Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
16
BUDAYA INOVASI DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP
KEPEMIMPINAN
Bagus Sajiwo
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Pada setiap organisasi atau perusahaan selalu memiliki ciri-ciri inovasi dan
menghasilkan karya inovatif yang berkali-kali dimana hal ini pengaruhi oleh
pemimpin dalam perusahaan tersebut. Peranan seorang pemimpin sebagai
penggerak sekelompok orang dalam berorganisasi untuk mencapai tujuan
bersama sangatlah penting. Di dalam perusahaan ada peran dan pengaruh
yang sangat penting dalam proses memunculkan atau memicu budaya
inovasi yaitu kepemimpinan yang ada di dalam perusahaan itu sendiri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada perbedaan atau tidak
antara kepemimpinan transaksional dan transformasional terhadap budaya
inovasi. Subjek penelitian ini adalah karyawan tetap pada perusahaan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis uji T-test menguji ada perbedaan
atau tidak antara kepemimpinan transaksional dan transformasional terhadap
budaya inovasi. Setelah dilakukan analisisuji T-test, diperoleh hasil bahwa
ada perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan
transformasional dalam berbudaya inovasi nilai (t= -5.624: p=0.000).
Kata kunci: Budaya inovasi, persepsi kepemimpinan, karyawan
In organization or company always has the characteristics of innovation
and always produce innovative work that many times where it is influenced
by the leader. The role of a leader as the driving force in organizing a
group of people to achieve a common goal is essential. In the company
there is a role and a very important influence in the process raise or trigger
a culture of innovation is leadership that is in the company itself. The
purpose of this study was to determine there is a difference or not between
transactional and transformational leadership to the culture of innovation.
The subjects were permanent employees in the company. Data was collected
using a questionnaire. This study uses the technique of test T-test analysis
test or not there is a difference between transactional and transformational
leadership to the culture of innovation. After analyzing the test T-test, the
results showed that there is a difference between transactional leadership
andtransformational leadership in innovation culture obtained from( t-
value=-5.624; p= 0.000).
Keywords: Cultural innovation, perceived leadership , employee
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
17
Pada setiap organisasi yang ada pada tingkatan lembaga pendidikan, perusahaan,
birokrasi, atau negara yang memiliki ciri- ciri inovatif, selalu ada seorang tokoh
pemimpin yang membuat organisasi tersebut menghasilkan karya inovatif.Peranan
seorang pemimpin sebagai penggerak sekelompok orang dalam berorganisasi untuk
mencapai tujuan bersama sangatlah penting.
Kajian yang dilakukan oleh para pakar tentang faktor yang merupakan pendorong
inovasi telah banyak dilakukan. Amabile (1998), Mumford dan Gustafson menemukan
bahwa kepemimpinan adalah salah satu faktor utama pengukit inovasi. Selain itu,
Secara teoritik, banyak faktor – faktor yang mempengaruhi budaya inovasi,
yaitukepemimpinan, jejaring kerja sama dalam organisasi (intraorganizational network)
dan kemampuan belajar organisasi (organizational learning),lingkungan kerja yang
kondusif dan kreatif, kompleksitas pekerjaan dan tipe pengawasan yang diterapkan
dalam perusahaan dan budaya dan iklim organisasi (dalam Ancok, 2012).
Apa pentingnya budaya inovasi di perusahaan? Keunggulan sebuah organisasi
perusahaan atau organisasi yang sejenis terletak pada kemampuannya untuk
menghasilkan produk dengan kualitas tinggi (Quality), harga yang murah (Price) , dan
penyampaian produk yang cepat dengan penggunaan produk (Delivery). Ketiga aspek
ini selanjutnya akan menimbulkan kepuasan bagi pengguna produk (Consumer
satisfaction). Rasa puas yang ada pada konsumen akan menimbulkan kesetiaan pada
produk dan kesetiaan pada perusahaan (Consumer Retentation) yang secara perlahan-
lahan akan memperluas pasar (Market Share). Keluasan pasar akan menjadi sumber
keuntungan perusahaan (Company Profit) itu semua adalah dampak dari budaya inovasi
yang ada di dalam perusahaan.
Berikut ini ada beberapa contoh karya inovatif yang berasal dari kepemimpinan tiap
perusahaan. Pertama, Toshiba dikenal dengan penemu-penemu barunya dibidang
elektronika yang bermanfaat besar bagi masyarakat umum, sehingga tidaklah
mengherankan jika perusahaan ini mampu menembus pangsa pasar di berbagai negara
dan mencapai penjualan lebih dari USD 53 miliyar per tahun. Meskipun menghadapai
pesaing dibidang komputer dan elektronik yang memiliki nama besar seperti Dell,
HP/Compaq, Sony, Panasonic yang tidak kalah inovatif,Toshiba masih masuk dalam
golongan perusahaan yang mampu meraup kesuksesan dalam kondisi persaingan yang
kompetitif. Keberhasilan Toshiba tidak terlepas dari budaya inovatif perusahaan yang
merupakan produk inovatif mereka (Ellitan & Lina, 2009) .Kedua, perusahaan Apple
Computer. Steve jobs adalah pemimpin dibalik kesuksesan perusahaan Apple Computer
yang menghasilkan banyak produk inovatif. Salah seorang tokoh yang mengubah
komputer besar menjadi komputer kecil yang mudah dibawa.Kini perusahaan Apple
Computer telah menghasilkan banyak produk inovatif seperti ipad dan smartphone yang
punya peran yang sangat luar biasa dalam kehidupan manusia Steve Jobs (Joung &
Simon, 2005).
Secara spesifik bahwa ciri-ciri bentuk budaya inovasi di perusahaan adalah perusahaan
tersebut terdapat sebuah inovasi dari bulan ke bulan maupun dari tahun ke tahun.
Inovasi bukan hanya menyangkut penciptaan produk akan tetapi banyak aspek yakni
inovasi proses,inovasi metode, inovasi struktur, inovasi hubungan, inovasi strategi,
inovasi pola pikir, inovasi produk, inovasi pelayanan. Semua jenis inovasi ini pada
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
18
ujungnya bermuara pada keunggulan organisasi di dalam memberikan pelayanan
kepada pengguna produk dan jasa (Ancok,2012).
Secara umum tidak ada kesepakatan diantara para pakar tentang definisi
inovasi.Pengertian inovasi pada dasarnya dapat dicari cikal bakalnya dari ajaran
agama.Dalam ajaran agama, setiap manusia diminta untuk selalu berinovasi dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari (Hadist Nabi Muhammad). Beberapa pakar
ilmiah mendefinisikan inovasi sebagai berikut: Rosabeth Moss Kanter (dalam
Munandar, 2008) inovasi adalah sebuah hasil karya pemikiran baru yang diterapkan
dalam kehidupan manusia. Sedangkan menurut Amabile (1998), inovasi adalah
implementasi dan adopsi pemikiran baru oleh individu. Dari berbagai definisi
dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu proses memikirkan
dan mengimplementasikan pemikiran tersebut, sehingga menghasilkan hal baru
berbentuk produk, jasa, proses bisnis, cara baru, kebijakan, dan lain sebagainya. Inovasi
adalah suatu bentuk perubahan dari sesuatu hal, baik yang bersifat inkremental (sedikit
demi sedikit), maupun perubahan yang radikal (invention) (Mckeown (2008). Penemuan
pesawat terbang adalah sebuah inovasi yang radikal, karena memang belum ada
sebelumnya. Namun, ada juga sebuah penemuan yang merupakan kombinasi dari dua
hal yang lama menjadi hal yang baru. Contohnya teh botol. Teh sudah lama ada, dan
juga sudah lama ada. Tetapi teh yang dikemas dalam botol adalah sesuatu yang belum
pernah ada sebelumnya, jadi ini sebuah inovasi .
Pada dasarnya, budaya inovatif sangat erat kaitannya dengan budaya organisasi. Tanpa
adanya indikator untuk memastikan bagus atau tidaknya budaya organisasi dalam
perusahaan, maka budaya inovasi akan sangat sulit untuk dipacu. Sejalan dengan
banyaknya literatur yang membahas tentang inovasi, pembahasan tentang dampak
budaya inovasi pada kinerja organisasi juga harus bertambah (Christensen& Raynor,
2003, Hammer, 2004).
Salah satu komponen budaya organisasi dari tujuh komponen yang dikemukakan oleh
Robbins (2001) adalah keberanian berinovasi dan mengambil resiko. Hal ini diukur
dari sejauh mana organisasi memotivasi karyawan untuk giat melakukan inovasi dan
merangsang karyawan untuk berani mengambil resiko. Tanpa keberanian mengambil
resiko, inovasi dalam sebuah organisasi akan sulit muncul.Banyak pakar yang
memberikan pendapat tentang budaya organisasi seperti, Dobni (dalam Akintola, Jack,
& Girma, 2012) melihat budaya inovasi dalam konteks multidimensional secara spesifik
berpendapat budaya inovasi didefinisikan sebagai multi-dimensional yang mencangkup
niat untuk menjadi inovatif, infrastruktur untuk mendukung inovasi, perilaku opeasional
yang diperlukan untuk mempengaruhi pasar dan orientasi keuntungan (nilai) dan
lingkungan yang mendukung implementasi inovasi.
Perusahaan sudah semestinya berusaha menginternalisasi budaya inovasi ke seluruh
bagian perusahaan. Budaya inovasi merupakan nilai-nilai dan norma-norma anggota
organisasi yang menjunjung tinggi kreativitas dan pendapat anggota dalam usaha
inovasi produk (desain dan pengembangan produk) untuk menciptakan keunggulan.
Tanpa adanya budaya inovasi maka perilaku individu dalam perusahaan tidak akan
mendorong diciptakannya produk inovatif yang lebih unggul dari pesaing. Perusahaan
juga perlu menciptakan suatu kepemimpinan yang kuat untuk mendukung internalisasi
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
19
budaya inovasi. Hal ini penting artinya agar seluruh karyawan terdorong untuk turut
serta aktif mensukseskan upaya internalisasi budaya inovasi (Ellitan & Lina, 2009).
Di dalam perusahaan ada peran dan pengaruh yang sangat penting dalam proses
memunculkan atau memicu budaya inovasi yaitu kepemimpinan yang ada di dalam
perusahaan itu sendiri. Kepemimpinan adalah proses dimana individu mempengaruhi
sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama (Northouse, 2013).
Kepemimpinan yang bagaimanakah yang bisa memunculkan budaya inovasi dalam
perusahaan? Salah satu kepemimpinan yang bisa memunculkan budaya inovasi di
perusahaan adalah kepemimpinan transaksional dan transformasional. Jung, Wu, dan
Chu (2008) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara gaya
kepemimpinan transformasional dengan inovasi dalam perusahaan.Semakin
transformasional para pemimpin dalam perusahaan maka semakin banyak inovasi yang
muncul dalam perusahaan.
Kepemimpinan transaksional merujuk ke kumpulan model kepemimpinan yang
berfokus pada pertukaran yang terjadi antara pemimpin dan pengikutnya. Kemudian,
kepemimpinan transformasional merupakan proses dimana orang terlibat dengan orang
lain dan menciptakan hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas dalam diri
pemimpin dan pengikut. Kepemimpinan transformasional menghasilkan dampak yang
lebih besar daripada kepemimpinan trasaksional. Sementara itu, kepemimpinan
transaksional memberi hasil yang diharapkan,dan kepemimpinan transformasional
menghasilkan kinerja yang lebih daripada yang diharapkan. (Northouse, 2013).
Pendekatan kepemimpinan transformasional bisa digunakan untuk menggambarkan
kepemimpinan dalam cakupan yang luas, dari upaya yang sangat spesifik untuk
mempengaruhi pengikut pada tingkatan satu-lawan satu , ke upaya sangat luas untuk
mempengaruhi seluruh organisasi dan bahkan seluruh budaya. Walaupun pemimpin
transformasional memainkan peran penting dalam menyebabkan perubahan, pengikut
dan pemimpin terikat bersama dalam proses transformasi.
Burns (dalam Ancok, 2012) membedakan dua jenis kepemimpinan :transaksional dan
transformasional. Kepemimpinan transaksional merujuk ke kumpulan model
kepemimpinan yang berfokus pada pertukaran/interaksi yang terjadi antara pemimpin
dan pengikutnya.Kepemimpinan transaksional dan transformasional ini berdasarkan
teori Maslow tentang hierarki kebutuhan manusia. Gaya kepemimpinan transaksional
lebih berkaitan dengan hirarki kebutuhan bawahan yang lebih rendah, seperti kebutuhan
fisik, rasa aman, dan berafiliasi. Sedangkan gaya kepemimpinan transformasional
dikaitkan dengan kebutuhan bawahan yang berhierarki tinggi (self esteem dan
aktualisasi diri). Berbeda dengan kepemimpinan transaksional, kepemimpinan
transformasional itu merupakan proses dimana orang terlibat dengan orang lain dan
menciptakan hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas dalam diri pemimpin
dan pengikut. Jenis pemimpin ini memiliki perhatian pada kebutuhan dan motif
pengikut, serta mencoba membantu pengikut mencapai potensi terbaik mereka.
Persepsi bawahan atau karyawan terhadap pemimpin diasumsikan secara akurat dan
merespon apa yang pemimpin lakukan saat berinteraksi dengan pengikutnya (Zhang
dalam Fajrianti dan Kresnandito, 2012)
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
20
Persepsi kepemimpinan sangat penting dalam meningkatkan budaya inovasi di
perusahaan dikarenakan karyawan selalu memandang atau mempersepsi bagaimana
pemimpin itu memperlakukan bawahannya. Pernyataan tersebut didukung oleh salah
satu penelitian sebelumnya yaitu bahwa ada pengaruh persepsi gaya kepemimpinan dan
motivasi kerja terhadap kinerja karyawan dengan nilai 0.000 dimana nilai ini lebih kecil
daripada 0.005. Analisis ini menggunakan analisis regresi uji F (Kusyono, 2008). Jadi
pemimpin untuk memotivasi kerja karyawan dan menghasilkan kinerja yang berbuah
inovasi dalam perusahaan ditentukan oleh bagaimana karyawan mempersepsi
kepemimpinan dari seorang pemimpin.
Joung & Simon ( 2005) menyatakan bahwa karyawan akan kehilangan komitmen untuk
berbuat yang terbaik bagi perusahaan. Sangat sulit bagi karyawan untuk menghasilkan
inovasi dalam kondisi demikian. Bila ada pilihan lain, sangat besar kemungkinan
karyawan yang baik akan meninggalkan perusahaan.kepemimpinan(leadership) akan
mempengaruhi budaya inovasipada perusahaan. De Jong, & Hartog, berpendapat bahwa
yang menunjukkan bahwa transformasional leadership, participative leadership, dan
Leader- Member Exchange (LMX) berpengaruh pada inovasi dalam perusahaan (Ancok,
2012).Efek langsung kepemimpinan terhadap inovasiEfek langsung kepemimpinan
terhadap inovasi menyatakan bahwa ada pengaruh yang significant antara
kepemimpinan terhadap inovasi organisasi (Suaedi, 2005).
Penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel persepsi
kepemimpinan transformasional terhadap perilaku inovatif penyiar radio (Fajrianti &
Kresnandito, 2012) Terlihat bahwa nilai F yang dihasilkan dari analisis regresi
sederhana sebesar 10.891 dengan nilai signifikasi 0.002 (dalam penelitian ini
menggunakan taraf signifikasi 0.005) yang artinya ada pengaruh yang signifikan antara
persepsi kepemimpinan transformasional terhadap perilaku inovatif penyiar radio.
Pengaruh persepsi kepemimpinan transformasional sebesar 17.9% terhadap perilaku
inovatif penyiar radio dalam penelitian ini, artinya 82,1% sisanya adalah faktor lain
yang mempengaruhi perilaku inovatif penyiar radio.
Berdasarkan uraian diatas diperoleh rumusan masalah apakah ada perbedaan
kepemimpinan transaksional dan transformasional terhadap budaya inovasi. Manfaat
dari penelitian ini secara teoritis adalah penelitian ini dapat memberikan informasi dan
pengembangan terkait dengan ilmu psikologi industri dan organisasi.Dan secara praktis
penelitian ini dapat memberikan informasi terkait dengan perbedaan kepemimpinan
transaksional dan transformasional terhadap budaya inovasi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada perbedaan atau tidak antara kepemimpinan transaksoinal
dan transformasional terhadap budaya inovasi
Kepemimpinan Transaksional
Berdasarkan pandangan Bass (Ancok, 2012), kepemimpinan transaksional adalah sikap
pemimpin yang berfokus pada pertukaran/interaksi yang terjadi antara pemimpin dan
pengikutnya bercirikan nuansa transaksi antara yang dipimpin dengan yang memimpin,
yaitu pertama menjelaskan pada karyawan apa yang harus dikerjakan (clarifies terms of
cotract). Kedua,meminta karyawan untuk mematuhi aturan dan standart kerja (enforces
compliances to rules and standards). Ketiga, mengatur kesepakatan kontraktural
(arranges contractual agreements). Pemimpin membuat perjanjian dengan karyawan
kalau target kerja dengan kualitas baik tercapai, maka karyawan akan mendapatkan
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
21
bonus.Keempat,mengawasi karyawan dalam bekerja untuk memastikan bahwa
pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan dan efektif (supervises subordinates to
ensure work is carried out effectively) Kelima, mengisolir pekerjaan dari dunia yang
merubah (isolates work from the changing environmnt). Pemimpin transaksional hanya
memperhatikan apa yang sudah disepakati oleh perusahaan tentang tentang apa yang
harus dilakukan dan kurang memperhatikan apakah hal yang dilakukan itu memang
masih sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan bisnis.Keenam,memotivasi
Karyawan dengan menggunakan hadiah terkait dengan pelaksanaan tugas (use contigent
rewards to influence motivation).Ketujuh, menjamin agar hadiah diberikan secara adil
(ensures the eqity of the reward).
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional(transformational leaderships) adalah interaksi antara
pemimpin dan pengikutnya, ditandai oleh pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku
pengikutnya/bawahannya menjadi seseorang yang merasa mampu bermotivasi tinggi
dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu.Pemimpin mengubah
bawahannya, sehingga tujuan kelompok kerjanya dapat dicapai bersama. Bass (Ancok,
2012) berpendapat bahwa ada empat hal yang menjadikan ciri pemimpin
transformasional yakni, idealized unfluence, intellectualstimulation, inspirational
motivation, dan individual consideration.Pertama, pengaruh yang diidealkan (idealized
influence): sifat-sifat keteladanan (role model) yang ditunjukkan kepada pengikut dan
sifat-sifat yang dikagumi pengikut dari pemimpinannya. Kedua, stimulasi intelektual
(intellekctual stimulation) : pemimpin mengajak pengikutnya untuk selalu
mempertanyakan asumsi di baliksuatu hal, mencari cara baru dalam suatu hal.
Ketiga,kepedulian secara perorangan (individual consideration): ciri pemimpin yang
memperhatikan kebutuhan karyawan agar mereka bisa maju dan berkembang dalam
karier dan kehidupan mereka. Keempat, motivasi yang inspirasional (inspirational
motivation): sifat pemimpin yang memberikan inspirasi dalam bekerja, mengajak
karyawan untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama agar hidup dan karya mereka
menjadi bermakna. Mulyana (dalam Sobur, 2003) persepsi adalah proses menafsirkan
informasi indrawi.
Budaya Inovasi
Dobni (dalam Ancok, 2012) budaya inovasi didefinisikan sebagai konsep yang multi-
dimensional yang mencangkup niat untuk menjadi inovatif, infrastruktur untuk
mendukung inovasi, perilaku operasional yang diperlukan untuk mempengaruhi pasar
dan orientasi keuntungan (nilai) dan lingkungan yang mendukung implementasi inovasi.
Ada beberapa faktor pengukuran budaya inovasi yakni: pertama, niat untuk berinovasi
(innovation intention) dibagi dalam dua sub faktor yakni (a) innovation prospensity
yang didefinisikannya sebagai tingkatan sejauh mana organisasi secara formal di dalam
model bisnisnya, menetapkan inovasi sebagai arah (niat) utama dalam bisnis mereka.
Niat ini tergambar dalam visi, misi, tata nilai organisasi dan strategi dan sasaran bisnis
yang diwujudkan dalam operasi model bisnis dan proses bisnis.(b)Organizational
Constituency, yang terwujud dalam bentuk sejauh mana karyawan terlibat dalam
kewajiban berinovasi, dan bagaimana karyawan menilai diri mereka, teman sekerja
mereka dalam hal nilai ekuitas dan kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
22
Kedua, Infrastruktur inovasi (innovation infrastructure) yang dikelompokkan ke dalam
dua kategori, yakni (a) pembelajaran organisasi (organizational learning) yang
menggambarkan sejauh mana pelatihan dan pendidikan karyawan diselaraskan dengan
inovasi sebagai sasaran perusahaan.(b)Kreativitas dan pemberdayaan (creativity and
empowerment), beupa penetapan besaran kebebasan dalam bekreasi bagi karyawam
yang diperbolehkan perusahaan untuk diwujudkan dalam kerja.Selain itu, sejauh mana
karyawan diberdayakan, dan berapa besar kebebasan yang diberikan pada karyawan
yang melakukan sesuatu atas kehendak sendiri. Ketiga, pengaruh inovasi (innovation
influence) yang dibagi dalam dua sub faktor: (a) orientasi pasar (market orientation)
yang ditandai oleh seberapa besar kemampuan karyawan untuk melihat kebutuhan pasar
dan kesadaran akan kondisi lingkungan bisnis. Ini diwujudkan dalam bentuk
pengetahuan karyawan terhadap kebutuhan konsumen, dan kemampuan berbagi
pengetahuan kepada rekan sekerja tentang konsumen, pesaing, dan pengetahuan tentang
mata-rantai nilai (value-chain) di tempat bekerja. (b)Orientasi nilai (value orientation),
yakni berapa besar perhatian karyawan terfokus dan terlibat dalam upaya untuk member
nilai tambah kepada konsumen dan kliennya.Keempat, Implementasi inovasi
(innovation implementation), menyangkut kondisi organisasi dalam kaitannya dengan
konteks inovasi (innovation context). Perwujudannya antara lain dalam bentuk
kemampuan organisasi untuk melaksanakan gagasan yang memberikan nilai tambah
(value added ideas), serta kemampuan organisasi untuk menyerasikan sistem dan
proses sesuai dengan kebutuhan perubahan lingkungan Dobni ( dalam Ancok, 2012).
Kaitan kepemimpinan dengan budaya inovasi di perusahaan yaitu kepemimpinan
merupakan pemegang peranan penting bagi sukses atau tidaknya sebuah
perusahaan.Tanpa kepemimpinan yang efektif, sebuah perusahaan ibarat sebuah kapal
tanpa nahkoda yang bisa membawanya ke tujuan.Gaya kepemimpinan yang diterapkan
dalam sebuah organisasi sangat menentukan organisasi tersebut menghasilkan banyak
inovasi. Inovasi pada dasarnya sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin
perusahaan untuk memotivasi karyawan agar mereka mau mengeluarkan seluruh
potensi yang mereka miliki. Pemimpin mulai dari pucuk sampai pada yang memimpin
unit kerja operasional di lini paling bawah dalam struktur organisasi (first-line
supervisor) akan menentukan potensi organisasi untuk memunculkan inovasi (Ancok,
2012)
Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka didapatkan hipotesis bahwa ada perbedaan antara
kepemimpinan transaksional dan transformasional terhadap budaya inovasi.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian
komparatif.Menurut (Sugiyono,1999) penelitian komparatif adalah suatu penelitan yang
bersifat membandingkan. Disini variabelnya masih sama dengan penelitian variabel
mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda.Karena
peneliti ingin meneliti perbedaan antara variabel kepemimpinan trasaksional,
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
23
transformasional dan variabel budaya inovasi pada data yang telah dikumpulkan
sekaligus menguji signifikannya.
Subyek Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah karyawan yang memiliki jenis kelamin pria maupun
wanita yang masih aktif bekerja dan merupakan pekerja tetap bukan kontrak dan
dilakukan sebanyak 215 subjek. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling (Winarsunu, 2006).
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah budaya inovasi.adalah suatu
sistem nilai yang ada pada perusahaan yang diyakini dan dipraktekkan oleh setiap
anggota perusahaan meliputi aspek innovation intention (innovation intention and
organizational constituency), innovation infrastructure (organizational learning,
creativity and empowerment), innovation influence (market orientation, value
orientation), innovation implementation.
Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah persepsi kepemimpinan
transaksional dan transformasional. Persepsi kepemimpinan transaksional merupakan
evaluasi bawahan terhadap perilaku pemimpin dalam mengarahkan bawahan untuk
tercapainya tujuan organisasi meliputi aspek-aspek yaitu clarifies terms of
contract,enforces compliances to rule and standards, arranges contractual agreement,
supervises subordinates to ensure work is carried out effectively (active management by
exception and passive management by exception), isolates work from the changing
environment, use contigent rewards to influence motivation, ensures the equity of the
rewards, sedangkan persepsi kepemimpinan transformasional merupakan penilaian
evaluasi bawahan terhadap perilaku pemimpin dalam mengarahkan bawahan untuk
tercapainya tujuan organisasi meliputi aspek-aspek idealized influence, intellectual
stimulation, individual consideration, inspirational motivation.
Skala yang digunakan untuk mengukur budaya inovasi menggunakan adaptasi dari skala
yang disusun oleh Dobni (dalam Ancok, 2012) sejumlah 70 item. Skala yang disusun
berdasarkan aspek Dobni yaitu:
1. Innovation intention
a. Innovation intention
b. Organizational constituency
2. Innovation infrastructure
a. Organizational learning
b. Creativity and empowerment
3. Innovation influence
a. Market orientation
b. Value orientation
4. Innovation implementation
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
24
Sementara itu, untuk mengukur kepemimpinan, jenis skala yang digunakan bersumber
dari Ancok (2012) yang diadaptasi dari MLQ (Multifactor Leadership Quesioner) (Bass
dan Bruce J. Avolio, 1995) dan perlu pengujian kembali
yang berjumlah 66 item dan terdiri dari:
1. Transaksional
a. Clarifies terms of contract
b. Enforces compliances to rule and standards
c. Arranges contractual agreement
d. Supervises subordinates to ensure work is carried out effectively (active
management by exception and passive management by exception)
e. Isolates work from the changing environment
f. Use contigent rewards to influence motivation
g. Ensures the equity of the rewards
2. Transformasional
a. Idealized influence
b. Intellectual stimulation
c. Individual consideration
d. Inspirational motivation
Proses validasi alat ukur menggunakan try out, sehingga skala disebar dan digunakan
untuk validasi instrumen. Selanjutnya skor pada item yang tidak valid tidak diikutkan
dalam perhitungan komparatif. Detail penyebaran skala ditulis pada bagian prosedur
penelitian.
Validitas item berdasarkan nilai skor item per aspek dengan skor total yang
menunjukkan untuk skala kepemimpinan gugur 2 item, sedangkan skala budaya inovasi
gugur 3 item. Adapun detail nilai validitas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur Jumlah Item
Diujikan
Jumlah Item Valid Indeks Validitas
Skala Kepemimpinan
a. Transaksional 33 32 0,304-0,618
b. Transformasional 33 32 0,337-0,654
Skala Budaya Inovasi 70 67 0,306-0,659
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh hasil dari 66 item skala kepemimpinan yang diujikan,
ada 64 item yang valid setelah diujikan melalui uji statistik menggunakan program
SPSS versi 18.00. Indeks validitas dari skala kepemimpinan yang diujikan berkisar
antara 0,304-0,618 untuk kepemimpinan transaksional dan 0,337-0,654 untuk
kepemimpinan transformasional. Selain itu, dari 70 item skala budaya inovasi yang
diujikan, ada 67 item yang valid setelah diujikan melalui uji statistik menggunakan
program SPSS versi 18.00. Indek validitas dari skala budaya inovasi yang dujikan
adalah 0,306 yang terendah dan 0,659 yang tertinggi.
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
25
Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur Alpha
Skala Kepemimpinan 0,947
Skala Budaya Inovasi 0,943
Berdasarkan Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kedua instrumen yang dipakai dalam
penelitian ini reliabel jika dibandingkan dengan syarat cronbach alpha yaitu 0,60 atau
60% (Priyatno,2011). Hal ini membuktikan bahwa kedua instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang cukup memadai.
ProsedurPenelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan analisa data.
Pada tahap persiapan, yang pertama dilakukan adalah membuat alat instrumen berupa
skala kemudian mengujicoba skala yang telah dibuat kepada subyek try outsebanyak
100 karyawan tetap serta melakukan uji validitas terhadap hasil uji coba yang telah
dilakukan dan ditemukan item yang memenuhi reliabilitas dan validasi.
Pada tahap pelaksanaan, pertama dilakukannya wawancara secara terbuka terhadap
beberapa perusahaan yang terkait dengan penelitian.Disini peneliti menggunakan satu
perusahaan untuk memenuhi subyek yang sudah ditentukan.Perusahaan yang memiliki
karyawan yang masuk dalam kriteriasubjek yang telah ditentukan akan diberikan skala
kepemimpinan transaksional dan transformasional dan budaya inovasi yang telah
dinyatakan valid.
Penyebaran skala tryout mulai pada tanggal 14April 2014 sampai dengan tanggal
17April 2014.Proses ini dilakukan pada perusahaan PT Maya Muncar dan
disebarkansebanyak 100 quesioner skala dan satu subjek diberikan dua skala sekaligus.
Sebelum skala diberikan, peneliti memberikan pengantar yang bertujuan untuk
memberitahu bagaimana cara mengisi skala. Pada tanggal 18April 2014 sampai dengan
tanggal 22 April 2014 dilakukan entry data, validasi alat ukur, mengukur reliabilitas alat
ukur, dan proses analisa data. Dalam proses ini peneliti menggunakan software
perhitungan statistik SPSS for windows versi 18.00. Selanjutnya data dianalisis dengan
uji per aspek karena penelitian ini menguji perbedaan antara satu variabel bebas dengan
satu variabel terikat dan jenis data interval. Setelah didapatkan hasilnya maka item –
item yang tidak valid atau gugur tidak diikut sertakan dan disusun kembali item – item
yang valid untuk mengambil data penelitian.penelitian ini menggunakan tryout murni
sehingga peneliti dua kali mengambil data untuk dianalisis.
Setelah peneliti melakukan tryout, peneliti kemudian melanjutkan dengan penyebaran
skala pada karyawan tetap PT Maya Muncar dengan tujuan perolehan data penelitian
pada tanggal 5Mei 2014 sampai dengan 10Mei 2014. Satu subjek diberikan dua skala
sekaligus dan langsung diisi secara bersamaan. Sebelum skala diberikan, peneliti
memberikan pengantar yang bertujuan untuk memberitahu bagaimana cara mengisi
skala.Berdasarkan pada tabel Issac jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 700
dan diambil 5% berjumlah 233 subjek. Sehingga peneliti menyebar skala minimal
berjumlah 233 orang.Akan tetapi, skala yang dikembalikan dalam penelitian ini
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
26
berjumlah 215. Peneliti berhasil mengumpulkan 215 skala terisi yang kemudian pada
tanggal 12 Mei 2014 peneliti melakukan entry data, validasi alat ukur, mengukur
reliabilitas alat ukur, dan proses analisa data. Dalam proses ini, peneliti menggunakan
software perhitungan statistic SPSS for windows versi 18.00.
Selanjutnya data dianalisis dengan uji T-test karena penelitian ini menguji perbedaan
antara satu variabel bebas dengan variabel terikat dan jenis data interval.
HASIL PENELITIAN
Tabel 3. Deskripsi Subyek Penelitian
Kategori Frekuensi Prosentase Mean Skor Budaya
Inovasi
Jenis Kelamin
Laki – Laki
Perempuan
52
163
24.18%
75.81%
128.96
127.07
Usia
20 – 29
30 – 39
40 – 49
50 – 59
37
77
64
36
17.20%
35.81%
29.76%
16.74%
116.54
128.52
131.71
129.25
Lama bekerja
1-2
3-9
10-19
20-29
59
27
74
55
27.44%
12.55%
34.41%
25.58%
122.72
131.55
129.16
128.52
Berdasarkan dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari kategori jenis kelamin, jenis
kelamin laki-laki yang lebih tinggi untuk berinovasi perusahaan daripada jenis kelamin
perempuan dengan mean skor budaya inovasi 128.96. Kemudian dari kategori usia, usia
40-49 tahun yang lebih tinggi untuk berinovasi perusahaan daripada yang lainnya
dengan mean skor budaya inovasi 131.71. Sementara itu, untuk kategori lama bekerja,
3-9 tahun lebih tinggi untuk berinovasi di perusahaan daripada yang lainnya dengan
mean skor budaya inovasi 131.55.
Tabel 4. Sebaran data Kepemimpinan
Kepemimpinan Interval Frekuensi Prosentase
Transaksional 0 – 128 111 52%
Transformasional 129 – 256 104 48%
Total 215 100%
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa untuk mengetahui responden tersebut
kepemimpinan transaksional maupun kepemimpinan transformasional menggunakan
nilai skor total kasar kepemimpinan, sehingga untuk kategori nilai dari 0 – 128 termasuk
kepemimpinan transaksional, sedangkan untuk kategori nilai 129 – 256 termasuk
kepemimpinan transformasional. Oleh karena itu, dari 215 responden yang mengisi
skala kepemimpinan, terdapat 111 responden dengan prosentase sebesar 52% termasuk
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
27
dalam kecenderungan kepemimpinan transaksional, sedangkan terdapat 104 responden
dengan prosentase sebesar 48% yang dapat teridentifikasi dalam kepemimpinan
transformasional.
Tabel 5. Hasil Analisis Uji t-test
Kepemimpinan N M Std
Deviation
F Sig T Df Sig
Transaksional 111 242.8378 85.03577 18.846 0.00 -
5.624
200.500 0.000
Transformasional 104 299.5288 61.57133
Berdasarkan hasil t-test diperoleh hasil bahwa kepemimpinan transaksional
mendapatkan skor rata – rata sebesar 242.8378 dalam budaya inovasi, sedangkan
kepemimpinan transformasional memperoleh skor rata – rata sebesar 299.5288 dalam
budaya inovasi. Pada nilai F kepemimpinan transaksional dan transformasional
memperoleh skor sebesar 18.846 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 yang lebih
kecil dari 0.05 (0.000< 0.05) sehingga dapat dikatakan bahwa kedua varians tidak
mempunyai kesamaan. Pada kolom tdidapatkan hasil sebesar -5.624 dengan signifikansi
sebesar 0.000 yang lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa adanya
perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional
dalam budaya inovasi. Dalam hal ini, kepemimpinan transformasional yang lebih tinggi
dalam berbudaya inovasi dilihat dari skor rata – rata yang mendapatkan nilai sebesar
299.5288.
DISKUSI
Berdasarkan hasil t-Test diperoleh hasil bahwa ada perbedaan antara kepemimpinan
transaksional dan kepemimpinan transformasional dalam berbudaya inovasi yang
diperoleh dari nilai t -5.624 dengan signifikasi sebesar 0.000 yang lebih kecil dari 0.05.
Dari hasil deskripsi subjek penelitian bahwa dari kategori jenis kelamin laki-laki lebih
tinggi untuk berinovasi di perusahaan dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan
dengan mean skor budaya inovasi 128.96 dikarenakan bahwa jenis kelamin pria lebih
cenderung untuk berpikir kreatif, memikirkan ide-ide kreatif dan lebih mementingkan
pekerjaannya daripada urusan lainnya daripada perempuan. Perempuan cenderung
untuk pasif dan selalu ikut alur perusahaan. Kemudian dari kategori usia, usia 40-49
tahun yang lebih tinggi untuk berinovasi perusahaan daripada yang lainnya dengan
mean skor budaya inovasi 131.71. Sementara itu, untuk kategori lama bekerja, 3-9 tahun
lebih tinggi untuk berinovasi di perusahaan daripada yang lainnya dengan mean skor
budaya inovasi 131.55
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa lama
bekerja karyawan memiliki pengetahuan yang membutuhkan waktu tertentu untuk
menguasai lapangan. Selain itu lingkungan yang nyaman akan membentuk karyawan-
karyawan yang produktif (Apriliyani, 2006)
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 111 responden dengan
prosentase sebesar 52% yang berkecenderungan melakukan kepemimpinan
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
28
transaksional, sedangkan terdapat 104 responden dengan prosentase sebesar 48% yang
berkecenderungan melakukan kepemimpinan transformasional.
Berdasarkan hasil t-Test diperoleh hasil bahwa kepemimpinan transaksional
mendapatkan skor rata – rata sebesar 242.8378 dalam budaya inovasi, sedangkan
kepemimpinan transformasional memperoleh skor rata – rata sebesar 299.5288 dalam
budaya inovasi. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional yang lebih tinggi untuk menciptakan budaya inovasi di perusahaan.
Didalam kepemimpinan transformasional mempunyai aspek yaitu pertama, pengaruh
yang diidealkan (idealized influence) yaitu penilaian karyawan terhadap pimpinannya
dalam halmemberikan keteladanan pengikut melalui perilaku dan ucapan. Pemimpin
menyampaikan harapan yang tinggi kepada para pengikut agar termotivasi untuk
berbudaya inovasi di perusahaan sebagaimana pemimpin memperlihatkan bahwa
dirinya bagian dari anggota kelompok, rendah hati dan menghargai anggota lainnya.
Bahwasanya dalam pengaruh yang diidealkan (idealized influence) pada dua komponen:
komponen pengakuan yang merujuk pada pengakuan pengikut kepada pemimpin yang
didasarkan pada persepsi yang mereka miliki atas pemimpin mereka, dan komponen
perilaku yang merujuk pada observasi pengikut akan perilaku pemimpin. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap pimpinan yang
diidealkan memiliki prosentase 17.35 % dari total keseleruhan skor kepemimpinan.
Kedua, stimulasi intelektual (intellekctual stimulation) yaitu penilaian karyawan
terhadap pimpinanya dalammemberikan apresiasi gagasan kepada pengikut. Pemimpin
mengembangkan kompetensi pengikutnya dengan cara memberikan tantangan dan
pertanyaan agar pengikutnya berolah pikir mencari cara baru dalam melakukan suatu
pekerjaan. Pemimpin juga banyak mengajukan pertanyaan kepada pengikutnya dan
merangsang pemikiran kreatif para pengikut untuk memunculkan gagasan inovatif
dalam diri mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek intellekctual
stimulationmemiliki prosentase sebesar 10.74% dari total keseluruhan skor
kepemimpinan
Ketiga, kepedulian secara perorangan (individual consideration) yaitu penilaian
karyawan terhadap pimpinanyadalam hal memperhatikan kebutuhan psikososial
karyawan yang dipimpinnya. Pemimpin memfasilitasi kebutuhan psikologi karyawan
yang ingin maju dan mengembangkan kreasinya dan mendukung keinginan karyawan
untuk maju dan berkembang. Pemimpin juga mengkaji dan meneliti kemampuan dan
kekurangan pengikut serta mengembangkannya agar pengikut bisa berkontribusi secara
maksimal pada organisasi dan dapat mengembangkan budaya inovasi di perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek individual considerationmemiliki
prosentase 6.38 % dari total keselurahan skor kepemimpinan
Keempat, motivasi yang inspirasional (inspirational motivation) yaitu penilaian
karyawan terhadap pimpinanya untuk memotivasi karyawan atau pengikut agar bisa
mencapai hasil kerja yang sangat luar biasa baik dalam pekerjaan maupun dalam
pengembangan dirinya. Pemimpin juga memberi dorongan pribadi untuk
mengembangkan rasa percaya diri pada pengikut. Selain itu, pemimpin juga membuat
pengikut merasa bangga pada tim kerjanya dengan memberikan apresiasi terhadap
kontribusi keberhasilan dan tim kerjanya sehingga budaya inovasi perusahaan akan
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
29
tercapai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek inspirational
motivationmemiliki prosentase skor 10.81 % dari total skor kepemimpinan.
Dari beberapa aspek kepemimpinan transformasional diatas bahwa aspek idealized
influenceyang lebih dominan dalam persepsi kepemimpinan transformasional
dikarenakan bahwa karyawan menilai pimpinannya memberikan keteladanan pengikut
melalui perilaku dan ucapan dari pemimpin dalam perusahaan tersebut sehingga para
pengikut termotivasi untuk berbudaya inovasi di perusahaan sebagaimana pemimpin
memperlihatkan bahwa dirinya bagian dari anggota kelompok, rendah hati dan
menghargai anggota lainnya.
Dalam beberapa aspek yang disebutkan diatas bahwa ada salah satu aspek
kepemimpinan transformasional yang mendukung dari aspek budaya inovasi yaitu
stimulasi intelektual (intellekctual stimulation). Dikarenakan aspek ini berkontribusi
mendukung aspek budaya inovasi yaitu infrastruktur inovasi (innovation infrastructure)
yang dikelompokkan ke dalam kategori (a) pembelajaran organisasi (organizational
learning) dan kreativitas pemberdayaan (creativity and empowerment) dan aspek
impelementasi inovasi (innovation implementation). Kemudian, aspek dari
kepemimpinan transformasional motivasi yang inspirasional (inspirational
motivation)juga mendukung aspek budaya inovasi yaitu niat untuk berinovasi
(innovation intention) yang dikelompokkan ke dalam kategori (a)innovation
prospensitydan (b) Organizational Constituency (Ancok,2012)
Hal ini dikarenakan kepemimpinan transformasional mampu memanusiakan manusia,
memperlakukan pengikutnya sebagai manusia yang cerdas dan terhormat, mampu
menarik hati pengikutnya agar memunculkan potensi insaninya secara maksimal.
Kemudian kepemimpinan transformasional juga mampu mendorong anggota untuk
mengembangkan aspirasi dan memperoleh makna dalam bekerja, mampu
mengembangkan pemimpin-pemimpin baru di lingkungan kerjanya, menciptakan
lingkungan kerja yang apresiatif sehingga menggugah gairah dan semangat untuk
berinovasi dan belajar bersama, menjadikan dirinya sebagai integritas bagi anggotanya.
Penjelasan diatas didukung oleh salah satu penelitian yang dilakukan oleh Reuvers, dkk
bahwa kepemimpinan transformasional mempengaruhi perilaku inovatif dikarenakan
memikat nilai-nilai pribadi pengikutnya dan mendorong pengikutnya untuk melakukan
sesuatu timbal balik untuk mewujudkan kinerja yang diharapkan (Fajrianti &
Kresnandito, 2012). Kemudian Ancok (2012) yang menyatakan bahwa pemimpin harus
mengkombinasikan kepemimpinannya ke arah transformasional, karena kepemimpinan
transformasional akan memacu munculnnya budaya inovasi di perusahaan.
Ada juga penelitian yang lain yang mendukung penelitian ini yakni
kepemimpinan(leadership) akan mempengaruhi budaya inovasipada perusahaan. Salah
satu contoh yang dilakukan oleh De Jong, & Hartog, yang menunjukkan bahwa
transformasional leadership, participative leadership, dan Leader- Member Exchange
(LMX) berpengaruh pada inovasi dalam perusahaan (De Jong & Hartog, 2007). Efek
langsung kepemimpinan terhadap inovasi sebesar 10.209menyatakan bahwa ada
pengaruh yang significant antara Kepemimpinan terhadap inovasiorganisasi (Suaedi,
2005). Penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel persepsi
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
30
kepemimpinan transformasional terhadap perilaku inovatif penyiar radio( Fajrianti &
Kresnandito, 2012).
Berdasarkan hasil t-testdalam penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan
transaksional lebih rendah dalam berbudaya inovasi dengan skor sebesarrata –
rata242.8378 dibandingkan dengan kepemimpinan transformasional yang memperoleh
skorrata – rata 299.5288. Didalam kepemimpinan transaksional mempunyai aspek yaitu
pertama, Clarifies terms of contractyaitu penilaian karyawan terhadap pimpinanya
dalam hal menjelaskan kepada pengikut tentang hal-hal yang harus dilakukan, dan
konsekuensi terhadap karyawan dari segi penilaian prestasi kerja, kompensasi , dan
karier apabila pekerjaan yang dilakukan memenuhi kontrak kerja. Didalam bahasa lain
kontrak kerja ini semacam deskripsi tugas (job deskription). Hasil dari penelitian ini
menujukkan bahwa aspek Clarifies terms of contractmemiliki prosentase sebesar 7.36
% dari skor total keseluruhan kepemimpinan.
Kedua, Enforces compliances to rule and standardsyaitu penilaian karyawan terhadap
pimpinanya untuk bertanggung jawab dan selalu mengingatkan pentingnya kepatuhan
pada peraturan kerja dan peraturan perusahaan, serta standar hasil kerja yang harus
dipenuhi oleh karyawan. Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa aspek Enforces
compliances to rule and standards memiliki prosentase sebesar 3.501% dari skor total
keseluruhan kepemimpinan.
Ketiga, Arranges contractual agreementyaitu penilaian karyawan terhadap
pimpinanyadalam membuat perjanjian dengan karyawan kalau target kerja dengan
kualitas baik tercapai, maka karyawan akan mendapat bonus. Hasil dari penelitian ini
menujukkan bahwa aspek Arranges contractual agreement memiliki prosentase sebesar
8.5% dari skor total keseluruhan kepemimpinan.
Keempat, Supervises subordinate to ensure work is carried out effectivelyyaitu
penilaian karyawan terhadap pimpinanya untuk mengawasi karyawan dalam bekerja
untuk memastikan bahwa pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan dan efektif. Ada
dua jenis cara pengawasan yang pertama, Active management by exceptionyaitu
pemimpin selalu aktif mengawasi karyawan bekerja, apakah sesuai dengan peraturan
dan ketentuan atau tidak. Kedua adalah Passive management by exception yaitu
pemimpin yang berbuat apabila sudah terjadi kesalahan pada karyawan. Hasil dari
penelitian ini menujukkan bahwa aspek Active management by exceptionmemiliki
prosentase sebesar 7.96% dan Passive management by exceptionsebesar 6.94% dari skor
total keseluruhan kepemimpinan.
Kelima, Isolates work form the changing environment yaitu penilaian karyawan
terhadap pimpinanyayang hanya memerhatikan apa yang sudah disepakati oleh
perusahaan tentang apa yang harus dilakukan itu memang masih sesuai dengan tuntutan
perubahan lingkungan bisnis. Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa aspek Isolates
work form the changing environment memiliki prosentase sebesar 4.09% dari skor total
keseluruhan kepemimpinan.
Keenam, Use contingent rewards to influence motivation yaitu penilaian karyawan
terhadap pimpinanyadalam hal berfokus pada pemberian motivasi ekstrinsik, yakni
sesuatu yang berasal dari luar diri, seperti gaji, bonus, kenaikan jabatan, dan pengakuan
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
31
lainnya.Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa aspek Use contingent rewards to
influence motivation memiliki prosentase sebesar 6.28% dari skor total keseluruhan
kepemimpinan.
Ketujuh, Ensures the equity of the rewards yaitu penilaian karyawan terhadap
pimpinanyauntuk berusaha adil dalam membagikan kompensasi agar sesuai dengan
kontribusi masing-masing karyawan. Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa aspek
Ensures the equity of the rewards memiliki prosentase sebesar 10.51% dari skor total
keseluruhan kepemimpinan.
Dari hasil prosentase diatas bahwa aspek dari kepemimpinan transformasional yang
mempunyai skor tinggi adalah aspek idealized influenceyang mempunyai skor 17.35%
dan dari kepemimpinan transaksional adalah aspek Ensures the equity of the
rewardssebesar 10.51%. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi kepemimpinan
transformasional pada perusahaan tersebut lebih mendominasi aspek idealized influence
dan persepsi terhadap kepemimpinan transaksional lebih mendominasi pada aspek
Ensures the equity of the rewards. Hal ini menunjukkan bahwa jika karyawan
mempersepsikan kepemimpinan transformasional cenderung menilai pimpinannya dari
sisi keteladanan (role model) pimpinannya. Mereka melihat bagaimana pimpinannya
berperilaku dalam melayani orang lain, khususnya dalam melayani karyawan sebagai
mitra kerjanya. Dan jika karyawan mempersepsikan transaksional cenderung menilai
pimpinannya dalam membagikan kompensasi secara adil.
Berdasarkan hasil t-testdalam penelitian ini bahwa kepemimpinan transaksional lebih
rendah dalam berbudaya inovasi di perusahaan.Hal ini didukung oleh Ancok (2012)
bahwa kepemimpinan transaksional lebih cenderung mengembangkan inovasi seseorang
dengan cara memberi upah atau kenaikan jabatan. Akan tetapi inovasi yang ideal adalah
inovasi yang didorong oleh kemauan diri sendiri agar hidup lebih bermakna buat orang
banyak. Oleh karena itu, pemimpin harus mengurangi semaksimal mungkin sifat-sifat
transaksional ini agar inovasi bisa tumbuh dan berkembang di dalam perusahaan.
Pada penjelasan diatas didukung oleh teori X Douglas Mcgregor teori x dan y yang
menyatakan bahwakepemimpinan transaksional mempunyai kontribusi yang sangat
kecil dalam budaya inovasi dikarenakan kepemimpinan transaksional dalam perusahaan
lebih mendekati asumsi negatif tentang sifat karyawan. Menurut teori X, karyawan pada
dasarnya malas, menghindari tanggung jawab, baru mau bekerja kalau diawasi dan
diberi upah Secara teoritik, banyak faktor – faktor yang mempengaruhi budaya inovasi,
yaitukepemimpinan, jejaring kerja sama dalam organisasi (intraorganizational network)
dan kemampuan belajar organisasi (organizational learning).lingkungan kerja yang
kondusif dan kreatif, kompleksitas pekerjaan dan tipe pengawasan yang diterapkan
dalam perusahaan dan budaya dan iklim organisasi (Ancok 2012).
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yakni ada
perbedaan kepemipinan transaksional dan kepemimpinan transformasional dalam
budaya inovasiyang diperoleh dari nilai t -5.624 dengan signifikasi sebesar 0.000 yang
lebih kecil dari 0.05.
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
32
Implikasi dari penelitian ini yaitu bagi karyawan untuk lebih meningkatkan perhatian
akan pentingnya mengembangkan gagasan inovatif. Karyawan sebaiknya secara asertif
memberikan gagasan inovatif kepada atasan agar dipertimbangkan oleh atasan. sehingga
saat sudah disetujui oleh atasan, agar menjadi bahan pertimbangan. Dengan demikian
budaya inovasi pada perusahaan akan tercapai. Bagi instansi yang terkait diharapkan
mempertimbangkansemua gagasan yang berasal dari karyawan, merangsang dan
memfasilitasi kerja sama, mengembangkan keanekaragaman sudut pandang, membuat
peta perkembangan tahapan kreativitas sampai ke produk inovatif. Kemudian
memberikan kesempatan kepada karyawan ide-ide atau gagasan inovatif. Bagi peneliti
selanjutnya disarankan agar lebih memperhatikan variabel-variabel lain yang
kemungkinan berpengaruh pada budaya inovasiyang belum diteliti dalam penelitian ini
seperti: jejaring kerja sama dalam organisasi (intraorganizationalnetwork), kemampuan
belajar organisasi (organizational learning)lingkungan kerja yang kondusif dan kreatif,
budaya dan iklim organisasi, atau dapat menambahkan variabel untuk penelitian
selanjutnya.Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat mengontrol proses pengisian
instrumen oleh masing-masing karyawan secara langsung, karena pelaksanaan
penelitian melalui pihak perusahaan menyebabkan kurang dapat diketahui kejujuran
dari masing-masing responden.
REFERENSI
Akintola, A., Jack, G., & Girma, Z. (2012). Construction innovation and process
improvement. United Kingdom: Blackwell Publisihing Ltd.
Amabile, T. (1998). How to kill creativity. Havard bussiness review,76, (9), 77-88.
Ancok, D. (2012). Psikologi kepemimpinan dan inovasi. Jakarta: Erlangga
Apriliyani, R. (2006). Pengaruh kreativitas karyawan terhadap pengembangan inovasi
bagi perusahaan., 1,. 1, (STIEPARI) Semarang.
Christensen, C. M., & Raynor, M. (2003).The innovator’s solution: Creating ,
sustaining succesful growth. Boston: Havard Busines School.
De Jong, J. P. J., & Hartog, D. N. D. (2007). How leader influence employees
innovative behaviour. European Journal of Innovation Management, 10, (1),
41-64
Ellitan., & Lina. (2009). Manajemen inovasi, transformasi menuju organisasi kelas
dunia. Bandung: Alfabeta.
Fajrianthi., & Kresnandito, A. P. (2012). Pengaruh persepsi kepemimpinan
transformasional terhadap perilaku inovatif penyiar radio. Jurnal Psikologi
Industri dan Organisasi, 1, (2), Univesitas Airlangga Surabaya .
Hammer, M. (2004). Deep change how operational innovation can change your
company. Havard Business Review, 82,(4), 84-96
Joung, J. S., & Simon, W. L. (2005). iCon Steve Jobs: The greatest second act in the
history of business. New York: John Wiley dan Sons.
Jurnal Online Psikologi Vol. 02 No. 02, Thn. 2014 http://ejournal.umm.ac.id
33
Jung, D. J., Wu, A., & Chow, C. W. (2008). Towards understanding the direct and
direct effects of CEOs’ transformational leadership on fir, innovation. The
Leadership Querterly, 19, 582-594.
Kusyono, V.C. (2008). Pengaruh persepsi gaya kepemimpinan dan motivasi kerja
terhadap kinerja karyawan PT. Bank Danamon, TBK. Skripsi. Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang.
McKeown, M. (2008). The truth about innovation. United States: Pearson/Prentice Hall.
Munandar, A. S. (2008). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press.
Northouse, P. G. (2013). Kepemimpinan. Edisi ke enam. Jakarta: PT Indeks
Priyatno, D. (2011). Buku saku analisis statistik data SPSS. Jakarta: PT. BUKU SERU.
Robbins, S. R. (2001). Organizational behavioral. Upper Sadlle River. New Jersey:
Prentice-Hall.
Sobur, A. (2003) Psikologi umum dalam lintasan sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Suaedi, F. (2005). Pengaruh struktur organisasi, kepemimpinan, aliansi strategis
terhadap inovasi organisasi hotel bintang tiga di Jawa Timur. Jurnal
Administrasi Negara, Universitas Airlangga.
Sugiyono. 1999). Metode penelitian bisnis. Bandung:: IKAPI
Tsai, W. (2001). Knowladge transfer in intraorganizational network: effects of network
position and absorptive capacity on business unit innovation and performance.
Academic of Management Journal, 44, 99-1004
Winarsunu, T. (2006). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang:
UMM Press