UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK GEL MASKER PEEL OFF
SERBUK GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)
DENGAN BASIS POLIVINIL ALKOHOL DAN
HIDROKSIPROPIL METILSELULOSA
SKRIPSI
HAPPY RAHMA YULIN
1111102000055
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK GEL MASKER PEEL OFF
SERBUK GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)
DENGAN BASIS POLIVINIL ALKOHOL DAN
HIDROKSIPROPIL METILSELULOSA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
HAPPY RAHMA YULIN
1111102000055
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Happy Rahma Yulin
NIM : 1111102000055
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Stabilitas Fisik Gel Masker Peel Off Serbuk Getah Buah
Pepaya (Carica papaya L.) dengan Basis Polivinil Alkohol
dan Hidroksipropil Metilselulosa
Pepaya merupakan tanaman yang kaya akan manfaat. Seluruh bagian tanaman
seperti akar, batang, biji, kulit, daun, dan buah pepaya diketahui dapat digunakan
sebagai obat. Buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah
tersebut diketahui memiliki kandungan enzim papain yang tinggi. Enzim papain
telah banyak digunakan dalam produk kosmetik. Enzim papain bekerja dengan
mengangkat sel kulit mati, dan menstimulasi pertumbuhan sel kulit baru yang
lebih cerah. Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan berupa pembuatan
sebanyak 3 formula masker peel off dengan kandungan serbuk getah buah pepaya.
Masing-masing formula dibedakan berdasarkan variasi konsentrasi Hidroksipropil
Metilselulosa (HPMC) sebanyak 2%, 3%, dan 4%. Evaluasi yang dilakukan
terhadap stabilitas fisik masker peel off antara lain uji organoleptis, pH,
homogenitas, waktu kering, daya sebar, dan viskositas. Uji stabilitas dilakukan
pada suhu 272oC dan suhu 402
oC selama 4 minggu, serta pengujian cycling test
sebanyak 6 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masingmasing formula
sediaan gel masker peel off serbuk getah buah pepaya yang diformulasikan
dengan kombinasi PVA dan HPMC sebagai basis dikatakan tidak stabil selama
pengujian karena terjadi perubahan pada parameter uji berupa waktu kering dan
viskositas.
Kata Kunci : serbuk getah buah pepaya, enzim papain, masker peel off,
stabilitas, cycling test
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Happy Rahma Yulin
NIM : 1111102000055
Major : Pharmacy
Title : Physical Stability Test of Peel Off Mask Gel Formulation
Containing Papaya Latex Powder (Carica papaya L.) with
Polyvinyl Alcohol and Hydroxypropyl Methylcellulose
Base
Papaya is a plant that have many benefits. All parts of the plants such as roots,
stems, bark, leaves, and fruit of papaya also known to have medicinal properties.
Unripe papaya contains a white latex. The latex of unripe papaya is very rich in
papain. Papain enzyme has been widely used in cosmetic products. Papain
enzyme works by removing dead skin cells and stimulating the new brighter skin
cells growth. In this study, three kinds of formulas were developed to preparate a
peel off face mask containing papaya latex powder with varying hidroxypropil
metylselullose (HPMC) concentrations which were of 2%, 3%, and 4%. To
predict the physical stability of the preparation, stability test was done with a few
parameters such as organoleptic, pH, homogenity, drying time, dispersive power,
and viscosity. In stability test, each formula is placed at temperature 272oC and
402oC for 4 weeks. Besides that, cycling test was performed with around 6
cycles. The results showed that each formula has remained unstable during the
testing period due to changes in the parameters such as drying time and viscosity.
Key Words : papaya latex powder, papain enzyme, peel off face mask,
stability, cycling test
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas segala nikmat, karunia, dan ilmu yang
bermanfaat yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa taala, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt. dan Bapak Hefriyan Handra, M.Kes., M.Sc., Apt. selaku Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu
untuk memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk, serta dorongan bagi
penulis dari awal hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Dr. H. Arif Soemantri, S.KM, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
berbagai ilmu pengetahuan, bimbingan, motivasi dan informasi kepada
penulis.
5. Kedua orang tua, Ayahanda Masruri dan Ibunda Haryani Yuliyani yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah putus,
dukungan baik moril maupun materil, dan juga motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua adik tercinta Febrizio Dwiki Rahmandani dan Kaeza Fairus Azmi atas dukungan dan doa yang diberikan hingga penelitian ini dapat berjalan
lancar.
7. Aditya Ramadhan, Ati Maryanti, Euis Chodidjah, dan Elsa Elfrida atas waktu, tenaga, fikiran, semangat, dukungan, doa, dan motivasi kepada
penulis selama penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Teman satu bimbingan, Rosita Pracima yang telah menjadi teman diskusi, dan berbagi keluh kesah selama penelitian.
9. Sahabat selama di bangku perkuliahan, Rachma Ayunda dan Fitri Rahmadani yang telah menemani, berbagi suka maupun duka, dan mengisi
cerita selama 4 tahun kebersamaan kita.
10. Seluruh sahabat dan teman Program Studi Farmasi angkatan 2011 sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
11. Kakak-kakak laboran FKIK, Kak Eris, Kak Rachmadi, Kak Lisna, Kak Tiwi, dan Kak rani atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan
penelitian.
12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Semoga amal baik dan bantuannya mendapat ganjaran dari Allah SWT dan skripsi
ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekhilafan, demikian pula
dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun dari semua pihak. Semoga dalam penulisan skripsi
ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya dalam dunia kefarmasian.
Ciputat, Oktober 2015
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.4 Hipotesa ..................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4 2.1 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) ......................................... 4
2.1.1 Taksonomi ...................................................................... 4
2.1.2 Deskripsi Tanaman ........................................................ 4
2.1.3 Kandungan Buah Pepaya dan Kegunaannya ................. 5
2.2 Enzim Papain ............................................................................. 7
2.2.1 Sifat Fisika Kimia Enzim Papain ................................... 10
2.3 Kulit ........................................................................................... 11
2.3.1 Anatomi Kulit ................................................................ 12
2.3.2 Fungsi Kulit .................................................................... 12
2.4 Kosmetika .................................................................................. 14
2.5 Masker Peel Off.......................................................................... 15
2.5.1 Formulasi Masker Peel Off ............................................ 15
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 19
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 19
3.2.1 Alat .................................................................................. 19
3.2.2 Bahan............................................................................... 19
3.3. Prosedur Kerja ........................................................................... 19
3.3.1 Formulasi Masker Peel Off Serbuk Getah Pepaya ........ 19
3.3.2 Pembuatan Masker Peel Off Serbuk Getah Pepaya ........ 20
3.4 Evaluasi ...................................................................................... 21
3.4.1 Uji Stabilitas ................................................................... 21
3.4.2 Parameter Uji Stabilitas .................................................. 29
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 23
4.1 Hasil Evaluasi Stabilitas Sediaan Masker Peel Off .................... 23
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.1 Hasil Evaluasi Awal Sediaan ......................................... 23
4.1.2 Hasil Organoleptis Sediaan ............................................ 25
4.1.3 Hasil Uji pH Sediaan ..................................................... 27
4.1.4 Hasil Uji Waktu Kering ................................................ 28
4.1.5 Hasil Uji Viskositas ...................................................... 31
4.1.6 Hasil Uji Daya Sebar ..................................................... 33
4.1.7 Hasil Uji Cycling Test ................................................... 38
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 44 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 44
5.2 Saran ........................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Pepaya ...................................................................... 5
Gambar 2.2 Getah Penghasil Enzim Papain ................................................ 7
Gambar 4.1 Pengujian Daya Sebar .............................................................. 24
Gambar 4.2 Uji pH Sediaan pada Suhu Ruang (272oC)............................ 27
Gambar 4.3 Uji pH Sediaan pada Suhu Tinggi (402oC)............................ 27
Gambar 4.4 Uji Waktu Kering pada Suhu Ruang (272oC)........................ 28
Gambar 4.5 Uji Waktu Kering pada Suhu Tinggi (402oC)........................ 29
Gambar 4.6 Uji Viskositas pada Suhu Ruang (272oC).............................. 31
Gambar 4.7 Uji Viskositas pada Suhu Tinggi (402oC)............................. 31
Gambar 4.8 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272o) Minggu ke 1......... 33
Gambar 4.9 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272o) Minggu ke 2......... 34
Gambar 4.10 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272o) Minggu ke 3......... 34
Gambar 4.11 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272o) Minggu ke 4......... 34
Gambar 4.12 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402o) Minggu ke 1......... 35
Gambar 4.13 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402o) Minggu ke 2......... 35
Gambar 4.14 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402o) Minggu ke 3......... 35
Gambar 4.15 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402o) Minggu ke 4......... 36
Gambar 4.16 Uji pH pada Cycling Test.......................................................... 39
Gambar 4.17 Uji Viskositas selama Cycling Test.......................................... 40
Gambar 4.18 Uji Daya Sebar Siklus ke 1....................................................... 41
Gambar 4.19 Uji Daya Sebar Siklus ke 2....................................................... 41
Gambar 4.20 Uji Daya Sebar Siklus ke 3....................................................... 42
Gambar 4.21 Uji Daya Sebar Siklus ke 4....................................................... 42
Gambar 4.22 Uji Daya Sebar Siklus ke 5....................................................... 42
Gambar 4.23 Uji Daya Sebar Siklus ke 6....................................................... 43
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Buah Pepaya ......................................................... 5
Tabel 2.2 Komposisi Asam Amino Penyusun Papain.............................. 8
Tabel 2.3 Sifat Fisik Enzim Papain.......................................................... 11
Tabel 3.1 Formulasi Sediaan Gel Masker Peel Off.................................. 20
Tabel 4.1 Karakteristik Awal Sediaan ..................................................... 23
Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptis Sediaan pada Suhu Ruang (272oC)... 25
Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptis Sediaan pada Suhu Tinggi (402oC)... 26
Tabel 4.4 Hasil Uji Organoleptis Sediaan pada Cycling Test................... 26
Tabel 4.6 Uji Waktu Kering selama Cycling Test...................................... 40
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Bagan Alur Penelitian .............................................................. 51
Lampiran 2 Pembuatan Masker Peel Off...................................................... 52
Lampiran 3 Data Awal Diameter dan Luas Masker Peel Off....................... 53
Lampiran 4 Data Hasil Uji pH...................................................................... 54
Lampiran 5 Data Hasil Uji Waktu Kering.................................................... 55
Lampiran 6 Data Hasil Uji Viskositas.......................................................... 56
Lampiran 7 Data Diameter Masker Peel Off Suhu Ruang (272o).............. 57
Lampiran 8 Data Luas Masker Peel Off Suhu Ruang (272oC)................... 58
Lampiran 9 Data Diameter Masker Peel Off Suhu Tinggi (402oC)........... 59
Lampiran 10 Data Luas Masker Peel Off Suhu Tinggi (402oC).................. 60
Lampiran 11 Data Diameter selama Cycling Test.......................................... 61
Lampiran 12 Data Luas Sebar Sediaan selama Cycling Test......................... 62
Lampiran 13 Gambar Hasil Penelitian........................................................... 63
Lampiran 14 Sertifikat Analisa Serbuk Getah Pepaya................................... 70
Lampiran 15 Sertifikat Analisa Hidrokspropil Metilselulosa (HPMC).......... 73
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan tumbuhan sebagai obat telah lama dikenal secara luas
oleh masyarakat Indonesia yang disebut sebagai obat tradisional.
Pengobatan dengan menggunakan obat tradisional dewasa ini sangat
popular dan semakin disukai oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena
disamping harganya murah, mudah didapat, juga mempunyai efek
samping yang relatif sedikit (Wijaya, 1995 ; Andi, 2000).
Salah satu tanaman obat yang memiliki banyak khasiat yaitu
pepaya (Carica papaya L.) (Aravind et al., 2013). Buah pepaya tergolong
buah yang popular dan digemari oleh masyarakat. Batang, daun, dan buah
pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini mengandung
suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut papain
(Kalie, 1999 dalam Silaban, 2012).
Enzim papain dilaporkan dapat melembutkan kulit, dan
menghilangkan noda pada wajah sehingga dapat digunakan untuk
mengobati kerutan pada wajah, bintik matahari, bintik-bintik penuaan,
serta masalah jerawat (Reddy et al., 2011). Enzim papain bekerja dengan
cara mendegradasi sel kulit mati pada permukaan kulit terluar (kutikula),
kemudian secara perlahan akan menstimulasi pertumbuhan jaringan kulit
baru. Efek yang ditimbulkan yaitu akan meningkatkan kesehatan,
higienitas, dan kecerahan kulit (Hara et al., 2014). Enzim papain lebih
tahan terhadap suatu proses, memiliki kisaran pH optimum 57,5 dan
stabil pada suhu 6070oC (Fox et al., 1982 dalam Iswanto et al., 2006).
Konsentrasi enzim papain yang direkomendasikan dalam penggunaan
pada produk kosmetik adalah 0,55% (Anonim, 2009).
Masker peel off merupakan sediaan dengan basis vinil. Masker peel
off mempunyai beberapa keuntungan, yaitu penggunaan yang mudah, serta
mudah untuk dibilas dan dibersihkan. Selain itu, dapat juga diangkat atau
dilepaskan seperti membran elastik (Harry, 1973).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kualitas fisik sediaan masker peel off dipengaruhi oleh komposisi
bahanbahan yang digunakan, terutama komposisi polivinil alkohol (PVA)
serta polimer lain yang digunakan (Beringhs et al., 2013). Polimer yang
paling umum digunakan sebagai basis adalah PVA, namun PVA memiliki
kelemahan yaitu lapisan film yang dihasilkan cenderung kaku dan
memiliki fleksibilitas yang tergolong rendah (Barnard, 2011). Penambahan
polimer lain seperti hidroksipropil metilselulosa (HPMC) dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas sediaan gel masker peel off. HPMC
merupakan polimer yang dapat membentuk lapisan film transparan, kuat,
dan fleksibel (Barnard, 2011). Konsentrasi PVA yang dapat digunakan
sebagai pembentuk lapisan film yaitu sebesar 510% (Harry, 1973),
sedangkan konsentrasi HPMC yang digunakan adalah 24% (Wade and
Waller, 1994 dalam Sukmawati et al., 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mutiara et al. (2015)
tentang formulasi masker wajah peel off ekstrak kulit batang kayu manis
dengan perbandingan konsentrasi PVA dan HPMC sebesar 12:1
menunjukkan hasil bahwa sediaan memiliki kestabilan fisik yang baik
selama pengujian cycling test. Penelitian yang dilakukan oleh Syarifah et
al. (2015) menunjukkan hasil sediaan masker peel off ekstrak daun pepaya
dengan perbandingan PVA dan HPMC sebesar 12:1 memiliki kestabilan
yang baik pada pengujian stabilitas dalam oven dengan suhu 40oC selama
28 hari. Penelitian yang dilakukan oleh Izzati (2014) pada formula masker
peel off ekstrak kulit buah manggis dengan perbandingan PVA dan HPMC
10:1, 10:2, dan 10:3 menunjukkan hasil bahwa masingmasing formula
menunjukkan hasil stabilitas yang baik selama pengujian cycling test.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis melakukan penelitian
dengan membuat 3 formula masker peel off serbuk getah buah pepaya
sebagai zat aktif dengan konsentrasi sebesar 3%. Perbedaan pada masing-
masing formula dilakukan dengan variasi konsentrasi HPMC sebesar 2%,
3%, dan 4% untuk mengetahui kestabilan fisik sediaan pada suhu 272oC
dan suhu 402oC selama 28 hari, serta pengujian cycling test sebanyak 6
siklus.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah stabilitas fisik sediaan gel masker peel off serbuk
getah buah pepaya yang diformulasikan dengan kombinasi PVA dan
HPMC sebagai basis gel?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui stabilitas sediaan gel masker peel off serbuk getah
buah pepaya dengan kombinasi PVA dan HPMC pada suhu 272oC dan
suhu 402oC selama 28 hari serta pengujian cycling test sebanyak 6 siklus.
1.4 Hipotesa
Kombinasi PVA dengan HPMC sebagai agen pembentuk basis gel
tidak berpengaruh terhadap stabilitas fisik sediaan gel masker peel off
serbuk getah buah pepaya.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Memberikan informasi mengenai pemanfaatan serbuk getah buah pepaya
dalam bentuk sediaan gel masker peel off.
1.5.2 Memberikan informasi mengenai stabilitas sediaan gel masker peel off
serbuk getah buah pepaya (Carica papaya L.) dengan kombinasi polivinil
alkoho (PVA) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi tanaman pepaya (Carica papaya L.) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
( Hutapea, 1991 dalam Ismaya, 2013)
2.1.2 Deskripsi Tanaman
Tanaman pepaya adalah jenis pohon buah-buahan yang berumur
pendek dan sifat tumbuhnya cepat sekali. Tanaman ini diperbanyak dengan
biji dan mulai tumbuh setelah 6 8 minggu (Ariesty, 2010).
Berdasarkan morfologinya, buah pepaya termasuk buah buni
dengan daging buah yang tebal dan memiliki rongga buah di bagian
tengahnya. Batangnya berbentuk silinder dengan diameter 10 30 cm dan
berongga. Daun-daunnya tersusun spiral berkelompok dekat dengan ujung
batang. Tangkai daun dapat mencapai panjang 1 m, berongga dan
berwarna kehijauan, merah jambu, kekuningan, dan keunguan. Helaian
daunnya berdiameter 2575 cm, bercuping 711, menjari, terkadang ada
yang tidak menjari serta tidak berbulu. Buah pepaya umumnya berkulit
tipis, halus, serta berwarna kekuningan atau jingga ketika matang (Ismaya,
2013).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.1 Tanaman Pepaya
[Silaban, 2012]
2.1.3 Kandungan Buah Pepaya dan Kegunaannya
Daging buah pepaya umumnya berwarna kuning dan merah.
Perbedaan warna ini disebabkan karena adanya pigmen karoten dan
likopen. Karoten adalah suatu kelompok pigmen warna kuning, jingga atau
merah jingga yang mudah larut dalam lemak atau pelarut organik, tetapi
tidak larut dalam air. Karoten berwarna kuning merupakan provitamin A.
Jumlah karoten dalam 100 g daging buah pepaya matang berkisar antara
3,74,2 mg (Winarno & Aman, 1981).
Secara lengkap kandungan buah pepaya dengan nilai energi 200 kJ
untuk 100 gram buah pepaya dapat ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Kandungan Buah Pepaya
No Komposisi Gizi Pepaya
Matang
Pepaya
Muda
Daun
Pepaya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Kadar air (gram)
Energi (Kal)
Hidrat arang (gram)
Kalsium (miligram)
Lemak (gram)
Fosfor (miligram)
Protein (gram)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (miligram)
Vitamin C (miligram)
Zat Besi (miligram)
86,7
46
12,2
23
-
12
0,5
365
0,04
78
1,7
92,4
26
4,9
50
0,10
16
2,1
50
0,02
19
0,4
75,4
79
11,9
353
2
63
8,0
18.250
0,15
140
0,8
[Sumber : Tietze & Herald, 2002 dalam Ismaya, 2013]
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Melihat dari berbagai macam manfaat dan kelebihan buah pepaya,
juga terdapat kelebihan lain yang dimiliki buah pepaya, yakni terdapatnya
kandungan enzim papain yang ada pada getah pepaya. Getah pepaya yang
sering disebut sebagai papain dapat digunakan untuk berbagai macam
keperluan, antara lain : penjernih bir, pengempuk daging, bahan
bakuindustri penyamak kulit, serta digunakan dalam industri farmasi dan
kosmetika (kecantikan). Papain merupakan enzim proteolitik, yaitu enzim
yang dapat mengurai dan memecah protein (Warisno, 2003).
Getah pepaya cukup banyak mengandung enzim yang bersifat
proteolitik (pengurai protein). Tepung getah pepaya kering banyak
digunakan oleh para pengusaha industri maupun ibu-ibu rumah tangga
untuk mengolah berbagai macam produk (Warisno, 2003). Enzim
proteolitik dianggap penting dalam metabolisme protein dan banyak
digunakan dalam industri pangan, misalnya untuk mengempukkan daging.
Ada banyak jenis enzim proteolitik yang dikenal seperti enzim papain,
bromelin, rennin, protease dan fisin yang mempunyai sifat menghidrolisa
protein (Smith, 1993).
Getah pepaya mengandung enzim-enzim protease yaitu papain dan
kimopapain. Kadar papain dan kimopapain dalam buah pepaya muda
berturut-turut 10% dan 45%. Lebih dari 50 asam amino terkandung dalam
getah pepaya kering itu antara lain aspartat, treonin, serin, asam glutamat,
prolin, glisin, alanin, valin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, histidin,
lisin, arginin, triptofan dan sistein. Papain merupakan satu dari enzim yang
paling kuat dihasilkan oleh seluruh bagian tanaman pepaya. Pada pepaya,
getah termasuk enzim proteolitik. Protein dasar itu memecah senyawa
protein menjadi pepton. Contoh enzim proteolitik lainnya adalah bromelin
pada nanas, renin pada sapi dan babi. Pemakaiannya masih jarang,
dikarenaan sulit untuk dilakukan ekstraksi dan aktivitasnya lebih rendah
dibandingkan dengan papain (Nurul, 2003 dalam Silaban et al., 2012).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Enzim Papain
Enzim papain merupakan salah satu enzim protease atau pemecah
protein yang terdapat dalam getah buah pepaya (Carica papaya L.). Enzim
papain dapat diperoleh dari getah tanaman pepaya dan buah pepaya muda.
Getah pepaya mengandung sebanyak 10% papain, 45% kimopapain dan
lisozim sebesar 20% (Winarno, 1986 dalam Silaban et al., 2012). Getah
pepaya tersebut terdapat hampir di semua bagian tanaman pepaya, kecuali
bagian akar dan biji. Kandungan papain paling banyak terdapat dalam
buah pepaya yang masih muda (Warisno, 2003 dalam Silaban et al., 2012).
Gambar 2.2 Getah Penghasil Enzim Papain
[Aravind et al., 2013]
Berdasarkan sifat-sifat kimianya, papain digolongkan sebagai
protease sulfhidril (Muchtadi et al., 1992 dalam Silaban et al., 2012).
Papain mengandung 212 asam amino dalam suatu rantai polipeptida dan
berikatan silang dengan tiga jembatan disulfida (Kalk, 1975 dalam Silaban
et al., 2012). Papain memiliki 6 gugus sulfhidril, tetapi hanya dua gugus
sulfhidril yang aktif. Gugus sulfhidril ini mengandung unsur sulfur sekitar
1,2 %. Dimana rantai ikatan tersebut tersusun atas arginin, lisin, leusin,
dan glisin dengan sistein-25 tempat gugus aktif thiol (-SH) esensial, yang
membentuk sebuah rantai peptida tunggal dengan bobot molekul 21.000-
23.000 g/mol (Harrison et al., 1997 dalam Silaban et al., 2012).
Secara umum yang dimaksud dengan enzim papain adalah enzim
yang telah dimurnikan maupun yang masih kasar (crude papain). Enzim
papain dapat diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan,
halus, dan kadar airnya 8% dan harus disimpan dibawah suhu 600C. Enzim
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini mudah larut dalam air, gliserin dan dalam larutan-larutan
hidroalkoholik yang berkonsentrasi rendah, tetapi tidak larut dalam pelarut
organik dan lemak yang menguap (Sastrodiwiryo, 1971 dalam Ismaya,
2013). Enzim papain relatif tahan terhadap panas dibandingkan enzim
proteolitik lainnya, seperti fisin dan bromelin. Papain mempunyai
kemampuan menghidrolisis dengan suhu optimum 500-60
0C, sedangkan
pH optimumnya adalah 5,0-7,0 (Winarno, 1997 dalam Ismaya, 2013).
Menurut De man (1997) enzim papain juga tidak mengandung karbohidrat
seperti pada bromielin dan ficin sehingga mempunyai energi aktivasi yang
lebih rendah karena lebih murni dibanding enzim lain (Iswanto et al.,
2006).
Komposisi asam amino penyusun papain dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.2 Komposisi Asam Amino Penyusun Papain
Asam Amino Jumlah % Relatif
Lisin
Histidin
Arginin
Aspartat
Aspargin
Glutamat
Glutamin
Treonin
Serin
Prolin
Glisin
Alanin
Valin
Isoleusin
Leusin
Tirosin
Fenilalanin
Triptofan
Sistein
Sistin
10
2
12
6
13
8
12
8
13
10
28
14
18
11
12
11
4
5
1
6
4,88
0,97
5,86
2,98
6,24
3,88
5,86
3,88
6,34
3,88
13,58
6,58
8,94
5,86
5,36
5,86
1,93
2,44
0,48
2,93
[Sumber : Suhartono, 1986 dalam Ismaya, 2013]
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Enzim papain stabil pada larutan yang mempunyai pH 5,0. Untuk
pH optimal substrat albumin maupun kasein adalah 7,0 dan untuk substrat
gelatin adalah 5,0. Enzim papain mempunyai titik isoelektrik pada 8,75.
Enzim papain mempunyai daya tahan panas yang lebih tinggi daripada
enzim lain. Keaktifan enzim papain hanya menurun 20% pada pemanasan
700C selama 30 menit pada pH 7,0. Disamping keaktifan memecah
protein, enzim papain mempunyai kemampuan untuk membentuk protein
baru atau senyawa yang menyerupai protein yang disebut plastein
(Winarno, 1983 dalam Ismaya, 2013).
Aktivitas enzim papain dapat meningkat dengan adanya
penambahan senyawa-senyawa pereduksi seperti sistein, garam sulfit, atau
pengkelat seperti EDTA. Aktivitas katalitik enzim papain menurun apabila
enzim ini direaksikan dengan senyawa pengganggu gugus tiol yaitu
oksidator, senyawa disulfida, ion logam berat dan senyawa pengalkil.
Enzim papain stabil terhadap senyawa pendenaturasi (Ismaya, 2013).
Ada beberapa keuntungan dalam penggunaan enzim papain ini,
yakni tidak bersifat toksik, tidak ada reaksi samping, tidak ada perubahan
tekanan, suhu, dan pH yang derastis, dan pada konsentrasi rendah sudah
mampu berfungsi dengan baik. Pada pH, suhu, dan kemurnian enzim
papain, daya pemecah protein yang dimiliki papain dapat diintensifkan
lebih jauh menjadi kegiatan hidrolisis protein (Ismaya, 2013).
Sebagai enzim proteolitik, papain memiliki nilai ekonomi tinggi
dan banyak digunakan dalam industri besar. Meskipun telah diketahui ada
beberapa enzim protease yang dihasilkan dari tanaman lain, ternyata
papain merupakan enzim yang paling banyak dan sering digunakan. Oleh
karenanya, potensi pasar papain dalam perdagangan dunia masih cukup
besar (Kalie, 1999 dalam Ismaya, 2013).
Enzim papain juga banyak digunakan sebagai bahan aktif dalam
preparat farmasi seperti obat gangguan pencernaan, dispepsia, dan obat
cacing. Pada proses pembedahan, enzim papain dapat digunakan sebagai
obat pengendali edema dan inflamasi, selain itu enzim papain saat ini juga
banyak digunakan sebagai bahan aktif untuk krim muka, pembersih kulit
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
muka dan sebagai zat antioksidan karena enzim papain dapat melarutkan
sel-sel kulit mati yang melekat pada kulit. Noda dan fleks di wajah bisa
dikikis oleh enzim papain hingga menjadi mulus dan bersih. Enzim papain
juga bisa digunakan sebagai bahan pembuat pasta gigi, sebab bisa
membersihkan sisa makanan apa saja yang melekat di gigi (Ismaya, 2013).
Manfaat lainnya dari enzim papain adalah sebagai bahan perenyah
pada pembuatan kue kering seperti cracker, bahan penggumpal susu pada
pembuatan keju, bahan pelarut gelatin, dan bahan pencuci lensa. Pada
proses pembuatan bir, enzim papain dapat digunakan sebagai stabilisator
untuk menjaga larutan bir tetap jernih dan tidak keruh (Ismaya, 2013).
Enzim papain juga dapat digunakan dalam industri pengolahan
daging. Daging dari hewan yang telah berusia tua dan bertekstur keras pun
dapat menjadi lunak jika menggunakan papain, sehingga banyak
diperdagangkan dalam kemasan kecil sesuai kebutuhan rumah tangga
(Kalie, 1999 dalam Silaban et al., 2012).
2.2.1 Sifat Fisika Kimia Enzim Papain
The International Union of Biochemistry mengklasifikasikan enzim
papain termasuk dalam kelompok enzim hidrolase yaitu kelompok enzim
yang membantu terjadinya hidrolisis suatu senyawa dengan bantuan
molekul air. Senyawa yang terhidrolisis dengan enzim papain adalah
golongan senyawa peptida termasuk golongan proteinase atau protease
(Budiman, 2003 dalam Silaban et al., 2012).
Protease sendiri dapat dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan sifat
kimia dari gugus aktif yang ada padanya. Kelompok tersebut adalah serin
protease yang mempunyai seril residu yang spesifik, protease sulfhidril
yang aktivitasnya sangat dipengaruhi adanya satu atau lebih gugus S-H,
protease yang mengandung metalloenzim dimana gugus aktif pada enzim
ini adalah logam, dan protease asam yang mempunyai gugus aktif berupa
senyawa asam (Yamamoto, 1975 dalam Ismaya, 2013).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.3. Sifat Fisik Enzim Papain
Karakter Fisik Keterangan
Penampakan
Warna
Bau
Kelarutan
Kelembaban
Ukuran partikel
Amorf atau granular
Putih hingga kecokelatan
Sedikit berbau
Larut dalam air
Kurang dari 8 %
99% melewati saringan 250 micron
98% melewati saringan 180 micron
[Sumber : Ismaya, 2013]
2.3 Kulit
Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan
dan rangsangan dari luar (Tranggono, 2007).
Kulit adalah bagian terluas dari tubuh, terhitung lebih dari 10%
dari massa tubuh dan bagian yang paling utama berinteraksi dengan
lingkungan (Walters, 2002). Kulit tersusun dari jaringan yang tumbuh,
berdiferensiasi, dan beregenerasi (Gregoriadis et al., 1993).
Kulit adalah organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh tubuh.
Luas kulit pada manusia rata-rata sekitar 2 m2 dengan berat sekitar 10 kg
jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak, atau beratnya
sekitar 16% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan organ yang
pertama kali terkena polusi oleh zat-zat yang terdapat di lingkungan hidup,
termasuk jasad renik (mikroba) yang tumbuh dan hidup di lingkungan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada
keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Kusantati et al.,
2008).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.1 Anatomi Kulit
Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama, yaitu : epidermis, dermis,
dan subkutan (subkutis) (Seeley et al., 2003). Epidermis merupakan
lapisan luar kulit, membentuk perisai fisik dan antimikroba untuk
melindungi tubuh dari ancaman lingkungan. Epidermis mengandung
keratinosit yang berfungsi sebagai tempat sintesis keratin. Lapisan kulit
yang ke dua adalah dermis yang berisi jaringan pembuluh darah, ujung
saraf, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, folikel rambut, dan otot rambut.
Dermis pada dasarnya terdiri dari protein struktural urat saraf yang dikenal
sebagai kolagen. Dermis yang paling tebal berada pada bagian punggung,
yaitu sekitar 30-40 kali tebal epidermis (James et al., 2006 dalam Izzati,
2014).
Lapisan ke tiga dari kulit adalah lapisan subkutis. Lapisan subkutis
merupakan lapisan jaringan ikat longgar dan lemak di bawah dermis.
Subkutis terdiri dari kumpulan sel-sel lemak dan di antara kumpulan
tersebut terdapat serabut-serabut jaringan dermis. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus. Tebal jaringan lemak tidak sama, bergantung
pada lokasinya. Tebal jaringan lemak pada abdomen adalah 3 cm,
sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis (Wasitaatmadja,
1997 dalam Izzati, 2014).
2.3.2 Fungsi Kulit
Kulit sebagai organ tubuh yang paling utama mempunyai beberapa
fungsi, diantaranya sebagai berikut :
1. Fungsi Proteksi
Kulit berperan dalam melindungi organ tubuh dari benturan serta
mencegah trauma mekanik langsung ke dalam tubuh..
2. Fungsi Termoregulasi
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit ketika terjadi
peningkatan suhu. Dengan dikeluarkannya keringat, maka terbuang
pula panas tubuh. Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
simpatis yang mengeluarkan zat perantara asetilkolin (Langley dan
Lenny, 1958).
3. Fungsi Persepsi Sensoris
Kulit bertanggung jawab sebagai indra terhadap
rangsangan.Rangsangan dari luar akan diterima oleh reseptor-reseptor
tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat, selanjutnya
diinterpretasikan oleh korteks serebri (Langley dan Lenny, 1958).
4. Fungsi Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda
padat. Tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit,
begitu pula zat yang larut dalam minyak. Kemampuan absorbsi kulit
dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara,
metabolisme, dan jenis pembawa zat yang menempel di kulit.
Penyerapan dapat melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran
keluar rambut (Langley dan Lenny, 1958).
5. Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis)
Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal
epidermis. Jumlah melanosit serta besarnya melanin yang terbentuk
akan menentukan warna kulit (Langley dan Lenny, 1958).
6. Fungsi Keratinisasi
Proses keratinisasi berlangsung terus-menerus dan berguna untuk
fungsi rehabilitasi kulit agar dapat melaksanakan fungsinya secara baik
(Langley dan Lenny, 1958).
7. Fungsi Produksi Vitamin D
Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-
dihidroksikolesterol dengan bantuan sinar matahari, namun produksi
ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D dari luar
makanan (Langley dan Lenny, 1958).
8. Fungsi Lain
Kulit dapat menggambarkan kondisi emosional, seperti memerah,
ketakutan (pucat dan rambut berdiri), dan sebagai organ penerima
emosi (Langley dan Lenny, 1958).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Kosmetika
Kosmetika telah dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu, dan
baru pada abad ke-19 mendapat perhatian khusus, yaitu selain untuk
kecantikan juga mempunyai fungsi untuk kesehatan. Perkembangan ilmu
kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad
ke-20 dan kosmetik menjadi salah satu bagian dari dunia usaha. Dewasa
ini, teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara
kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau dikenal dengan istilah kosmetik
medik (cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007) .
Pengertian kosmetik dalam Peraturan Menkes RI No. 445 Tahun
1998 menyebutkan bahwa Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan
untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan
pada tubuh, dimasukkan, dipergunakan pada badan atau bagian badan
manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah
daya tarik atau mengubah rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati
atau menyembuhkan penyakit (Tranggono dan Latifah,2007).
Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI berdasarkan
kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetika dibagi menjadi
13 golongan, yaitu :
a. Preparat untuk bayi
b. Preparat untuk mandi.
c. Preparat untuk mata.
d. Preparat wangi-wangian.
e. Preparat untuk rambut.
f. Preparat make up (kecuali mata)
g. Preparat untuk kebersihan mulut.
h. Preparat untuk kebersihan badan.
i. Preparat kuku.
j. Preparat perawatan kulit.
k. Preparat cukur.
l. Preparat untuk suntan atau sunscreen
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Masker Peel Off
Kosmetika wajah yang umumnya digunakan tersedia dalam
berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker wajah peel
off. Masker peel off merupakan salah satu jenis sediaan masker yang
praktis dan mudah saat penggunaannya. Masker peel off terbuat dari bahan
karet, seperti polivinil alkohol atau damar vinil asetat (Evrilia et al., 2014).
Masker peel off biasanya digunakan dalam bentuk gel atau pasta,
yang dioleskan ke kulit muka. Setelah alkohol yang terkadung dalam
masker menguap, terbentuklah lapisan film yang tipis dan transparan pada
kulit muka. Setelah berkontak selama 15 30 menit, lapisan tersebut
diangkat dari permukaan kulit dengan cara dikelupas (Slavtcheff, 2000
dalam Izzati, 2014). Masker peel off memliki beberapa manfaat
diantaranya mampu merileksasi otot-otot wajah, membersihkan,
menyegarkan, melembabkan, dan melembutkan kulit wajah (Vieira, 2009).
Maker berbentuk gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
penggunaan yang mudah, serta mudah untuk dibilas dan dibersihkan.
Selain itu, dapat juga diangkat atau dilepaskan seperti membran elastik
(Harry, 1973).
2.5.1 Formulasi Masker Peel off
a. Polivinil Alkohol (PVA)
Polivinil alkohol adalah polimer sintetis yang larut dalam air
dengan rumus (C2H4O)n. Nilai n untuk bahan yang tersedia secara
komersial terletak di antara 500 dan 5000, setara dengan rentang berat
molekul sekitar 20.000 200.000. Polivinil alkohol berupa bubuk
granular berwarna putih hingga krem, dan tidak berbau (Rowe et al.,
2009).
Polivinil alkohol larut dalam air, sedikit larut dalam etanol (95%),
dan tidak larut dalam pelarut organik. Polivinil alkohol umumnya
dianggap sebagai bahan yang tidak beracun. Bahan ini bersifat
noniritan pada kulit dan mata pada konsentrasi sampai dengan 10%,
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
serta digunakan dalam kosmetik pada konsentrasi hingga 7% (Rowe et
al., 2009).
Polivinil alkohol diproduksi dengan cara polimerasi vinil asetat
menjadi polivinil asetat, dan diikuti dengan hidrolisis polivinil asetat
membentuk polivinil alkohol (Nagar et al., 2011).
Polivinil alkohol dikenal sebagai agen pembentuk lapisan film,
pendispersi, lubrikan, pelindung kulit, digunakan pada formulasi gel
dan lotion, shampo, tabir surya, masker, serta beberapa aplikasi
kosmetik dan perawatan kulit lainnya. Namun salah satu kelemahan
dari polivinil alkohol adalah lapisan film yang dihasilkan cenderung
lebih kaku dan memiliki fleksibilitas yang tergolong rendah (Barnard,
2011).
b. Hidroksipropil Metilselulosa
Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC) atau hipermelosa secara
luas digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi sediaan
farmasi oral, mata, hidung, dan topikal. Selain itu, HPMC juga
digunakan secara luas dalam kosmetik dan produk makanan.
Kegunaan HPMC diantaranya sebagai zat peningkat viskositas, zat
pendsipersi, zat pengemulsi, penstabil emulsi, zat penstabil, zat
pensuspensi, sustained release agent, pengikat pada sediaan tablet,
dan zat pengental (Rowe et al., 2009).
HPMC berbentuk serbuk granul atau serat berwarna putih atau
putih-krem. HPMC larut dalam air dingin, membentuk larutan koloid
kental, praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%),
dan eter, tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometana, dan
campuran air dan alkohol (Rowe et al., 2009).
HPMC dikenal memiliki sifat sebagai pembentuk film yang baik,
serta memiliki penerimaan yang sangat baik. HPMC akan membentuk
lapisan film transparan, kuat, dan fleksibel (Barnard, 2011).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Propilen Glikol
Propilen glikol (C3H8O2) merupakan cairan bening, tidak
berwarna, kental, praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang
sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen glikol larut dalam 6 bagian
eter, tidak larut dengan minyak mineral ringan atau fixed oil, tetapi
akan melarutkan beberapa minyak esensial (Rowe et al., 2009).
Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut,
ekstraktan, dan pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral
dan nonparenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin dan
melarutkan berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat
sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak anestesi
lokal. Propilen glikol biasa digunakan sebagai pengawet antimikroba,
desinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, dan zat penstabil.
Konsentrasi propilen glikol yang biasa digunakan sebagai humektan
adalah 15% (Rowe et al., 2009).
d. Metil Paraben
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba
dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi.
Metil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
paraben lain atau dengan zat antimikroba lainnya. Dalam kosmetik,
metilparaben merupakan pengawet yang paling sering digunakan
(Rowe et al., 2009).
Metilparaben (C8H8O3) berbentuk kristal tak berwarna atau bubuk
kristal putih. Zat ini tidak berbau dan hampir tidak berbau. Metil
paraben merupakan paraben yang paling aktif. Aktivitas antimikroba
meningkat dengan meningkatnya panjang rantai alkil. Aktivitas zat
dapat diperbaiki dengan menggunakan kombinasi paraben yang
memiliki efek sinergis terjadi. Kombinasi yang sering digunakan
adalah dengan metil-, etil-, propil-, dan butil paraben. Aktivitas metil
paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan eksipien lain
seperti : propilen glikol (2 5%), phenylethyl alkohol, dan asam
edetic (Rowe et al., 2009).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Propil Paraben
Propil paraben (C10H12O3) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak
berbau, dan tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai
pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan
formulasi sediaan farmasi. Propil paraben menunjukkan aktivitas
antimikroba antara pH 48. Efikasi pengawet menurun dengan
meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih
aktif terhadap ragi dan jamur daripada terhadap bakteri. Mereka juga
lebih aktif terhadap gram-positif dibandingkan terhadap bakteri gram-
negatif (Rowe et al., 2009).
f. Etanol 96%
Etanol memiliki sinonim alkohol, etil alkohol; etil hydroxide;
grainalkohol; methyl carbinol. Etanol jernih, tidak berwarna, sedikit
mudah menguap, memiliki bau yang khas dan rasa terbakar. Etanol
memiliki rumus molekul C2H6O dan bobot molekul 46,07.
Penggunaannya sebagai pelarut dalam sediaan topikal sebanyak 60-
90% sedangkan sebagai pengawet penggunaannya 10%. Etanol 96%
memiliki titik didih 78,150C. Larutan etanol mungkin disterilisasi
dengan metode autoklaf atau penyaringan dan harus disimpan dalam
wadah kedap udara dan ditempat sejuk. Pada kondisi asam, larutan
etanol dapat bereaksi keras dengan bahan pengoksidasi. Campuran
dengan alkali dapat menggelapkan warna karena reaksi dengan
sejumlah sisa aldehida. Garam organik atau akasia dapat diendapkan
dari larutan berair atau dispersi. Larutan etanol juga tidak sesuai
dengan wadah aluminium dan dapat berinteraksi dengan beberapa
obat (Rowe et al., 2009).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 2 dan
Laboratorium Teknologi Sediaan Padat Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2015
hingga Juli 2015.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : hot plate
(Cimarec Thermo Scientific, Amerika Serikat), alat gelas (Schoot Duran,
Jerman), thermometer, spatula, lumpang dan alu, pipet, timbangan analitik
(KERN KB, Jerman), stopwatch, viskotester 6R (Haake, Spanyol), pH
meter (Horiba F-52, Jepang), refrigerator (SANYO Medicool, Jepang),
dan oven (France Etuves C3000, Perancis).
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah serbuk getah buah pepaya (Carica
papaya L.) (MM Natures, Indonesia), Polivinil Alkohol, Hidroksipropil
Metilselulosa (ASHLAND, Amerika Serikat), propilen glikol, metil
paraben, propil paraben, etanol 96%, dan aquadest.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Formulasi Masker Peel off Serbuk Getah Pepaya
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 Formulasi Sediaan Gel Masker Peel off Serbuk Getah Pepaya
Bahan Konsentrasi (%)
Fungsi F1 F2 F3
Serbuk getah pepaya
PVA
HPMC
Propilen Glikol
Metil Paraben
Propil Paraben
Etanol 96%
Aquadest
3
8
2
15
0,2
0,1
15
Ad 100
3
8
3
15
0,2
0,1
15
Ad 100
3
8
4
15
0,2
0,1
15
Ad 100
Zat Aktif
Basis gel
Basis gel
Humektan
Pengawet
Pengawet
Pelarut
Pelarut
3.3.2 Pembuatan Masker Peel off Serbuk Getah Pepaya
1. Pembuatan sediaan masker wajah peel off diawali dengan
menghaluskan PVA, kemudian dikembangkan menggunakan aquadest
suhu 90oC di dalam lumpang panas, diaduk hingga mengembang
sempurna dan terbentuk basis gel PVA yang homogen (wadah A)
2. Kemudian di dalam tempat terpisah, HPMC dikembangkan
menggunakan aquadest suhu 90oC di dalam lumpang panas yang
hingga mengembang dan terbentuk massa yang homogen (wadah B).
3. Setelah PVA dan HPMC mengembang sempurna, HPMC
dicampurkan dengan pengadukan yang konstan ke dalam wadah A
yang berisi PVA hingga keduanya bercampur dengan sempurna.
4. Propilen glikol dimasukkan ke dalam wadah A lalu diaduk hingga
tercampur sempurna.
5. Pada wadah lainnya, serbuk getah pepaya dilarutkan terlebih dahulu
dalam sebagian aquadest, kemudian dicampurkan ke dalam wadah A
hingga tercampur sempurna
6. Pada wadah terpisah lainnya, nipagin dan nipasol dilarutkan terlebih
dahulu dalam etanol 96%, kemudian dimasukkan ke dalam wadah A
dan diaduk hingga tercampur sempurna.
7. Aquadest dimasukkan ke dalam wadah A hingga 100 gram dan diaduk
kembali hingga homogen.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Evaluasi
3.4.1 Uji Stabilitas
1. Uji Stabilitas pada Suhu Ruang (272oC)
Masing-masing formula sediaan sebanyak 100 gram ditempatkan
pada suhu ruang (272oC) selama 28 hari, serta diamati parameter
fisika dan kimia pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 (Chandira et al.,
2010)
2. Uji Stabilitas pada Suhu Tinggi (402oC)
Masing-masing formula sediaan sebanyak 100 gram ditempatkan
pada suhu tinggi (402oC) yakni dalam oven selama 28 hari, serta
diamati parameter fisika dan kimia pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28
(Chandira et al., 2010).
3. Uji Cycling Test
Uji dilakukan dengan cara menyimpan sediaan dari masing-
masing formula yang ditempatkan dalam wadah gelas transparan.
Sediaan disimpan pada suhu 42oC selama 24 jam, kemudian
dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 402oC selama 24 jam.
Perlakuan ini adalah satu siklus. Pengujian dilakukan sebanyak 6
siklus atau 12 hari dan diamati ada atau tidaknya perubahan yang
terjadi pada masing-masing sediaan. Kondisi sediaan dibandingkan
selama percobaan dengan kondisi sediaan sebelumnya (Anonim,
2004).
3.4.2 Paramater Uji Stabilitas
1. Pengujian Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan melihat secara visual dan
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada sediaan, yakni
meliputi penampilan, warna, dan bau (Septiani, 2011).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Pengujian pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Masing-
masing formula harus memenuhi rentang pH dengan kisaran sesuai
dengan pH kulit yaitu 4,5 6,5 (Tranggono, 2007).
3. Pengujian Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan cara meletakkan sediaan
diantara dua kaca objek dan diamati ada atau tidaknya partikel kasar
yang terdapat dalam sediaan (Kuncari et al., 2014).
4. Pengujian Waktu Kering
Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan 1 gram dari masing-
masing formula sediaan ke punggung tangan dengan ukuran 7 cm x 7
cm, kemudian dilihat menggunakan stopwatch waktu yang diperlukan
oleh sediaan untuk mengering, yaitu waktu hingga sediaan
membentuk lapisan film (Pertiwi, 2012)
5. Pengujian Daya Sebar
Sebanyak 1 gram dari masing-masing formula sediaan diletakkan di
atas kertas grafik yang sudah dilapisi dengan plastik akrilik
transparan, kemudian ditutup dengan plastik akrilik transparan lain
dan diukur diameternya. Beban 19 gram diletakkan di atas sediaan,
didiamkan selama 1 menit dan dicatat diameter gel yang menyebar.
Beban 20 gram selanjutnya ditambahkan di atas sediaan sehingga
beban maksimum yang digunakan adalah seberat 99 gram, dan setiap
kali beban ditambahkan, maka sediaan harus didiamkan selama 1
menit dan dicatat diameter sediaan yang menyebar (Izzati, 2014)
6. Pengujian Viskositas
Sebanyak 100 gram sediaan dimasukkan ke dalam gelas beker 100 mL
kemudian diukur viskositasnya dengan viskometer Haake, kemudian
diatur spindel dan kecepatan yang akan digunakan (Septiani, 2011).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Evaluasi Stabilitas Sediaan Masker Peel off
Uji stabilitas sediaan masker peel off dilakukan dengan cara
membandingkan keadaan ketiga formula sediaan saat sebelum dan sesudah
dilakukan pengujian.
Evaluasi sediaan masker peel off meliputi pemeriksaaan
organoleptis, pH, homogenitas, waktu kering, daya sebar, dan viskositas.
Ketiga formula sediaan masker peel off serbuk getah buah pepaya di uji
pada kondisi suhu kamar (272oC) dan suhu tinggi (402
oC) selama 4
minggu. Pengujan sediaan juga meliputi cycling test yang dilakukan
selama 6 siklus atau 12 hari (Anonim, 2004). Pemeriksaan ini dilakukan
sebagai simulasi adanya perubahan suhu setiap hari untuk mendapatkan
kestabilan sediaan dalam waktu sesingkat mungkin.
4.1.1 Hasil Evaluasi Awal Sediaan
Sediaan masker peel off berturut-turut yakni konsentrasi HPMC
2%, 3%, dan 4% memiliki karakter sebagai berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik Awal Sediaan
Paramater Formula 1 Formula 2 Formula 3
Organoleptis
pH
Homogenitas
Waktu Kering
Viskositas
Sedikit keruh,
berbau etanol,
ada gelembung
udara
6,5
Homogen
30 menit
3070 cps
Sedikit keruh,
berbau etanol,
ada gelembung
udara
6,7
Homogen
30 menit
10.610 cps
Sedikit keruh,
berbau etanol,
ada gelembung
udara
7
Homogen
30 menit
39.900 cps
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1 Pengujian Daya Sebar
Keadaan awal pada seluruh sediaan sebelum dilakukan pengujian
adalah berwarna sedikit keruh, berbau etanol, dan terdapat gelembung
udara. Formula 1 memiliki nilai pH sebesar 6,5 dengan nilai viskositas
sebesar 3070 cps. Formula 2 memiliki pH 6,7 dengan nilai viskositas
sebesar 10.610 cps. Formula 3 memiliki pH 7 dengan nilai viskositas
sebesar 39.900 cps. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa
semakin tinggi konsentasi HPMC, maka akan mengakibatkan
meningkatnya nilai viskositas. Hasi pengujian daya sebar menunjukkan
bahwa semakin besar konsentrasi HPMC, maka daya sebar sediaan akan
menurun.
0
5
10
15
20
25
30
35
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.2 Hasil Organoleptis Sediaan
Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptis Sediaan pada Suhu Ruang (272oC)
Waktu Formula 1 Formula 2 Formula 3
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Jernih, berbau
etanol, homogen,
cukup banyak
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
semakin
berkurang
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih, berbau
etanol, homogen,
banyak
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
berkurang
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih, berbau
etanol, homogen,
sangat banyak
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
sedikit berkurang
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3 Uji Organoleptis Sediaan pada Suhu Tinggi (402oC)
Waktu Formula 1 Formula 2 Formula 3
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Jernih, berbau
etanol, homogen,
terdapat sedikit
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
tidak ada
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
tidak ada
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
tidak ada
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
cukup banyak
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
berkurang
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
sangat sedikit
Jernih, berbau
etanol, homogen,
terdapat banyak
gelembung udara
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih, berbau
etanol, homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Jernih ,berbau
etanol,homogen,
gelembung udara
terus berkurang
dari sebelumnya
Secara organoleptis, keseluruhan sediaan masker peel off pada
evaluasi awal masih berwarna sedikit keruh, lalu perlahan setelah
dilakukan pengujian baik pada suhu ruang maupun pada suhu tinggi terjadi
perubahan warna sediaan menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan
warna sediaan menjadi jernih diakibatkan karena berkurangnya jumlah
gelembung. Ketiga formula masker pada kondisi suhu ruang maupun suhu
tinggi berbau etanol dan tidak menunjukkan adanya perubahan hingga
akhir penyimpanan yakni pada minggu keempat.
Ketiga formula sediaan juga tidak menunjukkan terjadinya
perubahan homogenitas. Hal ini dapat menunjukkan bahwa bahan-bahan
dalam gel dapat terlarut dan bercampur sempurna secara homogen.
Perbedaan yang sangat terlihat jelas pada penyimpanan sediaan selama 4
minggu adalah warna sediaan yang menjadi jernih serta gelembung udara
yang semakin berkurang. Pada saat pengujian awal, terdapat banyak
gelembung udara pada sediaan dan berwarna sedikit keruh. Gelembung
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang sangat banyak ini dimungkinkan karena proses pengadukan selama
pembuatan sediaan yang dapat merangkap udara disekitar sediaan yang
bergerak melingkar. Tetapi gelembung tersebut perlahan berkurang selama
penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu tinggi. Hal ini
disebabkan karena seiring dengan lamanya penyimpanan dan perubahan
suhu maka udara didalam gelembung yang membentuk buih menekan
dinding gelembung dengan kuat sehingga gelembung tersebut pecah dan
perlahan berkurang (Padmadisastra et al., 2003).
4.1.3 Hasil Uji pH Sediaan
Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian pH masker peel off pada
suhu ruang dan suhu tinggi selama 28 hari adalah :
Gambar 4.2 Uji pH Sediaan pada Suhu Ruang (272oC)
Gambar 4.3 Uji pH Sediaan pada Suhu Tinggi (402oC)
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
1 2 3 4
6.6
6.7
6.6
6.7
6.9
6.7 6.7
6.8 6.8
6.9
6.8
6.7
Minggu ke
Formula 1
Formula 2
Formula 3
6.6
6.4
6.2
6.4
6.6
6.5
6.2
6.3
6.6
6.4
6.2
6.4
6
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
1 2 3 4
Minggu ke
Formula 1
Formula 2
Formula 3
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada pengamatan stabilitas terhadap nilai pH sediaan terlihat
bahwa ketiga formula pada suhu ruang dan suhu tinggi cenderung
berubah-ubah, yakni terjadi penurunan dan kenaikan pH yang bervariasi
selama pengujian. Perubahan nilai pH pada sediaan tidak signifikan,
sehingga semua formula dapat dikatakan stabil.
Kestabilan pH merupakan salah satu parameter penting yang
menentukan stabil atau tidaknya suatu sediaan. Nilai pH awal dari masing-
masing formula hingga setelah pengujian baik dalam kondisi suhu ruang
maupun suhu tinggi berada sedikit diluar kisaran pH kulit yaitu 4,5 6,5
akan tetapi pH yang dimiliki oleh ketiga formulasi tersebut tidak ada yang
melebihi pH netral sehingga tidak bersifat basa. Nilai pH sediaan
sebaiknya sesuai dengan pH kulit wajah yaitu 4,5 6,5 (Noor dan Desy,
2009). Jika sediaan memiliki pH yang terlalu basa maka dapat
menyebabkan kulit menjadi kering, sedangkan jika pH terlalu asam akan
menimbulkan iritasi kulit (Djajadisastra, 2004 dalam Izzati, 2014).
4.1.4 Hasil Uji Waktu Kering
Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian waktu kering masker
peel off pada suhu ruang dan suhu tinggi selama 28 hari adalah :
Gambar 4.4 Uji Waktu Kering pada Suhu Ruang (272oC)
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4
Me
nit
Minggu ke
Formula 1
Formula 2
Formula 3
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5 Uji Waktu Kering pada Suhu Tinggi (402oC)
Pengujian waktu kering sediaan dilakukan dengan mengamati
waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering, yaitu waktu dari saat
sediaan mulai dioleskan pada kulit hingga benar-benar terbentuk lapisan
yang kering (Pertiwi, 2012).
Setelah sediaan mengering, lalu sediaan diangkat dari permukaan
kulit dengan cara dikelupas. Dari hasil penelitian pada 5 orang responden
menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya konsentrasi HPMC,
maka sediaan menjadi lebih mudah diangkat. Hal itu sesuai dengan teori
dimana PVA memiliki kelemahan yaitu bersifat kaku, maka dengan
penambahan HPMC akan meningkatkan fleksibilitas sediaan.
Faktor yang paling berpengaruh signifikan terhadap waktu kering
adalah konsentrasi etanol dalam formulasi. Peningkatan konsentrasi etanol
akan mempersingkat waktu kering sediaan, hal tersebut dikarenakan etanol
memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air
murni (Beringhs et al 2013). Pada formulasi sediaan masker peel off ini
digunakan konsentrasi etanol sebesar 15%, hal tersebut didasarkan pada
formulasi yang terdapat dalam buku Harys Cosmeticology yang
menyebutkan bahwa konsentrasi etanol dapat digunakan hingga 30%
dalam sediaan masker peel off.
Dari data pengujian waktu kering, diperoleh hasil bahwa masing
masing formula memenuhi persyaratan waktu kering yang baik. Pada
Formula 1 dan Formula 2 baik pada kondisi suhu ruang maupun kondisi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4
Me
nit
Minggu ke
Formula 1
Formula 2
Formula 3
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suhu tinggi mulai menunjukkan adanya perubahan waktu kering sediaan,
tetapi formula 3 masih berada dalam ketentuan kriteria waktu kering yang
baik. Formula 3 memiliki waktu kering yang lebih cepat dibandingkan
dengan formula 1 dan Formula 2. Hal tersebut mungkin disebabkan karena
seiring meningkatnya konsentrasi HPMC pada formula 3, maka akan lebih
banyak etanol yang terikat pada polimer, sehingga memperlama waktu
penguapan etanol.
Setelah 4 minggu pengujian pada kondisi suhu ruang terjadi
perubahan yang signifikan, dimana waktu kering masing-masing formula
menjadi lebih lama, terutama pada formula 1 dan 2. Hal yang sama juga
terjadi pada pengujian di suhu tinggi, dan perubahan lama waktu kering
yang sangat derastis terjadi pada ketiga formula. Sediaan pada suhu tinggi
cenderung memiliki waktu kering yang sangat lama, hal tersebut terjadi
karena seiring dengan peningkatan suhu, maka etanol menjadi lebih mudah
menguap. Etanol dalam sediaan gel masker peel off berfungsi untuk
mempercepat waktu pengeringan sediaan. Saat etanol menguap, maka
akan memberikan pengaruh pada sediaan berupa peningkatan waktu kering
atau waktu sediaan untuk mengering menjadi lebih lama (Beringhs et al,
2013)
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil waktu kering, dapat
diambil kesimpulan bahwa pada minggu ke empat baik pada suhu ruang
maupun suhu tinggi menunjukkan perubahan sediaan karena waktu kering
sediaan tidak sesuai dan tidak memenuhi kriteria waktu kering sediaan gel
masker peel off yang baik yaitu antara 15 - 30 menit (Vieira, 2009). Salah
satu faktor yang harus diperhatikan adalah kemasan yang digunakan serta
kondisi penyimpanan. Kemasan yang digunakan sebaiknya tertutup rapat
agar dapat menjaga sediaan dari pengaruh perubahan lingkungan yang
dapat menurunkan kualitas sediaan (Beringhs et al, 2013)
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.5 Hasil Uji Viskositas
Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian viskositas masker peel off
pada suhu ruang dan suhu tinggi selama 28 hari adalah :
Gambar 4.6 Uji Viskositas pada Suhu Ruang (272oC)
Gambar 4.7 Uji Viskositas pada Suhu Tinggi (402oC)
Viskositas adalah suatu ungkapan dari resistensi zat cair untuk
mengalir. Semakin tinggi viskositas aliran, maka akan semakin besar
resistensinya. Viskositas sediaan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah faktor pencampuran atau pengadukan saat proses
pembuatan sediaan, pemilihan basis gel dan humektan, serta ukuran
partikel (Ansel, 1989 dalam Angela, 2012). Pengukuran viskositas
3270 3930
7210
3590
33600
13550
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
Minggu Awal Minggu Akhir
Vis
kosi
tas
(cp
s)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
2870 3290 3640 3660
21400
17100
0
5000
10000
15000
20000
25000
Minggu Awal Minggu Akhir
Vis
kosi
tas
(cp
s)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilakukan pada minggu awal (minggu ke-1) dan minggu terakhir (minggu
ke-4) yang diuji pada suhu ruang dan suhu tinggi.
Pemeriksaan viskositas dilakukan dengan menggunakan Haake
Visco tester 6R dengan nomer spindel yang berbeda untuk setiap formula,
namun dengan kecepatan yang sama yaitu Rpm 20. Dari hasil uji
viskositas dilihat dari parameter perbedaan konsentrasi HPMC dalam
formula sangat terlihat jelas bahwa semakin tinggi penggunaan HPMC
maka viskositasnya akan semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi
HPMC dapat meningkatkan jumlah serat polimer sehingga semakin
banyak juga cairan yang tertahan dan terikat oleh agen pembentuk gel
sehingga viskositas menjadi meningkat (Martin et al., 1993 dalam
Sukmawati, 2013).
Hasil pengamatan sediaan pada suhu ruang menunjukkan bahwa
pada minggu ke empat, formula 1 mengalami peningkatan, sedangkan
formula 2 dan 3 mengalami penurunan nilai viskositas dibandingkan
dengan minggu pertama.
Hasil pengamatan sediaan pada suhu tinggi menunjukkan hasil
yang berbeda dengan sediaan yang disimpan pada suhu ruang, dimana
pada minggu ke-empat formula 1 dan 2 mengalami peningkatan nilai
viskositas, sedangkan formula 3 mengalami penurunan dibandingkan
dengan minggu pertama.
Pada minggu pertama seluruh formula yang disimpan pada suhu
tinggi memiliki nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan
sediaan yang disimpan pada suhu ruang. Namun pada minggu ke empat
terjadi perubahan dimana formula 2 dan 3 yang disimpan pada suhu tinggi
memiliki nilai viskositas yang lebih besar dibandingkan dengan formula 2
dan 3 yang disimpan pada suhu ruang. Adapun hasil pengukuran viskositas
dapat dilihat dalam lampiran 6.
Adanya perubahan nilai viskositas yang terjadi pada seluruh
formula sediaan pada suhu ruang maupun suhu tinggi mungkin
diakibatkan oleh keberadaan gelembung udara yang terdapat dalam
sediaan. Keberadaan gelembung akan mempengaruhi nilai viskositas,
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dimana semakin banyak jumlah gelembung maka akan meningkatkan nilai
viskositas (Black and White, 1977). Kondisi temperatur juga ikut
berpengaruh terhadap nilai viskositas. Seiring meningkatnya temperatur,
maka ukuran gelembung menjadi lebih besar, sehingga lebih mudah pecah
dan mengakibatkan viskositasnya menurun (Rust and Manga, 2002).
Solusi yang dapat digunakan agar data hasil pengukuran viskositas
sediaan tidak bias adalah dengan cara menghilangkan gelembung terlebih
dahulu dari sediaan. Gelembung dapat dihilangkan dengan cara
penggunaan mesin agitasi yang akan mengaduk sediaan dari bawah, atau
dengan cara menggunakan penutup pada saat pengadukan agar tidak
terdapat udara yang terjerap. Cara lain yang dapat digunakan yakni dengan
memanaskan sediaan dalam waktu singkat menggunakan vakum, atau
penambahan agen anti busa (Black and White, 1977).
4.1.6 Hasil Uji Daya Sebar
Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian daya sebar masker peel
off pada suhu ruang dan suhu tinggi selama 28 hari adalah :
Gambar 4.8 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272
o) Minggu ke 1
0
10
20
30
40
50
60
70
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.9 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272o) Minggu ke 2
Gambar 4.10 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272
o) Minggu ke 3
Gambar 4.11 Uji Daya Sebar pada Suhu Ruang (272o) Minggu ke 4
0
10
20
30
40
50
60
34 54 74 94 114L
uas
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
0
10
20
30
40
50
60
70
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
0
10
20
30
40
50
60
70
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.12 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402o) Minggu ke 1
Gambar 4.13 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402
o) Minggu ke 2
Gambar 4.14 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402
o) Minggu ke 3
0
10
20
30
40
50
60
70
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
0
10
20
30
40
50
60
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
0
10
20
30
40
50
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.15 Uji Daya Sebar pada Suhu Tinggi (402
o) Minggu ke 4
Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kecepatan
penyebaran sediaan saat dioleskan pada kulit. Gel yang baik membutuhkan
waktu yang lebih sedikit untuk tersebar dan akan memiliki nilai daya sebar
yang tinggi (Madan dan Singh, 2010 dalam Sukmawati,2013). Pengujian
daya sebar dilakukan dengan menggunakan beban sebesar 19 gram hingga
99 gram. Berat kaca akrilik yang digunakan adalah sebesar 15 gram, jadi
berat akhir keseluruhan setelah ditambahkan kaca akrilik menjadi 114
gram. Sebanyak 1 gram sediaan diletakkan di atas kertas grafik yang
dilapisi oleh kaca akrilik transparan kemudian ditutup dengan kaca akrilik
transparan lain kemudian diberi beban, diukur diameternya dan kemudian
ditentukan luasnya. Berdasarkan hasil pengujian daya sebar sediaan yang
diperoleh baik pada suhu ruang maupun suhu tinggi dapat disimpulkan
bahwa semakin meningkatnya penggunaan HPMC dalam formula, maka
daya menyebar gel akan semakin berkurang. Penurunan daya sebar terjadi
melalui peningkatan ukuran unit molekul karena telah mengabsorbsi
pelarut sehingga cairan tersebut tertahan dan meningkatkan tahanan untuk
mengalir dan menyebar (Martin et al., 1993 dalam Sukmawati, 2013).
Formula 3 dengan konsentrasi HPMC paling tinggi yakni 4% memilki
kemampuan penyebaran yang paling rendah.
Pada minggu pertama hingga minggu ke tiga, sediaan yang diuji
dalam suhu tinggi menunjukkan data daya sebar yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan sediaan yang diuji dalam suhu ruang. Sediaan dalam
0
10
20
30
40
50
60
70
80
34 54 74 94 114
Lu
as
(cm
2)
Beban (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suhu tinggi cenderung memiliki nilai daya sebar yang lebih kecil, hal
tersebut dikarenakan akibat pengaruh suhu tinggi, maka etanol akan lebih
mudah menguap sehingga konsistensi sediaan menjadi lebih padat dan
lebih rigid yang mengakibatkan kemampuannya untuk menyebar menjadi
berkurang.
Secara umum, seiring dengan lamanya waktu pengujian maka daya
sebar sediaan baik pada suhu ruang maupun suhu tinggi terus mengalami
penurunan. Namun pada minggu ke empat masing-masing formula pada
seluruh kondisi penyimpanan mengalami peningkatan daya sebar dan daya
sebar sediaan pada suhu tinggi lebih besar dari sediaan yang disimpan
pada suhu ruang padahal pada penyimpanan minggu awal sampai minggu
ketiga sediaan yang disimpan pada suhu tinggi daya sebarnya selalu lebih
rendah dari sediaan pada suhu kamar. Adanya perubahan tersebut pada
minggu ke empat mengindikasikan bahwa sediaan mulai menunjukkan
tanda ketidakstabilan.
4.1.7 Hasil Uji Cycling Test
Cycling test merupakan pengujian sediaan menggunakan
perubahan suhu dan atau kelembaban pada interval waktu tertentu
sehingga produk dan kemasannya mengalami tekanan yang bervariasi dari
pada tekanan konstan yang sering kali lebih parah dibandingkan
penyimpanan pada satu kondisi saja (Ken, 2000 dalam Angela, 2012).
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.4 Uji Organoleptis dan Homogenitas pada Cycling Test
Waktu Formula 1 Formula 2 Formula 3
Siklus 1
Siklus 2
Silkus 3
Siklus 4
Siklus 5
Siklus 6
Jernih, berbau etanol,
homogen, cukup
banyak gelembung
udara
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara terus
berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara semakin
berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara hilang
Jernih, berbau etanol,
homogen, tidak ada
gelembung udara
Jernih, berbau etanol,
homogen, banyak
gelembung udara
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara terus
berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara semakin
berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara hilang
Jernih, berbau etanol,
homogen, sangat
banyak gelembung
udara
Jernih, berbau etanol,
homogen, gelembung
udara berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen,
gelembung udara
berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen,
gelembung udara
berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen,
gelembung udara
berkurang
Jernih, berbau etanol,
homogen, sedikit
gelembung udara
Cycling test dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran
terjadinya sineresis pada gel yang dapat terjadi karena sebagian cairan
antarsel keluar yang menyebabkan gel menjadi mengkerut dan juga untuk
mengamati terjadinya perubahan yang mengindikasikan adanya
ketidakstabilan sediaan.
Pengujian cycling test dilakukan dengan cara mengkondisikan
sediaan pada perubahan kondisi ekstrim selama 6 siklus. Masing masing
formula sediaan akan diuji setiap satu siklus. Sebelum dilakukan
pengujian, setiap sediaan didiamkan terlebih dahulu hingga sediaan berada
pada suhu normal, yakni pada suhu ruang.
Selama pengujian dari siklus pertama hingga siklus terakhir (siklus
ke 6) masing-masing formula sediaan menunjukkan penampilan tidak
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berwarna (jernih), berbau etanol dan terlihat homogen secara fisik.
Perbedaan yang terlihat adalah berupa semakin berkurangnya gelembung
udara seiring dengan lamanya waktu pengujian. Formula 3 dengan
konsentrasi HPMC paling tinggi yaitu sebesar 4% memiliki jumlah
gelembung yang paling banyak dan sulit menghilang. Hal tersebut
dikarenakan pada saat proses pengadukan, gaya yang diberikan cukup
besar sehingga semakin banyak udara yang terjerap di dalam sediaan dan
untuk menghilangkannya juga diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menekan dinding gelembung dengan kuat sehingga gelembung tersebut
pecah dan akhirnya menghilang. Selain itu, ketiga formula sediaan juga
tidak menunjukkan adanya sineresis hingga akhir siklus.
Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian pH masker peel off pada
cycling test adalah :
Gambar 4.16 Uji pH pada Cycling Test
Pemeriksaan nilai pH pada masing-masing formula menunjukkan
perubahan yang bervariasi yang terjadi pada siklus yang berbeda. Formula
1 menunjukkan nilai pH yang sama dari awal siklus hingga siklus ke
empat, namun pada siklus ke 5 mulai terjadi perubahan yaitu berupa
penurunan pH hingga akhir siklus. Formula 2 mulai menunjukkan
penurunan pada siklus ke dua dan nilai pH yang dihasilkan tetap sama
6.35
6.4
6.45
6.5
6.55
6.6
6.65
6.7
6.75
6.8
6.85
1 2 3 4 5 6
Siklus ke
Formula 1
Formula 2
Formula 3
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hingga siklus ke empat, kemudian pH sediaan kembali turun pada siklus ke
lima dan nilai pH tetap stabil hingga siklus ke enam. Formula 3
menunjukkan hasil nilai pH yang bervariasi, namun nilai pH mulai stabil
pada siklus ke lima hingga siklus ke enam.
Variasi nilai pH yang terjadi pada sediaan tidak memberikan hasil
yang berbeda secara signifikan, sehingga sediaan dapat dikatakan sediaan
tersebut stabil dalam pengujian cycling test selama 6 siklus.
Tabel 4.6