i
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN
ZAITUN (Olea europaea L.) MENGGUNAKAN
PELARUT ETANOL DENGAN METODE DPPH
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Carin Libel Octa Herina
11141030000020
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2017 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayahNya , sehingga penulis dapat dalam menyelesaikan peneltian
ini dengan baik. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda
Rasulullah SAW yang telah mengajak kita para umatnya menuju jalan yang lurus.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran dari Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi, penulis melibatkan berbagai pihak yang
memberikan semangat, bimbingan serta dukungan, sehingga penulis dapat
menyusun skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada pihak yang telah terlibat, di antaranya :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua Program Studi
Kedokteran dan Pendidikan Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. dr. Nurul Hiedayati, PhD. sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, serta motivasi yang membuat penulis semangat
dalam menjalankan semua proses dalam penelitian ini dengan baik.
4. Ibu Nurlaley Mida R., S.Si, M.Biomed, DMS sebagai pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan serta nasehat kepada penulis sehingga penulis
dapat menjalankan semua proses pada penelitian ini dengan baik.
5. Bapak Chris Adhiyanto, MBiomed, PhD selaku penanggung jawab riset
PSKPD angkatan 2014.
6. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta pengalaman hidup sebagai bekal bagi
vi
penulis untuk ke depannya menjadi dokter yang baik bagi agama dan
negara.
7. Staf laboratorium MPR, Biokimia dan Biologi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu Mbak Ayi dan Mbak Sur yang telah membantu
penulis dalam penggunaan laboratorium.
8. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Narsun Kawa, SH dan Ibu Hj. Siti
Khaeriah yang selalu mendukung penulis baik dari waktu, nasihat dan doa
serta keridhaan yang mereka berikan. Hal tersebut merupakan bagian
terpenting dalam penelitian penulis. Terima kasih selalu menjadi orang tua
terbaik bagi penulis.
9. Kakak penulis, Muhamad Apriano Wanda Antama dan adik penulis, Ahmad
Vigo Sandy August yang selalu bersedia mendengarkan keluh dan kesah
penulis serta memberika dukungan untuk penulis menyelesaikan penelitian
ini. Kepada bibi penulis, Ai Ernatalia, A.Md.Keb yang selalu memberikan
nasihat dan doa serta memotivasi penulis untuk menjadi dokter. Terima
kasih telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam semua proses
penelitian penulis.
10. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian yang sama, Nadia
Khairunnisa, Fitria Hafidzoh, Zakiyah Widiyanti dan Taqiyya Maryam
yang telah memberikan dukungan penuh baik waktu, tenaga dan pikiran
demi suksesnya penelitian ini. Semoga setiap perjuangan yang telah kita
lakukan akan menjadi bekal bagi kita menjadi dokter yang sukses.
Terimakasih atas kerja sama selama ini.
11. Teman-teman sejawat CAROTIS PSKPD 2014 FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang menjadi penyemangat, mendukung dan berjuang
bersama penulis untuk menjadi dokter. Masuk bersama semoga bisa lulus
bersama-sama juga.
12. Sahabat-sahabat penulis, Nadia Khairunnisa, Fitria Hafidzoh, Zakiyah
Widiyanti dan Ela Herlianawati yang selalu menghibur, memberi semangat
dan membantu penulis dari awal penulis menjadi mahasiswa PSKPD.
Terimakasih atas dukungannya selama ini, kalian yang terbaik.
vii
viii
ABSTRAK
Carin Libel Octa Herina. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Zaitun (Olea europaea L.) Menggunakan
Pelarut Etanol dengan Metode DPPH. 2017.
Latar Belakang: Dewasa ini semakin banyak penyakit yang dipengaruhi oleh
radikal bebas. Oleh karena itu banyak dilakukan penelitian mengenai radikal bebas
dan antioksidan. Daun zaitun (Olea europaea L.) diduga memiliki aktivitas
antioksidan kuat sehingga mampu meredam efek negatif radikal bebas. Tujuan:
Mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak daun zaitun menggunakan pelarut
etanol dengan metode DPPH. Metode: Pada penelitian ini uji aktivitas antioksidan
menggunakan metode DPPH. Sampel ekstrak dibuat dengan cara maserasi
menggunakan pelarut etanol. Konsentrasi ekstrak daun zaitun yang digunakan yaitu
150, 300, 450 dan 600 ppm. Pengukuran absorbansi untuk mengetahui aktivitas
antioksidan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517
nm. Selanjutnya nilai IC50 dicari menggunakan persamaan regresi linier. Hasil:
Nilai IC50 ekstrak daun zaitun menggunakan pelarut etanol yaitu 114,44 ppm dan
termasuk antioksidan sedang berdasarkan klasifikasi Blois. Simpulan: Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak daun zaitun menggunakan pelarut etanol semakin tinggi
aktivitas antioksidan yang diperoleh.
Kata Kunci : antioksdian, ekstrak daun zaitun (Olea europaea L.), DPPH
ABSTRACT
Carin Libel Octa Herina. Medical Studies and Medical Education Program.
Antioxidant Activity Assay of Olive Leaf (Olea europaea L.) Extract Using
Ethanol Solvent by DPPH Method.2017.
Background : Recently, more disease are influenced by free radicals. Therefore a
lot of research focused on free radicals and antioxidant. Olive leaf (Olea europaea
L.) suspected of having strong antioxidant activity that can reduce the negative
effects of free radicals. Objective : The aim of this study is to know antioxidant
activity of olive leaf extract using ethanol solvent by DPPH method. Method : In
this study antioxidant activity was evaluated by DPPH method. The extract sample
was prepared by maceration using ethanol solvent. The concentration of olive leaf
extract used was 150, 300, 450 and 600 ppm. Measurenment of absorbance to know
the antioxidant activity using spectrophotometer UV-Vis at 517 nm wavelength.
And then the value of IC50 are searched using linear regression equation. Result :
The IC50 value of olive leaf extract using ethanol was 114,44 ppm an classified as
a moderate antioxidant based on Blois classification. Conclusion : The higher
concentration of olive leaf extract using ethanol solvent, the more higher
antioxidant activity of the extract.
Keyword: antioxidant, olive leaf (Olea europae L.) extract, DPPH
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
DAFTAR SINGKATA ...................................................................................... xvi
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................... 2
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 2
1.5 Manfaat penelitian .......................................................................................... 3
1.5.1 Bagi Institusi ...................................................................................... 3
1.5.2 Bagi Masyarakat ................................................................................. 3
1.5.3 Bagi Peneliti ....................................................................................... 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Herbal ............................................................................................................. 4
2.2 Daun Zaitun (Olea europae L.) ...................................................................... 5
2.2.1 Karakteristik Umum .............................................................................. 5
x
2.2.2 Kandungan dan Manfaat ....................................................................... 7
2.3 Ekstrak Daun Zaitun dan Komponen Antioksidan ........................................ 9
2.4 Simplisia ......................................................................................................... 10
2.5 Ekstrak dan Ekstraksi ..................................................................................... 11
2.5.1 Ekstrak .................................................................................................. 11
2.5.2 Ekstraksi ................................................................................................ 11
2.6 Antioksidan .................................................................................................... 12
2.7 Vitamin C ....................................................................................................... 14
2.8 Radikal Bebas ................................................................................................. 15
2.9 Uji Aktivitas Antioksidan .............................................................................. 17
2.9.1 Metode DPPH ....................................................................................... 17
2.9.2 Metode ABTS ....................................................................................... 19
2.9.3 Metode Deoksiribosa ............................................................................ 19
2.9.4 Metode Xantin Oksidase ....................................................................... 20
2.10 Spektrofotometer UV-Vis ............................................................................ 20
2.11 Kerangka Teori ............................................................................................. 22
2.12 Kerangka Konsep ......................................................................................... 23
2.13 Definisi Operasional .................................................................................... 24
BAB III
METODE PENELITIAN .................................................................................. 25
3.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 25
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 25
3.3 Sampel ........................................................................................................... 25
3.4 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................. 25
1.4.1 Alat Penelitian .................................................................................... 25
1.4.2 Bahan Penelitian ................................................................................. 26
3.5 Cara Kerja Penelitian ..................................................................................... 26
3.5.1 Penyiapan Sampel ................................................................................. 26
3.5.2 Pembuatan Ekstrak Daun Zaitun ........................................................... 26
3.5.3 Pembuatan Larutan ................................................................................ 26
3.6 Pengukuran Absorbansi ................................................................................. 29
3.7 Alur Penelitian ............................................................................................... 30
3.8 Analisis Data .................................................................................................. 31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 32
4.1 Determinasi .................................................................................................... 32
4.2 Hasil Ekstraksi Daun Zaitun dalam Pelarut Etanol ........................................ 32
4.3 Absorbansi dan Persen Penghambatan ........................................................... 32
4.4 Penetapan Nilai IC50 ....................................................................................... 37
4.5 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 39
xi
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 40
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 40
5.2 Saran ............................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 41
LAMPIRAN ........................................................................................................ 46
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komponen Fenolik dan Flavonoid Daun Zaitun .................................. 10
Tabel 2.2 Spektrum Sinar Tampak dan Warna Komplementer ........................... 21
Tabel 3.1 Pembuatan Larutan Seri Ekstrak Daun Zaitun ..................................... 28
Tabel 3.2 Pembuatan Larutan Seri Vitamin C ..................................................... 29
Tabel 3.4 Klasifikasi Antioksidan Blois .............................................................. 31
Tabel 4.1 Nilai Absorbansi dan Persen Penghambatan Ekstrak Daun Zaitun ..... 35
Tabel 4.2 Nilai Absorbansi dan Presen Penghambatan vitamin C ....................... 35
Tabel 4.3 Nilai IC50 .............................................................................................. 37
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daun Zaitun ...................................................................................... 7
Gambar 2.2 Mekanisme DPPH (radikal) Menjadi DPPH-H (nonradikal) ........... 18
Gambar 4.1 Larutan Seri Ekstrak Daun Zaitun .................................................... 33
Gambar 4.2 Larutan Seri Vitamin C .................................................................... 34
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Persamaan Regresi Linier Ekstrak Daun Zaitun ................................. 36
Grafik 4.2 Persamaan Regresi Linier Vitamin C ................................................. 37
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Determinasi Ekstrak Daun Zaitun ........................................... 46
Lampiran 2 Gambar Alat dan Bahan .................................................................... 47
Lampiran 3 Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Daun Zaitun ................................. 49
Lampiran 4 Perhitungan Persen Penghambatan .................................................... 50
Lampiran 5 Grafik Hasil dan Perhitungan Data .................................................... 51
Lampiran 6 Perhitungan Nilai IC50 ...................................................................... 53
Lampiran 7 Riwat Penulis .................................................................................... 54
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ABTS : 2,20 -azino-bis-3-ethylbenzthiazoline-6-sulphonic acid
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
DPPH : 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazyl
Fe : Besi
GSH : Glutation
GSSG : Glutation Disulfide
H2O : Air
H2O2 : Hidrogen Peroksida
IC50 : Inhibitor Concentration 50%
OHT : Obat Herbal Terstandar
MDA : Malondialdehid
MUFA : Monounsaturated Fatty Acid
NADP : Nicotinamide Adenin Dinukleotida Fosfat
NADPH : Nicotinamide Adenosin Dinukleotida Hydrogen
NCCAM : National Center for Complementary and Alternative Medicine
NO : Nitrit Oksida
O2 : Oksigen
SOD : Superoksida Dismutase
UV : Ultraviolet
DMSO : Dimethyl sulfoxide
% RSA : Radical Scavenging Activity
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zaitun (Olea europaea L.) merupakan tanaman yang banyak ditemukan
di negara dengan iklim panas sampai sedang seperti di negara-negara
Mediterania dan Asia Tengah serta beberapa di kawasan Afrika.1 Di wilayah
Mediterania, zaitun telah dibudidayakan sejak 7000 tahun yang lalu. Saat ini,
zaitun telah banyak dibudidayakan di Palestina, Israel dan wilayah Mediterania
lainnya. Daerah tersebut, menjadi pemasok zaitun hingga 95% kebutuhan
dunia.2 Indonesia merupakan salah satu negara dengan permintaan tinggi zaitun
dan minyak zaitun, namun budidaya zaitun di Indonesia masih sedikit
dikarenakan pembibitan yang masih dilakukan secara manual.3
Bagian zaitun yang umumnya digunakan adalah bagian buahnya yang
kemudian diolah menjadi minyak zaitun. Minyak zaitun pertama kali
diproduksi sejak 6500 tahun lalu di Haifa, Israel.2 Minyak zaitun memiliki
kandungan utama berupa senyawa flavonoid, oleuropein, dan senyawa fenolik
seperti hidroksitirosol dan tirosol.4 Senyawa-senyawa tersebut juga dapat
ditemukan pada daun zaitun. Berdasarkan penelitian, senyawa flavonoid,
oleuropein, hidroksitirosol dan tirosol memiliki manfaat yang baik bagi tubuh.
Oleuropein merupakan konstituen utama dalam daun zaitun yang telah terbukti
memiliki efek antioksidan.2 Oleuropein bekerja dengan cara menghambat
oksidasi. Sedangkan hidroksitirosol terbukti dapat menekan proses peroksidasi
lipid dan meningkatkan sistem pertahanan antioksidan.1 Oleuropein dapat
ditemukan pada semua bagian pohon zaitun, baik buah maupun daunnya,
namun paling banyak ditemukan pada daunnya yaitu sekitar 1 sampai 14%
sedangkan pada buah hanya sekitar 0,005% sampai 0,12%.5
Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron yang bekerja dengan
mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa radikal bebas sehingga
aktivitas senyawa tersebut tersebut dapat dihambat.6 Antioksidan merupakan
pertahanan tubuh pertama yang dapat mencegah efek negatif dari radikal bebas.
1
2
Radikal bebas terbentuk di dalam tubuh dalam kondisi normal. Senyawa ini
sangat reaktif terhadap elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dapat
menyebabkan kerusakan pada asam nukleat, protein dan lipid pada membran
sel. Kerusakan sel akibat radikal bebas dapat menyebabkan mutasi sel yang
merupakan awal dari penyebab terjadinya penyakit.7 Oleh karena itu, tubuh
diperlukan adanya keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan.
Berdasarkan uraian tersebut telah jelas bahwa daun zaitun memiliki efek
yang baik untuk kesehatan. Beberapa penelitian di luar negeri telah banyak
membuktikan bahwa daun zaitun memiliki manfaat sebagai antioksidan, namun
di Indonesia sendiri belum banyak penelitian yang meneliti manfaat dari daun
zaitun terutama manfaatnya sebagai antioksidan. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk membuktikan apakah aktivitas antioksidan daun zaitun yang
tumbuh di Indonesia tergolong antioksidan lemah, sedang dan kuat.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah aktivitas antioksidan daun zaitun yang tumbuh di Indonesia
tergolong antioksidan kuat?
1.3 Hipotesis
Aktivitas antioksidan daun zaitun yang tumbuh di Indonesia tergolong
antioksidan kuat
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada ekstrak daun zaitun dengan
pelarut etanol menggunakan metode DPPH dengan berbagai konsentrasi
larutan uji.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apakah aktivitas antioksidan daun zaitun yang tumbuh
di Indonesia menggunakan pelarut etanol tergolong aktioksidan lemah, sedang
atau kuat.
3
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya terkait aktivitas antioksidan
ekstrak daun zaitun menggunakan pelarut etanol dengan metode DPPH. Selain
itu diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti
berikutnya.
1.5.2 Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait kandungan
antioksidan daun zaitun
1.5.3 Bagi Peneliti
Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian
observasional serta dapat mengamalkan pengetahuan yang sudah dipelajari di
Program Studi Pendidikan Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Herbal
Obat herbal adalah ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.8 Sedangkan, pengobatan
herbal adalah penggunaan obat untuk, mengurangi, menghilangkan penyakit
atau menyembuhkan seseorang dari penyakit menggunakan bagian-bagian dari
tanaman seperti biji, bunga, daun, batang dan akar yang kemudian diolah
menjadi tanaman obat herbal.9
Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine
(NCCAM) pengobatan herbal digunakan sebagai pengobatan konvensional atau
sebagai pelengkap. Saat ini, pengobatan herbal telah diterima secara luas di
negara berkembang maupun negara maju. Menurut WHO, 65% negara maju
dan 80% penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal. Faktor
yang mendorong penggunaan obat herbal diantaranya: (1) meningkatnya usia
harapan hidup pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, (2) adanya
kegagalan terapi menggunakan pengobatan modern, (3) semakin meluasnya
serta mudahnya akses informasi tentang obat herbal diseluruh dunia.9,10
Di Indonesia penggunaan obat herbal telah diwariskan secara turun-
menurun. Berdasarkan data Kemenkes Republik Indonesia tahun 2011, terdapat
1400 macam jamu, 31 Obat Herbal Terstandar (OHT) dan 5 fitofarmaka yang
beredar dan banyak digunakan oleh masyarakat.11 Contoh tanaman obat atau
herbal yang tumbuh di Indonesia dan sering digunakan sebagai pengobatan
herbal yaitu Aloe vera sebagai laksatif, antiulcer, antivirus, dan antibakteri;
Allium satium sebagai obat dilipidemia dan suportif untuk penyakit
cardiovascular; Curcuma domestica sebagai obat gastritis dan hepato protektor;
serta Hibiscus sabdaritiffa sebagai obat untuk diabetes mellitus.
4
5
Keuntungan utama dari pengobatan herbal adalah harganya yang relatif
terjangkau. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan bahan yang melimpah di alam
serta mudahnya budidaya tanaman herbal. Selain itu, pengobatan herbal
dipercaya memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan
pengobatan modern.12 Namun beberapa penelitian melaporkan adanya efek
samping penggunaan obat herbal. Oleh karena itu Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) mengeluarkan daftar herbal yang dilarang untuk dikonsumi.
Salah satunya adalah penggunaan daun Piper methysticum atau daun kava-kava
yang dapat menyebabkan kerusakan hepar.13
2.2. Daun Zaitun
2.2.1. Karakteristik umum
Zaitun (Olea europaea) merupakan tanaman yang banyak ditemukan di
negara dengan iklim panas sampai sedang seperti di negara-negara Mediterania
yaitu Turki, Yunani, Spanyol, Italia, Prancis, Maroko dan lain-lain.1 Zaitun
sering diambil buah dan daunnya sebagai obat tradisional. Taksonomi zaitun
dapat klasifikasikan sebagai berikut:14
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Roopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Oleaceae
Sub-famili : Oleidae
Genus : Olea
Spesies : europaea
Sub-spesies : laperrine
Tanaman zaitun merupakan tumbuhan perdu, karena memiliki pohon
yang pendek, dan besar membentuk beberapa cabang dengan dahan yang
menyebar.15 Pohon zaitun tumbuh dengan lambat dan dapat hidup dalam waktu
yang lama, angka harapan hidupnya mencapai usia 500-1000 tahun. Pohon
zaitun dapat tumbuh dengan tinggi rata-rata 6-9 meter bahkan beberapa dapat
6
mencapai tinggi 8-15 meter.16,17 Daunnya tersusun tunggal dengan kedudukan
berhadapan tanpa daun penumpu, memiliki panjang sekitar 20-90 mm x 7-15
mm, dengan bentuk seperti lancet, tepi rata, permukaan atas licin warna hijau
keabu-abuan, dan permukaan bawah warna kuning keemasan. Daun zaitun
berganti setiap interval 2-3 tahun. Bunga zaitun berukuran 6-10 mm dengan
bentuk seperti lonceng berwarna putih atau krem. Bunga berkembang pada
bulan Oktober sampai Maret. Buah berbentuk avoid, kecil dan berwarna hijau,
namun ketika buah sudah matang kulitnya akan tampak berwarna hitam.18
Daun zaitun dapat dilihat pada gambar 2.1
(a) (b)
Gambar 2.1: (a) Daun Zaitun (b) Daun zaitun tampak belakang
Sumber: Dokumen pribadi
Budidaya pohon zaitun telah dikenal secara luas sejak 7000 tahun yang
lalu. Berdasarkan bukti arkeologis zaitun pertama kali dibudidayakan oleh
bangsa Minoan yang tinggal di pulai Crete, Yunani sejak 3000 tahun Sebelum
Masehi. Saat ini, budidaya zaitun telah menyebar di berbagai negara di dunia,
seperti Australia, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Adapun negara bagian
Eropa yang sudah mengembangbiakan tumbuhan zaitun secara komersial yaitu
Spanyol, Itali, Portugal, Albania, Montenegro, Yunani dan Cyprus. Sedangkan
dibenua Asia sendiri ada Syiria, Lebanon, Jordania, Palestina, Jepang, dan
China.19
7
Wilayah Mediterania merupakan lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan zaitun. Wilayah tersebut memiliki iklim yang bervariasi, sangat
panas apabila musim panas dan sangat dingin apabila musim dingin. Beberapa
wilayah di Indonesia seperti Dieng, Malang, Lembang dan Brastagi berpotensi
untuk dijadikan tempat budidaya zaitun karena wilayah tersebut memiliki
kondisi yang sama atau mendekati wilayah Mediterania. Daerah-daerah tersebut
memiliki suhu yang dingin dan kelembaban yang tinggi saat musim dingin,
serta kemarau yang panjang dan suhu yang tinggi saat musim panas. Namun,
budidaya tanaman zaitun di Indonesia masih sedikit karena pembibitan masih
dilakukan secara tradisional. Cara tradisional diketahui masih kurang efektif
dan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu bibit tanaman zaitun sensitif
terhadap perubahan lingkungan sehingga harus berhati-hati dalam
pembibitannya. Pembibitan yang masih sulit tersebut membuat Indonesia masih
harus mengimpor bibit zaitun dari negara asalnya.19
2.2.2. Kandungan dan manfaat
Zaitun merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai
obat herbal. Sejak zaman dahulu, masyarakat kuno telah menggunakan pohon
zaitun dan buahnya untuk meningkatkan kesehatan dan bahan pengawet.20
Didalam sastra Yunani kuno disebutkan bahwa zaitun sangat bermanfaat bagi
kesehatan.21 Selain itu, keistimewaan dan manfaat zaitun juga telah disebutkan
dalam Al-Qur’an dalam surat An-nur ayat 35, surat Al-mu’minun ayat 20 dan
surat At-tiin ayat 1.
Zaitun digunakan sebagai obat herbal di area Mediterania.22 Produk
alaminya digunakan untuk berbagai macam tujuan, seperti penurun panas,
penyakit infeksi seperti malaria, aritmia dan meringankan spame usus.20,23
Kegunaan tradisional dari daun zaitun antara lain: dikunyah sebagai pembersih
mulut; daun dan buah zaitun yang dikeringkan digunakan secara oral dalam
bentuk jamu-jamuan untuk mengobati penyakit-penyakit pencernaan, seperti
diare serta sebagai pengobatan untuk penyakit infeksi saluran kemih; air panas
dari daun zaitun yang diekstraksi digunakan secara oral untuk menurunkan
hipertensi dan menginduksi diuresis serta menyembuhkan serangan asma.2
8
Hampir seluruh bagian dari pohon zaitun memiliki manfaat yang baik
bagi kesehatan dan dapat dikonsumsi maupun digunakan untuk pengobatan.
Minyak zaitun memiliki kandungan MUFA (Monounsaturated Fatty Acid)
dalam kadar tinggi dan kurang lebih terdapat 30 senyawa fenol, seperti
oleuropein, hidorksitirosol, dan tirosol, serta senyawa flavonoid, seperti beta-
karoten, squelen dan alfa-tokoferol.
Tidak jauh berbeda dengan kandungan pada minyak zaitun, daun zaitun
mengandung senyawa-senyawa sebagai berikut: oleuropein, rutin, hesperin,
quereetin, kampferol, apigenin, asam galat, catechin, katekol, asam ferulat,
asam vanilla dan lain-lain. Sebagian besar efek farmakologi yang dihasilkan
oleh ekstrak daun zaitun merupakan efek dari kandungan utamanya, yaitu fenol.
Berdasarkan penelitian, senyawa fenol dari daun zaitun yang paling banyak
memberi manfaat ke tubuh adalah oleuropein, hidroksitirosol, dan tirosol.
Komponen-komponen aktif pada zaitun tersebut memiliki banyak manfaat
yaitu, sebagai antioksidan, anti-hipertensi, anti-diabetik atau agen hipoglikemi,
anti-aterogenik, antiinflamasi, analgetik, agen hipokolestrolemia,22 anti-
mikroba,23 dan agen hipourisemia24
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chebbi dkk (2011) ekstrak daun
zaitun memiliki efek antiinflamasi pada tikus dengan edema pada kaki yang
diinduksi dengan carrageenan. Dari hasil penelitian tersebut, zat aktif
kloroform dan metanol yang terkandung dalam ekstrak daun zaitun secara
signifikan memberikan efek antiinflamasi pada reaksi inflamasi akut.23
Beberapa senyawa aktif dari ekstrak daun zaitun memiliki efek
antioksidan. Oleuropein terbukti dapat menghambat oksidasi LDL.25 Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Benavente dkk (2000) tentang identifikasi
komponen fenol pada daun zaitun dan mengukur kapasitas hambat radikal
bebas (radical scavenging activity) dari masing-masing senyawa, diperoleh
hasil bahwa senyawa dengan efek aktioksidan terbesar adalah senyawa flavonol
rhamnoglucoside, rutin, flavan-3-ol cathecin, dan flavone luteolin. Komponen
fenol dalam ekstrak zaitun tersebut, memiliki efek antioksidan hampir
menyamai aktivitas antioksidan vitamin C dan vitamin E.26
9
Ekstrak daun zaitun juga dilaporkan mempunyai efek anti-mikroba
terhadap virus, bakteri dan jamur. Salah satu komponen biokimia dalam daun
zaitun yaitu kalsium elenolat, yang merupakan derivat dari asam elenolat
mempunyai aktivitas melawan virus.22 Beberapa mekanisme antiviral yang
ditemukan yaitu dengan cara berpenetrasi ke dalam sel yang terinfeksi;
menghambat replikasi virus dengan menetralisir produksi enzim reverse
transcriptase dan enzim protease; serta mampu menghambat proses fusi dan
integrasi antara komponen virus dengan sel host.27,28
2.3. Ekstrak Daun Zaitun dan Komponen Antioksidan
Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, ekstrak daun
zaitun mengandung beberapa zat aktif yang memiliki manfaat sebagai
antioksidan. Kandungan utama zat aktif tersebut adalah komponen fenol dan
flavonoid. Komponen fenol memiliki karakteristik utama yaitu adanya cincin
aromatik yang memiliki gugus hidroksil, mudah teroksidasi dan membentuk
polimer yang menimbulkan warna gelap. Kekuatan komponen fenol sebagai
antioksidan tergantung dari struktur ikatan gugus aromatik dan kemampuannya
dalam memberi donor atom hidrogan atau free radical scavenger.29
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik yang dapat
menghambat reaksi oksidasi baik enzimatik maupun non-enzimatik. Flavonoid
berperan sebagai penampung radikal hidroksil dan superoksida sehingga dapat
melindungi lipid dari kerusakan akibat radikal bebas. Selain itu, senyawa
flavonoid juga terbukti mempunyai efek biologis sebagai antioksidan yang
dapat menghambat penggumpalan keeping-keping sel darah, merangsang
produksi nitrit oksida (NO) yang berperan melebarkan pembuluh darah, dan
juga menghambat pertumbuhan sel kanker.6,22
Jenis dan jumlah komponen fenol dan flavonoid berbeda-beda pada
setiap daun zaitun, karena hal ini ditentukan oleh beberapa faktor seperti iklim
dan penanaman.18 Kandungan komponen fenol dan flavonoid dalam ekstrak
daun zaitun dapat dilihat pada table 2.2.
10
Tabel 2.1 : Komponen fenolik dan flavonoid pada daun zaitun.2,30
Komponen Fenol Flavonoid
Oleuropein Lutein
Hydroxytyrosol Rutin
Tyrosol Hespsretin
Protocathecuic acid Quercetin
Catechin Kampferol
Chlorogenic acid Apigenin
Catechol
Caffein
Vanillic Acid
Ferulic acid
Salysilic acid
Benzoic acid
Choumarin
Chrysin
Gallic acid
2.4. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami proses pengolahan apapun, kecuali proses pengeringan.
Simplisia merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak. Berdasarkan
sumbernya simplisia dapat digolongkan dalam 3 jenis yaitu:31
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berasal dari tumbuhan, bisa
berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.
2. Simplisia hewani.
Simplisia hewani adalah simplisia yang berasal dari hewan, bisa berupa
hewan utuh, bagian hewan atau zat lain yang dihasilkan hewan yang
masih berupa zat kimia murni.
11
3. Simplisia mineral
Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang
belum diolah atau diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni.
2.5. Ekstrak dan Ekstraksi
2.5.1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental, encer kering atau cair yang mengandung
zak aktif yang diperoleh dari proses penyaringan simplisia menggunakan
bantuan pelarut yang sesuai. Semua atau sebagian pelarut kemudian diuapkan
hingga tersisa massa atau serbuk yang dibutuhkan. Massa atau serbuk inilah
yang disebut dengan ekstrak.32
2.5.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen atau bahan dari
campurannya yang terkandung dalam simplisia dengan menggunakan bantuan
pelarut yang sesuai. Proses ini dapat berupa solid menjadi liquid, liquid menjadi
liquid, dan juga ekstraksi asam basa.33 Pelarut yang digunakan bersifat selektif,
hanya dapat melarutkan komponen yang diinginkan tanpa menyebabkan
material lain dari bahan ekstraksi ikut terlarut. Beberapa pelarut yang sering
digunakan adalah etanol, methanol, n-hexana, aseton, etil asetat, kloroform dan
lain-lain.34
Terdapat beberapa metode untuk melakukan ekstraksi. Pemilihan metode
ekstraksi merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan
ekstrak. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode
ekstraksi yaitu, sifat dari material yang akan diekstrak, kemampuan
penyesuaian tiap bahan terhadap metode ekstraksi, dan kepentingan dalam
memilih hasil ekstraksi yang sempurna.35
12
Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan cara panas dan cara dingin.
Berikut adalah beberapa metode ekstraksi yang biasa digunakan:36
1. Maserasi
Maserasi merupakan teknik ekstraksi dengan cara perendaman. Proses
pengerjaan dilakukan dengan cara merendam material dalam pelarut
dengan sesekali diaduk dan dilakukan pada suhu ruang. Metode ini
adalah metode ekstraksi paling sederhana yang banyak digunakan.
Selain karena simple juga tidak banyak gangguan fisis.
2. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyaringan simplisia dengan pelarut
hingga seluruh bahan aktifnya tertarik dan dilakukan pada suhu ruangan.
Bahan ekstrak yang di masukan secara kontinyu dan dengan pelarut
yang diperbaharui terus-menerus. Tujuannya agar terjadi penyaringan
yang sempurna.
3. Digesti
Digesti merupakan metode maserasi atau perendaman dengan
pemanasan selama proses ekstraksi.
4. Infusi
Metode ekstraksi dengan cara memaserasi material menggunakan air
dingin atau air panas dan dilakukan dalam waktu yang singkat.
5. Dekoktasi
Pada metode ini, material direbus dalam volume air tertentu dan waktu
yang telah ditetapkan. Kemudian, dilakukan pendinginan dan
penyaringan.
2.6. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mendonorkan elektronnya kepada
radikal bebas sehingga aktivitasya dihambat. Antioksidan merupakan barier
utama yang mampu mengatasi dampat negatif oksidan didalam tubuh.
Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan
dengan sistem imunitas didalam tubuh, terutama untuk menjaga integritas dan
berfungsinya membran lipid, protein, dan asam nukleat serta mengontrol
13
transduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun. Antioksidan bekerja dengan
melindungi lipid dari proses peroksidasi oleh radikal bebas.37
Produksi antioksidan di dalam tubuh manusia terjadi secara alami untuk
mengimbangi produksi radikal bebas. Salah satu antioksidan endogen adalah
superoksida dismutase (SOD) yang memiliki efek proteksi tinggi dan
merupakan enzim utama yang berperan menangkal radikal bebas. Namun tanpa
disadari, pembentukan radikal bebas di dalam tubuh terjadi secara terus-
menerus, baik melalui proses metabolisme normal, peradangan, kekurangan
gizi, dan akibat respon dari luar tubuh, seperti polusi lingkungan, radiasi
ultraviolet (UV), asap rokok dan lain-lain. Ketika kadar senyawa radikal bebas
tersebut berlebihan di dalam tubuh, antioksidan endogen tidak adekuat untuk
mencegah kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Oleh karena itu,
dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen. Contoh
antioksidan eksogen yang cukup popular di masyarakat adalah vitamin C,
vitamin E, beta-karoten dari tumbuhan, dan ekstrak tumbuhan yang
mengandung antioksidan seperti ekstrak daun zaitun.6
Reaktivitas dari radikal bebas dapat dicegah melalui beberapa cara yaitu:
mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru; menginaktivasi
atau menangkap radikal dan memotong propagasi (pemutusan rantai); dan
memperbaiki (repair) kerusakan oleh radikal.
Secara umum, berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan
digolongkan menjadi 3 yaitu:38
1. Antioksidan Primer
Antioksidan primer dikenal juga dengan antioksidan enzimatik. Antivitas
antioksidan primer sangat bergantung dengan adanya ion logam. Antioksidan
primer bekerja dengan cara menghambat terbentuknya radikal bebas. Contoh
antioksidan enzimatik yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase dan
glutation peroxidase.
14
a. Superoksida dismutase (SOD) memiliki peranan penting dalam
sistem pertahanan tubuh, terutama terhadap aktivitas senyawa
oksigen reaktif yang dapat menyebabkan stress oksidatif. SOD
bekerja dengan cara mengkonversi anion atau ion negatif superoksida
menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2). Aktivasi SOD
bergatung pada logam Fe, Cu, Zn, dan Mn.
b. Katalase merupakan enzim yang mengatalisis hidrogen peroksida
(H2O2) menjadi air ((H2O) dan ½ oksigen (O2). Aktivasi enzim
katalase dipengaruhi oleh ion Fe (besi).
c. Glutation peroxidase bekerja dengan cara mengoksidasi glutation
(GSH) menjadi glutation disulfide (GSSG). GSH akan bereaksi
dengan hydrogen peroksida dan dengan bantuan enzim glutation
peroksidase diubah menjadi GSSG dan air.
2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan non enzimatik.
Mekanisme kerja antioksidan sekunder yaitu dengan menangkap radikal dan
mencegah terjadinya reaksi berantai, sehingga efek negatif radikal bebas dapat
dicegah. Antioksidan sekunder dapat diperoleh dari asupan bahan makanan,
seperti vitamin C, E, A, β-karoten, flavonoid, asam lipoat, bilirubin, albumin,
dan lain-lain.
3. Antioksidan Tersier
Enzim DNA repair dan metionin sulfoksida reduktase merupakan
kelompok antioksidan tersier. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat efek radikal bebas.
2.7. Vitamin C
Vitamin C atau biasa disebut dengan asam L-askorbat, juga terkadang
disebut asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C
didistribusikan luas dalam jaringan tubuh. Vitamin C memiliki peranan penting
dalam tubuh, yaitu sebagai antioksidan yang bertindak mengurangi stres
15
oksidatif serta sebagai enzim kofaktor untuk biosintesis banyak biokimia
penting. Salah satunya, sebagai koenzim dalam hidroksilasi prolin dan lisin
pada sintesis kolagen.7,39
Vitamin C tergolong dalam antioksidan alami, berdasarkan fungsinya
vitamin C tergolong sebagai antioksidan sekunder. Vitamin C berperan sebagai
antioksidan lipid, protein, dan DNA dengan cara : (1) Untuk lipid, asam
askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga tidak terjadi interaksi antara
lipid dan oksigen, dan mencegah terjadinya pembentukan lipid peroksida. (2)
Untuk protein, vitamin C akan berikatan dengan oksigen untuk membentuk
reaksi antara oksigen dan asam amino membentuk peptida. (3) Untuk DNA,
vitamin C mencegah reaksi DNA dengan oksigen sehingga kerusakan pada
DNA dapat dicegah. Sumber vitamin C dapat ditemukan dengan mudah di alam,
kebanyakan didapatkan dari produk tumbuhan seperti buah, terutama buah
jeruk, kiwi, tomat, kentang, dan buah beri.6
2.8. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul yang relative tidak stabil dengan
atom yang pada orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan. Molekul yang tidak memiliki pasangan tersebut menjadi tidak
stabil dan memiliki kecenderungan untuk mendapatkan pasangannya dengan
cara menyerang dan berikatan dengan elektron yang berada disekitarnya. Ikatan
antara radikal bebas dengan pasangannya dapat menyebabkan kerusakan.
Kerusakan yang terjadi berupa gangguan fungsi dan struktur sel yang
menyebabkan aktivitas sel terganggu yang berujung pada kematian sel. Selain
itu, dampak negatif lainnya yang dapat ditimbulkan yaitu terbentuknya radikal
bebas baru yang berasal dari molekul yang elektronnya diambil.6
Radikal bebas dapat terbentuk melalui 2 cara yaitu secara endogen
sebagai respon normal proses biokimia intrasel maupun ekstrasel dan secara
eksogen yang berasal dari faktor lingkungan dan gaya hidup seperti asap rokok,
polusi lingkungan, radiasi, sinar UV, serta obat-obatan seperti anastesi dan
pestisida. Berikut adalah sumber radikal bebas internal dan eksternal.38
16
Pembentukan radikal bebas akan terbentuk setiap saat dalam berbagai
kegiatan, hal ini terjadi akibat reaksi enzimatik dan non-enzimatik yang terjadi
dalam tubuh. Reaksi enzimatik tubuh meliputi respirasi, fagositosis, sintesis
prostaglandin, dan sistem sitokrom P450. Sedangkan reaksi non-enzimatik
contohnya seperti reaksi antara oksigen dengan komponen organik.40
Berikut adalah beberapa contoh pembentukan radikal bebas:38
a. Pembentukan radikal bebas enzimatik
Xantine + O2 + H20 Urat + O2- + 2 H+
NADPH + 2 O2 NADP+ + 2 O2- + H+
b. Pembentukan radikal bebas non-enzimatik
Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH- + OH
Fe2+ + O2 Fe3+ + O2-
Radikal bebas pada kondisi normal dibutuhkan untuk ekspresi gen,
pertumbuhan sel dan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Untuk dapat
memiliki fungsi yang bermanfaat bagi tubuh, rasio radikal bebas dengan
antioksidan harus seimbang yang artinya jumlah radikal bebas dalam tubuh
tidak boleh terlalu banyak. Apabila keseimbangan antara jumlah radikal bebas
dan antioksidan terganggu, maka radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan
pada sel. Radikal bebas yang berinteraksi dengan oksigen dan lipid secara terus-
menerus akan memicu terbentuknya radikal bebas baru seperti hidroksida,
superoksida, lipid oksida dan radikal hidroksil yang jika berinteraksi dengan sel
tubuh akan menyebabkan berbagai penyakit.6 Penyakit yang ditimbulkan akibat
radikal bebas diantaranya:41
1. Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular disebabkan oleh radikal bebas yang bereaksi
dengan nitrit oksida menjadi peroksinitrit yang menyebabkan
kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel memicu
NADPH Oksidase
Xantinokdase
17
terjadinya hipertensi dan penyumbatan pembuluh darah akibat
aterosklerosis
2. Penyakit neurodegeneratif
Jaringan saraf merupakan jaringan yang rentan terhadap paparan
radikal bebas. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar asam lemak
tak jenuh pada jaringan saraf.
3. Keganasan/ kanker
Salah satu target utama radikal bebas adalah DNA. Radikal bebas
berpotensi merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem info
genetika yang menyebabkan terjadinya mutasi DNA dan berlanjut
pada pembentukan sel kanker.
2.9. Uji Aktivitas Antioksidan
2.9.1. Metode DPPH
DPPH (1,1-Diphenyl-2-picrylhidrazil) merupakan radikal bebas yang
stabil pada suhu kamar, massa relatifnya adalah (DPPH: C18H12N5O6, M =
394,33). DPPH sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan
beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dan DPPH
baik secara transfer elektron maupun hidrogen pada DPPH dapat menghambat
sifat radikal bebas DPPH. Kemampuan penghambatan radikal bebas DPPH oleh
suatu antioksidan dinyatakan dalam parts per million (ppm).42
Metode pengukuran antioksidan menggunakan DPPH merupakan
metode yang paling sederhana, cepat dan tidak membutuhkan biaya tinggi.
Pengukuran dilakukan dengan cara mencampurkan komponen ekstrak dengan
larutan DPPH, kemudian absorbansinya diukur setelah waktu yang ditentukan.
Prinsip dari uji aktioksidan dengan metode DPPH adalah terjadinya perubahan
warna ungu menjadi ungu pudar dan kuning dengan pamantauan absorbansi
pada panjang gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer. Perubahan
warna ini terjadi seiring dengan banyakanya radikal bebas DPPH yang
berikatan dengan atom hidrogen pada senyawa antioksidan ekstrak. Semakin
18
banyak kandungan antioksidan pada sampel warna larutan sampel akan semakin
tearang (ungu pudar/kuning).42
Berikut adalah reaksi DPPH dengan molekul pendonor atom hidrogen.43
Z* + AH = ZH + A*
Gambar. 2.2 : Mekanisme DPPH (radikal) menjadi DPPH-H
(nonradikal)
Sumber: Yamaguchi et al (1998)44
Metode DPPH merupakan metode yang paling banyak digunakan.
Keuntungan metode ini yaitu DPPH dapat direaksikan dengan sampel apapun
dan berbagai pelarut seperti methanol dan etanol serta dapat mendeteksi kadar
antioksidan walaupun aktivitasnya lemah. Kelemahannya ialah proses
Keterangan:
Z : Radikal Bebas
AH : Molekul pendonor
ZH : Bentuk tereduksi
A : Radikal bebas yang terbentuk
19
pengerjaan harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati karena DPPH mudah
terdegradasi oleh cahaya, oksigen dan Point of Hydration (pH).45
2.9.2. Metode ABTS
ABTS (2,20 -azino-bis-3-ethylbenzthiazoline-6-sulphonic acid) adalah
suatu radikal dengan pusat nitrogen yang mempunyai karakteristik warna biru,
yang bila tereduksi oleh antioksidan akan berubah menjadi tidak berwarna.
Prinsip dari metode ABTS adalah penghilangan warna kation ABTS untuk
mengukur kapasitas antioksidan yang langsung bereaksi dengan radikal kation
ABTS. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ini, dilakukan dengan
cara mencampurkan zat yang diuji dengan radikal ABTS dan hasilnya diukur
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 743 nm dan dibaca
setelah 6 menit.46
2.9.3. Metode Deoksiribosa
Metode deoksiribosa atau sering disebut juga dengan hydroxyl radical
scavenging assay merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengukur aktivitas antioksidan untuk menghambat radikal bebas. Prinsip dari
metode ini yaitu deoksiribosa akan teroksidasi ketika terpapar dengan radikal
hidroksil dan menghasilkan suatu produk, yaitu malonildehida (MDA).
Selanjutnya, MDA dipanaskan dengan menambahkan TBA (2 - thiobarbituric
acid) dalam kondisi asam. MDA akan bereaksi dengan TBA dan menghasilkan
kromogen berwarna merah muda, lalu absorbansi absorbansinya diukur dengan
panjang gelombang 532 nm.47
Secara singkat proses pembentukan kromogen dijelaskan melalui reaksi
berikut:
*OH + deoxyribose malonildehida
2TBA + MDA kromogen
20
2.9.4. Metode Xantin Oksidase
Metode xantin oksidase merupakan uji aktivitas antioksidan yang
menggunakan enzim superoksida dismutase (SOD). SOD adalah salah satu dari
antioksidan endogen yang bekerja dengan mengkatalis radikal superoksida
menjadi air. Larutan hasil pencampuran antara larutan ekstrak dengan enzim
SOD diukur absorbansinya.48
2.10. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis merupakan alat yang biasa digunakan untuk
analisa kuantitatif dan semikualitatif yang didasarkan pada interaksi antara
materi dengan cahaya. Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari
spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum
dengan panjang gelombang tertentu sedangkan fotometer sebagai pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi oleh sampel atau
blanko.49
Prinsip analisis dengan metode spektrofotometer adalah adanya
penyerapan ultraviolet atau sinar tampak oleh molekul setelah dilalui sinar
sehingga terjadi eksitasi elektron pada orbital molekul. Panjang gelombang
yang diukur menggunakan spektrofotometer diukur dalam satuan nanometer
(nm). Pengukuran absorbansi oleh alat ini didasarkan atas hukum Lambert –
Beer dimana absorbansi tergantung oleh cahaya yang melewati substansi,
produk koefisien absorbansi dari substansi dan jarak cahaya melalui material.
Absorbansi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang
berlawanan, warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang
diamati.49
21
Tabel 2.2 : Spektrum Sinar Tampak dan Warna Komplementer
Panjang Gelombang
(nm)
Warna yang diserap Warna yang diamati
400-430 Ungu Kuning Kehijauan
430-480 Biru Kuning
480-490 Biru Kehijauan Jingga
490-500 Hijau Kebiruan Merah
500-560 Hijau Merah Keunguan
560-580 Kuning Kehijauan Ungu
580-590 Kuning Biru
590-610 Jingga Biru Kehijauan
610-720 Merah Hijau Kebiruan
(Underwood dan Day, 1989)
22
2.11. Kerangka Teori
Metode DPPH
Kandungan fenol dan
flavonoid
Ekstrak daun zaitun
dengan pelarut etanol
Tersier Sekunder Primer
Antioksidan
Bersifat antioksidan
Terdapat elektron bebas
DPPH + antioksidan DPPH 2
Aktivitas antioksidan
semakin banyak terhadap
DPPH
Perubahan warna larutan
menjadi bening
23
2.12. Kerangka Konsep
Metode DPPH
Spektrofotometer
UV - Vis
Analisis
Ekstrak daun zaitun
dengan pelarut etanol
Mengandung
antioksidan
24
2.13. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala
Ukur
Hasil
Ukur
Konsentra-
si ekstrak
daun zaitun
Konsentrasi
larutan yang
diuji dalam
ppm
Rumus
V1 x M1 =
V2 x M2
- Numerik 150 ppm
300 ppm
450 ppm
600 ppm
Absorbansi
sampel
Nilai
absorbansi
tiap sampel
Diukur
menggunakan
spektrofotometer
Spektrofoto-
meter
Numerik nm
IC50 Kemampuan
substrat
ekstrak untuk
menghambat
reaksi
biologis atau
biokimia
sebesar 50%
Menggunakan
persamaan
regresi linier
- Kategorik
ordinal
Klasifikasi
Blois
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional untuk mengetahui
aktivitas antioksidan ekstrak daun zaitun menggunakan pelarut etanol dengan
metode DPPH.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Agustus 2017.
Penelitian ini dilakukan di Persiapan Laboratorium Kimia (MPR) dan
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pembuatan ekstrak daun zaitun dilakukan di Pusat
Penelitian Biologi LIPI bagian Botani dan Fitokimia.
3.3. Sampel
Daun zaitun ini dideterminasi oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Determinasi
dilakukan untuk menentukan apakah spesies yang digunakan sesuai dengan
bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Hasil determinasi menunjukan
bahwa sampel yang diuji benar yaitu Olea europaea L., suku Oleaceae, zaitun.
Daun zaitun tersebut kemudian diolah menjadi ekstrak dengan pelarut etanol
dan dibuat dalam berbagai konsentarsi.
3.4. Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : timbangan analitik,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas beaker, labu Erlenmyer, batang
pengaduk/spatula, mikropipet, mikrotip, aluminium foil, vortex, kuvet,
spektrofotometer UV-Vis Hitahci 2.2 solution 17, blender, ring perkolator,
statis, freezer dan evaporator.5
25
26
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: daun zaitun (Olea
europaea L.), etanol, DPPH, vitamin C dan DMSO.
3.5. Cara Kerja Penelitian
3.5.1. Penyiapan Sampel
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adala ekstrak daun zaitun
(Olea europaea L.). Sebelum dilakukan ekstraksi, tumbuhan terlebih dahulu di
determinasi untuk mengidentifikasi ketepatan spesies. Determinasi dilakukan
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor pada bulan Febuari
tahun 2017.
3.5.2. Pembuatan Ekstrak Daun Zaitun
Pembuatan ekstrak daun zaitun dalam pelarut etanol menggunakan
metode maserasi. Daun zaitun yang sudah dikeringkan ditimbang seberat 196
gram. Kemudian sampel direndam didalam etanol 95% sebanyak 2,5 liter
selama semalam, perendaman dilakukan sebanyak 3 kali atau selama 3 malam.
Sampel yang sudah direndam ditampung mengggunakan gelas beaker, lalu
dimasukan ke dalam labu evaporator. Setelah itu sampel di evaporasi pada
suhu 35°C dengan putaran 90° selama 2 hari sampai pekat.5,33
3.5.3. Pembuatan Larutan
a. Pembuatan Larutan DPPH
1. Menimbang DPPH sebanyak 18 mg
2. Melarutkan DPPH tersebut ke dalam etanol sebanyak 3 ml
(larutan 1)
3. Kocok hingga homogen, lakukan pengenceran dengan
mengambil 300 mikroliter dari larutan 1 dan larutkan dengan
2,7 ml etanol (larutan 2)
4. Kocok hingga homogen, lakukan pengenceran lagi dengan
mengambil 300 mikroliter dari larutan 2 dan larutkan dengan
2,7 ml etanol (larutan 3) dengan konsentrasi 60 ppm
27
5. Kocok hingga homogen dan lapisi tabung reaksi dengan
aluminium foil sampai tidak ada bagian yang terpapar cahaya5
b. Pembuatan Larutan Uji
1. Larutan Induk (1000 ppm)
Menimbang ekstrak daun zaitun dalam pelarut etanol dan
melarutkannya dalam etanol. Rasio berat ekstrak (mg) dengan
etanol etanol (ml) adalah 1 : 1.5 Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan 9,6 mg ekstrak daun zaitun yang dilarutkan dalam
9,6 ml etanol. Kocok sampai homogen dan lapisi seluruh bagian
tabung dengan alumunium foil sampai tidak ada bagian yang
terpapar cahaya.
Perhitungan :
2. Larutan Seri
Konsentrasi ekstrak daun zaitun yang diuji yaitu 150 ppm, 300
ppm, 450 ppm dan 600 ppm.5 Pembuatan larutan seri ekstrak daun
zaitun dilakukan dengan cara mengambil larutan induk lalu
tambahkan etanol sampai volumenya 1500 µl kemudian tambahan
kan 500 µl DPPH. Jumlah larutan induk, etanol dan DPPH yang
digunakan untuk pembuatan larutan seri ekstrak daun zaitun dapat
dilihat di tabel 3.1
9,6 mg / 9,6 ml
= 9,6 mg / 0,0096 l
= 1000 ppm
28
Tabel 3.1: Pembuatan larutan seri ekstrak daun zaitun
Konsentrasi
(ppm)
Larutan Induk
(µl)
Etanol
(µl)
DPPH
larutan 3 (µl)
150 ppm 300 µl 1200 µl 500 µl
300 ppm 600 µl 900 µl 500 µl
450 ppm 900 µl 600 µl 500 µl
600 ppm 1200 µl 300 µl 500 µl
a. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif
1500 µl metanol dicampur dengan 500 µl DPPH (larutan 3) lalu
kocok hingga homogen
b. Pembuatan Larutan Kontrol Positif (Vitamin C)
i. Larutan Induk
Menimbang vitamin C sebanyak 10 mg kemudian
melarutkannya ke dalam DMSO sebanyak 1 ml lalu kocok hingga
homogen (larutan 1). Kemudian larutan diencerkan dengan
mengambil 100 µl dari larutan 1 dan dilarutkan dengan 900 µl
etanol lalu kocok hingga homogen (larutan 2). Lakukan
pengenceran lagi dengan mengambil 100 µl dari larutan 2 dan
larutkan dengan 900 µl etanol kemudian kocok hingga homogen
(larutan 3). Larutan 3 adalah larutan yang digunakan sebagai
larutan induk. Setelah itu, lapisi tabung reaksi larutan induk dengan
aluminium foil sampai tidak ada bagian yang terpapar cahaya.5
ii. Larutan Seri
Konsentrasi vitamin C yang diuji yaitu 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm
dan 8 ppm. Pembuatan larutan seri vitamin C dilakukan dengan
cara mengambil larutan induk lalu tambahkan etanol sampai
volumenya 1500 µl kemudian tambahan kan 500 µl DPPH. Jumlah
larutan induk, etanol dan DPPH yang digunakan untuk pembuatan
larutan seri vitamin C dapat dilihat di tabel 3.2.
29
Tabel 3.2: Pembuatan Larutan Seri Vitamin C
Konsentrasi
(ppm)
Larutan Induk
(µl)
Metanol
(µl)
DPPH
(µl)
2 ppm 40 µl 1460 µl 500 µl
4 ppm 80 µl 1420 µl 500 µl
6 ppm 120 µl 1380 µl 500 µl
8 ppm 160 µl 1340 µl 500 µl
3.6. Pengukuran Absorbansi
Larutan uji dengan berbagai konsentrasi (150, 300, 450 dan 600 ppm)
serta, larutan kontrol negatif dan larutan kontrol positif yaitu Vitamin C (2, 4,
6 dan 8 ppm) dimasukkan di tabung reaksi lalu dilapisi dengan alumunium foil
sampai tidak ada bagian yang terpapar cahaya. Larutan kemudian diinkubasi
selama 30 menit pada suhu ruangan.26 Dalam proses inkubasi DPPH yang
bekerja sebagai radikal akan diikat oleh antioksidan yang terkandung dalam
larutan ekstrak. Kemudian larutan dipindahkan ke dalam kuvet dan diletakan
di dalam spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur absorbansinya.
Pembacaan dilakukan pada panjang gelombang 517 nm. Panjang gelombang
tersebut merupakan panjang gelombang maksimum yang didapatkan dari
percobaan peneliti pada awal penelitian dan berdasarkan penelitian
sebelumnya.1,26
Setelah mendapatkan nilai absorbansi, dihitung persen hambatan
masing-masing larutan dengan menggunakan rumus:43
Setelah mendapatkan persen aktivitas hambatan, kemudian dicari nilai
IC50 melalui persamaan regresi linier y = a + bx.50
% Penghambatan = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 0−𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 0 x 100 %
30
3.7. Alur Penelitian
Kelompok 2
300 ppm
Kelompok 3
450 ppm
Kelompok 1
150 ppm
Kelompok 4
600 ppm
Inkubasi 40 menit di suhu ruang
Pindahkan larutan ke kuvet
Ukur absorbansi dengan
spektrofotometer panjang gelombang
517 nm
Hitung % penghambatan dari nilai
absorbansi yang didapatkan
Mencari nilai IC50 dengan persamaan
regresi linear (Ms. Excel)
Tentukan kategori antioksidan menurut
klasifikasi Blois
Daun zaitum
(Olea europaea L.)
Ekstraksi dalam pelarut etanol dengan
metode maserasi
Pembuatan larutan dengan etanol
Kontrol (-) Kontrol (+) Larutan uji
Larutan vit C
2, 4, 6, dan 8 ppm
Larutan induk uji
1000 ppm
31
3.8. Analisis Data
Pengambilan data diambil dengan melakukan observasi langsung
terhadap efektivitas antioksidan pada sampel ekstrak daun zaitun (Olea
europaea L.) menggunakan pelarut etanol dalam berbagai konsentrasi.
Pengambilan data aktivitas antioksidan dilakukan dalam satu waktu (studi
cross-sectional). Hasil yang didapat berupa nilai absorbansi aktivitas
antioksidan terhadap radikal DPPH yang kemudian dihitung dengan rumus
tertentu untuk mendapatkan nilai % hambatan.
Data % hambatan dan konsentrasi larutan ekstrak daun zaitun dianalisis
dan dihitung nilai IC50 nya. IC50 adalah nilai yang menunjukan konsentrasi
ekstrak (ppm) yang mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%.
Semakin kecil nilai IC50 menandakan semakin kuat aktivitas antioksidan
senyawa tersebut. Nilai IC50 didapatkan dari persamaan regresi linier y = a+bx,
dimana y adalah % hambat dan x adalah nilai IC50. Berikut adalah tabel
mengenai klasifikasi antioksidan menurut Blois.51
Tabel 3.1 Klasifikasi antioksidan
No. Nilai IC50 Kategori Antioksidan
1. < 50 ppm Sangat kuat
2. 50 – 100 ppm Kuat
3. 100 – 150 ppm Sedang
4. 151 – 200 ppm Lemah
5. >200 ppm Sangat Lemah
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi
Determinasi dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Proses ini dilakukan untuk mengidentifikasi
ketepatan spesies. Dari proses tersebut didapatkan hasil determinasi daun yang
digunakan dalam penelitian ini adalah daun zaitun atau Olea europaea L. dari
famili Oleaceae.
4.2 Hasil Ekstraksi Daun Zaitu dalam Pelarut Etanol
Proses ekstraksi daun zaitun (Olea europaea L.) dilakukan di Pusat
Penelitian Biologi LIPI bagian Botani Laboratorium Fitofarmaka, Bogor, Jawa
Barat. Pada penelitian ini, pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Setelah proses maserasi dilakukan
evaporasi selama 3 hari dan 3 malam, kemudian didapatkan hasil ekstrak dari
196 gram daun zaitun kering seberat 24.8082 gram ekstrak daun zaitun dalam
bentuk pasta. Ekstrak yang telah jadi harus disimpan dalam keadaan dingin
untuk mejaga agara komponen bioaktif dalam ekstrak tidak berubah sehingga
penyimpanan ditempatkan dalam lemari pendingin.
4.3 Absorbansi dan Persen Penghambatan
Hasil ekstraksi daun zaitun selanjutnya akan diuji aktivitas
antioksidannya dengan menggunakan metode DPPH. Sebelumnya terlebih
dahulu dibuat larutan kontrol, larutan sampel ekstrak daun zaitun dan larutan
vitamin C dengan berbagai konsentrasi. Setelah larutan uji dicampurkan dengan
DPPH, dilakukan inkubasi selama 30 menit untuk melihat adanya aktivitas
antioksidan. Waktu inkubasi tersebut merupakan waktu yang optimal terjadinya
reaksi antara radikal bebas DPPH dengan antioksidan yang terkandung dalam
ekstrak daun zaitun.5 Setelah diinkubasi, aktivitas antioksidan dapat dinilai
secara kualitatif dengan melihat ada tidaknya perubahan warna pada sampel
32
33
yang telah dibuat. Gambar 4.1 menunjukan perubahan warna pada sampel
ekstrak daun zaitun.
Gambar 4.1 Larutan seri ekstrak daun zaitun secara berurutan dari kiri ke
kanan konsentrasi 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, 600 ppm dan kontrol negative
Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak
maka warna larutan akan semakin pucat. Pada larutan konsentrasi 150 ppm dan
300 ppm, sampel masih berwarna hijau kekuningan. Sedangkan pada
konsentrasi larutan 450 ppm dan 600 ppm, terlihat warna sampel lebih pucat
dan memudar. Warna pucat pada larutan menunjukan banyaknya kandungan
antioksidan pada larutan. Antioksidan akan mengikat radikal bebas DPPH
sehingga jika bereaksi dalam waktu yang telah ditentukan akan menyebabkan
DPPH kehilangan sifat radikalnya dan menyebabkan perubahan warna larutan.
Semakin pucat warna yang dihasilkan mengindikasikan semakin banyak atom
hydrogen yang terkandung dalam antioksidan ekstrak yang berikatan dengan
radikal bebas DPPH.
Vitamin C merupakan antioksidan kuat. Pada penelitian ini, vitamin C
digunakan sebagai kontrol positif. Gambar 4.2 menunjukan perubahan warna
larutan seri vitamin C.
34
Gambar 4.2 memperlihatkan adanya perubahan warna pada larutan seri
vitamin C menjadi lebih pucat dan memudar. Perubahan warna sudah terlihat
pada konsentrasi 2 ppm sampai 8 ppm, hal ini menunjukan bahwa aktivitas
oksidan vitamin C termasuk antioksidan kuat.
Setelah dilihat secara kualitatif, seluruh larutan uji diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm. Panjang
gelombang ini merupakan panjang gelombang maksimum dari DPPH yang
bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas pembacaan absorbansi sehingga
mendapatkan nilai absorbansi maksimum pada larutan uji. Setelah didapatkan
nilai absorbansi masing-masing larutan uji, dilakukukan penghitungan untuk
mendapatkan presentase penghambatan (%RSA). Hasil absorbansi dan persen
penghambatan dapat dilihat pada table 4.1 dan 4.2.
Gambar 4.2 Kontrol negative dan larutan seri vitamin C
secara berurutan 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm
35
Tabel 4.1 Nilai absorbansi dan persen penghambatan ekstrak daun zaitun
menggunakan pelarut etanol
*Absorbansi kontrol = 0.259
Tabel 4.2 Nilai absorbansi dan presen penghambatan vitamin C
*Absorbansi kontrol = 0.259
KONSENTRASI
(ppm)
ABSORBANSI
RATA-RATA
ABSORBANSI
% RSA
RATA-
RATA
% RSA
1 2 1 2
150 ppm 0.139 0.108 0.124 46.33 58.30 52.12%
300 ppm 0.091 0.086 0.088 64.86 66.79 66.02%
450 ppm 0.057 0.066 0.062 77.99 74.52 76.06%
600 ppm 0.029 0.031 0.030 88.80 88.03 88.41%
KONSENTRASI
(ppm)
ABSORBANSI
RATA-RATA
ABSORBANSI
% RSA
RATA-
RATA
% RSA
1 2 1 2
2 ppm 0.094 0.093 0.094 63.71 64.09 63.90%
4 ppm 0.027 0.028 0.028 89.57 89.19 89.38%
6 ppm 0.011 0.011 0.011 95.75 95.75 95.75%
8 ppm 0.001 0.001 0.001 99.61 99.61 99.61%
36
Tabel 4.1 dan 4.2 menjelaskan bahwa semakin besar konsentrasi larutan
ekstrak dan larutan seri vitamin C, nilai absorbansi larutan akan semakin kecil.
Kemudian, semakin kecil nilai absorbansi larutan maka semakin besar nilai
persen penghambatan (%RSA). Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
konsentrasi larutan maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi.
Hasil absorbansi dan %RSA tiap konsentrasi larutan uji pada penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Abaza52 dalam
mengukuran aktivitas antioksidan ekstrak daun zaitun. Dari penelitian tersebut
didapatkan bahwa persen penghambatan (% RSA) semakin tinggi seiring
dengan tingginya konsentrasi larutan uji.
Setelah mendapatkan nilai persentase penghambatan (% RSA),
selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan persamaan regresi linier
menggunakan Microsoft excel 2013. Persamaan regresi linier didapatkan
berdasarkan grafik antara konsentrasi larutan sebagai variable bebas (x) dan %
penghambatan sebagai variable terkait (y). Grafik dan persamaan regresi linier
Y = a + bx dapat dilihat pada grafik 4.1 dan 4.2.
y = 0.0793x + 40.925
R² = 0.9965
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 100 200 300 400 500 600 700
% P
engham
bat
an
Konsentrasi (ppm)
Grafik 4.1 Persamaan regresi linier ekstrak daun
zaitun dengan pelarut etanol
37
4.4 Penetapan Nilai 1C50
Nilai IC50 didapatkan melalui persamaan regresi linier dengan
menggunakan Microsoft excel. Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukan
semakin besar aktivitas antioksidan. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan
nilai IC50 dari ekstrak daun zaitun dan vitamin C adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Nilai IC50
No Larutan Uji Nilai IC50 Klasifikasi
1 Ekstrak Daun Zaitun 114.44 ppm Antioksidan sedang
2 Vitamin C 2.29 ppm Antioksidan kuat
Table 4.3 menjelaskan bahwa ekstrak Olea europae L. dengan pelarut
etanol memiliki nilai IC50 sebesar 114.44 ppm sementara nilai IC50 vitamin C
sebesar 2.29 ppm. IC50 pada vitamin C sebagai kontrol positif dalam penelitian,
bernilai kecil. Dalam klasifikasi Blois, vitamin C tergolong dalam antioksidan
sangat kuat. Sementara IC50 ekstrak daun zaitun tergolong antioksidan sedang.
y = 11.564x + 23.398
R² = 0.7811
0
20
40
60
80
100
120
140
0 2 4 6 8 10
% P
engh
amb
atan
Konsentrasi (ppm)
Grafik 4.2 Persamaan regresi linier vitamin C
38
Penelitian yang telah dilakukan oleh Wissam53 menggunakan metode
yang sama yaitu metode DPPH, didapatkan nilai IC50 ekstrak daun zaitun dalam
pelarut etanol 80% adalah 47.42 ppm dan tergolong antioksidan sangat kuat.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pelarut etanol 96% yang memiliki
daya ekstraksi lebih luas sehingga semua metabolit sekunder dapat tersari
dengan tiga kali maserasi. Namun, nilai IC50 yang diperoleh lebih besar jika
dibandingan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wissam.
Banyak factor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Yateem54
telah menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan dalam ekstrak daun zaitun
ditentukan oleh komponen fenolik dan flavonoid. Komponen-komponen
tersebut dalam daun zaitun nilainya dapat berbeda-beda antara satu daun dengan
daun lainnya. Hal ini tergantung pada cara penanamannya, proses pemanenan,
lingkungan tempat tumbuh, waktu pemetikan serta proses ekstraksi.
Pengaruh lingkungan terhadap kandungan antioksidan juga telah
dijelaskan dalam penelitian dilakukan oleh Khaliq55 bahwa sampel yang
digunakan dalam penelitian aktivitas antioksidan ekstak daun zaitun yang
ditanam di beberapa daerah di Pakistan yaitu Dolece-Agogia, Mission, Moriolo,
Maurino, Carotina, Leccino, Gemlik, Quetta, Zhoab dan Lorallia. Hasil
penelitian menunjukan adanya perbedaan nilai IC50 pada masing-masing
ekstrak. Nilai IC50 terendah didapatkan pada ekstrak daun zaitun yang ditanam
di Leccino yaitu 22.46 ppm. Sedangkan nilai IC50 tertinggi didapatkan pada
ekstrak daun zaitun yang ditanam di Carotina yaitu 198 ppm. Perbedaan nilai
IC50 tersebut menunjukan perbedaan kandungan antioksidan yang terkandung
dalam masing-masing ekstrak.
Selain itu, dalam jurnal yang ditulis oleh Helen Luo5 menyebutkan lama
penyimpanan ekstrak mempengaruhi kadar senyawa fenolik dan flavonoid
dalam ekstrak daun zaitun, kadar senyawa fenol akan semakin tinggi apabila
ekstrak disimpan dalam waktu yang singkat. Ekstrak daun zaitun dalam pelarut
etanol ini dibuat pada bulan Februari 2017. Ekstrak disimpan dalam lemari
pendingin selama 5 bulan sebelum akhirnya digunakan untuk penelitian.
39
Lamanya penyimpanan akan mempengaruhi kandungan antioksidan pada
ekstrak daun zaitun.
4.5 Keterbatasan Penelitian
Selama penelitian berlangsung terdapat beberapa keterbatasan dan
hambatan yang dialami, antaralain sebagai berikut :
1. Sampel penelitian, yaitu ekstrak daun zaitun dalam pelarut etanol sudah
cukup lama disimpan.
2. Tidak dilakukan pengukuran kadar komponen fenol pada ekstrak yang
digunakan.
3. Keterbatasan jumlah alat dan sumber daya pada saat pengukuran
absorbansi.
40
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada berbagai konsentrasi
larutan uji ekstrak daun zaitun dalam pelarut etanol didapatkan aktivitas
antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 114.44 ppm dan tergolong sebagai
antioksidan sedang menurut klasifikasi Blois.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengetahui kandungan senyawa
bioaktif ekstrak daun zaitun yang bersifat antioksidan.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan antioksidan
pada daun zaitun di setiap daerah Indonesia karena iklim dan letak
geografis mempengaruhi kandungan antioksidan daun zaitun.
3. Perlu dilakukan kajian ulang berapa konsentrasi pelarut etanol yang baik
untuk melarutkan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun
zaitun.
40
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferreira ICFR, Barros L, Soares ME, Bastos ML, Pereira JA. Antioxidant
activity and phenolic contents of Olea europaea L. leaves sprayed with different
copper formulations. Food Chem; 2007: 188-193.
2. Hashmi MA, Khan A, Hanif M, Farooq U, Perveen S. Traditional Uses,
Phytochemistry, and Pharmacology of Olea europaea (Olive). Evid Based
Complement Alternat Med; 2015: 1-3.
3. Prasetyo KA. Efektivitas Beberapa Auksin (NAA, IAA dan IBA) Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Zaitun (Olea europaea L.) Melalui Teknik Stek Mikro.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; 2016.
4. Haris Omar S. Oleuropein in Olive and its Pharmacological Effects. Sci
Pharm;2010: 133-136.
5. Luo H. Extraction of Antioxidant Compounds from Olive (Olea europaea L.)
Leaf. Massey University; 2011: 56-123.
6. Winarsi H. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius; 2007:
49-120.
7. Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW. Biokimia
Harper. 29 ed. Jakarta: EGC; 2014. 613-617.
8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Formularium Obat Herbal Asli
Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2016: 9-11.
9. World Health Organization, others. General guidelines for methodologies on
research and evaluation of traditional medicine; 2000: 3–9.
10. World Health Organization, editor. National policy on traditional medicine and
regulation of herbal medicines: report of a WHO global survey. Geneva: World
Health Organization; 2005: 25-27.
11. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Obat Herbal Tradisional.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia; 2014: 2-4.
12. Pathak K, Das RJ. Herbal medicine-a rational approach in health care system.
Int J Herb Med; 2013: 86–89.
13. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Apakah Produk Herbal yang Anda
Konsumsi Aman, Bermutu dan Bermanfaat. InfoPOM; 2010: 1-5.
14. Muzzalupo I, editor. Olive Germplasm - The Olive Cultivation, Table Olive
and Olive Oil Industry in Italy. InTech; 2012.
42
15. Bonner FT. The woody plant seed manual. Government Printing Office; 2008.
16. Ross IA. Chemical constituents, traditional and modern medicinal uses.
Totowa, NJ: Humana Press; 2003.
17. Rhizopoulou S. Olea europaea L. A botanical contribution to culture. Am-
Eurasian J Agric Environ Sci; 2007: 382–387.
18. Maldonado NG, López MJ, Caudullo G, de Rigo D. Olea europaea in Europe:
Distribution, Habitat, Usage and Threats. 2016: 110-111.
19. Sari AP, others. Karakter Vegetatif Tanaman Zaitun (Oleo Europaea L.) Pada
Kondisi Tanam Yang Berbeda Serta Konsentrasi Oleuropein Dan Asam
Askorbat Pada Daunnya. Institut Pertanian Bogor (IPB); 2016.
20. Khan Y, Panchal S, Vyas N, Butani A, Kumar V, others. Olea europaea: a
phyto-pharmacological review. Pharmacogn Rev; 2007: 114-118.
21. Ghanbari R, Anwar F, Alkharfy KM, Gilani A-H, Saari N. Valuable Nutrients
and Functional Bioactives in Different Parts of Olive (Olea europaea L.)—A
Review. Int J Mol Sci; 2012: 3291-3293.
22. Boss A, Bishop K, Marlow G, Barnett M, Ferguson L. Evidence to Support the
Anti-Cancer Effect of Olive Leaf Extract and Future Directions. Nutrients;
2016: 1-12.
23. Chebbi Mahjoub R, Khemiss M, Dhidah M, Dellaï A, Bouraoui A, Khemiss F.
Chloroformic and Methanolic Extracts of Olea europaea L. Leaves Present
Anti-Inflammatory and Analgesic Activities. ISRN Pharmacol; 2011: 1-4.
24. Silva S, Gomes L, Leitão F, Coelho AV, Boas LV. Phenolic Compounds and
Antioxidant Activity of Olea europaea L. Fruits and Leaves. Food Sci Technol
Int; 2006: 1-2.
25. Samet I, Han J, Jlaiel L, Sayadi S, Isoda H. Olive ( Olea europaea ) Leaf Extract
Induces Apoptosis and Monocyte/Macrophage Differentiation in Human
Chronic Myelogenous Leukemia K562 Cells: Insight into the Underlying
Mechanism. Oxid Med Cell Longev; 2014: 12-13.
26. Benavente-Gracia O, Castillo J, Lorente J. Antioxidant activity of phenolics
extracted from Olea europaea L. Leaves. Food Chemistry; 2000: 457-462.
27. Micol V, Caturla N, Perezfons L, Mas V, Perez L, Estepa A. The olive leaf
extract exhibits antiviral activity against viral haemorrhagic septicaemia
rhabdovirus (VHSV). Antiviral Res; 2005: 129-136.
28. Lee-Huang S, Huang PL, Zhang D, Lee JW, Bao J, Sun Y, et al. Discovery of
small-molecule HIV-1 fusion and integrase inhibitors oleuropein and
hydroxytyrosol: Part I. Integrase inhibition. Biochem Biophys Res Commun;
2007: 872-878.
43
29. Wijayanti MN. Uji Aktivitas Antioksidan dan Penetapan Kadar Fenolik Total
Ekstrak Buah Buni (Antidesma bunius L.) dengan Metode DPPH Dan Metode
Folin-Ciocalteu. Universitas Sanata Dharma; 2016: 11-13.
30. Nashwa, Morsey FS, Abdel-Aziz ME. Efficiency of olive (Olea europaea L.)
leaf extract as antioxidant and anticancer agents. Journal of Agroalimentary
Processes and Technologies; 2014: 48-51.
31. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakognosi. 3 ed. Vol. 1.
Jakarta: Depkes RI Bagian Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan; 2004: 7-8.
32. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materi Medika Indonesia. Vol. 4.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1995: 333-334.
33. Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD. Extraction Technologies for
Medicinal and Aromatic Plants. International centre for science and high
technology; 2008: 22-23.
34. Saifudin A. Senyawa Alam Metabolik Sekunder. 1 ed. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish; 2014: 10-35.
35. Setyaningsih D, Pandji C, Permatasari DD. Kajian Aktivitas Antioksidan dan
Antimikroba Fraksi dan Ekstrak Dari Daun dan Ranting Jarak Pagar (Jatropha
Curcas L.) Serta Pemanfaatannya Pada Produk Personal Hygiene. Institut
Pertanian Bogor; 2014.
36. Voigt R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. VIII. Yogyakarta: Palgrave
Macmillan; 1994: 572-574
37. Robert Y. Antioksidan: Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan. Jakarta:
Arcan; 2003: 9-46.
38. Sayuti K, Rina Y. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang: Andalas University
Press; 2015: 15-29.
39. Smith CM, Marks AD, Lieberman MA, Marks DB, Marks DB. Marks’ basic
medical biochemistry: a clinical approach. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2005: 451-452.
40. Zhong Y. Free Radicals, Antioxidant and Nutrition. Elsevier Sci Inc; 2002:
872–879.
41. Devasagayam TPA, Tilak JC, Boloor KK, Sane KS, Ghaskadbi SS, Lele RD.
Free radicals and antioxidants in human health: current status and future
prospects. Japi; 2004: 794-802.
42. Veeru P, Kishor MP, Meenakshi M. Screening of medicinal plant extracts for
antioxidant activity. J Med Plants Res; 2009: 608-612.
44
43. Molyneux P. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for Estimating antioxidant activity. Sci Technol; 2004: 212-213.
44. Yamaguchi T, Takamura H, Matoba T, Terao J. HPLC Method for Evaluation
of the Free Radical-scavenging Activity of Foods by Using 1,1-Diphenyl-2-
picrylhydrazyl. Biosci Biotechnol Biochem; 1998: 1201-1204.
45. Kedare SB, Singh RP. Genesis and development of DPPH method of
antioxidant assay. J Food Sci Technol; 2011: 412-419.
46. Biskup I, Golonka I, Gamian A, Sroka Z. Antioxidant activity of selected
phenols estimated by ABTS and FRAP methods. Postepy Hig Med Dosw;
2013: 959-960.
47. Rouessac F, Rouessac A. Chemical analysis: modern instrumentation methods
and techniques. 2nd ed. Chichester, England ;Hoboken, NJ: John Wiley;
2007:181-182.
48. Green RJ. Antioxidant Activity of Peanut Plant Tissues. Raleihgh: Department
of food science; 2004: 26-31.
49. Gholib Ibnu.Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2007:89-90.
50. Fadlina Chany Saputri. Effects of selected medicinal plants on human low-
density lipoprotein oxidation, 2, 2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) radicals
and human platelet aggregation. J Med Plants Res; 2011: 6182-6183.
51. Blois MS. Antioxidant Determinations by the Use of a Stable Free Radical.
Nature; 1958: 1199-1200.
52. Abaza L, Ben Youssef N, Manai H, Mahjoub Haddada F, Methenni K, Zarrouk
M. Chétoui olive leaf extracts: influence of the solvent type on phenolics and
antioxidant activities. Grasas Aceites; 2011: 96-104.
53. Wissam Z, Ali A, Rama H. Optimization of extraction conditions for the
recovery of phenolic compounds and antioxidants from Syrian olive leaves. J
Pharmacogn Phytochem; 2016: 390-393.
54. Yateem H, Afaneh I, Al-Rimawi F. Optimum conditions for oleuropein
extraction from olive leaves. Int J Appl; 2014: 153-156.
55. Khaliq A, Sabir SM, Ahmed SD, Boligon AA, Athayde ML, Jabbar AJ, et al.
Antioxidant activities and phenolic composition of Olive (Olea europaea)
leaves. J Appl Bot Food Qual; 2015: 16-21.
45
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Determinasi Ekstrak Daun Zaitun
46
Lampiran 2
Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 1: Daun zaitun kering Gambar 2 : Ekstrak daun
zaitun dengan pelarut etanol
Gambar 3 : DMSO Gambar 4: Vitamin C Gambar 5: DPPH
47
Gambar 6 : Spektrofotometer Gambar 7 : Timbangan
analitik
Gambar 8 : Larutan
ekstrak daun zaitun
Gambar 9 : Larutan
vitamin C
Gambar 10 : Larutan
kontrol negative
(DPPH)
48
Lampiran 3
Perhitungan Komposisi Larutan Uji Ekstrak Daun Zaitun
1. Konsentrasi 150 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 150 x V2
V1 / V2 = 150 / 1000
V1 : V2 = 300 µl : 2000 µl
2. Konsentrasi 300 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 300 x V2
V1 / V2 = 300 / 1000
V1 : V2 = 600 µl : 2000 µl
3. Konsentrasi 450 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 450 x V2
V1 : V2 = 450 : 1000
V1 : V2 = 900 µl : 2000 µl
4. Konsentrasi 600 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 600 x V2
V1 : V2 = 600 : 1000
V1 : V2 = 1200 µl : 2000 µl
49
Lampiran 4
Perhitungan Nilai Presentase Hambatan
Larutan Konsentrasi Abs Blanko – Abs Sampel
x100%
Abs Blanko
Nilai Persentase
Hambatan
Ektrak daun
zaitun
150
300
450
600
0,259 − 0,124
0,259
0,259 − 0,088
0,259
0,259 − 0,062
0,259
0,259 − 0,030
0,259
52,12%
66,02%
76,06%
88,41%
Vitamin C 2
4
6
8
0,259 − 0,093
0,259
0,259 − 0,028
0,259
0,259 − 0,011
0,259
0,259 − 0,001
0,259
63,90%
89,38%
95,75%
99,61%
50
Lampiran 5
Grafik Hasil Penghitungan Data
Grafik 1 : Perbandingan Konsentrasi dengan Absorbansi Vitamin C
Grafik 2: Persamaan Regresi Linier Vitamin C
0.094
0.028
0.011
0.0010
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.1
0 2 4 6 8 10
Rat
a-ra
ta A
bso
rban
si
Konsentrasi (ppm)
Perbandingan Konsentrasi dengan Absorbansi
Vitamin C
ABSORBANSI
y = 11.564x + 23.398
R² = 0.7811
0
20
40
60
80
100
120
140
0 2 4 6 8 10
% P
engham
bat
an
Konsentrasi (ppm)
Persamaan Regresi Linier Vitamin C
51
(Lanjutan)
Grafik 3 : Perbandingan Konsentrasi dengan Absorbansi Ekstrak Daun Zaitun
(Olea europaea L.) Menggunakan Pelarut Etanol
Grafik 4 : Persamaan Regresi Linier Ekstrak Daun Zaitun (Olea europaea L.)
Menggunakan Pelarut Etanol
0.124
0.088
0.062
0.03
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0 200 400 600 800
Rat
a-ra
ta A
bso
rban
si
Konsentrasi
Perbandingan Konsentrasi dengan Absorbansi
Ekstrak Daun Zaitun
ABSORBANSI
y = 0.0793x + 40.925
R² = 0.9965
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 100 200 300 400 500 600 700
% P
engham
bat
an
Konsentrasi (ppm)
Persamaan Regresi Linier Ekstrak Daun Zaitun
52
Lampiran 6
Perhitungan Nilai IC50
1. Perhitungan Nilai IC50 Ekstrak Daun Zaitun
y = a + bx
y = 40.925 + 0.0793x
50 = 40.925 + 0.0793x
x = 50 – 40.925
0.0793
x = 114.44
IC50 = 144.44 ppm
2. Perhitungan Nilai IC50 Vitamin C
y = a + bx
y = 23.398 + 11.564x
50 = 23.398 + 11.564x
x = 50 – 23.398
11.564
x = 2.29
IC50 = 2.29 ppm
53
Lampiran 7
Riwayat Penulis
Identitas :
Nama : Carin Libel Octa Herina
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Musi Banyuasin, 15 Oktober 1997
Agama : Islam
Alamat : Ds. Berlian Jaya, Blok D RT.10 RW.02, Tungkal
Jaya, Musi Banyuasin, SUMSEL.
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. 2003-2009 : SD Negeri Berlian Jaya
2. 2009-2012 : SMP Negeri 1 Tungkal Jaya
3. 2012-2014 : MA Negeri 3 Palembang
4. 2014-Sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta