4. Zaman Islam di Indonesia
A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia
Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering
disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra
serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Cikal bakal keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H
atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk
komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk
setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong
menolong.
2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan
Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling
mendengki.
4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak
menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih
kasih.
Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan
pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau
penguasa.
Proses Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh,
kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga perkembangan
masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan Kerajaan
Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam.
Sementara itu di Jawa proses penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan
ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082 M.
Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan
dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di
Malaka, Jawa, dan Maluku.
Menurut Tome Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun 1460-
1465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah,
dan perkawinan.
Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang
muslim yang kemungkinan berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah
Goa sebuah kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.
B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
1. Ilmu-ilmu Keagamaan
Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial,
politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam
menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut :
a. Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang
lebih luas.
b. Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya itu
mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu.
Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :
a. Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan
ila Suluk wa At Tauhid.
b. Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Mir’atul Mu’min (Cermin Orang
Beriman).
c. Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy Hadramaut.
Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah
As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Ma’rifat Al Adyan
(tasawuf).
d. Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu (Martabat
yang Tujuh).
e. Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil
f. Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati
g. Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum diterbitkan
sekitar 20 buah yang masih berbentuk naskah.
h. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab
sabitul Muhtadil (fikih).
i. Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal Tafsir Al
Muris
j. Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)
2. Arsitektur Bangunan
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam suku,
bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar
belakang tersebut, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama antara satu
tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa pertumbuhan dan
perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di Demak, Sandang Duwur
Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid Baiturahman di Aceh.
Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan
merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara,
mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan
agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.
C. Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan, Masa Kemerdekaan dan Masa
Perkembangan
1. Masa penjajahan
Jauh sebelum Belanda masuk ke Indonesia, sebagian besar masyarakat Nusantara telah memeluk
agama Islam yang ajarannya penuh kedamaian, saling menghormati, dan tidak bersikap buruk
sangka terhadap bangsa asing. Semula bangsa asing seperti Portugis dan Belanda datang ke
Indonesia hanya untuk berdagang, tetapi dalam perkembangan selanjutnya niat itu berubah
menjadi keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai koloni di bawah kekuasaan dan
jajahannya. Portugis berhasil meluaskan wilayah dagangnya dengan menguasai Bandar Malaka
di tahun 1511 sehingga akhirnya mereka dapat masuk ke Maluku, Ternate dan Tidore.
Portugis juga mematikan aktivitas perdagangan kaum muslim Indonesia di daerah lainnya seperti
Demak. Pada tahun 1527 M, Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Banten.
Banten dan Aceh kemudian menjadi pelabuhan yang ramai menggantikan Bandar Malaka.
Dilandasi semangat tauhid dan hasil pendidikan yang diperoleh dari pesantren menyebabkan
semakin bertambahnya kader pemimpin dan ulama yang menjadi pengayom masyarakat. Kaum
bangsawan dan kaum adat yang semula tidak memahami niat para ulama untuk mempertahankan
Indonesia dari cengkeraman penjajah secara perlahan bersatu padu untuk mempertahankan
Nusantara dari ekspansi Belanda.
Contoh perlawanan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut antara lain:
1. Tuanku Imam Bonjol melalui Perang Paderi (1821-1837) di Sumatera Barat.
2. Pangeran Diponegoro (1815-1838) melalui Perang Diponegoro di Jawa Tengah.
3. Perang Aceh (1873-1904) di bawah pimpinan Panglima Pilom, Teuku Cik Ditiro, Teuku
Umar, dan Cut Nyak Din.
2. Masa Kemerdekaan
Umat Islam kemudian mengganti perjuangannya melawan penjajahan dengan strategi atau jalan
mendirikan organisasi-organisasi Islam yang diantaranya sebagai berikut :
a. Syarikat Dagang Islam
Syarikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam berdiri pada tahun 1905
dipimpin oleh H. samanhudi, A.M. Sangaji, H.O.S. Cokroaminoto dan H. Agus Salim.
perkumpulan ini berdiri dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup bangsa ndonesia,
terutama dalam dunia perniagaan.
b. Jam’iatul Khair
Berdiri pada tahun 1905 M di Jakarta adalah pergerakan Islam yang pertama di pulau Jawa.
Anggotanya kebanyakan keturunan (peranakan) Arab.
c. Al Irsyad
Al Irsyad adalah organisasi Islam yang didirikan tahun 1914 M oleh para pedagang dan ulama
keturunan Arab, seperti Syekh Ahmad Sorkali.
d. Perserikatan Ulama
Gerakan modernis Islam yang berdiri pada tahun 1911 M oleh Abdul Halim dan berpusat di
Majalengka Jawa Barat. Organisasi ini diakui keberadaannya oleh Belanda tahun 1917 dan
bergerak dibidang ekonomi dan sosial, seperti mendirikan panti asuhan yatim piatu pada tahun
1930 M.
e. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan bertepatan
tanggal 8 Zulhijah 1330. Muhammadiyah bukan merupakan partai politik, tetapi gerakan Islam
yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan.
f. Nahdatul Ulama
Didirikan pada bulan Januari 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari yang bertujuan membangkitkan
semangat para ulama Indonesia dengan cara meningkatkan dakwah dan pendidikan karena saat
itu Belanda melarang umat Islam mendirikan sekolah-sekolah yang bernafaskan Islam seperti
Pesantren.
3. Masa Perkembangan
Di masa perkembangan atau setelah memperoleh kemerdekaan, umat Islam juga memiliki
peranan yang sangat penting dalam upaya memajukan bangsa dan negara. Peran-peran tersebut
antara lain dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut.
a. Membentuk Departemen Agama
Tujuan dan fungsi Departemen Agama dirumuskan sebagai berikut:
1) Mengurus serta menuntut pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-
perguruan agama.
2) Mengikuti dan memperhatikan hal-hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
3) Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
b. Di Bidang Pendidikan
Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di
berbagai pelosok daerah. Lembaga ini dipimpin oleh seorang kyai dan saat ini sudah banyak
muncul pesantren yang bersifat modern. Artinya, pendidikan Islam tersebut memiliki kurrikulum
dan jenjang-jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar (ibtidaiyah), menengah (tsanawiyah),
dan tingkat atas (aliyah), bahkan sampai ke tingkat perguruan tinggi, seperti Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang telah menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN).
c. Majelis Ulama Indonesia
Selain Departemen Agama, pemerintah Indonesia juga mendirikan Majelis Ulama Indonesia
(MUI), yaitu suatu wadah kerja sama antara pemerintah dan ulama dalam urusan keorganisasian,
khususnya agama Islam. Majelis Ulama Indonesia bergerak dalam bidang dakwah dan
pendidikan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat berdiri pada bulan Oktober 1962 yang
memiliki tujuan awal antara lain sebagai berikut :
1) Pembinaan mental dan agama bagi masyarakat.
2) Ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan revolusi dan pembangunan semesta berencana
dalam rangka demokrasi terpimpin.
D. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas
dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah,
diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja
keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki
batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
E. Manfaat dari Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
1. Kehadiran para pedagang Islam yang telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di
bumi Nusantara turut memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu
kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini.
2. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber
pengetahuan.
3. Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut.
a. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran.
b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur
hingga ke seluruh pelosok Nusantara
4. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik
berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
5. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang
penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
6. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang
tidak sebanding.
F. Perilaku Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat
diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antaraumat beragama, saling menghormati, dan
tolong menolong.
2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian
pasti ada hikmahnya.
3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau
dipelajari dan dipahami maksudnya.