Upload
homeworkping7
View
188
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Homework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesBAB I
PENDAHULUAN
Status epileptikus (SE) adalah keadaan darurat yang serius dan sering
mengancam jiwa serta memerlukan intervensi medis cepat. Kondisi ini dapat
merupakan komplikasi penyakit akut seperti ensefalitis dan dapat terjadi sebagai
kejang pertama pada 12% anak-anak dengan epilepsi.1 Antara 10 sampai 20%
anak-anak dengan epilepsi akan memiliki setidaknya satu episode Status
Epileptikus.2
Insiden pada masa kanak-kanak diperkirakan 17-23 episode per 100.000
per tahun. 3 Tingkat insiden, penyebab, dan prognosis bervariasi secara substansial
dengan usia. Insiden tertinggi adalah pada tahun pertama kehidupan. Status
epileptikus akibat demam merupakan etiologi yang paling umum.4
Berdasarkan jenis serangan, dikenal SE konvulsivus dan non konvulsivus,
Diagnosis SE nonkonvulsivus lebih sulit dibanding SE konvulsivus karena
serangannya tidak nyata, namun bila dilakukan monitor melalui rekaman
electroencephalogram (EEG) maka akan tampak aktifitas abnormal. Absence
adalah salah satu kasus kejang nonkonvulsivus. Oleh karena itu EEG sangat
penting untuk memonitor kasus status epileptikus.2
Dalam praktek sehari-hari, penatalaksanaan SE terutama di tempat-tempat
yang tidak memiliki fasilitas perawatan intensif akan menghadapi kendala teknis
dan nonteknis, sehingga dokter dituntut untuk dapat bekerja professional dan
1
mempunyai pemahaman tentang status epileptikus dengan penggunaan obat yang
adekuat.2
Adapun tujuan laporan kasus ini adalah untuk memberikan pemahaman
terhadap penanganan status epileptikus sehingga diharapkan penatalaksanaan
terhadap kasus status epileptikus dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : An. MT
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : 26 kg
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Dusun IV Desa Aur Duri Kecamatan Rambang Dangku
MRS : 13 April 2012
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu penderita, 14 April 2012)
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 2 hari SMRS, penderita mendadak kejang, tanpa diawali demam
terlebih dahulu, tetapi setelah kejang badan terasa sedikit panas. Muntah-
muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Penderita kejang tidak lama
setelah bermain. Hingga saat masuk RS penderita telah kejang sebanyak 5
kali dengan lama kejang 5-30 menit tiap kejangnya. Saat kejang, tubuh
penderita bergerak tidak teratur. Di antara kejang, pasien tidak sadarkan diri
2
dan badan terasa lemas. Penderita tidak diberi obat apapun kemudian dibawa
ke Puskesmas Gunung Megang dan dirujuk ke RSUD Moh. Rabain M.Enim.
Setelah di RS penderita masih kejang. Kejang sebanyak 2 kali lama
kejang 5 menit dan 15 menit. Jarak antara kejang sekitar 30 menit dan
penderita tetap tidak sadar. Penderita diberikan diazepam injeksi 10 mg.
Penderita sadar kira-kira 1 jam setelah kejang berakhir. Lalu penderita
dipindahkan ke bangsal anak.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang dibenarkan ibu penderita.
Kejang pertama kali saat penderita berumur 3 minggu. Saat itu
penderita panas tinggi kemudian diikuti kejang sebanyak 1 kali. Lamanya
kejang sekitar 10 menit, kejang seluruh tubuh. Setelah kejang selesai,
penderita menangis. Penderita tidak dibawa berobat. Kejang sering terjadi
sejak usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang minimal 1 x
seminggu dan lamanya kejang bervariasi 5 menit hingga 10 menit. Ibu
penderita tidak membawa penderita berobat. Hingga usia 6 tahun penderita
tidak pernah kejang. Namun usia 7 tahun – 8 tahun, penderita kembali
kejang. Saat itu penderita kejang saat bermain bola dengan teman-
temannya. Hampir tiap bulan penderita kejang dan diawali dengan
kelelahan setelah bermain. Orang tua penderita tetap tidak membawa
penderita ke dokter, karena beranggapan anaknya baik-baik saja walaupun
sering kejang. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2 hari SMRS penderita tidak
pernah kejang.
Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
GPA : P1A0
3
Masa kehamilan : aterm
Partus : spontan
Penolong : dukun beranak
Berat badan : tidak diketahui
Panjang badan : tidak diketahui
Keadaan saat lahir : tidak langsung menangis, sianosis (+) akibat lilitan
tali pusat
Riwayat Makanan
0 bulan – 6 bulan : ASI
6 bulan – 1 tahun : Bubur saring
1 tahun – sekarang : Nasi biasa, 3 x sehari sebanyak 1 piring dengan
tahu, tempe atau ikan
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan kurang
Riwayat Vaksinasi
Penderita tidak pernah diimunisasi
Riwayat Perkembangan Fisik
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 9 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 3 tahun
Berbicara : 5 tahun
Kesan : Perkembangan motorik terhambat
Riwayat Pendidikan
Penderita tidak dapat menulis dan membaca.
Penderita pernah bersekolah 1 minggu di kelas 1 SD kemudian berhenti.
Riwayat Sosial Ekonomi
4
Penderita merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Adik penderita
masih sekolah SD dan bayi. Ayah penderita bekerja sebagai petani. Ibu
penderita seorang Ibu Rumah Tangga. Secara ekonomi, keluarga penderita
tergolong menengah ke bawah.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum ( 14 April 2012 )
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 88 kali/ menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 28 kali/ menit
Suhu : 37,1 oC
Berat badan : 26 kg
Tinggi badan : 142 cm
Lingkar Kepala : 48 cm, mikrocephali
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Turgor : baik
Tonus : eutoni
Edema umum : tidak ada
Keadaan gizi : BB/U = 26/36 x 100% = 72,2 %
TB/U = 142/144 x 100% = 98,6 %
BB/TB = 26/35 x 100% = 76,5 %
Kesan : Gizi Kurang
Keadaan Spesifik
Kulit : sianosis tidak ada
5
Kepala
Bentuk : normocephali
Ukuran : mikrocephali
Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks
cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm
Hidung : sekret tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada, mukosa
hiperemis tidak ada, septum deviasi tidak ada
Telinga : sekret tidak ada, nyeri tarik aurikula tidak ada, nyeri
tekan mastoid tidak ada
Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada, rhagaden tidak ada,
typhoid tounge tidak ada, mukosa mulut dan bibir basah,
karies dentis (-).
Leher : pembesaran KGB tidak ada
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : strem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi, iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis dan thrill tidak teraba
Perkusi : batas kanan jantung linea parasternalis sinistra, batas
atas jantung ICS II, batas kiri jantung linea axillaris
anterior sinistra
Auskultasi : HR=88 kali/ menit, irama reguler, bunyi jantung I dan II
normal, murmur dan gallop tidak ada
6
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas
Akral dingin tidak ada, anemis tidak ada, ikterik tidak ada, edema tidak ada,
sianosis tidak ada
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik
PemeriksaanTungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan KiriGerakan Luas Luas Terbatas TerbatasKekuatan +5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni EutoniKlonus - -
Refleks fisiologis + N + N + N + NRefleks patologis - - - -
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig
sign (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah (14-4-2012)
Hb : 12,7 gr%
LED : 12 mm/jam
Leukosit : 10.800 mm
Trombosit : 279.000 mm
7
Ht : 42 %
Diff. count : 0/1/3/55/34/5
Kimia Darah (16-4-2012)
SGOT : 16 U/I
SGPT : 15 U/I
V. DIAGNOSIS BANDING
Status Epileptikus + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
Meningitis + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
Gangguan metabolik + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
VI. DIAGNOSIS KERJA
Status Epileptikus + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
VII. Ringkasan Data Dasar
Seorang anak laki-laki usia 11 tahun, 26 kg dengan keluhan utama
kejang sejak ± 2 hari SMRS, demam (-), muntah (-), BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Hingga saat masuk RS penderita telah kejang umum tonik klonik
sebanyak 5 kali dengan lama kejang 5-30 menit tiap kejangnya. Di antara
kejang, pasien tidak sadarkan diri dan badan terasa lemas. Penderita tidak
diberi obat apapun kemudian dibawa ke Puskesmas Gunung Megang dan
dirujuk ke RSUD Moh. Rabain M.Enim.
RPD : Riwayat kejang dibenarkan ibu os. Kejang pertama kali saat os
berumur 3 minggu. Saat itu penderita panas tinggi kemudian diikuti kejang
sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit, kejang umum tonik klonik
Post iktal, os menangis. Os tidak dibawa berobat. Kejang sering terjadi sejak
usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang minimal 1 x seminggu dan
lamanya kejang bervariasi 5 menit hingga 15 menit. Ibu os tidak membawa os
berobat. Hingga usia 6 tahun os tidak pernah kejang. Namun usia 7 tahun – 8
8
tahun, penderita kembali kejang. Hampir tiap bulan os kejang dan diawali
dengan kelelahan setelah bermain. Orang tua os tetap tidak membawa os ke
dokter, karena beranggapan os baik-baik saja. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2
hari SMRS penderita tidak pernah kejang. Riwayat trauma sebelumnya
disangkal
Keadaan Umum
Kesadaran: compos mentis; nadi: 88 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, regular;
pernapasan: 28 kali/ menit; suhu: 37,1 oC; berat badan: 26 kg; tinggi badan: 142
cm Status Gizi: kurang ; lingkar Kepala :48 cm (microcephali)
Status lokalis
Kepala : anemia -/-, ikterus -/-, pupil bulat isokor
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I II Normal, regular, mumur (-), Gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) N, wheexing (-), ronkhi (-)
Abdomen : Datar, Lemas, BU (+) N, H/L tak teraba
Ekstremitas : Akral Hangat, anemis (-), sianosis (-)
Status neurologis
Fungsi motorik : terhambat
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)
VIII. PENATALAKSANAAN
IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit
Ceftriaxon 1x2gr
Diazepam amp 1x1
Phenytoin 500mg dalam NaCl 100 ml selama ½ jam jika masih kejang
9
Asam valproat syr 2x5ml
Dexamethason amp 3x1
Piracetam 3x500mg
O2 6 liter sungkup
Edukasi
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
10
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi14/4/2012 Keluhan :
Kejang (+) umum tonik klonik Keadaan Umum :
Sens : CMN : 88 x/mRR : 28 x/mT : 37,1 oC
Keadaan Spesifik :Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mmThorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpaniEkstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detikMotorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas LuasKekuatan +5 +3 +5 +3Tonus Eutoni EutoniKlonus - -R. Fisio +N +N +N +NR. Pato - - - -GRM (-)
Sensorik: dalam batas normalN. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+)
Laboratorium:
- Monitoring - IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit- Ceftriaxon 1x2gr- Diazepam amp 1x1- Phenytoin 500mg dalam
NaCl 100 ml selama ½ jam jika masih kejang
- Asam valproat syr 2x5ml- Dexamethason amp 3x1- Piracetam 3x500mg- Edukasi
11
Hb : 12,7 gr%LED : 12 mm/jamLeukosit : 10.800 mmTrombosit : 279.000 mmHt : 42 %Diff. count : 0/1/3/55/34/5
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi15/4/2012 Keluhan :
Kejang (-) Keadaan Umum :
Sens : CMN : 82 x/mRR : 24 x/mT : 36,5 oC
Keadaan Spesifik :Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mmThorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpaniEkstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detikMotorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas LuasKekuatan +5 +3 +5 +3Tonus Eutoni EutoniKlonus - -R. Fisio +N +N +N +NR. Pato - - - -GRM (-)
Sensorik: dalam batas normalN. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+)
- Monitoring di ICU- IVFD - Ceftriaxon 1x2gr- Asam valproat syr 2x5ml- Dexamethason amp 3x1- Piracetam 3x500mg- Edukasi
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
12
16/4/2012 Keluhan :Kejang fokal (+)
Keadaan Umum : Sens : CMN : 78 x/mRR : 22 x/mT : 36,1 oC
Keadaan Spesifik :Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mmThorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpaniEkstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detikMotorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas LuasKekuatan +5 +3 +5 +3Tonus Eutoni EutoniKlonus - -R. Fisio +N +N +N +NR. Pato - - - -GRM (-)
Sensorik: dalam batas normalN. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+)
LaboratoriumSGOT : 16 U/ISGPT : 15 U/I
- Monitoring di ICU- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit- Ceftriaxon 1x2gr- Phenytoin 2x100 mg- Dexamethason amp 3x1- Piracetam 3x500mg- Edukasi
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi17/4/2012 Keluhan :
Kejang fokal (+) Keadaan Umum :
Sens : CMN : 72 x/mRR : 22 x/mT : 36,3 oC
Keadaan Spesifik :
- Monitoring di ICU- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit- Ceftriaxon 1x2gr- Phenytoin 2x100mg- Asam valproat syr 2x5ml- Dexamethason amp 3x1- Piracetam 3x500mg
13
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mmThorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpaniEkstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detikMotorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas LuasKekuatan +5 +3 +5 +3Tonus Eutoni EutoniKlonus - -R. Fisio +N +N +N +NR. Pato - - - -GRM (-)
Sensorik: dalam batas normalN. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+)
- Edukasi
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi18/4/2012 Keluhan :
Kejang (-) Keadaan Umum :
Sens : CMN : 78 x/mRR : 22 x/mT : 36,1 oC
Keadaan Spesifik :Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mmThorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpaniEkstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detikMotorik:
- Monitoring di ICU- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit- Ceftriaxon 1x2gr- Phenytoin 2x100mg- Asam valproat syr 2x5ml- Dexamethason amp 3x1- Piracetam 3x500mg- Edukasi
14
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas LuasKekuatan +5 +3 +5 +3Tonus Eutoni EutoniKlonus - -R. Fisio +N +N +N +NR. Pato - - - -GRM (-)
Sensorik: dalam batas normalN. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+)
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
15
19/4/2012 Keluhan :Kejang (-)
Keadaan Umum : Sens : CMN : 74 x/mRR : 20 x/mT : 36,4 oC
Keadaan Spesifik :Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mmThorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpaniEkstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detikMotorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas LuasKekuatan +5 +3 +5 +3Tonus Eutoni EutoniKlonus - -R. Fisio +N +N +N +NR. Pato - - - -GRM (-)
Sensorik: dalam batas normalN. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+)
Hasil pemeriksaan psikologis (Tes Intelegensi) : Raven ProgressiveIQ : 5 (Mentally Defective) Sangat rendah (retarded)
- Monitoring di ICU- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit- Ceftriaxon 1x2gr- Asam valproat syr 2x5ml- Dexamethason amp 3x1- Piracetam 3x500mg- Edukasi
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi20/4/2012 Keluhan :
Kejang (-)Pasien pulang dengan terapi:
- Cefixime 2x1cth
16
Keadaan Umum : Sens : CMN : 78 x/mRR : 22 x/mT : 36,1 oC
Keadaan Spesifik :Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mmThorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpaniEkstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detikMotorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas LuasKekuatan +5 +3 +5 +3Tonus Eutoni EutoniKlonus - -R. Fisio +N +N +N +NR. Pato - - - -GRM (-)
Sensorik: dalam batas normalN. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+)
- Asam valproat syr 2x5ml- Piracetam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
17
Definisi
Berdasarkan organisasi “The International Classification of Epileptic
Seizure”, status epileptikus (SE) adalah kejang yang berlangsung selama 30 menit
atau lebih lama, atau kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak
sadar.1 Namun terdapat beberapa studi yang menyarankan untuk durasi waktu
lebih singkat yang memiliki manfaat untuk pengobatan, karena menunda
pengobatan berhubungan dengan lambatnya respon pengobatan.5 Satu studi
menemukan bahwa kejang yang berlangsung lebih dari lima menit memiliki risiko
tinggi untuk terjadi status epileptikus.6 Sehingga bila serangan berlangsung 5
menit atau lebih sering diberi istilah “Impending Status Epilepticus”.7
Manifestasi klinis
Kejang pada umumnya dideskripsikan sebagai suatu serangan tonik klonik
(konvulsivus) terutama untuk serangan SE, walaupun sebagian kasus ada juga
bentuk serangan seperti tonik, klonik, atau mioklonik.7
Secara klinis, aktivitas listrik akan terlihat nyata pada rekaman EEG.
Kejang subklinis akan tetap berlangsung walaupun aktivitas klinis yang abnormal
telah dihentikan oleh obat antikonvulsan dan gambaran ini akan terlihat pada
rekaman EEG.8 Pada pasien koma walaupun tidak terlihat aktivitas konvulsivus,
bila dipasang monitor EEG maka muatan iktal tersebut akan terlihat pada
gambaran EEG. Sampai saat ini masih terdapat kontroversi tentang jenis pola
EEG iktal pada pasien tanpa manifestasi klinis. Beberapa ahli berpendapat bahwa
aktivitas epileptiform periodic harus dipertimbangkan sebagai kondisi iktal.
Namun, kebanyakan epileptologist mempertimbangkan aktivitas periodik menjadi
fase interiktal dan tidak akan meningkatkan terapi antikonvulsan.9 Aktivitas
kejang selanjutnnya dapat juga berupa aktivitas kejang halus, seperti deviasi mata
tonik atau ritmis berkedut bagian dari ekstremitas.
Manifestasi klinis ini dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadium
sebagai berikut:
18
Prestatus, kondisi sebelum status. Sering ditandai dengan meningkatnya
frekuensi serangan-serangan sebelum menjadi status. Penanganan kejang
yang adekuat di stadium ini dapat mencegah terjadinya status.
Early Status, kondisi dimana serangan konvulsif akan terjadi terus
menerus. Bersamaan dengan kondisi ini akan terjadi perubahan fisiologis
sitemik serius berupa gangguan metabolik.
Established Status, serangan berlangsung lebih dari 30 menit yang dapat
menyebabkan perubahan pada fungsi vital tubuh.
Refractory Status, serangan kejang telah berlangsung lama dan menetap
meskipun telah dilakukan terapi.
Subtle Status, serangan kejang telah berlangsung berjam-jam dimana
aktivitas kejang konvulsivus dengan gerakan motorik berkurang secara
bertahap dapat berupa gerak halus (twitching). Serangan ini sering disertai
dengan koma dalam.
Patofisiologi
Status epileptikus (SE) terjadi karena kegagalan mekanisme normal untuk
menghalangi penyebaran dan mengisolasi kejang.10 Kegagalan terjadi karena
eksitasi yang berlebihan dan/atau inhibisi tidak efektif. Beberapa mekanisme
mungkin terlibat. Glutamat adalah neurotransmiter asam amino utama di otak.
Perannya dalam patogenesis SE dicetuskan oleh zat analog glutamate.11 Pada
kasus kejang lama diduga dikarenakan adanya aktivasi rangsang berlebihan dari
reseptor asam amino. Excitatory neurotransmitters berlebihan lainnya yang
berkontribusi terhadap SE, aspartat dan acetylcholine.17
Sedangkan Gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmitter
inhibisi utama dalam otak, dan pada kasus serangan SE mempunyai efek
antagonis atau terjadi perubahan metabolisme di substansia nigra.13 Dalam model
tikus, misalnya laju sintesis GABA di substansia nigra menurun secara signifikan
selama diinduksi SE.14 Mekanisme penghambatan lainnya termasuk ion kalsium
dependent kalium dan hambatan N-metil-D-aspartat (NMDA) channel oleh ion
magnesium.2
19
Kehilangan neuron diperikirakan terjadi di setiap episode, terutama jika
kejang berlangsung lama. Kehilangan ini dapat terakumulasi dan menyebabkan
penurunan yang berlangsung lama. Kehilangan ini dapat terakumulasi dan
menyebabkan penurunan yang signifikan. Gangguan NMDA channel tampaknya
menjadi mekanisme penting dari cedera saraf dalam SE.12 Ketika neuron
depolarisasi, kalsium memasuki sel melalui NMDA channel dan menyebabkan
cedera atau kematian. Faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi termasuk
kondisi hipoksia, pelepasan asam amino excitatory dan kalsium, peningkatan
berbagai protein, termasuk yang meningkatkan proses apoptosis (kematian sel
terprogram), perubahan reseptor, dan di lobus temporal berkembang sel-sel
granula dentate.15
Neuron spesifik enolase adalah enzim bagian dari jalur glikolisis untuk
konversi glukosa menjadi piruvat dengan tiga bentuk dimer: alfa, beta, dan
gamma. Isoform gamma adalah ekslusif untuk neuron dan disebut neuron spesifik
enolase (NSE). Enzim ini mengubah 2-phosphoglycerate untuk membentuk
phospoenolpyruvate yang dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal (CSF) dan
darah setelah terjadinya stroke dan anoksia. NSE berkolerasi dengan tingkat dan
durasi iskemia.16
Klasifikasi
Klasifikasi secara klinis mirip dengan yang digunakan untuk kejang akut
dan mencakup empat jenis utama:
Parsial Sederhana
Parsial Kompleks
Generalized Convulsive, termasuk kejang tonik-klonik, tonik, klonik dan
selalu terkait dengan hilangnya kesadaran
Generalized nonconvulsive seperti absence. DItandai dnegan kesadaran
berubah dan tidak selalu dengan penurunan kesadaran.
Klasifikasi berdasarkan etiologi serangan terbagi menjadi 6 kelompok yaitu:
Remote Symptomatic (kejang tanpa provokasi), kasus yang banyak
dijumpai yaitu epilepsy (33%)
20
Acute Symptomatic (SE yang terjadi selama penyakit akut), kasus yang
dijumpai yaitu meningitis dan ensefalitis (26%)
Febrile (SE terjadi akibat demam), berupa kejang demam (22%)
Progressive Encephalopathy (SE terjadi akibat ensefalopati progresif),
seperti gangguan mitokondria
Remote Symptomatic with an Acute Precipitant (SE akibat ensefalopati
kronik) seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia (1-3%)
Cryptogenic (idiopathic) (15%)
Faktor risiko
Faktor risiko SE telah terdeteksi pada beberapa kasus seperti di bahwa ini:
Pada kasus epilepsi ternyata 10-20% anak-anak dengan epilepsi akan
memiliki setidaknya satu episode SE.17 Status epileptikus terjadi sebagai
kejang pertama dalam 12% anak-anak dengan epilepsi.18
Faktor risiko lain untuk SE pada anak dengan gejala epilepsi meliputi:19
Latar belakang dengan kelainan fokal EEG, kejang parsial dengan
generalisasi sekunder.
Terjadinya SE saat kejang pertama kali terjadi, abnormalitas gambaran
neuroimaging.
Faktor risiko lainnya adalah20: riwayat serangan SE sebelumnya, usia saat onset
pertama kali < 1 tahun, simptomatik epilepsi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan kejang:
1. Anamnesis
Kejang pada umumnya dideskripsikan sebagai suatu kejang tonik klonik
(konvulsivus) terutama untuk serangan SE, walaupun sebagian kasus ada juga
bentuk serangan seperti mioklonik. Sebelum melakukan tindakan, yakinkan
terlebih dahulu apakah serangan tersebut suatu kejang atau suatu serangan
menyerupai kejang seperti sinkop, pseudoseizure. Bila suatu kejang maka
harus dianalisa berapa lama kejadiannya dan bagaimana bentuk serangan
tersebut, apakah berupa SE konvulsivus atau non konvulsivus.7 Perlu
21
dideskripsikan kesadaran saat kejang, kesadaran pasca kejang, dan
kelumpuhan pasca kejang.21
Lama kejang harus diperhatikan, karena menentukan tindakan yang akan
dilakukan, Sebagian besar kejang hanya berlangsung kurang dari 2 menit,
namun bila serangan sudah berlangsung 5 menit atau lebih, terlebih serangan
bersifat umum tonik klonik, maka pertanda akan ada ancaman terjadi status
epileptikus sehingga sering disebut sebagai “Impending Status Epilepticus”.
Frekuensi kejang, kondisi saat kejang, diantara kejang dan setelah kejang juga
harus diperhatikan. Untuk status epileptikus konvulsivus, manifestasi klinis
dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadiumnya.2
2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari etiologi kejang.7 Pada
kejang demam dan pasien epilepsi biasanya tidak memerlukan banyak
pemeriksaan tambahan, pemeriksaan penunjang diperlukan bila didapatkan
gejala dan tanda klinis adanya infeksi, tanda rangsang meningeal, defisit
neurologi fokal dan intoksikasi.2
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada status epileptikus adalah
pemeriksaan Electroencephalography (EEG), dimana selain digunakan sebagai
alat bantu diagnostik juga berfungsi sebagai alat kontrol keberhasilan terapi.
Idealnya EEG diulang setelah 24 jam episode kejang untuk monitor kejang
berulang yang masih mungkin timbul. Oleh karena itu ruang Intensive Care
Unit (ICU) harus dilengkapi alat EEG.22
Neuroimaging seperti Computed Tomography Scan (CT-Scan) kepala atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala diindikasikan bila dicurigai ada
riwayat trauma, tanda tekanan intracranial (TIK) meningkat, gejala neurologis
fokal, penurunan kesadaran atau curiga terjadi herniasi.23
Pungsi lumbal dilakukan bila dicurigai adanya meningitis, namun harus
ditunda sampai kejang berhenti dan tanda vital telah kembali stabil. Begitu
juga bila secara klinis atau radiologi terdapat tanda TIK meningkat.2
Pemeriksaan darah tepi, analisis gas darah, elektrolit, gula darah, fungsi
ginjal, fungsi hati, harus dilakukan bila etiologi masih belum jelas.24
22
Penatalaksanaan
Tatalaksana kejang akut dan status epileptikus tidak ada perbedaan,
Tindakan sedini mungkin merupakan hal penting oleh karena kerusakan/adanya
gejala sisa berhubungan dengan lamanya episode kejang dan efektivitas
pengobatan dalam mengontrol status epileptikus itu sendiri. Protokol
penatalaksanaan status epileptikus diberbagai senter sangat bervariasi, namun
dalam pengelolaannya selalu ditahapkan dalam hitungan menit. Tidak ada
protokol yang paling unggul diantara protokol-protokol yang telah disusun oleh
para penulis yang berbeda, Tujuan pengobatan adalah terhentinya bangkitan
secara klinis maupun elektris.
Langkah penanganan dilakukan tanpa memandang jenis dan etiologi dari
kejang itu sendiri, Adapun langkah penanganan sebagai berikut:25
1. Manajemen jalan napas dan pernapasan
2. Stabilisasi hemodinamik
3. Terminasi kejang
4. Penghentian bangkitan yang berulang
Tahap 1 sampai dengan tahap 2 merupakan penatalaksanaan awal. Intervensi
terapi pada tahap ini sangat penting, oleh karena dapat menghindari terjadinya
status epileptikus. Bila anak datang dalam keadaan kejang, maka pertama kali
yang perlu diperhatikan adalah memastikan jalan napas yang baik dan oksigenasi
yang cukup. Pasien diletakkan dalam posisi miring, sehingga tidak terjadi aspirasi
bila muntah. Lendir dihisap, diberikan oksigen 100%. Jangan memasukkan benda
keras diantara gigi yang sudah terkatup. Tanyakan beberapa hal penting sambil
memeriksa fungsi vital dengan cepat agar tidak membuang waktu. Lakukan
resusitasi bila diperlukan dan atasi kejang dengan obat antikonvulsan. Salah satu
penyebab kegagalan pengobatan adalah kesulitan mendapatkan akses vena. Oleh
karena itu pemasangan jalur parenteral wajib dilakukan, dan pemeriksaan
penunjang seperti elektrolit darah, glukosa, serta darah rutin segera dijalankan bila
telah memasuki masa prestatus. Namun bila akses vena belum dapat diberikan
maka dapat kita berikan perektal (diazepam, lorazepam), sublingual (midazolam),
intramuskuler (midazolam). Food and Drug Administration (FDA) menganjurkan
23
penggunaan diazepam gel yang dapat diabsorbsi cepat bila dibeirkan perectal dan
telah dibuat dalam kemasan yang mudah digunakan oleh anggota keluarga atau
perawat di rumah.26 Pada stadium prodormal, tahap akan memasuki masa
prestatus yang sering terjadi di rumah, lorazepam lebih dianjurkan, karena masa
kerjanya lebih lama, kadar terapeutik dalam darah lebih cepat tercapai dan efek
depresi pernapasan lebih sedikit dibanding diazepam. Namun sampai saat ini
kemasan perectal belum banyak tersedia sehingga lebih dianjurkan penggunaan
diazepam. Keunggulan diazepam dibanding lorazepam, bahwa penggunaan
perektal tidak perlu dilarutkan, sedangkan lorazepam, penyimpanan haris
dipendingin dan harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pemberian
diazepam dapat diulang 2 kali dengan selang waktu 5-10 menit. (Tabel 1.)
Tabel 1. Obat untuk menghentikan kejang akut dan mencegah kejang berikutnya 27
Obat Cara Pemberian
Dosis Ulangan Kecepatan Pemberian
Diazepam IV, IO 0,3 mg/kgBB, maks 10 mg
5 menit < 2 mg/menit
Diazepam Rektal 0,5 mg/kgBB, maks 10 mg
Tiap 5-10 menit
Lorazepam IV, SL, IO 0,1 mg/kgBB maks 4 mg
2x tiap 10 menit
< 2 mg/menit
Midazolam IM 0,2 mg/kgBB maks 10 mg
2x tiap 5-10 menit
Fenitoin IV, IO 20 mg/kgBB maks 1000 mg (30 mg/ kgBB)
Tambahkan 5 mg/kg IV bila masih kejang
1 mg/kgBB/ menit
Fenobarbital IV 20 mg/kgBB, maks 600 mg (30 mg/ kgBB)
1 mg/kgBB/ menit
Bila telah dengan fenitoin dan fenobarbital dapat diberikan lagi
5mg/kgBB. Dosis berikutnya berdasarkan kadar antikonvulsan dalam
darah
IV= intravena, IM= intramuskuler, Sl= sublingual, PR= per rektum, IO=
intraoseus
24
Tahap ke 4 merupakan tahap penatalaksanaan lanjutan untuk mencegah
kembalinya kejang atau menghentikan serangan kejang berulang. Pada tahap ini
pemberian obat antikonvulsan harus diberikan intravena agar efektif. Pada
penatalaksanaan kejang apapun penyebab kejang obat pilihan utama untuk
mengatasi kejang adalah golongan benzodiazepin yaitu diazepam dan lorazepam
yang memiliki efektivitas 80-90%. Ventilasi bag valve mask sebaiknya tersedia
mengingat efek obat ini menimbulkan depresi pernapasan. Pilihan obat lain yang
efektif adalah fenitoin, obat ini merupakan antikonvulsan berspektrum luas
dengan efek sedatif yang minimal, tetapi sering terjadi hipotensi, iritasi pembuluh
darah dan aritmia. Dosis awal yang dianjurkan 20 mg/kgBB dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit dan sering diberikan dalam larutan normal salin secara intravena
(IV). Saat ini telah tersedia obat baru turunan dari fenitoin dengan efek samping
yang minimal yaitu fosfofenitoin, Bila setelah pemberian loading dose kejang
masih berlangsung, maka dapat diberikan fenobarbital 20 mg/kgBB dan dapat
ditambah 5 mg/kgBB bila kejang masih juga berlangsung.27 Fenobarbital
merupakan obat pilihan pada anak dengan serangan status epileptikus yang
berhubungan dengan demam.2
Sebagian besar pasien memberikan respon yang baik terhadap
penatalaksanaan awal. Jika penatalaksanaan awal gagal maka pasien segera
dirujuk ke perawatan intensif. Indikasi masuk ke unit intensif adalah gagal terapi,
kegagalan serebral dan sistemik. Pada pasien yang telah masuk dalam status
epileptikus refrakter, pemberian obat dilakukan secara terus menerus melalui infus
sampai kejang teratasi. Beberapa senter pengobatan menggunakan midazolam
infus, atau Pentobarbital, atau propofol.28 (Bagan-1)
Pentobarbital diberikan loading dose 2-5 mg/kgBB IV, rentang pemberian
jangan melebihi 50 mg/menit. Infus rumatan 1-2 mg/kgBB/jam di dalam infuse
NaCL 0,9%. Pemberian ini dilanjutkan sampai minimal 12 jam bebas kejang, baru
kemudian pelan-pelan dihentikan.29
Propofol merupakan salah satu obat pilihan pada status epileptikus
refrakter, dapat diberikan dosis inisial 1-2mg/kgBB bolus, dapat diulangi setiap
kejang. Sebagai dosis lanjutan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 1-15
25
mg/kgBB perjam. Dosis diturunkan secara perlahan setelah 12 jam bebas kejang.
Penurunannya memakai aturan 5% pengurangan tetesan tiap jam.23
26
Komplikasi sistemik
Perubahan sistemik sering terjadi pada kejang lama.12 Komplikasi ini
berkontribusi pada morbiditas dan dapat mengancam nyawa. Hipoksemia terjadi
dari gangguan ventilasi, konsumsi oksigen meningkat, produk air liur dan secret
trakeobronkial meningkat. Kejang yang berhubungan dengan hipoksemia
menyebabkan gangguan metabolisme lebih lanjut, termasuk berkurangnya kadar
glukosa otak, asidosis laktat, dan penurunan ATP otak. Hipoksemia berat dan
asidosis dapat menyebabkan gangguan fungsi miokard, curah jantung berkurang,
27
dan hipotensi. Asidemia – asidosis laktat dan asidosis pernapasan sering
menyertai SE, sehingga pH kurang dari 7,0.25
Perubahan konsentrasi-konsentrasi glukosa darah meningkat di awal
kejang karena pelepasan katekolamin dan kerja syaraf simpatik. Namun, kejang
yang berlangsung lama sering mengakibatkan hipoglikemia karena kebutuhan
untuk proses metabolic yang meningkat pada saat kejang.2
Gangguan tekanan darah, denyut jantung, dan tekanan vena sentral
meningkat pada awal SE. Kenaikan ini disertai dnegan peningkatan aliran darah
serebral (200-700 % pada primata) untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan
metabolisme otak.25 Namun, bila kejang terus berlanjut maka tekanan darah akan
menurun mengakibatkan hipotensi. Aliran darah serebral juga menurun meskipun
tetap berada dalam batas normal.2
Peningkatan tekanan intrakranial dapat meningkat selama SE. Peningkatan
lebih lanjut dapat menganggu pasokan oksigen mengakibatkan edema serebral.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan tekanan intrakranial
termasuk asidosis metabolik, hipoksemia, kadar karbon dioksida dengan retensi
vasodilatasi serebral dan peningkatan kompensasi aliran darah serebral.25
Prognosis
Status epileptikus bisa berakibat fatal dan berhubungan dengan morbiditas
jangka panjang, termasuk kekambuhan kejang serta masalah neurologis. Berat
ringannya dampak dari SE tergantung pada penyebab yang mendasarinya, durasi
kejang, dan usia anak.3
Etiologi yang mendasari adalah prediktor utama kematian. Gejala sisa
neurologis akibat SE berupa defisit fokal motorik, keterbelakangan mental,
gangguan perilaku, dan epilepsi kronis. Gejala sisa neurologis biasanya
disebabkan oleh kondisi yang mendasari saat kejang terjadi.22 SE berulang terjadi
terutama pada anak-anak dengan status neurologis yang abnormal.23
Kesimpulan
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua dan menjadi
suatu kedaruratan medik yang membutuhkan intervensi cepat. Kejang yang
28
berlangsung 5 menit sering berlanjut menjadi SE. Tindakan yang cepat dan tepat
dibutuhkan untuk mengatasi SE sehingga komplikasi maupun gejala sisa yang
menyebabkan kerusakan otak permanen dapat dicegah. Lamanya kejang dan
efektivitas pengobatan menentukan prognosis. Evaluasi riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang merupakan hal penting untuk mencari
penyebab yang mendasari status epileptikus.2
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis diperoleh seorang anak laki-laki, berusia 11 tahun, berat
badan 26 kg dengan keluhan utama kejang. Kejang sejak ± 2 hari SMRS, demam
tidak ada, muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Hingga saat masuk RS os
telah kejang umum tonik klonik sebanyak 5 kali dengan lama kejang 5-30 menit
tiap kejangnya. Di antara kejang, pasien tidak sadarkan diri dan badan terasa
29
lemas. Penderita kemudian dibawa ke Puskesmas Gunung Megang dan dirujuk ke
RSUD Moh. Rabain M.Enim.
Pada kasus ini diketahui os kejang berulang kali dalam waktu 2 hari, di
antara kejang yang satu dengan kejang yang lain ada jeda waktu tenang, dimana
dalam jeda waktu tersebut anak menjadi tidak sadarkan diri. Sehingga dapat
diklasifikasikan ke dalam status epileptikus.
Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua
atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang
atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang
yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan
sebagai status epileptikus.
Dari riwayat penyakit dahulu diketahui terdapat riwayat kejang
sebelumnya . Kejang pertama kali saat os berumur 3 minggu. Saat itu os panas
tinggi kemudian diikuti kejang sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit,
kejang umum tonik klonik Post iktal, os menangis. Os tidak dibawa berobat.
Kejang sering terjadi sejak usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang
minimal 1 x seminggu dan lamanya kejang bervariasi 5 hingga 10 menit. Ibu os
tidak membawa os berobat. Hingga usia 6 tahun os tidak pernah kejang. Namun
usia 7 tahun – 8 tahun, penderita kembali kejang. Hampir tiap bulan os kejang dan
diawali akibat kelelahan setelah bermain. Orang tua os tetap tidak membawa os ke
dokter, karena beranggapan os baik-baik saja. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2 hari
SMRS penderita tidak pernah kejang. Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Diketahui dari riwayat tersebut os memiliki riwayat kejang. Terjadi kejang
pertama kali pada usia 3 minggu yang disertai demam. Faktor risiko yang
menimbulkan kejang pertama pada os antara lain: asfiksia, usia, dan demam.
Riwayat kelahiran dengan asfiksia, os tidak langsung menangis. Asfiksia
menyebabkan hipoksia dan iskemia jaringan otak. Hipoksia menyebabkan
rusaknya faktor inhibisi atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi sehingga
mudah timbul kejang jika ada rangsangan yang memadai. Kejang pada usia 3
minggu ini diakibatkan pada keadaan otak yang belum matang reseptor as.
30
glutamate sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA
sebagai inhibitor kurang aktif sehingga otak belum matang, eksitasi lebih dominan
disbanding inhibisi. Sehingga pada masa otak belum matang (dalam tahap
perkembangan) yaitu kurang dari 2 tahun, eksitabilitas neural lebih tinggi
dibanding otak yang sudah matang disebut masa developmental window (masa
perkembangan otak) dan rentan terhadap bangkitan kejang. Demam yang
mengawali kejang pertama kali menyebabkan perubahan potensial membrane dan
menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang lalu
timbulah bangkitan kejang.
Dari riwayat perkembangan diketahui terdapat perkembangan yang
terlambat yaitu telat bicara dan berjalan. Sedangkan status gizi kurang.
Berikut merupakan alur riwayat perjalanan penyakit pada pasien
berikut analisisnya:
31
Di RS os kejang seluruh tubuh, tonik klonik, frekuensinya 2 kali, lamanya 5 menit dan 15 menit, post iktal sadar.
± 2 hari SMRS os kejang 5 kali, lama 5-30 menit, demam (-)
Status EpileptikusGangguan metabolikMeningitis
Dari pemeriksaan fisik tidak diperoleh adanya gejala rangsang meningeal
berupa kaku kuduk maupun refleks patologis, trismus, kekakuan anggota tubuh
lainnya, dan gangguan pernapasan. Dari pemeriksaan fungsi motorik didapatkan
kekuatan lengan dan tungkai kiri +3.
Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan status
epileptikus yaitu kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih lama, atau
kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak sadar. Dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan dapat mengeksklusi diagnosa meningitis karena tidak
adanya gejala rangsang meningeal. Pemeriksaan elektrolit tidak dilakukan namun
32
Status Epileptikus kejang yang berlangsung selama 30 menit atau
lebih lama, atau kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak sadar.
Riwayat Trauma (-) Riwayat penyakit
dengan gejala yang sama (+)
Riwayat Epilepsi Dalam Keluarga (-)
Riwayat muntah-muntah (-)
Riwayat diare (-)
Kesadaran : compos mentis Nadi : 88 kali/ menit, isi dan
tegangan cukup, reguler Pernapasan : 28 kali/ menit Suhu : 37,1 oC Lingkar Kepala : 48 cm mikrocephali Status gizi : Kurang GRM (-) IQ : 5 (retarded)
Status epileptikus + Gizi kurang + Mikrocephali +
Retardasi mental
dari anamnesis tidak terdapat riwayat muntah-muntah dan diare yang dapat
menyingkirkan diagnosa kejang akibat gangguan elektrolit (metabolik).
Tatalaksana meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi
farmakologis. Dalam penanganan status epileptikus biasanya dilakukan 3 tahap
tindakan yaitu stabilisasi penderita, menghentikan kejang, menegakkan diagnosis.
Stabilisasi meliputi usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital
yang mungkin terganggu; membersihkan udara dan jalan pernafasan, serta
memberikan oksigen. Menghentikan kejang harus dilakukan segera sesudah tahap
stabilisasi selesai. Penghentian kejang yaitu dengan pemberian Obat Anti
Epilepsi (OAE) , antibiotik serta pemberian agen nootropik yaitu piracetam dan
pemberian dexamethasone. Pemberian piracetam untuk meningkatkan efektivitas
dari fungsi telenceophalon (fungsi kognitif) melalui peningkatan fungsi
neurotransmitter kolinergik dengan menstimulasi glikosis oksidatif, meningkatkan
konsumsi oksigen pada otak serta mempengaruhi pengaturan cerebrovaskular dan
juga mempunyai efek antitrombotik. Pemberian dexametason dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya edema otak.
Selain itu, hal yang paling penting adalah memberikan edukasi kepada
orang tua mengenai obat rumatan. Os diberikan obat rumatan berupa antibiotik
cefixime, obat anti epilepsi yaitu asam valproat, dan piracetam sebagai agen
nootropik. Dan pemberian edukasi agar tidak panik jika os kembali kejang dan
menjelaskan apa yang perlu dilakukan oleh orang tua jika os kembali kejang.
Prognosis pada os adalah quo ad vitam bonam dan quo ad functionam dubia
ad malam, karena terdapatnya beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya status epileptikus pada pasien ini antara lain riwayat
serangan SE sebelumnya, usia saat onset pertama kali < 1 tahun, simptomatik
epilepsi sehingga kemungkinan nilai ambang batas kejang pada pasien yang sudah
sangat rendah, sehingga jika ada rangsangan yang memadai dapat menyebabkan
berulangnya kejang pada pasien ini. Terdapat kelainan fungsi motorik pada
anggota gerak sebelah kiri, yaitu lengan kiri dan tungkai kiri dengan kekuatan +3.
Sehingga aktivitas menggunakan tangan dan kaki kiri menjadi terbatas. Penelitian
menunjukkan bahwa hemiparese dapat terjadi pada kejang lama (>30 menit) baik
33
umum atau fokal, dimana kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal, mula-mula
flaksid lalu setelah 2 minggu spastic.
Selain itu pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan intelegensi
didapatkan nilai 5 sangat rendah (retardasi mental) sehingga akibat yang
ditimbulkan dari kejang berulang itu sendiri telah merusak telencephalon yang
berfungsi dalam mengatur fungsi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. From the Commission on Classification and Terminology of the International League Againts Epilepsy. Epilepsia 1981: 22: 489
2. Masayu RD. Status Epileptikus. Naskah Lengkap Tatalaksana Kasus-Kasus Kegawatan Pada Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas KEdokteran Universitas Sriwijaya RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang. 2012: 112-125
3. Chin RF, Neville BG, Peckham C, et al. Incidence, cause, and short term outcome of convulsive status epilepticus in childhoos: prospective population based study. Lancet 2006: 368: 222
4. Singh RK, Stephens S, Berl MM, et al. Prospective study of new onset seizures presenting as status epilepticus in childhood. Neurology 2010: 74: 636
5. Eriksson K, Metsaranta P, Huhtala H, et al. Treatment delay and the risk of prolonged status epilepticus. Neurology 2005; 65 : 1316
34
6. Shinnar S, Berg AT, Mohse SL, Shinnar R. How long do new onset seizures in children last? Ann Neurol 2001; 49 ; 469
7. Rivello JJ. Et al. Diagnosis assessment of the child with status epilepticus (an evidene based review). Report of the Quality Standards Subcommitee of the American Academy of Neurology and the Practice Committee of the Child Neurology Society. AAN 2006; 67 : 1542-50
8. Tay SK, Hirsch U, Leary L. et al. Nonconvulsic=ve status epilepticus in children: clinical and EEG characteristics. EPilepsia 2006; 47 : 1504
9. Treiman DM. Electronical features of status epilepticus. J CLin Neurophysial 1995; 12 : 343
10. Wasterlain CG, Chen JW. Definition and Classification of Status Epilepticus. Dalam: Wasterlain CG, Treiman DM. Status epilepticus mechanism and management. Cambridge: MIT press books 2. 006. H. 11-6
11. Manford M. Status Epilepticus in Practical Guide to Epilepsy. Burlington. Butterworth Heinemann 2003; 243-62
12. Coulter DA. Chronic epileptogenic cellular alterations in the limbic system after status epilepticus. Epilepsia 1999; 40. Suppl 1: S23
13. Wasterlain CG, Fujikawa DG, Penix L, Sankar R. Pathopysiological mechanisms of brain damage from status epilepticus. Epilepsia 1993; 34 Suppl 1:S37
14. Wasterlain, Baxter CF, Baldwin RA. GABA metabolism in the substantia nigra, cortex, and hippocampus during status epilepticus. Neurochem Res 1993; 18: S27
15. Coulter DA. Chronic epileptogenic cellular alterations in the limbic system after status epilepticus. Epilepsia 1999; 40 Suppl 1: S23
16. DeGiorgio et al. Neuron specific enolase, a marker of acute neuronal injury, is increased in complex partial status epilepticus. Epilepsia 1996; 37: 606
17. Shinnar S, et al. In whom does status epilepticus occur: age related differences in children. Epilepsia 1997; 38: 907
18. Haut SR, Shinnar S, et al. The association between seizure clustering and convulsive status epilepticus in patients with intractable complex partial seizures. Epilepsia 1999; 40: 1832
19. Novak G. Risk factors for status epilepticus in children with symptomatic epilepsy. Neurology 1997; 49: 533
20. Berg AT, et al. Status epilepticus adter the initial diagnosis in children. Neurology 2004; 63:1027
21. Antonius HP, Badriul H, Setyo H, dkk. Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010: 310-15.
22. Maytal J, SHinnar S. Low morbidity and mortality od status epilepticus in children 1989; 83:323
23. Shinnar S, Maytal J. Recurrent status epilepticus in children. Ann Neurol 1992; 31:598
24. Walker MC. Serial Seizure and Status Epilepticus. Neurology 2003: 31-825. Delorenzo RJ. Incidence and causes od status epilepticus. Dalam: Wasterlain CG.
Status epilepticus mechanisms and management. Cambridge: MIT press books 206. h. 17-29
26. Guerrini R. Epilepsy in Children, The Lancet 2006: 367:499-52427. Shorvon S. Handbook of Epilepsy treatment. Oxford: Blackwell science Ltd.
2000. h. 181-94
35
28. Evrard P. Management Status epilepticus in Infant and Children. Cambridge MIT press books 2006. h. 515-21
29. Widodo DP. Algoritme Penatalaksanaan Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Bayi dan Anak. Dalam: Pusponegoro HD,. Pediatric Neurology and Neuroemergency in Daily Practice. Naskah lenhkap pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anaka XLIX, Jakarta: Badan penerbit IDAI 2006. h. 63-9
Homework Help https://www.homeworkping.com/ Math homework helphttps://www.homeworkping.com/ Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/ Algebra Helphttps://www.homeworkping.com/ Calculus Helphttps://www.homeworkping.com/ Accounting helphttps://www.homeworkping.com/ Paper Helphttps://www.homeworkping.com/ Writing Helphttps://www.homeworkping.com/ Online Tutorhttps://www.homeworkping.com/ Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
36