevalensi penyakit jantung koroner untuk pasien berusia 50-90
tahun akan kecil dan tidak akurat jika hanya mengandalkan kriteria istirahat saja,
seperti riwayat angina pectoris, infark miokard sebelumnya atau kelainan EKG.
Dengan kata lain penyakit jantung koroner hanya dapat diidentifikasi dengan cara
evaluasi perfusi koroner secara intensif, seperti pemakaian radionukleus imaging
miokard, pemeriksaan EKG selama tes treadmill. Fakta yang sama didapatkan
adalah pasien yang berusia di atas 70 tahun paling sedikit 59% akan menderita
penyakit arteri dengan atau tanpa gejala subjektif.
III.2.3. Curah jantung
Curah jantung akan berkurang 1% setiap tahun pada usia di atas 30 tahun
dan indeks jantung berkurang 50% pada usia 80 tahun dibandingkan usia 20 tahun,
umumnya disebabkan penurunan laju jantung maksimal, pemanjangan masa
kontraksi miokard, penurunan fraksi ejeksi.4 Akibatnya pada usia lanjut, obat yang
diberikan intravena akan terlambat mencapai reseptor, hingga efek farmakologik
obat pun terlambat. Curah jantung berkurang dan masa sirkulasi memanjang juga
akan mempengaruhi efek induksi obat anestetik inhalasi. Efek induksi volatile akan
lebih cepat, jika curah jantung berkurang pengambilan obat anestetik di alveoli akan
berkurang hingga tekanan di alveoli akan meningkat. Keadaan ini akan diteruskan
7
dan memberikan refleksi peningkatan tekanan parsial dalam darah, jantung, dan
otak. Akibatnya terjadi hipotensi yang berat.3,7
III.2.4. Laju jantung dan kemampuan respon adrenoreseptor terhadap sistem
kardiovaskular
Walaupun laju jantung dalam istirahat dan laju antung setelah latihan
maksimal pada orang tua tidak banyak berbeda dengan orang muda, tetapi laju
jantung orang tua umumnya berkurang. Laju jantung maksimal yang dapat dicapai
dapat diperhitungkan dengan rumus:
Laju jantung maksimal = 220 – usia
Selama latihan kadar katekolamin serum pasien usia lanjut melebihi apa yang terlihat
pada orang muda. Pelepasan selama stres tidak dapat menjelaskan suatu kenyataan
penyusutan respon adrenergenik pada kasus geriatri, dimanifestasikan berupa
penurunan laju jantung maksimal dan fraksi ejeksi. Kemampuan respon organ target
menurun dengan meningkatnya usia akibat berkurangnya jumlah reseptor atau
sensitivitas reseptor yang menurun. Jumlah reseptor adrenergik berkurang pada
jantung orang tua. Pada orang tua efek katekolamin yang menambah transport ion
kalsium dalam miokard sangat berkurang. Hal ini mungkin menerangkan mengapa
kontraktilitas miokard laju jantung maksimal berkurang.
Beberapa studi telah mendemonstrasikan penurunan respon kronotropik dari
berbagai pemberian obat, misalnya respon atropine hanya akan menaikkan laju
jantung sekitar 4-5 kali/menit, hal yang sama tampak pada anestesia dengan
isoflurang dengan dosis yang sama pada orang muda memberikan efek kenaikan
laju jantung yang lebih besar dari pasien tua.
III.3. Fungsi sistem respirasi
Perubahan sistem respirasi pada usia lanjut berupa gangguan pertukaran gas
dan perubahan mekanik pernafasan.5 Seiring dengan bertambahnya usia zat elastin
paru menurun dan jaringan fibrosa meningkat secara proporsional. Elastik rekoil paru
berkurang secara progresif. Hilangnya jaringan elastik mungkin merupakan faktor
utama ketidasesuaian ventilasi dan perfusi yang terjadi pada usia lanjut.4
Kalsifikasi menurunkan komlians dinding dada yang menyebabkan torak lebih
kaku. Karenanya meskipun komplians paru meningkat, perubahan komplians paru
total hanya sedikit dan kapasitas residu fungsional meningkat secara progresif.
Volume residu meningkat dengan mengurangi volume cadangan respirasi.3,4,7
8
Fibrosis dan kalsifikasi dinding dada mengurangi dan membatasi kerja paru
pada orang tua. Kekakuan ini secara klinis tampak dengan berkurangnya volume
ekspirasi paksa 1 detik (FEV1) dan kapasitas napas maksimal dan meningkatkan
kerja pernapasan.4,7
Pada usia lanjut juga terjadi penurunan respon ventilasi terhadap hipoksia
dan hiperkapnia. Lebih jauh lagi, pada usia lanjut terjadi peningkatan pernapasan
periodik selama tidur yang memungkinkan terjadinya apnea dan obstruksi jalan nafas
di ruang pulih. Kejadian apnea lebih tinggi pada pasien usia lanjut yang mendapat
narkotik parenteral.
Perubahan parenkim paru pada usia tua mirip dengan keadaan emfisema
paru. Dengan bertambahnya umur, pori-pori kohn membesar, dinding aleveolus
menipis dan rongganya membesar hingga densitas kapiler paru berkurang. Akibat
fungsi alveoli paru menurun progresif hingga rasio volume residu dengan kapasitas
paru seluruhnya dan rasio kapasitas residu fungsional meningkat. Selain itu
penipisan dinding alveoli akan menyebabkan traksi radial dan penekanan bronkus
terminal hingga jalan nafas kecil-kecil ini akan kolaps dengan bertambahnya volme
paru. Hal ini akan menghasilkan peningkatan volume tutup (closing volume) dengan
bertambahnya usia. Peningkatan volume tutup akan menambah udara yang
terperangkap hingga rasio ventilasi perfusi menjadi tidak sebanding. Penebalan
membran alveokapilar dan volume darah kapiler paru berkurang. Akibatnya PaO2
menurun sesuai rumus berikut:
PaO2 = 100 – (0,4 x umur) mmHg.
III.4. Fungsi hepatorenal 10
III.4.1. Fungsi ginjal
Seperti pada organ mayor lain, proses penuaan mengakibatkan terjadinya
massa ginjal bilateral berkurang 30% pada usia dekade 80 dan sebanding dengan
berkurangnya dengan jumlah total nefron. Pemeriksaan mikrospik menunjukkan
hilangnya unit fungsional ginjal pada penuaan, kira-kira setengah dari glomerulus
pada dewasa muda hilang atau tidak berfungsi pada usia 80 tahun.4,7
Efektivitas glomerulus ginjal berkurang dengan meningkatnya usia.
Kecepatan filtrasi glomeruli menurun sekitar 1 ml/menit/tahun atau 1-1,5%/tahun.
Selain itu fungsi ekskresi tubuh juga menunjukkan penurunan yang paralel,
akibatnya klirens ginjal terhadap obat menurun.3,4,6,7
Penurunan kecepatan filtrasi glomerulus lebih dramatis daripada
berkurangnya masa jaringan ginjal karena usia. Penurunan aliran darah ginjal ini
9
karena menurunnya curah jantung dan perubahan pembuluh darah ginjal. Pada usia
lanjut terjadi penurunan massa korteks ginjal yang tidak seimbang.3
Kreatinin hasil metabolisme kreatinin otot kurang efisien diekskresi pada usia
lanjut. Pada pasien usia lanjut sehat akan didapatkan nilai kreatinin serum normal
seperti orang muda karena otot skeletal kecil dan produksi kreatinin berkurang.
Penilaian fungsi ginjal tidak cukup akurat hanya dengan kadar kreatinin serum saja
tetapi masih memerlukan pemeriksaan klirens kreatinin dan pemeriksaan lainnya.
Berkurangnya kapasitas klirens pada orang tua mungkin juga akan berpengaruh
terhadap klirens obat anestetik atau obat lain yang berakibat perpanjangan efek
obat.3,4,5,7 Cara terbaik untuk melindungi ginjal selama pembedahan dan anestesia
adalah dengan memantau mempertahankan pengeluaran urin paling sedikit
0,5ml/kgbb/jam.3
III.4.2. Fungsi hati
Aliran darah hepatik menurun pada penuaan sesuai dengan berkurangnya
curah jantung. Menurunnya aktivitas enzim mikrosomal hepatik dapat terjadi, tapi
yang lebih penting dengan menurunnya aliran darah hepatik yaitu lambatnya klirens
obat pada usia lanjut. Produksi albumin juga berkurang, menyebabkan menurunnya
ikatan plasma protein dengan beberapa obat.5,7,11
Obat anestetik yang larut dalam lemak difiltrasi melalui glomeruli ginjal,
direabsorbsi kembali melalui tubuli hingga hampir tak ada yang keluar tubuh. Hati
mengubah zat larut-lemak menjadi larut-air melalui proses konjugasi dan oksidasi.
Zat metabolit larut air hanya sedikit direabsorbsi oleh tubuli. Paralel dengan
peningkatan usia, beberapa pemeriksaan faal hati mengalami penurunan, seperti
ekskresi bromsulfoftalen (BSP), walaupun beberapa pemeriksaan lain, khususnya
bilirubin serum, albumin, dan fosfatase alkali mungkin masih normal.3
Penurunan klirens hati terhadap berbagai obat mungkin disebabkan oleh
mengecilnya ukuran hati karena proses penuaan. Pada usia 80 tahun ukuran
jaringan berkurang 40-50% dengan penurunan aliran darah hati yang
proporsional.6,7,8
III.5. Sistem metabolisme dan endokrin
III.5.1. Sistem gastrointestinal
Terjadi penurunan secara umum motilitas esophageal dan intestinal, yang
menimbulkan lambatnya pengosongan lambung. Tonus sfingter gastroesofagus juga
sering menurun. Akibatnya pada pasien usia lanjut kemungkinan terjadinya risiko
10
regurgitasi dan aspirasi pnemonia meningkat jika pasien tidak sadar dengan anestesi
umum. 5
III.5.2. Sistem endokrin
Telah diketahui bahwa dengan meningkatnya usia, kapasitas metabolisme
glukosa mengalami gangguan progresif. Pasien usia lanjut menunjukkan kenaikan
glukosa darah sesuai dengan umur, 2 jam setelah mendapat glukosa oral atau
interavena. Intoleransi glukosa telah diperlihatkan pada pemberian infus glukosa
4mg/kg/menit menghasilkan kadar gula darah mendekati 200mg% pada orang tua
dibanding 150mg% yang didapatkan pada orang muda.1,3
Fungsi pankreas menurun selama proses penuaan yang menjelaskan
peningkatan kekerapan diabetes melitus dan intoleransi glukosa pada orang tua,
sehingga membatasi pemberian glukosa pada kebanyakan kasus bedah. Selain
diperlukan juga pemeriksaan gula darah intraoperatif.1,3
Terdapat perbedaan endokrin pada orang tua misalnya kadar renin plasma
atau aktivitasnya berkurang 30-50% yang mengakibatkan menurunnya kadar
aldosteron. Gangguan sistem renin aldosteron ini dapat memberikan risiko
hiperkalemia pada kondisi tertentu terutama jika pasien mendapat kalium intravena.
III.5.3. Perubahan kompartemen tubuh
Bertambahnya lemak tubuh dan penurunan massa sel tubuh terutama massa
otot dengan meningkatnya usia akan meningkatkan cadangan deposit obat anestetik
yang larut dalam lemak. Sekuestrasi obat ini memperlambat eliminasi obat hingga
residu konsentrasi obat meningkat dan efek anestesi memanjang, retensi obat
anestesi dalam lemak ini juga menambah kemungkinan perlambatan
biotrasformasi.3,4,7,10,11
III.5.4. Metabolisme basal dan termoregulasi
Kecepatan metabolisme basal pada orang tua berkurang 1% pertahun
dibandingkan pasien berusia kurang dari 30 tahun. Berarti metabolisme ekskresi
obat akan berlangsung lebih lambat. Disamping itu kejadian hipotermia intraoperatif
merupakan bagian dari penurunan basal metabolisme orang tua. Penurunan suhu
rektal pada orang tua lebih besar dari pasien muda, walaupun untuk bedah minor
dan operasi singkat. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu dikaitkan
dengan metabolisme basal dan produksi endogen.5,8
Pasien bedah akan mudah mengalami hipotermia disebabkan oleh sistem
termoregulasi berupa berkurangnya pembentukan panas. Kehilangan dapat terjadi
11
selama anesetesi pada semua pasien karena obat anestetik dapat mengubah
termoregulasi, mencegah menggigil dan menghasilkan vasokonstriksi kutan.
Berkurangnya kontrol otonom pembuluh darah perifer pada pasien geriatri dapat
mengurangi kemampuan proteksi selama anestesia. Jadi pada pasien ini produksi
panas terganggu dan kemampuan termoregulasi juga berkurang sehingga mudah
terjadi hipotermia.3,4,6
Banyak kerugian ditimbulkan oleh hipotermia. Masalah yang timbul antara
lain menggigil. Menggigil pasca bedah dapat mencetuskan risiko untuk pasien
geriatri karena dapat meningkatkan metabolisme basal 3,4,7,11, konsumsi oksigen
bertambah hingga mencapai 400-500% pada sistem jantung dan paru-paru. Jika
salah satu sistem tersebut tidak dapat berkompensasi adekuat karena meningkatnya
kebutuhan oksigen akibat mengigil dapat berlanjut dengan hipoksemia arterial.
Selain itu menggigil dapat menyebabkan iskemia miokard pada orang tua (pasien
dengan penyakit arteri koroner) karena kebutuhan untuk meningkatkan curah jantung
pada vasokonstriksi perifer. Hipotermia yang berlarut pascabedah juga akan
mengurangi eliminasi obat anestetik hingga bangun terlambat.3,7,8
Kerugian lain hipotermia intraoperatif yang berkepanjangan dari penelitian
dilaporkan bahwa pengeluaran protein melalui urin selama 48 jam pascabedah
didapatkan karena katabolisme. Dalam keadaan normotermia metabolisme protein
pascabedah sangat minimal, tetapi pada keadaan hipotermia selama pembedahan,
pelepasan nitrogen urin akan bertambah nyata pascabedah serta menunjukkan
tingkat katabolisme.3,6,8
IV. FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI PADA GERIATRI
Farmakokinetik dan farmakodinamik
Faktor-faktor farmakokinetik mencakup proses absorbsi obat (penyerapan),
distribusi di jaringan, metabolisme dan ekskresi obat. Sedangkan perubahan
fisiologik yang dihasilkan oleh kadar obat tertentu pada efektor adalah respon
farmakodinamik akibat pemberian obat.2,11
Pada orang tua terjadi perubahan distribusi dan eliminasi masa paruh (T1/2)
beta terutama meliputi volume distribusi (VD) dan klierens (Cl), seperti tertera pada
rumus 2,13
T1/2 β = 0,693 x VD
Cl
12
Volume distribusi berkaitan dengan ikatan protein dan untuk obat larut lemak
tergantung persentase lemak tubuh terhadap obat. Pada pasien geriatri lemak tubuh
bertambah, karena itu volume distribusi obat anestetik bertambah. Hal ini dapat
menyebabkan memanjangnya periode masa pulih anestesia. Dengan bertambahnya
volume distribusi dan sekuestrasi obat, kadar plasma obat anestik larut lemak akan
berkurang dengan lambat pada akhir pembedahan, karena obat bergerak konstan
dari tempat penyimpanan ke dalam aliran darah walaupun klirensnya cepat.3,13
Menurut rumus di atas, meningkatnya volume distribusi obat anestik larut telah jenuh
dalam lemak, ia akan dilepaskan kembali dengan kecepatan relatif konstan. Pada
kondisi ini jika kita menginginkan kadar dalam plasma yang tetap, cukup dengan
menambahkan obat secara bertahap atau infus kontinyu. Jadi untuk obat yang
sangat larut lemak seperti barbiturate, benzodiazepine dan opoid, jika kadar dalam
plasma ditingkatkan terus menerus pada orang tua, akan mengakibatkan
memanjangnya masa paruh eliminasi.11
Klirens adalah sebaliknya dari eliminasi masa paruh obat. Klirens
menggambarkan kemampuan mengeluarkan obat dari tubuh yang berhubungan
efisiensi metabolisme hati dan fungsi eliminasi ginjal. Untuk obat anestik inhalasi
klirens sangat tergantung fungsi sistem kardiovaskuler paru dan sistem respirasi.2,7,11
Fungsi hati dan ginjal menurun sekitar 1% pertahun pada usia 30 tahun. Efek
usia terhadap perubahan klirens obat sangat kompleks. Reaksi-reaksi
biotransformasi yang terjadi di hati sangat karakteristik, terdiri dari fase I
(preparative) dan fase II (sintetik). Aktivitas reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi
dan hidrolisis. Reaksi preparative umumnya merupakan modifikasi molekul-molekul
kecil untuk menghasilkan zat-zat sedikit lebih larut dari zat asalnya tetapi masih
mempunyai aktivitas farmakologik. Reaksi fase II meliputi konjugasi atau melekatnya
molekul obat dengan komponen yang lebih besar seperti glukoronid (glukoronidasi)
membentuk senyawa yang lebih polar dan mudah diekskresi melalui ginjal. Dalam
proses penuaan fase II tidak banyak terganggu karena menurunnya fungsi sel dan
berkurangnya aliran darah jantung hati. Aliran darah hati berkurang dengan
bertambahnya usia, sebagian karena curah jantung berkurang tetapi terutama
karena berkurangnya massa hepatosit, dimana secara keseluruhan massa dan
perfusi hati berkurang antara 40-50%.7,11
Farmakodinamik digambarkan sebagai kemampuan reseptor organ
memberikan respon setelah pemberian obat. Pada orang tua respon ini akan
meningkat yang umumnya disebabkan peningkatan kadar obat dalam darah dan
jaringan akibat perubahan faktor-faktor farmakokinetik. Perubahan farmakodinamik
13
obat anestetik untuk orang tua lebih sulit dinilai dan belum banyak dilakukan
penelitian yang intensif.11
Interaksi obat 12
Pasien geriatri lebih banyak kemungkinan terserang penyakit dan mendapat
berbagai macam obat dengan konsekuensi terjadi reaksi obat yang merugikan.
Seringkali pasien geriatri mendapatkan resep yang berisi 4-7 macam obat, banyak di
antaranya tidak efektif atau tidak diperlukan. Selain itu banyak pula pasien yang
secara teratur menggunakan obat bebas. Polifarmasi demikian sudah tentu akan
mempermudah terjadinya interaksi obat, ini akan terjadi tiga kali lebih besar pada
pasien geriatri daripada pasien muda pada usia muda. Polifarmasi dapat
mengakibatkan efek adiktif atau sinergistik tetapi mungkin juga terjadi
ketidaksesuaian masa kerja obat atau dapat pula terjadi penurunan kliren karena
efek obat lain terhadap hati.
Atas pertimbangan hal tersebut diatas, pada evaluasi pasien geriatri kita
sebaiknya menanyakan apakah pasien tersebut mendapat obat yang mungkin
menghasilkan interaksia obat yang merugikan. Obat yang terfokus tersebut adalah
kortikosteroid, antihipertensi, antikoagulan, penghambat beta adrenergik,
penghambat monoamin oksidasi, anti depresan atau anti diabetes.13
V. MANAJEMEN PERIOPERATIF
V.1. Evaluasi praoperatif
Evaluasi praoperatif pada pasien usia lanjut harus dipertimbangkan adanya
penyakit penyerta (hipertensi, penyakit arteri koroner, penyakit vaskuler perifer,
penyakit obstruksi, jalan nafas kronik, diabetes melitus, anemia) dan menurunnya
fungsi organ-organ mayor disamping itu, tindakan mendadak juga akan menambah
angka kematian dan kesakitan.2,13 Sekalipun tanpa gejala, banyak pasien lanjut
mempunyai penyakit arteri koroner. Kemungkinan terjadinya interaksi obat yang tidak
dinginkan meningkat. Pasien usia lanjut kemungkinan memakai obat yang dapat
menimbulkan interaksi obat dengan obat-bat anestesi. Riwayat pengobatan
merupakan suatu hal yang penting. Sayangnya terkadang pasien usia lanjut bingung
dan lupa bukan hanya beberapa obat saja yang lupa dipakai tetapi juga kapan
terakhir kali digunakan. Anamnesis yang baik dengan keluarga merupakan suatu hal
yang penting.5
Seringkali pada orang tua terdapat keadaan bingung misalnya karena
demensia atau psikosis akibat gangguan metabolik maupun elektrolit. Jika tidak
darurat sebaiknya keadaan tersebut diperbaiki sebelum dilakukan tindakan
14
pembiusan. Perubahan status mental yang terjadi juga dapat disertai dengan
keterbatasan ekstensi dan rotasi kepala yang menunjukkan adanya insufisiensi arteri
retrobasiler atau osteoritis servikal.
Pada pasien yang sadar terjadinya hipertensi ortostatik yang bersamaan
dengan peningkatan laju nadi mengesankan tidak berfungsinya sistem saraf simpatis
sebagaimana mestinya karena penuaan atau dapat pula diakibatkan obat-obatan
(misalnya antihipertensi, antiaritmia) .
Pemeriksaan klinis akibat gangguan elektrolit dan penurunan fungsi respirasi
pada pasien usia lanjut perlu diperhatikan. Pemberian terapi inhalasi pada pasien
pasien usia lanjut dapat mengurangi morbiditas akibat komplikasi post operatif dan
post anestesi pada pasien pasien usia lanjut. (15)
V.2. Anestesia regional dan anestesia umum
Perubahan faktor fisiologi yang disebabkan proses penuaan, penyakit,
kebiasaan/obat yang akan digunakan akan menghadapkan dokter anestesi pada
suatu problem penatalaksanaan perioperatif. Tidak ada satu pun teknik anestesi atau
analgesia regional yang dianggap paling ideal untuk suatu prosedur bedah.(15) Pilihan
tergantung banyak faktor. Analgesia regional dilakukan pada operasi tertentu seperti
abdominal bawah, bedah ortopedi dan pada pasien yang kooperatif. Ketenangan dan
kerjasama pasien dibutuhkan dalam memposisikan dan mempertahankan posisi
selama dilakukan anestesia regional.
Sorensen & Pace menunjukkan dari 13 RCT yang diteliti menunjukkan tidak
ada nya perbedaan yang bermakna angka mortalitas, komplikasi perdarahan hebat
intra operatif pada pasien usia lanjut yang dilakukan pembiusan umum atau regional.
Namur terdapat perbedaan angka kejadian deep vein trombosis pada pasien dengan
pembiusan regional. (14)
Penelitian oleh Rodgers dkk juga tidak dapat menunjukkan perbedaan
bermakna insiden gangguan kognitif pasca operasi dengan pembiusan umum atau
regional walaupun angka komplikasi gangguan kognitif dalam 3 hari pasca operasi
atau pembiusan pada pasien yang mengalami pembiusan regional lebih kecil.
V.3. Masalah pasca pembiusan
Pedersen dkk menemukan bahwa mortalitas dan morbiditas pasien usia
lanjut dalam 24 jam pasca pembiusan meningkat 2X lipat dibanding intra operatif,
bahkan meningkat 10X dalam 6 hari pasca pembiusan. Komplikasi respirasi adalah
adalah yang paling sering menimbulkan morbiditas pasca pembiusan operasi non
kardiak. Komplikasi respirasi dapat berupa gagal nafas (3,2%), pneumonia (10%),
15
bronkitis (12%), atelektasis (17%). Hal ini dapat disebabkan akibat perubahan
mekanik dan control respirasi pada pasien usia lanjut ditambah akibat penekanan
respon tubuh akibat nyeri dan obat-obat anestesi.
Manajemen nyeri pasca pembiusan atau pasca operasi amat penting pada
pasien usia lanjut. Liu dkk berkesimpulan bahwa pemberian analgesi yang adekuat
dengan teknik regional memberikan keluaran yang baik dan menunjukkan perbaikan
pada keluaran sistem kardiovaskuler, respirasi, juga neurologis dibanding secara
intra vena saja. Namun tetap belum ada data yang amat sahih yang menunjukkan
keuntungan dan kerugian penggunaan analgesi intra vena, epidural, intratekal pada
pasien usia lanjut pasca operasi. Penggunaan kombinasi analgesi intra vena dengan
epidural akan memberikan hasil lebih baik untuk mengatasi nyeri pasca operasi
sekaligus dapat mengurangi dosis obat, Namur di sisi lain polifarmasi dari
penggunaan kombinasi analgesi akan meberikan dampak bagi sistim tubuh yang
juga dapat meningkatkan resiko morbiditas.
VI. Penutup
Penanganan perioperatif yang baik pada pasien usia lanjut sangat kompleks.
Hal ini dikarenakan pasien usia lanjut amat lah rentan untuk mengalami terjadi nya
komplikasi akibat penurunan fungsional dari seluruh organ tubuh pada pasien usia
lanjut.
Penanganan multidisiplin pada pasien usia lanjut perioperatif sangat penting
mengingat komplikasi yang mungkin terjadi serta komplesitas pada pasien usia lanjut
menentukan keluaran yang baik pasca operasi.
Sampai saat ini belum ada perbedaan yang bermakna yang dapat
menunjukkan keluaran yang lebih baik di antara pembiusan umum dibanding
regional. Tidak teknik pembiusan yang paling ideal buat pasien usia lanjut. Namun
penangan multidisiplin perioperatif pada pasien usia lanjut akan memberikan
keluaran yang lebih baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Waldam CS. Safety of anesthesia in old age. Dalam hazard and implication of
anesthesia. Editor TH Taylor, Major E, edisi 2, Churchill Livingstone, Edinburgh
1993:199-210
2. Klopfenstein. The Influence of an Aging Surgical Population on the
Anesthesia. In Anesthesia & Analgesia, June 1998, Vol 86, No 6
3. Thaib MR. Risiko anesthesia dan fatofisikologi pada usia lanjut. Dalam:
Anesthesia dan critical care 1992; 2:66-77
4. Sean X Long. Mechanism of Aging, in Geriatrics Anesthesia, edited by
Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 11 – 19
5. Muravhick S. Anesthesia for the elderly. Dalam: Anesthesia, editor Miller RD,
edisi 4, Churchill Livingstone, New York 1995: 2143-56
6. Stoelting RK, Miller RD. Elderly patient. Dalam: Basics of anesthesia, edisi 2,
Churchill Livingstone, New York 1989407-15
7. Stoelting,RK.Pharmacokinetics and pharmadynamics of injected and inhaled
drugs dalam: Pharmacology and physiology in anesthesia practice, edisi 2, JB
Lippincot, Philadelphia 1994:3-31
8. K. Zahriya. Central/Peripheral Nervous Systemt in Geriatrics Anesthesia, edited
by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p.21 – 29
9. AD John. Cardiovascular System, in in Geriatrics Anesthesia, edited by
Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 31 – 45
10. Purita T Sharma. Urinary and Hepatic System, in Geriatrics Anesthesia, edited
by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 77 – 90
11. David E. Longnecker, Morgan GE. Evaluation of the geriatric patient. Dalam:
Principles and practice of Anesthesia, edisi 2, Philadelphia 1998
12. James Havner. Polypharmacies, in in Geriatrics Anesthesia, edited by
Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 163 – 170
13. Cullen, Barash. Perioperative Management and Outcome in Clinical
Anesthesia, 5th Ed, Lippincot William & Wilkins. 2005
14. Cook, David J. Priorities in Perioperative Geriatrics. Review Article. Anesthesia &
Analgesia, June 2003. Vol 96 No 6.
15. Jian Hang. Controversy of Regional vs. General Anesthesia in Surgical Outcome.
in Geriatrics Anesthesia, edited by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p.
253 - 65
17