TRAUMA OKULI
Pembimbing
Awan Buana, dr. Sp.M
Disusun Oleh :
Yedi hendrawiana (41101042)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma okuli merupakan salah satu masalah kesehatan
dunia. Meskipun termasuk kasus yang masih dapat dicegah,
trauma okuli tetapi menjadi salah satu penyebab mortilitas,
morbiditas dan disability. Dalam kenyataannya, trauma okuli
menjadi kasus tertinggi penyebab kebutaan unilateral di
seluruh dunia terutama pada anak dan dewasa muda. Dewasa
muda terutama laki-laki merupakan kelompok yang
kemungkinan besar mengalami trauma okuli. Tetapi, lebih
banyak usaha dan rujukan dilakukan secara klinis atau
penanganan bedah suatu trauma okuli dibandingkan dengan
usaha pencegahannya sehinggakan penyebab trauma okuli
dianggap sebagai suatu kecelakaan diluar kawalan pasien dan
bukan suatu masalah masyarakat.
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup
baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak
retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip,
mata masih sering mendapat trauma dari sunia luar. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak,
saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberi penyulit sehingga mengganggu
fungsi penglihatan.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat
untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang
akan mengakibatkan kebutaan.
Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk
berikut :
- Trauma tumpul
- Trauma tembus bola mata
- Trauma kimia
- Trauma radiasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Lapisan bola mata, Tunicae Bulbi dibungkus oleh 3 jaringan,
yaitu :
Lapisan mata luar, Tunika fibrosa bulbi
- Lapisan tanduk, cornea (sangat melengkung, jernih seperti
kaca)
- Jaringan kulit, sklera (sedikit melengkung, tidak tembus
pandang, pada anak-anak putih kebiruan, pada orang dewasa
putih kekuningan).
Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola
mata. Bagian terdepan aklera disebut kornea yang bersifat
transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Lapisan mata tengah, tunica vasculosa bulbi
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera
dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki
oleh darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut
perdarahan suprakkoroid.
Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur
jumlah sinar yang masuk ke dalam boila mata. Otot dilator
dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar
dipersarafi parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak dibelakang iris menghasilkan
cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan
sklera.
- Lapisan pelangi iris, dengan bukaan bulat sentral, pupil, Pupilla
- Badan siliar, Corpus ciliare, dengan M.ciliare, Proc.ciliaris, Zonula
ciliaris dengan Fibrae Zonulares dan Spatia Zonularia
- Lapisan yang kaya akan pembuluh darah, Choroidea
Lapisan mata dalam (retina), tunica interna bulbi
Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling
dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang
merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah
sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke
otak.
- Bintik buta, Pars caeca retina (dari Margo pupillaris iridis sampai
dengan Ora serrata), Pars iridica retinae (satu lapis, pigmentasi
kuat), Pars ciliaris retinae (satu lapis, tidak berpigmentasi)
- Bagian untuk penglihatan, Pars optica retinae (berlapis banyak)
2.2 Definisi
Trauma okuli merupakan trauma yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf
mata dan rongga orbita. Trauma pada mata dapat mengenai
jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan
trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata
mulai dari kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina,
papil saraf optik dan orbita.
2.3 Patofisiologi
Beberapa keadaan yang bisa menyebabkan terjadinya
trauma okuli antara lain : kecelakaan penerbangan, kekerasan
dalam tindak kejahatan, ledakan, cedera olahraga, dan juga
kecelakaan kendaraan bermotor. Selain itu beberapa keadaan
yang juga bisa menyebabkan cedera mata antara lain :
Benda asing yang menempel di bawah kelopak mata
atas atau pada permukaan mata, terutama pada
kornea.
Trauma tumpul akibat objek yang cukup kecil dan
tidak menyebabkan impaksi pada pinggir orbita (kok,
bola squash, sumbat botol sampanye merupakan
beberapa penyebab trauma). Perubahan tekanan
mendadak dan distorsi bola mata dapat
menyebabkan kerusakan berat.
Trauma tembus dimana struktur okular mengalami
kerusakan akibat benda asing yang menembus
lapisan okular dan juga tertahan dalam mata.
Penggunaan sabuk pengaman dalam kendaraan
menurunkan insidensi cedera tembus akibat
kecelakaan lalu lintas.
Trauma kimia dan radiasi dimana reaksi resultan
jaringan okular menyebabkan kerusakan.
Masuknya benda asing (logam, debu, kayu, bahan tumbuhan,
kaca, dan bahkan bulu serangga) ke dalam kornea dapat terjadi
saat memukulkan logam atau batu, tertiup ke mata oleh angin
dan juga lewat cara-cara lain yang tidak lazim. Biasanya ukuran
benda asing itu kecil, terdapat sisi yang tajam, dan dengan
kecepatan yang tinggi. Hal ini dapat terjadi saat memukulkan
logam ke logam, memahat ataupun mengoperasikan bor logam.
Benda kecil dengan kecepatan tinggi yang masuk ke mata
biasanya mengakibatkan kerusakan minimal dari jaringan
sekitar. Seringkali, luka di kornea atau antara kornea dan slera
bisa menutup sendiri. Tempat akhir dari benda asing didalam
mata dan juga kerusakan yang ditimbulkan olehnya ditentukan
oleh beberapa faktor antara lain ukuran, bentuk dan juga
momentum saat terjadi benturan, serta seberapa dalam
penetrasinya di bola mata.
2.4 Gejala utama
Tanda dan gejala yang sering muncul pada cedera mata meliputi :
1. Nyeri
2. Perdarahan Subkonjunctiva
3. Laserasi konjunctiva
4. Enoftalmia (perpindahan mata yang abnormal ke belakang atau ke bawah akibat
hilangnya isi atau patah tulang orbita)
5. Defek iris
6. Berpindahnya pupil yang disebabkan karena kolapsnya COA
7. Hifema
8. Tekanan Intra Okuli rendah (mata lunak)
9. Ekstrusi isi okuler (iris, lensa, vitereus, dan retina)
10. Hipopion, yaitu adanya bahan purulen dalam kamera anterior.
2.5 Diagnosis
Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.
Walaupun begitu, trauma okuli jarang mengancam nyawa
dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain yang
lebih mengancam nyawa.
Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi
penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset
dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi
secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda asing apabila ada
riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan harus
dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu
dan pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan
menembus bola mata, dan hanya meninggalkan petunjuk
perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya
penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum
trauma, namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing
intraokular yang berpotensi membutakan.
Anamnesis tentang ketajaman visus sebelum trauma dan
riwayat penyakit mata atau operasi mata amat membantu dalam
mendiagnosis suatu trauma okuli. Riwayat penyakit sistemik,
pengambilan obat-obatan, riwayat alergi, suntikan imunisasi
tetanus dan pengambilan oral terakhir perlu ditanyakan sebagai
kemungkinan persediaan operasi.
Pemeriksaan fisis
Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik
lengkap termasuk pemeriksaan visus, reaksi pupil,
lapangan pandang, pergerakan otot-otot ekstraokular,
tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi
dan lain-lain.
Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di
kantus medialis hendaknya dipertimbangkan
kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi sehingga
terbukti tidak. Pemeriksaan tulang-tulang orbita
terhadap kemungkinan terjadinya fraktur harus
dilakukan. Ruptur bola mata adalah segera ditentukan
pada pemeriksaan fisis. Namun, biasanya ini
tersembunyi. Pemeriksaan mata yang mengalami
trauma harus diperiksa dengan sistematis dan hati-hati
agar penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera
dan mengurangi trauma yang lebih lanjut.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos
Foto polos orbita kurang membantu dalam
menentukan kelainan berbanding CT-scan. Tetapi
foto polos masih dapat dilakukan. Antaranya foto
polos 3 posisi, proyeksi Water’s, posisi Caldwell dan
proyeksi lateral. Posisi-posisi ini berfungsi untuk
melihat dasar orbita, atap orbita dan sinus
paranasalis.
Ultrasonografi
USG membantu dalam melihat ada tidaknya
benda asing di dalam bola mata dan menentukan
lokasi ruptur.
CT-scan
CT-scan adalah metode pencitraan paling
sensitif untuk mendeteksi ruptur yang tersembunyi,
hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf optic,
adanya benda asing serta menampilkan anatomi
dari bola mata dan orbita.
MRI
MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi
jaringan lunak bola mata dan orbita.
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan Birmingham Eye Trauma Terminology System
(BETTS), trauma
okuli dibagi atas 2 yaitu:
Trauma bola mata tertutup (closed-globe injury)
Kontusio
Laserasi lamellar
Trauma bola mata terbuka (open-globe injury)
Ruptur
Laserasi
o Penetrasi
o Intraocular foreign body (IOFB)
o Perforasi
Saat melakukan pemeriksaan pada pasien dengan trauma
okuli, adalah penting untuk menentukan klasifikasi dari trauma
karena dengan ini penanganan yang cepat dapat dilakukan.
2.10 Penatalaksanaan
Empat tujuan utama dalam mengatasi kasus benda asing
intraokular adalah :
1. Memperbaiki penglihatan.
2. Mencegah terjadinya infeksi.
3. Mempertahankan arsitektur mata.
4. Mencegah sekuele jangka panjang.
Mata ditutup untuk menghindari gesekan dengan kelopak
mata. Benda asing yang telah diidentifikasi dan telah diketahui
lokasinya harus dikeluarkan. Antibiotik sistemik dan topikal dapat
diberikan sebelum dilakukan tindakan operasi. Untuk
mengeluarkan benda asing, terlebih dahulu diberikan anestesi
topikal kemudian dikeluarkan dengan menggunakan jarum yang
berbentuk kait dibawah penyinaran slit lamp. Penggunaan
aplikator dengan ujung ditutupi kapas sedapat mungkin
dihindari, karena dapat merusak epitel dalam area yang cukup
luas, dan bahkan sering benda asingnya belum dikeluarkan.
Pengeluaran benda asing yang berada di dalam kamera
anterior dilakukan secara parasentesis (bukan tepat di depan
celah luka),dengan sudut 90-180º dari lokasi benda asing yang
sebenarnya. Viskoelastik biasanya digunakan untuk menghindari
kerusakan iatrogenik dari endotel kornea dan lensa. Benda asing
yang masuk ke lensa tidak selalu menyebabkan katarak. Kecuali
jika ada resiko terjadinya siderosis atau kerusakannya luas. Pada
kasus seperti ini biasanya lensanya diangkat bersama benda
asing didalamnya, atau bisa juga benda asingnya terlebih dahulu
dikeluarkan, kemudian lensanya dan setelah itu intraocular lens
(IOL) diimplantasi. Benda asing yang berada di segmen posterior
memerlukan tindakan vitrektomi kecuali bila kerusakannya
minimal. Prosedur yang biasa dilakukan untuk ekstraksi benda
asing besi adalah dengan menggunakan magnet intraokular.
Sedangkan untuk benda asing yang bukan besi biasanya
digunakan forsep.
Preoperative
Penatalaksanaan yang berhubungan dengan pembedahan,
diperlukan pemilihan waktu operasi. Walaupun tidak ada data
manapun yang menuliskan kerugian dari menunda perbaikan
dari bola mata lebih dari 36 jam, intervensi idealnya secepat
mungkin. Perbaikan dapat memperkecil banyaknya komplikasi :
Nyeri
Proliferasi mikroba yang diproyeksikan ke dalam bola mata
Perdarahan Suprachoroidal
Kontaminasi mikroba
Migrasi epithelium luka
Inflamasi intraocular
Efek yang mengganggu penundaan kecil dari perbaikan berikut
dapat diambil ukuran yang sangat baik dari preoperative sebagai
berikut : 12
Memakai pelindung diri
Hindari mengatur pengobatan topical
Menyimpan status NPO pasien
Menyediakan obat penenang/ sedasi yang sesuai, control
nyeri, dan antiemesis
Masase saraf muka untuk mengurangi penekanan pada
kelopak mata
Mengambil kultur mata eksternal
Permulaan dengan antibiotic intravena (seperti tobramycin
clindamycin atau vancomycin)
Sediakan Profilaksis Tetanus
Konsultasi ke bagian Anastesi
Luka dengan benda asing yang tertahan pada intraokular
memerlukan perhatian terhadap resiko Bacillus endophthalmitis.
Sebab organisme ini dapat menghancurkan mata dalam 24 jam,
intravena dan terapi intravitreal seharusnya dipertimbangkan
dengan antibiotik yang efektif terhadap spesies Bacillus. Pada
umumnya clindamycin atau vancomysin. Perbaikan yang
berhubungan dengan pembedahan harus dikerjakan dengan
menunda jika kasus ini yang berhadapan dengan resiko
terkontaminasi dengan organisme ini.
Non Bedah
Beberapa luka tembus yang sangat minimal secara
spontan menutup/memperkuat sebelum melakukan pemeriksaan
ophthalmic, dengan tidak ada kerusakan intraocular, prolaps,
atau menempelnya benda asing. Kasus ini hanya memerlukan
sistemik atau terapi antibiotic topikal dengan penutup sepanjang
observasi. Jika luka kornea sudah bocor, tetapi sisa kamar
membentuk, clinician dapat mencoba menghentikan kebocoran
dengan supresi farmakologi dari produk yang cair ( topical atau
sistemik), penambalan, dan terapeutik contact lens. Umumnya,
jika ukuran ini gagal untuk memperkuat luka dalam 3 hari,
menutup dengan menempelkan cyanoacrylate atau jahitan yang
direkomendasikan. Walaupun penempelan jaringan
cyanoacrylate tidak disetujui oleh FDA untuk digunakan pada
mata, mereka telah menggunakan secara ekstensif selama dua
dekade terakhir untuk menempel perforasi. Beberapa lem yang
tersedia seperti histocryl and bucrylate. Terapeutik kontak lensa
harus digunakan setelah aplikasi lem, sejak polymerisasi lem
menghasilkan permukaan yang keras yang mengelupas
konjungtiva palpebra.
Bedah
Penatalaksanaan laserasi tipe corneoscleral dengan
prolaps uveal biasanya memerlukan perawatan. Tujuan pertama
dari perbaikan awal yang berhubungan dengan pembedahan
suatu laserasi corneoscleral adalah memugar kembali integritas
bola mata. Tujuan kedua, yang mungkin terpenuhi ketika
perbaikan utama atau selama prosedur yang berikut adalah
untuk memugar kembali perbaikan visus melalui keduanya
melalui kerusakan eksternal dan internal pada mata .
Jika prognosis visus dari mata yang terluka adalah sia-sia
dan pasien berisiko menderita sympathetic ophthalmic,
Enukleasi harus dipertimbangkan. Enukleasi primer hanya dapat
dilakukan pada luka yang tidak dapat dilakukan perbaikan dari
segi anatomi, Maka dari itu pasien dianjurkan untuk memilih
prosedur lain. Pada kebanyakan kasus, keuntungan menunda
enukleasi untuk beberapa hari jauh lebih berat dibanding
keuntungan enukleasi primer.Penundaan ini (yang mestinya
tidak lebih dari 14 hari meskipun demikian mata yang terluka
menimbulkan sympathetic ophthalmia), mempertimbangkan
penilaian fungsi penglihatan post operasi. Vitreoretina atau
konsultasi plastic optalmik dan stabilisasi kondisi medis pasien.
Yang terpenting, menunda enukleasi yang gagal mengikuti
perbaikan dan hilangnya persepsi cahaya pada saat pasien
mengetahuinya dan disertai kerusakan rupa dan untuk
mempertimbangkan enukleasi dalam menentukan non
emergensi.
Anastesi
Anastesi umum hampir selalu diperlikan untuk
memperbaiki bola mata, sebab injeksianastesi pada retrobulbar
atau peribulbar meningkatkan tekanan orbita, yang bisa
menyebabkan atau memperburuk tekanan intraocular. Suatu non
depolarisasi otot relaksan lebih disukai oleh karena kemungkinan
teoritis terjadi cocontraction ekstraokuler. Setelah perbaikan
yang berhubungan dengan bedah lengkap, suatu suntikan
anstesi periokuler mungkin digunakan untuk mengendalikan rasa
sakit sesudah operasi.
Langkah-langkah dalam memperbaiki laserasi
corneoscleral . Semua usaha perbaikan laserasi corneoscleral
harus dilakukan di ruangan operasi denga menggunakan
mikroskop operasi dan personil ophtalmik yang terlatih. Tidak
perlu membuat jahitan otot rectus pada suatu bola mata terbuka.
Sebab perawatan kelopak mata dapat mendesak bola mata
terbuka dan sebab laserasi kelopak mata tertentu benar-benar
bisa meningkatkan exposure, perbaikan luka adnexal mengikuti
perbaikan bola mata itu sendiri.
Komponen luka kornea didekati dulu, jika vitreus atau
fragmen lensa mempunyai luka yang prolaps. Harus memotong
kornea mata. Berhati-hati menggunakannya bukan untuk daya
tarik pada vitreus atau serabut zonular. Jika uvea atau retina
(yang dilihat seperti tembus cahaya) menonjol, haruslah
menggunakan teknik menyapu yang lembut melalui insisi limbal
yang terpisah, dengan bantuan suntikan viscoelastik untuk
sementara merubah kamar anterior. Jika epithelium telah
berpindah tempat ke permukaan uveal atau ke dalam luka, suatu
usaha harus dibuat untuk mengupas jaringan ini. 12
Perbaikan sekunder dari trauma inraokuler. Mengikuti
perbaikan primer dari laserasi corneoscleral mengikuti perbaikan
sekunder tersebut ditandai:
Memindahkan benda asing dari intraokuler
Perbaikan iris
Ekstraksi katarak
Mekanik Vitrectomy
Penyisipan intraokuler lensa (IOL)
Dalam pembedahan biasanya digunakan mikroskop yang
merupakan alat yang peling baik dan khusus dalam perbaikan
luka pada kornea dan sklera. Tanpa mikroskop maka sangat sulit
dan tidak mungkin dapat menutup luka dengan baik. Ketika luka
telah ditutup, dilakukan injeksi gas, cairan atau elastic untuk
membentuk BMD. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk mencegah
terjadinya aposisi tetapi juga mencagah terjadinya kontak
dengan iris dan perlengketan.13
Pembedahan sangat dianjurkan untuk mencegah timbulnya
jaringan parut dan penanganan selanjutnya adalah dengan
reepitelisasi. Sebagian besar telah mengupayakan untuk
meminimalkan trauma pada saat pembedahan dengan uapaya
protektif dengan menggunakan cairan fisiologis, mencegah
sentuhan mekanik dan pengikatan dan mengontrol terjadinya
inflammasi dan tekanan intra okular.
Penanganan prolaps pada iris dan kerusakan pada iris
adalah merupakan hal yang mendasar. Beberapa tahun yang
lalu, simpatetis oftalmitis sering terjadi dan absisi yang luas
akibat kerusakan iris selalu diperlukan. Ketidakteraturan susunan
iris dan pupil sering terjadi setelah perbaikan pada luka kornea.
Sehingga beberapa penanganan yang bersifat konservatif selalu
diupayakan untuk meningkatkan perbaikan dalam hal fungsi dan
kosmetik.14
Trauma pada palpebra dibagi menjadi dua yaitu : blunt trauma
dan penetrating trauma.
Penanganan umum trauma meliputi :
- Pengambilan anamnesis dengan baik
- Merekam aktivitas terbaik dari setiap mata
- Menilai seluruh bola mata dan orbita
- Menemukan kelainan radiologis yang ada
- Memiliki pengetahuan tentang anatomi palpebra dan orbita
- Mengupayakan perbaikan secara primer.
Pada kasus Blunt trauma, sering ditemukan adanya ekimosis dan
edema yang sering muncul. Pasien sering memerlukan
biomikroskopis dan penilaian funduskopi untuk mengetahui
kelainan intraokluler yang timbul. Pemeriksaan CT-scan
potongan axial dan koronal untuk mengetahui adanya fraktur
pada tulang orbita.
Post operasi
Setelah perbaikan trauma perforasi segmen anterior, terapi
diarahkan pada pencegahan infeksi, supresi inflamasi, control
IOP, dan meringankan rasa sakit. Antibiotik intravena biasanya
dilanjutkan 3-5 hari, dan antibiotic topical biasanya digunakan
untuk sekitar 7 hari. Topikal kortikosteroid dan cyclopegics
berangsur-angsur dikurangi, tergantung pada derajat tingkat
inflamasi. Suatu fibrinous massive mempunyai respon yang baik
pada prednisone sistemeik.
Jahitan kornea yang tidak mengendur secara spontan
biasanya ditinggalkan pada tempatnya sedikitnya 3 bulan dan
kemudian memindahkan incrementally dalam beberapa bulan
yang akan datang. Fibrosis dan vaskularisasi adalah indicator
yang cukup untuk penyembuhan .
Trauma pada mata meningkatkan resiko retainal
detachment, maka frekuensi pemeriksaan segmen posterior
adalah wajib. Jika media opak cukup menghalangi pemeriksaan
fundus, evaluasi untuk defek pada aferen pupilary dan B-scan
ultrasonography sangat menolong dalam memonitoring status
retina. 12
Refraksi dan koreksi dengan kontak lens atau kacamata dapat
berproses ketika permukaan okuler dan media surat ijin. Oleh
karena resiko amblyopia pada anak atau hilangnya peleburan
pada orang dewasa. Rehabilitasi visual tidak dapt ditunda.
2.11 Komplikasi
Setelah terjadi ruptur dari bola mata, endoftalmitis dan
infeksi struktur mata lainnya bisa terjadi dalam hitungan jam
hingga minggu. Oftalmia simpatetik adalah penyakit inflamasi
yang bisa terjadi pada mata yang tidak mengalami trauma
beberapa bulan setelah trauma. Penyakit ini diduga suatu suatu
respon imun terhadap jaringan uvea yang terpapar dengan
trauma. Gejala seperti nyeri, penurunan visus dan fotofobia bisa
berkurang apabila dilakukan enukleasi pada mata yang
mengalami trauma.
2.12 Prognosis
Prognosisnya mata dapat sembuh dengan baik setelah
trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang karena
munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus mata
seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan
mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka
panjang dari benda asing berupa besi dapat merusak fungsi
retina dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan hal
itu, trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada
mata. Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi lubang retina
pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada makula
rusak. Dalam jangka panjang, dapat timbul glaukoma sekunder
pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan
trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat
menyebabkan masalah kosmetik dan okulomotor.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas SH, Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2006.p.259-270
2. Augsbrger J, Asbury T. Ocular & Orbital Trauma. In:
Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology 16th Edition, Singapore: McGraw Hill
(Asia):2004.p.371-375
3. ocw.usu.ac.id/course/download/.../sss155_slide_trauma_okuli.pdf
4. Nn, Anatomi Mata [online] [cited 2008 Agust 6th] Available
from URL
http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Anatomi_mata
5. James, B, Trauma dalam : OFTALMOLOGI edisi kesembilan.
Jakarta : penerbit Erlannga, 2005: 176-7, 179,185.
6. Nn, Birmingham Eye Trauma Terminology. In: American
Society of Ocular Trauma [online] [cited 2008 May 20th]
Available from URL http://www.useironline.org/pdf/bett.pdf
7. Lange GK, Ocular Trauma. In: Ophthalmology: A short
Textbook, New York:Theime:2000:p.497-506