TUTORIAL KLINIK
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 17 tahun
Alamat : Temanggung II rt 02/01
Status : belum menikah
Tanggal periksa : 7 April 2015
2. Problem
Seorang perempuan usia 17 tahun datang ke Poli THT RSUD Temanggung
dengan keluhan hidung sering tersumbat, terutama hidung sebelah kanan. Keluhan sudah
dirasakan pasien sudah 2 tahun. Pasien belum pernah berobat. Pasien juga mengeluhkan
sering pilek. Nyeri wajah tidak ada, nyeri hidung tidak ada, penurunan penciuman tidak
ada, riwayat hidung berdarah tidak ada. Riwayat bersin-bersin disertai ingus encer
terutama pagi hari atau terkena debu.
Keluhan utama : hidung tersumbat
Keluhan tambahan : sering menderita flu
Riwayat Penyakit Dahulu : keluhan yang sama dirasakan sejak 2 tahun yang lalu,
riwayat batuk (-), pilek (+), demam (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
Vital Sign :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,80 C
Kepala : Normocephal
Mata : CA (-/-), SI (-/-), Pupil isokor, reflex cahaya (+/+)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa pucat (-), lembab (+)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran thyroid (-)
Status Lokalis THT
Telinga
- AD/AS : bentuk dan ukuran normal (+/+), nteri tragus (-/-), nyeri
mastoid (-/-), hematom (-/-), edema (-/-)
- Canalis aurikularis: serumen (+/+), hiperemis (-/-), otorrhoe (-/-),
membran timpani tampak intake (+/+)
Hidung
- Deviasi septum nasi ke arah dextra (+/-), nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-),
edema (-/-).
- ND/NS : mukosa hiperemis (-/-), edema concha (-/-), massa (-/-),
disharge (+/+).
Tenggorokan
- Trakea letak sentral, glandula tiroid tidak teraba, limfonodi servikalis
anterior tidak teraba, masa (-), nyeri (-)
- Cavum oris : mukosa mulut normal, lidah kotor (-), lidah mobile (+),
uvula sentral (+), masa (-)
- Tonsil : pembesaran tonsil ( T1 – T1 ), permukaan rata, hiperemis (-),
abses peritonsil (-)
Thoraks
Jantung
- Inspeksi : ictus kordis (-)
- Palpasi : ictus cordis teraba
- Auskultasi : S1>S2 reguler bising (-)
Paru-paru
- Inspeksi : simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
- Palpasi : ketinggalan gerak (-), vokal fremitus sama kanan-kiri
- Perkusi : sonor seluruh lapang pandang
- Auskultasi : vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : peristaltik (+)
- Palpasi : supel, tidak teraba masa, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
- Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas
Akral hangat, perfusi jaringan baik, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)
3. Hipotesis
Deviasi Septum Nasi et causa Rinitis Alergi Kronis Rinosinusitis Kronis
4. Mekanisme
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi septum
nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Deviasi septum menurut
Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi, yaitu :
1. Tipe I : benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II : benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun
masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III : deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus media).
4. Tipe IV : “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V : tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain
masih normal.
6. Tipe VI : tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga
menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipe VII : kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI. Deviasi septum umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan biasanya
berhubungan dengan kerusakan pada bagian lain hidung, seperti fraktur os nasal.
Pada sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat trauma, sehingga Gray (1972)
menerangkannya dengan teori birth Moulding. Posisi intrauterin yang abnormal
dapat menyebabkan tekanan pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi
pergeseran septum. Demikian pula tekanan torsi pada hidung saat kelahiran
(partus) dapat menambah trauma pada septum. Faktor risiko deviasi septum lebih
besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko terbesar ialah dari olahraga, misalnya
olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau
sabuk pengaman ketika berkendara. Penyebab lainnya ialah ketidakseimbangan
pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior
dan inferior telah menetap, juga karena perbedaan pertumbuhan antara septum dan
palatum. Dengan demikian terjadilah deviasi septum
5. More Info
Pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam batas normal
Foto thoraks : cor dan paru dalam batas normal
Foto rontgen SPN : tak tampak gambaran sinusitis, terdapat deviasi septum ke arah
dextra.
6. Tujuan Belajar
Bagaimana penatalaksanaan yang sesuai dengan pasien ini?
7. Problem Solving
Decision making
Anamnesis pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang( bila
perlu ) diagnosis terapi.
Diagnosis : perempuan usia 17 tahun dengan deviasi septum dextra et causa
rhinitis alergi kronis.
Pada kasus ini didiagnosis tersebut karena dari anamnesis didapatkan hidung
tersumbat sudah 2 tahun, riwayat sering pilek dan bersin terutama pada pagi
hari atau bila terkena debu. Hasil foto rontgen SPN terdapat deviasi septum ke
arah dextra.
Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang
unilateral atau juga bilateral. Hal ini terjadi karena pada sisi hidung yang
mengalami deviasi terdapat konka yang hipotrofi, sedangkan pada sisi
sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat mekanisme
kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.
Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian
atas septum. Deviasi septum juga dapat menyumbat ostium sinus sehingga
merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.
Jadi deviasi septum dapat menyebabkan satu atau lebih dari gejala berikut ini :
a. Sumbatan pada salah satu atau kedua nostril
b. Kongesti nasalis biasanya pada salah satu sisi
c. Perdarahan hidung (epistaksis)
d. Infeksi sinus (sinusitis)
e. Kadang-kadang juga nyeri pada wajah, sakit kepala, dan postnasal drip.
Penatalaksanaan
1. Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan
tindakan koreksi septum.
2. Analgesik, digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
3. Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
4. Pembedahan :
Septoplasty (Reposisi Septum)
Septoplasty merupakan operasi pilihan (i) pada anak-anak, (ii) dapat
dikombinasi dengan rhinoplasty, dan (iii) dilakukan bila terjadi dislokasi pada
bagian caudal dari kartilago septum. Operasi ini juga dapat dikerjakan
bersama dengan reseksi septum bagian tengah atau posterior.
Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang
berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah
komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti
terjadinya perforasi septum dan saddle nose. Operasi ini juga tidak
berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan wajah pada anak-anak.
SMR (Sub-Mucous Resection)
Pada operasi ini, muko-perikondrium dan muko-periosteum kedua sisi
dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang
rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan
muko-periosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.
Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi, seperti terjadinya hidung
pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas
tulang rawan septum terlalu banyak diangkat. Tindakan operasi ini sebaiknya
tidak dilakukan pada anak-anak karena dapat mempengaruhi pertumbuhan
wajah dan menyebabkan runtuhnya dorsum nasi
Komplikasi
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan
faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga
menyebabkan ruang hidung sempit, yang dapat membentuk polip. Sedangkan
komplikasi post-operasi, diantaranya :
1. Uncontrolled Bleeding. Hal ini biasanya terjadi akibat insisi
pada hidung atau berasal dari perdarahan pada membran
mukosa.
2. Septal Hematoma. Terjadi sebagai akibat trauma saat operasi
sehingga menyebabkan pembuluh darah submukosa pecah dan
terjadilah pengumpulan darah. Hal ini umumnya terjadi segera
setelah operasi dilakukan.
3. Nasal Septal Perforation. Terjadi apabila terbentuk rongga
yang menghubungkan antara kedua sisi hidung. Hal ini terjadi
karena trauma dan perdarahan pada kedua sisi membran di
hidung selama operasi.
4. Saddle Deformity. Terjadi apabila kartilago septum terlalu
banyak diangkat dari dalam hidung.
5. Recurrence of The Deviation. Biasanya terjadi pada pasien
yang memiliki deviasi septum yang berat yang sulit untuk
dilakukan perbaikan
Prognosis
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari
septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Prognosis pada
pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik dan pasien dalam
10-20 hari dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasanya. Hanya saja
pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan. Termasuk
juga pasien harus juga menghindari trauma pada daerah hidung.
Recommended