BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kelenjar adrenal diproduksi dalam rangka untuk memproses berbagai
fungsi yang terjadi dalam tubuh manusia. Kelenjar adrenal yang paling
dikenal untuk mengembangkan banyak perempuan dan laki-laki hormon.
Hormon-hormon ini sangat penting bagi tubuh seseorang disebabkan oleh
kenyataan bahwa mereka terutama bertanggung jawab untuk memberikan
tubuh dengan kortikal, yang berkaitan dengan tingkat seseorang stres. Masalah
dengan kelainan kelenjar adrenal adalah bahwa mereka dapat menyebabkan
seseorang kelenjar membangun terlalu sedikit jumlah hormon dan juga
mungkin bagi gangguan ini menyebabkan kelenjar adrenal tubuh untuk
membentuk sejumlah hormon yang mungkin terlalu banyak bagi siapa pun
tubuh untuk menangani (Sapto, 1996). Berdasarkan uraian di atas maka dalam
makalah ini kami akan membahas mengenai salah satu penyakit yang
mengenai medula adrenal serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan
pada psien dengan gangguan medula adrenal.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan tumor medula adrenal?
b. Faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya tumor medula adrenal?
c. Bagaimana patofisiologi terjadinya tumor medula adrenal?
d. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul pada masalah tumor medula
adrenal?
e. Bagaimana asuhan keperawatan yang bisa dilakukan terhadap pasien
dengan masalah tumor medula adrenal?
1
1.3 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian tumor medula adrenal.
b. Mahasiswa mampu mengethui faktor apa saja yang menjadi
penyebab terjadinya tumor medula adrenal.
c. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi terjadinya tumor
medula adrenal.
d. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala yang timbul pada
masalah tumor medula adrenal.
e. Mahasiswa mampu mengetahuiasuhan keperawatan yang bisa
dilakukan terhadap pasien dengan masalah tumor medula adrenal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Tumor Medula Adrenal
2.1.1 Definisi
Feokromositoma merupakan tumor yang biasanya bersifat jinak
dan berasal dari sel-sel kromafin medula adrenal, pada 80% hingga 90
% pasien tumor tersebut timbul dalam medula kelenjar adrenal,
sedangkan pada beberapa pasien terjadi dalam jaringan kromafin
ekstra adrenal yang berada di dalam atau dekat aorta, ovarium, limpa
atau organ lainnya. Feokromositoma dapat terjadi pada segala usia,
tetapi insiden puncaknya terletak pada usia 25 dan 50 tahun (Whalen,
Althausen & Daniels, 1992).
Secara etimologi Feokromositoma berasal dari bahasa Yunani.
Phios berarti kehitaman, chroma berarti warna dan cytoma berarti
tumor. Hal ini mengacu pada warna sel tumor ketika diwarnai dengan
garam kromium. Pheochromocytoma adalah tumor kelenjar adrenal
yang menghasilkan hormon epinefrin dan norepinefrin. Hormon ini
memiliki banyak fungsi, beberapa diantaranya seperti mengatur
tekanan darah dan detak jantung. Pheochromocytoma banyak
ditemukan pada orang dewasa dengan umur 30-60 tahun.
Phaeochromocytomas adalah tumor fungsional berasal dari sel-
sel chromaffin dari medula adrenal dan paraganglions. Sel Chromaffin
adalah sel-sel yang mensekresi katekolamin yang mempunyai
karakteristik pewarnaan coklat dengan dikromat karena kehadiran
butiran sitoplasma katekolamin. Presentasi klinis klasik adalah dengan
serangan paroksismal hipertensi disertai sakit kepala, berkeringat,
kecemasan palpitasi dan tremor.
3
2.1.2 Etiologi
a. Beberapa penderita memiliki penyakit keturunan yang disebut
sindroma endokrin multipel, yang menyebabkan mereka peka
terhadap tumor dari berbagai kelenjar endokrin (misalnya kelenjar
tiroid, paratiroid dan adrenal).
b. Feokromositoma juga bisa terjadi pada penderita penyakit von
Hippel-Lindau, dimana pembuluh darah tumbuh secara abnormal
dan membentuk tumor jinak (hemangioma), dan Pada penderita
penyakit von Recklinghausen (neurofibromatosis, pertumbuhan
tumor berdaging pada saraf).
2.1.3 Patofisiologi
Feokromositoma, suatu penyebab hipertensi sekunder yang
jarang terjadi atau sangat langka, merupakan tumor medular adrenal
atau tumor rantai simpatis (paraganglioma) yang melepaskan
katekolamin dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan
dopamine) secara terus-menerus atau dengan jangka waktu.
Feokromositoma menyerang 0.1% hingga 0.5% penderita hipertensi
dan dapat menyebabkan akibat yang fatal bila tidak terdiagnosis atau
diobati. Feokromositoma dapat menyerang laki-laki dan perempuan
dalam perbandingan yang sama dan mempunyai insiden puncak antara
usia 30 dan 50 tahun.
Sekitar 90% tumor ini berasal dari sel kromafin medulla
adrenalis, dan 10% sisanya dari ekstra-adrenal yang terletak di area
retroperitoneal (organ Zuckerkandl), ganglion mesenterika dan
seliaka, dan kandung kemih. Pasien dengan neoplasia endokrin
multiple (MEN II), telah meningkatkan sekresi katekolamin dengan
manifestasi klinis feokromositoma akibat hyperplasia medulla adrenal
bilateral.
Beberapa penderita memiliki penyakit keturunan yang disebut
sindroma endokrin multipel, yang menyebabkan mereka peka
terhadap tumor dari berbagai kelenjar endokrin (misalnya kelenjar
tiroid, paratiroid dan adrenal).
4
s
5
Kelainan Genetik, akibat adanya penyakit lain (von Hippel-Lindau)
Feokromositoma
Hiperplasia Medula Adrenal
Sekresi katekolamin meningkat
Norepinefrine Epinefrine
Efek metabolik Efek pada sistem organ
Glikogenolisis di hati
Menghambat sekresi insulin &
merangsang glukagon
Glukosa darah
PK : Hiperglikemi
Kontraksi jantung
Curah jantung
Vasokontriksi pembuluh darah
Resistensi pembuluh darah
otak
PK : Hipertensi
Palpitasi jantung
Takikardi
Dilatasi saluran pernafasan
Peningkatan kerja pernafasan
Sesak nafas/ terengah-engah
MK : Gangguan Pola nafas inefektif
MK : Ansietas
Aktifitas sistem pencernaaan
Suplai nutrisi ke sel terganggu
BB menurun
MK : Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Kontraksi jantung
Curah jantung
PK : Hipertensi
MK : Nyeri
Nyeri kepala
Kontraksi jantung secara terus
menerus
PK : CHF
6
Aktifitas sistem pencernaaan
Suplai nutrisi ke sel terganggu
Kelemahan
MK : Intoleransi aktifitas
Epinefrine
Pembesaran pupil
Penglihatan kabur
MK : Resiko Cedera
2.1.4 Manifestasi Klinis
a. Takikardi.
b. Diaforesis.
c. Sakit kepala.
d. Palpitasi jantung.
e. Hipertensi dan gangguan kardiovaskuler.
f. Berat badan menurun, nafsu makan normal.
g. Tremor.
h. Ansietas.
2.1.5 Pemeriksaan Diagnosis
a. Tes Darah
1) Glukosa darah meningkat.
2) Kalsium mungkin meningkat.
3) Hemoglobin meningkat karena haemoconcentration yang
disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi.
4) Katekolamin plasma dan metanephrines plasma (alkohol o
metabolit katekolamin) memiliki keduanya telah digunakan
dalam diagnosis.
b. Total katekolamin plasma (nore epinefrin dan epinefrin) di ukur
kadarnya saat pasien berbaring terlentang serta beristirahat selama
30 menit, untuk mencegah kenaikan kadar katekolamin akibat
stres yang terjadi saat penusukan jarum ke dalam pembuluh darah
vena, maka wing-needle di pasang 30 menit sebelum pengambilan
spesimen darah.
Pengukuran metabolit katekolamin urin dan asam
vanililmandelat atau katekolamin bebas dapat digunakan sebagai
diagnosis standar terjadinya feokromositoma. Spesimen urin 24
jam dapat dikumpulkan untuk menentukan katekolamin bebas.
Selain itu urin yang dikumpulkan selama periode 2-3 jam setelah
7
serangan hipertensi dapat diperiksa untuk mengukur kadar
katekolamin.
c. Tes Provokatif, tes ini jarang digunakan dalam evaluasi
diagnostik.
d. Tes supresi kolinidin dapat dilakukan jika hasil pemeriksaan urin
dan plasma tidak dapat menegakkan diagnostik.
e. Imaging
Setelah tumor dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan
biokimia, imaging diperlukan untuk menemukan tumor itu.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah menggunakan :
1) MRI dapat mencari semua tumor dalam adrenal.
2) CT kurang sensitif dan mendeteksi sekitar 85 sampai 95%
dari tumor lebih dari 1cm diameter.
3) Jika Feokromositoma dikonfirmasi biokimia tetapi CT atau
MRI tidak menunjukkan tumor, scan dengan
metaiodobenzylguanidine (MIBG) yang dilabeli dengan atau
Yodium dapat dilakukan. Struktur molekul MIBG mirip
dengan noradrenalin dan konsentrat dalam adrenal atau
ekstra- adrenal phaeochromocytomas.
4) Sebuah reseptor somatostatin analog pentetreotide disebut,
diberi label dengan Indium kurang sensitif dari MIBG tetapi
dapat digunakan untuk mendeteksi phaeochromocytomas
yang tidak berkonsentrasi MIBG.
5) Positron emisi tomografi (PET) scanning muncul
menjanjikan tetapi masih dalam tahap awal cukup penilaian.
f. Pengujian Genetik
Lokasi Tumor dan nomor, usia, jenis kelamin dan sejarah
keluarga akan menunjukkan perlunya untuk pengujian genetik.
Pengujian tersebut merupakan dasar diagnosis dini dan tindak
lanjut termasuk pengelolaan intervensi.
8
g. Histologi
Penilaian histologi jaringan yang diambil setelah operasi
dengan menggunakan kriteria tertentu (sistem PASS) dapat
membantu untuk membedakan, apakah jinak atau ganas. Nilai
PASS dari <4>.
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pheochromacytoma bergantung kepada kondisi
pasien, seperti:
a. Umur, kesehatan umum, dan riwayat kesehatan.
b. Tingkat penyakit.
c. Jenis penyakit.
d. Toleransi terhadap obat-obat, prosedur, dan terapi tertentu.
Hal yang bisa dilakukan antara lain :
a. Selama kejadian atau serangan hepertensi, takikardi, ansietas dan
gejala feokromositoma lainnya pasien dibaringkan di tempat tidur
dengan bagian kepala ranjang ditinggikan untuk meningkatkan
penurunan ortostatik tekanan darah.
b. Farmakoterapi : Pasien dapat dipindahkan ke ruangan intensif agar
adpat dilakukan pemantauan yang ketat terhadap perubahan EKG
dan pemberian preparat penyekat alfa-adrenergik.
c. Fenoksibenzamin, dapat digunakan setelah tekanan darah pasien
stabil untuk persiapan pembedahan.
d. Operasi (Laparoskopi adrenalectomy)
Pengobatan pada pheochromocytoma termasuk mengangkat
tumor. Namun, sebelum mengangkat tumor, sebaiknya
memberikan medikasi untuk mengontrol tekanan darah pasien.
Pada anak-anak, biasanya terdapat lebih dari satu tumor. Selain itu,
pasien juga harus di follow-up untuk mengontrol perkembangan
tumor.
9
Setelah operasi, koleksi urin 24 jam untuk katekolamin total,
metanephrines dan asam vanillylmandelic (VMA) diperlukan 2
minggu setelah operasi. Jika hasil normal prognosis sangat baik.
Pastikan bahwa hipertensi dikendalikan atau diselesaikan. Periksa
urin 24 jam dan BP setiap tahunnya, selama 5 tahun. Setelah
dilakukan operasi Laparoskopi adrenalectomy, tindakan selajutnya
adalah MIBG scan. Scan ini untuk mengangkat sel-sel yang
membuat adrenalin atau noradrenalin berada dalam tubuh. Hal ini
dapat menunjukkan apakah pasien memerlukan pengobatan lebih
lanjut setelah operasi Laparoskopi adrenalectomy.
2.1.7 Komplikasi
a. Retinopati hipertensif
b. Nefropati hipertensif
c. Miokarditis
d. Peningkatkan agregasi trombosis
e. Gagal jantung kongestif dan vaskular
f. Aritmia.
g. Stroke.
h. Gagal ginjal
10
BAB III
Asuhan Keperawatan
2.1.8 Pengkajian
a. Identitas klien : Feokromositoma biasa terjadi pada usia 30-60
tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan wanita.
Selain itu penyakit ini juga bisa dipengaruhi oleh gaya hidup
seperti merokok, alkoholisme, dan lain-lain yang mana kebiasaan
diatas menjadi salah satu pemicu terjadinya kanker.
b. Keluhan Utama : pusing, sakit kepala, pucat, badan lemah, tremor,
dan lesu.
c. Riwayat Kesehatan
1) Penyakit dahulu : Adanya penyakit yang berhubungan dengan
sistem endokrinologi, atau adanya kanker pada organ tubuh
lain.
2) Penyakit keluarga : Untuk menentukan hubungan genetik perlu
diidentifikasi adanya anggota keluarga yang menderita kanker.
d. Pemeriksaan fisik :
1) Breath : nafas cepat, dipsnea, tidak ada nyeri dada, suara sonor
saat diperkusi.
2) Blood: Hipertensi, takikardi, palpitasi, diaphoresis.
3) Brain : Nyeri kepala.
4) Bladder : diuresis yang diikuti oliguria.
5) Bowel : nausea, muntah, anoreksia berat, mual, muntah, BB
menurun dengan cepat
6) Bone : turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
11
7) Psikologi : ansietas.
2.1.9 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pola nafas inefektif b.d peningkatan kerja sistem
pernafasan.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan vaskular
cerebral.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan aktifitas sistem pe
4. ncernaan.
5. Ansietas b.d proses penyakit.
2.1.10 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Pola nafas inefektif b.d peningkatan kerja sistem
pernafasan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x60 menit
pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
- RR dalam batas normal (16-24 x/menit).
- Tidak terjadi sesak nafas.
- Pasien tampak rileks dan tidak terengah-engah
dalam bernafas.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Pantau frekuensi dan
kedalaman pernafasan.
Menjadi parameter dasar untuk
mengetahui sejauh mana
intervensi yang harus dilakukan.
Posisikan pasien semi fowler. Membantu mengoptimalkan
ekspansi paru.
Ajarkan pasien latihan nafas Membantu mengoptimalkan
12
dalam. ekspansi paru.
Pantau respon pasien terhadap
sesak.
Menjadi patokan dalam
menentukan keberhasilan
intervensi.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian oksigen
sesuai indikasi.
Perubahan metode untuk
memenuhi kebutuhan oksigen
pasien.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan vaskular
cerebral.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 4x60 menit
nyeri terkontrol/teratasi.
Kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri terkontrol/teratasi.
- Mengungkapkan metode yang mampu
mengurangi keluhan nyeri.
- Pasien tampak rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Pertahankan tirah baring
selama fase akut.
Meminimalkan stimulasi/
meningkatkan relaksasi.
Lakukan manajemen nyeri. Membantu mengatasi nyeri
yang dirasakan pasien.
Anjjurkan pasien untuk
meminimalkan aktifitas
vasokontriksi yang dapat
meningkatkan nyeri kepala.
Mis : mengejan, batuk, dan
membungkuk.
Aktifitas yang meningkatkan
vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya
peningkatan tekanan vaskuler
cerebral.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgesik sesuai indikasi.
Menurunkan/mengontrol nyeri
dan menurunkan rangsang saraf
13
simpatis.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan aktifitas sistem pencernaan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24
jam nutrisi tubuh pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Antropometri = BB dalam batas normal.
- Biochemical = Albumin dalam batas normal, Hb
: 12-14 (wanita) 14-16 (laki-laki).
- Clinical= keadaan umum baik
- Diet= Frekuensi makan sebanyak 3 x/hari
dengan porsi makan 1 piring.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Pantau pola makan pasien.
Menentukan penyebab
timbulnya masalah.
Pantau kadar albumin dan
hemoglobin pasien.
Menjadi parameter untuk
menentukan tingkat beranya
masalah yang terjadi.
Timbang berat badan
pasien tiap hari.
Menjadi parameter untuk
menentukan tingkat perubahan
status nutrisi.
Hentikan pemasukan makanan
secara oral.
Penurunan aktifitas sistem
pencernaan akan menghambat
proses absorbsi makanan.
Kolaborasi :
Pemberian pemberian
nutrisi secara parenteral.
Memenuhi kebutuhan nutrisi
tubuh pasien.
4. Ansietas b.d proses penyakit.
14
Tujuan : Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas
menurun sampai tingkat dapat diatasi.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Kaji tingkat ansietas, derajat
pengalaman nyeri atau
timbulnya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini
Dapat menentukan tindakan
yang harus dilakukan terhadap
pasien.
Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan.
Dapat menurunkan rasa cemas
yang dialami pasien.
Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan
pengobatan dapat mencegah
kehilangan penglihatan
tambahan.
Dapat menurunkan rasa cemas
yang dialami pasien.
2.1.11 Evaluasi Keperawatan
a. Pola nafas pasien normal.
b. Nyeri terkontrol/teratasi.
c. Pemenuhan nutrisi terpenuhi.
d. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai
tingkat dapat diatasi.
15
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelenjar Adrenal atau Kelenjar Suprarenalis terletak diatas kedua
ginjal. Ukurannya berbeda-beda, beratnya 5-9 gram. Kelenjar adrenal ini
terbagi atas 2 bagian, yaitu korteks adrenal yang menghasilkan kortisol,
aldosteron dan androgen, dan medula adrenal yang menghasilkan
katekolamin yang mana di dalamnya terdapat epinephrine dan
nonepinephrine (Sapto, 2001).
Pemberian asuhan keperawatan penderita kelainan fungsi kelenjar
medula adrenal difokuskan pada upaya pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi yang berlanjut selama proses pemulihan fisik klien. Penentuan
diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan
secara maksimal dan mendapatkan hasil yang diharapkan. Pemberian asuhan
keperawatan kepada klien penderita kelainan fungsi kelenjar medula adrenal
secara umum bertujuan untuk menormalkan sekresi pada medula adrenal
dengan menurunkan pencetus atau tingkat stres seseorang. Oleh karena itu,
dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan
dan kolaborasikan dengan tim medis lainnya yang bersangkutan (Black,
2009)
3.2 Saran
a. Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan dengan klien
dengan gangguan fungsi sistem endokrin harus lebih memperhatikan dan
tahu pada bagian-bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada klien
dengn gangguan ini yang perlu ditekankan.
16
b. Untuk pasien semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-
pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya dalam asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan fungsi sistem endokrin, karena peningkatan penyembuhan
pasien, melakukan prosedur diagnostik, pemeriksaan-pemeriksaan dan
melakukan perawatan tindak lanjut sangat penting bagi pasien maupun
perawat.
c. Hendaknya mahasiswa keperawatan dapat menerapkan dan
membandingkan ilmu yang telah didapat di kampus berupa teori dengan
kasus di ruangan, yang nantinya mahasiswa mampu mengaplikasikan
tindakan keperawatan dengan sebaik-baiknya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Underwood, J.C.E. 1999.Patologi Umum dan Sistemik. Vol.2 / J.C.E, Jakarta :
EGC
Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.2.
Jakarta : EGC
Hermansyah. 2011. Feokromositoma. (online) http: //tanyona. blogspot. com/2010
/12/ feokromositoma . html, diakses tanggal 26 Mei 2012 pukul 10.00
Patofisiologi Penyakit Feokromositoma http://tentangkanker. Com /search/
patofisiologi -penyakit- feokromositoma diakses tanggal 26 Mei 2012 pukul
10.00
18