MAKALAH
PENGELOLAAN B3 (TL-3204)
ANALISA AGENT ORANGE SEBAGAI
BAHAN B3
Disusun Oleh:
Briantono M Raharjo (153008017)
Maulana Nur Arif (15308083)
Novrie Ronaldy Lubis (15308087)
Mouldie Satria Eka Putra (15307033)
Satria Hidayat (15308011)
Anggita R (15305095)
Tiffany Deshiant Pawestry (15308093)
Marissa Fitri (15308001)
Melizza Putri Pretty Utami (15308047)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
0
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
(Brian)
1.1 Latar Belakang
Bahan B3 merupakan bahan yang memiliki sifat berbahaya dan beracun. Bahan B3
dapat diidentifikasikan menurut sumber dan atau uji karakteristik dan atau uji toksikologi.
Hal ini terdapat dalam PP 74/2001,bab 2 pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Klasifikasi bahan B3 menurut sifatnya dibagi menjadi 8 kelompok meliputi:
a. Explosive;
b. Mudah teroksidasi;
c. Mudah terbakar;
d. Beracun;
e.Berbahaya;
f. Korosif ;
g. Irritant;
h. Berbahaya bagi lingkungan;
i. Beracun yang bersifat kronis;
2. Klasifikasi bahan B3 menurut penggunaannya di lapangan, dibagi menjadi 3 bagian:
:
a. B3 yang boleh atau dapat dipergunakan di Indonesia
(Lampiran I PP 74/2001)
b. B3 yang dilarang unbtuk dipergunakan di Indonesia
(Lampiran I PP table 1, PP 74/2001)
c. B3 yang dipergunakan terbatas (Lampiran 2 PP table 2, PP 74/2001)
Jika sebuah bahan sudah terdapat pada lampiran ini, maka bahan ini sudah
termasuk B3, dan penggunaannya di Indonesia disesuaikan dengan table yang
berlaku .
Oli bekas dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti indusri, pertambangan,
dan usaha perbengkelan. Oli bekas termasuk dalam limbah B3 yang mudah terbakar
sehingga bila tidak ditangani pengelolaan dan pembuangannya akan membahayakan
kesehatan mausia dan lingkungan.
1
Pengelolaan oli bekas ini berupaya agar oli bekas yang dihasilkan tidak mencemari
lingkungan dan sifat oli bekas menjadi lebih tidak berbahaya. Selain itu, pengelolaan
oli bekas bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi masyarakat.
Selain itu, apabila penanganan oli bekas dilakukan dengan baik, maka akan bisa
memberikan keuntungan bagi si pengelola oli bekas dan juga pengurangan biaya
produksi bagi industri yang memanfaatkan kembali oli bekas sebagai pelumas
berbagai peralatan, karena oli bekas masih bisa dimanfaatkan untuk pelumas lagi
dengan cara pemakaian yang berbeda dari sebelumnya.
1.2 Tujuan (Brian)
1. Mengetahui proses pengolahan dan menganalisa agent orange
2. Mengetahui kasus yang pernah terjadi sebagai akibat produksi agent orange
yang tidak baik dan berbahaya
3. Menganalisa dampak produksi agent orange yang seharusnya dilakukan untuk
pencegahan kasus yang telah terjadi dan terjadinya kasus baru
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Brian, Dati, Naldi, Marissa)
Timbulan limbah B3 yang semakin meningkat dikhawatirkan menimbulkan dampak yang
lebih luas terhadap kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan proses cradle to grave yang bertujuan
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, yang diakibatkan oleh
pencemaran bahan berbahaya dan beracun . Disamping itu juga ditujukan untuk penurunan
beban pencemaran limbah B3 serta peningkatan kewaspadaan terhadap penyelundupan
B3.
B3 merupakan ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, sehingga
memerlukan penanganan dan teknik khusus untuk mengurangi atau menghilangkan
bahayanya.
B3 ini tidak dapat dikelola seperti mengelola sampah kota yang biasanya menggunakan
kendaraan sampah, tempat pembuangan akhir atau pembakaran dengan alat pembakar
sampah kota, hal ini disebabkan:
1. B3 mengandung zat beracun yang apabila tercuci dapat mencemarkan air
permukaan dan air tanah disekitar tempat penanamannya yang akibatnya dapat
menimbulkan penyakit dan dapat meracuni masyarakat yang menggunakan air
tersebut.
2. B3 dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan baik dalam pengangkutan sampah
maupun dilokasi pembuangan akhir.
3. B3 dapat membakar kulit jika tidak ditangani dengan hati-hati dan aman.
4. B3 dapat menghasilkan gas beracun yang dapat terhirup oleh masyarakat yang
bermukim dis sekitar lokasi pembuangan akhir.
5. B3 dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan antara petugas dan masyarakat
yang bermukim disekitarnya.
Salah satu limbah B3 yang perlu mendapatkan penanganan khusus karena dihasilkan
dalam jumlah yang tinggi pada masyarakat adalah oli bekas.
Oli bekas tentu dihasilkan dari penggunaan oli untuk berbagai aktivitas manusia seperti
perindustian, bengkel, dan penggunaan kendaraan bermotor.
3
2.1 Pengertian Agent Orange (Herbisida) (Dati)
2.2 Fungsi agent orange (Dati)
2.3 Sifat-sifat Agent Orange (Brian )
a. Korosif
b. Xxxxx(lanjutkan sendiri)
2.4 Jenis – jenis agent orange (Brian dan Naldi)
2.5 Kekentalan (Viskositas) Agent Orange (optional)/ Dispersi Agent Orange (optional)
Kekentalan merupakan salah satu unsur kandungan oli paling rawan karena berkaitan
dengan ketebalan oli atau seberapa besar resistensinya untuk mengalir. Kekentalan oli
langsung berkaitan dengan sejauh mana oli berfungsi sebagai pelumas sekaligus pelindung
benturan antar permukaan logam.
Oli harus mengalir ketika suhu mesin atau temperatur ambient. Mengalir secara cukup agar
terjamin pasokannya ke komponen-komponen yang bergerak. Semakin kental oli, maka
lapisan yang ditimbulkan menjadi lebih kental. Lapisan halus pada oli kental memberi
kemampuan ekstra menyapu atau membersihkan permukaan logam yang terlumasi.
Sebaliknya oli yang terlalu tebal akan memberi resitensi berlebih mengalirkan oli pada
temperatur rendah sehingga mengganggu jalannya pelumasan ke komponen yang
4
dibutuhkan. Untuk itu, oli harus memiliki kekentalan lebih tepat pada temperatur tertinggi
atau temperatur terendah ketika mesin dioperasikan.
Dengan demikian, oli memiliki grade (derajat) tersendiri yang diatur oleh Society of
Automotive Engineers (SAE). Bila pada kemasan oli tersebut tertera angka SAE 5W-30
berarti 5W (Winter) menunjukkan pada suhu dingin oli bekerja pada kekentalan 5 dan pada
suhu terpanas akan bekerja pada kekentalan 30.
Tetapi yang terbaik adalah mengikuti viskositas sesuai permintaan mesin. Umumnya, mobil
sekarang punya kekentalan lebih rendah dari 5W-30 . Karena mesin belakangan lebih
sophisticated sehingga kerapatan antar komponen makin tipis dan juga banyak celah-celah
kecil yang hanya bisa dilalui oleh oli encer. Tak baik menggunakan oli kental (20W-50) pada
mesin seperti ini karena akan mengganggu debit aliran oli pada mesin dan butuh semprotan
lebih tinggi.
Untuk mesin lebih tua, clearance bearing lebih besar sehingga mengizinkan pemakaian oli
kental untuk menjaga tekanan oli normal dan menyediakan lapisan film cukup untuk bearing.
Sebagai contoh di bawah ini adalah tipe Viskositas dan ambien temperatur dalam derajat
Celcius yang biasa digunakan sebagai standar oli di berbagai negara/kawasan.
1. 5W-30 untuk cuaca dingin seperti di Swedia
2. 10W-30 untuk iklim sedang seperti di kawasan Inggris
3. 15W-30 untuk Cuaca panas seperti di kawasan Indonesia
2.6 Kualitas Agent Orange (Optional)
Kualitas oli disimbolkan oleh API (American Petroleum Institute). Simbol terakhir SL mulai
diperkenalkan 1 Juli 2001. Walau begitu, simbol makin baru tetap bisa dipakai untuk katagori
sebelumnya. Seperti API SJ baik untuk SH, SG, SF dan seterusnya. Sebaliknya jika mesin
kendaraan menuntut SJ maka tidak bisa menggunakan tipe SH karena mesin tidak akan
mendapatkan proteksi maksimal sebab oli SH didesain untuk mesin yang lebih lama.
Ada dua tipe API, S (Service) atau bisa juga (S) diartikan Spark-plug ignition (pakai busi)
untuk mobil MPV atau pikap bermesin bensin. C (Commercial) diaplikasikan pada truk heavy
duty dan mesin diesel. Contohnya katagori C adalah CF, CF-2, CG-4. Bila menggunakan
mesin diesel pastikan memakai katagori yang tepat karena oli mesin diesel berbeda dengan
oli mesin bensin karena karakter diesel yang banyak menghasilkan kontaminasi jelaga sisa
pembakaran lebih tinggi. Oli jenis ini memerlukan tambahan aditif dispersant dan detergent
untuk menjaga oli tetap bersih.
5
Sebagai tambahan, bila oli yang digunakan sudah tipe sintetik maka tidak perlu lagi
diberikan bahan aditif lain karena justru akan mengurangi kireja mesin bahkan merusaknya.
API Service Rating
Untuk rating API service, dapat pula dirunut dari mesin-mesin keluaran lama. Namun, pada
saat ini bisa juga dirunut dari katagori SF mengingat banyaknya katagori yang akan keluar.
API mesin bensin
SM (Current)
Diperkenalkan pada 2004. Ditujukan untuk semua jenis mesin bensin yang ada pada saat
ini. Oli ini didesain untuk memberikan resistensi oksidasi yang lebih baik, menjaga
temperatur, perlindungan lebih baik terhadap keausan, dan mengontrol deposit lebih baik.
SL (Current)
Merupakan katagori terakhir sampai saat ini. Diperkenalkan pada 1 Juni 2001. Oli ini
didesain untuk menjaga temperatur dan mengontrol deposit lebih baik. Juga bisa
mengkonsumsi oli lebih rendah. Beberapa oli ini juga cocok dengan spesifikasi terakhir
ILSAC sebagai Energy Conserving. Untuk mesin generasi 2004 atau sebelumnya
SJ (Current) : Diperkenalkan untuk mesin generasi 2001 atau lebih tua
SH (Obsolete): Untuk mesin generasi 1996 atau sebelumnya
SG (Obselete): Untuk mesin generasi 1993 atau sebelumnya
SF (Obsolete): Untuk mesin generasi 1988 atau sebelumnya
6
API mesin diesel
CJ-4
Diperkenalkan pada tahun 2006. Untuk mesin high speed, mesin 4-langkah yang didesain
untuk memenuhi memenuhi standar emisi tahun 2007. Oli dengan kategori API CJ-4
memiliki kriteria performa lebih baik daripada yang dimiliki oleh oli-oli dengan kategori API
CI-4 dengan CI-4 PLUS, CI-4, CH-4, CG-4 dan CF-4. Oli dengan kategori API CJ-4 juga
mampu secara efektif melumasi mesin-mesin dengan kategori di bawahnya.
CI-4
Diperkenalkan sejak 5 September 2002. Untuk mesin high speed, four stroke engines yang
didesain untuk memenuhi memenuhi standar emisi tahun 2004. Oli CI-4 diformulasikan
menjaga durabilitas mesin dimana gas buangnya disirkulasi ulang. Digunakan untuk mesin
yang meminta kandungan belerang/sulfur 0.5%. Bisa dipakai pada oli CD, CE, CF-4, CG-4
dan CH-4.
CH-4
Diperkenalkan sejak 1998. Untuk mesin high speed, four stroke engines yang didesain untuk
memenuhi memenuhi standar emisi tahun 1998. . Digunakan untuk mesin yang meminta
kandungan belerang/sulfur lebih besar 0.5%. Bisa dipakai pada oli CD, CE, CF-4, dan CG-4.
CG-4
7
Diperkenalkan sejak 1995. Untuk mesin kinerja sedang, high speed, four stroke engines.
Digunakan untuk mesin yang meminta kandungan belerang/sulfur kurang 0.5%. Cocok
untuk standar emisi 1994 Bisa dipakai pada oli CD, CE, dan CF-4.
CF-4
Diperkenalkan sejak 1990. Untuk mesin high speed, four stroke engines, naturally aspirated
dan mesin turbocharger. Bisa dipakai pada oli CD, dan CE.
CF-2
Diperkenalkan sejak 1994. Untuk mesin kinerja sedang, two stroke engines. Bisa dipakai
pada oli CD-II.
CF
Diperkenalkan sejak 1994. Untuk mesin off road, indirect injected dan beberapa mesin yang
memakai bahan bakar dengan kandungan belerang/sulfur di atas 0.5%. Bisa mengganti
pada oli CD.
2.7 Kontaminasi Agent Orange (Naldi )
Kontaminasi terjadi dengan adanya benda-benda asing atau partikel pencemar di dalam oli.
Terdapat delapan macam benda pencemar biasa terdapat dalam oli yakni :
1. Keausan elemen. Ini menunjukkan beberapa elemen biasanya terdiri dari tembaga,
besi, chrominium, aluminium, timah, molybdenum, silikon, nikel atau magnesium.
2. Kotoran atau jelaga. Kotoran dapat masuk kedalam oli melalui embusan udara lewat
sela-sela ring dan melaui sela lapisan oli tipis kemudian merambat menuruni dinding
selinder. Jelaga timbul dari bahan bakar yang tidak habis. Kepulan asam hitam dan
kotornya filter udara menandai terjadinya jelaga.
3. Bahan Bakar
4. Air
5. Ini merupakan produk sampingan pembakaran dan biasanya terjadi melalui timbunan
gas buang. Air dapat memadat di crankcase ketika temperatur operasional mesin
kurang memadai.
6. Ethylene gycol (anti beku)
7. Produk-produk belerang/asam. Produk-produk oksidasi Mengakibatkan oli
bertambah kental. Daya oksidasi meningkat oleh tingginya temperatur udara masuk.
2.8 Karakteristik Agent Orange (Dayat)
Oli bekas seringkali diabaikan penanganannya setelah tidak bisa digunakan kembali.
Padahal, jika asal dibuang dapat menambah pencemaran di bumi kita yang sudah banyak
tercemar. Jumlah oli bekas yang dihasilkan pastinya sangat besar. Bahaya dari
8
pembuangan oli bekas sembarangan memiliki efek yang lebih buruk daripada efek
tumpahan minyak mentah biasa.
Ditinjau dari komposisi kimianya sendiri, oli adalah campuran dari hidrokarbon kental
ditambah berbagai bahan kimia aditif. Oli bekas lebih dari itu, dalam oli bekas terkandung
sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit, dan logam berat
yang bersifat karsinogenik.
Berdasarkan data yang diperoleh, kapasitas oli yang diproduksi oleh Pertamina adalah
sekitar 450.000 kiloliter per tahun, belum lagi tambahan kapasitas dari ratusan merek oli
yang membanjiri pasar pelumas tanah air, untuk konsumsi kendaraan bermotor, industri dan
perkapalan.
Sampai saat ini usaha yang di lakukan untuk memanfaatkan oli bekas ini antara lain :
Dimurnikan kembali (proses refinery) menjadi refined lubricant. Orang tidak banyak
yang tertarik untuk berbisnis di bidang ini karena cost yang tinggi relatif terhadap
lube oil blending plant (LOBP) dengan bahan baku fresh, sehingga harga jual
ekonomis-nya tidak akan mampu bersaing di pasaran.
Digunakan sebagai Fuel Oil / minyak bakar. Yang masih menjadi kendala adalah
tingkat emisi bahan bakar ini masih tinggi.
Perlu dipertimbangkan beberapa hal mengenai pentingnya pemanfaatan kembali oli bekas :
Dari tahun ke tahun, regulasi yang pro terhadap teknologi ramah lingkungan akan
semakin strick. Mungkin saja suatu saat nanti, produsen oli juga harus bertanggung
jawab atas oli bekas yang dihasilkan, sehingga akan muncul berbagai teknologi
pemanfaatan oli bekas.
Kedepan, cadangan minyak mentah akan semakin terbatas, berarti harga minyak
mentah akan semakin melambung. Used-Oil refinery akan semakin kompetitif
dengan LOBP konvensional.
2.9 Agent Orange sebagai bahan B3 (Dayat)
Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, oli bekas
termasuk kategori limbah B3. Meski oli bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak dikelola
dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan. Sejalan dengan perkembangan kota dan
daerah volume oli bekas terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan
bermotor dan mesin-mesin bermotor. Didaerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan
bengkel-bengkel kecil, yang salah satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain,
penyebaran oli bekas sudah sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di
seluruh Indonesia.
9
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat
didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang-
Undang no 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah no 38 tahun 2007. (perlu 3 tahun lebih untuk menjabarkan UU menjadi PP).
Berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah
tersebut termasuk kewenangan dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup.
Akan tetapi ada hal yang agak kurang rasional dalam PP 38/2007 khususnya dalam hal
pengelolaan limbah B3, terutama untuk oli bekas. Sebelum PP 38/2007 terbit, praktis segala
sesuatu tentang kewenangan pengaturan, pengendalian limbah B3 berada pada Pemerintah
Pusat yaitu pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH). Kewenangan itu termasuk
pemberian perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan sementara, pengangkutan dan
pengolahan limbah B3. Sesuai PP 38/2007, kewenangan untuk pengaturan dan
pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan kepada Pemerintah Daerah
(Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota atau Kabupaten diberi kewenangan untuk
mengatur dan memberikan ijin bagi kegiatan pengumpulan sementara limbah B3. Anehnya
kewenangan pengumpulan itu mempunyai pengecualian, yaitu untuk pengumpulan limbah
B3 oli bekas.
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli bekas mulai
dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada pada
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ini artinya bila ada bengkel sepeda motor di kota-
kots besar, maka si pengusaha bengkel harus mengajukan permohonan ijin penyimpanan
oli bekas ke KNLH di Jakarta. Pengusaha kecil seperti bengkel sepeda motor, kalau diminta
mengurus ijin ke jakarta, maka ia akan memilih tidak mempunyai ijin. Ketentuan ini jelas
tidak rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan
pengaturannya di Pemerintah Pusat.
Akibat dari ketentuan PP38/2007 untuk oli bekas yang demikian, sudah dapat diduga,
semakin banyak kegiatan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan oli
bekas yang tidak bisa dikontrol. Adalah tidak masuk akal kalau KNLH mampu melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap oli bekas di seluruh Indonesia. KNLH tidak
mempunyai perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan sampai keseluruh
daerah.
Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya seperti oli bekas, maka
kewenangan pengawasannya diberikan kepada pemerintah daerah. Terlepas dari segala
10
kekurangan pemerintah daerah dalam melakukan tugas tersebut, tetapi secara rasional,
pengawasan oli bekas tidak mungkin dilakukan oleh KNLH dari Jakarta. Adalah sangat tidak
masuk akal, kalau kebijakan seperti ini terus dipertahankan oleh KNLH.
2.10 Akibat Produksi Agent Orange (Brian dan Dati)
Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya berurusan dengan olinya
sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila dibuang sembarangan akan
menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung sejumlah zat yang bisa
mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan
klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar
dari sumber air dalam tanah.
Limbah khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) No. KEP-225/BAPEDAL/08/1996 tentang
syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah oli dan minyak pelumas. Ia
menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang secara
sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan.
Oli bekas juga dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu
sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis. Karena itulah limbah dari ketiga
komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal yang sulit untuk mendaurulang
ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang bermanfaat dan tidak lagi menjadi
ancaman lingkungan.
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan
kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah
sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik.
Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk
membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar.
Saringan oli bekas jugatidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur
11
dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk
lainnya. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga,
pipa dan bernagai keperluan lainnya.
2.11 Pemanfaatan Agent Orange Sebagai XXXXX (MESIN, ATAU APAPUN LAH) (DATI)
Limbah oli atau limbah minyak pelumas residu dari oli murni atau vaseline berada di antara
C16 sampai ke C20. Di indonesia jumlah limbah pelumas bekas pada tahun 2003 sekitar 465
juta liter pertahun ( www. wikipedia.com ), dan untuk di daerah Riau limbah ini mencapai 54
juta liter pertahun ( sumber Riau Pos ) . Sumber dari limbah ini berasal dari berbagai
aktivitas sarana mesin serta industri. Proses yang dilakukan melalui tahapan absorpsi dan
distilasi ( untuk mengolah oli bekas menjadi sampel bahan bakar). Tahapan berikutnya
dilakukan uji karakteristik syarat bahan bakar berupa : uji bilangan oktan untuk melihat
kandungan unsur-unsur kimia, titik nyala, bilangan karbon dan residu bahan bakar serta
menentukan beberapa parameter fisisnya antara lain: viskositas, konduktivitas dan indeks
bias.
Hasil karakteristiknya akan dibandingkan dengan karakteristik solar atau mendekati. Sampel
akhir yang diinginkan dari riset ini, bila diuji pada setiap mesin diesel tidak ada modifikasi
pada mesin, artinya sampel ini tidak akan memberi efek atau cocok dengan jenis mesin
diesel apapun. Limbah oli bekas yang setiap bulan banyak dihasilkan di Riau akan
dimanfaatkan melalui pengolahan khusus. Bila keberadaanya diolah dengan proses dan
teknik yang tepat sebenarnya menghasilkan prospek ekonomi cukup menjanjikan di masa
depan. Selanjutnya untuk proses mengolah, direncanakan akan didisain atau dirancang
sistem dengan membuat prototipe mesin pengolahnya dengan serangkaian proses absorpsi
dan distilasi satu tabung melalui beberapa uji karakteristik kimia dan fisika untuk syarat-
syarat bahan oli bekas.
2.12 Proses Pengolahan Agent Orange (Dati)
Tahap pertama merupakan pemisahan air dari oli bekas, proses ini menghasilkan limbah air
yang berasal dari campuran oli bekas.
Tahap kedua memisahkan kotoran dan aditif nya (penambahan bahan kimia). Tahap ketiga
dilakukan untuk perbaikan warna, mengasilkan bahan dasar pelumas (bdp) dan limbah
lempung. Yang terakhir mengolah bahan dasar menjadi pelumas atau disebut juga dengan
blending.
Tiga Tahapan Daur Ulang oli Bekas
12
Cara pertama, daur ulang oli bekas menggunakan asam kuat untuk memisahkan kotoran
dan aditif dalam oli bekas. kemudian dilakukan pemucatan dengan lempung. Produk yang
dihasilkan bersifat asam dan tidak memenuhi syarat.
Cara kedua, campuran pelarut alkohol dan keton digunakan untuk memisahkan kotoran dan
aditif dalam oli bekas. Campuran pelarut dan pelumas bekas yang telah dipisahkan di
fraksionasi untuk memisahkan kembali pelarut dari oli bekas. Kemudian dilakukan proses
pemucatan dan proses blending serta reformulasi untuk menghaasilkan pelumas siap pakai.
Cara ketiga. pada tahap awal digunakan senyawa fosfat dan selanjutnya dilakukan proses
perkolasi dan dengan lempung serta dikuti proses hidrogenasi.
Selain daripada itu, jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya
berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila
dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung
sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja
mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa
merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.
Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal
yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang
bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan
kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah
sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik.
Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk
membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar. Saringan oli
bekas juga tidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur dan
dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk lainnya.
Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga, pipa dan
bernagai keperluan lainnya.
13
BAB III
ANALISA PENGELOLAAN AGENT ORANGE
3.1 Produksi Persistant Organic Pollutants (Marissa)
Oli bekas yang merupakan salah satu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) banyak
dihasilkan dari bengkel mobil atau motor. Oli banyak digunakan sebagai pelumas mesin
mobil dan kebanyakan penghasilnya banyak yang masih sembarangan menampung oli
bekas. Oleh karena itu, karena disinyalir mengandung limbah B3,maka dikeluarkan surat
BLH No. 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli bekas agar semua pemilik
atau pengusaha bengkel kendaraan bermotor bisa mengelola limbah dengan baik.
PURWAKARTA, (PRLM).- Para pemilik bengkel mobil maupun motor yang ada di
Purwakarta sekarang ini tidak boleh sembarangan dalam menampung oli bekas. Pasalnya
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta telah mengeluarkan imbauan
tentang pengelolaan oli bekas karena disinyalir mengandung limbah berbahaya dan beracun
(B3). Kepala BLH Purwakarta, Dwi Sutrisno yang didampingi Kasubid Pengendalian
Pencemaran Limbah Padat dan B3, Uu Nurjaman mengatakan, untuk mensosialisasikan
adanya surat BLH nomor 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli bekas
dalam waktu dekat ini semua pemilik/pengusaha bengkel kendaraan bermotor akan
dikumpulkan di BLH Purwakarta untuk mendapatkan penjelasan mengenai keharusan
limbah oli bekas dikelola dengan baik.
Dalam surat itu disebutkan sehubungan dengan aktivitas kegiatan usaha/bengkel yang
menghasilkan oli bekas yang termasuk ke dalam salah satu jenis limbah B3 terdapat
14
bebeberapa ketentuan yang harus diatur yaitu pemilik/pengusaha bengkel harus
membangun tempat penampungan sementara (TPS) limbah B3 yang berdasarkan kepada
peraturan Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Menurut Nurjaman, setelah membangun
TPS limbah B3 sebagai tempat penampungan oli bekas yang harus mendapatkan
rekomendasi dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup, juga setiap tiga bulan sekali
harus memberikan laporan dari kegiatan pengolahan limbah oli bekas itu kepada Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta.
Berdasarkan pengamatan "PRLM", sekarang ini jumlah bengkel atau usaha perbengkelan di
Purwakarta terutama yang menyediakan jasa ganti oli semakin bertebaran di berbagai
tempat. Oli bekas yang ada sementara ini ditampung dalam suatu tempat seperti drum atau
sejenisnya. Padahal dalam aturan tempat penampungan sementara itu harus mendapat
rekomendasi dari Kemeneg Lingkungan Hidup. Jika kita bicara material oli pelumas bekas,
maka itu tidak hanya berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan
oli. Ketiganya, bila dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas
mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin
saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas
bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.
Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal
yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang
bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan. Oli bekas memiliki pasar yang
bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan kembali sifat pelumasannya.
Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan
untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik. Oli daur ulang juga bisa
digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk membangun jalan raya. Oli daur
uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar.
Saringan oli bekas jugat idak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur
dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk
lainnya. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga,
pipa dan bernagai keperluan lainnya.
15
3.2 Penyimpanan Agent Orange (Tiffany)
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah dengan
segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya
limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan
limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3,
maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat
disimpan dengan aman.
Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume minyak pelumas bekas terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin
bermotor. Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel kecil, yang
salah satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah
sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia.
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas pasal 1(1), oli bekas
atau minyak pelumas bekas (selanjutnya disebut minyak pelumas bekas) adalah sisa pada
suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup, minyak pelumas bekas termasuk kategori limbah B3. Meski
minyak pelumas bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa
membahayakan lingkungan.
Minyak pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah, dan
air. Minyak pelumas bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat
pencemar lainnya. Satu liter minyak pelumas bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari
sumber air dalam tanah. Apabila limbah minyak pelumas tumpah di tanah akan
mempengaruhi air tanah dan akan berbahaya bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan minyak
pelumas bekas dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu
sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, ukuran
tempat penyimpanan minyak pelumas bekas berukuran 2m x 2m. Kemasan dapat terbuat
16
dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304,
SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak
bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Kemasan (drum, tong, atau bak
kontainer)yang digunakan harus:
a) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat, atau rusak;
b) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
c) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya;
d) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
pemindahan atau pengangkutan.
Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan
persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya
selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan
gas, atau terjadinya kenaikan tekanan. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah
berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi
kemasan sekurang-kurangnya satu minggu satu kali. Pemeriksaan tersebut meliputi:
a) apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor),
maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang
baru, sesuai dengan ketentuan,
b) apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut
harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan
limbah B3 terpisah.
17
Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan
penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari
ketentuan berikut : pelapisan (di bagian luar tangki); tanggul (vault;berm) dan atau tangki
berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder tersebut harus:
a) dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang
disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah
kerusakan akibat pengaruh tekanan;
b) ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki
terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang
diakibatkan karena pengisian, tekanan, atau uplift;
c) dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan 24
jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan
sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder;
d) penampungan sekunder dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat
cairan-cairan yang berasal dari kebocoran,ceceran, atau presipitasi.
Limbah yang disimpan tidak melebihi waktu 90 hari dan wajib diupayakan langsung
diangkut/dibawa oleh perusahaan pengumpul dan atau ke fasilitas pengolahan, diupayakan
3R, dimanfaatkan oleh pihak lain yang telah mempunyai izin pemanfaatan dari KLH-RI.
Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara
penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
a) karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
b) kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau
tangki;
c) pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan
menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi
kecelakaan dapat segera ditangani;
d) lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk
lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
e) penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika
berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis
dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat
dan plastik, maka harus dipergunakan rak;
f) lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan dilengkapi
dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air. Bak
18
penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau
tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
g) mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap
air.
Adapun persyaratan untuk bangunan pengumpulan antara lain:
a) lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang,
kuat, dan tidak retak;
b) konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1 %;
c) bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas bekas;
d) rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat
mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau
pengumpulan;
e) bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan diberi
dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian minyak pelumas
bekas, mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan,
sepenuhnya berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ketentuan ini jelas tidak
rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan
pengaturannya di Pemerintah Pusat. Akibat dari ketentuan PP 38/2007 untuk minyak
pelumas bekas tersebut, sudah dapat diduga semakin banyak kegiatan pengumpulan,
penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan minyak pelumas bekas yang tidak bisa
dikontrol. Adalah tidak masuk akal jika KLH mampu melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap minyak pelumas bekas di seluruh Indonesia. KLH tidak mempunyai
perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan sampai keseluruh daerah.
Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya seperti minyak pelumas bekas,
maka kewenangan pengawasannya diberikan kepada pemerintah daerah. Terlepas dari
segala kekurangan pemerintah daerah dalam melakukan tugas tersebut, tetapi secara
rasional, pengawasan minyak pelumas bekas tidak mungkin dilakukan oleh KLH dari
Jakarta. Adalah sangat tidak masuk akal, kalau kebijakan seperti ini terus dipertahankan
oleh KLH. Pemerintah pusat dalam hal ini KLH secara bertahap harus meningkatkan
kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal pembinaan dan pengawasan limbah
minyak pelumas bekas, seperti pendanaan, peralatan, peningkatan SDM, sarana dan
prasarana lainnya sehingga daerah benar-benar siap untuk melaksanakannya.
19
3.3 Pengangkutan Agent Orange ( Melliza dan Tiffany)
3.3.1 Definisi: (Melliza)
Pengangkut agent orange adalah orang yang
??????
3.3.2 Sistem pengangkutan (Tiffany)
3.3.3 Sistem pengangkutan di Indonesia (kalau gak ada di luar negeri) (Melliza)
Gambar 2. Gudang Penyimpanan Oli Bekas
3.4 Pembuangan dan Penimbunan Agent Orange (Marissa)
20
BAB IV
STUDI KASUS PAPARAN AGENT ORANGE
4.1 Kasus Agent Orange pada perang Vietnam (Mouldie)
Pada hari Selasa, 13 Oktober 2009, berton-ton limbah oli PT Drydocks Pertama
Tanjunguncang tumpah dan mencemari perairan Tanjunguncang, Kepulauan Riau. Puluhan
ton oli bekas tumpah setelah tangki penyimpanan milik perusahaan tersebut meledak. PT
Drydocks disinyalir lalai dalam mengawasi pengelolaan limbah sehingga peristiwa tersebut
dapat terjadi. Pihak Bapedalda Pemerintah Kota (Pemko) Batam langsung mengambil
sampel limbah untuk dilakukan diuji laboratorim. Selain itu, pihak kepolisian dan KPLP juga
turun ke lokasi.
Manager PT Drydocks Pratama, Suryono, kepada wartawan mengatakan, terjadinya
tumpahan oli karena adanya kemiringan tempat penampungan sehingga oli sempat tumpah
21
ke laut. Pihak perusahaan juga melakukan tindakan pencegahan untuk menjamin agar
tumpahan oli tidak sampai mencemari laut dan membahayakan warga. Tindakan
pencegahan yang dilakukan diantaranya adalah dengan memasang beberapa pelampung
agar oli tidak menyebar dan menggunakan cairan kimia untuk memisahkan oli dengan air
laut.
Tumpahan limbah berbahaya dari PT Drydocks Pertama Tanjunguncang kontan mendapat
keluhan dari masyarakat setempat. Mereka menyayangkan keteledoran perusahaan
membuat peraiaran tempat mereka menangkap ikan tercemar. Dampak tumpahan berton-
ton oli bekas itu dirasakan nelayan Pulau Bertam, Pulau Lingka, Pulau Gara dan Pulau
Seraya. Limbah sempat menyebar ke perairan pulau tersebut.
Nelayan sangat merasakan hasil tangakapan ikan bilis. Padahal setiap bulan Oktober,
November dan Desember, adalah waktu keluarnya ikan bilis. Ada sekitar 300 nelayan yang
menggantungkan hidup menangkap ikan bilis. Biasanya, setiap hari nelayan bisa
menangkap ikan bilis dengan jumlah yang cukup lumayan hingga Rp 5 juta sekali turun ke
laut. Namun dua hari belakangan nelayan hanya dapat hasil tangkapan senilai Rp 500 ribu
hingga Rp 600 ribu sekali turun ke laut.
Kasat II Ditreskim Polda Kepulauan Riau menyatakan tidak ada faktor kesengajaan dalam
peristiwa tumpahnya limbah berbahaya tersebut. Peristiwa ini terjadi murni karena tiang
tangki tidak mampu lagi menyangga beban limbah oli bekas yang disimpan di dalamnya.
4.2 Kronologis Pemaparan Agent Orange pada perang Vietnam (Maulana Arief)
Sebuah drum untuk menampung oli bekas milik PT Timas yang berlokasi di Desa Tambak,
Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Banten, meledak pada hari Senin, 28 Desember 2009
sekitar pukul 11 siang. Akibat ledakan tersebut, seorang karyawan bagian pengelasan,
Siman (40) mengalami luka bakar dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Serang.
Menurut Kapolres Serang, ledakan tersebut berasal dari drum oli yang digunakan sebagai
pengganjal mobil yang sedang dilas oleh korban. Diduga akibat panas, drum oli bekas yang
digunakan untuk pengganjal tersebut langsung meledak. Ledakan hebat itu sempat
membuat tubuh korban Siman terpental beberapa meter. Bahkan korban sempat terkena
semburan api, akibatnya ia menderita luka bakar serius terkena semburan api tersebut.
Bunyi ledakan itupun sempat membuat panik karyawan PT Timas. Siman, warga Kampung
22
Citawa, Desa Tambak, Kecamatan Kibin yang menderita luka bakar di sekujur tubuh, oleh
rekan kerjanya langsung dilarikan ke RSUD Serang untuk diberikan pengobatan medis.
BAB V
23
PEMBAHASAN
Limbah khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) No. KEP-225/BAPEDAL/08/1996 tentang
syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah oli dan minyak pelumas. Ia
menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang secara
sembarangan akan sangat berbahaya bagi lingkungan.
NFPA oli bekas:
Keterangan:
Biru : Health Hazard
Merah : Fire Hazard
Kuning : Reactivity
Putih : Specific Hazard
Penanganan
Dalam penempatannya, oli bekas harus dijauhkan dari panas, bunga api, atau api. Dimana
campuran mungkin mudah terbakar tersimpan, harus digunakan peralatan aman pada lokasi
tersebut. Gunakan peralatan anti ledak dan anti percikan yang bersih. Ketika memindahkan
produk, tangki penyimpanan, truk tangki, dan mobil tangki kereta api harus ditempatkan di
tanah dan berikat. Jangan hirup uap atau kabut yang dihasilkan. Gunakan di area yang
berventilasi. Hindari kontak dengan mata, kulit, pakaian, dan sepatu. Jangan merokok
sambil menggunakan produk ini.
5.1 Pembahasan Studi Kasus Agent Orange (Dati dan Mouldie)
Sehubungan kasus yang terjadi di Vietnam:
24
Terlihat bahwa liimbah B3 oli bekas memiliki sifat cukup mudah terbakar serta cukup
membahayakan kesehatan. Oleh karena itu dalam penanganannya, limbah ini harus dijaga
sehati-hati mungkin agar tidak timbul percikan pada kontainer.
Pada MSDS bagian penyimpanan disebutkan, hindari kegiatan mengelas kontainer. Namun
tampaknya hal ini kurang menjadi perhatian bagi Siman, pekerja yang menjadi korban
ledakan kontainer oli bekas di PT Timas. Beliau jelas telah melakukan kesalahan dengan
menjadikan drum limbah oli bekas sebagai alas ketika mengelas. Hal ini tentu saja dapat
menimbulkan percikan api, dan ketika berkontak dengan oli yang memiliki sifat mudah
meledak, maka muncullah ledakan. Beruntung korban masih bisa terselamatkan meski
menderita luka bakar serius. Hendaknya para pekerja harus lebih disadarkan tentang
bahaya limbah B3, dan perusahaan harus bisa membangkitkan kesadaran pada para
pekerjanya.
Menurut MSDS oli bekas, dampak yang dapat ditimbulkannya adalah sebagai berikut:
Dampak bagi kesehatan
1. Pernapasan : konsentrasi uap yang tinggi dapat berbahaya jika dihirup. Konsentrasi
yang tinggi dapat mengganggu saluran pernafasan (hidung, tenggorokan, dan paru-
paru). Juga dapat menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, pusing, kehilangan
koordinasi, rasa, dan gangguan saraf lainnyapaparan dengan konsentrasiakutdapat
menyebabkan depresi sistem saraf, pingsan, koma, dan / atau kematian.
2. Mata : menyebabkan iritasi
3. Kulit : dapat menyebabkan dermatitis atau meresap ke dalam kulit dan menimbulkan
dampak seperti pada pernapasan.
4. Pencernaan : dapat berbahaya jika tertelan. Menyebabkan mual, muntah, dan
gangguan saraf lainnya. Jika produk terhirup ketika sedang menelan atau muntah,
dapat menyebabkan kanker paru-paru ataupun kematian.
5. Kondisi medis yang diperparah oleh paparan : gangguan terhadap jantung, hati,
ginjal, saluran pernapasan(hidung, tenggorokan, paru-paru), sistem saraf pusat,
mata, kulit, dapat semakin diperparah dengan konsentrasi paparan yang tinggi.
6. Sifat karsinogenik : Produk ini mengandung minyak mineral, tidak diolah atau sedikit
diolah, yang dapat menyebabkan kanker. Produk ini mungkin berisi hidrokarbon dan
klor
pelarut, logam, dan aromatic polynuclear yang dapat menyebabkan kanker. Risiko
kanker tergantung pada jangka waktu dan tingkat paparan.
Dampak terhadap lingkungan
25
Lapisan atas tanah dan vegetasi alami biasanya akan menyaring banyak dari polutan
keluar, tetapi lapisan kedap air yang menutupi sebagian besar permukaan di mana
polutan tersebut berasal membawanya tepat ke badan saluran air dan ke sungai, danau,
dan laut, yang dapat meracuni biota laut dan ikan yang kita makan-serta ekosistem
Pencemaran oli bekas ini juga menemukan jalan ke dalam akifer bawah tanah menuju
pasokan air minum kita, sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia.
Oli bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas
itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu
liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah. Oli bekas
juga dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya
yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu sifatnya
mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Sehubungan kasus yang terjadi di ????? (jika ada daerah lain sebutkan) (Brian dan
Naldi) :
Kelalaian perusahaan dalam mengelola limbah B3 nya dapat berdampak buruk bagi
lingkungan dan biota air. Limbah oli memiliki sifat beracun. Hal ini berdampak buruk bagi
lingkungan perairan dan biota air yang telah ketumpahan oli bekas tersebut. Nelayan
setempat juga mengalami kerugian. Jika ikan yang tercemari limbah oli dikonsumsi oleh
manusia, dikhawatirkan akan timbul bahaya bagim kesehatan, seperti yang telah
terangkum dalam MSDS yang berlaku. Hendaknya perusahaan lebih waspada akan hal
ini dan dapat menangani limbah B3 nya dengan benar dan menurut aturan yang berlaku,
sehingga htak terjadi hal yang tak diinginkan.
Manajemen Bahan POP dalam Agent Orange (Marissa)
Minyak telah digunakan, dapat dikumpulkan, daur ulang, dan digunakan berulang-ulang.
diperkirakan 380 juta galon menggunakan minyak daur ulang setiap tahun. Minyak
kadang-kadang dapat digunakan lagi untuk pekerjaan yang sama atau dapat melakukan
tugas yang sama sekali berbeda.Misalnya, oli motor yang digunakan bisa kembali halus
dan dijual di toko sebagai oli motor atau diproses untuk tungku bahan bakar minyak.
Aluminium rolling minyak juga dapat disaring di situs dan digunakan lagi.
Oli bekas sering mengandung bahan berbahaya seperti bahan bakar mudah terbakar dan
bersifat aditif, timah dan logam beracun lainnya. Oli bekas tidak semestinya dibuang
begitu saja karena dapat membunuh tumbuhan dan satwa liar dan mencemari air
permukaan dan air tanah. Oleh sebab itu, ilegal untuk:
membuang oli bekas di tanah,
26
dibuang di saluran air buangan
menempatkan menggunakan minyak dalam sampah, atau
menggunakan oli bekas untuk mengurangi debu di jalan
Pencegahan Paparan Agent Orange (Tiffany)
5.2 Metode Pengolahan Agent Orange (
Metode ini digunakan untuk untuk mengolah oli bekas sehingga dapat dipakai kembali.
Salah satu metodenya adalah Lalalal. Langkah-Langkahnya:
1. XXXX (Sertakan gambar)
2. YYYY
3. ZZZZ
Oli yang telah dikenai proses dehydrasi didinginkan sampai suhu kamar. Oli dipompa
menuju bak pendingin. Bak pendingin dilengkapi dengan blower dan pengaduk.
Pendinginan ini dibutuhkan untuk proses selanjutnya.
4. AAAA
Oli bekas selanjutnya direaksikan dengan asam kuat. Asam yang dapat digunakan
salah satunya adalah asam sulfat (H2SO4) dengan rasio tertentu. Pereaksikan
dengan asam ini dimaksudkan untuk mengembalikan performa oli yang telah rusak.
Pereaksikan dengan asam akan menyebabkan oli menjadi dua fase. Fase beningan
yang berupa oli yang telah baik dan fase padat berupa kotoran yang mengumpul.
27
5. BBBB
6. CCCCi
7. WWW
Oli hasil filtrasi adalah oli yang telah memiliki standar performa baik. Oli ini
ditampung dalam bak yang dilengkapi pompa untuk selanjtnya diisikan ke drum-
drum.
28
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
(Gabung)
6.1 Kesimpulan
Pembuangan oli bekas secara sembarangan tanpa diolah terlebih dahulu akan
menimbulkan pencemaran dan berbahaya bagi lingkungan.
Proses cradle to grave oli bekas meliputi produksi, pengangkutan, penyimpanan,
serta pembuangan/penimbunan oli bekas.
Kasus pencemaran oleh oli bekas di Indonesia terjadi di PT Drydocks Pertama
Tanjunguncang Kepulauan Riau serta PT Timas Kabupaten Serang Banten
Teknologi refining oli bekas merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi
buangan oli bekas.
6.2 Saran
Oli bekas yang sudah tidak digunakan sebaiknya diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan, agar tidak membahayakan.
Proses cradle to grave oli bekas harus berjalan dengan baik dan benar agar
limbah oli bekas tidak mencemari lingkungan.
Proses cradle to grave oli bekas sebaiknya diawasi oleh pihak yang berwenang,
agar dapat berjalan dengan baik.
Untuk meminimalisasi buangan oli bekas, digunakan metode refining oli bekas.
29
DAFTAR PUSTAKA
http://www.antaranews.com/berita/1262007254/drum-oli-bekas-di-serang-meledak,
http://www.batamtoday.com/news/read/2009/10/1501/17051.Tumpahan-Oli-Bekas-Milik-PT-Dry-Dock-Pratama-Cemari-Perairan-Tanjung-Uncang.html,
http://jokimuchajar.blogspot.com/2009/02/bagian-empat-menutup-karir-birokrat-di.html,
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Limbah+B3+dari+Bengkel+Oli+Bekas&dn=20090504003213
http://laginge.wordpress.com/page/2/
http://www.primanru.com/
http://www.tribunbatam.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=35780&Itemid=1105
http://www.wasteoilheat.com/faq.shtml#q8
30